TIPS & CARA MENYAMPAIKAN KRITIK YANG BENAR

Tips & Cara Menyampaikan Kritik Yang Benar - apabila anda bekerja di suatu perusahaan yang mengharuskan anda buat berkumpul, bertemu juga sebagai sebuah tim di perusahaan tentunya anda wajib berhadapan menggunakan poly perkara kritikan, kecuali jika anda masa udik menggunakan orang- orang disekitar anda itu masalah lain. Secara generik orang akan mengkritik atau memberi saran kepada seorang bila mereka melakukan kesalahan. Namun acapkali kali orang akan enggan menaruh saran karena menganggap kalau kritikan itu nantinya akan menciptakan hubungan yg buruk, permusuhan atau kasus lain.
Padahal anda dapat mengungkapkan kritikan dengan poly cara sebagai akibatnya orang yg kita kritik nir keliru paham dan yang terpenting adalah kritikan bisa memotivasi orang lain untuk bekerja atau berbuat lebih baik lagi buat memperbaiki kesalahan. Nah berikut adalah adalah tips bagaimana mengutarakan kritikan yang baik serta benar dan tentunya menciptakan.

Cara Menyampaikan Kritik
Pikir Dengan matang Kritik Yang Akan Disampaikan
Kritikan itu sebenarnya baik untuk menyadarkan sesorang akan kekurangan atau kesalahannya, tetapi kritik juga berbuah keliru paham, interaksi yang tidak baik bagi mereka yg tidak suka dikritik. Untu itu Sebelum mengungkapkan keluhan atau kritik dalam rekan kerja, pikirkan kembali apakah akan berpengaruh pada situasi kerja tim. Sebaiknya, pastikan rekan kerja lain punya pemikiran sama dengan Anda.
Sampaikan Kritik Dengan Diplomatis
Kritik yang disampaikan secara tidak benar hanya akan membuat salah paham. Anda harus menyampaikannya dengan cara diplomatis, memakai kata kata yg baik dan sopan. Jangan pernah mengkritik dengan kesan memojokkan atau menyalahkan orang tersebut. Apabila Anda berada pada posisinya, tentu merasa nir nyaman kan? Pastikan membicarakan kritik menggunakan singkat dan mudah dipahami. Jangan bertele-tele, apalagi berpanjang lebar karena akan menciptakan emosinya kian bertumpuk.
Siapkan solusinya Jika Anda Mengkritik
Banyak orang mempunyai kritik kritik yg tajam serta lebih jelasnya dari sebuah kritikan, namun mereka selalu nir mempunyai solusi dari kritik yg mereka utarakan. Mereka hanya sanggup mengkritisi sesuatu namun nir memiliki solusi pemecahan dari perkara yang mereka kritisi. Jangan berasal memberi kritik, terdapat baiknya Anda juga menaruh saran sebagai solusi. Cara ini bisa meminimalisasi rasa kesal rekan kerja yang Anda kritik. Tidak mau kan rekan kerja melabel Anda sebagai si tukang mengeluh?
Bicara dan dengarkan
Jika anda mempunyai kritikan terhadap orang lain anda jua harus mendengarkan alasan ataupun pendapat mereka, mungkin kritik yg anda utarakan memang sahih namun mungkin saja mereka jua mempunyai alasan yang benar sehingga melakukan hal-hal yg mengakibatkan kritik buat anda. Setiap memberi kritik, beri saat kepada versus bicara buat membicarakan pendapat dan tanggapan mereka. Ingat, kritik bukanlah wahana buat membuat gambaran seorang menjadi tidak baik. Kritikan yang baik akan memotivasi seseorang buat berbuat yg lebih baik.
Pilih waktu sempurna Untuk Menyampaikan Kritik
Bagaimanapun kritik merupakan hal yg sensitif. Lantaran itu, sebaiknya cari waktu yg sempurna buat menyampaikan kritik Anda. Lihat dulu suasana hatinya, apakah sedang mendung atau cerah. Suasana hati yg cerah akan memudahkan rekan kerja Anda dalam mendapat kritik. Selain itu, hindari melontarkan kritik pada depan generik. Kritik yg dilontarkan secara nir tepat, tidak sinkron loka akan mengakibatkan kesalahpahaman, bukan motivasi membentuk yg didapat malah akan mengakibatkan perpecahan dan interaksi yg buruk.
Kritik dan Dikritik
Jika anda mampu mengkritik sesorang buat berbuat lebih baik lagi maka anda jua harus sanggup menerima jika kritikan itu tiba kepada anda. Kritik itu baik kok selama apa yg sebagai bahan kritikan itu membentuk, serta yg wajib diingat merupakan bila anda mengkritik sesorang atas kesalahan yang dibuat anda juga harus menghindari kesalahan yg sama.

KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI

Kepemimpinan Dan Motivasi
Dalam masyarakat Jawa Tengah serta warga Indonesia biasanya, diperlukan kehadiran seseorang pemimpin yang selaras baik menggunakan kesukaan rakyat pendukungnya maupun syarat rakyat yang majemuk. Berkaitan dengan hal itu, dalam artikel aku akan membahas tentang tipologi kepemimpinan dan sifat pemimpin yg sesuai menggunakan cita rasa warga Jawa Tengah. Harapan terhadap keluarnya tipe serta sifat-sifat pemimpin yg ideal dalam dasarnya adalah cerminan menurut kerinduan warga terhadap pemimpin mereka.

Dalam artikel ini jua akan dibicarakan mengenai sifat pemimpin berdasarkan contoh kepemimpinan tradisonal Jawa dan Islam. Dalam model kepemimpinan tradisional Jawa, khususnya Jawa Tengah, seseorang pemimpin ditekankan buat mengutamakan kerukunan serta hormat kepada pencipta, leluhur, serta orang tua. Sementara itu dalam contoh kepemimpinan Islam diterangkan tentang pentingnya sifat-sifat pemimpin pasca-Nabi Muhammad SAW. Setelah Nabi Muhammad SAW wafat, kepemimpinan Islam dipegang oleh para khalifah dan akhirnya terfragmentasi ke pada kelompok-gerombolan , di antaranya yg terbesar adalah Sunni dan Syiah. Kedua kelompok ini mempunyai pemahaman tentang kepemimpinan yg jauh berbeda walaupun keduanya memakai asal yang sama. Hal itu belum termasuk gerombolan -grup kecil yang lain, contohnya kelompok Islam sekular. 

Perbedaan pemahaman tentang kepemimpinan Islam terasa juga di Indonesia. Sebagian tokoh Islam, galat satunya merupakan Abdurrahman Wahid, berusaha meredam disparitas pemahaman itu menggunakan menyodorkan solusi mengenai bagaimana cara mengatasi rakyat Indonesia yg plural terutama menyangkut perkara kepemimpinan baik dalam konteks kehidupan bermasyarakat juga bernegara. Namun dalam perkembangan patut disayangkan bahwa dalam setiap pemilihan pemimpin baik di taraf desa, kota juga sentra telah dinodai dan dikotori menggunakan penyelewengan, janji-janji cantik pada kampanye yg tidak ditepati setelah seorang terpilih menjadi pemimpin, dan praktik politik uang. Kondisi ini terus berjalan seolah-olah tanpa tersentuh oleh hukum. Lalu, bagaimanakah kerinduan rakyat kepada pemimpinnya yg notabene selalu diidolakan serta didambakan terutama mengenai tipe serta sifat-sifat ideal yg inheren dalam seseorang pemimpin?

1. Hipotesis tentang Kepemimpinan
Ketika membahas kepemimpinan kita akan berbicara antara lain mengenai ihwal pemimpin, konsep kepemimpinan, dan mekanisme pemilihan pemimpin. Sebelum menyampaikan lebih jauh soal kepemimpinan, terdapat baiknya dilakukan peninjauan terlebih dahulu definisi konsep pemimpin. Pendefinisian ini dapat membantu kita buat tahu serta melakukan pembahasan menurut alur yg sistematis. 

Banyak definisi mengenai pemimpin baik itu menurut ahli politik, ekonomi, sosial, antropologi (budaya) maupun kepercayaan . Saya hanya akan membicarakan definisi yg relevan menggunakan pokok pembahasan. Seorang pakar sosiologi, Soerjono Soekanto, menghubungkan kepemimpinan (leadership) menggunakan kemampuan seorang menjadi pemimpin (leader) buat mensugesti orang lain (anggotanya), sehingga orang lain itu bertingkah laku sebagaimana dikehendaki sang pemimpinannya (Soekanto, 1984: 60). Ahli sosiologi yg lain, Wahyusumijo, lebih melihat kepemimpinan menjadi suatu proses dalam mensugesti aktivitas-kegiatan seseorang atau sekelompok orang pada usahanya mencapai tujuan yg sudah ditetapkan (Wahyusumijo, 1984: 60).

Di pihak lain, dalam antropologi budaya, muncul pandangan yg membedakan antara kepemimpinan menjadi suatu kedudukan sosial serta menjadi suatu proses sosial (Koentjaraningrat, 1969: 181). Kepemimpinan menjadi kedudukan sosial merupakan kompleks menurut hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang dapat dimiliki sang seseorang atau suatu badan. Sementara sebagai suatu proses sosial, kepemimpinan mencakup segala tindakan yang dilakukan sang seseorang atau suatu badan yang mendorong gerak warga rakyat.

Apabila kepemimpinan diartikan sebagai kemampuan seorang untuk mensugesti orang lain sehingga mereka mengikuti kehendaknya, maka seorang itu dapat disebut memiliki impak terhadap oarang lain. Pengaruh itu dinamakan kekuasaan atau kewenangan. Istilah kekuasaan dalam hal ini merujuk pada kemampuan seorang buat mensugesti orang atau pihak lain, sedangkan wewenang adalah kekuasaan seorang atau sekelompok orang yg menerima dukungan atau pengakuan menurut rakyat. Dalam hubungan dengan kepemimpinan, Kartini Kartono (1982) mengatakan bahwa kepemimpinan harus dikaitkan dengan 3 hal krusial yaitu kekuasaan, kewibawaan, dan kemampuan. 

Sementara itu ditinjau berdasarkan sudut pandang agama (Islam), kata kepemimpinan dari berdasarkan istilah ‘pemimpin’, adalah orang yang berada pada depan serta memiliki pengikut, terlepas menurut problem apakah orang yang menjadi pemimpin itu menyesatkan atau tidak. Dalam konteks Islam, setidaknya ada 2 konsep krusial yang berkaitan menggunakan kepemimpinan, yaitu imamah dan khilafah. Masing-masing grup Islam mempunyai pendefinisian tidak sinkron tentang kedua konsep itu, meskipun terdapat juga yg menyamakannya. 

Kaum Sunni menyamakan pengertian khilafah serta imamah. Dengan perkataan lain, imamah disebut juga sebagai khilafah. Bagi kaum Sunni, orang yang sebagai khilafah merupakan penguasa tertinggi yg menggantikan Rasulullah SAW. Oleh karenanya khilafah pula diklaim sebagai imam (pemimpin) yg harus ditaati (As-Salus, 1997: 16). 

Sebaliknya, kaum Syiah membedakan pengertian khilafah dan imamah. Hal ini dapat dilihat pada sejarah kepemimpinan Islam selesainya Rasulullah SAW wafat. Kaum Syiah bersepakat bahwa pengertian imam serta khilafah itu sama saat Ali bin Abi Thalib diangkat menjadi pemimpin. Tetapi sebelum Ali bin Abu Thalib menjadi pemimpin, mereka membedakan pengertian antara imam serta khilafah. Abu Bakar, Umar bin Khattab, serta Ustman adalah khalifah tetapi mereka bukanlah imam (Amini, 205: 18). Dalam pandangan kaum Syiah, perilaku seorang imam haruslah mulia sebagai akibatnya menjadi panutan para pengikutnya. Imamah didefinisikan sebagai kepemimpinan rakyat umum, yakni seorang yang mengurus persoalan agama serta global sebagai wakil dari Rasulullah SAW. Rasulullah SAW yg menjaga kepercayaan dan kemuliaan umat harus dipatuhi dan diikuti. Imam mengandung makna lebih sakral daripada khalifah. Secara implisit kaum Syiah menganut pandangan bahwa khalifah hanya mencakup ranah jabatan politik, tidak melingkupi ranah spiritual-keagamaan; sedangkan imamah meliputi semua ranah kehidupan insan baik itu kepercayaan maupun politik. 

Seperti halnya kaum Sunni dan Syiah, kalangan Islam sekular mempunyai pandangan sendiri tentang kepemimpinan. Konsep kepemimpinan grup Islam sekular dalam hal ini cenderung mengacu dalam kepemimpinan model Barat. 

Meskipun kelompok Sunni, Syiah, dan Islam sekular memiliki sudut pandang yang tidak selaras tentang kepemimpinan, ketiganya menunjukkan kesepahaman bahwa suatu warga haruslah memiliki seorang pemimpin. Setiap rakyat dengan demikian tidak mungkin dapat dipisahkan berdasarkan kasus kepemimpinan.

2. Pemilihan Pemimpin dan Legitimasi Kepemimpinan
a. Cara Pemilihan Pemimpin
Derap pembangunan pada Indonesia baik pada tempat pedesaan maupun perkotaan sangat bergantung dalam kepemimpinan para ketua wilayah. Menurut Koentjaraningrat (1980: 201), pemilihan ketua-kepala wilayah, terutama di Jawa Tengah, sebagian besar masih memperhatikan faktor keturunan. Kepala-kepala wilayah yg memerintah dalam masa belakangan masih keturunan berdasarkan ketua daerah yang berkuasa dalam masa sebelumnya. Hal itu bisa dilihat menurut dari silsilahnya. 

Berdasarkan laporan tentang struktur pemerintahan desa yang disusun sang DPRD Jawa Tengah dapat ditarik simpulan bahwa proses pemilihan kepala desa dilakukan sang suatu panitia di bawah pimpinan camat. Sebagai calon ketua desa atau pimpinan desa, maka realitanya dapat disimak pada kutipan di bawah ini.

Dalam praktiknya, para calon yg dipilih umumnya bukan orang–orang yg memiliki kemampuan tapi orang-orang kaya. Ini ditimbulkan norma rakyat desa menentukan seorang calon bukan menurut kemampuan calon itu, melainkan berdasarkan banyaknya pemberian kepada mereka. Ini malahan nampak lebih jelas pada desa–desa yg makmur, sebagai akibatnya pemilihan lurah menjadi suatu sasana pertikaian yang ramai sekali. Alasan utama berdasarkan konflik itu berpangkal dalam tanah bengkok atau tanah lungguh yang diberikan dalam calon yg sukses (Koentjaraningrat, 1984: 201).

Dengan melihat kutipan di atas tampak bahwa pemimpin desa dipilih nir hanya berdasarkan dalam keturunan, tetapi jua pada hadiah yang umumnya berupa uang. Para calon kepala desa berusaha melakukan pendekatan pada para pemilih terutama pada masa kampanye. Tidak mengherankan bila para calon kepala desa dalam masa kampanye melakukan berbagai cara dalam rangka menerima dukungan dari warga rakyat yang sudah mempunyai hak pilih. Mereka bahkan nir segan-segan buat melakukan praktik politik uang sambil menebar janji-janji manis pada rakyat warga agar mau memilihnya. Sudah barang tentu hal ini nir dibenarkan baik sang negara maupun kepercayaan . Namun demikian praktik semacam itu permanen berjalan dengan lancar serta seolah-olah tidak tersentuh sang aturan.

Sejalan dengan hal itu Sartono Kartodirdjo (1982: 226) menyatakan bahwa latar belakang kepemimpinan pada warga tradisional ataupun pedesaan dipengaruhi sang kelahiran, kekayaan, dan status. Sebagaimana dikatakan sang Prasadjo (1982: 54), latar belakang politik serta kepercayaan jua memiliki imbas yang penting dalam kepemimpinan pada pedesaan.

b. Asal-usul Legitimasi Kepemimpinan
Pemimpin yang terpilih harus mendapatkan legitimasi berdasarkan anggotanya atau rakyat warga yang dipimpinnya. Seorang pemimpin bisa mempunyai wewenang buat memimpin secara resmi selesainya mendapat legitimasi dari dalam prosedur yang telah ditetapkan pada norma-norma atau hukum yg berlaku dalam warga yang bersangkutan. Prosedur itu tentu saja bisa berbeda baik antara masyarakat yang satu serta yang lain maupun berdasarkan saat ke waktu.

Dalam rakyat tradisional, contohnya, legitimasi atas kepemimpinan seseorang pada umumnya dilakukan melalui rangkaian upacara yang melibatkan kehadiran roh nenek moyang atau ilahi-yang kuasa. Pada zaman kerajaan, mekanisme buat melegitimasi kepemimpinan seorang dapat dilakukan melalui pemilihan, pemilihan bertingkat atau pemilihan oleh sebagian rakyat. Wahyu, nurbuat, pulung, ngalamat, dan mimpi pula adalah unsur-unsur yang berperan penting baik dalam pemilihan pemimpin maupun legitimasi atas kepemimpinannya (Kartodirdjo, 1973: 8). 

Oleh karena itu, buat menerima kekuasaan pada kepemimpinan, seorang harus menempuh banyak sekali jalan (laku ) yg panjang. Kekuasaan bisa pula diperoleh melalui keturunan atau lewat kekuatan fisik. Pada zaman modern ini, kepemimpinan bisa pula diperoleh melalui pendidikan dan pemilihan dari keahlian atau spesialisasi. Untuk menduduki jabatan pada aneka macam level tidak lagi berdasarkan terutama dalam keturunan, melainkan pada taraf pendidikan formal (Sutherland, 1983: passim).

Calon pemimpin yg berhasil terpilih wajib mendapatkan pengakuan dari warga . Masyarakat Indonesia, terutama yg berada di wilayah pedesaan, masih mempercayai bahwa seseorang pemimpin mempunyai wibawa, kewenangan, kharisma, serta kekayaan. Persyaratan ini penting bagi para pemimpin pada taraf kota atau pedesaan, sebab mereka pada masa sekarang atau zaman demokrasi dipilih secara pribadi oleh masyarakat.

3. Model Kepemimpinan
a. Model Kepemimpinan Tradisional
Kaidah dasar kehidupan masyarakat Jawa lebih mengutamakan prinsip kerukunan dan perilaku hormat pada alam, pencipta, leluhur, guru, orang tua, bangsa, negara, serta agama (Magnis-Suseno, 1985: 36-38). Orang Jawa biasanya pula mengutamakan keselarasan dalam hayati bermasyarakat (Mulder, 1981: 17). Pandangan hayati dan pola pikir yg demikian sudah barang tentu sangat mempengaruhi warga Jawa pada meletakkan dasar-dasar kemasyarakatan dan kebudayaan. Apabila hal ini dihubungkan dengan kasus kepemimpinan, maka seseorang pemimpin sedapat mungkin harus mampu memperlihatkan sikap hayati yg sederhana, amanah, adil, bertenggang rasa (tepa selira), ekonomis, disiplin, dan taat pada hukum (Koentjaraningrat, 1981: 64).

Berbagai piwulang serta pitutur sudah mengajarkan tentang sifat-sifat seorang pemimpin. Dalam ajaran Ki Hajar Dewantara sebagai tokoh pendidikan, contohnya, dinyatakan bahwa seseorang pemimpin wajib mempunyai 3 pilar, yaitu: “Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani”. Demikian jua dalam kakawin Ramayana serta Mahabarata, dinyatakan bahwa seseorang pemimpin harus memberitahuakn perilaku yang merujuk dalam ajaran tentang Hasta Bhrata, yaitu mencontoh perilaku delapan dewa, pada antaranya Dewa Surya, Candra, Bayu, serta Baruna Dewa Air yg antara lain mempunyai sifat sabar. Dalam filsafat Jawa pun terdapat banyak kata mengenai sifat-sifat pemimpin yang yg dikenal dengan “empat t”, yaitu teteg–sebagai pengayom, tatag–berani, tangguh–kuat, serta tanggon–pantang mundur, mrantasi sabarang karya (gawe).

b. Model Islam serta Etika Kedaifan
Dalam era pascamoderen yg mengagungkan multikulturalisme menjadi pandangan hidup, etika kedaifan identik dengan menghargai orang lain (liyan) atau menganggap diri menjadi sosok yang lemah serta membutuhkan eksistensi orang lain dalam menjalani kehidupan bersama yang semakin berat. Kehidupan dalam etika kedaifan, berdasarkan Goenawan Muhammad sebagaimana disitir sang Triyanto Tiwikromo, sama halnya menggunakan nir menganggap orang lain misalnya yg dikatakan oleh Sartre yaitu menjadi neraka. Semangat multikulturalisme serta demokrasi menempatkan masyarakat menjadi teman, kanca, buat mencapai warga yang kondusif dan sejahtera (Tiiwikromo, 2008: 4)

Dalam pandangan Islam, seorang pemimpin wajib mempunyai kualitas spiritual, terbebas menurut segala dosa, memiliki kemampuan sesuai dengan empiris, nir terjebak dalam dan menjauhi kenikmatan dunia, serta wajib memiliki sifat adil. Adil dalam hal ini dapat dipahami menjadi cara menempatkan sesuatu pada tempatnya yang layak. Penerapan sifat keadilan sang seseorang pemimpin dapat ditinjau dari bagaimana caranya mendistribusikan sumberdaya politik, ekonomi, sosial, dan budaya pada rakyatnya.

Melihat kemajemukan rakyat Indonesia, maka tantangannya adalah bagaimana cara membuatkan pluralisme dalam konteks menciptakan kepemimpinan dan kedaulatan bangsa. Fungsi kepemimpinan adalah sebagai ulil amri serta khadimul ummah, ialah amanah jabatan serta kekuasaan harus digunakan sesuai menggunakan tuntutan Allah dan Rasul–Nya, berlaku adil, dan melindungi kepentingan rakyat.

Dengan demikian, meskipun Islam adalah kepercayaan mayoritas, jangan sampai kepentingan umat Islam menyebabkan negara lebih poly melayani kepentingan segelintir orang yg mengusai aparatur negara. Sementara mereka yg berusaha menyuarakan ide-pandangan baru demokrasi, pluralisme, dan proteksi hak-hak asasi manusia cenderung dituding nir mempunyai nasionalisme.

Menurut Abdurrahaman Wahid (1988), masih ada 5 jaminan dasar pada menampilkan universalisme Islam, baik pada perorangan atau grup. Kelima jaminan dasar yg dimaksud meliputi keselamatan fisik masyarakat serta tindakan badani pada luar ketentuan hukum, keselamatan keluarga serta keturunan, keselamatan mal serta milik langsung di luar prosedur hukum, serta keselamatan profesi. 

Dalam pandangan Abdurahman Wahid, kelima agunan dasar umat insan akan sulit diwujudkan tanpa adanya kosmopolitanisme peradaban Islam. Kosmopolitanisme peradaban Islam harus menghilangkan batasan etnis, pluralisme budaya, dan heterogenitas politik. Hal ini akan tercapai jika terjadi ekuilibrium antara kesamaan normatif kaum muslimin dan kebebasan berpikir seluruh warga termasuk kalangan nonmuslim. Oleh karenanya, rahmatan lil alamin wajib dibuktikan pada wujud kehidupan bermasyarakat serta berbangsa dan bernegara. Di samping itu, kosmopolitanisme Islam mengacu dalam modernisasi religiusitas, adalah harus berlandaskan dalam keagamaan serta pembebasan warga untuk melakukan amar ma’ruf nahi mungkar. Hal ini berartik bahwa konsistensi terhadap demokrasi dan hak asasi insan mutlak diperlukan. Lebih lanjut dinyatakan bahwa pada universalisme Islam masih ada beberapa hal yaitu toleransi, keterbukaan perilaku, kepedulian terhadap unsur-unsur primer humanisme, dan perhatian dengan kearifan akan keterbelakangan dan kebodohan serta kemiskinan (Wahid, 1988).

Universalisme Islam jua berarti kesalehan sosial (Munir, 2005). Meskipun demikian, dalam konteks yg demikian bukan berarti bahwa negara Islam maupun kepemimpinan Islam adalah yg ideal. Universalisme Islam serta pluralisme lebih sempurna dipahami sebagai ruh dalam konteks menciptakan kepemimpinan nasional. Bagi bangsa Indonesia, syariat nir wajib menjadi fondamen dan jiwa dari kepercayaan dan negara.

Perlu diperhatikan jua bahwa multikulturalitas bangsa Indonesia bisa ambiguitas, ibarat 2 sisi mata pedang. Di situ sisi multikulturalitas itu merupakan kapital sosial yang dapat membuat energi positif dan memperkaya kultur bangsa, tetapi di sisi sebaliknya juga bisa menjadi tenaga negatif berupa ledakan destruktif yang setiap ketika bisa menghancurkan struktur dan pilar-pilar bangsa. Masalah yg krusial merupakan bagaimana cara mengatasi serta mencari solusi atas perpecahan yang terjadi dampak keanekaragaman itu tidak bisa dikelola menggunakan kebijakan politik yg demokratis serta egaliter termasuk di dalamnya pola-pola kepemimpinan. Jika ditangani menggunakan baik, keanekaragaman itu justru adalah aset serta kekayaan bangsa.

Oleh karenanya, penting dibangun interaksi intersubjektif yg sanggup melahirkan keikhlasan yg berdasarkan dalam nilai-nilai kebenaran serta kejujuran. Keikhlasan merupakan peleburan ambisi pribadi ke pada pelayaran kepentingan seluruh bangsa. Harus ada konsensus antarpemimpin serta ketundukan pada keputusan yang dirumuskan oleh pemimpin. Untuk mencapai hal itu ada 2 prasyarat yang harus dipenuhi, yaitu kejujuran perilaku dan ucapan yg disertai dengan perilaku mengalah buat kepentingan beserta (Wahid, 2006).

c. Pengembangan Sifat Pemimpin
Sifat pemimpin harus dikembangkan sendiri lantaran sifat seorang tidak sinkron satu sama lain. Kepribadian ikut mensugesti sifat serta konduite kepemimpinan seorang. Pemimpin wajib senantiasa menaikkan kemampuan, mempraktikkan keterampilan, mencari peluang, dan mengembangkan potensi anak butir. Sebagai panduan bagi pemimpin merupakan “perlakukan orang lain sebagaimana Anda ingin diperlakukan”. Dengan cara itu seseorang pemimpin berusaha memandang suatu keadaan berdasarkan sudut pandang orang lain atau tenggang rasa. 

Merujuk dalam pendapat Geofrey G. Meredith, kualitas pemimpin dapat diukur menggunakan memperhatikan sejumlah hal berikut: (1) yakinkan bahwa dirinya seseorang pemimpin, (2) poly orang yg mencari bapak buat minta dipimpin atau bertanya, (tiga) kembangkan dan terapkan wangsit-wangsit baru, (4) mainkan peranan aktif pada kehidupan warga , (lima) tingkatkan kekuasaan serta hilangkan kelemahan, (6) tingkatkan program serta planning tentang kepemimpinan, (7) belajarlah berdasarkan kesalahan terdahulu, (8) berorientasilah pada output serta selesaikan sesuatu yang telah dimulai, (9) gunakan kekuatan menjadi pemimpin buat membantu orang lain, (10) yakinkan orang lain tentang kemampuan, (11) dengarkan masukan, saran, dan nasihat atau kritik sekalipun, serta (12) lakukan perubahan ke arah kemajuan (Meredith, t.T.: 18-21).

4. Hubungan Pemimpin serta Rakyat pada Pembangunan
Dalam menyampaikan hubungan antara pemimpin dan masyarakat pada pembangunan, perlu dilihat aneka macam variabel yang dapat dikelompokkan ke dalam independent variable serta dependent variable. Sebagai independent variable adalah bahwa seorang pemimpin seharusnya memiliki dasar antara lain mengabdi pada kepentingan umum, memperhatikan masyarakat baik pada pada juga pada luar pekerjaan, serta membangun komunikasi yg lancar dengan bawahan (warga ). Dependent variable atau variabel yang ditentukan mencakup antara lain semangat kerja, displin kerja, gairah kerja, serta interaksi yg harmonis menggunakan bawahan. Kedua variabel ini akan mensugesti keberhasilan kepemimpinan seseorang dalam sebuah lembaga, baik itu pada taraf desa, kota ataupun sentra. Hubungan antara sejumlah variable yang telah disebutkan pada atas dengan keberhasilan kepemimpinan bisa ditinjau secara geometrik menjadi berikut.

Gambar Variabel-variabel yang mempengaruhi keberhasilan kepemimpinan

Pendapat lain dikemukakan oleh Kartini Kartono (1982: 31), yg menyatakan bahwa keberhasilan pemimpinan herbi pengelolaan kekuasaan, kewibawaan, serta kemampuan. Keberhasilan seorang pemimpin pula bisa ditentukan berdasarkan bentuk kolaborasi pada pembangunan yang nir hanya untuk anggotanya, tetapi menurut masyarakat buat rakyat (Syawani, 1978: iii). Pembangunan pada sini dapat diartikan menjadi usaha atau rangkaian bisnis pertumbuhan serta perubahan terencana yang dilakukan secara sadar sang suatu bangsa, negara, serta pemerintah menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (Siagian, 1981: 99). Seorang pemimpin wajib memiliki kekuasaan yg bersumber dalam hak milik kebendaan, kedudukan, kekuasaan, birokrasi, dan pula kemampuan spesifik (supranatural) yang lain daripada orang biasa. Menurut Max Weber, kekuasaan itu cenderung dalam kekuasaan yg kharismatik. Selain itu, seseorang pemimpin umumnya jua mempunyai legitimasi berupa benda-benda pusaka dan sebagainya.

Masyarakat tidak dapat beranjak tanpa adanya pemimipin menjadi perantara dan motivator dan komunikator dalam pembangunan pada berbagai bidang. Pemimpin harus dapat menjalankan ketiga fungsi itu pada kelompoknya. Dalam struktur organisasi, peran seorang pemimpin tidak terdapat merupakan tanpa dukungan rakyatnya. Hubungan antara pemimpin serta rakyat adalah hal yg mutlak karena keduanya saling membutuhkan dan saling melengkapi. Hubungan yg demikian itu bisa digambarkan menggunakan memakai sebuah pepatah Jawa: kaya godhong suruh lumah lan kurebe yen disawang beda rupane, yen dimamah gineget padha rasane.

Hubungan antara pemimpin dan rakyat dapat pula digambarkan menjadi interaksi patron-cilent (patronase), yaitu hubungan antara bapak dan anak. Bapak (pemimpin) berkewajiban melindungi anak-anaknya, sedangkan anak-anak wajib patuh pada bapaknya sebagai pemimpin (Koentjaraningrat, 1981: 191). Hubungan antara pemimpin dan anggotanya sering kali bertolak dari kebutuhan anggotanya (Legg, 1983: 21).

Dalam kedudukan sosial, seorang pemimpin berperan mengontrol dan mengawasi dan menggerakkan segala kegiatan pada masyarakatnya. Pemimpin yang baik akan dianggap sang anggotanya menjadi cermin, guru, dan tokoh kunci (key person) pada pembangunan.

PENGERTIAN SIFATSIFAT WIRAUSAHA MENURUT AHLI

Pengertian, Sifat-Sifat Wirausaha Menurut Ahli
Kata Wirausaha berdasarkan Holt (1992), asal berdasarkan bahasa Perancis, Entrepreneur. Kata Entrepreneur serta Entrepreneurship lalu diterjemahkan ke pada bahasa Inggris menjadi to undertake (menjalankan, melakukan, berusaha), to set about (memulai), to begin (memulai), to attempt (mencoba, berusaha). Dalam bahasa Jerman menggunakan kata unternerhmer yang diturunkan berdasarkan kata kerja unternehmen yang berarti sama dengan arti entrepreneur. (Sukardi, 1991), dalam bahasa Indonesia Kata “wirausaha” adalah adonan istilah wira (gagah berani,perkasa) serta bisnis. Jadi, wirausaha berarti orang yg gagah berani atau perkasa pada bisnis.

Adam Smith, yang kita kenal menjadi bapak ekonomi mempunyai pandangan tersendiri. Dalam pandangannya wirausaha berarti orang yg mampu bereaksi terhadap perubahan ekonomi, lalu sebagai agen ekonomi yang mengubah permintaan menjadi produksi. Ahli ekonomi perancis Jean Baptise berpendapat bahwa wirausaha adalah orang yang mempunyai seni dan kterampilan eksklusif pada membentuk usaha ekonomi yg baru. Sedangkan Cantilon beropini bahwa wirausaha adalah seseorang inkubator gagasan-gagasan baru yang sellau berusaha memakai sumber daya secara optimal buat mencapai tingkat paling tinggi.

Secara komprehensif Meng & Liang, (1996), merangkum pandangan beberapa pakar, serta mendefenisikan wirausaha sebagai: (a) Seorang inovator (b) Seorang pengambil resiko atau a risk-taker (c) Orang yg mempunyai misi serta visi (d) Hasil menurut pengalaman masa kanak-kanak (e) Orang yang memiliki kebutuhan berprestasi tinggi. (f) Orang yang mempunyai locus of control internal.

Sifat-Sifat Wirausaha
Dari berbagai penelitian yg ada ditemukan sembilan belas sifat krusial wirausaha yg diperoleh dari tujuh penelitian yg pernah dilakukan. Kesembilan belas sifat itu dikelompokkan sebagai enam sifat unggul (research methodology workshop, 1977), sebagai berikut:

1. Percaya Diri
  • Yakin dan optimisme: beliau harus konfiden dan optimis bahwa usahanya akan maju serta berkembang buat itu Seorang wirausaha wajib bisa menyusun planning keberhasilan perusahaannya.
  • Mandiri: Tidak mengandalkan serta bergantung orang lain atau keluarga.
  • Kepemimpinan, dan bergerak maju: Seorang wirausaha wajib sanggup Bertanggung jawab terhadap segala aktivitas yang dijalankannya, baik sekarang juga yg akan tiba. Tanggung jawab seorang pengusaha nir hanya pada material, namun pula moral kepada aneka macam pihak.
2. Originalitas, terdiri dari:
  • Kreatif: bisa berbagi ilham-ilham baru dan menemukan cara-cara baru pada memecahkan dilema.
  • Inovatif: bisa melakukan sesuatu yg baru yang belum dilakukan poly orang menjadi nilai tambah keungulan bersaing.
  • Inisiatif/agresif, mampu mengerjakan poly hal dengan baik, serta memiliki pengetahuan. Inisiatif dan selalu agresif. Ini merupakan ciri fundamental dimana pengusaha nir hanya menunggu sesuatu terjadi, tetap terlebih dahulu memulai dan mencari peluang menjadi pelopor pada aneka macam aktivitas.
3. Berorientasi Manusia, terdiri dari:
  • Sifat suka berteman dengan orang lain berarti anda wajib bisa berbagi serta memelihara hubungan baik menggunakan aneka macam pihak, baik yg bekerjasama eksklusif menggunakan bisnis yang dijalankan maupun nir. Hubungan baik yg perlu dijalankan diantaranya pada para pelanggan, pemerintah pemasok, dan masyarakat luas.
  • Komitmen, Komitnen dalam aneka macam pihak merupakan ciri yang harus dipegang teguh dan wajib ditepati. Komitmen untuk melakukan sesuatu memang adalah kewajiban buat segera ditepati serta direalisasikan.
  • Responsive terhadap saran/kritik. Menganggap saran serta kritik adalah dasar buat mencapai kemajuan. Saran dan kritik yang masuk di respon menggunakan baik buat memperbaiki pelayanan kepada pelanggan, proses usaha serta efesiensi perusahaan.
4. Berorientasi Hasil Kerja, terdiri berdasarkan sifat:
  • Ingin berprestasi, kemauan buat terus maju serta mengembangkan bisnis. IQ dan EQ tidak cukup buat memprediksi keberhasilan. Dibutuhkan AQ (Adversity quotient) yaitu tingkat ketahanan terhadap hambatanhambatan yang ditemuinya pada mencapai keberhasilan. Dalam AQ terdapat tiga tipe pendaki zenit keberhasilan, yaitu quitter, champer, serta climber. Tipe quitter merupakan mereka yg eksklusif menyerah atau nir mau memanfaatkan peluang. Tipe champer adalah mereka yang cepat puas dengan apa yg sudah dicapai walaupun mampu mencapai keberhasilan yang lebih tinggi bila mereka mau. Tipe climber adalah orang yang terus mendaki tangga keberhasilan hingga mencapai zenit tertinggi meski menemui banyak sekali hambatan atau rintangan.

Ketahanan terhadap berbagai hambatan ini terdiri dari empat komponen, yaitu reach, ownership & original,control, endurance. Reach berarti seberapa jauh kemalangan/rintangan yg ditemui itu menghipnotis hal-hal lain pada kehidupan. Ownership & original merupakan persepsi orang terhadap rintangan/kendala. Control berarti melihat kemampuan mengontrol kendala/rintangan dalam kehidupan. Endurance berarti sejauh mana kita melihat rintangan/kendala menjadi sesuatu yg terus terjadi atau hanya terjadi secara kebetulan, cepat berlalu dan tidak akan terjadi lagi.
  • Berorientasi keuntungan, seluruh cara serta bisnis yg dilakukan wajib mendatangkan profit, karena usaha tidak akan bisa bertahan serta berkembang apabila nir terdapat profit.
  • Teguh, tekun, serta kerja keras, Kerja keras. Jam kerja pengusaha tidak terbatas pada waktu, pada mana ada peluang pada situ ia datang. Kadang-kadang seseorang pengusaha sulit buat mengatur saat kerjanya. Benaknya selalu memikirkan kemajuan usahanya. Ide-ilham baru selalu mendorongnya untuk bekerja keras merealisasikannya. Tidak terdapat istilah sulit serta nir terdapat masalah yang nir bisa diselesaikan.
  • Penuh semangat, dan Penuh energi. Melakukan semua kegiatan dengan semangat buat keberhasilan.
5. Berorientasi masa depan: terdiri menurut sifat pandangan ke depan, ketajaman persepsi.
Untuk itu anda wajib Memiliki visi dan tujuan yang kentara. Hal ini berfungsi untuk menebak ke mana langkah serta arah yg dituju sehingga dapat diketahui apa yang akan dilakukan sang pengusaha tersebut Beorientasi dalam prestasi. Pengusaha yg sukses selalu mengejar prestasi yg lebih baik daripada prestasi sebelumnya. Mutu produk, pelayanan yang diberikan, dan kepuasan pelanggan menjadi perhatian utama. Setiap ketika segala kegiatan bisnis yang dijalankan selalu dievalusi serta wajib lebih baik dibanding sebelumnya.

6. Berani ambil risiko: terdiri dari sifat bisa ambil risiko, suka tantangan. Berani merogoh risiko. Hal ini merupakan sifat yg wajib dimiliki seseorang pengusaha kapan pun dan pada mana pun, baik pada bentuk uang juga waktu.

Penelitian Mc Ber & Co di Amerika Serikat dalam usaha mini (dalam Zimmerer & Scarborough, 1998) menemukan sembilan karakteristik wirausaha yang berhasil, yang dibagi ke dalam tiga kategori, menjadi berikut:
  1. Bersifat proaktif, yaitu inisiatif yang tinggi dan asertif.
  2. Orientasi prestasi, yaitu melihat kesempatan dan bertindak langsung, orientasi efisiensi, menekankan pekerjaan dengan kualitas tinggi, perencanaan yang sistematis, monitoring.
  3. Komitmen menggunakan pihak lain,yaitu komitmen yang tinggi dalam pekerjaan, serta menyadari pentingnya interaksi usaha yang fundamental.
Sukardi(1991) membuat konklusi tentang sembilan sifat yang ada pada wirausaha sebagai berikut:
  1. Sifat fragmental, yaitu tanggap terhadap peluang dan kesempatan berusaha juga yg berkaitan menggunakan perbaikan kerja.
  2. Sifat prestatif, yaitu selalu berusaha memperbaiki prestasi, mempergunakan umpan pulang, menyenangi tantangan serta berupaya supaya output kerjanya selalu lebih baik berdasarkan sebelumnya.
  3. Sifat keleluasan bergaul, yaitu selalu aktif berteman dengan siapa saja, membina kenalan-kenalan baru dan berusaha menyesuaikan diri dalam berbagai situasi.
  4. Sifat kerja keras, yaitu berusaha selalu terlibat pada situasi kerja, tidak mudah menyerah sebelum pekerjaan terselesaikan. Tidak pernah memberi dirinya kesempatan untuk berpangku tangan, mencurahkan perhatian sepenuhnya dalam pekerjaan, dan memiliki energi buat terlibat terus-menerus pada kerja.
  5. Sifat keyakinan diri, merupakan dalam segala kegiatannya penuh optimisme bahwa usahanya akan berhasil. Dia percaya diri bergairah pribadi terlibat pada aktivitas nyata,jarang terlihat ragu-ragu.
  6. Sifat pengambilan risiko yang diperhitungkan, yaitu tidak risi akan menghadapi situasi yang serba tidak pasti dimana usahanya belum tentu berakibat keberhasilan.
  7. Sifat swa-kendali, yaitu benar-sahih menentukan apa yang harus dilakukan dan bertanggung jawab pada dirinya sendiri.
  8. Sifat inovatif, yaitu selalu bekerja keras mencari cara-cara baru buat memperbaiki kinerjanya. Terbuka buat gagasan, pandangan, inovasi-penemuan baru yang dapat dimanfaatkan buat menaikkan kinerjanya.
  9. Sifat berdikari, yaitu apa yg dilakukan adalah tanggung jawab pribadi.

Kepribadian Wirausaha
Menurut Miner (1996), terdapat empat tipe kepribadian wirausaha, yaitu:
1. Personal Achiever. Ciri-ciri wirausaha tipe personal achiever adalah menjadi berikut:
  • Memiliki kebutuhan berprestasi;
  • Memiliki kebutuhan akan umpan kembali;
  • Memiliki kebutuhan perencanaan serta penetapan tujuan;
  • Memiliki inisiatif langsung yang kuat;
  • Memiliki komitmen langsung yang bertenaga untuk organisasi;
  • Percaya bahwa satu orang dapat memainkan peran penting;
  • Percaya bahwa pekerjaan seharusnya dituntun oleh tujuan pribadi bukan sang hal lain.
2. Supersalesperson. Ciri-ciri wirausaha tipe supersalesperson merupakan sebagai berikut:
  • Memiliki kemampuan memahami serta mengerti orang lain;
  • Memiliki cita-cita buat membantu orang lain;
  • Percaya bahwa proses-proses sosial sangat krusial;
  • Kebuhan memilik hubungan positif yang bertenaga dengan orang lain;
  • Percaya bahwa bagian penjualan sangat krusial buat melaksanakan strategi perusahaan.

3. Real managers. Ciri-karakteristik wirausaha tipe real managers merupakan menjadi berikut:
  • Keinginan buat sebagai pemimpin perusahaan;
  • Ketegasan;
  • Sikap positif terhadap pemimpin;
  • Keinginan buat bersaing;
  • Keinginan berkuasa;
  • Keinginan untuk menonjol pada antara orang-orang lain.
4. The expert idea generator. Ciri-karakteristik wirausaha tipe expert idea generator merupakan menjadi berikut:
  • Keinginan untuk melakukan penemuan: Keinginan buat berinovasi mengakibatkan expert idea generator suka menemukan gagasan baru dan melaksanakannya. Keinginan buat berinovasi konsisten menggunakan usaha sendiri buat mencapai keberhasilan dan mencicipi kepuasan langsung dengan itu.
  • Menyukai gagasan-gagasan. Suka akan gagasanmencakup banyak unsur, seperti antusiame, menunjukkan perhatian terhadap pendapat orang lain.
  • Percaya bahwa pengembangan produk baru sangat krusial buat menjalankan strategi dan organisasi.
  • Inteligensi yg tinggi: inteligensi mencakup kemampuan seperti evaluasi dan penalaran,dan kemampuan buat memakai abstraksi, konsep, dan gagasan. Juga kemampuan buat belajar, menganalisis serta menciptakan sintetis.
  • Ingin menghindari risiko. Meskipun poly orang yang menganggap sifat suka ambil risiko sebagai esensi profesi wirausaha, poly wirausaha yg sangat berhati-hati, dan baru melangkah kalau benar -benar telah konfiden. Bagi wirausaha tipe ini, sifat ini memang krusial lantaran gagasan-gagasannya sanggup saja sangat baru dan aneh.
Menurut Miner (1996) tipe kepribadian wirausaha dapat memilih bidang bisnis yang akan membawanya pada keberhasilan.

Berdasarkan penelitiannya, dia menemukan bahwa seseorang wirausaha akan berhasil apabila dia mengikuti achieving route eksklusif sesuai tipe kepribadiannya.
  1. Personal achiever akan sukses bila monoton mengatasi rintangan dan menghadapi krisis, serta dalam menghadapi segalanya berusaha sedapat mungkin bersikap positif.
  2. Supersalesperson akan berhasil jika memanfaatkan poly waktunya buat menjual dan minta mengelola bisnisnya.
  3. Real managers akan berhasil bila ia memulai usaha baru serta mengelola sendiri bisnis tadi.
  4. Expert idea generation akan berhasil bila terjun ke bisnis teknologi tinggi.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Usaha
a. Motivasi:
Hasil penelitian yg dilakukan sang Center for Entrepreneurial Research (pada Zimmerer & Scarborough; 1998) menemukan 69% murid menengah atas ingin mulai menjalankan usaha mereka sendiri. Motivasi utamanya merupakan be their own bosses.

b. Usia:
Menurut National Federation of Independent Businesess, Washington, usia ketika seseorang memulai usaha sendiri adalah menjadi berikut (pada Zimmerer & Scarborough, 1998). Usia Kronologis bervariasi. Ronstandt (dalam Staw1991) menyatakan bahwa kebanyakan wirausaha memulai usahanya antara usia 25-30 tahun. Sementara Staw (1991), menyampaikan bahwa umumnya laki-laki memulai bisnis sendiri ketika berumur 30 tahun serta perempuan pada usia 35 tahun. Hurlock (1991)berpendapat bahwa perkembangan karier berjalan seiring dengan perkembangan manusia. Setiap gerombolan manusia memiliki karakteristik-karakteristik spesial bila dikaitkan dengan perkembangan karier.

Ciri khas perkembangan karier menurut Hurlock merupakan sebagai berikut:
  1. Usia dewasa awal (18 tahun sampai 40 tahun), masa dewasa awal sangat terkait dengan tugas perkembangan dalam hal membentuk famili serta pekerjaan. Ketika seseorang masuk pada masa dewasa awal yg memiliki tugas pokok yaitu menentukan bidang pekerjaan yang cocok dalam talenta, minat serta faktor psikologis yang dimilikinya. Masih banyak orang dewasa belia yg galau dengan pilihan kariernya, situasi misalnya ini bisa jua terjadi dalam wirausaha. Hurlock (1991) menyebut masa dewasa awal itu coba-coba buat berkarier. Itulah sebabnya usia mampu berpengaruh dalam tinggi rendahnya prestasi kerja mereka.
  2. Usia dewasa madya (usia 40 tahun hingga 60 tahun), masa dewasa madya bercirikan keberhasilan pada pekerjaan. Prestasi zenit padausia ini juga mampu berlaku bagi wirausaha.
  3. Usia dewasa akhir (usia pada atas 60 tahun), pada masa ini orang mulai mengurangi aktivitas kariernya atau berhenti sama sekali.mereka tinggal menikmati jerih payahnya selama bekerja dan mencurahkan perhatian pada kehidupan spiritual serta sosial. Pendapat Hurlock senada dengan pendapat Staw (1991) bahwa usia bisa terkait menggunakan keberhasilan. Bedanya,Hurlock menekankan pada kemantapan karier, sedangkan Staw (1991) menekankan bertambahnya pengalaman. Menurut Staw (1991), usia sanggup terkait menggunakan keberhasilan apabila dihubungkan menggunakan lamanya seorang menjadi wirausaha. Dengan bertambahnya pengalaman ketika usia seseorang bertambah maka usia memang terkait dengan keberhasilan.
c. Pengalaman:
Staw (1991) berpendapat bahwa pengalaman dalam menjalankan bisnis adalah predictor terbaik bagi keberhasilan, terutama jika bisnis baru itu berkaitan dengan pengalaman bisnis sebelumya. Menurut Hisrich & Brush (dalam Staw, 1991) wirausaha yang mempunyai usaha maju ketika ini bukanlah usaha pertama kali yang dimiliki. Pengalaman mengelola usaha mampu diperoleh semenjak kecil lantaran pengasuhan yg diberikan sang orang tua yang berprofesi menjadi wirausaha.

Menurut Staw (1991) ada bukti bertenaga bahwa wirausaha mempunyai orang tua yg bekerja berdikari atau berbasis menjadi wirausaha. Menurut Duchesneau et al.(dalam Staw 1991),wirausaha yang berhasil merupakan mereka yg dibesarkan oleh orang tua yg jua wirausaha, lantaran mereka memiliki pengalaman luas pada bisnis. Haswell et al.(pada Zimmerer & Scarborough, 1998) menyatakan bahwa alasan primer kegagalan usaha adalah kurangnya kemampuan manajerial dan pengalaman.wood (pada Zimmerer & Scarborough, 1998) jua menyatakan bahwa kurangnya pengalaman adalah salah satu penyebab kegagalan usaha. Dari pendapat serta penemuan para ahli di atas bisa disimpulkan bahwa

pengalaman pada mengelola bisnis memberi pengaruh dalam keberhasilan usaha skala mini . Dengan demikian, taraf keterlibatan seorang pada suatu kegiatan usaha mampu sebagai tolak ukur pengalaman pada berusaha.

d. Pendidikan:
Pendidikan adalah syarat keberhasilan bagi seorang wirausaha. Dalam penelitiannya terhadap sejumlah wirausaha, Bowen & Robert (dalam Staw, 1991) merangkum hasil penelitian tentang tingkat pendidikan wirausaha,dan hasilnya table pada bawah ini :

Tingkat Pendidikan Wirausaha Menurut Bowen & Robert
  • Brockhaus (1982) Mengulas empat penelitian yang menyimpulkan bahwa wirausaha cenderung memiliki pendidikan yang lebih baik berdasarkan populasi generik, namun pada bawah para manajer.
  • Cooper&Dunkelberg (1984) Ditemukan bahwa taraf pendidikan wirausaha pada bawah universitas (64%).
  • Gasse (1982) Mencatat menurut empat studi di mana wirausaha memiliki pendidikan yg lebih baik daripada masyarakat generik.
  • Jacobowitz & Vidler (1982) Hasil wawancara menggunakan 430 wirausaha memperlihatkan bahwa mereka mempunyai pendidikan yang kurang memadai, yaitu 30% drop-out berdasarkan SMA. Hanya 11% lulus dari universitas 4 tahun.
Berdasarkan output rangkuman di atas ,bisa disimpulkan bahwa tingkat pendidikan homogen-rata wirausaha adalah pendidikan menengah atas. Menurut penelitian Kim (dalam Meng & Liang,1996)pada para wirausaha di Singapura, bahwa wirausaha yg berhasil mempunyai taraf pendidikan yg lebih baik daripada wirausaha yg kurang berhasil. Berdasarkan pendapat para ahli di atas,dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan galat satu factor yang menunjang keberhasilan bisnis skala kecil,menggunakan perkiraan bahwa pendidikan yang lebih baik akan memberikan pengetahuan yang lebih baik pada mengelola usaha.

Jika seluruh orang ditanya, apakah Anda ingin sukses? Sudah tentu jawabannya niscaya semua orang ingin meraih kesuksesan. Semua orang tidak ingin hidupnya sengsara, miskin, susah, pasti ingin sukses. Sekarang yang menjadi permasalahannya adalah tidak seluruh orang tahu arti sukses yang sebenarnya serta bagaimana cara mencapainya sehingga sangat sedikit sekali orang yang benar-sahih mampu menikmati sukses yang diimpikannya. Kesuksesan merupakan hak setiap orang yg mau berusaha.

Sering kali kita menyamakan antara sukses & prestasi, padalah 2 kata ini mempunyai perbedaan yang sangat mendasar. Contoh, pada sebuah lomba lari maraton keluarlah kampiun dengan waktu tempuh tercepat, beliau mampu dikatakan berprestasi, tapi apa dia sukses? Bayangkan dengan peserta yang nir mempunyai kaki, dia hanya memakai tangannya buat berlari walaupun dia ikut dan dalam lomba maraton ini beliau nir mencatat saat tercepat, bahkan dia berhasil masuk finish urutan paling belakang, tetapi beliau sukses, sukses sudah mengakhiri lomba maraton dengan segala daya upaya yg orang lain belum tentu menghargai ini sebagai suatu kesuksesan. Definisi sukses di sini adalah dimana setiap orang dapat berhasil keluar berdasarkan zona nyamannya, itu adalah suatu kesuksesan. Ingat, sukses bukan tujuan tetapi sukses adalah sebuah bepergian.

CARA MENGATASI MINDER TIDAK PERCAYA DIRI & TIDAK PANDAI BERGAUL

Meningkatkan percaya diri - Minder, tidak percaya diri dan tidak pintar bergaul adalah sikap yg saling berkaitan. Orang orang dengat sifat misalnya ini umumnya jarang sanggup maju (sukses) lantaran mereka nir konfiden menggunakan kemampuan yg dimilikinya. Banyak sisi negatif yg mungkin sanggup timbul waktu kita nir percaya diri karena ketidakkepercayaan diri umumnya ditimbulkan lantaran kecemasan dan ketakutan yg hiperbola. Sering merasa gugup waktu akan presentasi, nir berani mengajak orang berbicara duluan, nir pandai bergaul menggunakan poly orang, malu untuk menyampaikan ekspresi, takut gagal atau berbuat salah dsb adalah sedikit contoh orang menggunakan perilaku minder atau nir percaya diri.

Seserang yang mempunyai agama diri tinggi, biasanya mereka memiliki perasaan positif terhadap dirinya, punya keyakinan yang kuat atas dirinya serta punya pengetahuan akurat terhadap kemampuan yg dimiliki, sebagai akibatnya umumnya orang yang memiliki agama diri lebih sukses daripada mereka yg minder. Orang yg punya agama diri tinggi bukanlah orang yg hanya merasa sanggup (namun sebetulnya tidak sanggup) melainkan adalah orang yang mengetahui bahwa dirinya sanggup dari pengalaman serta perhitungannya. Nah bagaimana mengatasi rasa minder, tidak percaya diridan nir pandai bergaul:
Belajar Meningkatkan Rasa Kepercayaan Diri
Belajar bersosialisasi, memperluas pergaulan serta berkomunikasi dengan poly tipe orang, lantaran akan membuatnya mempunyai banyak pengalaman penting
Lingkungan sangat berpengaruh besar terhadap agama diri seorang. Berkumpul serta berteman dengan orang orang positif akan berpengaruh baik terhadap diri kita termasuk dalam hal agama diri. Mereka yang lebih poly menyendiri, berdiam diri dirumah dan nir bersosialisasi dengan rakyat secara generik kebanyakan memiliki masalah kepercayaan diri rendah. Bersosialisasi dengan poly orang, sahabat atau teman akan menumbuhkan pengetahuan dan pengalaman yang lebih luas.
Berpikir lebih subjektif serta positif
Kecemasan, ketakutan, was was dan kekhawatiran merupakan hal alami pada setiap manusia dalam menghadapi suatu hal, namun jangan jadikan semua itu secara berlebihan. Ketakutan terhadap suatu hal seperti takut gagal, khawatir melakukan kesalahan, cemas masa depan suram hanya akan menurunkan kepercayaan diri anda. Berpikir lebih subjektif serta positif, bahwa semua hal yang anda takutkan, cemaskan dan dikhawatirkan belum tentu terjadi.
Belajar buat lebih terbuka dalam orang lain
Menutup diri berdasarkan pergaulan dan orang orang disekitar anda hanya menciptakan anda merasa minder. Sejatinya setiap manusia itu merupakan mahluk sosial yang nir mampu hidup tanpa donasi orang lain. Anda belajar membutuhkan guru atau pembimbing, anda membeli sesuatu keperluan anda membutuhkan pedagang yg menjualnya, bahkan ketika anda lahir pun anda membutuhkan dokter atau bidan. Belajar lebih membuka diri terhadap orang lain, lebih mengenal orang orang asing disekitar anda (mereka yg memiliki eksklusif positif dankepercayaan diri) serta membuahkan mereka teman anda, maka kepribadian mereka akan mempengaruhi tindakan anda.
Belajar membuka hati serta pikiran buat mau menerima masukan berdasarkan orang yang lebih berpengalaman
Kebanyakan orang yg tidak percaya diri atau minder sulit menerima kritikan sebagai akibatnya mereka sulit bergaul dengan orang orang disekitarnya. Mereka mengkritik anda karena mereka peduli dengan anda. Belajar membuka hati dan pikiran anda buat lebih mampu mendapat masukan, kritik serta saran yg menciptakan dari mereka yang lebih berpengalaman dari anda.
Motivasi diri anda
Selalu tanamkan setiap hal baik kepada diri anda buat memotivasi diri anda buat menaikkan agama diri. Motivasi mampu datang menurut mana saja mulai berdasarkan diri anda sendiri, berdasarkan pengalaman-pengalaman anda, berdasarkan orang lain, seminar motivasi, buku buku, internet atau bisa menurut mana saja.
Belajar memaafkan
Mungkin kegagalan atau pengalaman buruk pernah terjadi pada diri anda sebagai akibatnya hal tersebut berakibat trauma yg mendalam yang mengakibatkan diri anda merasa minder, nir percaya diri atau takut mengalami hal yg sama. Sadari bahwa nir terdapat yg paripurna didunia ini, setiap orang mempunyai khilaf dan kesalahan yang tidak selaras beda. Maafkan diri anda atau orang lain yang berpengaruh terhadap agama diri anda.
Belajar kegiatan positif yg anda kuasai
Belajarlah melakukan hal positif yang anda sendiri merasa bisa. Banyak kegiatan yang bisa anda lakukan misalnya olahraga, mengolah, berkebun atau hal hal positif lainnya. Dengan mengerjakan hal hal positif tadi seiring saat agama dirimu akan terus meningkat karena dimulai dengan kemampuan buat melakukan dan merampungkan sesuatu. Untuk sanggup merasa percaya diri, tentu anda wajib konfiden menggunakan kemampuan yg dimiliki. Jelas, keyakinan ini nir bisa datang begitu saja. Anda harus rutin menguji diri agar tahu hingga mana batas kemampuan yg dimiliki.
Setiap harinya, buatlah 1 pencapaian yg harus bisa anda wujudkan. Tidak perlu pencapaian besar , relatif yang kecil saja namun layak buat dibanggakan. Sebagai model hari ini bangun lebih pagi dari hari kemarin, nilaiku hari ini lebih baik menurut 1 minggu lalu dsb. Pencapaian pencapaian tersebut secara signifikan akan membantu menaikkan kepercayaan diri.
Alihkan hal negatif sebagai hal positif
Belajar buat menanamkan hal positif dalam otak anda saat pikiran negatif mulai ada. Sebagai model saat anda mulai gugup saat anda ingin mempresentasika sesuatu maka ubah kegugupan tadi sebagai hal positif pada pikiran anda misalnya "Saya sanggup, saya mampu membuat presentasi ini sebagai lebih baik" dsb.