Postmodernisme : Sebuah Pengenalan
Postmodernisme lahir pada St. Louis, Missouri, 15 Juli 1972, pukul tiga:32 sore. Ketika pertama kali didirikan, proyek rumah Pruitt-Igoe di St. Louis pada anggap menjadi lambang arsitektur terbaru. Yang lebih penting, ia berdiri menjadi gambaran modernisme, yg menggunakan teknologi buat menciptakan warga utopia demi kesejahteraan manusia. Tetapi para penghuninya menghancurkan bangunan itu dengan sengaja. Pemerintah mencurahkan banyak dana buat merenovasi bangunan tsb. Akhirnya, setelah menghabiskan jutaan dollar, pemerintah menyerah. Pada sore hari pada bulan Juli 1972, bangunan itu diledakkan menggunakan dinamit. Menurut Charles Jencks, yang dianggap sebagai arsitek postmodern yang paling berpengaruh, insiden peledakan ini menandai kematian modernisme dan menandakan kelahiran postmodernisme.
Masyarakat kita berada dalam pergolakan dan pergeseran kebudayaan. Seperti proyek bangunan Pruitt-Igoe, pemikiran dan kebudayaan modernisme sedang musnah berkeping-keping. Ketika modernisme mati pada sekeliling kita, kita sedang memasuki sebuah era baru - postmodern. Fenomena postmodern meliputi poly dimensi menurut masyarakat kontemporer. Pada pada dasarnya, Postmodern merupakan suasana intelektual atau "isme"- postmodernisme.
Para pakar saling berdebat buat mencari aspek-aspek apa saja yang termasuk pada postmodernism. Namun mereka telah mencapai konvensi pada satu buah: fenomena ini menandai berakhirnya sebuah cara pandang universal. Etos postmodern menolak penjelasan yg harmonis, universal, serta konsisten. Mereka menggantikan semua ini menggunakan perilaku hormat pada perbedaan serta penghargaan pada yang khusus (partikular dan lokal) dan membuang yang universal. Postmodernisme menolak penekanan kepada inovasi ilmiah melalui metode sains, yang adalah fondasi intelektual dari modernisme buat menciptakan global yang lebih baik. Pada dasarnya, postmodernisme merupakan anti-terkini.
Tetapi kata "postmodern" mencakup lebih berdasarkan sekedar suasana intelektual. Penolakan postmodernisme terhadap rasionalitas terwujud pada poly dimensi dari masyarakat sekarang. Tahun-tahun belakangan ini, pola pikir postmodern terwujud pada poly aspek kebudayaan, termasuk arsitektur, seni, serta drama. Postmodernisme sudah merasuk ke pada semua warga . Kita dapat mencium pergeseran menurut modern kepada postmodern dalam budaya pop, mulai dari video musik hingga kepada serial Star Trek. Tidak terkecuali, hal-hal misalnya spiritualitas serta cara berpakaian jua terpengaruh.
Postmoderisme memilih pada suasana intelektual serta sederetan wujud kebudayaan yang menyangsikan ide-pandangan baru, prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang dianut oleh modernisme. Postmodernitas menunjuk kepada era yang sedang muncul, era pada mana kita hidup, zaman di mana postmodernisme mencetak warga kita. Postmodernitas adalah era di mana pandangan baru-wangsit, perilaku-sikap, dan nilai-nilai postmodern bertahta - saat postmodernisme membangun kebudayaan. Inilah era masyarakat postmodern. Tujuan kita dalam bab ini merupakan melihat dari dekat fenomena postmodern serta memahami sedikit tentang etos postmodernisme. Apakah pertanda-pertanda ekspresi budaya serta dimensi hidup sehari-hari berdasarkan "generasi mendatang ini?" Apakah buktinya bahwa pola pikir baru sedang menyerbu kehidupan rakyat kini ini?
FENOMENA POSTMODERN
Postmodernisme memilih pada suasana intelektual dan aktualisasi diri kebudayaan yg sedang mendominasi rakyat sekarang. Sekonyong-konyong kita sedang berpindah pada sebuah era budaya baru, postmodernisme, namun kita harus memperinci apa saja yang tercakup dalam kenyataan postmodern.
KESADARAN POSTMODERN
Bukti-bukti awal berdasarkan pandangan hidup postmodernisme senantiasa negatif. Etos tersebut merupakan penolakan terhadap pola pikir Pencerahan yang melahirkan modernisme. Kita dapat melacak pandangan hidup postmodern di mana-mana pada warga kita. Yang terpenting, postmodernisme telah merasuk jiwa dan pencerahan generasi sekarang ini. Ini merupakan perceraian radikal menggunakan pola pikir masa kemudian.
Kesadaran postmodern telah melenyapkan optimisme "kemajuan" (progress) menurut Pencerahan. Postmodern tidak mau mengambil perilaku optimisme menurut masa lalu. Mereka menumbuhkan perilaku pesimisme. Untuk pertama kalinya, anak-anak pada masa kini tidak sinkron keyakinan menggunakan orang tuanya. Mereka tidak percaya bahwa global akan menjadi lebih baik. Dari lubang yg besar pada lapisan Ozon sampai kepada kekerasan antar remaja, mereka menyaksikan pertarungan semakin besar . Mereka tidak lagi percaya jika manusia dapat menuntaskan masalahnya serta kehidupan mereka akan lebih baik daripada orangtua mereka.
Generasi postmodern yakin bahwa hidup di muka bumi bersifat rawan. Mereka melihat bahwa contoh "insan menguasai alam" menurut Francis Bacon harus segera digantikan dengan perilaku kooperatif dengan alam. Masa depan umat manusia sedang pada persimpangan jalan. Selain perilaku pesimis, orang-orang postmodern mempunyai konsep kebenaran yang tidak selaras dengan generasi sebelumnya.
Pemahaman terkini menghubungkan kebenaran dengan rasio sebagai akibatnya rasio dan akal sebagai tolok ukur kebenaran. Kaum postmodern mewaspadai konsep kebenaran universal yang dibuktikan melalui usaha-bisnis rasio. Mereka tidak mau menjadi rasio sebagai tolok ukur kebenaran. Postmodern mencari sesuatu yg lebih tinggi daripada rasio. Mereka menemukan cara-cara nonrasial buat mencari pengetahuan, yaitu: melalui emosi dan intuisi.
Keinginan mencari model kooperatif dan penghargaan kepada cara nonrasional membangun sebuah dimensi keseluruhan bagi kaum postmodern. Postmodern dengan holismenya menolak impian Pencerahan, individu yang nir berperasaan, otonom, serta rasional. Orang-orang postmodern tidak berusaha sebagai individu-individu yang mengatur dirinya secara penuh, tetapi menjadi eksklusif-eksklusif "seutuhnya".
Postmodern menggunakan holisme-nya mencakup integrasi semua dimensi menurut kehidupan langsung - perasaan, bisikan hati, dan kognitif. Keutuhan juga meliputi kesadaran akan lingkungan dari mana kita asal. Tentu saja area ini meliputi "alam" (ekosistem). Namun beliau jua komunitas. Konsep "keutuhan" postmodernisme meliputi aspek-aspek agama serta kerohanian. Postmodernisme menegaskan bahwa keberadaan diri bisa dikenal dalam lingkup ketuhanan.
Karena setiap orang selalu termasuk dalam konteks komunitas eksklusif, maka tahu kebenaran haruslah beserta-sama. Keyakinan serta pemahaman kita akan kebenaran, berakar kepada komunitas dimana kita berada. Mereka menolak konsep Pencerahan yang universal, supra-kultur, dan permanen. Mereka lebih senang melihat kebenaran sebagai ekspresi berdasarkan komunitas tertentu. Mereka konfiden bahwa kebenaran adalah anggaran-aturan dasar yg bertujuan bagi kesejahteraan diri dan komunitas beserta- sama.
Dalam pengertian ini, kebenaran postmodern herbi komunitas. Lantaran terdapat banyak komunitas, niscaya terdapat kebenaran yang berbeda-beda. Banyak kaum postmodern percaya bahwa keanekaragaman kebenaran ini dapat hayati berdampingan bersama-sama. Kesadaran postmodern menganut sikap relativisme serta pluralisme.
Tentu saja, relativisme serta pluralisme bukanlah barang baru. Tetapi jenis pluralisme serta relativisme berdasarkan postmodern ini berbeda. Relatif pluralisme dari modernisme bersifat individualistik: pilihan serta cita rasa eksklusif diagung-agungkan. Mottonya merupakan "setiap orang berhak mengeluarkan pendapat."
Sebaliknya postmodernisme menekankan kelompok. Kaum postmodern hidup pada gerombolan -kelompok sosial yang memadai, menggunakan bahasa, keyakinan, dan nilai-nilainya tersendiri. Akibatnya pluralisme serta relativisme postmodern menyempitkan lingkup kebenaran sebagai "lokal". Suatu kepercayaan dianggap sahih hanya dalam konteks komunitas yg meyakininya.
Karena itu waktu kaum postmodern memikirkan mengenai kebenaran. Mereka nir terlalu mementingkan pemikiran yg sistematis atau logis. Apa yg dahulu dianggap tidak cocok, kaum postmodern dengan hening mengawinkannya. Mereka mengkombinasikan sistem-sistem kepercayaan yang dulu dipercaya saling berbenturan, Misalnya, seorang Kristen postmodern percaya pada doktrin-doktrin gereja sekaligus jua percaya kepada ajaran non-Kristen misalnya reinkarnasi.
Orang-orang postmodern tidak merasa perlu membuktikan diri mereka benar serta orang lain salah . Bagi mereka, perkara keyakinan/agama adalah kasus konteks sosial. Mereka menyimpulkan,"Apa yg sahih untuk kami, mungkin saja salah bagi Anda," dan "Apa yang galat bagi kami, mungkin saja sahih atau cocok dalam konteks anda."
KELAHIRAN POSTMODERNITAS
Sebenarnya postmodernisme telah mengalami masa-masa inkubasi yg relatif lama . Meskipun para ahli saling berdebat mengenai siapakah yg pertama kali memakai istilah tadi, terdapat kesepakatan bahwa istilah tersebut timbul pada suatu saat pada tahun 1930-an.
Salah satu pemikir postmodernisme, Charles Jencks, menegaskan bahwa lahirnya konsep postmodernisme adalah berdasarkan tulisan seorang Spanyol Frederico de Onis. Dalam tulisannya "Antologia de la poesia espanola e hispanoamericana" (1934), de Onis memperkenalkan kata tersebut untuk mendeskripsikan reaksi dalam lingkup modernisme.
Yang lebih acapkali dianggap sebagai pencetus istilah tersebut merupakan Arnold Toynbee, dengan bukunya yang terkenal berjudul "Study of History". Toynbee yakin sahih bahwa sebuah era sejarah baru telah dimulai, meskipun dia sendiri berubah pikirannya mengenai awal keluarnya, entah pada saat Perang Dunia I berlangsung atau semenjak tahun 1870-an.
Menurut analisa Toynbee, era postmodern ditandai dengan berakhirnya dominasi Barat serta semakin merosotnya individualisme, kapitalisme, dan Kekristenan. Ia mengungkapkan bahwa transisi ini terjadi ketika peradaban Barat bergeser ke arah irasionalitas dan relativisme. Ketika hal ini terjadi, kekuasaan berpindah berdasarkan kebudayaan Barat ke kebudayaan non- Barat dan muncullah kebudayaan global pluralis yg baru.
Meskipun kata ini muncul dalam tahun 1930-an, postmodernisme menjadi sebuah fenomena kultural belum menjadi sebuah momentum hingga 40 tahun setelahnya. Ia ada pertama-tama pada lingkup mini rakyat. Selama tahun 1960-an, suasana yg menandai postmodernisme sangat menarik bagi para seniman, arsitek, serta pemikir yang sedang mencari cara lain untuk melawan dominasi kebudayaan terbaru. Bahkan beberapa teolog ikut tertarik dengan isu terkini tersebut, antara lain William Hamilton dan Thomas J.J. Altizer yang "mengundang arwah" Nietzsche untuk memberitakan matinya Allah. Perkembangan yg beraneka ragam ini membuat "pengamat kebudayaan" Leslie Fiedler pada tahun 1965 menambahkan kata "post" pada kata terbaru sebagai akibatnya menjadi postmodernisme yg sebagai simbol kontra-kultural pada zaman itu.
Selama tahun 1970-an tantangan postmodern menembus kepada arus budaya utama. Pada pertengahan tahun tersebut, muncullah seorang pembela postmodern yang paling konsisten mempropagandakan pandangan baru postmodern, yakni: Ihab Hassan. Ia menghubungkan postmodernisme dengan eksperimentalisme dalam bidang seni dan ultra teknologi pada bidang arsitektur.
Tetapi pandangan hidup postmodern secara sempurna menjalar terus ke bidang-bidang lain. Profesor-profesor pada universitas dalam banyak sekali fakultas mulai berbicara tentang postmodernisme. Bahkan beberapa pada antara mereka tenggelam dalam konsep-konsep postmodern.
Akhirnya penerimaan pandangan hidup baru begitu menjalar terus ke mana-mana sebagai akibatnya kata "postmodern" menjadi label yg dipakai bagi banyak sekali fenomena sosial dan budaya. Gelombang postmodern menyeret banyak sekali aspek kebudayaan dan beberapa disiplin ilmu, khususnya sastra, arstektur, film, serta filsafat.
Pada tahun 1980-an, pergeseran menurut lingkup kecil kepada lingkup akbar terjadi. Secara sedikit demi sedikit, suasana postmodern menyerang budaya pop bahkan juga hayati sehari-hari warga . Konsep-konsep postmodern bahkan bukan hanya diterima namun populer: sangat menyenangkan sebagai seorang postmodern. Akibatnya, para kritikus kebudayaan bisa berbicara tentang "nikmatnya menjadi seseorang postmodern." Ketika postmodernisme diterima menjadi bagian dari kebudayaan, lahirlah postmodernitas.
PENCETUS POSTMODERNITAS
Antara tahun 1960 dan 1990, postmodernisme ada menjadi sebuah kenyataan kebudayaan. Mengapa? Bagaimana kita menyebutkan munculnya etos ini dalam warga kita? Banyak pengamat menghubungkan transisi ini menggunakan perubahan-perubahan yg terjadi pada warga dalam paruh ke 2 berdasarkan abad ke-20. Faktor pencetus terbesar adalah lahirnya era kabar. Penyebaran postmodernisme sejajar dan bergantung pada transisi ke era fakta.
Banyak sejarahwan menyebut era modern menjadi "era" industrialisasi, karena era ini didominasi sang produksi barang-barang. Karena fokusnya dalam produksi material-material, modernisme membuat rakyat industri. Simbolnya adalah pabrik. Sebaliknya era postmodern mengarahkan fokus kepada berita. Kita sedang menyaksikan sebuah transisi berdasarkan warga industri ke rakyat berita. Simbolnya merupakan komputer.
Statistik kerja pertanda bahwa kita sedang mengalami perubahan berdasarkan warga industri pada rakyat berita. Pada era terkini, dominan lapangan pekerjaan terbuka pada bidang produksi barang. Pada tahun 1970-an, hanya 13% menurut buruh-buruh di Amerika bekerja pada produksi barang; 60% bekerja pada bidang kabar. Pelatihan buat karir yg berkaitan menggunakan keterangan - baik prosesor data maupun konsultan - sebagai sangat krusial.
Masyarakat keterangan membuat sekelompok orang baru. Ploretariat telah menyerahkan tempatnya kepada "cognitariat." Dan buat usaha, keluarnya masyarakat postmodern berarti perubahan berdasarkan contoh "sentralisasi" pada model "network." Struktur hirarki dalam pengambilan keputusan diganti menggunakan keputusan beserta.
Era warta bukan hanya membarui pekerjaan kita namun jua menghubungkan semua belahan dunia. Masyarakat informasi berfungsi berdasarkan jaringan komunikasi yg meliputi seluruh muka bumi. Efisiensi sistem tersebut sangat mengagetkan. Pada masa kemudian, keterangan tidak secepat perjalanan insan. Tetapi sekarang warta bisa mengalir ke seluruh dunia secepat cahaya. Yang lebih bagus lagi merupakan kemampuan era postmodern buat mendapatkan liputan menurut mana saja secara cepat. Lantaran sistem komunikasi dunia yg begitu sophisticated, kita dapat mengetahui insiden apa saja pada mana saja pada dunia ini. Kita sedang menghuni sebuah desa dunia.
Munculnya desa dunia membentuk efek yg kontradiktif. Budaya massal dan ekonomi dunia yang dihasilkan era liputan berusaha menyatukan global menjadi "McWorld." Ketika planet ini menyatu dalam satu sisi, ketika yang sama beliau hancur berantakan pada sisi lainnya. Munculnya postmodernisme membentuk pencerahan global serta menipiskan nasionalisme.
Nasionalisme semakin suram dengan munculnya gerakan menuju "retribalisasi," menuju loyalitas kepada lingkungan lokal seorang. Ini bukan hanya terjadi di Afrika namun jua pada Kanada. Kanada berkali-kali terancam sang disintegrasi antara gerombolan berbahasa Perancis di propinsi Quebec serta propinsi-propinsi di sebelah barat. Orang-orang sedang mengikuti motto: "Berpikirlah secara dunia, bertindaklah secara lokal."
Munculnya warga liputan menaruh dasar berpijak bagi pandangan hidup postmodern. Hidup pada desa dunia menyadarkan penduduknya tentang keanekaragaman budaya pada bumi ini. Kesadaran ini memaksa kita mengadopsi pola pikir pluralisme. Pola pikir ini bukan hanya bersikap toleran pada kelompok lain, namun dia menegaskan dan merayakan keanekaragaman. Perayaan keanekaragaman budaya menuntut gaya baru - eklektisisme - gaya postmodernitas.
Masyarakat warta sudah menyaksikan perubahan akbar berdasarkan poduksi massal kepada produksi segmen. Produksi barang-barang yang sama telah berubah sebagai produksi barang-barang yg beraneka ragam. Kita berada dalam "budaya citarasa" yg menawarkan aneka macam macam gaya yg nir ada habisnya. Dulu siswa-siswi SMP dan SMU hanya memiliki tren senang-olahraga serta malas-belajar, kini mereka bisa mengadopsi tren apa saja sinkron cita-rasa serta gaya yang mereka sukai.
ALAM POSTMODERNISME TANPA TITIK PUSAT
Ciri khas postmodernisme adalah tidak adanya titik sentra yang mengontrol segala sesuatu. Meskipun postmodern pada masyarakat beragam bentuknya, mereka sama-sama setuju bahwa nir terdapat penekanan atau titik sentra. Tidak terdapat lagi standar generik yg dapat digunakan mengukur, menilai atau mengevaluasi konsep-konsep serta gaya hidup tertentu. Lenyaplah telah usaha mencari sumber otoritas sentra. Lenyaplah telah usaha buat mencari kekuasaan yang absah dan berlaku buat semua. Titik sentra sudah bergeser, masyarakat kita misalnya deretan barang- barang yg beraneka ragam. Unit-unit sosial yang lebih kecil hanya disatukan secara geografis.
Filsuf postmodern, Michel Foucault, menunjukkan sebuah usulan nama bagi dunia tanpa titik pusat, yaitu "heterotopia." istilah Foucault menggarisbawahi perubahan akbar yg sedang kita alami. Keyakinan Pencerahan akan suatu kemajuan ayng monoton melahirkan visi modernisme. Arsitek modernisme berusaha menciptakan sebuah bangunan warga yg sempurna. Kasih, keadilan, dan perdamaian akan memerintah masyarakat tadi. Kaum postmodern membuang jauh-jauh virtual kosong tadi. Mereka hanya memberikan keanekaragaman yang tidak terhitung banyaknya, "multiverse" telah menggantikan contoh "universe" dari modernisme.
POSTMODERNISME SEBAGAI SEBUAH FENOMENA KULTURAL
"Lenyapnya titik pusat" yg dipopulerkan oleh etos postmodern merupakan ciri primer situasi masa kini . Ini nampak kentara dalam kehidupan kultur warga kita. Seni telah mengalami perubahan bersamaan menggunakan perubahan modern sebagai postmodern.
POSTMODERN MERAYAKAN KEANEKARAGAMAN
Ciri primer budaya postmodern adalah pluralisme. Untuk merayakan pluralisme ini, para seniman postmodern mencampurkan banyak sekali komponen yg saling bertentangan sebagai sebuah karya seni. Teknik seni yg demikian bukan hanya merayakan pluralisme, namun adalah reaksi penolakan terhadap dominasi rasio melalui cara yang ironis. Buah karya postmodernisme selalu ambigu (mengandung dua makna). Kalaupun para artis ini menggunakan sedikit gaya modern, tujuannya adalah menolak atau mencemooh sisi-sisi eksklusif berdasarkan modernisme.
Post-modernisme merupakan campuran antara macam-macam tradisi serta masa kemudian. Post-Modernisme adalah kelanjutan berdasarkan modernisme, sekaligus melampaui modernisme. Ciri khas karya-karyanya adalah ambiguitas,ironi, banyaknya pilihan, konflik, serta terpecahnya berbagai tradisi, lantaran heterogenitas sangat memadai bagi pluralisme.
Salah satu tehnik campuran yg sering digunakan merupakan "collage". "Collage" menawarkan suatu cara alamiah untuk mencampurkan bahan-bahan yang saling bertentangan. "Collage" menjadi sarana kritik postmodern terhadap mitos pengarang/seniman tunggal. Teknik lainnya adalah "bricolage", yaitu: penyusunan pulang berbagai objek buat menyampaikan pesan ironis bagi situasi masa kini .
Seniman postmodern memakai aneka macam gaya yg mencerminkan suatu eklektisisme yg diambil berdasarkan berbagai era dalam sejarah. Seniman biasanya menduga cara demikian harus ditolak lantaran menghancurkan keutuhan gaya-gaya historis. Para kritikus tersebut menyalahkan gaya postmodern lantaran nir ada ke dalaman atau keluasan, melanggar batas sejarah hanya demi menaruh kesan untuk masa sekarang. Gaya serta historis dibentuk saling tumpang tindih. Mereka menerima postmodernisme sangat kurang pada orisinalitas serta tidak ada gaya sama sekali.
Namun ada prinsip lebih mendalam yg ditampilkan melalui ekspresi budaya postmodernisme. Maksud dan tujuan karya-karya postmodernisme bukanlah sembarangan saja. Sebaliknya postmodern berusaha menyingkirkan konsep mengenai "seseorang pengarang/pelukis orisinil yg merupakan pencetus suatu karya seni". Mereka berusaha menghancurkan ideologi "gaya tunggal" dari modernisme dan menggantikannya dengan budaya "banyak gaya". Untuk mencapai maksud tadi, para artis ini memperhadapkan para peminatnya dengan beraneka ragam gaya yang saling bertentangan dan nir harmonis. Teknik ini - yang mencabut gaya menurut akar sejarahnya - dianggap sebagai sesuatu yang aneh dan berusaha meruntuhkan sejarah.
Seniman-seniman postmodern sangat berpengaruh bagi budaya Barat masa sekarang. Pencampuran gaya, menggunakan penekanan kepada keanekaragaman, dan penolakan pada rasionalitas menjadi ciri khas warga kita. Ini semakin terbukti pada poly aktualisasi diri kebudayaan lainnya.
ARSITEKTUR POSTMODERN
Modernisme mendominasi arsitektur (pula bidang lainnya) hingga dalam tahun 1970-an. Para arsitek terbaru membuatkan gaya yang terkenal menggunakan International style (gaya internasional). Arsitektur modern memiliki keyakinan pada rasio manusia dan pengharapan buat membangun insan idaman.
Berdasarkan prinsip tersebut, arsitek-arsitek terkini mendirikan bangunan sinkron dengan prinsip kesatuan (unity). Frank Llyod Wright sebagai model bagi arsitek lainnya. Ia mengatakan bangunan-bangunan terkini wajib adalah sebuah kesatuan organis. Bangunan wajib adalah "kesatuan yg agung" (one great thing) dan bukan deretan "bahan yg nir agung" (little things). Sebuah bangunan harus mengekspresikan makna tunggal.
Karena memegang prinsip kesatuan, arsitektur modern mempunyai karakteristik khas "univalence." Bangunan-bangunan terbaru memperlihatkan bentuk yg sederhana dan ini konkret berdasarkan pola glass-and-steel boxes. Arsitektur mencari bentuk sederhana yg bisa menyampaikan sebuah makna tunggal. Cara yg dipakai adalah "repetisi"(pengulangan). Karena mereka jua hendak sempurna pada geometri, bangunan-bangunannya menyerupai model "dunia lain."
Arsitektur terbaru berkembang dan sebagai arus yg lebih banyak didominasi. Ia memajukan acara industrialisasi dan menyingkirkan aneka ragam corak lokal. Akibatnya perluasan arsitektur modern sering menghancurkan struktur bangunan tradisional. Ia hampir meratakan semua bangunan tradisional menggunakan bulldozer. Bulldozer adalah indera yang adalah cetusan jiwa terkini buat "maju"(progress).
Beberapa arsitek terkini belum puas bila perubahan hanya pada bidang arsitektur. Mereka ingin agar perubahan pada bidang arsitek, terjadi juga pada bidang-bidang seni, ilmu pengetahuan, dan industri.
Mari beserta-sama kita bayangkan, pikirkan, dan ciptakan sebuah struktur masa depan baru yg meliputi bidang arsitektur, seni pahat, seni lukis, menjadi sebuah kesatuan. Suatu hari semua ini akan menjulang hingga ke langit melalui tangan berjuta-juta artis. Ini sebagai keyakinan baru seperti sebuah kristal.
Walter Gropius," Programme of the staatloches Bauhaus in Weimar" (1919), pada Programmes and Manifestos on Twentieth-Century Architecture,ed. Ulrich Conrads, terj.
Arsitektur postmodern ada sebagai reaksi terhadap arsitektur terkini. Postmodern merayakan sebuah konsep "Multivalence" (melawan "univalence" berdasarkan modernisme). Arsitektur postmodern menolak tuntutan modern pada mana sebuah bangunan harus mencerminkan kesatuan. Justru sebaliknya buah karya postmodern berusaha menunjukkan dan menunjukkan gaya, bentuk, corak, yg saling bertentangan.
Penolakan terhadap arsitektur terbaru nampak jelas pada beberapa model. Misalnya, arsiterktur postmodern sengaja menaruh ornamen (hiasan). Ini merupakan lawan berdasarkan arsitektur terkini yang membuang segala hiasan-hiasan yg nir perlu. Contoh lain, arsitektur postmodern menggunakan beberapa teknik dan gaya seni tradisional, sedangkan arsitektur terkini membuang segala gaya dan teknik seni tradisional.
Penolakan sang postmodern terhadap terbaru di dasarkan kepada sebuah prinsip. Prinsip arsitektur postmodern merupakan seluruh arsitektur bersifat simbolik. Semua bangunan, termasuk banguan terbaru, sebenarnya sedang berbahasa menggunakan bahasa eksklusif. Lantaran terlalu memikirkan fungsi banyak arsitek modern menyingkirkan dimensi tersebut. Justru karena terlalu serius pada fungsi (utility), karya seni modern hanya, adalah sebuah teknik membangun tanpa nuansa artistik. Dimensi artistik sudah lenyap menurut karya seni terbaru. Padahal sebuah struktur bangunan memerlukan dimensi artistik agar dapat membicarakan suatu kisah atau melambangkan suatu global imajiner. Karena terlalu menekankan fungsi. Keajaiban dunia misalnya bangunan Katedral masa silam nir lagi populer pada zaman terbaru. Padahal bangunan misalnya Katedral mengarahkan mata kita pada suatu dunia lain. Ini yang dikritik sang kaum postmodern terhadap kaum terbaru.
Sebuah bangunan mempunyai kekuatan buat menjadi apa yg diinginkannya, mengungkapkan apa yg ingin dikatakannya sebagai akibatnya pendengaran kita mulai mendengar apa yg ingin disampaikan oleh bangunan tersebut.
Kaum Postmodern berusaha mengembalikan elemen "fiksi" menurut sebuah arsitektur maka mereka menambahkan ornamen-ornamen pada arsitektur. Mereka ingin agar bidang arsitektur nir terperangkap oleh pertanyaan "apa kegunaannya?" Arsitektur harus pulang berperan buat menciptakan "bangunan-bangunan yang kreatif serta imajinatif."
Kritik postmodern terhadap modern semakin sebagai-jadi. Kaum terbaru menekankan adanya universalitas dan adanya nilai-nilai yang tidak terbatas sejarah, dan ini ditolak secara tegas sang kaum postmodern. Selama ini kaum kodern menduga karya-karya mereka sebagai output rasio dan akal. Padahal kaum postmodern melihat menggunakan kentara semuanya itu hanyalah usaha menerima kekuasaan serta menguasai orang lain. Bahasa terkini merupakan bahasa kekuasaan. Bangunan-bangunan terbaru menggunakan bahan-bahan industri dan mereka melayani sistem industri. Bentuk-bentuk demikian mewujudkan dunia baru yang dikuasai sains dan teknologi.
Kaum postmodern mau melenyapkan bahasa kekuasaan tadi. Kaum terkini menekankan konsep kesatuan dan keseragaman (uniformity) arsitektur yg ternyata sangat nir manusiawi. Arsitektur demikian berbicara menggunakan bahasa produksi massal serta baku. Kaum postmodern menolak secara tegas konsep serta bahasa demikian. Mereka ingin menemukan sebuah bahasa baru yang menghargai keanekaragaman dan pluralisme.
POSTMODERN DALAM BIDANG SENI
Arsitektur postmodern lahir menjadi penolakan terhadap prinsip-prinsip arsitektur terkini dalam abad ke-20. Kehadiran postmodern pada bidang seni pula menampakkan tanda-tanda penolakan yg serupa.
Arsitektur modern nir menghargai gaya masa kemudian. Pakar seni seperti Clement Greenberg menyatakan bahwa seni modern pula menolak gaya-gaya seni sebelumnya. Kaum terkini menemukan identitas dirinya dengan membuang segala sesuatu yang lain dari dirinya; menggunakan cara ini, para artis terbaru berkata bahwa output karya seni mereka bersifat "murni" (asli). Kecenderungan terkini dalam bidang seni sama menggunakan bidang arsitektur, yaitu: "univalence". Melalui ini, kebanggaan seniman terbaru hanyalah bila mereka memiliki "stylistic integrity" (integritas gaya).
Sebaliknya seni postmodern berangkat menggunakan kesadaran adanya hubungan erat antara miliknya dan milik orang lain. Lantaran itulah, seni postmodern menganut keanekaragaman gaya atau "multivalence". Kalau terkini menyukai "murni." maka postmodern menyukai "nir murni."
Pada dasarnya seni postmodern tidak eksklusif serta sempit tetapi berbauran (sintetis). Karya seni tersebut menggunakan bebas memasukkan banyak sekali macam kondisi, pengalaman, dan pengetahuan jauh melampaui obyek yg ada. Karya ini tidak melukiskan pengalaman tunggal dan utuh. Justru yg hendak dicapai merupakan keadaan seperti sebuah ensiklopedia, yaitu: masuknya jutaan elemen, penafsiran, serta respons.
Banyak artis postmodern menggabungkan keanekaragaman menggunakan teknik pencampuradukan. Seperti kita ketahui, teknik yg mereka sukai adalah "collage". Kenyataanya, Jacques Derrida (dijuluki "Aristoteles tukang campur") menegaskan collage sebagai bentuk primer dari perihal postmodern. Perlahan tetapi niscaya, "collage" menarik para pecinta seni ke dalam makna yg dihasilkan "collage" tersebut. Karena "collage" bersifat heterogen, maka makna yg dihasilkannya nir mungkin tunggal serta stabil. "Collage" menarik para pecinta seni buat selalu memperoleh makna baru melalui aneka ragam campuran di dalamnya.
Akhirnya seni pencampuradukan menjadi sebuah "pastiche". Tujuan teknik ini (yg digunakan oleh high-culture serta Video MTV) merupakan memperhadapkan para penonton menggunakan gambar-gambar yg saling bertentangan sebagai akibatnya tidak terdapat lagi makna objektif. Dengan pola yang saling bertentangan, rona yang disharmoni, serta tata alfabet yg rancu, "pastiche" menyebar dari global seni menuju kehidupan sehari- hari. Ini nampak berdasarkan sampul buku, sampul majalah, dan iklan-iklan yang terdapat.
Segala adonan serta keanekaragaman itu bukan hanya buat menarik perhatian. Daya tarik sebenarnya nir sedangkal itu, tetapi jauh lebih pada. Ini merupakan bagian dari perilaku postmodern, yaitu: menantang kekuatan modernisme yg ada pada aneka macam lembaga, tradisi, serta aturan. Seniman postmodern tidak suka kepada pengagung-agungan seseorang seniman terkini lantaran kemurnian hasil karyanya. Mereka nir senang kepada apa yang diklaim "stylistic integrity" (integritas gaya). Bagi mereka, nir terdapat output karya seni yg tunggal. Mereka sengaja menggunakan metode pinjaman menurut output karya lain, kutipan, petikan, kumpulan, dan pengulangan berdasarkan karya-karya yg terdapat. Bagi mereka, "seniman tunggal yg membentuk karya tunggal" hanyalah dongeng belaka.
Kritik postmodern sangat radikal. Kritik tersebut bisa ditemukan pada karya fotografi seorang bernama Sherrie Levine. Levine memfoto ulang foto-foto indah output karya 2 fotografer terkenal Walker Evans dan Edward Weston. Setelah memfoto ulang, Levine menegaskan bahwa foto- foto itu merupakan karya pribadinya. Pembajakannya sangat kentara sebagai akibatnya orang lain nir mudah mengecapnya sebagai plagiat (pengekor) biasa. Memang tujuannya bukanlah menipu orang-orang menggunakan menyampaikan bahwa itu adalah output karyanya serta bukan hasil karya orang lain. Tujuan utamanya merupakan menciptakan orang berfikir keras buat membedakan manakah "yg asli" dan manakah yg "tiruan". Maka kesimpulannya: nir terdapat disparitas antara "karya asli" serta "karya tiruan."
POSTMODERN DALAM BIDANG TEATER
Teater adalah wujud penolakan postmodern terhadap modern yang paling kentara. Kaum modern melihat jelas sebuah karya seni sebagai karya yg nir terikat waktu serta pandangan baru-inspirasi yang tidak dibatasi saat. Etos postmodern menyukai peristiwa, dan bencana selalu terdapat dalam setiap karya seni. Kaum postmodern melihat hidup ini seperti sebuah perpaduan cerita sandiwara yg terpotong-pangkas. Maka teater merupakan sarana terbaik buat menggambarkan bencana serta pertunjukan.
Tidak setiap karya teater merupakan wujud konkret etos postmodern. Karya teater postmodern mulai muncul dalam tahun 1960-an. Akarnya sudah ada sebelum tahun 1960-an, yaitu karya seseorang penulis Perancis bernama Antonin Artaud pada tahun 1930-an.
Artaud menantang para seniman (khususnya dalam bidang drama) buat memprotes serta menghancurkan pemujaan pada karya seni klasik. Ia sangat mendukung pergantian drama tradisional dengan 'teater keberingasan." Ia berseru supaya dihapuskannya gaya antik yg berpusat pada naskah. Ia mengusulkan gaya baru yg berpusat pada simbol- simbol teater termasuk pada dalamnya merupakan: pencahayaan, susunan rona, konvoi, gaya tubuh, dan lokasi. Artaud pula meniadakan disparitas antara aktor dan penonton. Ia ingin agar penonton jua mengalami suasana dramatis seperti sang aktor. Tujuan Artaud adalah memaksa penonton buat berhadapan dengan momentum fenomena hidup secara langsung pada waktu itu, yg bagaimanapun jua tidak akan terulang melalui aturan-anggaran sosial sehari-hari.
Pada tahun 1960-an, sebagian virtual Artaud sebagai fenomena. Para ahli mulai memikirkan balik hakikat berdasarkan teater. Maka mereka menyerukan supaya terdapat kebebasan dalam penampilan. Penampilan nir boleh diatur sang otoritas apa pun.
Beberapa pakar ini menemukan bahwa naskah atau teks merupakan otoritas yg menindas kebebasan. Untuk memecahkan masalah ini, mereka mengurangi naskah atau teks sebagai akibatnya setiap penampilan menjadi impulsif serta unik. Setelah beberapa sekali ditampilkan, nir ada lagi pengulangan. Penampilan itu sekali saja dan akan hilang selama-lamanya selesainya itu.
Ahli lainnya menduga sutradara adalah orang yg menindas kebebasan penampilan. Mereka berusaha memecahkan kasus ini, menggunakan menekankan improvisasi serta memakai sutradara lebih menurut satu orang. Maka produksi teater/film bukan lagi produksi tunggal dan utuh.
Teater postmodern menampilkan usulan-usulan para pakar pada atas. Mereka membuat aneka macam elemen dalam teater, seperti bunyi, cahaya, musik, bahasa, latar-belakang, serta gerakan saling berbenturan. Dengan demikian, teater postmodern sedang menggunakan teori eksklusif yang dianggap menggunakan estetika ketiadaan (berbeda dengan estetika kehadiran). Teori estetika ketiadaan menolak adanya konsep kebenaran yang mendasari dan mewarnai setiap penampilan. Yang terdapat pada setia penampilan adalah kekosongan ("empty presence"). Seperti pandangan hidup postmodern, makna sebuah penampilan hanya bersifat sementara, tergantung dari situasi serta konteksnya.
Panggung teater nir lagi sebagai tempat pengulangan suatu insiden atau suatu obyek, entah yang terdapat kini atau sebelumnya. Teater tetap berfungsi tanpa kehadiran Allah.
POSTMODERN DALAM BIDANG TULISAN-TULISAN FIKSI
Pengaruh etos postmodern pada literatur sulit dicari. Para ahli sastra terus berdebat mengenai karakteristik utama fiksi postmodern yg membedakannya dari fiksi-fiksi sebelumnya. Tetapi gaya penulisan ini mencerminkan ciri utama yg telah kita saksikan dalam bidang-bidang lain.
Seperti gaya postmodern umumnya, goresan pena fiksi postmodern memakai teknik pencampuradukan. Beberapa penulis mengambil elemen-elemen tradisional serta mencampurkannya secara berantakan buat menyampaikan suatu bertentangan dengan harapan tentang topik-topik yang biasa dibahas. Bahkan beberapa penulis lainnnya mencampurkan kejadian konkret dan khayalan.
Pencampuradukan ini terjadi bahkan kepada tokoh-tokoh fiksi tersebut. Beberapa penulis postmodern memusatkan perhatian pada tokoh-tokoh khayalan menggunakan segala perilakunya. Pada ketika yg sama, tokoh-tokoh khayalan itu merupakan tokoh-tokoh yang konkret dalam sejarah manusia. Dengan cara ini, oleh penulis berhasil menarik perhatian dan respons emosional dan moral para pembaca.
Beberapa penulis postmodern mencampuradukkan yg konkret serta yang khayal menggunakan menyisipkan diri mereka ke pada cerita itu. Bahkan mereka pun turut mengungkapkan banyak sekali kasus serta proses yg diceritakannya. Melalui ini, sang penulis mencampurkan yang nyata serta yg fiksi. Teknik ini menekankan hubungan yang erat antara penulis dan tulisan fiksinya.
Tulisan fiksi merupakan sarana yang dipakai oleh penulis untuk berbicara sehingga bunyi penulis nir bisa dipisahkan dari kisah fiksi tersebut. Tulisan fiksi postmodern mencampuradukan 2 dunia yg tidak ada interaksi satu sama lain. Dunia-global tersebut masing-masing otonom. Tokoh-tokoh pada goresan pena fiksi itu merasa bingung pada global mana mereka berada, serta apa tindakan mereka berikutnya di tengah global- global yg saling bertubrukan.
Teknik pencampuradukan ini dipakai buat memberitahuakn sikap anti- modernisme. Tujuan para penulis modern merupakan memperoleh makna tunggal. Sebaliknya, kaum postmodern ingin mengetahui bagaimana kenyataan-fenomena yg amat tidak sama, dapat berjalan serta saling bercampur.
Seperti kebudayaan postmodern lainnya, goresan pena-tulisan ini memusatkan perhatian kepada kefanaan serta kesementaraan. Mereka menolak konsep kebenaran kekal dari kaum terkini. Tulisan fiksi ini sengaja mengarahkan penekanan pada kesementaraan agar para pembaca nir lagi melihat global ini berdasarkan klimaks yang nir terbatas sang saat. Mereka ingin agar para pembaca menyaksikan sebuah dunia yang hampa, tanpa adanya hal-hal yang tak pernah mati dan selalu berada dalam gelombang kesementaraan.
Dan perlukah kita mengungkapkan bahwa semakin jelas sang penulis menyatakan dirinya sendiri dalam teks-teks yg beliau buat, secara paradoks pula makin tidak terelakan adanya fenomena bahwa oleh penulis tersebut, menjadi sebuah suara, hanyalah sebuah fungsi berdasarkan fiksinya sendiri, sebuah bangunan retorika, bukan seseorang yg berotoritas tetapi justru sebagai obyek dan target penafsiran pembaca?
Kadang-kadang para penulis tadi membentuk pengaruh serupa menggunakan memasukkan bahasa yg membongkar struktur pikiran yang telah baku. Mereka jua menolak rasio sebagai hakim yang memutuskan apakah sebuah cerita bisa memaparkan kejadian nyata.
Contoh umum menurut fiksi terbaru merupakan kisah detektif. Katakanlah cerita tentang seseorang detektif bernama Sherlock Holmes. Ia bertugas membongkar kebenaran-kebenaran yg tersembunyi. Kisah misalnya ini hendak menunjukkan kekuatan rasio serta logika pada memecahkan sebuah masalah atau rahasia. Maka cerita ini merupakan sebuah cerita yang lengkap dan selesai.
Contoh menurut fiksi postmodern merupakan kisah mata-mata. Meskipun terjadinya dalam global konkret, kisah demikian selalu mencampurkan dua macam dunia yg berbeda. Apa yang dianggap nyata, ternyata terbukti hanyalah imajinasi. Ada suatu dunia lain pada balik dunia nyata ini, yang lebih dursila tetapi lebih nyata daripada dunia nyata.
Dengan mencampurkan dua macam global itu, kisah tadi membuat pembaca merasa nir hening dan tidak nyaman. Apakah penampilan seorang menunjukkan dirinya yang sesungguhnya? Manakah yg sebenarnya dan manakah yg tipuan?
Kisah mata-mata mendorong kita mempertanyakan dunia kehidupan kita. Apakah kita pula hidup pada 2 macam dunia? Apakah orang-orang pada lebih kurang kita benar-benar seperti penampilan mereka pada hadapan kita? Apakah peristiwa-peristiwa di sekitar kita benar-sahih seperti yg nampak pada depan mata kita?
Novel fiksi sains merupakan keliru satu bentuk sastra postmodern. Novel ini merupakan penolakan terhadap penelitian terbaru. Novel fiksi ini lebih senang mencari sesuatu yg baru, dan bukan menyibak rahasia alam buat menemukan rumus-rumus pasti. Novel ini mempertentangkan berbagai global serta empiris supaya nampak disparitas dan pertentangan di antara mereka.
Novel fiksi sains tersebut membuat kita bertanya-tanya tentang dunia kita: Apakah empiris itu? Apa yang mungkin? Kekuatan apa yang sedang bekerja sekarang?
POSTMODERNISME SEBUAH FENOMENA DALAM BUDAYA POP
Kebanyakan dari kita berafiliasi langsung postmodernisme melalui novel fiksi sains dan novel mata-mata. Keduanya sangat berpengaruh pada budaya terkenal kita sekarang. Namun secara tidak sadar, kita telah terbuka kepada etos postmodern.
Keterbukaan pada etos postmodern melalui budaya pop adalah ciri khas postmodern. Ciri spesial lainnya merupakan tidak mau menempatkan "seni klasik tinggi" di atas budaya "pop." Postmodern unik karena dia menjangkau bukan kelas elite namun kelas masyarakat biasa, warga yang terbiasa menggunakan budaya pop serta media massa.
Hasil karya postmodern juga bermakna ganda. Mereka berbicara dengan sebuah bahasa serta menggunakan elemen-elemen yg dapat diterima sang orang-orang awam ataupun artis serta arsitek handal. Dengan cara demikian, postmodernisme berhasil menyatukan 2 alam yg berbeda, yaitu profesional dan populer.
PEMBUATAN FILM SEBAGAI DASAR PIJAKAN BUDAYA POSTMODERN
Perkembangan teknologi membantu penyebaran postmodern ke pada sisi- sisi krusial serta budaya pop. Salah satu sisi terpenting adalah industri film.
Teknologi pembuatan film sangat cocok dengan pandangan hidup postmodern, yakni: film menggambarkan yg nir ada menjadi seolah-olah ada. Sekilas kemudian, film adalah sebuah cerita utuh yang ditampilkan oleh para aktor dan aktris. Kenyataannya, film adalah rekayasa teknologi dengan bantuan pakar-pakar seorang ahli dari aneka macam bidang yg tidak sporadis kelihatan dalam film. Adanya kesatuan pada sebuah film sebenarnya merupakan delusi.
Film tidak sinkron menggunakan teater. Film tidak pernah berisi penampilan sekelompok aktor/aktris sekaligus secara utuh dan berkesinambungan. Apa yang penonton lihat "berkesinambungan" merupakan semacam sisa menurut berbagai adegan pada proses pembuatan film itu sendiri, yg tidak saling bekerjasama baik secara saat maupun loka.
Alur cerita sebuah film hanyalah tipuan. Apa yang nampak "berafiliasi" atau "berkesinambungan" sebenarnya hanyalah kumpulan adegan yg diambil dalam ketika dan tempat yg bhineka. Alur sebuah film yang kita lihat, ternyata nir seperti demikian alurnya pada saat film berada dalam proses pembuatan tadi. Yang menyatukan adegan-adegan yg terpecah-pecah itu merupakan seorang editor. Dialah yg menyambungkan adegan-adegan yang tidak ada hubungannya satu sama lain.
Kadang-kadang peran yang sama belum tentu diperankan oleh satu aktor. Sutradara sering menggunakan kiprah pengganti (stunt-man) untuk adegan- adegan berbahaya. Kemajuan teknologi memungkinkan edit buat menduplikasi wajah oleh aktor sehingga wajahnya pada film usang dapat diambil dan dimasukkan dalam film yang baru. Semuanya ini adalah hasil rekayasa komputer.
Akhirnya, film yg kita tonton merupakan produk kecanggihan teknologi. Tim-tim yg berbeda memakai fotografi dan metode lainnya buat mengumpulkan bahan-bahan. Bahan-bahan ini digabungkan oleh editor untuk menghasilkan apa yg nampak menjadi "kesatuan" pada depan mata penonton. Berbeda dengan teater, kesatuan serta kesinambungan sebuah film merupakan jasa teknologi, serta bukan jasa aktor-aktornya.
Karena kesatuan sebuah film terletak dalam teknik pembuatannya, maka pengarah adegan serta editor memiliki kebebasan untuk mengatur dan memanipulasi jalannya cerita dengan berbagai cara. Mereka bisa mencampurkan adegan-adegan yang nir saling berafiliasi tanpa harus mengorbankan kesatuan film itu.
Pembuat film postmodern bahagia mengganti konsep loka dan konsep ketika menjadi di sini dan kini selamanya. Usaha mereka pada hal ini dipacu sang banyaknya film yang telah diproduksi sebelumnya sehinga mereka mempunyai bahan buat mencampurkannya. Misalnya: adegan Humphrey Bogart dalam film "The Last Action Hero" serta Groucho Marx dalam iklan Diet Pepsi. Kemajuan teknologi memungkinkan penggabungan keduanya, penggabungan "global konkret" dengan fenomena lain. Contoh lain merupakan penggabungan tokoh kartun serta tokoh manusia dalam film "Who Framed Roger Rabbit?"
Kemampuan seseorang sutradara menggabungkan banyak sekali rabat sebagai sebuah film yang utuh, memungkinkannya buat melenyapkan disparitas antara kebenaran dan dongeng, fenomena serta imajinasi. Sutradara- sutradara postmodern memakai kesempatan ini buat mewujudnyatakan etos postmodern. Misalnya, film-film postmodern menciptakan film fiksi serta fantasi misalnya layaknya insiden konkret (film "Groundhog Day"). Mereka menggabungkan kisah film fiksi menggunakan aspek dokumenter (film "The Gods Must Be Crazy"). Mereka mencampurkan sebagian catatan sejarah menggunakan spekulasi serta mencampurkan dunia-global yg nir berafiliasi yg dihuni sang tokoh-tokoh yg tidak jelas majakah yg asli (film "Blue Velvet").
Hidup pada era postmodern berarti hayati di pada global yg menyerupai film. Sebuah dunia dimana kebenaran serta dongeng bercampur. Kita melihat dunia sama misalnya kita melihat film, serta kita curiga apakah yang kita lihat hanyalah sebuah delusi. Kita dapat tahu sesuatu pada pikiran oleh pengarah adegan. Ia mengajak kita melihat sesuatu yg acapkali terabaikan/terlupakan pada global yg film itu gambarkan. Sebaliknya saat melihat dunia sebenarnya, kaum postmodern nir lagi percaya adanya sebuah Pikiran di baliknya.
TELEVISI DAN PENYEBARAN BUDAYA POSTMODERN
Teknologi pembuatan film menaruh dasar pijakan buat budaya pop postmodern. Tetapi televisi merupakan wahana yang lebih efisien buat membuatkan etos postmodern ke semua lapisan rakyat.
Dilihat dari satu sisi, televisi hanyalah saranan yang efektif untuk menantikan turunnya film dari bioskop ke televisi. Banyak acara televisi yg isinya hanya film-film, mulai berdasarkan yg pendek hingga miniseri. Televisi adalah sebuah wahana yang digunakan oleh film-film untuk menyerbu kehidupan sehari-hari jutaan orang. Sejauh ini, televisi hanyalah perpanjangangan tangan berdasarkan industri film.
Tetapi lepas dari hubungan menggunakan film, televisi menunjukkan karakteristik khasnya sendiri. Dalam poly hal, televisi jauh lebih fleksibel daripada film. Televisi melampaui film menggunakan menyajikan siaran langsung. Kamera televisi dapat menayangkan gambar insiden eksklusif pada pemirsa pada seluruh belahan dunia.
Kemampuan buat menyiarkan secara pribadi membuat orang percaya bahwa televisi menyajikan peristiwa aktual yg sahih-benar terjadi, tanpa adanya penafsiran, edit, atau komentar. Karena inilah televisi telah sebagai kriteria buat membedakan yang nyata serta nir. Banyak pemirsa nir menduga krusial banyak hal. Tetapi apabila CNN, Sixty Minutes menayangkannya, mereka akan segera merasa hal tadi penting. Segala sesuatu nir penting jika nir ditayangkan televisi.
Televisi bisa menayangkan informasi secara eksklusif serta bisa menjelaskan produksi-produksi film. Kemampuan ganda demikian menciptakan televisi memiliki kekuatan yang unik. Ia mampu mencampurkan "kebenaran" (apa yg orang banyak anggap sebagai insiden konkret) menggunakan "fiksi" (apa yg orang banyak anggap menjadi khayalan yg tidak pernah terjadi pada fenomena). Film nir bisa melakukan ini. Televisi masa sekarang melakukan hal tersebut terus-menerus. Ketika ada siaran langsung, di tengah-tengah siaran itu selalu diputus oleh "pesan berdasarkan sponsor."
Televisi melampaui film untuk mewujudkan etos postmodern. Televisi komersil menyajikan banyak sekali gambar pada permirsa. Berita sore akan menghantam penonton menggunakan gambar-gambar yg nir saling bekerjasama: perang pada suatu daerah terpencil, pembunuhan di dekat tempat tinggal , ucapan dari seorang politikus, skandal seks terkini, inovasi ilmiah baru, keterangan olahraga. Campuran-adonan ini disisipkan dengan iklan baterai yang tahan lama , sabun mandi yang lebih bersih, makan pagi yg lebih sehat, dan liburan yg lebih menyenangkan. Dengan menampilkan banyak sekali gambar tadi (keterangan dan iklan), televisi menciptakan kesan bahwa warta serta iklan sama pentingnya.
Siaran informasi diikuti oleh acara-acara primer yang terlalu poly buat menarik serta menciptakan pemirsa bertahan. Maka isi program-program tadi adalah film laga, skandal, kekerasan, serta seks. Drama-drama malam hari mempunyai bobot yg sama dengan kabar sebelumnya. Dengan cara ini, televisi melenyapkan disparitas antara kebenaran dan fiksi, antara peristiwa yang benar-sahih memilukan hati dan insiden sepele.
Ini terjadi bukan hanya pada satu saluran televisi, namun berpuluh bahkan ratusan saluran yg berbeda-beda. Hanya menggunakan sebuah remote control di tangan, seseorang dapat memilih apa pun yg ia senang, mulai berdasarkan berita terkini, pertandingan tinju, laporan ekonomi, film antik, laporan cuaca, film lawak, film dokumenter, dan sebagainya.
Dengan memberikan begitu poly adonan gambar, secara tidak sengaja televisi menyejajarkan hal-hal yg tidak saling cocok. Televisi membutuhkan kejelasan saat serta loka. Televisi mencampuradukkan masa kemudian serta masa kini , yg jauh dan yang dekat, segala sesuatunya di- bawa sebagai sekarang serta pada sini, di hadapan pemirsa televisi. Dengan cara ini, televisi memperlihatkan dua karakteristik khas postmodern: menghapus batas antara masa kemudian dan masa kini ; dan menempatkan pemirsa pada ketegangan terus-menerus. Banyak pengamat sosial menduga televisi menjadi cermin berdasarkan syarat psikologis serta budaya postmodern. Televisi menyajikan begitu poly gambar yang tidak herbi realitas, gambar-gambar yg saling berinteraksi monoton tanpa henti. Film serta televisi telah di persatukan oleh sebuah alat yg lebih baru - komputer langsung.
Lenyapnya ego merupakan pertanda kemenangan postmodernisme.... Sang diri diubahkan menjadi sebuah tampilan kosong yang berisi kebudayaan yang sudah jenuh namun hiperteknis. (Arthur Kroker, Marilouise Kroker dan David Cook, "Panic Alphabet", dalam Panic Encyclopedia: The Definitive Guide to the Postmodern Scene
Munculnya "monitor" - layar bioskop, layar kaca televisi ataupun monitor computer, melenyapkan perbedaan antara diri sebagai subjek dan global menjadi objek. "Monitor" bukan sekadar objek pada luar diri kita yg kita sedang lihat. Yang terjadi dalam monitor bukan sesuatu insiden pada luar sana dan diri kita di sini. "Monitor" membawa kita ke global luar sama seperti global luar masuk ke dalam diri kita. Yang terjadi pada televisi merupakan manifestasi diri kita, yang terjadi pada diri kita merupakan penjelmaan televisi. Televisi sudah menjadi sebuah wujud nyata menurut jiwa kita.
Hidup dalam era postmodern berarti hayati dalam dunia yang dipenuhi oleh berbagai gambar yg bercampur-mixer. Dunia televisi memecahkan gambar-gambar menjadi potongan-rabat serta kaum postmodern permanen konfiden bahwa itu hanyalah adonan gambar-gambar.
WUJUD-WUJUD LAIN POSTMOERNISME DALAM BUDAYA POP
Film sudah menyajikan budaya postmodern, serta televisi menyebarkannya , tetapi musik rock adalah ciri yang paling spesial dari budaya pop postmodern. Lirik lagu-lagu rock mencerminkan slogan postmodern. Hubungan antara music rock dan budaya postmodern lebih mendalam lagi. Musik rock memiliki ciri primer dari postmodern, yaitu: penekanan kepada global serta lokal.
Musik rock kontemporer menerima banyak penggemar serta mampu menyatukan semua global. Tentunya kita jangan lupa menggunakan tokoh-tokoh musik rock yg melakukan tur keliling global. Pada waktu yang sama, musik rock mempertahankan kesukaan lokal. Dalam penampilan grup-gerombolan rock yg akbar juga yg mini (tidak populer), musik rock memperlihatkan pluralitas gaya yg diambil menurut gaya musik setempat (lokal dan etnis tertentu).
Yang tidak kalah penting, musik rock pula menggunakan sarana produksi elektronik sebagaimana televisi serta film. Dimensi krusial menurut budaya rock merupakan penampilan eksklusif berdasarkan bintang-bintangnya. Konser musik rock nir misalnya konser tradisional dimana oleh penyanyi berusaha berkomunikasi secara akrab menggunakan penonton. Yang terjadi dalam konser musik rock adalah "kedekatan massal yg dibentuk-buat."
Konser rock kini merupakan peristiwa massal, melibatkan puluhan ribu penggemar. Kebanyakan penggemar nir dapat melihat penampilan sang bintang dari dekat. Tetapi mereka masih berusaha mengalami pengalaman tersebut. Penampilan tersebut diperlihatkan kepada mereka melalui banyak layar video yang menyorot wajah sang bintang berdasarkan dekat.
Tehnik ini menciptakan jarak antara sang bintang serta penonton. Penggemar kelompok rock Jubilant merasa dekat menggunakan idola mereka sekalipun hanya lewat layar televisi. Teknologi membarui kedekatan dalam sebuah pertunjukkan langsung sebagai deretan ribuan penggemar yg menonton layar video beserta-sama sementara mereka diserbu dengan aneka macam-bagai dampak cahaya, suara dan sebagainya.
Teknologi melenyapkan disparitas antara penampilan aslinya dan tayangannya di televisi. Teknologi melenyapkan disparitas antara penampilan eksklusif serta duplikasinya pada musik. Penampilan pribadi bukan lagi empiris yg terdapat pada konteks khusus. Ia merupakan adonan antara apa yang oleh bintang tampilkan dan apa yang teknologi hasilkan. Penampilan itu dibungkus pada kemasan teknologi sesudah itu baru disajikan kepada para penggemar.
Wujud pandangan hidup postmodern yg lebih sederhana merupakan cara berpakaian. Model pakaian postmodern memiliki kesamaan yg mirip dengan budaya pop lainnya. Kita melihat ditonjolkannya merek dan label produk. Ini melenyapkan perbedaan antara pakaian dan iklan sandang.
Wajah postmodern nampak dalam "bricolage." Berbeda menggunakan pola sandang tradisional yg menyatukan banyak sekali corak secara serasi, gaya postmodern sengaja menggabungkan elemen-elemen yang bertentangan, misalnya: pakaian dan aksesoris berdasarkan 10, 20, 30 dan 40 tahun lalu dipakai bersama-sama.
Percampuran yang bertentangan tadi dimaksudkan menjadi sebuah bertentangan dengan harapan atau ejekan terhadap model sandang modern, bahkan terhadap seluruh industri sandang terbaru. Dari musik rock ke turisme ke televisi hingga ke bidang pendidikan, yang dipromosikan sang iklan serta yang dicari sang konsumen bukan lagi barang-barang, namun pengalaman.
Budaya pop zaman kita memiliki dua ciri spesial postmodern: pluralisme dan anti-rasionalisme. Seperti konkret berdasarkan cara mereka berpakaian serta musik yg mereka dengar, kaum postmodern tidak lagi percaya bila dunia mereka memiliki sebuah fokus. Mereka nir lagi percaya bahwa rasio manusia bisa menangkap struktur logika alam semesta. Mereka hayati pada dunia yg tidak membedakan antara kebenaran dan dongeng. Akibatnya mereka sebagai pengumpul bermacam-macam pengalaman, gudang yg brisi banyak sekali hal sementara, jembatan yang dilintasi bermacam-macam gambar, dan dihujani menggunakan aneka ragam media dalam warga postmodern.
Postmodernisme memiliki asumsi yg bermacam-macam. Ini terbukti berdasarkan berbagai sikap dan ekspresi mereka pada kehidupan sehari-hari. Dalam kehidupan tersebut, kita menemukan beragam orang pada warga . Ekpresinya bervariasi dari cara berpakaian hingga televisi, termasuk musik dan film di dalamnya. Postmodernisme berubah menjadi dalam beraneka ragam ekspresi budaya, termasuk arsitektur, seni, dan sastra. Lebih dari segalanya, postmodernisme adalah sebuah pemandangan intelektual.
Postmodernisme menolak gambaran mengenai seseorang pemikir tunggal yang dilahirkan sang Pencerahan. Postmodern mengejek mereka yang merasa yakin dapat melihat dunia menurut suatu titik puncak seolah-olah mereka bisa berbicara demi kepentingan semua umat manusia. Postmodernisme sudah menggantikan asa pencerahan tadi menggunakan keyakinan baru, yaitu: semua pernyataan mengenai kebenaran serta kebenaran itu sendiri terbatas oleh kondisi sosial.