CARA MENULIS SURAT LAMARAN KERJA YANG BAIK DAN BENAR BESERTA CONTOHNYA

Bagaimana cara membuat surat lamaran kerja yang baik serta sahih, supaya lamaran kerja kita gampang diterima?
Apakah anda baru saja menuntaskan pendidikan, dan berencana untuk mencari pekerjaan yg anda impikan?
Namun anda masih bingung bagaimana caranya menulis surat lamaran kerja yang baik dan sahih, supaya bisa menggunakan gampang diterima bekerja.
Atau mungkin anda sudah berkali-kali mengirimkan surat lamaran kerja ke banyak sekali instansi ataupun berbagai perusahaan yg anda senangi, namun belum pula ada panggilan?
Apa yang keliru pada surat lamaran kerja yang telah anda buat serta kirimkan?
Bisa jadi surat lamaran kerja yang anda buat belum memenuhi kondisi-kondisi yang ditetapkan oleh instansi atau perusahaan tersebut.
Bagaimana menciptakan surat lamaran kerja yang benar
Atau mungkin ada yang kurang lengkap dari surat lamaran kerja yang sudah susah payah anda buat.
Disini kita coba mengembangkan bagaimana cara menulis surat lamaran kerja yg baik dan sahih, sebagai akibatnya surat lamaran kerja yang anda kirimkan dapat diterima.
Mendapatkan pekerjaan yang baik, menduduki posisi atau jabatan yang tinggi dan penghasilan yang relatif adalah asa menurut seluruh orang.
Karena jika kita sudah menerima pekerjaan yg baik, posisi atau jabatan yg cantik, menerima penghasilan yg lumayan besar .
Kita akan menggunakan gampang mengatur perekonomian serta memenuhi semua kebutuhan hayati kita.
Pada zaman sekarang ini, tidak bisa kita pungkiri, bahwa jumlah orang yang melamar kerja jauh lebih poly dibanding menggunakan penyedia pekerjaan.
Dalam situasi ini, berbagai instansi atau perusahaan penyedia pekerjaan pasti akan lebih selektif untuk menerima para calon pekerja.
Ditambah lagi dengan aneka macam persyaratan yg mereka tuntut buat dipenuhi oleh pelamar pekerjaan.
Mungkin bagi sebagian orang yang mempunyai modal dan talenta dalam berusaha sendiri atau berwiraswasta, hal ini tidak menjadi kasus bagi mereka.
Bahkan mereka yang berwiraswasta atau memiliki kapital untuk membuka usaha sendiri akan membuka peluang pekerjaan bagi orang lain.
Bagaimana menciptakan surat lamaran kerja yang benar
Namun bagi kita yg nir mempunyai modal atau bakat buat berusaha sendiri atau berwiraswasta, jalan satu-satunya buat menerima penghasilan dalam memenuhi kebutuhan hidup, merupakan dengan mencari pekerjaan menggunakan melamar pada aneka macam perusahaan atau instansi yang sedang membutuhkan tenaga kerja.
Namun, dalam zaman kini ini, persaingan dalam menerima pekerjaan telah semakin berat.
Untuk itu kita harus melengkapi diri menggunakan pendidikan yang tinggi, dengan aneka macam ketrampilan serta kemampuan supaya bisa mempunyai nilai lebih serta kelebihan khusus, guna dapat sebagai galat satu orang yg sedang diperlukan sang perusahaan atau suatu instansi penyedia pekerjaan.
Melamar pekerjaan merupakan keliru satu langkah pertama untuk kita dapat menandakan kemampuan serta keahlian kita terhadap perusahaan atau instansi tadi.
Dengan mengirimkan surat lamaran kerja, dan menulis surat lamaran kerja yg indah dan sahih, adalah satu langkah penting pada pertanda siapa diri kita pada perusahaan atau instansi tersebut.

Cara Membuat Surat Lamaran Kerja yang Baik dan Benar

Berikut kita berikan banyak sekali model bagaimana menciptakan atau menulis surat lamaran kerja yg baik dan benar, sehingga kita dapat memenuhi hasrat berdasarkan penyedia pekerjaan.
Bagaimana menciptakan surat lamaran kerja yang benar

Contoh surat lamaran kerja
Beberapa contoh surat lamaran kerja yg dapat anda jadikan panduan pada menulis surat lamaran kerja
Contoh 1, cara menulis surat lamaran kerja yg benar
______________________________________________________
Jakarta, 01 Januari 2017 (isi dengan lokasi anda serta lepas menciptakan surat lamaran)
Hal : Lamaran Pekerjaan
Kepada yth :
Bapak / Ibu HRD PT. ___________ (Isi nama perusahaan yang dituju)
Di ____________(Isi kota perusahaan yg dituju)
Dengan hormat
Berdasarkan iklan lowongan kerja yang saya dapatkan melalui internet, bahwa perusahaan yg Bapak / Ibu Pimpin sedang membutuhkan energi kerja, maka menggunakan ini saya :
Nama .................................:__________
Alamat...............................:__________
Tempat / lepas lahir.....:__________
Pendidikan terakhir.........:__________
Telepon / Handphone ....:__________
Bermaksud mengajukan lamaran pekerjaan ke perusahaan yang bapak / bunda pimpin, menggunakan posisi yang dapat diubahsuaikan menggunakan kualifikasi pendidikan saya.
Sebagai bahan pertimbangn, bersama ini turut aku lampirkan Curriculum Vitae (CV) serta foto terbaru sebanyak 1 lembar.
Demikianlah surat lamaran kerja ini aku buat, menggunakan asa Bapak / bunda bisa mendapat aku bekerja pada peusahaan yg Bapak / Ibu pimpin.
Atas perhatian dan pertimbangan Bapak/Ibu, aku ucapkan terima kasih.
Hormat saya
(Tanda tangan)
(Nama lengkap Anda)
______________________________________________________
Contoh 2, cara menulis Surat Lamaran Kerja yg benar

______________________________________________________

(isi dengan lokasi anda serta lepas menciptakan surat lamaran) Jakarta, 01 Januari 2017

Hal : Lamaran Pekerjaan
Lampiran : Satu Berkas
Kepada : Yth. Bapak/Ibu Kepala Bagian HRD ___________ (Isi nama perusahaan yang dituju)
Di Tempat
Dengan hormat
Saya yang bertanda tangan pada bawah ini :
Nama .................................:__________
Alamat...............................:__________
Tempat / lepas lahir.....:__________
Pendidikan terakhir.........:__________
Telepon / Handphone ....:__________
Status perkawinan .........:__________
Bermaksud mengajukan lamaran pekerjaan menjadi (isi jabatan yg anda lamar) pada perusahaan Bapak/Ibu.
Sebagai bahan pertimbangan bersama surat ini aku lampirkan :
1. Daftar riwayat hidup
2. Fotocopy Ijazah pendidikan terakhir
3. Fotokopi KTP
4. Pas foto 4x6
Demikian surat lamaran kerja ini aku ajukan, besar harapan aku bisa diterima bekerja disini.
Atas saat dan perhatian yg bapak/bunda berikan saya ucapkan poly terima kasih.
Hormat saya
(Tanda tangan)
(Nama lengkap Anda)
______________________________________________________
Contoh tiga, Cara menulis Surat Lamaran kerja yg benar
______________________________________________________
(Isi menggunakan lokasi anda dan tanggal menciptakan surat lamaran) Jakarta, 01 Januari 2017...........

Kepada Yth,................................

HRD PT (Isi nama perusahaan yang dituju)

di Tempat....................................

Dengan hormat,
Sesuai menggunakan informasi pada website di internet, bahwa PT_(Nama perusahaan yang dituju) membutuhkan energi kerja menjadi (posisi yg diperlukan) , maka yang bertanda tangan dibawah ini, aku :
Nama .................................:__________
Alamat...............................:__________
Tempat / lepas lahir.....:__________
Pendidikan terakhir.........:__________
Telepon / Handphone ....:__________
Status perkawinan .........:__________
Alamat Email ..................:__________
Bermaksud buat mengisi lowongan pada pekerjaan tadi. Bersama ini, sebagai bahan pertimbangan saya lampirkan daftar riwayat hidup dan data pendukung lainnya.
Besar harapan saya untuk dapat bergabung dalam perusahaan yg Bapak/Ibu pimpin. Atas perhatian Bapak/Ibu saya ucapkan poly terima kasih.
Hormat saya..........


(Tanda tangan)...................

(Nama lengkap Anda)

______________________________________________________
Setelah cara menulis surat lamaran kerja yang sahih sudah kita ketahui, yg tidak kalah krusial lagi dalam melamar pekerjaan, adalah kelengkapan data yang turut kita lampirkan di pada surat lamaran kerja yg kita kirimkan.
Bagaimana menciptakan surat lamaran kerja yang benar
Kelengkapan data melamar pekerjaan
Berikut beberapa data yang dapat kita lampirkan menjadi bahan referensi serta pertimbangan bagi perusahaan atau instansi yang kita tuju.
  • Surat Lamaran Kerja yang baik dan Benar.
  • Daftar Riwayat Hidup atau yg biasa disebut CV (Curriculum Vitae).
  • Foto Copy Ijazah terakhir.
  • Foto Copy KTP serta Foto terkini anda.
  • Sertifikat yg anda miliki, sesuai dengan pekerjaan yg dilamar.
  • Surat surat keterangan, rekomendasi pengalaman kerja (apabila anda pernah bekerja sebelumnya), ini juga wajib diadaptasi menggunakan pekerjaan yg anda lamar.
  • SKCK (surat liputan catatan kepolisian atau surat keterangan berkelakuan baik.
  • Surat berita sehat dari dokter atau tempat tinggal sakit.

Perlu diingat, pada menulis surat lamaran kerja, mampu saja anda buat kreasi anda sendiri, selama nir berlebih-lebihan, baik dalam menentukan kosa kata, pastikan nir terdapat istilah yang salah atau kurang alfabet .
Dan pastikan semua data yg kita lampirkan , disesuaikan menggunakan posisi atau jabatan yg kita inginkan. Jangan sampai kesalahan dalam melampirkan data malah membuat anda terlihat tidak profesional dimata penyedia pekerjaan.
Bagaimana menciptakan surat lamaran kerja yang benar
Demikianlah sedikit citra mengenai bagaimana cara menulis Surat Lamaran Kerja yang baik dan benar, semoga dapat membantu serta memberi manfaat bagi kita seluruh !
CARA FLEXI
dikutip berdasarkan aneka macam asal

EPISTIMOLOGI UNTUK ILMU PENDIDIKAN ISLAM

Epistimologi Untuk Ilmu Pendidikan Islam 
Dalam UU RI No. Dua Tahun 1989, mengenai Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), Bab II Pasal 4, dijelaskan bahwa: ”Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa serta mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yg beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan YME dan berbudi pekerti luhur, mempunyai pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani serta rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri dan rasa tanggung jawab kemasyarakatan serta bangsa”. Ini merupakan salah satu dasar dan tujuan menurut pendidikan nasional yg seharusnya menjadi acuan bangsa Indonesia. 

Fenomena yg kita saksikan beserta, pendidikan sampai kini masih belum memberitahuakn hasil yang diperlukan sesuai dengan landasan serta tujuan berdasarkan pendidikan itu. Membentuk manusia yg cerdas yang diimbangi dengan nilai keimanan, ketaqwaan serta berbudi pekerti luhur, belum bisa terwujud. Gejala kemerosotan nilai-nilai akhlak serta moral dikalangan rakyat sudah mulai luntur dan meresahkan. Sikap saling tolong-menolong, kejujuran, keadilan dan kasih sayang tinggal slogan belaka. 

Krisis akhlak pada elite politik terlihat menggunakan adanya penyelewengan, penindasan, saling menjegal atau adu domba, fitnah serta perbuatan maksiat lainnya. Pada lapisan rakyat, krisis akhlak pula terlihat dalam sebagian sikap mereka yg sangat mudah merampas hak orang lain, contohnya menjarah, main hakim sendiri, melanggar peraturan tanpa merasa bersalah, gampang terpancing emosi, mudah diombang-ambingkan serta perbuatan lain yg merugikan orang lain atau diri sendiri. Kemerosotan nilai-nilai moral yang tadinya hanya menerpa sebagian mini elite politik dan sebagian warga yang lebih tepatnya pada orang dewasa yg memiliki kedudukan, jabatan, profesi serta kepentingan, sekarang telah menjalar dalam masyarakat kalangan pelajar. Banyaknya keluhan orang tua, pengajar, pendidik serta orang-orang yg beranjak dalam bidang keagamaan dan pengaduan warga sosial umumnya, yg berkenaan dengan ulah sebagian pelajar yang sukar dikendalikan, nakal, sering bolos sekolah, tawuran, merokok, mabuk-mabukan dan lebih pilu lagi sudah memasuki global pornografi.

Pada waktu ini sudah sebagai fenomena timbulnya kemerosotan nilai akhlak generasi muda atau kalangan pelajar, yang pada prinsipnya adalah karena mereka nir mengenal kepercayaan , nir diberikan pengertian agama yg cukup, sebagai akibatnya perilaku serta tindakan serta perbuatannya menjadi liar. Adanya perilaku, tindakan dan perbuatan yg tidak bertanggung jawab ini apabila dibiarkan terus, maka tak ayal lagi jikalau generasi mendatang akan diliputi kegelapan dan hancurnya tatanan perikehidupan umat manusia.

1. Sebab Timbulnya Krisis Akhlak
Adapun yg sebagai akar kasus penyebab timbulnya krisis akhlak pada masyarakat relatif poly, yang terpenting antara lain adalah:
Pertama, krisis akhlak terjadi lantaran longgarnya pegangan terhadap kepercayaan yg menyebabkan hilangnya pengontrol diri menurut dalam (self control). Selanjutnya alat pengontrol perpindahan kepada hukum dan warga . Tetapi karena aturan dan rakyat juga sudah lemah, maka hilanglah semua alat kontrol. Akibatnya manusia bisa berbuat sesuka hati dalam melakukan pelanggaran tanpa terdapat yg menegur.

Kedua, krisis akhlak terjadi lantaran pelatihan moral yang dilakukan sang orang tua, sekolah serta masyarakat sudah kurang efektif. Bahwa penanggung jawab pelaksanaan pendidikan pada negara kita adalah famili, rakyat serta pemerintah. Ketiga institusi pendidikan telah terbawa sang arus kehidupan yang mengutamakan materi tanpa diimbangi dengan pelatihan mental spiritual.

Ketiga, krisis akhlak terjadi karena derasnya arus budaya hayati materialistik, hedonistik dan sekularistik. Derasnya arus budaya yg demikian didukung sang para penyandang modal yg semata-mata mengeruk keuntungan material dengan memanfaatkan para remaja tanpa memperhatikan dampaknya bagi kerusakan akhlak para generasi penerus bangsa.

Keempat, krisis akhlak terjadi lantaran belum adanya kemauan yang sungguh-sungguh dari pemerintah. Kekuasaan, dana, tekhnologi, asal daya manusia, peluang serta sebagainya yg dimiliki pemerintah belum banyak dipakai buat melakukan pelatihan akhlak bangsa. Hal yg demikian semakin diperparah dengan ulah sebagian elite politik penguasa yang semata-mata mengejar kedudukan, kekayaan serta sebagainya dengan cara-cara yg tidak mendidik, sepeati adanya praktek korupsi, kolusi dan Nepotisme (KKN). Hal yg demikian terjadi mengingat bangsa Indonesia masih menerapkan pola hidup paternalistik.

Fenomena yang kita saksikan memang benar, bahwa nilai-nilai akhlak serta moral yg berkembang kini sudah jauh menurut asa dan sangat mengkhawatirkan. Sebagai kambing hitamnya tak jarang kita menyalahkan dunia pendidikan yang bertanggung-jawab atas semua yg terjadi. Rasanya memang terdapat benarnya jua jikalau dipikirkan secara mendalam, sebab kemerosotan nilai-nilai itu tidak terlepas dari kiprah dunia pendidikan yang tugas salah satunya merupakan mempersiapkan asal daya manusia yang berkualitas dan mendidik nilai-nilai moral bangsa. 

Belakangan ini, aneka macam seminar digelar kalangan pendidik yg bertekad mencari solusi buat mengatasi krisis akhlak. Pera pemikir pendidikan menyerukan supaya kecerdasan akal diikuti menggunakan kecerdasan moral, pendidikan agama. Pendidikan moral harus siap menghadapi tantangan dunia, pendidikan harus menaruh donasi yg konkret dalam mewujudkan rakyat yg semakin berbudaya (rakyat madani).

2. Langkah yg ditempuh untuk mengatasi krisis moral
Sejalan menggunakan karena-karena timbulnya krisis akhlak tadi pada atas, maka cara buat mengatasinya dapat ditempuh menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:

Pertama, pendidikan akhlak bisa dilakukan dengan tetapkan pelaksanaan pendidikan agama, baik pada tempat tinggal , sekolah juga warga . Hal yang demikian diyakini, lantaran inti ajaran agama merupakan akhlak yang mulia yang bertumpu dalam keimanan kepada Tuhan serta keadilan sosial. Pengajaran kepercayaan hendaknya mendapat loka yg teratur akurat, sampai cukup mendapat perhatian yang semestinya menggunakan tidak mengurangi kemerdekaan golongan-golongan yg hendak mengikuti agama yang dianutnya. Madrasah-madrasah serta pesantren yang dalam hakikatnya merupakan keliru satu indera serta sumber pendidikan pada rangka mencerdaskan kehidupan beragama yg sudah berurat pada masyarakat umumnya, maka hendaklah menerima perhatian serta bantuan baik material ataupun dorongan spiritual menurut pemerintah. 

Kedua, dengan mengintegrasikan antara pendidikan serta pedagogi. Hampir seluruh ahli pendidikan setuju, bahwa pedagogi hanya berisikan pengalihan pengetahuan (transfer of knowladge), keterampilan dan pengalaman yg ditujukan buat mencerdaskan nalar serta memberikan keterampilan. Sedangkan pendidikan tertuju pada upaya membantu kepribadian, perilaku dan pola hayati yg berdasarkan nilai-nilai yg luhur. Pada setiap pedagogi sesungguhnya terdapat pendidikan serta secara akal keduanya sudah terjadi integrasi yang penting. Pendidikan yg merupakan satu cara yg mapan buat memperkenalkan pelajar (learners) melalui pembelajaran serta sudah menampakan kemampuan yang semakin tinggi buat mendapat serta mengimplementasikan alternatif-cara lain baru untuk membimbing perkembangan insan[10]. Dengan integrasi antara pendidikan dan pedagogi diperlukan menaruh donasi bagi perubahan nilai-nilai akhlak yg sesuai dengan tujuan pendidikan dalam menyongsong hari esok yg lebih cerah. 

Ketiga, bahwa pendidikan akhlak bukan hanya sebagai tanggung jawab pengajar agama saja, melainkan tanggung-jawab semua guru bidang studi. Pengajar bidang studi lainnya juga wajib ikut dan pada membina akhlak para siswa melalui nilai-nilai pendidikan yg terdapat dalam semua bidang studi.

Melekatnya nilai-nilai ajaran kepercayaan dalam setiap mata pelajaran atau bidang studi generik lainnya yg bukan pelajaran kepercayaan memiliki nilai yg sangat penting pada upaya mengembangkan nilai keagamaan pada murid. Melalui mata pelajaran umum selain anak didik bisa memperlajari substansi, prinsip-prinsip dan konsep-konsep menurut ilmu pengetahuan itu, diperlukan jua ada dimensi nilai yang terkandung pada pendidikan itu. Dalam pembelajaran anak didik mempunyai kewajiban supaya mentaati peraturan tertulis, etika, adab sopan santun dan kebiasaan-kebiasaan generik lainnya. Selain itu siwa dapat belajar untuk lebih mencintai lingkungan, baik di sekolah, keluarga atau masyarakat.

Melalui pendidikan bidang studi lainnya, siswa juga dapat lebih memahami betapa agung serta perkasanya Tuhan Yang Maha Esa yang sudah membentuk alam semesta ini dengan segala isinya yg berjalan dengan tertib, sesuai menggunakan hukum-aturan Allah (sunnatullah) yang jua disebut aturan alam. Siswa akan menyadari bahwa apa yg terjadi di alam semesta ini dalam dasarnya asal berdasarkan Yang Maha Mencipta. Inilah pendidikan mata pelajaran bidang studi generik menjadi contoh yg sebagai wahana buat pendidikan nilai-nilai agama. 

Keempat, pendidikan akhlak wajib didukung oleh kerjasama yg kompak dan bisnis yang sungguh-sungguh dari orang tua (keluarga), sekolah dan masyarakat. Orang tua di rumah wajib meningkatkan perhatiannya terhadap anak-anaknya menggunakan meluangkan ketika buat memberikan bimbingan, keteladanan dan pembiasaan yg baik. Orang tua jua wajib berupaya membentuk rumah tangga yang serasi, tenang dan tenteram, sebagai akibatnya anak akan merasa damai jiwanya serta menggunakan gampang dapat diarahkan pada hal-hal yang positif.

Tiga sentra pendidikan (famili, sekolah dan warga ) secara bertahap serta terpadu mengemban suatu tanggung jawab pendidikan bagi generasi mudanya. Ketiga penanggung jawab pendidikan ini dituntut melakukan kerjasama pada antara mereka baik secara pribadi juga tidak langsung, menggunakan saling menopang kegiatan yg sama secara indvidual-sendiri maupun bersama-sama. Dengan kata lain, perbuatan mendidik yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak pula dilakukan oleh sekolah dengan memperkuat dan dikontrol oleh rakyat menjadi lingkungan sosial anak.

Pendidikan famili merupakan benteng utama tempat anak-anak dibesarkan melalui pendidikan dan di sinilah peran primer orang tua sebagai pendidik yang akan mendasari serta mengarahkan anak-anaknya pada pendidikan selanjutya. Dalam Islam, rumah keluarga muslim adalah benteng utama tempat anak-anak dibesarkan melalui pendidikan Islam. Adapun yang sebagai tujuan pendidikan dalam Islam adalah: mendirikan syariat Allah dalam segala permasalahan rumah tangga; Mewujudkan ketenteraman dan ketenangan psikologis; Mewujudkan sunnah Rasulullah saw. Dengan melahirkan anak-anak saleh; Memenuhi kebutuhan cinta kasih anak-anak; serta Menjaga fitrah anak supaya nir melakukan defleksi-penyimpangan. Tanggung-jawab pendidikan famili ada pada pundak para orang tua, sehingga anak-anak terhindar dari kerugian, keburukan, mengingat banyaknya sendi kehidupan sosial yang melenceng berdasarkan tujuan pendidikan. 

Pendidikan sekolah adalah pendidikan yg diperoleh seorang pada sekolah secara teratur, sistematis, bertingkat serta mengikuti kondisi-syarat yang jelas serta ketat. Pada dasarnya pendidikan sekolah adalah bagian menurut pendidikan dalam keluarga, yang sekaligus pula merupakan kelanjutan menurut pendidikan keluarga. Sekolah merupakan jembatan bagi anak yg menghubungkan kehidupan keluarga dengan kehidupan pada warga kelak. 

Pendidikan Masyarakat ditandai menggunakan adanya mosi Mangunsarkoro yang ditujukan pada Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP), yg mendesak pemerintah agar memberi perhatian lebih banyak dalam pendidikan masyarakat serta lalu diterima, maka dalam 1 Januari 1946 terbentuklah Bagian Pendidikan Masyarakat pada Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan. Adapun isinya menjelaskan menggunakan tegas: (1) Memberantas buta huruf, (dua) Menyelenggarakan kursus pengetahuan generik, serta (3) Mengembangkan perpustakaan rakyat. Dengan adanya pendidikan ini, diperlukan pendidikan diperlukan sebagai proses pembudayaan kodrat alam yg adalah usaha memelihara dan memajukan dan menaikkan dan memperluas kemampuan-kemampuan kodrati buat mempertahankan hidup. 

Proses pembudayaan pendidikan yang bertujuan menciptakan kehidupan individual serta sosial yg bercita-cita buat menciptakan insan yg merdeka lahir serta batin. Manusia yang merdeka lahir dan batin maksudnya merupakan tertanamnya pada diri setiap individu tiang-tiang kemerdekaan hidup, yang mempunyai kecakapan panca alat, ketajaman berpikir, kejernihan berperasaan, kemantapan dan kuatnya kemauan dan keluhuran budi pekerti.

Kelima, pendidikan akhlak wajib memakai seluruh kesempatan, berbagai wahana termasuk tekhnologi modern. Kesempatan berekreasi, pameran, kunjungan, berkemah dan kegiatan lainnya harus dicermati sebagai peluang buat membina akhlak. Demikian pula dengan sarana yg sudah canggih pada masa sekarang, misalnya: siaran TV, Handphone (HP), surat liputan, majalah, internet serta tekhnologi lainnya nir disalahgunakan, sehingga sarana tersebut dapat mempermudah proses pendidikan demi terwujudnya akhlak yg baik. 

Diakui bahwa sistem pendidikan yg kita miliki serta dilaksanakan selama ini masih belum bisa mengikuti serta mengendalikan kemajuan tekhnologi, sehingga dunia pendidikaan belum bisa membentuk energi-energi pembangunan yang terampil, kreatif dan aktif, yanng sesuai dengan tuntutan mansyarakat luas. Bahaya dan masalah negatif yg ditimbulkan dengan perkembangan ilmu dan tekhnologi, sebisa mungkin dijauhi serta dihilangkan atau sekurangnya bisa di minimalisir. Bagaimanapun berkembangnya ilmu pengetahuan terbaru menghendaki dasar-dasar pendidikan yg kokoh serta penguasaan kemampuan yang terus menerus.

Pendapat Harold G. Shane dalam bukunya yang berjudul “Arti Pendidikan Bagi Masa Depan”, terdapat beberapa karakteristik berdasarkan desain pendidikan yang akan muncul buat kehidupan pada masa depan, karakteristik itu adalah:
  • Tekanan perlu diberikan pada mendapatkan kembali, dalam bentuk yg jelas, disiplin sosial yang telah menuntun orang Barat dan barangkali yang sudah menuntun sebagian besar umat insan, sebelum timbulnya krisis nilai kini ini. Krisis yg sifatnya relatifisme serta permisif ini mengganggu keterikatan orang dalam kebiasaan-kebiasaan yg ditetapkan kebudayaan yang menuntun setiap individu supaya berbuat berdasarkan cara tertentu. Kita wajib beranjak maju menuju nilai-nilai dan tipe hidup yg baru yg diharapkan pada menyongsong masa depan. 
  • Melalui pendidikan, serangan akan dilancarkan terhadap kubu materialisme yang bertenaga, secara spesifik, terhadap kekeliruan yang telah meletakkan kepercayaan akbar dalam nilai-nilai materialisme. Diharapkan melalui pendidikan bisa mengubah nilai-nilai yg selama ini bersifat “cinta benda” yaitu kesukaan akbar untuk memperoleh benda-benda konsumsi yg tak terkendalikan. 
  • Bahaya serta perkara penggunaan tekhnologi pada menyongsong hidup di masa depan. Dengan pendidikan diperlukan dapat meminimalisir bahaya serta kasus tekhnologi, sebagai akibatnya membuahkan tekhnologi itu wahana krusial pada memperbaiki kedudukan manusia dan perlunya dipikirkan lagi agar pemanfaatan tekhnologi bisa diinjeksikan ke pada kurikulum. 
  • Kurikulum wajib mulai responsif secara lebih memadai terhadap ancaman kerusakan atau krisis nilai yang menimpa lingkungan sosialnya. Secara paten, pendidikan akan memiliki peranan penting saat keputusan-keputusan sosial yg krusial dicapai berkenaan dengan kebijakan nasional serta pada keadaan bagaimanapun pula masih ada banyak dasar untuk memulainya di sekolah. 
  • Pendidikan perlu terus mendidik pelajar agar keluaran pendidikan yg baru bisa membuat pelajar menghadapi potensi kekuatan media massa dalam bentuk opini dan perilaku publik. 
Inilah sosok pendidikan yg berkembang kini , serta bagaimana sosok rakyat masa depan dengan nilai-nilainya yang lebih banyak didominasi. Memang kita semua mengetahui betapa sektor pendidikan selalu kolot pada aneka macam sektor pembangunan lainnya, bukan lantaran sektor itu lebih di lihat sebagai sektor konsumtif jua lantaran pendidikan adalah penjaga status quo warga itu sendiri[17]. Pendidikan merupakan sebagian dari kehidupan warga serta jua sebagai dinamisator rakyat itu sendiri. Dalam aspek inilah kiprah pendidikan memang sangat strategis karena sebagai tiang sanggah menurut transedental rakyat itu sendiri.

Proses perubahan rapikan nilai akan berjalan sesuai menggunakan dinamika masyarakat dalam era eksklusif. Selain itu nilai-nilai dalam generasi yang mendahului sebagian atau holistik masih permanen hidup pada generasi berikutnya. Nilai-nilai yg lebih banyak didominasi pada setiap generasi ada yg bersifat positif serta ada yg negatif, maka kita perlu mengidentifikasinya serta waspada sehingga kita mampu menyaring mana yg perlu dihidari serta mana yang perlu diambil buat kemajuan pada masa mendatang.

Salah satu tugas dari Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), yakni menjaga, melestarikan dan membangun nilai-nilai luhur bangsa. Dalam perkembangannya, generasi nilai-nilai pada warga Indonesia kita lihat adanya nilai-nilai antar generasi. Pendidikan membuahkan nilai-nilai dasar akan semakin kokoh pada bepergian kehidupan bangsa, misalnya nasionalisme dan patriotisme sebagai nilai-nilai generasi pertama menurut perjalanan hidup bangsa. Sudah tentu nilai-nilai luhur itu perlu ditempa, dihaluskan serta diasah terus menerus sinkron dengan perubahan kehidupan

SUMBER-SUMBER ARTIKEL DI ATAS :

Drs. Moh. Saifulloh al-Aziz, Milenium Menuju Masyarakat Madani, Terbit terperinci, Surabaya, 2000. 
Prof. Dr. H. Abuddin Nata, MA., Manajemenen Pendidikan: Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam pada Indonesia, Kencana, Bogor, 2003.
Drs. H.M. Arifin M.ed., Kapita Selekta Pendidikan, Umum serta Agama, CV. Toha Putra, Semarang. 
Departemen Pendidikan serta Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, PT. Balai Pustaka, Jakarta, 1997.
Aminuddin Rasyad, dalam Ahmad Tafsir, Epistimologi buat Ilmu Pendidikan Islam, Bandung:Fak.tarbiyah MIN Sunan Gunung Jati,1995
Warul Walidin AK, Strategi Peniheniukan Nilai, Upaya Pengembangan Dimensi Afektif, Jurnal Didaktika, Vol 1, No.2, 2 September 2000
Hasan Langgulung, Asas-Avas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1992
H.una Kartawisastra dkk, dalam Noeng Muhadjir, Teknologi Pendidikan, Yogyakarta,IAIN Sunan Kalijaga
H.M. Arifin , Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1994.
Nasir Budiman, Pendidikan Moral Qurani, Disertasi, Yogyakarta : MIN Sunan Kalijaga, 1996
Ali Ashraf, Horizon Baru Pendidikan Islam, Jakarta : Pustaka Firdaus,1996.
M. Nasir Budiman, Pendidikan Dalam Perspektif Al Quran, Jakarta: Madam Press,2001
Sam M. Chan dan Tuti T. Sam, Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005. 
Redja Mudyahardjo, Pengantar Pendidikan: Sebuah Studi Awal Tentang Dasar-Dasar Pendidikan dalam Umumnya dan Pendidikan pada Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002.
Harold G. Shane, Arti Pendidikan Bagi Masa Depan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002.
Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997.
Abdurrahman An-Nawawi, Pendidikan Islam pada Rumah, Sekolah danMasyarakat, Penerjemah: Shihabudin, Gema Insani Press, 1995.
Prof. Dr. H.A.R. Tilaar, M.sc.ed., Manajemen Pendidikan Nasional: Kajian Pendidikan Masa Depan, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001.

EPISTIMOLOGI UNTUK ILMU PENDIDIKAN ISLAM

Epistimologi Untuk Ilmu Pendidikan Islam 
Dalam UU RI No. 2 Tahun 1989, mengenai Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), Bab II Pasal 4, dijelaskan bahwa: ”Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa serta membuatkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu insan yg beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan YME dan berbudi pekerti luhur, mempunyai pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani serta rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri dan rasa tanggung jawab kemasyarakatan serta bangsa”. Ini adalah keliru satu dasar serta tujuan menurut pendidikan nasional yg seharusnya menjadi acuan bangsa Indonesia. 

Fenomena yang kita saksikan beserta, pendidikan sampai kini masih belum menunjukkan hasil yg diperlukan sesuai dengan landasan serta tujuan berdasarkan pendidikan itu. Membentuk insan yg cerdas yang diimbangi menggunakan nilai keimanan, ketaqwaan serta berbudi pekerti luhur, belum bisa terwujud. Gejala kemerosotan nilai-nilai akhlak dan moral dikalangan rakyat telah mulai luntur serta meresahkan. Sikap saling tolong-menolong, kejujuran, keadilan dan afeksi tinggal jargon belaka. 

Krisis akhlak dalam elite politik terlihat menggunakan adanya penyelewengan, penindasan, saling menjegal atau adu domba, fitnah dan perbuatan maksiat lainnya. Pada lapisan rakyat, krisis akhlak pula terlihat pada sebagian sikap mereka yang sangat mudah merampas hak orang lain, contohnya menjarah, main hakim sendiri, melanggar peraturan tanpa merasa bersalah, mudah terpancing emosi, gampang diombang-ambingkan serta perbuatan lain yang merugikan orang lain atau diri sendiri. Kemerosotan nilai-nilai moral yang tadinya hanya menerpa sebagian mini elite politik dan sebagian rakyat yang lebih tepatnya dalam orang dewasa yang mempunyai kedudukan, jabatan, profesi dan kepentingan, sekarang sudah menjalar pada warga kalangan pelajar. Banyaknya keluhan orang tua, guru, pendidik dan orang-orang yg beranjak pada bidang keagamaan dan pengaduan warga sosial umumnya, yang berkenaan dengan ulah sebagian pelajar yg sukar dikendalikan, nakal, acapkali bolos sekolah, tawuran, merokok, mabuk-mabukan serta lebih pilu lagi sudah memasuki global pornografi.

Pada waktu ini sudah menjadi kenyataan timbulnya kemerosotan nilai akhlak generasi muda atau kalangan pelajar, yang dalam prinsipnya adalah karena mereka nir mengenal agama, tidak diberikan pengertian kepercayaan yg relatif, sehingga sikap dan tindakan dan perbuatannya sebagai liar. Adanya perilaku, tindakan serta perbuatan yg tidak bertanggung jawab ini apabila dibiarkan terus, maka tak ayal lagi kalau generasi mendatang akan diliputi kegelapan serta hancurnya tatanan perikehidupan umat insan.

1. Sebab Timbulnya Krisis Akhlak
Adapun yg menjadi akar perkara penyebab timbulnya krisis akhlak dalam rakyat cukup poly, yang terpenting diantaranya adalah:
Pertama, krisis akhlak terjadi lantaran longgarnya pegangan terhadap kepercayaan yg mengakibatkan hilangnya pengontrol diri menurut dalam (self control). Selanjutnya indera pengontrol perpindahan pada hukum dan warga . Tetapi lantaran hukum serta rakyat jua telah lemah, maka hilanglah seluruh alat kontrol. Akibatnya insan bisa berbuat sesuka hati pada melakukan pelanggaran tanpa ada yang menegur.

Kedua, krisis akhlak terjadi karena training moral yang dilakukan oleh orang tua, sekolah serta warga telah kurang efektif. Bahwa penanggung jawab aplikasi pendidikan pada negara kita merupakan keluarga, masyarakat dan pemerintah. Ketiga institusi pendidikan telah terbawa sang arus kehidupan yg mengutamakan materi tanpa diimbangi dengan training mental spiritual.

Ketiga, krisis akhlak terjadi karena derasnya arus budaya hidup materialistik, hedonistik dan sekularistik. Derasnya arus budaya yg demikian didukung sang para penyandang kapital yg semata-mata mengeruk laba material dengan memanfaatkan para remaja tanpa memperhatikan dampaknya bagi kerusakan akhlak para generasi penerus bangsa.

Keempat, krisis akhlak terjadi lantaran belum adanya kemauan yang benar-benar-benar-benar berdasarkan pemerintah. Kekuasaan, dana, tekhnologi, asal daya manusia, peluang serta sebagainya yang dimiliki pemerintah belum banyak digunakan buat melakukan training akhlak bangsa. Hal yang demikian semakin diperparah menggunakan ulah sebagian elite politik penguasa yang semata-mata mengejar kedudukan, kekayaan dan sebagainya menggunakan cara-cara yg tidak mendidik, sepeati adanya praktek korupsi, kongkalikong serta Nepotisme (KKN). Hal yg demikian terjadi mengingat bangsa Indonesia masih menerapkan pola hidup paternalistik.

Fenomena yg kita saksikan memang benar, bahwa nilai-nilai akhlak dan moral yg berkembang sekarang telah jauh menurut harapan serta sangat mengkhawatirkan. Sebagai kambing hitamnya seringkali kita menyalahkan dunia pendidikan yg bertanggung-jawab atas semua yg terjadi. Rasanya memang ada benarnya jua bila dipikirkan secara mendalam, sebab kemerosotan nilai-nilai itu tidak terlepas berdasarkan peran dunia pendidikan yg tugas galat satunya merupakan mempersiapkan asal daya manusia yang berkualitas dan mendidik nilai-nilai moral bangsa. 

Belakangan ini, banyak sekali seminar digelar kalangan pendidik yang bertekad mencari solusi buat mengatasi krisis akhlak. Pera pemikir pendidikan menyerukan agar kecerdasan nalar diikuti dengan kecerdasan moral, pendidikan kepercayaan . Pendidikan moral harus siap menghadapi tantangan dunia, pendidikan harus memberikan donasi yg nyata pada mewujudkan rakyat yg semakin berbudaya (masyarakat madani).

2. Langkah yg ditempuh buat mengatasi krisis moral
Sejalan dengan sebab-sebab timbulnya krisis akhlak tadi di atas, maka cara buat mengatasinya bisa ditempuh dengan langkah-langkah sebagai berikut:

Pertama, pendidikan akhlak dapat dilakukan menggunakan tetapkan pelaksanaan pendidikan kepercayaan , baik pada tempat tinggal , sekolah maupun rakyat. Hal yang demikian diyakini, lantaran inti ajaran kepercayaan merupakan akhlak yang mulia yg bertumpu pada keimanan pada Tuhan serta keadilan sosial. Pengajaran agama hendaknya menerima loka yg teratur akurat, sampai relatif mendapat perhatian yg semestinya menggunakan tidak mengurangi kemerdekaan golongan-golongan yang hendak mengikuti agama yang dianutnya. Madrasah-madrasah dan pesantren yg dalam hakikatnya adalah keliru satu indera dan sumber pendidikan pada rangka mencerdaskan kehidupan beragama yg sudah berurat dalam warga umumnya, maka hendaklah mendapat perhatian serta donasi baik material ataupun dorongan spiritual menurut pemerintah. 

Kedua, menggunakan mengintegrasikan antara pendidikan serta pedagogi. Hampir semua pakar pendidikan setuju, bahwa pedagogi hanya berisikan pengalihan pengetahuan (transfer of knowladge), keterampilan dan pengalaman yg ditujukan untuk mencerdaskan nalar serta menaruh keterampilan. Sedangkan pendidikan tertuju pada upaya membantu kepribadian, sikap serta pola hidup yang dari nilai-nilai yang luhur. Pada setiap pedagogi sesungguhnya masih ada pendidikan dan secara logika keduanya telah terjadi integrasi yang krusial. Pendidikan yang adalah satu cara yang mapan buat memperkenalkan pelajar (learners) melalui pembelajaran dan sudah menunjukkan kemampuan yg semakin tinggi buat mendapat dan mengimplementasikan alternatif-cara lain baru untuk membimbing perkembangan insan[10]. Dengan integrasi antara pendidikan serta pedagogi dibutuhkan menaruh donasi bagi perubahan nilai-nilai akhlak yang sinkron dengan tujuan pendidikan pada menyongsong hari esok yg lebih cerah. 

Ketiga, bahwa pendidikan akhlak bukan hanya menjadi tanggung jawab pengajar kepercayaan saja, melainkan tanggung-jawab seluruh guru bidang studi. Pengajar bidang studi lainnya jua wajib ikut dan dalam membina akhlak para anak didik melalui nilai-nilai pendidikan yg masih ada dalam semua bidang studi.

Melekatnya nilai-nilai ajaran kepercayaan dalam setiap mata pelajaran atau bidang studi umum lainnya yg bukan pelajaran agama mempunyai nilai yang sangat krusial dalam upaya menyebarkan nilai keagamaan pada murid. Melalui mata pelajaran generik selain siswa dapat memperlajari substansi, prinsip-prinsip serta konsep-konsep menurut ilmu pengetahuan itu, diharapkan jua ada dimensi nilai yang terkandung pada pendidikan itu. Dalam pembelajaran anak didik memiliki kewajiban agar mentaati peraturan tertulis, etika, adab sopan santun serta norma-kebiasaan umum lainnya. Selain itu siwa dapat belajar untuk lebih menyayangi lingkungan, baik pada sekolah, famili atau warga .

Melalui pendidikan bidang studi lainnya, anak didik jua dapat lebih tahu betapa agung dan perkasanya Tuhan Yang Maha Esa yg telah menciptakan alam semesta ini dengan segala isinya yang berjalan dengan tertib, sinkron dengan hukum-hukum Allah (sunnatullah) yg jua dianggap aturan alam. Siswa akan menyadari bahwa apa yg terjadi pada alam semesta ini dalam dasarnya asal dari Yang Maha Mencipta. Inilah pendidikan mata pelajaran bidang studi generik menjadi contoh yang menjadi sarana buat pendidikan nilai-nilai kepercayaan . 

Keempat, pendidikan akhlak wajib didukung sang kerjasama yang kompak dan usaha yg sungguh-benar-benar dari orang tua (famili), sekolah dan warga . Orang tua pada tempat tinggal wajib menaikkan perhatiannya terhadap anak-anaknya menggunakan meluangkan waktu buat menaruh bimbingan, keteladanan dan pembiasaan yang baik. Orang tua jua wajib berupaya membangun tempat tinggal tangga yang harmonis, tenang dan tenteram, sebagai akibatnya anak akan merasa damai jiwanya serta dengan gampang dapat diarahkan kepada hal-hal yg positif.

Tiga pusat pendidikan (famili, sekolah serta masyarakat) secara bertahap dan terpadu mengemban suatu tanggung jawab pendidikan bagi generasi mudanya. Ketiga penanggung jawab pendidikan ini dituntut melakukan kerjasama pada antara mereka baik secara pribadi juga tidak langsung, menggunakan saling menopang aktivitas yang sama secara sendiri-sendiri juga bersama-sama. Dengan istilah lain, perbuatan mendidik yg dilakukan oleh orang tua terhadap anak juga dilakukan sang sekolah dengan memperkuat serta dikontrol sang warga sebagai lingkungan sosial anak.

Pendidikan keluarga adalah benteng primer loka anak-anak dibesarkan melalui pendidikan dan di sinilah peran primer orang tua sebagai pendidik yg akan mendasari serta mengarahkan anak-anaknya dalam pendidikan selanjutya. Dalam Islam, tempat tinggal keluarga muslim adalah benteng utama loka anak-anak dibesarkan melalui pendidikan Islam. Adapun yang menjadi tujuan pendidikan dalam Islam merupakan: mendirikan syariat Allah pada segala perseteruan tempat tinggal tangga; Mewujudkan ketenteraman serta kenyamanan psikologis; Mewujudkan sunnah Rasulullah saw. Dengan melahirkan anak-anak saleh; Memenuhi kebutuhan cinta kasih anak-anak; serta Menjaga fitrah anak supaya tidak melakukan penyimpangan-penyimpangan. Tanggung-jawab pendidikan keluarga ada pada pundak para orang tua, sehingga anak-anak terhindar berdasarkan kerugian, keburukan, mengingat banyaknya sendi kehidupan sosial yg melenceng dari tujuan pendidikan. 

Pendidikan sekolah merupakan pendidikan yg diperoleh seseorang di sekolah secara teratur, sistematis, bertingkat dan mengikuti kondisi-kondisi yang kentara dan ketat. Pada dasarnya pendidikan sekolah merupakan bagian berdasarkan pendidikan dalam keluarga, yg sekaligus pula merupakan kelanjutan menurut pendidikan keluarga. Sekolah adalah jembatan bagi anak yg menghubungkan kehidupan keluarga dengan kehidupan pada masyarakat kelak. 

Pendidikan Masyarakat ditandai dengan adanya mosi Mangunsarkoro yang ditujukan pada Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP), yg mendesak pemerintah supaya memberi perhatian lebih poly dalam pendidikan masyarakat dan kemudian diterima, maka pada 1 Januari 1946 terbentuklah Bagian Pendidikan Masyarakat dalam Kementerian Pendidikan, Pengajaran serta Kebudayaan. Adapun isinya menjelaskan menggunakan tegas: (1) Memberantas buta alfabet , (dua) Menyelenggarakan kursus pengetahuan umum, serta (tiga) Mengembangkan perpustakaan masyarakat. Dengan adanya pendidikan ini, dibutuhkan pendidikan dibutuhkan sebagai proses pembudayaan kodrat alam yg adalah usaha memelihara dan memajukan dan menaikkan dan memperluas kemampuan-kemampuan kodrati untuk mempertahankan hidup. 

Proses pembudayaan pendidikan yang bertujuan membangun kehidupan individual serta sosial yang bercita-cita untuk menciptakan insan yg merdeka lahir dan batin. Manusia yg merdeka lahir serta batin maksudnya merupakan tertanamnya dalam diri setiap individu tiang-tiang kemerdekaan hidup, yg memiliki kecakapan panca indera, ketajaman berpikir, kejernihan berperasaan, kemantapan serta kuatnya kemauan dan keluhuran budi pekerti.

Kelima, pendidikan akhlak harus memakai seluruh kesempatan, banyak sekali wahana termasuk tekhnologi terkini. Kesempatan berekreasi, pameran, kunjungan, berkemah serta kegiatan lainnya harus dicermati menjadi peluang buat membina akhlak. Demikian pula dengan sarana yang sudah sophisticated dalam masa sekarang, misalnya: siaran TV, Handphone (HP), surat warta, majalah, internet serta tekhnologi lainnya nir disalahgunakan, sehingga wahana tersebut dapat mempermudah proses pendidikan demi terwujudnya akhlak yang baik. 

Diakui bahwa sistem pendidikan yg kita miliki dan dilaksanakan selama ini masih belum mampu mengikuti serta mengendalikan kemajuan tekhnologi, sebagai akibatnya dunia pendidikaan belum bisa membuat energi-energi pembangunan yg terampil, kreatif serta aktif, yanng sinkron dengan tuntutan mansyarakat luas. Bahaya dan perkara negatif yang ditimbulkan dengan perkembangan ilmu dan tekhnologi, sebisa mungkin dijauhi dan dihilangkan atau sekurangnya bisa pada minimalisir. Bagaimanapun berkembangnya ilmu pengetahuan modern menghendaki dasar-dasar pendidikan yang kokoh serta penguasaan kemampuan yg terus menerus.

Pendapat Harold G. Shane pada bukunya yg berjudul “Arti Pendidikan Bagi Masa Depan”, ada beberapa ciri berdasarkan desain pendidikan yg akan timbul untuk kehidupan pada masa depan, ciri itu merupakan:
  • Tekanan perlu diberikan dalam mendapatkan kembali, dalam bentuk yg jelas, disiplin sosial yang telah menuntun orang Barat serta barangkali yang telah menuntun sebagian besar umat manusia, sebelum timbulnya krisis nilai sekarang ini. Krisis yang sifatnya relatifisme serta permisif ini mengganggu keterikatan orang dalam kebiasaan-norma yg ditetapkan kebudayaan yg menuntun setiap individu agar berbuat berdasarkan cara tertentu. Kita harus bergerak maju menuju nilai-nilai dan tipe hayati yang baru yg diharapkan dalam menyongsong masa depan. 
  • Melalui pendidikan, agresi akan dilancarkan terhadap kubu materialisme yang bertenaga, secara spesifik, terhadap kekeliruan yg telah meletakkan agama akbar dalam nilai-nilai materialisme. Diharapkan melalui pendidikan dapat mengubah nilai-nilai yang selama ini bersifat “cinta benda” yaitu selera besar buat memperoleh benda-benda konsumsi yang tidak terkendalikan. 
  • Bahaya serta kasus penggunaan tekhnologi dalam menyongsong hidup pada masa depan. Dengan pendidikan dibutuhkan dapat meminimalisir bahaya serta kasus tekhnologi, sebagai akibatnya menjadikan tekhnologi itu wahana krusial dalam memperbaiki kedudukan manusia dan perlunya dipikirkan lagi agar pemanfaatan tekhnologi bisa diinjeksikan ke dalam kurikulum. 
  • Kurikulum harus mulai responsif secara lebih memadai terhadap ancaman kerusakan atau krisis nilai yg menimpa lingkungan sosialnya. Secara paten, pendidikan akan mempunyai peranan penting ketika keputusan-keputusan sosial yang penting dicapai berkenaan menggunakan kebijakan nasional serta pada keadaan bagaimanapun pula terdapat poly dasar buat memulainya pada sekolah. 
  • Pendidikan perlu terus mendidik pelajar agar keluaran pendidikan yang baru bisa membuat pelajar menghadapi potensi kekuatan media massa pada bentuk opini serta sikap publik. 
Inilah sosok pendidikan yg berkembang kini , dan bagaimana sosok masyarakat masa depan menggunakan nilai-nilainya yg dominan. Memang kita seluruh mengetahui betapa sektor pendidikan selalu udik pada berbagai sektor pembangunan lainnya, bukan karena sektor itu lebih di lihat sebagai sektor konsumtif jua lantaran pendidikan adalah penjaga status quo rakyat itu sendiri[17]. Pendidikan adalah sebagian menurut kehidupan masyarakat serta jua menjadi dinamisator warga itu sendiri. Dalam aspek inilah kiprah pendidikan memang sangat strategis lantaran sebagai tiang sanggah dari kesinambungan warga itu sendiri.

Proses perubahan tata nilai akan berjalan sesuai menggunakan dinamika rakyat dalam era eksklusif. Selain itu nilai-nilai pada generasi yang mendahului sebagian atau holistik masih tetap hidup pada generasi berikutnya. Nilai-nilai yg dominan dalam setiap generasi ada yang bersifat positif serta terdapat yg negatif, maka kita perlu mengidentifikasinya serta waspada sebagai akibatnya kita bisa menyaring mana yg perlu dihidari serta mana yang perlu diambil buat kemajuan pada masa mendatang.

Salah satu tugas berdasarkan Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), yakni menjaga, melestarikan dan menciptakan nilai-nilai luhur bangsa. Dalam perkembangannya, generasi nilai-nilai dalam warga Indonesia kita lihat adanya nilai-nilai antar generasi. Pendidikan menjadikan nilai-nilai dasar akan semakin kokoh pada bepergian kehidupan bangsa, seperti nasionalisme dan patriotisme sebagai nilai-nilai generasi pertama dari perjalanan hayati bangsa. Sudah tentu nilai-nilai luhur itu perlu ditempa, dihaluskan dan diasah terus menerus sinkron menggunakan perubahan kehidupan

SUMBER-SUMBER ARTIKEL DI ATAS :

Drs. Moh. Saifulloh al-Aziz, Milenium Menuju Masyarakat Madani, Terbit jelas, Surabaya, 2000. 
Prof. Dr. H. Abuddin Nata, MA., Manajemenen Pendidikan: Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam pada Indonesia, Kencana, Bogor, 2003.
Drs. H.M. Arifin M.ed., Kapita Selekta Pendidikan, Umum dan Agama, CV. Toha Putra, Semarang. 
Departemen Pendidikan serta Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, PT. Balai Pustaka, Jakarta, 1997.
Aminuddin Rasyad, dalam Ahmad Tafsir, Epistimologi untuk Ilmu Pendidikan Islam, Bandung:Fak.tarbiyah MIN Sunan Gunung Jati,1995
Warul Walidin AK, Strategi Peniheniukan Nilai, Upaya Pengembangan Dimensi Afektif, Jurnal Didaktika, Vol 1, No.dua, dua September 2000
Hasan Langgulung, Asas-Avas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1992
H.una Kartawisastra dkk, dalam Noeng Muhadjir, Teknologi Pendidikan, Yogyakarta,IAIN Sunan Kalijaga
H.M. Arifin , Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1994.
Nasir Budiman, Pendidikan Moral Qurani, Disertasi, Yogyakarta : MIN Sunan Kalijaga, 1996
Ali Ashraf, Horizon Baru Pendidikan Islam, Jakarta : Pustaka Firdaus,1996.
M. Nasir Budiman, Pendidikan Dalam Perspektif Al Quran, Jakarta: Madam Press,2001
Sam M. Chan serta Tuti T. Sam, Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005. 
Redja Mudyahardjo, Pengantar Pendidikan: Sebuah Studi Awal Tentang Dasar-Dasar Pendidikan pada Umumnya serta Pendidikan di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002.
Harold G. Shane, Arti Pendidikan Bagi Masa Depan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002.
Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997.
Abdurrahman An-Nawawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah danMasyarakat, Penerjemah: Shihabudin, Gema Insani Press, 1995.
Prof. Dr. H.A.R. Tilaar, M.sc.ed., Manajemen Pendidikan Nasional: Kajian Pendidikan Masa Depan, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001.

ISLAM DAN TANTANGAN MODERNITAS STUDI ATAS PEMIKIRAN HUKUM FAZLUR RAHMAN

Islam Dan Tantangan Modernitas, Studi Atas Pemikiran Hukum Fazlur Rahman
Hukum Islam disamping sarat akan muatan sosiologis tak bisa dipungkiri mempunyai jua dimensi teologis serta inilah yg membedakan hukum Islam menggunakan hukum dalam terminologi ilmu aturan terbaru, akan tetapi penempatan cara pandang yang keliru terhadap dimensi teologis yg dikandungnya sanggup menyebabkan anggapan bahwa hkum Islam adalah anggaran yang sakral, bahkan dalam keadaan tertentu orang akan merasa takut buat melakukan revaluasi terhadap anggaran-aturan hkum Islam yang terdapat, karena secara psikologis sudah terbebani sang nilai-nilai kesakralan tadi, buat itu perlu kajian yang sanggup mengantarkan pada cara pandang yang benar tentang aspek teologis pada hkum Islam ini. Dalam Perjalanan sejarahnya yg awal, hukum Islam adalah suatu kekuatan yg bergerak maju serta kreatif. Hal ini dapat dipandang menurut keluarnya sejumlah mazhab aturan yang mempunyai corak sendiri-sendiri sesuai dengan latar belakang sosiokultural dan politik dimana mazhab hukum itu tumbuh dan berkembang.

Dalam kerangka berpikir usul fiqh klasik terdapat lima prinsip yg memungkinkan Hukum Islam sanggup berkembang mengikuti masa: 1) Prinsip Ijma’; 2) Prinsip Qiyas; 3) Prinsip Maslahah Mursalah; 4) Prinsip memelihara Urf’; serta 5) berubahnya aturan dengan berubahnya masa. Kelima prinsip ini menggunakan kentara memberitahuakn betapa pleksibelnya aturan Islam. [1]

Dengan Berlalunya saat, perkembangan Hukum Islam yang dinamis dan kreatif dalam masa awal lalu bermetamorfosis kedalam bentuk mazhab-mazhab atas inisiatif beberapa pakar aturan populer, tetapi menggunakan terjadinya kristalisasi mazhab-mazhab tadi, hak untuk berijtihad mulai dibatasi serta pada gilirannya dinyatakan tertutup.[2] 

Selanjutnya dalam makalah ini dibahas mengenai hukum Islam pada masa kemunduran atau dikenal menggunakan kata masa ‘ahdul jumuud wa al-wuquuf yakni periode kebekuan dan statis yan berlangsung mulai pertengahan abad keempat hijrah (350 H)

A. Situasi Umum Dunia Islam
Harun Nasution, menjelaskan bahwa Dunia Islam terbagi kepada 2 bagian, yaitu Arab yg terdiri atas Arabia, Irak, Suriah, Palestina, Mesir dan Afrika Utara dengan Mesir menjadi pusatnya serta bagian Persia yang terdiri atas Balkan, Asia Kecil, Persia dan Asia Tengah dengan Iran sebagai pusatnya. Pada saat ini kebudayaan Persia merogoh bentuk Internasional dan mendesak kebudayaan lapangan kebudayaan Arab. Pendapat bahwa pintu ijtihad tertutup semakin meluas dikalangan umat Islam. [3]

Ketika ajaran tarekat semakin merajalela menggunakan efek negatifnya. Perhatian pada ilmu pengetahuan sangat kurang sekali. Umat Islam di Sepanyol--yg tadinya merupakan satu kekuatan tersendiri--dipaksa masuk Kristen dan atau keluar dari darah itu. Di samping itu, kondisi dunia Islam semakin mengalami kemunduran, meskipun dalam masa ini-- tahun 1500 – 1700--keluarnya 3 kerajaan besar Islam menggunakan kemanjuannya masing-masing yaitu Kerajaan Usmani pada Turki, Kerajaan Safawi pada Persia serta kerajaan Mughal pada India.

Bersamaan menggunakan kenyataan ini penetrasi bangsa Barat menggunakan kekuatannya semakin meningkat dan meluas ke dunai Islam. Pada tahun 1798 M, Mesir sebagai sentra Islam terpenting berada pada bawah kekuasaan Napoleon Bonaparte, seorang jenderal Perancis yang memimpin pasukuannya menaklukan Mesir. Demikian pula, Inggeris telah mulai menanamkan kekuasaannya pada India.[4] Sampai pada tingkat ini, umat Islam mengalami kemunduran yg paling tidak baik dalam sejarah perjalanannya. Paham keagamaan terpecah belah pada beberapa mazhab dimana antara satu menggunakan yang lainnya saling mengklaim merekalah yg benar serta saling menyalahkan. Demikian pula kekuatan politik umat Islam semakin melemah serta perhatian terhadap pengembangan ilmu pengetahuan telah jauh menurun. Akibatnya warga menjadi jumud serta statis yg hanya menyerah pada nasib.

Di Turki Asia berdiri sebuah kerajaan akbar yaitu kerajaan Bani Saljuk serta pada akhirnya kerajaan ilmiah yang menghancurkan negeri Islam lainnya. Pada waktu ini juga keluarnya pemberontakan yang asal menurut keturunan Bani Hasim, dan kelompok ini dinamakan partai Alawiyah. Dengan keluarnya kekerasan dan peperangan terus menerus membawa akibat yang jelek bagi umat Islam, mereka menjadi lemah buat berbuat. Rasa putus harapan ada menyelimuti akibatnya kemunduran serta keterbelakanganlah karena dalam masa itu para ulama tidak lagi menyelidiki buku-kitab tertentu yang dibutuhkan lain halnya dengan ulama-ulama terdahulu, mereka pulang kenegara-negara besar sehingga terwujud dan terjalin hubungan yanng serasi antara ulama dan pemerintahannya.[5]

Siapapun yang mengamati insiden dan sejarah Islam dalam periode ini tentu melihat bahwa yang mengakibatkan para fuqaha’ memilih jalan taqlid adalah pergolakan yang menyebabkan para fuqaha’ memilih jalan taqlid merupakan pergolakan politik yg menyebabkan negara Islam terpecah sebagai beberapa negara kecil. Dimana setiap negri mempunyai penguasaan sendiri yg diberi gelar Amirul Mukmin. Dari sini mampu dilihat lemahnya negara Islam waktu telah terkena penyakit perpecahan mengganmtikan posisi persaudaraan dan keamanan, negara yg besar terbagi beberapa negara yang kecil. Di timur ada negara Sasai menggunakan Ibukota Bukhara, dan di Anfuleusia terdapat negara Letak yang didirikan sang Abdurahman An-Nashir, demikian juga negara Fatimiyah yg terdapat di utara Afrika.

Pada masa kemunduan ini jua dianggap periode epilog ijtihad atau periode tadwin (pembekuan), mula-mula pada bidanag kebudayaan Islam, kemudian berhentilah perkembangan aturan Islam fiqih-fiqih Islam. Pada umumnya ulama dalam masa ini sudah lemah kemauannya buat mencapai taraf mujtahid sebagaimana yang dilakukan pendahulu mereka. 

A. Sebab-sebab kemunduran Pemikiran Hukum Islam
Dilihat dari segi sejarah pemikiran hukum Islam serta gerakan ijtihad, maka masa ini merupakan masa yg dilihat menjadi situasi yg nir menguntungkan bagi umat Islam. Dikatakan demikian, lantaran dalam masa ini kegiatan ijtihad telah mulai menurun dan mengendur, serta bahkan tidak aktif. Kemunduran gerakan ijtihad pada masa ini lebih disebabkan sang 3 faktor krusial. 

a. Lahirnya Mazhab-mazhab fiqh, dimana dalam awalnya memang menampakan semaraknya gerakan ijtihad,[6] tetapi pada akhirnya menyebabkan suasana atau citra yang nir aman, sehingga terjadi perbedaan-disparitas antar mazhab yang cenderung kontra produktif. Tidak jarang terjadi pertentangan antar mazhab, yang kadang-kadang membawa dampak negative pada masyarakat (pengikut mazhab). Masyarakat terkotak-kotak ke pada banyak sekali mazhab serta masing-masing mengkalaim mazhab merekalah yg sahih dan menyalahkan yang lainnya. 

b. Menurunnya semangat ijtihad dan kuatnya efek ajaran mazhab, sehingga para ulama tidak mau dan nir sanggup melampaui ketentuan-ketentuan yang sudah digariskan sang mazhab yg mereka anut. Parahnya lagi, pada kalangan pengikut mazhab ada sikap ta’asub mazhab dan taqlid. Akibatnya, para ualam yang ada disetiap mazhab menjadi nir kreatif serta mandul. Suasana seperti inilah yg mengakibatkan mundurnya gerakan ijtihad dan pemikiran dalam Islam. Pada ketika ini, kalaupun ada ijtihad yang dilakukan sang ulama, namun tidak lebih dari sekedar mensyarah pemikiran-pemikiran imam-imam mazhab mereka dan mengintrodusir ajaran mazhab kepada masyarakat. Kemandirian ulama buat melakukan ijtihad sebagai hilang, mereka hanya mengikuti apa yang ada dalam mazhab mereka. Disamping itu, di kalangan mazhab sendiri sudah membuat berbagai macam persyaratan buat dijadikan acuan dalam melakukan ijtihad. Persyaratan-persyaratan ijtihad itu, dalam umumnya ditetapkan sangat ketat, sebagai akibatnya pada operasionalnya nir mudah buat dilakukan. Ketatnya persyaratan ijtihad ini, semula tujuannya merupakan supaya nir ada orang-orang yg nir mempunyai otoritas pada melakukan ijtihad dan menganggap mudah ijtihad itu. Diakui bahwa saat ini, memang terdapat semacam kecenderungan berdasarkan sebagian orang yg menggampangkan problem ijtihad ini, dan dapat dilakukan oleh semua orang. Melihat kesamaan ini, ulama-ulama mazhab merasa risi bila ijtihad dilakukan sang orang-orang jahil yang tidak mempunyai persyaratan, maka akan menyebabkan malapetaka bagi umat Islam, sehingga akhirnya pintu ijtihad ditutup.

c. Disintegrasi serta penguasaan bangsa asing faktor yang paling parah yang mengakibatkan kemunduran umat Islam artinya terjadinya disintegrasi dan perpecahan umat Islam. Seperti dijelaskan oleh Harun Nasution,[7] bahwa pada fase ini keutuhan umat Islam dibidang politik mulai pecah, kekuasaan khalifah mulai menurun dan bahkan khilafah sebagai symbol serta lambing kesatuan Politik umat Islam sebagai hilang. Di zaman ini desentralisasi serta disintegrasi semakin meningkat. Perbedaan antara Sunni serta Syi’ah dan demikian pula antara Arab serta Persia bertambah nyata kelihatan. 

B. Tokoh-tokoh dan ajaran Hukum Islam masa kemunduran
Pada masa kemunduran pemikiran aturan Islam ada tokoh-tokoh penting yang hayati dalam zamannya dan mewarnai kegiatan pemikiran aturan Islam dengan dengan keluarnya teori maqashid al-Syari’ah. Maqasid syari’ah berarti tujuan Allah dan Rasulnya dalam merumuskan aturan-hukum Islam. Tujuan ini dapat ditelusuri dalam ayat-ayat Al-Qur’an dan sunah Rosulullah sebagai alasan logis bagi rumusan, suatu aturan yg berorientasi pada kemaslahatan umat insan.

Kegiatan penelitian tujuan aturan (maqashid al-Syari’ah) telah dilakukan oleh para pakar ushul fikih terdahulu. Al-Juwaini dapat dikatakan sebagai ahli ushul fikih pertama yang menekankan pentingnya memahami maqashid aI-Syari’ah dalam menetapkah aturan. Ia secara tegas menyatakan bahwa seorang nir dikatakan mampu menetapkan aturan pada Islam, sebelum beliau bisa memahami sahih tujuan Allah memutuskan perintah-perintah serta larang-laranganNya.

Kerangka berpikir al-Juwaini di atas kelihatannya dikembangan oleh muridnya al-Ghazali(450H./1058M.-505H./IIIIM.) pada kitabnya Syifa al-Ghazali beliau mengungkapkan maksud syari’at dalam kaitannya dengan al-munasabat al-maslhahiyyat al-qiyas. Sebagai seorang pemikir Islam terbesar, A1-Ghazali, nir hanya dikenal pada global Islam, namun jua pada luar Islam, maka sangat wajar apabila poly penulis tertarik untuk-menulis dan mengkaji pemikiran-pemikiran Al-Ghazali, baik berdasarkan kalangan Muslim, juga menurut kalangan Orientalis. Al-Ghazali (1058/1111M.) [8]

Sebagai pemikir akbar Islam, maka output pemikiran Al-Ghazali masih tetap menjadi warisan umat Islam, meskipun sepuluh abad berlalu. Kebesaran imbas Al-Ghazali tersebut bisa dilihat dan gelar hujjah al-Islam yang disandangnya. Berbagai kebanggaan dilontarkan sang penulis serta pemikir kepadanya, pula cercaan serta orang-orang yg nir senang kepadanya. Semua itu adalah bukti kebesaran nama seseorang Al-Ghazali.[9]

Pada masa al-Ghazali, nir saja terjadi disintegrasi umat Islam di bidang politik, melainkan jua pada bidang sosial-keagamaan. Umat Islam waktu itu terpilah-pilah dalam beberapa golongan mazhab fiqh dan genre kalam yg masing-masing tokoh ulamanya menggunakan sadar menanamkan fanatisrne golongan pada umat. Sebenarnya tindakan serupa jua diperankan oleh pihak penguasa. Setiap penguasa menanamkan pahamnya pada masyarakat menggunakan segala daya upaya, bahkan menggunakan cara kekerasan. Sebagai contoh, apa yang dilakukan sang Al-Kundury, Perdana Menteri Dinasti Saljuk pertama yg beraliran Mu’tazilah sehingga mazhab dan genre lainnya (seperti mazhab Syifi’i dan Asy’ari) sebagai stress, bahkan banyak korban dan tokoh-tokohya.

Akibat berdasarkan fanatisme golongan yg melibatkan pada masa itu, seringkali muncul perseteruan antara golongan mazhab dan genre, malah semakin tinggi hingga menjadi konflik fisik yang meminta korban jiwa. Permasalahan tersebut terjadi antara aneka macam mazhab dan genre, masing-masing memiliki daerah penganutnya- Khurasan, lebih banyak didominasi penduduknya bermazhab Syafi’i, serta Transoxiana dan Balkah bermazhab Hanafi dan Hanbali, sedangkan pada Bagdad serta wilayah Iraq, mazhab Hambali lebih dominan.

Menelusuri tentang karya-karya Al-Ghazali, maka dia digolongkan cukup produktif dalam hal penulisan karya ilmiah, lantaran dia memiliki kecenderungan intelektual yang sangat luas (gemar akan ilmu pengetahuan), beliau juga memiliki kemampuan menulis yg sangat tinggi, hal ini dibuktikan oleh al-Ghazali, menulis semenjak umur 20 tahun.

Dari liputan yg diperoleh, nampaknya memang masuk akal, jika dikatakan bahwa al-Ghazali adalah keliru seseorang pemikir Islam yg mempunyai kecenderungan intelektualitas yang tinggi, karena dia masih relatif muda, dan goresan pena pertamanya mendapat pujian menurut gurunya al-Juwaini.

Tentang jumlah karangan al-Ghazali, hingga saat ini belum masih ada istilah pasti. Besar kemungkinan disebabkan karena masih adanya karya-karya al-Ghazali yg belum diterbitkan dan masih pada bentuk naskah yang tersimpan di perpustakaan, baik pada negeri Arab maupun di Eropa. Sebab lain, lantaran sebahagian di antara karya-karyanya sudah lenyap dibakar dalam saat tentara Monggol berkuasa, juga sebahagian dibuang penguasa Spanyol atas perintah Qadhi Abdullah Muhammad ibn Hamdi.[10] Kategori ini terdiri dan sejumlah 72 buku, 22 buku yg diragukan menjadi karya al-Ghazali, karya-karya yg berkata secara pasti buku al-Ghazali, sebesar 31 butir.

Adapun landasan pemikiran Al-Ghazali, bahwa menjadi seorang muslim tetap mendasari pemikiran-pemikirannya kepada utama ajaran Islam, yaitu al-Quran serta Hadis. Di samping itu juga dia mempergunakan akal (al-ma’quI) sebagai landasan berpikirnya. Di pada kitabnya Qanun al-Ta’wil, Al-Ghazali menyampaikan kesetujuannya terhadap golongan yang menggabungkan antara wahyu dengan akal sebagai dasar penting dalam membahas sesuatu.

Ketika Al-Ghazali membahas dalil-dalil utama (yg primer) buat ijma’ beliau menempuh tiga (tiga) jalan, menjadi berikut:
a. Berpegang pada Al-Qur’an
b. Berpegang pada pendapat Rasulullah Saw, bahwa umat nir akan bersepakat pada kesalahan (kesesatan)
c. Berpegang teguh dalam metode ma’nawy.

Dalam buku al-Mustashfa, Al-Ghazali mengungkapkan bahwa rukun Ijtihad ada 3; Fi Nafs al-Ijtihadi, Al-Mujtahad, Al-Mujtahidu Fihi. Menurut al-Ghazali bahwa Ijtihad artinya mendeskripsikan sesuatu yg diperjuangkan serta menghabiskan usaha dalam sebuah aktifitas serta nir bekerja kecuali pada hal-hal berupa beban (kesulitan) secara menyeluruh.

Menurut al-Ghazali Orang yg berijtihad, memiliki dua syarat, Pertama : mengetahui seluk-beluk syari’at, mana yg didahulukan dan mana yg harus dikemudiankan.. Kedua : seseorang mujtahid wajib adil dan menjauhi dosa, persyaratan inilah sebagai landasan dalam berfatwa, apabila tidak adil, maka sama sekali tidak diterima fatwanya. Jadi keadilan seseorang mujtahid sebagai kondisi sahnya ijtihad, jua selalu memperhatikan Al-Quran serta As-Sunnah. Di samping itu tidak dijadikan kondisi seseorang mujtahid bahwa beliau harus mengetahui semua kitab yg berhubungan dengan aturan-aturan, namun mengetahui kurang lebih 500 ayat, juga nir disyaratkan menghafalnya; tetapi mengetahui loka ayat saat dibutuhkan. 

Adapun mengenai hadis, harus mengetahui hadis-hadis yg terkait menggunakan aturan. Tidak diharuskan buat menghafalnya, seperti Sunan Abu Daud, Sunan Ahmad dan Al-Baihaqy. Adapun ijma’ diharuskan menghafal semua peristiwa ijma’ dan perbedaanperbedaannya, namun kebalikannya mengetahui fatwa-fatwa yg mana tidak bertentangan dengan ijma’ 

Al-Mujtahidu Fihi, atau duduk perkara Ijtihad ini sendiri, di sini dijelaskan bahwa semua aturan kepercayaan yg nir mempunyai dalil-dalil qathy, bahkan ada pendapat (secara dzanni) bahwa syarat mujtahid bukan Nabi, maka tidak diharuskan berijtihad bagi Nabi dan pula sebagai kondisi Ijtihad tidak terjadi pada zaman Nabi; maka muncul dua kasus: terjadi perbedaan pendapat pada kebolehan taabud dengnan qiyas serta ber Ijtihad pada zaman Rasulullah Saw. Dalam hal ini terjadi 2 versi: Sekelompok yg melarangnya, dan sekelompok yg membolehkannya. Pendapat pertama : boleh dalam hal memutuskan masalah dan hal pemerintahan pada keadaan Raasulullah nir ada. Pendapat ke 2: yang membolehkan dengan mengungkapkan dengan biar Rasulullah relatif dengan diamnya Rasulullah Saw.

Menurut Al-Ghazali dalam menerima aturan ada tiga cara: Secara ijmali (global) menurutnya terdapat ke-ijmalan, sebagai model pada Firman Allah Swt;
وامسحوا بر ء وسكم dalam hal ini Imam Malik dan Abu Bakr dan Ibnu Jany, (dari Nahat) meniadakan al-Urf, mewajibkan membasuh semua rambut pada setiap berwudhu, sementara itu Imam Syafi’i dan Abd. Jabbar serta Abu al-Huzain keduanya dari Mu’tazilah tetapkan membasuh tangan degan saputangan, itu berarti membasuh tangan berdasarkan sebahagian saputangan, maka wajib membasuh sebahagian rambut. Lantaran itu Imam Syafi’i dan pendapat-pendapat yang lain: bahwa membasuh dari segi bahasa merupakan sebahagian misalnya halnya mandi yang berarti holistik.

Secara Al-Bayan, dengan mengambil contoh sah fakta dengan perbuatan sama jikalau memakai menggunakan perbuatan. Contoh yg lain, Rasulullah Saw., menyebutkan shalat dan haji menggunakan perbuatannya (menggunakan contohnya), dalam kebanyakan orang mukallaf sebagaimana sabda Rasulullah saw., dalam riwayat Bukhary:
صلوا كمارايتمونى ا صلى خذوا على مناسككم
Dari sini memberitahuakn bahwasanya Rasulullah saw., mengungkapkan melalui perbuatan. 

Dalam hal mengambil suatu hukum, Al-Ghazali mengandalkan hadis-hadis mutawatir, dengan kondisi antara lain sebagai berikut:

harus mendahulukan ilmu pada hadis itu, wajib mendahulukan sanadnya yg poly dan nir berbohong. Kalau bertentangan al-Jarhu wa Ta‘dil, maka yang didahulukan merupakan naqd al-sanad (kritik sanad); hadis yg diriwayatkan satu jalur tetapi dengan kondisi harusadil maka itu bisa diterima.

Terkait menggunakan hal ini, maka dia mensyaratkan keadilan di dalam ber-Ijma’ menggantungkan diri, tetapi tetap melegitimasi yang nir adil seperti pada pada kitab Al-Amidi dan Al-Ghazali menjelaskan bahwa adil yg menunjukkan kehujjahan Ijma’ itu bersifat generik, absolut, lepas, beda menggunakan Abu Hanifah, bahwa orang fasiq nir boleh dijadikan hujjah.

Al-Ghazali secara etimologi memberi penerangan bahwa istilah qiyas berarti mengukur, membanding sesuatu dengan yg semisalnya. Dalam Al-Mustashfa, beliau membari definisi qiyas, menjadi berikut : “Menanggungkan sesuatu yg di ketahui kepada sesuatu yang diketahui pada hal menetapakan aturan dalam keduanya atau meniadakan hukum dari keduanya disebabkan terdapat hal yg sama antara keduanya, dalam penetapan aturan atau peniadaan aturan”

Dari definisi yg diberikan oleh Al-Ghazali, secara panjang dan rumit, demikian juga penggunaan istilah: hamala (menanggungkan), terdapat jua pakai isbath (memutuskan), ilhaq (menghubungkan) dan sebagainya. Tadi mengandung arti bahwa qiyas itu merupakan bisnis atau mujtahid.

Penggunaan istilah ma’lum, oleh Al-Ghazali adalah dimaksudkan buat menjangkau kepada sesutu yg belum diketahui (ma’düm), karena bila dikatakan istilah “sesuatu” dari mereka, hanya berlaku yang diketahui (maujud). Terlihat lagi Al-Ghazali difinisinya menghubungkan antara ashal dan furu’ menggunakan kata (pada memutuskan hukum atau peniadaan aturan), maksudnya agar qiyas itu bisa mencapai qiyas ‘aks’ yaitu membuat lawan aturan dari sesautu yg diketahui dalam tempat lain karena keduanya tidak sama dalam illat, aturan. 

Dalam praktek Usul Fiqh, qiyas dapat dirumuskan sebagai cara buat memutuskan aturan yg kasusnya tidak terdapat pada nash dengan cara menyamakannya (menganologikan) dengan masalah hokum yang ada dalam nash, ditimbulkan adanya persamaan illat aturan.

Selain al-Ghazali ada Al-Syatibi yang bernama lengkap Abu Ishaq bin Musa bin Muhammad al-Lakhmi al-Gharnati asy-Syatibi merupakan salah seorang cendekiawan muslim yg belum banyak diketahui latar belakang kehidupannya. Yang kentara, beliau berasal berdasarkan suku Arab Lakhmi. Nama asy-Syatibi dinisbatkan ke daerah asal keluarganya, Syatibah (Xatiba atau Jativa), yg terletak di daerah Spanyol bagian timur.1 Asy-Syatibi dibesarkan serta memperoleh semua pendidikannya di ibukota kerajaan Nashr, Granada, yg merupakan benteng terakhir umat Islam pada Spanyol. Masa mudanya bertepatan dengan masa pemerintahan Sultan Muhammad V al-Ghani Billah yang merupakan masa keemasan umat Islam setempat lantaran Granada sebagai pusat aktivitas ilmiah menggunakan berdirinya Universitas Granada. Suasana ilmiah yang berkembang dengan baik pada kota tersebut sangat menguntungkan bagi asy-Syatibi dalam menuntut ilmu serta mengembangkannya di lalu hari. Dalam meniti pengembangan intelektualitasnya, tokoh yg bermazhab Maliki ini mendalami aneka macam ilmu, baik yang berbentuk ‘ulum al-wasa’il (metode) juga ‘ulum maqashid(esensi serta hakikat). Asy-Syatibi memulai kegiatan ilmiahnya dengan belajar dan mendalami bahasa Arab berdasarkan Abu Abdillah Muhammad ibn Fakhkhar al- Biri, Abu Qasim Muhammad ibn Ahmad al-Syabti, serta Abu Ja’far Ahmad al- Syaqwari. Selanjutnya, beliau belajar dan mendalami hadis dari Abu Qasim ibn Bina serta Syamsuddin al-Tilimsani, ilmu kalam dan falsafah berdasarkan Abu Ali Mansur al-Zawawi, ilmu ushul fikih menurut Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Miqarri serta Abu Abdillah Muhammad ibn Ahmad al-Syarif al- Tilimsani, ilmu sastra berdasarkan Abu Bakar al-Qarsyi al-Hasymi, serta banyak sekali ilmu lainnya, seperti ilmu falak, mantiq, serta debat. Di samping bertemu eksklusif, dia juga melakukan interaksi korespondensi buat mempertinggi dan mengembangkan pengetahuannya, seperti mengirim surat pada seseorang sufi, Abu Abdillah ibn Ibad al-Nafsi al-Rundi. Meskipun mempelajari serta mendalami aneka macam ilmu, asy-Syatibi lebih berminat buat mempelajari bahasa Arab dan, khususnya, ushul fikih. Ketertarikannya terhadap ilmu ushul fikih karena, menurutnya, metodologi dan falsafah fikih Islam adalah faktor yang sangat menentukan kekuatan serta kelemahan fikih dalam menanggapi perubahan sosial. Setelah memperoleh ilmu pengetahuan yg memadai, asy-Syatibi mengembangkankan potensi keilmuannya menggunakan mengajarkan pada para generasi berikutnya, seperti Abu Yahya ibn Asim, Abu Bakar al-Qadi serta Abu Abdillah al-Bayani. Di samping itu, dia pula mewarisi karya-karya ilmiah, seperti Syarh Jalil ‘ala al-Khulashah fi al-Nahw serta Ushul al-Nahw pada bidang bahasa Arab dan al-Muwafaqat fi Ushul al-Syari’ah dan al-I’tisham dalam bidang ushul fikih. Asy-Syatibi wafat dalam tanggal 8 Sya’ban 790 H (1388 M).

Dalam kerangka ini, asy-Syatibi mengemukakan konsep maqashid al-syariah. Secara bahasa, Maqashid al-Syari’ah terdiri menurut 2 kata, yakni maqashid serta al-syari’ah. Maqashid berarti kesengajaan atau tujuan, sedangkan al-syariah berarti jalan menuju asal air, dapat jua dikatakan menjadi jalan ke arah asal utama kehidupan. Menurut istilah, asy-Syatibi menyatakan, “Sesungguhnya syariah bertujuan buat mewujudkan kemaslahatan manusia di global serta di akhirat”

Dari pengertian tadi, bisa dikatakan bahwa tujuan syariah berdasarkan asy-Syatibi merupakan kemaslahatan umat manusia. Lebih jauh, beliau menyatakan bahwa nir satu pun aturan Allah swt yg tidak memiliki tujuan karena aturan yg tidak memiliki tujuan sama menggunakan membebankan sesuatu yang nir dapat dilaksanakan. Kemaslahatan, dalam hal ini, diartikannya menjadi segala sesuatu yang menyangkut rezeki manusia, pemenuhan Penghidupan insan, dan perolehan apa-apa yg dituntut sang kualitaskualitas emosional serta intelektualnya, pada pengertian yg absolut. Dengan demikian, kewajiban-kewajiban pada syariah menyangkut proteksi maqashid al-syari’ah yang dalam gilirannya bertujuan melindungi kemaslahatan insan. Asy-Syatibi menyebutkan bahwa syariah berurusan menggunakan perlindungan mashalih, baik dengan cara yang positif, seperti demi menjaga eksistensi mashalih, syariah mengambil berbagai tindakan buat menunjang landasan-landasan mashalih, juga menggunakan cara preventif, misalnya syariah mengambil banyak sekali tindakan buat melenyapkan unsur apa pun yang yang secara aktual atau potensial menghambat mashalih.

Menurut al-Syatibi [11]maqasidul syariah terbagi kepada 3 tingkatan kebutuhan:
a. Kebutuhan Dharuriyat. Ialah tingkat kebutuhan yang harus ada atau diklaim menggunakan kebutuhan primer. Bila tingkat kebutuhan ini tidak terpenuhi, akan terancam keselamatan umat manusia baik di global maupun pada akherat kelak. Menurut al-Syatibi terdapat lima hal yang termasuk pada kategori ini yaitu memelihara agama, memelihara jiwa, memelihara akal, kehormatan, keturunan dan harta.
b. Kebutuhan Hajiyat ialah kebutuhan-kebutuhan sekunder dimana apabila tidak terwujudkan tidak sampai mengancam keselamatannya, namun akan mengalami kesulitan. Syari’at Islam menghilangkan segala kesulitan itu.
c. Kebutuhan Tahsiniyat merupakan taraf kebutuhan yg apabuila nir terpenuhi tidak mengancam keberadaan keliru satu berdasarkan 5 utama diatas serta tida jua menimbulkan kesulitan. Tingkat ini berupa kebutuhan pelengkap. Menurut al-Syatibi hal-hal yg merupakan kepatutan menurut istiadat adat, menghindarkan hal-hal yg nir lezat dilihat mata, dan berhias dengan keindahan yang sinkron menggunakan tuntutan kebiasaan dan akhlak.

Pengetahuan mengenai maqasid syari’ah, seperti ditegaskan oleh Abd-Alwahhab Khalaf, adalah hak sangat penting yg dapat dijadikan alat abntu buat memahami redaksi Al-Qur’an serta sunnah menuntaskan dalil-dalil yang bertentangan serta sangat krusial lagi adalah untuk tetapkan hukum terhadap kasus yg tidak bertampung sang Al-Qur’an serta sunah secara kajian kebahasan. [12] 

Beberapa ulama ushul sudah mengumpulkan beberapa maksud yg generik berdasarkan menasyri’kan aturan sebagai 3 kelompok, yaitu :
  • Memelihara segala sesuatu yg dharuri bagi manusia pada penghidupan mereka. Urusan-urusan yang dharuri itu adalah segala yang dibutuhkan buat hayati insan, yang jika nir diperoleh akan mengakibatkan rusaknya undang-undang kehidupan, timbullah kekacauan, dan berkembangnya kerusakan. Urusan-urusan yg dharuri itu pulang pada lima utama : Agama, jiwa, nalar, keturunan dan harta
  • Menyempurnakan segala yg dihayati insan. Urusan yang dihayati manusia artinya segala sesuatu yg diharapkan insan buat memudahkan dan menanggung kesukaran-kesukaran taklif serta beban hayati. Jika urusan itu tidak diperoleh, nir merusak peraturan hayati serta nir menimbulkan kekacauan, melainkan hanya tertimpa kesempitan serta kesukaran saja.
  • Mewujudkan keindahan bagi perseorangan dan warga . Ialah segala yg diperlukan sang rasa kemanusiaan, kesusilaan, serta keseragaman hayati. Jika yang demikian ini tidak diperoleh tidaklah cidera peraturan hidup dan tidak pula ditimpa kepicikan. Hanya dipandang nir boleh oleh akal yg bertenaga serta fitrah yang sejahtera. Urusan-urusan yang mewujudkan estetika ini pada arti kembali kepada soal akhlak dan adat tata cara yg bagus dan segala sesuatu buat mencapai keseragaman hidup melalui jalan-jalan yg primer.
Urusan dharuri adalah sepenting-pentingnya maksud, lantaran jika urusan-urusan dharuri itu ridak diperoleh akan mengakibatkan kerusakan pada kehidupan, menghilangkan keamanan dan merajalelalah keganasan. Dalam padi itu, nir dipelihara hukum yang bersifat mewujudkan estetika bila mencederakan suatu dalam memeliharanya mencederakan hukum dharuri. Karena itu boleh kita membuka aurat buat keperluan berobat. Menutup aurat merupakan urusan yang mengindahkan, sedangkan berobat suatu urusan dharuri. Boleh kita makan najis buat obat dan pada keadaan terpaksa. Tidak boleh makan (memegang) najis adalah urusan yang mengindahkan sedangkan menolak kemudharatan merupakan urusan dharuri[13]

Wajib kita mengerjakan segala yang wajib walaupun menyebabkan sedikit kesukaran, lantaran harus kita termasuk golongan dharuri. Sedangkan urusan menolak kesukaran dan kepicikan merupakan urusan tahsini yang mengindhkan. Lantaran itu tidaklah dipelihara urusan yang mengindahkan, mendatangkan kesewenangan, bila menghambat dharuri. Segala hukum dharuri ridak boleh dicederakan, terkecuali bila suatu dharuri yang lebih penting dari padanya. Atas dasar inilah kita diwajibkan berjihad untuk memeliharanya karena memelihara agama merupakan lebih penting berdasarkan dalam memelihara jiwa. Meminum minuman beralkohol dibolehkan, terhadap orang yg dipaksa atau lantaran terpaksa, karena memelihara jiwa lebih penting berdasarkan dalam memelihara akal. Jika perlu untuk memelihara jiwa, kita boleh membinasakan harta orang lantaran memelihara jiwa lebih penting menurut dalam memelihara harta.

SUMBER-SUMBER ARTIKEL DI ATAS

[1]Taufiq Adnan Amal, Islam serta Tantangan modernitas, studi atas pemikiran Hukum Fazlur Rahman, (Bandung: Mizan, 1989) hlm 33-35 
[2]Periode ini disebut juga sebagai periode taqlid yakni ‘ahdul jumuud wa al-wuquuf yakni periode kebekuan serta tidak aktif yan berlangsung mulai pertengahan abad keempat hijrah (350 H) dan hanya Allah yang Maha Tahun kapan periode ini akan berakhir. Diantara penyebab terhentinya gerakan ijtihad a.L : 1) terbagi-baginya Daulah Islamiyyah pada aneka macam kerajaan yang saling bermusuhan sebagai akibatnya atau terjebak pada peperangan demi peperangan. Dalam syarat yang demikian ini maka ‘ulama dalam masa itupun terbagai dalam berbagai strata. 1) tingkat pertama pakar ijihad pada mazhab, dua) tingkat kedua, mujtahid dalam beberapa perkara yg tidak terdapat riwayat berdasarkan imam mazhab, tiga) taraf ketiga, ahlu at-tahriej yang nir melakukan ijtihad untuk mengambil aturan dalam beberapa perkara dan hanya melakukan restriksi mazhab yg dianutnya dalam menafsiri pendapat-pendapat imamnya, 4) tingkat keempat ahlu at-tarjiehyang mampu mempertimbangkan dan membandingkan diantara riwayat-riwayat berdasarkan para imam dan kemudian menetakan pilihan yg dievaluasi paling shahih.
Secara hampir mirip, A. Hanafi mendeskripsikan perkembangan aturan Islam dalam lima (5) periode. Pertama, periode permulaan aturan Islam, dimulai sejak kebangkitan Rasulullah saw sampai waftanya. Kedua, periode persiapan hukum Islam, dimulai menurut khalifah pertama sampai berakhirnya masa shahabat (1 H – akhir abad I H). Ketiga periode training serta pembukuan aturan Islam dan keluarnya para imam mujtahid, berlangsung lebih kurang 250 tahun. Keempat periode kemunduran aturan Islam, menjadi akibat merajalelanya taqlid dan kebekuan sampai lahirnya kitabMajallah al-Ahkam al-‘Adliyyah, suatu kitab yg mengintrodusir perundang-undangan terbaru pada aturan Islam. Kelima, periode kebangunan yg dimulai berdasarkan lahirnya buku al-Majallah sampai sekarang. 
[3]Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam (Sejarah Pemikiran serta Gerakan). (Jakarta ; Bulan Bintang, Cet. II, 1982) hlm 14
[4] Ibid, hlm 15 
[5]Amir Muallim-Yusdani, Ijtihad Suatu Kontroversi Antara Teori dan Fungsi. (Yogyakarta; Titian Ilahi Press. Cet. I, 1997) hlm 38.
[6]Sofi Hasan Abu Thalib, Tatbiq al-Syari’’ah Al-Islamiyah Fi Bilad Al-Arabiyah. (Kairo ; Dar al-Nahdah Al-arabiyah, Cet. III)1990, hlm 152-163
[7]Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam (Sejarah Pemikiran serta Gerakan). (Jakarta ; Bulan Bintang, Cet. II, 1982) hlm 13
[8] Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1982), hlm 13. 
[9]Nurcholish Madjid, Khazanah lntelektual Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), hlm 34. 
[10]Ahmad Syafi Ma’arif, Peta Bumi intelektuat Islam Indonesia, (Bandung: Mizan, 1993), hlm 57 
[11]Khairul Uman, Achyar Amitudin, Ushul Fiqh II, (Bandung : CV Pustaka Setia, 1998) hlm 75 
[12]Djazuli, Fiqh Siyasah, Implementasi Kemaslahatan Umat Dalam Rambu-Rambu Syari’ah, (Jakarta : Pustaka Media, 2003) hlm 16
[13]Satria Efendi, M. Zein. Ushul Fiqh, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2008) hlm 19

ISLAM DAN TANTANGAN MODERNITAS STUDI ATAS PEMIKIRAN HUKUM FAZLUR RAHMAN

Islam Dan Tantangan Modernitas, Studi Atas Pemikiran Hukum Fazlur Rahman
Hukum Islam disamping sarat akan muatan sosiologis tidak bisa dipungkiri mempunyai pula dimensi teologis serta inilah yang membedakan aturan Islam menggunakan hukum pada terminologi ilmu hukum terbaru, akan tetapi penempatan cara pandang yang keliru terhadap dimensi teologis yang dikandungnya mampu mengakibatkan anggapan bahwa hkum Islam adalah anggaran yang sakral, bahkan pada keadaan tertentu orang akan merasa takut untuk melakukan revaluasi terhadap anggaran-anggaran hkum Islam yang terdapat, lantaran secara psikologis telah terbebani oleh nilai-nilai kesakralan tersebut, untuk itu perlu kajian yang bisa mengantarkan dalam cara pandang yg sahih mengenai aspek teologis dalam hkum Islam ini. Dalam Perjalanan sejarahnya yg awal, aturan Islam merupakan suatu kekuatan yg bergerak maju dan kreatif. Hal ini bisa dicermati menurut keluarnya sejumlah mazhab hukum yg memiliki corak sendiri-sendiri sesuai menggunakan latar belakang sosiokultural serta politik dimana mazhab hukum itu tumbuh serta berkembang.

Dalam kerangka berpikir usul fiqh klasik masih ada 5 prinsip yang memungkinkan Hukum Islam sanggup berkembang mengikuti masa: 1) Prinsip Ijma’; 2) Prinsip Qiyas; 3) Prinsip Maslahah Mursalah; 4) Prinsip memelihara Urf’; dan 5) berubahnya hukum menggunakan berubahnya masa. Kelima prinsip ini menggunakan kentara menerangkan betapa pleksibelnya hukum Islam. [1]

Dengan Berlalunya saat, perkembangan Hukum Islam yang bergerak maju serta kreatif dalam masa awal kemudian berkembang menjadi kedalam bentuk mazhab-mazhab atas inisiatif beberapa ahli aturan populer, tetapi menggunakan terjadinya kristalisasi mazhab-mazhab tersebut, hak buat berijtihad mulai dibatasi serta pada gilirannya dinyatakan tertutup.[2] 

Selanjutnya dalam makalah ini dibahas mengenai aturan Islam dalam masa kemunduran atau dikenal menggunakan istilah masa ‘ahdul jumuud wa al-wuquuf yakni periode kebekuan serta statis yan berlangsung mulai pertengahan abad keempat hijrah (350 H)

A. Situasi Umum Dunia Islam
Harun Nasution, menjelaskan bahwa Dunia Islam terbagi kepada 2 bagian, yaitu Arab yang terdiri atas Arabia, Irak, Suriah, Palestina, Mesir dan Afrika Utara menggunakan Mesir sebagai pusatnya serta bagian Persia yg terdiri atas Balkan, Asia Kecil, Persia serta Asia Tengah menggunakan Iran sebagai pusatnya. Pada saat ini kebudayaan Persia merogoh bentuk Internasional dan mendesak kebudayaan lapangan kebudayaan Arab. Pendapat bahwa pintu ijtihad tertutup semakin meluas dikalangan umat Islam. [3]

Ketika ajaran tarekat semakin merajalela dengan pengaruh negatifnya. Perhatian dalam ilmu pengetahuan sangat kurang sekali. Umat Islam di Sepanyol--yg tadinya merupakan satu kekuatan tersendiri--dipaksa masuk Kristen serta atau keluar dari darah itu. Di samping itu, kondisi dunia Islam semakin mengalami kemunduran, meskipun dalam masa ini-- tahun 1500 – 1700--munculnya 3 kerajaan besar Islam menggunakan kemanjuannya masing-masing yaitu Kerajaan Usmani pada Turki, Kerajaan Safawi pada Persia serta kerajaan Mughal pada India.

Bersamaan dengan fenomena ini penetrasi bangsa Barat dengan kekuatannya semakin semakin tinggi serta meluas ke dunai Islam. Pada tahun 1798 M, Mesir sebagai sentra Islam terpenting berada di bawah kekuasaan Napoleon Bonaparte, seorang jenderal Perancis yang memimpin pasukuannya menaklukan Mesir. Demikian pula, Inggeris sudah mulai menanamkan kekuasaannya pada India.[4] Sampai pada taraf ini, umat Islam mengalami kemunduran yg paling tidak baik pada sejarah perjalanannya. Paham keagamaan terpecah belah pada beberapa mazhab dimana antara satu menggunakan yg lainnya saling menjamin merekalah yg sahih serta saling menyalahkan. Demikian jua kekuatan politik umat Islam semakin melemah dan perhatian terhadap pengembangan ilmu pengetahuan sudah jauh menurun. Akibatnya rakyat sebagai jumud dan statis yang hanya menyerah pada nasib.

Di Turki Asia berdiri sebuah kerajaan besar yaitu kerajaan Bani Saljuk dan pada akhirnya kerajaan ilmiah yg menghancurkan negeri Islam lainnya. Pada ketika ini pula keluarnya pemberontakan yang dari menurut keturunan Bani Hasim, serta gerombolan ini dinamakan partai Alawiyah. Dengan keluarnya kekerasan dan peperangan terus menerus membawa dampak yg tidak baik bagi umat Islam, mereka menjadi lemah buat berbuat. Rasa putus harapan ada menyelimuti akibatnya kemunduran serta keterbelakanganlah karena pada masa itu para ulama nir lagi menyelidiki buku-buku tertentu yang diharapkan lain halnya dengan ulama-ulama terdahulu, mereka pulang kenegara-negara besar sehingga terwujud serta terjalin interaksi yanng harmonis antara ulama dan pemerintahannya.[5]

Siapapun yang mengamati insiden serta sejarah Islam dalam periode ini tentu melihat bahwa yang mengakibatkan para fuqaha’ menentukan jalan taqlid merupakan pergolakan yg menyebabkan para fuqaha’ menentukan jalan taqlid merupakan pergolakan politik yang mengakibatkan negara Islam terpecah sebagai beberapa negara kecil. Dimana setiap negri mempunyai penguasaan sendiri yg diberi gelar Amirul Mukmin. Dari sini mampu dilihat lemahnya negara Islam ketika telah terkena penyakit perpecahan mengganmtikan posisi persaudaraan serta keamanan, negara yang besar terbagi beberapa negara yg kecil. Di timur terdapat negara Sasai dengan Ibukota Bukhara, serta di Anfuleusia terdapat negara Letak yang didirikan oleh Abdurahman An-Nashir, demikian juga negara Fatimiyah yg ada pada utara Afrika.

Pada masa kemunduan ini pula dianggap periode epilog ijtihad atau periode tadwin (pembekuan), mula-mula pada bidanag kebudayaan Islam, lalu berhentilah perkembangan hukum Islam fiqih-fiqih Islam. Pada umumnya ulama pada masa ini telah lemah kemauannya buat mencapai tingkat mujtahid sebagaimana yang dilakukan pendahulu mereka. 

A. Sebab-karena kemunduran Pemikiran Hukum Islam
Dilihat menurut segi sejarah pemikiran aturan Islam dan gerakan ijtihad, maka masa ini adalah masa yg dilihat sebagai situasi yang tidak menguntungkan bagi umat Islam. Dikatakan demikian, lantaran pada masa ini aktivitas ijtihad telah mulai menurun serta mengendur, dan bahkan tidak aktif. Kemunduran gerakan ijtihad pada masa ini lebih disebabkan oleh 3 faktor krusial. 

a. Lahirnya Mazhab-mazhab fiqh, dimana dalam awalnya memang memberitahuakn semaraknya gerakan ijtihad,[6] tetapi pada akhirnya menimbulkan suasana atau citra yg tidak kondusif, sehingga terjadi disparitas-disparitas antar mazhab yang cenderung kontra produktif. Tidak sporadis terjadi kontradiksi antar mazhab, yg kadang-kadang membawa imbas negative pada masyarakat (pengikut mazhab). Masyarakat terkotak-kotak ke pada banyak sekali mazhab dan masing-masing mengkalaim mazhab merekalah yg sahih dan menyalahkan yg lainnya. 

b. Menurunnya semangat ijtihad dan kuatnya pengaruh ajaran mazhab, sehingga para ulama nir mau serta tidak bisa melampaui ketentuan-ketentuan yang telah digariskan sang mazhab yang mereka anut. Parahnya lagi, di kalangan pengikut mazhab timbul sikap ta’asub mazhab dan taqlid. Akibatnya, para ualam yg ada disetiap mazhab sebagai tidak kreatif dan mandul. Suasana seperti inilah yg menyebabkan mundurnya gerakan ijtihad serta pemikiran pada Islam. Pada ketika ini, kalaupun terdapat ijtihad yang dilakukan sang ulama, namun nir lebih dari sekedar mensyarah pemikiran-pemikiran imam-imam mazhab mereka dan mengintrodusir ajaran mazhab pada warga . Kemandirian ulama buat melakukan ijtihad menjadi hilang, mereka hanya mengikuti apa yang terdapat dalam mazhab mereka. Disamping itu, di kalangan mazhab sendiri sudah menciptakan aneka macam macam persyaratan buat dijadikan acuan pada melakukan ijtihad. Persyaratan-persyaratan ijtihad itu, pada umumnya ditetapkan sangat ketat, sebagai akibatnya dalam operasionalnya tidak gampang buat dilakukan. Ketatnya persyaratan ijtihad ini, semula tujuannya adalah agar nir muncul orang-orang yang nir mempunyai otoritas dalam melakukan ijtihad dan menduga gampang ijtihad itu. Diakui bahwa ketika ini, memang terdapat semacam kecenderungan berdasarkan sebagian orang yg menggampangkan problem ijtihad ini, dan bisa dilakukan oleh semua orang. Melihat kecenderungan ini, ulama-ulama mazhab merasa khawatir bila ijtihad dilakukan oleh orang-orang jahil yg tidak memiliki persyaratan, maka akan menyebabkan malapetaka bagi umat Islam, sebagai akibatnya akhirnya pintu ijtihad ditutup.

c. Disintegrasi dan penguasaan bangsa asing faktor yang paling parah yang mengakibatkan kemunduran umat Islam merupakan terjadinya disintegrasi serta perpecahan umat Islam. Seperti dijelaskan sang Harun Nasution,[7] bahwa pada fase ini keutuhan umat Islam dibidang politik mulai pecah, kekuasaan khalifah mulai menurun serta bahkan khilafah menjadi symbol serta lambing kesatuan Politik umat Islam sebagai hilang. Di zaman ini desentralisasi dan disintegrasi semakin semakin tinggi. Perbedaan antara Sunni serta Syi’ah dan demikian pula antara Arab dan Persia bertambah nyata kelihatan. 

B. Tokoh-tokoh dan ajaran Hukum Islam masa kemunduran
Pada masa kemunduran pemikiran aturan Islam ada tokoh-tokoh penting yang hayati pada zamannya dan mewarnai kegiatan pemikiran hukum Islam menggunakan dengan keluarnya teori maqashid al-Syari’ah. Maqasid syari’ah berarti tujuan Allah dan Rasulnya pada merumuskan hukum-aturan Islam. Tujuan ini dapat ditelusuri pada ayat-ayat Al-Qur’an dan sunah Rosulullah menjadi alasan logis bagi rumusan, suatu aturan yang berorientasi kepada kemaslahatan umat insan.

Kegiatan penelitian tujuan hukum (maqashid al-Syari’ah) telah dilakukan sang para ahli ushul fikih terdahulu. Al-Juwaini dapat dikatakan menjadi pakar ushul fikih pertama yang menekankan pentingnya memahami maqashid aI-Syari’ah dalam menetapkah hukum. Ia secara tegas menyatakan bahwa seseorang tidak dikatakan sanggup menetapkan aturan dalam Islam, sebelum ia dapat memahami sahih tujuan Allah memutuskan perintah-perintah dan larang-laranganNya.

Kerangka berpikir al-Juwaini di atas kelihatannya dikembangan oleh muridnya al-Ghazali(450H./1058M.-505H./IIIIM.) pada kitabnya Syifa al-Ghazali ia menjelaskan maksud syari’at dalam kaitannya menggunakan al-munasabat al-maslhahiyyat al-qiyas. Sebagai seorang pemikir Islam terbesar, A1-Ghazali, tidak hanya dikenal pada global Islam, namun jua pada luar Islam, maka sangat wajar jika banyak penulis tertarik buat-menulis dan menyelidiki pemikiran-pemikiran Al-Ghazali, baik berdasarkan kalangan Muslim, juga dari kalangan Orientalis. Al-Ghazali (1058/1111M.) [8]

Sebagai pemikir akbar Islam, maka hasil pemikiran Al-Ghazali masih tetap menjadi warisan umat Islam, meskipun sepuluh abad berlalu. Kebesaran dampak Al-Ghazali tersebut dapat ditinjau serta gelar hujjah al-Islam yang disandangnya. Berbagai pujian dilontarkan sang penulis serta pemikir kepadanya, pula cercaan serta orang-orang yang nir senang kepadanya. Semua itu merupakan bukti kebesaran nama seorang Al-Ghazali.[9]

Pada masa al-Ghazali, nir saja terjadi disintegrasi umat Islam di bidang politik, melainkan juga pada bidang sosial-keagamaan. Umat Islam waktu itu terpilah-pilah pada beberapa golongan mazhab fiqh dan genre kalam yg masing-masing tokoh ulamanya dengan sadar menanamkan fanatisrne golongan pada umat. Sebenarnya tindakan serupa juga diperankan oleh pihak penguasa. Setiap penguasa menanamkan pahamnya kepada rakyat menggunakan segala daya upaya, bahkan menggunakan cara kekerasan. Sebagai model, apa yg dilakukan sang Al-Kundury, Perdana Menteri Dinasti Saljuk pertama yg beraliran Mu’tazilah sebagai akibatnya mazhab serta aliran lainnya (misalnya mazhab Syifi’i dan Asy’ari) menjadi stress, bahkan poly korban serta tokoh-tokohya.

Akibat dari fanatisme golongan yg melibatkan pada masa itu, seringkali muncul perseteruan antara golongan mazhab dan genre, malah meningkat hingga sebagai permasalahan fisik yg meminta korban jiwa. Permasalahan tadi terjadi antara banyak sekali mazhab serta aliran, masing-masing mempunyai wilayah penganutnya- Khurasan, lebih banyak didominasi penduduknya bermazhab Syafi’i, dan Transoxiana serta Balkah bermazhab Hanafi dan Hanbali, sedangkan pada Bagdad dan daerah Iraq, mazhab Hambali lebih lebih banyak didominasi.

Menelusuri tentang karya-karya Al-Ghazali, maka beliau digolongkan relatif produktif pada hal penulisan karya ilmiah, lantaran dia memiliki kecenderungan intelektual yang sangat luas (getol akan ilmu pengetahuan), beliau juga memiliki kemampuan menulis yg sangat tinggi, hal ini dibuktikan sang al-Ghazali, menulis semenjak umur 20 tahun.

Dari warta yang diperoleh, nampaknya memang masuk akal, apabila dikatakan bahwa al-Ghazali merupakan keliru seseorang pemikir Islam yang memiliki kecenderungan intelektualitas yg tinggi, karena dia masih relatif muda, serta tulisan pertamanya menerima kebanggaan berdasarkan gurunya al-Juwaini.

Tentang jumlah karangan al-Ghazali, hingga saat ini belum terdapat kata pasti. Besar kemungkinan ditimbulkan lantaran masih adanya karya-karya al-Ghazali yg belum diterbitkan serta masih pada bentuk naskah yg tersimpan pada perpustakaan, baik pada negeri Arab maupun di Eropa. Sebab lain, lantaran sebahagian pada antara karya-karyanya sudah lenyap dibakar dalam waktu tentara Monggol berkuasa, juga sebahagian dibuang penguasa Spanyol atas perintah Qadhi Abdullah Muhammad ibn Hamdi.[10] Kategori ini terdiri dan sejumlah 72 buku, 22 buku yang diragukan menjadi karya al-Ghazali, karya-karya yang mengatakan secara pasti kitab al-Ghazali, sebanyak 31 buah.

Adapun landasan pemikiran Al-Ghazali, bahwa menjadi seseorang muslim tetap mendasari pemikiran-pemikirannya kepada utama ajaran Islam, yaitu al-Quran dan Hadis. Di samping itu jua ia mempergunakan logika (al-ma’quI) menjadi landasan berpikirnya. Di dalam kitabnya Qanun al-Ta’wil, Al-Ghazali mengungkapkan kesetujuannya terhadap golongan yg menggabungkan antara wahyu menggunakan nalar menjadi dasar krusial pada membahas sesuatu.

Ketika Al-Ghazali membahas dalil-dalil pokok (yang primer) untuk ijma’ dia menempuh tiga (3) jalan, menjadi berikut:
a. Berpegang pada Al-Qur’an
b. Berpegang dalam pendapat Rasulullah Saw, bahwa umat nir akan bersepakat pada kesalahan (kesesatan)
c. Berpegang teguh dalam metode ma’nawy.

Dalam kitab al-Mustashfa, Al-Ghazali mengungkapkan bahwa rukun Ijtihad terdapat tiga; Fi Nafs al-Ijtihadi, Al-Mujtahad, Al-Mujtahidu Fihi. Menurut al-Ghazali bahwa Ijtihad artinya mendeskripsikan sesuatu yg diperjuangkan dan menghabiskan bisnis pada sebuah aktifitas dan nir bekerja kecuali pada hal-hal berupa beban (kesulitan) secara menyeluruh.

Menurut al-Ghazali Orang yg berijtihad, memiliki dua kondisi, Pertama : mengetahui seluk-beluk syari’at, mana yang didahulukan dan mana yang harus dikemudiankan.. Kedua : seorang mujtahid harus adil dan menjauhi dosa, persyaratan inilah sebagai landasan pada berfatwa, apabila tidak adil, maka sama sekali nir diterima fatwanya. Jadi keadilan seseorang mujtahid menjadi syarat sahnya ijtihad, juga selalu memperhatikan Al-Quran dan As-Sunnah. Di samping itu tidak dijadikan syarat seseorang mujtahid bahwa beliau harus mengetahui seluruh kitab yg herbi hukum-aturan, tetapi mengetahui lebih kurang 500 ayat, juga nir disyaratkan menghafalnya; tetapi mengetahui loka ayat ketika dibutuhkan. 

Adapun mengenai hadis, wajib mengetahui hadis-hadis yang terkait dengan hukum. Tidak diharuskan buat menghafalnya, seperti Sunan Abu Daud, Sunan Ahmad dan Al-Baihaqy. Adapun ijma’ diharuskan menghafal semua insiden ijma’ dan perbedaanperbedaannya, namun kebalikannya mengetahui fatwa-fatwa yang mana nir bertentangan dengan ijma’ 

Al-Mujtahidu Fihi, atau masalah Ijtihad ini sendiri, di sini dijelaskan bahwa seluruh aturan agama yang tidak mempunyai dalil-dalil qathy, bahkan ada pendapat (secara dzanni) bahwa syarat mujtahid bukan Nabi, maka nir diharuskan berijtihad bagi Nabi serta juga menjadi kondisi Ijtihad nir terjadi pada zaman Nabi; maka ada 2 masalah: terjadi perbedaan pendapat pada kebolehan taabud dengnan qiyas dan ber Ijtihad dalam zaman Rasulullah Saw. Pada hal ini terjadi 2 versi: Sekelompok yg melarangnya, dan sekelompok yang membolehkannya. Pendapat pertama : boleh pada hal tetapkan kasus dan hal pemerintahan dalam keadaan Raasulullah tidak terdapat. Pendapat ke 2: yang membolehkan menggunakan mengungkapkan dengan biar Rasulullah cukup menggunakan diamnya Rasulullah Saw.

Menurut Al-Ghazali pada menerima hukum ada tiga cara: Secara ijmali (global) menurutnya terdapat ke-ijmalan, menjadi contoh pada Firman Allah Swt;
وامسحوا بر ء وسكم dalam hal ini Imam Malik serta Abu Bakr dan Ibnu Jany, (dari Nahat) meniadakan al-Urf, mewajibkan membasuh semua rambut dalam setiap berwudhu, ad interim itu Imam Syafi’i dan Abd. Jabbar serta Abu al-Huzain keduanya dari Mu’tazilah memutuskan membasuh tangan degan saputangan, itu berarti membasuh tangan dari sebahagian saputangan, maka harus membasuh sebahagian rambut. Lantaran itu Imam Syafi’i dan pendapat-pendapat yang lain: bahwa membasuh berdasarkan segi bahasa merupakan sebahagian seperti halnya mandi yg berarti holistik.

Secara Al-Bayan, menggunakan merogoh contoh sah kabar menggunakan perbuatan sama jika menggunakan dengan perbuatan. Contoh yg lain, Rasulullah Saw., menjelaskan shalat serta haji menggunakan perbuatannya (dengan misalnya), pada kebanyakan orang mukallaf sebagaimana sabda Rasulullah saw., pada riwayat Bukhary:
صلوا كمارايتمونى ا صلى خذوا على مناسككم
Dari sini menampakan bahwasanya Rasulullah saw., menyebutkan melalui perbuatan. 

Dalam hal mengambil suatu hukum, Al-Ghazali mengandalkan hadis-hadis mutawatir, dengan syarat antara lain sebagai berikut:

harus mendahulukan ilmu pada hadis itu, harus mendahulukan sanadnya yang poly dan nir berbohong. Kalau bertentangan al-Jarhu wa Ta‘dil, maka yang didahulukan adalah naqd al-sanad (kritik sanad); hadis yang diriwayatkan satu jalur namun dengan syarat harusadil maka itu dapat diterima.

Terkait menggunakan hal ini, maka dia mensyaratkan keadilan pada pada ber-Ijma’ menggantungkan diri, namun permanen melegitimasi yang nir adil seperti di dalam buku Al-Amidi dan Al-Ghazali menyebutkan bahwa adil yg menampakan kehujjahan Ijma’ itu bersifat umum, mutlak, lepas, beda dengan Abu Hanifah, bahwa orang fasiq nir boleh dijadikan hujjah.

Al-Ghazali secara etimologi memberi penerangan bahwa kata qiyas berarti mengukur, membanding sesuatu menggunakan yang semisalnya. Dalam Al-Mustashfa, beliau membari definisi qiyas, sebagai berikut : “Menanggungkan sesuatu yg di ketahui pada sesuatu yang diketahui dalam hal menetapakan aturan pada keduanya atau meniadakan aturan berdasarkan keduanya disebabkan terdapat hal yang sama antara keduanya, dalam penetapan aturan atau peniadaan hukum”

Dari definisi yang diberikan sang Al-Ghazali, secara panjang serta rumit, demikian pula penggunaan istilah: hamala (menanggungkan), ada jua pakai isbath (memutuskan), ilhaq (menghubungkan) serta sebagainya. Tadi mengandung arti bahwa qiyas itu adalah bisnis atau mujtahid.

Penggunaan istilah ma’lum, oleh Al-Ghazali merupakan dimaksudkan buat menjangkau pada sesutu yang belum diketahui (ma’düm), lantaran bila dikatakan istilah “sesuatu” berdasarkan mereka, hanya berlaku yang diketahui (maujud). Terlihat lagi Al-Ghazali difinisinya menghubungkan antara ashal serta furu’ dengan istilah (dalam menetapkan hukum atau peniadaan hukum), maksudnya supaya qiyas itu dapat mencapai qiyas ‘aks’ yaitu membentuk lawan hukum dari sesautu yg diketahui dalam tempat lain lantaran keduanya tidak sama pada illat, hukum. 

Dalam praktek Usul Fiqh, qiyas dapat dirumuskan sebagai cara buat menetapkan aturan yang kasusnya tidak terdapat pada nash dengan cara menyamakannya (menganologikan) menggunakan perkara hokum yang terdapat pada nash, disebabkan adanya persamaan illat aturan.

Selain al-Ghazali timbul Al-Syatibi yang bernama lengkap Abu Ishaq bin Musa bin Muhammad al-Lakhmi al-Gharnati asy-Syatibi adalah keliru seorang cendekiawan muslim yang belum banyak diketahui latar belakang kehidupannya. Yang kentara, beliau berasal dari suku Arab Lakhmi. Nama asy-Syatibi dinisbatkan ke daerah berasal keluarganya, Syatibah (Xatiba atau Jativa), yang terletak pada tempat Spanyol bagian timur.1 Asy-Syatibi dibesarkan dan memperoleh semua pendidikannya pada ibukota kerajaan Nashr, Granada, yg adalah benteng terakhir umat Islam di Spanyol. Masa mudanya bertepatan menggunakan masa pemerintahan Sultan Muhammad V al-Ghani Billah yang adalah masa keemasan umat Islam setempat lantaran Granada menjadi sentra kegiatan ilmiah dengan berdirinya Universitas Granada. Suasana ilmiah yg berkembang dengan baik pada kota tadi sangat menguntungkan bagi asy-Syatibi pada menuntut ilmu serta mengembangkannya di kemudian hari. Dalam meniti pengembangan intelektualitasnya, tokoh yang bermazhab Maliki ini mendalami banyak sekali ilmu, baik yg berbentuk ‘ulum al-wasa’il (metode) maupun ‘ulum maqashid(esensi serta hakikat). Asy-Syatibi memulai aktivitas ilmiahnya menggunakan belajar dan mendalami bahasa Arab berdasarkan Abu Abdillah Muhammad ibn Fakhkhar al- Biri, Abu Qasim Muhammad ibn Ahmad al-Syabti, serta Abu Ja’far Ahmad al- Syaqwari. Selanjutnya, beliau belajar dan mendalami hadis dari Abu Qasim ibn Bina dan Syamsuddin al-Tilimsani, ilmu kalam serta falsafah dari Abu Ali Mansur al-Zawawi, ilmu ushul fikih dari Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Miqarri dan Abu Abdillah Muhammad ibn Ahmad al-Syarif al- Tilimsani, ilmu sastra dari Abu Bakar al-Qarsyi al-Hasymi, dan banyak sekali ilmu lainnya, seperti ilmu falak, mantiq, dan debat. Di samping bertemu langsung, beliau pula melakukan interaksi korespondensi buat meningkatkan dan menyebarkan pengetahuannya, misalnya mengirim surat pada seseorang sufi, Abu Abdillah ibn Ibad al-Nafsi al-Rundi. Meskipun mempelajari serta mendalami banyak sekali ilmu, asy-Syatibi lebih berminat buat mempelajari bahasa Arab serta, khususnya, ushul fikih. Ketertarikannya terhadap ilmu ushul fikih karena, menurutnya, metodologi dan falsafah fikih Islam merupakan faktor yg sangat memilih kekuatan serta kelemahan fikih pada menanggapi perubahan sosial. Setelah memperoleh ilmu pengetahuan yang memadai, asy-Syatibi mengembangkankan potensi keilmuannya dengan mengajarkan pada para generasi berikutnya, seperti Abu Yahya ibn Asim, Abu Bakar al-Qadi dan Abu Abdillah al-Bayani. Di samping itu, beliau juga mewarisi karya-karya ilmiah, seperti Syarh Jalil ‘ala al-Khulashah fi al-Nahw dan Ushul al-Nahw dalam bidang bahasa Arab dan al-Muwafaqat fi Ushul al-Syari’ah dan al-I’tisham dalam bidang ushul fikih. Asy-Syatibi wafat dalam lepas 8 Sya’ban 790 H (1388 M).

Dalam kerangka ini, asy-Syatibi mengemukakan konsep maqashid al-syariah. Secara bahasa, Maqashid al-Syari’ah terdiri menurut 2 istilah, yakni maqashid dan al-syari’ah. Maqashid berarti kesengajaan atau tujuan, sedangkan al-syariah berarti jalan menuju sumber air, dapat juga dikatakan sebagai jalan ke arah asal utama kehidupan. Menurut kata, asy-Syatibi menyatakan, “Sesungguhnya syariah bertujuan buat mewujudkan kemaslahatan insan di dunia serta di akhirat”

Dari pengertian tadi, bisa dikatakan bahwa tujuan syariah menurut asy-Syatibi merupakan kemaslahatan umat insan. Lebih jauh, dia menyatakan bahwa nir satu pun aturan Allah swt yg nir memiliki tujuan karena aturan yg nir mempunyai tujuan sama menggunakan membebankan sesuatu yg nir bisa dilaksanakan. Kemaslahatan, dalam hal ini, diartikannya sebagai segala sesuatu yang menyangkut rezeki insan, pemenuhan Penghidupan manusia, serta perolehan apa-apa yang dituntut sang kualitaskualitas emosional dan intelektualnya, dalam pengertian yang mutlak. Dengan demikian, kewajiban-kewajiban dalam syariah menyangkut perlindungan maqashid al-syari’ah yang dalam gilirannya bertujuan melindungi kemaslahatan insan. Asy-Syatibi menyebutkan bahwa syariah berurusan dengan proteksi mashalih, baik menggunakan cara yang positif, misalnya demi menjaga eksistensi mashalih, syariah mengambil berbagai tindakan untuk menunjang landasan-landasan mashalih, maupun menggunakan cara preventif, seperti syariah merogoh berbagai tindakan buat melenyapkan unsur apa pun yg yg secara aktual atau potensial menghambat mashalih.

Menurut al-Syatibi [11]maqasidul syariah terbagi kepada 3 strata kebutuhan:
a. Kebutuhan Dharuriyat. Ialah taraf kebutuhan yg harus ada atau disebut menggunakan kebutuhan utama. Bila tingkat kebutuhan ini nir terpenuhi, akan terancam keselamatan umat manusia baik di global juga pada akherat kelak. Menurut al-Syatibi ada lima hal yang termasuk dalam kategori ini yaitu memelihara agama, memelihara jiwa, memelihara logika, kehormatan, keturunan serta harta.
b. Kebutuhan Hajiyat adalah kebutuhan-kebutuhan sekunder dimana bila tak terwujudkan nir sampai mengancam keselamatannya, namun akan mengalami kesulitan. Syari’at Islam menghilangkan segala kesulitan itu.
c. Kebutuhan Tahsiniyat artinya tingkat kebutuhan yang apabuila tidak terpenuhi nir mengancam eksistensi salah satu menurut 5 utama diatas dan tida jua menimbulkan kesulitan. Tingkat ini berupa kebutuhan pelengkap. Menurut al-Syatibi hal-hal yang adalah kepatutan menurut adat norma, menghindarkan hal-hal yang nir lezat dilihat mata, dan berhias menggunakan estetika yg sinkron menggunakan tuntutan kebiasaan dan akhlak.

Pengetahuan mengenai maqasid syari’ah, misalnya ditegaskan oleh Abd-Alwahhab Khalaf, merupakan hak sangat penting yg dapat dijadikan indera abntu buat memahami redaksi Al-Qur’an serta sunnah menuntaskan dalil-dalil yg bertentangan serta sangat penting lagi merupakan buat menetapkan hukum terhadap perkara yang nir bertampung sang Al-Qur’an serta sunah secara kajian kebahasan. [12] 

Beberapa ulama ushul sudah mengumpulkan beberapa maksud yg generik berdasarkan menasyri’kan aturan menjadi 3 kelompok, yaitu :
  • Memelihara segala sesuatu yang dharuri bagi insan dalam penghidupan mereka. Urusan-urusan yg dharuri itu adalah segala yg diharapkan buat hidup manusia, yang jika nir diperoleh akan mengakibatkan rusaknya undang-undang kehidupan, timbullah kekacauan, serta berkembangnya kerusakan. Urusan-urusan yg dharuri itu pulang pada lima pokok : Agama, jiwa, nalar, keturunan serta harta
  • Menyempurnakan segala yang dihayati insan. Urusan yang dihayati insan ialah segala sesuatu yang diharapkan manusia buat memudahkan dan menanggung kesukaran-kesukaran taklif serta beban hayati. Jika urusan itu nir diperoleh, nir Mengganggu peraturan hayati dan nir menimbulkan kekacauan, melainkan hanya tertimpa kesempitan dan kesukaran saja.
  • Mewujudkan keindahan bagi perseorangan dan masyarakat. Ialah segala yang diharapkan oleh rasa humanisme, kesusilaan, dan keseragaman hayati. Jika yang demikian ini nir diperoleh tidaklah cidera peraturan hayati serta nir jua ditimpa kepicikan. Hanya dilihat tidak boleh oleh logika yg bertenaga dan fitrah yang sejahtera. Urusan-urusan yang mewujudkan estetika ini dalam arti balik kepada soal akhlak serta adat adat yg rupawan serta segala sesuatu buat mencapai keseragaman hayati melalui jalan-jalan yg primer.
Urusan dharuri adalah sepenting-pentingnya maksud, lantaran bila urusan-urusan dharuri itu ridak diperoleh akan menimbulkan kerusakan pada kehidupan, menghilangkan keamanan serta merajalelalah keganasan. Dalam padi itu, nir dipelihara hukum yg bersifat mewujudkan keindahan apabila mencederakan suatu dalam memeliharanya mencederakan hukum dharuri. Karena itu boleh kita membuka aurat buat keperluan berobat. Menutup aurat adalah urusan yang mengindahkan, sedangkan berobat suatu urusan dharuri. Boleh kita makan najis buat obat serta dalam keadaan terpaksa. Tidak boleh makan (memegang) najis merupakan urusan yg mengindahkan sedangkan menolak kemudharatan adalah urusan dharuri[13]

Wajib kita mengerjakan segala yang wajib walaupun menimbulkan sedikit kesukaran, lantaran harus kita termasuk golongan dharuri. Sedangkan urusan menolak kesukaran dan kepicikan adalah urusan tahsini yg mengindhkan. Karena itu tidaklah dipelihara urusan yang mengindahkan, mendatangkan kesewenangan, jika menghambat dharuri. Segala hukum dharuri ridak boleh dicederakan, terkecuali jika suatu dharuri yang lebih krusial menurut padanya. Atas dasar inilah kita diwajibkan berjihad buat memeliharanya sebab memelihara kepercayaan adalah lebih penting dari dalam memelihara jiwa. Meminum bir dibolehkan, terhadap orang yang dipaksa atau karena terpaksa, karena memelihara jiwa lebih krusial menurut dalam memelihara akal. Apabila perlu buat memelihara jiwa, kita boleh membinasakan harta orang lantaran memelihara jiwa lebih penting dari dalam memelihara harta.

SUMBER-SUMBER ARTIKEL DI ATAS

[1]Taufiq Adnan Amal, Islam dan Tantangan modernitas, studi atas pemikiran Hukum Fazlur Rahman, (Bandung: Mizan, 1989) hlm 33-35 
[2]Periode ini dianggap juga menjadi periode taqlid yakni ‘ahdul jumuud wa al-wuquuf yakni periode kebekuan dan tidak aktif yan berlangsung mulai pertengahan abad keempat hijrah (350 H) serta hanya Allah yang Maha Tahun kapan periode ini akan berakhir. Diantara penyebab terhentinya gerakan ijtihad a.L : 1) terbagi-baginya Daulah Islamiyyah dalam aneka macam kerajaan yang saling bermusuhan sehingga atau terjebak dalam peperangan demi peperangan. Dalam syarat yg demikian ini maka ‘ulama pada masa itupun terbagai pada banyak sekali tingkatan. 1) tingkat pertama ahli ijihad pada mazhab, dua) taraf kedua, mujtahid dalam beberapa perkara yang tidak terdapat riwayat berdasarkan imam mazhab, 3) taraf ketiga, ahlu at-tahriej yg nir melakukan ijtihad buat mengambil aturan pada beberapa masalah serta hanya melakukan restriksi mazhab yang dianutnya pada menafsiri pendapat-pendapat imamnya, 4) taraf keempat ahlu at-tarjiehyang bisa mempertimbangkan serta membandingkan diantara riwayat-riwayat berdasarkan para imam dan kemudian menetakan pilihan yang dievaluasi paling shahih.
Secara hampir mirip, A. Hanafi mendeskripsikan perkembangan hukum Islam dalam 5 (lima) periode. Pertama, periode permulaan aturan Islam, dimulai sejak kebangkitan Rasulullah saw hingga waftanya. Kedua, periode persiapan hukum Islam, dimulai dari khalifah pertama hingga berakhirnya masa shahabat (1 H – akhir abad I H). Ketiga periode pelatihan dan pembukuan hukum Islam serta keluarnya para imam mujtahid, berlangsung kurang lebih 250 tahun. Keempat periode kemunduran hukum Islam, menjadi dampak merajalelanya taqlid serta kebekuan sampai lahirnya kitabMajallah al-Ahkam al-‘Adliyyah, suatu buku yang mengintrodusir perundang-undangan terbaru dalam hukum Islam. Kelima, periode kebangunan yang dimulai berdasarkan lahirnya buku al-Majallah sampai sekarang. 
[3]Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam (Sejarah Pemikiran dan Gerakan). (Jakarta ; Bulan Bintang, Cet. II, 1982) hlm 14
[4] Ibid, hlm 15 
[5]Amir Muallim-Yusdani, Ijtihad Suatu Kontroversi Antara Teori serta Fungsi. (Yogyakarta; Titian Ilahi Press. Cet. I, 1997) hlm 38.
[6]Sofi Hasan Abu Thalib, Tatbiq al-Syari’’ah Al-Islamiyah Fi Bilad Al-Arabiyah. (Kairo ; Dar al-Nahdah Al-arabiyah, Cet. III)1990, hlm 152-163
[7]Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam (Sejarah Pemikiran serta Gerakan). (Jakarta ; Bulan Bintang, Cet. II, 1982) hlm 13
[8] Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1982), hlm 13. 
[9]Nurcholish Madjid, Khazanah lntelektual Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), hlm 34. 
[10]Ahmad Syafi Ma’arif, Peta Bumi intelektuat Islam Indonesia, (Bandung: Mizan, 1993), hlm 57 
[11]Khairul Uman, Achyar Amitudin, Ushul Fiqh II, (Bandung : CV Pustaka Setia, 1998) hlm 75 
[12]Djazuli, Fiqh Siyasah, Implementasi Kemaslahatan Umat Dalam Rambu-Rambu Syari’ah, (Jakarta : Pustaka Media, 2003) hlm 16
[13]Satria Efendi, M. Zein. Ushul Fiqh, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2008) hlm 19