Sejarah Dan Filsafat Matematika
Sejarah Matematika
Menurut Berggren, JL, 2004, penemuan matematika dalam jaman Mesopotamia serta Mesir Kuno, didasarkan pada banyak dokumen orisinil yang terdapat ditulis sang juru tulis. Meskipun dokumen-dokumen yg berupa artefak tidak terlalu banyak, namun mereka dianggap bisa mengungkapkan matematika dalam jamantersebut. Artefak matematika yang ditemukan menerangkan bahwa bangsa Mesopotamia telah mempunyai poly pengetahuan matematika yang luar biasa, meskipun matematika mereka masih primitif serta belum disusun secara deduktif misalnya sekarang. Matematika pada jaman Mesir Kuno dapat dipelajari menurut artefak yg ditemukan yang lalu diklaim sebagai Papyrus Rhind (diedit pertama kalinya pada 1877), telah menaruh gambaran bagaimana matematika di Mesir kuno sudah berkembang pesat. Artefak-artefak berkaitan menggunakan matematika yg ditemukan berkaitan menggunakan wilayah-daerah kerajaan seperti kerajaan Sumeria 3000 SM, Akkadia dan Babylonia rezim (2000 SM), dan kerajaan Asyur (1000 SM), Persia (abad 6-4 SM), dan Yunani (abad ke 3 - 1 SM).
Pada jaman Yunani kuno paling tidak tercatat matematikawan penting yaitu Thales serta Pythagoras. Thales dan Pythagoras mempelopori pemikiran dalam bidang Geometri, tetapi Pythagoraslah yg memulai melakukan atau membuat bukti-bukti matematika. Sampai masa pemerintahan Alexander Agung menurut Yunani serta sesudahnya, telah tercatat Karya monumental menurut Euclides berupa karya buku yg berjudul Element (unsur-unsur) yg adalah kitab Geometri pertama yang disusun secara konklusi.
Risalah krusial dari periode awal matematika Islam banyak yang hilang, sehingga terdapat pertanyaan yang belum terjawab masih poly tentang interaksi antara matematika Islam awal dan matematika menurut Yunani serta India. Selain itu, jumlah jumlah dokumen yg relatif sedikit mengakibatkan kita mengalami kesulitan buat menelusuri sejauh mana peran matematikawan Islam pada pengembangan matematika pada Eropa selanjutnya. Tetapi yg jelas, sumbangan matematikawan Islam cukup akbar bersamaan dengan kebangkitan pemikiran modern yang timbul himpunanelah jaman kegelapan hingga sekitar abad ke 15 himpunanelah masehi.
Penemuan alat cetak mencetak pada jaman terbaru, yaitu kurang lebih abad ke 16, telah memungkinkan para matematikawan satu menggunakan yg lainnya melakukan komunikasi secara lebih intensif, sebagai akibatnya sanggup menerbitkan karya-karya hebat. Hingga sampailah pada jamannya Hilbert yg berusaha buat menciptakan matematika sebagai suatu sistem yg tunggal, lengkap serta konsisten. Namun bisnis Hilbert lalu dapat dipatahkan atau ditemukan kesalahannya sang muridnya sendiri yang bernama Godel yg menyatakan bahwa tidaklah mungkin diciptakan matematika yang tunggal, lengkap serta konsisten. Persoalan Geometri serta Aljabar kuno, dapat ditemukan di dokumen yang tersimpan pada Berlin. Salah satu dilema tersebut misalnya memperkirakan panjang diagonal suatu persegi panjang. Mereka menggunakanhubungan antara panjang sisi-sisi persegi panjang yg kemudian mereka menemukan bentuk segitiga siku-siku. Hubungan antara sisi-sisi siku-siku ini kemudian dikenal menggunakan nama Teorema Pythagoras. Teorema Pythagoras ini sebetulnya telah dipakai lebih berdasarkan 1000 tahun sebelum ditemukan oleh Pythagoras.
Orang-orang Babilonia sudah menemukan sistem sapta sexagesimal yg kemudian berguna buat melakukan perhitungan berkaitan dengan ilmu-ilmu perbintangan. Para astronom dalam jaman Babilonia sudah berusaha buat memprediksi suatu peristiwa menggunakan mengaitkan dengan fenomena perbintangan, seperti gerhana bulan serta titik kritis pada daur planet (konjungsi, oposisi, titik stasioner, dan visibilitas pertama dan terakhir). Mereka menemukan teknik buat menghitung posisi ini (dinyatakan dalam derajat lintang serta bujur, diukur nisbi terhadap jalur gerakan jelas tahunan Matahari) dengan berturut-turut menambahkan kata yang sempurna dalam perkembangan aritmatika. Matematika pada Mesir Kuno disamping dikarenakan dampak menurut Masopotamia dan Babilonia, namun jua dipengaruhi sang konteks Mesir yang memiliki genre sungai yg lebar dan panjang yg menghidupi rakyat Mesir dengan peradabannya. Persoalan interaksi kemasyarakatan ada dikarenakan kegiatan survive bangsa Mesir menghadapi keadaan alam yang bisa mengakibatkan perseteruan diantara mereka, contohnya bagaimana memilih batas daerah, ladang atau sawah dipinggir sungai Nil himpunanelah banjir bandang terjadi yang menyebabkan tanah mereka tertimbun lumpur sampai beberapa meter. Dari keliru satu masalah inilah lalu muncul gagasan atau wangsit tentang luas daerah, batas-batas dan bentuk-bentuknya. Maka pada jaman Mesir Kuno, Geometri telah tumbuh pesat sebagai cabang Matematika.
Dalam ketika relatif singkat (mungkin hanya satu abad atau kurang), metode yang dikembangkan sang orang Babilonia serta Masir Kuno sudah sampai ke tangan orang-orang Yunani. Misal, Hipparchus (2 abad SM) lebih menyukai pendekatan geometris pendahulu Yunani, namun lalu beliau menggunakan metode dari Mesopotamia serta mengadopsi gaya seksagesimal. Melalui orang-orang Yunani itu diteruskan ke para ilmuwan Arab pada abad pertengahan serta menurut situ ke Eropa, di mana itu permanen menonjol dalam matematika astronomi selama Renaissance dan periode terkini awal. Sampai hari ini tetap terdapat pada penggunaan mnt dan dtk untuk mengukur waktu serta sudut. Aspek dari matematika Babilonia yang sudah sampai ke Yunani sudah menaikkan kualitas kerja matematika dengan nir hanya percaya denganbentuk-bentuk fisiknya saja, melainan diperoleh kepercayaan melalui bukti-bukti matematika. Prinsip-prinsip Teorema Pythagoras yg sudal dikenal semenjak jaman Babilonia yaitu sekitar seribu tahun sebelum jaman Yunani, mulai dibuktikan secara matematis sang Pythagoras pada jaman Yunani Kuno.
Pada jaman Yunani Kuno, selama periode menurut lebih kurang 600 SM hingga 300 SM , yg dikenal menjadi periode klasik matematika, matematika berubah menurut fungsi simpel sebagai struktur yang koheren pengetahuan deduktif. Perubahan fokus berdasarkan pemecahan perkara simpel ke pengetahuan tentang kebenaran matematis generik serta perkembangan obyek teori membarui matematika ke dalam suatu disiplin ilmu. Orang Yunani memperlihatkan kepedulian terhadap struktur logis matematika. Para pengikut Pythagoras berusaha buat menemukan secara niscaya
Panjang sisi miring suatu segitiga siku-siku. Tetapi mereka tidak dapat menemukan angka yang tertentu menggunakan skala yang sama yang berlaku buat semua sisi-sisi segitiga tadi.
Hal inilah yg lalu dikenal dengan persoalan Incommensurability, yaitu adanya skala yg tidak sama agar diperoleh bilangan yang tertentu buat sisi miringnya. Apabila dipaksakan dipakai skala yang sama (atau commensurabel) maka dalam akhirnya mereka menemukan bahwa panjang sisi miring bukanlah sapta bundar melainkan bilangan irrasional.
Prestasi bangsa Yunani Kuno yang monumental merupakan adanya karya Euclides tentang Geometri Aksiomatis. Sumber primer buat merekonstruksi pra-Euclidean buku karya Euclides bernama Elemen (unsur-unsur), pada mana sebagian besar isinya masih relevan dan dipakai sampai waktu sekarang. Element terdiri berdasarkan 13 jilid. Buku I berkaitan dengan kongruensi segitiga, sifat-sifat garis paralel, dan hubungan daerah menurut segitiga serta jajaran genjang; Buku II menetapkan kehimpunanaraan yang berhubungan dengan kotak, persegi panjang, dan segitiga; Buku III berisi sifat-sifat Lingkaran; dan Buku IV berisi mengenai poligon dalam lingkaran. Sebagian besar isi berdasarkan Buku I-III adalah karya-karya Hippocrates, serta isi dari Buku IV bisa dikaitkan menggunakan Pythagoras, sehingga bisa dipahami bahwa kitab Elemen ini memiliki sejarahnya sampai berabad-abad sebelumnya. Buku V menguraikan sebuah teori umum proporsi, yaitu sebuah teori yg nir memerlukan pembatasan buat besaran sepadan. Ini teori umum berasal dari Eudoxus. Berdasarkan teori, Buku VI menggambarkan sifat bujursangkar dan generalisasi dari teori kongruensi dalam Buku I. Buku VII-IX berisi tentang apa yang sang orang-orang Yunani disebut "aritmatika," teori sapta bundar . Ini mencakup sifat-sifat proporsi numerik, pembagi terbesar, kelipatan generik, dan bilangan prima(Buku VII); proposisi pada progresi numerik dan persegi (Buku VIII), serta hasil spesifik, misalnya faktorisasi bilangan prima yg unik ke pada, keberadaan yang nir terbatas jumlah bilangan prima, serta pembentukan "paripurna" angka, yaitu nomor -angka yang sama dengan jumlah pembagi (Buku IX). Dalam beberapa bentuk, Buku VII asal dari Theaetetus serta Buku VIII menurut Archytas. Buku X menyajikan teori garis irasional dan dari dari karya Theaetetus dan Eudoxus. Buku Xiberisi tentang bangun ruang; Buku XII menandakan theorems pada rasio bulat, rasio bola, serta volume piramida dan kerucut.
Warisan Matematika Yunani, terutama dalam geometri , sangat besar . Dari periode awal orang-orang Yunani merumuskan tujuan matematika nir pada hal prosedur praktis tetapi sebagai disiplin teoritis berkomitmen buat membuatkan proposisi generik serta demonstrasi formal. Kisaran serta keragaman temuan mereka, terutama yg dari abad SM-3, geometri telah sebagai materi pelajaran selama berabad-abad himpunanelah itu, meskipun tradisi yang ditransmisikan ke Abad Pertengahan dan Renaissance tidak lengkap dan stigma.
Peningkatan pesat dari matematika pada abad ke-17 didasarkan sebagian pada pembaharuan terhadap matematika kuno dan matematika pada jaman Yunani. Mekanika dari Galileo dan perhitungan-perhitungan yg dibentuk Kepler dan Cavalieri, adalah pandangan baru pribadi bagi Archimedes. Studi tentang geometri yg dilakukan oleh Apollonius serta Pappus dirangsang oleh pendekatan baru pada geometri-contohnya, analitik yang dikembangkan oleh Descartes serta teori proyektif menurut Desargues Girard.
Kebangkitan matematika dalam abad 17 sejalan dengan kebangkitan pemikiran para filsuf menjadi anti tesis abad gelap dimana kebenaran didominasi oleh Gereja. Maka Copernicus merupakan tokoh pendobrak yang menantang pandangan Gereja bahwa bumi sebagai pusat jagat raya; serta sebagai gantinya beliau mengutarakan inspirasi bahwa bukanlah Bumi melainkan Mataharilah yg adalah pusat tata surya, sedangkan Bumi mengelilinginya. Jaman kebangkitan ini lalu dikenal sebagai Jaman Modern, yg ditandai menggunakan munculnya tokoh-tokoh pemikir filsafat sekaligus matematikawan seperti Immanuel Kant, Rene Descartes, David Hume, Galileo, Kepler, Cavalieri, dst.
Filsafat Matematika
Wilkins, DR, 2004, menyebutkan bahwa terdapat beberapa definisi mengenai matematika yang berbeda-beda. Ahli nalar Whitehead menyatakan bahwa matematika dalam arti yang paling luas merupakan pengembangan seluruh jenis pengetahuan yg bersifat formal serta penalarannya bersifat deduktif. Boole beropini bahwa itu matematika merupakan pandangan baru-inspirasi mengenai jumlah dan kuantitas. Kant mengemukakan bahwa ilmu matematika merupakan model yang paling cemerlang mengenai bagaimana akal murni berhasil mampu memperoleh kesuksesannya menggunakan donasi pengalaman. Von Neumann percaya bahwa sebagian akbar ide matematika terbaik berasal berdasarkan pengalaman. Riemann menyatakan bahwa apabila beliau hanya memiliki teorema, maka beliau mampu menemukan bukti relatif mudah. Kaplansky menyatakan bahwa waktu yang paling menarik adalah bukan di mana sesuatu terbukti akan tetapi di mana konsep baru ditemukan. Weyl menyatakan bahwa Tuhan terdapat lantaran matematika adalah konsisten serta iblis terdapat karena kita tidak dapat menunjukan matematika konsistensi ini. Hilbert menyimpulkan bahwa ilmu matematika adalah kesatuan yg konsisten, yaitu sebuah struktur yang tergantung dalam vitalitas hubungan antara bagian-bagiannya, serta inovasi pada matematika dibentuk dengan penyederhanaan metode, menghilangnya mekanisme lama yang telah kehilangan kegunaannya serta penyatuan balik unsur-unsurnya buat menemukan konsep baru.
Hempel, CG, 2001, menegaskan kembali apa yg telah dikemukakan sang John Stuart Mill bahwa matematika itu sendiri adalah ilmu empiris yg tidak sama menurut cabang lain seperti astronomi, ekamatra, kimia, dll, terutama dalam 2 hal: bahan ajar merupakan lebih generik daripada apapun lainnya menurut penelitian ilmiah, serta proposisi yang sudah diuji serta dikonfirmasi ke taraf yang lebih besar dibandingkan beberapa bagian yg paling mapan astronomi atau fisika. Dengan demikian, sejauh mana aturan-hukum matematika telah dibuktikan sang pengalaman masa kemudian umat manusia begitu luar biasa bahwa kita sudah dibenarkan olh teorema matematika dalam bentuk kualitatif tidak selaras dari hipotesis baik dari cabang lain.
Hempel, CG, 2001, lebih lanjut menyatakan bahwa sekali istilah primitif dan dalil-dalil yang sudah ditetapkan, semua teori sepenuhnya dipengaruhi. Dia menyimpulkan bahwa himpunaniap kata menurut teori matematika adalah didefinisikan pada hal primitif, dan himpunaniap proposisi teori secara logis deducible berdasarkan postulat, adalah sepenuhnya tepat. Perlu juga buat menentukan prinsip-prinsip nalar yg dipakai dalam pembuktian proposisi matematika. Ia mengakui bahwa prinsip-prinsip bisa dinyatakan secara eksplisit ke dalam kalimat primitif atau dalil-dalil logika. Dengan menggabungkan analisis berdasarkan aspek sistem Peano, Hempel mendapat tesis menurut logicism bahwa Matematika adalah cabang berdasarkan nalar karena seluruh konsep matematika, yaitu aritmatika, aljabar analisis, serta, bisa didefinisikan pada empat konsep berdasarkan logika murni, dan semua teorema matematika bisa disimpulkan berdasarkan definisi tersebut melalui prinsip-prinsip logika. Bold, T., 2004, menyatakan bahwa komponen krusial berdasarkan matematika meliputi konsep nomor integer, pecahan, penambahan, perpecahan serta persamaan; di mana penambahan serta pembagian terhubung dengan studi proposisi matematika serta konsep bilangan bulat serta pecahan merupakan elemen menurut konsep-konsep matematika.
Bold, T., 2004, lebih lanjut menerangkan bahwa elemen penting kedua buat interpretasi konsep matematika adalah kemampuan manusia dari abstrak, yaitu kemampuan pikiran buat mengetahui sifat abstrak dari dari obyek serta menggunakannya tanpa kehadiran obyek. Lantaran fenomena bahwa seluruh matematika adalah tak berbentuk, beliau percaya bahwa keliru satu motif menurut intuitionists buat berpikir matematika merupakan produk satu-satunya pikiran. Dia menambahkan bahwa elemen krusial ketiga merupakan konsep infinity, sedangkan konsep tak terbatas didasarkan dalam konsep kemungkinan. Dengan demikian, konsep tidak terbatas bukan kuantitas, namun konsep yang bertumpu dalam kemungkinan tak terbatas, yg merupakan karakter menurut kemungkinan. Berikutnya dia mengklaim bahwa konsep pecahan hanya berdasarkan abstraksi dan kemungkinan. Menurut dia, isu yg terlibat menggunakan sapta rasional serta irasional sama sekali nir relevan buat interpretasi konsep pecahan sebagaimana selalu dikhawatirkan oleh Heyting Arend. Sejauh berkenaan dengan konsep-konsep matematika, sapta rasional menjadi n / p dan sapta irasional dengan p merupakan bilangan bundar , hanya kasus cara berekspresi. Perbedaan antara mereka adalah kasus pada matematika buat dijelaskan dengan kata matematika serta bahasa.
Di sisi lain, Podnieks, K., 1992, menyatakan bahwa konsep sapta orisinil dikembangkan dari operasi insan dengan koleksi benda-benda kongkrit, namun tidak mungkin untuk memverifikasi pernyataan seperti itu secara empiris serta konsep bilangan orisinil sudah yg stabil mengenai serta terlepas berdasarkan sumber yaitu sebenarnya. Hubungan kuantitatif dari himpunanbenda-benda fisik dalam praktek insan, serta mulai bekerja sebagai model mandiri yg kokoh. Menurut beliau, sistem bilangan asli merupakan idealisasi hubungan-hubungan kuantitatif; pada mana orang memperolehnya menurut pengalaman mereka dengan himpunan serta ekstrapolasi anggaran ke himpunan yang jauh lebih akbar (jutaan hal) serta dengan demikian situasi idealnya sebagai nyata. Dia menegaskan bahwa proses idealisasi berakhir kokoh, tetap, dan berdikari , sementara bangun-bangun fisiknya berubah. Sementara konsep matematika diperoleh dengancara melepaskan sebagian besar sifat-sifatnya lalu buat memikirkan sebagian kecil sifat-sifat tertentunya saja. Hal demikian yg lalu dianggap menjadi abstraksi. Sementara sifat-sifat yg tersisa yang memang harus dipelajari, diasumsikan bahwa mereka mempunyai sifat yg paripurna; misal bahwa lurus merupakan paripurna lurus, lancip merupakan sempurna lancip, demikian himpunanerusnya. Yang demikian itulah yang lalu dikenal menjadi idealisasi.
Peterson, I., 1998, menjelaskan bahwa pada awal abad ke-20, Jerman yg hebat matematika David Hilbert (1862-1943) menganjurkan program yg ambisius buat merumuskan suatu sistem aksioma dan aturan inferensi yang akan mencakup semua matematika, menurut dasar aritmatika sampai mahir kalkulus; impiannya adalah menyusun metode penalaran matematika dan menempatkan mereka pada kerangka tunggal. Hilbert menegaskan bahwa suatu sistem formal berdasarkan aksioma serta aturan harus konsisten, yg berarti bahwa seorang nir bisa membuktikan sebuah pernyataan serta sebaliknya dalam ketika yg sama, beliau juga menginginkan skema yang lengkap, artinya satu selalu dapat menandakan pernyataan yg diberikan mampu benar atau salah . Hilbert beropini bahwa sine qua non prosedur yang jelas buat tetapkan apakah suatu proposisi tertentu berikut berdasarkan himpunan aksioma, dengan itu, diberikan sebuah sistem yang jelas menurut aksioma dan aturan inferensi yg tepat, akan lebih mungkin, meskipun tidak benar-sahih praktis, buat menjalankan melalui seluruh proposisi mungkin, dimulai dengan urutan terpendek simbol, serta buat memeriksa mana yang valid. Pada prinsipnya, suatu mekanisme keputusan secara otomatis akan membuat seluruh teorema mungkin dalam matematika.
Di sisi lain, beliau mengungkapkan bahwa matematika formal didasarkan dalam akal formal; mengurangi interaksi matematis buat pertanyaan keanggotaan himpunan; objek primitif hanya terdefinisi pada matematika formal merupakan himpunan kosong yang berisi apa-apa. Ada klaim bahwa hampir setiap abstraksi matematika yang pernah diselidiki bisa diturunkan menjadi seperangkat aksioma teori himpunan dan hampir setiap bukti matematis yg pernah dibangun dapat dibentuk dengan perkiraan nir terdapat pada luar yg aksioma. Itu juga menyatakan bahwa jika tak terhingga merupakan potensi serta tidak pernah menjadi fenomena terselesaikan maka himpunan terbatas nir terdapat, karena itu, ahli matematika mencoba buat mendefinisikan struktur tidak terbatas yang paling umum dibayangkan karenanya tampaknya memberikan harapan paling baik, bila himpunan nir terbatas ada maka akan sebagai landasan matematika yg kokoh. Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa matematika harus eksklusif terhubung ke sifat acara non-deterministic pada alam semesta yang potensial nir terbatas, hal ini akan membatasi ekstensi untuk sebuah himpunan bilangan ordinal serta himpunan yang bisa dibangun menurut mereka. Obyek didefinisikan pada suatu sistem matematis yg formal nir peduli apakah aksioma tidak terhingga itu termasuk yg dimasukkan, dan bahwa sistem formal dapat diartikan sebagai suatu acara komputer buat membentuk teorema pada mana program tadi dapat menghasilkan seluruh nama-nama benda atau himpunan yg didefinisikan pada sistem tadi. Selanjutnya, semua sapta kardinal yang lebih akbar yg pernah didefinisikan dalam sistem matematika yg terbatas, nir akan dihitung menurut pada sistem tadi.
Peterson, I., 1998, mencatat bahwa apa Hilbert berpendapat bahwa kita dapat memecahkan masalah bila kita relatif pandai serta bekerja relatif usang, serta matematikawan Gregory J. Chaitin serta Thomas J. Watson tidak percaya menggunakan prinsip bahwa terdapat batas buat apa matematika mampu dicapai. Namun, dalam tahun 1930, Kurt Godel (1906-1978) mengambarkan bahwa tidak ada mekanisme keputusan tadi merupakan mungkin buat setiap sistem nalar yang terdiri dari aksioma dan proposisi relatif sophisticated buat mencakup jenis perkara matematika yang hebat yg bekerja dalam setiap hari; beliau menerangkan bahwa bila kita asumsikan bahwa sistem matematika konsisten, maka kita sanggup menampakan bahwa itu tidak lengkap. Peterson menyampaikan bahwa pada pikiran Godel, nir peduli apa sistem aksioma atau aturannya, akan selalu terdapat beberapa pernyataan yg bisa nir terbukti atau nir valid pada sistem. Memang, matematika penuh dengan pernyataan dugaan dan menunggu bukti dengan jaminan bahwa jawaban eksklusif sudah pernah terdapat.
Chaitin menerangkan bahwa suatu prosedur nir dapat membentuk hasil yg lebih kompleks berdasarkan pada mekanisme itu sendiri, menggunakan istilah lain, dia membuat teori bahwa perempuan berbobot 1-pon tidak bisa melahirkan bayi berbobot 10-pon. Wanita berbobot 10 pon nir bisa melahirkan bayi 100 pon, dst. Sebaliknya, Chaitin pula menampakan bahwa nir mungkin membuat prosedur untuk menunjukan bahwa sejumlah kompleksitas bersifat acak, maka, sejauh bahwa pikiran insan merupakan homogen personal komputer , mungkin terdapat jenis kompleksitas begitu mendalam dan halus yang akal kita nir pernah bisa tahu nya; urutan apapun yang mungkin terletak pada kedalaman akan dapat diakses, serta selalu akan muncul buat kita menjadi keacakan. Pada waktu yg sama, menandakan bahwa berurutan adalah rambang juga dapat mengatasi kesulitan, nir terdapat cara buat memastikan bahwa kita nir diabaikan. Peterson, I., 1998, menyatakan bahwa output Chaitin ini memperlihatkan bahwa kita jauh lebih mungkin buat menemukan keacakan dari ketertiban pada domain matematika tertentu; kompleksitas versin teorema Godel menyatakan bahwa meskipun hampir seluruh sapta adalah rambang, tidak terdapat sistem formal aksiomatis yg akan memungkinkan kita buat menunjukan fakta ini.
Selanjutnya, Peterson, I., 1998, menyimpulkan bahwa pekerjaan Chaitin ini menerangkan bahwa terdapat jumlah tidak terbatas pernyataan matematika di mana seorang dapat membuat, katakanlah, aritmatika yg tidak dapat direduksi sebagai aksioma aritmatika, jadi nir terdapat cara buat menunjukan apakah pernyataan tadi benar atau salah menggunakan menggunakan aritmatika; dalam pandangan Chaitin ini, itu simpel sama dengan mengungkapkan bahwa struktur aritmatika merupakan acak. Chaitin menyimpulkan bahwa struktur matematika merupakan warta matematis yg analog dengan hasil menurut sebuah lemparan koin dan kita tidak pernah sanggup benar-sahih menandakan secara logis apakah itu merupakan sahih, ia menambahkan bahwa menggunakan cara yg sama bahwa nir mungkin buat memprediksi saat yang tepat di mana seseorang individu yg terkena radiasi atom mengalami peluruhan radioaktif. Matematika tidak berdaya buat menjawab pertanyaan tertentu, sedangkan fisikawan masih bisa menciptakan prediksi yang bisa diandalkan mengenai rata-rata lebih dari akbar berdasarkan atom, pakar matematika mungkin pada beberapa kasus terbatas pada pendekatan yg sama; yg menciptakan matematika jauh lebih berdasarkan ilmu pengetahuan eksperimental.
Hempel, CG, 2001, beropini bahwa setiap sistem postulat matematika yang konsisten, bagaimanapun, mempunyai interpretasi yang tidak selaras berdasarkan kata primitifnya, sedangkan satu himpunan definisi pada arti istilah yang kaku memilih arti menurut definienda dengan cara yg unik . Sistem yg lebih luas berdasarkan itu Peano postulat yang diperoleh masih belum lengkap pada arti bahwa nir setiap bilangan memiliki akar kuadrat, serta lebih umum, tidak setiap persamaan aljabar mempunyai solusi pada sistem; ini memberitahuakn bahwa ekspansi lebih lanjut berdasarkan sistem sapta dengan sosialisasi sapta real serta akhirnya kompleks. Hempel menyimpulkan bahwa dalam dasar berdasarkan dalil operasi aritmatika serta aljabar berbagai dapat didefinisikan buat jumlah sistem baru, konsep fungsi, limit, turunan serta integral bisa diperkenalkan, serta teorema berkaitan erat dengan konsep-konsep ini dapat dibuktikan, sebagai akibatnya akhirnya sistem akbar matematika seperti di sini dibatasi bertumpu dalam dasar yang sempit menurut sistem Peano itu; setiap konsep matematika bisa didefinisikan dengan memakai tiga unsur primitif menurut Peano, serta setiap proposisi matematika bisa disimpulkan berdasarkan 5 postulat yg diperkaya sang definisi berdasarkan non-primitif tadi, langkah penyederhanaan, pada banyak perkara, dengan cara nir lebih menurut prinsip-prinsip akal formal; bukti beberapa theorems mengenai bilangan real, bagaimanapun, memerlukan satu asumsi yang umumnya tidak termasuk di antara yang terakhir dan ini merupakan aksioma yang dianggap pilihan pada mana beliau menyatakan bahwa terdapat himpunan-himpunan saling eksklusif, nir ada yang kosong, terdapat setidaknya satu himpunan yg memiliki sempurna satu elemen yg sama dengan masing-masing himpunan yang diberikan.
Hempel, CG, 2001, menyatakan bahwa menurut prinsip serta anggaran nalar formal, isi semua matematika bisa diturunkan dari sistem sederhana Peano ini yaitu prestasi yang luar biasa dan sistematis, isi matematika dan penjelasan dasar-dasar yg validitas. Menurut dia, sistem Peano memungkinkan interpretasi yg tidak selaras, sedangkan dalam sehari-hari juga pada bahasa ilmiah, bisa dikembangkan buat arti spesifik buat konsep aritmatika. Hempel bersikeras bahwa bila karenanya matematika merupakan sebagai teori yang sahih berdasarkan konsep-konsep matematika dalam arti yg dimaksudkan, nir cukup buat validasi buat menerangkan bahwa semua sistem merupakan diturunkan berdasarkan Peano mendalilkan kecocokan definisi, melainkan, kita harus bertanya lebih jauh apakah postulat Peano sebenarnya benar waktu unsur primitif dipahami pada arti sekedar menjadi norma. Jika definisi pada sini ditandai secara hati-hati serta ditulis yaitu bahwa hal ini adalah keliru satu masalah pada mana teknik-teknik simbolik, atau matematika, dan nalar menandakan bahwa definiens berdasarkan setiap satu menurut mereka secara eksklusif mengandung istilah dari bidang nalar murni.
Hempel, CG, 2001, menyatakan bahwa sistem berdikari yg stabil tentang prinsip dasar merupakan ciri khas berdasarkan teori matematika; model matematika berdasarkan beberapa proses alami atau perangkat teknis dalam dasarnya merupakan sebuah model yg yg stabil tentang yang bisa diselidiki secara independen berdasarkan "aslinya "dan, menggunakan demikian, kemiripan contoh serta" orisinil "hanya menjadi terbatas, hanya contoh tersebut bisa diselidiki oleh matematikawan. Hempel berpikir bahwa setiap upaya untuk menyempurnakan contoh yaitu buat mengganti definisi buat mendapatkan kesamaan lebih menggunakan "asli", mengarah ke model baru yg wajib permanen stabil, buat memungkinkan penyelidikan matematika, dengan itu, teori-teori matematika adalah bagian menurut ilmu kita yg sanggup secara terus melakukannya apabila kita bangun. Hempel menyatakan bahwa model matematika tidak terikat menggunakan ke "aslian" sumbernya; akan namun terlihat bahwa beberapa model dibangun menggunakan tidak baik, dalam arti korespondensi buat "aslian" sumber mereka, tetapi yg matematikawan investigasi berlangsung menggunakan sukses. Menurut beliau, sejak contoh matematis didefinisikan dengan tepat, "tidak perlu lagi " "keaslian" nya asal lagi. Satu bisa mengganti model atau memperoleh beberapa contoh baru tidak hanya buat kepentingan korespondensi dengan asal "asli", namun pula buat percobaan belaka. Dengan cara ini orang dapat memperoleh banyak sekali model dengan gampang yang nir mempunyai "sumber asli" nya, yaitu sebuah cabang matematika yang sudah dikembangkan yg nir memiliki serta tidak dapat mempunyai aplikasi buat perkara yang konkret.
Hempel, CG, 2001, mencatat bahwa, dalam matematika, teorema dari teori apapun terdiri dari 2 bagian - premis dan konklusi, karena itu, konklusi berdasarkan teorema asal nir hanya menurut himpunan aksioma, tetapi juga berdasarkan premis yg khusus buat teorema eksklusif; dan premis ini bukan perpanjangan berdasarkan sistemnya. Dia menyadari bahwa teori-teori matematika yg terbuka buat gagasan-gagasan baru, dengan demikian, di Kalkulus sesudah konsep kontinuitas terhubung maka berikut diperkenalkan: titik diskontinyu, kontinuitas, kondisi Lipschitz, dll serta seluruh ini tidak bertentangan dengan tesis mengenai karakter aksioma, prinsip dan aturan inferensi, namun tidak memungkinkan "matematika bekerja" menggunakan menganggap teori-teori matematika sebagai yang sesuatu tetap. Kemerling, G., 2002, menyebutkan bahwa dalam pergantian abad ke 2 puluh, filsuf mulai mencurahkan perhatian terhadap dasar-dasar sistem logis dan matematis, karena 2 ribuan tahun logika Aristotelian tampak penjelasan yang lengkap serta final dari logika insan, namun geometri Euclid jua tampaknya aman, hingga Lobachevsky serta Riemann memperlihatkan bahwa konsepsi cara lain nir hanya mungkin tetapi bermanfaat dalam banyak pelaksanaan. Dia menyatakan bahwa upaya-upaya serupa buat berpikir ulang struktur akal mulai akhir abad kesembilan belas pada mana John Stuart Mill mencoba buat mengembangkan sebuah rekening komprehensif pemikiran insan yg difokuskan pada induktif daripada penalaran deduktif; bahkan penalaran matematika, John Stuart Mill seharusnya, bisa berdasarkan dalam pengamatan empiris. Kemerling summep up yang poly filsuf serta matematikawan Tetapi, mengambil pendekatan yg tidak sinkron.
Ia menyebutkan bahwa Logika adalah studi tentang kebenaran yg diperlukan serta metode sistematis buat mengekspresikan dengan jelas dan rigourously menampakan kebenaran tersebut; logicism adalah teori filsafat tentang status kebenaran matematika, yakni, bahwa mereka secara logis dibutuhkan atau analitik. Disarankan bahwa buat tahu nalar pertama-tama perlu buat tahu disparitas krusial antara proposisi kontingen, yang mungkin atau mungkin nir benar, dan proposisi perlu, yg tidak mampu keliru; nalar merupakan bukti untuk membangun, yg menaruh kita konfirmasi yg dapat diandalkan kebenaran proposisi terbukti. Logika bisa didefinisikan menjadi bersangkutan dengan metode buat penalaran. Sistem logical kemudian formalisations satu metode yang tepat dan kebenaran logis merupakan mereka dibuktikan dengan metode yang benar. Kebenaran-kebenaran matematika karena itu kontingen, tetapi buat logicism, kebenaran matematika adalah sama pada semua kemungkinan global, karena mereka nir tergantung pada keberadaan himpunan, hanya pada konsistensi asumsi bahwa himpunan yg dibutuhkan terdapat; sejak benar pada himpunaniap global yang mungkin, matematika harus logis dibutuhkan.
Shapiro, S., 2000, bersikeras bahwa, nalar adalah cabang kedua matematika serta cabang filsafat; bahasa formal, sistem deduktif, serta contoh-teori semantik merupakan objek matematika serta, dengan demikian, pakar logika yang tertarik pada mereka matematika sifat serta hubungan. Menurut Shapiro, akal adalah studi tentang penalaran yang sahih, dan penalaran adalah kegiatan, epistemis mental, serta karenanya menyebabkan pertanyaan tentang relevansi filosofis aspek matematis menurut logika; bagaimana deducibility dan validitas, sebagai properti bahasa formal, berhubungan dengan penalaran yg sahih, apa hasil matematika dilaporkan pada bawah ini terdapat hubungannya menggunakan masalah filosofis asli. Beberapa filsuf menyatakan bahwa kalimat deklaratif bahasa alam sudah mendasari bentuk logis serta bahwa bentuk-bentuk yang ditampilkan sang formula bahasa formal. WVO Quine menyatakan bahwa bahasa alam wajib teratur, dibersihkan buat pekerjaan ilmiah serta metafisik yang serius, keliru sesuatu yg diinginkan perusahaan adalah bahwa struktur logis pada bahasa diperintah harus transparan. Oleh karenanya, bahasa formal merupakan model matematika menurut bahasa alami, sebuah bahasa formal menampilkan fitur eksklusif dari bahasa alam, atau idealisasi berdasarkan padanya, sementara mengabaikan atau menyederhanakan fitur lainnya. Shapiro menyatakan bahwa tujuan berdasarkan model matematika adalah buat mengungkapkan apa yang mereka model, tanpa menjamin bahwa model tadi seksama dalam seluruh hal atau bahwa contoh wajib mengubah apa itu contoh.
Kemerling, G. 2002, menyebutkan bahwa klimaks dari pendekatan baru untuk logika terletak dalam kapasitasnya buat menerangi sifat penalaran matematika, sedangkan kaum idealis berusaha buat mengungkapkan interaksi internal dari realitas mutlak serta pragmatis ditawarkan buat memperhitungkan manusia Permintaan sebagai pola longgar investigasi, ahli akal baru berharap buat memperlihatkan bahwa interaksi paling signifikan antara dapat dipahami sebagai murni formal dan eksternal. Kemerling mencatat bahwa matematikawan seperti Richard Dedekind menyadari bahwa atas dasar ini dimungkinkan buat menciptakan matematika tegas menggunakan alasan logis, sedangkan Giuseppe Peano telah memberitahuakn dalam 1889 bahwa semua aritmatika dapat dikurangi ke sistem aksiomatis menggunakan hati-hati dibatasi himpunan awal mendalilkan . Pada sisi lain, Frege segera berusaha buat mengekspresikan mendalilkan dalam notasi simbolik temuannya sendiri, serta menggunakan 1913, Russell dan Whitehead telah menyelesaikanmonumental Principia Mathematica (1913), menggunakan 3 volume akbar buat berkecimpung berdasarkan sebuah aksioma logis saja melalui definisi nomor bukti bahwa "1 + 1 = dua." Kemerling menyatakan bahwa meskipun karya Gödel dibuat menghapus keterbatasan dari pendekatan ini, signifikansi bagi pemahaman kita tentang akal dan matematika tetap undimmed.
Pietroski, P., 2002, bersikeras yg menarik bagi bentuk logis timbul dalam konteks upaya untuk menyampaikan lebih poly tentang disparitas antara kesimpulan intuitif sempurna, yang mengundang metafora keamanan serta kedekatan, serta konklusi yang melibatkan risiko tergelincir dari kebenaran kepalsuan . Dia menyatakan bahwa pemikiran antik merupakan bahwa konklusi tanpa cela menunjukkan pola yang bisa dicirikan sang skema tak berbentuk menurut isi eksklusif menurut tempat eksklusif serta konklusi, menggunakan demikian mengungkapkan bentuk umum beserta banyak konklusi paripurna lainnya; bentuk seperti, bersama menggunakan kesimpulan bahwa model mereka, dikatakan valid. Pietroski diuraikan konklusi Stoik mencerminkan bentuk tak berbentuk: apabila pertama lalu yang ke 2, serta yg pertama, maka yg kedua. Oleh karenanya, Stoik dirumuskan yaitu skemata lain yang valid. Apabila pertama kemudian yang ke 2, tetapi nir yang ke 2, jadi bukan yg pertama; Entah pertama atau kedua, namun nir yang kedua, jadi yang pertama, serta buruk yg pertama dan ke 2, tapi yg pertama, sehingga nir yang kedua .
Pietroski, P., 2002, menyatakan bahwa formulasi skema logis memerlukan variabel pada proposisi; proposisi adalah istilah seni buat apapun variabel di atas direpresentasikan pada banyak sekali berani lebih dan dengan demikian merupakan hal-hal yang sanggup sahih atau keliru, karena mereka adalah tempat potensial / yaitu konklusi. Hal yang mampu mencari dalam kesimpulan yg valid. Dia berkata bahwa kesimpulan bisa sebagai proses mental dimana pemikir menarik konklusi berdasarkan beberapa loka, atau proposisi pemikir akan mendapat mungkin sementara atau hipotetis jika dia mendapat lokasi serta kesimpulan, menggunakan satu proposisi ditunjuk menjadi konsekuensi dugaan orang lain. Dia mencatat bahwa nir jelas bahwa seluruh kesimpulan sempurna adalah model dari beberapa bentuk yg valid, dan menggunakan demikian konklusi yang impeccability adalah karena bentuk proposisi-proposisi yang relevan, tetapi pikiran ini menjabat menjadi ideal untuk studi inferensi, himpunanidaknya semenjak pengobatan Aristoteles mengenai model misalnya. Menurut dia, Aristoteles membahas berbagai kesimpulan tertentu, yang dianggap silogisme, yaitu melibatkan quantificational proposisi. Ditunjukkan dengan kata-kata seperti "setiap 'dan' beberapa”.
Pietroski, P., 2002, memakai terminologi yg sedikit berbeda bahwa teoretikus lain memperlakukan seluruh elemen generik sebagai predikat, serta proposisi menggunakan struktur eksklusif serta dikatakan memiliki bentuk kategoris menjadi berikut: subyek-kata kerja penghubung-predikat, dimana sebuah kata kerja penghubung, ditunjukkan dengan kata-kata misalnya 'adalah' atau 'merupakan', link subjek yang terdiri menurut pembilang dan predikat buat predikat, namun dengan merumuskan banyak sekali schemata inferensi Aristotelian, dengan analisis proposisi kompleks, infererences sempurna poly yg terungkap sebagai masalah bentuk silogisme valid. Pietroski menyatakan bahwa para pakar akal abad pertengahan membahas interaksi nalar buat rapikan bahasa, beliau membedakan bahwa bahasa yang diucapkan wajib menutupi aspek-aspek eksklusif menurut struktur logis serta memiliki struktur; mereka terdiri, dengan cara yg sistematis, dari kata-kata; serta asumsi adalah bahwa kalimat mencerminkan aspek utama bentuk logis, termasuk subjek-predikat struktur. Dia mengakui bahwa menjelang akhir abad kedelapan belas, Kant mampu menyampaikan tanpa hiperbola bahwa poly logika mengikuti jalur tunggal sejak awal, dan bahwa semenjak Aristoteles itu tidak harus menelusuri kembali satu langkah. Menurut beliau, Kant mengatakan bahwa logika silogisme adalah buat seluruh tampilan lengkap dan paripurna.
Hanya ada tiga kata dalam silogisme, lantaran kedua kata dalam konklusi telah dalam premisnya, serta satu istilah generik bagi ke 2 premisnya. Ini mengarah dalam definisi berikut: predikat pada konklusi dianggap suku primer, subjek pada konklusi disebut suku mini ; kata umum disebut term tengah, sedangkan premis yg mengandung istilah primer dianggap premis primer; dan premis yg mengandung istilah minor dianggap premis minor. Silogisme selalu ditulis premis mayor, premis minor, konklusi, melainkan terbatas pada argumen silogisme, dan nir bisa menjelaskan konklusi generik yg melibatkan beberapa argumen. Hubungan serta identitas wajib diperlakukan sebagai interaksi subjek-predikat, yang membuat pernyataan identitas matematika sulit buat ditangani, dan tentu saja istilah tunggal dan proposisi tunggal.
Pietroski, P., 2002, mengungkapkan bahwa dengan demikian, orang mungkin menganggap bahwa terdapat nisbi sedikit disimpulkan pola dasar, beberapa konklusi bisa mencerminkan transisi inheren menarik dalam pikiran; jelas bahwa para pakar akal berhak buat mengambil anggaran inferensi berdasarkan B 'jika A , serta A, maka B 'menjadi sesuatu yang aksiomatis, serta namun, berapa banyak aturan yang masuk akal dipercaya sebagai fundamental dalam pengertian ini? Dia beropini bahwa keanggunan teoritis serta teori-teori yg mendukung penerangan mendalam dengan asumsi tereduksi sedikit, dan geometri Euclid sudah lama menyediakan contoh buat bagaimana menyajikan obyek pengetahuan sebagai jaringan proposisi yang mengikuti menurut aksioma dasar beberapa, serta untuk beberapa alasan, dasar pertanyaan memainkan peran krusial dalam logika abad kesembilan belas serta matematika. Pietroski merogoh karya Boole dan lain-lain buat menunjukkan bahwa kemajuan pada hal ini merupakan mungkin sehubungan dengan kesimpulan logika yg melibatkan variabel proposisional; namun silogisme permanen nir bisa disatukan dan tidak lengkap, yg herbi alasan lain menurut gagalnya nalar tradisional / tata bahasa.
Dalam pengembangan matematika terkini, notasi Frege dirancang pertama yang cocok buat menciptakan matematika formal. Notasi yg lebih presisi memungkinkan Russell buat menemukan kelemahan pada penalaran yang mereka dukung, yg dikenal menjadi paradoks Russell. Hal ini pada gilirannya mendorong perkembangan lebih lanjut dalam pemahaman kita mengenai teori formal, khususnya, mereka membuat axiomatization teori himpunan yg didukung oleh bisikan hati semantik yg merupakan iteratif konsepsi yg ditetapkan. Hal utama berdasarkan metode analisis logis formal merupakan penggunaan model matematika buat menjabarkan arti berdasarkan konsep yg dipertimbangkan; ini membawa unsur semantik ke latar depan serta mendorong pengakuan bahwa waktu kita ingin memakai bahasa secara tepat kita wajib menentukan arti yang sempurna jua, dengan menduga bahwa makna yg tepat yg mampu didapatkan berdasarkan preseden, bisa dilakukan.
Pada sisi lain, Kemerling, G., 2002, menyatakan bahwa William Hamilton menyarankan bahwa kuantifikasi predikat terkandung pada proposisi kategoris tradisional mungkin mengizinkan interpretasi aljabar yang isinya merupakan pernyataan eksplisit dari bukti diri; pandangan ini didorong Augustus De Morgan yg mengusulkan ekspresi simbolis berdasarkan kopula menjadi hubungan logis murni, yg resmi menerima fitur pada konteks yg tidak selaras poly. Dia mencatat bahwa Teorema De Morgan sama baiknya buat himpunan irisan, himpunan adonan, dan pada akal serta disjungsi, De Morgan juga menjelajahi gagasan Laplace probabilitas menjadi derajat keyakinan rasional yang bisa jatuh antara kepastian sempurna menurut kebenaran atau kepalsuan. Selanjutnya, Kemerling menyebutkan bahwa George Boole menuntaskan transformasi ini menggunakan secara eksplisit dan menafsirkan akal kategoris dengan referensi himpunan dari hal-hal dimana logis / himpunan-teoritis / matematika rekanan terus pada antara kelas tersebut bisa dinyatakan setidaknya pula dalam "aljabar Boolean". Kemerling mencatat bahwa Leonhard Euler, serta John Venn menampakan, hubungan ini dapat direpresentasikan pada diagram topografi, contoh fitur validitas yg formal;serta semua perkembangan ini mendorong para filsuf buat menyelidiki isomorfisma logika serta matematika lebih dekat.
Ia mengungkapkan bahwa nalar tradisional merupakan kata yg longgar buat tradisi logis yg dari berdasarkan Aristoteles serta banyak berubah sampai munculnya nalar predikat terbaru di akhir abad kesembilan belas, serta asumsi mendasar dalam akal tradisional adalah bahwa proposisi terdiri berdasarkan 2 istilah dan bahwa proses penalaran dalam gilirannya dibangun berdasarkan proposisi; kata adalah bagian menurut mewakili sesuatu, namun yg tidak benar atau galat pada dirinya sendiri; proposisi terdiri dari dua kata, pada mana satu istilah ditegaskan dan yg lainnya kebenaran atau kepalsuan; silogisme merupakan kesimpulan yang salah satu proposisi berikut kebutuhan menurut 2 orang lain. Dalam akal , "proposisi" hanyalah sebuah bentuk bahasa: jenis kalimat eksklusif, pada subjek dan predikat digabungkan, sebagai akibatnya buat menyatakan sesuatu sahih atau keliru, itu bukan pikiran, atau entitas yang abstrak atau apapun; istilah "propositio" dari menurut bahasa Latin, yang berarti premis pertama menurut silogisme. Aristoteles menggunakan premis istilah (protasis) menjadi kalimat yg menegaskan atau menyangkal satu hal lain sehingga premis pula adalah bentuk kata-kata. Namun, dalam logika filsafat terbaru, kini berarti apa yang ditegaskan sebagai output dari mengucapkan kalimat, serta dianggap menjadi sesuatu yang aneh mental atau disengaja. Kualitas proposisi adalah apakah itu positif atau negatif. Dengan demikian "setiap orang merupakan fana" merupakan ya, karena "fana" ditegaskan menurut "manusia"; "Tidak ada laki-laki tak pernah mati" merupakan negatif, karena "abadi ditolak menurut" manusia ", sedangkan, kuantitas proposisi merupakan apakah itu universal atau tertentu.
Logika Aristoteles, jua dikenal menjadi silogisme, merupakan jenis tertentu berdasarkan akal yang dibentuk oleh Aristoteles, terutama pada karya-karyanya Sebelum Analytics dan De Interpretatione, tetapi kemudian dikembangkan menjadi apa yang dikenal sebagai akal tradisional atau Logika Jangka. Aristoteles menciptakan 4 macam kalimat terukur, masing-masing yg mengandung subjek dan predikat: afirmatif yg universal yaitu S setiap P; yaitu negatif yg universal tidak S merupakan P; yaitu afirmatif eksklusif beberapa S adalah P, dan negatif tertentu nir setiap S adalah P. Ada banyak sekali cara buat menggabungkan kalimat tersebut ke dalam silogisme, keduanya valid serta tidak valid; pada zaman abad pertengahan, logika Aristotelian diklasifikasikan setiap kemungkinan serta memberi mereka nama. Aristoteles jua mengakui bahwa setiap jenis mempunyai kalimat, contohnya, kebenaran universal yang memerlukan sebuah afirmatif kebenaran afirmatif tertentu yang sinkron, serta kesalahan negatif yang sesuai negatif serta tertentu universal.
Moschovakis, J., 2002, bersikeras bahwa nalar intuitionistic mencakup prinsip-prinsip penalaran logis yg dipakai sang LEJ Brouwer pada menyebarkan matematika intuitionistic nya, secara filosofis, intuitionism tidak selaras menurut logicism dengan memperlakukan akal sebagai bagian menurut matematika bukan sebagai dasar dari matematika ; dari finitism dengan memungkinkan penalaran tentang koleksi tidak terbatas, serta menurut Platonisme dengan melihat objek matematika menjadi konstruksi mental yang tanpa keberadaan yg ideal independen. Moschovakis menyatakan bahwa acara formalis Hilbert, buat membenarkan matematika klasik dengan mengurangi ke sistem formal yang konsistensi wajib ditetapkan dengan cara finitistic, adalah saingan kontemporer paling digdaya buat intuitionism Brouwer 's berkembang. Pada tahun 1912 Intuitionism serta Formalisme Brouwer menggunakan tepat memprediksikan bahwa setiap upaya buat menandakan konsistensi induksi lengkap tentang sapta alam akan mengakibatkan lingkaran setan.
Banyak filsuf telah merogoh matematika menjadi paradigma pengetahuan, dan penalaran yang dipakai pada mengikuti bukti matematika acapkali dianggap menjadi lambang pemikiran rasional, namun matematika jua merupakan asal yg kaya perkara filosofis yang menjadi sentra epistemologi serta metafisika sejak awal filsafat Barat; pada antara yg paling penting adalah menjadi berikut: sapta nol serta entitas matematika lainnya terdapat secara independen menurut kognisi insan; Jika tidak maka bagaimana kita menyebutkan penerapan matematika yang luar biasa bagi ilmu pengetahuan serta urusan mudah?? Apabila demikian maka apa hal yang mereka serta bagaimana kita sanggup memahami tentang mereka;? Dan Apa hubungan antara matematika serta logika? (. Filsafat Matematika, //Googlesearch) Pertanyaan pertama adalah pertanyaan metafisik dengan kedekatan dekat dengan pertanyaan mengenai keberadaan entitas lain misalnya universal, sifat serta nilai-nilai, sesuai dengan banyak filsuf, apabila entitas tersebut terdapat maka mereka sehingga di luar ruang serta waktu, dan mereka tidak mempunyai kekuatan kausal, mereka tak jarang disebut abstrak dibandingkan menggunakan entitas beton.
Jika kita mendapat eksistensi objek matematika abstrak maka epistemologi yg memadai matematika wajib menyebutkan bagaimana kita bisa tahu mengenai mereka, tentu saja, bukti tampaknya sebagai sumber primer pembenaran bagi proposisi matematika namun bukti bergantung pada aksioma dan pertanyaan tentang bagaimana kita sanggup tahu kebenaran dari aksioma tetap. Hal ini umumnya berpikir bahwa kebenaran matematika merupakan kebenaran yang dibutuhkan, bagaimana lalu apakah mungkin bagi terbatas, makhluk fisik yg mendiami dunia yg kontingen mempunyai pengetahuan tentang kebenaran tersebut? Dua pandangan yang luas secara baik yaitu mungkin kebenaran matematika dikenal menggunakan alasan, atau mereka dikenal sang inferensi berdasarkan pengalaman sensorik. Pandangan rasionalis mantan diadopsi sang Descartes dan Leibniz yang pula berpikir bahwa konsep-konsep matematika adalah bawaan, sedangkan Locke dan Hume himpunanuju bahwa kebenaran matematika dikenal sang akal tapi mereka pikir seluruh konsep-konsep matematika yg diperoleh abstraksi berdasarkan pengalaman; dan Mill merupakan seorang empiris lengkap mengenai matematika serta memegang kedua bahwa konsep-konsep matematika dari dari pengalaman dan juga bahwa kebenaran matematika merupakan benar-benar generalisasi induktif berdasarkan pengalaman. Sementara itu, inovasi pada pertengahan abad kesembilan belas non-Euclidean geometri berarti bahwa filsuf dipaksa untuk menilai balik status geometri Euclidean yang sebelumnya sudah dipercaya menjadi model Shinning pengetahuan tertentu di global, banyak merogoh eksistensi non konsisten -Euclidean geometri sebagai penentangan secara eksklusif berdasarkan kedua Mill dan filsafat Kant mengenai matematika. Pada akhir abad kesembilan belas penyanyi sudah ditemukan berbagai paradoks pada teori kelas dan terdapat sesuatu krisis dalam dasar matematika.
Pada awal abad ke 2 puluh kita melihat kemajuan besar pada matematika serta juga pada logika matematika dan dasar matematika serta sebagian besar isu-berita fundamental dalam filsafat matematika bisa diakses oleh siapa saja yang akrab menggunakan geometri serta aritmatika dan yg sudah memiliki pengalaman mengikuti matematika bukti. Tetapi, beberapa perkembangan filosofis paling penting berdasarkan abad ke 2 puluh itu dipicu sang perkembangan yang mendalam yang terjadi pada matematika serta logika, serta apresiasi yang sempurna menurut perkara ini hanya tersedia bagi seorang yang mempunyai pemahaman mengenai teori himpunan dasar serta menengah nalar. Untuk membahas falsafah matematika dalam taraf lanjutan yang benar-benar harus menilik gagasan yang mencakup bukti menurut teorema ketidaklengkapan Gödel 's dan membaca mengenai aneka macam topik pada filsafat matematika. Nikulin, D., 2004, mengungkapkan bahwa para ilmuwan antik dan filsuf yg mengikuti acara Platonis-Pythagoras, dirasakan bahwa matematika serta metode yang bisa digunakan buat menggambarkan alam. Menurut Plato, matematika bisa memberikan pengetahuan mengenai engsel yang tidak mampu kebalikannya serta karenanya nir ada hubungannya dengan hal-hal fisik pernah lancar, mengenai yang hanya ada pendapat yg mungkin sahih. Nikulin menyatakan bahwa Platonis hati-hati membedakan antara aritmetika dan geometri dalam matematika itu sendiri, sebuah rekonstruksi teori Plotinus 'menurut nomor , yg mencakup pembagian Plato an dari angka ke substansial serta kuantitatif, menampakan bahwa angka yang terstruktur dan dipahami bertentangan menggunakan entitas geometris. Secara khusus, angka ini dibentuk menjadi kesatuan sintetis terpisahkan, unit diskrit, sedangkan objek geometris yang terus menerus dan nir terdiri dari bagian tak terpisahkan.
Nikulin, D., 2004, menemukan bahwa Platonis dipercaya bahwa obyek matematika dianggap entitas intermediate antara hal-hal fisik (obyek) dan niskala, hanya masuk akal, entitas (pengertian). Menurut beliau, pada tradisi Platonis, kecerdasan, dilihat menurut kategori kehidupan, mampu hamil prinsip pertama; ditafsirkan sebagai dan aktualitas murni, intelek selanjutnya disajikan melalui perbedaan antara pikiran menjadi berpikir serta berpikir menjadi masuk akal , sebagai objek pemikiran yg ada dalam komunikasi terganggu; dalam pemikiran, bertentangan diskursif, pada dasarnya terlibat dalam argumentasi matematis serta logis, tidak lengkap serta hanya parsial. Terus menerus dan nir terdiri berdasarkan bagian tak terpisahkan. Nikulin memberitahuakn bahwa buat Platonis alasan diskursif melakukan kegiatannya di sejumlah langkah berurutan dilakukan, lantaran, tidak misalnya intelek, tidak bisa mewakili obyek pemikiran secara keseluruhan serta kompleksitas yg unik serta dengan demikian wajib tahu bagian objek dengan sebagian, pada urutan tertentu. Sementara, Folkerts, M., 2004, menerangkan bahwa Platonis percaya bahwa realitas abstrak merupakan kenyataan. Dengan demikian, mereka tidak memiliki perkara dengan kebenaran lantaran objek pada bagian ideal matematika memiliki sifat. Sebaliknya Platonis mempunyai perkara epistemologis - seorang dapat memiliki pengetahuan mengenai objek pada bagian ideal matematika, mereka tidak bisa menimpa pada alat kita menggunakan cara apapun.
Ini mungkin bahwa selama bagian tengah abad ini ada didirikan buat ad interim ketika bertanya-tanya stand-off; ketika ini baik logicism dan Formalisme ditahan telah gagal, hasil ketidaklengkapan Gödel 's sudah ikut berperan dalam kedua kasus, tapi intuitionism tetap utuh , maka secara filosofis intuitionism sebagai hal primer. Hebat matematika pada sisi lain, sepanjang mereka menganggap hal ini, mungkin tetap fomalist atau logicist pada kecenderungan, dalam paruh ke 2 tekanan pada abad ini paradigma klasik sudah berkembang berdasarkan beberapa asal. Untuk perbedaan pendapat para filsuf telah ditambahkan perbedaan pendapat menurut ahli matematika yang telah menemukan kesalahan dengan teori himpunan klasik sebagai sebuah yayasan, atau yang mewaspadai perlunya memiliki dasar sama sekali; ilmu personal komputer semakin teoritis sudah memasuki arena ini, dan sudah cenderung efek radikal. (-----, 1997, Kategori Teori serta Dasar-dasar Matematika RBJ, //www.rbjones.com/rbjpub/rbj.htm)
Istilah "dasar atau landasan matematika" kadang-kadang digunakan buat bidang tertentu menurut matematika itu sendiri, yaitu untuk logika matematika, teori himpunan aksiomatik, teori bukti serta teori model; pencarian dasar matematika Adalah juga pertanyaan sentral berdasarkan filosofi matematika: atas dasar apa dapat laporan primer matematika disebut "benar"? Paradigma matematika saat ini dominan berdasarkan pada teori himpunan aksiomatik serta nalar formal; seluruh teorema matematika hari ini bisa dirumuskan menjadi teorema teori disusun; kebenaran pernyataan matematika, dalam pandangan ini, kemudian apa-apa kecuali klaim bahwa pernyataan itu dapat dari menurut aksioma teori himpunan memakai anggaran akal formal. Namun, pendekatan formalistik tidak mengungkapkan beberapa gosip seperti mengapa kita harus menggunakan aksioma yg kita lakukan serta bukan orang lain, mengapa kita wajib memakai aturan akal yang kita lakukan dan bukan lainnya, mengapa "sahih" pernyataan matematika tampaknya sahih dalam dunia fisik; dimana Wigner dianggap ini sebagai efektivitas yang nir lumrah matematika pada ilmu ekamatra. -----, 1997, Dasar-dasar matematika Wikipedia, ensiklopedia bebas. //en.wikipedia.org/wiki/GNU_FDL.
Kita mungkin mempertanyakan apakah mungkin bahwa semua pernyataan matematika, bahkan pertentangan, bisa diturunkan menurut aksioma-aksioma teori mengatur, apalagi, sebagai konsekuensi menurut teorema ketidaklengkapan Gödel kedua, kita tidak pernah mampu yakin bahwa ini tidak terjadi. Selanjutnya, beliau mengungkapkan bahwa dalam realisme matematika, kadang-kadang dianggap Platonisme, eksistensi dunia objek matematika independen menurut manusia ini mendalilkan; kebenaran mengenai obyek ditemukan sang insan, dalam pandangan ini, hukum alam dan aturan-aturan matematika memiliki status yang sama, serta "efektivitas" berhenti menjadi "lumrah" serta nir aksioma kita, tetapi dunia yg sangat konkret dari objek matematika menciptakan yayasan. Ia menyebutkan bahwa pertanyaan yang jelas, kemudian, merupakan: bagaimana kita mengakses dunia ini, beberapa teori terbaru pada filsafat matematika menyangkal keberadaan yayasan pada arti asli; beberapa teori cenderung berfokus pada praktek matematika, dan bertujuan buat? Mendeskripsikan dan menganalisis kerja aktual yg hebat matematika sebagai gerombolan sosial, sedangkan, yg lain mencoba buat membangun ilmu pengetahuan kognitif matematika, dengan fokus pada kognisi insan sebagai dari berdasarkan keandalan matematika waktu diterapkan pada 'global konkret', serta karenanya, ini teori akan mengusulkan buat menemukan dasar hanya dalam pemikiran insan, tidak dalam 'tujuan' di luar konstruk. Singkatnya, kasus ini masih kontroversial. (-----, 1997, Dasar-dasar matematika Wikipedia, ensiklopedia bebas. Http://en.wikipedia.org/wiki/GNU_FDL)
Podnieks, K, 1992, berpendapat apakah matematika hanya sebuah ilmu pengetahuan tak berbentuk dengan definisi yang ketat yang hanya kasus pembuktian serta kejam, atau tentang global fisik tapi kita harus belajar bagaimana menggunakan teori yang sempurna tentang apa yg kita rasakan di yg kita perlu teori bisikan hati untuk memungkinkan kita buat menjaga bagian infinitary matematika. Ia memperlihatkan bahwa dalam matematika, ini, diakui bahwa masalah ada karena kejelasan un-yg hebat matematika memiliki lebih kurang hubungan antara metode geometris serta metode numerik; metode geometris yg memungkinkan sangat kecil terlalu nir sempurna serta ini menyebabkan pengenalan aritmatika teknik buat memeriksa analisis sangat kecil buat memberikan kekakuan yg balik ke pandangan baru-inspirasi Pythagoras. Sementara Kalderon, ME, 2004, menyatakan bahwa buat mengembalikan "baku Euclidean usang kekakuan" dengan menaruh bukti jelas klaim aritmatika yang memenuhi 2 syarat bahwa asumsi himpunaniap eksplisit dinyatakan, dan himpunaniap transisi inferensial adalah sinkron dengan anggaran mengakui . Dia menyampaikan bahwa dorongan baru dari kekakuan dalam geometri serta analisis yang sudah menuai berbuah dengan mengungkapkan "batas berlaku" theorems penting, menggunakan membuat eksplisit prinsip-prinsip bisa disimpulkan bahwa secara tersirat memandu evaluasi kita kita bisa hingga pada metode generik pembentukan konsep yang bisa membantu kita buat memecahkan pertanyaan matematika terbuka. Kalderon mengklaim bahwa menggunakan mengurangi jumlah penilaian yang diterima tanpa bukti kita mencapai ekonomi teoritis yang berharga, bahkan bila kebenaran merupakan kentara masih adalah muka matematis buat membuktikannya.
Kalderon, ME, 2004, berpendapat apakah titik proyek Frege buat pertanda yg sudah kentara atau nir, apa merupakan status epistemologis kebenaran matematika;? Mereka analitik apriori, sintetik apriori, atau sintetik aposteriori;? Dan bagaimana merupakan angka yg diberikan pada kami; bagaimana media Kant sensibilitas dan menengah Frege logika? Menurut dia, keputusan matematika adalah analitik hanya dalam masalah konsep subjek berisi konsep predikat, serta evaluasi matematika merupakan analitik hanya pada kasus penolakan merupakan kontradiksi-diri. Menurut Kalderon, Kant menduga konsep menjadi melibatkan check list fitur, konsep empiris adalah konsep macam hal encounterable pada pengalaman mana buat menjadi jenis yang relevan dari hal merupakan memiliki fitur secara empiris bisa diamati, F1, F2, ..., Fn, yang secara logis independen, karena itu, penghakiman adalah analitik hanya dalam masalah daftar fitur yang herbi konsep predikat adalah bagian berdasarkan daftar fitur yg berhubungan dengan konsep subjek. Kalderon mencatat bahwa Kant menulis seolah-olah konsep selalu konsep spesifik encounterable; ia tidak membuat tunjangan buat konsep relasional atau buat konsep hal yang nir teramati serta fitur dalam daftar tadi yg seharusnya secara logis independen, tetapi tidak semua konsep realitas sesuai pola ini serta nir seluruh konsep memiliki daftar fitur.
Kant, 1787, berpendapat bahwa matematika adalah produk murni alasan, dan terlebih lagi merupakan sahih-benar kimis, dia menemukan bahwa seluruh kognisi matematika mempunyai keganjilan ini dan pertama kali harus memberitahuakn konsep pada bisikan hati visual dan memang apriori, oleh karena itu pada intuisi yg nir empiris, tetapi murni; tanpa ini, matematika tidak bisa merogoh satu langkah, oleh karena keputusan-keputusannya selalu visual, yaitu, intuitif;. Sedangkan filsafat harus puas menggunakan evaluasi diskursif dari konsep-konsep belaka, serta meskipun mungkin menggambarkan doktrin-doktrinnya melalui sosok visual, nir pernah dapat memperoleh mereka menurut itu. Di sisi lain, Kant mengklaim bahwa bisikan hati realitas memungkinkan kita tanpa kesulitan buat memperbesar konsep yang kita bingkai dari suatu obyek dari intuisi, dengan predikat baru, yg intuisi itu sendiri menyajikan secara sintetis pada pengalaman, sedangkan intuisi murni melakukannya juga, hanya menggunakan perbedaan ini , bahwa pada perkara terakhir penghakiman kimis merupakan apriori tertentu dan apodeictical, dalam, mantan hanya posteriori dan empiris eksklusif; karena yang terakhir ini hanya berisi apa yang terjadi pada bisikan hati realitas kontingen, namun yg pertama, yang tentu wajib ditemukan pada intuisi murni. Menurut Kant, karena intuisi merupakan suatu representasi menjadi segera tergantung dalam keberadaan objek, tampaknya tidak mungkin untuk bisikan hati menurut awal apriori, lantaran bisikan hati akan dalam program yang berlangsung tanpa baik mantan atau benda hadir buat merujuk buat, serta sang konsekuensi nir bisa bisikan hati.
Selanjutnya, Kant, 1787, berpendapat bahwa bisikan hati matematika murni yang meletakkan dalam dasar menurut semua kognisi serta penilaian yang ada sekaligus apodiktis dan diharapkan merupakan Ruang serta Waktu, karena matematika harus terlebih dahulu mempunyai semua konsep pada bisikan hati, dan matematika murni bisikan hati murni, maka, matematika harus menciptakan mereka. Menurut Kant, Geometri didasarkan pada bisikan hati murni ruang, dan, aritmatika merampungkan konsep nomor dengan penambahan berurutan dari unit pada saat; dan mekanik murni terutama nir dapat mencapai konsep mobilitas tanpa menggunakan representasi saat. Kant menyimpulkan bahwa matematika murni, menjadi kognisi kimis apriori, hanya mungkin menggunakan mengacu terdapat benda selain yg indra, di mana, pada dasar intuisi empiris mereka terletak sebuah intuisi murni (ruang serta waktu) yg apriori. Kant mendeskripsikan bahwa pada prosedur biasa dan perlu geometers, seluruh bukti kesesuaian lengkap menurut dua angka yang diberikan akhirnya tiba ini bahwa mereka mungkin dibentuk bertepatan; yang ternyata nir lain proposisi kimis beristirahat dalam intuisi langsung, serta bisikan hati ini wajib murni, atau diberikan secara apriori, bila proposisi tidak dapat peringkat menjadi apodictically tertentu, namun akan memiliki kepastian realitas saja. Kant selanjutnya menyimpulkan bahwa dasar matematika sebenarnya intuisi murni, sedangkan konklusi transendental mengenai konsep-konsep ruang serta ketika menyebutkan, dalam ketika yang sama, kemungkinan matematika murni.
Kant, 1787, menyatakan bahwa penilaian Matematika seluruh kimis serta beliau berpendapat bahwa informasi ini sepertinya sampai kini sudah sama sekali lolos dari pengamatan mereka yang telah dianalisis akal manusia; bahkan tampaknya langsung menentang semua dugaan mereka, meskipun tak diragukan tertentu, dan yg paling krusial pada konsekuensinya. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa buat waktu ditemukan bahwa konklusi yg hebat matematika semua berjalan sesuai hukum kontradiksi misalnya yang dituntut oleh seluruh kepastian apodiktis, pria meyakinkan dirinya sendiri bahwa prinsip-prinsip dasar yang dikenal dari hukum yang sama. "Ini merupakan kesalahan akbar", ucapnya. Dia kemudian menyampaikan alasan bahwa buat proposisi sintetis memang bisa dipahami dari aturan kontradiksi, namun hanya dengan mengandaikan lain proposisi sintetis dari yang berikut, namun tidak pernah dalam dirinya sendiri. Kant mengemukakan bahwa seluruh prinsip-prinsip geometri nir kurang analitis, dia mengklaim bahwa atribut sesak karena itu sama sekali tambahan, dan tidak dapat diperoleh oleh himpunaniap analisis konsep, dan visualisasi yang wajib tiba buat membantu kita, dan sang karenanya saja membuat sintesis mungkin. Kant berusaha buat menerangkan bahwa pada masalah proposisi identik, sebagai metode Rangkaian, dan bukan sebagai prinsip, e. G., a = a, keseluruhan merupakan sama dengan dirinya, atau a + b> a, keseluruhan lebih besar dari bagiannya serta menyatakan bahwa meskipun mereka diakui menjadi sah menurut konsep-konsep belaka, mereka hanya diperkenankan pada matematika, karena mereka dapat direpresentasikan pada bentuk visual.
Kalderon, ME, 2004, terpapar bahwa evaluasi analitik merupakan mereka yg menyangkal adalah pertentangan-diri, dan karakterisasi ini merupakan hanya menjadi baik sebagai akal dasar, namun Kant masih mendapat akal lama yang diwarisi berdasarkan Aristoteles. Selanjutnya, Kalderon mengklaim bahwa karakterisasi penahanan konseptual hanya berlaku buat evaluasi afirmatif universal, yaitu, evaluasi menurut bentuk "Semua Sebagaimana B.", Dan karakterisasi logis memiliki jangkauan yang lebih luas penerapannya lantaran tidak terbatas dalam afirmatif yg universal penilaian. Kalderon berpendapat bahwa reconstrual Frege dari gagasan Kant tentang analyticity sekaligus menyelesaikan kesulitan dan menyatukan karakterisasi yg tidak selaras; kebenaran merupakan analitik hanya dalam perkara itu sanggup diubah menjadi sebuah kebenaran logis oleh substitusi sinonim untuk sinonim, sementara kebenaran logis merupakan kebenaran yang dapat dibuktikan dari nalar saja. Kalderon mengklaim bahwa penolakan sebuah kebenaran logis merupakan kontradiksi-diri, sebagai akibatnya karakterisasi Frege adalah himpunania menggunakan semangat karakterisasi logis; bahwa kebenaran logis tiba di melalui substitusi sinonim untuk sinonim explicates metafora Kant penahanan konseptual. Kalderon lebih lanjut menegaskan bahwa sedangkan Kant menjamin bahwa evaluasi analitik nir sanggup memperpanjang klaim Frege pengetahuan yang mereka bisa; dari Frege, disparitas ini disebabkan konsepsi miskin Kant mengenai pembentukan konsep diberikan kehimpunaniaan kepada akal lama .
Kalderon, ME, 2004, bersikeras bahwa konsep-konsep baru yang didapat menggunakan operasi persimpangan serta inklusi, serta diberikan logika tua, membangun konsep baru selalu kasus pemanfaatan batas-batas wilayah yang ditetapkan sang konsep antecedently diberikan; dan Frege mempertahankan bahwa, mengingat nalar barunya, ada kemungkinan menggambar batas-batas baru. Namun, mendefinisikan konsep-konsep baru dengan cara ini lisensi kita buat menarik kesimpulan bahwa kami tidak berlisensi buat menarik sebelumnya, sebagai akibatnya memperluas pengetahuan kita. Kalderon menyatakan bahwa S kebenaran apriori hanya bila masih ada bukti dari S yang tidak bergantung dalam informasi-liputan dasar mengenai objek tertentu, yaitu, kalau-kalau masih ada himpunanidaknya satu bukti S yg hanya melibatkan kebenaran umum menjadi tempat. Menurut Kalderon, Frege tampaknya telah menaruh karakterisasi logis berdasarkan apa yg sebelumnya telah ditafsirkan menjadi gagasan epistemologis; Frege dirasakan bahwa pengetahuan aposteriori tergantung pada pengalaman untuk pembenaran, serta itu hanya informatif bila pengalaman dapat ditentukan secara independen dari peran normatif . Kalderon mengklaim bahwa dasar matematika adalah terutama karya matematika meskipun karakter informal. Dia mencatat bahwa Frege hanya menjawab pertanyaan filosofis konfigurasi ulang sang mereka buat memiliki jawaban matematika, serta motivasi matematika Frege yg tidak orisinil dari baku akhir matematika abad ke-19 serta mungkin kebenaran adalah suatu tempat di antara.
Kalderon, ME, 2004, menyatakan bahwa aritmetika merupakan analitik apriori; menjadi analitik, kebenaran aritmatika harus ditransformasikan ke dalam kebenaran logis sang substitusi sinonim buat sinonim, dan buat bersikap apriori, kebenaran aritmatika wajib memiliki himpunanidaknya satu bukti dari tempat murni generik. Kalderon menyatakan bahwa Frege harus melaksanakan proyek matematika buat memilih apa aritmatika sejauh bisa dibuktikan dari nalar serta definisi saja. Di sisi lain, pada kaitannya dengan motivasi matematika, Kalderon bersikeras bahwa menemukan bukti mana bukti tersedia selalu kemajuan matematika bahkan bila batas-batas keabsahan teorema sahih-sahih jelas dan teorema secara universal dipercaya sebagai kentara. Menurut Kalderon, pada mengungkap dependensi logis antara pemikiran ilmu hitung, satu secara eksplisit mengartikulasikan konten mereka sebagai akibatnya memperjelas bahan ajar aritmatika; untuk dibenarkan pada pendapat matematika seorang merupakan buat membawa mereka sejalan dengan urutan ketergantungan objektivitas antara pemikiran ilmu hitung diungkapkan oleh bukti matematis, karenanya, menemukan bukti mana bukti yang tersedia adalah kemajuan matematika sejauh pembenaran pendapat matematika tergantung pada atasnya, yang pertama tergantung pada klaim filosofis mengenai konten, yg ke 2 tergantung dalam klaim filosofis mengenai pembenaran. Selanjutnya, Kalderon, ME, 2004, berpendapat bahwa perkara Frege buat klaim bahwa aritmatika adalah analitik apriori memiliki 3 komponen yang merupakan argumen positif tunggal, sanggahan alternatif yang masih ada, yakni argumen terhadap Kant, serta definisi dan sketsa bukti Frege kasus pada mana hanya akan selesai ketika definisi dan sketsa bukti secara formal dilaksanakan dalam bahasa Begriffsschrift. Menurut Frege, kebenaran aritmatika mengatur seluruh yg dpt dihitung, ini merupakan domain terluas berdasarkan semua, karena buat itu milik tidak hanya yang sebenarnya, tidak hanya intuitable, akan tetapi masuk akal semuanya.
Brouwer lalu membuatkan teori himpunan dan teori pengukuran serta teori fungsi, tanpa memakai prinsip dikecualikan tengah, dia merupakan yang pertama untuk membentuk sebuah teori matematika menggunakan logika selain yang biasanya diterima. (Http://home.mira.net/ ~ andy / karya / value.htm). Jadi, dia dikenal sebagai intuinists yang mengusulkan falsafah matematika tanpa dasar, sedangkan Kant sort buat aritmatika dasar dalam pengalaman ketika serta geometri pada pengalaman ruang, Brouwer mencoba buat memperhitungkan semua matematika dalam hal bisikan hati yaitu sadar pengalaman waktu. Intuitionism bentrok dengan matematika klasik sejauh Brouwer menyatakan bahwa nir terdapat kebenaran pada luar pengalaman, serta karena itu bahwa aturan tengah dikecualikan tidak bisa diterapkan dalam semua pernyataan matematika yaitu di bagian infinitary tertentu matematika merupakan tak tentu berkaitan menggunakan beberapa sifat .
Bridges, D., 1997, menerangkan bahwa dalam filsafat Brouwer 's, matematika adalah kreasi bebas menurut pikiran manusia, dan objek terdapat jika dan hanya apabila bisa dibangun mental. Podnieks, K., 1992, memperlihatkan bahwa Hilbert dalam tahun 1891 berhasil menghasilkan terus menerus, namun nir satu-ke-satu, pemetaan dari suatu segmen ke persegi panjang, serta disimpan gagasan dimensi menggunakan menandakan bahwa Dedekind yg tepat yang terus menerus satu ke-satu korespondensi antara kontinum menurut dimensionalities berbeda adalah tidak mungkin. Podnieks, K., 1992, terkena pekerjaan Brouwer menurut rangkaian hipotesa yg diklaim, pada mana dengan banyak sekali terbatas himpunan poin penyanyi tetapkan bahwa semua terbatas himpunan beliau mampu menghasilkan, terbagi dalam dua kategori: himpunan dpt dihitung yaitu himpunan yg bisa dihitung dengan memakai bilangan asli dan himpunan yang himpunanara dengan semua kontinum yaitu himpunan seluruh sapta real. Menurut Podnieks, penyanyi sendiri nir dapat membuat himpunan "kekuatan menengah", himpunan terhitung yaitu titik yg tidak himpunanara dengan semua kontinum, inilah mengapa dia menduga bahwa himpunan tersebut tidak ada dan dugaan ini dikenal menjadi kontinum hipotesis dari Brouwer yang himpunaniap rangkaian tidak terbatas poin baik adalah terhitung, atau himpunanara menggunakan seluruh kontinum.
Podnieks, K., 1992, bersikeras bahwa intuitionism memeluk dua teori filosofis penting yaitu Ajaran Brouwer yang benar adalah menjadi berpengalaman, apapun ada berawal pada pikiran sadar kita. Menurut Brouwer, obyek matematika bersifat abstrak, apriori, bentuk intuisi kita, Dia percaya bahwa pikiran hanya merupakan miliknya sendiri, serta kurang peduli dengan antar-subjektivitas menurut Immanuel Kant. Brouwer menolak klaim bisikan hati apriori ruang, melainkan beliau berpikir matematika didasarkan sepenuhnya dalam intuisi apriori waktu. Menurut Posy, Brouwer percaya bahwa struktur pedoman saat semua kegiatan sadar serta eksistensi non-Euclidean geometri melarang intuisi yg satu apriori ruang. Posy menjelaskan bahwa Brouwer harus merekonstruksi bagian-bagian eksklusif dari matematika diberikan hambatan sendiri. Program positif intuitionism adalah konstruksi matematika menjadi dibatasi oleh Teori Brouwer 's Kesadaran. Program negatif intuitionism beropini bahwa matematika baku sebenarnya galat atau paling nir konsisten. Brouwer tidak beropini bahwa matematika standar nir konsisten; argumennya berdasarkan pada idealisme epistemologis nya. Brouwer membuat sedikit disparitas antara Hilbert dan Platonis. Beberapa konstruksi Brouwer 's tergantung pada asumsi bahwa apabila proposisi merupakan sahih, kita bisa mengetahui bahwa itu sahih.
Godel, K., 1961, menyatakan bahwa matematika, berdasarkan sifatnya menjadi sebuah ilmu apriori, selalu telah, pada serta berdasarkan dirinya sendiri dan, buat alasan ini, sudah lama bertahan semangat dari saat yg sudah memerintah sejak yaitu Renaissance, teori realitas matematika; matematika telah berkembang sebagai abstraksi yg lebih tinggi, jauh dari kejelasan materi serta untuk semakin besar pada fondasinya misalnya, menggunakan menaruh landasan yg sempurna menurut kalkulus dan bilangan kompleks, dan dengan demikian, jauh menurut perilaku skeptis. Namun, kurang lebih pergantian abad, jam nya disambar antinomi teori himpunan, pertentangan yang diduga muncul dalam matematika, yg krusial itu dibesar-besarkan oleh scepticist serta empirisis dan yg dipekerjakan menjadi alasan buat pergolakan ke arah kiri. Godel menyatakan bahwa, himpunanelah semua, apa kepentingan matematika merupakan apa yang bisa dilakukan, pada kebenaran, matematika menjadi ilmu realitas, apabila kita menandakan dari aksioma sewenang-wenang mendalilkan bahwa himpunaniap bilangan orisinil adalah jumlah berdasarkan empat kotak, nir pada seluruh mengikuti dengan pasti bahwa kita tidak akan pernah menemukan counter-contoh buat teorema ini, karena aksioma kami bisa himpunanelah semua sebagai tidak konsisten, dan kita bisa mengatakan bahwa itu berikut menggunakan probabilitas tertentu, lantaran meskipun mutilasi banyak pertentangan sejauh ini ditemukan. Menurut Godel, melalui konsepsi hipotetis matematika, banyak pertanyaan yg kehilangan bentuk apakah proposisi A terus atau nir atau A atau ~ A.
Godel, K., 1961, berpendapat bahwa formalisme Hilbert mewakili baik menggunakan semangat saat dan hakekat matematika pada mana, di satu sisi, sesuai dengan inspirasi-inspirasi yg berlaku dalam filsafat dewasa ini, kebenaran dari aksioma berdasarkan mana matematika mulai keluar tidak dapat dibenarkan atau diakui dengan cara apapun, dan karenanya gambar konsekuensi menurut mereka memiliki makna hanya dalam pengertian hipotesis, dimana ini gambar berdasarkan konsekuensi itu sendiri ditafsirkan menjadi permainan belaka menggunakan simbol berdasarkan aturan eksklusif, juga tidak didukung oleh wawasan. Lebih lanjut, Godel menjamin bahwa bukti atas kebenaran suatu proposisi menjadi representability berdasarkan himpunaniap nomor menjadi jumlah menurut empat kotak wajib memberikan landasan yg kondusif buat proposisi bahwa bahwa himpunaniap ya-atau-nir tepat dirumuskan pertanyaan pada matematika wajib mempunyai jelas -memotong jawaban yaitu satu bertujuan untuk menunjukan bahwa dari dua kalimat A serta ~ A, sempurna satu selalu bisa diturunkan. Godel menjamin bahwa tidak keduanya dapat diturunkan merupakan konsistensi, dan yang satu selalu sanggup benar-benar diturunkan berarti bahwa pertanyaan matematika diungkapkan oleh A dapat tegas menjawab. Godel menyarankan bahwa apabila seorang ingin membenarkan 2 pernyataan menggunakan kepastian matematika, bagian eksklusif berdasarkan matematika wajib diakui menjadi sahih pada arti filosofi kanan tua.
Godel, K., 1961, bersikeras bahwa apabila kita membatasi diri menggunakan teori bilangan asli, adalah tidak mungkin buat menemukan sistem aksioma serta aturan formal di mana buat himpunaniap proposisi nomor -teori A, A atau ~~~V A akan selalu diturunkan, serta buat aksioma relatif komprehensif matematika, nir mungkin untuk melaksanakan bukti konsistensi hanya dengan merefleksikan kombinasi beton simbol, tanpa memperkenalkan elemen yg lebih abstrak. Godel menjamin bahwa kombinasi Hilbertian materialisme serta aspek matematika klasik terbukti mustahil. Godel mempertahankan bahwa hanya ada 2 kemungkinan baik menyerah aspek kanan lama matematika atau upaya buat menegakkan mereka dalam kontradiksi menggunakan semangat zaman, ia kemudian menyatakan bahwa:
Satu hanya menyerah aspek yg akan pemenuhan pada hal apapun sangat diinginkan dan yg mempunyai poly buat merekomendasikan diri mereka: yaitu, pada satu sisi, buat menjaga buat matematika kepastian pengetahuan, dan di sisi lain, buat menegakkan keyakinan bahwa buat pertanyaan yang kentara yang ditimbulkan oleh alasan, alasan juga bisa menemukan jawaban yg kentara. Dan seperti yang perlu dicatat, keliru satu menyerah aspek-aspek ini bukan karena hasil matematika dicapai memaksa seorang untuk melakukannya tetapi karenanya merupakan satu-satunya cara mungkin, meskipun hasil ini, buat tetap sinkron menggunakan filosofi yg berlaku.
Godel, K., 1961, menegaskan bahwa kepastian matematika adalah wajib diamankan nir dengan mengambarkan sifat tertentu dengan proyeksi ke sistem bahan yaitu manipulasi simbol-simbol fisik melainkan menggunakan membuatkan atau memperdalam pengetahuan tentang konsep-konsep abstrak sendiri yg menunjuk dalam pengaturan dari sistem mekanik, serta selanjutnya dengan mencari, sinkron dengan mekanisme yang sama, buat memperoleh wawasan solvabilitas, dan metode aktual buat solusi, menurut seluruh masalah matematika yang bermakna. Tetapi, Godel bersikeras bahwa buat memperluas pengetahuan kita tentang konsep-konsep tak berbentuk, yaitu buat membuat konsep-konsep diri yang tepat dan untuk menerima wawasan yang komprehensif dan aman ke pada interaksi fundamental yang hidup di antara mereka, yaitu, ke pada aksioma yang terus bagi mereka, tidak sang mencoba memberikan definisi eksplisit buat konsep serta bukti buat aksioma, karena buat satu yang kentara perlu lainnya un-didefinisikan konsep-konsep abstrak serta aksioma induk mereka, apabila tidak orang akan mempunyai apa-apa menurut mana orang sanggup mendefinisikan atau membuktikan. Godel mengklaim bahwa mekanisme itu wajib terletak pada klarifikasi makna yang nir terdiri dalam memberikan definisi, beliau menyatakan bahwa dalam pembentukan sistematis dari aksioma matematika, aksioma baru sebagai jelas dan sama sekali nir dikecualikan sang hasil negatif yang tetap himpunaniap kentara diajukan matematika ya atau terdapat pertanyaan dipecahkan menggunakan cara ini, lantaran hanya ini menjadi kentara aksioma lebih serta lebih baru atas dasar arti menurut pengertian primitif bahwa mesin tidak bisa meniru.
Irvine, AD, 2003, menjelaskan bahwa logicism pertama kali dianjurkan dalam abad ke 7 belas-an sang Gottfried Leibniz. Kemudian, ide itu dipertahankan secara lebih rinci oleh Frege Gottlob. Irnine memperlihatkan bahwa selama gerakan kritis dimulai dalam 1820-an, pakar matematika seperti Bernard Bolzano, Niels Abel, Louis Cauchy dan Karl Weierstrass berhasil menghilangkan banyak ketidakjelasan serta banyak kontradiksi yg terdapat dalam teori matematika menurut hari mereka, serta oleh 1800-an, William Hamilton jua memperkenalkan pasangan teratur berdasarkan real menjadi langkah pertama pada memasok secara logis untuk nomor kompleks. Irvine memberitahuakn bahwa pada banyak semangat yg sama, Karl Weierstrass, Richard Dedekind dan Georg Cantor mempunyai pula seluruh metode dikembangkan buat mendirikan irrationals pada hal rationals, dan memakai karya HG Grassmann serta Richard Dedekind, Guiseppe Peano sudah lalu pulang buat mengembangkan teori rationals berdasarkan axioms kini terkenal menggunakan alam angka, dan demi hari Frege, secara umum diakui bahwa sebagian akbar matematika bisa diturunkan berdasarkan satu himpunan yg relatif kecil dari gagasan primitif.
Logicism merupakan doktrin bahwa Matematika adalah direduksi ke Logic. Tradisi analitik terbaru dimulai menggunakan karya Frege dan Russell buat keduanya matematika merupakan perhatian sentral. Sebagai logicists menyatakan bahwa pernyataan matematis, bila mereka sahih sama sekali, merupakan benar tentu, maka prinsip-prinsip nalar juga biasanya dipercaya kebenaran yg dibutuhkan, mungkin maka kebenaran matematika yg sahih-benar kebenaran logis hanya rumit. Logicism merupakan nama yg diberikan untuk acara penelitian yg diprakarsai sang Frege dan dikembangkan oleh Russell serta Whitehead tujuan yg merupakan untuk memberitahuakn bagaimana matematika direduksi sebagai logika. Frege mencoba buat menaruh matematika menggunakan dasar yang logis suara, sayangnya Russel menemukan bahwa sistem Frege tidak konsisten; karya terkenal Russell pada teori jenis merupakan upaya buat menghindari paradoks yg menimpa versi Frege dari logicism. (Filosofi Matematika, //Googlesearch.). Moschovakis, JR, 1999, mengatakan bahwa logika intuitionistic mencakup prinsip-prinsip penalaran logis yang digunakan sang LEJ Brouwer; filosofis, intuitionism tidak sinkron menurut logicism dengan memperlakukan akal sebagai bagian berdasarkan matematika bukan sebagai dasar berdasarkan matematika, berdasarkan finitism menggunakan memungkinkan ( konstruktif) penalaran mengenai koleksi tidak terbatas, dan dari Platonisme menggunakan melihat objek matematika sebagai konstruksi mental yg tanpa eksistensi yg ideal independen. Moschovakis menyatakan bahwa acara formalis Hilbert, untuk membenarkan matematika klasik dengan mengurangi ke sistem formal yang konsistensi harus ditetapkan dengan cara finitistic, adalah saingan pada masa ini paling digdaya buat intuitionism Brouwer 's berkembang; dia menolak formalisme semata tetapi mengakui kegunaan potensi merumuskan generik prinsip-prinsip logis mengekspresikan konstruksi intuitionistically benar, seperti modus ponens. Moschovakis menunjukkan bahwa sistem formal buat akal proposisional dan predikat intuitionistic tadi dikembangkan oleh Heyting [1930], Gentzen [1935] serta Kleene [1952]; serta terjemahan Gödel-Gentzen negatif ditafsirkan nalar predikat klasik dalam subsistem intuitionistic nya. Dalam [1965] Kripke memberikan semantik terhadap yang akal predikat intuitionistic selesai.
Podnieks, K., 1992, mencatat bahwa dari intuitionists, persamaan yg melibatkan operator numerik dasar misalnya, terkait dengan empat aktivitas: membuat angka, melihat 2 menurut mereka beserta-sama, serta mengenali mereka sama dengan ketiga, serta intuitionism standar Brouwer 's hanya membatasi kita buat apa yang finitary dan dari teori intuisionis, reductio ad absurdum bukti tidak diijinkan buat menandakan bahwa sesuatu itu terdapat meskipun mereka diterima buat output negatif. Brouwer melihat bahwa himpunan algoritma dihitung merupakan enumerable yaitu mempunyai jumlah kardinal 0, sehingga kita tidak sanggup membatasi nomor nyata buat himpunan ini, lantaran lalu akan tidak mempunyai sifat bahwa real terhitung miliki. Posy menerangkan bahwa solusi Brouwer merupakan generalisasi menurut konsep prosedur pemecahan atau anggaran buat memberikan jumlah tidak terhitung prosedur pemecahan buat memberikan apa yang diperlukan buat real itu merupakan gagasan mengenai urutan pilihan. Brouwer umum prosedur pemecahan menggunakan melonggarkan persyaratan bahwa prosedur pemecahan sebagai deterministik dan hasilnya adalah urutan di mana elemen berurutan bisa dipilih menurut sekumpulan kandidat. Menurut Brouwer, urutan pilihan diberikan sang aturan deterministik buat menaruh beberapa elemen pertama, dan anggaran tidak-selalu-deterministik buat menentukan elemen berikutnya. Posy bertanya-tanya apakah mereka merupakan sama dan bertemu dengan sapta real yg sama, beliau mengatakan bahwa beliau nir dan tidak dapat mengetahui hal ini. Dengan demikian, menyebabkan kesimpulan bahwa beberapa pertanyaan penting tentang urutan pilihan nir dijawab pada jumlah ketika yg terbatas serta menggunakan demikian, nir ada kebenaran tentang pertanyaan mengenai kehimpunanaraan akhir serta kita bahkan tidak tahu apakah kita akan tahu menjawab dalam jumlah ketika yg terbatas. Posy menyimpulkan bahwa Brouwer harus himpunan ulang teori bertepatan dengan konstruksi yang lain pada mana pada bawah versinya menetapkan teori, disparitas antara unsur satu himpunan dan himpunan sendiri kurang terdefinisi menggunakan baik.
Dalam hal geometri, Posy, C., 1992, menunjukkan bahwa Brouwer mencicipi bahwa sifat ruang dipercaya murni geometris dapat dinyatakan temporal sekali kita mengakui bahwa apa yg sebagai karakteristik struktur waktu adalah bahwa masa depan masih ragu-ragu. Menurut Posy, Brouwer percaya bahwa bagian-bagian yang ideal matematika terdiri menurut objek yang sebenarnya diciptakan pada pikiran. Di sisi lain, Brouwer mengakui bahwa terdapat kasus dengan urutan pilihan lantaran kabar bahwa sejumlah konkret diciptakan oleh tindakan pilihan tampaknya nir tepat yang diperlukan tindakan manusia yang Brouwer tidak merasa itu wajib dimasukkan pada matematika . Tetapi, Brouwer telah memperkenalkan metode subjek membentuk buat membentuk sapta real yang menyebabkan dia sebagai seorang matematikawan ideal, beliau toke B, serta membagi penelitian ke tahap pada mana pada himpunaniap termin ada perkara matematika yang belum terpecahkan menjadi: (n) = ½ bila dalam termin n, B belum terbukti atau membantah perkara yg belum terpecahkan, (n) = apabila dalam tahap n, B sudah memecahkan perkara. Brouwer menyampaikan bahwa proses ini membentuk urutan yang merupakan bilangan real dan tidak ada tindakan pilihan, tetapi ada mekanisme otomatis, menangkap dampak yg sama menggunakan urutan pilihan, tanpa memanfaatkan tindakan non-matematika pilihan. Posy disimpulkan bahwa metode ini tidak akan bekerja apabila perkara belum terpecahkan diselesaikan, sehingga, supaya metode subyek membangun menjadi metode yang bisa diterima, sine qua non pasokan yang tidak habis-habisnya masalah matematika yg tak terpecahkan. Brouwer percaya hal ini benar, namun Hilbert berkata bahwa nir akan terdapat kasus yang tak terpecahkan dalam prinsipnya, dimana Brouwer jelas bertentangan dengan pandangannya.
Menurut teori formalis, kita memiliki konsepsi sangat lumrah pengetahuan objek pada matematika konkret; sehubungan menggunakan matematika yg ideal, kita bisa memperoleh konsepsi dari objek melalui penggunaan sistem formal. Tetapi, kebenaran hanya sanggup buat bagian konkret berdasarkan matematika, tidak ada hal-hal sesuai menggunakan keyakinan kita di bagian yg ideal. Hal ini membentuk teori dualistik kebenaran - beberapa pemikiran yg sahih melalui teori, hibrida protesis, ad interim yg lain adalah sahih melalui cara-cara normal (Folkerts, M., 2004). Formalisme terutama terkait menggunakan David Hilbert yang sering dicirikan sebagai pandangan bahwa logika dan matematika merupakan permainan yang formal belaka dan mempunyai legitimasi yang independen dari isi semantik berdasarkan formalisme, asalkan kita dapat diyakinkan menurut konsistensi sistem formal. Program Hilbert buat menyelesaikan lawan asas adalah buat mencari bukti konsistensi finitary buat seluruh matematika klasik, ini biasanya diadakan buat sudah ditunjukkan mungkin oleh teorema ketidaklengkapan kedua Gödel, bagaimanapun unsur ketidakpastian tentang apa yang dimaksud dengan finitary menciptakan ini nir absolut konklusif., 1997, Kategori Teori dan Dasar-dasar Matematika, RBJ, //www.rbjones.com/rbjpub/rbj.htm.
Sementara itu, Folkerts, M., 2004, memperlihatkan bahwa dalam tahun 1920 Hilbert mengajukan proposal yg paling rinci buat menetapkan validitas matematika; berdasarkan teori bukti, semuanya akan dimasukkan ke dalam bentuk aksioma, memungkinkan anggaran inferensi menjadi hanya akal dasar, serta hanya mereka kesimpulan yang sanggup dicapai berdasarkan himpunan berhingga menurut aksioma dan anggaran inferensi itu harus diterima. Dia mengusulkan bahwa sebuah sistem yg memuaskan akan sebagai keliru satu yang konsisten, lengkap, serta decidable; sang Hilbert konsisten berarti bahwa itu harus mungkin buat menurunkan kedua pernyataan dan negasinya; dengan lengkap, bahwa himpunaniap pernyataan yg ditulis dengan benar harus sedemikian rupa bahwa baik itu atau negasinya adalah diturunkan menurut aksioma; sang decidable, bahwa seorang harus mempunyai prosedur pemecahan yg memilih berdasarkan himpunaniap pernyataan yang diberikan apakah itu atau negasinya bisa dibuktikan. Menurut Hilbert, sistem misalnya itu terdapat, contohnya, orde pertama predikat kalkulus, akan tetapi tidak terdapat yg ditemukan sanggup memungkinkan matematikawan buat melakukan matematika yang menarik.
Hilbert, D., 1972, memberitahuakn bahwa itu Brouwer menyatakan bahwa pernyataan eksistensi terdapat ialah dalam diri mereka kecuali mereka mengandung pembangunan objek menegaskan terdapat, merupakan scrip tidak berharga, dan penggunaannya menyebabkan matematika buat berubah sebagai sebuah permainan. Hilbert Brouwer mencatat urusan sehubungan dengan celaan bahwa matematika akan berubah sebagai sebuah permainan dengan menjamin bahwa sumber teorema eksistensi murni merupakan c-aksioma logis, pada mana pada gilirannya pembangunan menurut seluruh proposisi yang ideal tergantung, dia berpendapat sejauh berdasarkan permainan rumus dimungkinkan berhasil. Menurut Hilbert, permainan rumus memungkinkan kita untuk membicarakan isi pikiran-semua ilmu matematika dengan cara yang seragam dan mengembangkannya sedemikian rupa sebagai akibatnya, pada saat yg sama, interkoneksi antara proposisi individu dan warta menjadi kentara; buat membuatnya menjadi kebutuhan universal yang himpunaniap rumus individu maka akan ditafsirkan dengan sendirinya nir berarti masuk akal, kebalikannya, sebuah teori dalam dasarnya adalah misalnya yang kita tidak perlu buat jatuh balik dalam intuisi atau makna di tengah-tengah beberapa argumen.
Hilbert, D., 1972, menyatakan bahwa nilai bukti keberadaan murni justru terdiri bahwa konstruksi individu dihilangkan oleh mereka dan bahwa konstruksi yang berbeda banyak yg digolongkan pada bawah satu pandangan baru mendasar, sehingga hanya apa yang penting untuk menandakan menonjol jelas ; singkatnya serta pemikiran ekonomi adalah raison d'etre berdasarkan bukti eksistensi, dia lalu diberitahu bahwa teorema keberadaan murni telah menjadi landmark yang paling krusial dalam sejarah perkembangan ilmu kita. Tapi pertimbangan tersebut tidak bikin capek intuisionis yg taat. Menurut Hilbert, permainan formula yang Brouwer begitu deprecates memiliki, selain nilai matematika, makna filosofis penting generik, lantaran ini permainan formula dilakukan sinkron menggunakan anggaran yg niscaya tertentu, pada mana teknik pemikiran kita diungkapkan serta ini bentuk anggaran sistem tertutup yang bisa ditemukan dan dinyatakan secara definitif. Hilbert menegaskan bahwa ide dasar dari teori bukti nir lain merupakan buat mendeskripsikan kegiatan pemahaman kita, buat menciptakan sebuah protokol anggaran yang dari pemikiran kita benar-benar hasil; berdasarkan beliau berpikir, begitu terjadi, sejajar berbicara serta menulis : kita bentuk pernyataan serta menempatkan mereka satu di belakang lain. Dia berargumen bahwa jika terdapat totalitas pengamatan dan fenomena layak buat dijadikan obyek penelitian yg berfokus serta menyeluruh, inilah satu-lantaran, himpunanelah seluruh, itu adalah bagian berdasarkan tugas ilmu pengetahuan buat membebaskan kita dari kesewenang-wenangan, sentimen, dan norma serta buat melindungi kita menurut subjektivisme yg sudah dibuat sendiri merasa pada Kronecker pandangan dan, sepertinya dia, menemukan titik puncaknya dalam intuitionism.
Hilbert, D., 1972, bersikeras bahwa tantangan intuitionism yg paling tajam dan paling bersemangat adalah satu itu teman kencan di validitas prinsip dikecualikan tengah, misalnya, dalam masalah yang paling sederhana, dalam validitas modus inferensi sesuai, yang , untuk himpunaniap pernyataan yg berisi nomor -teori variabel, baik pernyataan tadi benar buat seluruh nilai berdasarkan variabel atau masih ada nomor yang galat. Hilbert dirasakan bahwa prinsip dikecualikan tengah merupakan konsekuensi logis dari c-aksioma dan tidak pernah belum mengakibatkan kesalahan sedikit pun, melainkan, apalagi, begitu kentara serta dipahami bahwa penyalahgunaan yang menghalangi. Menurut Hilbert, khususnya, prinsip dikecualikan tengah tidak disalahkan sedikit pun untuk terjadinya populer lawan asas berdasarkan teori himpunan, melainkan paradoks ini merupakan lantaran hanya untuk pengenalan gagasan bisa diterima dan tak berarti, yang secara otomatis dimuntahkan dari bukti teori saya. Hilbert menunjukkan bahwa Adanya bukti dilakukan menggunakan bantuan prinsip dikecualikan tengah biasanya sangat menarik lantaran singkatnya mengejutkan mereka dan keanggunan. Untuk Hilbert, merogoh prinsip tengah dikeluarkan menurut matematika akan sama, proscribing teleskop buat astronomi atau buat petinju penggunaan tinjunya; buat melarang pernyataan keberadaan dan prinsip dikecualikan tengah sama saja menggunakan melepaskan ilmu matematika sama sekali.
Hilbert, D., 1972, bersikeras bahwa bila kesimpulan logis merupakan bisa diandalkan, wajib dimungkinkan buat survei obyek sepenuhnya dalam seluruh bagian mereka, dan informasi bahwa mereka terjadi, bahwa mereka berbeda satu sama lain, dan bahwa mereka mengikuti himpunaniap lain, atau adalah concatenated, adalah pribadi, diberikan secara intuitif, beserta dengan objek, merupakan sesuatu yang tidak bisa dikurangi buat hal lain pula memerlukan reduksi. Hilbert menyarankan bahwa dalam matematika kita mempertimbangkan pertanda-tanda konkret sendiri, yg bentuknya, berdasarkan konsepsi kita sudah mengadopsi, segera, kentara dan dikenali, ini merupakan sangat sedikit yang wajib mensyaratkan, tidak ada pemikir ilmiah dapat membuang itu, serta karena itu himpunaniap orang wajib mempertahankan itu, secara sadar, atau tidak.
Hilbert, D., 1972, mengakui bahwa ad interim itu ada poly kesalahan ditemukan menggunakan mereka, serta keberatan menurut seluruh jenis sarang dibesarkan menentangnya, serta dirasakan bahwa seluruh kritikus ia dipercaya hanya sebagai tidak adil karena dapat; dia menjamin bahwa itu merupakan bukti konsistensi yg memilih lingkup efektif teori bukti serta secara generik merupakan inti; metode W. Ackermann memungkinkan perpanjangan membisu. Dia menyatakan bahwa buat dasar-dasar pendekatan analisis biasa Ackermann sudah dikembangkan begitu jauh sehingga hanya tugas melaksanakan bukti murni matematis finiteness permanen. Hilbert lalu menyimpulkan bahwa output akhir adalah bahwa matematika adalah ilmu pra-asumsi-kurang. Ia menegaskan bahwa buat matematika ditemukan dia tidak perlu Tuhan atau perkiraan fakultas khusus pemahaman kita selaras menggunakan prinsip induksi matematika Poincaré, atau intuisi primal Brouwer, atau, Russell dan aksioma Whitehead tak terhingga, reducibility, atau kelengkapan, yang sebenarnya adalah yang sebenarnya, berdasarkan Hilbert, mereka contentual perkiraan yang tidak dapat dikompensasikan menggunakan bukti konsistensi.
Folkerts, M., 2004, merasa terpengaruh oleh program Hilbert, menyatakan bahwa bagaimanapun, Formalisme nir tidak akan berlangsung usang. Pada tahun 1931 pakar matematika kelahiran Austria Amerika serta ahli nalar Kurt Gödel menampakan bahwa nir ada sistem jenis Hilbert pada mana bilangan bulat sanggup didefinisikan dan yg konsisten dan lengkap. Kemudian Gödel serta, berdikari, ahli matematika Inggris Alan Turing menampakan decidability yg pula tak terjangkau. Disertasi Gödel terbukti kelengkapan orde pertama nalar, bukti ini dikenal menjadi Teorema Kelengkapan Gödel 's. Gödel pula menerangkan bahwa Hilbert sahih mengenai asumsinya bahwa meta-matematika merupakan bagian berdasarkan bagian konkret berdasarkan matematika; ia menggunakan nomor teori sebagai contoh yg sepenuhnya beton dan kemudian memberitahuakn bagaimana menerjemahkan berbicara mengenai simbol ke berbicara tentang angka. Gödel ditugaskan kode buat himpunaniap simbol sedemikian rupa bahwa yang diklaim Gödel-angka dikalikan bersama-sama mewakili formula, menetapkan formula, serta hal lainnya serta kemudian seseorang bisa berbicara mengenai Gödel-nomor memakai angka teori. Folkerts memberitahuakn bahwa untuk membuat Gödel-angka buat pernyataan pada sistem formal, terlebih dahulu kita harus menetapkan himpunaniap simbol bilangan bulat yang tidak sinkron mulai menurut satu, kemudian tetapkan himpunaniap posisi pada laporan sapta prima berturut-turut yaitu mulai dengan tiga. Folkerts mencatat bahwa Gödel-nomor buat pernyataan itu adalah produk dari bilangan prima dibawa ke kekuatan nomor yang ditetapkan ke simbol pada posisi pernyataan; sejak angka 2 bukan adalah faktor menurut jumlah Gödel-buat sebuah pernyataan, semua pernyataan 'Gödel-nomor akan aneh. Folkerts menunjukkan bahwa Gödel-angka buat urutan laporan dibangun dengan mengalikan sapta prima keluar berturut-turut, dimulai dengan, nomor dua dibawa ke kuasa nomor Gödel-pernyataan yg muncul pada posisi dalam daftar.
Folkerts, M., 2004, mencatat bahwa agar kita dapat memaknai teorema kita bisa menuliskan daftar kalimat yang adalah bukti tentang hal itu, sebagai akibatnya Teorema Gödel 's-angka kalimat terakhir dalam sapta genap Gödel dan ini mengurangi bukti theorems ke properti angka-teori yang melibatkan Gödel-angka serta konsistensi dapat ditampilkan melalui angka teori. Folkerts menunjukkan bahwa Gödel menunjukkan sesuatu yang sanggup kita mewakili dalam sistem formal menurut sejumlah teori merupakan finitary. Gödel memperlihatkan bahwa menurutnya jika S sebagai sistem formal buat angka teori serta bila S adalah konsisten, maka ada kalimat, G, seperti bahwa baik G juga negasi menurut G adalah Teorema menurut S, dan menggunakan demikian, himpunaniap sistem formal memadai buat menyatakan theorems berdasarkan nomor teori harus lengkap. Gödel menampakan bahwa S bisa pertanda P (n) hanya dalam kasus n merupakan Gödel-nomor yang Teorema dari S; maka di sana ada k, sehingga k merupakan Gödel-jumlah rumus P (k) = G serta pernyataan ini kata berdasarkan dirinya sendiri, tidak dapat dibuktikan. Menurut Gödel, bahkan jika kita mendefinisikan sebuah sistem formal baru S = S + G, kita dapat menemukan G yg tidak dapat dibuktikan pada S, menggunakan demikian, S bisa membuktikan bahwa jika S adalah konsisten, maka G nir bisa dibuktikan. Gödel menyebutkan bahwa apabila S dapat menandakan cst (S), maka S dapat membuktikan G, tetapi apabila S adalah konsisten, nir dapat menerangkan G, sehingga tidak dapat membuktikan konsistensi. Dengan demikian, Program Hilbert nir bekerja, satu nir bisa pertanda konsistensi teori matematika. Namun, Folkerts memberitahuakn bahwa Gentzen melihat Teorema ketidaklengkapan Gödel dan bertanya-tanya mengapa sistem formal buat aritmatika sangat lemah bahwa itu nir dapat menandakan konsistensi sendiri. Menurut Gentzen, penyempitan alami dalam bukti merupakan bahwa mereka adalah daftar terbatas laporan, karena itu, Gentzen menunjukkan teori aritmatika yg lalu memungkinkan bukti konsistensi menurut sistem formal dari aritmatika; di mana dia memperkuat aksioma induksi matematika , yang memungkinkan sebuah aksioma induksi kuat. Sementara induksi tradisional mengasumsikan domain mempunyai tipe ketertiban; Tetapi Gentzen mengasumsikan bahwa domain memiliki jenis, supaya lebih rumit lebih tinggi.
Di sisi lain, Folkerts menemukan bahwa Alan Turing mendefinisikan fungsi sebagai program buat buat menghitung menggunakan mesin sederhana pada mana fungsi ini sama menggunakan apa yg Gödel pikirkan. Menurut Alan Turing, seluruh definisi dari fungsi yg tidak selaras dapat dihitung dengancara menciptakan himpunan yang sama dengan fungsi yang terdapat. Fungsi bisa dihitung lantaran yg paling banyak cara untuk program mesin Turing serta jumlah fungsi yang mungkin dapat ditetapkan, sebagai akibatnya fungsi bisa ditentukan secara teoritis menjadi sebuah pengecualian. Alan Turing memperlihatkan bahwa fungsi adalah relasi yang tak terhitung yg menghasilkan hasil yg tergantung dalam variabel rambang.
Podnieks, K., 1992, menyatakan bahwa dalam hal paradoks Himpunan berdasarkan Russell, maka penyelesaiannya bisa diturunkan menurut himpunan yg bukan anggota sendiri. Podnieks, K., 1992, menampakan bahwa teori tersebut sekarang sedang ditantang sebagai teori dasar matematika serta teori kategori diusulkan menjadi pengganti, pada teori kategori, dikembangkan pengertian dasar fungsi dan operasi. Namun, Posy, pada hal pertanyaan ontologis, penasaran seberapa akurat gagasan bahwa himpunan adalah objek dasar matematika, sedangkan teori yang dihimpun terlalu kaya serta ada cara yg tidak sama terlalu poly buat menciptakan matematika. Posy berpendapat bahwa elemen dasar tidak boleh sembarang dipilih, namun nir menentukan pilihannya, serta menunjukkan bahwa, pada pandangan terbaru tentang strukturalisme, unit dasar adalah struktur, yg bukan benar-sahih objek. Folkerts, M, 2004, bersikeras bahwa program Hilbert masih memiliki pembagian antara bagian real dan ideal matematika, beliau khawatir mengenai status ontologis dari objek pada bagian ideal matematika serta mereka hanya diciptakan buat memberikan bagian yang ideal, serta memberi kita jalan pintas, tetapi nir pernah diyakini menjadi bagian berdasarkan realitas. , Dan dia bertanya-tanya mengenai sumber pengetahuan matematika dan kebenaran matematika yg meliputi adanya objek yg terdapat, dan benda-benda yang nir terdapat: beliau juga peduli bahwa ini memberi kita sebuah dunia menurut obyek impian, merampungkan dualisme objek Folkerts. Namun, misalnya Folkerts katakan, Paulus Benacerraf mengungkapkan problem ini menggunakan menaruh pertanyaan-pertanyaan tentang teori baku kita tentang pengetahuan atau kebenaran; menurut Benacerraf, terdapat semacam teori korespondensi antara pengetahuan kita menggunakan benda-benda sehingga membangun kemampuan kognitif kita melalui indera kita, serta kita membentuk agama melalui hubungan karena-akibat antara objek yg kita pikirkan dengan pikiran kita; pada mana kaum formalis serta kaum Platonis mengalami kesulitan melengkapi tentang hal ini.
Stefanik, R., 1994, bersikeras bahwa menurut Bernaceraf, ini menyebabkan strukturalisme menduga bahwa sapta orisinil, adalah bentuk urutan, sang karenanya, apabila matematika sahih-sahih tak berbentuk, mengapa harus mempunyai penerapan tertentu? Apakah hanya sebuah "keajaiban" bahwa matematika berlaku untuk dunia fisik, atau, sebaliknya, kita cenderung menekankan struktur matematika yang berhubungan dengan global? Hal ini dipersulit dengan aneka macam pelaksanaan baru buat metode matematika, contohnya penerapan teori kelompok buat linguistik. Selanjutnya, Posy mencatat bahwa kaum strukturalis beropini bahwa matematika bukanlah mengenai beberapa himpunan eksklusif dari objek tak berbentuk melainkan matematika adalah ilmu mengenai pola struktur, serta benda-benda tertentu yang relevan dengan matematika sejauh mereka memenuhi beberapa pola atau struktur. Posy bersikeras bahwa banyak sekali versi strukturalisme telah diusulkan oleh matematikawan smisalnya Benacerraf, Resnik, Shapiro, dan Hellman. Benacerraf, misalnya yang menyatakan oleh Stefanik, R., 1994, beropini buat posisi strukturalis dengan terlebih dahulu menyajikan contoh di mana kaum Logicist bersifat sangat militan, seperti Ernie dan Johnny, pertama belajar teori nalar dan himpuna serta bukan belajar teori sapta. Benacerraf mengatakan:
Ketika datang untuk belajar tentang angka, mereka hanya belajar nama-nama baru buat himpunan dan anggotanya. Mereka menghitung anggota dari suatu himpunan menggunakan menentukan kardinalitas berdasarkan himpunan, dan mereka memutuskan ini menggunakan memperlihatkan bahwa masih ada interaksi spesifik antara himpunan serta angka.
Stefanik, R., 1994, menampakan bahwa Benacerraf berpendapat bahwa keyakinan Frege dari dari ketidakkonsistenannya, lantaran semua benda alam semesta adalah himpunan. Pertanyaan apakah 2 nama mempunyai referen yang sama selalu mempunyai nilai kebenaran?, Tetapi, kondisi membuat bukti diri hanya pada konteks di mana terdapat syarat yang unik. Benacerraf menyatakan bahwa bila sebuah kalimat "x = y" adalah Benar, hal ini bisa terjadi hanya pada konteks pada mana kentara bahwa kedua x dan y adalah Benar. Stefanik bersikeras bahwa pencarian untuk objek dasar alam semesta yg matematis, merupakan bisnis yang galat yang mendasari teori kaum Absolutist dan pengikut filsafat platonis. Ia mencatat bahwa hal ini tidak menggoyahkan pendirian Benacerraf; karena dari Stefanik, Benacerraf masih menegaskan logika yg lalu dapat dilihat sebagai logika yang paling umum berdasarkan disiplin ilmu, yang berlaku dengan cara yg sama buat dan pada teori yang diberikan.
Thompson, P., 1993, menyatakan bahwa para filsuf matematika mempunyai, selama ribuan tahun, berulang kali keterlibatan pada perdebatan tentang lawan asas serta kesulitan mereka dalam melihat fenomena yang ada berdasarkan tengah-tengah keyakinan mereka yang bertenaga serta intuitif. Dari keluarnya Geometri non-Euclidean, analisis teori kontinum, dan inovasi Cantor mengenai bilangan transfinite, sistem Frege, matematikawan lalu menyuarakan keprihatinan mereka bagaimana kita secara serampangan sudah memikirkan sesuatu yg asing, dan menggunakan liar memperpanjang problem matematika kita dengan intuisi, atau jika tidak kita sudah sebagai rentan terhadap perangkap yg tak terduga serta hingga sekarang, menggunakan apa yg dianggap kontradiksi. Thompson menunjukkan bahwa pada jantung perdebatan ini terletak tugas mengisolasi bisikan hati macam apa, serta memutuskan kapan kita harus sangat berhati-hati bagaimana menerapkannya, tetapi, mereka yang mencari kepuasan dasar epistemologis tentang peran intuisi pada matematika sering dihadapkan dengan pilihan yang tidak menarik, antara metafisika yang dari berdasarkan Brouwer, dan pengakuan mistis Gödel dan Platonis bahwa kita secara intuitif dapat membedakan ranah kebenaran matematika. Hal ini memberitahuakn bahwa, pada hal dasar, matematika dipercaya menjadi ilmu logis, higienis terstruktur, serta cukup beralasan atau singkatnya dalam matematika adalah ilmu logis yg sangat terstruktur, tetapi bila kita menggali cukup dalam dan dalam penyelidikan yang mendalam, kita masih menemukan beberapa hal yg sebagai perdebatan filsafat. Ini merupakan kenyataan bahwa, pada hal sejarah matematika, aneka macam macam sejarah matematika yg tiba, dimulai di Yunani antik, berjalan melalui pergolakan futuristis yang keluar, sedangkan dalam hal sistem pondasi logis matematika, metode matematika merupakan deduktif, serta oleh karenanya nalar mempunyai peran fundamental pada pengembangan matematika.
Beberapa perkara masih ada: pada hal makna, kita penasaran mengenai penggunaan bahasa spesifik buat berbicara mengenai matematika, apakah bahasa matematika adalah hal-hal aneh serta muncul dari global ini dan apa merupakan semua ini, dan kemudian, apakah arti hakikinya? Kita mungkin penasaran apakah matematikawan berbicara tentang hal yang aneh, apakah mereka sahih-benar ada, dan bagaimana mereka bisa kita katakan atau apakah yang dikatakannya penting?. Secara epistemologis, matematika sudah acapkali tersaji menjadi kerangka berpikir ketepatan serta kepastian, namun beberapa penulis telah menyarankan bahwa ini adalah ilusi belaka. Bagaimana kita mampu mengetahui kebenaran berdasarkan proposisi matematika, dan dalam hal aplikasi, bagaimana pengetahuan matematika yg tak berbentuk dapat diterapkan pada pada dunia nyata? Apa akibat buat matematika menurut adanya revolusi informasi;? Dan apa yang sanggup matematika kontribusikan?. Thompson, P., 1993, bersikeras bahwa analisis yg menggabungkan kepastian, kognitif psikologis berdasarkan "intuisi" yang fundamental terhadap dugaan serta inovasi pada matematika, menggunakan kepastian epistemis berdasarkan peran intuitif proposisi matematika harus bermain pada pembenaran mereka . Dia menambahkan bahwa sejauh mana dugaan intuitif kita terbatas baik oleh sifat rasa pengalaman kita, dan dengan kemampuan kita buat melakukan konseptualisasi.
Litlangs 2004, menyitir ketidaksetujuan Aristoteles terhadap Plato; berdasarkan Aristoteles, bentuk fisik tidaklah jauh berbeda menggunakan penampilannya namun sesuatu yang konkrit sajalah yang sebagai benda-benda dunia. Aristoteles menyatakan bahwa saat kita mendapatkan sesuatu yang abstrak, bukan berarti bahwa abstraksi adalah sesuatu yg jauh serta kekal. Bagi Aristoteles, matematika adalah hanya penalaran tentang idealisasi, dan beliau melihat dekat pada struktur matematika, membedakan logika, prinsip yang dipakai buat menunjukkan teorema, definisi dan hipotesis. Plato pula tercermin dalam tidak terhingga, memahami disparitas antara potensi tidak terbatas misalnya menambahkan satu ke bilangan infinit misalnya tidak terbatas. Bold, T., 2004, menyatakan bahwa kedua intuisionis dan formalis meyakinkan bahwa matematika hanyalah penemuan serta mereka melakukannya dengan nir menginformasikan pada kami menggunakan apa-apa mengenai global; keduanya merogoh pendekatan ini buat mengungkapkan kepastian mutlak matematika dan menolak penggunaan bilangan infinit. Bold mencatat bahwa intuitionists mengakui hal ini kesamaannya dengan formalis dan menganggap perbedaan yang ada sebagai disparitas pendapat di mana ketepatan matematis memang terdapat; intuisionis mengatakannya sebagai kecerdasan manusia dan formalis mengatakannya menjadi hanya coretan di atas kertas. Menurut Arend Heyting, matematika merupakan produksi berdasarkan pikiran insan; dia menjamin intuitionism yang menjamin proposisi matematika mewarisi kepastian mereka dari pengetahuan insan yang didasarkan dalam pengalaman empiris. Bold menyatakan bahwa sejak, infinity nir mampu digunakan, intuisionis menolak buat mendorong penerapan matematika di luar infinisitas; Heyting menyatakan adanya keyakinan terhadap transendental, yang nir didukung oleh konsep, dan wajib ditolak menjadi indera bukti matematika. Demikian juga, Bold menemukan bahwa Hilbert menulis bahwa buat konklusi logis yg dapat diandalkan itu harus memungkinkan buat buat dilakukannya survei terhadap kebenaran obyek dan bagian-bagiannya, lantaran tidaklah terdapat survei untuk infinity yg bisa disimpulkan menggunakan hanya mengandalkan dalam sistem yg terbatas. Menurut formalis, semua matematika hanya terdiri dari anggaran sembarang seperti yang catur.
Di sisi lain, Posy, C., 1992, menemukan bahwa Hilbert benar-benar menempatkan struktur dalam bagian intuitif matematika, dalam dasarnya bahwa pemikiran finitary dan sistem formal; menggunakan pekerjaan Gödel 's. Thompson, P., 1993, berpendapat bahwa Gödelian Platonisme, khususnya, yang memimpin pengalaman aktual melakukan matematika, dan bilangan Gödel buat kejelasan berdasarkan himpunan-aksioma dasar teoritis dengan mengajukan suatu kemampuan intuisi matematika, analog dengan persepsi indrawi dalam fisika, sehingga, mungkin, aksioma 'dipaksakan pada kita' sebanyak asumsi kekuatan 'diantara obyek fisik' sendiri pada kita menjadi penjelasan dari pengalaman fisik kita. Tetapi, Thompson kebalikannya menyatakan bahwa telah mengakui peran keragu-raguan pada penggunaan bahasa yg apabila diterapkan dalam prinsip matematika menjadi aneh tapi nyata; berlawanan menggunakan apa-apa yg masih ada pada kontinum dari intuitif palsu dan mencegah intuitif yg benar sahih, tergantung dalam kekuatan dugaan kita akan lebih cenderung buat menciptakan menentangnya, jika kita nir melihatnya, serta sudah dimenangkan oleh, buktinya, serta memang, buat mengejutkan kita, kita acapkali menemukan, dalam waktu kita menjumpai paradoks, bagaimana bisikan hati kita lemah dan tidak berdaya. Thompson menyatakan bahwa gagasan tentang intuisi kita yang harus baik, tegas dan sahih, berasal teori yg menyatakan bahwa kemampuan alat merupakan kemampuan primitif yang diwariskan dari gaya filsafat Rene Descartes yg mencari kebenaran mutlak mengenai segala sesuai yg tidak tergoyahkan, yg sudah menolak semua pembenaran lainnya kecuali kebenaran diriyang menemukan bahwa dirinya yg ada merupakan dirinya yg sedang memikirkannya.
Di sisi lain, Posy, C., 1992, bersikeras bahwa sistem formal Hilbert sesuai menggunakan teori fungsi rekursif. Posy bersikeras bahwa Brouwer itu sangat menentang ide-ilham ini, terutama sistem yang berpondasi, ia bahkan menentang formalisasi logika; Brouwer mempunyai pandangan yang sangat radikal mengenai matematika dan hubungannya menggunakan bahasa. Menurut Brouwer, dalam bahasa, kita bisa berkomunikasi output menurut konstruksi matematika, sehingga membantu orang lain membangun pengalaman matematika, namun bukti itu sendiri merupakan pra-linguistik, kegiatan murni sadar yg jauh lebih fleksibel daripada bahasa. Brouwer berpikir bahwa sistem formal nir pernah mampu cukup buat menutup semua pilihan yang tersedia buat matematika secara kreatif, serta berpikir bahwa formalisme nir ada gunanya. Posy mencatat bahwa, khususnya, Brouwer berpikir bahwa hal demikian bukanlah suatu kegilaan untuk berpikir bahwa akal dipakai buat menangkap aturan buat berpikir matematis secara benar. Brouwer memberitahuakn anggaran tertentu bahwa nalar nir memadai untuk mengembangkan metode berpikir menggunakan menunjuk hukum tengah yang dikecualikan.
Thompson, P., 1993, mencatat bahwa pandangan Brouwer tersebut dikarenakan kepercayaannya bahwa penerapan akal tradisional ke matematika adalah kenyataan sejarah, dia selanjutnya menyatakan bahwa oleh informasi bahwa, pertama, nalar klasik disarikan menurut matematika yang adalah himpunan menurut himpunan maka pastilah terbatas, kedua, bahwa keberadaan apriori independen menurut matematika dianggap berasal dari akal ini, dan akhirnya, atas dasar bahwa keyakinan apriori, maka akal nir dibenarkan diterapkan dalam matematika. Selanjutnya, Posy, C., 1992, menambahkan bahwa Brouwer bersikeras mengenai hipotesisnya mengapa filsuf dan ahli matematika perlu mengecualikan aturan tengah; berdasarkan Brouwer, nalar sudah dikodifikasikan saat komunitas ilmiah hanya peduli menggunakan benda-benda terbatas. Brouwer berkata bahwa, mengingat hanya benda terbatas, hukum maka aturan tengah perlu dikecualikan, tetapi kesalahan itu dibentuk waktu matematika pindah ke infinitary pada mana anggaran-aturan kaku logika dipertahankan tanpa pertanyaan. Brouwer menyatakan bahwa tidak ada kodifikasi kaku harus tiba sebelum pengembangan matematika. Posy menemukan bahwa disparitas primer antara Brouwer serta Hilbert merupakan bahwa mereka nir sepakat pada posisi nalar di mana Hilbert pikir logika merupakan ilmu pengetahuan, jadi yg otonom bisa secara bebas diterapkan pada matematika lain, sedangkan Brouwer beropini nir demikian.
Litlangs, 2004, menyatakan bahwa pertanyaan-pertanyaan mendalam mengenai bagaimana variasi kecerdasan menghadapi kesulitan pada mengungkapkan matematika secara internal yaitu kesenjangan mereka, kontradiksi dan ambiguitas yg terletak di bawah sebagian tertentu menurut mekanisme, mengarah pada konklusi kasar bahwa matematika mungkin nir lebih logis dari puisi, melainkan hanya kreasi bebas dari pikiran insan yang nir bertang-gungjawab buat memaknai diri kita serta alam. Litlangs menyatakan bahwa meskipun matematika mungkin tampak menjadi jenis pengetahuan yang paling kentara dan tertentu menurut pengetahuan yang kita miliki, ada perkara cukup serius yg masih ada pada setiap cabang lain dari filsafat mengenai hakekat matematika serta makna proposisi tadi. Litlangs menemukan bahwa Plato percaya pada bentuk atau wangsit yg kekal, bisa mendefinisikan dengan sempurna dan bebas dari persepsi; antara entitas serta objek geometri misalnya garis, titik, bundar, yg karena itu tidak ditangkap menggunakan indra namun dengan nalar, ia berhubungan dengan obyek-obyek matematika dengan model-contoh spesifik berdasarkan bentuk ideal. Menurut Plato, misalnya yang dicatat sang Litlangs, proposisi matematika yg sejati berdasarkan interaksi antara obyek tak berubah, mereka pasti sahih yang menemukan matematika yang sudah ada menjadi kebenaran "pada luar sana" daripada membentuk sesuatu dari mental kita sebagai kesamaan, dan sebagai objek yg dirasakan oleh alat kita, mereka hanya merupakan model serta cepat berlalu menurut ingatan kita.
Sementara itu, Litlangs 2004, menambahkanbahwa bahwa Leibniz menduga bahwa akal berjalan bersamaan menggunakan matematika, sedangkan Aristoteles memakai proposisi berdasarkan bentuk predikat, yaitu subjek berdasarkan nalar, Leibniz berpendapat bahwa subjek berisi predikat yang merupakan sifat yang tidak terbatas yg diberikan sang Tuhan. Menurut Leibniz, proposisi matematika tidaklah sahih apabila mereka berurusan menggunakan entitas abadi atau ideal, tetapi karena penolakan mereka secara nalar nir mungkin, maka proposisi matematika merupakan benar nir hanya buat global ini, namun juga buat semua kemungkinan yg terdapat. Litlangs menyatakan bahwa tidak seperti Plato, yg menanyakan untuk apalah sebuah bentuk fisik itu, ad interim Leibniz melihat pentingnya notasi, sebagai sebuah simbolisme perhitungan, serta menjadi permulaan menurut metode buat menciptakan serta mengatur karakter serta tanda-indikasi buat mewakili hubungan antara pikiran matematika.
Litlangs 2004, membicarakan lebih lanjut bahwa Immanuel Kant menganggap entitas matematika sebagai proposisi sintetik apriori-, yg tentu saja memberikan syarat yg dibutuhkan buat pengalaman objektif; matriks ruang serta waktu, serta wadah memegang bahan pengubah persepsi. Menurut Kant, matematika merupakan citra ruang dan ketika, apabila terbatas pada pikiran, konsep-konsep matematika dibutuhkan hanya konsistensi diri, akan tetapi pembangunan konsep-konsep tersebut melibatkan ruang yang memiliki struktur tertentu, yg sang Kant digambarkan pada geometri Euclidean. Litlangs mencatat bahwa bagi Kant, perbedaan antara "2" yg tak berbentuk "2 piring" merupakan mengenai konstruksi logika ditambah perkara realitas. Dalam analisisnya tentang infinitas, Kant mendapat pembedaan Aristoteles antara potensi tak terbatas serta potensi lengkap, akan tetapi tidak menganggap keduanya merupakan mustahil. Kant merasa bahwa tidak terhingga lengkap adalah citra mengenai alasan, secara internal konsisten, meskipun tentu saja tidak pernah ditemui pada global persepsi kita. Litlangs lebih lanjut menegaskan bahwa Frege serta Russell dan pengikut mereka membuatkan gagasan Leibniz bahwa matematika adalah sesuatu yang secara logis tak terbantahkan; Hukum Frege memakai akal ditambah definisi, dan merumuskan notasi simbolis buat alasan yang dibutuhkan. Tetapi, melalui rantai panjang penalaran, simbol-simbol ini menjadi kurang jelas, serta merupakan transisi yg dimediasi sang definisi. Litlangs mencatat bahwa Russell melihat mereka sebagai kemudahan notasi, langkah hanya dalam argumen, sedangkan Frege melihat mereka sebagai menyiratkan sesuatu yg layak menurut pemikiran yg cermat, tak jarang menyajikan konsep-konsep matematika penting dari sudut yang baru. Litlangs menemukan bahwa ad interim pada masalah Russell definisi nir mempunyai eksistensi objektif, dalam masalah Frege kasus ini tidak begitu jelas bahwa merupakan definisi adalah objek logis yg mengklaim eksistensi sama dengan entitas matematika lainnya. Litlangs menyimpulkan bahwa, meskipun demikian, Russell menuntaskan banyak lawan asas buat membuat siatem Whitehead menjadi deskripsi yg monumental dari Principia Mathematica.
Sementara itu, Thompson, P., 1993, yg merasa terpengaruh gerakan kritis menurut Cauchy serta Weierstrass sudah menjadi hati-hati mengenai penggunaan matematika yang tak terbatas, kecuali sebagai Facon de Parler pada menyimpulkan teori atau mengambil batas, di mana matematika benar-benar dipercaya berfungsi sebagai metafora, atau kiasan, buat menyatakan keadaan secara terbatas. Thompson ingin membandingkan antara penyanyi dengan kerja seorang matematikawan Leopod Kronecker. Matematikawan Jerman Leopold Kronecker, yg telah memiliki pengetahuan matematika lalu berkehendak buat menulis ulang teori algebraic, serta bertujuan untuk menjatuhkan keyakinan Cantor itu, mengenai akal yg selama ini beliau yakini mengenai penyelesaian tidak terbatas yang paripurna signifikan. Menurut Thompson, penyanyi telah mendesak lebih lanjut bahwa kita harus sepenuhnya siap buat menggunakan kata-istilah yang akrab dan lazim dalam konteks yang sama sekali baru, atau dengan mengacu pada situasi yang sebelumnya dengan tidak mempertimbangkannya terlebih dulu; bahwa penyanyi sudah dengan membabi buta membuat skema terbatas pada domain tidak terbatas, baik menggunakan cara menghubungkan kardinal atau kuantitas pada himpunan terbatas atau tak terbatas. Thompson bersikeras bahwa meskipun beliau mengakui kerja matematika menggunakan intuisi, tetapi adalah krusial buat menciptakan pendekatan pendekatan heuristik.
Thompson, P., 1993, menjelaskan bahwa Gödel berpendirian bahwa bisikan hati kita bisa dipakai untuk bekerja dalam domain yg sangat aksiomatis, seperti perpanjangan ZF, atau kalkulus, sehingga memungkinkan kita untuk membuat pertimbanganyang baik buat mendapat atau menolak hipotesis secara independen berdasarkan pra-teori atau praduga mengenai teori. Thompson menunjukkan bahwa Gödel dan Herbrand, secara beserta-sama menciptakan klaim tentang demarkasi batas-batas kemampuan bisikan hati. Thompson menyimpulkan bahwa Gödel, dengan kemampuannya pada logika transendental, senang berpikir bahwa akal kita hanya sedikit nir fokus, serta berharap bahwa masih ada kesalahan mini sebagai akibatnya masih mampu melihat secara tajam dan mampu berpikir matematika secara sahih. Tetapi buat hal ini, dia tidak selaras pandangan menggunakan Zermelo dan Hilbert. Thompson menyatakan bahwa Hilbert tidak akan bisa meyakinkan kita bahwa matematika itu bersifat konsistensi buat selamanya, karena itu kita harus puas jika sistem aksiomatis matematika misalnya yang dibentuk Hilbert dianggap konsisten, apabila kita tidak mampu membuktikannya.
Sementara itu, Turan, H., 2004, menyebutkan bahwa Descartes membawa proposisi matematika ke pada keraguan ketika dia mencurigai seluruh keyakinan mengenai hakekat akal sehat dengan mengasumsikan bahwa seluruh keyakinan dari menurut persepsi sepertinya hanya sampai pada anggapan awal bahwa perkara yang dihadapinya sebetulnya adalah suatu keraguan tentang matematika, yaitu sebuah contoh dari perkara keraguan mengenai keberadaan zat. Turan beropini bahwa masalahnya bukan apakah kita menghitung objek atau gambar yg sebenarnya kosong tapi apakah kita menghitung apa yg kita menghitung dengan sahih, beliau berpendapat bahwa karya Descartes adalah mungkin buat mengekspos bahwa proposisi 'dua +tiga = 5 'dan argumen' Saya berpikir, maka saya terdapat, "sama-sama jelas. Menurut Turan, Descartes nir menemukan epistemologinya pada bukti proposisi matematika, dan percobaan keraguan sepertinya nir menaruh hasil positif buat operasi matematika. Menurut Turan, kesadaran melaksanakan proposisi matematika yg tidak boleh buat meragukannya, serta pencerahan melakukan operasi matematika atau nalar adalah model menurut "aku berpikir" serta karenanya argumen "Saya menghitung, karenanya saya ada 'setara menggunakan' Saya pikir , maka aku ada '. Turan memperlihatkan bahwa bila kita berpendirian bahwa proposisi matematika nir sanggup menimbulkan kesulitan bagi epistemologi Descartes yang menurutnya buat membangun dalam pencerahan berpikir sendiri, maka dia tidak dapat ditinjau untuk menghindari pertanyaan. Turan menyimpulkan bahwa proposisi matematika menggunakan sendirinya tidak berguna apabila mereka tidak boleh diragukan. Apabila seluruh proposisi matematika kemudian bisa diragukan sang Rene Descartes, maka semua logika umum tentunya jua akan diragukannya. Maka Rene Descartes kemudian menemukan bahwa hanya masih ada satu saja hal yg tidak bisa diragukan yaitu fenomena bahwa dirinya itulah yang sedang mencurigai. Oleh karena itu dia menyimulkan bahwa beliau terdapat lantaran berhasil meragukannya. Atau cogito ergosum, aku berpikir maka saya ada. Tetapi kemudian Rene Descartes menemukan fenomena bahwa dia nir bisa menjawab seluruh keraguan tadi, maka dia menemukan bahwa manusia, termasuk dia, adalah terbatas. Kemudian beliau menyimpulkan pastilah ada yang tidak terbatas, yaitu diri Tuhan YME.
Turan, H., 2004, bersikeras bahwa hubungan antara persepsi serta matematika bisa disangkal, bagaimanapun membatasi pikiran kita menggunakan konteks dimana pengandaian ontologis filosofis buat refleksi dalam persepsi dipertaruhkan; menurut dia, kita harus mencatat pentingnya persepsi terhadap sifat eksistensi yang Descartes menganggap terutama buat tujuan epistemologis. Turan mencatat bahwa Descartes tampaknya meninggalkan argumen bahwa Tuhan menipu buat asumsi himpunan dan ini hipotesis terakhir sepertinya buat memanggil ke pada keraguan tertentu keyakinan terkait menggunakan eksistensi global luar, karenanya, adalah mungkin buat menyatakan bahwa Descartes menyerah pada mengejar pertanyaan mengenai kebenaran penilaian matematika, serta Descartes sepertinya memberkati adanya si jenius dursila yang semata-mata dengan kekuatannys menipu pikirannya pada hal yang berkaitan dengan evaluasi dalam keberadaan hal-hal eksternal. Turan menemukan bahwa Descartes selalu menganggap demonstrasi matematika antara kebenaran yg paling kentara bahwa pikiran manusia bisa mencapai, dan menyebut mereka sebagai contoh benda yang dapat berintuisi kentara dan kentara; Descartes merasa bahwa aritmatika serta geometri bebas dari segala noda kepalsuan atau ketidakpastian. Menurut Descartes, matematika yg bersangkutan dengan obyek begitu murni serta sederhana bahwa mereka nir menciptakan perkiraan bahwa pengalaman mungkin membuat nir pasti, melainkan terdiri pada menyimpulkan kesimpulan melalui argumen rasional.
Selanjutnya, Turan, H., 2004, bersikeras bahwa Descartes menggunakan eksistensi eksternal suatu obyek, buat melakukan kegiatan deduksi serta bisikan hati menjadi metode yg sah buat memperoleh pengetahuan. Bagi Descartes, bisikan hati adalah konsepsi pasti yg sederhana berdasarkan pikiran yang jernih dan penuh perhatian yg berlangsung semata-mata berdasarkan cahaya argumen serta pada kepercayaan lebih pasti berdasarkan deduksi, akan tetapi pemikiran yang tidak epistemologis akan kalah dengan intuisi manusia yg penuh perhatian. Descartes mengklaim bahwa meskipun matematika secara ekstensif menggunakan metode deduksi, namun dia berkata bahwa konklusi adalah metode tunggal yang absah serta memegang intuisi yang sangat diperlukan sebagai alat buat memperoleh pengetahuan matematika, dan proposisi matematika memiliki taraf yang sama menggunakan kepastian menjadi argumen cogito ontologis yang pasti. Bagi Descartes matematika adalah invariabel sehubungan dengan pengandaian ontologis, akan tetapi begitu dibawa ke dalam konteks percobaan keraguan terlihat bahwa itu mengandung akibat ontologis penting yg tampak sebagai objek matematika serta operasi mengandaikan eksistensi. Lalu Descartes menyatakan bahwa:
Saya merasa bahwa saya kini terdapat, serta jangan lupa bahwa saya sudah terdapat selama beberapa waktu, apalagi, aku memiliki pikiran banyak sekali yang saya bisa menghitung, melainkan pada cara-cara yang aku mendapatkan wangsit-ide berdasarkan durasi dan jumlah yg saya kemudian dapat ditransfer ke lain hal. Adapun seluruh elemen lain yang membangun ilham-ilham menurut hal-hal jasmani, yaitu perluasan, bentuk, posisi serta gerakan, ini tidak secara resmi masih ada pada saya, karena aku hanyalah menjadi pemikiran, namun karena mereka hanya mode suatu zat dan saya substansi, sepertinya mungkin bahwa mereka yg terkandung dalam diriku nyata.
Selanjutnya, Turan, H., 2004, menegaskan bahwa ketergantungan fungsional serta ontologis jumlah serta universal lain, menciptakan cogito di mana sebuah contoh pemikiran pada mana ke 2 bukti serta kepastian ontologis dapat dicapai pada satu langkah; epistemologis sebelum proposisi matematika yg mungkin , itu dipercaya terpisah menurut konteks percobaan keraguan dan terlihat buat mewujudkan bukti. Menurut Turan, "aku menghitung, karena itu aku 'merupakan epistemologis setara dengan' Saya berpikir, maka saya '; ke 2 argumen kebal buat diragukan, tetapi si jenius dursila memang sanggup membuat saya galat karena saya menghitung pikiran saya atau penampilan, namun nir mampu menipu saya pada konklusi aku menarik adanya informasi bahwa saya menghitung telah relatif buat mengambarkan bahwa saya ada terlepas berdasarkan apakah saya menghitung atau menambahkan atau melakukan operasi matematika secara keliru. Turan menyimpulkan bahwa situasi ontologis didirikan sang eksperimen keraguan Cartesian telah membawa kendala epistemologis yg berfokus; eksperimen menemukan bahwa wahana epistemologis memungkinkan kita buat mempekerjakan untuk pindah secara ontologis lebih lanjut, tentulah harus sebagai salah satu sumber daya yg sempurna dari situasi ontologis yang sudah membatasi dirinya buat tujuan epistemologis, dalam istilah lain, baku epistemologis eksperimen harus sesuai menggunakan yang ditentukan oleh pengaturan ontologis percobaan keraguan. Turan mencatat bahwa eksperimen menemukan nya sendiri menggunakan hal-hal yang sanggup kita sebut persepsi atau pikiran, pada sebuah sudut pandang dari mana dia pertanda peristiwa persepsi dan pikiran dan tidak sanggup tahu dengan baik bagaimana mereka dibeli, sedangkan Descartes karena itu bisa tergantung hanya pada berpikir bahwa dia mempunyai persepsi atau pikiran dalam penyelidikan epistemologis untuk mendirikan sebuah kepastian yang tidak bisa dipengaruhi sang argumen menurut percobaan keraguan.
Podnieks, K., 1992, menguraikan bahwa sebelum Kant, matematika ditinjau menjadi global empiris, tetapi spesifik dalam satu cara penting yang sifat yg dibutuhkan dunia ditemukan melalui bukti matematika, namun buat menunjukan sesuatu yg galat, seorang wajib memperlihatkan hanya bahwa dunia mungkin tidak sama. Dalam hal perkara epistemologis, Posy diberitahu bahwa ilmu pada dasarnya merupakan generalisasi berdasarkan pengalaman, tetapi hal ini bisa memberikan hanya pilihan saja, sifat yang mungkin berdasarkan dunia yang itu bisa saja sebaliknya. Di sisi lain, ilmu pengetahuan hanya memprediksi bahwa masa depan akan mencerminkan masa kemudian, sedangkan matematika adalah tentang dunia realitas, namun umumnya metode buat pengetahuan berasal dari pengetahuan kontingen, bukan keharusan bahwa matematika murni memberi kita, pada jumlah, Posy menyimpulkan bahwa Kant ingin pengetahuan yang diharapkan dengan pengetahuan empiris. Posy kemudian menguraikan langkah yg dilakukan sang Kant dalam memecahkan perkara dalam beberapa langkah: pertama, bahwa obyek pada dunia empiris merupakan penampakan atau kenyataan pada mana, secara alami, mereka hanya mempunyai sifat bahwa kita mengenal mereka menurut pengalaman, mereka bukanlah hal dalam diri mereka. Posy menemukan bahwa Kant berkata kita wajib menjadi seseorang idealis pada mana sifat menurut obyek merupakan hanya apa yg dipahami, tidak terdapat sifat obyek yg berada diluar pengalaman kita. Kedua, Kant menyarankan buat membangun ke dalam pikiran kita 2 bentuk bisikan hati serta persepsi sehingga setiap persepsi yg kita miliki merupakan terbentuk oleh bentuk Ruang dan Waktu, dari Kant,ini, sebenarnya, bagian berdasarkan pikiran, serta bukan sesuatu pikiran mengambil menurut pengalaman; dan dengan demikian, objek empiris selalu bersifat spasio-temporal.
Selanjutnya, Posy, C., 1992, menunjukkan bahwa, berdasarkan Kant, kita mengenal sifat spasio-temporal menggunakan cara a priori, serta dalam memeriksa sifat spasio-temporal, kita hanya mempelajari diri kita sendiri, serta kemampuan persepsi kita. Menurut Kant, matematika hanyalah ilmu yg menilik sifat spasio-temporal menurut objek dengan mempelajari sifat ruang serta saat; serta menggunakan demikian, matematika adalah belajar menurut bentuk tak berbentuk persepsi. Dalam hal inspirasi ke takhinggan maka hukum-hukumnya tidak tunduk pada persepsi, Kant, misalnya yg ditunjukkan oleh Posy, menciptakan perbedaan antara bisikan hati empiris yaitu intuisi berdasarkan alat yang selalu terbatas dan bisikan hati murni. Posy menampakan bahwa studi mengenai kemungkinan intuisi empiris pada mana batas yang terbatas nir diperkenalkan pada ke 2 arah, dan matematika nir menangani hal ini. Menurut Kant matematika memungkinkan membagi interval kecil dan perluasan interval akbar, ini berarti kita sanggup mendiskusikan jumlah yang lebih mini dan lebih mini tanpa memperkenalkan jumlah terkecil contohnya apabila kita ingin menerangkan interval ini dibagi, kita dapat melakukan ini menggunakan memilih interval; menampakan itu habis dibagi, serta tak berbentuk berdasarkan berukuran sebenarnya, dan biarkan mewakili gagasan interval dipahami.
Kant menyatakan bahwa matematika murni, sebagai kognisi a priori, hanya mungkin menggunakan mengacu pada benda selain yang diindra, pada mana, pada dasar intuisi realitas mereka terletak sebuah bisikan hati murni (ruang dan waktu) yang a priori. Kant menjamin bahwa ini mungkin, lantaran intuisinya yg terakhir nir lain adalah bentuk sensibilitas belaka, yg mendahului penampilan yg sebenarnya berdasarkan objek, pada hal ini, pada kenyataannya, membuat mereka mungkin; namun ini merupakan kemampuan berintuisi a priori yg bisa memahami fenomena non fisik. Kant mendeskripsikan bahwa pada prosedur biasa kita memerlukan pengetahuan geometri, bahwa semua bukti tentang similaritas berdasarkan 2 benda yg diberikan akhirnya akhirnya diperoleh; yg ternyata nir lain bahwa bukti itu sampai dalam intuisi pribadi, dan bisikan hati ini harus murni, serta bersifat a priori. Apabila proposisi nir mempunyai kebenaran matematika yg tinggi, maka hal tersebut tidak dapat disimpulkan berdasarkan hanya memperoleh kepastian empiris saja. Kant lebih jauh menyatakan bahwa di mana-mana ruang memiliki tiga dimensi, serta dalam suatu ruang berlaku dalil bahwa nir lebih dari tiga garis lurus dapat memotong pada sudut yg tepat pada satu titik.