PENGERTIAN RUANG LINGKUP DAN SEJARAH ILMU GEOGRAFI

Warga belajar--sekalian-- berikut ini akan kita lanjutkan pembelajaran kita dengan pembahasan tetang Pengertian, ruang lingkup dan sejarah ilmu geografi. Secara fundamental Geografi sebagai pengetahuan mengenai bumi telah berkembang sejak jaman Yunani Kuni, bahkan mungkin sejak insan menempati beberapa bagian menurut bumi. Sebagai Ilmu pengetahuan,geografi umurnya sangat tua yaitu sejak Anaximandros menciptakan peta yang pertama mengenai bumi dalam tahun 550 sebelum masehi (SM). Kemudian disusul sang Herodotusthaun 400 SM yg membuat peta wilayah-wilayah di lebih kurang Laut Tengah.

Istilah geografi sendiri sudah diperkenalkan oleh Eratosthenes (276 - 194 SM), yaitu Geographika yang berarti "pelukisan atau goresan pena mengenai bumi". Seorang tokoh bernama Eratosthenes dianggap menjadi peletak dasar geografi, seorang tokoh yang mernah mencoba mengukur keliling bumi secara matematika menurut perhitungan jeda menurut syene (Aswan) serta Alexanderia. Di Syene dia menggali sumur, sedangkan di Alexanderia menancapkan tongkat. Pada Saat pengukuran, cahaya Matahari di Syene menyinari seluruh dasar sumur (tanpa ada bayangan menurut didinding sumur), sedangkan di Alexanderia ia mengukur panjang bayangan tongkat.

Eratosthenes menduga cahaya surya di Syene akan tembus ke sentra bumi, sedangkan sudut yang dibentuk dalam ujung tongkat terhadap panjang bayang-bayangnya sama besar dengan sudut pusat bumi terhadap kelurusan tongkat. Dari cahaya perhitungan ini, Eratosthenes memperoleh angka keliling bumi, yaitu sejauh 252.000 stadia = 45.654 km (1 stadia = 157 meter) dengan perkiraan jarak antara Alexanderia - Syene sejauh 5000 stadia.

Generasi berikutnya timbul Claudius Ptolomeus padatahun 150 SM yg mendeskripsikan benua-benua Asia, Eropa, serta Afrika (Abdurahchim, 1986).ptolomeus membuat peta yang sudah dilengkapi menggunakan garis-garis dan garis-garis bujur, menggunakan proyeksi kerucut, dan dilengkapi kabar tentang zona-zona iklim. Peta Ptolomeus dipercaya menjadi pelopor peta topografi lantaran telah dibuat jaring-jaring derajat, memuat alur-alur sungai, dan mencantumkan garis-garis bukit serta pegunungan. Claudius Ptolomeus menulis buku berjudul Geographike Unpegesis serta menyebutkan bahwa geografi adalah suatu penyajian mengenai bagian atas bumi pada wujud peta.

Pada tempat yang tidak selaras, penjelajahan menerima wilayah-wilayah yang belum diketahui telah dimulai sejak 985 SM, yaitu ketika orang Cina dalam jaman kekaisaran Mu Wang menerima Gurun Gobi. Setelah itu poly bangsa-bangsa lain mengadakan bepergian ke wilayah-daerah yang belum diketahui. Sebut saja Iskandar Zulkarnain (Alexander Agung) mendatangi Hindukush serta Punjab di India tahun 330 SM, namun karena belum banyak ditulis maka hasil penjelajahannya belum banyak terungkap serta pengetahuan tentang bumi masih relatif sedikit.
Catatan lain mengenai bumi ditulis sang Bangsa Arab yaitu dalam Dinasti Abassiyah di masa pemerintahan Khalifah Abu Ja'far al Mansur (754-775 M) dan pada jaman kekhalifahan Al-Ma'mun. Buku atau buku yang berisi tentang peta bumi diberi judul as-Surah al-Ma'muniayah. Selain menciptakan kitab , bangsa Arab pula menerjemahkan kitab -buku karangan bangsa Yunani Kuno misalnya karya Marinus serta Ptolemues.
Penjelahan yg meninggalkan catatan sejarah mulai tampak dalam tahun 1246 yaitu saat Giovani Delcarpini (Bangsa Italia) menemukan Mongolia, Longimeau (bangsa Prancis) menjelajahi daerah pegunungan Karakorum, serta Ordorico Portenone (1318-1330) seorang Vatikan mengungkapkan mengenai negeri Cina serta Tibet.
Perjalanan mengarungi samudera luas sudah ditempuh sang Bartolomeus Dias (orang Portugis) yaitu ke Tanjung Harapan (Cape of Good Hope) pada Afrika Selatan dan diteruskan menggunakan mengarungi Samudra India ke Kalikut di India tahun 1486. Penjelajahan Bartolomeus Diaz diulangi oleh Vasco da Gama tahun 1498 sampai akhirnya menemukan Indonesia.
Ditempat lain, pada tahun 1492 - 1493, Colombus seorang Genoa mengarungi Samudra Atlantik sampai ke kuba serta Haiti. Perjalanannya untuk mencari Benua Amerika. Tokoh penjelajah lainnya yang cukup terkenal adalah Marcopolo (1272 - 1295) yang melakukan bepergian dengan maksud berpetualang serta menjelajahi Asia Timur dan Asia Tengah.
Dari perjalanan mereka, banyak diterbitkan kisah-kisah bepergian tentang wilayah-daerah, loka-loka serta bangsa-bangsa yg dijumpai. Kisah-kisah yang mereka tulis antara lain mengenai keadaan fisiografi muka bumi, cuaca, lautan, gelombang, arus serta ikan-ikannya, hutan-hutan, tumbuh-tanaman dan hewan-hewan yang ditinjau dan dijumpai. Semua tulisan hasil perjalanan para pendahulu itu dinamankan logografi yg kelak akan memperkaya pengetahuan tentang bumi serta merangsang ke arah lahirnya ilmu geografi (Abdurachim, 1986:9).
Setelah sekian lama tidak banyak dibicarakan, muncullah Bernharudus Veranius (1622 - 1650) sebagai orang yang menyadari akan perlunya penataan kembali ilmu geografi. Ia menerbitkan kitab berjudul Geographia Genaralis di Amsterdam tahun 1650. Veranius berpendapat bahwa ruang lingkup geografi terdiri atas 2 yaitu geografi generik dan geografi spesifik. Geografi generik mempunyai penekanan kejian terhadap fenomena alamiah sedangkan geografi khusus memperlajari daerah atau daerah yang sifanya diperoleh menurut hasil interaksi antara insan dengan proses alamiah (Bintaro, 1987: tiga).
Setelah Veranius, tokoh geografi selanjutnya adalah Immanuel Kant (1724 - 1804) menganggap bahwa geografi layak dijadikan sebagai suatu disiplin ilmu yg berdikari. Kemudian muncul Alexander von Humboldt (1769 - 1859) yg mengembara ke benua Amerika, menciptakan profil benua, dan mendeskripsikan interaksi vegetasi menggunakan ketinggian loka. Dari hasil pengembaraannya, Humboldt menulis geografi regional tentang Cuba serta Mexico.
Walaupun poly goresan pena tentang bumi dan banyak jua orang yg berkecipung di dalam ilmu sebagaimana sudah dijelaskan pada atas, tetapi mereka masih bekerja secara perorangan. Ilmu geografi belum diajarkan dalam lembaga pendidikan. Barulah pada tahun 1825, Universitas Friederich Wilhelm di Berlin mulai memelopori hal itu dengan mengangkat Carl Ritter menjadi Profesioan Geografi yang pertama pada universitas tadi (Abdurachim, 1986:9).
Pengaruh Carl Ritter dalam Ilmu geografi merupakan menanamkan aliran fisis determinis. Ia menyatakan bahwa insan adalan cermin menurut keadaan buminya. Segala hal yg menyangkut hayati manusia ditentukan sang alam. Hasil karyanya adalah Die Ernkunde suatu pelukisan regional dari semua dunia.
Aliran fisis determinis, didukung sang Friederich Ratzel (1844 - 1904) seorang tokoh Geografi Jerman yg menyatakan bahwa alam (memang sangat) menentukan kehidupan insan. Buku jilid pertamanya diberi judul Anthropogeographie yang memperkenalkan konsep libensraum yaitu memandang bahwa negara merupakan suatu organisme. Negara, berdasarkan Ratzel seperti makhluk hayati yang dapat tumbuh serta jua dapat mangkat . Untuk mempertahankan hidup serta pertubuhannya, negara perlu makan serta perlu wilayah kekuasaan yg luas. Paham ini diterapkan dalam geopolitik Jerman menjadi landasan politik ekspansi dan penjajahan. Pada masa Ratzel, geografi pernah disalah-arahkan yaitu buat maksud imperialisme.
Aliran fisis determinis kurang populer di Eropa. Ferdinand von Richthofen menyarankan supaya geografi nir dipupuk dari aliran fisis deteminis. Ia mengusulkan agar geografi dijadikan sebagai ilmu pengetahuan yg bersifat chorologi (wilayah). Pendapat Richthofen didukung sang Alfred Hetter (1959 - 1941) yg menyatakan bahwa geografi adalah sebagai ilmu kewilayahan. Geografi membahas mengenai daerah-wilayah dipermukaan bumi dengan segala disparitas serta rekanan (interaksi) keruangannya. Permukaan bumi merupaka landschaft dyang didalamnya menilik tentang keadaan alam serta aktivitas manusia yan ada pada alam yg didiaminya (Pasya, 1996: 35).
Sejalan menggunakan Hetter, Paul Vidal de la Blanche (1854 - 1918) mengusulkan supaya geografi menyatukan studinya antara lingkungan fisikal serta masyarakatnya. Menurutnya, geografi adalah ilmu yag menilik mengenai suatu masyarakat yg telah dan sedang dipengaruhi sang lingkungan fisikal. Karenanya, objek studi geografi harus bersifat kewilayahan atau region (Bintaro, 1987 : 6).
Vidal de la Blanche merupakan orang yang menentang faham fisis determinis. Ia mengatakan bahwa alam bukan adalah penentu suatu kebudayaan, fisik atau rohan manusia, tetapi alam hanya berfungsi sebagai pemberi kemungkinan terhadap aktivitas manusiayang akan melahirkan kebudayaan. Karena itu manusia merupakan makhluk yg dapat bertindak aktif, nir menunggu segala sesuatu yg disediakan oleh alam (Pasya, 1996: 35). Aliran ini memandang insan menjadi makhluk yang berakal dan mampu mengatasi alam dan berusaha membarui keadaan sekelilinnya demi masa depan kehidupan yang lebih baik. Aliran ini lalu dikenal sebagai faham posibilis.
Perkembangan geografi semakin mantap. Richard hartshorne (1939) menulis buku mengenai The Nature of Geography, isinya mengenai pandangan korologi yang menyangkut disparitas wilayah pada bagian atas bumi serta menaruh anjuran pada hali geografi mengeai cara bertindak terhadap jenis kenyataan fisik, ekonomi, dan sosial yg mempunyai persamaan dalam suatu wilayah sehingga menggunakan persamaan itu, bisa diketahui perbedaannya menggunakan daerah yang lain.
Dari sejarah perkembangan geografi pada atas, akhirnya Rhoad Murphey pada tahun 1966 mencoba menyimpulkan pendapat para ahli. Menurut Murphey ruang lingkup geografi (pada bukunya The Scope of Geography) terdiri atas:
  1. Persebaran dan hubungan ummat manusia di muka bumi dengan aspek keruangan loka tinggalnya. Geografi juga mengusut tentang bagaimana memakai ruang di atas bagian atas insan.
  2. Interaksi antara kehidupan manusia dengan lingkungan fisik yg adalah bagian menurut kajian keanekaragaman wilayah.
  3. kerangka pikir dan analisis regionalnya adlaah wilayah-wilayah yg lebih spresifik.
Dari ketiga poko yg dikemukakan pada atas, sebagai jelas bahwa ruang lingkup geografi nir dapat dilepaskan menurut aspek fisik alamiah saja melainkan juga aspek kehidupan tumbuh-tanaman , binatang serta manusia menjadi penghuni bagian atas bumi. Aspek fisik serta aspek kehidupan diungkapkan dalam suatu ruang bagian atas bumi berdasarkan prisip-prinsip penyebaran, rekanan, serta interaksinya. Hubungan antara lingkungan fisik dan manusia dianggap pada akhirnya akan mengungkap karakteristik suatu wilayah yang tidak sama dengan daerah lainnya (Sumaatmadja. 1981:38).
E.J. Taaffe dalam tahun 1970 yg dikutip Bintaro (1987) mengajukan pendapat yg lebih konkrit. Ia menyampaikan bahwa geografi merupakan ilmu yang mengusut organisasi keruangan yg didalamnya masih ada pola-pola dan proses-proses keruangan. Dengan nada yg sama, P. Hagget (1965) pula menyetujui bahwa geografi merupakan ilmu yang mempelajari pola-pola keruangan dicermati dari sistem ekologi serta sistem keruangan. Sistem ekologi berkaitan dengan insan serta lingkungannya, sedangkan sistem keruangan berkenaan dengan interaksi antar wilayah pada interaksi timbal kembali yang kompleks berdasarkan gerakan pertukaran.
Pada tahun 1980, P. Hagget yg dikutip Suharyono (1988) mendeskripsikan tiga konvensi para pakar geografi mengenai unsur-unsur yg dipelajari geografi yaitu:
  1. Geografi menilik tentang bagian atas bumi. Bumi sebagai lingkungan hayati manusia, yaitu suatu lingkungan menghipnotis hayati manusia serta mengorganisasi dirinya.
  2. Geografi memusatkan perhatiannya pada organisasi keruangan insan serta hubungan ekologinya dengan lingkungan hidupnya itu, dan
  3. Geografi sangat sensitif terhadap kekayaan dan keanekaragaman yang terdapat dipermukaan bumi.
Akhirnya pada tahun 1987, Bintarto mengajukan pendapat yang lebih paripurna. Menurutnya geografi merupakan ilmu yg menilik interaksi kausal tanda-tanda-tanda-tanda muka bumi dan peristiwa-peristiwa yang terjadi dimuka bumi, baik yang fisik juga yang menyangkut makhluk hidup bersama permasalahannya melalui pendekatan keruangan, ekologi, dan regional buat kepentingan program, proses, dan keberhasilan pembangunan. (Bintarto, 1987).

Demikianlah rakyat belajar sekalian, berdasarkan beberapa uraian diatas bisa kita tari sebuah konklusi, bahwa geografi yg sedang kita pelajari kali ini dalam dasarnya mempunyai ruang lingkup kajian utamanya yaitu: (a) mempelajari bumi menjadi tinggal manusia, (b) menilik hubungan manusia menggunakan lingkungan, (c) pada dimensi ruang dan dimensi historis, serta menggunakan (d) pendekatan yang digunakannya adalah pendekatan keruangan (spatial), ekologi serta regional. 

Semoga bermanfaat buat rakyat belajar sekalian. Terimakasih atas kunjungannya ke web-blog ini.

Sumber: disarikan dari aneka macam sumber, antara lain :
  • www.physicalgoegraphy.net
  • www.wikipedia.com
  • Abdurachim, 1986. Geografi Latar Belakang Pemikiran serta Metode. Bandung. Penerbit Bina Budaya.
  • Bintaro, R serta Hadisumarno, S. 1987. Metode Analisis Geografi. Jakarta. LP3ES.
  • Pasya, G.K. 1996. Geografi-Pengantar ke arah Pemahaman Konsep dan Metodologi. Bandung. Buana Nusa.
  • Modul mata Pelajaran Geografi Kesetaraan 2011.

PENGERTIAN DAN LINGKUP PENGENDALIAN HAYATI

Pengertian Dan Lingkup Pengendalian Hayati 
Sejak istilah “pengendalian hayati” pertama kali digunakan oleh Harry S. Smith pada 1919, banyak pengertian diberikan terhadap istilah tersebut. Smith mula-mula menaruh pengertian kepada pengendalian hayati sebagai penggunaan musuh alami yg diintroduksi maupun yg dimanipulasi menurut musuh alami setempat buat mengendalikan serangga hama. Dari sudut pandang mudah, pengendalian biologi dapat dibedakan menjadi: 
1) Introduksi musuh alami yang tidak masih ada pada wilayah yang terinfestasi hama 
2) Peningkatan secara buatan jumlah individu musuh alami yg telah terdapat di wilayah yg terinfestasi hama menggunakan melakukan manipulasi sehingga musuh alami yg terdapat dapat mengakibatkan mortalitas yg lebih tinggi terhadap hama. 

Pengertian pengendalian alami yang diberikan sang Smith tadi kemudian diperluas sang P. De Bach dalam 1964 menggunakan membedakan pengendalian alami serta pengendalian biologi: 
1) Pengendalian alami adalah upaya untuk menjaga populasi organisme yang berfluktuasi pada batas atas dan batas bawah selama suatu jangka waktu eksklusif melalui efek faktor lingkungan abiotik juga biotik 
2) Pengendalian hayati adalah kemampuan predator, parasitoid, maupun patogen pada menjaga padat populasi organisme lain lebih rendah daripada padat populasi dalam keadaan tanpa kehadiran predator, parasitoid, atau patogen. 

De Bach membedakan pengendalian alami dari pengendalian biologi, namun wajib ditinjau bahwa: 
1) Tidak kentara disparitas antara imbas faktor lingkungan biotik pada pengendalian alami menggunakan pengaruh predator, parasitoid, atau parasit pada pengendalian biologi 
2) Pengendalian alami dari de Bach juga meliputi dampak faktor lingkungan abiotik 

Pada 1962, Bosch dan kawan-kawan memodifikasi pengertian pengendalian alami dan pengendalian biologi yang dikemukakan de Bach menjadi: 
1) Pengendalian biologi alami (natural biological control) sebagai pengendalian yg terjadi tanpa campur tangan manusia. 
2) Pengendalian biologi terapan (applied biological control) sebagai manipulasi musuh alami sang manusia buat mengendalikan hama.

Bosch dan kawan-kawan membedakan tiga kategori pengendalian biologi terapan sebagai berikut: 
1) Pengendalian hayati klasik melalui introduksi musuh alami buat mengendalikan hama 
2) Augmentasi musuh alami melalui upaya buat menaikkan populasi atau impak menguntungkan yg diberikan oleh musuh alami 
3) Konservasi musuh alami melalui upaya yg dilakukan dengan sengaja buat melindungi serta menjaga populasi musuh alami. 

Dalam perkembangan selanjutnya, pengertian pengendalian hayati diperluas menjadi meliputi faktor-faktor seperti ketahanan tumbuhan, autosterilisasi, manipulasi genetik, pengendalian budidaya, dan bahkan penggunaan pestisida generasi ketiga semacam zat pengatur tumbuh serangga. Namun dalam perkembangan lebih lanjut, pengertian luas tersebut balik ditinggalkan dan yg digunakan merupakan pengertian berdasarkan Bosch serta mitra-mitra menggunakan perubahan kata pengendalian biologi alami menjadi pengendalian alami (natural control) serta pengendalian hayati terapan sebagai pengendalian biologi (biological control). Weeden dan kawan-mitra berdasarkan Universitas Cornell, Alaihi Salam, contohnya, menaruh pengendalian hayati sebagai penggunaan mahluk hidup semacam predator, parasitoid, serta patogen menggunakan melibatkan campur tangan insan untuk mengendalikan hama, penyakit, dan gulma. Universitas Negara Bagian Michigan, Alaihi Salam, menaruh pengertian yang kurang lebih sama, yaitu upaya yang dilakukan insan buat memanipulasi musuh alami yg terdiri atas predator, parasitoid, patogen, serta pesaing hama (pest competitor) atau sumberdayanya buat mendukung pengendalian hama pada arti luas 

Pada 1987, Komisi Ilmu Pengetahuan, Keteknikan, dan Kebijakan Publik (the Committee on Science, Engineering and Public Policy, COSEPUP) dari Lembaga Ilmu Pengetahuan AS, Lembaga Keteknikan Alaihi Salam, serta Lembaga Kedokteran AS menganjurkan penggunaan definisi luas pengendalian hayati menjadi penggunaan organisme alami atau hasil rekayasa, gen, atau hasil rekayasa gen buat mengurangi impak negatif yang ditimbulkan oleh organisme hama serta dampak positif yang ditimbulkan oleh organisme bermanfaat misalnya tanaman , pohon hutan, ternak, dan serangga serta organisme bermanfaat lainnya. Definisi yg diperluas ini ditolak sang Divisi Pengendalian Hayati UCB lantaran nir bisa memberikan perbedaan yg kentara dengan metode pengendalian hama lainnya dalam hal karakteristik primer pengendalian yg bersifat self-sustaining tanpa wajib diberikan masukan secara terus menerus serta tergantung padat populasi dalam mekanismenya mengendalikan hama. Divisi Pengendalian Hayati UCB mempertahankan pengertian pengendalian biologi sebagaimana diberikan oleh DeBach sebagai kinerja parasitoid, predator, atau patogen dalam menekan padat populasi organisme lain pada tingkat yg lebih rendah daripada tanpa kehadiran musuh alami tersebut. 

Pengertian pengendalian hayati yg dipakai dewasa ini serta gampang diingat adalah yg diberikan oleh Midwest Institut for Biological Control, AS, yg mendefinisikan pengendalian biologi sebagai 3 gerombolan yang masing-masing terdiri atas tiga unsur (three sets of three). Ketiga grup yg dimaksudkan meliputi “siapa” (who), yaitu musuh alami yang digunakan menjadi agen pengendali, “apa” (what), yaitu tujuan pengendalian biologi, dan “bagaimana” (how), yaitu cara musuh alami digunakan buat mencapai tujuan pengendalian hayati. Kelompok “siapa” terdiri atas unsur-unsur predator, parasitoid, dan patogen, kelompok “apa“ terdiri atas unsur-unsur reduksi, prevensi, dan penundaan, serta kelompok “bagaimana” terdiri atas unsur-unsur importasi, augmentasi, serta konservasi. Sebagaimana akan diuraikan pada bab-bab selanjutnya, pengertian three sets of three tadi tentu saja bukan merupakan harga meninggal, melainkan hanya buat mempermudah mengingat. Kelompok “apa” ternyata nir hanya terdiri atas unsur-unsur predator, parasitoid, serta patogen, namun juga pemakan gulma (weed feeders) pada pengendalian biologi gulma dan berlawanan pada pengendalian hayati penyakit tanaman .

Lingkup Materi Kuliah Pengendalian Hayati 
Sebelum memeriksa pengendalian biologi secara rinci sebagaimana akan diuraikan pada bab-bab selanjutnya, terlebih dahulu perlu diperoleh citra sekilas (overview) tentang pengendalian biologi. Gambaran sekilas tadi diperlukan menjadi panduan buat mengaitkan satu bab menggunakan bab lain sehingga menggunakan menyelidiki secara rinci bab demi bab, citra utuh pengendalian biologi tidak sebagai kabur. 

Pengendalian biologi yg akan dibahas dalam bab-bab selanjutnya pada dasarnya adalah materi yg tersaji buat menaruh kompetensi dasar atau pengantar mengenai pengendalian hayati serangga hama, patogen, dan gulma pertanian dalam konteks menjadi galat satu komponen menurut Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Untuk memudahkan pemahaman dan mempertahankan keterkaitan antar topik, materi akan disajikan dalam bab-bab yang dikelompokkan sebagai bagian-bagian: 
1) Pendahuluan dan dasar-dasar ekologis, yg berisi bab-bab yang akan menguraikan sejarah dan pengertian pengendalian hayati, dasar-dasar dinamika populasi, dinamika interaksi predator-mangsa serta hubungan parasitoid-inang, serta dinamika hubungan patogen-inang. 
2) Pengenalan Agen Pengendali Hayati yang berisi bab-bab yang akan menguraikan pengenalan predator, sosialisasi parasitoid, pengenalan patogen dan antagonis, serta sosialisasi pemakan gulma. 
3) Pengembangan dan penerapan pengendalian biologi yang berisi bab-bab yang akan menguraikan mekanisme pengembangan pengendalian biologi klasik, mekanisme pengembangan pestisida biologi, mekanisme perlindungan musuh alami, serta penerapan dan penilaian pengendalian hayati. 

Sebagaimana sudah diuraikan pada bagian pengertian serta lingkup pengendalian hayati, pengendalian hayati merupakan upaya manusia dalam memanipulasi musuh alami untuk mengendalikan hama pada arti luas. Ini berarti bahwa pengendalian hayati merupakan tindakan manipulasi ekosistem pada kaitan dengan hubungan antara populasi musuh alami dengan populasi hama yg menjadi sasarannya. Interaksi tadi perlu dipahami menjadi dasar memahami cara kerja pengendalian hayati secara utuh. 

Musuh alami meliputi seluruh mahluk hidup yang memanfaatkan mahluk hayati lain buat mengklaim kelangsungan hidupnya. Pengendalian alami berkaitan menggunakan peranan musuh alami tersebut dalam menekan populasi hama dalam arti luas sebagaimana adanya tanpa campur tangan insan. Musuh alami yg sama yg secara sengaja melalui importasi, augmentasi, dan perlindungan dimanfaatkan buat mengendalikan hama disebut agen pengendali biologi (biological control agent). Dalam kitab -kitab teks berbahasa Indonesia tentang pengendalian hayati, istilah biological control agent diindonesiakan menjadi “agensia pengendali hayati”. Tetapi pengindonesiaan istilah Inggris “agent” menjadi “agensia” nir sesuai dengan kaidah pembentukan istilah dalam bahasa Indonesia (“president” diindonesiakan menjadi “presiden” dan bukan “presidensia”, “antagonist” sebagai “berlawanan” dan bukan “antagonisia”). Istilah “agensi” pula tidak tepat lantaran dalam bahasa Inggris istilah “agency” memiliki makna yg tidak sinkron dengan istilah “agent” sebagaimana dipakai pada istilah biological control agents. Oleh karena itu, istilah yang selanjutnya akan dipakai untuk mengacu pada musuh alami yang digunakan secara sengaja untuk mengendalikan hama dalam arti luas adalah agen pengendali hayati. 

Sebagaimana sudah diuraikan dalam sejarah pengendalian hayati, pengendalian biologi pertama-tama dipakai terhadap hewan hama. Dalam pengendalian binatang hama, agen pengendali yang lazim dipakai terdiri atas predator, parasitoid, dan patogen sehingga komponen “apa” pada pengertian pengendalian biologi yang diberikan oleh Midwest Institut for Biological Control hanya terdiri atas 3 unsur. Kini pengendalian biologi sudah dilakukan terhadap binatang hama, penyakit tumbuhan, dan gulma sebagai akibatnya tiga unsur tadi wajib diperluas menggunakan antagonis serta pemakan gulma (weed feeder). Dengan pengendalian hayati yang kini mencakup pengendalian binatang hama, penyakit tumbuhan, dan gulma, agen pengendali biologi terdiri atas unsur-unsur: 
1) Predator, yaitu mahluk hayati yg memakan mahluk hidup lain yang lebih kecil atau lebih lemah menurut dirinya. Mahluk hayati lain yang dimakan sang predator disebut mangsa (prey) dan proses pemakanannya disebut predasi. 
2) Parasitoid, yaitu mahluk hayati parasitik yg hayati pada dalam atau pada permukaan tubuh serta pada akhirnya menyebabkan kematian mahluk lain yang ditumpanginya. Mahluk lain yang ditumpangi parasitoid diklaim inang (host) dan proses interaksinya diklaim parasitasi. 
3) Patogen, yaitu mahluk hidup parasitik mikroskopik yang hayati pada pada atau di bagian atas tubuh serta dalam akhirnya menyebabkan kematian mahluk hidup lain yang diserangnya. Mahluk lain yang diserang patogen disebut inang (host).
4) Antagonis, yaitu mahluk hayati mikroskopik yang bisa menyebabkan pengaruh nir menguntungkan bagi mahluk hayati lain melalui kerusakan fisik, parasitasi, sekresi antibiotik, serta bentuk-bentuk penghambatan lain misalnya persaingan buat memperoleh hara dan ruang tumbuh. 
5) Pemakan gulma, yaitu mahluk hayati pemakan gulma tetapi nir mamakan flora lain yang bermanfaat. 

Dalam kitab -kitab teks pengendalian biologi, acapkali pula digunakan kata “parasit” buat mengacu pada parasitoid. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa penggunaan parasit hanya buat mengacu kepada parasitoid dapat menimbulkan kebingungan lantaran terdapat parasit yang merupakan patogen atau bahkan antagonis. Istilah “patogen” dalam pengendalian hayati mencakup patogen terhadap binatang hama, terhadap patogen penyebab penyakit flora, dan terhadap gulma. 

Mengingat pengendalian hayati dilakukan dengan memanfaatkan mahluk hidup lain buat mengendalikan hama dalam arti luas maka poly kalangan menduga pengendalian biologi sebagai metode pengendalian yang sekali dilakukan maka akan berlangsung terus menggunakan sendirinya sehingga biayanya murah. Dalam kenyataannya, pengertian murah pada pengendalian hayati bersifat sangat nisbi serta kontekstual. 

Meskipun demikian, pengendalian biologi memang memiliki sejumlah kelebihan dibandingkan dengan metode pengendalian lainnya. Kelebihan tersebut merupakan sebagai berikut: 
1) Dalam skala pelaksanaan sang petani, pengendalian biologi (khususnya pengendalian biologi klasik) merupakan metode pengendalian yang relatif murah. Tetapi pengembangan pengendalian hayati pada biasanya klasik memerlukan porto dan sumberdaya lain dalam jumlah yang sangat besar . 
2) Pengendalian hayati adalah metode pengendalian yang aman bagi lingkungan dan bagi kesehatan manusia. Pengendalian hayati aman bagi lingkungan karena nir berbahaya bagi mahluk hidup bukan sasaran sehingga nir menimbulkan resurgensi hama juga ledakan hama kedua. Pengendalian biologi aman bagi kesehatan manusia lantaran mahluk hidup yang digunakan bukan merupakan mahluk hidup yang berbahaya bagi kesehatan manusia. 
3) Pengendalian hayati tidak mendorong terjadinya hama, patogen penyakit flora, maupun gulma yang resisten misalnya halnya yg dapat terjadi dalam pengendalian kimiawi. 

Selain kelebihan tersebut, pengendalian biologi jua memiliki keterbatasan. Keterbatasan yg krusial merupakan sebagai berikut: 
1) Pengendalian biologi tidak mungkin dilakukan buat mengeradikasi hama sasarannya sebab kelangsungan hidup agen pengendali hayati, khususnya pengendalian hayati klasik, tergantung dalam ketersediaan hama sasarannya sebagai bahan makanan bagi kelangsungan hidupnya 
2) Efektivitas pengendalian hayati umumnya memerlukan ketika yang lama dan bersifat relatif pada kaitan dengan ambang ekonomi yang wajib ditetapkan terlebih dahulu. 
3) Pengembangan pengendalian hayati adalah pekerjaan yang memerlukan dukungan sumberdaya yg besar dalam bentuk energi ahli, fasilitas, dana, dan waktu tanpa ada agunan keberhasilan. 

Pengendalian biologi modern adalah salah satu metode pengendalian yang masih reltif baru. Sebagai metode pengendalian yg nisbi masih baru, penerapannya seringkali menghadapi poly hambatan, baik teknis juga non-teknis. Tetapi menjadi metode yg relatif masih baru, pengendalian hayati adalah metode pengendalian yang poly dibicarakan serta poly tersedia sumberdayanya di internet. Hampir seluruh universitas pada Alaihi Salam menyediakan situs spesifik mengenai pengendalian hayati, selain pula situs yg disediakan sang organisasi pengendalian hayati. Situs-situs internet tadi dapat dimanfaatkan sebagai sumber fakta tambahan buat dapat lebih tahu segala sesuatu yg berkaitan dengan pengendalian biologi. 

Pengendalian hayati: Perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
Filosofi pengendalian alami serta hayati
Pada awalnya, insan memahami bahwa setiap jenis organisme akan memiliki musuh alami yg secara alamiah akan mengendalikan populasi organisme tadi. Fakta ini lalu diistilahkan oleh insan, pengendalian alami (Natural Control). Bagaimana menggunakan pengendalian hayati? Samakah merupakan?

Pengendalian biologi (Biological Control) sifatnya lebih dekat menggunakan kepentingan manusia. Artinya, pengendalian organisme yg mengganggu insan dengan musuh alaminya disebut pengendalian hayati. Di pada definisi ini terkandung dua istilah penting, yaitu hama serta insan. Artinya, apabila organisme tersebut tidak “mengganggu” atau “merugikan” manusia, maka setiap musuh alami yg menyerang dan makan padanya nir diklaim menjadi agensia pengendali hayati, tetapi agensia pengendali alami. Di pada pengendalian biologi juga terjadi campur tangan manusia, meliputi manipulasi jenis, keragaman, dan kemelimpahan musuh alami yang cocok.

Sejarah pengendalian hayati
Sejarah pengendalian hayati hampir sama tuanya menggunakan upaya awal insan buat bercocok tanam. Misalnya, dalam tahun 300-an M tercatat bangsa Cina sudah memakai semut rangrang (Oecophylla smaragdina) buat melindungi tumbuhan jeruk Mandarin menurut hama. Di dunia Barat, kesuksesan praktek pengendalian biologi dicapai dalam akhir abad ke-19, yaitu dengan kesuksesan kumbang Rodolia cardinalis menekan perkembangan populasi hama kutu kapas, Icerya purchasi.

Selanjutnya, semenjak awal abad ke-20, upaya pengendalian biologi sudah mulai memperhatikan sisi ekologis serta irit menurut agroekosistem. Pasalnya, upaya pemanfaatan musuh alami tidak selalu berhasil. Misalnya, penggunaan pestisida ditengarai menurunkan populasi musuh alami, sehingga kekuatan fokus dalam organisme pengganggu sebagai berkurang. Penelitian terbaru pula membicarakan kompleksitas hubungan antar organisme, termasuk kompetisi antar jenis predator, yang dapat mempengaruhi keberhasilan fokus populasi organisme pengganggu sang musuh alami.

Rodolia cardinalis, pemangsa kutu Icerya purchasi

Bagaimana memanfaatkan musuh alami buat mengendalikan organisme pengganggu?

Pada aras teknis, ada sebuah pertanyaan: Bagaimana memanfaatkan musuh alami secara efektif?

Pemanfaatan organisme musuh alami dapat dilakukan menggunakan teknik pemasukan (importasi) dari loka lain (disebut juga introduksi), perlindungan (menjaga potensi musuh alami pada satu wilayah), dan augmentasi (penambahan jumlah individu musuh alami yg sudah ada pada satu wilayah). Teknik augmentasi dapat berupa inokulatif (menambahkan sejumlah musuh alami), inundasi (menambahkan musuh alami pada jumlah sangat poly buat memperkuat tekanan terhadap organisme pengganggu), atau suplemen, apabila musuh alami sahih-benar sangat rendah populasinya.

Untung-rugi pengendalian hayati
Definisi pengendalian hayati merupakan pemanfaatan jenis musuh alami eksklusif buat mengendalikan jenis organisme pengganggu tertentu. Jenis musuh alami yg dipilih tadi sanggup berupa pemangsa (predator), parasitoid, juga patogen yang menyerang organisme pengganggu. Beberapa ahli juga memasukkan pemanfaatan “pestisida” yg tidak berbahaya bagi organisme berguna hingga penggunaan musuh alami, termasuk patogen yg seringkali diformulasikan sebagai pestisida (hayati).

Pengendalian hayati dianggap oleh poly kalangan menjadi galat satu komponen pengelolaan organisme pengganggu yg kondusif dan efektif. Tetapi benarkah demikian?

Seperti disebutkan di atas, bahwa organisme musuh alami jua mempunyai sifat bioekologi yg relatif rumit. Misalnya, kesamaan organisme karnivora buat memangsa organisme karnivora yg lain, dibandingkan dengan memangsa organisme herbivora, atau sifat polifaga dari organisme musuh alami, atau bahkan kanibalisme. Sifat-sifat ini dalam kondisi eksklusif akan menurunkan taraf kemempanannya selaku organisme pengendali hayati.

Penelitian penulis dalam hubungan antar jenis afidofaga (pemakan kutu afid), yaitu kumbang koksi serta lalat syrphid, menyebutkan bahwa ke 2 jenis afidofaga ini saling berkompetisi serta saling memangsa (diistilahkan dengan Intraguild Predation atau pemangsaan di dalam satu guild). Artinya, jika pada pada agroekosistem yg kita kelola terdapat sekian poly jenis organisme musuh alami, tidak secara otomatis akan mengklaim keberlangsungan pengendalian biologi karena masing-masing jenis sanggup jadi saling berkompetisi atau memangsa, serta tidak berperan menjadi pemangsa pada organisme pengganggu yg seharusnya dilakukannya.

Jika teknik introduksi digunakan untuk mengendalikan jenis organisme pengganggu, terutama jenis baru yg belum mempunyai kompleks musuh alami, maka harus didahului dengan kajian yg sangat teliti buat meminimalkan potensi kerusakan ekosistem oleh spesies invasif.

Bagaimana memutuskan untuk memakai musuh alami?
Sebenarnya, jika ekosistem pertanian relatif baik, maka kemungkinan buat memanfaatkan musuh alami cukup akbar. Artinya, ekosistem yang nir “dipadati” sang bahan-bahan kimia-sintetik semacam pestisida serta pupuk menaruh lingkungan yg “nyaman” bagi musuh alami buat berkembang biak dan mencari pakan. Di dalam hal ini, pada syarat populasi organisme pengganggu nir cukup mengkuatirkan, maka menyerahkan nasib mereka pada musuh alami adalah tindakan yg paling masuk akal.

Namun, bagaimana bila populasi organisme pengganggu datang-datang meledak? Apakah musuh alami berguna? Dalam syarat yg semacam itu, musuh alami memang dipercaya tidak efektif lagi. Jadi, upaya lain harus dilakukan untuk menurunkan populasi organisme pengganggu.

Bagaimana menggunakan upaya augmentasi inundasi? Cukupkah untuk melawan populasi organisme pengganggu yg menggila? Cara inipun dilihat tidak relatif kuat, karena cara ini dilakukan hanya jika proses fokus sang musuh alami sudah berjalan, namun belum relatif cepat. Nah, fungsi augmentasi merupakan menambah daya tekan musuh alami terhadap organisme. Tetapi, jika telah terlanjur terjadi ledakan, maka musuh alami tidak akan sanggup berperan poly.

Mempersiapkan musuh alami
Pada upaya konservasi, populasi musuh alami dapat dipertahankan dengan cara menanam tanaman atau flora yg membentuk pakan cara lain (nektar serta serbuk sari) serta mengurangi penggunaan bahan-bahan yang bisa meracun dan membunuh musuh alami.

Pada upaya augmentasi, pembiakan massal serangga adalah upaya yang poly dilakukan. Perlu dicatat, bahwa pembiakan massal merupakan sebuah upaya yang relatif sulit, mahal, dan membutuhkan saat cukup usang. Oleh karenanya, pengendalian hayati kadang-kadang dianggap mahal di awal, meskipun murah pada akhir proses, terutama bila proses fokus organisme pengganggu oleh musuh alami berjalan dengan efektif.

Parasitoid telur, tawon Trichogramma sp. (asal: //ampest.typepad.com)

Larva Chrysoperla carnea (foto: Erick Steinert, 2004)

Evaluasi kemapanan serta potensi dampak negatif musuh alami

Salah satu kelemahan dalam bidang aplikasi pengendalian hayati adalah evaluasi terhadap (1) kemapanan atau adaptasi musuh alami, serta (dua) evaluasi dampak negatif musuh alami. Evaluasi pertama dapat dilakukan pada lapangan pada bentuk survei terhadap eksistensi semenjak pertama kali dilepaskan sampai menggunakan saat tertentu, misalnya setahun atau 2 tahun. Evaluasi ke 2 dapat dilakukan baik di lapangan atau di laboratorium, dan mencakup kajian sifat interaksi jenis musuh alami yang dilepaskan dengan jenis musuh alami yang lain yang terdapat di lapangan, terutama jenis-jenis lokal. Penelitian sederhana pada laboratorium cukup menarik dilakukan, misalnya menggunakan menggunakan uji predasi atau IGP.

PENGERTIAN DAN LINGKUP PENGENDALIAN HAYATI

Pengertian Dan Lingkup Pengendalian Hayati 
Sejak istilah “pengendalian biologi” pertama kali digunakan oleh Harry S. Smith dalam 1919, poly pengertian diberikan terhadap istilah tersebut. Smith mula-mula memberikan pengertian pada pengendalian hayati sebagai penggunaan musuh alami yang diintroduksi maupun yang dimanipulasi menurut musuh alami setempat buat mengendalikan serangga hama. Dari sudut pandang praktis, pengendalian biologi dapat dibedakan sebagai: 
1) Introduksi musuh alami yang tidak terdapat pada daerah yg terinfestasi hama 
2) Peningkatan secara protesis jumlah individu musuh alami yg telah ada pada wilayah yg terinfestasi hama dengan melakukan manipulasi sehingga musuh alami yg ada bisa mengakibatkan mortalitas yg lebih tinggi terhadap hama. 

Pengertian pengendalian alami yg diberikan sang Smith tadi lalu diperluas sang P. De Bach dalam 1964 dengan membedakan pengendalian alami serta pengendalian biologi: 
1) Pengendalian alami adalah upaya untuk menjaga populasi organisme yang berfluktuasi dalam batas atas serta batas bawah selama suatu jangka ketika tertentu melalui efek faktor lingkungan abiotik juga biotik 
2) Pengendalian biologi merupakan kemampuan predator, parasitoid, juga patogen dalam menjaga padat populasi organisme lain lebih rendah daripada padat populasi pada keadaan tanpa kehadiran predator, parasitoid, atau patogen. 

De Bach membedakan pengendalian alami dari pengendalian hayati, namun harus dicermati bahwa: 
1) Tidak kentara perbedaan antara pengaruh faktor lingkungan biotik dalam pengendalian alami menggunakan pengaruh predator, parasitoid, atau parasit dalam pengendalian biologi 
2) Pengendalian alami menurut de Bach jua meliputi pengaruh faktor lingkungan abiotik 

Pada 1962, Bosch serta kawan-kawan memodifikasi pengertian pengendalian alami dan pengendalian hayati yg dikemukakan de Bach menjadi: 
1) Pengendalian biologi alami (natural biological control) menjadi pengendalian yg terjadi tanpa campur tangan manusia. 
2) Pengendalian biologi terapan (applied biological control) menjadi manipulasi musuh alami oleh manusia buat mengendalikan hama.

Bosch serta mitra-kawan membedakan 3 kategori pengendalian hayati terapan sebagai berikut: 
1) Pengendalian biologi klasik melalui introduksi musuh alami buat mengendalikan hama 
2) Augmentasi musuh alami melalui upaya untuk meningkatkan populasi atau efek menguntungkan yg diberikan sang musuh alami 
3) Konservasi musuh alami melalui upaya yg dilakukan menggunakan sengaja buat melindungi dan menjaga populasi musuh alami. 

Dalam perkembangan selanjutnya, pengertian pengendalian hayati diperluas menjadi meliputi faktor-faktor seperti ketahanan tumbuhan, autosterilisasi, manipulasi genetik, pengendalian budidaya, dan bahkan penggunaan pestisida generasi ketiga semacam zat pengatur tumbuh serangga. Tetapi dalam perkembangan lebih lanjut, pengertian luas tersebut pulang ditinggalkan serta yang dipakai adalah pengertian berdasarkan Bosch serta mitra-kawan dengan perubahan istilah pengendalian biologi alami menjadi pengendalian alami (natural control) serta pengendalian biologi terapan sebagai pengendalian hayati (biological control). Weeden dan kawan-kawan dari Universitas Cornell, Alaihi Salam, contohnya, menaruh pengendalian hayati menjadi penggunaan mahluk hayati semacam predator, parasitoid, serta patogen menggunakan melibatkan campur tangan insan buat mengendalikan hama, penyakit, serta gulma. Universitas Negara Bagian Michigan, AS, menaruh pengertian yg kurang lebih sama, yaitu upaya yang dilakukan insan buat memanipulasi musuh alami yang terdiri atas predator, parasitoid, patogen, dan pesaing hama (pest competitor) atau sumberdayanya untuk mendukung pengendalian hama dalam arti luas 

Pada 1987, Komisi Ilmu Pengetahuan, Keteknikan, dan Kebijakan Publik (the Committee on Science, Engineering and Public Policy, COSEPUP) berdasarkan Lembaga Ilmu Pengetahuan AS, Lembaga Keteknikan Alaihi Salam, dan Lembaga Kedokteran AS menganjurkan penggunaan definisi luas pengendalian biologi menjadi penggunaan organisme alami atau output rekayasa, gen, atau output rekayasa gen buat mengurangi efek negatif yang disebabkan oleh organisme hama dan impak positif yg disebabkan oleh organisme bermanfaat seperti flora, pohon hutan, ternak, serta serangga dan organisme berguna lainnya. Definisi yg diperluas ini ditolak sang Divisi Pengendalian Hayati UCB karena nir dapat memberikan perbedaan yang kentara menggunakan metode pengendalian hama lainnya pada hal ciri utama pengendalian yg bersifat self-sustaining tanpa wajib diberikan masukan secara terus menerus dan tergantung padat populasi pada mekanismenya mengendalikan hama. Divisi Pengendalian Hayati UCB mempertahankan pengertian pengendalian hayati sebagaimana diberikan sang DeBach menjadi kinerja parasitoid, predator, atau patogen dalam menekan padat populasi organisme lain pada taraf yg lebih rendah daripada tanpa kehadiran musuh alami tadi. 

Pengertian pengendalian hayati yg digunakan dewasa ini serta mudah diingat merupakan yang diberikan oleh Midwest Institut for Biological Control, Alaihi Salam, yg mendefinisikan pengendalian biologi sebagai tiga gerombolan yg masing-masing terdiri atas tiga unsur (three sets of three). Ketiga gerombolan yg dimaksudkan mencakup “siapa” (who), yaitu musuh alami yang dipakai menjadi agen pengendali, “apa” (what), yaitu tujuan pengendalian biologi, serta “bagaimana” (how), yaitu cara musuh alami dipakai untuk mencapai tujuan pengendalian hayati. Kelompok “siapa” terdiri atas unsur-unsur predator, parasitoid, serta patogen, kelompok “apa“ terdiri atas unsur-unsur reduksi, prevensi, serta penundaan, dan gerombolan “bagaimana” terdiri atas unsur-unsur importasi, augmentasi, dan konservasi. Sebagaimana akan diuraikan dalam bab-bab selanjutnya, pengertian three sets of three tadi tentu saja bukan merupakan harga meninggal, melainkan hanya untuk mempermudah mengingat. Kelompok “apa” ternyata tidak hanya terdiri atas unsur-unsur predator, parasitoid, serta patogen, namun pula pemakan gulma (weed feeders) dalam pengendalian biologi gulma dan antagonis dalam pengendalian hayati penyakit flora.

Lingkup Materi Kuliah Pengendalian Hayati 
Sebelum menilik pengendalian hayati secara rinci sebagaimana akan diuraikan dalam bab-bab selanjutnya, terlebih dahulu perlu diperoleh citra sekilas (overview) tentang pengendalian biologi. Gambaran sekilas tersebut dibutuhkan menjadi pedoman buat mengaitkan satu bab menggunakan bab lain sehingga dengan menilik secara rinci bab demi bab, gambaran utuh pengendalian biologi tidak sebagai kabur. 

Pengendalian hayati yang akan dibahas pada bab-bab selanjutnya dalam dasarnya merupakan materi yg disajikan buat menaruh kompetensi dasar atau pengantar mengenai pengendalian biologi serangga hama, patogen, dan gulma pertanian pada konteks menjadi keliru satu komponen berdasarkan Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Untuk memudahkan pemahaman dan mempertahankan keterkaitan antar topik, materi akan disajikan dalam bab-bab yang dikelompokkan sebagai bagian-bagian: 
1) Pendahuluan serta dasar-dasar ekologis, yang berisi bab-bab yang akan menguraikan sejarah dan pengertian pengendalian biologi, dasar-dasar dinamika populasi, dinamika interaksi predator-mangsa dan hubungan parasitoid-inang, dan dinamika interaksi patogen-inang. 
2) Pengenalan Agen Pengendali Hayati yg berisi bab-bab yg akan menguraikan pengenalan predator, sosialisasi parasitoid, sosialisasi patogen serta berlawanan, serta pengenalan pemakan gulma. 
3) Pengembangan serta penerapan pengendalian hayati yg berisi bab-bab yg akan menguraikan prosedur pengembangan pengendalian hayati klasik, prosedur pengembangan pestisida biologi, prosedur konservasi musuh alami, dan penerapan dan penilaian pengendalian hayati. 

Sebagaimana sudah diuraikan pada bagian pengertian dan lingkup pengendalian hayati, pengendalian biologi adalah upaya insan dalam memanipulasi musuh alami untuk mengendalikan hama dalam arti luas. Ini berarti bahwa pengendalian biologi merupakan tindakan manipulasi ekosistem pada kaitan dengan interaksi antara populasi musuh alami dengan populasi hama yang menjadi sasarannya. Interaksi tersebut perlu dipahami menjadi dasar memahami cara kerja pengendalian hayati secara utuh. 

Musuh alami mencakup semua mahluk hayati yg memanfaatkan mahluk hayati lain buat menjamin kelangsungan hidupnya. Pengendalian alami berkaitan menggunakan peranan musuh alami tersebut pada menekan populasi hama pada arti luas sebagaimana adanya tanpa campur tangan manusia. Musuh alami yang sama yg secara sengaja melalui importasi, augmentasi, dan konservasi dimanfaatkan untuk mengendalikan hama disebut agen pengendali biologi (biological control agent). Dalam buku-buku teks berbahasa Indonesia tentang pengendalian biologi, istilah biological control agent diindonesiakan sebagai “agensia pengendali hayati”. Namun pengindonesiaan istilah Inggris “agent” menjadi “agensia” tidak sinkron dengan kaidah pembentukan kata pada bahasa Indonesia (“president” diindonesiakan sebagai “presiden” serta bukan “presidensia”, “antagonist” menjadi “antagonis” serta bukan “antagonisia”). Istilah “agensi” jua nir tepat lantaran pada bahasa Inggris istilah “agency” mempunyai makna yang tidak sama dengan kata “agent” sebagaimana digunakan pada istilah biological control agents. Oleh karenanya, kata yg selanjutnya akan dipakai buat mengacu kepada musuh alami yg dipakai secara sengaja buat mengendalikan hama pada arti luas merupakan agen pengendali hayati. 

Sebagaimana telah diuraikan dalam sejarah pengendalian biologi, pengendalian hayati pertama-tama digunakan terhadap hewan hama. Dalam pengendalian hewan hama, agen pengendali yang lazim dipakai terdiri atas predator, parasitoid, dan patogen sebagai akibatnya komponen “apa” dalam pengertian pengendalian hayati yg diberikan sang Midwest Institut for Biological Control hanya terdiri atas 3 unsur. Kini pengendalian hayati sudah dilakukan terhadap binatang hama, penyakit tumbuhan, serta gulma sehingga tiga unsur tadi wajib diperluas menggunakan berlawanan serta pemakan gulma (weed feeder). Dengan pengendalian biologi yg sekarang meliputi pengendalian binatang hama, penyakit tumbuhan, serta gulma, agen pengendali hayati terdiri atas unsur-unsur: 
1) Predator, yaitu mahluk hidup yang memakan mahluk hayati lain yg lebih mini atau lebih lemah dari dirinya. Mahluk hayati lain yang dimakan oleh predator diklaim mangsa (prey) serta proses pemakanannya diklaim predasi. 
2) Parasitoid, yaitu mahluk hidup parasitik yang hayati pada dalam atau di permukaan tubuh serta dalam akhirnya mengakibatkan kematian mahluk lain yg ditumpanginya. Mahluk lain yang ditumpangi parasitoid dianggap inang (host) serta proses interaksinya dianggap parasitasi. 
3) Patogen, yaitu mahluk hayati parasitik mikroskopik yg hayati di dalam atau pada permukaan tubuh dan dalam akhirnya mengakibatkan kematian mahluk hayati lain yang diserangnya. Mahluk lain yg diserang patogen diklaim inang (host).
4) Antagonis, yaitu mahluk hayati mikroskopik yg dapat mengakibatkan imbas tidak menguntungkan bagi mahluk hayati lain melalui kerusakan fisik, parasitasi, sekresi antibiotik, dan bentuk-bentuk penghambatan lain seperti persaingan untuk memperoleh hara serta ruang tumbuh. 
5) Pemakan gulma, yaitu mahluk hidup pemakan gulma namun nir mamakan flora lain yang bermanfaat. 

Dalam buku-kitab teks pengendalian hayati, seringkali jua digunakan kata “parasit” buat mengacu pada parasitoid. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa penggunaan parasit hanya buat mengacu kepada parasitoid dapat menimbulkan kebingungan karena terdapat parasit yg adalah patogen atau bahkan berlawanan. Istilah “patogen” dalam pengendalian hayati meliputi patogen terhadap binatang hama, terhadap patogen penyebab penyakit tanaman , serta terhadap gulma. 

Mengingat pengendalian biologi dilakukan menggunakan memanfaatkan mahluk hayati lain buat mengendalikan hama pada arti luas maka poly kalangan menduga pengendalian hayati sebagai metode pengendalian yg sekali dilakukan maka akan berlangsung terus menggunakan sendirinya sebagai akibatnya biayanya murah. Dalam kenyataannya, pengertian murah pada pengendalian biologi bersifat sangat relatif dan kontekstual. 

Meskipun demikian, pengendalian hayati memang mempunyai sejumlah kelebihan dibandingkan menggunakan metode pengendalian lainnya. Kelebihan tadi adalah sebagai berikut: 
1) Dalam skala pelaksanaan sang petani, pengendalian hayati (khususnya pengendalian biologi klasik) merupakan metode pengendalian yang relatif murah. Namun pengembangan pengendalian hayati pada umumnya klasik memerlukan porto serta sumberdaya lain pada jumlah yg sangat akbar. 
2) Pengendalian biologi merupakan metode pengendalian yang aman bagi lingkungan dan bagi kesehatan insan. Pengendalian hayati kondusif bagi lingkungan lantaran nir berbahaya bagi mahluk hidup bukan sasaran sehingga nir menimbulkan resurgensi hama juga ledakan hama ke 2. Pengendalian hayati aman bagi kesehatan manusia lantaran mahluk hidup yang dipakai bukan merupakan mahluk hayati yg berbahaya bagi kesehatan insan. 
3) Pengendalian biologi nir mendorong terjadinya hama, patogen penyakit flora, juga gulma yang resisten seperti halnya yg dapat terjadi dalam pengendalian kimiawi. 

Selain kelebihan tadi, pengendalian hayati pula memiliki keterbatasan. Keterbatasan yang penting merupakan sebagai berikut: 
1) Pengendalian hayati nir mungkin dilakukan buat mengeradikasi hama sasarannya sebab kelangsungan hayati agen pengendali hayati, khususnya pengendalian biologi klasik, tergantung pada ketersediaan hama sasarannya sebagai bahan makanan bagi kelangsungan hidupnya 
2) Efektivitas pengendalian biologi umumnya memerlukan ketika yang usang serta bersifat nisbi dalam kaitan dengan ambang ekonomi yg harus ditetapkan terlebih dahulu. 
3) Pengembangan pengendalian biologi merupakan pekerjaan yg memerlukan dukungan sumberdaya yg akbar pada bentuk energi ahli, fasilitas, dana, serta ketika tanpa ada jaminan keberhasilan. 

Pengendalian hayati terbaru adalah galat satu metode pengendalian yang masih reltif baru. Sebagai metode pengendalian yang nisbi masih baru, penerapannya tak jarang menghadapi poly hambatan, baik teknis maupun non-teknis. Tetapi sebagai metode yg nisbi masih baru, pengendalian hayati adalah metode pengendalian yg poly dibicarakan dan banyak tersedia sumberdayanya di internet. Hampir seluruh universitas di AS menyediakan situs khusus tentang pengendalian biologi, selain pula situs yg disediakan sang organisasi pengendalian hayati. Situs-situs internet tersebut dapat dimanfaatkan sebagai asal liputan tambahan buat dapat lebih memahami segala sesuatu yg berkaitan menggunakan pengendalian hayati. 

Pengendalian biologi: Perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
Filosofi pengendalian alami dan hayati
Pada awalnya, insan memahami bahwa setiap jenis organisme akan memiliki musuh alami yang secara alamiah akan mengendalikan populasi organisme tersebut. Fakta ini lalu diistilahkan oleh manusia, pengendalian alami (Natural Control). Bagaimana dengan pengendalian biologi? Samakah ialah?

Pengendalian hayati (Biological Control) sifatnya lebih dekat menggunakan kepentingan insan. Artinya, pengendalian organisme yang mengganggu manusia menggunakan musuh alaminya diklaim pengendalian hayati. Di pada definisi ini terkandung 2 istilah krusial, yaitu hama serta manusia. Artinya, apabila organisme tadi tidak “mengganggu” atau “merugikan” manusia, maka setiap musuh alami yang menyerang serta makan padanya tidak disebut sebagai agensia pengendali hayati, namun agensia pengendali alami. Di dalam pengendalian hayati juga terjadi campur tangan manusia, mencakup manipulasi jenis, keragaman, serta kemelimpahan musuh alami yg cocok.

Sejarah pengendalian hayati
Sejarah pengendalian biologi hampir sama tuanya dengan upaya awal manusia buat bercocok tanam. Misalnya, pada tahun 300-an M tercatat bangsa Cina sudah menggunakan semut rangrang (Oecophylla smaragdina) buat melindungi tanaman jeruk Mandarin berdasarkan hama. Di global Barat, kesuksesan praktek pengendalian hayati dicapai dalam akhir abad ke-19, yaitu dengan kesuksesan kumbang Rodolia cardinalis menekan perkembangan populasi hama kutu kapas, Icerya purchasi.

Selanjutnya, sejak awal abad ke-20, upaya pengendalian hayati sudah mulai memperhatikan sisi ekologis serta hemat dari agroekosistem. Pasalnya, upaya pemanfaatan musuh alami tidak selalu berhasil. Misalnya, penggunaan pestisida ditengarai menurunkan populasi musuh alami, sebagai akibatnya kekuatan penekanan pada organisme pengganggu sebagai berkurang. Penelitian modern juga membicarakan kompleksitas interaksi antar organisme, termasuk kompetisi antar jenis predator, yg bisa mempengaruhi keberhasilan penekanan populasi organisme pengganggu sang musuh alami.

Rodolia cardinalis, pemangsa kutu Icerya purchasi

Bagaimana memanfaatkan musuh alami buat mengendalikan organisme pengganggu?

Pada aras teknis, timbul sebuah pertanyaan: Bagaimana memanfaatkan musuh alami secara efektif?

Pemanfaatan organisme musuh alami dapat dilakukan dengan teknik pemasukan (importasi) berdasarkan tempat lain (dianggap jua introduksi), konservasi (menjaga potensi musuh alami di satu daerah), dan augmentasi (penambahan jumlah individu musuh alami yang telah ada di satu daerah). Teknik augmentasi dapat berupa inokulatif (menambahkan sejumlah musuh alami), inundasi (menambahkan musuh alami dalam jumlah sangat poly untuk memperkuat tekanan terhadap organisme pengganggu), atau suplemen, apabila musuh alami sahih-benar sangat rendah populasinya.

Untung-rugi pengendalian hayati
Definisi pengendalian biologi adalah pemanfaatan jenis musuh alami eksklusif buat mengendalikan jenis organisme pengganggu tertentu. Jenis musuh alami yg dipilih tersebut sanggup berupa pemangsa (predator), parasitoid, juga patogen yg menyerang organisme pengganggu. Beberapa ahli juga memasukkan pemanfaatan “pestisida” yg tidak berbahaya bagi organisme berguna hingga penggunaan musuh alami, termasuk patogen yang seringkali diformulasikan menjadi pestisida (hayati).

Pengendalian biologi dianggap sang banyak kalangan sebagai salah satu komponen pengelolaan organisme pengganggu yg kondusif dan efektif. Tetapi benarkah demikian?

Seperti disebutkan pada atas, bahwa organisme musuh alami juga memiliki sifat bioekologi yang cukup rumit. Misalnya, kecenderungan organisme karnivora buat memangsa organisme hewan pemakan daging yg lain, dibandingkan menggunakan memangsa organisme herbivora, atau sifat polifaga dari organisme musuh alami, atau bahkan kanibalisme. Sifat-sifat ini dalam syarat eksklusif akan menurunkan taraf kemempanannya selaku organisme pengendali hayati.

Penelitian penulis pada hubungan antar jenis afidofaga (pemakan kutu afid), yaitu kumbang koksi serta lalat syrphid, menjelaskan bahwa kedua jenis afidofaga ini saling berkompetisi serta saling memangsa (diistilahkan dengan Intraguild Predation atau pemangsaan pada pada satu guild). Artinya, jika pada pada agroekosistem yg kita kelola terdapat sekian poly jenis organisme musuh alami, tidak secara otomatis akan menjamin keberlangsungan pengendalian hayati karena masing-masing jenis mampu jadi saling berkompetisi atau memangsa, dan tidak berperan menjadi pemangsa dalam organisme pengganggu yang seharusnya dilakukannya.

Jika teknik introduksi digunakan buat mengendalikan jenis organisme pengganggu, terutama jenis baru yg belum memiliki kompleks musuh alami, maka wajib didahului dengan kajian yg sangat teliti untuk meminimalkan potensi kerusakan ekosistem sang spesies invasif.

Bagaimana tetapkan buat memakai musuh alami?
Sebenarnya, bila ekosistem pertanian relatif baik, maka kemungkinan buat memanfaatkan musuh alami relatif besar . Artinya, ekosistem yang nir “dipadati” oleh bahan-bahan kimia-sintetik semacam pestisida serta pupuk memberikan lingkungan yg “nyaman” bagi musuh alami buat berkembang biak serta mencari pakan. Di pada hal ini, pada kondisi populasi organisme pengganggu nir relatif mengkuatirkan, maka menyerahkan nasib mereka pada musuh alami adalah tindakan yg paling masuk akal.

Namun, bagaimana jika populasi organisme pengganggu tiba-datang meledak? Apakah musuh alami berguna? Dalam kondisi yang semacam itu, musuh alami memang dipercaya tidak efektif lagi. Jadi, upaya lain wajib dilakukan buat menurunkan populasi organisme pengganggu.

Bagaimana menggunakan upaya augmentasi inundasi? Cukupkah buat melawan populasi organisme pengganggu yg menggila? Cara inipun ditinjau nir cukup kuat, lantaran cara ini dilakukan hanya jika proses penekanan oleh musuh alami sudah berjalan, tetapi belum cukup cepat. Nah, fungsi augmentasi adalah menambah daya tekan musuh alami terhadap organisme. Namun, jika sudah terlanjur terjadi ledakan, maka musuh alami tidak akan sanggup berperan banyak.

Mempersiapkan musuh alami
Pada upaya perlindungan, populasi musuh alami bisa dipertahankan dengan cara menanam tumbuhan atau flora yang membuat pakan cara lain (nektar dan bubuk sari) dan mengurangi penggunaan bahan-bahan yang dapat meracun dan membunuh musuh alami.

Pada upaya augmentasi, pembiakan massal serangga adalah upaya yang banyak dilakukan. Perlu dicatat, bahwa pembiakan massal adalah sebuah upaya yg cukup sulit, mahal, serta membutuhkan ketika relatif usang. Oleh karena itu, pengendalian hayati kadang-kadang dipercaya mahal pada awal, meskipun murah pada akhir proses, terutama bila proses penekanan organisme pengganggu sang musuh alami berjalan menggunakan efektif.

Parasitoid telur, tawon Trichogramma sp. (sumber: //ampest.typepad.com)

Larva Chrysoperla carnea (foto: Erick Steinert, 2004)

Evaluasi kemapanan dan potensi pengaruh negatif musuh alami

Salah satu kelemahan pada bidang aplikasi pengendalian hayati adalah penilaian terhadap (1) kemapanan atau adaptasi musuh alami, dan (dua) evaluasi impak negatif musuh alami. Evaluasi pertama dapat dilakukan di lapangan pada bentuk survei terhadap keberadaan semenjak pertama kali dilepaskan sampai dengan saat eksklusif, misalnya setahun atau dua tahun. Evaluasi ke 2 dapat dilakukan baik di lapangan atau pada laboratorium, serta mencakup kajian sifat hubungan jenis musuh alami yang dilepaskan dengan jenis musuh alami yang lain yang terdapat pada lapangan, terutama jenis-jenis lokal. Penelitian sederhana pada laboratorium cukup menarik dilakukan, misalnya menggunakan menggunakan uji predasi atau IGP.

SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU EKONOMI

Sejarah perkembangan ilmu ekonomi
Adam Smith tak jarang diklaim menjadi orang yg pertama berbagi ilmu ekonomi dalam abad ke-18 menjadi satu cabang tersendiri pada ilmu pengetahuan. Melalui karya besarnya Wealth of Nations, Smith mencoba mencari memahami sejarah perkembangan negara-negara di Eropa. Sebagai seorang ekonom, Smith nir melupakan akar moralitasnya terutama yg tertuang pada The Theory of Moral Sentiments. Perkembangan sejarah pemikiran ekonomi lalu berlanjut dengan membuat tokoh-tokoh misalnya Alfred Marshall, J.M. Keynes, Karl Marx, sampai peraih hadiah Nobel bidang Ekonomi tahun 2006, Edmund Phelps.

Perkembangan aliran pemikiran dalam ilmu ekonomi diawali sang apa yg dianggap menjadi genre klasik. Aliran yg terutama dipelopori oleh Adam Smith ini menekankan adanya invisible hand dalam mengatur pembagian sumber daya, dan sang karenanya kiprah pemerintah menjadi sangat dibatasi lantaran akan mengganggu proses ini. Konsep invisble hand ini lalu direpresentasikan menjadi mekanisme pasar melalui harga menjadi instrumen utamanya.

Aliran klasik mengalami kegagalannya setelah terjadi Depresi Besar tahun 1930-an yg memberitahuakn bahwa pasar nir bisa bereaksi terhadap gejolak di pasar saham. Sebagai penanding aliran klasik, Keynes mengajukan teori pada bukunya General Theory of Employment, Interest, and Money yang menyatakan bahwa pasar tidak selalu bisa membentuk ekuilibrium, dan karenanya hegemoni pemerintah harus dilakukan agar distribusi sumber daya mencapai sasarannya. Dua genre ini lalu saling "bertarung" pada dunia ilmu ekonomi serta menghasilkan banyak varian menurut keduanya seperti: new classical, neo klasik, new keynesian, monetarist, dan lain sebagainya.

Pengertian ilmu ekonomi

Masyarakat dan Kelangkaan Sumberdaya :
Pengelolaan sumberdaya-sumberdaya pada rakyat  sangat penting lantaran  keberadaan sumberdaya merupakan terbatas

Kelangkaan (Scarcity)  berarti warga hanya memiliki sumberdaya yang terbatas, oleh karena itu nir dapat membentuk seluruh barang serta jasa yang diinginkannya.

Ilmu ekonomi adalah ilmu yg mempelajari konduite insan pada memilih dan membangun kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia yg tidak terbatas menggunakan alat pemuas kebutuhan yg jumlahnya terbatas. Permasalahan itu lalu menyebabkan timbulnya kelangkaan (scarcity).

Ada sebuah peningkatan musim buat mengaplikasikan ilham serta metode ekonomi dalam konteks yang lebih luas. Fokus analisa ekonomi adalah "pembuatan keputusan" pada berbagai bidang dimana orang dihadapi pada pilihan-pilihan. Contohnya bidang pendidikan, pernikahan, kesehatan, hukum, kriminal, perang, serta kepercayaan . Gary Becker menurut University of Chicago merupakan seorang pioner ekspresi dominan ini. Dalam artikel-artikelnya beliau memberitahuakn bahwa ekonomi seharusnya nir ditegaskan melalui utama persoalannya, tetapi usahakan ditegaskan sebagai pendekatan buat memperlihatkan perilaku insan. Pendapatnya ini terkadang digambarkan menjadi ekonomi imperialis oleh beberapa kritikus.

Prof. P.A. Samuelson mendefinisikan ilmu ekonomi yang dapat diartikan sbb:
“Ilmu ekonomi merupakan suatu studi bagaimana orang-orang serta rakyat menciptakan pilihan, dengan atau tanpa penggunaan uang, dengan menggunakan asal daya yang terbatas tetapi dapat dipergunakan pada aneka macam cara buat menghasilkan banyak sekali jenis barang dan jasa dan mendistribusikannya buat keperluan konsumsi, kini dan dimasa tiba, kapada banyak sekali orang serta golongan warga ”

Sadono Sukurno: “Ilmu Ekonomi menganalisa porto dan laba serta memperbaiki corak penggunaan sumber daya (asal daya: SDA & SDM)

Mankiw: “studi tentang bagaimana warga mengelola asal daya yg selalu terbatas dan langka”

Secara generik, subyek dalam ekonomi bisa dibagi dengan beberapa cara, yang paling populer merupakan mikroekonomi vs makroekonomi. Selain itu, subyek ekonomi juga mampu dibagi sebagai positif (deskriptif) vs normatif, mainstream vs heterodox, dan lainnya. Ekonomi pula difungsikan menjadi ilmu terapan pada manajemen famili, usaha, serta pemerintah.

Teori ekonomi pula bisa digunakan pada bidang-bidang selain bidang moneter, misalnya contohnya penelitian perilaku kriminal, penelitian ilmiah, kematian, politik, kesehatan, pendidikan, famili dan lainnya. Hal ini dimungkinkan karena pada dasarnya ekonomi misalnya yang sudah disebutkan pada atas merupakan ilmu yg memeriksa pilihan manusia. Banyak teori yg dipelajari pada ilmu ekonomi antara lain adalah teori pasar bebas, teori bulat ekonomi, invisble hand, informatic economy, daya tahan ekonomi, merkantilisme, briton woods, serta sebagainya.

Menurut Mankiw, manfaat – manfaat yang dihasilkan pada mengusut Ilmu Ekonomi merupakan:
Ilmu ekonomi dapat membantu tahu wujud perilaku ekonomi pada dunia nyata secara lebih baik.

Dengan mengusut ilmu ekonomi akan membuat yg mempelajarinya lebih mahir atau lihai dalam perekonomian.
Dengan menguasai ilmu ekonomi akan menaruh pemahaman atas potensi dan keterbatasan kebijakan ekonomi.

Ruang Lingkup Ilmu Ekonomi

Ilmu ekonomi merupakan cabang ilmu sosial yg menilik banyak sekali konduite pelaku ekonomi terhadap keputusan-keputusan ekonomi yg dibuat. Ilmu ini diharapkan menjadi paradigma buat bisa melakukan pilihan terhadap banyak sekali asal daya yang terbatas buat memenuhi kebutuhan insan yg tidak terbatas.

Ilmu Ekonomi Positif

Ekonomi positif merupakan pendekatan ekonomi yang menilik aneka macam pelaku serta proses bekerjanya kegiatan ekonomi, tanpa menggunakan suatu pandangan subjektif buat mengyatakan bahwa sesuatu itu baik atau jelek dari sudut pandang ekonomi. Ekonomi positif di bagi menjadi 2, yaitu ekonomi naratif serta ekonomi teori.

Ilmu Ekonomi positif hanya membahas deskripsi mengenai warta, situasi serta hubungan yg terjadi dalam ekonomi. Untuk menelaah ilmu ekonomi perlu dibedakan pada dua kondisi yakni syarat realita serta syarat ideal yang diinginkan. Kondisi realita merupakan warta apa yang terjadi dan sedang terjadi dalam suatu perekonomian, sedangkan syarat ideal merupakan kondisi yg dinginkan. Dengan kondisi yang tidak sinkron tadi maka dipakai pendekatan-pendekatan yg tidak sama buat mempelajarinya.

Hal ini mendeskripsikan berita-fakta serta konduite-konduite yg terjadi dalam suatu perekonomian. Berhubungan dengan asumsi tentang apa yg sudah dan akan terjadi menjadi dampak suatu atau serangkaian tindakan/peristiwa. Misalnya, bila pendapatan warga naik, permintaan terhadap barang-barang elektronik dan otomotif semakin tinggi. Dengan semakin berkembangnya teknologi pertanian, penawaran akan produk-produk tersebut menjadi meningkat, namun dalam akhirnya menyebabkan harga produk pertanian sebagai sangat murah.

Kasus-kasus pada atas adalah model berdasarkan pernyataan positif, di mana penyelesaian perkara-masalah tadi dapat diuji kebenarannya menggunakan keterangan-informasi yang ada.


Ilmu Ekonomi normatif

Sedangkan ekonomi normatif merupakan pendekatan ekonomi pada mengusut perilaku ekonomi yg terjadi, menggunakan mencoba memberikan evaluasi baik atau tidak baik menurut pertimbangan subjektif. Membahas pertimbangan – pertimbangan nilai etika. Ilmu ekonomi normatif beranggapan bahwa ilmu ekonomi harus melibatkan diri pada mencari jawaban atas masalah “apakah yg seharusnya terjadi”.

Pernyataan ini mengaitkan banyak sekali pertimbangan nilai (value judgment), etika dan agama, yaitu pertimbangan mengenai apa yg baik dan apa yang jelek. Oleh karena itu, pernyataan normatif berkaitan dengan kasus-perkara ekonomi kesejahteraan (welfare economics). Karena, masalah-perkara tadi menyangkut hal-hal yang diperlukan atau diinginkan sebagai akibat atau serangkaian tindakan kebijakan pemerintah. Misalnya, banyak pelaku ekonomi yg bertanya, “Berapakah nilai tukar dollar yang ideal buat mendorong pertumbuhan ekonomi sebagai akibatnya para eksportir juga importir sama-sama diuntungkan?”. Pertanyaan ini merupakan keliru satu contoh pertanyaan yang normatif, lantaran pertanyaan ini menanyakan apa yg usahakan harus terjadi. Kebenaran pernyataan normatif sangat sulit dibandingkan menggunakan berita-keterangan yg terdapat, karena sangat bergantung dalam pertimbangan-pertimbangan misalnya yg telah disebutkan di atas.

Ilmu ekonomi sebagai bagian menurut ilmu sosial, tentu berkaitan dengan bidang disiplin akademis ilmu sosial lainnya, seperti ilmu politik, sosiologi, psikologi, antropologi, sejarah, geografi dll. Sebagai disiplin yg mengkaji tentang aspek ekonomi serta tingkah laku manusia, juga berarti mengkajiperistiwa – insiden ekonomi yg terjadi pada pada warga . Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa tujuan ilmu ekonomi adalah buat mencari pengertian tentang hubungan peristiwaekonomi, baik berupa interaksi kausal juga fungsional serta buat bisa menguasai masalah – masalah ekonomi yang di hadapi sang masyarakat.

Ruang Lingkup Ilmu Ekonomi

Ilmu ekonomi memiliki ruang lingkup mikro serta makro sebagai akibatnya mudah buat dipelajari. Keduanya memberikan batasan dan asumsi yang kentara.

Ekonomi Mikro

Ekonomi Mikro merupakan cabang ilmu ekonomi yg spesifik menilik bagian-bagian kecil (aspek individual) menurut holistik kegiatan perekonomian. Analisis pada teori ekonomi mikro diantaranya mencakup konduite pembeli (konsumen) dan produsen secara individua dalam pasar. Sikap serta perilaku konsumen tercermin pada memakai pendapatan yang diperolehnya, sedangkan sikap serta konduite produsen tercermin dalam menunjukkan barangnya. Jadi inti pada ekonomi mikro adalah perkara penentuan harga, sebagai akibatnya ekonomi mikro tak jarang dinamakan menggunakan teori harga (price theory).

Ekonomi Makro

Ekonomi Makro merupakan cabang ilmu ekonomi yg khusus mengusut prosedur bekerjanya perekonomian sebagai suatu holistik (agregate) berkaitan dengan penggunaan faktor produksi yang tersedia secara efisien agar kemakmuran warga dapat dimaksimumkan. Jika yg dibicarakan kasus pembuat, maka yang dianalisis pembuat secara holistik, demikian halnya apabila konsumen maka yang diananlisis adalah seluruh konsumen pada mengalokasikan pendapatannya buat membeli barang/jasa yang didapatkan sang perekonomian. Demikian juga menggunakan variabel permintaan, penawaran, perusahaan, harga dan sebaginya. Intinya ekonomi makro menganalisis penentuan tingkat kegiatan ekonomi yg diukur menurut pendapatan, sebagai akibatnya ekonomi makro seringkali dinamakan menjadi teori pendapatan (income theory).

Tujuan dan target analisis ekonomi makro diantaranya membahas kasus Sisi permintaan agregate dalam menentukan taraf kegiatan ekonomi, dan pentingnya kebijakan serta campur tangan pemerintah buat mewujudkan prestasi aktivitas ekonomi yg diinginkan.

Peralatan Analisis Ilmu Ekonomi

Ilmu ekonomi memerlukan alat analisis untuk memberitahuakn teori-teorinya dan buat menguji kebenaran teori-teori tadi. Grafik serta kurva merupakan indera analisis yang primer, dalam taraf yg lebih mendalam matematika memegang peranan yg sangat penting. Selain itu, statistika jua diharapkan buat mengumpulkan informasi serta menguji kebenaran teori ekonomi.


Corak analisis ilmu ekonomi

Teori Ekonomi (economics theory) menaruh pandangan-pandangan yang menggambarkan sifat interaksi yang wujud dalam kegiatan ekonomi, serta ramalan tentang peristiwa yang terjadi jika suatu keadaan yang mempengaruhinya mengalami perubahan.

Tugas teori ekonomi adalah memberikan abstraksi menurut fenomena yang terjadi pada perekonomian. Teori ekonomi bersifat kompleks, buat itu perlu penyederhanaan dan abstrasksi yg dituangkan pada teori.

Corak analisis ilmu ekonomi

Ekonomi Terapan (applied economics) diklaim juga ekonomi kebijakan, menggunakan mengambil konsep pada teori ekonomi dicoba buat menerapkannya dalam kebijakan ekonomi dengan tetap memperhatikan dalam data dan informasi yang dikumpulkan oleh ekonomi naratif.

Tujuan – tujuan kebijakan ekonomi diantaranya;
1) Mencapai pertumbuhan ekonomi yg pesat,
2) Menciptakan kestabilan harga,
3) Mengatasi kasus pengangguran, serta
4) Mewujudkan distribusi pendapatan yang merata.

Metode ilmu ekonomi

Ilmu ekonomi secara sederhana adalah upaya insan buat memenuhi kebutuhannya yg bersifat nir terbatas menggunakan alat pemenuhan kebutuhan yg berupa barang serta jasa yang bersifat langka serta terbatas dan memiliki kegunaan yang alternatif. Untuk itu, cara pemenuhan kebutuhannya berkaitan menggunakan metode-metode pada ilmu ekonomi tadi.
Adapun metode yg digunakan dalam ilmu ekonomi dari chaurmain serta prihatin (1994:14-16) mencakup menjadi berikut :

Metode induktif

Metode dimana suatu keputusan dilakukan menggunakan mengumpulkan semua data liputan yg ada dalam empiris kehidupan. Realita tersebut meliputi setiap unsur kehidupan yg dialami kehidupan, keluarga, warga likal, serta sebagainya yg mencoba mencari jalan pemecahan sehingga upaya pemenuhan kebutuhan tadi dapat dikaji secermat mungkin. Sebagai contoh, upaya membuat serta menyalurkan asal daya ekonomi. Upaya tersebut dilakukan sedemikian rupa hingga diperoleh barang serta jasa yang bisa tersedia pada jumlah, harga dan saat yg sempurna bagi pemenuhan kebutuhan tersebut. Untuk mencapai tujuan kebutuhan tadi, diperlukan perencanaan yg ada dalam ilmu ekonomi berfungsi sebagai cara atau metode buat menyusun daftar kebutuhan terhdap sejumlah barang dan jasa yang diperlukan rakyat.

Metode deduktif

Metode imu ekonomiyang bekerja atas dasar hukum, ketentuan, atau prinsip umum yang telah pada uji kebenarannya. Dengan metode ini, ilmu ekonomi mencoba memutuskan cara pemecahan perkara sinkron dengan acuan, prinsip hukum, dan ketentuan yg terdapat dalam ilmu ekonomi. Misalnya, dalam ilmu ekonomi masih ada aturan yang mengemukakan bahwa apabila persediaan barang serta jasa berkurang dalam warga , ad interim permintaannya tetap maka barang serta jasa akan naik harganya. Bertolak dari hukum ekonomi tersebut, para ahli ekonomi secara deduktif sudah sudah dapat menentukan bahwa harus dijaga supaya persediaan barang serta jasa yang diharapkan masyarakat tadi selalu dapat mencukupi pada kuantitas serta kualitasnya.

Metode Matematika

Metode yang dipakai buat memecahkan kasus – perkara ekonomi menggunakan cara pemecahan soal – soal secara matematis. Maksudnya bahwa dalam matematika terdapat norma yang dimulai menggunakan pembahasan dalil – dalil. Melalui pembahasan dalil – dalil tadi bisa dipastikan bahwa kajiannya dapat diterima secara generik.

Metode statistika

Suatu metode pemecahan kasus ekonomi menggunakan cara pengumpulan, pengolahan, analisis, penafsiran dan penyajian data dalam bentuk nomor – nomor secara statistik. Dari nomor – angka yg disajikan kemudian dapat diketahui pertarungan yg sesungguhnya. Sebagai model, pembahasan tentang pengangguran. Dalam hal ini, bisa terlebih dahulu diidentifikasi unsur – unsur yg berkaitan dengan pengangguran,  mislanya data perusahaan, data energi kerja yg terdidik atau  kurang terdidik, jenis dan jumlah lapangan kerja yg tersedia, jumlah serta taraf upah yang ditawarkan perusahaan, loka perusahaan beroprasi, rata – homogen loka tinggal para calon pekerja. Menurut data yg terkumpul tersebut seseorang pakar ekonomi bisa menyusun analisis dan penafsiran data secara statistik yang herbi pemecahan masalah pengangguran tersebut. Selanjutnya, menurut angka tadi dapat ditentukan cara yg tepat buat membantu mengatasi perkara pengangguran secara seksama berdasarkan tafsiran peneliti terhadap nomor – angka yg tersaji statistik.

Berkaitan dengan sistem ekonomi, terdapat tiga bentuk sistem ekonomi yang dikenal pada global ini, yaitu:
Sistem ekonomi pasar (Laissez-Faire Economy), adalah sistem ekonomi yg berbasis pada kebebasan individu serta perusahaan pada menentukan berbagai kegiatan ekonomi, misalnya konsumsi serta produksi. Perekonomian akan memilih titik ekuilibrium dengan mengandalkan kemampuan pada sistem harga, yaitu tarik menarik antara permintaan dan penawaran. Keseimbangan harga serta jumlah barang serta jasa pada perekonomian dibimbing oleh sesuatu yang tidak kelihatan (invisible hand).

Sistem ekonomi terpusat (sistem ekonomi sosialis) atau dianggap Command Economy, yaitu sistem ekonomi dimana pemerintah membuat semua kebijakan menyangkut produksi, distribusi, dan konsumsi. Dengan kata lain, dalam sistem ekonomi sosial yang murni, pemerintah mengatur seluruh aspek aktivitas ekonomi.

Sistem ekonomi campuran yaitu gabungan berdasarkan sistem ekonomi pasar dan sistem ekonomi terpusat. Dalam sistem ekonomi campuran, kebebasan individu serta perusahaan dalam menentukan kegiatan ekonomi masih diakui, namun pemerintah ikut campur pada perekonomian menjadi stabilisator ekonomi menggunakan memberlakukan banyak sekali kebijakan fiskal serta moneter.