EPISTIMOLOGI UNTUK ILMU PENDIDIKAN ISLAM

Epistimologi Untuk Ilmu Pendidikan Islam 
Dalam UU RI No. Dua Tahun 1989, mengenai Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), Bab II Pasal 4, dijelaskan bahwa: ”Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa serta mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yg beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan YME dan berbudi pekerti luhur, mempunyai pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani serta rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri dan rasa tanggung jawab kemasyarakatan serta bangsa”. Ini merupakan salah satu dasar dan tujuan menurut pendidikan nasional yg seharusnya menjadi acuan bangsa Indonesia. 

Fenomena yg kita saksikan beserta, pendidikan sampai kini masih belum memberitahuakn hasil yang diperlukan sesuai dengan landasan serta tujuan berdasarkan pendidikan itu. Membentuk manusia yg cerdas yang diimbangi dengan nilai keimanan, ketaqwaan serta berbudi pekerti luhur, belum bisa terwujud. Gejala kemerosotan nilai-nilai akhlak serta moral dikalangan rakyat sudah mulai luntur dan meresahkan. Sikap saling tolong-menolong, kejujuran, keadilan dan kasih sayang tinggal slogan belaka. 

Krisis akhlak pada elite politik terlihat menggunakan adanya penyelewengan, penindasan, saling menjegal atau adu domba, fitnah serta perbuatan maksiat lainnya. Pada lapisan rakyat, krisis akhlak pula terlihat dalam sebagian sikap mereka yg sangat mudah merampas hak orang lain, contohnya menjarah, main hakim sendiri, melanggar peraturan tanpa merasa bersalah, gampang terpancing emosi, mudah diombang-ambingkan serta perbuatan lain yg merugikan orang lain atau diri sendiri. Kemerosotan nilai-nilai moral yang tadinya hanya menerpa sebagian mini elite politik dan sebagian warga yang lebih tepatnya pada orang dewasa yg memiliki kedudukan, jabatan, profesi serta kepentingan, sekarang telah menjalar dalam masyarakat kalangan pelajar. Banyaknya keluhan orang tua, pengajar, pendidik serta orang-orang yg beranjak dalam bidang keagamaan dan pengaduan warga sosial umumnya, yg berkenaan dengan ulah sebagian pelajar yang sukar dikendalikan, nakal, sering bolos sekolah, tawuran, merokok, mabuk-mabukan dan lebih pilu lagi sudah memasuki global pornografi.

Pada waktu ini sudah sebagai fenomena timbulnya kemerosotan nilai akhlak generasi muda atau kalangan pelajar, yang pada prinsipnya adalah karena mereka nir mengenal kepercayaan , nir diberikan pengertian agama yg cukup, sebagai akibatnya perilaku serta tindakan serta perbuatannya menjadi liar. Adanya perilaku, tindakan dan perbuatan yg tidak bertanggung jawab ini apabila dibiarkan terus, maka tak ayal lagi jikalau generasi mendatang akan diliputi kegelapan dan hancurnya tatanan perikehidupan umat manusia.

1. Sebab Timbulnya Krisis Akhlak
Adapun yg sebagai akar kasus penyebab timbulnya krisis akhlak pada masyarakat relatif poly, yang terpenting antara lain adalah:
Pertama, krisis akhlak terjadi lantaran longgarnya pegangan terhadap kepercayaan yg menyebabkan hilangnya pengontrol diri menurut dalam (self control). Selanjutnya alat pengontrol perpindahan kepada hukum dan warga . Tetapi karena aturan dan rakyat juga sudah lemah, maka hilanglah semua alat kontrol. Akibatnya manusia bisa berbuat sesuka hati dalam melakukan pelanggaran tanpa terdapat yg menegur.

Kedua, krisis akhlak terjadi lantaran pelatihan moral yang dilakukan sang orang tua, sekolah serta masyarakat sudah kurang efektif. Bahwa penanggung jawab pelaksanaan pendidikan pada negara kita adalah famili, rakyat serta pemerintah. Ketiga institusi pendidikan telah terbawa sang arus kehidupan yang mengutamakan materi tanpa diimbangi dengan pelatihan mental spiritual.

Ketiga, krisis akhlak terjadi karena derasnya arus budaya hayati materialistik, hedonistik dan sekularistik. Derasnya arus budaya yg demikian didukung sang para penyandang modal yg semata-mata mengeruk keuntungan material dengan memanfaatkan para remaja tanpa memperhatikan dampaknya bagi kerusakan akhlak para generasi penerus bangsa.

Keempat, krisis akhlak terjadi lantaran belum adanya kemauan yang sungguh-sungguh dari pemerintah. Kekuasaan, dana, tekhnologi, asal daya manusia, peluang serta sebagainya yg dimiliki pemerintah belum banyak dipakai buat melakukan pelatihan akhlak bangsa. Hal yg demikian semakin diperparah dengan ulah sebagian elite politik penguasa yang semata-mata mengejar kedudukan, kekayaan serta sebagainya dengan cara-cara yg tidak mendidik, sepeati adanya praktek korupsi, kolusi dan Nepotisme (KKN). Hal yg demikian terjadi mengingat bangsa Indonesia masih menerapkan pola hidup paternalistik.

Fenomena yang kita saksikan memang benar, bahwa nilai-nilai akhlak serta moral yg berkembang kini sudah jauh menurut asa dan sangat mengkhawatirkan. Sebagai kambing hitamnya tak jarang kita menyalahkan dunia pendidikan yang bertanggung-jawab atas semua yg terjadi. Rasanya memang terdapat benarnya jua jikalau dipikirkan secara mendalam, sebab kemerosotan nilai-nilai itu tidak terlepas dari kiprah dunia pendidikan yang tugas salah satunya merupakan mempersiapkan asal daya manusia yang berkualitas dan mendidik nilai-nilai moral bangsa. 

Belakangan ini, aneka macam seminar digelar kalangan pendidik yg bertekad mencari solusi buat mengatasi krisis akhlak. Pera pemikir pendidikan menyerukan supaya kecerdasan akal diikuti menggunakan kecerdasan moral, pendidikan agama. Pendidikan moral harus siap menghadapi tantangan dunia, pendidikan harus menaruh donasi yg konkret dalam mewujudkan rakyat yg semakin berbudaya (rakyat madani).

2. Langkah yg ditempuh untuk mengatasi krisis moral
Sejalan menggunakan karena-karena timbulnya krisis akhlak tadi pada atas, maka cara buat mengatasinya dapat ditempuh menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:

Pertama, pendidikan akhlak bisa dilakukan dengan tetapkan pelaksanaan pendidikan agama, baik pada tempat tinggal , sekolah juga warga . Hal yang demikian diyakini, lantaran inti ajaran agama merupakan akhlak yang mulia yang bertumpu dalam keimanan kepada Tuhan serta keadilan sosial. Pengajaran kepercayaan hendaknya mendapat loka yg teratur akurat, sampai cukup mendapat perhatian yang semestinya menggunakan tidak mengurangi kemerdekaan golongan-golongan yg hendak mengikuti agama yang dianutnya. Madrasah-madrasah serta pesantren yang dalam hakikatnya merupakan keliru satu indera serta sumber pendidikan pada rangka mencerdaskan kehidupan beragama yg sudah berurat pada masyarakat umumnya, maka hendaklah menerima perhatian serta bantuan baik material ataupun dorongan spiritual menurut pemerintah. 

Kedua, dengan mengintegrasikan antara pendidikan serta pedagogi. Hampir seluruh ahli pendidikan setuju, bahwa pedagogi hanya berisikan pengalihan pengetahuan (transfer of knowladge), keterampilan dan pengalaman yg ditujukan buat mencerdaskan nalar serta memberikan keterampilan. Sedangkan pendidikan tertuju pada upaya membantu kepribadian, perilaku dan pola hayati yg berdasarkan nilai-nilai yg luhur. Pada setiap pedagogi sesungguhnya terdapat pendidikan serta secara akal keduanya sudah terjadi integrasi yang penting. Pendidikan yg merupakan satu cara yg mapan buat memperkenalkan pelajar (learners) melalui pembelajaran serta sudah menampakan kemampuan yang semakin tinggi buat mendapat serta mengimplementasikan alternatif-cara lain baru untuk membimbing perkembangan insan[10]. Dengan integrasi antara pendidikan dan pedagogi diperlukan menaruh donasi bagi perubahan nilai-nilai akhlak yg sesuai dengan tujuan pendidikan dalam menyongsong hari esok yg lebih cerah. 

Ketiga, bahwa pendidikan akhlak bukan hanya sebagai tanggung jawab pengajar agama saja, melainkan tanggung-jawab semua guru bidang studi. Pengajar bidang studi lainnya juga wajib ikut dan pada membina akhlak para siswa melalui nilai-nilai pendidikan yg terdapat dalam semua bidang studi.

Melekatnya nilai-nilai ajaran kepercayaan dalam setiap mata pelajaran atau bidang studi generik lainnya yg bukan pelajaran kepercayaan memiliki nilai yg sangat penting pada upaya mengembangkan nilai keagamaan pada murid. Melalui mata pelajaran umum selain anak didik bisa memperlajari substansi, prinsip-prinsip dan konsep-konsep menurut ilmu pengetahuan itu, diperlukan jua ada dimensi nilai yang terkandung pada pendidikan itu. Dalam pembelajaran anak didik mempunyai kewajiban supaya mentaati peraturan tertulis, etika, adab sopan santun dan kebiasaan-kebiasaan generik lainnya. Selain itu siwa dapat belajar untuk lebih mencintai lingkungan, baik di sekolah, keluarga atau masyarakat.

Melalui pendidikan bidang studi lainnya, siswa juga dapat lebih memahami betapa agung serta perkasanya Tuhan Yang Maha Esa yang sudah membentuk alam semesta ini dengan segala isinya yg berjalan dengan tertib, sesuai menggunakan hukum-aturan Allah (sunnatullah) yang jua disebut aturan alam. Siswa akan menyadari bahwa apa yg terjadi di alam semesta ini dalam dasarnya asal berdasarkan Yang Maha Mencipta. Inilah pendidikan mata pelajaran bidang studi generik menjadi contoh yg sebagai wahana buat pendidikan nilai-nilai agama. 

Keempat, pendidikan akhlak wajib didukung oleh kerjasama yg kompak dan bisnis yang sungguh-sungguh dari orang tua (keluarga), sekolah dan masyarakat. Orang tua di rumah wajib meningkatkan perhatiannya terhadap anak-anaknya menggunakan meluangkan ketika buat memberikan bimbingan, keteladanan dan pembiasaan yg baik. Orang tua jua wajib berupaya membentuk rumah tangga yang serasi, tenang dan tenteram, sebagai akibatnya anak akan merasa damai jiwanya serta menggunakan gampang dapat diarahkan pada hal-hal yang positif.

Tiga sentra pendidikan (famili, sekolah dan warga ) secara bertahap serta terpadu mengemban suatu tanggung jawab pendidikan bagi generasi mudanya. Ketiga penanggung jawab pendidikan ini dituntut melakukan kerjasama pada antara mereka baik secara pribadi juga tidak langsung, menggunakan saling menopang kegiatan yg sama secara indvidual-sendiri maupun bersama-sama. Dengan kata lain, perbuatan mendidik yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak pula dilakukan oleh sekolah dengan memperkuat dan dikontrol oleh rakyat menjadi lingkungan sosial anak.

Pendidikan famili merupakan benteng utama tempat anak-anak dibesarkan melalui pendidikan dan di sinilah peran primer orang tua sebagai pendidik yang akan mendasari serta mengarahkan anak-anaknya pada pendidikan selanjutya. Dalam Islam, rumah keluarga muslim adalah benteng utama tempat anak-anak dibesarkan melalui pendidikan Islam. Adapun yang sebagai tujuan pendidikan dalam Islam adalah: mendirikan syariat Allah dalam segala permasalahan rumah tangga; Mewujudkan ketenteraman dan ketenangan psikologis; Mewujudkan sunnah Rasulullah saw. Dengan melahirkan anak-anak saleh; Memenuhi kebutuhan cinta kasih anak-anak; serta Menjaga fitrah anak supaya nir melakukan defleksi-penyimpangan. Tanggung-jawab pendidikan famili ada pada pundak para orang tua, sehingga anak-anak terhindar dari kerugian, keburukan, mengingat banyaknya sendi kehidupan sosial yang melenceng berdasarkan tujuan pendidikan. 

Pendidikan sekolah adalah pendidikan yg diperoleh seorang pada sekolah secara teratur, sistematis, bertingkat serta mengikuti kondisi-syarat yang jelas serta ketat. Pada dasarnya pendidikan sekolah adalah bagian menurut pendidikan dalam keluarga, yang sekaligus pula merupakan kelanjutan menurut pendidikan keluarga. Sekolah merupakan jembatan bagi anak yg menghubungkan kehidupan keluarga dengan kehidupan pada warga kelak. 

Pendidikan Masyarakat ditandai menggunakan adanya mosi Mangunsarkoro yang ditujukan pada Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP), yg mendesak pemerintah agar memberi perhatian lebih banyak dalam pendidikan masyarakat serta lalu diterima, maka dalam 1 Januari 1946 terbentuklah Bagian Pendidikan Masyarakat pada Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan. Adapun isinya menjelaskan menggunakan tegas: (1) Memberantas buta huruf, (dua) Menyelenggarakan kursus pengetahuan generik, serta (3) Mengembangkan perpustakaan rakyat. Dengan adanya pendidikan ini, diperlukan pendidikan diperlukan sebagai proses pembudayaan kodrat alam yg adalah usaha memelihara dan memajukan dan menaikkan dan memperluas kemampuan-kemampuan kodrati buat mempertahankan hidup. 

Proses pembudayaan pendidikan yang bertujuan menciptakan kehidupan individual serta sosial yg bercita-cita buat menciptakan insan yg merdeka lahir serta batin. Manusia yang merdeka lahir dan batin maksudnya merupakan tertanamnya pada diri setiap individu tiang-tiang kemerdekaan hidup, yang mempunyai kecakapan panca alat, ketajaman berpikir, kejernihan berperasaan, kemantapan dan kuatnya kemauan dan keluhuran budi pekerti.

Kelima, pendidikan akhlak wajib memakai seluruh kesempatan, berbagai wahana termasuk tekhnologi modern. Kesempatan berekreasi, pameran, kunjungan, berkemah dan kegiatan lainnya harus dicermati sebagai peluang buat membina akhlak. Demikian pula dengan sarana yg sudah canggih pada masa sekarang, misalnya: siaran TV, Handphone (HP), surat liputan, majalah, internet serta tekhnologi lainnya nir disalahgunakan, sehingga sarana tersebut dapat mempermudah proses pendidikan demi terwujudnya akhlak yg baik. 

Diakui bahwa sistem pendidikan yg kita miliki serta dilaksanakan selama ini masih belum bisa mengikuti serta mengendalikan kemajuan tekhnologi, sehingga dunia pendidikaan belum bisa membentuk energi-energi pembangunan yang terampil, kreatif dan aktif, yanng sesuai dengan tuntutan mansyarakat luas. Bahaya dan masalah negatif yg ditimbulkan dengan perkembangan ilmu dan tekhnologi, sebisa mungkin dijauhi serta dihilangkan atau sekurangnya bisa di minimalisir. Bagaimanapun berkembangnya ilmu pengetahuan terbaru menghendaki dasar-dasar pendidikan yg kokoh serta penguasaan kemampuan yang terus menerus.

Pendapat Harold G. Shane dalam bukunya yang berjudul “Arti Pendidikan Bagi Masa Depan”, terdapat beberapa karakteristik berdasarkan desain pendidikan yang akan muncul buat kehidupan pada masa depan, karakteristik itu adalah:
  • Tekanan perlu diberikan pada mendapatkan kembali, dalam bentuk yg jelas, disiplin sosial yang telah menuntun orang Barat dan barangkali yang sudah menuntun sebagian besar umat insan, sebelum timbulnya krisis nilai kini ini. Krisis yg sifatnya relatifisme serta permisif ini mengganggu keterikatan orang dalam kebiasaan-kebiasaan yg ditetapkan kebudayaan yang menuntun setiap individu supaya berbuat berdasarkan cara tertentu. Kita wajib beranjak maju menuju nilai-nilai dan tipe hidup yg baru yg diharapkan pada menyongsong masa depan. 
  • Melalui pendidikan, serangan akan dilancarkan terhadap kubu materialisme yang bertenaga, secara spesifik, terhadap kekeliruan yang telah meletakkan kepercayaan akbar dalam nilai-nilai materialisme. Diharapkan melalui pendidikan bisa mengubah nilai-nilai yg selama ini bersifat “cinta benda” yaitu kesukaan akbar untuk memperoleh benda-benda konsumsi yg tak terkendalikan. 
  • Bahaya serta perkara penggunaan tekhnologi pada menyongsong hidup di masa depan. Dengan pendidikan diperlukan dapat meminimalisir bahaya serta kasus tekhnologi, sebagai akibatnya membuahkan tekhnologi itu wahana krusial pada memperbaiki kedudukan manusia dan perlunya dipikirkan lagi agar pemanfaatan tekhnologi bisa diinjeksikan ke pada kurikulum. 
  • Kurikulum wajib mulai responsif secara lebih memadai terhadap ancaman kerusakan atau krisis nilai yang menimpa lingkungan sosialnya. Secara paten, pendidikan akan memiliki peranan penting saat keputusan-keputusan sosial yg krusial dicapai berkenaan dengan kebijakan nasional serta pada keadaan bagaimanapun pula masih ada banyak dasar untuk memulainya di sekolah. 
  • Pendidikan perlu terus mendidik pelajar agar keluaran pendidikan yg baru bisa membuat pelajar menghadapi potensi kekuatan media massa dalam bentuk opini dan perilaku publik. 
Inilah sosok pendidikan yg berkembang kini , serta bagaimana sosok rakyat masa depan dengan nilai-nilainya yang lebih banyak didominasi. Memang kita semua mengetahui betapa sektor pendidikan selalu kolot pada aneka macam sektor pembangunan lainnya, bukan lantaran sektor itu lebih di lihat sebagai sektor konsumtif jua lantaran pendidikan adalah penjaga status quo warga itu sendiri[17]. Pendidikan merupakan sebagian dari kehidupan warga serta jua sebagai dinamisator rakyat itu sendiri. Dalam aspek inilah kiprah pendidikan memang sangat strategis karena sebagai tiang sanggah menurut transedental rakyat itu sendiri.

Proses perubahan rapikan nilai akan berjalan sesuai menggunakan dinamika masyarakat dalam era eksklusif. Selain itu nilai-nilai dalam generasi yang mendahului sebagian atau holistik masih permanen hidup pada generasi berikutnya. Nilai-nilai yg lebih banyak didominasi pada setiap generasi ada yg bersifat positif serta ada yg negatif, maka kita perlu mengidentifikasinya serta waspada sehingga kita mampu menyaring mana yg perlu dihidari serta mana yang perlu diambil buat kemajuan pada masa mendatang.

Salah satu tugas dari Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), yakni menjaga, melestarikan dan membangun nilai-nilai luhur bangsa. Dalam perkembangannya, generasi nilai-nilai pada warga Indonesia kita lihat adanya nilai-nilai antar generasi. Pendidikan membuahkan nilai-nilai dasar akan semakin kokoh pada bepergian kehidupan bangsa, misalnya nasionalisme dan patriotisme sebagai nilai-nilai generasi pertama menurut perjalanan hidup bangsa. Sudah tentu nilai-nilai luhur itu perlu ditempa, dihaluskan serta diasah terus menerus sinkron dengan perubahan kehidupan

SUMBER-SUMBER ARTIKEL DI ATAS :

Drs. Moh. Saifulloh al-Aziz, Milenium Menuju Masyarakat Madani, Terbit terperinci, Surabaya, 2000. 
Prof. Dr. H. Abuddin Nata, MA., Manajemenen Pendidikan: Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam pada Indonesia, Kencana, Bogor, 2003.
Drs. H.M. Arifin M.ed., Kapita Selekta Pendidikan, Umum serta Agama, CV. Toha Putra, Semarang. 
Departemen Pendidikan serta Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, PT. Balai Pustaka, Jakarta, 1997.
Aminuddin Rasyad, dalam Ahmad Tafsir, Epistimologi buat Ilmu Pendidikan Islam, Bandung:Fak.tarbiyah MIN Sunan Gunung Jati,1995
Warul Walidin AK, Strategi Peniheniukan Nilai, Upaya Pengembangan Dimensi Afektif, Jurnal Didaktika, Vol 1, No.2, 2 September 2000
Hasan Langgulung, Asas-Avas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1992
H.una Kartawisastra dkk, dalam Noeng Muhadjir, Teknologi Pendidikan, Yogyakarta,IAIN Sunan Kalijaga
H.M. Arifin , Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1994.
Nasir Budiman, Pendidikan Moral Qurani, Disertasi, Yogyakarta : MIN Sunan Kalijaga, 1996
Ali Ashraf, Horizon Baru Pendidikan Islam, Jakarta : Pustaka Firdaus,1996.
M. Nasir Budiman, Pendidikan Dalam Perspektif Al Quran, Jakarta: Madam Press,2001
Sam M. Chan dan Tuti T. Sam, Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005. 
Redja Mudyahardjo, Pengantar Pendidikan: Sebuah Studi Awal Tentang Dasar-Dasar Pendidikan dalam Umumnya dan Pendidikan pada Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002.
Harold G. Shane, Arti Pendidikan Bagi Masa Depan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002.
Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997.
Abdurrahman An-Nawawi, Pendidikan Islam pada Rumah, Sekolah danMasyarakat, Penerjemah: Shihabudin, Gema Insani Press, 1995.
Prof. Dr. H.A.R. Tilaar, M.sc.ed., Manajemen Pendidikan Nasional: Kajian Pendidikan Masa Depan, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001.

EPISTIMOLOGI UNTUK ILMU PENDIDIKAN ISLAM

Epistimologi Untuk Ilmu Pendidikan Islam 
Dalam UU RI No. 2 Tahun 1989, mengenai Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), Bab II Pasal 4, dijelaskan bahwa: ”Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa serta membuatkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu insan yg beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan YME dan berbudi pekerti luhur, mempunyai pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani serta rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri dan rasa tanggung jawab kemasyarakatan serta bangsa”. Ini adalah keliru satu dasar serta tujuan menurut pendidikan nasional yg seharusnya menjadi acuan bangsa Indonesia. 

Fenomena yang kita saksikan beserta, pendidikan sampai kini masih belum menunjukkan hasil yg diperlukan sesuai dengan landasan serta tujuan berdasarkan pendidikan itu. Membentuk insan yg cerdas yang diimbangi menggunakan nilai keimanan, ketaqwaan serta berbudi pekerti luhur, belum bisa terwujud. Gejala kemerosotan nilai-nilai akhlak dan moral dikalangan rakyat telah mulai luntur serta meresahkan. Sikap saling tolong-menolong, kejujuran, keadilan dan afeksi tinggal jargon belaka. 

Krisis akhlak dalam elite politik terlihat menggunakan adanya penyelewengan, penindasan, saling menjegal atau adu domba, fitnah dan perbuatan maksiat lainnya. Pada lapisan rakyat, krisis akhlak pula terlihat pada sebagian sikap mereka yang sangat mudah merampas hak orang lain, contohnya menjarah, main hakim sendiri, melanggar peraturan tanpa merasa bersalah, mudah terpancing emosi, gampang diombang-ambingkan serta perbuatan lain yang merugikan orang lain atau diri sendiri. Kemerosotan nilai-nilai moral yang tadinya hanya menerpa sebagian mini elite politik dan sebagian rakyat yang lebih tepatnya dalam orang dewasa yang mempunyai kedudukan, jabatan, profesi dan kepentingan, sekarang sudah menjalar pada warga kalangan pelajar. Banyaknya keluhan orang tua, guru, pendidik dan orang-orang yg beranjak pada bidang keagamaan dan pengaduan warga sosial umumnya, yang berkenaan dengan ulah sebagian pelajar yg sukar dikendalikan, nakal, acapkali bolos sekolah, tawuran, merokok, mabuk-mabukan serta lebih pilu lagi sudah memasuki global pornografi.

Pada waktu ini sudah menjadi kenyataan timbulnya kemerosotan nilai akhlak generasi muda atau kalangan pelajar, yang dalam prinsipnya adalah karena mereka nir mengenal agama, tidak diberikan pengertian kepercayaan yg relatif, sehingga sikap dan tindakan dan perbuatannya sebagai liar. Adanya perilaku, tindakan serta perbuatan yg tidak bertanggung jawab ini apabila dibiarkan terus, maka tak ayal lagi kalau generasi mendatang akan diliputi kegelapan serta hancurnya tatanan perikehidupan umat insan.

1. Sebab Timbulnya Krisis Akhlak
Adapun yg menjadi akar perkara penyebab timbulnya krisis akhlak dalam rakyat cukup poly, yang terpenting diantaranya adalah:
Pertama, krisis akhlak terjadi lantaran longgarnya pegangan terhadap kepercayaan yg mengakibatkan hilangnya pengontrol diri menurut dalam (self control). Selanjutnya indera pengontrol perpindahan pada hukum dan warga . Tetapi lantaran hukum serta rakyat jua telah lemah, maka hilanglah seluruh alat kontrol. Akibatnya insan bisa berbuat sesuka hati pada melakukan pelanggaran tanpa ada yang menegur.

Kedua, krisis akhlak terjadi karena training moral yang dilakukan oleh orang tua, sekolah serta warga telah kurang efektif. Bahwa penanggung jawab aplikasi pendidikan pada negara kita merupakan keluarga, masyarakat dan pemerintah. Ketiga institusi pendidikan telah terbawa sang arus kehidupan yg mengutamakan materi tanpa diimbangi dengan training mental spiritual.

Ketiga, krisis akhlak terjadi karena derasnya arus budaya hidup materialistik, hedonistik dan sekularistik. Derasnya arus budaya yg demikian didukung sang para penyandang kapital yg semata-mata mengeruk laba material dengan memanfaatkan para remaja tanpa memperhatikan dampaknya bagi kerusakan akhlak para generasi penerus bangsa.

Keempat, krisis akhlak terjadi lantaran belum adanya kemauan yang benar-benar-benar-benar berdasarkan pemerintah. Kekuasaan, dana, tekhnologi, asal daya manusia, peluang serta sebagainya yang dimiliki pemerintah belum banyak digunakan buat melakukan training akhlak bangsa. Hal yang demikian semakin diperparah menggunakan ulah sebagian elite politik penguasa yang semata-mata mengejar kedudukan, kekayaan dan sebagainya menggunakan cara-cara yg tidak mendidik, sepeati adanya praktek korupsi, kongkalikong serta Nepotisme (KKN). Hal yg demikian terjadi mengingat bangsa Indonesia masih menerapkan pola hidup paternalistik.

Fenomena yg kita saksikan memang benar, bahwa nilai-nilai akhlak dan moral yg berkembang sekarang telah jauh menurut harapan serta sangat mengkhawatirkan. Sebagai kambing hitamnya seringkali kita menyalahkan dunia pendidikan yg bertanggung-jawab atas semua yg terjadi. Rasanya memang ada benarnya jua bila dipikirkan secara mendalam, sebab kemerosotan nilai-nilai itu tidak terlepas berdasarkan peran dunia pendidikan yg tugas galat satunya merupakan mempersiapkan asal daya manusia yang berkualitas dan mendidik nilai-nilai moral bangsa. 

Belakangan ini, banyak sekali seminar digelar kalangan pendidik yang bertekad mencari solusi buat mengatasi krisis akhlak. Pera pemikir pendidikan menyerukan agar kecerdasan nalar diikuti dengan kecerdasan moral, pendidikan kepercayaan . Pendidikan moral harus siap menghadapi tantangan dunia, pendidikan harus memberikan donasi yg nyata pada mewujudkan rakyat yg semakin berbudaya (masyarakat madani).

2. Langkah yg ditempuh buat mengatasi krisis moral
Sejalan dengan sebab-sebab timbulnya krisis akhlak tadi di atas, maka cara buat mengatasinya bisa ditempuh dengan langkah-langkah sebagai berikut:

Pertama, pendidikan akhlak dapat dilakukan menggunakan tetapkan pelaksanaan pendidikan kepercayaan , baik pada tempat tinggal , sekolah maupun rakyat. Hal yang demikian diyakini, lantaran inti ajaran kepercayaan merupakan akhlak yang mulia yg bertumpu pada keimanan pada Tuhan serta keadilan sosial. Pengajaran agama hendaknya menerima loka yg teratur akurat, sampai relatif mendapat perhatian yg semestinya menggunakan tidak mengurangi kemerdekaan golongan-golongan yang hendak mengikuti agama yang dianutnya. Madrasah-madrasah dan pesantren yg dalam hakikatnya adalah keliru satu indera dan sumber pendidikan pada rangka mencerdaskan kehidupan beragama yg sudah berurat dalam warga umumnya, maka hendaklah mendapat perhatian serta donasi baik material ataupun dorongan spiritual menurut pemerintah. 

Kedua, menggunakan mengintegrasikan antara pendidikan serta pedagogi. Hampir semua pakar pendidikan setuju, bahwa pedagogi hanya berisikan pengalihan pengetahuan (transfer of knowladge), keterampilan dan pengalaman yg ditujukan untuk mencerdaskan nalar serta menaruh keterampilan. Sedangkan pendidikan tertuju pada upaya membantu kepribadian, sikap serta pola hidup yang dari nilai-nilai yang luhur. Pada setiap pedagogi sesungguhnya masih ada pendidikan dan secara logika keduanya telah terjadi integrasi yang krusial. Pendidikan yang adalah satu cara yang mapan buat memperkenalkan pelajar (learners) melalui pembelajaran dan sudah menunjukkan kemampuan yg semakin tinggi buat mendapat dan mengimplementasikan alternatif-cara lain baru untuk membimbing perkembangan insan[10]. Dengan integrasi antara pendidikan serta pedagogi dibutuhkan menaruh donasi bagi perubahan nilai-nilai akhlak yang sinkron dengan tujuan pendidikan pada menyongsong hari esok yg lebih cerah. 

Ketiga, bahwa pendidikan akhlak bukan hanya menjadi tanggung jawab pengajar kepercayaan saja, melainkan tanggung-jawab seluruh guru bidang studi. Pengajar bidang studi lainnya jua wajib ikut dan dalam membina akhlak para anak didik melalui nilai-nilai pendidikan yg masih ada dalam semua bidang studi.

Melekatnya nilai-nilai ajaran kepercayaan dalam setiap mata pelajaran atau bidang studi umum lainnya yg bukan pelajaran agama mempunyai nilai yang sangat krusial dalam upaya menyebarkan nilai keagamaan pada murid. Melalui mata pelajaran generik selain siswa dapat memperlajari substansi, prinsip-prinsip serta konsep-konsep menurut ilmu pengetahuan itu, diharapkan jua ada dimensi nilai yang terkandung pada pendidikan itu. Dalam pembelajaran anak didik memiliki kewajiban agar mentaati peraturan tertulis, etika, adab sopan santun serta norma-kebiasaan umum lainnya. Selain itu siwa dapat belajar untuk lebih menyayangi lingkungan, baik pada sekolah, famili atau warga .

Melalui pendidikan bidang studi lainnya, anak didik jua dapat lebih tahu betapa agung dan perkasanya Tuhan Yang Maha Esa yg telah menciptakan alam semesta ini dengan segala isinya yang berjalan dengan tertib, sinkron dengan hukum-hukum Allah (sunnatullah) yg jua dianggap aturan alam. Siswa akan menyadari bahwa apa yg terjadi pada alam semesta ini dalam dasarnya asal dari Yang Maha Mencipta. Inilah pendidikan mata pelajaran bidang studi generik menjadi contoh yang menjadi sarana buat pendidikan nilai-nilai kepercayaan . 

Keempat, pendidikan akhlak wajib didukung sang kerjasama yang kompak dan usaha yg sungguh-benar-benar dari orang tua (famili), sekolah dan warga . Orang tua pada tempat tinggal wajib menaikkan perhatiannya terhadap anak-anaknya menggunakan meluangkan waktu buat menaruh bimbingan, keteladanan dan pembiasaan yang baik. Orang tua jua wajib berupaya membangun tempat tinggal tangga yang harmonis, tenang dan tenteram, sebagai akibatnya anak akan merasa damai jiwanya serta dengan gampang dapat diarahkan kepada hal-hal yg positif.

Tiga pusat pendidikan (famili, sekolah serta masyarakat) secara bertahap dan terpadu mengemban suatu tanggung jawab pendidikan bagi generasi mudanya. Ketiga penanggung jawab pendidikan ini dituntut melakukan kerjasama pada antara mereka baik secara pribadi juga tidak langsung, menggunakan saling menopang aktivitas yang sama secara sendiri-sendiri juga bersama-sama. Dengan istilah lain, perbuatan mendidik yg dilakukan oleh orang tua terhadap anak juga dilakukan sang sekolah dengan memperkuat serta dikontrol sang warga sebagai lingkungan sosial anak.

Pendidikan keluarga adalah benteng primer loka anak-anak dibesarkan melalui pendidikan dan di sinilah peran primer orang tua sebagai pendidik yg akan mendasari serta mengarahkan anak-anaknya dalam pendidikan selanjutya. Dalam Islam, tempat tinggal keluarga muslim adalah benteng utama loka anak-anak dibesarkan melalui pendidikan Islam. Adapun yang menjadi tujuan pendidikan dalam Islam merupakan: mendirikan syariat Allah pada segala perseteruan tempat tinggal tangga; Mewujudkan ketenteraman serta kenyamanan psikologis; Mewujudkan sunnah Rasulullah saw. Dengan melahirkan anak-anak saleh; Memenuhi kebutuhan cinta kasih anak-anak; serta Menjaga fitrah anak supaya tidak melakukan penyimpangan-penyimpangan. Tanggung-jawab pendidikan keluarga ada pada pundak para orang tua, sehingga anak-anak terhindar berdasarkan kerugian, keburukan, mengingat banyaknya sendi kehidupan sosial yg melenceng dari tujuan pendidikan. 

Pendidikan sekolah merupakan pendidikan yg diperoleh seseorang di sekolah secara teratur, sistematis, bertingkat dan mengikuti kondisi-kondisi yang kentara dan ketat. Pada dasarnya pendidikan sekolah merupakan bagian berdasarkan pendidikan dalam keluarga, yg sekaligus pula merupakan kelanjutan menurut pendidikan keluarga. Sekolah adalah jembatan bagi anak yg menghubungkan kehidupan keluarga dengan kehidupan pada masyarakat kelak. 

Pendidikan Masyarakat ditandai dengan adanya mosi Mangunsarkoro yang ditujukan pada Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP), yg mendesak pemerintah supaya memberi perhatian lebih poly dalam pendidikan masyarakat dan kemudian diterima, maka pada 1 Januari 1946 terbentuklah Bagian Pendidikan Masyarakat dalam Kementerian Pendidikan, Pengajaran serta Kebudayaan. Adapun isinya menjelaskan menggunakan tegas: (1) Memberantas buta alfabet , (dua) Menyelenggarakan kursus pengetahuan umum, serta (tiga) Mengembangkan perpustakaan masyarakat. Dengan adanya pendidikan ini, dibutuhkan pendidikan dibutuhkan sebagai proses pembudayaan kodrat alam yg adalah usaha memelihara dan memajukan dan menaikkan dan memperluas kemampuan-kemampuan kodrati untuk mempertahankan hidup. 

Proses pembudayaan pendidikan yang bertujuan membangun kehidupan individual serta sosial yang bercita-cita untuk menciptakan insan yg merdeka lahir dan batin. Manusia yg merdeka lahir serta batin maksudnya merupakan tertanamnya dalam diri setiap individu tiang-tiang kemerdekaan hidup, yg memiliki kecakapan panca indera, ketajaman berpikir, kejernihan berperasaan, kemantapan serta kuatnya kemauan dan keluhuran budi pekerti.

Kelima, pendidikan akhlak harus memakai seluruh kesempatan, banyak sekali wahana termasuk tekhnologi terkini. Kesempatan berekreasi, pameran, kunjungan, berkemah serta kegiatan lainnya harus dicermati menjadi peluang buat membina akhlak. Demikian pula dengan sarana yang sudah sophisticated dalam masa sekarang, misalnya: siaran TV, Handphone (HP), surat warta, majalah, internet serta tekhnologi lainnya nir disalahgunakan, sehingga wahana tersebut dapat mempermudah proses pendidikan demi terwujudnya akhlak yang baik. 

Diakui bahwa sistem pendidikan yg kita miliki dan dilaksanakan selama ini masih belum mampu mengikuti serta mengendalikan kemajuan tekhnologi, sebagai akibatnya dunia pendidikaan belum bisa membuat energi-energi pembangunan yg terampil, kreatif serta aktif, yanng sinkron dengan tuntutan mansyarakat luas. Bahaya dan perkara negatif yang ditimbulkan dengan perkembangan ilmu dan tekhnologi, sebisa mungkin dijauhi dan dihilangkan atau sekurangnya bisa pada minimalisir. Bagaimanapun berkembangnya ilmu pengetahuan modern menghendaki dasar-dasar pendidikan yang kokoh serta penguasaan kemampuan yg terus menerus.

Pendapat Harold G. Shane pada bukunya yg berjudul “Arti Pendidikan Bagi Masa Depan”, ada beberapa ciri berdasarkan desain pendidikan yg akan timbul untuk kehidupan pada masa depan, ciri itu merupakan:
  • Tekanan perlu diberikan dalam mendapatkan kembali, dalam bentuk yg jelas, disiplin sosial yang telah menuntun orang Barat serta barangkali yang telah menuntun sebagian besar umat manusia, sebelum timbulnya krisis nilai sekarang ini. Krisis yang sifatnya relatifisme serta permisif ini mengganggu keterikatan orang dalam kebiasaan-norma yg ditetapkan kebudayaan yg menuntun setiap individu agar berbuat berdasarkan cara tertentu. Kita harus bergerak maju menuju nilai-nilai dan tipe hayati yang baru yg diharapkan dalam menyongsong masa depan. 
  • Melalui pendidikan, agresi akan dilancarkan terhadap kubu materialisme yang bertenaga, secara spesifik, terhadap kekeliruan yg telah meletakkan agama akbar dalam nilai-nilai materialisme. Diharapkan melalui pendidikan dapat mengubah nilai-nilai yang selama ini bersifat “cinta benda” yaitu selera besar buat memperoleh benda-benda konsumsi yang tidak terkendalikan. 
  • Bahaya serta kasus penggunaan tekhnologi dalam menyongsong hidup pada masa depan. Dengan pendidikan dibutuhkan dapat meminimalisir bahaya serta kasus tekhnologi, sebagai akibatnya menjadikan tekhnologi itu wahana krusial dalam memperbaiki kedudukan manusia dan perlunya dipikirkan lagi agar pemanfaatan tekhnologi bisa diinjeksikan ke dalam kurikulum. 
  • Kurikulum harus mulai responsif secara lebih memadai terhadap ancaman kerusakan atau krisis nilai yg menimpa lingkungan sosialnya. Secara paten, pendidikan akan mempunyai peranan penting ketika keputusan-keputusan sosial yang penting dicapai berkenaan menggunakan kebijakan nasional serta pada keadaan bagaimanapun pula terdapat poly dasar buat memulainya pada sekolah. 
  • Pendidikan perlu terus mendidik pelajar agar keluaran pendidikan yang baru bisa membuat pelajar menghadapi potensi kekuatan media massa pada bentuk opini serta sikap publik. 
Inilah sosok pendidikan yg berkembang kini , dan bagaimana sosok masyarakat masa depan menggunakan nilai-nilainya yg dominan. Memang kita seluruh mengetahui betapa sektor pendidikan selalu udik pada berbagai sektor pembangunan lainnya, bukan karena sektor itu lebih di lihat sebagai sektor konsumtif jua lantaran pendidikan adalah penjaga status quo rakyat itu sendiri[17]. Pendidikan adalah sebagian menurut kehidupan masyarakat serta jua menjadi dinamisator warga itu sendiri. Dalam aspek inilah kiprah pendidikan memang sangat strategis lantaran sebagai tiang sanggah dari kesinambungan warga itu sendiri.

Proses perubahan tata nilai akan berjalan sesuai menggunakan dinamika rakyat dalam era eksklusif. Selain itu nilai-nilai pada generasi yang mendahului sebagian atau holistik masih tetap hidup pada generasi berikutnya. Nilai-nilai yg dominan dalam setiap generasi ada yang bersifat positif serta terdapat yg negatif, maka kita perlu mengidentifikasinya serta waspada sebagai akibatnya kita bisa menyaring mana yg perlu dihidari serta mana yang perlu diambil buat kemajuan pada masa mendatang.

Salah satu tugas berdasarkan Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), yakni menjaga, melestarikan dan menciptakan nilai-nilai luhur bangsa. Dalam perkembangannya, generasi nilai-nilai dalam warga Indonesia kita lihat adanya nilai-nilai antar generasi. Pendidikan menjadikan nilai-nilai dasar akan semakin kokoh pada bepergian kehidupan bangsa, seperti nasionalisme dan patriotisme sebagai nilai-nilai generasi pertama dari perjalanan hayati bangsa. Sudah tentu nilai-nilai luhur itu perlu ditempa, dihaluskan dan diasah terus menerus sinkron menggunakan perubahan kehidupan

SUMBER-SUMBER ARTIKEL DI ATAS :

Drs. Moh. Saifulloh al-Aziz, Milenium Menuju Masyarakat Madani, Terbit jelas, Surabaya, 2000. 
Prof. Dr. H. Abuddin Nata, MA., Manajemenen Pendidikan: Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam pada Indonesia, Kencana, Bogor, 2003.
Drs. H.M. Arifin M.ed., Kapita Selekta Pendidikan, Umum dan Agama, CV. Toha Putra, Semarang. 
Departemen Pendidikan serta Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, PT. Balai Pustaka, Jakarta, 1997.
Aminuddin Rasyad, dalam Ahmad Tafsir, Epistimologi untuk Ilmu Pendidikan Islam, Bandung:Fak.tarbiyah MIN Sunan Gunung Jati,1995
Warul Walidin AK, Strategi Peniheniukan Nilai, Upaya Pengembangan Dimensi Afektif, Jurnal Didaktika, Vol 1, No.dua, dua September 2000
Hasan Langgulung, Asas-Avas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1992
H.una Kartawisastra dkk, dalam Noeng Muhadjir, Teknologi Pendidikan, Yogyakarta,IAIN Sunan Kalijaga
H.M. Arifin , Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1994.
Nasir Budiman, Pendidikan Moral Qurani, Disertasi, Yogyakarta : MIN Sunan Kalijaga, 1996
Ali Ashraf, Horizon Baru Pendidikan Islam, Jakarta : Pustaka Firdaus,1996.
M. Nasir Budiman, Pendidikan Dalam Perspektif Al Quran, Jakarta: Madam Press,2001
Sam M. Chan serta Tuti T. Sam, Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005. 
Redja Mudyahardjo, Pengantar Pendidikan: Sebuah Studi Awal Tentang Dasar-Dasar Pendidikan pada Umumnya serta Pendidikan di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002.
Harold G. Shane, Arti Pendidikan Bagi Masa Depan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002.
Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997.
Abdurrahman An-Nawawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah danMasyarakat, Penerjemah: Shihabudin, Gema Insani Press, 1995.
Prof. Dr. H.A.R. Tilaar, M.sc.ed., Manajemen Pendidikan Nasional: Kajian Pendidikan Masa Depan, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001.

ILMU DAN TEORI PENGETAHUAN

Ilmu Dan Teori Pengetahuan
1. Tentang Ilmu
Pada prinsipnya ilmu adalah usaha buat mengorganisir serta mensitematisasikan sesuatu. Sesuatu tadi bisa diperoleh dari pengalaman serta pengamatan pada kehidupan sehari-hari. Tetapi sesuatu itu dilanjutkan dengan pemikiran secara cermat serta teliti menggunakan menggunakan aneka macam metode.

Ilmu dapat adalah suatu metode berfikir secara objektif (objective thinking) yg bertujuan buat mendeskripsikan atau memberi makna terhadap global faktual. Hal ini diperoleh melalui proses observasi, eksperimen, dan penjabaran. Sementara analisisnya adalah hal yg objektif dengan menyampingkan unsur pribadi, mengedepankan pemikiran nalar, serta bersikap netral (nir dipengaruhi sang kedirian atau subjektif). 

Pada hakekatnya, ilmu merupakan milik insan secara komprehensif sebagai lukisan atau warta yang lengkap dan konsisten tentang hal-hal yang dipelajarinya dalam ruang dan ketika sejauh jangkauan nalar dan yg dapat diamati pribadi sang panca indera insan. 

Perlu dipahami bahwa ilmu adalah deretan pengetahuan, tetapi bukan kebalikannya, kumpulan ilmu merupakan pengetahuan. Kumpulan pengetahuan supaya bisa dikatakan ilmu harus memenuhi kondisi-kondisi tertentu. Syarat-kondisi yg dimaksudkan merupakan objek material serta objek formal. Setiap bidang ilmu, baik itu khusus maupun filsafat wajib memenuhi kedua objek itu.

Ilmu merupakan suatu bentuk aktiva yg dengan melakukannya umat manusia memperoleh sesuatu yg lebih lengkap serta lebih cermat tentang alam di masa lampau, kini dan kemudian, serta suatu kemampuan yang semakin tinggi buat menyesuaikan dirinya dengan kehidupan. 

Ø Pengertian Ilmu
Dalam upaya memperoleh pemahaman mengenai ilmu serta teori komunikasi, maka pada awal pembahasan yg perlu dipahami bersama merupakan pemahaman tentang apa itu ilmu secara umum. Pasalnya, banyak sekali pengertian yang mampu dikemukakan mengenai ilmu. 

Menurut Mulyadhi Kartanegara, ilmu adalah any organized knowledge atau sekumpulan pengetahuan. Ilmu dan sains menurutnya tidak berbeda, terutama sebelum abad ke-19. Namun, setelah itu sains lebih terbatas pada bidang-bidang fisik atau inderawi, sedangkan ilmu melampauinya pada bidang-bidang non fisik, seperti metafisika. 

Adapun arti atau definisi ilmu yg terdapat dalam kamus Bahasa Indonesia merupakan : “Suatu pengetahuan tentang suatu bidang yg disusun secara bersistem menurut metode tertentu yang dapat digunakan buat memperlihatkan gejala-tanda-tanda tertentu,” (Admojo, 1998).

Sementara itu, buat lebih jelasnya tentang pengertian dan definisi dari ilmu tersebut, berikut adalah sejumlah definisi ilmu dari para pakar pada antaranya :

”Ilmu adalah pengetahuan yang disusun dalam satu sistem yg dari dari pengamatan, studi serta percobaan buat menentukan hakikat prinsip tentang hal yang sedang dikaji,” 

Ashley Montagu,
“Ilmu merupakan pengetahuan yg teratur tentang pekerjaan aturan kausal dalam suatu golongan masalah yg sama tabiatnya, maupun berdasarkan kedudukannya tampak menurut luar, juga menurut bangunannya berdasarkan dalam,”

Mohammad Hatta,
”Ilmu adalah akumulasi pengetahuan yang disistemasikan serta suatu pendekatan atau metode pendekatan terhadap semua global empiris yaitu global yg terikat oleh faktor ruang dan saat, global yang dalam prinsipnya bisa diamati sang panca indera insan,

Harsojo, 
”Ilmu adalah lukisan atau keterangan yang komprehensif serta konsisten tentang liputan pengalaman dengan kata yang sederhana,”

Karl Pearson,
”Ilmu adalah pengetahuan insan tentang alam, masyarakat dan pikiran. Ia mencerminkan alam dan konsep-konsep, katagori serta aturan-hukum, yang ketetapannya dan kebenarannya diuji dengan pengalaman praktis,”

Afanasyef,
“Ilmu merupakan sesuatu yang empiris, rasional, generik dan sistematik, serta ke empatnya serentak,”

Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag,
Dari sejumlah pengertian pada atas bisa disimpulkan bahwa ilmu pada dasarnya, pengetahuan tentang sesuatu hal atau kenyataan, baik yg menyangkut alam atau sosial yg diperoleh insan melalui proses berfikir. 

Itu adalah bahwa setiap ilmu merupakan pengetahun mengenai sesuatu yang menjadi objek kajian menurut ilmu terkait. Selain itu, pengertian ilmu jua identik menggunakan global ilmiah, karena itu ilmu menandakan 3 karakteristik, di antaranya :
1. Ilmu harus merupakan suatu pengetahuan yg didasarkan pada akal.
2. Ilmu harus terorganisasikan secara sistematis.
3. Ilmu harus berlaku umum.

Ø Dasar Ilmu 
Rasa ingin tahu tentang insiden-insiden yg terjadi di alam sekitarnya dapat bersifat sederhana dan juga dapat bersifat kompleks. Rasa ingin memahami yg bersifat sederhana didasari dengan rasa ingin tahu mengenai apa (ontologi), sedangkan rasa ingin memahami yg bersifat kompleks mencakup bagaimana peristiwa tersebut bisa terjadi serta mengapa peristiwa itu terjadi (epistemologi), serta buat apa peristiwa tersebut dipelajari (aksiologi). 

Ke tiga landasan tadi yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi merupakan karakteristik khusus pada penyusunan suatu ilmu. Ketiga landasan ini saling terkait satu sama lain dan tidak sanggup dipisahkan antara satu menggunakan lainnya. Berbagai usaha untuk dapat mencapai atau memecahkan peristiwa yg terjadi di alam atau lingkungan sekitarnya.

Adapun dasar ontologi ilmu meliputi seluruh aspek kehidupan yg bisa diuji oleh panca indera manusia. Jadi, masih dalam jangkauan pengalaman insan atau bersifat realitas. Adapun objek empiris bisa berupa objek material misalnya wangsit-ide, nilai-nilai, tumbuhan, hewan, batu-batuan dan insan itu sendiri. 

Ontologi adalah salah satu objek lapangan penelitian kefilsafatan yang paling kuno. Untuk memberi arti tentang suatu objek ilmu, Supriyanto (2003) mengemukakan terdapat dua (2) perkiraan yang perlu diperhatikan, yakni :
  • Asumsi pertama, adalah suatu objek mampu dikelompokkan dari kesamaan bentuk, sifat (substansi), struktur atau komparasi dan kuantitatif perkiraan. 
  • Asumsi kedua, merupakan kelestarian nisbi ialah ilmu nir mengalami perubahan pada periode tertentu (dalam waktu singkat). Asumsi ketiga yaitu determinasi merupakan ilmu menganut pola eksklusif atau nir terjadi secara kebetulan. 
Sementara epistemologi atau teori pengetahuan adalah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan ruang lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas sejumlah besar pertanyaan mengenai pengetahuan yang dimiliki. 

Sebagian ciri yg patut menerima perhatian dalam epistemologi perkembangan ilmu pada masa terkini merupakan munculnya pandangan baru tentang ilmu pengetahuan. Pandangan itu adalah kritik terhadap pandangan Aristoteles, yaitu bahwa ilmu pengetahuan paripurna tidak boleh mencari laba , tetapi harus bersikap kontemplatif, diganti dengan pandangan bahwa ilmu pengetahuan justru harus mencari laba , adalah digunakan buat memperkuat kemampuan insan di bumi ini (Bakhtiar, 2005).

Sedangkan dasar aksiologi berarti sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yg diperoleh, seberapa akbar sumbangan ilmu bagi kebutuhan umat insan. Dasar aksiologi ini merupakan sesuatu yang paling krusial bagi insan karena dengan ilmu segala keperluan dan kebutuhan insan menjadi terpenuhi secara lebih cepat serta lebih gampang. 

Berdasarkan aksiologi, ilmu terlihat kentara bahwa pertarungan yg utama merupakan mengenai nilai. Nilai yg dimaksud merupakan sesuatu yang dimiliki insan buat melakukan aneka macam pertimbangan mengenai apa yang dievaluasi.

Teori tentang nilai ini dalam filsafat mengacu pada konflik etika dan estetika. Etika mengandung 2 arti yaitu formasi pengetahuan tentang evaluasi terhadap perbuatan insan dan adalah suatu predikat yg dipakai untuk membedakan hal-hal, perbuatan-perbuatan atau manusia-manusia lainnya. Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai mengenai pengalaman keindahan yang dimiliki sang insan terhadap lingkungan dan fenomena disekelilingnya.

Ø Prosedur Pencarian Ilmu
Salah satu ciri khas ilmu pengetahuan adalah sebagai suatu aktivitas, yaitu sebagai suatu kegiatan yg dilakukan secara sadar oleh insan. Ilmu menganut pola tertentu serta nir terjadi secara kebetulan. Ilmu nir saja melibatkan kegiatan tunggal, melainkan suatu rangkaian aktivitas, sehingga dengan demikian adalah suatu proses. 

Proses pada rangkaian aktivitas ini bersifat intelektual, serta mengarah dalam tujuan-tujuan eksklusif. Disamping ilmu menjadi kegiatan, pula menjadi suatu produk. Dalam hal ini ilmu dapat diartikan sebagai formasi pengetahuan yang merupakan hasil berpikir manusia. 

Kedua ciri dasar ilmu yaitu wujud aktivitas insan serta output aktivitas tadi, adalah sisi yang nir terpisahkan menurut karakteristik ketiga yang dimiliki ilmu yaitu menjadi suatu metode. Metode ilmiah merupakan suatu mekanisme yang mencakup banyak sekali tindakan pikiran, pola kerja, cara teknis, dan tata langkah buat memperoleh pengetahuan baru atau menyebarkan pengetahuan yg sudah terdapat. 

Perkembangan ilmu sekarang ini dilakukan pada wujud eksperimen. Menurut Tjahyadi (2005) eksperimentasi ilmu kealaman bisa menjangkau objek potensi-potensi alam yang semula sulit diamati. Pada umumnya metodologi yg digunakan pada ilmu kealaman dianggap daur-empirik. Hal ini menerangkan pada 2 hal yang utama, yaitu daur yang mengandaikan adanya suatu kegiatan yang dilaksanakan berulang-ulang, serta empirik memberitahuakn dalam sifat bahan yg diselidiki, yaitu hal-hal yg dalam tingkatan pertama dapat diregistrasi secara indrawi. 

Dikemukakan Soeprapto (2003) metode siklus-empirik mencakup 5 (lima) tahapan yg dianggap observasi, induksi, konklusi, eksperimen, dan evaluasi. Sifat ilmiahnya terletak pada kelangsungan proses yang runut menurut segenap tahapan mekanisme ilmiah tersebut, meskipun dalam prakteknya tahap-termin kerja tadi sering kali dilakukan secara bersamaan. 

Ø Dimensi Ilmu
Ilmu pada usahanya buat menyingkap rahasia-misteri alam haruslah mengetahui asumsi-anggapan kefilsafatan mengenai alam tadi. Penegasan ilmu diletakkan dalam tolok ukur berdasarkan sisi atau dimensi fenomenal dan dimensi struktural. 

§ Dimensi Fenomenal
Dalam dimensi fenomenal, ilmu menampakkan diri dalam hal-hal berikut :
1. Masyarakat yaitu suatu rakyat yang elit yg pada hidup kesehariannya sangat konsern dalam kaidah-kaidah universaI, komunalisme, disinterestedness, serta skeptisme yg terarah serta teratur.
2. Proses yaitu olah krida aktivitas masyarakat elit yang dilakukan melalui refleksi, kontemplasi, imajinasi, observasi, eksperimentasi, komparasi, dan sebagainya tidak pernah mengenal titik henti buat mencari dan menemukan kebenaran ilmiah.
3. Produk yaitu output berdasarkan aktivitas tadi berupa dalil-dalil, teori, dan kerangka berpikir-paradigma bersama output penerapannya, baik yang bersifat fisik, juga non fisik. 

§ Dimensi Struktural
Dalam dimensi struktural, ilmu tersusun atas komponen-komponen menjadi berikut :
1. Objek target yang ingin diketahui.
2. Objek target terus menerus dipertanyakan tanpa mengenal titik henti.
3. Ada alasan serta dengan sarana serta cara eksklusif objek target tadi terus menerus dipertanyakan.
4. Temuan-temuan yg diperoleh selangkah demi selangkah disusun pulang dalam satu kesatuan sistem.

Sementara itu, ilmu bisa dikelompokkan menjadi tiga yaitu Ilmu Pengetahuan Abstrak, Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan Humanis. Secara rinci misalnya skema di bawah ini :

Berdasarkan skema pada atas terlihat bahwa ilmu melingkupi tiga bidang pokok yaitu ilmu pengetahuan tak berbentuk, ilmu pengetahuan alam serta ilmu pengetahuan humanis. 

Ilmu pengetahuan tak berbentuk meliputi metafisika, akal, dan matematika. Ilmu pengetahuan alam mencakup Fisika, kimia, biologi, kedokteran, geografi, dan lain sebagainya. Ilmu pengetahuan humanis mencakup psikologi, sosiologi, antropologi, hukum serta lain sebagainya.

2.  Tentang Pengetahuan
Secara etimologi pengetahuan dari dari istilah pada bahasa Inggris yaitu knowledge. Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan bahwa difinisi pengetahuan merupakan kepercayaan yg sahih (knowledge is justified true belief). 

Sedangkan secara terminologi, pengetahuan terdiri atas sejumlah definisi, pada antaranya :
1. Pengetahuan merupakan apa yang diketahui atau output pekerjaan tahu. Pekerjaan memahami tersebut merupakan hasil berdasarkan kenal, sadar, insaf, mengerti dan pintar. Pengetahuan itu merupakan semua milik atau isi pikiran. Dengan demikian pengetahuan adalah output proses berdasarkan usaha manusia buat tahu. 

2. Pengetahuan merupakan proses kehidupan yg diketahui manusia secara eksklusif berdasarkan kesadarannya sendiri. Dalam hal ini yang mengetahui (subjek) memiliki yang diketahui (objek) pada dalam dirinya sendiri sedemikian aktif sebagai akibatnya yang mengetahui itu menyusun yg diketahui pada dirinya sendiri pada kesatuan aktif.

3. Pengetahuan merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang suatu objek tertentu, termasuk didalamnya ilmu, seni dan kepercayaan . Pengetahuan ini adalah khasanah kekayaan mental yang secara pribadi dan tidak eksklusif memperkaya kehidupan manusia. 

Pada dasarnya pengetahuan adalah output tahu manusia terhadap sesuatu, atau segala perbuatan manusia buat memahami suatu objek eksklusif. Pengetahuan bisa berwujud barang-barang, baik lewat alat maupun lewat logika, dapat juga objek yg dipahami berbentuk ideal, atau yang bersangkutan dengan kasus kejiwaan.

Pengetahuan merupakan holistik pengetahuan yang belum tersusun, baik mengenai metafisik juga fisik, juga merupakan berita berupa common sense, tanpa metode dan mekanisme tertentu, tetapi berakar dalam istiadat serta tradisi yg sebagai kebiasaan serta dilakukan secara pengulangan-pengulangan. 

Dengan demikian, maka landasan berdasarkan pengetahuan tersebut sebagai kurang bertenaga sebagai akibatnya cenderung kabur serta samar-samar. Menurut Supriyanto (2003) pengetahuan tidak teruji karena konklusi ditarik dari asumsi yg nir teruji lebih dahulu. Pencarian pengetahuan lebih cendrung trial and error dan dari pengalaman belaka. 

Adapun ruang Lingkup pengetahuan secara ontologi, epistomologi serta aksiologi tadi ada tiga (3) jenis, yaitu Ilmu, Agama serta Seni, misalnya yang tergambar pada skema di bawah ini :


Ø Jenis Pengetahuan
Menurut Crose (pada Paryati Sudarman, 2008) pengetahuan setidaknya dapat dibagi ke dalam 2 jenis utama, yaitu, 1) Pengetahuan logis; dan 2) Pengetahuan intuitif. 

1. Pengetahuan Logis
Merupakan pengetahuan yang berhubungan dengan sesuatu hal yg secara logis dapat diulang (scientific object). Contohnya, secara logis bola itu bundar , maka dimana pun bola itu dibentuk, akan tetap diulang-ulang dalam bentuk bulat. Asumsinya, bila nir bulat, maka itu bukan bola.

2. Pengetahuan intuitif 
Merupakan pengetahuan yang berkaitan dengan sesuatu hal yang unik dan bersifat individual (aesthetic object). Pada bidang-bidang seni termasuk menulis, pengetahuan intuitif sangat berperan. Pengetahuan intuitif sulit buat dijelaskan secara akal, lantaran memang sifatnya yang personal. Sebagai akibat dari pengetahuan intuitif terutama dalam bidang seni, berkaitan erat menggunakan estetika (estetis) yang tidak bisa dikonseptualkan, melainkan bersifat segera dan pribadi dapat dirasakan. Pengetahuan yang berkaitan dengan intuitif, biasanya berkaitan menggunakan pengalaman dan refleksi diri. Sedangkan estetis umumnya berkaitan menggunakan pengalaman. Dengan demikian, masing-masing menurut individu memiliki pengetahuan intuitif yang bhineka, sebagai akibatnya akan menghasilkan karya yg bhineka pula.

3. Tentang Ilmu Pengetahuan
Pada awalnya yg pertama muncul merupakan filsafat serta ilmu-ilmu khusus merupakan bagian dari filsafat. Sehingga dikatakan bahwa filsafat merupakan induk atau ibu menurut seluruh ilmu (mater scientiarum). Lantaran objek material filsafat bersifat generik yaitu seluruh kenyataan, ad interim ilmu-ilmu membutuhkan objek spesifik, maka hal ini menyebabkan berpisahnya ilmu berdasarkan filsafat. 

Meskipun dalam perkembangannya masing-masing ilmu memisahkan diri menurut filsafat, ini tidak berarti hubungan filsafat dengan ilmu-ilmu spesifik sebagai terputus. Dengan karakteristik kekhususan yg dimiliki setiap ilmu, hal ini mengakibatkan batas-batas yang tegas di antara masing-masing ilmu. 

Dengan kata lain, tidak ada bidang pengetahuan yang menjadi penghubung ilmu-ilmu yang terpisah. Di sinilah filsafat berusaha buat menyatu padukan masing-masing ilmu. Dengan demikian, maka filsafat merupakan mengatasi spesialisasi serta merumuskan suatu pandangan hidup yang didasarkan atas pengalaman kemanusian yang luas. 

Lagipula, terdapat hubungan timbal pulang antara ilmu dengan filsafat. Banyak masalah filsafat yang memerlukan landasan pada pengetahuan ilmiah bila pembahasannya nir ingin dikatakan dangkal dan keliru. Ilmu dewasa ini dapat menyediakan bagi filsafat sejumlah besar bahan yang berupa liputan-fakta yg sangat krusial bagi perkembangan ilham-inspirasi filsafati yang tepat sehingga sejalan menggunakan pengetahuan ilmiah (Siswomihardjo, 2003).

Dalam perkembangan selanjutnya, filsafat nir saja dilihat sebagai induk atau asal menurut segala sumber ilmu, tetapi telah merupakan bagian dari ilmu itu sendiri, yang jua mengalami proses spesialisasi. 

Dalam taraf peralihan inilah maka filsafat nir meliputi keseluruhan, namun sudah menjadi sektoral. Contohnya filsafat agama, filsafat hukum, serta filsafat ilmu, merupakan bagian berdasarkan perkembangan filsafat yang telah menjadi sektoral dan terkotak pada satu bidang eksklusif. 

Dalam konteks inilah maka kemudian ilmu menjadi kajian filsafat sangat relevan buat dikaji serta didalami secara lebih komprehensif (Bakhtiar, 2005).

Ø Pengertian Ilmu Pengetahuan
Membicarakan masalah ilmu pengetahuan bersama definisinya ternyata nir semudah menggunakan yang diperkirakan. Adanya banyak sekali definisi mengenai ilmu pengetahuan ternyata belum bisa menolong buat tahu hakikat ilmu pengetahuan itu. Sekarang orang lebih berkepentingan menggunakan mengadakan penggolongan (klasifikasi) sehingga garis demarkasi antara (cabang) ilmu yang satu menggunakan yang lainnya menjadi lebih diperhatikan. 

Berdasarkan definisi pada atas terlihat jelas ada hal prinsip yg berbeda antara ilmu dengan pengetahuan. Seperti yg dikemukakan sebelumnya, pengetahuan merupakan holistik pengetahuan yg belum tersusun, baik mengenai matafisik juga fisik. Adapun pembuktian kebenarannya dari penalaran nalar atau rasional atau memakai akal deduktif. Premis dan proposisi sebelumnya sebagai acuan berpikir rasionalisme. Kelemahan logika deduktif ini seringkali pengetahuan yg diperoleh tidak sesuai dengan warta. 

Jika dianalogikan, ilmu misalnya sapu lidi, yakni sebagian lidi yg sudah diraut dan dipotong ujung dan pangkalnya kemudian diikat, sehingga sebagai sapu lidi. Sedangkan pengetahuan adalah lidi-lidi yg masih berserakan di pohon kelapa, pada pasar, dan tempat lainnya yg belum tersusun menggunakan baik. 

Ø Objek Ilmu Pengetahuan 
Kumpulan pengetahuan supaya bisa dikatakan ilmu wajib memenuhi kondisi-kondisi tertentu. Syarat-syarat yg dimaksudkan merupakan objek material dan formal. Setiap bidang ilmu, baik itu khusus atau filsafat wajib memenuhi kedua objek itu.

Objek material merupakan sesuatu hal yang dijadikan sasaran pemikiran (Gegenstand), sesuatu hal yang diselidiki atau sesuatu hal yang dipelajari. Objek material meliputi hal konkrit contohnya manusia, tanaman , bebatuan, tanah, ataupun hal-hal yg tak berbentuk seperti ide-wangsit, nilai-nilai, dan kerohanian. 

Objek formal merupakan cara memandang, meninjau yang dilakukan peneliti terhadap objek materialnya dan prinsip yang digunakannya. Objek formal dari suatu ilmu nir hanya memberi keutuhan suatu ilmu, tapi dalam saat yang sama membedakannya berdasarkan bidang lain. Satu objek material mampu ditinjau menurut berbagai sudut pandang sebagai akibatnya mengakibatkan ilmu yang tidak sama (Mudhofir, 2005). 

Ø Sumber Ilmu Pengetahuan
Dikemukakan Paryati Sudarman (2008) dalam bukunya ”Menulis di Media Massa”, pada ajaran Islam, ilmu pengetahuan bisa diperoleh dari berbagai asal, pada antaranya :

1. Lnsting (Gharizah)
Ilmu pengetahuan yg dimiliki insan sejak lahir. Ilmu pengetahuan ini adalah bekal kehidupan yang diberikan eksklusif menurut Allah. Menurut Prof. Haidar Putra, pengetahuan jenis ini nir perlu diajarkan, setiap orang secara instinktif sudah memilikinya (Haidar Putra, 2007:187). Seperti menyukai versus jenis/cinta kasih, rasa haus, serta lain-lain.

2. Indra
Ilmu pengetahuan yang kita peroleh menurut panca indra kita. Seperti berdasarkan penglihatan, penciuman, perabaan, dan indra lainnya, merupakan bagian berdasarkan asal pengetahuan. AI-Qur'an menyuruh insan buat mempergunakan indranya.

3. Akal
Bagian terpenting dalam proses berpikir. Para inovator menemukan berbagai ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi kesejahteraan umat insan karena berpikir, memakai akalnya. Menurut Haidar Putra, para filosof memakai nalar dengan tinggi-tingginya, sehingga sampai ke taraf akal mustafad. Akal mustafad adalah tingkatan nalar tertinggi yang dimiliki oleh seorang setelah tingkatan akal potensial serta aktual.

4. Pengalaman
Setiap orang memiliki pengalaman yg bhineka, serta setiap orang mempunyai pengalaman yang unik dan menarik. Semua itu bisa diungkapkan serta ditulis buat memenuhi kebutuhan media massa.

5. Intuitif
Pengetahuan yang kita peroleh tanpa penalaran. Jujun Suriasumantri mendeskripsikan seseorang yg sedang terpusat pemikirannya pada suatu perkara tiba-tiba saja menemukanjawaban atas perseteruan tadi tanpa melalui proses berpikir yg berliku-liku, datang-tiba saja dia hingga pada situ (Suriasumantri, 1982:53).

6. Qalbu
Pangkal dari segala rasa. Para pemikir Islam dan para Sufi, banyak mempergunakan qolbunya buat mendekatkan diri kepada Tuhan, sehingga menerima ilmu. Metodenya umumnya dengan membersihkan hati dari berbagai macam rasa yang tercela, sebagai akibatnya hati peka, dan mudah tahu serta memecahkan banyak sekali masalah.

7. Wahyu
Merupakan ajaran nabi yg bersumber berdasarkan Al-Qur'an dan Al-Hadits. Dalam Wahyu tadi, tersimpan banyak sekali liputan, baik berupa perintah, embargo/ tamsil, serta lain lain, yang berguna bagi kehidupan umat insan.

8. Mimpi 
Sebagian rasul mendapatkan wahyu menurut mimpi. Seperti Nabi Ibrahim waktu mendapat perintah buat mengorbankan anaknya. Para Rasul dan orang sadiqin, mempunyai mimpi yang sahih (Ar-Rii'ya Ash-Shadiqah), yang bisa dijadikan sebagai asal ilmu pengetahuan.

Ø Syarat Ilmu Pengetahuan
Pada umumnya ilmu pengetahuan mempunyai 4 (empat) syarat yang absolut, pada antaranya, 1) objektif; dua) sistematis; 3) universal; dan 4) metodologis. 

1. Objektif
Syarat yg pertama ini mengandung arti bahwa ilmu pengetahuan memiliki objek tertentu. Misalnya objek ilmu komunikasi, secara formal objek ilmu komunikasi merupakan pernyataan antarmanusia, sedangkan objek materialnya merupakan insan serta kehidupannya.

2. Sistematis
Artinya bahwa pengetahuan adalah sesuatu yg dapat kita sistemkan sehingga menjadi satu kesatuan yg tak terpisahkan. Misalnya pengetahuan tentang insan, insan terdiri atas jiwa dan raga. Raga insan terdiri atas tulang, daging, otot, darah serta organ-organ lainnya, yang mana masing-masing organ tersebut satu sama lain tak mampu terpisahkan. Jika keliru satu terpisahkan dari sistem yg dimaksud maka pengetahuan kita pun berubah. Misalnya jika seorang telah tidak bernyawa lagi atau mangkat , maka pengetahuan menyebutnya bukan lagi sebagai insan namun berubah sebagai mayat.

3. Universal
Artinya ilmu pengetahuan bersifat umum, diterima secara universal. Misalnya semua orang setuju bahwa garam cita rasanya asin, gula cita rasanya cantik, matahari terbit menurut arah timur dan karam di arah barat. Apabila garam cita rasanya cantik, gula cita rasanya asin, tentu secara umum hal ini ditolak dan ini bukanlah suatu pengetahuan yang sahih, melainkan kesalahan berpikir lantaran bertentangan dengan kesepakatan umum.

4. Metodologis
Artinya bahwa ilmu pengetahuan diperoleh menggunakan menggunakan metode atau cara-cara eksklusif. Misalnya untuk memperoleh pengetahuan mengenai komunikasi, secara bahasa, komunikasi asal menurut bahasa Inggris, communication, yang bersumber dari bahasa Latin "communis", yg artinya sama. Sama di sini adalah sama makna. Jadi, sesuatu dapat dikatakan komunikasi bila di antara pelaku komunikasi (baik penyampai pesan maupun penerima pesan) terjadi persamaan makna tentang sesuatu hal yg disampaikannya.

Ø Cara Memeroleh Ilmu Pengetahuan
Untuk memperoleh ilmu pengetahuan biasanya terdapat beberapa cara yg sanggup kita lakukan. Pada umumnya ilmu pengetahuan kita peroleh melalui pendidikan. Baik pendidikan formal, informal juga pendidikan nonformal. 

Pendidikan formal yaitu pendidikan yg diselenggarakan oleh forum pendidikan secara formal. Seperti pendidikan yg pernah kita lalui dari bangku taman kanak-kanak, sekolah dasar bahkan hingga perguruan tinggi. Pendidikan nonformal yaitu pendidikan yg kita peroleh di luar pendidikan formal. Seperti pendidikan yg diperoleh menurut lingkungan famili, menurut pergaulan di rakyat, dan yang krusial merupakan dari membaca atau iqra’. 

Kata Iqra' (bacalah) nir akan diletakkan pada awal kalimat perintah-Nya bila makna yg dikandungnya nir sedemikian krusial. Ada 2 jenis membaca pada hal ini, yakni membaca secara tekstual dan membaca secara kontekstual. 

Membaca tekstual merupakan membaca menurut buku-buku atau referensi-referensi lain yg sudah ditulis oleh orang lain. Leo Fay (1980), seseorang peneliti dan pakar pendidikan yang pula mantan Presiden Internasional Reading Association, berkata "read is prossess a power for transcending whatever physical power human can master". 

Sedangkan yg dimaksud dengan membaca kontekstual adalah membaca yg berkaitan dengan membaca situasi, syarat, keadaan atau kenyataan-fenomena apa saja yg terjadi pada lebih kurang lingkungan atau kehidupan. 

Ø Perbedaan Ilmu dan Pengetahuan
Perbedaan yang paling signifikan antara ilmu menggunakan pengetahuan adalah pengetahuan diartikan hanyalah sekadar “tahu”, yaitu hasil memahami berdasarkan bisnis insan buat menjawab pertanyaan “what”, contohnya apa tanah, apa bahari, apa air, dan sebagainya. Sedangkan ilmu bukan hanya sekadar dapat menjawab “apa” tetapi akan dapat menjawab “mengapa” dan “bagaimana” (why serta how). Misalnya mengapa laut lebih luas berdasarkan daratan, atau mengapa gunung bisa meletus, serta sebagainya.

Berdasarkan warta di atas terlihat kentara terdapat hal prinsip yg tidak selaras antara ilmu menggunakan pengetahuan. Pengetahuan adalah holistik pengetahuan yg belum tersusun, baik mengenai metafisik maupun fisik. Pengetahuan juga dapat dikatakan, kabar yang berupa common sense, tanpa memiliki metode, dan mekanisme eksklusif. Pengetahuan berakar dalam adat serta tradisi yg sebagai norma serta pengulangan-pengulangan. 

Hal ini menerangkan, landasan pengetahuan kurang bertenaga cenderung kabur dan samar-samar. Pengetahuan tidak teruji karena kesimpulan ditarik menurut perkiraan yang nir teruji lebih dahulu. Pencarian pengetahuan lebih cendrung trial and error serta berdasarkan pengalaman belaka (Supriyanto, 2003). 

Pembuktian kebenaran pengetahuan berdasarkan penalaran logika atau rasional atau menggunakan akal deduktif. Premis serta proposisi sebelumnya menjadi acuan berpikir rasionalisme. Kelemahan akal deduktif ini di antaranya, seringkali sekali pengetahuan yang diperoleh nir sinkron dengan fakta. 

Ø Komunikasi Sebagai Ilmu Pengetahuan
Dalam kaitannya menggunakan pemahaman ilmu pengetahuan pada atas, ilmu komunikasi sering menerima keraguan dalam eksistensi serta keeksistensiannya menjadi ilmu pada tengah kemajuan teknologi berita ketika ini. Hal ini mungkin salah satunya disebabkan perkembangan historis komunikasi menjadi sebuah ilmu melalui tahapan dimensi ketika yang terlalu jauh bila merujuk dalam pemahaman catatan sejarah perkembangan ilmu komunikasi pada daratan Amerika. 

Perkembangan komunikasi sebagai ilmu selalu dikaitkan dengan aktifitas retorika yg terjadi di zaman Yunani antik, sehingga menimbulkan pemahaman bagi pemikir-pemikir barat bahwa perkembangan komunikasi pada zaman itu mengalami masa kegelapan (dark ages) karena tidak berkembang di zaman Romawi antik. Dan baru mulai dicatat perkembangannya pada masa ditemukannya mesin cetak sang Guttenberg (1457). 

Sehingga masalah yg timbul adalah, rentang saat antara perkembangan ilmu komunikasi yg awalnya dikenal retorika dalam masa Yunani kuno, hingga dalam pencatatan sejarah komunikasi pada masa pemikiran tokoh-tokoh pada abad 19, sangat jauh. Sehingga mengakibatkan sejarah perkembangan ilmu komunikasi itu sendiri terputus kira-kira 1400 tahun. 

Padahal menurut catatan lain, sebenarnya aktifitas retorika yg dilakukan dalam jaman Yunani antik jua dilanjutkan perkembangan aktifitasnya dalam jaman pertengahan (masa persebaran kepercayaan ). Sehingga menyebabkan asumsi bahwa perkembangan komunikasi itu menjadi sebuah ilmu tidak pernah terputus, ialah tidak terdapat mata rantai sejarah yg hilang pada perkembangan komunikasi. 

Dengan demikian, jaman persebaran agama yg berlangsung antara rentang waktu tersebut (zaman pertengahan) menjadi bagian dari perkembangan ilmu komunikasi. Sehingga jaman pertengahan menjadi jembatan alur perkembangan komunikasi menurut zaman yunani kuno ke zaman renaissance, terbaru, serta kontemporer.

Pada awalnya, perkembangan komunikasi yg terjadi di jaman Romawi (sebagai perkembangan berdasarkan Yunani kuno sekitar tahun 500 SM-5 M) mengalami kendala, karena dalam masa itu Romawi mengalami masa kegelapan (dark ages). Padahal, masa kegelapan yg terjadi pada Eropa tadi merupakan sisi lain dari masa keemasan peradaban Islam, dimana pada masa itu perkembangan ilmu pengetahuan (termasuk aktifitas komunikasi) cukup signifikan. 

Selain itu, perkembangan komunikasi pula sangat maju pesat pada Cina yg sudah dimulai dalam tahun 550 SM. Memang, aktifitas komunkasi dalam bentuk retorika yg berlangsung pada Cina dan Islam ini lebih menekankan pada penyebaran ajaran dan keyakinan. Berbeda di Yunani dan Romawi yg lebih bersifat politis. 

Salah satu ajaran yg berkembang yaitu ajaran konfusiunisme di Cina. Kong hu Cu (bagian berdasarkan konfusianisme) lahir dalam sekitar 550 SM yg ajarannya telah berusia 2000 tahun. Konfusius mulai mengajarkan filsafat hidupnya waktu Cina masih terpecah-pecah. 

Dalam penyebarannya, komunikasi yang dilakukan sudah sangat maju sehabis ditemukannya kertas sang Ts’ai Lun (105 M). Namun, ketika dinasti Qin (215 SM-206 SM), kaisar Qin Shi Hung melarang ajaran Konfusianisme, sehingga banyak kitab -kitab yang dibakar. Tetapi, saat masa dinasti Han (206 SM-220 M), konfusianisme mulai mencapai masa emasnya kembali. 

Misalnya dengan didirikannya semacam Imperial University yg meninggalkan sejumlah buku ajaran konfusianisme, misalnya kitab Shi Ching (formasi lagu-lagu), Shu Ching (dokumen-dokumen), I Ching (kitab ahli ramalan), Ch’un Ch’iu (peristiwa krusial), dan Li Chi (upacara-upacara).

Konfusianisme ini berlangsung cukup lama sampai dalam masa jatuhnya dinasti Ching (1644-1911). Hal ini mengidentifikasikan bahwa adanya proses perkembangan komunikasi yg lebih condong pada penyebaran ajaran-ajaran konfusianisme pada Cina.

Aktifitas komunikasi dalam bentuk propaganda juga sudah ada pada jaman Isa Al-Masih. Isa yang dalam waktu itu ingin mengajarkan ajaran Allah Swt, menerima tantangan berdasarkan kaum Yahudi. Ia dipercaya figur yg sangat berbahaya serta membahayakan eksistensi bangsa Yahudi, sebagai akibatnya orang-orang Yahudi tersebut berusaha memancing kemarahan pihak penguasa Romawi yg waktu itu menguasai Palestina.

Akhirnya, usaha tersebut berhasil memengaruhi sikap politik penguasa Romawi yg dalam awalnya nir ikut campur pada keagamaan, sekarang berubah haluan menggunakan memerintahkan tentaranya untuk menangkap Isa As dan menghukumnya. 

Namun, catatan sejarah menampakan bahwa sebenarnya Isa As tidak mati terkutuk pada tiang salib, dia berhasil diselamatkan oleh Pilatus yang sudah berafiliasi dengan yusuf Aritmatea (Injil Yahya, 19:38). Setelah menerangkan bukti-bukti kepada muridnya bahwa beliau nir meninggal pada kayu salib (Injil Markus, 16:19-20), maka Al Masih tetapkan atas perintah Allah buat meninggalkan Palestina dan menjelajahi aneka macam negeri dimana berdiam suku-suku Israil yg hilang buat melanjutkan menyampaikan risalah-Nya (berdakwah) (buku Ester 3:6, 1:1, dua:6, dan II Raja-raja 15:29). 

Negeri terakhir dimana loka peristirahatan dia adalah Srinagar, India. Komunikasi pada bentuk ajaran dakwah yang dilakukan di jaman Isa ini terbukti menggunakan adanya penjelasan Dalai Lama (rahib Budhah Tibet) bahwa Isa merupakan salah satu orang kudus yg dihormati dalam ajaran Budha. Hal ini berkaitan erat dengan kepercayaan Budha yang mengungkapkan bahwa Baghawa Metteya (pengembara kulit bening; Isa Al Masih) pernah datang mengajarkan ajarannya di India. 

Selain itu, jua dengan diketemukannya scroll (gulungan yg jumlahnya 84.000 gulungan) yg isinya menceritakan aktifitas penyebaran ajaran Isa pada India. Bukti lain jua dengan ditemukannya kuburan Yus Asaf di Srinagar, Kashmir sang tim Jerman Barat yg merupakan kuburan nabi Isa yg mangkat dalam usia 120 tahun (Thre Tribune, Chandigarh, 11 Mei 1984).

Komunikasi pada dunia Islam pun sebenarnya sudah mengalami perkembangan yg cukup signifikan. Sama seperti fenomena komunikasi yang terjadi di jaman Isa Al Masih, komunikasi Islam pun lebih berorientasi dalam sistem dakwah yang berusaha membarui atau mempengaruhi alam pikiran seorang buat mengikuti syariat Islam.

Peradaban umat Islam dalam kaitannya menggunakan perkembangan komunikasi sudah mencatatkan sejarah yang cukup menakjubkan. Pada masa bani Umayah contohnya, sudah ditemukan suatu cara pengamatan astronomi pada abad 7 M, tepatnya 8 abad sebelum Galileo Galilei dan Copernicus menekuni ilmu mengenai perbintangan tersebut. 

Korelasi antara Timur dan Barat selama perang Salib (1100-1300 M) sangat penting bagi perkembangan komunikasi ilmu pengetahuan di daratan eropa, lantaran dalam saat ekspansi, jazirah Arab pada bawah kendali Islam sudah mengambil alih kebudayaan Byzantium, Persia, dan Spanyol, sehingga taraf kebudayaan Islam jauh lebih tinggi daripada kebudayaan Eropa (Brower, 1982). 

Universitas Bagdad, Damsyik, Beirut, serta Kairo misalnya menyimpan serta memberikan warisan ilmiah dari India, Persia, Yunani, serta Byzantium, sehingga eropa mendapat warisan filsafat Yunani melalui orang Arab yg terlebih dahulu mempelajarinya, lantaran bangsa Arab sudah menterjemahkan karya-karya fisuf termasyur misalnya Plato, Hipokrates dan Aristoteles. 

Bahkan sekitar abad ke-14 dalam zaman kekuasaan dinasti Yuan (1260-1368), efek Islam ditandai menggunakan lahirnya seorang peneliti pada bidang astronomi pertama yg mendirikan observatorium, yaitu Jamal Al-Din.

Perkembangan komunikasi dalam Islam yg lebih bersifat dakwah tersebut tidak tanggal dari kaitannya menjadi bagian menurut bentuk komunikasi, lantaran pada bahasa arab, dakwah berarti seruan, panggilan, dan atau ajakan. Dikemukakan Salahuddin Sanusi, yang didefinisikan oleh Al Ustadz Bahiyul Khuli pada bukunya yang berjudul “Tadzkiratud Du’at” dakwah ialah suatu komunikasi yg ditimbulkan menurut hubungan antar individu maupun grup manusia yg bertujuan memindahkan umat menurut suatu situasi yg negatif (zaman jahiliyah) ke situasi yg positif. 

Pada jaman Nabi Muhammad Saw (570 M-632 M), penyebaran Islam berlangsung pada saat yg relatif singkat (8-9 M). Muhammad melakukan dakwahnya ke Mekah dalam tahun 610 M. Hanya pada tempo 25 tahun, Nabi Muhammad Saw bersama pengikutnya dapat mengambil alih kekuasaan di daerah Arab menurut tangan kaum Quraisy, serta Islam pun kemudian berkembang dengan sangat pesatnya. 

Sekitar tahun 650 M, jazirah Arab, seluruh wilayah timur tengah, dan Mesir dikendalikan oleh orang-orang Islam, sebagai akibatnya pada tahun 700 M, Islam pun akhirnya mendominasi area akbar mulai dari daratan China dan India di timur sampai Afrika Utara dan Spanyol di barat. 

Cepatnya perkembangan Islam mampu jadi merupakan dampak berdasarkan penggunaan dakwah-dakwah yang berisi tentang ajaran-ajaran Islam, seperti dakwah yg berisi mengenai jihad fisabilillah, yaitu jaminan untuk masuk surga bagi mereka yg mangkat dalam usahanya buat memperjuangkan Islam. 

Dalam berdakwah, Rasulullah selalu melakukan komunikasi menjadi dakwah menggunakan metode yang sempurna dan bila dicermati akan sangat relevan dengan metode diskusi saat ini. Dalam dakwahnya, diskusi yang dilakukan pasti didasari hal-hal berikut, yakni karena bertenaga (hujjah), celoteh kata yang arif serta bijak (uslub), dan adab sopan santun yg baik. 

Artinya, masih ada bentuk komunikasi yang efektif sebagai akibatnya dapat menghipnotis keyakinan jutaan umat pada saat yang sangat singkat. Komunikasi diawali menggunakan adanya perintah dari Allah pada Nabi Muhammad Saw buat memberikan peringatan pada ummat insan buat percaya pada Allah. 

Awalnya komunikasi itu dilakukan secara diam-diam lalu dilanjutkan secara terbuka seiring dari wahyu berikutnya yg memerintahkan Nabi buat berdakwah secara jelas-terangan (Q.S Al-Hijr;94-95).

Begitupun halnya komunikasi pada media tulisan, sebenarnya telah dirintis oleh Rasulullah, yaitu ketika dia mengirimkan surat yang isinya ajakan buat memeluk Islam kepada para raja di Eropa. Sebagai contoh, nabi pernah mengirimkan surat dakwah pada raja Hiraqla (raja di Roma Timur) yg bernama, raja Habsyi yang bernama Najsyi, serta lain-lain. Dalam setiap suratnya, nabi selalu membubuhi stempel yang terbuat menurut perak yg berukirkan goresan pena “muhammadurrasulullah”. 

Kembali hubungannya menggunakan pers menjadi bagian berdasarkan komunikasi, Islam telah merintis perkembangan komunikasi itu sendiri, sekali lagi dalam bentuk dakwah. Misalnya turun temurunnya hadits-hadits nabi dan sunnah Rasul. Sejarah telah menyampaikan bahwa perkembangan dan kecemerlangan ajaran Islam telah menerobos cakrawala abad dan jaman dan melewati negara-negara dan benua.

Hal ini tentu saja berkat para jurnalis-jurnalis Islam seperti Syafi’i, Malik Ahmad Hambali, Hanafi, Abu Dawud, serta sebagainya yang tulisannya pada bidang hukum fiqih. Sementara pada bidang filsafat ada Al Kindi, Al Farabi, Ibnu Sina, Imam Ghazali, Jamaludin Al afgani, Muhammad Abduh, Muhammad Rasyid Ridla, dan lain-lain. Di bidang kedokteran, Ibnu Sina sudah menulis buku yg berisi anggaran-aturan pada ilmu kedokteran yg banyak disesuaikan oleh ilmuwan-ilmuwan pada bidang kedokteran dewasa ini. 

Dari uraian tersebut, dapatlah dikatakan bahwa sebenarnya peradaban Islam (pada kaitannya sebagai jembatan penghubung sejarah komunikasi) telah melanjutkan atau mewariskan komunikasi berdasarkan ajaran-ajaran Yunani yg sudah disinggung pada atas, buat kemudian baru disesuaikan sang bangsa Eropa dan seterusnya Amerika (menjadi imbas menurut intellectual migration dari daratan Eropa ke utara benua Amerika dalam masa kekuasaan Adolf Hitler di daratan eropa).

Melihat uraian sejarah perkembangan komunikasi di jaman pertengahan di atas, timbullah satu pertanyaan, mengapa aktifitas retorika dalam kaitannya dakwah yang terjadi pada jaman pertengahan nir dijadikan bagian dari mata rantai sejarah perkembangan komunikasi oleh para pemikir-pemikir barat? 

Untuk menjawab pertanyaan ini, bisa melihat fase-fase perkembangan ilmu itu sendiri menurut jaman ke jaman. Ilmu berkembang pertama kali pada masa Yunani antik. Lalu dilanjutkan pada jaman pertengahan (yang sebenarnya adalah masa-masa persebaran agama). Telah disinggung di atas, model persebaran kepercayaan yg diambil adalah Islam yang memang berlangsung dalam zaman pertengahan. 

Setelah itu, ilmu berkembang lagi dalam jaman renaissance (14-17 M), dimana kebanyakan pemikiran tokoh-tokoh dalam abad ini telah bebas dan nir terikat lagi sang dogma-dogma agama, sebut saja seperti Isaac Newton serta Charles Darwin. 

Jaman tadi merupakan jaman peralihan berdasarkan jaman pertengahan menuju jaman modernitas. Ketika pada jaman terkini, ilmu-ilmu yg berkembang itu lebih didasari sang pemikiran-pemikiran yang ilmiah dan empiris. Seperti Darwin yang sangat fanatik dengan teori evolusinya. Inilah mungkin yg menyebabkan poly teori-teori komunikasi yang tidak pernah mencantumkan nama-nama besar menurut cendikiawan-cendikiawan Islam (misalnya Al Kindi, Al Farabi, dll) menjadi tokoh yang berjasa dalam menyebarkan komunikasi itu sendiri dalam jaman pertengahan. 

Hal ini mungkin ini terdapat korelasinya menggunakan masa kegelapan (dark ages) yang terjadi di Eropa yang kala itu merupakan jaman keemasan peradaban Islam. Contoh peristiwa penting yaitu perang Salib yang terulang sebesar enam kali. 

Hal ini nir hanya menjadi ajang peperangan fisik, namun pula menyadarkan serdadu-serdadu eropa akan kemajuan negara-negara Islam yg sedemikian pesatnya. Sehingga mereka membuatkan pengalaman-pengalaman mereka itu sekembalinya pada negara masing-masing. 

Pada tahun 1453 M, Istambul jatuh ke tangan Turki, sehingga para pendeta atau sarjana mengungsi ke Italia atau negara-negara lain. Mereka inilah yang sebagai pionir-pionir perkembangan ilmu di Eropa. Padahal sebenarnya mereka ini menerima pengetahuannya menurut peradaban Islam yg sudah maju lebih dulu. 

Mengenai perkembangan komunikasi yang lebih cenderung dianggap menjadi bagian menurut perkembangan ilmu pengetahuan di Amerika serta Eropa, sebenarnya kembali dalam pola pemikiran dari manfaat ilmu pengetahuan yg ditemukan. 

Pada dasarnya, orang Amerika dan Eropa cenderung buat mematenkan suatu kreasi, sedangkan pemikir-pemikir pada Asia serta peradaban Timur tengah lebih cenderung pada manfaat berdasarkan hasil temuannya itu. Padahal kentara, sejarah menceritakan secara gamblang bahwa peradaban yang sangat maju telah berlangsung lebih dulu di Cina serta Timur Tengah.

Penjelasan sejarah pada atas sudah cukup pertanda bahwa sebenarnya sejarah perkembangan komunikasi sebenarnya nir pernah terputus. Lantaran dalam dasarnya hubungan antara komunikasi sebagai bagian dari perkembangan peradaban manusia begitu erat. Hal ini semata dikarenakan aktifitas retorika sudah ada pada jaman pertengahan, tetapi memang belum berbentuk ilmu. 

Fenomena yang lebih banyak bersifat dakwah (persebaran agama) ini baru berupa tanda-tanda-gejala sosial, dan dalam masa itu belum ada suatu ilmu yg mengkhususkan penekanan serta lokus kajiannya mengenai komunikasi. 

Tetapi setidaknya hal di atas cukup menaruh argumen bahwa komunikasi merupakan fenomena yg sudah sangat usang terjadi serta baru dikaji secara utuh menjadi suatu ilmu dalam abad ke-19 di daratan Amerika melalui gerombolan Chicago dan terutama nanti dengan kemunculan apa yg dianggap menjadi administrative research. 

Melalui kelompok yg berpusat di Universitas Colombia ini masih ada beberapa figur atau tokoh krusial yang memiliki kontrobusi besar dalam pengembangan ilmu komunikasi, terutama dengan figur sentral, Paul F. Lazarfeld. 

Sekalipun krusial juga buat dipahami bahwa kemunculan kajian ilmu komunikasi pada periode ini tidak dapat dilepaskan pada era dominannya era propaganda, sebagai akibatnya figur Wilbur Schramm sebagai krusial dalam proses pelembagaan ilmu komunikasi. 

Komunikasi selain menjadi ketrampilan atau seni jua adalah fenomena ilmu pengetahuan. Karena ilmu komunikasi memiliki metode seperti content analysis, uses & gratification, rencana setting, cultivation analysist, experiments, serta sebagainya.

Pendekatan eksperimen telah dilakukan sang Carl Hovland yg meneliti tentang komunikasi persuasif. Penelitian content analysist sudah dilakukan Harold D. Lasswell dan Bernard Berelson buat menyelidiki propaganda pada dasa warsa 40-an pada Amerika.

Sementara penelitian survey oleh Paul F. Lazarfeld, Elihu Katz, sudah berakibat temuan two steps flow of communication. Bahkan pada perkembangan lain, jika merujuk dalam mashab interpretatif, maka akan banyak dijumpai ragam penelitian yg memakai pendekatan semiotic, ethnografi, serta sebagainya menurut kerangka berpikir interpretatif. 

Dalam tradisi Amerika, retorika atau yg dikenal menjadi speech, telah sebagai kajian yang krusial sebelum dikenal tradisi kajian komunikasi massa atau ilmu komunikasi sebagaimana dewasa ini. Dengan karyanya yg populer “Watching Dallas". Sedangkan James Lull menggunakan pendekatan etnografi komunikasi dikalangan penonton televisi. Robert E. Park, menurut generasi Chicago School juga menggunakan penelitian lapangan.

Berdasarkan gambaran di atas dapatlah dikenali ciri-ciri komunikasi menjadi ilmu pengetahuan, terutama yang berkaitan menggunakan metode penelitiannya. Dari situ tampak bahwa komunikasi sebagai fenomena ilmu pengetahuan dapat diterima sebagaimana bisa dibuktikan menggunakan keluarnya jurnal komunikasi, hasil penelitian komunikasi, serta buku-buku komunikasi