BAGAIMANA MENGEMBANGKAN POLA PIKIR LEBIH PRODUKTIF

Tips membuatkan Pola Pikir Produktif - Pola pikir yg selalu produktif serta aktif akan menghasilkan karya atau karakter yang berguna bagi diri anda. Jika anda lebih banyak berpikir negatif serta pasif maka hayati anda akan diliputi dengan kejenuhan, kebosanan, gampang stres, malas dan yg niscaya merupakan anda sebagai nir produktif.
Mengembangkan pola pikir produktif merupakan keliru satu cara buat memaksimalkan penggunaan terbaik menurut asal daya yg terdapat pada pikiran, ketika, tenaga dan bisnis Anda. Hal ini nir mencoba buat melakukan segala sesuatu menggunakan sangat sempurna, atau bahkan melakukannya pada cara yg paling cepat. Namun lebih buat menggunakan segala asal daya dalam diri anda se efisien mungkin sehingga tidak terdapat istilah untuk membuang waktu, malas serta nir produktif.

Nah berikut adalah beberapa elemen yang dapat anda kembangkan buat memaksimalkan pola pikir produktif:
Curiosity
Kesediaan buat mencari pertanyaan, serta menemukan jawaban buat cara-cara baru serta lebih baik pada melakukan sesuatu hal atau mencari solusi sebuah perkara.
Desire atau Motivasi
Menumbuhkan hasrat buat melakukan segala hal menjadi lebih baik. Tanpa keinginan atau motivasi tidak terdapat yg mendorong kita untuk maju serta berkembang.baca juga kebiasaan positif buat hayati lebih bahagia.
Visi & misi yg jelas dan terarah
Untuk bisa memvisualisasikan apa yang Anda inginkan akan membantu Anda penekanan dalam hal itu dan memberi Anda citra mengenai apa hasil yg akan terlihat nantinya. Tanpa gambaran dalam pikiran Anda, akan lebih sulit buat berjuang buat mencapai sebuah tujuan. Kita semua sudah membaca bagaimana orang-orang sukses yg memiliki "visi serta misi akbar" telah bisa mencapai segala sesuatu yang sepertinya mustahil buat dilakukan.
Berpikir Kritis
Memperoleh kemampuan buat menilai situasi secara objektif atau melihat segala sesuatu menggunakan cara pandang yang berbeda. Melihat pro dan kontra dan bersedia buat menciptakan penyesuaian yg dibutuhkan. Sehingga anda akan lebih bisa berpikir adaptif dalam menilai segala hal dan dapat melakukan penyesuaian yang baik.
Kepercayaan diri
Keyakinan dan agama diri adalah pendobrak apa yang kelihatannya tidak mungkin untuk dilakukan dapat terwujud. Tanpa rasa percaya diri serta keyakinan, Anda tidak dapat mencapai potensi penuh dalam diri Anda.
Kegigihan
Kebanyakan hal tidak tiba dengan mudah, tidak semudah kelihatannya atau nir gampang misalnya membalikkan telapak tangan. Semua hal yg anda impikan membutuhkan usaha, usaha, kerja keras, kegigihan dan pantang menyerah. Bersedia buat mengatasi kendala dan kesulitan. Tantang diri Anda dan bertahan buat mencapai tujuan Anda. Jangan abaikan keadaan, pendapat orang lain, atau kemunduran, menggagalkan tekad Anda buat sukses. Baca jua tips melatih kedisiplinan.
Sikap positif
Sikap Anda, baik itu positif atau negatif, bisa menciptakan atau menghancurkan, Anda. Memiliki sikap serta pikiran yang positif memungkinkan buat kemungkinan apapun, ad interim pola pikir negatif akan mengalahkan Anda bahkan sebelum anda mencobanya.
Pikiran yang lebih terbuka
Pikiran yang terbuka akan membentuk ide-inspirasi baru serta inovatif. Memungkinkan Anda buat menerima terobosan pengalaman waktu Anda fleksibel serta berpikiran lebih terbuka.
Keseimbangan atau Balance
Untuk berfungsinya pola pikir yg lebih produktif dengan baik dan mendapatkan output aporisma berdasarkan kehidupan, kita wajib menjaga keseimbangan. Bekerja menuju tujuan adalah penting, namun kita juga wajib meluangkan waktu buat meremajakan dan mengisi ulang energi atau energi yang kita buang. Melakukan terlalu banyak, atau mendorong terlalu keras dalam satu hal, bisa mengakibatkan kelelahan dan frustrasi.
Dengan mengintegrasikan unsur-unsur pada atas sinkron proses, kita nir hanya menumbuhkan pola pikir yg produktif, kita jua mengatur diri kita sendiri untuk mencapai tujuan kita lebih efektif, menyebarkan kebiasaan positif dan mempertajam pikiran kita berfungsi secara optimal.

5 CARA SEDERHANA MENGAJARKAN BISNIS KEPADA ANAK

Kesuksesan pada global bisnis nir terlepas dari faktor pendidikan di usia anak-anak. Setiap orang tua pasti menginginkan butir hatinya tumbuh akbar serta menjadi orang sukses kelak ketika dewasa. Maka sangatlah krusial buat memberikan pelajaran mengenai global usaha kepada anak anda, tentu saja memberikan pelajaran bisnis pada butir hati anda tidak sama menggunakan bagaimana anda mengajarkan dunia bisnis pada orang dewasa. Anak anak mempunyai daya tangkap yg sangat baik dan ketika anda mengajarkan dunia bisnis kepada si mini , buah hati anda akan mampu membuatkan pola pikir serta membuatnya lebih mandiri.
Buah hati anda akan berpotensi lebih sukses ketika beliau tumbuh dewasa saat anda mengajarkan segala sesuatu pada usia dini. Begitu juga pada global bisnisnya kelak, bila anak anda ,mendapatkan didikan global bisnis sejak usianya masih kecil maka ketika beliau tumbuh dewasa nanti mereka akan mempunyai pengetahuan yg relatif dalam global bisnis sehingga mereka mampu mengembangkannya sendiri. Berikut merupakan cara mengajarkan dunia usaha pada butir hati anda:

Cara Sederhana Mengajarkan Bisnis Kepada Anak
Bangun agama diri butir hati anda
Dengan menciptakan agama diri akan menumbuhkan rasa bisa mengerjakan sesuatu sinkron dengan apa yg mereka pikirkan. Dengan percaya diri pula mampu menumbuhkan rasa percaya akan kemampuan dirinya sendiri menggunakan begini anak anda akan lebih berdikari. Biarkan anak anda melakukan segala sesuatu seperti jalan pikirannya sendiri dan biarkan mereka menerangkan kemampuan, pandangan baru serta bakat yang mereka miliki supaya menumbuhkan rasa agama dirinya. Anda akan mengoreksi jika anak keluar menurut jalur atau berbuat kesalahan. Sejak mini , tuntun anak Anda buat mengambil keputusan sendiri serta dorong mereka buat berani menentukan. Bantu anak membuatkan banyak sekali idenya sejak usia dini.
Kreatif serta inovatif
Bisnis yang sukses merupakan usaha yang mampu menyajikan kreatifitas dan penemuan yg unik, dan jika anda menginginkan anak anda menjadi pebisnis yg sukses maka didik anak anda agar memiliki kreatifitas serta lebih inovatif. Sebagai model saja buat menumbuhkan kreatifiasnya abaikan anak belajar menggambar apa yg dipikirkannya serta jangan memberikan gambar yang harus dibuatnya buat ditiru. Biarkan ia menggambar sesuai apa yang terdapat dipikirkannya hal ini akan menumbuhkan kretifitasnya sendiri. Anda jua sanggup menanyakan pertanyaan seperti, apa rencana oleh anak untuk menuntaskan sebuah masalah yang tentunya sinkron dengan daya pikirnya . Tanyakan poly pertanyaan serta bantu dirinya menjawab itu seluruh. Pikiran kreatif adalah kunci inovasi serta semua itu bisa diasah sejak kanak-kanak.
Ajarkan norma menabung
Ya dengan mengajarkan menabung akan membantu mendidik anak anda buat mengelola finansial atau keuangan lebih baik, anak anda akan terbiasa mempunyai jiwa menabung dengan baik. Ia akan tahu bagaimana menyimpan serta mengelola uang buat kebutuhan yang lebih baik daripada membelanjakannya buat jajan.
Inisiatif
banyak pebisnis sukses yang sukses dalam bidang yg digelutinya lantaran mereka mempunyai inisiatif tinggi, sanggup merogoh keputusan yang tepat dan cepat. Ajarkan anak kecil menggunakan memberinya model merogoh inisiatif. Itu menampakan dalam anak-anak bahwa terdapat hal yg harus dilakukan dengan cepat tanpa ragu. Pengambilan keputusan bisa anda ajarkan pada anak anda dengan cara yang mudah misalnya menanyakan beberapa pertanyaan mudah misalnya "Dik ayah mau bekerja ke tempat kerja tapi ayah galau pake baju yg putih atau kaos hitam" nah menggunakan demikian anak anda akan memikirkan serta membantu mengambil keputusan yang cepat tapi tepat. Sang anak akan berpikir baju apa yg biasa dipakai ayahnya untuk ke tempat kerja, namun jika anak anda salah serta menjawab kaos hitam, beri pengertian yg baik seperti "Dik kaos itu gak pantas kalau ayah pake ke kantor, kan adik tahu ayah jikalau ke kantor umumnya memakai kemeja putih".
Nah dengan pertanyaan-pertanyaan sebagai model diatas akan membantu anak anda berpikir lebih inisiatif serta mengambil keputusan dengan cepat namun tepat.
Empati
Kemampuan menyebarkan serta tahu perasaan orang lain perlu anda ajarkan kepada anak anda, agar waktu beliau tumbuh dewasa nanti dia nir egois, mampu mengembangkan, tahu perasaan orang lain serta bisa melihat segala seuatu berdasarkan sudut pandang yg tidak sama. Hal ini akan sangat bermanfaat buat menciptakan jiwa sosialnya ke depan. Sebagai orangtua, ajarkan anak-anak buat menghargai perasaan orang lain semenjak kecil. Kemampuan menciptakan interaksi emosinal yang bail lebih bermakna dalam menciptakan kesuksesan yang dapat memberikan kebahagiaan sejati. Disisi lain pada global usaha butuh rekanan dan koneksi yag begitu besar dan bila anda mengajarkan hal itu kepada butir hati anda maka ketika dewasa nanti dia mampu berjiwa sosial serta sanggup membangun hubungan bisnis baik dengan sesama pebisnis, bawahan juga konsumen.

PENJELASAN TENTANG TATA NILAI BUDAYA KERJA KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN BERIKUT GAMBAR BANERNYA

Cara flexi----Tata Nilai Budaya kerja di Kementrian Pendidikan serta Kebudayaan, Menjadi Pegawai negeri maupun honorer pada instansi-instansi pemerintah merupakan suatu kebanggaan tersendiri, hal ini tentunya harus diimbangi menggunakan tata nilai budaya kerja yg baik. Tata nilai budaya kerja dari lingkungan kementerian pendidikan serta kebudayaan ini dapat jua di jadikan patokan bagi pegawai baik honorer maupu PNS yang berada di satuan kerjanya, misalnya guru serta tenga kependidikan juga harus dapat mempraktekkanya dengan baik. Salah satunya yaitu, memiliki integritas yang baik, kreatif serta inovatif, inisiatif, pembelajar, menjungjung meritrokasi, terlibat aktif dan bekerja tanpa pamrih. Berikut ulasan dan penerangan mengenai Tata Nilai Budaya Kerja pada Kementrian Pendidikan serta Kebudayaan termasuk baner dan gambarnya, ulasan secara terang pada bawah ini. 

Tata Nilai Budaya Kerja - Informasi rapikan nilai budaya kerja Kementrian Pendidikan serta Kebudayaan ini sudah disampaikan langsung lewat page resmi menurut kemendikbud. Ada 7 (tujuh) utama rapikan nilai budaya kerja krusial yang harus dijadikan patokan/ pedoman pada bekerja yaitu galat satu klasifikasi umumnya yaitu mempunyai keselarasan antara pikiran, perkataan serta perbuatan; Menjadi seorang yang kreatif serta inovatif; Memiliki kemampuan untuk mampu inisiatif; Selalu mengembangkan kompetensi serta profesionalismenya; Menjunjung tinggi keadilan; Selalu berpartisipasi dan setiap kegiatan dan bekerja menggunakan lapang dada ikhlas dan penuh dedikasi. 

Baner Tata Nilai Budaya Kerja Kemendikbud





TATA NILAI BUDAYA KERJA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

1. Memiliki Integritas 

Keselarasan antara pikiran, perkataan, dan perbuatan. Indikator positifnya yaitu Konsisten serta teguh pada menjungjung tinggi nilai-nilai kebenaran; Jujur dalam segala tindakan; Menghindari benturan kepentingan; Berpikir positif, arif, serta bijaksana dalam melaksanakan tugas serta fungsi; mematuhi peraturan perundang-undangan yg berlaku; 

Sedangkan Indikator perilaku negatif yg wajib dihindari merupakan Melakukan tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN); melanggar sumpah serta janji pegawai/jabatan; melakukan perbuatan rekayasa atau manipulasi; menerima pemberian (gratifikasi) daam bentuk apapun pada luar ketentuan

Contoh Perilaku Positif: Berani membicarakan pendapat bila terjadi hal yg menyimpang; melakukan bepergian dinas/workshop sinkron menggunakan durasi kebutuhan organisasi; melaksanakan pengadaan barang dan jasa sinkron ketentuan yang berlaku; masuk kerja dengan sempurna waktu; menggunakan seragam sesuai ketentuan.

Contoh Perilaku negatif; Membuat laporan pengeluaran fiktif; mengajak keluarga menggunakan menggunakan porto bepergian dinas; mengutip porto pada luar tarif yang berlaku; menerima hadiah dari vendor/hotel/rakyat.

2. Kreatif serta Inovatif

Memiliki daya cipta; mempunyai kemampuan buat membangun hal baru yang tidak sama menurut yang sudah terdapat atau yang sudah dikenal sebelumnya. Indikator positifnya yaitu mempunyai pola pikir, cara pandang serta pendekatan yg variatif terhadap setiap pertarungan, dan sanggup membuat karya baru; selalu melakukan penyempurnaan serta perbaikan terpola serta berkelanjuran; bersikap terbuka dalam menerima inspirasi-inspirasi baru yang konstruktif; berani mengambil terobosan dan solusi pada memecahkan masalah; memanfaatkan teknologi keterangan serta komunikasi dalam bekerja secara efektif dan efisien

Adapun Indikator negatifnya yaitu merasa cepat puas menggunakan hasil yg dicapai; bersikap tertutup terhadap ide-pandangan baru pengembangan; serta monoton

Contoh Prilaku Positifnya yaitu Membuat SOP yang dapat mempercepat proses kerja; membuat notulensi kedap secara pribadi menggunakan laptop; mendengarkan pendpat peserta kedap secara bijak; mendistribusikan surat secara paperless; menggunakan sosial media pada melayani serta berkomunikasi baik menggunakan warga maupun kalangan internal.


Adapun contoh prilaku negatifya yaitu nir melakukan penilaian pekerjaan buat pengembangan selanjutnya; menggunakan pola kerja yg sama/rutin; menyusul acara kerja yang sama menggunakan tahun sebelumnya. 

3. Inisiatif
Kemampuan seorang untuk bertindak melebihi yg diharapkan atau yg dituntut dari pekerjaan. Adapun indikator positifnya yaitu Responsif melayani kebutuhan stakeholder; bersikap agresif terhadap kebutuhan organisasi; memilik dorongan untuk mengidentifikasi perkara atau peluang dan sanggup mengambil tindakan konkret buat merampungkan masalah; 

Adapun indikator negatifnya yaitu Hanya mengerjakan tugas yang diminta sang atasan; mencari suara terbanyak, berlindung dari kegagalan, beragumentasi bahwa apa yang ada lakukan sudah disetujui sang semua anggota team.

4. Pembelajar

Selalu berusaha buat membuatkan kompetensi profesionalisme. Adapun indikator positifnya yaitu Berkeinginan dan berusaha untuk selalu menambah dan memperluas wawasan, pengetahuan dan pengalaman; mengambil pesan tersirat serta mengakibatkan pelajaran atas setiap kesalahan; membuatkan pengetahuan/pengalaman dengan rekan kerja.

Adapun indikator negatifnya yaitu tidak memanfaatkan ketika dengan baik; enggan mempelajari hal yg baru; malas bekerja/bertanya/berdikusi.

Contoh prilaku positifnya yaitu Mengikuti seminar/pelatihan/workshop menggunakan antusias; melakkan introspeksi terhadap diri sendiri; menciptakan resume pelatihan serta mengirimkan kepada rekan kerja; berdikusi baik formal/informal terkait acara kerja.

Contoh prilaku negatifnya yaitu Malas membaca buku; tidak mengikuti training secara penuh; Malas menghadiri undangan sosialisasi acara kerja menurut K/L lain. 

5. Menjungjung Meritokrasi

Menjungjung tinggi keadilan dalam anugerah penghargaan bagi karyawan yang kompeten. Adapun indikator positifnya yaitu Berkompetisi secara profesional; menaruh kesempatan yg setara pada membuatkan kompetensi pegawai; menaruh penghargaan serta sanksi secara proporsional sinkron kinerja; nir sewenang-wenang; nir mementingkan diri sendiri.

Adapun indikator negatifnya yaitu menduduki jabatan yang tidak sesuai dengan kompetensinya; mendapatkan promosi hanya karena kedekatan/primordialisme.

Contoh Prilaku positifnya yaitu Mendorong rekan kerja mengikuti seleksi terbuka; menaruh penlaian SKP secara obyektif; menaruh peluang kepada pegawai untuk berbagi kompetensi; menghindari subordinat terhadap perbedaan etnis, ras, kepercayaan dan usia; menutup kabar buat pengembangan karir pegawai lain

Contoh prilaku negatifnya merupakan melakukan praktik nepotisme dalam melantik pegawai; melakukan seleksi pegawai tidak berdasar pada kompetensi

6. Terlibat Aktif

Senantiasa berpartisipasi pada setiap kegiatan. Indikator positifnya yaitu terlibat pribadi pada setiap kegiatan untuk mendukung visi serta misi Kementerian; menaruh dukungan pada rekan kerja. Adapun Indikator negatifnya yaitu Tidak peduli menggunakan aktifitas lingkungan kurang lebih (apatis) dan bersifat pasif, menunggu perintah. 

Contoh konduite positifnya yaitu mengikuti peringatan upacara hari akbar nasional; mengikuti upacara bendera; bersosialisasi dengan masyarakat buat menciptakan public trust; menjadi atasan, menaruh teladan bagi bawahannya; menjadi bawahan, loyal serta disiplin terhadap setiap tugas yg diberikan.

Adapun Indikator negatifnya yaitu Malas buat mematikan AC, kmputer dan perangkat elektro lainnya yg nir digunakan; Mengisi form aktifitas harisn sehabis diminta. 

7. Tanpa Pamrih

Bekerja dengan lapang dada nrimo dan penuh dedikasi. Indikator positifnya yaitu Penuh komitmen dalam melaksanakan pekerjaan; rela membantu pekerjaan rekan kerja lainnya; menampakan sikap 4S (Senyum, sapa, sopan serta santun). Adapun indikator negatifnya yaitu melakukan pekerjaan menggunakan terpaksa; berburuk sangka terhadap rekan kerja.

Contoh prilaku positifnya yaitu; Bekerja sinkron menggunakan SKP yang direncanakan; mengantar tamu yg berkunjung ke kantor menggunakan hati yg nrimo; saling menghormati antar sesama pegawai. Adapun contoh perilaku negatifnya yaitu merampungkan pekerjaan tanpa cek serta ricek; sulit menjalin kerjasama menggunakan rekan kerja dalam mencari solusi terbaik.


Sumber dan Gambar:
//www.kemdikbud.go.id/
//sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/halaman/css/v2/images/banner/tata_nilai_budaya_kerja.jpg

MENCERMATI DINAMIKA KONSEP KEPEMIMPINAN

Mencermati Dinamika Konsep Kepemimpinan
Kepemimpinan diartikan menjadi proses menghipnotis dan mengarahkan berbagai tugas yg berhubungan dengan kegiatan anggota gerombolan . Kepemimpinan pula diartikan menjadi kemampuan menghipnotis berbagai strategi dan tujuan, kemampuan mensugesti komitmen dan ketaatan terhadap tugas buat mencapai tujuan beserta; dan kemampuan mensugesti kelompok supaya mengidentifikasi, memelihara serta mengembangkan budaya organisasi (Shegdill pada Stoner dan Freeman 1989: 459-460). Unsur-unsur kepemimpinan berdasarkan Shegdill merupakan: (1) adanya keterlibatan anggota organisasi sebagai pengikut; (dua) distribusi kekuasaan pada antara pemimpin dengan anggota organisasi; (3) legitimasi diberikan kepada pengikut, dan (4) pemimpin menghipnotis pengikut melalui berbagai cara.

Beberapa pendapat pakar mengenai kepemimpinan juga tersaji sang Philip (2003: lima-6) sebagai berikut. Menurut Burns bahwa kepemimpinan merupakan proses interaksi timbal kembali pemimpin serta pengikut pada memobilisasi banyak sekali sumber daya ekonomi, politik dan asal daya lainnya buat mencapai tujuan yg ditetapkan. Selanjutnya, Gardner berpendapat bahwa kepemimpinan merupakan suatu atau sekumpulan kegiatan yg teramati oleh pihak lain, berlangsung pada gerombolan , organisasi atau forum, serta melibatkan pemimpin serta pengikut yg bekerjasama untuk mewujudkan tujuan umum yang direncanakan. Sedangkan Hary S. Truman mengartikan kepemimpinan menjadi kemampuan untuk memperoleh orang-orang agar mengabaikan apa yg nir disukai serta melaksanakan apa yg disukai.

Sesuai definisi kepeminpinan pakar pada atas dapat dipahami bahwa kepemimpinan mempunyai aneka macam makna, tergantung pada sudut pandang ahli, serta tergantung juga dalam konteksnya. Kepemimpinan adalah suatu proses menggerakan banyak sekali asal daya dan mempengaruhi orang lain agar berafiliasi buat pencapaian tujuan. Kapabilitas, imbas, proses, pemimpin, pengikut, penggerakan, kerjasama serta tujuan adalah unsur-unsur krusial kepemimpinan. Sebagai proses, kepemimpinan bisa dikategorikan ke dalam beberapa bagian yaitu: (1) melibatkan efek hadiah model serta persuasi, (dua) interaksi pada antara banyak sekali aktor baik sebagai pemimpin maupun sebagai pengikut, (tiga) hubungan ditentukan situasi dimana interaksi itu berlangsung. (4) proses meraih banyak sekali luaran misalnya pencapaian tujuan, kohesi gerombolan , dorongan atau perubahan budaya organisasi (Philip, 2003: 6).

Konsep kepemimpinan kontemporer menduga bahwa kepemimpinan adalah proses saling mempengaruhi antara pemimpin dan pengikut buat mencapai tujuan beserta (Lussier serta Achua, 2001: 6). Elemen kunci kepemimpinan mencakup: pemimpin-pengikut, dampak, orang, perubahan serta tujuan yg akan dicapai. Pengikut artinya orang lain yg ditentukan sang pemimpin. Pengaruh adalah upaya pemimpin mensugesti orang lain menggunakan cara mengkomunikasikan gagasan, memperoleh tanggapan atas gagasan yang dikemukakan serta memotivasi pengikut agar mendukung dan mengimplementasikan gagasannya menggunakan melakukan perubahan. Pengaruh merupakan esensi kepemimpinan. Pemimpin yg efektif mensugesti pengikutnya pada berpikir bukan hanya buat kepentingannya sendiri, melainkan pula buat kepentingan bersama. Selanjutnya, meskipun kata orang nir dikemukakan secara khusus pada definisi kepemimpinan ini, namun setelah membaca elemen definisi kepemimpinan yang lain, maka bisa dipahami bahwa kepemimpinan adalah mengarahkan orang (lain). Definisi kepemimpinan ini mengandung makna bahwa pengikut yang baik juga menerangkan peran kepemimpinan bila dibutuhkan, artinya pengikut mampu saja menghipnotis pemimpinnya. Karena itu, definisi kepemimpinan kontemporer ini memberitahuakn bahwa proses menghipnotis terjadi antara pemimpin serta pengikut secara timbal pulang dan dua arah.

Perkembangan Gaya Kepemimpinan
Langkah yg perlu ditempuh dalam mengklasifikasikan gaya kepemimpinan adalah tahu pengertian gaya kepemimpinan serta menentukan tipologi kepemimpinan yang bisa dijadikan sebagai acuan yang bisa mencirikan sekaligus membedakan setiap gaya kepemimpinan. Istilah gaya sama dengan cara, teknik atau metode yg dipakai oleh pemimpin buat menghipnotis pengikutnya. Gaya kepemimpinan merupakan kebiasaan perilaku yg digunakan oleh seorang pada saat mencoba menghipnotis perilaku orang lain (Thoha, 2001: 49). Menurut Kaplan dan Norton (2001: 350) bahwa, gaya kepemimpinan adalah ramuan yang paling kritis bagi keberhasilan pengukuran kinerja organisasi secara komprehensif. Gaya kepemimpinan yg dimaksud merupakan gaya kepemimpinan eksekutif senior yg berpengaruh terhadap semua anggota organisasi.

Gaya kepemimpinan dapat dicirikan dan dibedakan dengan fungsi kepemimpinan seperti uraian berikut. Gaya kepemimpinan dalam dasarnya mengandung arti berupa cara pemimpin herbi pengikut atau bawahannya. Hubungan antara pemimpin dengan bawahan memiliki dua sifat, yakni berorentasi pada tugas serta berorentasi pada bawahan (Robbins, et.al., 1994: 473). Fungsi kepemimpinan pada dasarnya menyangkut dua hal pokok, yakni: (1) fungsi yg berkaitan menggunakan tugas yg disebut fungsi pemecahan masalah, serta (dua) fungsi pemeliharaan grup yg disebut fungsi sosial.

Menurut Robbins, et.al. (1994: 477) bahwa ada dua gaya kepemimpinan yang ekstrim yakni gaya kepemimpinan otokratis dan gaya kepemimpinan demokratis. Gaya otokratis dipahami sebagai gaya kepemimpinan yang berdasar pada kekuatan posisi serta penggunaan otoritas pemimpin. Sedangkan gaya kepemimpinan demokratis dikaitkan dengan kekuatan personal serta keikutsertaan pengikut pada proses pemecahan kasus dan pengambilan keputusan. Dua kutub pemikiran mengenai gaya kepemimpinan ini sejalan dengan pendapat Robert Tannenbaum serta Warren H. Schmidt (1958) pada Robbins, et.al. (1994: 4780 serta Gibson (1997: 14) bahwa gaya kepemimpinan otokratis serta demokratis merupakan gaya kepemimpinan yg dapat ditempatkan dalam suatu kontinuum dari konduite pemimpin yg sangat otokratis pada satu ujung dan perilaku pemimpin yang sangat demokratis dalam ujung yang lain. Apalagi karena menggunakan istilah kunci yang sama yakni “kontinuum”, menggunakan merinci tujuh contoh keputusan pemimpin. Lantaran itu, gaya kepemimpinan yang lainnya dapat diposisikan dalam kontinuum pada antara ke 2 gaya kepemimpinan tersebut.

Beberapa gaya kepemimpinan yang terkenal di masa lalu bisa dikategorikan ke dalam kontinuum pembagian terstruktur mengenai gaya kepemimpinan ini. Misalnya, contoh Manajerial Grid berdasarkan Robert R. Blake serta Jane S. Mouton dalam Robbins, et.al. (1994: 474) yang merinci gaya kepemimpinan ke dalam empat gaya ekstrim, ditambah satu gaya yang berada di tengah-tengah buat menyeimbangkan keempat gaya yang berada pada empat sisi yang tidak selaras, merupakan galat satu contoh yang sempurna. Begitu juga gaya tiga dimensi menurut William J. Reddin yg pada dasarnya hanya adalah pengembangan gaya kepemimpinan yg diintrodusir berdasarkan hasil penelitian Universitas Ohio serta gaya yg dikembangkan sang Blake dan Mouton. Gaya kepemimpinan yg pula penting sebagai bagian dari teori perilaku adalah sistem manajemen menurut Rensist Likert (Robbins, et.al., 1994: 309) berupa desain empat sistem kepemimpinan.

Hal krusial yang bisa dipahami dari pelukisan posisi gaya kepemimpinan di atas ialah pemetaan gaya kepemimpinan pada aneka macam contoh – kontinuum, grid, 3 dimensi serta sistem manajemen – serta citra tentang konsep kepemimpinan terdahulu yang nir mempermasalahkan perbedaan ciri setiap gaya kepemimpinan, padahal cirinya cenderung tidak selaras ditinjau dari peta teori yg dibentuk. Dengan demikian, contoh kepemimpinan yang dibuat ini adalah wadah buat memetakan gaya kepemimpinan yg ada dan akan terdapat.

Level Analisis Teori Kepemimpinan
Untuk mengklasifikasi teori dan penelitian kepemimpinan bisa dilakukan dengan cara memahami level analisisnya (Lussier dan Achua, 2001: 14). Level analisis teori kepemimpinan minimal terdiri menurut empat, yakni individu, grup, organisasi dan warga . Lantaran itu, sebagian besar kajian kepemimpinan diformulasikan pada konsep proses dalam salah satu dari empat level tersebut.

Pertama, level individu. Level analisis ini terfokus dalam individu pemimpin serta hubungannya menggunakan individu lain (pengikutnya). Asumsi yg dianut artinya efektivitas kepemimpinan tidak bisa dipahami lebih jauh tanpa mengungkapkan bagaimana pemimpin dan pengikutnya saling menghipnotis satu sama lain sepanjang waktu.

Kedua, level grup. Level analisis ini terfokus pada interaksi antara pemimpin dengan grup pengikut kolektif yg disebut proses kelompok. Teori proses grup memfokuskan pada kontribusi seorang pemimpin terhadap efektivitas kelompok. Penelitian mendalam tentang beberapa grup kecil telah mengidentifikasi faktor determinan krusial bagi efektivitas gerombolan .

Ketiga, level organisasi. Level analisis ini terfokus pada organisasi sebagai akibatnya lazim dianggap proses organisasi. Kinerja organisasi pada jangka panjang tergantung pada penyesuaian secara efektif terhadap lingkungan dan perolehan sumber daya yg diperlukan buat tetap hidup, dan dalam proses transformasi efektif yang digunakan oleh organisasi untuk menghasilkan produk dan jasa. Sebagian output penelitian terakhir dalam level organisasi memberitahuakn adanya pengaruh signifikan dari manajer level zenit terhadap kinerja organisasi (Lussier serta Achua, 2001: 14; Manz dan Sims, 2001: 2; Overton, 2002).

Keempat, level warga . Level analisis ini poly terfokus pada perilaku pemimpin informal dalam rakyat dalam umumnya. Corak kepemimpinan pada masyarakat sangat ditentukan oleh tatanan nilai serta keyakinan dan norma-norma (adat, kesusilaan, aturan, agama) yg berkembang dalam warga . 

Paradigma Teori Kepemimpinan
Teori kepemimpinan adalah penerangan mengenai beberapa aspek kepemimpinan serta teori yang mempunyai nilai praktis karena digunakan buat tahu, memprediksi serta mengendalikan sukses kepemimpinan secara lebih baik. Minimal terdapat empat penjabaran teori kepemimpinan atau pendekatan penelitian buat menyebutkan kepemimpinan. Klasifikasi teori kepemimpinan – yg dalam tulisan ini dianggap gaya kepemimpinan mencakup pembawaan, keperilakuan, kontingensi dan integratif.

Berdasarkan uraian pada atas nampak bahwa paradigma kepemimpinan merupakan bagian berdasarkan pola pikir yg mewakili cara berpikir, mempersepsikan, mempelajari, meneliti serta tahu kepemimpinan secara mendasar. Keempat pembagian terstruktur mengenai teori kepemimpinan utama tersebut pula mewakili perubahan kerangka berpikir kepemimpinan (Lussier dan Achua, 2001: 14-19). 

Paradigma Teori Pembawaan (Sifat)
Kajian kepemimpinan dalam mulanya berdasarkan dalam perkiraan bahwa pemimpin dilahirkan, tidak dibuat. Peneliti lalu mengidentifikasi serangkaian pembawaan pemimpin yang membedakan dengan pengikutnya, dan pemimpin efektif dengan pemimpin tidak efektif. Teori pembawaan kepemimpinan mencoba menjelaskan karakteristik khusus kepemimpinan yg efektif. Peneliti menganalisis pembawaan fisik serta psikologis dan kualitas, seperti level kemampuan yg tinggi, keagresifan, agama pada diri sendiri, daya persuasif yg dimiliki dan kekuasaannya dalam mengidentifikasi serangkaian pembawaan yang dimiliki oleh pemimpin yg sukses. Dalam aneka macam asal dinyatakan bahwa, keberhasilan seorang pemimpin dipengaruhi oleh sifat serta perangai pemimpin tersebut. Sifat-sifat tersebut bisa berupa sifat fisik, sosial dan psikologis (Introducing Leadership Studies, 2001: 18; Leadership, 2001: 1; Sadler, 2001: 11).

Atas dasar pemikiran pada atas ada anggapan bahwa buat sebagai seorang pemimpin yang berhasil sangat dipengaruhi kemampuan langsung pemimpin. Karena itu, ada usaha menurut para ahli buat meneliti dan merinci kualitas seseorang pemimpin yg berhasil melaksanakan tugas kepemimpinannya, kemudian hasilnya diformulasikan ke dalam sifat-sifat generik seseorang pemimpin. Usaha tadi berkembang sebagai teori kepemimpinan yg diklaim “teori sifat kepemimpinan” (Robbins, at.al., 1994: 469).

Teori Sifat atau Pembawaan

(Sumber: Diadaptasi menurut Chapter Seventeen, Leadership, 2001,
The McGraw-Hill Company, Inc.)

Bakat-bakat kepemimpinan: merepresentasikan karakteristik personal yang membedakan para pemimpin dari bawahannya.
·Temuan historis memberitahuakn bahwa pemimpin serta bawahan dibedakan berdasarkan:
-intelijensi,
-dominasi
-agama diri
-tingkat tenaga dan aktivitas
-pengetahuan yang relevan menggunakan tugas
·Temuan kontemporer menerangkan bahwa:
-orang cenderung mempersepsikan seorang selaku pemimpin saat memberitahuakn talenta yg herbi intelijensi, maskulinitas dan dominasi
-orang mengharapkan pemimpin tersebut sebagai kredibel
-pemimpin yang kredibel adalah pemimpin yang amanah, berpandangan jauh ke depan serta cakap.
Daftar pembawaan digunakan sebagai prasyarat untuk mengusulkan calon buat menduduki posisi kepemimpinan. Calon yg bisa diberi kesempatan menduduki posisi kepemimpinan merupakan yg memiliki semua pembawaan yg diidentifikasi. Tetapi, tidak satu pun yg menjadi daftar pembawaan universal yg dimiliki sang pemimpin sukses atau pembawaan yang mengklaim keberhasilan kepemimpinan. Pertanyaannya, perangai bagaimana yang perlu dimiliki oleh setiap pemimpin. Ternyata output bisnis yang dilakukan oleh para pakar sangat heterogen sebagai akibatnya ada keraguan terhadap output tadi. Sisi positifnya merupakan meskipun nir terdapat daftar yang mengklaim keberhasilan kepemimpinan, tetapi pembawaan yg terkait dengan keberhasilan kepemimpinan bisa teridentifikasi.

Paradigma Teori Kepemimpinan Perilaku
Setelah pada athun baru lima puluhan diketahui bahwa penyelidikan mengenai ciri-karakteristik kepemimpinan nir berhasil, para ahli dan peneliti kepemimpinan memulai menilik tingkah laris pemimpin. Tingkah laris pemimpin lebih terkait dengan proses kepemimpinan. Lantaran itu, terdapat 2 dimensi primer kepemimpinan yang dikenal dengan nama konsiderasi dan struktur inisiasi. Dua macam kesamaan konduite kepemimpinan tadi pada hakekatnya nir dapat dilepaskan berdasarkan kasus fungsi serta gaya kepemimpinan.

Teori Gaya Keperilakuan

(Sumber: Diadaptasi menurut Chapter Seventeen, Leadership, 2001,
The McGraw-Hill Company, Inc.)

·Studi Ohio State University mengidentifikasi dua dimensi penting konduite pemimpin
(1)Konsiderasi: menciptakan respek serta kepercayaan timbal-pulang menggunakan bawahan
(2)Inisiasi struktur: mengorganisir dan meredefinisi apa-apa yang akan dikerjakan sang anggota kelompok
·Studi Michigan University mengidentifikasi 2 gaya kepemimpinan yg sama menggunakan studi yang dilakukan sang Ohio State University.
= salah satu gaya terfokus dalam pekerja serta gaya yang satunya terfokus pada pekerjaan
·Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada satu gaya kepemimpinan yg terbaik. Efektivitas gaya kepemimpinan eksklusif tergantung dalam situasi pada mana gaya tadi diterapkan.

Berdasarkan tabel pada atas dapat dipahami bahwa perilaku pemimpin yg efektif melakukan konsiderasi tergantung dalam aspek berikut: 
  • Kepuasan pengikut terhadap pemimpin tergantung dalam derajat konsiderasi yg ditunjukkan sang pemimpin.
  • Konsiderasi pemimpin lebih berpengaruh terhadap pengikut waktu pekerjaan tidak menyenangkan dan mendesak, dari dalam waktu pekerjaan menyenangkan dan nir mendesak.
  • Pemimpin yang menunjukkan konsiderasi dapat melakukan inisiasi struktur yg lebih banyak tanpa mengurangi kepuasan pengikutnya.
  • Konsiderasi yang diberikan menjadi respons terhadap kinerja yang baik akan menaikkan kemungkinan kinerja yang baik di masa depan.
Sedangkan perilaku pemimpin yang efektif melakukan inisiasi struktur adalah:
  • Inisiasi struktur yang memperjelas peran tambahan akan menaikkan kepuasan.
  • Inisiasi struktur akan menyurutkan kepuasan pengikut ketika struktur tadi sudah tersedia.
  • Inisiasi struktur akan mempertinggi kinerja waktu tugas nir jelas.
  • Inisiasi struktur tidak akan mensugesti kinerja waktu tugas kentara (Leadership, 2001: dua). 
Uraian pada atas memperjelas bahwa teori kepemimpinan perilaku mencoba menjelaskan keunikan gaya yang digunakan oleh pemimpin yg efektif, atau memahami sifat-sifat pekerjaan pemimpin. Sepuluh peran manajerial menurut Henry Minzberg merupakan galat satu model teori kepemimpinan konduite. Peneliti konduite menekankan pada penemuan cara mengklasifikasikan konduite yg bisa memberikan pemahanan mengenai kepemimpinan.

Paradigma Teori Kepemimpinan Kontigensi
Pada mulanya, teori kepemimpinan yg dibangun sang Fiedler ini menekankan dalam dua sasaran, yakni melakukan idenfikasi faktor-faktor krusial pada situasi eksklusif dan memperkirakan gaya atau perilaku kepemimpinan yg paling efektif pada situasi tertentu. Hasil penelitian Fiedler menampakan bahwa, pada situasi kerja selalu ada tiga elemen yang menentukan gaya kepemimpinan yang efektif, yakni: hubungan pemimpin dengan bawahan, struktur tugas serta ketangguhan posisi pemimpin.

Teori kepemimpinan kontingensi menjelaskan gaya kepemimpinan yang sinkron dengan pemimpin, pengikut dan situasinya. Paradigma teori ini menekankan pentingnya faktor situasional, termasuk sifat pekerjaan yang dilakukan, lingkungan eksternal serta ciri pengikut. Selain itu, dikenal pula teori kepemimpinan situasional (Robbins, at.al., 1994: 483) yang dikembangkan berdasarkan teori kepemimpinan contoh kontingensi Fiedler ini. Berdasarkan teori ini, gaya kepemimpinan yg paling efektif merupakan gaya kepemimpinan yang diubahsuaikan dengan tingakat kedewasaan bawahan. Tetapi, Hersey dan Blanchard nir merinci dan memberikan definisi kedewasaan sebagai suatu tingkat kemantapan emosional.

Paradigma Teori Kepemimpinan Integratif
Pada paruh sampai akhir tahun 1970an, paradigma kepemimpinan mulai berubah menjadi kerangka berpikir integratif atau teori kharismatik baru. Sesuai namanya, teori kepemimpinan integratif ini memadukan teori pembawaan, perilaku serta kontingensi buat menjelaskan kesuksesan dan impak hubungan antara pemimpin dan pengikut. Peneliti berusaha mengungkapkan mengapa pengikut pemimpin eksklusif memiliki harapan bekerja keras dan rela berkorban buat mencapai tujuan kelompoknya. Di samping itu, menyebutkan bagaimana seseorang pemimpin secara efektif mempengaruhi perilaku pengikutnya, dan mengapa perilaku pemimpin yg sama dapat membawa impak yang tidak sama pada pengikutnya dalam situasi eksklusif.

Pendekatan Baru Terhadap Kepemimpinan
Dewasa ini, sejumlah peneliti kepemimpinan kembali memakai teori sifat kepemimpinan, meskipun menggunakan perspektif yg tidak selaras (Robbins, at.al., 1994: 497). Lima teori kepemimpinan menurut pendekatan baru ini artinya teori atribusi, teori kepemimpinan kharismatik dan teori kepemimpinan transaksional lawan transformasional. Selain itu, teori kepemimpinan pengembangan (Gilley serta Maycunich, 2000) serta teori kepemimpinan super (Manz dan Sims, 2001) pula adalah gaya atau tipe kepemimpinan yang tergolong pada perspektif ini.

Tinjauan 3 teori kepemimpinan yang pertama atribusi, kharismatik serta transaksional lawan transformasional dapat diringkaskan menurut beberapa asal (Politis, 2001: 358-359; Politis, 2002: 188-190; Lussier dan Achua, 2001: 374-384 Bass serta Burns pada Haryono, 2002: 7-10) sebagai berikut.

Teori Atribusi Kepemimpinan
Teori atribusi kepemimpinan menyebutkan disparitas hubungan sebab-akibat yg mensugesti orang. Jika terjadi suatu insiden, pemimpin mencoba menghubungkannya dengan suatu penyebab yang sifatnya internal dan eksternal. Dalam konteks kepemimpinan, teori atribusi menyatakan bahwa kepemimpinan adalah astribusi yg dibuat orang tentang individu lain. Dengan memakai kerangka atribusi ini, peneliti menemukan bahwa orang mencirikan pemimpin menjadi menyandang karakteristik misalnya kecerdasan, kepribadian, keramah-tamahan, keterampilan lisan yang bertenaga, keagresifan, pemahaman dan kerajinan. Salah satu tema yg lebih menarik dalam literatur teori atribusi kepemimpinan adalah persepsi bahwa pemimpin yang efektif umumnya konsisten atau nir bergeming dalam keputusan yang dibuat (Robbins, et.al., 1994: 167, 497-498).

Teori Kepemimpinan Kharismatik
Teori kepemimpinan kharismatik merupakan suatu perluasan berdasarkan teori atribusi. Teori ini mengemukakan bahwa para pengikut menciptakan atribusi menurut kemampuan kepemimpinan yg heroik atau luar biasa apabila mengamati konduite-konduite tertentu. Beberapa penulis sudah mengidentifikasi ciri pribadi pemimpin kharismatik ini. Robert House yg populer menggunakan gagasannya tentang teori jalur-tujuan mengidentifikasi 3 ciri pemimpin kharismatik, yakni: agama diri yang luar biasa tinggi, kekuasaan dan keteguhan dalam keyakinan yg dianut (Robbins, et.al., 1994: 499-500). 

Setelah Warren Bennis mengusut 90 pemimpin yg paling efektif dan sukses pada Amerika perkumpulan disimpulkan bahwa pemimpin kharismatik mempunyai empat kompetensi yg sama yakni: memiliki visi atau pemahaman tujuan; bisa mengkomunikasikan visinya dalam istilah-kata yg kentara sebagai akibatnya para pengikutnya bisa dengan mudah memihak; bisa memberitahuakn konsistensi dan penekanan pada memburu visi kepemimpinannya; dan tahu kekuatannya sendiri dan memanfaatkannya. Selain itu, analisis yang paling menyeluruh telah dirampungkan sang Congger dan Kanungo menurut Universitas McGill. Sebagian kesimpulan yg dibentuk menyatakan bahwa pemimpin kharismatik memiliki tujuan ideal yg ingin dicapai, memiliki komitmen langsung yg bertenaga pada tujuan, tidak konvensional, tegas dan percaya diri, serta menjadi agen perubahan radikal, bukan manajer menurut status quo.

Menurut Bass (1985) bahwa kharisma adalah bagian penting dari kepemimpinan transformasional, namun kharisma itu sendiri tidak relatif buat proses transformasional. Pemimpin kharismatik lebih menurut sekedar percaya diri pada keyakinannya, melainkan jua melihat dirinya sendiri seperti mempunyai suatu tujuan serta takdir supranatural. Sementara itu, pengikutnya bukan saja mempercayai serta menghormati pemimpin yg kharismatik, melainkan pula memuja serta menyembah pemimpinnya menjadi seorang pahlawan yang melebihi insan atau tokoh spiritual. Pemimpin kharismatik dipandang memiliki kebesaran, sekaligus sebagai katalisator prosedur psikodinamik pengikutnya.

Seorang pemimpin kharismatik lebih besar kemungkinannya akan lahir manakala para pengikut membagi sama norma-kebiasaan, keyakinan dan fantasi yang dapat dijadikan sebagai basis bagi seruan emosional serta rasional sang pemimpin tadi. Namun, Bass jua menyatakan bahwa tanggapan seorang terhadap pemimpin kharismatik kemungkinannya akan sangat terpolarisasi, lantaran pemimpin kharismatik dicintai oleh beberapa orang namun dibenci sang yang lainnya. Tanggapan yang terpolarisasi ini membantu mengungkapkan mengapa demikian poly pemimpin politik yg kharismatik sebagai sasaran penghilangan nyawa.

Kata akhir yang perlu dipahami pada hal ini ialah kepemimpinan kharismatik mungkin nir selalu diharapkan buat mencapai taraf kinerja karyawan yang tinggi. Tetapi, pemimpin kharismatik mungkin paling tepat apabila tugas pengikut memiliki suatu komponen ideologis. Hal ini bisa mengungkapkan mengapa pemimpin kharismatik lebih dimungkinan muncul dalam konteks politik, kepercayaan , saat perang atau apabila suatu perusahaan bisnis memperkenalkan suatu produk yg benar-sahih baru (baca: produk kreatif dan inovatif) atau menghadapi suatu krisis yang mengancam kehidupannya.

Kepemimpinan Transaksional lawan Transformasional
Hasil studi terakhir yg menarik mengenai 2 gaya kepemimpinan ini adalah perhatian yg diberikan dalam disparitas pemimpin transformasional berdasarkan pemimpin transaksional. Padahal, pemimpin transformasional jua kharismatik. Karena itu, acapkali terjadi tumpang-tindih topik ini menggunakan pembahasan kepemimpinan kharismatik.

Burns membedakan kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan transaksional. Kepemimpinan transaksional memotivasi pengikutnya dengan memilih dalam kepentingan diri sendiri. Burns pula membedakan kepemimpinan transaksional serta kepemimpinan yg mentransformasi imbas yg ditunjukkan menurut dalam kekuasaan birokratis. Organisasi birokratis lebih menekankan pada kekuatan legitimasi dan lebih menghormati peraturan serta trandisi, dari pada dampak yg berdasarkan atas pertukaran atau ilham. Hal ini berdasarkan dalam pemahaman bahwa kepemimpinan adalah suatu proses, bukan sejumlah tindakan yg memiliki ciri-ciri sendiri. Burns menjelaskan kepemimpinan sebagai sebuah arus antar hubungan yg berkembang, pada mana pemimpin secara terus-menerus membangkitkan tanggapan motivasi menurut pada pengikut serta memodifikasi perilaku pengikutnya dalam saat menghadapi tanggapan atau perlawanan, pada sebuah proses serta arus balik yang nir pernah berhenti.

Bass (1985) memperkenalkan teori kepemimpinan transformasional yang dibangun berdasarkan gagasan awal berdasarkan Burns (1978). Pengikut pemimpin transformasional merasa adanya kepercayaan , kekaguman, kesetiaan serta adanya rasa hormat terhadap pemimpinnya serta bawahan tadi termotivasi buat melakukan lebih menurut pada apa yang diperlukan darinya. Pemimpin mentransformasi dan memotivasi pengikutnya menggunakan cara: (1) menciptakan pengikutnya lebih sadar tentang arti krusial hasil suatu pekerjaan yang dilakukan; (2) mendorong pengikutnya buat lebih mementingkan tim atau organisasi berdasarkan pada kepentingan dirinya sendiri; dan (tiga) mengaktifkan kebutuhan pengikutnya dalam level yang lebih tinggi.

Formulasi teori Bass (1985) meliputi 3 unsur kepemimpinan transformasional, yakni: kharisma, stimulasi intelektual dan perhatian yang diindividualisasi. Kharisma didefisinikan sebagai sebuah proses yang padanya seorang pemimpin mempengaruhi para pengikutnya menggunakan menimbulkan emosi-emosi yang kuat dan identifikasi dengan pemimpin tadi. Stimulasi intelektual adalah suatu proses yang di dalamnya pemimpin meningkatkan pencerahan pengikut terhadap berbagai kasus dan mempengaruhi para pengikutnya buat memandang banyak sekali masalah dari perspektif yang tidak selaras. Perhatian yang diindividualisasi termasuk di dalamnya memberi dukungan, membesarkan hati serta memberi pengalaman mengenai perkembangan pada para pengikutnya. Sementara itu, kepemimpinan transaksional diartikan sebagai sebuah pertukaran imbalan buat mendapatkan kepatuhan. 

Berdasarkan pengertian pada atas, kentara bahwa Bass mendefinisikan kepemimpinan transaksional dalam arti yg lebih luas dari dalam Burns. Salah satu komponen konduite transaksional yang diklaim konduite contingent rewards meliputi kejelasan mengenai pekerjaan yang diperlukan memperoleh imbalan dan menggunakan insentif serta contingent rewards buat mensugesti motivasi. Komponen kedua yg dianggap active management by exception, mencakup pemantauan para bawahan serta tindakan memperbaiki buat memastikan bahwa pekerjaan tadi sudah dilaksanakan secara efektif. Komponen ketiga yg dianggap passive management by exception ditambahkan oleh Bass dan rekannya. Termasuk ke dalam komponen ini adalah penggunaan contingent punishment dan tindakan pemugaran sebagai tanggapan atas penyimpangan berdasarkan baku kinerja. Bass memahami kepemimpinan transformasional dan transaksional sebagai proses yang tidak sinkron namun tidak saling menafikan. Selain itu, Bass mengakui bahwa pemimpin yg sama bisa menggunakan kedua jenis kepemimpinan tersebut dalam saat dan situasi yg tidak selaras.

Kepemimpinan Transaksional versus Kepemimpinan Kharismatik

(Sumber: disesuaikan berdasarkan Chapter Seventeen, Leadership, 2001,
The McGraw-Hill Company, Inc.)

Kepemimpinan Transaksional: terfokus pada hubungan interpersonal antara pemimpin serta para pengikut
·Pemimpin Transaksional
-Menggunakan ganjaran kontingen buat memotivasi pengikutnya
-Tindakan koreksi hanya dilakukan manakala pengikutnya gagal mencapai tujuan kinerja yg diharapkan
Kepemimpinan Kharismatik: menekankan perilaku pemimpin simbolik yg mentransformasi para pengikut buat memprioritaskan tujuan beserta lebih dari kepentingan pribadi.
·Pemimpin Kharismatik
-Menggunakan pesan-pesan visioner serta inspirasional
-Berdasar pada komunikasi non-verbal
-Menyerukan nilai-nilai ideologis
-Berupaya menstimulasi pengikutnya secara intelektual
-Menunjukkan agama diri serta para pengikutnya
-Menetapkan harapan kinerja yg tinggi
Kebanyakan teori kepemimpinan yg disajikan sebelumnya – contohnya studi Ohio, contoh Fiedler, teori jalur tujuan serta model partisipasi pemimpin – memperkuat konsep kepemimpinan transaksional. Pemimpin jenis ini memandu dan motivasi pengikutnya ke arah tujuan yg ditetapkan. Kepemimpinan transformasional dibangun di atas “fondasi” kepemimpinan transaksional, sebagai akibatnya membuat tingkat upaya serta kinerja bawahan yang melampaui apa yang terjadi menggunakan pendekatan transaksional semata. Lebih berdasarkan itu, kepemimpinan transformasional lebih berdasarkan dalam pemimpin kharismatik. Pemimpin yg semata-mata kharismatik dapat menghrapkan pengikutnya mengadopsi perspektif pemimpin kharismatik dan tidak berkecimpung lebih jauh. Sementara itu, pemimpin transformasional berupaya menanamkan dalam diri pengikutnya kemampuan buat mempertanyakan tidak hanya pandangan yg mapan, melainkan pula pandangan yg ditetapkan sang pemimpin. 

Perbandingan Tipe Kepemimpinan
Perbandingan tipe kepemimpinan yang dibahas ini dia diwakili oleh tipe The Strong Man, The Transactor, Visionary Hero dan Superleader (Manz and Sims, 2001: 39). Pertama, the Strongman menggunakan wewenang dalam posisinya buat mensugesti orang lain supaya tunduk kepadanya lantaran rasa takut. Perilaku the strongman yang paling generik merupakan menginstruksikan, memerintah serta mengintimidasi.

Kedua, the Transactor, dikategorikan ke pada tipe interaksi pertukaran pemimpin menggunakan bawahan (orang lain). Pemimpin menanamkan imbas melalui dispensasi imbalan pada pertukaran sehingga pengikut mentaati apa yang diinginkan oleh pemimpin. Perilaku yang paling banyak dipakai oleh pemimpin ini artinya ganjaran personal serta material menjadi balikan menurut upaya, kinerja dan loyalitas orang terhadap kepemimpinannya (bandingkan menggunakan Model Teori Pertukaran Pemimpin-Anggota).

Ketiga, the Visionary Hero dicirikan menggunakan kemampuan yg dimiliki sang pemimpin buat menciptakan motivasi yg tinggi serta menyerap visi masa depan. Pemimpin ini mempunyai kapasitas buat memberi kekuatan kepada orang lain buat merealisasikan visi yg ditetapkan. Jenis kepemimpinan ini terutama menyangkut proses pengaruh atas-bawah. Pemimpin adalah asal kebijakan serta arahan, dan cenderung menempati posisi sentral, sementara peran pengikut memudar dalam bayang-bayang pemimpin. Kewenangan pemimpin didasarkan dalam kapabilitas yang dimiliki dalam membangkitkan komitmen pengikutnya terhadap visi pemimpin. 

Keempat, the Superleadership, yaitu pemimpin yang mengarahkan orang lain supaya dapat mengarahkan dirinya sendiri. Pemimpin super dikenal juga menjadi pemimpin pemberdaya. Tipe pemimpin ini terutama terfokus dalam bawahan. Pemimpin menjadi “super” – mempunyai kekuatan dan kebijaksanaan sejumlah orang – karena membantu melejitkan kemampuan para pengikut yg mengelilinginya (Manz serta Sims, 2001: 45).

Model Pertukaran Pemimpin-Anggota

(Sumber: disesuaikan berdasarkan Chapter Seventeen, Leadership, 2001,
The McGraw-Hill Company, Inc.)

·Model ini berdasarkan dalam gagasan bahwa satu berdasarkan dua tipe khusus membuatkan hubungan pertukaran timbal pulang pemimpin-anggota, dan pertukaran itu berhubungan dengan luaran pekerjan krusial.
-pertukaran pada gerombolan : kemitraan yg dicirikan menggunakan rasa saling percaya, respek dan menyukai
-pertukaran di luar gerombolan : kemitraan yang ditandai dengan kurangnya rasa saling percaya, respek serta menyukai.
·Hasil penelitian mendukung model ini.

Tugas pemimpin super adalah membantu pengikut menyebarkan keahlian kepemimpinannya secara berdikari agar menaruh sumbangan yg lebih besar pada organisasi. Pemimpin super mendorong inisiatif pengikutnya, mendorong rasa tanggung jawab individu, rasa percaya diri, penetapan tujuan diri sendiri, pemikiran peluang positif serta pemecahan masalah sendiri. Dengan kata lain, pemimpin super memberdayakan bawahannya sehingga gaya kepemimpinan ini sanggup dianggap sebagai tipe pemimpin pemberdaya. Luaran konduite yg dihasilkan oleh tipe kepemimpinan super merupakan kinerja jangka panjang tinggi, kepercayaan diri para pengikut tinggi, pengembangan pengikut tinggi, fleksibiltas sangat tinggi, penemuan tinggi, bisa bekerja tanpa pemimpin dan mengandalkan kerjasama tim. Berdasarkan uraian di atas, dibentuk contour perkembangan konsep dan gaya kepemimpinan dari masa ke masa misalnya terlihat dalam visualisasi berikut. 

Peta Perkembangan Konsep Kepemimpinan
(Diadaptasi dan dikembangkan berdasarkan Rachmany, 2003: 38)

PENGERTIAN KURIKULUM STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR

Pengertian Kurikulum, Standar Kompetensi Dan Kompetensi Dasar 
Pemberlakuan peraturan serta perundangan-undangan yg berkaitan dengan pelaksanaan otonomi pendidikan menuntut adanya upaya pembagian kewenangan pada berbagai bidang pemerintahan. Hal tadi membawa akibat terhadap sistem serta penyelenggaraan pendidikan termasuk pengembangan serta aplikasi kurikulum. Tiga hal krusial yang perlu menerima perhatian, yaitu:
1. Diversifikasi Kurikulum yang adalah proses penyesuaian, ekspansi, pendalaman materi pembelajaran supaya bisa melayani keberagaman kebutuhan serta taraf kemampuan siswa dan kebutuhan wilayah/lokal dengan aneka macam kompleksitasnya.
2. Penetapan Standar Kompetensi (SK), dimaksudkan untuk tetapkan ukuran minimal atau secukupnya, meliputi kemampuan pengetahuan, keterampilan, serta sikap yang harus dicapai, diketahui, dilakukan, serta mahir dilakukan oleh peserta didik pada setiap tingkatan secara maju dan berkelanjutan sebagai upaya kendali serta jaminan mutu.
3. Pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat serta Provinsi/ Kabupaten/Kota menjadi Daerah Otonomi adalah pijakan utama untuk lebih memberdayakan daerah dalam penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan potensi daerah yang bersangkutan.
4. Untuk merespon ketiga hal tadi pada atas, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) telah melakukan penyusunan Standar Isi (SI), yang kemudian dituangkan kedalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor 22 tahun 2006, yg meliputi komponen:
a) Standar Kompetensi (SK), merupakan ukuran kemampuan minimal yang mencakup pengetahuan, keterampilan serta sikap yang harus dicapai, diketahui, serta mahir dilakukan sang peserta didik dalam setiap strata berdasarkan suatu materi yang diajarkan.
b) Kompetensi Dasar (KD), merupakan penjabaran SK siswa yang cakupan materinya lebih sempit dibanding menggunakan SK peserta didik.

Pendidikan Berbasis Kompetensi
Undang-Undang (UU) Republik Indonesia (RI) nomor 20 tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional dalam Bab II Pasal 3 mengungkapkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi menyebarkan kemampuan dan membentuk watak dan peradaban bangsa yg bemartabat pada rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan buat berkembangnya potensi siswa agar sebagai insan yg beriman dan bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, berdikari, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Standar kompetensi lulusan (SKL) suatu jenjang pendidikan sesuai menggunakan tujuan pendidikan nasional mencakup komponen ketakwaan, akhlak, pengetahuan, ketrampilan, kecakapan, kemandirian, kreativitas, kesehatan, serta kewarganegaraan. Semua komponen dalam tujuan pendidikan nasional wajib tecermin dalam kurikulum dan sistem pembelajaran pada semua jenjang pendidikan. Sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, tugas sekolah adalah menyebarkan potensi siswa secara optimal sebagai kemampuan buat hidup pada rakyat serta ikut menyejahterakan masyarakat. Lulusan suatu jenjang pendidikan wajib mempunyai pengetahuan dan keterampilan dan berperilaku yg baik.

Untuk itu peserta didik wajib mampu menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki sesuai dengan standar yang ditetapkan. SKL merupakan bagian dari upaya peningkatan mutu pendidikan yang diarahkan buat pengembangan potensi peserta didik sesuai dengan perkembangan ilmu, teknologi, seni, dan pergeseran paradigma pendidikan yg berorientasi pada kebutuhan siswa.

SKL adalah satu dari 8 baku nasional pendidikan (SNP), yang merupakan kompetensi lulusan minimal yg berlaku pada wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dengan adanya SKL, kita mempunyai patok mutu, baik penilaian bersifat mikro seperti kualitas proses serta kualitas produk pembelajaran, juga evaluasi makro misalnya efektivitas dan efisiensi program pendidikan, sebagai akibatnya ke depan pendidikan kita akan melahirkan standar mutu yg bisa dipertanggungjawabkan pada setiap jalur, jenis dan jenjang pendidikan. SKL mata pelajaran selanjutnya dijabarkan ke pada SK serta KD.

Selain mengacu dalam SKL, pengembangan SK siswa pada suatu mata pelajaran jua mengacu dalam struktur keilmuan dan perkembangan siswa, yang dikembangkan sang para pakar mata pelajaran, ahli pendidikan dan ahli psikologi perkembangan, dengan mengacu pada prinsip-prinsip:
1. Peningkatan Keimanan, Budi Pekerti Luhur, dan Penghayatan Nilai-Nilai Budaya.
Keimanan, budi pekerti luhur, serta nilai-nilai budaya perlu digali, dipahami, dan diamalkan buat mewujudkan karakter serta martabat bangsa.
2. Keseimbangan Etika, Logika, Estetika, dan Kinestetika.
Kegiatan Pembelajaran dirancang dengan memperhatikan ekuilibrium etika, akal, keindahan, dan kinestetika.
3. Penguatan Integritas Nasional.
Penguatan integritas nasional dicapai melalui pendidikan yg menumbuhkembangkan pada diri peserta didik menjadi bangsa Indonesia melalui pemahaman serta penghargaan terhadap perkembangan budaya serta peradaban bangsa Indonesia yang mampu memberikan sumbangan terhadap peradaban dunia.
4. Perkembangan Pengetahuan dan Teknologi Informasi.
Kemampuan berpikir serta belajar menggunakan cara mengakses, menentukan, dan menilai pengetahuan buat mengatasi situasi yang cepat berubah dan penuh ketidakpastian serta menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi fakta.
4. Pengembangan Kecakapan Hidup.
Kurikulum membuatkan kecakapan hayati melalui budaya membaca, menulis, dan kecakapan hitung; keterampilan, perilaku, dan perilaku adaptif, kreatif, kooperatif, dan kompetitif; dan kemampuan bertahan hidup.
5. Pilar Pendidikan.
Kurikulum mengorganisasikan fondasi belajar ke dalam lima pilar sesuai dengan Panduan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yaitu: (a) belajar buat beriman dan bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa; (b) belajar buat memahami dan menghayati; (c) belajar buat bisa melaksanakan serta berbuat secara efektif; (d) belajar buat hayati beserta dan bermanfaat buat orang lain; serta (e) belajar buat membangun serta menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif, efektif serta menyenangkan.
6. Menyeluruh serta Berkesinambungan.
Kompetensi mencakup holistik dimensi kemampuan yaitu pengetahuan, keterampilan, nilai serta perilaku, pola pikir serta konduite yang disajikan secara berkesinambungan mulai menurut usia taman kanak-kanak atau raudhatul athfal sampai dengan pendidikan menengah.
7. Belajar Sepanjang Hayat.
Pendidikan diarahkan dalam proses pembudayaan serta pemberdayaan siswa yang berlanjut sepanjang hayat menggunakan mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal serta informal, sembari memperhatikan kondisi serta tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan insan seutuhnya.

SK siswa dalam suatu mata pelajaran dijabarkan menurut SKL lulusan, yakni kompetensi-kompetensi minimal yang harus dikuasai lulusan tertentu. Kemampuan yg dimiliki lulusan dicirikan menggunakan pengetahuan dan kemampuan atau kompetensi lulusan yang adalah kapital primer buat bersaing di taraf global, lantaran persaingan yg terjadi adalah dalam kemampuan asal daya insan (SDM). Oleh karena itu, penerapan pendidikan berbasis kompetensi diharapkan akan membuat lulusan yg mampu berkompetisi pada taraf regional, nasional, serta dunia.

Kualitas pendidikan sangat dipengaruhi oleh kemampuan sekolah pada mengelola proses pembelajaran, dan lebih khusus lagi adalah proses pembelajaran yg terjadi pada kelas. Sesuai menggunakan prinsip swatantra dan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS), pelaksana pembelajaran, dalam hal ini guru, perlu diberi keleluasaan dan dibutuhkan bisa menyiapkan silabus, memilih taktik pembelajaran, serta penilaiannya sinkron dengan syarat serta potensi siswa serta lingkungan masing-masing. Berdasarkan pertimbangan tadi maka perlu dibentuk kitab panduan cara mengembangkan silabus berbasis kompetensi. Pedoman pengembangan silabus yang meliputi 2 macam, yaitu panduan generik serta panduan khusus buat setiap mata pelajaran.

Pedoman generik pengembangan silabus memberi penerangan secara generik mengenai prosedur serta cara membuatkan SK dan KD sebagai indikator pencapaian kompetensi, materi pembelajaran, aktivitas pembelajaran, penilaian, alokasi ketika, sumber belajar. Sedangkan pedoman spesifik menyebutkan mekanisme pengembangan sinkron menggunakan karakteristik mata pelajaran yg disertai model-contoh untuk lebih memperjelas langkah-langkah pengembangan silabus.

Kurikulum Berbasis Kompetensi
Pendidikan berbasis kompetensi mencakup kurikulum, paedagogi serta evaluasi. Oleh karena itu, pengembangan KTSP memiliki pendekatan berbasis kompetensi lantaran merupakan konsekuensi berdasarkan pendidikan berbasis kompetensi. Di pada SI dinyatakan bahwa: KTSP yg berbasis kompetensi merupakan seperangkat planning serta pengaturan tentang kompetensi yang dibakukan serta cara pencapaiannya disesuaikan menggunakan keadaan serta kemampuan daerah. Kompetensi perlu dicapai secara tuntas (belajar tuntas). Bimbingan diharapkan buat melayani perbedaan individual melalui program remidial dan pengayaan.

Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi harus berkaitan menggunakan tuntutan SKL, SK dan KD, organisasi kegiatan pembelajaran, serta aktivitas buat menyebarkan dan mempunyai kompetensi seefektif mungkin. Proses pengem¬bangan kurikulum berbasis kompetensi memakai asumsi bahwa siswa yg akan belajar sudah memiliki pengetahuan serta keterampilan awal yang dibutuhkan buat menguasai kompetensi eksklusif.

Pembelajaran Berbasis Kompetensi
Pembelajaran berbasis kompetensi adalah program pembelajaran pada mana output belajar atau kompetensi yg dibutuhkan dicapai oleh siswa, sistem penyampaian, serta indikator pencapaian output belajar dirumuskan secara tertulis sejak perencanaan dimulai (McAshan, 1989:19).

Dalam pembelajaran berbasis kompetensi perlu ditentukan baku minimum kompetensi yang wajib dikuasai siswa. Sesuai pendapat tersebut, komponen materi pembela¬jaran berbasis kompetensi mencakup: (1) kompetensi yang akan dicapai; (2) strategi penyampaian buat mencapai kompetensi; (3) sistem evaluasi atau evaluasi yg dipakai buat menentukan keberhasilan siswa dalam mencapai kompetensi.

Kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik perlu dirumuskan menggunakan jelas serta spesifik. Perumusan dimaksud hendaknya didasarkan atas prinsip “relevansi serta konsistensi antara kompetensi menggunakan materi yg dipelajari, waktu yang tersedia, dan aktivitas serta lingkungan belajar yg digunakan” (McAshan, 1989:20). Langkah-langkah yang perlu dilakukan buat mendapatkan perumusan kompetensi yang kentara serta khusus, diantaranya menggunakan melaksanakan analisis kebutuhan, analisis tugas, analisis kompetensi, penilaian sang profesi dan pendapat pakar mata pelajaran, pendekatan teoritik, serta jajak buku teks yg relevan menggunakan materi yg dipelajari (Kaufman, 1982: 16; Bratton, 1991: 263).

Konsep pembelajaran berbasis kompetensi menyaratkan dirumuskannya secara jelas kompetensi yang wajib dimiliki atau ditampilkan peserta didik sesudah mengikuti aktivitas pembelajaran. Dengan tolokukur pencapaian kompetensi maka pada aktivitas pembelajaran peserta didik akan terhindar dari memeriksa materi yang tidak perlu yaitu materi yang nir menunjang tercapainya dominasi kompetensi.

Pencapaian setiap kompetensi tadi terkait erat menggunakan sistem pembelajaran. Dengan demikian komponen minimal pembelajaran berbasis kompetensi merupakan:
a. Pemilihan serta perumusan kompetensi yg tepat.
b. Spesifikasi indikator penilaian buat memilih pencapaian kompetensi.
c. Pengembangan sistem penyampaian yg fungsional serta relevan menggunakan kompetensi serta sistem evaluasi.

Penerapan konsep dan prinsip pembelajaran berbasis kompetensi diharapkan bermanfaat buat:
1) menghindari duplikasi dalam hadiah materi pembelajaran yang disampaikan pengajar wajib sahih-benar relevan dengan kompetensi yg ingin dicapai.
2) mengupayakan konsistensi kompetensi yang ingin dicapai dalam mengajarkan suatu mata pelajaran. Dengan kompetensi yang telah ditentukan secara tertulis, siapa pun yang mengajarkan mata pelajaran eksklusif tidak akan bergeser atau menyimpang menurut kompetensi dan materi yg telah dipengaruhi.
3) menaikkan pembelajaran sinkron dengan kebutuhan, kecepatan, dan kesempatan peserta didik.
4) membantu mempermudah aplikasi akreditasi. Pelaksanaan akreditasi akan lebih dipermudah dengan memakai tolokukur SK.
5) memperbarui sistem evaluasi serta pelaporan hasil belajar peserta didik. Dalam pembelajaran berbasis kompetensi, keberhasilan siswa diukur serta dilaporkan berdasar pencapaian kompetensi atau subkompetensi tertentu, bukan berdasarkan atas perbandingan dengan hasil belajar peserta didik yg lain.
6) memperjelas komunikasi dengan peserta didik mengenai tugas, aktivitas, atau pengalaman belajar yg harus dilakukan dan cara yg digunakan buat memilih keberhasilan belajarnya.
7) menaikkan akuntabilitas publik. Kompetensi yg telah disusun, divalidasikan, serta dikomunikasikan pada publik, sebagai akibatnya dapat digunakan buat mempertanggungjawabkan aktivitas pembelajaran pada publik.
h. Memperbaiki sistem sertifikasi. Dengan perumusan kompetensi yg lebih khusus dan terperinci, sekolah dapat mengeluarkan sertifikat atau transkrip yg menyatakan jenis serta aspek kompetensi yg dicapai.

Standar Kompetensi
1. Standar Kompetensi Lulusan SMA
Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan (SKL-SP) dikembangkan menurut tujuan setiap satuan pendidikan, yakni: Pendidikan Menengah yang terdiri atas Sekolah Menengah Atas/MA/SMALB/Paket C bertujuan: mempertinggi kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, dan keterampilan buat hayati berdikari dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.

Acuan buat merumuskan kompetensi lulusan bisa berupa landasan yuridis yaitu peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan persyaratan yang ditentukan oleh pengguna lulusan atau dunia kerja (workplace). Secara yuridis, kompetensi lulusan SMA bisa dijabarkan menurut perumusan tujuan pendidikan yang masih ada pada dalam UU angka 20 tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional, Bab II Pasal 3 dijelaskan bahwa Pendidikan Nasional bertujuan buat berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman serta bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi masyarakat negara yg demokratis dan bertanggung jawab.

Selain berdasarkan peraturan perundang-undangan, kompetensi lulusan Sekolah Menengah Atas juga bisa dirumuskan menurut persyaratan yang ditentukan oleh pengguna lulusan atau global kerja (workplace/stakeholder). Sebagai model pada Australia, dalam mengatasi perkara relevansi pendidikan, selalu diusahakan adanya jalinan kerja sama antara sekolah menggunakan global industri.

Usaha dimaksud dengan melalui pengintegrasian SK yang ditentukan sang industri ke pada kurikulum sekolah. “Dunia industri memilih baku kompetensi lulusan berupa pengetahuan serta keterampilan yg harus dikuasai seseorang agar memiliki kompetensi buat memasuki global kerja” (Adams, 1995: 3). Secara garis besar , kompetensi dimaksud merupakan paduan antara pengetahuan, keterampilan, dan penerapan pengetahuan serta keterampilan tersebut pada melaksanakan tugas di lapangan kerja. Secara rinci, kompetensi dimaksud meliputi: (a) keterampilan melaksanakan tugas pokok; (b) keterampilan mengelola; (c) keterampilan melaksanakan pengelolaan dalam keadaan mendesak; (d) keterampilan berinteraksi menggunakan lingkungan kerja dan bekerja sama dengan orang lain; serta (e) keterampilan menjaga kesehatan serta keselamatan kerja.

Perumusan aspek-aspek kompetensi secara rinci dapat dilakukan menggunakan menganalisis kompetensi. Bloom et al. (1956: 17) menganalisis kompetensi sebagai tiga aspek, menggunakan strata yang berbeda-beda setiap aspeknya, yaitu kompetensi:
a) kognitif, mencakup tingkatan pengetahuan, pemahaman, pelaksanaan, analisis, sintesis, dan penilaian.
b) afektif, mencakup hadiah respons, evaluasi, apresiasi, serta internalisasi.
c) sikomotorik, mencakup keterampilan mobilitas awal, semi rutin serta rutin.

Berbeda dengan Bloom, Hall & Jones (1976: 48) membagi kompetensi sebagai 5 macam, yaitu kompetensi:
a) kognitif yg mencakup pengetahuan, pemahaman, serta perhatian.
b) afektif yang menyangkut nilai, perilaku, minat, dan apresiasi
c) penampilan yang menyangkut demonstrasi keterampilan fisik atau psikomotorik.
d) produk atau konsekuensi yang menyangkut keterampilan melakukan perubahan terhadap pihak lain.
e) eksploratif atau ekspresif, menyangkut hadiah pengalaman yg mempunyai nilai kegunaan di masa depan, sebagai hasil samping yg positif.

Sehubungan menggunakan kompetensi yg dijabarkan menurut tujuan pendidikan nasional, terdapat dua butir kompetensi yang perlu menerima perhatian yaitu pertama kecakapan hayati (life skill) dan kedua keterampilan sikap.

Kecakapan hayati (life skill) merupakan kecakapan buat menciptakan atau menemukan pemecahan masalah-kasus baru (inovasi) menggunakan menggunakan warta, konsep, prinsip, atau prosedur yang sudah dipelajari. Penemuan pemecahan kasus baru itu dapat berupa proses maupun produk yg berguna buat mempertahankan, menaikkan, atau memperbarui hayati dan kehidupan peserta didik.

Kecakapan hidup tersebut dibutuhkan bisa dicapai melalui aneka macam pengalaman belajar peserta didik. Dari aneka macam pengalaman mengusut banyak sekali materi pembelajaran, diperlukan peserta didik memperoleh hasil samping yang positif berupa upaya memanfaatkan pengetahuan, konsep, prinsip dan mekanisme buat memecahkan masalah baru dalam bentuk kecakapan hayati. Di samping itu, hendaknya kecakapan hidup tadi diupayakan pencapaiannya dengan mengintegrasikannya pada topik dan pengalaman belajar yang relevan dengan kehidupan sehari-hari.

Sebagai model, seseorang peserta didik tinggal di sebuah kampung pedalaman pada tepi sungai. Di sekolah dia telah menilik dinamo pembangkit energi listrik dan sifat-sifat arus air yg diantaranya dapat menggerakkan turbin atau baling-baling. Peserta didik tadi kemudian memanfaatkan air sungai buat menggerakkan baling-baling yg dihubungkan menggunakan dinamo yg digantungkan pada bagian atas air pada tengah sungai, sehingga diperoleh aliran listrik yg bisa dipakai buat penjelasan. Contoh lain, peserta didik yg sudah mempelajari bejana berhubungan serta sifat-sifat air yang tidak menghantarkan udara, lalu membangun “leher angsa” dari bahan tanah liat buat penahan bau pada pembuatan WC, dapat menciptakan alat buat menyiram tumbuhan hias yg digantung.

Selain kecakapan yang bersifat teknis (vokasional), kecakapan hayati meliputi pula kecakapan sosial (social skills), contohnya kecakapan mengadakan negosiasi, kecakapan menentukan serta mengambil posisi diri, kecakapan mengelola perseteruan, kecakapan mengadakan interaksi antar eksklusif, kecakapan memecahkan kasus, kecakapan merogoh keputusan secara sistematis, kecakapan bekerja pada sebuah tim, kecakapan berorganisasi, serta lain sebagainya.

Keterampilan sikap (afektif) meliputi dua hal. Pertama, sikap yg berkenaan menggunakan nilai, moral, tata susila, baik, buruk, demokratis, terbuka, gemar memberi, amanah, teliti, dan lain sebagainya. Kedua, perilaku terhadap materi serta aktivitas pembelajaran, seperti menyukai, menyenangi, memandang positif, menaruh minat, dan lain sebagainya. Mengingat sulitnya merumuskan, mengajarkan, serta mengevaluasi aspek afektif, seringkali kompetensi afektif tersebut nir dimasukkan dalam program pembelajaran. Sama halnya menggunakan kecakapan hidup, kompetensi afektif hendaknya diupayakan pencapaiannya melalui pengintegrasian menggunakan topik-topik dan pengalaman belajar yg relevan.

Sejalan dengan tujuan pendidikan nasional, kompetensi yg diperlukan dimiliki sang lulusan atau tamatan SMA (SMA.) dapat dirumuskan menjadi berikut:
  • Berkenaan dengan aspek afektif, siswa mempunyai keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai ajaran agama masing-masing yg tercermin pada perilaku sehari-hari; mempunyai nilai-nilai etika dan estetika, serta bisa mengamalkan dan mengekspresikannya dalam kehidupan sehari-hari; mempunyai nilai-nilai demokrasi, toleransi, serta humaniora, dan menerapkannya pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara baik pada lingkup nasional juga dunia.
  • Berkenaan dengan aspek kognitif, menguasai ilmu, teknologi, serta kemampuan akademik buat melanjutkan pendidikan ke jenjang yg lebih tinggi.
  • Berkenaan menggunakan aspek psikomotorik, mempunyai keterampilan berkomunikasi, kecakapan hidup, serta bisa beradaptasi dengan perkembangan lingkungan sosial, budaya dan lingkungan alam baik lokal, regional, maupun global; mempunyai kesehatan jasmani dan rohani yg berguna buat melaksanakan tugas/aktivitas sehari-hari.
Berdasarkan rumusan tadi, maka kompetensi dapat dikelompokkan menjadi kompetensi yg berkenaan dengan bidang moral keagamaan, kemanusiaan (humaniora), komunikasi, keindahan, serta IPTEK.

Hal ini tercantum pada Permendiknas nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Pasal 1:
  1. Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar serta menengah dipakai sebagai panduan penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik.
  2. Standar Kompetensi Lulusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi baku kompetensi lulusan minimal Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Standar Kompetensi Lulusan minimal grup mata pelajaran, dan standar kompetensi lulusan minimal mata pelajaran.
  3. Standar Kompetensi Lulusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.
SKL Satuan Pendidikan buat Sekolah Menengah Atas sebagaimana yang tercantum pada lampiran Permendiknas angka 23 tahun 2006, merupakan:
a) Berperilaku sinkron dengan ajaran kepercayaan yang dianut sinkron menggunakan perkembangan remaja.
b) Mengembangkan diri secara optimal dengan memanfaatkan kelebihan diri serta memperbaiki kekurangannya;
c) Menunjukkan sikap percaya diri dan bertanggung jawab atas perilaku, perbuatan, serta pekerjaannya;
d) Berpartisipasi pada penegakan aturan-anggaran sosial;
e) Menghargai keberagaman agama, bangsa, suku, ras, serta golongan sosial ekonomi pada lingkup dunia;
f) Membangun dan menerapkan warta dan pengetahuan secara logis, kritis, kreatif, serta inovatif;
g) Menunukkan kepandaian logis, kritis, kreatif, serta inovatif pada pengambilan putusan;
h) Menunjukkan kemampuan berbagi budaya belajar buat pemberdayaan diri;
i) Menunjukkan perilaku kompetitif dan sportif buat menerima hasil yang terbaik;
j) Menunjukkan kemampuan menganalisis serta memecahkan masalah kompleks;
k) Menunjukkan kemampuan menganalisis tanda-tanda alam serta sosial;
l) Memanfaatkan lingkungan secara produktif dan bertanggung jawab;
m) Berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, serta bernegara secara demokratis dalam wadah NKRI;
n) Mengekspresikan diri melalui aktivitas seni serta budaya;
o) Mengapresiasi karya seni serta budaya;
p) Menghasilkan karya kreatif, baik individual juga kelompok;
q) Menjaga kesehatan dan keamanan diri, kebugaran jasmani, serta kebersihan lingkungan;
r) Berkomunikasi ekspresi dan tulisan secara efektif serta santun;
s) Memahami hak serta kewajiban diri serta orang lain dalam pergaulan pada warga ;
t) Menghargai adanya perbedaan pendapat dan berempati terhadap orang lain;
u) Menunjukkan keterampilan membaca dan menulis naskah secara sistematis serta estetis;
v) Menunjukkan keterampilan menyimak, membaca, menulis, dan berbicara pada bahasa Indonesia dan Inggris;
w) Menguasai pengetahuan yg diharapkan buat mengikuti pendidikan tinggi.
x) Berdasarkan profil kompetensi lulusan tersebut selanjutnya dijabarkan ke dalam sejumlah SK dan Kompetensi mata pelajaran yang relevan yg diharapkan buat mencapai kebulatan kompetensi tersebut.

2. Standar Kompetensi Mata Pelajaran
a. Pengertian Standar Kompetensi Mata Pelajaran
Untuk memantau perkembangan mutu pendidikan diperlukan SK. SK bisa didefinisikan sebagai “pernyataan tentang pengetahuan, keterampilan, serta sikap yg wajib dikuasai peserta didik dan taraf dominasi yg dibutuhkan dicapai dalam mengusut suatu mata pelajaran” (Center for Civ¬ics Education, 1997:dua).

Menurut definisi tersebut, SK mencakup 2 hal, yaitu baku isi (content standards), serta baku penampilan (performance stan-dards).
SK yg menyangkut isi berupa pernyataan tentang pengetahuan, perilaku dan keterampilan yang wajib dikuasai peserta didik dalam mengusut mata pelajaran eksklusif seperti Kewarganegaraan, Matematika, Fisika, Biologi, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris. SK yg menyangkut tingkat penampilan adalah pernyataan mengenai kriteria buat menentukan taraf dominasi siswa terhadap SI.

Dari uraian tersebut bisa dikemukakan bahwa SK memiliki 2 penafsiran, yaitu: (a) pernyataan tujuan yg menyebutkan apa yg harus diketahui siswa serta kemampuan melakukan sesuatu pada memeriksa suatu mata pelajaran dan (b) spesifikasi skor atau peringkat kinerja yang berkaitan menggunakan kategori pencapaian seperti lulus atau mempunyai keahlian.
SK merupakan kerangka yang menjelaskan dasar pengembangan program pembelajaran yg terstruktur. SK jua merupakan fokus dari penilaian, sehingga proses pengembangan kurikulum adalah fokus berdasarkan evaluasi, meskipun kurikulum lebih banyak berisi mengenai dokumen pengetahuan, keterampilan dan perilaku dari pada bukti-bukti buat menampakan bahwa peserta didik yg akan belajar telah memiliki pengetahuan serta keterampilan awal.
Dengan demikian SK diartikan menjadi kemampuan seorang pada:
melakukan suatu§ tugas atau pekerjaan.
mengorganisasikan supaya pekerjaan bisa§ dilaksanakan.
melakukan respon serta reaksi yang tepat bila ada§ defleksi berdasarkan rancangan semula.
melaksanakan tugas dan§ pekerjaan pada situasi dan kondisi yg berbeda.

Penyusunan SK suatu jenjang atau tingkat pendidikan adalah usaha buat membuat suatu sistem sekolah sebagai otonom, berdikari, dan responsif terhadap keputusan kebijakan wilayah dan nasional. Kegiatan ini dibutuhkan mendorong keluarnya standar dalam tingkat lokal dan nasional. Penentuan baku hendaknya dilakukan menggunakan cermat dan hati-hati. Sebab, bila setiap sekolah atau setiap gerombolan sekolah berbagi baku sendiri tanpa memperhatikan baku nasional maka pemerintah pusat akan kehilangan sistem untuk mengontrol mutu sekolah. Akibatnya kualitas sekolah akan bervariasi, serta nir bisa dibandingkan kualitas antara sekolah yang satu dengan sekolah yg lain. Lebih jauh lagi kualitas sekolah antar daerah yang satu menggunakan wilayah yang lain nir dapat dibandingkan. Pada gilirannya, kualitas sekolah secara nasional tidak dapat dibandingkan dengan kualitas sekolah berdasarkan negara lain.

Pengembangan SK perlu dilakukan secara terbuka, seimbang, serta melibatkan seluruh grup yang akan dikenai standar tadi. Melibatkan semua grup sangatlah penting supaya kesepakatan yg telah dicapai dapat dilaksanakan secara bertanggungjawab sang pihak sekolah masing-masing. Di samping itu, kajian SK di negara-negara lain perlu jua dilakukan menjadi bahan acum agar lulusan kita nir jauh ketinggalan dengan lulusan negara lain. SK yg telah ditetapkan berlaku secara nasional, tetapi cara mencapai standar tersebut diserahkan dalam ciptaan masing-masing wilayah.

b. Penentuan Standar Kompetensi Mata Pelajaran
Perlu diingat balik , bahwa kompetensi merupakan kebulatan pengetahuan, keterampilan, serta perilaku yg bisa didemonstrasikan, ditunjukkan, atau ditampilkan oleh peserta didik menjadi hasil belajar. Sesuai menggunakan pengertian tadi, maka SK, merupakan baku kemampuan yg harus dikuasai peserta didik buat menerangkan bahwa hasil memeriksa mata pelajaran tertentu berupa penguasaan atas pengetahuan, perilaku, dan keterampilan tertentu sudah dicapai.

Langkah-langkah menganalisis serta mengurutkan SK merupakan:
  • menganalisis SK menjadi§ beberapa KD;
  • mengurutkan KD sesuai menggunakan keterkaitan baik§ secara prosedur maupun hierarkis.
Dick & Carey (1978: 25) membedakan dua pendekatan utama dalam analisis serta urutan SK di samping pendekatan yang ketiga yakni adonan antara kedua pendekatan utama tadi. Dua pendekatan dimaksud adalah pertama pendekatan prosedural, dan kedua pendekatan hierarkis (berjenjang). Sedangkan adonan antara kedua pendekatan tadi dinamakan pendekatan kombinasi.

Pendekatan Prosedural
Pendekatan prosedural (procedural approach) digunakan bila SK yang wajib dikuasai berupa serangkaian langkah-langkah secara urut pada mengerjakan suatu tugas pembelajaran.

Diagram generik pendekatan prosedural adalah menjadi berikut :

Diagram. Pendekatan Prosedural

Contoh dalam pelajaran Ilmu Sosial Terpadu (IST) terdapat beberapa SK yg diharapkan dapat dipelajari secara berurutan. Pengajar dibutuhkan bisa menyajikan mana yang akan didahulukan. Misalnya kompetensi; (1) Mengidentifikasi konsep-konsep yang menciptakan IST, (dua) Mendeskripsikan interaksi timbal kembali antara insan dan lingkungannya, dan (tiga) Mendeskripsikan perubahan sosial budaya rakyat. Dari ketiga kompetensi tersebut, maka kompetensi untuk mengidentifikasi konsep-konsep yg membentuk IST harus paling dahulu dipelajari, setelah itu baru menilik 2 kompetensi berikutnya. Di antara ke 2 kompetensi berikutnya maka penguasaan terhadap kompetensi menggambarkan hubungan timbal kembali antara manusia dan lingkungannya lebih didahulukan supaya siswa dengan gampang menggambarkan perubahan sosial budaya rakyat, mengingat perubahan yang terjadi justru menjadi galat satu akibat interaksi timbal pulang antara manusia dengan lingkungannya.
Beberapa hal yang perlu dicatat dari model tadi:
  • peserta didik harus menguasai SK tersebut secara berurutan.
  • Masing-masing SK dapat diajarkan secara terpisah (independent)
  • Hasil (hasil) dari setiap langkah adalah masukan (input) buat langkah berikutnya.
Pendekatan Hierarkis
Pendekatan hierarkis menerangkan interaksi yang bersifat subordinatif antara beberapa SK yg ingin dicapai. Dengan demikian ada yang mendahului dan ada yang kemudian. SK yg mendahului merupakan prasyarat bagi SK berikutnya.

Untuk mengidentifikasi beberapa SK yg wajib dipelajari lebih dulu supaya peserta didik bisa mencapai SK yg lebih tinggi dilakukan menggunakan jalan mengajukan pertanyaan “Apakah yg wajib sudah dikuasai oleh peserta didik, supaya menggunakan pedagogi yg seminimal mungkin bisa diketahui SK yang dibutuhkan sebelum siswa dapat menguasai SK berikutnya?”