PARTISIPASI KOMUNIKASI PERSUASI DAN DISIPLIN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL
Partisipasi, Komunikasi, Persuasi Dan Disiplin Dalam Pembangunan Nasional
Pemerintahan pada era Presiden Soeharto yg cenderung otoriter menyebabkan rasa tidak puas kepada rakyat Indonesia. Sistem sentralistik yg dianut waktu itu, berakibat pemerintah sebagai pihak penyelenggara negara yang kebal berdasarkan pengawasan, khususnya dari rakyat. Pemerintahan yang top down membuat kreatifitas dan penemuan rakyat menjadi meninggal lantaran kebebasan berpendapat dan mengkritik pemerintah sangat dibatasi. Padahal di satu sisi, kebebasan beropini serta mengkritik merupakan sebuah hal yg sangat krusial supaya penilaian dan akuntabilitas pemerintah pada menjalankan fungsi pembangunan bisa dipertanggungjawabkan buat memenuhi kebutuhan rakyat.
Konsekuensi logis menurut matinya prosedur anugerah pendapat serta kritik terhadap pemerintah adalah ketidakmerataan pembangunan yang berjalan selama 32 tahun ketika itu di Indonesia. Muncullah kesenjangan antara orang-orang yg tinggal di daerah dan ibukota. Pada akhirnya, kemarahan warga memuncak saat kerusuhan Mei tahun 1998 yang ditandai dengan tumbangnya rezim Soeharto.
Secara garis besar , warga menginginkan adanya reformasi pada sistem pemerintahan di Indonesia. Masyarakat menginginkan adanya keterbukaan pada beropini serta penghapusan terhadap sistem sentralistik yang dianggap mematikan pembangunan dan merusak pemerataan kesejahteraan. Akhirnya dibentuklah undang-undang tentang otonomi daerah yang menandai dimulainya sistem desentralisasi pada Indonesia. Desentralisasi dipercaya bisa menjawab perkara-perkara pembangunan seperti nir transparannya penggunaan keuangan, serta memaksimalkan persebaran pembangunan berdasarkan kebutuhan rakyat. Fungsi pengawasan warga yg belum berkembang waktu pemerintahan Soeharto diharapkan bisa timbul dan memberi andil dalam pembangunan negara.
Namun demikian, pemerintahan serta pembangunan yg terdesentralisasi nir akan berjalan menggunakan efektif tanpa adanya partisipasi masyarakatnya. Partisipasi warga sangat krusial peranannya dalam proses pembangunan pada daerahnya sendiri. Partisipasi rakyat bisa berbentuk partisipasi dalam pembangunan infrastruktur atau maintenance-nya; partisipasi pada proses politik; melakukan pengawasan saat pemerintah merumuskan dan melaksanakan kebijakan publik. Penyertaan kiprah masyarakat pada sistem pemerintahan akan menyebabkan sinergisitas yang sempurna buat membangun good governance yg menginginkan adanya kerjasama serta partisipasi sempurna berdasarkan tiga aktor primer pada negara, yaitu pemerintah atau government, pihak swasta atau privat, serta masyarakat atau civil society. Sinergitas ketiga elemen ini sangat krusial agar terjadi proses pembuatan kebijakan publik yang berkeadilan dan pembangunan nasional yg merata.
Pelibatan rakyat sebagai shareholder dan stakeholder pada proses perumusan kebijakan, pelaksanaan, serta evaluasinya adalah hal mutlak yg wajib terjadi supaya good governance bisa sahih-sahih ditegakkan. Jika dalam pelakasanaannya pemerintah nir menerapkan nilai dasar good governance yaitu melibatkan partisipasi warga dalam proses kenegaraan, maka yang akan terjadi adalah proses pembangunan yang tidak berkeadilan serta akan menumbuhkan permasalahan.
Salah satu efek menurut pemerintah nir menumbuhkan partisipasi warga pada membuat, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan publik merupakan banyak terjadinya perseteruan-pertarungan sosial. Salah satu misalnya adalah bentrokan di Makam Mbah Priok pada lepas 14 April 2010 kemarin yang melibatkan Satpol PP dan warga lebih kurang makam. Disinyalir bentrokan ini terjadi karena nir adanya pelibatan rakyat pada pembuatan kebijakan penggusuran makam. Pemerintah hanya melibatkan PT Pelindo yg dalam hal ini merupakan menjadi pihak swasta pada menciptakan kebijakan tadi. Masyarakat merasa nir terima karena nir pernah dicapai keputusan yang final antara pihak masyarakat, pemerintah dan pihak Pelindo sendiri. Akibatnya adalah terjadi bentrokan berdarah yang membuat ratusan korban luka dan beberapa orang mangkat . Tidak adanya sinergisitas yang seharusnya dilakukan pada sebuah good governance dalam pemutusan kebijakan penggusuran ini merupakan pemicu terjadinya konflik yg tidak seharusnya terjadi.
Oleh karenanya, dalam makalah ini, penulis bermaksud buat mempelajari lebih jauh bagaimana sebenarnya proses pelibatan masyarakat pada planning penggusuran Makam Mbah Priok dan mekanisme pengawasannya dalam aplikasi rencana tadi. Dengan demikian, penulis jua berharap makalah ini bisa semakin menguatkan pernyataan bahwa good governance perlu dibuat sebaik-baiknya untuk mencegah terjadinya perseteruan kepentingan yg berbeda satu sama lain antara warga , pemerintah, dan sektor partikelir, salah satunya seperti yg digambarkan pada kasus Makam Mbah Priok.
Partisipasi masyarakat
Istilah partisipasi berasal menurut bahasa asing yang adalah mengikutsertakan pihak lain. Beberapa definisi lain mengenai partisipasi merupakan :
- Santoso Sastropoetro mendefinisikan partisipasi sebagai keterlibatan spontan menggunakan pencerahan disertai tanggung-jawab tehadap kepentingan gerombolan buat mencapai tujuan beserta.
- Alastraire White mendefinisikan partisipasi sebagai keterlibatan komuniti setempat secara aktif dalam pengambilan keputusan atau pelaksananaannya terhadap proyek-proyek pembangunan.
- Allport mengemukakan bahwa seorang yg berpartisipasi sebenarnya mengalami keterlibatan dirinya/egonya yg sifatnya lebih daripada keterlibatan pada pekerjaan atau tugas saja. Dengan keterlibatan dirinya juga berarti keterlibatan pikiran serta perasaannya.
- Keith Davis mengemukakan definisi partisipasi menjadi
“Mental and emotional involvement of a person in a class situation which encourages him to contribute to group goals and share responsibility in them”.
Menurut Davis, partisipasi merupakan keterlibatan mental dan emosional orang-orang pada pada situasi grup yg mendorong mereka buat memberikan donasi pada tujuan gerombolan atau berbagai tanggung jawab pencapaian tujuan tersebut.
Selain itu, Keith Davis jua melengkapi definisinya tentang partisipasi dengan mengemukakan gagasan lain tentang partisipasi.
There are three ideas in this definition which are important to managers who will practice the art of participation, most of them do agree on the importance of these three ideas”.
Di dalamnya terdapat 3 butir gagasan yg penting ialah bagi para manajer atau pemimpin yang hendak menerapkan seni partisipasi serta kebanyakan berdasarkan mereka sependapat menggunakan 3 buah gagasan tadi.
Dari beberapa definisi yang terdapat dapat disimpulkan bahwa partisipasi mempunyai tiga gagasan krusial, yakni keterlibatan, kontribusi , serta tanggung jawab.
1. Keterlibatan mental serta emosional/inisiatif.
Keterlibatan ini bersifat psikologis daripada fisik. Seseorang pada berpartisipasi lebih terlibat egonya daripada terlibat tugas.
2. Motivasi kontribusi
Unsur kedua adalah kesediaan menyalurkan sumber inisiatif dan kreatifitasnya buat mencapai tujuan kelompok.
3. Tanggung jawab
Partisipasi mendorong orang-orang buat mendapat tanggung jawab pada aktivitas kelompok. Ini juga adalah proses sosial yang melaluinya orang-orang sebagai terlibat sendiri pada organisasi dan ingin mewujudkan keberhasilannya. Pada ketika orang-orang ingin menerima tanggung jawab aktivitas kelompok, orang-orang tadi melihat adanya peluang buat melakukan hal-hal yang diinginkan, yaitu merasa bertanggung jawab menuntaskan pekerjaannya. Gagasan mengenai upaya menyebabkan kerja tim dalam kelompok ini adalah langkah utama berbagi gerombolan untuk menjadi unit kerja yg berhasil. Jika orang ingin melakukan sesuatu, orang tadi akan menemukan cara melakukannya.
Menurut Keith Davis, partisipasi memiliki beberapa bentuk dan jenis, antara lain :
1. Bentuk Partisipasi
- Konsultasi, umumnya dalam bentuk jasa.
- Sumbangan impulsif berupa uang dan barang.
- Mendirikan proyek yg sifatnya mandiri dan donornya berasal menurut sumbangan individu atau instansi yg berada pada luar lingkungan tertentu.
- Sumbangan pada bentuk kerja, yang umumnya dilakukan sang tenaga pakar setempat.
- Aksi massa.
- Mengadakan pembangunan pada kalangan famili desa sendiri.
- Membangun proyek komuniti yang bersifat otonom.
2. Jenis-jenis partisipasi
- Pikiran (psychological participation).
- Tenaga (physical participation).
- Pikiran dan tenaga (psychological serta physical participation).
- Keahlian ( participation with skill).
- Barang (material participation).
- Uang (money participation).
Selain Keith Davis, Hamijoyo jua mengemukakan beberapa bentuk dari partisipasi, antara lain:
1. Partisipasi buah pikiran
Partisipasi ini diwujudkan menggunakan menaruh pengalaman serta pengetahuan guna membuatkan aktivitas yang diikutinya. Sumbangan pemikiran yang diarahkan pada penataan cara pelayanan dari forum/badan yang terdapat, sehingga sanggup berfungsi sosial secara aktif dalam penentuan kebutuhan anggota rakyat.
2. Partisipasi tenaga
Partisipasi jenis ini diberikan pada bentuk energi untuk aplikasi bisnis-bisnis yg dapat menunjang keberhasilan menurut suatu aktivitas.
3. Partisipasi keterampilan
Jenis keterampilan ini merupakan memberikan dorongan melalui keterampilan yang dimilikinya pada anggota rakyat lain yang membutuhkannya. Kegiatan ini umumnya diadakan pada bentuk latihan bagi anggota masyarakat. Partisipasi ini umumnya bersifat membina masyarakat agar bisa memiliki kemampuan memenuhi kebutuhannya.
4. Partisipasi uang (materi)
Partisipasi ini adalah untuk memperlancar usaha-bisnis bagi pencapaian kebutuhan rakyat yg memerlukan bantuan.
5. Partisipasi harta benda
Diberikan dalam bentuk menyumbangkan mal, biasanya berupa perkakas, indera-indera kerja bagi yg dijangkau oleh badan pelayanan tadi.
Terdapat beberapa ahli yang mendefinisikan partisipasi masyarakat. Beberapa definisi tersebut merupakan sebagai berikut:
- Canter mendefinisikan partispasi masyarakat sebagai proses komunikasi 2 arah yg berlangsung monoton untuk menaikkan pengertian masyarakat secara penuh atas suatu proses aktivitas, dimana masalah-kasus serta kebutuhan lingkungan sedang dianalisis oleh badan yang berwenang.
- Goulet mendefinisikan partisipasi masyarakat menjadi suatu cara melakukan hubungan antara dua gerombolan , yaitu gerombolan yg selama ini tidak diikutsertakan dalam pengambilan keputusan (non-elite) serta grup yg selama ini melakukan pengambilan keputusan (elite).
- Wingert merinci partisipasi atau kiprah serta rakyat menjadi beberapa paham sebagai berikut:
a. Partisipasi warga menjadi suatu kebijakan
Penganut paham ini beropini bahwa partisipasi warga merupakan suatu kebijakan yang sempurna dan baik buat dilaksanakan. Paham ini dilandasi sang suatu pemahaman bahwa rakyat yg potensial dikorbankan dan terkorbankan oleh suatu proyek pembangunan memiliki hak untuk dikonsultasikan.
b. Partisipasi rakyat menjadi strategi
Penganut paham ini mengendalikan bahwa partisipasi warga merupakan strategi buat menerima dukungan rakyat. Pendapat ini didasarkan kepada suatu paham bahwa bila masyarakat merasa memilki akses terhadap pengambilan keputusan dan kepedulian rakyat pada tiap tingkatan pengambilan keputusan didomentasikan menggunakan baik, maka keputusan tersebut akan memilki dapat dipercaya.
c. Partisipasi rakyat sebagai indera komunikasi
Partisipasi rakyat didayagunakan menjadi alat buat mendapatkan masukan berupa informasi pada proses pengambilan keputusan. Persepsi ini dilandasi oleh suatu pemikiran bahwa pemerintah dibuat buat melayani warga , sehingga pandangan serta preferensi dari warga tersebut merupakan masukan yg bernilai guna mewujudkan keputusan yang responsive.
d. Partispasi rakyat sebagai alat penyelesaian sengketa
Partisipasi warga didayagunakan sebagai suatu cara buat mengurangi pertarungan melalui usaha pencapaian konsensus dari pendapat yang terdapat. Asumsi yg melandasi paham ini merupakan bertukar pikiran dan pandangan bisa meningkatkan pengertian serta toleransi dan mengurangi rasa ketidakpercayaan dan kerancuan.
e. Partisipasi warga menjadi terapi
Menurut paham ini, kiprah warga dilakukan buat mengatasi kasus-perkara psikologis masyarakat misalnya halnya ketidakberdayaan, tidak percaya diri, serta perasaan bahwa diri mereka bukan komponen penting di dalam warga .
Perlunya partisipasi warga juga diungkapkan oleh Koeshadi Hardjasoemantri, bahwa selain buat menaruh liputan yang berharga kepada para pengambil keputusan, partisipasi masyrakat akan mereduksi kemungkinan kesediaan masyarakat buat menerima keputusan. Selanjutnya, partisipasi rakyat akan membantu proteksi aturan.
Teori Good Governance
Tata kelola kepemerintahan yang baik (good governance) adalah suatu konsep yg akhir-akhir ini dipergunakan secara reguler pada ilmu politik dan administrasi publik. Konsep ini lahir sejalan dengan konsep-konsep dan terminologi demokrasi, masyarakat sipil, partisipasi rakyat, hak asasi insan, serta pembangunan rakyat secara berkelanjutan. Pada akhir dasawarsa yang lalu, konsep good governance ini lebih dekat digunakan dalam reformasi sektor publik. Di dalam disiplin atau profesi manajemen publik konsep ini dicermati menjadi suatu aspek pada kerangka berpikir baru ilmu administrasi publik. Paradigma baru ini menekankan dalam peranan manajer publik supaya menaruh pelayanan yg berkualitas kepada rakyat, mendorong menaikkan otonomi manajerial terutama mengurangi campur tangan kontrol yg dilakukan oleh pemerintah pusat, transparansi, akuntabilitas publik, dan menciptakan pengelolaan manajerial yang bersih bebas menurut korupsi (Thoha, 2004: 78).
Sejumlah perspektif muncul dari kerangka berpikir baru ini dan mendorong ramainya diskusi serta perdebatan di arena politik serta akademisi. Di antara perspektif yang berkaitan dengan struktur pemerintahan yang ada antara lain (Thoha, 2004: 78):
a. Hubungan antara pemerintah dengan pasar.
b. Hubungan antara pemerintah menggunakan rakyatnya.
c. Hubungan antara pemerintah menggunakan organisasi vo¬luntary serta sektor privat.
d. Hubungan antara pejabat-pejabat yg dipilih (politisi) serta pejabat-pejabat yang diangkat (pejabat birokrat).
e. Hubungan antara lembaga pemerintahan wilayah menggunakan penduduk perkotaan serta pedesaan.
f. Hubungan antara legislatif dan eksekutif.
g. Hubungan pemerintah nasional menggunakan lembaga-lembaga internasional.
Dalam menganalisis perspektif ini poly para praktisi dan teoretisi dalam bidang administrasi publik merumuskan banyak sekali mekanisme dan proses yg sanggup digunakan buat mencapai dan mengidentifikasikan prinsip-prinsip serta perkiraan-asumsi dari tata kepemerintahan yang baik. Sementara itu negara donor serta lembaga-forum multilateral telah merogoh peran yang mengemuka (a leading role) dalam merumuskan good governance. Salah satunya adalah United Nations Development Programme (UNDP).
UNDP merumuskan istilah governance sebagai suatu exercise berdasarkan kewenangan politik, ekonomi, dan administrasi buat menata, mengatur dan mengelola masalah-perkara sosialnya (UNDP, 1997) Istilah governance memberitahuakn suatu proses pada mana masyarakat sanggup mengatur ekonominya, institusi serta sumber-asal sosial serta politiknya tidak hanya digunakan buat pembangunan, tetapi jua buat membangun kohesi, integrasi, dan buat kesejahteraan rakyatnya. Dengan demikian kentara sekali, kemampuan suatu negara mencapai tujuan-tujuan pembangunan itu sangat tergantung pada kualitas tata kelola intahannya pada mana pemerintah melakukan interaksi menggunakan organisasi-organisasi komersial serta civil society.
Karim (2003: 45) menyatakan terdapat 5 prinsip good governance, yaitu transparansi, kesetaraan, daya tanggap, akuntabilitas, serta supervisi.
Kunci utama tahu good governance, menurut Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI), adalah pemahaman atas prinsip-prinsip yg mendasarinya. Bertolak menurut prinsip-prinsip ini didapat tolok ukur kinerja suatu pemerintah. Prinsip-prinsip tersebut mencakup:
a. Partisipasi rakyat: semua warga masyarakat memiliki suara dalam pengambilan keputusan, baik secara eksklusif juga melalui lembagalembaga perwakilan yg absah yg mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kepastian buat berpartisipasi secara konstruktif.
b. Tegaknya supremasi hukum: kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu, termasuk didalamnya hukum-aturan yang menyangkut hak asasi insan.
c. Transparasi: transparansi dibangun atas dasar fakta yang bebas. Seluruh proses pemerintah, lembaga-forum, serta berita perlu bisa diakses sang pihak-pihak yg berkepentingan, serta berita yg tersedia wajib memadai supaya dapat dimengerti dan dipantau.
d. Peduli dan stakeholder: lembaga-lembaga serta seluruh proses pemerintah harus berusaha melayani semua pihak yg berkepentingan.
e. Berorientas dalam mufakat: tata kelola pemerintahan yg baik menjembatani kepentingan-kepentingan yg tidak sinkron demi terbangunnya suatu mufakat menyeluruh dalam hal apa yg terbaik bagi grup-kelompok masyarakat, serta bila mungkin, mufakat pada hal kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur.
f. Kesetaraan: semua masyarakat warga memiliki kesempatan memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka.
g. Efektifitas serta efisiensi: proses-proses pemerintahan serta lembaga-forum membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga warga dan dengan menggunakan asal-sumber daya yang terdapat seoptimal mungkin.
h. Akuntabilitas: para pengambil keputusan pada pemerintah, sektor partikelir, serta organisasi warga bertanggungjawab, baik kepada warga juga kepada forum-lembaga yg berkepentingan.
i. Visi strategis: para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas serta jauh ke depan atas rapikan pemerintahan yang baik serta pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang diperlukan buat mewujudkan perkembangan tadi. Selain itu mereka jua wajib mempunyai pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya, dan sosial yg sebagai dasar bagi perspektif tadi.
Teori Administrasi Pembangunan
Administrasi pembangunan mencangkup dua pengertian, yaitu administrasi dan pembangunan. Administrasi merupakan holistik proses pelaksanaan keputusan-keputusan yg sudah diambil dan diselenggarakan oleh 2 atau lebih buat mencapai tujuan yg telah ditentukan sebelumnya, sedangkan pembangunan didefinisikan sebagai rangkaian bisnis mewujudkan pertumbuhan serta perubahan secara terjadwal serta sadar yang ditempuh sang suatu negara bangsa menuju modernitas dalam rangka training bangsa (nation-building). Ada beberapa pengertian administrasi pembangunan berdasarkan para pakar.
Hiram S. Phillips mendefinisikan administrasi pembangunan menjadi rather than the traditional term of public administration to indicate the need for a dynamic process designed particularly to meet requirements of social and economic changes. Pernyataan ini diartikan sebagai lebih baik dari pada masa tradisional administrasi publik buat menampakan kebutuhan buat suatu proses dinamis yg dibuat secara spesifik buat menerima syarat perubahan sosial dan ekonomi.
Paul Meadows mendefinisikan administrasi pembangunan menjadi development administration can be regarded as the public management of economic and social change in term of deliberate public policy. The development administrator is concerned with guiding change Pernyataan ini diartikan menjadi administrasi pembangunan dapat dipandang sebagai manajemen publik perubahan ekonomi serta sosial yang disengaja pada masa kebijakan publik. Administrator pembangunan dapat memfokuskan dalam perubahan terarah.
Ciri-Ciri Administrasi Pembangunan
Ada beberapa ciri administrasi pembangunan menurut Irving Swerdlow serta Saul M. Katz. Pertama, adanya suatu orientasi administrasi untuk mendukung pembangunan. Administrasi bagi perubahan-perubahan ke arah keadaan yang dianggap lebih baik. Keadaan yg lebih baik ini bagi negara-negara baru berkembang dinyatakan dengan bisnis ke arah modernisasi, atau pembangunan bangsa atau pembangunan sosial ekonomi. Di pada administrasi pembangunan, diberikan uraian mengenai saling kait berkaitnya administrasi dengan aspek-aspek pembangunan di bidang politik, ekonomi, sosial-budaya, dan lain-lain. Kedua, adanya peran administrator sebagai unsur pembangunan. Peranan dan fungsi pemerintah sangat erat kaitannya menggunakan perencanaan serta pelaksanaan pembangunan. Administrator juga dapat membangun suatu sistem dan praktek administrasi yg membina partisipasi dalam pembangunan. Ketiga, perkembangan, baik dalam ilmu maupun pelaksanaan perencana pembangunan masih ada orientasi yang semakin akbar memberikan perhatian terhadap aspek aplikasi planning. Suatu perencanaan yg berorientasi dalam pelaksanaannya akan lebih poly memperhatikan aspek administrasi pada aspek pembangunannya. Keempat, administrasi pembangunan masih dari dalam prinsip-prinsip administrasi negara. Namun, administrasi pembangunan mempunyai ciri-karakteristik yang lebih maju daripada administrasi negara.
Sondang P. Siagian pula merumuskan ciri-ciri administrasi pembangunan. Pertama, Administasi pembangunan lebih memberikan perhatian terhadap lingkungan rakyat yg berbeda-beda, terutama bagi lingkungan warga negara-negara baru berkembang. Kedua, administrasi pembangunan mempunyai peran aktif dan berkepentingan terhadap tujuan-tujuan pembangunan, baik pada perumusan kebijaksanaannya juga pada pelaksanaannya yang efektif. Bahkan, administrasi ikut dan mensugesti tujuan-tujuan pembangunan rakyat serta menunjang pencapaian tujuan-tujuan sosial, ekonomi, serta lain-lain yang dirumuskan kebijaksanaannya pada proses politik. Ketiga, administrasi pembangunan berorientasi pada bisnis-bisnis yang mendorong perubahan ke arah keadaan yg dianggap lebih baik buat suatu rakyat pada masa depan atau berorientasi masa depan. Keempat, administrasi pembangunan lebih berorientasi pada aplikasi tugas-tugas pembangunan dari pemerintah. Administrasi pembangunan lebih bersikap menjadi ”development agent”, yakni kemampuan buat merumuskan kebijaksanaan-kebijaksanaan pembangunan dan pelaksanaan yang efektif, serta sebagai kemampuan dan pengendalian instrumen-instrumen bagi pencapaian tujuan-tujuan pembangunan. Kelima, administrasi pembangunan wajib mengaitkan diri menggunakan substansi perumusan kebijaksanaan dan pelaksanaan tujuan-tujuan pembangunan pada banyak sekali bidang yaitu ekonomi, sosial, budaya, dan lainlain. Keenam, pada administrasi pembangunan, administrator pada aparatur pemerintah pula bisa menjadi pergerak perubahan. Ketujuh, administrasi pembangunan lebih berpendekatan lingkungan, berorientasi pada kegiatan, serta bersifat pemecahan masalah. Ketiga unsur ini disebut mission driven.
Ruang Lingkup Administrasi Pembangunan
Menurut Bintoro Tjokroamidjojo, ada beberapa citra mengenai ruang lingkup administrasi pembangunan. Pertama, administrasi pembangunan mempunyai 2 fungsi, yaitu the development of administration serta the administration of development. The development of administration menyangkut bisnis penyempurnaan organisasi, training lembaga yg diperlukan, kepegawaian, tata kerja, dan pengurusan sarana-wahana administrasi lainnya, sedangkan the administration of development menyangkut kasus perumusan kebijaksanaan-kebijaksanaan serta acara-acara pembangunan di berbagai bidang dan pelaksanaannya secara efektif. Kedua, administrasi buat pembangunan bisa dibagi menjadi dua subfungsi. Pertama, perumusan kebijaksanaan pembangunan. Formulasi kebijaksanaan negara atau pemerintah tidak hanya dilakukan dalam proses administrasi, tetapi pula pada taraf eksklusif dalam proses politik. Kebijaksanaan serta acara dirumuskan dalam suatu planning pembangunan. Mekanisme dan tata kerja pada proses analisa, perumusan serta pengambilan keputusan mengenai kebijaksanaan serta program pembangunan tadi bisa diupayakan untuk disempurnakan. Kedua, pelaksanaan dari kebijaksanaan serta program tersebut dahulu secara efektif. Untuk melakukannya, administrator memerlukan penyusunan instrumen-instrumen yg baik. Ada dua aktivitas yang menerima perhatian. Pertama, perkara kepemimpinan, koordinasi, pengawasan, dan fungsi administrator menjadi unsur pembangunan. Kedua, pengendalian atau pengurusan yg baik berdasarkan administrasi fungsionil, misalnya perlembagaan pada arti sempit, kepegawaian, pembiayaan pambangunan, serta lain-lain sebagai sarana pencapaian tujuan kebijaksanaan serta acara pembangunan.
Fungsi dan Peran Pemerintah dalam Pembangunan
Menurut Awaloedin, ada beberapa cara pelaksanaan peranan pemerintah, antara lain:
- Fungsi pengaturan, dibagi lagi sebagai beberapa fungsi, yaitu penentuan kebijaksanaan, pemberian pengarahan dan bimbingan, pengaturan melalui perizinan, dan pengawasan. Fungsi pengaturan ini akan membentuk hasil berupa aneka macam peraturan.
- Kepemilikan sendiri dari usaha-usaha ekonomi atau sosial yang penyelenggaraannya dapat dilakukan sendiri atau sang swasta.
- Penyelenggaraan sendiri dari banyak sekali aktivitas-kegiatan ekonomi atau sosial.
Fungsi utama pemerintah bisa dibagi menjadi 2 tugas, yakni tugas pemerintahan rutin atau umum serta tugas pemerintahan pembangunan. Tugas pemerintahan generik dapat dilakukan dalam rangka pemerintahan umum, pemeliharaan ketertiban, keamanan, serta pelaksanaan hukum. Tugas ini tak jarang diperluas dengan tugas-tugas pelayanan generik yang dilakukan, baik melalui penyelenggaraan sendiri maupun melalui pelaksanaan fungsi pengaturan. Di samping itu, tugas pembangunan dilakukan dalam rangka penyesuaian kepentingan sosial dan ekonomi tradisional menggunakan kebutuhan pembangunan. Tugas pembangunan termasuk di dalamnya tugas memajukan kesejahteraan umum yg terdiri menurut tugas mengemban mobilisasi daya dan dana buat pembangunan serta pengalokasian sumber-sumber daya yang rasional dan sempurna.
Teori Pengawasan
Menurut Stoner serta Wankel “Pengawasan berarti para manajer berusaha untuk meyakinkan bahwa organisasi beranjak pada arah atau jalur tujuan. Apabila salah satu bagian dalam organisasi menuju arah yang galat, para manajer berusaha buat mencari sebabnya serta kemudian mengarahkan balik ke jalur tujuan yg sahih “.
Sementara itu berdasarkan McFarland (dalam Handayaningrat, 1994:143). “Control is the process by which an executive gets the performance of his subordinates to correspondas closely as possible to chosen plans, orders, objectives, or policies “. (Pengawasan adalah suatu proses dimana pimpinan ingin mengetahui apakah output aplikasi pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya sinkron menggunakan planning, perintah, tujuan, atau kebijaksanaan yang telah ditentukan ).
Selanjutnya Smith menyatakan bahwa:“Controlling“ sering diterjemahkan jua dengan pengendalian, termasuk di dalamnya pengertian rencana-planning dan kebiasaan-norma yg mendasarkan dalam maksud serta tujuan manajerial, dimana norma-norma ini dapat berupa kuota, target maupun panduan pengukuran output kerja nyata terhadap yang ditetapkan.
Pengawasan merupakan kegiatankegiatan dimana suatu sistem terselenggarakan dalam kerangka kebiasaan-kebiasaan yang ditetapkan atau dalam keadaan keseimbangan bahwa pengawasan menaruh citra tentang hal-hal yg dapat diterima, dianggap atau mungkin dipaksakan, dan batas supervisi (control limit) merupakan tingkat nilai atas atau bawah suatu sistem bisa mendapat menjadi batas toleransi serta tetap memberikan hasil yang relatif memuaskan.
Dalam manajemen, pengawasan (controlling) adalah suatu aktivitas buat mencocokkan apakah kegiatan operasional (actuating) pada lapangan sinkron dengan rencana (rencana) yg sudah ditetapkan pada mencapai tujuan (goal) menurut organisasi. Dengandemikian yang menjadi obyek dari aktivitas pengawasan merupakan tentang kesalahan, penyimpangan, stigma serta hal-hal yg bersifat negatif seperti adanya kecurangan,pelanggaran serta korupsi.
Menurut Winardi "Pengawasan adalah semua aktivitas yang dilaksanakan oleh pihak manajer pada upaya memastikan bahwa output aktual sesuai menggunakan hasil yang direncanakan". Sedangkan dari Basu Swasta "Pengawasan merupakan fungsi yang menjamin bahwa kegiatan-kegiatan dapat memberikan output misalnya yang diinginkan".
Menurut Sondang P.siagian, Pengawasan merupakan Proses pengamatan pelaksanaan semua aktivitas organisasi untuk menjamin supaya semua pekerjaan yg sedang dilaksanakan berjalan sinkron dengan planning yg sudah ditentukan. Menurut Suyamto, Pengawasan adalah segala usaha atau kegiatan buat mengetahui serta menilai fenomena yg sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas atau aktivitas, apakah sesuai dengan yang semestinya atau nir .
Lebih lanjut menurut Komaruddin menyampaikan, "Pengawasan adalah berhubungan dengan perbandingan antara pelaksana aktual rencana, serta awal Unk langkah perbaikan terhadap defleksi serta planning yang berarti".
Lebih lanjut menurut Kadarman ”Pengawasan adalah suatu upaya yg sistematik buat memutuskan kinerja baku pada perencanaan buat merancang sistem umpan balik keterangan, buat membandingkan kinerja aktual dengan baku yg telah ditentukan, buat tetapkan apakah telah terjadi suatu defleksi tadi, serta buat mengambil tindakan pemugaran yg diharapkan buat mengklaim bahwa seluruh asal daya perusahaan telah dipakai seefektif serta seefisien mungkin guna mencapai tujuan perusahaan.”
Konteks-konteks dalam Pengawasan
Pengawasan pada Konteks Manajemen (Schermerhorn, 2001)
- Proses pengukuran kinerja dan pengambilan tindakan buat menjamin hasil yang diinginkan
- Merupakan kiprah penting serta positif dalam proses manajemen
- Menjamin segala sesuatu berjalan sebagaimana mestinya serta sesuai waktunya
Pengawasan pada Konteks Politik (Little dan Ogle, 2006)
- fungsi parlemen dalam menjamin bahwa undang-undang yang sudah dimuntahkan oleh parlemen dapat diimplementasikan dan diadministrasikan secara efektif sang pihak eksekutif, yaitu dilakukan secara sesuai dan menggunakan cara yg diatur dalam undang-undang tersebut
- fungsi yang dilakukan parlemen pada menjamin bahwa aturan yg sudah disetujui, sudah dibelanjakan oleh pihak eksekutif sesuai dengan hal yg telah disepakati dan mampu mencapai sasaran yang diinginkan/ditetapkan
- pengawasan merupakan tanggungjawab yang sangat krusial dari parlemen dan harus dilakukan secara agresif, karena hanya melalui supervisi inilah parlemen bisa mengklaim adanya check and balances yang memadai terhadap pihak eksekutif
- cenderung kurang diapresiasi serta kinerjanya paling buruk
Jenis-jenis Pengawasan
Menurut Schermerhorn (2001), jenis-jenis pengawasan terbagi menjadi:
1. Pengawasan Feedforward (umpan di depan)
- Dilakukan sebelum kegiatan dimulai
- Dalam rangka mengklaim: kejelasan sasaran; tersedianya arahan yg memadai;ketersediaan sumberdaya yg dibutuhkan
- Memfokuskan pada kualitas sumberdaya
2. Pengawasan Concurrent (bersamaan)
- Memfokuskan kepada apa yg terjadi selama proses berjalan
- Memonitor kegiatan yg sedang berjalan buat menjamin segala sesuatu dilaksanakan sesuai rencana
- Dapat mengurangi output yg tidak diinginkan
3. Pengawasan Feedback (umpan pulang)
- Terjadi selesainya kegiatan terselesaikan dilaksanakan
- Memfokuskan kepada kualitas menurut hasil
- Menyediakan informasi yang bermanfaat buat menaikkan kinerja di masa depan
4. Pengawasan Internal & Eksternal
- Pengawasan Internal: menaruh kesempatan buat memperbaiki sendiri
- Pengawasan Eksternal: terjadi melalui pengawasan dan penggunaan sistem administrasi formal
Sementara itu, pada birokrasi dan lembaga, pengawasan terbagi atas (Nugraha, et all, 2005):
1. Pengawasan Internal serta Eksternal
Pengawasan internal adalah supervisi dilakukan oleh orang atau badan yg ada pada dalam lingkungan unit organisasi yang bersangkutan misalnya pengawasan atasan pribadi atau pengawasan inheren.model:Itjen, Bawasda, BPKP
Pengawasan Eksternal adalah supervisi yg dilakukan sang orang atau badan yg terdapat di luar unit organisasi yang bersangkutan.model: BPK, KPK, dan ORI.
2. Pengawasan Preventif dan Represif
Pengawasan preventif adalah supervisi yang dilakukan terhadap suatu aktivitas sebelum kegiatan itu dilaksanakan sebagai akibatnya bisa mencegah terjadinya defleksi. Pengawasan ini lebih bermanfaat serta bermakna jika dilakukan oleh atasan langsung.
Pengawasan represif adalah supervisi yg dilakukan terhadap aktivitas setelah kegiatan itu dilakukan. Laporan pelaksanaan aturan pada akhir tahun.
3. Pengawasan Aktif dan Pasif
Pengawasan Aktif (dekat) merupakan pengawasan yang dilaksanakan di loka kegiatan yang bersangkutan dan pengawasan ini bersifat melekat.
Pengawasan Pasif (jauh) adalah supervisi menggunakan melakukan penerimaan dan pengujian terhadap laporan pertanggungjawaban. Pengawasan kebenaran formil berdasarkan Hak (Rechtimatigheid) dan inspeksi kebenaran materiil tentang maksud tujuan pengeluaran (doelmatigheid).
4. Pengawasan Formal serta Informal
Pengawasan formal dilakukan oleh instansi/pejabat yang berwenang, baik yg bersifat internal maupun eksternal. Di lain pihak, pengawasan informal dilakukan oleh rakyat, baik eksklusif maupun nir langsung atau sebagai social control.
Comments
Post a Comment