ETIKA BERBICARA YANG BAIK DAN BENAR

Warga belajar dan siswa--sekalian, semua orang kecuali yg tuna wicara atau tuna rungu (bisu tuli) pasti bisa berbicara. Tetapi nir setiap orang sanggup berbicara menggunakan baik serta sahih. Kalau bicara sekedar bicara, anak kecil pun bisa. Balita usia 2-3 tahun sudah pintar berbicara, minimal dapat memanggil ayah ibunya. Bahkan tangisan bayipun sebenarnya adalah bentuk bicara pula.
Berbicara merupakan mengeluarkan, menyusun kata-istilah secara teratur melalui mulut sehingga bisa dimengerti oleh lawan bicaranya. Bicara di sini diartikan sebagai bentuk komunikasi, menggunakan bicara maka komunikasi bisa terjalin, Namun mengatakan-istilah tanpa artipun sebenarnya bicara pula, hanya saja belum dimasukan ke dalam kategori komunikasi.
Kemampuan bicara menjadi penting pada konteks menjalin interaksi komunikasi dengan orang lain. Dalam perkembangannya, bicara menjadi lebih ruwet lantaran ada batasan-batasan etika dan aturannya. Bicara kemudian terkotak-kotak sang kepentingan dan maksud-maksud eksklusif. Setiap aspek kehidupan mempunyai aturan dan etika tersendiri dalam berbicara.
Faktor utama dalam berbicara adalah bahasa. Makna bahasa kini lebih luas lagi, bukan hanya merujuk pada suku bangsa tetapi telah merambah pada disiplin ilmu. Kita sekarang nir hanya mengenal bahasa jawa, Madura, Sunda dan sebagainya yg menurut kesukuan, melainkan bahasa ekonomi, bahasa politik dan sebagainya dalam lingkup disiplin ilmu.
Selanjutnya, dari bahasa tadi menghipnotis etika dan anggaran bicara. Antara bahasa hukum serta bahasa ekonomi ada aturan dan etikanya sendiri, misalnya halnya bahasa Jawa serta bahasa Sunda yg di dalamnya nir terpisahkan sang norma norma dan budaya berdasarkan mana bahasa itu asal.
Dalam pergaulan etika berbicara itu krusial, tidak boleh asal bicara. Semakin tinggi taraf pendidikan serta sosial, seseorang umumnya semakin tinggi jua etikanya pada berbicara. Kelas pendidikan serta sosial seringkali sebagai faktor pembeda pada berbicara. Antara bahasa tukang becak dan dosen kentara berbeda. Dan bial dibolak-balik kesannya akan semakin semrawut.
Kesannya akan lain. Seorang dosen menggunakan strata pendidikan tinggi cita rasanya nir pantas berbicara menggunakan gaya bahas tukang becak yang terbiasa kasar, cespleng serta tidak mengenal unggah-ungguh. Sebaliknya, tukang becak akan sebagai lucu apabila memaksakan diri berbicara menggunakan langgam berbicara seorang dosen yg cenderung ilmiah serta rumit dicerna orang biasa.
Tujuan utama berbicara adalah membuat versus bicara mengerti apa yg dikatakannya. Tidak peduli bahasa apa yg dipakai, punya ungguh-ungguh atau tidak, yang penting orang yg diajak berbicara menangkap dengan kentara maksudnya. Tetapi dalam perkembangannya, seiring dengan kemajuan peradaban, mengerti saja tidak cukup.
Sekarang ini, disamping dapat dimengerti harus juga mencerminkan etika, termasuk didalamnya adalah unggah-unggah. Apalagi di global timur (oriental)yang sangat menghormati nilai-nilai kesopanan, unggah-ungguh sebagai faktor yg tak boleh ditinggalkan. Khususnya di warga Jawa, Unggah-ungga memegang peranan sangat lebih banyak didominasi.
Bahkan bahasa yg dipakaipun berlainan antara bicara kepada orang tua, saudara termuda, atasan dan sebagainya. Orang akan semakin dihormati bila memahami unggah-ungguh. Dan apabila unggah-ungguh itu dilanggar, istiadat-tata cara sudah menyiapkan sangsinya. Orang yg nir memahami sopan-santun dalam berbicara pasti akan dikucilkan selamanya.
1. Berbicara Harus Menatap Lawan Bicara
Yang wajib anda perhatikan waktu berbicara adalah konsentrasikan diri anda sepenuhnya pada versus bicara. Jangan melihat ke arah lain sehingga menciptakan versus bicara tersinggung. Menatap versus bicara benar-benar-sungguh (bukan mendelik/melirik) termasuk etika berbicara yang baik. Obyek anda merupakan versus bicara bukan yang lain.
jangan tinggalkan etika waktu anda sedang berkomunikasi menggunakan orang lain. Kita sendiri pula niscaya tersinggung apabila ada orang lain mengajak bicara datang-tiba memutar hidungnya ke tempat lain. Mau menanggapi bicaranya saja sebenarnya telah wajib disyukuri, jangan malah berpindah hati.
Bicara itu bukan hanya dengan ekspresi, tetapi jua dengan hati serta semua tubuh kita kecuali bila kita berbicara melalui telepon. Ketika berbicara sebaiknya seluruh mobilitas tubuh kita mengarah ke lawan bicara sebagai akibatnya kita tahu bagaimana reaksi versus bicara ketika membalas apa yang kita ucapkan. Kalau pandangan kita beralih ke loka lain, kita tahu apakah lawan bicara nrimo dengan ucapannya atau nir. Bisa jadi lawan bicara bilang putusan bulat tetapi mimik wajahnya serta kita tahu lantaran pandangan kita tidak tertuju kepadanya.
Pada saat berbicara semestinya kita seudah mempersiapkan mental kita sepenuhnya. Lantaran yang kita hadapi adalah manusia yg memiliki perasaan, bisa bahagia dan susah, bisa tersinggung serta marah-marah. Oleh sebab itu, baik itu mimik maupun mata kita harus menunjukkan wajah yg bersahabat serta sungguh-benar-benar. 
2. Suara Harus Terdengar Jelas
Disamping kita harus menatap lawan bicara, yang tidak kalah pentingnya merupakan menata bunyi kita supaya lawan bicara dapat menangkap dengan kentara apa yg sedang kita bicarakan. Tidak boleh terlalu terburu-buru serta jangan terlalu pelan. Usahakan bunyi yang keluar mampu terdengar kentara supaya versus bicara dapat terdengar apa yang kita ucapkan.
Karena kondisi eksklusif tak jarang kita nir bisa mengontrol bunyi kita, sebagai akibatnya menjadi terlalu cepat. Lawan bicara merasa perlu menegaskan kembali dengan bertanya pulang. Atau lantaran tidak ingin didengar orang lain, kita berusaha merendahkan intonasi suara sebagai akibatnya di indera pendengaran versus bicara terdengar seperti desis ular. Kedua-duanya bukan cara yang efektif pada berbicara.
Berbicara menggunakan pelan akan tetapi kentara terdengar. Tidak perlu terlalu keras nir perlu terlalu lemah. Yang perlu kita perhatikan juga adalah taraf emosional kita. Bicaralah waktu emosi kita sedang nir konsentrasi. Contohnya jikalau kita sedang marah atau murung , sebaiknya agar kemarahan atau kesedihan tersebut nir terlihat sang lawan bicara.
Percuma saja kita berbicara terburu-buru hingga nafas kita tersengal-sengal, lawan bicara susah mengerti. Atau terlalu lembut misalnya orang yang sedang dirundung derita berkepanjangan, sebagai akibatnya hanya terdengar seperti rintihan yang menyayat hati. Oleh karena itu hindarilah berbicara terburu-buru atau terlalu pelan. Sebab dalam kondisi berbicara seperti itu, sulit buat meninta respon yg obyektif dari lawan bicara.
Di samping nir efektif, pembicaraan yg kurang terdengar jelas pada telinga versus bicara kadang-kadang menyebabkan kejengkelan bagi lawan bicara. Maunya ingin cepat-cepat selesai tetapi malah mengakibatkan duduk perkara baru yg tidak terselesaikan-selesai. Tentunya ini akan merugikan diri kita sendiri.
3. Gunakanlah Tata Bahasa yang Baik serta Benar
Bahasa bisa menandakan kualitas kepribadian serta latar belakang seseorang. Bahasa pegawai kantor, kentara tidak sama menggunakan orang berjualan pada pasar. Salah satu unsur pembedanya masih ada dalam pemakaian rapikan bahasa yang dipakai. Bahasa pegawai tempat kerja jelas lebih punya etika berdasarkan dalam orang pasar. Bahasa anak gaul tidak sinkron dengan bahasa ningrat keraton.
Sebelum berbicara sebaiknya istilah-kata diatur terlebih dahulu. Jangan hingga pada tengah kalimat tiba-tiba putus karena kita nir memahami apa yang akan kita bicarakan. Dan tentunya tidak boleh memakai istilah-kata yg kasar, apalagi yg meninggung hati versus bicara.
Kita harus mengetahui mana subyek, mana predikat, obyek serta fakta dalam sebuah kalimat. Kita harus tahu pula bagaimana menempatkan perangkat kalimat pada loka yang sahih. Jangan hingga kita resah dengan kalimat yg kita ucapkan sendiri. Umpamanya menggunakan membolak-kembali kedudukan subyek, predikat dan obyek sehingga sebagai kalimat yg tidak beraturan.
4. Jangan memakai Nada Suara yang Tinggi
Citra pegawai tempat kerja adalah citra kesopanan adalah orang lain melihat pegawai tempat kerja sebagai orang yg tahu etika, punya tata-krama serta santun pada segala tindak-tanduknya. Sikap serta perilakunya mencerminkan orang berpendidikan.
Kesan tadi akan semakin membekas saat kita sedang berbicara. Dari pembicaraan itu orang lain akan dapat menilai, apakah kita seorang pegawai tempat kerja atau bukan. Gaya bicara, intonasi yang dipakai, serta tata bahasa, kentara berpengaruh besar pada indera pendengaran pendengar.
Sebagai pegawai kantor, usahakan kita berbicara dengan kalimat yg kentara serta intonasi yang sedang-sedang saja. Tidak terlalu tinggi, jua tidak terlalu rendah. Tunjukan kesan bahwa kita bisa mengontrol intonasi menggunakan baik.
Pakailah nada suara yg datar-datar saja, sebagai akibatnya setiap orang dapat mendengarnya dengan baik. Kalau terlalu tinggi dikhawatirkan tidak semua pendengarnya dapat mendengar dengan baik. Apalagi apabila kita ditunjuk sebagai pembicara, nada bunyi harus sahih-sahih dijaga. Sebab, pendengar dalam sebuah lembaga baik ceramah maupun diskusi cenderung beragam.
Jika nada suara terlalu tinggi kita akan cepat letih. Orang tidak mungkin bisa berteriak selama satu jam monoton. Apa yang kita bicarakan sebaiknya dapat kita rasakan jangan malah menjadi beban.
Disamping itu, kurang beretika cita rasanya bila kita berbicara menggunakan nada suara yg tinggi. Kecuali bila kita sedang membakar semangat para anak-anak muda buat terjun ke medan perang. Dalam situasi yg biasa, kondusif serta nir darurat, Sebaiknya nada bunyi kita tidak terlalu tinggi.
5. Pembicaraan Praktis Dimengerti
Tujuan primer berbicara adalah buat membuat lawan bicara mengerti apa yg sedang kita bicarakan. Oleh sebab itu, usahakan kita relatif toleran menggunakan para pendengar kita. Kita harus pintar-pintar menentukan versus bicara, sebab hal ini berkaitan menggunakan bahasa yg kita pakai. Jangan lantaran ingin dipercaya menjadi pegawai kantor ke mana-mana kita selalu menggunakan bahasa taraf tinggi.
Kita wajib pintar menyesuaikan diri menggunakan kondisi serta latar belakang lawan bicara yang kita hadapi. Jangan terjebak sang impian buat menjaga image atau gengsi sebagai akibatnya mengorbankan lawan bicara.
Pakailah bahasa yg sederhana dan gampang dimengerti. Tidak penting anggapan orang lain terhadap diri kita, yang penting merupakan orang lain mengerti terhadap apa yg sedang kita bicarakan. Biarkan orang lain menduga diri kita bodoh, dan seolah-olah pitar mereka, itu hak mereka.
Sering kita mendengar ada orang berbicara menggunakan memakai bahasa yg tinggi. Padahal pendengarnya hanya para pedagang yang tidak sempat mengikuti perkembangan jaman. Memang ia berhasil membangun kesan di tengah audiennya bahwa beliau pembicara yg pintar, Namun waktu ditanyakan kepada mereka apakah mereka mengerti, mereka malah galau.
Kita semua pasti punya pengalaman yg sama ketika mengikuti khotbah Jum'at. Ada khatib yg selama khotbahnya memakai bahasa Arab di tengah jamaah yang seluruhnya orang Indonesia. Yakinkah anda bahwa jamaah mengerti isi khotbah tersebut?
Tipsnya sebelum mengajak bicara, ketahuilah dulu siapa versus bicaranya. Kalau memang lawan bicara lebih gampang mengerti menggunakan bahasa wilayah, maka kita wajib menyesuaikan diri.
Dari bahasa di atas semakin mengertilah kita bahwa ternyata berbicara itu tidak semudah yang kita bayangkan. Tetapi penulis juga tidak sedang mengarahkan pada satu konklusi bahwa berbicara itu sukar. Singkatnya, menjadi pegawai tempat kerja kita harus tetap menjaga menggunakan baik etika kita pada berbicara.
Sumber : Disarikan menurut Modul Etika Kerja Kesetaraan paket C Sekolah Menengah Atas 2009.

PENGERTIAN AKHLAQ DAN KEDUDUKANNYA DALAM ISLAM

Pengertian Akhlaq Dan Kedudukannya Dalam Islam 
1. Pengertian Akhlaq
Kata Akhlaq berasal dari bahasa Arab yg berarti tabiat, budi pekerti, karakter, keperwiraan, kebiasaan. Kata akhlâq ini berakar kata khalaqa yang berarti membentuk, seakar menggunakan kata Khâliq (pencipta), makhlûq (yang diciptakan), serta khalq (penciptaan). Kesamaan akar kata ini mengandung makna bahwa rapikan konduite seorang terhadap orang lain serta lingkungannya wajib merefleksikan dan menurut nilai-nilai kehendak Khâliq (Tuhan). Akhlaq bukan hanya adalah tata aturan atau norma perilaku yang mengatur interaksi antar sesama insan, namun juga kebiasaan yang mengatur interaksi antar insan menggunakan Tuhan serta bahkan dengan alam semesta.

Para ulama memberikan pengertian akhlaq menjadi suatu kondisi jiwa yang tertanam dalam diri seorang, dimana dengannya seorang terdorong melakukan perbuatan dengan tanpa proses pemikiran atau pertimbangan yang mendalam dan tanpa planning atau bisnis yang dibuat-untuk.

Ahmad Amin memberikan pengertian bahwa akhlaq merupakan konduite yg dibiasakan sebagai akibatnya perilaku itu sebagai sebuah kebiasaan yg terus menerus dilakukan. Karena itu juga akhlaq itu bersifat konstan, spontan, tidak temporer serta tidak memerlukan pemikiran serta pertimbangan serta dorongan berdasarkan luar.

Pengertian akhlaq di atas juga memberitahuakn bahwa akhlaq pada dasarnya adalah hal yang bersifat netral, belum memilih pada baik dan jelek. Dalam Islam akhlaq setidaknya memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut:
a. Rabbani. Ajaran akhlaq pada Islam bersumber dari wahyu Ilahi, yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah. Ciri ini menegaskan bahwa akhlaq dalam Islam bukanlah moral yg kondisional serta situasional, tetapi akhlaq yang sahih-sahih mempunyai nilai mutlak. Ciri ini yang mampu menghindari kekacauan nilai moralitas pada hidup insan.

b. Manusiawi. Ajaran akhlaq dalam Islam sejalan dan memenuhi tuntutan fitrah manusia. Akhlaq Islam akan memelihara eksistensi manusia sebagai makhluk terhormat, sesuai dengan fitrahnya. Akhlaq Islam pula akan mendorong insan buat merindukan dan menemukan kebahagiaan sejati.

c. Universal. Ajaran akhlaq pada Islam sinkron dengan kemanusiaan yg universal dan mencakup segala aspek kehidupan manusia. Keseluruhan aspek tersebut meliputi dimensi yang bersifat vertikal (interaksi dengan Tuhan) serta horizontal (interaksi sesame makhluk).

d. Keseimbangan. Manusia berdasarkan pandangan Islam memiliki dua kekuatan pada dirinya, kekuatan baik dalam hati nurani dan akalnya, dan kekuatan tidak baik dalam hawa nafsunya. Ajaran akhlaq dalam Islam mendorong insan supaya sanggup mengendalikan dua potensi yg telah diberikan Allah kepadanya, sehingga kehidupan eksklusif manusia muslim merupakan insan yang seimbang, antara pemenuhan kewajiban terhadap oleh Khaliq serta pemenuhan kewajiban antar sesama makhluk. 

e. Realistik. Manusia merupakan makhluk yg tidak luput dari kesalahan, selain mempunyai kelebihan dibanding makhluk Allah lainnya. Ajaran akhlaq pada Islam mendorong manusia buat terus memperbaiki diri menurut kesalahan yg sudah dilakukannya menggunakan cara bertaubat. Bahkan dalam kondisi yang terpaksa, Islam membolehkan manusia melakukan sesuatu yang pada keadaan biasa tidak dibenarkan. Akhlaq pada ajaran Islam dengan demikian bersifat realistis, atau memperhatikan kenyataan keadaan manusia.

Ciri-ciri akhlaq tadi menampakan bahwa akhlaq pada Islam nir hanya terkait proses interaksi manusia menggunakan Allah serta atau sesama insan semata. Ajaran akhlaq dalam Islam mencakup seluruh tata aturan hubungan manusia dengan Allah dan semua makhluk, termasuk lingkungan. Ciri-karakteristik ini juga menunjukkan adanya perbedaan antara akhlaq, moral serta etika. Secara substansi antara akhlaq dan moral merupakan sama, yaitu sama-sama mengacu pada ajaran-ajaran, wejangan, kutbah-kutbah, patokan-patokan, gugusan peraturan serta ketetapan baik mulut maupun tertulis mengenai bagaimana insan harus hayati dan bertindak agar sebagai insan yg baik. Perbedaan antara moral dan akhlaq ini masih ada asal ajarannya, di mana akhlaq dalam Islam bersumber dari Al-Qur’an serta Hadits, sedangkan moral dari pemikiran dan kebiasaan manusia.

Apabila dikaitkan dengan etika, maka secara filosofis antara konsep akhlaq dan etika sesungguhnya berbeda. Akhlaq adalah ajaran-ajaran bagaimana seseorang harus bertindak dalam kehidupan ini agar menjadi orang yg baik, sedangkan etika berbicara mengenai mengapa kita wajib mengikuti ajaran moral tertentu atau bagaimana seseorang dapat merogoh perilaku yang bertanggungjawab menggunakan pelbagai ajaran moral atau akhlaq. Tetapi secara fungsional ke 2 istilah ini tidak bisa dipisahkan, lantaran ketika seseorang berperilaku baik maka menggunakan mengetahui alasannya, mengapa wajib berbuat demikian, akan berakibat lebih mantap pada bertindak, demikian jua sebaliknya saat meninggalkan perbuatan jelek.

2. Kedudukan Akhlaq pada Islam
Ajaran akhlaq dalam Islam sesungguhnya bukanlah ajaran normatif terkait konduite seorang. Berdasar ciri-ciri pada atas sesungguhnya tergambar bahwa akhlaq sesungguhnya bersifat bergerak maju, sesuai situasi dan kondisi kehidupan manusia. Artinya, akhlaq, baik atau buruk, dapat hadir dalam diri seorang jika dibiasakan serta dilakukan terus menerus. Akhlaq yang baik sesungguhnya kebutuhan setiap insan dimana dan kapan pun berada. Demikian kebalikannya, akhlaq yang tidak baik adalah sesuatu yg selalu dihindari oleh siapapun.

Islam menegaskan bahwa akhlaq merupakan bagian nir terpisahkan berdasarkan keimanan seseorang muslim. Kesempurnaan iman seseorang muslim sangat tergantung menurut keluhuran akhlaq yang dimilikinya. Kehadiran Islam sendiri dinyatakan Nabi Muhammad sesungguhnya berfungsi buat memperbaiki kualitas akhlaq manusia. Banyak hadits yang menerangkan bahwa keluhuran akhlaq adalah indicator menurut keimanan seorang muslim, bahkan secara tegas Allah nyatakan bahwa kemuliaan seseorang hamba di hadapan-Nya bukanlah didasarkan dalam kualitas keturunan atau nasab namun berdasar kepada kualitas taqwa menjadi puncak kualitas akhlaq seseorang hamba (Q.S. Al-Hujurat: 13). Akhlaq yang baik (akhlaqul karimah) adalah pola konduite yang dilandaskan dalam serta adalah manifestasi nilai-nilai iman, Islam, dan ihsan (berbuat baik). Ihsan merupakan perbuatan baik yg nampak dalam jiwa dan konduite yang sinkron dan dilandasi oleh aqidah serta aturan Islam. Ihsan atau berbuat baik adalah pranata nilai yg memilih atribut kualitatif langsung seorang. Orang yg sudah mencapai derajat ihsan, maka beliau telah memiliki akhlaqul karimah (akhlaq yg baik).

Perilaku ihsan ini nir hanya dibatasi kepada sesama manusia, namun pula kepada semua makhluk. Sebagai khalifah, insan tidak hanya dimandatkan buat beribadah pada Allah, melainkan juga diperintahkan buat bisa mengelola dan memakmurkan alam serta lingkungannya. Manusia yg sudah mencapai derajat ihsan akan memelihara diri dari berbagai perbuatan yg dapat merusak lingkungan. Hal ini karena perilaku serta konduite Mengganggu lingkungan merupakan perbuatan yg nir disukai Tuhan, serta insan ihsan sesungguhnya insan yg telah sanggup menghadirkan dan mempresentasikan nilai-nilai Tuhan dalam diri dan perilakunya sehari-hari.

Akhlaq merupakan landasan krusial dalam menciptakan peradaban manusia. Ahmad Syauqi Beik, keliru seseorang penyair klasik menyatakan bahwa keberadaan rakyat itu ditentukan sang tetapnya akhlaq anggota masyarakatnya, bila masyarakat itu telah kehilangan akhlaq (telah rusak akhlaqnya) maka runtuh jua prestise warga itu.

Mengelola lingkungan dengan baik sesungguhnya bagian dari menciptakan peradaban manusia, sehingga bila setiap insan dapat berperilaku baik (berakhlaq) terhadap lingkungannya, maka beliau turut aktif pada membentuk peradaban yang baik. Tetapi jika insan tidak berperilaku baik (nir berakhlaq) terhadap lingkungannya, maka dia meruntuhkan peradaban insan itu sendiri.

Urgensi Akhlaq Lingkungan
Kata “lingkungan” (environment) dari menurut bahasa Perancis: environner yg berarti: to encircle atau surround, yg dapat dimaknai : 1) lingkungan atau syarat yg mengelilingi atau melingkupi suatu organisme atau sekelompok organisme, dua) kondisi sosial dan kultural yang berpengaruh terhadap individu atau komunitas. Karena insan menghuni lingkungan alami juga buatan atau dunia teknologi, sosial serta kultural, maka keduanya sama-sama pentingnya bagi lingkungan kehidupan (manusia serta makhluk hidup yg lain).

Lingkungan selanjutnya terbentuk dalam sebuah sistem yang adalah suatu jaringan saling ketergantungan antar komponen dan proses, dimana energi serta materi mengalir dari satu komponen ke komponen sistem lainnya. Sistem lingkungan atau yg tak jarang dianggap ekosistem adalah model bagaimana sebuah sistem berjalan. Ekosistem adalah suatu adonan atau gerombolan hewan, flora dan lingkungan alamnya, dimana pada dalamnya masih ada genre atau gerakan atau transfer materi, energi dan warta melalui komponen-komponennya. 

Ekosistem dapat pula dimaknai menjadi suatu situasi atau syarat lingkungan dimana terjadi hubungan antara organisme (flora dan fauna termasuk manusia) menggunakan lingkungan hidupnya. Sebagai sebuah sistem, lingkungan wajib permanen terjaga keteraturannya sebagai akibatnya sistem itu dapat berjalan menggunakan teratur serta menaruh kemanfaatan bagi seluruh anggota ekosistem. Manusia menjadi makhluk yg sempurna, yang sudah diberikan amanah buat menjadi khalifah memiliki kiprah krusial dalam menciptakan serta menjaga keteraturan lingkungan serta system lingkungan ini. Untuk itulah insan dituntut untuk bisa mengembangkan akhlaq (konduite yang baik) terhadap lingkungan.

Berbagai kerusakan lingkungan yg terjadinya dewasa ini sesungguhnya berakar menurut perilaku yg salah berdasarkan manusia pada menyikapi serta mengelola lingkungan dan sumber dayanya. Kerusakan alam serta lingkungan jua berdampak bagi lahirnya peradaban insan yg rendah, dimana menempatkan alam serta lingkungan menjadi diskriminasi menurut insan. Akhlaq lingkungan mengajarkan pada insan buat memiliki konduite yg baik dan menciptakan peradaban manusia yg lebih baik, yg menempatkan alam dan lingkungan menjadi mitra beserta dalam menjalankan tugas sebagai hamba serta khalifah Allah di muka bumi.

Akhlaq lingkungan pula berfungsi menjadi pedoman bagi umat manusia dalam mengembangkan hubungannya menggunakan alam. Seseorang yang mempunyai akhlaq lingkungan akan terdorong buat mengakibatkan alam sebagai mitra serta sekaligus wahana pada memenuhi fungsi dan kewajibannya sebagai seseorang manusia, baik menjadi hamba kepada Tuhan juga sebagai anggota warga menjadi sesama insan, dan pada semua makhluk menjadi khalifatullah fil ardl. Seseorang yg memiliki akhlaq lingkungan tidak akan berakibat alam dan lingkungan menjadi bagian subsistem kehidupannya sebagai akibatnya menggunakan seenaknya dieksplorasi, namun dicermati sebagai makhluk yang memiliki kedudukan sama dihadapan Tuhan sehingga keberadaannya tetap dikelola serta dilestarikan. 

Metode Penumbuhan Akhlaq Lingkungan
Untuk menumbuhkan akhlaq lingkungan maka diharapkan metode eksklusif sebagai cara buat tahu, menggali, berbagi akhlaq lingkungan, atau bisa dipahami sebagai jalan buat menanamkan pemahaman akhlaq lingkungan dalam seseorang sehingga dapat sebagai pribadi yang mempunyai perilaku ramah dan peduli terhadap lingkungan. Pelaksanaan metode ini berdasarkan pada prinsip bahwa pengajaran akhlaq lingkungan disampaikan pada suasana menyenangkan, menggembirakan, penuh dorongan, serta motivasi. Pilihan metode berdasarkan pada pandangan dan persepsi dalam menghadapi insan sinkron dengan unsur penciptaannya, yaitu jasmani, nalar, dan jiwa, guna mengarahkannya menjadi langsung yg sempurna.

Metode penumbuhan akhlaq lingkungan ini dapat dilakukan dengan tahapan menjadi berikut:
a. Mengajarkan.
Penumbuhan akhlaq lingkungan mengandaikan pengetahuan teoritis tentang konsep-konsep nilai terkait konduite ramah lingkungan serta pengelolaan lingkungan. Seseorang buat dapat mempunyai kesadaran dan melakukan konduite ramah lingkungan terlebih dahulu harus mengetahui nilai-nilai krusial lingkungan bagi kehidupan serta bagaimana melakukan pengelolaannya. Hal ini berdasarkan pada pemahaman bahwa konduite insan dalam dasarnya banyak dituntun sang pengertian dan pemahaman terhadap nilai menurut konduite yg dilakukannya.

Proses pengajaran mengenai lingkungan ini bisa dilakukan secara pribadi, baik melalui anugerah kabar dengan pembelajaran juga penugasan melalui pembacaan terhadap aneka macam surat keterangan. Bahkan pengajaran ini dapat dilakukan dengan melihat secara eksklusif ayat-ayat kauniyah (fenomena alam) yang ada pada sekitar kehidupan kita.

b. Keteladanan.
Keteladanan pada pendidikan merupakan metode ifluentif yg paling meyakinkan keberhasilan dalam mempersiapkan dan menciptakan anak dalam moral, spiritual serta moral. Dalam konteks penumbuhan akhlaq lingkungan metode ini sangat penting karena akhlaq adalah kawasan afektif yg terwujud pada bentuk tingkah laris (behavioral). Metode ini didasari pada pemahaman bahwa tingkah laku anak muda dimulai dengan imitatio, meniru serta ini berlaku sejak masih mini . Apa yg dikatakan orang yg lebih tua akan terekam dan dimunculkan kembali oleh anak. Anak belajar melakukan sesuatu menurut sekitarnya, khususnya yg terdekat dan mempunyai intensitas rasional tinggi.

Dalam konteks penumbuhan akhlaq lingkungan keteladanan ini memiliki imbas yang sangat bertenaga. Bagaimana mungkin orang lain akan bisa menumbuhkan akhlaq lingkungan dalam dirinya kalau orang yg mengajarkan tidak pernah bersikap serta berperilaku yang diajarkan. Pentingnya keteladanan ini sesuai menggunakan adagium bahwa satu keteladanan lebih berharga dibanding dengan seribu nasehat.

c. Pembiasaan.
Unsur krusial bagi penumbuhan akhlaq merupakan bukti dilaksanakannya nilai-nilai normatif akhlaq itu sendiri. Penumbuhan akhlaq akan dapat terlaksana jika dilakukan dengan pembiasaan yg terus menerus sebagai akibatnya menjadi norma yg melekat dalam eksklusif seseorang. Proses pembiasaan ini dapat dilakukan secara sedikit demi sedikit serta di mulai dari hal yang ringan atau mudah. Untuk ini diharapkan suasana atau tempat yang mendukung bagi terciptanya proses pembiasaan. Penyediaan fasilitas, penempelan papan petunjuk, himbauan, embargo, brosur, serta lain sebagainya bisa dilakukan sebagai upaya menumbuhkan kesadaran kolektif buat secara beserta membiasakan konduite ramah lingkungan.

d. Refleksi.
Akhlaq lingkungan yg akan dibuat oleh penumbuhan melalui banyak sekali macam program dan kebijakan senantiasa perlu dievaluasi dan direfleksikan secara berkesinambungan dan kritis. Tanpa ada usaha buat melihat balik sejauh mana proses penumbuhan akhlaq lingkungan ini direfleksi, dievaluasi, tidak akan pernah terdapat kemajuan. Refleksi adalah kemampuan sadar spesial manusiawi. Berdasar kemampuan sadar ini, manusia mampu mengatasi diri dan meningkatkan kualitas hidupnya dengan lebih baik. Segala tindakan dan pembiasaan dalam menumbuhkan akhlaq lingkungan yg telah dilaksanakan, perlulah dilakukan refleksi buat melihat sejauh mana keluarga, gerombolan masyarakat atau pihak yg melakukannya telah berhasil atau gagal dalam menumbuhkan akhlaq lingkungan.

Proses refleksi ini bisa dilakukan dengan cara mengajak memikirkan balik apa yang dirasakan, manfaat yang diterima dan pesan yang tersirat apa yang diterima mengenai perilaku yg sudah dilakukan dan dibiasakan pada kaitannya dengan pengelolaan lingkungan. Semisal apa yg kiranya manfaat dan pesan yang tersirat yg dirasakan dan diterima saat seorang itu konsisten menjaga kebersihan, mengelola sampah menggunakan benar sinkron proporsinya. Keempat metode pada atas adalah pedoman dan patokan pada menghayati serta mencoba menghidupkan akhlaq lingkungan. Keempatnya sanggup dikatakan menjadi bulat bergerak maju dialektis yang senantiasa berputar semakin maju. Hal ini karena penumbuhan akhlaq lingkungan menjadi upaya terus menerus buat membentuk budaya dan norma setiap individu anggota masyarakat pada kehidupannya yg sadar, peduli serta ramah terhadap lingkungan. 

PENGERTIAN AKHLAQ DAN KEDUDUKANNYA DALAM ISLAM

Pengertian Akhlaq Dan Kedudukannya Dalam Islam 
1. Pengertian Akhlaq
Kata Akhlaq asal dari bahasa Arab yang berarti tabiat, budi pekerti, karakter, keperwiraan, kebiasaan. Kata akhlâq ini berakar kata khalaqa yg berarti menciptakan, seakar menggunakan istilah Khâliq (pencipta), makhlûq (yang diciptakan), dan khalq (penciptaan). Kesamaan akar istilah ini mengandung makna bahwa tata konduite seseorang terhadap orang lain dan lingkungannya wajib merefleksikan dan menurut nilai-nilai kehendak Khâliq (Tuhan). Akhlaq bukan hanya adalah tata anggaran atau norma konduite yg mengatur interaksi antar sesama insan, namun jua kebiasaan yg mengatur hubungan antar insan dengan Tuhan dan bahkan dengan alam semesta.

Para ulama memberikan pengertian akhlaq menjadi suatu kondisi jiwa yang tertanam pada diri seseorang, dimana dengannya seorang terdorong melakukan perbuatan dengan tanpa proses pemikiran atau pertimbangan yg mendalam dan tanpa rencana atau bisnis yg dibentuk-buat.

Ahmad Amin menaruh pengertian bahwa akhlaq merupakan konduite yang dibiasakan sebagai akibatnya konduite itu menjadi sebuah kebiasaan yg terus menerus dilakukan. Karena itu jua akhlaq itu bersifat kontinu, impulsif, tidak temporer serta tidak memerlukan pemikiran dan pertimbangan serta dorongan berdasarkan luar.

Pengertian akhlaq di atas juga memperlihatkan bahwa akhlaq dalam dasarnya merupakan hal yang bersifat netral, belum memilih pada baik serta buruk. Dalam Islam akhlaq setidaknya mempunyai karakteristik-ciri sebagai berikut:
a. Rabbani. Ajaran akhlaq dalam Islam bersumber berdasarkan wahyu Ilahi, yaitu al-Qur’an serta as-Sunnah. Ciri ini menegaskan bahwa akhlaq dalam Islam bukanlah moral yg kondisional dan situasional, namun akhlaq yang sahih-benar memiliki nilai mutlak. Ciri ini yang bisa menghindari kekacauan nilai moralitas pada hidup manusia.

b. Manusiawi. Ajaran akhlaq pada Islam sejalan dan memenuhi tuntutan fitrah insan. Akhlaq Islam akan memelihara keberadaan insan sebagai makhluk terhormat, sinkron dengan fitrahnya. Akhlaq Islam jua akan mendorong insan buat merindukan dan menemukan kebahagiaan sejati.

c. Universal. Ajaran akhlaq pada Islam sesuai dengan kemanusiaan yg universal serta meliputi segala aspek kehidupan insan. Keseluruhan aspek tadi meliputi dimensi yg bersifat vertikal (hubungan dengan Tuhan) serta horizontal (hubungan sesame makhluk).

d. Keseimbangan. Manusia dari pandangan Islam mempunyai 2 kekuatan pada dirinya, kekuatan baik dalam hati nurani serta akalnya, serta kekuatan tidak baik dalam hawa nafsunya. Ajaran akhlaq pada Islam mendorong manusia agar mampu mengendalikan 2 potensi yg sudah diberikan Allah kepadanya, sebagai akibatnya kehidupan pribadi manusia muslim adalah manusia yg seimbang, antara pemenuhan kewajiban terhadap oleh Khaliq serta pemenuhan kewajiban antar sesama makhluk. 

e. Realistik. Manusia merupakan makhluk yang tidak luput menurut kesalahan, selain mempunyai kelebihan dibanding makhluk Allah lainnya. Ajaran akhlaq dalam Islam mendorong insan buat terus memperbaiki diri berdasarkan kesalahan yang telah dilakukannya menggunakan cara bertaubat. Bahkan dalam syarat yg terpaksa, Islam membolehkan manusia melakukan sesuatu yang pada keadaan biasa tidak dibenarkan. Akhlaq dalam ajaran Islam menggunakan demikian bersifat realistis, atau memperhatikan kenyataan keadaan insan.

Ciri-karakteristik akhlaq tadi memperlihatkan bahwa akhlaq dalam Islam tidak hanya terkait proses interaksi insan dengan Allah serta atau sesama insan semata. Ajaran akhlaq dalam Islam meliputi semua tata anggaran hubungan insan menggunakan Allah dan semua makhluk, termasuk lingkungan. Ciri-ciri ini jua memperlihatkan adanya perbedaan antara akhlaq, moral dan etika. Secara substansi antara akhlaq serta moral adalah sama, yaitu sama-sama mengacu pada ajaran-ajaran, wejangan, kutbah-kutbah, patokan-patokan, kumpulan peraturan dan ketetapan baik ekspresi juga tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup serta bertindak supaya menjadi manusia yg baik. Perbedaan antara moral dan akhlaq ini terdapat asal ajarannya, di mana akhlaq pada Islam bersumber berdasarkan Al-Qur’an serta Hadits, sedangkan moral berdasarkan pemikiran serta norma insan.

Apabila dikaitkan dengan etika, maka secara filosofis antara konsep akhlaq serta etika sesungguhnya berbeda. Akhlaq merupakan ajaran-ajaran bagaimana seorang harus bertindak pada kehidupan ini supaya menjadi orang yg baik, sedangkan etika berbicara tentang mengapa kita wajib mengikuti ajaran moral eksklusif atau bagaimana seseorang dapat merogoh sikap yg bertanggungjawab menggunakan pelbagai ajaran moral atau akhlaq. Namun secara fungsional ke 2 istilah ini tidak dapat dipisahkan, lantaran saat seseorang berperilaku baik maka dengan mengetahui sebab, mengapa wajib berbuat demikian, akan membuahkan lebih mantap dalam bertindak, demikian juga sebaliknya saat meninggalkan perbuatan tidak baik.

2. Kedudukan Akhlaq dalam Islam
Ajaran akhlaq pada Islam sesungguhnya bukanlah ajaran normatif terkait perilaku seseorang. Berdasar ciri-ciri pada atas sesungguhnya tergambar bahwa akhlaq sesungguhnya bersifat dinamis, sesuai situasi dan syarat kehidupan manusia. Artinya, akhlaq, baik atau tidak baik, bisa hadir pada diri seorang apabila dibiasakan dan dilakukan terus menerus. Akhlaq yang baik sesungguhnya kebutuhan setiap insan dimana dan kapan pun berada. Demikian kebalikannya, akhlaq yang jelek adalah sesuatu yg selalu dihindari sang siapapun.

Islam menegaskan bahwa akhlaq merupakan bagian tidak terpisahkan dari keimanan seseorang muslim. Kesempurnaan iman seseorang muslim sangat tergantung menurut keluhuran akhlaq yang dimilikinya. Kehadiran Islam sendiri dinyatakan Nabi Muhammad sesungguhnya berfungsi untuk memperbaiki kualitas akhlaq insan. Banyak hadits yang menerangkan bahwa keluhuran akhlaq adalah indicator berdasarkan keimanan seorang muslim, bahkan secara tegas Allah nyatakan bahwa kemuliaan seorang hamba pada hadapan-Nya bukanlah berdasarkan dalam kualitas keturunan atau nasab namun berdasar kepada kualitas taqwa sebagai zenit kualitas akhlaq seseorang hamba (Q.S. Al-Hujurat: 13). Akhlaq yang baik (akhlaqul karimah) adalah pola perilaku yg dilandaskan dalam dan adalah manifestasi nilai-nilai iman, Islam, dan ihsan (berbuat baik). Ihsan merupakan perbuatan baik yg nampak dalam jiwa dan perilaku yg sinkron dan dilandasi oleh aqidah serta aturan Islam. Ihsan atau berbuat baik merupakan pranata nilai yg memilih atribut kualitatif eksklusif seorang. Orang yang telah mencapai derajat ihsan, maka ia telah mempunyai akhlaqul karimah (akhlaq yang baik).

Perilaku ihsan ini nir hanya dibatasi kepada sesama insan, namun pula pada semua makhluk. Sebagai khalifah, insan nir hanya dimandatkan buat beribadah pada Allah, melainkan pula diperintahkan buat bisa mengelola dan memakmurkan alam dan lingkungannya. Manusia yg telah mencapai derajat ihsan akan memelihara diri menurut berbagai perbuatan yang bisa merusak lingkungan. Hal ini karena perilaku dan konduite merusak lingkungan adalah perbuatan yang nir disukai Tuhan, dan manusia ihsan sesungguhnya manusia yg telah mampu menghadirkan serta mempresentasikan nilai-nilai Tuhan pada diri dan perilakunya sehari-hari.

Akhlaq merupakan landasan krusial dalam membangun peradaban insan. Ahmad Syauqi Beik, keliru seseorang penyair klasik menyatakan bahwa keberadaan warga itu dipengaruhi sang tetapnya akhlaq anggota masyarakatnya, jika warga itu telah kehilangan akhlaq (sudah rusak akhlaqnya) maka runtuh juga prestise rakyat itu.

Mengelola lingkungan menggunakan baik sesungguhnya bagian dari membentuk peradaban insan, sehingga bila setiap insan dapat berperilaku baik (berakhlaq) terhadap lingkungannya, maka dia turut aktif dalam membangun peradaban yang baik. Namun bila manusia tidak berperilaku baik (nir berakhlaq) terhadap lingkungannya, maka beliau meruntuhkan peradaban manusia itu sendiri.

Urgensi Akhlaq Lingkungan
Kata “lingkungan” (environment) dari berdasarkan bahasa Perancis: environner yang berarti: to encircle atau surround, yg dapat dimaknai : 1) lingkungan atau syarat yg mengelilingi atau melingkupi suatu organisme atau sekelompok organisme, dua) syarat sosial serta kultural yg berpengaruh terhadap individu atau komunitas. Karena manusia menghuni lingkungan alami maupun buatan atau dunia teknologi, sosial serta kultural, maka keduanya sama-sama pentingnya bagi lingkungan kehidupan (insan dan makhluk hayati yang lain).

Lingkungan selanjutnya terbentuk pada sebuah sistem yang adalah suatu jaringan saling ketergantungan antar komponen serta proses, dimana tenaga serta materi mengalir berdasarkan satu komponen ke komponen sistem lainnya. Sistem lingkungan atau yang seringkali diklaim ekosistem adalah model bagaimana sebuah sistem berjalan. Ekosistem adalah suatu adonan atau grup hewan, flora serta lingkungan alamnya, dimana pada dalamnya masih ada genre atau gerakan atau transfer materi, energi dan kabar melalui komponen-komponennya. 

Ekosistem bisa jua dimaknai sebagai suatu situasi atau kondisi lingkungan dimana terjadi interaksi antara organisme (tumbuhan serta hewan termasuk manusia) menggunakan lingkungan hidupnya. Sebagai sebuah sistem, lingkungan harus tetap terjaga keteraturannya sebagai akibatnya sistem itu bisa berjalan dengan teratur dan memberikan kemanfaatan bagi semua anggota ekosistem. Manusia sebagai makhluk yg paripurna, yang telah diberikan jujur buat menjadi khalifah mempunyai peran krusial dalam membangun dan menjaga keteraturan lingkungan serta system lingkungan ini. Untuk itulah insan dituntut untuk dapat mengembangkan akhlaq (perilaku yg baik) terhadap lingkungan.

Berbagai kerusakan lingkungan yg terjadinya dewasa ini sesungguhnya berakar menurut perilaku yang salah dari manusia pada menyikapi serta mengelola lingkungan serta sumber dayanya. Kerusakan alam serta lingkungan jua berdampak bagi lahirnya peradaban manusia yang rendah, dimana menempatkan alam dan lingkungan menjadi subordinat dari insan. Akhlaq lingkungan mengajarkan kepada insan untuk memiliki konduite yang baik dan menciptakan peradaban insan yg lebih baik, yg menempatkan alam serta lingkungan sebagai mitra beserta pada menjalankan tugas sebagai hamba serta khalifah Allah di muka bumi.

Akhlaq lingkungan jua berfungsi menjadi panduan bagi umat insan pada membuatkan hubungannya dengan alam. Seseorang yang memiliki akhlaq lingkungan akan terdorong buat membuahkan alam sebagai mitra dan sekaligus wahana dalam memenuhi fungsi dan kewajibannya menjadi seorang manusia, baik sebagai hamba pada Tuhan juga menjadi anggota rakyat menjadi sesama manusia, serta kepada semua makhluk sebagai khalifatullah fil ardl. Seseorang yang mempunyai akhlaq lingkungan tidak akan mengakibatkan alam dan lingkungan sebagai bagian subsistem kehidupannya sebagai akibatnya dengan seenaknya dieksplorasi, tetapi ditinjau sebagai makhluk yang memiliki kedudukan sama dihadapan Tuhan sehingga keberadaannya permanen dikelola dan dilestarikan. 

Metode Penumbuhan Akhlaq Lingkungan
Untuk menumbuhkan akhlaq lingkungan maka dibutuhkan metode tertentu sebagai cara buat tahu, menggali, menyebarkan akhlaq lingkungan, atau bisa dipahami menjadi jalan untuk menanamkan pemahaman akhlaq lingkungan pada seorang sebagai akibatnya dapat menjadi eksklusif yg memiliki perilaku ramah serta peduli terhadap lingkungan. Pelaksanaan metode ini didasarkan pada prinsip bahwa pedagogi akhlaq lingkungan disampaikan pada suasana menyenangkan, menggembirakan, penuh dorongan, serta motivasi. Pilihan metode didasarkan pada pandangan serta persepsi dalam menghadapi insan sesuai dengan unsur penciptaannya, yaitu jasmani, logika, serta jiwa, guna mengarahkannya menjadi eksklusif yang paripurna.

Metode penumbuhan akhlaq lingkungan ini dapat dilakukan dengan tahapan menjadi berikut:
a. Mengajarkan.
Penumbuhan akhlaq lingkungan mengandaikan pengetahuan teoritis mengenai konsep-konsep nilai terkait perilaku ramah lingkungan serta pengelolaan lingkungan. Seseorang buat bisa mempunyai kesadaran serta melakukan konduite ramah lingkungan terlebih dahulu harus mengetahui nilai-nilai krusial lingkungan bagi kehidupan dan bagaimana melakukan pengelolaannya. Hal ini berdasarkan pada pemahaman bahwa konduite manusia dalam dasarnya poly dituntun sang pengertian dan pemahaman terhadap nilai dari perilaku yang dilakukannya.

Proses pedagogi mengenai lingkungan ini mampu dilakukan secara eksklusif, baik melalui hadiah liputan dengan pembelajaran juga penugasan melalui pembacaan terhadap banyak sekali surat keterangan. Bahkan pedagogi ini bisa dilakukan menggunakan melihat secara eksklusif ayat-ayat kauniyah (fenomena alam) yang ada pada kurang lebih kehidupan kita.

b. Keteladanan.
Keteladanan dalam pendidikan merupakan metode ifluentif yg paling meyakinkan keberhasilan pada mempersiapkan dan menciptakan anak pada moral, spiritual dan moral. Dalam konteks penumbuhan akhlaq lingkungan metode ini sangat krusial lantaran akhlaq merupakan kawasan afektif yg terwujud dalam bentuk tingkah laku (behavioral). Metode ini didasari dalam pemahaman bahwa tingkah laris anak belia dimulai menggunakan imitatio, meniru serta ini berlaku sejak masih kecil. Apa yg dikatakan orang yg lebih tua akan terekam dan dimunculkan kembali oleh anak. Anak belajar melakukan sesuatu menurut sekitarnya, khususnya yang terdekat serta memiliki intensitas rasional tinggi.

Dalam konteks penumbuhan akhlaq lingkungan keteladanan ini mempunyai efek yang sangat kuat. Bagaimana mungkin orang lain akan dapat menumbuhkan akhlaq lingkungan pada dirinya kalau orang yg mengajarkan tidak pernah bersikap dan berperilaku yg diajarkan. Pentingnya keteladanan ini sinkron dengan adagium bahwa satu keteladanan lebih berharga dibanding menggunakan seribu nasehat.

c. Pembiasaan.
Unsur penting bagi penumbuhan akhlaq merupakan bukti dilaksanakannya nilai-nilai normatif akhlaq itu sendiri. Penumbuhan akhlaq akan bisa terealisasi bila dilakukan menggunakan pembiasaan yg terus menerus sebagai akibatnya menjadi norma yang inheren dalam eksklusif seseorang. Proses pembiasaan ini dapat dilakukan secara sedikit demi sedikit serta pada mulai dari hal yg ringan atau mudah. Untuk ini diperlukan suasana atau loka yang mendukung bagi terciptanya proses pembiasaan. Penyediaan fasilitas, penempelan papan petunjuk, himbauan, embargo, brosur, serta lain sebagainya dapat dilakukan sebagai upaya menumbuhkan kesadaran kolektif untuk secara bersama membiasakan konduite ramah lingkungan.

d. Refleksi.
Akhlaq lingkungan yg akan dibentuk oleh penumbuhan melalui banyak sekali macam program serta kebijakan senantiasa perlu dinilai serta direfleksikan secara berkesinambungan serta kritis. Tanpa ada usaha buat melihat pulang sejauh mana proses penumbuhan akhlaq lingkungan ini direfleksi, dinilai, nir akan pernah terdapat kemajuan. Refleksi merupakan kemampuan sadar khas manusiawi. Berdasar kemampuan sadar ini, insan bisa mengatasi diri dan menaikkan kualitas hidupnya dengan lebih baik. Segala tindakan dan pembiasaan pada menumbuhkan akhlaq lingkungan yang telah dilaksanakan, perlulah dilakukan refleksi untuk melihat sejauh mana famili, grup rakyat atau pihak yang melakukannya telah berhasil atau gagal pada menumbuhkan akhlaq lingkungan.

Proses refleksi ini bisa dilakukan dengan cara mengajak memikirkan pulang apa yg dirasakan, manfaat yang diterima serta pesan tersirat apa yg diterima mengenai konduite yg telah dilakukan dan dibiasakan dalam kaitannya dengan pengelolaan lingkungan. Semisal apa yg kiranya manfaat dan hikmah yang dirasakan dan diterima ketika seorang itu konsisten menjaga kebersihan, mengelola sampah dengan sahih sinkron proporsinya. Keempat metode di atas adalah panduan dan patokan pada menghayati dan mencoba menghidupkan akhlaq lingkungan. Keempatnya sanggup dikatakan sebagai bundar bergerak maju dialektis yang senantiasa berputar semakin maju. Hal ini lantaran penumbuhan akhlaq lingkungan sebagai upaya terus menerus buat membentuk budaya serta norma setiap individu anggota warga pada kehidupannya yang sadar, peduli serta ramah terhadap lingkungan. 

PENDIDIKAN KARAKTER APA MENGAPA DAN BAGAIMANA IMPLEMENTASINYA DI SATUAN PENDIDIKAN

Pendidikan Karakter : Apa, Mengapa, dan Bagaimana Implementasinya di Satuan Pendidikan 
Pendidikan sesungguhnya adalah transformasi budaya, sehingga problem budaya dan karakter bangsa yang kurang baik akan menjadi sorotan tajam warga terhadap pelaksanaan pendidikan di setiap satuan pendidikan. Sorotan itu mengenai aneka macam aspek kehidupan, tertuang dalam aneka macam goresan pena di media cetak, wawancara, dialog, dan gelar wicara pada media elektronika. Selain pada media masa, para pemuka rakyat, para pakar, dan para pengamat pendidikan, serta pengamat sosial berbicara tentang masalah budaya dan karakter bangsa pada banyak sekali lembaga seminar, baik pada taraf lokal, nasional, juga internasional. Persoalan yang timbul pada rakyat misalnya korupsi, kekerasan, kejahatan seksual, perusakan, perkelahian massa, kehidupan ekonomi yg konsumtif, kehidupn politik yg nir produktif, dan sebagainya menjadi topik pembahasan hangat di media massa, seminar, dan di aneka macam kesempatan. Berbagai alternatif penyelesaian diajukan misalnya peraturan, undang-undang, peningkatan upaya pelaksanaan serta penerapan hukum yg lebih bertenaga. 

Alternatif lain yang poly dikemukakan buat mengatasi, paling nir mengurangi, masalah budaya serta karakter bangsa yang dibicarakan itu merupakan pendidikan. Pendidikan dianggap menjadi alternatif yang bersifat preventif karena pendidikan membangun generasi baru bangsa yg lebih baik. Sebagai cara lain yang bersifat preventif, pendidikan diharapkan bisa mengembangkan kualitas generasi muda bangsa pada aneka macam aspek yang bisa memperkecil serta mengurangi penyebab berbagai kasus budaya dan karakter bangsa, mengapa tidak lantaran pendidikan sesungguhnya merupakan transformasi budaya. Memang diakui bahwa hasil menurut pendidikan akan terlihat dampaknya pada ketika yg nir segera, tetapi memiliki daya tahan dan dampak yang bertenaga di masyarakat dalam saat yang relatif usang sehingga menciptakan pendidikan sesungguhnya investasi jangka panjang.

Kurikulum adalah jantungnya pendidikan (curriculum is the heart of education). Oleh karena itu, sudah seharusnya kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), saat ini, menaruh perhatian yang lebih besar pada pendidikan budaya serta karakter bangsa dibandingkan kurikulum masa sebelumnya, bepergian kurikulum pada Indonesia menurut tahun 1947 sampai dengan tahun 2004 (sebelum KTSP) adalah:

(1) pada tahun 1947 
• Perubahan terali pendidikan dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional 
• Asas Pendidikan ditetapkan: Panca Sila 
• Baru dilaksanakan pada sekolah-sekolah tahun 1950
• Memuat 2 hal pokok: 
1. Daftar mata pelajaran; 
2. Garis-garis pedagogi 
• Mengurangi pendidikan pikiran, mengutamakan pendidikan watak, pencerahan bernegara serta bermasyarakat, mteri pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian thd kesenian serta pendidikan jasmani.

(2) Tahun 1952 : 
• Lebih merinci setiap mata pelajaran 
• Silabus lebih kentara, satu guru mengajar satu mapel 

(3) Tahun 1954 (kurikulum gaya usang):
• Tujuan Pembelajaran tidak dinyatakan secara jelas 

(4) Tahun 1962 (kurikulum gaya baru 
• Mempercepat pembangunan nasional 
• Membangun interaksi dengan bangsa-bangsa lain
• Menjalankan kebijakan luar negeri negara 

(5) Tahun 1964 
• Fokus dalam pengembangan daya, cipta, rasa, karsa, serta moral (pancawardhana)
• Mata pelajaran dikelompokkan menjadi 5 gerombolan bidang studi: 
1. Moral; 
2. Kecerdasan; 
3. Emosional/artistik; 
4. Keprigelan (ketrampilan); 
5. Jasmaniah 
• Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan aktivitas fungsional praktis 

(6) Tahun 1968 
• Merupakan revisi Kurikulum 1964, yang dicitrakan sebgai produk orde usang 
• Tujuan: membentuk insan Panca Sila seutuhnya. 
• Menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: grup training Panca Sila, Pengetahuan Dasar, dan Kecakapan Khusus 
• Jumlah mata pelajaran : 9. 
• Muatan materi bersifat teoritis, tdk mengaitkan dengan perseteruan faktual di lapangan 
• Titik berat: materi apa saja yg sempurna diberikan pada anak didik di tiap jenjang pendidikan

(7) Tahun 1975 
• Menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif 
• Dipengaruhi sang konsep di bidang manajemen, yaitu MBO (Management by Objective)
• Metode, materi, dan tujuan pedagogi dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI)
• Lahir istilah Satpel (Satuan pelajaran), yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan 
• Setiap satpel dirinci lagi: Tujuan Instruksional Umum, Tujuan Instruksional Khusus, Materi Pelajaran, Alat pelajaran, Kegiatan Belajar-Mengajar, serta Evaluasi 
• Banyak dikritik lantaran pengajar poly dibentuk sibuk menulis rincian berdasarkan setiap aktivitas pembelajaran 

(8) Tahun 1984 
• Mengusung process skill approach (pendekatan ketrampilan proses), dg permanen menganggap krusial faktor tujuan 
• Sering jua diklaim ‘Kurikulum 1975 yg disempurnakan’
• Siswa diposisikan menjadi subyek belajar (mengamati, mengelompokkan, mendiskusikan, sampai melaporkan). 
• Model pembelajaran ini diklaim CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), atau SAL (Student Active Learning). 
• Tokoh penting dibalik lahirnya Kur. 1984 merupakan Prof. Conny R. Semiawan (Kepala Puskur1980-1986), pula Rektor IKIP Jakarta (1984-1992).
• Konsep CBSA yang indah secara teori dan indah hasilnya ketika di sekolah-sekolah yang dujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi ketika dilaksanakan secara nasional.
• Yang menonjol hanyalah kegaduhan saat diskusi, dan di sana-sini ada tempelan gambar-gambar , pengajar tidak lagi mengajar contoh ceramah. 
• Banyak bermunculan penolakan thd CBSA

(9) Tahun 1994 Suplemen tqhun 1999 
• Merupakan upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya (Kur. 1975 & Kur. 1984), yaitu pendekatan tujuan dan proses.
• Banyak mendapatkan kritik lantaran beban belajar anak didik terlalu berat, dari muatan nasional hingga muatan lokal. 
• Berbagai kepentingan grup-kelompok masyarakat mendesakkan agar info-berita tertentu masuk dalam kurikulum. 
• Menjelma menjadi kurikulum super padat 
• Diterbitkan Suplemen Kurikulum 1999, berisi pengaturan pada materi yg di Kur. 1994 diserahkan pengurutannya kepada para guru

(10) Tahun 2004 
• Juga dikenal menggunakan KBK (kurikulum Berbasis Kompetensi).
• Setiap pelajaran diurai berdasar kompetensi apa yang mesti dicapai. 
• Muncul kerancuan apabila dikaitkan dengan indera ukur kompetensi anak didik, yaitu ujian!, baik yang berupa ujian nasional maupun ujian akhir sekolah menggunakan soal pilihan ganda. 
• Mestinya lebih poly pada praktek serta soal uraian terbuka buat mengukur tingkat kompetensi anak didik.
• Banyak pengajar juga belum memahami esensi menurut KBK
• Sampai akhirnya diganti, Kurikulum 2004 masih dalam tingkat uji coba 

(11)KTSP 
• Ditinjau dari segi isi dan proses pencapaian taget kompetensi pelajaran oleh anak didik dan teknis penilaiannya tidaklah (banyak) berbeda dengan Kurikulum 2004. 
• Perbedaan dengan Kurikulum 2004 yang paling tampak adalah bahwa guru lebih diberikan kebebasan utk merencanakan pembelajaran sinkron dg kondisi murid dan syarat sekolah berada. 
• Pemerintah- dalam hal ini Depdiknas, hanya tetapkan kerangka dasar, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Kompetensi & Kompetensi Dasar tiap mata pelajaran. 
• Selebihnya, (indikator, materi, juga penilaiannya) diserahkan pada para guru & satuan pendidikan pada bawah koordinasi serta pengawasan pemerintah kab./kota. 

Uraian di atas menampakan bahwa penyusunan KTSP sebagai landasan pengelolaan pembelajaran pada satuan pendidikan yg bisa merespon pendidikan sebagai transformasi budaya yang pada akhirnya membuat luaran pendidikan yang beriptek dan berimtaq dapat tewujud dengan cataan asal daya manusia pengelolah satuan pendidikan mempunyai kualitas yg memadai.

Pengawas sekolah yang merupakan Jabatan fungsional Pengawas Sekolah adalah jabatan fungsional yang mempunyai ruang lingkup tugas, tanggung jawab serta kewenangan buat melaksanakan aktivitas pengawasan akademik dan manajerial dalam satuan pendidikan (Permenpan serta RB no. 21 Th 2010). Oleh sebab itu maka pengawas sekolah memegang kiprah yg stragis untuk membantu satuan pendidikan pada pengelolaan buat mewujudkan luaran satuan pendidikan yg berkarakter. Olehyang itu bagaimana implementasi pendidikan karatek bangsa kedalam KTSP 

Pengertian Pendidikan Budaya serta Karakter Bangsa
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) merumuskan fungsi serta tujuan pendidikan nasional yang harus dipakai dalam mengembangkan upaya pendidikan pada Indonesia. Pasal 3 UU Sisdiknas mengungkapkan, “Pendidikan nasional berfungsi berbagi serta membentuk tabiat dan peradaban bangsa yg bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik supaya menjadi manusia yang beriman serta bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, berdikari, dan sebagai rakyat negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Tujuan pendidikan nasional itu adalah rumusan tentang kualitas insan Indonesia yg wajib dikembangkan sang setiap satuan pendidikan. Oleh karena itu, rumusan tujuan pendidikan nasional menjadi dasar dalam pengembangan pendidikan budaya serta karakter bangsa.

Untuk mendapatkan wawasan tentang arti pendidikan budaya dan karakter bangsa perlu dikemukakan pengertian kata budaya, karakter bangsa, serta pendidikan. Pengertian yg dikemukakan pada sini dikemukakan secara teknis serta digunakan dalam membuatkan panduan ini. Pengajar-guru Antropologi, Pendidikan Kewarganegaraan, dan mata pelajaran lain, yang kata-istilah itu sebagai pokok bahasan dalam mata pelajaran terkait, permanen mempunyai kebebasan sepenuhnya membahas serta berargumentasi mengenai kata-istilah tadi secara akademik.

Budaya diartikan sebagai keseluruhan sistem berpikir, nilai, moral, kebiasaan, dan keyakinan (belief) insan yang didapatkan rakyat. Sistem berpikir, nilai, moral, kebiasaan, serta keyakinan itu merupakan hasil berdasarkan hubungan manusia menggunakan sesamanya dan lingkungan alamnya. Sistem berpikir, nilai, moral, norma dan keyakinan itu digunakan pada kehidupan manusia dan membuat sistem sosial, sistem ekonomi, sistem kepercayaan , sistem pengetahuan, teknologi, seni, dan sebagainya. Manusia menjadi makhluk sosial sebagai produsen sistem berpikir, nilai, moral, kebiasaan, serta keyakinan; akan namun juga pada hubungan dengan sesama insan serta alam kehidupan, manusia diatur sang sistem berpikir, nilai, moral, kebiasaan, dan keyakinan yg sudah dihasilkannya. Ketika kehidupan manusia terus berkembang, maka yg berkembang sesungguhnya merupakan sistem sosial, sistem ekonomi, sistem agama, ilmu, teknologi, dan seni. Pendidikan adalah upaya bersiklus dalam mengembangkan potensi siswa, sebagai akibatnya mereka memiliki sistem berpikir, nilai, moral, dan keyakinan yg diwariskan masyarakatnya dan menyebarkan warisan tersebut ke arah yg sesuai buat kehidupan masa kini dan masa mendatang.

Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi aneka macam kebajikan (virtues) yang diyakini dan dipakai sebagai landasan buat cara pandang, berpikir, bersikap, serta bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, serta kebiasaan, seperti amanah, berani bertindak, dapat dipercaya, serta hormat pada orang lain. Interaksi seseorang menggunakan orang lain menumbuhkan karakter rakyat dan karakter bangsa. Oleh karenanya, pengembangan karakter bangsa hanya dapat dilakukan melalui pengembangan karakter individu seseorang. Akan tetapi, karena manusia hayati pada ligkungan sosial dan budaya tertentu, maka pengembangan karakter individu seseorang hanya bisa dilakukan dalam lingkungan sosial serta budaya yg berangkutan. Artinya, pengembangan budaya dan karakter bangsa hanya bisa dilakukan pada suatu proses pendidikan yang tidak melepaskan peserta didik dari lingkungan sosial,budaya masyarakat, serta budaya bangsa. Lingkungan sosial dan budaya bangsa merupakan Pancasila; jadi pendidikan budaya serta karakter bangsa haruslah menurut nilai-nilai Pancasila. Dengan kata lain, mendidik budaya serta karakter bangsa merupakan berbagi nilai-nilai Pancasila pada diri siswa melalui pendidikan hati, otak, serta fisik. 

Pendidikan merupakan suatu bisnis yang sadar serta sistematis dalam membuatkan potensi peserta didik. Pendidikan adalah juga suatu bisnis warga serta bangsa dalam mempersiapkan generasi mudanya bagi keberlangsungan kehidupan rakyat serta bangsa yang lebih baik pada masa depan. Keberlangsungan itu ditandai oleh pewarisan budaya serta karakter yang telah dimiliki masyarakat serta bangsa. Oleh karenanya, pendidikan adalah proses pewarisan budaya dan karakter bangsa bagi generasi muda serta juga proses pengembangan budaya serta karakter bangsa buat peningkatan kualitas kehidupan warga dan bangsa di masa mendatang. Dalam proses pendidikan budaya dan karakter bangsa, secara aktif siswa membuatkan potensi dirinya, melakukan proses internalisasi, serta penghayatan nilai-nilai menjadi kepribadian mereka pada bergaul pada masyarakat, mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera, dan membuatkan kehidupan bangsa yang bermartabat. 

Atas dasar pemikiran itu, pengembangan pendidikan budaya dan karakter sangat strategis bagi keberlangsungan dan keunggulan bangsa pada masa mendatang. Pengembangan itu harus dilakukan melalui perencanaan yang baik, pendekatan yg sesuai, serta metode belajar dan pembelajaran yang efektif. Sesuai dengan sifat suatu nilai, pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah bisnis beserta sekolah; oleh karena itu harus dilakukan secara bersama oleh seluruh guru dan pemimpin sekolah, melalui seluruh mata pelajaran, dan sebagai bagian yang tidak terpisahkan berdasarkan budaya sekolah.

Landasan Pedagogis Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Pendidikan adalah suatu upaya sadar buat membuatkan potensi peserta didik secara optimal. Usaha sadar itu tidak boleh dilepaskan berdasarkan lingkungan siswa berada, terutama dari lingkungan budayanya, lantaran peserta didik hidup tidak terpishkan dalam lingkungannya dan bertindak sinkron menggunakan kaidah-kaidah budayanya. Pendidikan yg nir dilandasi oleh prinsip itu akan mengakibatkan siswa tercerabut berdasarkan akar budayanya. Ketika hal ini terjadi, maka mereka nir akan mengenal budayanya dengan baik sehingga beliau menjadi orang “asing” dalam lingkungan budayanya. Selain sebagai orang asing, yg lebih mengkhawatirkan merupakan dia sebagai orang yang nir menyukai budayanya.

Budaya, yg mengakibatkan peserta didik tumbuh serta berkembang, dimulai berdasarkan budaya pada lingkungan terdekat (kampung, RT, RW, desa) berkembang ke lingkungan yg lebih luas yaitu budaya nasional bangsa dan budaya universal yg dianut sang ummat manusia. Jika peserta didik menjadi asing berdasarkan budaya terdekat maka beliau nir mengenal menggunakan baik budaya bangsa serta dia nir mengenal dirinya menjadi anggota budaya bangsa. Dalam situasi demikian, dia sangat rentan terhadap impak budaya luar serta bahkan cenderung buat mendapat budaya luar tanpa proses pertimbangan (valueing). Kecenderungan itu terjadi karena beliau nir memiliki kebiasaan serta nilai budaya nasionalnya yang dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan pertimbangan (valueing). 

Semakin kuat seorang mempunyai dasar pertimbangan, semakin kuat juga kecenderungan untuk tumbuh dan berkembang menjadi masyarakat negara yg baik. Pada titik kulminasinya, kebiasaan dan nilai budaya secara kolektif pada taraf makro akan menjadi norma dan nilai budaya bangsa. Dengan demikian, peserta didik akan menjadi masyarakat negara Indonesia yang memiliki wawasan, cara berpikir, cara bertindak, serta cara menuntaskan perkara sinkron dengan kebiasaan serta nilai ciri ke-Indonesiaannya. Hal ini sesuai menggunakan fungsi utama pendidikan yg diamanatkan dalam UU Sisdiknas, “mengembangkan kemampuan dan menciptakan watak serta peradaban bangsa yg bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”. Oleh karena itu, aturan dasar yg mengatur pendidikan nasional (Undang-Undang Dasar 1945 serta UU Sisdiknas) telah memberikan landasan yg kokoh buat berbagi keseluruhan potensi diri seorang sebagai anggota rakyat serta bangsa.

Pendidikan merupakan suatu proses enkulturasi, berfungsi mewariskan nilai-nilai dan prestasi masa lalu ke generasi mendatang. Nilai-nilai serta prestasi itu merupakan pujian bangsa serta berakibat bangsa itu dikenal oleh bangsa-bangsa lain. Selain mewariskan, pendidikan juga mempunyai fungsi untuk menyebarkan nilai-nilai budaya dan prestasi masa lalu itu sebagai nilai-nilai budaya bangsa yg sesuai dengan kehidupan masa kini dan masa yg akan datang, serta berbagi prestasi baru yang sebagai karakter baru bangsa. Oleh karena itu, pendidikan budaya serta karakter bangsa adalah inti menurut suatu proses pendidikan. 

Proses pengembangan nilai-nilai yang sebagai landasan dari karakter itu menghendaki suatu proses yang berkelanjutan yg terintegrasi disetiap mata pelajaran yg ada pada satuan pendidikan sehingga wajib ditegaskan implentasinya pada kurikulum taraf satuan pendidikan yg selanjutnya dituangkan dalam silabus serta rencana palaksanaan pembelajaran disetiap mata pelajaran. Pendidikan budaya serta karakter bangsa dilakukan melalui pendidikan nilai-nilai atau kebajikan yang sebagai nilai dasar budaya serta karakter bangsa. Kebajikan yg sebagai atribut suatu karakter dalam dasarnya adalah nilai. Oleh karena itu pendidikan budaya dan karakter bangsa pada dasarnya adalah pengembangan nilai-nilai yg asal menurut etos atau ideologi bangsa Indonesia, agama, budaya, serta nilai-nilai yg terumuskan dalam tujuan pendidikan nasional. 

Fungsi Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Fungsi pendidikan budaya serta karakter bangsa adalah:
1. Pengembangan: pengembangan potensi peserta didik buat menjadi pribadi berperilaku baik; ini bagi siswa yg telah memiliki perilaku dan perilaku yang mencerminkan budaya serta karakter bangsa; 
2. Pemugaran: memperkuat peran pendidikan nasional buat bertanggung jawab dalam pengembangan potensi peserta didik yang lebih bermartabat; dan
3. Penyaring: buat menyaring budaya bangsa sendiri serta budaya bangsa lain yg tidak sesuai menggunakan nilai-nilai budaya serta karakter bangsa yg bermartabat.

Tujuan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Tujuan pendidikan budaya serta karakter bangsa adalah:
1. Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai insan dan warganegara yg memiliki nilai-nilai budaya serta karakter bangsa;
2. Menyebarkan norma dan konduite peserta didik yang terpuji dan sejalan menggunakan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius; 
3. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa;
4. Berbagi kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan; dan
5. Berbagi lingkungan kehidupan sekolah menjadi lingkungan belajar yg aman, amanah, penuh kreativitas serta persahabatan, dan menggunakan rasa kebangsaan yg tinggi dan penuh kekuatan (dignity).

Nilai-nilai dalam Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Nilai-nilai yang dikembangkan pada pendidikan budaya dan karakter bangsa diidentifikasi dari sumber-sumber berikut adalah.
1. Agama: rakyat Indonesia adalah rakyat beragama. Oleh karenanya, kehidupan individu, warga , serta bangsa selalu didasari pada ajaran kepercayaan serta kepercayaannya. Secara politis, kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yg asal menurut agama. Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai pendidikan budaya serta karakter bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yg berasal berdasarkan agama.

2. Pancasila: negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan serta kenegaraan yg disebut Pancasila. Pancasila masih ada dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal yg masih ada pada UUD 1945. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sebagai nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni. Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan peserta didik sebagai rakyat negara yg lebih baik, yaitu rakyat negara yang mempunyai kemampuan, kemauan, serta menerapkan nilai-nilai Pancasila pada kehidupannya sebagai rakyat negara.

3. Budaya: sebagai suatu kebenaran bahwa tidak terdapat manusia yang hidup bermasyarakat yg nir didasari oleh nilai-nilai budaya yg diakui rakyat itu. Nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar pada anugerah makna terhadap suatu konsep dan arti pada komunikasi antaranggota warga itu. Posisi budaya yg demikian krusial pada kehidupan rakyat mengharuskan budaya menjadi asal nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa.

4. Tujuan Pendidikan Nasional: sebagai rumusan kualitas yang wajib dimiliki setiap masyarakat negara Indonesia, dikembangkan sang aneka macam satuan pendidikan pada aneka macam jenjang serta jalur. Tujuan pendidikan nasional memuat banyak sekali nilai humanisme yang wajib dimiliki rakyat negara Indonesia. Oleh karena itu, tujuan pendidikan nasional merupakan asal yang paling operasional dalam pengembangan pendidikan budaya serta karakter bangsa. 

Berdasarkan keempat sumber nilai itu, teridentifikasi sejumlah nilai buat pendidikan budaya dan karakter bangsa sebagai ini dia. 

Tabel Nilai serta Deskripsi Nilai Pendidikan Budaya serta Karakter Bangsa
NILAI
DESKRIPSI
1. Religius
Sikap dan konduite yang patuh pada melaksanakan ajaran agama  yg dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah kepercayaan lain, serta hidup rukun menggunakan pemeluk kepercayaan lain.
2. Jujur
Perilaku yang berdasarkan pada upaya berakibat dirinya menjadi orang yang selalu bonafide dalam perkataan, tindakan, serta pekerjaan.
3. Toleransi
Sikap dan  tindakan yg menghargai disparitas agama, suku, etnis, pendapat, perilaku, serta tindakan orang lain yang tidak selaras berdasarkan dirinya.
4. Disiplin
Tindakan yg memperlihatkan perilaku tertib serta patuh pada berbagai ketentuan serta peraturan.
5. Kerja Keras
Perilaku yg memberitahuakn upaya sungguh-benar-benar pada mengatasi aneka macam hambatan belajar dan tugas, dan merampungkan tugas dengan sebaik-baiknya.
6. Kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu buat menghasilkan cara atau hasil baru berdasarkan  sesuatu yg telah dimiliki.
7. Mandiri
Sikap serta perilaku yang nir mudah tergantung dalam orang lain dalam merampungkan tugas-tugas.
8. Demokratis
Cara berfikir, bersikap, serta bertindak yg menilai sama  hak dan kewajiban dirinya serta orang lain.
9. Rasa Ingin Tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya buat mengetahui lebih mendalam dan meluas berdasarkan sesuatu yang dipelajarinya, dicermati, dan didengar.
10. Semangat Kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yg menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri serta kelompoknya.
11. Cinta Tanah Air
Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yg menerangkan kesetiaan, kepedulian, serta penghargaan  yang tinggi terhadap bahasa,  lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
12. Menghargai Prestasi
Sikap serta tindakan yg mendorong dirinya buat membuat sesuatu yang bermanfaat bagi warga , serta mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
13. Bersahabat/
       Komuniktif
Tindakan yang menunjukkan rasa bahagia berbicara, bergaul, serta bekerja sama dengan orang lain.
14. Cinta Damai
Sikap, perkataan, dan tindakan yg menyebabkan orang lain merasa bahagia dan kondusif atas kehadiran dirinya.
15.  Gemar Membaca
Kebiasaan menyediakan ketika buat membaca berbagai bacaan yg memberikan kebajikan bagi dirinya.
16. Peduli Lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan dalam lingkungan alam pada sekitarnya, dan membuatkan upaya-upaya buat memperbaiki kerusakan alam yang telah terjadi.
17. Peduli Sosial
Sikap serta tindakan yang selalu ingin memberi donasi dalam orang lain dan rakyat yang membutuhkan.
18. Tanggung-jawab
Sikap serta perilaku seorang buat melaksanakan tugas serta kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial serta budaya), negara serta Tuhan Yang Maha Esa.

Prinsip serta Pendekatan Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa 
Pada prinsipnya, pengembangan budaya serta karakter bangsa tidak dimasukkan sebagai pokok bahasan namun terintegrasi ke dalam mata pelajaran-mata pelajaran, pengembangan diri, serta budaya sekolah. Oleh karena itu, guru serta sekolah perlu mengintegrasikan nilai-nilai yg dikembangkan pada pendidikan budaya dan karakter bangsa ke pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Silabus serta Rencana Program Pembelajaran (RPP) yang sudah ada. 

Prinsip pembelajaran yang digunakan dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa mengusahakan supaya siswa mengenal serta mendapat nilai-nilai budaya serta karakter bangsa sebagai milik mereka serta bertanggung jawab atas keputusan yg diambilnya melalui tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan, memilih pendirian, dan selanjutnya menjadikan suatu nilai sesuai menggunakan keyakinan diri. Dengan prinsip ini, peserta didik belajar melalui proses berpikir, bersikap, dan berbuat. Ketiga proses ini dimaksudkan untuk menyebarkan kemampuan siswa dalam melakukan aktivitas sosial serta mendorong peserta didik buat melihat diri sendiri menjadi makhluk sosial. 

Berikut prinsip-prinsip yg dipakai dalam pengembangan pendidikan budaya serta karakter bangsa. 
1. Berkelanjutan; mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa merupakan sebuah proses panjang, dimulai dari awal siswa masuk hingga terselesaikan berdasarkan suatu satuan pendidikan. Sejatinya, proses tersebut dimulai dari kelas 1 SD atau tahun pertama serta berlangsung paling nir sampai kelas 9 atau kelas akhir SMP. Pendidikan budaya dan karakter bangsa pada SMA adalah kelanjutan dari proses yang sudah terjadi selama 9 tahun.

2. Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, serta budaya sekolah; mensyaratkan bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui setiap mata pelajaran, serta pada setiap kegiatan kurikuler serta ekstrakurikuler. Gambar 1 berikut ini menerangkan pengembangan nilai-nilai melalui jalur-jalur itu :

Gambar Pengembangan Nilai-nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa

Pengembangan nilai budaya serta karakter bangsa melalui berbagai mata pelajaran yg sudah ditetapkan dalam Standar Isi (SI), digambarkan menjadi berikut ini.

Gambar Pengembangan Nilai Budaya dan Karakter Bangsa melalui Setiap Mata Pelajaran

3. Nilai nir diajarkan akan tetapi dikembangkan; mengandung makna bahwa materi nilai budaya serta karakter bangsa bukanlah materi ajar biasa; adalah, nilai-nilai itu nir dijadikan pokok bahasan yang dikemukakan misalnya halnya ketika mengajarkan suatu konsep, teori, prosedur, ataupun kabar seperti dalam mata pelajaran agama, bahasa Indonesia, PKn, IPA, IPS, matematika, pendidikan jasmani serta kesehatan, seni, dan ketrampilan.

Materi pelajaran biasa digunakan menjadi bahan atau media untuk berbagi nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Oleh karena itu, pengajar tidak perlu mengganti pokok bahasan yg sudah ada, tetapi memakai materi utama bahasan itu buat menyebarkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Juga, guru nir wajib mengembangkan proses belajar khusus buat menyebarkan nilai. Suatu hal yg selalu wajib diingat bahwa satu aktivitas belajar dapat dipakai untuk menyebarkan kemampuan pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. 

Konsekuensi dari prinsip ini, nilai-nilai budaya serta karakter bangsa tidak ditanyakan pada ulangan ataupun ujian. Walaupun demikian, peserta didik perlu mengetahui pengertian berdasarkan suatu nilai yang sedang mereka tumbuhkan dalam diri mereka. Mereka tidak boleh berada dalam posisi nir tahu dan nir paham makna nilai itu.

4. Proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan; prinsip ini menyatakan bahwa proses pendidikan nilai budaya serta karakter bangsa dilakukan oleh peserta didik bukan sang guru. Pengajar menerapkan prinsip ”tut wuri handayani” dalam setiap konduite yg ditunjukkan siswa. Prinsip ini juga menyatakan bahwa proses pendidikan dilakukan pada suasana belajar yang menimbulkan rasa bahagia serta tidak indoktrinatif.

Diawali menggunakan perkenalan terhadap pengertian nilai yg dikembangkan maka pengajar menuntun peserta didik agar secara aktif. Hal ini dilakukan tanpa pengajar berkata kepada siswa bahwa mereka harus aktif, tapi pengajar merencanakan aktivitas belajar yang mengakibatkan siswa aktif merumuskan pertanyaan, mencari asal kabar, dan mengumpulkan kabar dari sumber, memasak kabar yg telah dimiliki, merekonstruksi data, fakta, atau nilai, menyajikan output rekonstruksi atau proses pengembangan nilai, menumbuhkan nilai-nilai budaya dan karakter dalam diri mereka melalui aneka macam kegiatan belajar yang terjadi di kelas, sekolah, serta tugas-tugas pada luar sekolah.

Perencanaan Pengembangan Pendidikan Budaya serta Karakter Bangsa
Perencanaan serta aplikasi pendidikan budaya serta karakter bangsa dilakukan sang kepala sekolah, pengajar, tenaga kependidikan (konselor) secara beserta-sama menjadi suatu komunitas pendidik dan diterapkan ke dalam kurikulum melalui hal-hal ini dia.

1. Program Pengembangan Diri
Dalam acara pengembngan diri, perencanaan dan aplikasi pendidikan budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui pengintegrasian ke pada kegiatan sehari-hari sekolah yaitu melalui hal-hal berikut.

a. Kegiatan rutin sekolah
Kegiatan rutin adalah kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus serta konsisten setiap waktu. Contoh kegiatan ini adalah upacara dalam hari akbar kenegaraan, pemeriksaan kebersihan badan (kuku, telinga, rambut, dan lain-lain) setiap hari Senin, beribadah beserta atau shalat beserta setiap dhuhur (bagi yang beragama Islam), berdoa ketika mulai serta terselesaikan pelajaran, mengucap salam bila bertemu pengajar, energi kependidikan, atau teman.

b. Kegiatan spontan
Kegiatan spontan yaitu kegiatan yg dilakukan secara impulsif pada ketika itu juga. Kegiatan ini dilakukan umumnya pada waktu pengajar serta tenaga kependidikan yg lain mengetahui adanya perbuatan yang kurang baik berdasarkan peserta didik yg harus dikoreksi pada saat itu jua. Apabila guru mengetahui adanya konduite serta sikap yang kurang baik maka dalam ketika itu juga guru wajib melakukan koreksi sebagai akibatnya siswa nir akan melakukan tindakan yg buruk itu. Contoh kegiatan itu: membuang sampah nir pada tempatnya, berteriak-teriak sebagai akibatnya mengganggu pihak lain, berkelahi, memalak, berlaku tidak sopan, mencuri, berpakaian tidak senonoh.

Kegiatan impulsif berlaku buat konduite dan perilaku siswa yg jelek dan yg baik sebagai akibatnya perlu dipuji, misalnya: memperoleh nilai tinggi, menolong orang lain, memperoleh prestasi dalam olah raga atau kesenian, berani menentang atau mengkoreksi konduite teman yg tidak terpuji.

c. Keteladanan
Keteladanan adalah perilaku serta perilaku guru dan energi kependidikan yang lain pada menaruh contoh terhadap tindakan-tindakan yang baik sehingga diperlukan menjadi panutan bagi peserta didik buat mencontohnya. Jika pengajar serta tenaga kependidikan yg lain menghendaki supaya siswa berperilaku dan bersikap sinkron dengan nilai-nilai budaya serta karakter bangsa maka pengajar dan tenaga kependidikan yg lain adalah orang yg pertama serta primer memberikan contoh berperilaku serta bersikap sesuai menggunakan nilai-nilai itu. Misalnya, berpakaian rapi, tiba tepat pada waktunya, bekerja keras, bertutur kata sopan, kasih sayang, perhatian terhadap siswa, jujur, menjaga kebersihan.

d. Pengkondisian
Untuk mendukung keterlaksanaan pendidikan budaya serta karakter bangsa maka sekolah wajib dikondisikan sebagai pendukung kegiatan itu. Sekolah harus mencerminkan kehidupan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang diinginkan. Misalnya, toilet yg selalu bersih, bak sampah terdapat pada banyak sekali tempat serta selalu dibersihkan, sekolah terlihat rapi serta alat belajar ditempatkan teratur.

2. Pengintegrasian pada mata pelajaran
Pengembangan nilai-nilai pendidikan budaya dan karakater bangsa diintegrasikan pada setiap pokok bahasan dari setiap mata pelajaran. Nilai-nilai tersebut dicantumkan pada silabus dan RPP. Pengembangan nilai-nilai itu dalam silabus ditempuh melalui cara-cara ini dia:
a. Menelaah Standar Komptensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) dalam Standar Isi (SI) buat memilih apakah nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yg tercantum itu telah tercakup di dalamnya;
b. Memakai tabel 1 yg memberitahuakn keterkaitan antara SK serta KD dengan nilai dan indikator buat menentukan nilai yg akan dikembangkan;
c. Mencantumkankan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dalam tabel 1 itu ke dalam silabus; 
d. Mencantumkan nilai-nilai yg telah tertera dalam silabus ke pada RPP; 
e. Mengembangkan proses pembelajaran siswa secara aktif yg memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan melakukan internalisasi nilai dan menunjukkannya pada perilaku yang sesuai; dan memberikan donasi pada peserta didik, baik yang mengalami kesulitan untuk menginternalisasi nilai juga buat menunjukkannya dalam konduite.

3. Budaya Sekolah
Budaya sekolah cakupannya sangat luas, umumnya mencakup ritual, harapan, hubungan, demografi, aktivitas kurikuler, kegiatan ekstrakurikuler, proses merogoh keputusan, kebijakan juga interaksi sosial antarkomponen di sekolah. Budaya sekolah adalah suasana kehidupan sekolah tempat siswa berinteraksi dengan sesamanya, guru menggunakan guru, konselor menggunakan sesamanya, pegawai administrasi menggunakan sesamanya, serta antaranggota grup masyarakat sekolah. Interaksi internal gerombolan dan antarkelompok terikat oleh banyak sekali aturan, norma, moral dan etika beserta yang berlaku pada suatu sekolah. Kepemimpinan, keteladanan, keramahan, toleransi, kerja keras, disiplin, kepedulian sosial, kepedulian lingkungan, rasa kebangsaan, dan tanggung jawab merupakan nilai-nilai yang dikembangkan pada budaya sekolah.

Pengembangan nilai-nilai dalam pendidikan budaya serta karakter bangsa dalam budaya sekolah meliputi kegiatan-aktivitas yang dilakukan kepala sekolah, pengajar, konselor, energi administrasi saat berkomunikasi dengan peserta didik dan menggunakan fasilitas sekolah.

Pengembangan Proses Pembelajaran
Pembelajaran pendidikan budaya serta karakter bangsa memakai pendekatan proses belajar peserta didik secara aktif dan berpusat dalam anak; dilakukan melalui aneka macam aktivitas pada kelas, sekolah, dan masyarakat.
1. Kelas, melalui proses belajar setiap mata pelajaran atau aktivitas yang didesain sedemikian rupa. Setiap aktivitas belajar menyebarkan kemampuan dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Oleh karena itu, tidak selalu diperlukan aktivitas belajar spesifik buat mengembangkan nilai-nilai dalam pendidikan budaya serta karakter bangsa. Meskipun demikian, untuk pengembangan nilai-nilai tertentu seperti kerja keras, amanah, toleransi, disiplin, mandiri, semangat kebangsaan, cinta tanah air, serta gemar membaca bisa melalui aktivitas belajar yang biasa dilakukan guru. Untuk pegembangan beberapa nilai lain seperti peduli sosial, peduli lingkungan, rasa ingin memahami, dan kreatif memerlukan upaya pengkondisian sehingga peserta didik memiliki kesempatan buat memunculkan perilaku yang menampakan nilai-nilai itu.

2. Sekolah, melalui berbagai kegiatan sekolah yg diikuti semua siswa, guru, ketua sekolah, serta energi administrasi pada sekolah itu, direncanakan semenjak awal tahun pelajaran, dimasukkan ke Kalender Akademik serta yg dilakukan sehari-hari menjadi bagian berdasarkan budaya sekolah. Contoh kegiatan yang dapat dimasukkan ke pada program sekolah merupakan lomba vocal group antarkelas tentang lagu-lagu bertema cinta tanah air, pagelaran seni, lomba pidato bertema budaya serta karakter bangsa, pagelaran bertema budaya serta karakter bangsa, lomba olah raga antarkelas, lomba kesenian antarkelas, pameran output karya peserta didik bertema budaya serta karakter bangsa, pameran foto hasil karya siswa bertema budaya serta karakter bangsa, lomba menciptakan goresan pena, lomba mengarang lagu, melakukan wawancara kepada tokoh yang berkaitan menggunakan budaya serta karakter bangsa, mengundang banyak sekali narasumber buat berdiskusi, gelar wicara, atau berceramah yang herbi budaya dan karakter bangsa.

3. Luar sekolah, melalui aktivitas ekstrakurikuler serta kegiatan lain yg diikuti sang semua atau sebagian siswa, dirancang sekolah sejak awal tahun pelajaran, dan dimasukkan ke dalam Kalender Akademik. Misalnya, kunjungan ke loka-loka yg menumbuhkan rasa cinta terhadap tanah air, menumbuhkan semangat kebangsaan, melakukan pengabdian warga buat menumbuhkan kepedulian serta kesetiakawanan sosial (membantu mereka yang tertimpa musibah banjir, memperbaiki atau membersihkan loka-tempat umum, membantu membersihkan atau mengatur barang di tempat ibadah tertentu).

Penilaian Hasil Belajar 
Penilaian pencapaian pendidikan nilai budaya serta karakter didasarkan pada indikator. Sebagai model, indikator buat nilai amanah pada suatu semester dirumuskan dengan “mengatakan menggunakan sesungguhnya perasaan dirinya mengenai apa yang ditinjau, diamati, dipelajari, atau dirasakan” maka pengajar mengamati (melalui aneka macam cara) apakah yang dikatakan seorang peserta didik itu amanah mewakili perasaan dirinya. Mungkin saja peserta didik menyatakan perasaannya itu secara ekspresi tetapi dapat juga dilakukan secara tertulis atau bahkan dengan bahasa tubuh. Perasaan yang dinyatakan itu mungkin saja mempunyai gradasi menurut perasaan yg tidak berbeda dengan perasaan generik teman sekelasnya hingga bahkan kepada yg bertentangan dengan perasaan generik teman sekelasnya.

Penilaian dilakukan secara terus menerus, setiap waktu guru berada di kelas atau di sekolah. Model anecdotal record (catatan yang dibuat pengajar saat melihat adanya konduite yang berkenaan dengan nilai yang dikembangkan) selalu bisa dipakai guru. Selain itu, pengajar bisa pula menaruh tugas yg berisikan suatu dilema atau peristiwa yg menaruh kesempatan pada peserta didik buat memperlihatkan nilai yang dimilikinya. Sebagai model, peserta didik dimintakan menyatakan sikapnya terhadap upaya menolong pemalas, memberikan donasi terhadap orang kikir, atau hal-hal lain yang bersifat bukan kontroversial hingga pada hal yang dapat mengundang permasalahan dalam dirinya.