PENGERTIAN BUDAYA ORGANISASI MENURUT PARA AHLI

Pengertian Budaya Organisasi Menurut Para Ahli
Sebelum melangkah dalam pengertian tentang budaya organisasi, alangkah baiknya kita jelaskan dulu pengertian menurut budaya itu sendiri. Kebudayaan menyinggung daya cipta bebas dan serba ganda berdasarkan insan pada alam dunia. Manusia pelaku kebudayaan. Ia menjalankan kegiatannya buat mencapai sesuatu yg berharga bagi dirinya, dan menggunakan demikian nilai kemanusiannya menjadi lebih konkret. Melalui kegiatan kebudayan sesuatu yang sebelumnya hanya adalah kemungkinan belaka diwujudkan serta diciptakan yg baru. Dalam kebudayaan manusia mengakui alam pada arti yg seluas-luasnya sebagai ruang pelengkap untuk semakin memanusiakan dirinya, yg identik menggunakan kebudayaan alam. Kebudayaan singkatnya merupakan penciptaan penertiban serta pengolahan nilai-nilai insani. Berdasarkan titik tolak penelitian, kebudayaan didefinisikan secara beragam. Ahli sosiologi megatakan bahwa kebudayaan merupakan holistik kecakapan-kecakapan (tata cara, akhlak, kesenian, ilmu, dan lain-lain) yg dimiliki insan menjadi subjek warga . Ahli sejarah menekankan pertumbuhan kebudayaan serta mendefinisikan menjadi warisan sosial atau tradisi. Ahli filsafat menekankan aspek normatif, kaidah kebudayaan serta terutama pembinaan nilai dan realisasi hasrat. Antropologi melihat kebudayaan menjadi rapikan hayati, pandangan hidup, serta kelakuan. Psikologi mendekati kebudayaan menurut segi penyesuaian insan kepada alam sekelilingnya atas syarat-syarat hayati. Arkheologi menaksir kebudayaan menjadi output artefact serta kesenian. 

Berdarakan pengertian kebudayaan pada atas, budaya organisasi itu didasarkan dalam suatu konsep bangunan dalam 3 strata, yaitu: Tingkatan Asumsi Dasar (Basic Assumption), kemudian Tingkatan Nilai (Value), serta Tingkatan Artifact yaitu sesuatu yang ditinggalkan. Tingkatan perkiraan dasar itu adalah interaksi manusia menggunakan apa yg terdapat di lingkungannya, alam, tumbuh-flora, hewan, insan, hubungan itu sendiri, serta hal ini, perkiraan dasar bisa diartikan suatu philosophy, keyakinan, yaitu suatu yang nir bisa ditinjau sang mata tapi ditanggung bahwa itu terdapat. Tingkatan yg berikutnya Value, Value itu dalam hubungannya menggunakan perbuatan atau tingkah laku , buat itu, value itu mampu diukur (ditest) dengan adanya perubahan-perubahan atau menggunakan melalui mufakat sosial. Sedangkan artifact merupakan sesuatu yg mampu dicermati namun sulit buat ditirukan, sanggup dalam bentuk tehnologi, seni, atau sesuatu yang bisa didengar (Schein, 1991: 14).

Budaya organisasi adalah bentuk keyakinan, nilai, cara yang sanggup dipelajari buat mengatasi serta hayati dalam organisasi, budaya organisasi itu cenderung buat diwujudkan sang anggota organisasi (Brown, 1998: 34). Robbins, (2003: 525) menjelaskan bahwa budaya organisasi itu adalah suatu system nilai yg dipegang dan dilakukan sang anggota organisasi, sebagai akibatnya hal yg sedemikian tersebut bisa membedakan organisasi tadi menggunakan organisasi lainnya. Sistem nilai tadi dibangun oleh 7 karakteristik menjadi sari (essence) menurut budaya organisasi, 7 ciri adalah:
  1. Inovasi serta pengambilan risiko (Innovation and risk taking). Tingkatan dimana para karyawan terdorong buat berinovasi dan mengambil risiko.
  2. Perhatian yg rinci (Attention to lebih jelasnya). Suatu strata dimana para karyawan diperlukan menerangkan kecermatan (precision), analisis serta perhatian kepada rincian.
  3. Orientasi hasil (Outcome orientation). Tingkatan dimana manajemen memusatkan perhatian pada output bukannya dalam teknik serta proses yang dipakai buat mencapai output.
  4. Orientasi dalam manusia (People orientation). Suatu tingkatan dimana keputusan manajemen memperhitungkan dampak output – hasil pada orang–orang anggota organisasi itu.
  5. Orientasi tim (Team orientation). Suatu tingkatan dimana aktivitas kerja diorganisir di lebih kurang tim – tim, bukannya individu – individu.
  6. Keagresifan (Aggressiveness). Suatu strata dimana orang – orang (anggota organisasi) itu memiliki sifat agresif serta kompetitif serta bukannya santai – kalem.
  7. Stabilitas (Stability). Suatu tingkatan dimana aktivitas organisasi menekankan pada pertahankannya status quo daripada pertumbuhan.
Perspektif interpretif (subjektif) melihat budaya organisasi menjadi proses-proses pembentukan pemahaman yang membentuk empiris organisasi serta dengan demikian memberi makna pada keanggotaannya. Konsep pembentukan pemahaman ini krusial bagi perspektif interpretif, sama pentingnya dengan pemahaman yg dilaksanakan (enacted sense making) bagi teori Weick mengenai pengorganisasian. Peraga dan indikator budaya organisasi tidak ada begitu saja. Semua ini wajib dikonstruksi dan makna yg diberikan kepada peraga serta indikator tersebut harus dibangkitkan dan dibangkitkan ulang dalam hubungan. Peraga dan indikator (kisah-kisah, ritus-ritus, ritual) lebih dianggap menjadi tindakan daripada sebagai benda. Pacanowsky da O`Donnel-Trujillo (1982) beropini bahwa ketika para anggota mewujudkan konstruk-konstruk, praktik-praktik, dan ritual ini merupakan pencapaian mini yg termasuk dalam pencapaian yg lebih besar lagi dalam budaya organisasi. Istilah kuncinya adalah pencapaian dalam arti bahwa hal itu menerangkan tindakan, serta tindakan yg terus berlangsung dalam tindakan itu. Peraga dan indikator budaya dapat pula dimasukkan ke pada rubrik luas yang diklaim simbolisme organisasi. Yang penting dalam konsep pemahaman budaya ini merupakan makna simbolisme buat anggota-anggota organisasi ketika mereka membangun realitas organisasi dan waktu mereka dibentuk sang konstruk-konstruk mereka sendiri. 

Seiring dengan bergulirnya waktu, budaya niscaya terbentuk pada organisasi serta dapat pula dirasakan keuntungannya pada memberi donasi bagi efektivitas organisasi secara holistik.

Berikut ini dikemukakan beberapa pengertian budaya organisasi dari beberapa ahli :
a. Menurut Wood, Wallace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, Osborn (2001:391), budaya organisasi adalah sistem yg dipercayai serta nilai yang dikembangkan sang organisasi dimana hal itu menuntun perilaku dari anggota organisasi itu sendiri.
b. Menurut Tosi, Rizzo, Carroll seperti yg dikutip oleh Munandar (2001:263), budaya organisasi adalah cara-cara berpikir, berperasaan serta bereaksi berdasarkan pola-pola eksklusif yang ada dalam organisasi atau yang ada dalam bagian-bagian organisasi.
c. Menurut Robbins (1996:289), budaya organisasi merupakan suatu persepsi beserta yg dianut sang anggota-anggota organisasi itu.
d. Menurut Schein (1992:12), budaya organisasi merupakan pola dasar yang diterima oleh organisasi buat bertindak serta memecahkan masalah, membangun karyawan yang sanggup menyesuaikan diri dengan lingkungan dan mempersatukan anggota-anggota organisasi. Untuk itu wajib diajarkan kepada anggota termasuk anggota yang baru sebagai suatu cara yang sahih dalam mempelajari, berpikir serta merasakan masalah yang dihadapi. 
e. Menurut Cushway serta Lodge (GE : 2000), budaya organisasi adalah sistem nilai organisasi dan akan mempengaruhi cara pekerjaan dilakukan dan cara para karyawan berperilaku. Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan budaya organisasi dalam
penelitian ini merupakan sistem nilai organisasi yang dianut oleh anggota organisasi, yang kemudian mensugesti cara bekerja dan berperilaku berdasarkan para anggota organisasi. 

Sumber-sumber Budaya Organisasi
Menurut Tosi, Rizzo, Carrol misalnya yg dikutip oleh Munandar (2001:264), budaya organisasi dipengaruhi sang beberapa faktor, yaitu: 
1. Pengaruh umum dari luar yang luas
Mencakup faktor-faktor yg tidak dapat dikendalikan atau hanya sedikit bisa dikendalikan oleh organisasi.
2. Pengaruh berdasarkan nilai-nilai yang terdapat di masyarakat
Keyakinan-keyakinan dn nilai-nilai yg mayoritas menurut masyarakat luas misalnya kesopansantunan serta kebersihan.
3. Faktor-faktor yg spesifik berdasarkan organisasi
Organisasi selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam mengatasi baik masalah eksternal juga internal organisasi akan menerima penyelesaian-penyelesaian yang berhasil. Keberhasilan mengatasi banyak sekali perkara tersebut merupakan dasar bagi tumbuhnya budaya organisasi. 

Fungsi Budaya Organisasi
Menurut Robbins (1996 : 294), fungsi budaya organisasi menjadi berikut :
a. Budaya membentuk pembedaan yg jelas antara satu organisasi dan yang lain.
b. Budaya membawa suatu rasa bukti diri bagi anggota-anggota organisasi.
c. Budaya mempermudah timbulnya komitmen dalam sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang.
d. Budaya adalah perekat sosial yg membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-baku yg sempurna buat dilakukan oleh karyawan.
e. Budaya sebagai prosedur produsen makna serta kendali yg memandu serta menciptakan sikap dan perilaku karyawan. 

Ciri-karakteristik Budaya Organisasi
Menurut Robbins (1996:289), terdapat 7 ciri-karakteristik budaya organisasi merupakan:
1. Inovasi dan pengambilan resiko. Sejauh mana karyawan didukung buat menjadi inovatif serta mengambil resiko.
2. Perhatian terhadap lebih jelasnya. Sejauh mana karyawan diharapkan menunjukkan kecermatan, analisis dan perhatian terhadap lebih jelasnya.
3. Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen memfokus dalam output bukannya pada teknik serta proses yang dipakai untuk mencapai hasil tersebut.
4. Orientasi orang. Sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek dalam orang-orang di pada organisasi itu.
5. Orientasi tim. Sejauh mana aktivitas kerja diorganisasikan sekitar tim-tim, ukannya individu.
6. Keagresifan. Berkaitan dengan agresivitas karyawan.
7. Kemantapan. Organisasi menekankan dipertahankannya budaya organisasi yang telah baik.
Dengan menilai organisasi itu dari tujuh karakteristik ini, akan diperoleh gambaran beragam dari budaya organisasi itu. Gambaran ini sebagai dasar buat perasaan pemahaman beserta yang dimiliki para anggota mengenai organisasi itu, bagaimana urusan diselesaikan pada dalamnya, dan cara para anggota berperilaku (Robbins, 1996 : 289). 

Tipologi Budaya
Menurut Sonnenfeld dari Universitas Emory (Robbins, 1996 :290-291), ada empat tipe budaya organisasi : 
1. Akademi
Perusahaan suka merekrut para lulusan muda universitas, memberi mereka pelatihan istimewa, serta lalu mengoperasikan mereka pada suatu fungsi yang khusus. Perusahaan lebih menyukai karyawan yg lebih cermat, teliti, dan mendetail dalam menghadapi serta memecahkan suatu kasus.

2. Kelab
Perusahaan lebih condong ke arah orientasi orang serta orientasi tim dimana perusahaan memberi nilai tinggi pada karyawan yang bisa beradaptasi pada sistem organisasi. Perusahaan jua menyukai karyawan yg setia serta memiliki komitmen yang tinggi dan mengutamakan kolaborasi tim. 

3. Tim Bisbol
Perusahaan berorientasi bagi para pengambil resiko dan inovator, perusahaan pula berorientasi pada hasil yg dicapai oleh karyawan, perusahaan jua lebih menyukai karyawan yang agresif. Perusahaan cenderung buat mencari orang-orang berbakat berdasarkan segala usia dan pengalaman, perusahaan pula menawarkan bonus finansial yang sangat besar serta kebebasan akbar bagi mereka yg sangat berprestasi. 

4. Benteng
Perusahaan condong buat mempertahankan budaya yang telah baik. Menurut Sonnenfield banyak perusahaan nir dapat dengan rapi dikategorikan pada keliru satu dari empat kategori lantaran merek memiliki suatu paduan budaya atau karena perusahaan berada pada masa peralihan.

Budaya Organisasi adalah bagian dari manajemen sumber daya manusia serta teori organisasi. Manajemen budaya organisasi dipandang diri aspek prilaku, sedangkan Teori organisasi dipandang menurut aspek sekelompok individu yang berkerjasama untk mencapai tujuan, atau organisasi menjadi wadah tempat individu berhubungan secara rasional serta sistematis buat mencapai tujuan. 

Dalam pekembangannya, pertama kali budaya organisasi dikenal di Amerika serta Eropa dalam era 1970-an. Salah satu tokohnya : Edward H. Shein seseorang Profesor Manajemen berdasarkan Sloan School of Management, Massachusetts Institute of Technology dan jua seorang Ketua kelompok Studi Organisasi 1972-1981, dan Konsultan budaya organisasi pada banyak sekali perusahaan di Amerika serta Eropa. Salah satu karya ilmiahnya Organizational Culture and Leadership.

PENGERTIAN BUDAYA ORGANISASI MENURUT PARA AHLI

Pengertian Budaya Organisasi Menurut Para Ahli
Sebelum melangkah pada pengertian mengenai budaya organisasi, alangkah baiknya kita jelaskan dulu pengertian dari budaya itu sendiri. Kebudayaan menyinggung daya cipta bebas serta serba ganda dari manusia dalam alam dunia. Manusia pelaku kebudayaan. Ia menjalankan kegiatannya buat mencapai sesuatu yg berharga bagi dirinya, dan dengan demikian nilai kemanusiannya sebagai lebih konkret. Melalui aktivitas kebudayan sesuatu yg sebelumnya hanya merupakan kemungkinan belaka diwujudkan serta diciptakan yang baru. Dalam kebudayaan insan mengakui alam dalam arti yang seluas-luasnya sebagai ruang pelengkap untuk semakin memanusiakan dirinya, yg identik menggunakan kebudayaan alam. Kebudayaan singkatnya merupakan penciptaan penertiban dan pengolahan nilai-nilai insani. Berdasarkan titik tolak penelitian, kebudayaan didefinisikan secara majemuk. Ahli sosiologi megatakan bahwa kebudayaan adalah holistik kecakapan-kecakapan (tata cara, akhlak, kesenian, ilmu, serta lain-lain) yang dimiliki manusia menjadi subjek masyarakat. Ahli sejarah menekankan pertumbuhan kebudayaan serta mendefinisikan sebagai warisan sosial atau tradisi. Ahli filsafat menekankan aspek normatif, kaidah kebudayaan serta terutama pelatihan nilai serta realisasi impian. Antropologi melihat kebudayaan sebagai rapikan hidup, pandangan hidup, serta kelakuan. Psikologi mendekati kebudayaan berdasarkan segi penyesuaian manusia kepada alam sekelilingnya atas syarat-syarat hayati. Arkheologi menaksir kebudayaan sebagai output artefact dan kesenian. 

Berdarakan pengertian kebudayaan di atas, budaya organisasi itu berdasarkan dalam suatu konsep bangunan dalam 3 strata, yaitu: Tingkatan Asumsi Dasar (Basic Assumption), kemudian Tingkatan Nilai (Value), serta Tingkatan Artifact yaitu sesuatu yg ditinggalkan. Tingkatan asumsi dasar itu adalah interaksi insan menggunakan apa yg ada pada lingkungannya, alam, tumbuh-tanaman , binatang, manusia, hubungan itu sendiri, serta hal ini, perkiraan dasar bisa diartikan suatu philosophy, keyakinan, yaitu suatu yang nir mampu dipandang oleh mata akan tetapi ditanggung bahwa itu ada. Tingkatan yang berikutnya Value, Value itu dalam hubungannya dengan perbuatan atau tingkah laku , buat itu, value itu bisa diukur (ditest) menggunakan adanya perubahan-perubahan atau menggunakan melalui konsensus sosial. Sedangkan artifact merupakan sesuatu yg sanggup dicermati namun sulit buat ditirukan, mampu pada bentuk tehnologi, seni, atau sesuatu yang mampu didengar (Schein, 1991: 14).

Budaya organisasi merupakan bentuk keyakinan, nilai, cara yg bisa dipelajari buat mengatasi dan hidup pada organisasi, budaya organisasi itu cenderung buat diwujudkan oleh anggota organisasi (Brown, 1998: 34). Robbins, (2003: 525) mengungkapkan bahwa budaya organisasi itu adalah suatu system nilai yg dipegang dan dilakukan oleh anggota organisasi, sehingga hal yang sedemikian tersebut mampu membedakan organisasi tadi menggunakan organisasi lainnya. Sistem nilai tersebut dibangun oleh 7 karakteristik menjadi sari (essence) menurut budaya organisasi, 7 ciri adalah:
  1. Inovasi dan pengambilan risiko (Innovation and risk taking). Tingkatan dimana para karyawan terdorong buat berinovasi serta mengambil risiko.
  2. Perhatian yg rinci (Attention to lebih jelasnya). Suatu strata dimana para karyawan diharapkan menerangkan kecermatan (precision), analisis dan perhatian kepada rincian.
  3. Orientasi hasil (Outcome orientation). Tingkatan dimana manajemen memusatkan perhatian pada hasil bukannya dalam teknik serta proses yg dipakai untuk mencapai hasil.
  4. Orientasi pada manusia (People orientation). Suatu tingkatan dimana keputusan manajemen memperhitungkan impak output – output pada orang–orang anggota organisasi itu.
  5. Orientasi tim (Team orientation). Suatu strata dimana kegiatan kerja diorganisir pada kurang lebih tim – tim, bukannya individu – individu.
  6. Keagresifan (Aggressiveness). Suatu strata dimana orang – orang (anggota organisasi) itu mempunyai sifat agresif serta kompetitif serta bukannya kalem – kalem.
  7. Stabilitas (Stability). Suatu strata dimana aktivitas organisasi menekankan pada pertahankannya status quo daripada pertumbuhan.
Perspektif interpretif (subjektif) melihat budaya organisasi sebagai proses-proses pembentukan pemahaman yg membentuk realitas organisasi dan dengan demikian memberi makna pada keanggotaannya. Konsep pembentukan pemahaman ini krusial bagi perspektif interpretif, sama pentingnya dengan pemahaman yg dilaksanakan (enacted sense making) bagi teori Weick mengenai pengorganisasian. Peraga dan indikator budaya organisasi tidak timbul begitu saja. Semua ini wajib dikonstruksi serta makna yg diberikan kepada peraga serta indikator tersebut harus dibangkitkan dan dibangkitkan ulang dalam interaksi. Peraga dan indikator (kisah-kisah, ritus-ritus, ritual) lebih dipercaya sebagai tindakan daripada menjadi benda. Pacanowsky da O`Donnel-Trujillo (1982) beropini bahwa saat para anggota mewujudkan konstruk-konstruk, praktik-praktik, dan ritual ini merupakan pencapaian kecil yg termasuk dalam pencapaian yg lebih akbar lagi dalam budaya organisasi. Istilah kuncinya adalah pencapaian pada arti bahwa hal itu menerangkan tindakan, dan tindakan yg terus berlangsung pada tindakan itu. Peraga serta indikator budaya dapat pula dimasukkan ke pada rubrik luas yang diklaim simbolisme organisasi. Yang krusial dalam konsep pemahaman budaya ini merupakan makna simbolisme untuk anggota-anggota organisasi waktu mereka membangun realitas organisasi dan saat mereka dibuat oleh konstruk-konstruk mereka sendiri. 

Seiring menggunakan bergulirnya waktu, budaya pasti terbentuk dalam organisasi dan dapat jua dirasakan keuntungannya pada memberi kontribusi bagi efektivitas organisasi secara keseluruhan.

Berikut ini dikemukakan beberapa pengertian budaya organisasi berdasarkan beberapa ahli :
a. Menurut Wood, Wallace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, Osborn (2001:391), budaya organisasi merupakan sistem yg dipercayai serta nilai yg dikembangkan oleh organisasi dimana hal itu menuntun konduite menurut anggota organisasi itu sendiri.
b. Menurut Tosi, Rizzo, Carroll misalnya yang dikutip oleh Munandar (2001:263), budaya organisasi adalah cara-cara berpikir, berperasaan serta bereaksi dari pola-pola eksklusif yg terdapat pada organisasi atau yang ada dalam bagian-bagian organisasi.
c. Menurut Robbins (1996:289), budaya organisasi merupakan suatu persepsi beserta yg dianut sang anggota-anggota organisasi itu.
d. Menurut Schein (1992:12), budaya organisasi adalah pola dasar yang diterima oleh organisasi buat bertindak dan memecahkan perkara, menciptakan karyawan yang mampu menyesuaikan diri menggunakan lingkungan dan mempersatukan anggota-anggota organisasi. Untuk itu wajib diajarkan pada anggota termasuk anggota yg baru menjadi suatu cara yang benar dalam mengkaji, berpikir dan merasakan masalah yg dihadapi. 
e. Menurut Cushway dan Lodge (GE : 2000), budaya organisasi adalah sistem nilai organisasi dan akan mempengaruhi cara pekerjaan dilakukan dan cara para karyawan berperilaku. Dapat disimpulkan bahwa yg dimaksud dengan budaya organisasi dalam
penelitian ini adalah sistem nilai organisasi yang dianut oleh anggota organisasi, yang lalu mempengaruhi cara bekerja serta berperilaku dari para anggota organisasi. 

Sumber-sumber Budaya Organisasi
Menurut Tosi, Rizzo, Carrol seperti yang dikutip sang Munandar (2001:264), budaya organisasi ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu: 
1. Pengaruh umum dari luar yang luas
Mencakup faktor-faktor yg tidak bisa dikendalikan atau hanya sedikit bisa dikendalikan oleh organisasi.
2. Pengaruh dari nilai-nilai yang terdapat pada masyarakat
Keyakinan-keyakinan dn nilai-nilai yang lebih banyak didominasi dari masyarakat luas misalnya kesopansantunan serta kebersihan.
3. Faktor-faktor yg spesifik dari organisasi
Organisasi selalu berinteraksi menggunakan lingkungannya. Dalam mengatasi baik kasus eksternal maupun internal organisasi akan menerima penyelesaian-penyelesaian yg berhasil. Keberhasilan mengatasi aneka macam kasus tadi adalah dasar bagi tumbuhnya budaya organisasi. 

Fungsi Budaya Organisasi
Menurut Robbins (1996 : 294), fungsi budaya organisasi menjadi berikut :
a. Budaya membangun pembedaan yang jelas antara satu organisasi serta yg lain.
b. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
c. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang.
d. Budaya adalah perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan menaruh baku-standar yg sempurna buat dilakukan oleh karyawan.
e. Budaya menjadi prosedur penghasil makna serta kendali yang memandu serta membentuk sikap dan konduite karyawan. 

Ciri-karakteristik Budaya Organisasi
Menurut Robbins (1996:289), terdapat 7 ciri-karakteristik budaya organisasi merupakan:
1. Inovasi dan pengambilan resiko. Sejauh mana karyawan didukung buat sebagai inovatif dan merogoh resiko.
2. Perhatian terhadap lebih jelasnya. Sejauh mana karyawan dibutuhkan menerangkan kecermatan, analisis serta perhatian terhadap lebih jelasnya.
3. Orientasi output. Sejauh mana manajemen memfokus dalam hasil bukannya pada teknik dan proses yang dipakai buat mencapai hasil tersebut.
4. Orientasi orang. Sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan dampak pada orang-orang pada pada organisasi itu.
5. Orientasi tim. Sejauh mana aktivitas kerja diorganisasikan sekitar tim-tim, ukannya individu.
6. Keagresifan. Berkaitan dengan agresivitas karyawan.
7. Kemantapan. Organisasi menekankan dipertahankannya budaya organisasi yang sudah baik.
Dengan menilai organisasi itu dari tujuh ciri ini, akan diperoleh gambaran majemuk menurut budaya organisasi itu. Gambaran ini menjadi dasar buat perasaan pemahaman beserta yang dimiliki para anggota tentang organisasi itu, bagaimana urusan diselesaikan di dalamnya, dan cara para anggota berperilaku (Robbins, 1996 : 289). 

Tipologi Budaya
Menurut Sonnenfeld menurut Universitas Emory (Robbins, 1996 :290-291), terdapat empat tipe budaya organisasi : 
1. Akademi
Perusahaan suka merekrut para lulusan muda universitas, memberi mereka pembinaan istimewa, dan kemudian mengoperasikan mereka pada suatu fungsi yang khusus. Perusahaan lebih menyukai karyawan yang lebih cermat, teliti, dan mendetail dalam menghadapi dan memecahkan suatu perkara.

2. Kelab
Perusahaan lebih condong ke arah orientasi orang dan orientasi tim dimana perusahaan memberi nilai tinggi pada karyawan yg dapat beradaptasi pada sistem organisasi. Perusahaan pula menyukai karyawan yang setia dan memiliki komitmen yg tinggi serta mengutamakan kerja sama tim. 

3. Tim Bisbol
Perusahaan berorientasi bagi para pengambil resiko dan inovator, perusahaan jua berorientasi dalam hasil yg dicapai oleh karyawan, perusahaan pula lebih menyukai karyawan yg agresif. Perusahaan cenderung buat mencari orang-orang berbakat menurut segala usia serta pengalaman, perusahaan jua menawarkan bonus finansial yg sangat besar serta kebebasan besar bagi mereka yang sangat berprestasi. 

4. Benteng
Perusahaan condong untuk mempertahankan budaya yg sudah baik. Menurut Sonnenfield poly perusahaan nir dapat dengan rapi mengkategorikan dalam keliru satu menurut empat kategori lantaran merek memiliki suatu paduan budaya atau lantaran perusahaan berada dalam masa peralihan.

Budaya Organisasi adalah bagian berdasarkan manajemen asal daya insan dan teori organisasi. Manajemen budaya organisasi dipandang diri aspek prilaku, sedangkan Teori organisasi ditinjau dari aspek sekelompok individu yg berkerjasama untk mencapai tujuan, atau organisasi sebagai wadah tempat individu bekerjasama secara rasional serta sistematis buat mencapai tujuan. 

Dalam pekembangannya, pertama kali budaya organisasi dikenal di Amerika serta Eropa pada era 1970-an. Salah satu tokohnya : Edward H. Shein seorang Profesor Manajemen menurut Sloan School of Management, Massachusetts Institute of Technology serta juga seseorang Ketua kelompok Studi Organisasi 1972-1981, serta Konsultan budaya organisasi dalam banyak sekali perusahaan pada Amerika dan Eropa. Salah satu karya ilmiahnya Organizational Culture and Leadership.

PARTISIPASI KOMUNIKASI PERSUASI DAN DISIPLIN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL

Partisipasi, Komunikasi, Persuasi Dan Disiplin Dalam Pembangunan Nasional 
Pemerintahan pada era Presiden Soeharto yg cenderung otoriter menyebabkan rasa tidak puas kepada rakyat Indonesia. Sistem sentralistik yg dianut waktu itu, berakibat pemerintah sebagai pihak penyelenggara negara yang kebal berdasarkan pengawasan, khususnya dari rakyat. Pemerintahan yang top down membuat kreatifitas dan penemuan rakyat menjadi meninggal lantaran kebebasan berpendapat dan mengkritik pemerintah sangat dibatasi. Padahal di satu sisi, kebebasan beropini serta mengkritik merupakan sebuah hal yg sangat krusial supaya penilaian dan akuntabilitas pemerintah pada menjalankan fungsi pembangunan bisa dipertanggungjawabkan buat memenuhi kebutuhan rakyat. 

Konsekuensi logis menurut matinya prosedur anugerah pendapat serta kritik terhadap pemerintah adalah ketidakmerataan pembangunan yang berjalan selama 32 tahun ketika itu di Indonesia. Muncullah kesenjangan antara orang-orang yg tinggal di daerah dan ibukota. Pada akhirnya, kemarahan warga memuncak saat kerusuhan Mei tahun 1998 yang ditandai dengan tumbangnya rezim Soeharto. 

Secara garis besar , warga menginginkan adanya reformasi pada sistem pemerintahan di Indonesia. Masyarakat menginginkan adanya keterbukaan pada beropini serta penghapusan terhadap sistem sentralistik yang dianggap mematikan pembangunan dan merusak pemerataan kesejahteraan. Akhirnya dibentuklah undang-undang tentang otonomi daerah yang menandai dimulainya sistem desentralisasi pada Indonesia. Desentralisasi dipercaya bisa menjawab perkara-perkara pembangunan seperti nir transparannya penggunaan keuangan, serta memaksimalkan persebaran pembangunan berdasarkan kebutuhan rakyat. Fungsi pengawasan warga yg belum berkembang waktu pemerintahan Soeharto diharapkan bisa timbul dan memberi andil dalam pembangunan negara. 

Namun demikian, pemerintahan serta pembangunan yg terdesentralisasi nir akan berjalan menggunakan efektif tanpa adanya partisipasi masyarakatnya. Partisipasi warga sangat krusial peranannya dalam proses pembangunan pada daerahnya sendiri. Partisipasi rakyat bisa berbentuk partisipasi dalam pembangunan infrastruktur atau maintenance-nya; partisipasi pada proses politik; melakukan pengawasan saat pemerintah merumuskan dan melaksanakan kebijakan publik. Penyertaan kiprah masyarakat pada sistem pemerintahan akan menyebabkan sinergisitas yang sempurna buat membangun good governance yg menginginkan adanya kerjasama serta partisipasi sempurna berdasarkan tiga aktor primer pada negara, yaitu pemerintah atau government, pihak swasta atau privat, serta masyarakat atau civil society. Sinergitas ketiga elemen ini sangat krusial agar terjadi proses pembuatan kebijakan publik yang berkeadilan dan pembangunan nasional yg merata.

Pelibatan rakyat sebagai shareholder dan stakeholder pada proses perumusan kebijakan, pelaksanaan, serta evaluasinya adalah hal mutlak yg wajib terjadi supaya good governance bisa sahih-sahih ditegakkan. Jika dalam pelakasanaannya pemerintah nir menerapkan nilai dasar good governance yaitu melibatkan partisipasi warga dalam proses kenegaraan, maka yang akan terjadi adalah proses pembangunan yang tidak berkeadilan serta akan menumbuhkan permasalahan. 

Salah satu efek menurut pemerintah nir menumbuhkan partisipasi warga pada membuat, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan publik merupakan banyak terjadinya perseteruan-pertarungan sosial. Salah satu misalnya adalah bentrokan di Makam Mbah Priok pada lepas 14 April 2010 kemarin yang melibatkan Satpol PP dan warga lebih kurang makam. Disinyalir bentrokan ini terjadi karena nir adanya pelibatan rakyat pada pembuatan kebijakan penggusuran makam. Pemerintah hanya melibatkan PT Pelindo yg dalam hal ini merupakan menjadi pihak swasta pada menciptakan kebijakan tadi. Masyarakat merasa nir terima karena nir pernah dicapai keputusan yang final antara pihak masyarakat, pemerintah dan pihak Pelindo sendiri. Akibatnya adalah terjadi bentrokan berdarah yang membuat ratusan korban luka dan beberapa orang mangkat . Tidak adanya sinergisitas yang seharusnya dilakukan pada sebuah good governance dalam pemutusan kebijakan penggusuran ini merupakan pemicu terjadinya konflik yg tidak seharusnya terjadi. 

Oleh karenanya, dalam makalah ini, penulis bermaksud buat mempelajari lebih jauh bagaimana sebenarnya proses pelibatan masyarakat pada planning penggusuran Makam Mbah Priok dan mekanisme pengawasannya dalam aplikasi rencana tadi. Dengan demikian, penulis jua berharap makalah ini bisa semakin menguatkan pernyataan bahwa good governance perlu dibuat sebaik-baiknya untuk mencegah terjadinya perseteruan kepentingan yg berbeda satu sama lain antara warga , pemerintah, dan sektor partikelir, salah satunya seperti yg digambarkan pada kasus Makam Mbah Priok.

Partisipasi masyarakat 
Istilah partisipasi berasal menurut bahasa asing yang adalah mengikutsertakan pihak lain. Beberapa definisi lain mengenai partisipasi merupakan :
  • Santoso Sastropoetro mendefinisikan partisipasi sebagai keterlibatan spontan menggunakan pencerahan disertai tanggung-jawab tehadap kepentingan gerombolan buat mencapai tujuan beserta.
  • Alastraire White mendefinisikan partisipasi sebagai keterlibatan komuniti setempat secara aktif dalam pengambilan keputusan atau pelaksananaannya terhadap proyek-proyek pembangunan.
  • Allport mengemukakan bahwa seorang yg berpartisipasi sebenarnya mengalami keterlibatan dirinya/egonya yg sifatnya lebih daripada keterlibatan pada pekerjaan atau tugas saja. Dengan keterlibatan dirinya juga berarti keterlibatan pikiran serta perasaannya.
  • Keith Davis mengemukakan definisi partisipasi menjadi 
“Mental and emotional involvement of a person in a class situation which encourages him to contribute to group goals and share responsibility in them”.

Menurut Davis, partisipasi merupakan keterlibatan mental dan emosional orang-orang pada pada situasi grup yg mendorong mereka buat memberikan donasi pada tujuan gerombolan atau berbagai tanggung jawab pencapaian tujuan tersebut.

Selain itu, Keith Davis jua melengkapi definisinya tentang partisipasi dengan mengemukakan gagasan lain tentang partisipasi. 

There are three ideas in this definition which are important to managers who will practice the art of participation, most of them do agree on the importance of these three ideas”.

Di dalamnya terdapat 3 butir gagasan yg penting ialah bagi para manajer atau pemimpin yang hendak menerapkan seni partisipasi serta kebanyakan berdasarkan mereka sependapat menggunakan 3 buah gagasan tadi.

Dari beberapa definisi yang terdapat dapat disimpulkan bahwa partisipasi mempunyai tiga gagasan krusial, yakni keterlibatan, kontribusi , serta tanggung jawab.

1. Keterlibatan mental serta emosional/inisiatif.
Keterlibatan ini bersifat psikologis daripada fisik. Seseorang pada berpartisipasi lebih terlibat egonya daripada terlibat tugas.

2. Motivasi kontribusi
Unsur kedua adalah kesediaan menyalurkan sumber inisiatif dan kreatifitasnya buat mencapai tujuan kelompok. 

3. Tanggung jawab
Partisipasi mendorong orang-orang buat mendapat tanggung jawab pada aktivitas kelompok. Ini juga adalah proses sosial yang melaluinya orang-orang sebagai terlibat sendiri pada organisasi dan ingin mewujudkan keberhasilannya. Pada ketika orang-orang ingin menerima tanggung jawab aktivitas kelompok, orang-orang tadi melihat adanya peluang buat melakukan hal-hal yang diinginkan, yaitu merasa bertanggung jawab menuntaskan pekerjaannya. Gagasan mengenai upaya menyebabkan kerja tim dalam kelompok ini adalah langkah utama berbagi gerombolan untuk menjadi unit kerja yg berhasil. Jika orang ingin melakukan sesuatu, orang tadi akan menemukan cara melakukannya. 

Menurut Keith Davis, partisipasi memiliki beberapa bentuk dan jenis, antara lain :

1. Bentuk Partisipasi
  • Konsultasi, umumnya dalam bentuk jasa.
  • Sumbangan impulsif berupa uang dan barang.
  • Mendirikan proyek yg sifatnya mandiri dan donornya berasal menurut sumbangan individu atau instansi yg berada pada luar lingkungan tertentu.
  • Sumbangan pada bentuk kerja, yang umumnya dilakukan sang tenaga pakar setempat.
  • Aksi massa.
  • Mengadakan pembangunan pada kalangan famili desa sendiri.
  • Membangun proyek komuniti yang bersifat otonom.
2. Jenis-jenis partisipasi
  • Pikiran (psychological participation).
  • Tenaga (physical participation).
  • Pikiran dan tenaga (psychological serta physical participation).
  • Keahlian ( participation with skill).
  • Barang (material participation).
  • Uang (money participation).
Selain Keith Davis, Hamijoyo jua mengemukakan beberapa bentuk dari partisipasi, antara lain:

1. Partisipasi buah pikiran
Partisipasi ini diwujudkan menggunakan menaruh pengalaman serta pengetahuan guna membuatkan aktivitas yang diikutinya. Sumbangan pemikiran yang diarahkan pada penataan cara pelayanan dari forum/badan yang terdapat, sehingga sanggup berfungsi sosial secara aktif dalam penentuan kebutuhan anggota rakyat.

2. Partisipasi tenaga
Partisipasi jenis ini diberikan pada bentuk energi untuk aplikasi bisnis-bisnis yg dapat menunjang keberhasilan menurut suatu aktivitas.

3. Partisipasi keterampilan
Jenis keterampilan ini merupakan memberikan dorongan melalui keterampilan yang dimilikinya pada anggota rakyat lain yang membutuhkannya. Kegiatan ini umumnya diadakan pada bentuk latihan bagi anggota masyarakat. Partisipasi ini umumnya bersifat membina masyarakat agar bisa memiliki kemampuan memenuhi kebutuhannya.

4. Partisipasi uang (materi)
Partisipasi ini adalah untuk memperlancar usaha-bisnis bagi pencapaian kebutuhan rakyat yg memerlukan bantuan.

5. Partisipasi harta benda
Diberikan dalam bentuk menyumbangkan mal, biasanya berupa perkakas, indera-indera kerja bagi yg dijangkau oleh badan pelayanan tadi.

Terdapat beberapa ahli yang mendefinisikan partisipasi masyarakat. Beberapa definisi tersebut merupakan sebagai berikut:
  • Canter mendefinisikan partispasi masyarakat sebagai proses komunikasi 2 arah yg berlangsung monoton untuk menaikkan pengertian masyarakat secara penuh atas suatu proses aktivitas, dimana masalah-kasus serta kebutuhan lingkungan sedang dianalisis oleh badan yang berwenang.
  • Goulet mendefinisikan partisipasi masyarakat menjadi suatu cara melakukan hubungan antara dua gerombolan , yaitu gerombolan yg selama ini tidak diikutsertakan dalam pengambilan keputusan (non-elite) serta grup yg selama ini melakukan pengambilan keputusan (elite).
  • Wingert merinci partisipasi atau kiprah serta rakyat menjadi beberapa paham sebagai berikut:
a. Partisipasi warga menjadi suatu kebijakan
Penganut paham ini beropini bahwa partisipasi warga merupakan suatu kebijakan yang sempurna dan baik buat dilaksanakan. Paham ini dilandasi sang suatu pemahaman bahwa rakyat yg potensial dikorbankan dan terkorbankan oleh suatu proyek pembangunan memiliki hak untuk dikonsultasikan.

b. Partisipasi rakyat menjadi strategi
Penganut paham ini mengendalikan bahwa partisipasi warga merupakan strategi buat menerima dukungan rakyat. Pendapat ini didasarkan kepada suatu paham bahwa bila masyarakat merasa memilki akses terhadap pengambilan keputusan dan kepedulian rakyat pada tiap tingkatan pengambilan keputusan didomentasikan menggunakan baik, maka keputusan tersebut akan memilki dapat dipercaya.

c. Partisipasi rakyat sebagai indera komunikasi
Partisipasi rakyat didayagunakan menjadi alat buat mendapatkan masukan berupa informasi pada proses pengambilan keputusan. Persepsi ini dilandasi oleh suatu pemikiran bahwa pemerintah dibuat buat melayani warga , sehingga pandangan serta preferensi dari warga tersebut merupakan masukan yg bernilai guna mewujudkan keputusan yang responsive.

d. Partispasi rakyat sebagai alat penyelesaian sengketa
Partisipasi warga didayagunakan sebagai suatu cara buat mengurangi pertarungan melalui usaha pencapaian konsensus dari pendapat yang terdapat. Asumsi yg melandasi paham ini merupakan bertukar pikiran dan pandangan bisa meningkatkan pengertian serta toleransi dan mengurangi rasa ketidakpercayaan dan kerancuan.

e. Partisipasi warga menjadi terapi
Menurut paham ini, kiprah warga dilakukan buat mengatasi kasus-perkara psikologis masyarakat misalnya halnya ketidakberdayaan, tidak percaya diri, serta perasaan bahwa diri mereka bukan komponen penting di dalam warga .

Perlunya partisipasi warga juga diungkapkan oleh Koeshadi Hardjasoemantri, bahwa selain buat menaruh liputan yang berharga kepada para pengambil keputusan, partisipasi masyrakat akan mereduksi kemungkinan kesediaan masyarakat buat menerima keputusan. Selanjutnya, partisipasi rakyat akan membantu proteksi aturan.

Teori Good Governance
Tata kelola kepemerintahan yang baik (good governance) adalah suatu konsep yg akhir-akhir ini dipergunakan secara reguler pada ilmu politik dan administrasi publik. Konsep ini lahir sejalan dengan konsep-konsep dan terminologi demokrasi, masyarakat sipil, partisipasi rakyat, hak asasi insan, serta pembangunan rakyat secara berkelanjutan. Pada akhir dasawarsa yang lalu, konsep good governance ini lebih dekat digunakan dalam reformasi sektor publik. Di dalam disiplin atau profesi manajemen publik konsep ini dicermati menjadi suatu aspek pada kerangka berpikir baru ilmu administrasi publik. Paradigma baru ini menekankan dalam peranan manajer publik supaya menaruh pelayanan yg berkualitas kepada rakyat, mendorong menaikkan otonomi manajerial terutama mengurangi campur tangan kontrol yg dilakukan oleh pemerintah pusat, transparansi, akuntabilitas publik, dan menciptakan pengelolaan manajerial yang bersih bebas menurut korupsi (Thoha, 2004: 78).

Sejumlah perspektif muncul dari kerangka berpikir baru ini dan mendorong ramainya diskusi serta perdebatan di arena politik serta akademisi. Di antara perspektif yang berkaitan dengan struktur pemerintahan yang ada antara lain (Thoha, 2004: 78):
a. Hubungan antara pemerintah dengan pasar.
b. Hubungan antara pemerintah menggunakan rakyatnya.
c. Hubungan antara pemerintah menggunakan organisasi vo¬luntary serta sektor privat.
d. Hubungan antara pejabat-pejabat yg dipilih (politisi) serta pejabat-pejabat yang diangkat (pejabat birokrat).
e. Hubungan antara lembaga pemerintahan wilayah menggunakan penduduk perkotaan serta pedesaan.
f. Hubungan antara legislatif dan eksekutif.
g. Hubungan pemerintah nasional menggunakan lembaga-lembaga internasional.

Dalam menganalisis perspektif ini poly para praktisi dan teoretisi dalam bidang administrasi publik merumuskan banyak sekali mekanisme dan proses yg sanggup digunakan buat mencapai dan mengidentifikasikan prinsip-prinsip serta perkiraan-asumsi dari tata kepemerintahan yang baik. Sementara itu negara donor serta lembaga-forum multilateral telah merogoh peran yang mengemuka (a leading role) dalam merumuskan good governance. Salah satunya adalah United Nations Development Programme (UNDP). 

UNDP merumuskan istilah governance sebagai suatu exercise berdasarkan kewenangan politik, ekonomi, dan administrasi buat menata, mengatur dan mengelola masalah-perkara sosialnya (UNDP, 1997) Istilah governance memberitahuakn suatu proses pada mana masyarakat sanggup mengatur ekonominya, institusi serta sumber-asal sosial serta politiknya tidak hanya digunakan buat pembangunan, tetapi jua buat membangun kohesi, integrasi, dan buat kesejahteraan rakyatnya. Dengan demikian kentara sekali, kemampuan suatu negara mencapai tujuan-tujuan pembangunan itu sangat tergantung pada kualitas tata kelola intahannya pada mana pemerintah melakukan interaksi menggunakan organisasi-organisasi komersial serta civil society.

Karim (2003: 45) menyatakan terdapat 5 prinsip good governance, yaitu transparansi, kesetaraan, daya tanggap, akuntabilitas, serta supervisi. 

Kunci utama tahu good governance, menurut Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI), adalah pemahaman atas prinsip-prinsip yg mendasarinya. Bertolak menurut prinsip-prinsip ini didapat tolok ukur kinerja suatu pemerintah. Prinsip-prinsip tersebut mencakup:
a. Partisipasi rakyat: semua warga masyarakat memiliki suara dalam pengambilan keputusan, baik secara eksklusif juga melalui lembagalembaga perwakilan yg absah yg mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kepastian buat berpartisipasi secara konstruktif.
b. Tegaknya supremasi hukum: kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu, termasuk didalamnya hukum-aturan yang menyangkut hak asasi insan.
c. Transparasi: transparansi dibangun atas dasar fakta yang bebas. Seluruh proses pemerintah, lembaga-forum, serta berita perlu bisa diakses sang pihak-pihak yg berkepentingan, serta berita yg tersedia wajib memadai supaya dapat dimengerti dan dipantau.
d. Peduli dan stakeholder: lembaga-lembaga serta seluruh proses pemerintah harus berusaha melayani semua pihak yg berkepentingan.
e. Berorientas dalam mufakat: tata kelola pemerintahan yg baik menjembatani kepentingan-kepentingan yg tidak sinkron demi terbangunnya suatu mufakat menyeluruh dalam hal apa yg terbaik bagi grup-kelompok masyarakat, serta bila mungkin, mufakat pada hal kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur.
f. Kesetaraan: semua masyarakat warga memiliki kesempatan memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka.
g. Efektifitas serta efisiensi: proses-proses pemerintahan serta lembaga-forum membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga warga dan dengan menggunakan asal-sumber daya yang terdapat seoptimal mungkin.
h. Akuntabilitas: para pengambil keputusan pada pemerintah, sektor partikelir, serta organisasi warga bertanggungjawab, baik kepada warga juga kepada forum-lembaga yg berkepentingan.
i. Visi strategis: para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas serta jauh ke depan atas rapikan pemerintahan yang baik serta pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang diperlukan buat mewujudkan perkembangan tadi. Selain itu mereka jua wajib mempunyai pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya, dan sosial yg sebagai dasar bagi perspektif tadi.

Teori Administrasi Pembangunan
Administrasi pembangunan mencangkup dua pengertian, yaitu administrasi dan pembangunan. Administrasi merupakan holistik proses pelaksanaan keputusan-keputusan yg sudah diambil dan diselenggarakan oleh 2 atau lebih buat mencapai tujuan yg telah ditentukan sebelumnya, sedangkan pembangunan didefinisikan sebagai rangkaian bisnis mewujudkan pertumbuhan serta perubahan secara terjadwal serta sadar yang ditempuh sang suatu negara bangsa menuju modernitas dalam rangka training bangsa (nation-building). Ada beberapa pengertian administrasi pembangunan berdasarkan para pakar.

Hiram S. Phillips mendefinisikan administrasi pembangunan menjadi rather than the traditional term of public administration to indicate the need for a dynamic process designed particularly to meet requirements of social and economic changes. Pernyataan ini diartikan sebagai lebih baik dari pada masa tradisional administrasi publik buat menampakan kebutuhan buat suatu proses dinamis yg dibuat secara spesifik buat menerima syarat perubahan sosial dan ekonomi.

Paul Meadows mendefinisikan administrasi pembangunan menjadi development administration can be regarded as the public management of economic and social change in term of deliberate public policy. The development administrator is concerned with guiding change Pernyataan ini diartikan menjadi administrasi pembangunan dapat dipandang sebagai manajemen publik perubahan ekonomi serta sosial yang disengaja pada masa kebijakan publik. Administrator pembangunan dapat memfokuskan dalam perubahan terarah.

Ciri-Ciri Administrasi Pembangunan
Ada beberapa ciri administrasi pembangunan menurut Irving Swerdlow serta Saul M. Katz. Pertama, adanya suatu orientasi administrasi untuk mendukung pembangunan. Administrasi bagi perubahan-perubahan ke arah keadaan yang dianggap lebih baik. Keadaan yg lebih baik ini bagi negara-negara baru berkembang dinyatakan dengan bisnis ke arah modernisasi, atau pembangunan bangsa atau pembangunan sosial ekonomi. Di pada administrasi pembangunan, diberikan uraian mengenai saling kait berkaitnya administrasi dengan aspek-aspek pembangunan di bidang politik, ekonomi, sosial-budaya, dan lain-lain. Kedua, adanya peran administrator sebagai unsur pembangunan. Peranan dan fungsi pemerintah sangat erat kaitannya menggunakan perencanaan serta pelaksanaan pembangunan. Administrator juga dapat membangun suatu sistem dan praktek administrasi yg membina partisipasi dalam pembangunan. Ketiga, perkembangan, baik dalam ilmu maupun pelaksanaan perencana pembangunan masih ada orientasi yang semakin akbar memberikan perhatian terhadap aspek aplikasi planning. Suatu perencanaan yg berorientasi dalam pelaksanaannya akan lebih poly memperhatikan aspek administrasi pada aspek pembangunannya. Keempat, administrasi pembangunan masih dari dalam prinsip-prinsip administrasi negara. Namun, administrasi pembangunan mempunyai ciri-karakteristik yang lebih maju daripada administrasi negara.

Sondang P. Siagian pula merumuskan ciri-ciri administrasi pembangunan. Pertama, Administasi pembangunan lebih memberikan perhatian terhadap lingkungan rakyat yg berbeda-beda, terutama bagi lingkungan warga negara-negara baru berkembang. Kedua, administrasi pembangunan mempunyai peran aktif dan berkepentingan terhadap tujuan-tujuan pembangunan, baik pada perumusan kebijaksanaannya juga pada pelaksanaannya yang efektif. Bahkan, administrasi ikut dan mensugesti tujuan-tujuan pembangunan rakyat serta menunjang pencapaian tujuan-tujuan sosial, ekonomi, serta lain-lain yang dirumuskan kebijaksanaannya pada proses politik. Ketiga, administrasi pembangunan berorientasi pada bisnis-bisnis yang mendorong perubahan ke arah keadaan yg dianggap lebih baik buat suatu rakyat pada masa depan atau berorientasi masa depan. Keempat, administrasi pembangunan lebih berorientasi pada aplikasi tugas-tugas pembangunan dari pemerintah. Administrasi pembangunan lebih bersikap menjadi ”development agent”, yakni kemampuan buat merumuskan kebijaksanaan-kebijaksanaan pembangunan dan pelaksanaan yang efektif, serta sebagai kemampuan dan pengendalian instrumen-instrumen bagi pencapaian tujuan-tujuan pembangunan. Kelima, administrasi pembangunan wajib mengaitkan diri menggunakan substansi perumusan kebijaksanaan dan pelaksanaan tujuan-tujuan pembangunan pada banyak sekali bidang yaitu ekonomi, sosial, budaya, dan lainlain. Keenam, pada administrasi pembangunan, administrator pada aparatur pemerintah pula bisa menjadi pergerak perubahan. Ketujuh, administrasi pembangunan lebih berpendekatan lingkungan, berorientasi pada kegiatan, serta bersifat pemecahan masalah. Ketiga unsur ini disebut mission driven.

Ruang Lingkup Administrasi Pembangunan
Menurut Bintoro Tjokroamidjojo, ada beberapa citra mengenai ruang lingkup administrasi pembangunan. Pertama, administrasi pembangunan mempunyai 2 fungsi, yaitu the development of administration serta the administration of development. The development of administration menyangkut bisnis penyempurnaan organisasi, training lembaga yg diperlukan, kepegawaian, tata kerja, dan pengurusan sarana-wahana administrasi lainnya, sedangkan the administration of development menyangkut kasus perumusan kebijaksanaan-kebijaksanaan serta acara-acara pembangunan di berbagai bidang dan pelaksanaannya secara efektif. Kedua, administrasi buat pembangunan bisa dibagi menjadi dua subfungsi. Pertama, perumusan kebijaksanaan pembangunan. Formulasi kebijaksanaan negara atau pemerintah tidak hanya dilakukan dalam proses administrasi, tetapi pula pada taraf eksklusif dalam proses politik. Kebijaksanaan serta acara dirumuskan dalam suatu planning pembangunan. Mekanisme dan tata kerja pada proses analisa, perumusan serta pengambilan keputusan mengenai kebijaksanaan serta program pembangunan tadi bisa diupayakan untuk disempurnakan. Kedua, pelaksanaan dari kebijaksanaan serta program tersebut dahulu secara efektif. Untuk melakukannya, administrator memerlukan penyusunan instrumen-instrumen yg baik. Ada dua aktivitas yang menerima perhatian. Pertama, perkara kepemimpinan, koordinasi, pengawasan, dan fungsi administrator menjadi unsur pembangunan. Kedua, pengendalian atau pengurusan yg baik berdasarkan administrasi fungsionil, misalnya perlembagaan pada arti sempit, kepegawaian, pembiayaan pambangunan, serta lain-lain sebagai sarana pencapaian tujuan kebijaksanaan serta acara pembangunan.

Fungsi dan Peran Pemerintah dalam Pembangunan
Menurut Awaloedin, ada beberapa cara pelaksanaan peranan pemerintah, antara lain:
  1. Fungsi pengaturan, dibagi lagi sebagai beberapa fungsi, yaitu penentuan kebijaksanaan, pemberian pengarahan dan bimbingan, pengaturan melalui perizinan, dan pengawasan. Fungsi pengaturan ini akan membentuk hasil berupa aneka macam peraturan.
  2. Kepemilikan sendiri dari usaha-usaha ekonomi atau sosial yang penyelenggaraannya dapat dilakukan sendiri atau sang swasta.
  3. Penyelenggaraan sendiri dari banyak sekali aktivitas-kegiatan ekonomi atau sosial.
Fungsi utama pemerintah bisa dibagi menjadi 2 tugas, yakni tugas pemerintahan rutin atau umum serta tugas pemerintahan pembangunan. Tugas pemerintahan generik dapat dilakukan dalam rangka pemerintahan umum, pemeliharaan ketertiban, keamanan, serta pelaksanaan hukum. Tugas ini tak jarang diperluas dengan tugas-tugas pelayanan generik yang dilakukan, baik melalui penyelenggaraan sendiri maupun melalui pelaksanaan fungsi pengaturan. Di samping itu, tugas pembangunan dilakukan dalam rangka penyesuaian kepentingan sosial dan ekonomi tradisional menggunakan kebutuhan pembangunan. Tugas pembangunan termasuk di dalamnya tugas memajukan kesejahteraan umum yg terdiri menurut tugas mengemban mobilisasi daya dan dana buat pembangunan serta pengalokasian sumber-sumber daya yang rasional dan sempurna.

Teori Pengawasan
Menurut Stoner serta Wankel “Pengawasan berarti para manajer berusaha untuk meyakinkan bahwa organisasi beranjak pada arah atau jalur tujuan. Apabila salah satu bagian dalam organisasi menuju arah yang galat, para manajer berusaha buat mencari sebabnya serta kemudian mengarahkan balik ke jalur tujuan yg sahih “.

Sementara itu berdasarkan McFarland (dalam Handayaningrat, 1994:143). “Control is the process by which an executive gets the performance of his subordinates to correspondas closely as possible to chosen plans, orders, objectives, or policies “. (Pengawasan adalah suatu proses dimana pimpinan ingin mengetahui apakah output aplikasi pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya sinkron menggunakan planning, perintah, tujuan, atau kebijaksanaan yang telah ditentukan ).

Selanjutnya Smith menyatakan bahwa:“Controlling“ sering diterjemahkan jua dengan pengendalian, termasuk di dalamnya pengertian rencana-planning dan kebiasaan-norma yg mendasarkan dalam maksud serta tujuan manajerial, dimana norma-norma ini dapat berupa kuota, target maupun panduan pengukuran output kerja nyata terhadap yang ditetapkan. 

Pengawasan merupakan kegiatankegiatan dimana suatu sistem terselenggarakan dalam kerangka kebiasaan-kebiasaan yang ditetapkan atau dalam keadaan keseimbangan bahwa pengawasan menaruh citra tentang hal-hal yg dapat diterima, dianggap atau mungkin dipaksakan, dan batas supervisi (control limit) merupakan tingkat nilai atas atau bawah suatu sistem bisa mendapat menjadi batas toleransi serta tetap memberikan hasil yang relatif memuaskan.

Dalam manajemen, pengawasan (controlling) adalah suatu aktivitas buat mencocokkan apakah kegiatan operasional (actuating) pada lapangan sinkron dengan rencana (rencana) yg sudah ditetapkan pada mencapai tujuan (goal) menurut organisasi. Dengandemikian yang menjadi obyek dari aktivitas pengawasan merupakan tentang kesalahan, penyimpangan, stigma serta hal-hal yg bersifat negatif seperti adanya kecurangan,pelanggaran serta korupsi. 

Menurut Winardi "Pengawasan adalah semua aktivitas yang dilaksanakan oleh pihak manajer pada upaya memastikan bahwa output aktual sesuai menggunakan hasil yang direncanakan". Sedangkan dari Basu Swasta "Pengawasan merupakan fungsi yang menjamin bahwa kegiatan-kegiatan dapat memberikan output misalnya yang diinginkan".

Menurut Sondang P.siagian, Pengawasan merupakan Proses pengamatan pelaksanaan semua aktivitas organisasi untuk menjamin supaya semua pekerjaan yg sedang dilaksanakan berjalan sinkron dengan planning yg sudah ditentukan. Menurut Suyamto, Pengawasan adalah segala usaha atau kegiatan buat mengetahui serta menilai fenomena yg sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas atau aktivitas, apakah sesuai dengan yang semestinya atau nir .

Lebih lanjut menurut Komaruddin menyampaikan, "Pengawasan adalah berhubungan dengan perbandingan antara pelaksana aktual rencana, serta awal Unk langkah perbaikan terhadap defleksi serta planning yang berarti"

Lebih lanjut menurut Kadarman ”Pengawasan adalah suatu upaya yg sistematik buat memutuskan kinerja baku pada perencanaan buat merancang sistem umpan balik keterangan, buat membandingkan kinerja aktual dengan baku yg telah ditentukan, buat tetapkan apakah telah terjadi suatu defleksi tadi, serta buat mengambil tindakan pemugaran yg diharapkan buat mengklaim bahwa seluruh asal daya perusahaan telah dipakai seefektif serta seefisien mungkin guna mencapai tujuan perusahaan.”

Konteks-konteks dalam Pengawasan
Pengawasan pada Konteks Manajemen (Schermerhorn, 2001)
  • Proses pengukuran kinerja dan pengambilan tindakan buat menjamin hasil yang diinginkan
  • Merupakan kiprah penting serta positif dalam proses manajemen
  • Menjamin segala sesuatu berjalan sebagaimana mestinya serta sesuai waktunya
Pengawasan pada Konteks Politik (Little dan Ogle, 2006)
  • fungsi parlemen dalam menjamin bahwa undang-undang yang sudah dimuntahkan oleh parlemen dapat diimplementasikan dan diadministrasikan secara efektif sang pihak eksekutif, yaitu dilakukan secara sesuai dan menggunakan cara yg diatur dalam undang-undang tersebut
  • fungsi yang dilakukan parlemen pada menjamin bahwa aturan yg sudah disetujui, sudah dibelanjakan oleh pihak eksekutif sesuai dengan hal yg telah disepakati dan mampu mencapai sasaran yang diinginkan/ditetapkan
  • pengawasan merupakan tanggungjawab yang sangat krusial dari parlemen dan harus dilakukan secara agresif, karena hanya melalui supervisi inilah parlemen bisa mengklaim adanya check and balances yang memadai terhadap pihak eksekutif
  • cenderung kurang diapresiasi serta kinerjanya paling buruk
Jenis-jenis Pengawasan
Menurut Schermerhorn (2001), jenis-jenis pengawasan terbagi menjadi: 
1. Pengawasan Feedforward (umpan di depan) 
  • Dilakukan sebelum kegiatan dimulai
  • Dalam rangka mengklaim: kejelasan sasaran; tersedianya arahan yg memadai;ketersediaan sumberdaya yg dibutuhkan
  • Memfokuskan pada kualitas sumberdaya
2. Pengawasan Concurrent (bersamaan)
  • Memfokuskan kepada apa yg terjadi selama proses berjalan
  • Memonitor kegiatan yg sedang berjalan buat menjamin segala sesuatu dilaksanakan sesuai rencana
  • Dapat mengurangi output yg tidak diinginkan 
3. Pengawasan Feedback (umpan pulang) 
  • Terjadi selesainya kegiatan terselesaikan dilaksanakan
  • Memfokuskan kepada kualitas menurut hasil
  • Menyediakan informasi yang bermanfaat buat menaikkan kinerja di masa depan 
4. Pengawasan Internal & Eksternal 
  • Pengawasan Internal: menaruh kesempatan buat memperbaiki sendiri
  • Pengawasan Eksternal: terjadi melalui pengawasan dan penggunaan sistem administrasi formal
Sementara itu, pada birokrasi dan lembaga, pengawasan terbagi atas (Nugraha, et all, 2005):

1. Pengawasan Internal serta Eksternal
Pengawasan internal adalah supervisi dilakukan oleh orang atau badan yg ada pada dalam lingkungan unit organisasi yang bersangkutan misalnya pengawasan atasan pribadi atau pengawasan inheren.model:Itjen, Bawasda, BPKP

Pengawasan Eksternal adalah supervisi yg dilakukan sang orang atau badan yg terdapat di luar unit organisasi yang bersangkutan.model: BPK, KPK, dan ORI.

2. Pengawasan Preventif dan Represif
Pengawasan preventif adalah supervisi yang dilakukan terhadap suatu aktivitas sebelum kegiatan itu dilaksanakan sebagai akibatnya bisa mencegah terjadinya defleksi. Pengawasan ini lebih bermanfaat serta bermakna jika dilakukan oleh atasan langsung.

Pengawasan represif adalah supervisi yg dilakukan terhadap aktivitas setelah kegiatan itu dilakukan. Laporan pelaksanaan aturan pada akhir tahun.

3. Pengawasan Aktif dan Pasif
Pengawasan Aktif (dekat) merupakan pengawasan yang dilaksanakan di loka kegiatan yang bersangkutan dan pengawasan ini bersifat melekat. 

Pengawasan Pasif (jauh) adalah supervisi menggunakan melakukan penerimaan dan pengujian terhadap laporan pertanggungjawaban. Pengawasan kebenaran formil berdasarkan Hak (Rechtimatigheid) dan inspeksi kebenaran materiil tentang maksud tujuan pengeluaran (doelmatigheid).

4. Pengawasan Formal serta Informal
Pengawasan formal dilakukan oleh instansi/pejabat yang berwenang, baik yg bersifat internal maupun eksternal. Di lain pihak, pengawasan informal dilakukan oleh rakyat, baik eksklusif maupun nir langsung atau sebagai social control.

PARTISIPASI KOMUNIKASI PERSUASI DAN DISIPLIN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL

Partisipasi, Komunikasi, Persuasi Dan Disiplin Dalam Pembangunan Nasional 
Pemerintahan di era Presiden Soeharto yang cenderung otoriter mengakibatkan rasa tidak puas kepada masyarakat Indonesia. Sistem sentralistik yg dianut waktu itu, membuahkan pemerintah menjadi pihak penyelenggara negara yang kebal berdasarkan pengawasan, khususnya berdasarkan masyarakat. Pemerintahan yang top down menciptakan kreatifitas serta penemuan masyarakat sebagai meninggal karena kebebasan beropini dan mengkritik pemerintah sangat dibatasi. Padahal di satu sisi, kebebasan berpendapat dan mengkritik adalah sebuah hal yang sangat penting agar evaluasi serta akuntabilitas pemerintah dalam menjalankan fungsi pembangunan bisa dipertanggungjawabkan buat memenuhi kebutuhan rakyat. 

Konsekuensi logis menurut matinya mekanisme anugerah pendapat serta kritik terhadap pemerintah adalah ketidakmerataan pembangunan yg berjalan selama 32 tahun ketika itu pada Indonesia. Muncullah kesenjangan antara orang-orang yg tinggal pada daerah serta ibukota. Pada akhirnya, kemarahan warga memuncak saat kerusuhan Mei tahun 1998 yg ditandai dengan tumbangnya rezim Soeharto. 

Secara garis akbar, rakyat menginginkan adanya reformasi pada sistem pemerintahan di Indonesia. Masyarakat menginginkan adanya keterbukaan dalam beropini serta penghapusan terhadap sistem sentralistik yg dianggap mematikan pembangunan dan Mengganggu pemerataan kesejahteraan. Akhirnya dibentuklah undang-undang mengenai otonomi wilayah yg menandai dimulainya sistem desentralisasi pada Indonesia. Desentralisasi dipercaya bisa menjawab perkara-masalah pembangunan misalnya nir transparannya penggunaan keuangan, dan memaksimalkan persebaran pembangunan berdasarkan kebutuhan masyarakat. Fungsi supervisi rakyat yang belum berkembang ketika pemerintahan Soeharto dibutuhkan dapat timbul dan memberi andil dalam pembangunan negara. 

Namun demikian, pemerintahan serta pembangunan yg terdesentralisasi tidak akan berjalan dengan efektif tanpa adanya partisipasi masyarakatnya. Partisipasi masyarakat sangat penting peranannya pada proses pembangunan di daerahnya sendiri. Partisipasi warga mampu berbentuk partisipasi pada pembangunan infrastruktur atau maintenance-nya; partisipasi dalam proses politik; melakukan pengawasan saat pemerintah merumuskan serta melaksanakan kebijakan publik. Penyertaan kiprah warga dalam sistem pemerintahan akan mengakibatkan sinergisitas yg sempurna buat membentuk good governance yang menginginkan adanya kerjasama serta partisipasi sempurna dari tiga aktor primer pada negara, yaitu pemerintah atau government, pihak partikelir atau privat, serta masyarakat atau civil society. Sinergitas ketiga elemen ini sangat penting agar terjadi proses pembuatan kebijakan publik yg berkeadilan serta pembangunan nasional yang merata.

Pelibatan warga menjadi shareholder dan stakeholder dalam proses perumusan kebijakan, pelaksanaan, serta evaluasinya merupakan hal absolut yang harus terjadi supaya good governance bisa benar-sahih ditegakkan. Apabila dalam pelakasanaannya pemerintah nir menerapkan nilai dasar good governance yaitu melibatkan partisipasi warga dalam proses kenegaraan, maka yang akan terjadi merupakan proses pembangunan yang tidak berkeadilan dan akan menumbuhkan permasalahan. 

Salah satu dampak menurut pemerintah nir menumbuhkan partisipasi warga pada menciptakan, menetapkan, serta melaksanakan kebijakan publik adalah banyak terjadinya permasalahan-konflik sosial. Salah satu contohnya merupakan bentrokan pada Makam Mbah Priok pada lepas 14 April 2010 kemarin yg melibatkan Satpol PP serta rakyat sekitar makam. Disinyalir bentrokan ini terjadi lantaran nir adanya pelibatan warga pada pembuatan kebijakan penggusuran makam. Pemerintah hanya melibatkan PT Pelindo yg pada hal ini merupakan menjadi pihak partikelir dalam menciptakan kebijakan tersebut. Masyarakat merasa tidak terima lantaran tidak pernah dicapai keputusan yg final antara pihak rakyat, pemerintah dan pihak Pelindo sendiri. Akibatnya merupakan terjadi friksi berdarah yg menciptakan ratusan korban luka serta beberapa orang mangkat . Tidak adanya sinergisitas yg seharusnya dilakukan dalam sebuah good governance pada pemutusan kebijakan penggusuran ini merupakan pemicu terjadinya perseteruan yg tidak seharusnya terjadi. 

Oleh karena itu, dalam makalah ini, penulis bermaksud buat menelaah lebih jauh bagaimana sebenarnya proses pelibatan masyarakat pada planning penggusuran Makam Mbah Priok dan mekanisme pengawasannya dalam aplikasi rencana tersebut. Dengan demikian, penulis juga berharap makalah ini sanggup semakin menguatkan pernyataan bahwa good governance perlu dibuat sebaik-baiknya buat mencegah terjadinya konflik kepentingan yang tidak selaras satu sama lain antara masyarakat, pemerintah, serta sektor swasta, keliru satunya seperti yg digambarkan pada masalah Makam Mbah Priok.

Partisipasi warga  
Istilah partisipasi berasal berdasarkan bahasa asing yg adalah mengikutsertakan pihak lain. Beberapa definisi lain tentang partisipasi adalah :
  • Santoso Sastropoetro mendefinisikan partisipasi sebagai keterlibatan spontan menggunakan pencerahan disertai tanggung-jawab tehadap kepentingan kelompok untuk mencapai tujuan bersama.
  • Alastraire White mendefinisikan partisipasi menjadi keterlibatan komuniti setempat secara aktif pada pengambilan keputusan atau pelaksananaannya terhadap proyek-proyek pembangunan.
  • Allport mengemukakan bahwa seorang yg berpartisipasi sebenarnya mengalami keterlibatan dirinya/egonya yg sifatnya lebih daripada keterlibatan dalam pekerjaan atau tugas saja. Dengan keterlibatan dirinya pula berarti keterlibatan pikiran dan perasaannya.
  • Keith Davis mengemukakan definisi partisipasi menjadi 
“Mental and emotional involvement of a person in a class situation which encourages him to contribute to class goals and share responsibility in them”.

Menurut Davis, partisipasi adalah keterlibatan mental dan emosional orang-orang pada pada situasi gerombolan yg mendorong mereka buat menaruh kontribusi pada tujuan grup atau aneka macam tanggung jawab pencapaian tujuan tersebut.

Selain itu, Keith Davis jua melengkapi definisinya tentang partisipasi menggunakan mengemukakan gagasan lain tentang partisipasi. 

There are three ideas in this definition which are important to managers who will practice the art of participation, most of them do agree on the importance of these three ideas”.

Di dalamnya masih ada tiga buah gagasan yg penting adalah bagi para manajer atau pemimpin yang hendak menerapkan seni partisipasi dan kebanyakan menurut mereka sependapat dengan tiga butir gagasan tersebut.

Dari beberapa definisi yg terdapat dapat disimpulkan bahwa partisipasi mempunyai tiga gagasan krusial, yakni keterlibatan, kontribusi , dan tanggung jawab.

1. Keterlibatan mental serta emosional/inisiatif.
Keterlibatan ini bersifat psikologis daripada fisik. Seseorang dalam berpartisipasi lebih terlibat egonya daripada terlibat tugas.

2. Motivasi kontribusi
Unsur ke 2 merupakan kesediaan menyalurkan sumber inisiatif dan kreatifitasnya untuk mencapai tujuan gerombolan . 

3. Tanggung jawab
Partisipasi mendorong orang-orang buat menerima tanggung jawab pada aktivitas kelompok. Ini juga adalah proses sosial yg melaluinya orang-orang menjadi terlibat sendiri dalam organisasi dan ingin mewujudkan keberhasilannya. Pada waktu orang-orang ingin menerima tanggung jawab kegiatan kelompok, orang-orang tersebut melihat adanya peluang untuk melakukan hal-hal yang diinginkan, yaitu merasa bertanggung jawab menyelesaikan pekerjaannya. Gagasan tentang upaya menyebabkan kerja tim pada kelompok ini merupakan langkah utama menyebarkan kelompok buat menjadi unit kerja yg berhasil. Jika orang ingin melakukan sesuatu, orang tersebut akan menemukan cara melakukannya. 

Menurut Keith Davis, partisipasi mempunyai beberapa bentuk dan jenis, diantaranya :

1. Bentuk Partisipasi
  • Konsultasi, umumnya pada bentuk jasa.
  • Sumbangan impulsif berupa uang dan barang.
  • Mendirikan proyek yg sifatnya berdikari serta donornya asal menurut sumbangan individu atau instansi yang berada di luar lingkungan tertentu.
  • Sumbangan pada bentuk kerja, yg biasanya dilakukan oleh energi ahli setempat.
  • Aksi massa.
  • Mengadakan pembangunan pada kalangan keluarga desa sendiri.
  • Membangun proyek komuniti yg bersifat otonom.
2. Jenis-jenis partisipasi
  • Pikiran (psychological participation).
  • Tenaga (physical participation).
  • Pikiran dan tenaga (psychological serta physical participation).
  • Keahlian ( participation with skill).
  • Barang (material participation).
  • Uang (money participation).
Selain Keith Davis, Hamijoyo jua mengemukakan beberapa bentuk menurut partisipasi, antara lain:

1. Partisipasi butir pikiran
Partisipasi ini diwujudkan dengan memberikan pengalaman dan pengetahuan guna mengembangkan kegiatan yang diikutinya. Sumbangan pemikiran yg diarahkan dalam penataan cara pelayanan berdasarkan lembaga/badan yang terdapat, sebagai akibatnya mampu berfungsi sosial secara aktif dalam penentuan kebutuhan anggota rakyat.

2. Partisipasi tenaga
Partisipasi jenis ini diberikan pada bentuk tenaga buat pelaksanaan usaha-usaha yg bisa menunjang keberhasilan berdasarkan suatu aktivitas.

3. Partisipasi keterampilan
Jenis keterampilan ini adalah menaruh dorongan melalui keterampilan yang dimilikinya dalam anggota rakyat lain yang membutuhkannya. Kegiatan ini umumnya diadakan pada bentuk latihan bagi anggota warga . Partisipasi ini umumnya bersifat membina rakyat agar bisa memiliki kemampuan memenuhi kebutuhannya.

4. Partisipasi uang (materi)
Partisipasi ini adalah untuk memperlancar bisnis-bisnis bagi pencapaian kebutuhan masyarakat yang memerlukan bantuan.

5. Partisipasi harta benda
Diberikan dalam bentuk menyumbangkan harta benda, umumnya berupa perkakas, indera-indera kerja bagi yg dijangkau oleh badan pelayanan tersebut.

Terdapat beberapa ahli yang mendefinisikan partisipasi rakyat. Beberapa definisi tadi adalah menjadi berikut:
  • Canter mendefinisikan partispasi masyarakat menjadi proses komunikasi dua arah yg berlangsung monoton buat menaikkan pengertian rakyat secara penuh atas suatu proses aktivitas, dimana kasus-kasus serta kebutuhan lingkungan sedang dianalisis oleh badan yg berwenang.
  • Goulet mendefinisikan partisipasi masyarakat sebagai suatu cara melakukan interaksi antara 2 grup, yaitu kelompok yang selama ini tidak diikutsertakan dalam pengambilan keputusan (non-elite) serta kelompok yang selama ini melakukan pengambilan keputusan (elite).
  • Wingert merinci partisipasi atau peran dan rakyat menjadi beberapa paham sebagai berikut:
a. Partisipasi warga sebagai suatu kebijakan
Penganut paham ini beropini bahwa partisipasi masyarakat adalah suatu kebijakan yg sempurna dan baik untuk dilaksanakan. Paham ini dilandasi oleh suatu pemahaman bahwa masyarakat yg potensial dikorbankan serta terkorbankan sang suatu proyek pembangunan memiliki hak buat dikonsultasikan.

b. Partisipasi masyarakat menjadi strategi
Penganut paham ini mengendalikan bahwa partisipasi masyarakat merupakan taktik buat menerima dukungan warga . Pendapat ini berdasarkan pada suatu paham bahwa bila rakyat merasa memilki akses terhadap pengambilan keputusan serta kepedulian rakyat kepada tiap strata pengambilan keputusan didomentasikan dengan baik, maka keputusan tersebut akan memilki dapat dipercaya.

c. Partisipasi rakyat sebagai alat komunikasi
Partisipasi rakyat didayagunakan menjadi alat buat mendapatkan masukan berupa kabar dalam proses pengambilan keputusan. Persepsi ini dilandasi sang suatu pemikiran bahwa pemerintah dibuat buat melayani warga , sehingga pandangan dan preferensi dari masyarakat tersebut merupakan masukan yg bernilai guna mewujudkan keputusan yang responsive.

d. Partispasi masyarakat menjadi indera penyelesaian sengketa
Partisipasi rakyat didayagunakan sebagai suatu cara buat mengurangi perseteruan melalui usaha pencapaian konsensus berdasarkan pendapat yg terdapat. Asumsi yg melandasi paham ini adalah bertukar pikiran serta pandangan bisa menaikkan pengertian dan toleransi serta mengurangi rasa ketidakpercayaan dan kerancuan.

e. Partisipasi masyarakat menjadi terapi
Menurut paham ini, kiprah warga dilakukan buat mengatasi perkara-kasus psikologis masyarakat seperti halnya ketidakberdayaan, nir percaya diri, serta perasaan bahwa diri mereka bukan komponen penting di pada masyarakat.

Perlunya partisipasi rakyat pula diungkapkan oleh Koeshadi Hardjasoemantri, bahwa selain buat menaruh liputan yg berharga pada para pengambil keputusan, partisipasi masyrakat akan mereduksi kemungkinan kesediaan masyarakat buat mendapat keputusan. Selanjutnya, partisipasi rakyat akan membantu perlindungan aturan.

Teori Good Governance
Tata kelola kepemerintahan yg baik (good governance) merupakan suatu konsep yg akhir-akhir ini dipergunakan secara reguler dalam ilmu politik serta administrasi publik. Konsep ini lahir sejalan dengan konsep-konsep serta terminologi demokrasi, masyarakat sipil, partisipasi warga , hak asasi manusia, dan pembangunan rakyat secara berkelanjutan. Pada akhir dasawarsa yang lalu, konsep good governance ini lebih dekat dipergunakan dalam reformasi sektor publik. Di dalam disiplin atau profesi manajemen publik konsep ini dicermati sebagai suatu aspek pada paradigma baru ilmu administrasi publik. Paradigma baru ini menekankan dalam peranan manajer publik agar memberikan pelayanan yg berkualitas pada masyarakat, mendorong menaikkan otonomi manajerial terutama mengurangi campur tangan kontrol yg dilakukan sang pemerintah sentra, transparansi, akuntabilitas publik, dan membangun pengelolaan manajerial yang higienis bebas menurut korupsi (Thoha, 2004: 78).

Sejumlah perspektif timbul menurut kerangka berpikir baru ini dan mendorong ramainya diskusi serta perdebatan pada arena politik dan akademisi. Di antara perspektif yg berkaitan menggunakan struktur pemerintahan yang muncul diantaranya (Thoha, 2004: 78):
a. Hubungan antara pemerintah dengan pasar.
b. Hubungan antara pemerintah menggunakan rakyatnya.
c. Hubungan antara pemerintah dengan organisasi vo¬luntary serta sektor privat.
d. Hubungan antara pejabat-pejabat yg dipilih (politisi) dan pejabat-pejabat yg diangkat (pejabat birokrat).
e. Hubungan antara forum pemerintahan wilayah dengan penduduk perkotaan dan pedesaan.
f. Hubungan antara legislatif serta eksekutif.
g. Hubungan pemerintah nasional dengan forum-lembaga internasional.

Dalam menganalisis perspektif ini poly para praktisi dan teoretisi dalam bidang administrasi publik merumuskan banyak sekali prosedur dan proses yg bisa dipergunakan buat mencapai dan mengidentifikasikan prinsip-prinsip serta asumsi-asumsi dari tata kepemerintahan yang baik. Sementara itu negara donor dan forum-lembaga multilateral sudah merogoh peran yg mengemuka (a leading role) dalam merumuskan good governance. Salah satunya merupakan United Nations Development Programme (UNDP). 

UNDP merumuskan istilah governance sebagai suatu exercise menurut kewenangan politik, ekonomi, serta administrasi buat menata, mengatur serta mengelola perkara-perkara sosialnya (UNDP, 1997) Istilah governance menunjukkan suatu proses di mana warga mampu mengatur ekonominya, institusi serta asal-sumber sosial serta politiknya tidak hanya digunakan buat pembangunan, namun pula buat membangun kohesi, integrasi, serta buat kesejahteraan rakyatnya. Dengan demikian kentara sekali, kemampuan suatu negara mencapai tujuan-tujuan pembangunan itu sangat tergantung dalam kualitas rapikan kelola intahannya di mana pemerintah melakukan hubungan dengan organisasi-organisasi komersial dan civil society.

Karim (2003: 45) menyatakan terdapat lima prinsip good governance, yaitu transparansi, kesetaraan, daya tanggap, akuntabilitas, dan supervisi. 

Kunci primer tahu good governance, dari Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI), adalah pemahaman atas prinsip-prinsip yg mendasarinya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini didapat tolok ukur kinerja suatu pemerintah. Prinsip-prinsip tadi mencakup:
a. Partisipasi rakyat: semua warga rakyat memiliki bunyi dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung juga melalui lembagalembaga perwakilan yg absah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tadi dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kepastian buat berpartisipasi secara konstruktif.
b. Tegaknya supremasi hukum: kerangka aturan wajib adil serta diberlakukan tanpa pandang bulu, termasuk didalamnya aturan-hukum yg menyangkut hak asasi insan.
c. Transparasi: transparansi dibangun atas dasar liputan yang bebas. Seluruh proses pemerintah, lembaga-lembaga, serta berita perlu dapat diakses sang pihak-pihak yang berkepentingan, serta kabar yg tersedia harus memadai supaya dapat dimengerti serta dipantau.
d. Peduli serta stakeholder: forum-forum dan semua proses pemerintah harus berusaha melayani seluruh pihak yang berkepentingan.
e. Berorientas dalam mufakat: rapikan kelola pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi gerombolan -grup rakyat, dan jika mungkin, konsensus dalam hal kebijakan-kebijakan dan mekanisme-prosedur.
f. Kesetaraan: seluruh masyarakat rakyat mempunyai kesempatan memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka.
g. Efektifitas dan efisiensi: proses-proses pemerintahan serta lembaga-forum mengakibatkan hasil sesuai kebutuhan warga warga dan dengan memakai sumber-sumber daya yang ada seoptimal mungkin.
h. Akuntabilitas: para pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta, serta organisasi rakyat bertanggungjawab, baik kepada warga juga pada forum-lembaga yang berkepentingan.
i. Visi strategis: para pemimpin serta warga memiliki perspektif yg luas serta jauh ke depan atas tata pemerintahan yg baik dan pembangunan manusia, dan kepekaan akan apa saja yg dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tadi. Selain itu mereka juga wajib mempunyai pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya, serta sosial yg sebagai dasar bagi perspektif tadi.

Teori Administrasi Pembangunan
Administrasi pembangunan mencangkup dua pengertian, yaitu administrasi serta pembangunan. Administrasi merupakan keseluruhan proses pelaksanaan keputusan-keputusan yg sudah diambil serta diselenggarakan oleh 2 atau lebih buat mencapai tujuan yg sudah dipengaruhi sebelumnya, sedangkan pembangunan didefinisikan sebagai rangkaian bisnis mewujudkan pertumbuhan serta perubahan secara bersiklus dan sadar yang ditempuh oleh suatu negara bangsa menuju modernitas pada rangka pelatihan bangsa (nation-building). Ada beberapa pengertian administrasi pembangunan dari para pakar.

Hiram S. Phillips mendefinisikan administrasi pembangunan menjadi rather than the traditional term of public administration to indicate the need for a dynamic process designed particularly to meet requirements of social and economic changes. Pernyataan ini diartikan menjadi lebih baik berdasarkan pada masa tradisional administrasi publik untuk menampakan kebutuhan untuk suatu proses bergerak maju yang dibuat secara khusus buat menerima kondisi perubahan sosial dan ekonomi.

Paul Meadows mendefinisikan administrasi pembangunan sebagai development administration can be regarded as the public management of economic and social change in term of deliberate public policy. The development administrator is concerned with guiding change Pernyataan ini diartikan sebagai administrasi pembangunan bisa dipandang sebagai manajemen publik perubahan ekonomi serta sosial yang disengaja pada masa kebijakan publik. Administrator pembangunan dapat memfokuskan pada perubahan terarah.

Ciri-Ciri Administrasi Pembangunan
Ada beberapa karakteristik administrasi pembangunan menurut Irving Swerdlow dan Saul M. Katz. Pertama, adanya suatu orientasi administrasi untuk mendukung pembangunan. Administrasi bagi perubahan-perubahan ke arah keadaan yg dipercaya lebih baik. Keadaan yang lebih baik ini bagi negara-negara baru berkembang dinyatakan menggunakan usaha ke arah modernisasi, atau pembangunan bangsa atau pembangunan sosial ekonomi. Di dalam administrasi pembangunan, diberikan uraian tentang saling kait berkaitnya administrasi menggunakan aspek-aspek pembangunan pada bidang politik, ekonomi, sosial-budaya, serta lain-lain. Kedua, adanya peran administrator menjadi unsur pembangunan. Peranan serta fungsi pemerintah sangat erat kaitannya menggunakan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Administrator juga dapat menciptakan suatu sistem serta praktek administrasi yg membina partisipasi pada pembangunan. Ketiga, perkembangan, baik dalam ilmu maupun aplikasi perencana pembangunan masih ada orientasi yg semakin akbar memberikan perhatian terhadap aspek pelaksanaan planning. Suatu perencanaan yang berorientasi dalam pelaksanaannya akan lebih poly memperhatikan aspek administrasi dalam aspek pembangunannya. Keempat, administrasi pembangunan masih menurut dalam prinsip-prinsip administrasi negara. Namun, administrasi pembangunan memiliki ciri-karakteristik yg lebih maju daripada administrasi negara.

Sondang P. Siagian jua merumuskan ciri-karakteristik administrasi pembangunan. Pertama, Administasi pembangunan lebih menaruh perhatian terhadap lingkungan rakyat yang bhineka, terutama bagi lingkungan rakyat negara-negara baru berkembang. Kedua, administrasi pembangunan mempunyai peran aktif serta berkepentingan terhadap tujuan-tujuan pembangunan, baik pada perumusan kebijaksanaannya juga dalam pelaksanaannya yang efektif. Bahkan, administrasi ikut dan menghipnotis tujuan-tujuan pembangunan rakyat serta menunjang pencapaian tujuan-tujuan sosial, ekonomi, serta lain-lain yang dirumuskan kebijaksanaannya pada proses politik. Ketiga, administrasi pembangunan berorientasi kepada usaha-usaha yang mendorong perubahan ke arah keadaan yang dipercaya lebih baik buat suatu rakyat di masa depan atau berorientasi masa depan. Keempat, administrasi pembangunan lebih berorientasi kepada aplikasi tugas-tugas pembangunan berdasarkan pemerintah. Administrasi pembangunan lebih bersikap menjadi ”development agent”, yakni kemampuan buat merumuskan kebijaksanaan-kebijaksanaan pembangunan dan aplikasi yg efektif, dan menjadi kemampuan serta pengendalian instrumen-instrumen bagi pencapaian tujuan-tujuan pembangunan. Kelima, administrasi pembangunan wajib mengaitkan diri dengan substansi perumusan kebijaksanaan serta pelaksanaan tujuan-tujuan pembangunan pada aneka macam bidang yaitu ekonomi, sosial, budaya, dan lainlain. Keenam, dalam administrasi pembangunan, administrator dalam aparatur pemerintah jua mampu sebagai pergerak perubahan. Ketujuh, administrasi pembangunan lebih berpendekatan lingkungan, berorientasi dalam aktivitas, dan bersifat pemecahan kasus. Ketiga unsur ini diklaim mission driven.

Ruang Lingkup Administrasi Pembangunan
Menurut Bintoro Tjokroamidjojo, ada beberapa gambaran mengenai ruang lingkup administrasi pembangunan. Pertama, administrasi pembangunan mempunyai dua fungsi, yaitu the development of administration dan the administration of development. The development of administration menyangkut usaha penyempurnaan organisasi, pelatihan lembaga yang diharapkan, kepegawaian, tata kerja, serta pengurusan wahana-wahana administrasi lainnya, sedangkan the administration of development menyangkut masalah perumusan kebijaksanaan-kebijaksanaan serta acara-program pembangunan pada berbagai bidang dan pelaksanaannya secara efektif. Kedua, administrasi buat pembangunan bisa dibagi menjadi 2 subfungsi. Pertama, perumusan kebijaksanaan pembangunan. Formulasi kebijaksanaan negara atau pemerintah tidak hanya dilakukan pada proses administrasi, tetapi jua pada tingkat tertentu pada proses politik. Kebijaksanaan serta acara dirumuskan dalam suatu planning pembangunan. Mekanisme serta tata kerja pada proses analisa, perumusan dan pengambilan keputusan mengenai kebijaksanaan dan program pembangunan tadi dapat diupayakan buat disempurnakan. Kedua, pelaksanaan menurut kebijaksanaan serta acara tersebut dahulu secara efektif. Untuk melakukannya, administrator memerlukan penyusunan instrumen-instrumen yg baik. Ada dua aktivitas yang mendapat perhatian. Pertama, masalah kepemimpinan, koordinasi, pengawasan, dan fungsi administrator menjadi unsur pembangunan. Kedua, pengendalian atau pengurusan yang baik menurut administrasi fungsionil, misalnya perlembagaan pada arti sempit, kepegawaian, pembiayaan pambangunan, serta lain-lain sebagai sarana pencapaian tujuan kebijaksanaan serta acara pembangunan.

Fungsi dan Peran Pemerintah pada Pembangunan
Menurut Awaloedin, ada beberapa cara aplikasi peranan pemerintah, diantaranya:
  1. Fungsi pengaturan, dibagi lagi sebagai beberapa fungsi, yaitu penentuan kebijaksanaan, pemberian pengarahan serta bimbingan, pengaturan melalui perizinan, serta pengawasan. Fungsi pengaturan ini akan menghasilkan output berupa berbagai peraturan.
  2. Kepemilikan sendiri dari usaha-bisnis ekonomi atau sosial yang penyelenggaraannya bisa dilakukan sendiri atau sang partikelir.
  3. Penyelenggaraan sendiri dari berbagai kegiatan-aktivitas ekonomi atau sosial.
Fungsi pokok pemerintah bisa dibagi menjadi dua tugas, yakni tugas pemerintahan rutin atau generik serta tugas pemerintahan pembangunan. Tugas pemerintahan umum dapat dilakukan dalam rangka pemerintahan generik, pemeliharaan ketertiban, keamanan, serta aplikasi hukum. Tugas ini tak jarang diperluas dengan tugas-tugas pelayanan generik yang dilakukan, baik melalui penyelenggaraan sendiri juga melalui pelaksanaan fungsi pengaturan. Di samping itu, tugas pembangunan dilakukan pada rangka penyesuaian kepentingan sosial dan ekonomi tradisional dengan kebutuhan pembangunan. Tugas pembangunan termasuk di dalamnya tugas memajukan kesejahteraan generik yang terdiri dari tugas mengemban mobilisasi daya dan dana buat pembangunan dan pengalokasian sumber-asal daya yang rasional serta tepat.

Teori Pengawasan
Menurut Stoner dan Wankel “Pengawasan berarti para manajer berusaha buat meyakinkan bahwa organisasi beranjak dalam arah atau jalur tujuan. Apabila salah satu bagian pada organisasi menuju arah yang keliru, para manajer berusaha buat mencari sebabnya serta lalu mengarahkan kembali ke jalur tujuan yg benar “.

Sementara itu berdasarkan McFarland (pada Handayaningrat, 1994:143). “Control is the process by which an executive gets the performance of his subordinates to correspondas closely as possible to chosen plans, orders, objectives, or policies “. (Pengawasan adalah suatu proses dimana pimpinan ingin mengetahui apakah hasil pelaksanaan pekerjaan yg dilakukan oleh bawahannya sesuai dengan rencana, perintah, tujuan, atau kebijaksanaan yang sudah dipengaruhi ).

Selanjutnya Smith menyatakan bahwa:“Controlling“ sering diterjemahkan pula menggunakan pengendalian, termasuk pada dalamnya pengertian planning-rencana serta norma-kebiasaan yang mendasarkan pada maksud serta tujuan manajerial, dimana norma-kebiasaan ini dapat berupa kuota, sasaran maupun panduan pengukuran hasil kerja nyata terhadap yang ditetapkan. 

Pengawasan adalah kegiatankegiatan dimana suatu sistem terselenggarakan pada kerangka norma-kebiasaan yg ditetapkan atau dalam keadaan keseimbangan bahwa pengawasan menaruh citra tentang hal-hal yg bisa diterima, dianggap atau mungkin dipaksakan, dan batas supervisi (control limit) adalah tingkat nilai atas atau bawah suatu sistem dapat mendapat menjadi batas toleransi dan permanen menaruh hasil yang relatif memuaskan.

Dalam manajemen, supervisi (controlling) merupakan suatu kegiatan buat mencocokkan apakah aktivitas operasional (actuating) pada lapangan sinkron dengan rencana (rencana) yg telah ditetapkan pada mencapai tujuan (goal) menurut organisasi. Dengandemikian yang sebagai obyek dari kegiatan pengawasan adalah tentang kesalahan, defleksi, cacat dan hal-hal yang bersifat negatif misalnya adanya kecurangan,pelanggaran dan korupsi. 

Menurut Winardi "Pengawasan merupakan semua kegiatan yg dilaksanakan oleh pihak manajer pada upaya memastikan bahwa hasil aktual sinkron menggunakan hasil yg direncanakan". Sedangkan dari Basu Swasta "Pengawasan merupakan fungsi yg menjamin bahwa aktivitas-kegiatan bisa memberikan output seperti yang diinginkan".

Menurut Sondang P.siagian, Pengawasan merupakan Proses pengamatan pelaksanaan semua kegiatan organisasi buat mengklaim supaya semua pekerjaan yg sedang dilaksanakan berjalan sesuai dengan planning yang sudah dipengaruhi. Menurut Suyamto, Pengawasan merupakan segala bisnis atau aktivitas buat mengetahui serta menilai kenyataan yg sebenarnya tentang pelaksanaan tugas atau aktivitas, apakah sesuai menggunakan yg semestinya atau nir .

Lebih lanjut menurut Komaruddin mengatakan, "Pengawasan merupakan berhubungan dengan perbandingan antara pelaksana aktual planning, dan awal Unk langkah pemugaran terhadap defleksi dan rencana yg berarti"

Lebih lanjut menurut Kadarman ”Pengawasan merupakan suatu upaya yang sistematik buat tetapkan kinerja baku dalam perencanaan buat merancang sistem umpan balik informasi, buat membandingkan kinerja aktual dengan baku yg telah ditentukan, buat menetapkan apakah telah terjadi suatu penyimpangan tadi, dan untuk mengambil tindakan pemugaran yg dibutuhkan buat menjamin bahwa semua asal daya perusahaan telah digunakan seefektif dan seefisien mungkin guna mencapai tujuan perusahaan.”

Konteks-konteks dalam Pengawasan
Pengawasan dalam Konteks Manajemen (Schermerhorn, 2001)
  • Proses pengukuran kinerja dan pengambilan tindakan buat mengklaim hasil yg diinginkan
  • Merupakan peran krusial serta positif dalam proses manajemen
  • Menjamin segala sesuatu berjalan sebagaimana mestinya serta sinkron waktunya
Pengawasan dalam Konteks Politik (Little dan Ogle, 2006)
  • fungsi parlemen dalam menjamin bahwa undang-undang yang telah dimuntahkan oleh parlemen bisa diimplementasikan dan diadministrasikan secara efektif oleh pihak eksekutif, yaitu dilakukan secara sesuai dan dengan cara yang diatur pada undang-undang tersebut
  • fungsi yg dilakukan parlemen pada menjamin bahwa aturan yang sudah disetujui, sudah dibelanjakan oleh pihak eksekutif sesuai dengan hal yg telah disepakati serta mampu mencapai sasaran yang diinginkan/ditetapkan
  • pengawasan merupakan tanggungjawab yang sangat krusial berdasarkan parlemen serta harus dilakukan secara agresif, karena hanya melalui pengawasan inilah parlemen bisa menjamin adanya check and balances yg memadai terhadap pihak eksekutif
  • cenderung kurang diapresiasi serta kinerjanya paling buruk
Jenis-jenis Pengawasan
Menurut Schermerhorn (2001), jenis-jenis supervisi terbagi sebagai: 
1. Pengawasan Feedforward (umpan pada depan) 
  • Dilakukan sebelum aktivitas dimulai
  • Dalam rangka mengklaim: kejelasan sasaran; tersedianya arahan yg memadai;ketersediaan sumberdaya yang dibutuhkan
  • Memfokuskan pada kualitas sumberdaya
2. Pengawasan Concurrent (bersamaan)
  • Memfokuskan pada apa yg terjadi selama proses berjalan
  • Memonitor aktivitas yang sedang berjalan buat mengklaim segala sesuatu dilaksanakan sesuai rencana
  • Dapat mengurangi output yg nir diinginkan 
3. Pengawasan Feedback (umpan kembali) 
  • Terjadi sehabis aktivitas terselesaikan dilaksanakan
  • Memfokuskan kepada kualitas berdasarkan hasil
  • Menyediakan informasi yang bermanfaat buat menaikkan kinerja pada masa depan 
4. Pengawasan Internal & Eksternal 
  • Pengawasan Internal: menaruh kesempatan buat memperbaiki sendiri
  • Pengawasan Eksternal: terjadi melalui supervisi serta penggunaan sistem administrasi formal
Sementara itu, dalam birokrasi dan forum, supervisi terbagi atas (Nugraha, et all, 2005):

1. Pengawasan Internal dan Eksternal
Pengawasan internal merupakan supervisi dilakukan oleh orang atau badan yang ada pada pada lingkungan unit organisasi yang bersangkutan misalnya pengawasan atasan eksklusif atau pengawasan inheren.model:Itjen, Bawasda, BPKP

Pengawasan Eksternal adalah pengawasan yang dilakukan oleh orang atau badan yg ada di luar unit organisasi yg bersangkutan.contoh: BPK, KPK, dan ORI.

2. Pengawasan Preventif serta Represif
Pengawasan preventif adalah pengawasan yang dilakukan terhadap suatu aktivitas sebelum aktivitas itu dilaksanakan sehingga dapat mencegah terjadinya defleksi. Pengawasan ini lebih berguna serta bermakna apabila dilakukan sang atasan eksklusif.

Pengawasan represif adalah supervisi yang dilakukan terhadap aktivitas setelah aktivitas itu dilakukan. Laporan aplikasi aturan di akhir tahun.

3. Pengawasan Aktif serta Pasif
Pengawasan Aktif (dekat) merupakan pengawasan yg dilaksanakan di tempat aktivitas yang bersangkutan dan supervisi ini bersifat inheren. 

Pengawasan Pasif (jauh) merupakan supervisi menggunakan melakukan penerimaan dan pengujian terhadap laporan pertanggungjawaban. Pengawasan kebenaran formil dari Hak (Rechtimatigheid) serta inspeksi kebenaran materiil tentang maksud tujuan pengeluaran (doelmatigheid).

4. Pengawasan Formal dan Informal
Pengawasan formal dilakukan oleh instansi/pejabat yang berwenang, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Di lain pihak, supervisi informal dilakukan sang rakyat, baik pribadi juga tidak pribadi atau sebagai social control.