PENGERTIAN DAN KAJIAN GEOGRAFI

Pengertian dan Kajian Geografi
A. Pengertian Geografi
Pelajaran geografi yg diajarkan di sekolah terkesan menjadi ilmu yang hanya dihafalkan oleh para murid seperti menghafalkan nama-nama pada geografi nama negara, kota, sungai, gunung serta nama-nama loka laindi muka bumi. Sebagian orang jua beranggapan bahwa geografi merupakan segala aktifitas dan perbuatan yg berhubungan dengan peta. Orang beropini demikian karena orang yang mempelajari geografi wajib mampu menciptakan peta, membaca peta serta wajib berkerjasama dengan pihak-pihak yang berwenang pada pembuatan peta. 

Menurut Broek (1980) mengemukakan bahwa hakikat geografi ada 6, yakni sebagai ini dia.

1. Geografi sebagai ilmu pengetahuan biofisik.
Pada akhir abad ke 19 ketika ilmu pengetahuan misalnya geologi, meteorologi, dan nabati telah mengalami perkembangan yang sedemikian pesat maka ahli geografi terpengaruh dan tertarik mengikuti metode-metode disiplin ilmu tersebut. Kelemahan selesainya geografi masuk ke pada ilmu pengetahuan alam murni, pada mana bisa merumuskan aturan karena akibat terhadap gejala-gejala serta proses-proses fisik pada muka bumi secara general, namun nir memasukkan unsur manusia. 

2. Geografi menjadi rekanan hubungan timbal pulang insan dengan alam.
Contoh kongkritnya yaitu iklim tropis menghalangi kemajuan kebudayaan masyarakat setempat, ad interim iklim sedang merangsang perkembangan kebudayaan masyarakat yang mendiaminya.

3. Geografi sebagai ilmu ekologi manusia.
Keanekaragaman pada kalangan pengikut paham determinisme environmentalis mendefinisikan geografi sebagai studi pengetahuan yang mengusut hubungan insan dengan loka tinggalnya. 

4. Geografi sebagai studi tentang lahan.
Paham ini bertentangan menggunakan pendapat kaum environmentalisme yg menyampaikan bahwa lingkungan alam lebih bersifat pasif dan masyarakat insan lebih berperan aktif. 

5. Geografi sebagai studi penyebaran gejala pada bagian atas bumi.
Geografi dapat didefinisikan menjadi studi penyebaran/distribusi tanda-tanda pada permukaan bumi, yaitu di mana letak sesuatu benda itu berada, apakah itu batu-batuan, tumbuh-tanaman , rumah, penduduk, atau segala sesuatu yang ada pada bagian atas bumi.

6. Geografi sebagai teori keruangan bumi.
Dalam hal ini, gagasan yg mengumumkan bahwa geografi akan dimasukkan pada ilmu pengetahuan alam mengakibatkan kekhawatiran di kalangan ahli geografi, yakni akan membatasi cakrawala geografi pada abstraksi ilmu pengetahuan relasi keruangan saja dalam artian akan menghilangkan atau mengabaikan ruang dan waktu yang merupakan unsur poko dalam geografi. 

B. Kajian Materi Geografi
Kajian materi suatu ilmu kadang-kadang dipelajari oleh ilmu-ilmu yg lain (objek material). Sebagai contoh antara geografi sosial dengan sosiologi, sama-sama mengusut gerombolan insan pada suatu tempat. Antara geomorfologi dengan geografi fisik memeriksa bentuk lahan. Antara geografi ekonomi dengan ekonomi yang sama-sama membahas kebutuhan insan pada pada suatu lokasi tertentu. Objek kajian goegrafi sangat luas, diantaranya (objek material) mencakup aspek fisik, aspek manusia dan aspek hubungan manusia menggunakan lingkungan.

Pengertian Geografi.
Geografi adalah pengkajian mengenai aspek ruang dan loka pada aneka macam skala pada bumi.mata pelajaran geografi membuatkan pemahaman anak didik terhadap organisasi khas masyarakat, tempat-loka dan lingkungan pada muka bumi. Pengertian geografi yang diajarkan baik di tingkat Sekolah Dasar/MI Paket A termasuk dalam grup hakikat geografi sebagai studi keruangan bumi.

PENGERTIAN DAN KAJIAN GEOGRAFI

Pengertian serta Kajian Geografi
A. Pengertian Geografi
Pelajaran geografi yg diajarkan di sekolah terkesan menjadi ilmu yang hanya dihafalkan sang para anak didik seperti menghafalkan nama-nama dalam geografi nama negara, kota, sungai, gunung dan nama-nama loka laindi muka bumi. Sebagian orang pula beranggapan bahwa geografi adalah segala aktifitas serta perbuatan yg herbi peta. Orang berpendapat demikian karena orang yg menilik geografi harus bisa membuat peta, membaca peta dan harus berkerjasama menggunakan pihak-pihak yg berwenang pada pembuatan peta. 

Menurut Broek (1980) mengemukakan bahwa hakikat geografi terdapat 6, yakni menjadi berikut adalah.

1. Geografi menjadi ilmu pengetahuan biofisik.
Pada akhir abad ke 19 waktu ilmu pengetahuan seperti geologi, meteorologi, serta nabati telah mengalami perkembangan yg sedemikian pesat maka pakar geografi terpengaruh serta tertarik mengikuti metode-metode disiplin ilmu tadi. Kelemahan selesainya geografi masuk ke dalam ilmu pengetahuan alam murni, pada mana bisa merumuskan hukum sebab dampak terhadap gejala-gejala serta proses-proses fisik di muka bumi secara general, tetapi nir memasukkan unsur insan. 

2. Geografi sebagai rekanan hubungan timbal pulang insan menggunakan alam.
Contoh kongkritnya yaitu iklim tropis menghalangi kemajuan kebudayaan masyarakat setempat, ad interim iklim sedang merangsang perkembangan kebudayaan masyarakat yg mendiaminya.

3. Geografi sebagai ilmu ekologi insan.
Keanekaragaman pada kalangan pengikut paham determinisme environmentalis mendefinisikan geografi sebagai studi pengetahuan yg mengusut interaksi manusia menggunakan loka tinggalnya. 

4. Geografi menjadi studi tentang huma.
Paham ini bertentangan dengan pendapat kaum environmentalisme yang mengatakan bahwa lingkungan alam lebih bersifat pasif serta masyarakat insan lebih berperan aktif. 

5. Geografi menjadi studi penyebaran tanda-tanda di bagian atas bumi.
Geografi bisa didefinisikan sebagai studi penyebaran/distribusi gejala di bagian atas bumi, yaitu di mana letak sesuatu benda itu berada, apakah itu batu-batuan, tumbuh-tumbuhan, tempat tinggal , penduduk, atau segala sesuatu yg ada pada bagian atas bumi.

6. Geografi sebagai teori keruangan bumi.
Dalam hal ini, gagasan yang mengumumkan bahwa geografi akan dimasukkan pada ilmu pengetahuan alam mengakibatkan kekhawatiran di kalangan ahli geografi, yakni akan membatasi cakrawala geografi pada abstraksi ilmu pengetahuan rekanan keruangan saja pada artian akan menghilangkan atau mengabaikan ruang dan saat yg adalah unsur poko pada geografi. 

B. Kajian Materi Geografi
Kajian materi suatu ilmu kadang-kadang dipelajari oleh ilmu-ilmu yang lain (objek material). Sebagai contoh antara geografi sosial dengan sosiologi, sama-sama menyelidiki kelompok insan dalam suatu loka. Antara geomorfologi dengan geografi fisik memeriksa bentuk lahan. Antara geografi ekonomi menggunakan ekonomi yang sama-sama membahas kebutuhan manusia pada pada suatu lokasi tertentu. Objek kajian goegrafi sangat luas, antara lain (objek material) meliputi aspek fisik, aspek manusia serta aspek interaksi insan menggunakan lingkungan.

Pengertian Geografi.
Geografi merupakan pengkajian mengenai aspek ruang serta tempat dalam aneka macam skala di bumi.mata pelajaran geografi membuatkan pemahaman anak didik terhadap organisasi spesial masyarakat, tempat-tempat serta lingkungan pada muka bumi. Pengertian geografi yg diajarkan baik pada taraf Sekolah Dasar/MI Paket A termasuk pada grup hakikat geografi sebagai studi keruangan bumi.

GEOGRAFI DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT ILMU

Geografi Dalam Perspektif Filsafat Ilmu 
Pengetahuan tentang filsafat ilmu biasanya diberikan pada mahasiswa pascasarjana khususnya program doktor menjadi pondasi pada tahu filosofi bidang ilmunya dalam ketika para mahasiswa melakukan kegiatan penelitian ilmiah atau seminar ilmiah. Manfaat sehabis memperoleh pengetahuan filsafat ilmu adalah semakin menaikkan kesadaran kita pada meletakkan hakekat “kebenaran” mengenai suatu hal pada loka yg tepat. Kita semakin menyadari bahwa kebenaran pada ilmu pengetahuan yang kita peroleh ternyata bersifat relative (nir bersifat absolute). Dalam konteks inilah latar belakang tulisan ini dihadapkan dalam dilema bagaimana perkembangan ilmu geografi (pada Indonesia) ketika ini. Masalah yang dibahas tampak sederhana tetapi dari ekonomis penulis hal yang sederhana tersebut justru memiliki implikasi yg sangat luas serta mendalam.

Paling nir ada 2 pendapat terhadap perkembangan bidang ilmu geografi ketika ini. Pendapat pertama menganut faham geografi menjadi ilmu yg bersifat generalis yg tidak memerlukan bidang spesialisasi. Pendapat ke 2 mempunyai pemikiran bahwa geografi bisa dikembangkan pada spesialisasi spesialisasi (cabang atau bahkan ranting) eksklusif. Ke dua pendapat tersebut mengetengahkan kebenaran masing masing menjadi dasar pertimbangan. 

Tulisan ini disusun dengan maksud buat menyegarkan kembali pemikiran kita tentang global ilmu pengetahuan khususnya bidang ilmu geografi. Proses penyegaran pulang ini perlu dilakukan karena kita ingin tetap memposisikan ilmu geografi sebagai bidang ilmu yang diakui dan selalu relevan dengan dinamika perkembangan sains serta teknologi dewasa ini. Dalam goresan pena ini, berdasarkan berbagai kitab pustaka, akan ditelaah tentang apa sebenarnya substansi pengetahuan filsafat ilmu menjadi pengantar utama bahasan. Selanjutnya akan dielaborasi 2 definisi geografi sebagai titik tolak jajak geografi menjadi bidang ilmu, metode keilmuan bersama asumsi asumsinya serta selanjutnya disampaikan beberapa pemikiran menurut hasil telaah inti goresan pena ini sebagai penutup .

Dalam tulisan ini juga akan ditunjukkan posisi pengetahuan mengenai teknik mutakhir seperti teknologi penginderaan jauh (remote sensing) serta sistem warta geografi (GIS) menjadi sarana analisis pada studi geografi sebagai akibatnya diperoleh kejelasan perbedaan antara metode (keilmuan) serta teknik analisis penelitian.

Sudah semestinya bahwa output pemikiran pada goresan pena ini memerlukan kritik sebagai akibatnya bisa membentuk kesamaan pandangan serta berguna bagi perkembangan bidang ilmu geografi pada Indonesia. Pada akhirnya, aneka macam pemikiran yg dihasilkan pada seminar tentang filsafat ilmu geografi ini seyogyanya ditindaklanjuti sang pengelola program pendidikan khususnya pendidikan geografi pada Indonesia sebagai bahan buat meninjau kembali kurikulum baik pada program Sarjana sampai program Doktor. Tulisan ini sepenuhnya sebagai tanggung jawab penulis.

APRESIASI TEORI
Haggett (2001) pada bukunya: “Geography. A Global Synthesis” menjelaskan berbagai definisi geografi (p. 763) serta galat satunya merupakan “ Geography is an integrative discipline that brings together the physical and human dimensions of the world in the study of people, places, and environments” yg dirumuskan sang American Geographical Society tahun 1994. Dalam definisi tadi implisit pengertian yg jelas bahwa geografi adalah disiplin ilmu bersifat integratif yg mempelajari obyek studi (penduduk, tempat dan lingkungannya) dalam dimensi fisik serta insan. Sementara I Made Sandy (1973) mengetengahkan sebuah definisi geografi sebagai bidang ilmu yang menyelidiki berbagai tanda-tanda di bagian atas bumi dalam perspektif keruangan. Sandy ingin menekankan bahwa gejala apapun bisa menjadi bidang telaah geografi bila ditinjau berdasarkan sudut pandang keruangan.

Berdasarkan dua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa geografi adalah bidang ilmu yang bersifat integratif yg mempelajari gejala gejala yg terjadi pada muka bumi (dalam dimensi fisik serta dimensi manusia) dengan menggunakan perspektif keruangan (spatial perspective). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa “aspek keruangan”lah yang menjadi karakteristik pembeda bidang geografi menggunakan bidang ilmu lain.

Menurut pengertian pada atas maka tidaklah sukar buat menyebutkan makna filosofis diagram Fenneman (Jensen, 1980 p.4) maupun diagram Haggett (2001 p. 766) yang dalam prinsipnya menunjukkan keterkaitan serta pendekatan bidang kajian geografi dengan bidang kajian ilmu ilmu lainnya. Gejala sosial yang berlangsung di muka bumi jika ditelaah melalui perspektif keruangan membangun bidang kajian geografi sosial. Melalui proses yg sama lahir bidang kajian geografi ekonomi, geografi politik, geografi budaya serta lain lain. Bagian bidang ilmu alam misalnya geologi difokuskan pada pengetahuan geomorfologi, klimatologi dari meteorologi, biogeografi dari biologi serta seterusnya.

Gambar  Lingkungan lebih kurang bidang ilmu Geografi (modifikasi Fenneman 1919 pada Jensen, 1980).

Interkoneksi berbagai bidang ilmu menggunakan bidang geografi menampakan kenyataan pada mana perkembangan bidang ilmu geografi bisa dikatakan sangat ditentukan sang kemampuan geograf pada memperoleh informasi perkembangan bidang ilmu lainnya. Hasil riset bidang ilmu lain akan memperkaya (proliferate) cakupan penelitian geografi. Demikian jua, output riset geografi mengenai topik tertentu (secara terbatas) dapat memicu perkembangan bidang ilmu lainnya. Dalam konteks ini maka terbuka ruang terbentuknya tanda-tanda divergensi bidang ilmu (termasuk geografi) dalam berbagai cabang ilmu yang bersifat lebih khusus (spesialisasi). Tetapi demikian, spesialisasi pada bidang ilmu geografi tidaklah semudah misalnya membentuk spesialisasi anak, spesialisasi tht anak atau anak tht (?) dalam bidang ilmu kedokteran atau lainnya.

Dalam perspektif keilmuan, pada dasarnya seluruh ilmu memiliki kesamaan filosofi yg disebut menggunakan metode keilmuan. Masing masing ilmu mempunyai cara yang sama buat mencari pengetahuan diantaranya melalui paradigma rasionalisme dan empirisme. Perlu disampaikan pulang pemikiran para ahli seperti, John Dewey (1859-1952) menyusun formulasi perkawinan cara berpikir rasionalisme serta empirisme yang sudah digunakan sang Galileo, Newton juga Charles Darwin dalam era sebelumnya (Suriasumantri, 1983 p. 28). Secara ringkas dijelaskan bahwa rasionalisme adalah kerangka pemikiran yang koheren dan logis, sedang empirisme adalah kerangka pengujian dalam memastikan suatu kebenaran pengetahuan sah secara keilmuan. 

Falsafah ilmu
Mengutip pendapat Montello (2006) bahwa tidak terdapat jawaban yg tepat dari pertanyaan apa yg dimaksud menggunakan scientific approach. Salah satu pengertian tentang ilmu merupakan “Science is a personal and social human endeavor in which ideas and empirical evidence are logically applied to create and evaluate knowledge about reality”. Selanjutnya, yang dimaksud dengan “empirical evidence” pada pengertian pada atas merupakan sesuatu yg diturunkan dari kegiatan observasi suatu masalah secara sistematis melalui penalaran yang seringkali menggunakan indera bantu teknologi. Montello berpendapat bahwa secara filosofis, makna empirisme nir selalu berupa pengalaman insan semenjak lahir. Empirisme ilmu berusaha buat bisa diulang, dapat diakumulasikan dan secara generik bisa diobservasi. Ilmu menganut prinsip prinsip nalar formal serta informal dan paling tidak mengikuti prinsip (1) wajib menghindari kontradiksi (2) meningkat tingkat keyakinan terhadap suatu tanda-tanda seiring semakin tingginya observasi yg dilakukan (3) pola keteraturan suatu kejadian dalam masa lalu memiliki peluang terjadi pada masa yang akan tiba. 

Suriasumatri (1983) menyatakan bahwa kegiatan ilmu merupakan suatu proses berpikir buat memperoleh pengetahuan. Pengetahuan seseorang terhadap suatu obyek yg diamati belum tentu sama dengan pengetahuan yang diperoleh orang lain yang mengamati obyek yg sama jika dilakukan pancaindra insan dalam skala observasi atau pada medium yang tidak sinkron melalui perspektif yang tidak sama. Sebuah pohon kelapa tampak sangat tinggi bila diamati dalam jeda dekat serta tampak pendek apabila diamati dalam kejauhan atau sebuah tongkat lurus akan tampak melengkung jika berada di pada air, merupakan sekedar contoh sederhana. 

Para ahli filsafat ilmu menyatakan bahwa pada lingkungan keilmuan, kebenaran secara keilmuan bersifat nir mutlak. Sifat tidak absolut tersebut pula terjadi bila kebenaran keilmuan dihadapkan pada kebenaran dari agama, kebenaran menurut seni atau kebenaran dari filosofinya. Kebenaran teknologi cloning hingga ketika ini misalnya nir diakui sebagai kebenaran berdasarkan agama. Lukisan wanita telanjang menjadi kebenaran seni dalam umumnya nir dapat dibenarkan oleh kepercayaan atau dibuktikan secara keilmuan. Gambar menyebutkan sebuah skema sederhana menurut proses berpikir insan dalam kehidupan sehari hari.

Gambar  Kebenaran berdasarkan perspektif proses berpikir manusia.

Mengingat nir terdapat kebenaran yang bersifat absolut maka dapat diduga dari tulisan ini akan timbul banyak pendapat atau pandangan yang tidak sama. Berdasarkan judul di atas, buat mengurangi beda pendapat, dalam goresan pena ini penulis membatasi pengertian filsafat dari Socrates (470-399 SM) pada Suriasumantri (1983 p.4) menjadi berikut: “filsafat diartikan menjadi suatu cara berpikir yg radikal serta menyeluruh yang mengupas sesuatu sedalam-dalamnya”. Radikal, menyeluruh serta sedalam-dalamnya mengandung makna membutuhkan waktu yg panjang buat memperoleh suatu pengetahuan yang menyeluruh dan mendalam.

Selanjutnya dikatakan bahwa ilmu adalah formasi pengetahuan yang memiliki karakteristik eksklusif. Bidang ilmu yang satu dapat dibedakan dari bidang ilmu lainnya berdasarkan pada jawaban atas ke 3 pertanyaan pokok menjadi karakteristik ilmunya yaitu (1) dasar ontologi ilmu, (2) dasar epistemologi ilmu dan (3) dasar axiologi ilmu. Apa yang ingin diketahui atau apa yang menjadi bidang jajak ilmu adalah pertanyaan dasar ontologi. Bagaimana pengetahuan tersebut diperoleh merupakan dasar pertanyaan epistemologi (teori pengetahuan). Sedangkan apa kegunaan ilmu adalah pertanyaan menurut segi axiologinya (teori mengenai nilai). Jawaban dari ke 3 pertanyaan dasar tadi adalah rangkaian yg nir bisa dipisahkan satu menggunakan lainnya.

Tidak jarang dijumpai keadaan pada mana suatu penelitian belum menjelaskan kegunaan output penelitian menjadi jawaban pertanyaan dasar yg ke tiga, walaupun kasus (apa yang ingin diketahui) serta metodenya (bagaimana cara`memperoleh pengetahuan) dituliskan secara jelas. Pengetahuan yg diperoleh menurut aktivitas penelitian seyogyanya adalah pengetahuan yang mendalam dan bisa dibuktikan memenuhi kaidah keilmuan (dikatakan sah secara keilmuan). 

Penelitian ilmiah
Pengetahuan yg diperoleh melalui proses berpikir yang teratur serta sistematis dikenal sebagai produk aktivitas penelitian ilmiah atau penelitian yang memenuhi kondisi keilmuan. Kegiatan berpikir teratur serta sistematis mengantar kita pada memasuki global keilmuan. Sebuah tanda-tanda di muka bumi misalnya, menjadi sebuah berita, terjadi secara beraturan serta nir terjadi secara kebetulan lantaran dapat dijelaskan dalam kerangka konsep keilmuan. Siklus hidrologi adalah contoh tanda-tanda alam yang berlangsung secara teratur serta sistematis. 

Dalam konteks aktivitas penelitian, mengenali sebuah warta, merumuskan masalah, menyusun hipotesa, melakukan analisis serta menarik konklusi merupakan model proses berpikir teratur dan sistematis. Menurut Sandy (1973) hal tersebut merupakan ciri sebuah ilmu termasuk ilmu geografi. Sebuah konklusi penelitian mencerminkan “pengetahuan” yg dihasilkan menurut rasa “ingin tahu” (curiousity) yg diungkap dalam kalimat pertanyaan penelitian (research question).

Para peneliti, pada instansi pertama biasanya menghadapi dilema bagaimana merumuskan pertanyaan penelitian yg sahih supaya memperoleh pengetahuan baru yg bermakna. Sebagian besar saat (hampir 50%) dihabiskan buat merumuskan masalah, selebihnya untuk mengumpulkan data, melakukan analisis dan menarik konklusi. Apabila rumusan pertanyaannya benar maka akan diperoleh jawaban yang benar, jika cara yang digunakan buat menjawab benar. Sebaliknya, bila pertanyaan penelitiannya diungkap dalam kalimat yg tidak kentara maka jawabannya pasti sulit diperoleh atau bahkan tidak akan ditemukan, bagaimanapun caranya meneliti. Hal yang sama bila dikaitkan dengan kebenaran data yg dipakai pada penelitian (garbage in garbage out).

Dalam upaya menjawab perkara, ada 3 pilihan metode yang dapat dipakai yaitu metode deduktif, metode induktif dan adonan metode deduktif dan induktif. Tetapi demikian waktu ini adonan ke 2 metode deduktif dan metode induktif sebagai pilihan banyak peneliti dalam memutuskan metode penelitiannya. Pilihan ini dilandasi dalam pemikiran bahwa apa yg diteliti merupakan bisnis untuk memperkuat konsep atau teori yang sudah terdapat serta adanya cita-cita untuk membentuk konsep atau teori baru.

Metode metode yg dimaksud adalah pembagian terstruktur mengenai konsep berpikir epistemologis pada upaya menjawab pertanyaan yang diajukan. Sehubungan menggunakan hal itu terdapat perbedaan pilihan metode pada penelitian bidang pengetahuan alam dan bidang pengetahuan sosial terkait dengan karakteristik masalah dan jumlah variable penelitian. Sebuah dalil ekamatra misalnya teori gravitasi misalnya, akan berlaku kapanpun serta dimanapun. Di sisi lain, teori sosial yang berlaku pada Negara maju tidak selalu tepat dipakai buat mengatasi kasus sosial di Negara berkembang lantaran ciri kasus serta variable yg terkait tidak sinkron. 

Sebagaimana sudah diuraikan, walaupun terdapat perbedaan namun setiap bidang ilmu memiliki kesamaan metode keilmuan yaitu kerangka berpikir rasional dan realitas. Oleh karena itu adanya konsep dan landasan teori yg bertenaga dan dengan dukungan data atau liputan empirislah kekuatan suatu penelitian ditentukan., apapun bidang ilmunya. Hasil berdasarkan penelitian demikianlah kita bisa memperoleh pengetahuan baru yang sangat berguna. Salah satu prasyarat yang wajib dipenuhi untuk memperoleh pengetahuan baru tersebut merupakan digunakannya perkiraan perkiraan yang tepat.

Dalam mengenali obyek empiris pada ranah keilmuan kita memerlukan arah serta landasan analisis yg dikenal sebagai perkiraan. Suriasumantri (1983 p.8) menyatakan bahwa terdapat 3 asumsi dasar agar pengetahuan baru yg dihasilkan diakui kebenarannya yaitu:
(1) bahwa obyek eksklusif memiliki keserupaan satu sama lain. 
(2) bahwa suatu benda nir mengalami perubahan pada jangka waktu tertentu. 
(3) bahwa tiap tanda-tanda bukan adalah suatu kejadian yang bersifat kebetulan.

Asumsi pertama berkaitan menggunakan metode keilmuan yg paling sederhana yaitu penerapan konsep penjabaran. Asumsi ke 2 berkaitan dengan konsep kelestarian yang bersifat relatif artinya suatu benda akan berubah dalam ketika singkat dan terdapat yg berubah pada jangka waktu panjang. Asumsi ke 3 berkaitan dengan konsep determinisme adalah setiap gejala memiliki pola eksklusif yg bersifat permanen menggunakan urutan kejadian yg sama. 

FILSAFAT ILMU GEOGRAFI
Berdasarkan hal hal yg telah diuraikan sebelumnya sampailah kita pada pertanyaan bagaimana mengungkapkan geografi sebagai bidang ilmu yg dapat disejajarkan menggunakan bidang bidang ilmu lainnya? Untuk menjawab hal itu maka akan ditelaah secara singkat bagaimana ilmu geografi menjawab ke 3 pertanyaan dasar ontologi ilmu, epistemologi ilmu dan axiologi ilmu.

Ontologi ilmu geografi
Mengacu pengertian geografi yang telah disampaikan di atas maka bisa dijelaskan bahwa apa yg ingin diketahui ilmu geografi merupakan “berbagai tanda-tanda keruangan berdasarkan penduduk, loka beraktifitas dan lingkungannya baik pada dimensi fisik maupun dimensi manusia”. Perbedaan dan persamaan pola keruangan (spatial pattern) berdasarkan struktur, proses serta perkembangannya adalah penjelasan lebih lanjut berdasarkan apa yg ingin diketahui bidang ilmu geografi. 

Sebagai galat satu penjelasan lebih rinci, pola keruangan berdasarkan tanda-tanda yg berlangsung pada muka bumi umumnya tersaji pada contoh simbolik (pada bentuk peta). Peta region misalnya, mendeskripsikan fakta keruangan atau kabar geografis pada strata kelas (klasifikasi) berdasarkan mulai yang paling rendah sampai yang paling tinggi dari suatu obyek. Di samping liputan kuantitatif, peta tersebut juga bisa menaruh keterangan arah serta laju perubahannya. Fakta spasial suatu gejala eksklusif bisa dianalisis lebih jauh buat menghasilkan keterangan keterkaitannya menggunakan gejala lainnya. 

Obyek material studi geografi mencakup lapisan atmosfer, lapisan litosfer, lapisan hidrosfer serta lapisan biosfer (pengetahuan ini telah dijadikan bahan ajar geografi pada tingkat SLTP/SLTA). Pengetahuan pengetahuan tersebut sangat diharapkan dalam menjelaskan banyak sekali gejala keruangan berdasarkan suatu obyek yang diteliti buat bisa memenuhi sifat integratif sebagaimana telah didefinisikan di atas. Berikut disampaikan model sederhana elaborasi hasil penelitian yang memperlihatkan sifat integratif. 

Fakta penelitian yg menerangkan pola kerusakan bangunan semakin besar jika jarak lokasi bangunan ke sentra gempa semakin dekat bisa dijelaskan dari pengetahuan geologi dan ekamatra yang menyatakan bahwa besaran enersi yang didifusikan semakin kecil apabila semakin jauh menurut sentra gempa lantaran mengalami hambatan struktur batuan yang dilewatinya menjadi media difusi. 

Penelitian mengenai bentang alam (geomorfologi) pada suatu daerah menunjukkan hubungannya dengan aktivitas penduduk di mana ada kesamaan aktivitas penduduk terkonsentrasi di wilayah dataran alluvial dibanding unit bentang alam lainnya. Hal ini dapat dijelaskan antara lain berdasarkan teori ekonomi (efisiensi porto dan aksesibilitas). Teori pusat (central place theory) Christaller menggunakan model hexagonalnya yang populer menggunakan salah satu perkiraan yaitu hanya berlaku pada wilayah yang memiliki bentang alam homogin. 

Faktor fisik menentukan disparitas pola spasial migrasi penduduk, contohnya di daerah dataran serta pada daerah pegunungan, pada samping bisa dijelaskan berdasarkan teori gravitasi atau push-pull factor. 

Pengetahuan mengenai banyak sekali tanda-tanda (fisik maupun sosial) yg berlangsung pada muka bumi yang direpresentasikan menjadi tanda-tanda keruangan (spatial phenomena) suatu obyek tertentu (yang dapat diamati oleh panca indra manusia) adalah jawaban dari “apa yg ingin diketahui” ilmu geografi. Persoalan selanjutnya merupakan “ bagaimana ilmu geografi menjawab pertanyaan tadi”. Berkenaan menggunakan itu secara singkat akan ditelaah tentang epistemology ilmu geografi.

Epistemologi ilmu geografi
Seperti bidang bidang ilmu lainnya, bidang ilmu geografi bisa memakai metode deduktif, metode induktif atau adonan ke dua metode tersebut, tergantung problem yang ingin dijawab. Sebagai model sederhana, bila ingin mengetahui hubungan antara bentuk bentang alam serta pola sebaran pemukiman penduduk maka yg pertama wajib dilakukan merupakan menjawab pertanyaan pertanyaan berikut:
  • Apakah terdapat hubungan logis antara bentuk bentang alam serta pola pemukiman? 
  • Jika ya, apakah hubungannya bersifat satu arah atau dua arah? 
  • Selanjutnya, apakah hal tersebut pernah diteliti serta teori apa yg digunakan peneliti peneliti sebelumnya?
Apabila kerangka berpikir rasionalisme terpenuhi maka sebagai seseorang peneliti kita wajib bisa menunjukan sendiri bagaimana interaksi menurut gejala gejala tadi dengan menggunakan paradigma empirisme. Artinya, adanya dukungan teori dasar buat meneliti dan ketersediaan data realitas merupakan hal yg utama buat menemukan jawaban yang benar menurut pertanyaan yg diajukan. Selanjutnya, peneliti harus tetapkan metode apa yg akan dipakai : 
  • Apabila sudah ada konsep serta teori yg secara rasional dapat mengungkapkan interaksi logis ke dua variable tadi, maka dapat dipilih metode deduktif buat memperkuat suatu teori yang telah ada. 
  • Apabila ingin mengetahui pola generik interaksi ke 2 gejala tadi di suatu wilayah yg lebih luas (contohnya buat Indonesia) maka dapat memakai metode induktif – deduktif. Perlu dicatat, data yg dibutuhkan dalam penggunaan metode induktif merupakan data sampling pada statistik inferensial. 
Dalam paragraph di atas dapat dicermati bahwa buah 1 membentuk verifikasi teori eksklusif buat memperkuat atau jika memenuhi kondisi eksklusif dapat menaikkan teori menjadi hukum yang bersifat universal (axioma). Sedangkan contoh buah dua menghasilkan pembuktian inovasi teori baru berdasarkan teori sebelumnya, contohnya menghasilkan model prediksi. Mungkin kita perlu merenung, selama ini penelitian apa yang telah kita lakukan buat berbagi ilmu geografi ? Apakah kita baru sebatas menerapkan konsep serta teori yang telah terdapat atau sudah ada teori baru yg kita hasilkan?

Metode atau teknik?
Setelah metode dipilih selanjutnya ditetapkan cara atau teknik apa yg akan digunakan pada pengumpulan data, pengolahan serta analisis data penelitian. Metode induktif misalnya, nir bisa mengabaikan peranan statistik pada pengumpulan, pengolahan dan analisis data. Sampai di sini kita wajib bisa membedakan makna metode dan teknik atau cara penelitian. Overlay atau superimposed peta dapat dicermati menjadi sebuah teknik analisis dan bukan metode analisis.

Menjadi lebih menarik bila selanjutnya ditelaah mengenai pemanfaatan teknologi warta yang semakin intens di lingkungan penelitian geografi. Misalnya penggunaan GIS (sebagai sebuah sistem) atau penggunaan data gambaran, sebagai upaya buat memperoleh data realitas menggunakan memanfaatkan sarana teknologi satelit. Sementara ini kita putusan bulat bahwa ketersediaan sistem dan tekonologi tersebut sangat membantu (mempermudah serta meningkatkan kecepatan) penelitian geografi pada kegiatan pengumpulan hingga analisis data hasil penelitian, sebagaimana kita menggunakan cara statistik. 

Jelas kiranya bahwa pada konteks penelitian geografi, teknologi RS serta GIS adalah sebuah pilihan cara atau teknik pada kita mengumpulkan data geografi, mengolah serta menganalisis data. Pilihannya terletak pada sarana atau alat buat analisis, yg dievaluasi lebih baik dibanding teknik sebelumnya.

Sampai ketika ini kita mengetahui bahwa teknologi penginderaan jauh serta teknologi GIS adalah produk menurut R&D bidang ilmu teknik telekomunikasi, personal komputer dan informatika. Bidang geografi lebih berperan dalam melakukan interpretasi secara lebih cepat (karena memiliki bekal cukup pengetahuan fisik permukaan bumi) atau paling jauh membuat pemodelan aplikasinya. Teknik teknik interpretasinyapun merupakan output pengembangan para pakar bidang ilmu lain seperti fisika. Gambar di bawah ini secara sederhana ingin menampakan posisi pengetahuan PJ serta GIS dalam proses berpikir keilmuan geografi. 

  Proses berpikir komperhensif      Proses menetapkan pilihan metode,   Proses penarikan  

I======================èI=======================èI==========èI  
   pada menyusun proposal          cara/teknik meneliti, proseskumpul,      kesimpulan

         penelitian                               olah dananalisis data

                                                            PJ serta GIS


Gambar Posisi pengetahuan PJ serta GIS dalam konsep keilmuan geografi.

Geografi merupakan bukan bidang ilmu mengenai semua hal yg ada dalam kehidupan insan, walaupun ada yang beropini bahwa geografi adalah mothers of science atau ilmu yg bersifat generalis. Sebuah kalimat yang tak jarang diungkapkan adalah bahwa “semua hal sanggup di-geografi-kan sepanjang masih dapat dianalisis secara spasial”. Kalimat ini sangat sederhana namun memiliki akibat yg sangat luas terutama bagi para geograf yang kritis. Pertanyaan kritis yg kemudian bisa dikemukakan merupakan “apakah bisa dibuktikan bahwa semua hal dapat dianalisis pada perspektif spasial?”.

Oleh lantaran begitu banyak hal dapat digeografikan maka timbul bisnis usaha membuat spesialisasi geografi. Upaya untuk memikirkan spesialisasi pada bidang ilmu geografi layak untuk diapresiasi. Tetapi, cabang atau ranting ilmu yg dirumuskan hendaknya memenuhi kaidah kaidah yg sahih sehingga tidak menyimpang berdasarkan pohon ilmunya. Salah satu model adalah pohon ilmu geografi jelas berbeda dengan pohon ilmu informatika yang penekanan pada rekayasa teknik system pengolahan data sebagai liputan. Demikian jua pohon ilmu geografi kentara tidak sinkron menggunakan pohon ilmu psikologi yang penekanan dalam konduite (behaviour) insan. Sampai ketika ini belum terdapat yang mampu buat mengspasialkan sebuah persepsi serta menyajikan dan menjelaskannya dalam perspektif keruangan.

Axiologi ilmu geografi
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, peta dikatakan menjadi satu satunya wahana buat bisa menyajikan informasi geografi yang memenuhi pola berpikir keruangan, secara cepat dan mudah dipahami. Dari sebuah peta bisa dikenali banyak sekali elemen ukuran sebuah tanda-tanda misalnya titik, garis, area, arah, jarak, luas, kepadatan, kerapatan dan lainnya sebagai satuan ukuran lantaran bidang ilmu geografi wajib dapat terukur. Dari skala peta bisa dinilai strata informasinya, dari yg bersifat generik hingga informasi yang lebih rinci berdasarkan sebuah populasi. 

Bidang ilmu geografi hingga waktu ini masih eksis karena memang mempunyai nilai kegunaan bagi umat manusia baik buat pengembangan keilmuannya maupun terapannya buat peningkatan kesejahteraan. Oleh karena ilmu bersifat netral maka pengetahuan yang didapatkan apakah bermanfaat atau bahkan mengakibatkan bencana bagi umat insan dalam dasarnya dipengaruhi sang para ilmuwan itu sendiri.

Sebuah peta yang tersaji secara sengaja buat menyesatkan pihak lain adalah sebuah bencana bagi penggunanya lantaran informasinya tidak sempurna, seksama dan lengkap. Akibatnya, pengguna peta nir menemukan kabar yang diharapkan sehabis menghabiskan sumberdaya yg tidak sedikit. Dalam sebuah peperangan, peta dapat sebagai senjata tangguh buat mengakali dan mengalahkan musuh lantaran legenda peta sengaja diubah sebagai akibatnya senjata musuh tidak mengenai sasaran.

Dalam kaitan ini suatu aktivitas analisis gambaran satelit yg dilakukan tanpa ground-check yg cermat akan membuat peta citra satelit yg menyesatkan. Apalagi bila secara mentah mentah data citra digital digunakan buat membuat pemodelan maka akan bisa diduga keterangan hasil interpretasi gambaran yg dihasilkan sulit dibuktikan kebenarannya. Oleh karenanya, apapun kelemahan yang ada menggunakan memakai wahana gambaran satelit perlu dikemukakan selengkapnya, bukan hanya keunggulannya. Di sini menyangkut dasar epistemologisnya dimana “apabila putih katakan putih” atau “jika terdapat kelemahan katakan kelemahannya menggunakan jujur”.

Esensi dasar axiology ilmu geografi erat kaitannya menggunakan ontologinya serta karenanya sebaik-baiknya pengetahuan yang dihasilkan sangat tergantung dari yang memiliki pengetahuan tadi. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa moral pemilik ilmu tadi adalah factor yang menentukan apa sebenarnya nilai manfaat pengetahuan yang dimiliki bagi umat manusia.

GEOGRAFI DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT ILMU

Geografi Dalam Perspektif Filsafat Ilmu 
Pengetahuan mengenai filsafat ilmu biasanya diberikan pada mahasiswa pascasarjana khususnya acara doktor menjadi pondasi dalam tahu filosofi bidang ilmunya dalam waktu para mahasiswa melakukan aktivitas penelitian ilmiah atau seminar ilmiah. Manfaat sesudah memperoleh pengetahuan filsafat ilmu adalah semakin menaikkan pencerahan kita pada meletakkan hakekat “kebenaran” tentang suatu hal pada loka yang tepat. Kita semakin menyadari bahwa kebenaran pada ilmu pengetahuan yang kita peroleh ternyata bersifat relative (tidak bersifat absolute). Dalam konteks inilah latar belakang goresan pena ini dihadapkan pada dilema bagaimana perkembangan ilmu geografi (di Indonesia) ketika ini. Masalah yang dibahas tampak sederhana namun dari ekonomis penulis hal yg sederhana tersebut justru memiliki implikasi yg sangat luas dan mendalam.

Paling tidak terdapat 2 pendapat terhadap perkembangan bidang ilmu geografi saat ini. Pendapat pertama menganut faham geografi menjadi ilmu yang bersifat generalis yang tidak memerlukan bidang spesialisasi. Pendapat kedua mempunyai pemikiran bahwa geografi bisa dikembangkan dalam spesialisasi spesialisasi (cabang atau bahkan ranting) eksklusif. Ke dua pendapat tersebut mengetengahkan kebenaran masing masing sebagai dasar pertimbangan. 

Tulisan ini disusun menggunakan maksud buat menyegarkan balik pemikiran kita tentang global ilmu pengetahuan khususnya bidang ilmu geografi. Proses penyegaran kembali ini perlu dilakukan karena kita ingin permanen memposisikan ilmu geografi menjadi bidang ilmu yg diakui dan selalu relevan menggunakan dinamika perkembangan sains dan teknologi dewasa ini. Dalam tulisan ini, berdasarkan berbagai buku pustaka, akan ditelaah tentang apa sebenarnya substansi pengetahuan filsafat ilmu menjadi pengantar pokok bahasan. Selanjutnya akan dielaborasi dua definisi geografi sebagai titik tolak telaah geografi sebagai bidang ilmu, metode keilmuan bersama perkiraan asumsinya serta selanjutnya disampaikan beberapa pemikiran dari hasil jajak inti goresan pena ini sebagai penutup .

Dalam goresan pena ini jua akan ditunjukkan posisi pengetahuan tentang teknik mutakhir seperti teknologi penginderaan jauh (remote sensing) dan sistem berita geografi (GIS) menjadi wahana analisis pada studi geografi sehingga diperoleh kejelasan perbedaan antara metode (keilmuan) serta teknik analisis penelitian.

Sudah semestinya bahwa hasil pemikiran dalam tulisan ini memerlukan kritik sebagai akibatnya dapat membuat kesamaan pandangan dan berguna bagi perkembangan bidang ilmu geografi di Indonesia. Pada akhirnya, berbagai pemikiran yang didapatkan dalam seminar mengenai filsafat ilmu geografi ini seyogyanya ditindaklanjuti sang pengelola acara pendidikan khususnya pendidikan geografi pada Indonesia sebagai bahan buat meninjau kembali kurikulum baik dalam acara Sarjana hingga program Doktor. Tulisan ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.

APRESIASI TEORI
Haggett (2001) pada bukunya: “Geography. A Global Synthesis” mengungkapkan aneka macam definisi geografi (p. 763) dan keliru satunya adalah “ Geography is an integrative discipline that brings together the physical and human dimensions of the world in the study of people, places, and environments” yg dirumuskan oleh American Geographical Society tahun 1994. Dalam definisi tadi tersirat pengertian yang jelas bahwa geografi merupakan disiplin ilmu bersifat integratif yg menilik obyek studi (penduduk, tempat serta lingkungannya) dalam dimensi fisik dan insan. Sementara I Made Sandy (1973) mengetengahkan sebuah definisi geografi menjadi bidang ilmu yang mengusut berbagai gejala di bagian atas bumi pada perspektif keruangan. Sandy ingin menekankan bahwa tanda-tanda apapun dapat sebagai bidang jajak geografi apabila dicermati menurut sudut pandang keruangan.

Berdasarkan 2 definisi tadi bisa disimpulkan bahwa geografi merupakan bidang ilmu yang bersifat integratif yg mempelajari gejala tanda-tanda yang terjadi pada muka bumi (pada dimensi fisik serta dimensi insan) menggunakan memakai perspektif keruangan (spatial perspective). Dengan demikian bisa dikatakan bahwa “aspek keruangan”lah yg menjadi karakteristik pembeda bidang geografi dengan bidang ilmu lain.

Menurut pengertian pada atas maka tidaklah sukar untuk menyebutkan makna filosofis diagram Fenneman (Jensen, 1980 p.4) juga diagram Haggett (2001 p. 766) yang pada prinsipnya memberitahuakn keterkaitan dan pendekatan bidang kajian geografi menggunakan bidang kajian ilmu ilmu lainnya. Gejala sosial yg berlangsung di muka bumi jika ditelaah melalui perspektif keruangan membangun bidang kajian geografi sosial. Melalui proses yg sama lahir bidang kajian geografi ekonomi, geografi politik, geografi budaya serta lain lain. Bagian bidang ilmu alam misalnya geologi difokuskan pada pengetahuan geomorfologi, klimatologi dari meteorologi, biogeografi berdasarkan hayati serta seterusnya.

Gambar  Lingkungan lebih kurang bidang ilmu Geografi (modifikasi Fenneman 1919 dalam Jensen, 1980).

Interkoneksi berbagai bidang ilmu dengan bidang geografi menunjukkan fenomena di mana perkembangan bidang ilmu geografi bisa dikatakan sangat dipengaruhi sang kemampuan geograf dalam memperoleh warta perkembangan bidang ilmu lainnya. Hasil riset bidang ilmu lain akan memperkaya (proliferate) cakupan penelitian geografi. Demikian jua, output riset geografi mengenai topik eksklusif (secara terbatas) dapat memicu perkembangan bidang ilmu lainnya. Dalam konteks ini maka terbuka ruang terbentuknya tanda-tanda divergensi bidang ilmu (termasuk geografi) pada aneka macam cabang ilmu yang bersifat lebih khusus (spesialisasi). Tetapi demikian, spesialisasi di bidang ilmu geografi tidaklah semudah seperti membangun spesialisasi anak, spesialisasi tht anak atau anak tht (?) pada bidang ilmu kedokteran atau lainnya.

Dalam perspektif keilmuan, dalam dasarnya seluruh ilmu memiliki kesamaan filosofi yang diklaim dengan metode keilmuan. Masing masing ilmu memiliki cara yang sama buat mencari pengetahuan diantaranya melalui kerangka berpikir rasionalisme serta empirisme. Perlu disampaikan pulang pemikiran para pakar misalnya, John Dewey (1859-1952) menyusun formulasi perkawinan cara berpikir rasionalisme dan empirisme yang sudah dipakai oleh Galileo, Newton maupun Charles Darwin dalam era sebelumnya (Suriasumantri, 1983 p. 28). Secara ringkas dijelaskan bahwa rasionalisme merupakan kerangka pemikiran yg koheren dan logis, sedang empirisme merupakan kerangka pengujian pada memastikan suatu kebenaran pengetahuan absah secara keilmuan. 

Falsafah ilmu
Mengutip pendapat Montello (2006) bahwa tidak terdapat jawaban yg tepat berdasarkan pertanyaan apa yang dimaksud menggunakan scientific approach. Salah satu pengertian tentang ilmu adalah “Science is a personal and social human endeavor in which ideas and empirical evidence are logically applied to create and evaluate knowledge about reality”. Selanjutnya, yang dimaksud menggunakan “empirical evidence” dalam pengertian di atas merupakan sesuatu yang diturunkan menurut kegiatan observasi suatu kasus secara sistematis melalui penalaran yg tak jarang memakai alat bantu teknologi. Montello berpendapat bahwa secara filosofis, makna empirisme tidak selalu berupa pengalaman manusia semenjak lahir. Empirisme ilmu berusaha buat dapat diulang, dapat diakumulasikan dan secara generik bisa diobservasi. Ilmu menganut prinsip prinsip akal formal serta informal serta paling tidak mengikuti prinsip (1) harus menghindari pertentangan (2) meningkat tingkat keyakinan terhadap suatu gejala seiring semakin tingginya observasi yang dilakukan (3) pola keteraturan suatu peristiwa dalam masa kemudian memiliki peluang terjadi dalam masa yg akan datang. 

Suriasumatri (1983) menyatakan bahwa kegiatan ilmu merupakan suatu proses berpikir buat memperoleh pengetahuan. Pengetahuan seorang terhadap suatu obyek yang diamati belum tentu sama menggunakan pengetahuan yg diperoleh orang lain yg mengamati obyek yg sama apabila dilakukan pancaindra insan pada skala observasi atau pada medium yg tidak selaras melalui perspektif yang tidak sinkron. Sebuah pohon kelapa tampak sangat tinggi jika diamati dalam jarak dekat serta tampak pendek bila diamati dalam kejauhan atau sebuah tongkat lurus akan tampak melengkung apabila berada pada pada air, merupakan sekedar model sederhana. 

Para pakar filsafat ilmu menyatakan bahwa dalam lingkungan keilmuan, kebenaran secara keilmuan bersifat nir absolut. Sifat tidak mutlak tersebut juga terjadi jika kebenaran keilmuan dihadapkan dalam kebenaran dari agama, kebenaran dari seni atau kebenaran menurut filosofinya. Kebenaran teknologi cloning hingga ketika ini misalnya tidak diakui sebagai kebenaran dari kepercayaan . Lukisan perempuan telanjang sebagai kebenaran seni dalam umumnya tidak bisa dibenarkan sang agama atau dibuktikan secara keilmuan. Gambar mengungkapkan sebuah skema sederhana dari proses berpikir manusia pada kehidupan sehari hari.

Gambar  Kebenaran berdasarkan perspektif proses berpikir manusia.

Mengingat tidak ada kebenaran yang bersifat absolut maka dapat diduga berdasarkan goresan pena ini akan ada poly pendapat atau pandangan yg tidak sama. Berdasarkan judul pada atas, buat mengurangi beda pendapat, pada goresan pena ini penulis membatasi pengertian filsafat menurut Socrates (470-399 SM) pada Suriasumantri (1983 p.4) menjadi berikut: “filsafat diartikan menjadi suatu cara berpikir yang radikal serta menyeluruh yang mengupas sesuatu sedalam-dalamnya”. Radikal, menyeluruh serta sedalam-dalamnya mengandung makna membutuhkan saat yang panjang buat memperoleh suatu pengetahuan yg menyeluruh serta mendalam.

Selanjutnya dikatakan bahwa ilmu merupakan deretan pengetahuan yg memiliki ciri eksklusif. Bidang ilmu yg satu dapat dibedakan berdasarkan bidang ilmu lainnya didasarkan pada jawaban atas ke 3 pertanyaan utama menjadi karakteristik ilmunya yaitu (1) dasar ontologi ilmu, (2) dasar epistemologi ilmu serta (tiga) dasar axiologi ilmu. Apa yang ingin diketahui atau apa yang sebagai bidang telaah ilmu adalah pertanyaan dasar ontologi. Bagaimana pengetahuan tersebut diperoleh merupakan dasar pertanyaan epistemologi (teori pengetahuan). Sedangkan apa kegunaan ilmu adalah pertanyaan menurut segi axiologinya (teori mengenai nilai). Jawaban dari ke tiga pertanyaan dasar tadi adalah rangkaian yang nir dapat dipisahkan satu dengan lainnya.

Tidak sporadis dijumpai keadaan di mana suatu penelitian belum mengungkapkan kegunaan output penelitian sebagai jawaban pertanyaan dasar yang ke tiga, walaupun masalah (apa yang ingin diketahui) serta metodenya (bagaimana cara`memperoleh pengetahuan) dituliskan secara jelas. Pengetahuan yang diperoleh menurut aktivitas penelitian seyogyanya adalah pengetahuan yang mendalam serta bisa dibuktikan memenuhi kaidah keilmuan (dikatakan sah secara keilmuan). 

Penelitian ilmiah
Pengetahuan yang diperoleh melalui proses berpikir yang teratur serta sistematis dikenal menjadi produk kegiatan penelitian ilmiah atau penelitian yg memenuhi kondisi keilmuan. Kegiatan berpikir teratur dan sistematis mengantar kita pada memasuki dunia keilmuan. Sebuah gejala di muka bumi contohnya, menjadi sebuah warta, terjadi secara beraturan dan tidak terjadi secara kebetulan karena dapat dijelaskan pada kerangka konsep keilmuan. Siklus hidrologi merupakan model tanda-tanda alam yang berlangsung secara teratur serta sistematis. 

Dalam konteks aktivitas penelitian, mengenali sebuah berita, merumuskan kasus, menyusun hipotesa, melakukan analisis dan menarik konklusi adalah contoh proses berpikir teratur dan sistematis. Menurut Sandy (1973) hal tadi adalah ciri sebuah ilmu termasuk ilmu geografi. Sebuah konklusi penelitian mencerminkan “pengetahuan” yg didapatkan berdasarkan rasa “ingin memahami” (curiousity) yang diungkap dalam kalimat pertanyaan penelitian (research question).

Para peneliti, pada instansi pertama biasanya menghadapi problem bagaimana merumuskan pertanyaan penelitian yang sahih supaya memperoleh pengetahuan baru yg bermakna. Sebagian besar ketika (hampir 50%) dihabiskan buat merumuskan kasus, selebihnya buat mengumpulkan data, melakukan analisis serta menarik kesimpulan. Apabila rumusan pertanyaannya sahih maka akan diperoleh jawaban yang sahih, jika cara yang dipakai buat menjawab sahih. Sebaliknya, jika pertanyaan penelitiannya diungkap pada kalimat yg nir kentara maka jawabannya pasti sulit diperoleh atau bahkan tidak akan ditemukan, bagaimanapun caranya meneliti. Hal yang sama jika dikaitkan dengan kebenaran data yang digunakan pada penelitian (garbage in garbage out).

Dalam upaya menjawab kasus, terdapat 3 pilihan metode yang bisa digunakan yaitu metode deduktif, metode induktif dan adonan metode deduktif dan induktif. Tetapi demikian ketika ini adonan ke 2 metode deduktif serta metode induktif sebagai pilihan poly peneliti dalam menetapkan metode penelitiannya. Pilihan ini dilandasi pada pemikiran bahwa apa yang diteliti adalah bisnis buat memperkuat konsep atau teori yang sudah terdapat serta adanya cita-cita buat membentuk konsep atau teori baru.

Metode metode yg dimaksud merupakan pembagian terstruktur mengenai konsep berpikir epistemologis dalam upaya menjawab pertanyaan yg diajukan. Sehubungan dengan hal itu ada disparitas pilihan metode pada penelitian bidang pengetahuan alam serta bidang pengetahuan sosial terkait dengan ciri masalah serta jumlah variable penelitian. Sebuah dalil ekamatra seperti teori gravitasi contohnya, akan berlaku kapanpun dan dimanapun. Di sisi lain, teori sosial yang berlaku pada Negara maju tidak selalu sempurna dipakai buat mengatasi perkara sosial di Negara berkembang lantaran ciri masalah serta variable yg terkait tidak sinkron. 

Sebagaimana sudah diuraikan, walaupun terdapat disparitas tetapi setiap bidang ilmu mempunyai kesamaan metode keilmuan yaitu kerangka berpikir rasional serta empiris. Oleh karenanya adanya konsep serta landasan teori yang kuat dan dengan dukungan data atau informasi empirislah kekuatan suatu penelitian ditentukan., apapun bidang ilmunya. Hasil menurut penelitian demikianlah kita bisa memperoleh pengetahuan baru yang sangat berguna. Salah satu prasyarat yg wajib dipenuhi buat memperoleh pengetahuan baru tadi merupakan digunakannya perkiraan asumsi yang sempurna.

Dalam mengenali obyek realitas pada ranah keilmuan kita memerlukan arah serta landasan analisis yang dikenal menjadi asumsi. Suriasumantri (1983 p.8) menyatakan bahwa ada 3 asumsi dasar agar pengetahuan baru yg dihasilkan diakui kebenarannya yaitu:
(1) bahwa obyek eksklusif mempunyai keserupaan satu sama lain. 
(2) bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan dalam jangka saat eksklusif. 
(3) bahwa tiap gejala bukan adalah suatu kejadian yang bersifat kebetulan.

Asumsi pertama berkaitan dengan metode keilmuan yg paling sederhana yaitu penerapan konsep penjabaran. Asumsi ke 2 berkaitan dengan konsep kelestarian yang bersifat relatif adalah suatu benda akan berubah pada ketika singkat dan ada yang berubah dalam jangka waktu panjang. Asumsi ke tiga berkaitan menggunakan konsep determinisme adalah setiap gejala memiliki pola tertentu yg bersifat permanen dengan urutan peristiwa yg sama. 

FILSAFAT ILMU GEOGRAFI
Berdasarkan hal hal yang sudah diuraikan sebelumnya sampailah kita dalam pertanyaan bagaimana mengungkapkan geografi menjadi bidang ilmu yang bisa disejajarkan dengan bidang bidang ilmu lainnya? Untuk menjawab hal itu maka akan ditelaah secara singkat bagaimana ilmu geografi menjawab ke tiga pertanyaan dasar ontologi ilmu, epistemologi ilmu serta axiologi ilmu.

Ontologi ilmu geografi
Mengacu pengertian geografi yang sudah disampaikan pada atas maka dapat dijelaskan bahwa apa yang ingin diketahui ilmu geografi adalah “aneka macam gejala keruangan berdasarkan penduduk, tempat beraktifitas serta lingkungannya baik dalam dimensi fisik juga dimensi insan”. Perbedaan dan persamaan pola keruangan (spatial pattern) berdasarkan struktur, proses serta perkembangannya adalah penjelasan lebih lanjut menurut apa yg ingin diketahui bidang ilmu geografi. 

Sebagai keliru satu penjelasan lebih rinci, pola keruangan dari tanda-tanda yg berlangsung pada muka bumi umumnya disajikan pada model simbolik (pada bentuk peta). Peta region misalnya, mendeskripsikan berita keruangan atau liputan geografis dalam strata kelas (pembagian terstruktur mengenai) menurut mulai yang paling rendah sampai yang paling tinggi berdasarkan suatu obyek. Di samping liputan kuantitatif, peta tersebut pula dapat memberikan kabar arah serta laju perubahannya. Fakta spasial suatu tanda-tanda tertentu bisa dianalisis lebih jauh buat membuat berita keterkaitannya dengan tanda-tanda lainnya. 

Obyek material studi geografi mencakup lapisan atmosfer, lapisan litosfer, lapisan hidrosfer serta lapisan biosfer (pengetahuan ini telah dijadikan materi ajar geografi di tingkat SLTP/SLTA). Pengetahuan pengetahuan tadi sangat diperlukan pada menjelaskan banyak sekali gejala keruangan berdasarkan suatu obyek yang diteliti buat dapat memenuhi sifat integratif sebagaimana telah didefinisikan pada atas. Berikut disampaikan model sederhana elaborasi hasil penelitian yang memperlihatkan sifat integratif. 

Fakta penelitian yg menunjukkan pola kerusakan bangunan semakin akbar jika jeda lokasi bangunan ke pusat gempa semakin dekat dapat dijelaskan berdasarkan pengetahuan geologi serta ekamatra yg menyatakan bahwa besaran enersi yg didifusikan semakin mini bila semakin jauh menurut pusat gempa lantaran mengalami kendala struktur batuan yg dilewatinya menjadi media difusi. 

Penelitian mengenai bentang alam (geomorfologi) di suatu wilayah menerangkan hubungannya dengan aktivitas penduduk pada mana ada kecenderungan kegiatan penduduk terkonsentrasi di wilayah dataran alluvial dibanding unit bentang alam lainnya. Hal ini bisa dijelaskan antara lain berdasarkan teori ekonomi (efisiensi porto serta aksesibilitas). Teori pusat (central place theory) Christaller dengan model hexagonalnya yg populer memakai salah satu asumsi yaitu hanya berlaku pada daerah yg memiliki bentang alam homogin. 

Faktor fisik memilih perbedaan pola spasial migrasi penduduk, misalnya pada daerah dataran serta pada wilayah pegunungan, di samping dapat dijelaskan berdasarkan teori gravitasi atau push-pull factor. 

Pengetahuan mengenai berbagai tanda-tanda (fisik juga sosial) yg berlangsung di muka bumi yg direpresentasikan menjadi gejala keruangan (spatial phenomena) suatu obyek eksklusif (yg dapat diamati oleh panca indra manusia) adalah jawaban berdasarkan “apa yg ingin diketahui” ilmu geografi. Persoalan selanjutnya merupakan “ bagaimana ilmu geografi menjawab pertanyaan tersebut”. Berkenaan dengan itu secara singkat akan ditelaah mengenai epistemology ilmu geografi.

Epistemologi ilmu geografi
Seperti bidang bidang ilmu lainnya, bidang ilmu geografi bisa memakai metode deduktif, metode induktif atau adonan ke 2 metode tadi, tergantung masalah yg ingin dijawab. Sebagai model sederhana, bila ingin mengetahui hubungan antara bentuk bentang alam serta pola sebaran pemukiman penduduk maka yg pertama wajib dilakukan adalah menjawab pertanyaan pertanyaan berikut:
  • Apakah masih ada interaksi logis antara bentuk bentang alam serta pola pemukiman? 
  • Jika ya, apakah hubungannya bersifat satu arah atau 2 arah? 
  • Selanjutnya, apakah hal tadi pernah diteliti dan teori apa yang dipakai peneliti peneliti sebelumnya?
Apabila paradigma rasionalisme terpenuhi maka menjadi seseorang peneliti kita wajib bisa pertanda sendiri bagaimana interaksi dari tanda-tanda gejala tadi dengan menggunakan kerangka berpikir empirisme. Artinya, adanya dukungan teori dasar untuk meneliti serta ketersediaan data realitas adalah hal yang pokok buat menemukan jawaban yg sahih dari pertanyaan yang diajukan. Selanjutnya, peneliti harus menetapkan metode apa yg akan dipakai : 
  • Apabila sudah terdapat konsep serta teori yg secara rasional dapat menyebutkan hubungan logis ke 2 variable tersebut, maka dapat dipilih metode deduktif buat memperkuat suatu teori yang sudah terdapat. 
  • Apabila ingin mengetahui pola generik hubungan ke 2 tanda-tanda tadi pada suatu wilayah yg lebih luas (contohnya buat Indonesia) maka bisa memakai metode induktif – deduktif. Perlu dicatat, data yg dibutuhkan pada penggunaan metode induktif adalah data sampling pada statistik inferensial. 
Dalam paragraph pada atas dapat dipandang bahwa buah 1 membentuk verifikasi teori tertentu buat memperkuat atau apabila memenuhi syarat eksklusif bisa menaikkan teori menjadi hukum yg bersifat universal (axioma). Sedangkan contoh butir 2 membuat verifikasi penemuan teori baru dari teori sebelumnya, misalnya membentuk model prediksi. Mungkin kita perlu merenung, selama ini penelitian apa yang sudah kita lakukan buat menyebarkan ilmu geografi ? Apakah kita baru sebatas menerapkan konsep dan teori yg sudah ada atau sudah terdapat teori baru yg kita hasilkan?

Metode atau teknik?
Setelah metode dipilih selanjutnya ditetapkan cara atau teknik apa yang akan dipakai dalam pengumpulan data, pengolahan serta analisis data penelitian. Metode induktif misalnya, tidak bisa mengabaikan peranan statistik pada pengumpulan, pengolahan dan analisis data. Sampai pada sini kita wajib dapat membedakan makna metode dan teknik atau cara penelitian. Overlay atau superimposed peta bisa ditinjau sebagai sebuah teknik analisis serta bukan metode analisis.

Menjadi lebih menarik apabila selanjutnya ditelaah mengenai pemanfaatan teknologi informasi yang semakin intens di lingkungan penelitian geografi. Misalnya penggunaan GIS (menjadi sebuah sistem) atau penggunaan data citra, sebagai upaya buat memperoleh data realitas menggunakan memanfaatkan sarana teknologi satelit. Sementara ini kita setuju bahwa ketersediaan sistem dan tekonologi tadi sangat membantu (mempermudah dan mempercepat) penelitian geografi pada aktivitas pengumpulan sampai analisis data output penelitian, sebagaimana kita menggunakan cara statistik. 

Jelas kiranya bahwa dalam konteks penelitian geografi, teknologi RS dan GIS merupakan sebuah pilihan cara atau teknik pada kita mengumpulkan data geografi, mengolah dan menganalisis data. Pilihannya terletak pada wahana atau indera buat analisis, yang dinilai lebih baik dibanding teknik sebelumnya.

Sampai waktu ini kita mengetahui bahwa teknologi penginderaan jauh serta teknologi GIS adalah produk menurut R&D bidang ilmu teknik telekomunikasi, komputer serta informatika. Bidang geografi lebih berperan dalam melakukan interpretasi secara lebih cepat (karena memiliki bekal relatif pengetahuan fisik permukaan bumi) atau paling jauh menciptakan pemodelan aplikasinya. Teknik teknik interpretasinyapun merupakan hasil pengembangan para ahli bidang ilmu lain seperti ekamatra. Gambar di bawah ini secara sederhana ingin memperlihatkan posisi pengetahuan PJ serta GIS pada proses berpikir keilmuan geografi. 

  Proses berpikir komperhensif      Proses menetapkan pilihan metode,   Proses penarikan  

I======================èI=======================èI==========èI  
   dalam menyusun proposal          cara/teknik meneliti, proseskumpul,      kesimpulan

         penelitian                               olah dananalisis data

                                                            PJ serta GIS


Gambar Posisi pengetahuan PJ serta GIS dalam konsep keilmuan geografi.

Geografi adalah bukan bidang ilmu mengenai semua hal yang terdapat dalam kehidupan insan, walaupun ada yang berpendapat bahwa geografi adalah mothers of science atau ilmu yang bersifat generalis. Sebuah kalimat yang seringkali diungkapkan merupakan bahwa “seluruh hal sanggup pada-geografi-kan sepanjang masih bisa dianalisis secara spasial”. Kalimat ini sangat sederhana tetapi mempunyai implikasi yang sangat luas terutama bagi para geograf yg kritis. Pertanyaan kritis yg kemudian dapat dikemukakan adalah “apakah dapat dibuktikan bahwa semua hal bisa dianalisis dalam perspektif spasial?”.

Oleh karena begitu poly hal bisa digeografikan maka muncul bisnis bisnis membuat spesialisasi geografi. Upaya buat memikirkan spesialisasi di bidang ilmu geografi layak buat diapresiasi. Namun, cabang atau ranting ilmu yang dirumuskan hendaknya memenuhi kaidah kaidah yg benar sebagai akibatnya nir menyimpang dari pohon ilmunya. Salah satu contoh merupakan pohon ilmu geografi kentara tidak sama dengan pohon ilmu informatika yang penekanan dalam rekayasa teknik system pengolahan data menjadi berita. Demikian jua pohon ilmu geografi kentara tidak sinkron menggunakan pohon ilmu psikologi yg fokus dalam perilaku (behaviour) insan. Sampai saat ini belum ada yang mampu untuk mengspasialkan sebuah persepsi dan menyajikan dan menjelaskannya pada perspektif keruangan.

Axiologi ilmu geografi
Sebagaimana sudah disinggung sebelumnya, peta dikatakan sebagai satu satunya sarana buat bisa menyajikan keterangan geografi yg memenuhi pola berpikir keruangan, secara cepat dan mudah dipahami. Dari sebuah peta bisa dikenali banyak sekali elemen berukuran sebuah tanda-tanda misalnya titik, garis, area, arah, jeda, luas, kepadatan, kerapatan dan lainnya sebagai satuan berukuran karena bidang ilmu geografi harus dapat terukur. Dari skala peta bisa dinilai tingkatan informasinya, dari yang bersifat umum hingga informasi yang lebih rinci dari sebuah populasi. 

Bidang ilmu geografi sampai saat ini masih eksis lantaran memang mempunyai nilai kegunaan bagi umat manusia baik untuk pengembangan keilmuannya maupun terapannya buat peningkatan kesejahteraan. Oleh karena ilmu bersifat netral maka pengetahuan yg dihasilkan apakah berguna atau bahkan mengakibatkan bencana bagi umat insan dalam dasarnya dipengaruhi oleh para ilmuwan itu sendiri.

Sebuah peta yang tersaji secara sengaja untuk menyesatkan pihak lain adalah sebuah bala bagi penggunanya karena informasinya tidak tepat, akurat serta lengkap. Akibatnya, pengguna peta tidak menemukan fakta yg diperlukan sehabis menghabiskan sumberdaya yang tidak sedikit. Dalam sebuah peperangan, peta dapat sebagai senjata andal buat mengakali serta mengalahkan musuh karena legenda peta sengaja diubah sehingga senjata musuh tidak tentang sasaran.

Dalam kaitan ini suatu aktivitas analisis citra satelit yg dilakukan tanpa ground-check yg cermat akan membentuk peta citra satelit yg menyesatkan. Apalagi apabila secara mentah mentah data citra digital digunakan buat menciptakan pemodelan maka akan bisa diduga kabar output interpretasi gambaran yang didapatkan sulit dibuktikan kebenarannya. Oleh karenanya, apapun kelemahan yg terdapat dengan memakai sarana gambaran satelit perlu dikemukakan selengkapnya, bukan hanya keunggulannya. Di sini menyangkut dasar epistemologisnya dimana “jika putih katakan putih” atau “jika terdapat kelemahan katakan kelemahannya menggunakan amanah”.

Esensi dasar axiology ilmu geografi erat kaitannya dengan ontologinya serta karenanya sebaik-baiknya pengetahuan yg dihasilkan sangat tergantung menurut yang mempunyai pengetahuan tadi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa moral pemilik ilmu tadi merupakan factor yg memilih apa sebenarnya nilai manfaat pengetahuan yang dimiliki bagi umat manusia.

PENGERTIAN RUANG LINGKUP DAN SEJARAH ILMU GEOGRAFI

Warga belajar--sekalian-- berikut ini akan kita lanjutkan pembelajaran kita dengan pembahasan tetang Pengertian, ruang lingkup dan sejarah ilmu geografi. Secara fundamental Geografi sebagai pengetahuan mengenai bumi telah berkembang sejak jaman Yunani Kuni, bahkan mungkin sejak insan menempati beberapa bagian menurut bumi. Sebagai Ilmu pengetahuan,geografi umurnya sangat tua yaitu sejak Anaximandros menciptakan peta yang pertama mengenai bumi dalam tahun 550 sebelum masehi (SM). Kemudian disusul sang Herodotusthaun 400 SM yg membuat peta wilayah-wilayah di lebih kurang Laut Tengah.

Istilah geografi sendiri sudah diperkenalkan oleh Eratosthenes (276 - 194 SM), yaitu Geographika yang berarti "pelukisan atau goresan pena mengenai bumi". Seorang tokoh bernama Eratosthenes dianggap menjadi peletak dasar geografi, seorang tokoh yang mernah mencoba mengukur keliling bumi secara matematika menurut perhitungan jeda menurut syene (Aswan) serta Alexanderia. Di Syene dia menggali sumur, sedangkan di Alexanderia menancapkan tongkat. Pada Saat pengukuran, cahaya Matahari di Syene menyinari seluruh dasar sumur (tanpa ada bayangan menurut didinding sumur), sedangkan di Alexanderia ia mengukur panjang bayangan tongkat.

Eratosthenes menduga cahaya surya di Syene akan tembus ke sentra bumi, sedangkan sudut yang dibentuk dalam ujung tongkat terhadap panjang bayang-bayangnya sama besar dengan sudut pusat bumi terhadap kelurusan tongkat. Dari cahaya perhitungan ini, Eratosthenes memperoleh angka keliling bumi, yaitu sejauh 252.000 stadia = 45.654 km (1 stadia = 157 meter) dengan perkiraan jarak antara Alexanderia - Syene sejauh 5000 stadia.

Generasi berikutnya timbul Claudius Ptolomeus padatahun 150 SM yg mendeskripsikan benua-benua Asia, Eropa, serta Afrika (Abdurahchim, 1986).ptolomeus membuat peta yang sudah dilengkapi menggunakan garis-garis dan garis-garis bujur, menggunakan proyeksi kerucut, dan dilengkapi kabar tentang zona-zona iklim. Peta Ptolomeus dipercaya menjadi pelopor peta topografi lantaran telah dibuat jaring-jaring derajat, memuat alur-alur sungai, dan mencantumkan garis-garis bukit serta pegunungan. Claudius Ptolomeus menulis buku berjudul Geographike Unpegesis serta menyebutkan bahwa geografi adalah suatu penyajian mengenai bagian atas bumi pada wujud peta.

Pada tempat yang tidak selaras, penjelajahan menerima wilayah-wilayah yang belum diketahui telah dimulai sejak 985 SM, yaitu ketika orang Cina dalam jaman kekaisaran Mu Wang menerima Gurun Gobi. Setelah itu poly bangsa-bangsa lain mengadakan bepergian ke wilayah-daerah yang belum diketahui. Sebut saja Iskandar Zulkarnain (Alexander Agung) mendatangi Hindukush serta Punjab di India tahun 330 SM, namun karena belum banyak ditulis maka hasil penjelajahannya belum banyak terungkap serta pengetahuan tentang bumi masih relatif sedikit.
Catatan lain mengenai bumi ditulis sang Bangsa Arab yaitu dalam Dinasti Abassiyah di masa pemerintahan Khalifah Abu Ja'far al Mansur (754-775 M) dan pada jaman kekhalifahan Al-Ma'mun. Buku atau buku yang berisi tentang peta bumi diberi judul as-Surah al-Ma'muniayah. Selain menciptakan kitab , bangsa Arab pula menerjemahkan kitab -buku karangan bangsa Yunani Kuno misalnya karya Marinus serta Ptolemues.
Penjelahan yg meninggalkan catatan sejarah mulai tampak dalam tahun 1246 yaitu saat Giovani Delcarpini (Bangsa Italia) menemukan Mongolia, Longimeau (bangsa Prancis) menjelajahi daerah pegunungan Karakorum, serta Ordorico Portenone (1318-1330) seorang Vatikan mengungkapkan mengenai negeri Cina serta Tibet.
Perjalanan mengarungi samudera luas sudah ditempuh sang Bartolomeus Dias (orang Portugis) yaitu ke Tanjung Harapan (Cape of Good Hope) pada Afrika Selatan dan diteruskan menggunakan mengarungi Samudra India ke Kalikut di India tahun 1486. Penjelajahan Bartolomeus Diaz diulangi oleh Vasco da Gama tahun 1498 sampai akhirnya menemukan Indonesia.
Ditempat lain, pada tahun 1492 - 1493, Colombus seorang Genoa mengarungi Samudra Atlantik sampai ke kuba serta Haiti. Perjalanannya untuk mencari Benua Amerika. Tokoh penjelajah lainnya yang cukup terkenal adalah Marcopolo (1272 - 1295) yang melakukan bepergian dengan maksud berpetualang serta menjelajahi Asia Timur dan Asia Tengah.
Dari perjalanan mereka, banyak diterbitkan kisah-kisah bepergian tentang wilayah-daerah, loka-loka serta bangsa-bangsa yg dijumpai. Kisah-kisah yang mereka tulis antara lain mengenai keadaan fisiografi muka bumi, cuaca, lautan, gelombang, arus serta ikan-ikannya, hutan-hutan, tumbuh-tanaman dan hewan-hewan yang ditinjau dan dijumpai. Semua tulisan hasil perjalanan para pendahulu itu dinamankan logografi yg kelak akan memperkaya pengetahuan tentang bumi serta merangsang ke arah lahirnya ilmu geografi (Abdurachim, 1986:9).
Setelah sekian lama tidak banyak dibicarakan, muncullah Bernharudus Veranius (1622 - 1650) sebagai orang yang menyadari akan perlunya penataan kembali ilmu geografi. Ia menerbitkan kitab berjudul Geographia Genaralis di Amsterdam tahun 1650. Veranius berpendapat bahwa ruang lingkup geografi terdiri atas 2 yaitu geografi generik dan geografi spesifik. Geografi generik mempunyai penekanan kejian terhadap fenomena alamiah sedangkan geografi khusus memperlajari daerah atau daerah yang sifanya diperoleh menurut hasil interaksi antara insan dengan proses alamiah (Bintaro, 1987: tiga).
Setelah Veranius, tokoh geografi selanjutnya adalah Immanuel Kant (1724 - 1804) menganggap bahwa geografi layak dijadikan sebagai suatu disiplin ilmu yg berdikari. Kemudian muncul Alexander von Humboldt (1769 - 1859) yg mengembara ke benua Amerika, menciptakan profil benua, dan mendeskripsikan interaksi vegetasi menggunakan ketinggian loka. Dari hasil pengembaraannya, Humboldt menulis geografi regional tentang Cuba serta Mexico.
Walaupun poly goresan pena tentang bumi dan banyak jua orang yg berkecipung di dalam ilmu sebagaimana sudah dijelaskan pada atas, tetapi mereka masih bekerja secara perorangan. Ilmu geografi belum diajarkan dalam lembaga pendidikan. Barulah pada tahun 1825, Universitas Friederich Wilhelm di Berlin mulai memelopori hal itu dengan mengangkat Carl Ritter menjadi Profesioan Geografi yang pertama pada universitas tadi (Abdurachim, 1986:9).
Pengaruh Carl Ritter dalam Ilmu geografi merupakan menanamkan aliran fisis determinis. Ia menyatakan bahwa insan adalan cermin menurut keadaan buminya. Segala hal yg menyangkut hayati manusia ditentukan sang alam. Hasil karyanya adalah Die Ernkunde suatu pelukisan regional dari semua dunia.
Aliran fisis determinis, didukung sang Friederich Ratzel (1844 - 1904) seorang tokoh Geografi Jerman yg menyatakan bahwa alam (memang sangat) menentukan kehidupan insan. Buku jilid pertamanya diberi judul Anthropogeographie yang memperkenalkan konsep libensraum yaitu memandang bahwa negara merupakan suatu organisme. Negara, berdasarkan Ratzel seperti makhluk hayati yang dapat tumbuh serta jua dapat mangkat . Untuk mempertahankan hidup serta pertubuhannya, negara perlu makan serta perlu wilayah kekuasaan yg luas. Paham ini diterapkan dalam geopolitik Jerman menjadi landasan politik ekspansi dan penjajahan. Pada masa Ratzel, geografi pernah disalah-arahkan yaitu buat maksud imperialisme.
Aliran fisis determinis kurang populer di Eropa. Ferdinand von Richthofen menyarankan supaya geografi nir dipupuk dari aliran fisis deteminis. Ia mengusulkan agar geografi dijadikan sebagai ilmu pengetahuan yg bersifat chorologi (wilayah). Pendapat Richthofen didukung sang Alfred Hetter (1959 - 1941) yg menyatakan bahwa geografi adalah sebagai ilmu kewilayahan. Geografi membahas mengenai daerah-wilayah dipermukaan bumi dengan segala disparitas serta rekanan (interaksi) keruangannya. Permukaan bumi merupaka landschaft dyang didalamnya menilik tentang keadaan alam serta aktivitas manusia yan ada pada alam yg didiaminya (Pasya, 1996: 35).
Sejalan menggunakan Hetter, Paul Vidal de la Blanche (1854 - 1918) mengusulkan supaya geografi menyatukan studinya antara lingkungan fisikal serta masyarakatnya. Menurutnya, geografi adalah ilmu yag menilik mengenai suatu masyarakat yg telah dan sedang dipengaruhi sang lingkungan fisikal. Karenanya, objek studi geografi harus bersifat kewilayahan atau region (Bintaro, 1987 : 6).
Vidal de la Blanche merupakan orang yang menentang faham fisis determinis. Ia mengatakan bahwa alam bukan adalah penentu suatu kebudayaan, fisik atau rohan manusia, tetapi alam hanya berfungsi sebagai pemberi kemungkinan terhadap aktivitas manusiayang akan melahirkan kebudayaan. Karena itu manusia merupakan makhluk yg dapat bertindak aktif, nir menunggu segala sesuatu yg disediakan oleh alam (Pasya, 1996: 35). Aliran ini memandang insan menjadi makhluk yang berakal dan mampu mengatasi alam dan berusaha membarui keadaan sekelilinnya demi masa depan kehidupan yang lebih baik. Aliran ini lalu dikenal sebagai faham posibilis.
Perkembangan geografi semakin mantap. Richard hartshorne (1939) menulis buku mengenai The Nature of Geography, isinya mengenai pandangan korologi yang menyangkut disparitas wilayah pada bagian atas bumi serta menaruh anjuran pada hali geografi mengeai cara bertindak terhadap jenis kenyataan fisik, ekonomi, dan sosial yg mempunyai persamaan dalam suatu wilayah sehingga menggunakan persamaan itu, bisa diketahui perbedaannya menggunakan daerah yang lain.
Dari sejarah perkembangan geografi pada atas, akhirnya Rhoad Murphey pada tahun 1966 mencoba menyimpulkan pendapat para ahli. Menurut Murphey ruang lingkup geografi (pada bukunya The Scope of Geography) terdiri atas:
  1. Persebaran dan hubungan ummat manusia di muka bumi dengan aspek keruangan loka tinggalnya. Geografi juga mengusut tentang bagaimana memakai ruang di atas bagian atas insan.
  2. Interaksi antara kehidupan manusia dengan lingkungan fisik yg adalah bagian menurut kajian keanekaragaman wilayah.
  3. kerangka pikir dan analisis regionalnya adlaah wilayah-wilayah yg lebih spresifik.
Dari ketiga poko yg dikemukakan pada atas, sebagai jelas bahwa ruang lingkup geografi nir dapat dilepaskan menurut aspek fisik alamiah saja melainkan juga aspek kehidupan tumbuh-tanaman , binatang serta manusia menjadi penghuni bagian atas bumi. Aspek fisik serta aspek kehidupan diungkapkan dalam suatu ruang bagian atas bumi berdasarkan prisip-prinsip penyebaran, rekanan, serta interaksinya. Hubungan antara lingkungan fisik dan manusia dianggap pada akhirnya akan mengungkap karakteristik suatu wilayah yang tidak sama dengan daerah lainnya (Sumaatmadja. 1981:38).
E.J. Taaffe dalam tahun 1970 yg dikutip Bintaro (1987) mengajukan pendapat yg lebih konkrit. Ia menyampaikan bahwa geografi merupakan ilmu yang mengusut organisasi keruangan yg didalamnya masih ada pola-pola dan proses-proses keruangan. Dengan nada yg sama, P. Hagget (1965) pula menyetujui bahwa geografi merupakan ilmu yang mempelajari pola-pola keruangan dicermati dari sistem ekologi serta sistem keruangan. Sistem ekologi berkaitan dengan insan serta lingkungannya, sedangkan sistem keruangan berkenaan dengan interaksi antar wilayah pada interaksi timbal kembali yang kompleks berdasarkan gerakan pertukaran.
Pada tahun 1980, P. Hagget yg dikutip Suharyono (1988) mendeskripsikan tiga konvensi para pakar geografi mengenai unsur-unsur yg dipelajari geografi yaitu:
  1. Geografi menilik tentang bagian atas bumi. Bumi sebagai lingkungan hayati manusia, yaitu suatu lingkungan menghipnotis hayati manusia serta mengorganisasi dirinya.
  2. Geografi memusatkan perhatiannya pada organisasi keruangan insan serta hubungan ekologinya dengan lingkungan hidupnya itu, dan
  3. Geografi sangat sensitif terhadap kekayaan dan keanekaragaman yang terdapat dipermukaan bumi.
Akhirnya pada tahun 1987, Bintarto mengajukan pendapat yang lebih paripurna. Menurutnya geografi merupakan ilmu yg menilik interaksi kausal tanda-tanda-tanda-tanda muka bumi dan peristiwa-peristiwa yang terjadi dimuka bumi, baik yang fisik juga yang menyangkut makhluk hidup bersama permasalahannya melalui pendekatan keruangan, ekologi, dan regional buat kepentingan program, proses, dan keberhasilan pembangunan. (Bintarto, 1987).

Demikianlah rakyat belajar sekalian, berdasarkan beberapa uraian diatas bisa kita tari sebuah konklusi, bahwa geografi yg sedang kita pelajari kali ini dalam dasarnya mempunyai ruang lingkup kajian utamanya yaitu: (a) mempelajari bumi menjadi tinggal manusia, (b) menilik hubungan manusia menggunakan lingkungan, (c) pada dimensi ruang dan dimensi historis, serta menggunakan (d) pendekatan yang digunakannya adalah pendekatan keruangan (spatial), ekologi serta regional. 

Semoga bermanfaat buat rakyat belajar sekalian. Terimakasih atas kunjungannya ke web-blog ini.

Sumber: disarikan dari aneka macam sumber, antara lain :
  • www.physicalgoegraphy.net
  • www.wikipedia.com
  • Abdurachim, 1986. Geografi Latar Belakang Pemikiran serta Metode. Bandung. Penerbit Bina Budaya.
  • Bintaro, R serta Hadisumarno, S. 1987. Metode Analisis Geografi. Jakarta. LP3ES.
  • Pasya, G.K. 1996. Geografi-Pengantar ke arah Pemahaman Konsep dan Metodologi. Bandung. Buana Nusa.
  • Modul mata Pelajaran Geografi Kesetaraan 2011.