CARA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA

Warga belajar-- sekalian, Pada goresan pena ini dia kita akan membahas tentang bagaimana pemberantasan Korupsi di Indonesia, sejarah dan peranan forum-forum yg dibuat buat menangani perkara pemberantasan korupsi ini. Hingga rakyat belajar sekalian bisa tahu dan mengerti bagaimana cara pemberantasan korupsi tersebut, sesuai menggunakan tata aturan yg berlaku di negera kita Indonesia.

Pengertian Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio menurut istilah kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) merupakan tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yg terlibat pada tindakan itu yg secara rancu serta nir legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.(Sumber:id.wikipedia.org)

Dalam UU RI No.30 Tahun 2003 tentang Komisi Pemberantasan tindak Pidana Korupsi ditegaskan bahwa  pemberantasan nir pidana korupsi adalah serangkaian tindakan buat mencegah serta memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntunan, dan inspeksi pada sidang pengadilan, dengan kiprah dan masyarakat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.   
Pemerintah negara kita sejak jaman orde lama sampai kini sudah berupaya melakukan pemberantasan korupsi menggunakan menciptakan berbagai lembaga atau komisi untuk memberantas korupsi pada Indonesia tetapi hasilnya masih belum optimal. Berbagai perkara yang melibatkan banyak sekali orang dan golongan, adalah bukti serta fenomena yg menggambarkan dengan jelas bagaimana praktik korupsi di Indonesia masih merajalela.

Nah rakyat belajar--sekalian, menurut kalian bagaimana sebaiknya cara pemberantasan korupsi itu?, berikan model keliru satu kasus pelanggaran korupsi terbesar di Indonesia!. Untuk bahan analisa dan pembanding silakan kalian baca Modul belajar Pada Materi Pemberantasan Korupsi Di Indonesia,. Yg sudah di bagikan mulai dalam page 29. 

EPISTIMOLOGI UNTUK ILMU PENDIDIKAN ISLAM

Epistimologi Untuk Ilmu Pendidikan Islam 
Dalam UU RI No. Dua Tahun 1989, mengenai Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), Bab II Pasal 4, dijelaskan bahwa: ”Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa serta mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yg beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan YME dan berbudi pekerti luhur, mempunyai pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani serta rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri dan rasa tanggung jawab kemasyarakatan serta bangsa”. Ini merupakan salah satu dasar dan tujuan menurut pendidikan nasional yg seharusnya menjadi acuan bangsa Indonesia. 

Fenomena yg kita saksikan beserta, pendidikan sampai kini masih belum memberitahuakn hasil yang diperlukan sesuai dengan landasan serta tujuan berdasarkan pendidikan itu. Membentuk manusia yg cerdas yang diimbangi dengan nilai keimanan, ketaqwaan serta berbudi pekerti luhur, belum bisa terwujud. Gejala kemerosotan nilai-nilai akhlak serta moral dikalangan rakyat sudah mulai luntur dan meresahkan. Sikap saling tolong-menolong, kejujuran, keadilan dan kasih sayang tinggal slogan belaka. 

Krisis akhlak pada elite politik terlihat menggunakan adanya penyelewengan, penindasan, saling menjegal atau adu domba, fitnah serta perbuatan maksiat lainnya. Pada lapisan rakyat, krisis akhlak pula terlihat dalam sebagian sikap mereka yg sangat mudah merampas hak orang lain, contohnya menjarah, main hakim sendiri, melanggar peraturan tanpa merasa bersalah, gampang terpancing emosi, mudah diombang-ambingkan serta perbuatan lain yg merugikan orang lain atau diri sendiri. Kemerosotan nilai-nilai moral yang tadinya hanya menerpa sebagian mini elite politik dan sebagian warga yang lebih tepatnya pada orang dewasa yg memiliki kedudukan, jabatan, profesi serta kepentingan, sekarang telah menjalar dalam masyarakat kalangan pelajar. Banyaknya keluhan orang tua, pengajar, pendidik serta orang-orang yg beranjak dalam bidang keagamaan dan pengaduan warga sosial umumnya, yg berkenaan dengan ulah sebagian pelajar yang sukar dikendalikan, nakal, sering bolos sekolah, tawuran, merokok, mabuk-mabukan dan lebih pilu lagi sudah memasuki global pornografi.

Pada waktu ini sudah sebagai fenomena timbulnya kemerosotan nilai akhlak generasi muda atau kalangan pelajar, yang pada prinsipnya adalah karena mereka nir mengenal kepercayaan , nir diberikan pengertian agama yg cukup, sebagai akibatnya perilaku serta tindakan serta perbuatannya menjadi liar. Adanya perilaku, tindakan dan perbuatan yg tidak bertanggung jawab ini apabila dibiarkan terus, maka tak ayal lagi jikalau generasi mendatang akan diliputi kegelapan dan hancurnya tatanan perikehidupan umat manusia.

1. Sebab Timbulnya Krisis Akhlak
Adapun yg sebagai akar kasus penyebab timbulnya krisis akhlak pada masyarakat relatif poly, yang terpenting antara lain adalah:
Pertama, krisis akhlak terjadi lantaran longgarnya pegangan terhadap kepercayaan yg menyebabkan hilangnya pengontrol diri menurut dalam (self control). Selanjutnya alat pengontrol perpindahan kepada hukum dan warga . Tetapi karena aturan dan rakyat juga sudah lemah, maka hilanglah semua alat kontrol. Akibatnya manusia bisa berbuat sesuka hati dalam melakukan pelanggaran tanpa terdapat yg menegur.

Kedua, krisis akhlak terjadi lantaran pelatihan moral yang dilakukan sang orang tua, sekolah serta masyarakat sudah kurang efektif. Bahwa penanggung jawab pelaksanaan pendidikan pada negara kita adalah famili, rakyat serta pemerintah. Ketiga institusi pendidikan telah terbawa sang arus kehidupan yang mengutamakan materi tanpa diimbangi dengan pelatihan mental spiritual.

Ketiga, krisis akhlak terjadi karena derasnya arus budaya hayati materialistik, hedonistik dan sekularistik. Derasnya arus budaya yg demikian didukung sang para penyandang modal yg semata-mata mengeruk keuntungan material dengan memanfaatkan para remaja tanpa memperhatikan dampaknya bagi kerusakan akhlak para generasi penerus bangsa.

Keempat, krisis akhlak terjadi lantaran belum adanya kemauan yang sungguh-sungguh dari pemerintah. Kekuasaan, dana, tekhnologi, asal daya manusia, peluang serta sebagainya yg dimiliki pemerintah belum banyak dipakai buat melakukan pelatihan akhlak bangsa. Hal yg demikian semakin diperparah dengan ulah sebagian elite politik penguasa yang semata-mata mengejar kedudukan, kekayaan serta sebagainya dengan cara-cara yg tidak mendidik, sepeati adanya praktek korupsi, kolusi dan Nepotisme (KKN). Hal yg demikian terjadi mengingat bangsa Indonesia masih menerapkan pola hidup paternalistik.

Fenomena yang kita saksikan memang benar, bahwa nilai-nilai akhlak serta moral yg berkembang kini sudah jauh menurut asa dan sangat mengkhawatirkan. Sebagai kambing hitamnya tak jarang kita menyalahkan dunia pendidikan yang bertanggung-jawab atas semua yg terjadi. Rasanya memang terdapat benarnya jua jikalau dipikirkan secara mendalam, sebab kemerosotan nilai-nilai itu tidak terlepas dari kiprah dunia pendidikan yang tugas salah satunya merupakan mempersiapkan asal daya manusia yang berkualitas dan mendidik nilai-nilai moral bangsa. 

Belakangan ini, aneka macam seminar digelar kalangan pendidik yg bertekad mencari solusi buat mengatasi krisis akhlak. Pera pemikir pendidikan menyerukan supaya kecerdasan akal diikuti menggunakan kecerdasan moral, pendidikan agama. Pendidikan moral harus siap menghadapi tantangan dunia, pendidikan harus menaruh donasi yg konkret dalam mewujudkan rakyat yg semakin berbudaya (rakyat madani).

2. Langkah yg ditempuh untuk mengatasi krisis moral
Sejalan menggunakan karena-karena timbulnya krisis akhlak tadi pada atas, maka cara buat mengatasinya dapat ditempuh menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:

Pertama, pendidikan akhlak bisa dilakukan dengan tetapkan pelaksanaan pendidikan agama, baik pada tempat tinggal , sekolah juga warga . Hal yang demikian diyakini, lantaran inti ajaran agama merupakan akhlak yang mulia yang bertumpu dalam keimanan kepada Tuhan serta keadilan sosial. Pengajaran kepercayaan hendaknya mendapat loka yg teratur akurat, sampai cukup mendapat perhatian yang semestinya menggunakan tidak mengurangi kemerdekaan golongan-golongan yg hendak mengikuti agama yang dianutnya. Madrasah-madrasah serta pesantren yang dalam hakikatnya merupakan keliru satu indera serta sumber pendidikan pada rangka mencerdaskan kehidupan beragama yg sudah berurat pada masyarakat umumnya, maka hendaklah menerima perhatian serta bantuan baik material ataupun dorongan spiritual menurut pemerintah. 

Kedua, dengan mengintegrasikan antara pendidikan serta pedagogi. Hampir seluruh ahli pendidikan setuju, bahwa pedagogi hanya berisikan pengalihan pengetahuan (transfer of knowladge), keterampilan dan pengalaman yg ditujukan buat mencerdaskan nalar serta memberikan keterampilan. Sedangkan pendidikan tertuju pada upaya membantu kepribadian, perilaku dan pola hayati yg berdasarkan nilai-nilai yg luhur. Pada setiap pedagogi sesungguhnya terdapat pendidikan serta secara akal keduanya sudah terjadi integrasi yang penting. Pendidikan yg merupakan satu cara yg mapan buat memperkenalkan pelajar (learners) melalui pembelajaran serta sudah menampakan kemampuan yang semakin tinggi buat mendapat serta mengimplementasikan alternatif-cara lain baru untuk membimbing perkembangan insan[10]. Dengan integrasi antara pendidikan dan pedagogi diperlukan menaruh donasi bagi perubahan nilai-nilai akhlak yg sesuai dengan tujuan pendidikan dalam menyongsong hari esok yg lebih cerah. 

Ketiga, bahwa pendidikan akhlak bukan hanya sebagai tanggung jawab pengajar agama saja, melainkan tanggung-jawab semua guru bidang studi. Pengajar bidang studi lainnya juga wajib ikut dan pada membina akhlak para siswa melalui nilai-nilai pendidikan yg terdapat dalam semua bidang studi.

Melekatnya nilai-nilai ajaran kepercayaan dalam setiap mata pelajaran atau bidang studi generik lainnya yg bukan pelajaran kepercayaan memiliki nilai yg sangat penting pada upaya mengembangkan nilai keagamaan pada murid. Melalui mata pelajaran umum selain anak didik bisa memperlajari substansi, prinsip-prinsip dan konsep-konsep menurut ilmu pengetahuan itu, diperlukan jua ada dimensi nilai yang terkandung pada pendidikan itu. Dalam pembelajaran anak didik mempunyai kewajiban supaya mentaati peraturan tertulis, etika, adab sopan santun dan kebiasaan-kebiasaan generik lainnya. Selain itu siwa dapat belajar untuk lebih mencintai lingkungan, baik di sekolah, keluarga atau masyarakat.

Melalui pendidikan bidang studi lainnya, siswa juga dapat lebih memahami betapa agung serta perkasanya Tuhan Yang Maha Esa yang sudah membentuk alam semesta ini dengan segala isinya yg berjalan dengan tertib, sesuai menggunakan hukum-aturan Allah (sunnatullah) yang jua disebut aturan alam. Siswa akan menyadari bahwa apa yg terjadi di alam semesta ini dalam dasarnya asal berdasarkan Yang Maha Mencipta. Inilah pendidikan mata pelajaran bidang studi generik menjadi contoh yg sebagai wahana buat pendidikan nilai-nilai agama. 

Keempat, pendidikan akhlak wajib didukung oleh kerjasama yg kompak dan bisnis yang sungguh-sungguh dari orang tua (keluarga), sekolah dan masyarakat. Orang tua di rumah wajib meningkatkan perhatiannya terhadap anak-anaknya menggunakan meluangkan ketika buat memberikan bimbingan, keteladanan dan pembiasaan yg baik. Orang tua jua wajib berupaya membentuk rumah tangga yang serasi, tenang dan tenteram, sebagai akibatnya anak akan merasa damai jiwanya serta menggunakan gampang dapat diarahkan pada hal-hal yang positif.

Tiga sentra pendidikan (famili, sekolah dan warga ) secara bertahap serta terpadu mengemban suatu tanggung jawab pendidikan bagi generasi mudanya. Ketiga penanggung jawab pendidikan ini dituntut melakukan kerjasama pada antara mereka baik secara pribadi juga tidak langsung, menggunakan saling menopang kegiatan yg sama secara indvidual-sendiri maupun bersama-sama. Dengan kata lain, perbuatan mendidik yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak pula dilakukan oleh sekolah dengan memperkuat dan dikontrol oleh rakyat menjadi lingkungan sosial anak.

Pendidikan famili merupakan benteng utama tempat anak-anak dibesarkan melalui pendidikan dan di sinilah peran primer orang tua sebagai pendidik yang akan mendasari serta mengarahkan anak-anaknya pada pendidikan selanjutya. Dalam Islam, rumah keluarga muslim adalah benteng utama tempat anak-anak dibesarkan melalui pendidikan Islam. Adapun yang sebagai tujuan pendidikan dalam Islam adalah: mendirikan syariat Allah dalam segala permasalahan rumah tangga; Mewujudkan ketenteraman dan ketenangan psikologis; Mewujudkan sunnah Rasulullah saw. Dengan melahirkan anak-anak saleh; Memenuhi kebutuhan cinta kasih anak-anak; serta Menjaga fitrah anak supaya nir melakukan defleksi-penyimpangan. Tanggung-jawab pendidikan famili ada pada pundak para orang tua, sehingga anak-anak terhindar dari kerugian, keburukan, mengingat banyaknya sendi kehidupan sosial yang melenceng berdasarkan tujuan pendidikan. 

Pendidikan sekolah adalah pendidikan yg diperoleh seorang pada sekolah secara teratur, sistematis, bertingkat serta mengikuti kondisi-syarat yang jelas serta ketat. Pada dasarnya pendidikan sekolah adalah bagian menurut pendidikan dalam keluarga, yang sekaligus pula merupakan kelanjutan menurut pendidikan keluarga. Sekolah merupakan jembatan bagi anak yg menghubungkan kehidupan keluarga dengan kehidupan pada warga kelak. 

Pendidikan Masyarakat ditandai menggunakan adanya mosi Mangunsarkoro yang ditujukan pada Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP), yg mendesak pemerintah agar memberi perhatian lebih banyak dalam pendidikan masyarakat serta lalu diterima, maka dalam 1 Januari 1946 terbentuklah Bagian Pendidikan Masyarakat pada Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan. Adapun isinya menjelaskan menggunakan tegas: (1) Memberantas buta huruf, (dua) Menyelenggarakan kursus pengetahuan generik, serta (3) Mengembangkan perpustakaan rakyat. Dengan adanya pendidikan ini, diperlukan pendidikan diperlukan sebagai proses pembudayaan kodrat alam yg adalah usaha memelihara dan memajukan dan menaikkan dan memperluas kemampuan-kemampuan kodrati buat mempertahankan hidup. 

Proses pembudayaan pendidikan yang bertujuan menciptakan kehidupan individual serta sosial yg bercita-cita buat menciptakan insan yg merdeka lahir serta batin. Manusia yang merdeka lahir dan batin maksudnya merupakan tertanamnya pada diri setiap individu tiang-tiang kemerdekaan hidup, yang mempunyai kecakapan panca alat, ketajaman berpikir, kejernihan berperasaan, kemantapan dan kuatnya kemauan dan keluhuran budi pekerti.

Kelima, pendidikan akhlak wajib memakai seluruh kesempatan, berbagai wahana termasuk tekhnologi modern. Kesempatan berekreasi, pameran, kunjungan, berkemah dan kegiatan lainnya harus dicermati sebagai peluang buat membina akhlak. Demikian pula dengan sarana yg sudah canggih pada masa sekarang, misalnya: siaran TV, Handphone (HP), surat liputan, majalah, internet serta tekhnologi lainnya nir disalahgunakan, sehingga sarana tersebut dapat mempermudah proses pendidikan demi terwujudnya akhlak yg baik. 

Diakui bahwa sistem pendidikan yg kita miliki serta dilaksanakan selama ini masih belum bisa mengikuti serta mengendalikan kemajuan tekhnologi, sehingga dunia pendidikaan belum bisa membentuk energi-energi pembangunan yang terampil, kreatif dan aktif, yanng sesuai dengan tuntutan mansyarakat luas. Bahaya dan masalah negatif yg ditimbulkan dengan perkembangan ilmu dan tekhnologi, sebisa mungkin dijauhi serta dihilangkan atau sekurangnya bisa di minimalisir. Bagaimanapun berkembangnya ilmu pengetahuan terbaru menghendaki dasar-dasar pendidikan yg kokoh serta penguasaan kemampuan yang terus menerus.

Pendapat Harold G. Shane dalam bukunya yang berjudul “Arti Pendidikan Bagi Masa Depan”, terdapat beberapa karakteristik berdasarkan desain pendidikan yang akan muncul buat kehidupan pada masa depan, karakteristik itu adalah:
  • Tekanan perlu diberikan pada mendapatkan kembali, dalam bentuk yg jelas, disiplin sosial yang telah menuntun orang Barat dan barangkali yang sudah menuntun sebagian besar umat insan, sebelum timbulnya krisis nilai kini ini. Krisis yg sifatnya relatifisme serta permisif ini mengganggu keterikatan orang dalam kebiasaan-kebiasaan yg ditetapkan kebudayaan yang menuntun setiap individu supaya berbuat berdasarkan cara tertentu. Kita wajib beranjak maju menuju nilai-nilai dan tipe hidup yg baru yg diharapkan pada menyongsong masa depan. 
  • Melalui pendidikan, serangan akan dilancarkan terhadap kubu materialisme yang bertenaga, secara spesifik, terhadap kekeliruan yang telah meletakkan kepercayaan akbar dalam nilai-nilai materialisme. Diharapkan melalui pendidikan bisa mengubah nilai-nilai yg selama ini bersifat “cinta benda” yaitu kesukaan akbar untuk memperoleh benda-benda konsumsi yg tak terkendalikan. 
  • Bahaya serta perkara penggunaan tekhnologi pada menyongsong hidup di masa depan. Dengan pendidikan diperlukan dapat meminimalisir bahaya serta kasus tekhnologi, sebagai akibatnya membuahkan tekhnologi itu wahana krusial pada memperbaiki kedudukan manusia dan perlunya dipikirkan lagi agar pemanfaatan tekhnologi bisa diinjeksikan ke pada kurikulum. 
  • Kurikulum wajib mulai responsif secara lebih memadai terhadap ancaman kerusakan atau krisis nilai yang menimpa lingkungan sosialnya. Secara paten, pendidikan akan memiliki peranan penting saat keputusan-keputusan sosial yg krusial dicapai berkenaan dengan kebijakan nasional serta pada keadaan bagaimanapun pula masih ada banyak dasar untuk memulainya di sekolah. 
  • Pendidikan perlu terus mendidik pelajar agar keluaran pendidikan yg baru bisa membuat pelajar menghadapi potensi kekuatan media massa dalam bentuk opini dan perilaku publik. 
Inilah sosok pendidikan yg berkembang kini , serta bagaimana sosok rakyat masa depan dengan nilai-nilainya yang lebih banyak didominasi. Memang kita semua mengetahui betapa sektor pendidikan selalu kolot pada aneka macam sektor pembangunan lainnya, bukan lantaran sektor itu lebih di lihat sebagai sektor konsumtif jua lantaran pendidikan adalah penjaga status quo warga itu sendiri[17]. Pendidikan merupakan sebagian dari kehidupan warga serta jua sebagai dinamisator rakyat itu sendiri. Dalam aspek inilah kiprah pendidikan memang sangat strategis karena sebagai tiang sanggah menurut transedental rakyat itu sendiri.

Proses perubahan rapikan nilai akan berjalan sesuai menggunakan dinamika masyarakat dalam era eksklusif. Selain itu nilai-nilai dalam generasi yang mendahului sebagian atau holistik masih permanen hidup pada generasi berikutnya. Nilai-nilai yg lebih banyak didominasi pada setiap generasi ada yg bersifat positif serta ada yg negatif, maka kita perlu mengidentifikasinya serta waspada sehingga kita mampu menyaring mana yg perlu dihidari serta mana yang perlu diambil buat kemajuan pada masa mendatang.

Salah satu tugas dari Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), yakni menjaga, melestarikan dan membangun nilai-nilai luhur bangsa. Dalam perkembangannya, generasi nilai-nilai pada warga Indonesia kita lihat adanya nilai-nilai antar generasi. Pendidikan membuahkan nilai-nilai dasar akan semakin kokoh pada bepergian kehidupan bangsa, misalnya nasionalisme dan patriotisme sebagai nilai-nilai generasi pertama menurut perjalanan hidup bangsa. Sudah tentu nilai-nilai luhur itu perlu ditempa, dihaluskan serta diasah terus menerus sinkron dengan perubahan kehidupan

SUMBER-SUMBER ARTIKEL DI ATAS :

Drs. Moh. Saifulloh al-Aziz, Milenium Menuju Masyarakat Madani, Terbit terperinci, Surabaya, 2000. 
Prof. Dr. H. Abuddin Nata, MA., Manajemenen Pendidikan: Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam pada Indonesia, Kencana, Bogor, 2003.
Drs. H.M. Arifin M.ed., Kapita Selekta Pendidikan, Umum serta Agama, CV. Toha Putra, Semarang. 
Departemen Pendidikan serta Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, PT. Balai Pustaka, Jakarta, 1997.
Aminuddin Rasyad, dalam Ahmad Tafsir, Epistimologi buat Ilmu Pendidikan Islam, Bandung:Fak.tarbiyah MIN Sunan Gunung Jati,1995
Warul Walidin AK, Strategi Peniheniukan Nilai, Upaya Pengembangan Dimensi Afektif, Jurnal Didaktika, Vol 1, No.2, 2 September 2000
Hasan Langgulung, Asas-Avas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1992
H.una Kartawisastra dkk, dalam Noeng Muhadjir, Teknologi Pendidikan, Yogyakarta,IAIN Sunan Kalijaga
H.M. Arifin , Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1994.
Nasir Budiman, Pendidikan Moral Qurani, Disertasi, Yogyakarta : MIN Sunan Kalijaga, 1996
Ali Ashraf, Horizon Baru Pendidikan Islam, Jakarta : Pustaka Firdaus,1996.
M. Nasir Budiman, Pendidikan Dalam Perspektif Al Quran, Jakarta: Madam Press,2001
Sam M. Chan dan Tuti T. Sam, Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005. 
Redja Mudyahardjo, Pengantar Pendidikan: Sebuah Studi Awal Tentang Dasar-Dasar Pendidikan dalam Umumnya dan Pendidikan pada Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002.
Harold G. Shane, Arti Pendidikan Bagi Masa Depan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002.
Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997.
Abdurrahman An-Nawawi, Pendidikan Islam pada Rumah, Sekolah danMasyarakat, Penerjemah: Shihabudin, Gema Insani Press, 1995.
Prof. Dr. H.A.R. Tilaar, M.sc.ed., Manajemen Pendidikan Nasional: Kajian Pendidikan Masa Depan, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001.

EPISTIMOLOGI UNTUK ILMU PENDIDIKAN ISLAM

Epistimologi Untuk Ilmu Pendidikan Islam 
Dalam UU RI No. 2 Tahun 1989, mengenai Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), Bab II Pasal 4, dijelaskan bahwa: ”Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa serta membuatkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu insan yg beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan YME dan berbudi pekerti luhur, mempunyai pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani serta rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri dan rasa tanggung jawab kemasyarakatan serta bangsa”. Ini adalah keliru satu dasar serta tujuan menurut pendidikan nasional yg seharusnya menjadi acuan bangsa Indonesia. 

Fenomena yang kita saksikan beserta, pendidikan sampai kini masih belum menunjukkan hasil yg diperlukan sesuai dengan landasan serta tujuan berdasarkan pendidikan itu. Membentuk insan yg cerdas yang diimbangi menggunakan nilai keimanan, ketaqwaan serta berbudi pekerti luhur, belum bisa terwujud. Gejala kemerosotan nilai-nilai akhlak dan moral dikalangan rakyat telah mulai luntur serta meresahkan. Sikap saling tolong-menolong, kejujuran, keadilan dan afeksi tinggal jargon belaka. 

Krisis akhlak dalam elite politik terlihat menggunakan adanya penyelewengan, penindasan, saling menjegal atau adu domba, fitnah dan perbuatan maksiat lainnya. Pada lapisan rakyat, krisis akhlak pula terlihat pada sebagian sikap mereka yang sangat mudah merampas hak orang lain, contohnya menjarah, main hakim sendiri, melanggar peraturan tanpa merasa bersalah, mudah terpancing emosi, gampang diombang-ambingkan serta perbuatan lain yang merugikan orang lain atau diri sendiri. Kemerosotan nilai-nilai moral yang tadinya hanya menerpa sebagian mini elite politik dan sebagian rakyat yang lebih tepatnya dalam orang dewasa yang mempunyai kedudukan, jabatan, profesi dan kepentingan, sekarang sudah menjalar pada warga kalangan pelajar. Banyaknya keluhan orang tua, guru, pendidik dan orang-orang yg beranjak pada bidang keagamaan dan pengaduan warga sosial umumnya, yang berkenaan dengan ulah sebagian pelajar yg sukar dikendalikan, nakal, acapkali bolos sekolah, tawuran, merokok, mabuk-mabukan serta lebih pilu lagi sudah memasuki global pornografi.

Pada waktu ini sudah menjadi kenyataan timbulnya kemerosotan nilai akhlak generasi muda atau kalangan pelajar, yang dalam prinsipnya adalah karena mereka nir mengenal agama, tidak diberikan pengertian kepercayaan yg relatif, sehingga sikap dan tindakan dan perbuatannya sebagai liar. Adanya perilaku, tindakan serta perbuatan yg tidak bertanggung jawab ini apabila dibiarkan terus, maka tak ayal lagi kalau generasi mendatang akan diliputi kegelapan serta hancurnya tatanan perikehidupan umat insan.

1. Sebab Timbulnya Krisis Akhlak
Adapun yg menjadi akar perkara penyebab timbulnya krisis akhlak dalam rakyat cukup poly, yang terpenting diantaranya adalah:
Pertama, krisis akhlak terjadi lantaran longgarnya pegangan terhadap kepercayaan yg mengakibatkan hilangnya pengontrol diri menurut dalam (self control). Selanjutnya indera pengontrol perpindahan pada hukum dan warga . Tetapi lantaran hukum serta rakyat jua telah lemah, maka hilanglah seluruh alat kontrol. Akibatnya insan bisa berbuat sesuka hati pada melakukan pelanggaran tanpa ada yang menegur.

Kedua, krisis akhlak terjadi karena training moral yang dilakukan oleh orang tua, sekolah serta warga telah kurang efektif. Bahwa penanggung jawab aplikasi pendidikan pada negara kita merupakan keluarga, masyarakat dan pemerintah. Ketiga institusi pendidikan telah terbawa sang arus kehidupan yg mengutamakan materi tanpa diimbangi dengan training mental spiritual.

Ketiga, krisis akhlak terjadi karena derasnya arus budaya hidup materialistik, hedonistik dan sekularistik. Derasnya arus budaya yg demikian didukung sang para penyandang kapital yg semata-mata mengeruk laba material dengan memanfaatkan para remaja tanpa memperhatikan dampaknya bagi kerusakan akhlak para generasi penerus bangsa.

Keempat, krisis akhlak terjadi lantaran belum adanya kemauan yang benar-benar-benar-benar berdasarkan pemerintah. Kekuasaan, dana, tekhnologi, asal daya manusia, peluang serta sebagainya yang dimiliki pemerintah belum banyak digunakan buat melakukan training akhlak bangsa. Hal yang demikian semakin diperparah menggunakan ulah sebagian elite politik penguasa yang semata-mata mengejar kedudukan, kekayaan dan sebagainya menggunakan cara-cara yg tidak mendidik, sepeati adanya praktek korupsi, kongkalikong serta Nepotisme (KKN). Hal yg demikian terjadi mengingat bangsa Indonesia masih menerapkan pola hidup paternalistik.

Fenomena yg kita saksikan memang benar, bahwa nilai-nilai akhlak dan moral yg berkembang sekarang telah jauh menurut harapan serta sangat mengkhawatirkan. Sebagai kambing hitamnya seringkali kita menyalahkan dunia pendidikan yg bertanggung-jawab atas semua yg terjadi. Rasanya memang ada benarnya jua bila dipikirkan secara mendalam, sebab kemerosotan nilai-nilai itu tidak terlepas berdasarkan peran dunia pendidikan yg tugas galat satunya merupakan mempersiapkan asal daya manusia yang berkualitas dan mendidik nilai-nilai moral bangsa. 

Belakangan ini, banyak sekali seminar digelar kalangan pendidik yang bertekad mencari solusi buat mengatasi krisis akhlak. Pera pemikir pendidikan menyerukan agar kecerdasan nalar diikuti dengan kecerdasan moral, pendidikan kepercayaan . Pendidikan moral harus siap menghadapi tantangan dunia, pendidikan harus memberikan donasi yg nyata pada mewujudkan rakyat yg semakin berbudaya (masyarakat madani).

2. Langkah yg ditempuh buat mengatasi krisis moral
Sejalan dengan sebab-sebab timbulnya krisis akhlak tadi di atas, maka cara buat mengatasinya bisa ditempuh dengan langkah-langkah sebagai berikut:

Pertama, pendidikan akhlak dapat dilakukan menggunakan tetapkan pelaksanaan pendidikan kepercayaan , baik pada tempat tinggal , sekolah maupun rakyat. Hal yang demikian diyakini, lantaran inti ajaran kepercayaan merupakan akhlak yang mulia yg bertumpu pada keimanan pada Tuhan serta keadilan sosial. Pengajaran agama hendaknya menerima loka yg teratur akurat, sampai relatif mendapat perhatian yg semestinya menggunakan tidak mengurangi kemerdekaan golongan-golongan yang hendak mengikuti agama yang dianutnya. Madrasah-madrasah dan pesantren yg dalam hakikatnya adalah keliru satu indera dan sumber pendidikan pada rangka mencerdaskan kehidupan beragama yg sudah berurat dalam warga umumnya, maka hendaklah mendapat perhatian serta donasi baik material ataupun dorongan spiritual menurut pemerintah. 

Kedua, menggunakan mengintegrasikan antara pendidikan serta pedagogi. Hampir semua pakar pendidikan setuju, bahwa pedagogi hanya berisikan pengalihan pengetahuan (transfer of knowladge), keterampilan dan pengalaman yg ditujukan untuk mencerdaskan nalar serta menaruh keterampilan. Sedangkan pendidikan tertuju pada upaya membantu kepribadian, sikap serta pola hidup yang dari nilai-nilai yang luhur. Pada setiap pedagogi sesungguhnya masih ada pendidikan dan secara logika keduanya telah terjadi integrasi yang krusial. Pendidikan yang adalah satu cara yang mapan buat memperkenalkan pelajar (learners) melalui pembelajaran dan sudah menunjukkan kemampuan yg semakin tinggi buat mendapat dan mengimplementasikan alternatif-cara lain baru untuk membimbing perkembangan insan[10]. Dengan integrasi antara pendidikan serta pedagogi dibutuhkan menaruh donasi bagi perubahan nilai-nilai akhlak yang sinkron dengan tujuan pendidikan pada menyongsong hari esok yg lebih cerah. 

Ketiga, bahwa pendidikan akhlak bukan hanya menjadi tanggung jawab pengajar kepercayaan saja, melainkan tanggung-jawab seluruh guru bidang studi. Pengajar bidang studi lainnya jua wajib ikut dan dalam membina akhlak para anak didik melalui nilai-nilai pendidikan yg masih ada dalam semua bidang studi.

Melekatnya nilai-nilai ajaran kepercayaan dalam setiap mata pelajaran atau bidang studi umum lainnya yg bukan pelajaran agama mempunyai nilai yang sangat krusial dalam upaya menyebarkan nilai keagamaan pada murid. Melalui mata pelajaran generik selain siswa dapat memperlajari substansi, prinsip-prinsip serta konsep-konsep menurut ilmu pengetahuan itu, diharapkan jua ada dimensi nilai yang terkandung pada pendidikan itu. Dalam pembelajaran anak didik memiliki kewajiban agar mentaati peraturan tertulis, etika, adab sopan santun serta norma-kebiasaan umum lainnya. Selain itu siwa dapat belajar untuk lebih menyayangi lingkungan, baik pada sekolah, famili atau warga .

Melalui pendidikan bidang studi lainnya, anak didik jua dapat lebih tahu betapa agung dan perkasanya Tuhan Yang Maha Esa yg telah menciptakan alam semesta ini dengan segala isinya yang berjalan dengan tertib, sinkron dengan hukum-hukum Allah (sunnatullah) yg jua dianggap aturan alam. Siswa akan menyadari bahwa apa yg terjadi pada alam semesta ini dalam dasarnya asal dari Yang Maha Mencipta. Inilah pendidikan mata pelajaran bidang studi generik menjadi contoh yang menjadi sarana buat pendidikan nilai-nilai kepercayaan . 

Keempat, pendidikan akhlak wajib didukung sang kerjasama yang kompak dan usaha yg sungguh-benar-benar dari orang tua (famili), sekolah dan warga . Orang tua pada tempat tinggal wajib menaikkan perhatiannya terhadap anak-anaknya menggunakan meluangkan waktu buat menaruh bimbingan, keteladanan dan pembiasaan yang baik. Orang tua jua wajib berupaya membangun tempat tinggal tangga yang harmonis, tenang dan tenteram, sebagai akibatnya anak akan merasa damai jiwanya serta dengan gampang dapat diarahkan kepada hal-hal yg positif.

Tiga pusat pendidikan (famili, sekolah serta masyarakat) secara bertahap dan terpadu mengemban suatu tanggung jawab pendidikan bagi generasi mudanya. Ketiga penanggung jawab pendidikan ini dituntut melakukan kerjasama pada antara mereka baik secara pribadi juga tidak langsung, menggunakan saling menopang aktivitas yang sama secara sendiri-sendiri juga bersama-sama. Dengan istilah lain, perbuatan mendidik yg dilakukan oleh orang tua terhadap anak juga dilakukan sang sekolah dengan memperkuat serta dikontrol sang warga sebagai lingkungan sosial anak.

Pendidikan keluarga adalah benteng primer loka anak-anak dibesarkan melalui pendidikan dan di sinilah peran primer orang tua sebagai pendidik yg akan mendasari serta mengarahkan anak-anaknya dalam pendidikan selanjutya. Dalam Islam, tempat tinggal keluarga muslim adalah benteng utama loka anak-anak dibesarkan melalui pendidikan Islam. Adapun yang menjadi tujuan pendidikan dalam Islam merupakan: mendirikan syariat Allah pada segala perseteruan tempat tinggal tangga; Mewujudkan ketenteraman serta kenyamanan psikologis; Mewujudkan sunnah Rasulullah saw. Dengan melahirkan anak-anak saleh; Memenuhi kebutuhan cinta kasih anak-anak; serta Menjaga fitrah anak supaya tidak melakukan penyimpangan-penyimpangan. Tanggung-jawab pendidikan keluarga ada pada pundak para orang tua, sehingga anak-anak terhindar berdasarkan kerugian, keburukan, mengingat banyaknya sendi kehidupan sosial yg melenceng dari tujuan pendidikan. 

Pendidikan sekolah merupakan pendidikan yg diperoleh seseorang di sekolah secara teratur, sistematis, bertingkat dan mengikuti kondisi-kondisi yang kentara dan ketat. Pada dasarnya pendidikan sekolah merupakan bagian berdasarkan pendidikan dalam keluarga, yg sekaligus pula merupakan kelanjutan menurut pendidikan keluarga. Sekolah adalah jembatan bagi anak yg menghubungkan kehidupan keluarga dengan kehidupan pada masyarakat kelak. 

Pendidikan Masyarakat ditandai dengan adanya mosi Mangunsarkoro yang ditujukan pada Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP), yg mendesak pemerintah supaya memberi perhatian lebih poly dalam pendidikan masyarakat dan kemudian diterima, maka pada 1 Januari 1946 terbentuklah Bagian Pendidikan Masyarakat dalam Kementerian Pendidikan, Pengajaran serta Kebudayaan. Adapun isinya menjelaskan menggunakan tegas: (1) Memberantas buta alfabet , (dua) Menyelenggarakan kursus pengetahuan umum, serta (tiga) Mengembangkan perpustakaan masyarakat. Dengan adanya pendidikan ini, dibutuhkan pendidikan dibutuhkan sebagai proses pembudayaan kodrat alam yg adalah usaha memelihara dan memajukan dan menaikkan dan memperluas kemampuan-kemampuan kodrati untuk mempertahankan hidup. 

Proses pembudayaan pendidikan yang bertujuan membangun kehidupan individual serta sosial yang bercita-cita untuk menciptakan insan yg merdeka lahir dan batin. Manusia yg merdeka lahir serta batin maksudnya merupakan tertanamnya dalam diri setiap individu tiang-tiang kemerdekaan hidup, yg memiliki kecakapan panca indera, ketajaman berpikir, kejernihan berperasaan, kemantapan serta kuatnya kemauan dan keluhuran budi pekerti.

Kelima, pendidikan akhlak harus memakai seluruh kesempatan, banyak sekali wahana termasuk tekhnologi terkini. Kesempatan berekreasi, pameran, kunjungan, berkemah serta kegiatan lainnya harus dicermati menjadi peluang buat membina akhlak. Demikian pula dengan sarana yang sudah sophisticated dalam masa sekarang, misalnya: siaran TV, Handphone (HP), surat warta, majalah, internet serta tekhnologi lainnya nir disalahgunakan, sehingga wahana tersebut dapat mempermudah proses pendidikan demi terwujudnya akhlak yang baik. 

Diakui bahwa sistem pendidikan yg kita miliki dan dilaksanakan selama ini masih belum mampu mengikuti serta mengendalikan kemajuan tekhnologi, sebagai akibatnya dunia pendidikaan belum bisa membuat energi-energi pembangunan yg terampil, kreatif serta aktif, yanng sinkron dengan tuntutan mansyarakat luas. Bahaya dan perkara negatif yang ditimbulkan dengan perkembangan ilmu dan tekhnologi, sebisa mungkin dijauhi dan dihilangkan atau sekurangnya bisa pada minimalisir. Bagaimanapun berkembangnya ilmu pengetahuan modern menghendaki dasar-dasar pendidikan yang kokoh serta penguasaan kemampuan yg terus menerus.

Pendapat Harold G. Shane pada bukunya yg berjudul “Arti Pendidikan Bagi Masa Depan”, ada beberapa ciri berdasarkan desain pendidikan yg akan timbul untuk kehidupan pada masa depan, ciri itu merupakan:
  • Tekanan perlu diberikan dalam mendapatkan kembali, dalam bentuk yg jelas, disiplin sosial yang telah menuntun orang Barat serta barangkali yang telah menuntun sebagian besar umat manusia, sebelum timbulnya krisis nilai sekarang ini. Krisis yang sifatnya relatifisme serta permisif ini mengganggu keterikatan orang dalam kebiasaan-norma yg ditetapkan kebudayaan yg menuntun setiap individu agar berbuat berdasarkan cara tertentu. Kita harus bergerak maju menuju nilai-nilai dan tipe hayati yang baru yg diharapkan dalam menyongsong masa depan. 
  • Melalui pendidikan, agresi akan dilancarkan terhadap kubu materialisme yang bertenaga, secara spesifik, terhadap kekeliruan yg telah meletakkan agama akbar dalam nilai-nilai materialisme. Diharapkan melalui pendidikan dapat mengubah nilai-nilai yang selama ini bersifat “cinta benda” yaitu selera besar buat memperoleh benda-benda konsumsi yang tidak terkendalikan. 
  • Bahaya serta kasus penggunaan tekhnologi dalam menyongsong hidup pada masa depan. Dengan pendidikan dibutuhkan dapat meminimalisir bahaya serta kasus tekhnologi, sebagai akibatnya menjadikan tekhnologi itu wahana krusial dalam memperbaiki kedudukan manusia dan perlunya dipikirkan lagi agar pemanfaatan tekhnologi bisa diinjeksikan ke dalam kurikulum. 
  • Kurikulum harus mulai responsif secara lebih memadai terhadap ancaman kerusakan atau krisis nilai yg menimpa lingkungan sosialnya. Secara paten, pendidikan akan mempunyai peranan penting ketika keputusan-keputusan sosial yang penting dicapai berkenaan menggunakan kebijakan nasional serta pada keadaan bagaimanapun pula terdapat poly dasar buat memulainya pada sekolah. 
  • Pendidikan perlu terus mendidik pelajar agar keluaran pendidikan yang baru bisa membuat pelajar menghadapi potensi kekuatan media massa pada bentuk opini serta sikap publik. 
Inilah sosok pendidikan yg berkembang kini , dan bagaimana sosok masyarakat masa depan menggunakan nilai-nilainya yg dominan. Memang kita seluruh mengetahui betapa sektor pendidikan selalu udik pada berbagai sektor pembangunan lainnya, bukan karena sektor itu lebih di lihat sebagai sektor konsumtif jua lantaran pendidikan adalah penjaga status quo rakyat itu sendiri[17]. Pendidikan adalah sebagian menurut kehidupan masyarakat serta jua menjadi dinamisator warga itu sendiri. Dalam aspek inilah kiprah pendidikan memang sangat strategis lantaran sebagai tiang sanggah dari kesinambungan warga itu sendiri.

Proses perubahan tata nilai akan berjalan sesuai menggunakan dinamika rakyat dalam era eksklusif. Selain itu nilai-nilai pada generasi yang mendahului sebagian atau holistik masih tetap hidup pada generasi berikutnya. Nilai-nilai yg dominan dalam setiap generasi ada yang bersifat positif serta terdapat yg negatif, maka kita perlu mengidentifikasinya serta waspada sebagai akibatnya kita bisa menyaring mana yg perlu dihidari serta mana yang perlu diambil buat kemajuan pada masa mendatang.

Salah satu tugas berdasarkan Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), yakni menjaga, melestarikan dan menciptakan nilai-nilai luhur bangsa. Dalam perkembangannya, generasi nilai-nilai dalam warga Indonesia kita lihat adanya nilai-nilai antar generasi. Pendidikan menjadikan nilai-nilai dasar akan semakin kokoh pada bepergian kehidupan bangsa, seperti nasionalisme dan patriotisme sebagai nilai-nilai generasi pertama dari perjalanan hayati bangsa. Sudah tentu nilai-nilai luhur itu perlu ditempa, dihaluskan dan diasah terus menerus sinkron menggunakan perubahan kehidupan

SUMBER-SUMBER ARTIKEL DI ATAS :

Drs. Moh. Saifulloh al-Aziz, Milenium Menuju Masyarakat Madani, Terbit jelas, Surabaya, 2000. 
Prof. Dr. H. Abuddin Nata, MA., Manajemenen Pendidikan: Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam pada Indonesia, Kencana, Bogor, 2003.
Drs. H.M. Arifin M.ed., Kapita Selekta Pendidikan, Umum dan Agama, CV. Toha Putra, Semarang. 
Departemen Pendidikan serta Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, PT. Balai Pustaka, Jakarta, 1997.
Aminuddin Rasyad, dalam Ahmad Tafsir, Epistimologi untuk Ilmu Pendidikan Islam, Bandung:Fak.tarbiyah MIN Sunan Gunung Jati,1995
Warul Walidin AK, Strategi Peniheniukan Nilai, Upaya Pengembangan Dimensi Afektif, Jurnal Didaktika, Vol 1, No.dua, dua September 2000
Hasan Langgulung, Asas-Avas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1992
H.una Kartawisastra dkk, dalam Noeng Muhadjir, Teknologi Pendidikan, Yogyakarta,IAIN Sunan Kalijaga
H.M. Arifin , Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1994.
Nasir Budiman, Pendidikan Moral Qurani, Disertasi, Yogyakarta : MIN Sunan Kalijaga, 1996
Ali Ashraf, Horizon Baru Pendidikan Islam, Jakarta : Pustaka Firdaus,1996.
M. Nasir Budiman, Pendidikan Dalam Perspektif Al Quran, Jakarta: Madam Press,2001
Sam M. Chan serta Tuti T. Sam, Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005. 
Redja Mudyahardjo, Pengantar Pendidikan: Sebuah Studi Awal Tentang Dasar-Dasar Pendidikan pada Umumnya serta Pendidikan di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002.
Harold G. Shane, Arti Pendidikan Bagi Masa Depan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002.
Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997.
Abdurrahman An-Nawawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah danMasyarakat, Penerjemah: Shihabudin, Gema Insani Press, 1995.
Prof. Dr. H.A.R. Tilaar, M.sc.ed., Manajemen Pendidikan Nasional: Kajian Pendidikan Masa Depan, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001.