SISTEM PENGENDALIAN INTERN DAN AKUNTANSI UNTUK KAS

Sistem Pengendalian Intern Dan Akuntansi Untuk Kas 

PENGENDALIAN INTERN

Pengendalian intern (internal control)

Seiring menggunakan perkembangan skala usaha dalam suatu perusahaan, pemilik perusahaan tidak mungkin buat bisa melakukan pengawasan atas seluruh operasi perusahaan secara eksklusif atau dengan kata lain pemilik nir mungkin mampu terlibat langsung pada operasi perusahaannya. Untuk itu pemilik perusahaan perlu mendelegasikan wewenangnya pada pimpinan manajemen perusahaan dan manajemen meneruskan kembali wewenang tersebut menggunakan menerapkan prosedur mekanisme pengendalian intern.

Pengendalian intern mencakup seluruh perencanaan dari suatu organisasi serta seluruh metode serta mekanisme yg diterapkan manajemen dalam rangka buat:
1. Menjaga asset perusahaan menurut pencurian, pembobolan, perampokan, manipulasi, korupsi yg dilakukan (fraud) sang pihak-pihak eksklusif, dan penggunaan harta kekayaan perusahaan yang nir diotorisasi.
2. Meningkatkan akurasi serta agama berdasarkan catatan akuntansi menggunakan cara mengurangi risiko kesalahan (error) dalam proses akuntansi yang dilakukan.


Prinsip-prinsip Pengendalian Intern

Meskipun poly perusahaan yg tetapkan mekanisme pengendalian intern menggunakan “bahasa” aturan yang bhineka, tetapi dalam biasanya masing-masing mengandung prinsip-prinsip utama pengendalian intern yg sama. 

Di antara prinsip prinsip pengendalian intern tadi merupakan:
1. Pembentukan pertanggungjawaban (establishment of responsibility)
2. Adanya pemisahan tugas secara tegas (segregation of duties)
3. Prosedur dokumentasi wajib dimiliki perusahaan (documentation procedure)
4. Pengendalian secara fisik, mekanik, serta elektronik (physical, mechanical and electronic controls)
5. Verifikasi internal yang independen harus ada (independent internal verification)


Pembentukan Pertanggungjawaban

- Manajemen wajib memutuskan tanggung jawab secara kentara.
- Tiap orang memiliki tanggung jawab untuk tugas yang diberikan kepadanya.
- Pembentukan pertanggungjawaban meliputi otorisasi serta persetujuan atas suatu transaksi.


Pemisahan Tugas

- Tanggung jawab atas pekerjaan dan tugas wajib diberikan pada individu yang tidak sinkron, (misalnya pemisahan tugas antara petugas yg mengurusi penyimpanan kas menggunakan petugas yang mengurusi pencatatan kas).
- Tanggung jawab buat memelihara catatan harus terpisah dengan tanggung jawab buat menjaga keadaan fisik kekayaan perusahaan.


Prosedur dokumentasi harus dimiliki perusahaan

Dokumentasi yg baik diperlukan buat melindungi kekayaan perusahaan dan menjamin bahwa seluruh karyawan melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan.

Dokumentasi yang sanggup dipercaya akan sebagai sumber keterangan yang dapat digunakan manajemen buat memonitor kegiatan operasi perusahaan.

Ada beberapa prinsip pada prosedur dokumentasi, yaitu:
- Semua dokumen harus diberi nama terlebih dahulu (prenumbered) yang tercetak, dan semua dokumen harus dipertanggungjawabkan.
- Dokumen menjadi bukti pencatatan akuntansi disampaikan ke bagian akuntansi buat menyakinkan bahwa transaksi telah dicatat sempurna saat.


Pengendalian Secara Fisik, Mekanis dan Elektronik

Sebaiknya perusahaan menerapkan pengendalian secara elektro disamping cara mekanis dan fisik buat menjaga kekayaannya. Sebagai model penerapan pengendalian mekanis adalah penggunaan kas register, cheque protector. 

Pengendalian mekanis menggunakan brankas (peti besi), ruang khasanah (strong room) dan model pengendalian elektronik adalah pemakaian mesin absensi elektronika sidik jari yg terhubung menggunakan komputer, cctv (televisi monitor), alarms elektronika,garment sensors.

Verifikasi Intern Independen
Meskipun sistem pengendalian intern sudah didesain menggunakan baik, kemungkinan terjadinya penyimpangan tetap saja bisa terjadi setiap ketika. Misalnya kelelahan yang terjadi terhadap karyawan mampu mengakibatkan mekanisme-prosedur yg ditetapkan diabaikan. Untuk itu dibutuhkan pengkajian ulang secara teratur dan berkesinambungan supaya prosedur-mekanisme bisa dijalankan secara teratur, tertib serta sahih. Proses ini wajib dilakukan sang pemeriksa intern yg independen.

Pengendalian yg efektif dapat dicapai dengan membangun bagian pembuktian yang bertugas mereview, merekonsiliasi serta menjaga pengendalian intern. Untuk itu harus dilakukan:
- Verifikasi secara periodik dan mendadak
- Verifikasi oleh petugas yang independent
- Penyampaian saran pada manajer untuk tindakan koreksi

Keterbatasan pengendalian intern
Keterbatasan pengendalian intern merupakan sebagai berikut:
1. Adanya kemungkinan timbulnya beban (cost) buat mendesain pengendalian intern yang lebih besar dibandingkan manfaat yg diperoleh.
2. Adanya faktor sumber daya manusia
3. Besarnya ukuran perusahaan.

PENGERTIAN KAS
Hampir semua transaksi perusahaan akan melibatkan uang kas, baik itu merupakan transaksi penerimaan juga pengeluaran kas dan transaksi-transaksi yang lain akan berakhir menggunakan rekening kas ini.

Kas merupakan harta yg paling lancer atau likuid, paling gampang diselewengkan, maka diharapkan suatu sistem serta mekanisme akuntansi buat mencatat dan mengendalikan kas.

Kas merupakan indera pertukaran yang diakui sang rakyat generik dan sang karena itu adalah dasar-landasan yang kuat buat dipakai menjadi indera pengukur terhadap seluruh kegiatan ekonomi pada pada perusahaan.

Ada dua kriteria agar indera pembayaran dapat diklasifikasikan menjadi kas :
1. Harus bisa diterima generik sebagai alat pembayaran atau diterima oleh bank sebagai simpanan sebesar nilai nominalnya.
2. Harus bisa dipakai sebagai alat pembayaran buat kegiatan sehari-hari.

Kas mencakup uang tunai serta instrumen atau indera-indera pembayaran yg diterima oleh generik, baik yg terdapat pada pada perusahaan juga yang disimpan pada bank (uang tunai kertas dan logam, cek, wesel cek, rekening bank yg berbentuk tabungan dan giro).

Kas mempunyai sifat-sifat atau ciri:
1. Kas memiliki sifat yg aktif tetapi tidak produktif
2. Kas (uang tunai) tidak memiliki bukti diri kepemilikan dan memiliki sifat yg mudah dipindahtangankan.

Dari 2 sifat kas tadi maka bisa diambil kesimpulan bahwa unsur perencanaan serta supervisi terhadap kas harus mendapatkan perhatian yang serius bagi manajemen.

SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL TERHADAP KAS
Akuntansi terhadap kas lebih dititik beratkan dalam fungsi penyediaan warta buat kepentingan manajemen terhadap kas. Secara garis besar akuntansi terhadap kas wajib diarahkan kepada 2 hal yaitu : Administrative serta Accounting Control, yang secara umum terdiri menurut:
1. Menyediakan kas yg cukup buat operasi perusahaan sehari-hari (likuiditas)
2. Menghindarkan terjadinya kas yang menganggur (idle money)
3. Mencegah terjadinya kerugian-kerugian sebagai dampak dari adanya penyalahgunaan terhadap kas.

Adanya suatu pengendalian intern yg memadai, merupakan syarat absolut demi perlindungan serta keamanan terhadap kas. Sistem pengendalian intern meliputi seluruh sarana, alat dan peraturan-peraturan yang digunakan oleh perusahaan menggunakan tujuan buat :
1. Mengamankan serta mencegah terjadinya pemborosan, penyalahgunaan serta ketidak-efisiensian berdasarkan sumber ekonomi yang dimiliki perusahaan.
2. Menjamin ketelitian dan dapat dipercayainya (reliability) keberadaan data operasional dan akuntansi yg dihasilkan.
3. Mendorong tercapainya efisiensi operasi dan dipatuhinya kebijaksanaan manajemen.

Sistem pengendalian intern nir dirancang buat dapat mendeteksi adanya kesalahan- kesalahan, namun lebih mengutamakan dalam usaha-bisnis pencegahan dan mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan dan penyalahgunaan. Harus terdapat pemisahan fungsi operasi, pencatatan dan penyimpanan pada segala bidang kegiatan perusahaan. Berhubungan dengan kas, adanya pemisahan antara pengelola fisik uang (penerimaan,penyimpanan dan pengeluaran ) dan pengelolan administrasinya absolut dibutuhkan. Dalam fungsi penerimaan kas; pengawasan harus ditujukan supaya semua uang yg seharusnya diterima, benar- sahih diterima serta dicatat. Dan dalam fungsi pengeluaran kas; supervisi wajib diarahkan agar nir terjadi pengeluaran kas tanpa adanya otorisasi sang pejabat yang berwenang.

PENGAWASAN KAS
Sistem supervisi intern suatu perusahaan berbeda dengan perusahaan lain karena bentuk dan jenis perusahaan beragam. Namun terdapat dasar-dasar tertentu yang bisa digunakan menjadi panduan buat mengadakan supervisi terhadap kas menjadi berikut:

Penerimaan uang
Prosedur-prosedur pengawasan yang bisa dipakai antara lain:
1. Harus ditunjukkan menggunakan jelas fungsi-fungsi dalam penerimaan kas dari setiap penerimaan kas wajib segera dicatat dan disetor ke bank.
2. Diadakan pemisahan fungsi antara pengurusan kas dengan fungsi pencatatan kas.
3. Diadakan pengawasan yg ketat terhadap fungsi penerimaan serta pencatatan kas.

Selain itu setiap hari harus dibuat laporan kas.
Pengeluaran uang
Beberapa mekanisme supervisi yg krusial adalah menjadi berikut:
1. Semua pengeluaran uang menggunakan cek kecuali buat pengeluaranpengeluaran kecil dibayar dari kas kecil.
2. Dibentuk dana kas mini yg diawasi dengan ketat.
3. Penulisan cek hanya dilakukan apabila didukung bukti-bukti yg lengkap atau dengan kata lain digunakan sistem voucher.
4. Dipisahkan antara orang-orang yang mengumpulkan bukti-bukti pengeluaran, yang menulis cek, yang menandatangani cek serta yang mencatat pengeluaran kas.
5. Diadakan pemeriksaan intern dengan jangka ketika yang nir tertentu.
6. Diharuskan membuat kas harian.

DANA KAS KECIL (PETTY CASH FUND)
Dana kas mini atau petty cash fund merupakan uang kas yg disediakan untuk membayar pengeluaran-pengeluaran yg jumlahnya relatif kecil serta nir irit jika dibayar dengan cek.

Dana ini diserahkan pada kasir kas mini yg bertanggung jawab terhadap pembayaran-pembayaran berdasarkan dana ini dan terhadap jumlah dana kas kecil. Apabila jumlah kas kecil tinggal sedikit, kasir kas kecil akan meminta supaya dananya ditambah.

Penambahan kas kecil kadang-kadang dilakukan setiap periode tertentu contohnya mingguan.

Dalam hubungannya dengan kas kecil terdapat 2 metode yg digunakan yaitu:
1. Sistem Imprest
2. Metode Fluktuasi

Sistem Imprest (imprest fund method)
Dalam sistem ini jumlah dalam rekening kas kecil selalu tetap, yaitu sebanyak check yg diserahkan kepada kasir kas mini buat menciptakan dana kas mini .

Cek tadi diuangkan ke bank sang kasir kas kecil serta uangnya dipakai buat membayar pengeluaran-pengeluaran kas kecil.

Apabila jumlah kas kecil tinggal sedikit dan juga dalam akhir periode, kasir kas mini akan minta pengisian balik kas kecilnya sebesar jumlah yang telah dibayar dari kas mini , sebagai akibatnya jumlah uang dalam kas kecil kembali seperti semula. Pengeluaran-pengeluaran kas kecil baru dicatat pada ketika pengisian pulang.

Sistem Fluktuasi (fluctuating fund method)
Dalam metode fluktuasi pembentukan dana kas mini dilakukan menggunakan cara yang sama misalnya pada sistem imprest.

Perbedaannya dengan sistem imprest adalah bahwa dalam metode fluktuasi saldo rekening kas mini tidak permanen, namun berfluktuasi sinkron dengan jumlah pengisian kembali serta pengeluaran-pengeluaran kas mini .

Pencatatan eksklusif dilakukan setiap terjadinya pengeluaran-pengeluaran berdasarkan dana kas kecil.

Berikut ini adalah contoh pencatatan akuntansi dalam kas mini :
Dalam sebuah perusahaan yg menyelenggarakan kas kecil menurut imprest fund system, terdapat transaksi-transaksi sebagai berikut:
4 Januari 2000 : Diserahkan selembar cek angka 3542 sebesar Rp.dua.000.000,00 buat menciptakan kas mini .
5 Januari 2000 : Dibayar porto telegram Rp. 60.000,00
7 Januari 2000 : Dibeli tunai indera-alat tulis buat kantor Rp. 96.000,00
12 Januari 2000 : Dibayar biaya angkut sebesar Rp. 320.000,00
18 Januari 2000 : Dibayar porto angkut sebanyak Rp. 275.000,00
19 Januari 2000 : Dibayar uang makan untuk para karyawan yang lembur Rp. 150.000,00
21 Januari 2000 : Dibeli berdasarkan tempat kerja pos, materai dan perangko sebanyak Rp.102.000,00
22 Januari 2000 : Dibeli tunai alat-alat tulis tempat kerja Rp. 70.000,00
22 Januari 2000 : Dibayar biaya angkut sebanyak Rp. 190.000,00 dan porto upah bongkar sebanyak Rp. 72.000,00
24 Januari 2000 : Dibayar buat parkir serta porto serba-serbi Rp. 50.000,00
25 Januari 2000 : Dibayar porto servis mesin-mesin kantor Rp. 80.000,00
26 Januari 2000 : Diadakan pertanggungjawaban atas pengeluaran-pengeluaran melalui kas kecil dan selesainya itu diterima pengganti dana menggunakan cek nomor 3575.

Diminta :
Catatlah transaksi-transaksi tadi pada atas dalam buku kas mini . (buat pencatatan pada buku kas kecil, gunakanlah perkiraan-perkiraan sebagai berikut: perlengkapan tempat kerja; biaya pengangkutan; porto serba-serbi; porto pos, telepon serta telegram; uang makan). Setelah itu buatlah ayat-ayat jurnal yang dibutuhkan.

Jawaban menggunakan metode imprest
Pencatatan transaksi dana kas mini menggunakan memakai metode imprest (dana permanen):

Ayat jurnal yg wajib dibentuk pada transaksi pembentukan dana kas mini :
Tanggal           Perkiraan                                 Debet              Kredit
04-01-00          Dana Kas Kecil                       2.000.000
Kas                                                      dua.000.000

 (buat mencatat pembentukan dana kas kecil sebanyak Rp. 2.000.000 menggunakan menggunakan cek nomor 3542)


Ayat Jurnal yg harus dibentuk pada transaksi pengisian kembali kas kecil:

Tanggal                       Perkiraan                                 Debet              Kredit
26-01-00          biaya pos, telepon serta telegram            60.000                       -
perlengkapan tempat kerja                              96.000                       -
biaya pengangkutan                            320.000                       -
biaya pengangkutan                              75.000                       -
uang makan                                         150.000                       -
biaya pos, telepon dan telegram          102.000                       -
perlengkapan tempat kerja                              70.000                       -
biaya pengangkutan                            262.000                       -
biaya serba-serbi                                    50.000                       -
biaya servis mesin kantor                      80.000                       -
Kas                                            -                     1.465.000

(buat mencatat pengisian kembali dana kas kecil sebesar Rp. 1.465.000 dengan memakai cek angka 3575).

Jawaban dengan metode fluktuatif
Untuk sekedar membandingkan kita akan mencoba melakukan pencatatan transaksi menggunakan menggunakan metode fluktuatif, berikut ini pencatatannya:

Ayat jurnal yg wajib dibentuk pada transaksi pembentukan dana kas mini : (jurnal yang dibuat identik dengan metode imprest)











Pengisian pulang kas mini buat metode fluktuatif nir sebesar jumlah dana kas kecil yang dikeluarkan tetapi sebesar permintaan kasir pemegang kas mini secara bebas. Sebagai contoh bila jumlah yg diminta kasir kas kecil untuk pengisian balik kas kecil sebesar Rp. 1.750.000, maka dengan demikian saldo kas kecil akan berubah sebagai Rp. 2.285.000 (jumlah ini tidak sinkron menggunakan saldo kas mini dalam ketika dibentuk).

Pengisian Kembali Dana Kas Kecil yg Lupa Dilakukan
Dalam praktek global usaha kadang-kadang terjadi kasir kas mini lupa meminta pengisian pulang kas mini pada akhir periode akuntansi sehingga akan mengakibatkan kasus yaitu dana kas mini tidak dapat digunakan lagi atau diisi lagi dalam awal periode akuntansi berikutnya.

Untuk mengatasi kasus tadi dibutuhkan teknik dengan menciptakan jurnal pembalik. Untuk mempermudah pemahaman anda maka akan saya gambarkan bagaimana cara mencatat insiden ini menggunakan menggunakan model soal tadi di atas.

Ayat Jurnal yg wajib dibentuk pada transaksi “pengisian balik kas kecil yg lupa dilakukan”.
Tanggal                       Perkiraan                                             Debet             Kredit
31-01-00          porto pos, telepon dan telegram                        60.000                       -          
perlengkapan tempat kerja                                          96.000                       -
biaya pengangkutan                                        320.000                       -
biaya pengangkutan                                        275.000                       -
uang makan                                                     150.000                       -
biaya pos, telepon dan telegram                      102.000                       -
perlengkapan kantor                                          70.000                       -
biaya pengangkutan                                        262.000                       -
biaya serba-serbi                                                50.000                       -
biaya serba-serbi                                                80.000                       -
Dana Kas Kecil                                               -                      1.465.000


(buat mencatat penutupan rekening dana kas mini )


Dengan pembuatan ayat jurnal tadi maka menurut sisi akuntansi sudah tidak terdapat masalah karena pos-pos laporan keuangan telah mampu dipertanggung jawabkan dalam akhir periode akuntansi, tetapi demikian bila kita akan melanjutkan pengelolaan dana kas kecil pada awal periode berikutnya niscaya terjadi perkara lantaran jurnal penutupan dana kas kecil pada atas telah tidak bisa diisi kembali secara akuntansi. 

Untuk dapat merampungkan perkara ini yang harus kita lakukan merupakan dengan cara membuat jurnal pembalik supaya dana kas kecil tersebut bisa diisi pulang, berikut cara pembuatannya:

Ayat Jurnal Pembalik:

Setelah ayat jurnal pembalik dibuat, selanjutnya kita bisa membuat jurnal pengisian balik kas kecil. Sebagai contoh dalam tanggal 2 Februari 2001 dilakukan pengisian balik kas kecil, maka kita tinggal menciptakan ayat jurnal pengisian kembalinya seperti biasa.

Ayat Jurnal pengisian balik dana kas mini :
Saldo Dana Kas Kecil Terlalu Besar atau Terlalu Kecil
Pemegang dana kas mini di perusahaan merupakan operator kas mini yang bertanggung jawab terhadap operasional penggunaan kas kecil pada kegiatan pembayaran perusahaan, pemegang kas mini bertugas melaporkan setiap penggunaan dan mempertanggung jawabkannya. Dalam praktek pemegang kas mini kadang-kadang dihadapkan dalam jumlah saldo kas kecil yg terlalu besar serta atau justru terlalu mini . Untuk itu perlu adanya penyesuaian jumlah saldo yang dikelola oleh pemegang dana kas kecil supaya sinkron menggunakan kebutuhan sehari-hari.

Bila saldo kas kecil terlalu besar
Misalnya saldo dana kas mini ditetapkan sebanyak Rp. Dua.000.000, tapi pemegang kas kecil merasa jumlah kas mini terlalu besar sebagai akibatnya meminta pengurangan saldo kas kecil sebesar Rp. 500.000. Berarti saldo dana kas mini yang baru menjadi Rp.1.500.000. Maka ayat jurnal yang dibentuk merupakan sebegai berikut:
Tanggal                       Perkiraan                                 Debet                          Kredit
0x-0x-0x                      Kas                                          500.000                       -

Dana Kas Kecil                       -                       500.000

Bila saldo kas mini terlalu kecil
Misalnya saldo dana kas kecil yang sudah ditetapkan sebesar Rp. Dua.000.000 dirasa terlalu mini maka pemegang kas mini meminta penambahan saldo kas kecil sebesar Rp. 1.000.000. Berarti saldo dana kas kecil yg baru sebagai Rp. Tiga.000.000. Maka ayat jurnal yang dibentuk merupakan sebegai berikut:
Tanggal                       Perkiraan                                 Debet                          Kredit
0x-0x-0x                      Dana Kas Keci                        1.000.000                    -

Kas                              -                                   1.000.000

SISTEM PENGENDALIAN INTERN DAN AKUNTANSI UNTUK KAS

Sistem Pengendalian Intern Dan Akuntansi Untuk Kas 

PENGENDALIAN INTERN

Pengendalian intern (internal control)

Seiring dengan perkembangan skala usaha pada suatu perusahaan, pemilik perusahaan tidak mungkin buat mampu melakukan supervisi atas seluruh operasi perusahaan secara pribadi atau menggunakan kata lain pemilik nir mungkin bisa terlibat eksklusif pada operasi perusahaannya. Untuk itu pemilik perusahaan perlu mendelegasikan wewenangnya kepada pimpinan manajemen perusahaan dan manajemen meneruskan kembali wewenang tadi dengan menerapkan prosedur prosedur pengendalian intern.

Pengendalian intern mencakup seluruh perencanaan berdasarkan suatu organisasi serta semua metode serta mekanisme yang diterapkan manajemen pada rangka buat:
1. Menjaga asset perusahaan dari pencurian, pembobolan, perampokan, manipulasi, korupsi yang dilakukan (fraud) oleh pihak-pihak tertentu, serta penggunaan harta kekayaan perusahaan yg tidak diotorisasi.
2. Meningkatkan akurasi dan kepercayaan menurut catatan akuntansi menggunakan cara mengurangi risiko kesalahan (error) pada proses akuntansi yang dilakukan.


Prinsip-prinsip Pengendalian Intern

Meskipun banyak perusahaan yg tetapkan prosedur pengendalian intern dengan “bahasa” anggaran yang bhineka, namun dalam umumnya masing-masing mengandung prinsip-prinsip pokok pengendalian intern yang sama. 

Di antara prinsip prinsip pengendalian intern tersebut merupakan:
1. Pembentukan pertanggungjawaban (establishment of responsibility)
2. Adanya pemisahan tugas secara tegas (segregation of duties)
3. Prosedur dokumentasi wajib dimiliki perusahaan (documentation procedure)
4. Pengendalian secara fisik, mekanik, dan elektronik (physical, mechanical and electronic controls)
5. Verifikasi internal yang independen sine qua non (independent internal verification)


Pembentukan Pertanggungjawaban

- Manajemen harus menetapkan tanggung jawab secara jelas.
- Tiap orang memiliki tanggung jawab buat tugas yang diberikan kepadanya.
- Pembentukan pertanggungjawaban mencakup otorisasi serta persetujuan atas suatu transaksi.


Pemisahan Tugas

- Tanggung jawab atas pekerjaan serta tugas harus diberikan pada individu yang tidak sinkron, (misalnya pemisahan tugas antara petugas yang mengurusi penyimpanan kas dengan petugas yg mengurusi pencatatan kas).
- Tanggung jawab buat memelihara catatan wajib terpisah dengan tanggung jawab buat menjaga keadaan fisik kekayaan perusahaan.


Prosedur dokumentasi harus dimiliki perusahaan

Dokumentasi yg baik dibutuhkan buat melindungi kekayaan perusahaan serta mengklaim bahwa semua karyawan melaksanakan prosedur yg telah ditetapkan.

Dokumentasi yang bisa dipercaya akan menjadi sumber keterangan yang dapat dipakai manajemen buat memonitor kegiatan operasi perusahaan.

Ada beberapa prinsip dalam prosedur dokumentasi, yaitu:
- Semua dokumen wajib diberi nama terlebih dahulu (prenumbered) yang tercetak, dan semua dokumen wajib dipertanggungjawabkan.
- Dokumen menjadi bukti pencatatan akuntansi disampaikan ke bagian akuntansi buat menyakinkan bahwa transaksi telah dicatat sempurna waktu.


Pengendalian Secara Fisik, Mekanis dan Elektronik

Sebaiknya perusahaan menerapkan pengendalian secara elektronik disamping cara mekanis serta fisik buat menjaga kekayaannya. Sebagai model penerapan pengendalian mekanis merupakan penggunaan kas register, cheque protector. 

Pengendalian mekanis memakai brankas (peti besi), ruang khasanah (strong room) serta contoh pengendalian elektronik adalah pemakaian mesin absensi elektronika sidik jari yang terhubung menggunakan personal komputer , cctv (televisi monitor), alarms elektronik,garment sensors.

Verifikasi Intern Independen
Meskipun sistem pengendalian intern telah dirancang dengan baik, kemungkinan terjadinya penyimpangan permanen saja sanggup terjadi setiap saat. Misalnya kelelahan yg terjadi terhadap karyawan bisa mengakibatkan prosedur-mekanisme yang ditetapkan diabaikan. Untuk itu diharapkan pengkajian ulang secara teratur dan berkesinambungan supaya prosedur-prosedur bisa dijalankan secara teratur, tertib serta sahih. Proses ini harus dilakukan oleh pemeriksa intern yang independen.

Pengendalian yang efektif bisa dicapai menggunakan membangun bagian pembuktian yg bertugas mereview, merekonsiliasi dan menjaga pengendalian intern. Untuk itu harus dilakukan:
- Verifikasi secara periodik serta mendadak
- Verifikasi oleh petugas yang independent
- Penyampaian saran pada manajer buat tindakan koreksi

Keterbatasan pengendalian intern
Keterbatasan pengendalian intern merupakan menjadi berikut:
1. Adanya kemungkinan timbulnya beban (cost) buat mendesain pengendalian intern yg lebih besar dibandingkan manfaat yg diperoleh.
2. Adanya faktor sumber daya manusia
3. Besarnya ukuran perusahaan.

PENGERTIAN KAS
Hampir seluruh transaksi perusahaan akan melibatkan uang kas, baik itu merupakan transaksi penerimaan maupun pengeluaran kas serta transaksi-transaksi yang lain akan berakhir dengan rekening kas ini.

Kas merupakan harta yang paling lancer atau likuid, paling gampang diselewengkan, maka dibutuhkan suatu sistem serta prosedur akuntansi untuk mencatat dan mengendalikan kas.

Kas adalah indera pertukaran yang diakui oleh masyarakat umum dan sang sebab itu adalah dasar-landasan yg bertenaga buat dipakai menjadi indera pengukur terhadap semua aktivitas ekonomi di dalam perusahaan.

Ada 2 kriteria supaya alat pembayaran dapat diklasifikasikan menjadi kas :
1. Harus dapat diterima umum sebagai indera pembayaran atau diterima sang bank sebagai simpanan sebesar nilai nominalnya.
2. Harus bisa dipakai menjadi indera pembayaran buat aktivitas sehari-hari.

Kas meliputi uang tunai serta instrumen atau indera-indera pembayaran yang diterima oleh generik, baik yang ada pada pada perusahaan juga yg disimpan di bank (uang tunai kertas serta logam, cek, wesel cek, rekening bank yang berbentuk tabungan serta giro).

Kas memiliki sifat-sifat atau ciri:
1. Kas mempunyai sifat yang aktif namun tidak produktif
2. Kas (uang tunai) nir memiliki identitas kepemilikan dan mempunyai sifat yg gampang dipindahtangankan.

Dari 2 sifat kas tersebut maka bisa diambil konklusi bahwa unsur perencanaan serta pengawasan terhadap kas harus mendapatkan perhatian yg serius bagi manajemen.

SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL TERHADAP KAS
Akuntansi terhadap kas lebih dititik beratkan pada fungsi penyediaan kabar buat kepentingan manajemen terhadap kas. Secara garis besar akuntansi terhadap kas harus diarahkan kepada dua hal yaitu : Administrative dan Accounting Control, yg secara generik terdiri menurut:
1. Menyediakan kas yg cukup buat operasi perusahaan sehari-hari (likuiditas)
2. Menghindarkan terjadinya kas yg menganggur (idle money)
3. Mencegah terjadinya kerugian-kerugian sebagai akibat berdasarkan adanya penyalahgunaan terhadap kas.

Adanya suatu pengendalian intern yg memadai, adalah kondisi absolut demi proteksi serta keamanan terhadap kas. Sistem pengendalian intern mencakup seluruh wahana, indera dan peraturan-peraturan yang digunakan sang perusahaan menggunakan tujuan buat :
1. Mengamankan dan mencegah terjadinya pemborosan, penyalahgunaan serta ketidak-efisiensian menurut asal ekonomi yang dimiliki perusahaan.
2. Menjamin ketelitian dan dapat dipercayainya (reliability) keberadaan data operasional serta akuntansi yang dihasilkan.
3. Mendorong tercapainya efisiensi operasi serta dipatuhinya kebijaksanaan manajemen.

Sistem pengendalian intern nir dibuat buat bisa mendeteksi adanya kesalahan- kesalahan, namun lebih mengutamakan pada usaha-bisnis pencegahan dan mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan serta penyalahgunaan. Harus terdapat pemisahan fungsi operasi, pencatatan serta penyimpanan pada segala bidang kegiatan perusahaan. Berhubungan menggunakan kas, adanya pemisahan antara pengelola fisik uang (penerimaan,penyimpanan dan pengeluaran ) dan pengelolan administrasinya absolut diperlukan. Dalam fungsi penerimaan kas; pengawasan wajib ditujukan supaya semua uang yang seharusnya diterima, benar- benar diterima serta dicatat. Dan pada fungsi pengeluaran kas; pengawasan harus diarahkan supaya tidak terjadi pengeluaran kas tanpa adanya otorisasi sang pejabat yang berwenang.

PENGAWASAN KAS
Sistem supervisi intern suatu perusahaan berbeda dengan perusahaan lain karena bentuk dan jenis perusahaan bermacam-macam. Namun ada dasar-dasar eksklusif yang sanggup digunakan menjadi panduan buat mengadakan pengawasan terhadap kas sebagai berikut:

Penerimaan uang
Prosedur-mekanisme supervisi yang bisa dipakai antara lain:
1. Harus ditunjukkan dengan kentara fungsi-fungsi pada penerimaan kas menurut setiap penerimaan kas wajib segera dicatat dan disetor ke bank.
2. Diadakan pemisahan fungsi antara pengurusan kas dengan fungsi pencatatan kas.
3. Diadakan pengawasan yg ketat terhadap fungsi penerimaan serta pencatatan kas.

Selain itu setiap hari harus dibuat laporan kas.
Pengeluaran uang
Beberapa mekanisme supervisi yg krusial adalah menjadi berikut:
1. Semua pengeluaran uang memakai cek kecuali buat pengeluaranpengeluaran kecil dibayar berdasarkan kas kecil.
2. Dibentuk dana kas kecil yang diawasi dengan ketat.
3. Penulisan cek hanya dilakukan bila didukung bukti-bukti yang lengkap atau menggunakan kata lain dipakai sistem voucher.
4. Dipisahkan antara orang-orang yang mengumpulkan bukti-bukti pengeluaran, yg menulis cek, yang menandatangani cek dan yg mencatat pengeluaran kas.
5. Diadakan pemeriksaan intern menggunakan jangka waktu yg tidak eksklusif.
6. Diharuskan menciptakan kas harian.

DANA KAS KECIL (PETTY CASH FUND)
Dana kas mini atau petty cash fund adalah uang kas yg disediakan buat membayar pengeluaran-pengeluaran yg jumlahnya nisbi mini serta tidak ekonomis bila dibayar dengan cek.

Dana ini diserahkan pada kasir kas mini yang bertanggung jawab terhadap pembayaran-pembayaran dari dana ini serta terhadap jumlah dana kas kecil. Jika jumlah kas mini tinggal sedikit, kasir kas mini akan meminta agar dananya ditambah.

Penambahan kas kecil kadang-kadang dilakukan setiap periode eksklusif contohnya mingguan.

Dalam hubungannya menggunakan kas mini terdapat dua metode yg digunakan yaitu:
1. Sistem Imprest
2. Metode Fluktuasi

Sistem Imprest (imprest fund method)
Dalam sistem ini jumlah pada rekening kas mini selalu permanen, yaitu sebesar check yg diserahkan pada kasir kas mini buat menciptakan dana kas mini .

Cek tadi diuangkan ke bank sang kasir kas mini dan uangnya digunakan buat membayar pengeluaran-pengeluaran kas kecil.

Apabila jumlah kas kecil tinggal sedikit serta jua dalam akhir periode, kasir kas mini akan minta pengisian balik kas kecilnya sebesar jumlah yang sudah dibayar menurut kas mini , sehingga jumlah uang pada kas kecil kembali misalnya semula. Pengeluaran-pengeluaran kas mini baru dicatat dalam waktu pengisian pulang.

Sistem Fluktuasi (fluctuating fund method)
Dalam metode fluktuasi pembentukan dana kas kecil dilakukan dengan cara yang sama seperti pada sistem imprest.

Perbedaannya dengan sistem imprest adalah bahwa dalam metode fluktuasi saldo rekening kas kecil tidak permanen, namun berfluktuasi sesuai menggunakan jumlah pengisian pulang dan pengeluaran-pengeluaran kas mini .

Pencatatan langsung dilakukan setiap terjadinya pengeluaran-pengeluaran menurut dana kas kecil.

Berikut ini merupakan contoh pencatatan akuntansi dalam kas mini :
Dalam sebuah perusahaan yg menyelenggarakan kas kecil berdasarkan imprest fund system, terdapat transaksi-transaksi menjadi berikut:
4 Januari 2000 : Diserahkan selembar cek nomor 3542 sebanyak Rp.dua.000.000,00 buat menciptakan kas kecil.
5 Januari 2000 : Dibayar biaya telegram Rp. 60.000,00
7 Januari 2000 : Dibeli tunai alat-indera tulis buat kantor Rp. 96.000,00
12 Januari 2000 : Dibayar biaya angkut sebanyak Rp. 320.000,00
18 Januari 2000 : Dibayar porto angkut sebesar Rp. 275.000,00
19 Januari 2000 : Dibayar uang makan buat para karyawan yang lembur Rp. 150.000,00
21 Januari 2000 : Dibeli berdasarkan tempat kerja pos, materai dan perangko sebanyak Rp.102.000,00
22 Januari 2000 : Dibeli tunai alat-alat tulis tempat kerja Rp. 70.000,00
22 Januari 2000 : Dibayar porto angkut sebesar Rp. 190.000,00 serta porto upah bongkar sebanyak Rp. 72.000,00
24 Januari 2000 : Dibayar buat parkir dan porto serba-serbi Rp. 50.000,00
25 Januari 2000 : Dibayar porto servis mesin-mesin kantor Rp. 80.000,00
26 Januari 2000 : Diadakan pertanggungjawaban atas pengeluaran-pengeluaran melalui kas kecil dan sehabis itu diterima pengganti dana menggunakan cek nomor 3575.

Diminta :
Catatlah transaksi-transaksi tersebut pada atas dalam kitab kas kecil. (buat pencatatan dalam kitab kas kecil, gunakanlah perkiraan-asumsi sebagai berikut: perlengkapan kantor; porto pengangkutan; biaya serba-serbi; biaya pos, telepon serta telegram; uang makan). Setelah itu buatlah ayat-ayat jurnal yang diharapkan.

Jawaban dengan metode imprest
Pencatatan transaksi dana kas mini menggunakan menggunakan metode imprest (dana tetap):

Ayat jurnal yang harus dibentuk dalam transaksi pembentukan dana kas mini :
Tanggal           Perkiraan                                 Debet              Kredit
04-01-00          Dana Kas Kecil                       dua.000.000
Kas                                                      2.000.000

 (buat mencatat pembentukan dana kas kecil sebanyak Rp. 2.000.000 menggunakan menggunakan cek nomor 3542)


Ayat Jurnal yg harus dibentuk dalam transaksi pengisian kembali kas kecil:

Tanggal                       Perkiraan                                 Debet              Kredit
26-01-00          biaya pos, telepon dan telegram            60.000                       -
perlengkapan kantor                              96.000                       -
biaya pengangkutan                            320.000                       -
biaya pengangkutan                              75.000                       -
uang makan                                         150.000                       -
biaya pos, telepon dan telegram          102.000                       -
perlengkapan kantor                              70.000                       -
biaya pengangkutan                            262.000                       -
biaya serba-serbi                                    50.000                       -
biaya servis mesin tempat kerja                      80.000                       -
Kas                                            -                     1.465.000

(buat mencatat pengisian balik dana kas mini sebanyak Rp. 1.465.000 menggunakan memakai cek nomor 3575).

Jawaban dengan metode fluktuatif
Untuk sekedar membandingkan kita akan mencoba melakukan pencatatan transaksi dengan menggunakan metode fluktuatif, ini dia pencatatannya:

Ayat jurnal yang harus dibentuk dalam transaksi pembentukan dana kas mini : (jurnal yang dibuat identik dengan metode imprest)











Pengisian balik kas mini buat metode fluktuatif nir sebesar jumlah dana kas kecil yg dimuntahkan namun sebanyak permintaan kasir pemegang kas mini secara bebas. Sebagai model jika jumlah yang diminta kasir kas kecil buat pengisian pulang kas mini sebanyak Rp. 1.750.000, maka dengan demikian saldo kas kecil akan berubah sebagai Rp. 2.285.000 (jumlah ini tidak sinkron menggunakan saldo kas kecil dalam waktu dibuat).

Pengisian Kembali Dana Kas Kecil yg Lupa Dilakukan
Dalam praktek global bisnis kadang-kadang terjadi kasir kas kecil lupa meminta pengisian balik kas mini dalam akhir periode akuntansi sebagai akibatnya akan menyebabkan masalah yaitu dana kas kecil tidak bisa dipakai lagi atau diisi lagi pada awal periode akuntansi berikutnya.

Untuk mengatasi perkara tersebut diperlukan teknik dengan menciptakan jurnal pembalik. Untuk mempermudah pemahaman anda maka akan aku gambarkan bagaimana cara mencatat insiden ini menggunakan memakai contoh soal tadi pada atas.

Ayat Jurnal yang wajib dibuat pada transaksi “pengisian pulang kas kecil yang lupa dilakukan”.
Tanggal                       Perkiraan                                             Debet             Kredit
31-01-00          porto pos, telepon dan telegram                        60.000                       -          
perlengkapan kantor                                          96.000                       -
biaya pengangkutan                                        320.000                       -
biaya pengangkutan                                        275.000                       -
uang makan                                                     150.000                       -
biaya pos, telepon dan telegram                      102.000                       -
perlengkapan kantor                                          70.000                       -
biaya pengangkutan                                        262.000                       -
biaya serba-serbi                                                50.000                       -
biaya serba-serbi                                                80.000                       -
Dana Kas Kecil                                               -                      1.465.000


(buat mencatat penutupan rekening dana kas mini )


Dengan pembuatan ayat jurnal tersebut maka menurut sisi akuntansi telah tidak ada perkara lantaran pos-pos laporan keuangan sudah sanggup dipertanggung jawabkan pada akhir periode akuntansi, namun demikian jika kita akan melanjutkan pengelolaan dana kas kecil dalam awal periode berikutnya pasti terjadi kasus karena jurnal penutupan dana kas kecil pada atas sudah tidak dapat diisi kembali secara akuntansi. 

Untuk bisa menuntaskan perkara ini yg harus kita lakukan adalah dengan cara membuat jurnal pembalik supaya dana kas mini tadi bisa diisi pulang, berikut cara pembuatannya:

Ayat Jurnal Pembalik:

Setelah ayat jurnal pembalik dibentuk, selanjutnya kita bisa membuat jurnal pengisian balik kas kecil. Sebagai contoh pada lepas dua Februari 2001 dilakukan pengisian balik kas kecil, maka kita tinggal membuat ayat jurnal pengisian kembalinya seperti biasa.

Ayat Jurnal pengisian pulang dana kas kecil:
Saldo Dana Kas Kecil Terlalu Besar atau Terlalu Kecil
Pemegang dana kas mini di perusahaan adalah operator kas kecil yg bertanggung jawab terhadap operasional penggunaan kas mini dalam aktivitas pembayaran perusahaan, pemegang kas kecil bertugas melaporkan setiap penggunaan dan mempertanggung jawabkannya. Dalam praktek pemegang kas kecil kadang-kadang dihadapkan dalam jumlah saldo kas kecil yg terlalu akbar serta atau justru terlalu kecil. Untuk itu perlu adanya penyesuaian jumlah saldo yang dikelola oleh pemegang dana kas kecil agar sesuai menggunakan kebutuhan sehari-hari.

Bila saldo kas mini terlalu besar
Misalnya saldo dana kas kecil ditetapkan sebesar Rp. Dua.000.000, tapi pemegang kas mini merasa jumlah kas kecil terlalu akbar sebagai akibatnya meminta pengurangan saldo kas kecil sebesar Rp. 500.000. Berarti saldo dana kas mini yg baru menjadi Rp.1.500.000. Maka ayat jurnal yg dibentuk merupakan sebegai berikut:
Tanggal                       Perkiraan                                 Debet                          Kredit
0x-0x-0x                      Kas                                          500.000                       -

Dana Kas Kecil                       -                       500.000

Bila saldo kas mini terlalu kecil
Misalnya saldo dana kas mini yang sudah ditetapkan sebanyak Rp. Dua.000.000 dirasa terlalu mini maka pemegang kas kecil meminta penambahan saldo kas mini sebanyak Rp. 1.000.000. Berarti saldo dana kas kecil yang baru sebagai Rp. 3.000.000. Maka ayat jurnal yg dibentuk merupakan sebegai berikut:
Tanggal                       Perkiraan                                 Debet                          Kredit
0x-0x-0x                      Dana Kas Keci                        1.000.000                    -

Kas                              -                                   1.000.000

PENGERTIAN DAN TAHAP FORMULASI KEBIJAKAN

Pengertian Dan Tahap Formulasi Kebijakan 
Dalam fase formulasi kebijakan publik, realitas politik yang melingkupi proses pembuatan kebijakan publik nir boleh dilepaskan dari penekanan kajiannya. Sebab bila kita melepaskan fenomena politik menurut proses pembuatan kebijakan publik, maka kentara kebijakan publik yang dihasilkan itu akan miskin aspek lapangannya. Sebuah produk kebijakan publik yang miskin aspek lapangannya itu jelas akan menemui poly duduk perkara dalam tahap penerapan berikutnya. Dan yg nir boleh dilupakan merupakan penerapannya dilapangan dimana kebijakan publik itu hidup tidaklah pernah steril menurut unsur politik. Formulasi kebijakan publik merupakan langkah yg paling awal dalam proses kebijakan publik secara keseluruhan, sang lantaran apa yang terjadi dalam tahap ini akan sangat memilih berhasil tidaknya kebijakan publik yang dibuat itu pada masa yang akan datang. Oleh karena itu perlu adanya kehati-hatian lebih menurut para produsen kebijakan saat akan melakukan formulasi kebijakan publik ini. Yang wajib diingat jua merupakan bahwa formulasi kebijakan publik yg baik merupakan formulasi kebijakan publik yang berorientasi pada implementasi serta penilaian. Sebab sering para pengambil kebijakan beranggapan bahwa formulasi kebijakan yang baik itu merupakan sebuah uraian konseptual yang sarat dengan pesan-pesan ideal serta normatif, namun tidak membumi. Padahal sesungguhnya formulasi kebijakan publik yang baik itu merupakan sebuah uraian atas kematangan pembacaan realitas sekaligus alternatif solusi yang fisibel terhadap empiris tersebut. Kendati pada akhirnya uraian yg dihasilkan itu nir sepenuhnya presisi dengan nilai ideal normatif, itu bukanlah perkara asalkan uraian atas kebijakan itu presisi dengan realitas masalah kebijakan yang terdapat dilapangan (Fadillah, 2001:49-50).

Solichin menyebutkan, bahwa seseorang ahli dari Afrika, Chief J.O. Udoji (1981) merumuskan secara terang pembuatan kebijakan negara dalam hal ini merupakan formulasi kebijakan menjadi :

“The whole process of articulating and defining problems, formulating possible solutions into political demands, chenelling those demands into the political system, seeking sanctions or legitimation of the preferred course of action, legitimation and implementation, monitoring and review (feedback)” (Keseluruhan proses yg menyangkut pengartikulasian dan pendefinisian kasus, perumusan kemungkinan-kemungkinan pemecahan perkara pada bentuk tuntutan-tuntutan politik, penyaluran tuntutan-tuntutan tersebut kedalam sistem politik, pengupayaan hadiah hukuman-hukuman atau legitimasi dari arah tindakan yg dipilih, pengesahan dan pelaksanaan/implementasi monitoring serta peninjauan kembali (umpan kembali) (Dalam Solichin. 2002:17).

Menurut pendapatnya, siapa yg berpartisipasi dan apa peranannya pada proses tadi buat sebagian besar akan tergantung dalam struktur politik pengambilan keputusan itu sendiri.

Untuk lebih jauh memahami bagaimana formulasi kebijakan publik itu, maka ada empat hal yang dijadikan pendekatan-pendekatan pada formulasi kebijakan publik dimana telah dikenal secara generik sang khalayak kebijakan publik yaitu :
1. Pendekatan Kekuasaan pada pembuatan Kebijakan Publik
2. Pendekatan Rasionalitas dan Pembuatan Kebijakan publik
3. Pendekatan Pilihan Publik pada Pembuatan Kebijakan Publik
4. Pendekatan Pemrosesan Personalitas, Kognisi dan Informasi pada Formulasi Kebijakan Publik
(Fadillah, 2001:50-62).

Oleh sebeb itu pada proses formulasi kebijakan publik ini Fadillah mengutip pendapat menurut Yezhezkhel Dror yg membagi termin-termin proses-proses kebijakan publik dalam 18 langkah yang merupakan uraian berdasarkan tiga tahap besar dalam proses pembuatan kebijakan publik yaitu : 

A. Tahap Meta Pembuatan kebijakan Publik (Metapolicy-making stage):
1. Pemrosesan nilai;
2. Pemrosesan realitas;
3. Pemrosesan kasus;
4. Survei, pemrosesan serta pengembangan asal daya;
5. Desain, evaluasi, dan redesain sistem pembuatan kebijakan publik;
6. Pengalokasian kasus, nilai, dan sumber daya;
7. Penentuan strategi pembuatan kebijakan.

B. Tahap Pembuatan Kebijakan Publik (Policy making)
1. Sub alokasi asal daya;
2. Penetapan tujuan operasional, menggunakan beberapa prioritas;
3. Penetapan nilai-bilai yg signifikan, dengan beberapa prioritas;
4. Penyiapan cara lain -cara lain kebijakan secara generik;
5. Penyiapan prediksi yg realistis atas berbagai alternatif tersebut diatas, berikut laba dan kerugiannya;
6. Membandingkan masing-masing alternatif yg ada itu sekaligus menentukan cara lain mana yg terbaik;
7. Melakukan ex-ante evaluation atas alternatif terbaik yg telah dipilih tersebut diatas.

C. Tahap Pasca Pembuatan Kebijakan Publik (Post policy-making stage)
1. Memotivasi kebijakan yang akan diambil;
2. Mengambil dan menetapkan kebijakan publik;
3. Mengevaluasi proses pembuatan kebijakan publik yg telah dilakukan;
4. Komunikasi dan umpan pulang atas semua fase yg telah dilakukan.
(Dalam Fadillah, 2001:75-76)

Analisis kebijakan dilakukan buat membentuk, secara kritis menilai, dan mengkomunikasikan pengetahuan yg relevan menggunakan kebijakan pada satu atau lebih termin proses pembuatan kebijakan. Tahap termin tadi mencerminkan kegiatan yang terus berlangsung yang terjadi sepanjang ketika. Setiap termin herbi termin yg berikutnya, serta termin terakhir (penilaian kebijakan) dikaitkan menggunakan termin pertama (penyusunan agenda), atau termin ditengah, pada lingkaran aktivitas yang tidak linear. Aplikasi prosedur bisa berakibat pengetahuan yg relevan menggunakan kebijakan yang secara pribadi mempengaruhi perkiraan, keputusan, dan aksi pada satu termin yang lalu secara tidak eksklusif mensugesti kinerja tahap-termin berikutnya. Aktivitas yg termasuk pada aplikasi prosedur analisis kebijakan merupakan tepat buat tahap-tahap tertentu berdasarkan proses pembuatan kebijakan, seperti ditunjukan dalam segi empat (tahap-tahap pembuatan kebijakan) dan oval yg digelapkan (prosedur analisis kebijakan) dalam bagan dua.1. Masih ada sejumlah cara dimana penerapan analisis kebijakan bisa memperbaiki proses pembuatan kebijakan dan kinerjanya (N. Dunn. 2000:23).

Tabel Tahap-termin dalam Proses Pembuatan Kebijakan
FASE

KARAKTERISTIK

PENYUSUNAN AGENDA

Para pejabat yg dipilih dan diangkat menempatkan kasus dalam rencana publik. Banyak masalah nir disentuh sama sekali ad interim lainnya ditunda buat waktu lama .
FORMULASI KEBIJAKAN

Para pejabat merumuskan alternatif kebijakan buat mengatasi kasus. Alternatif kebijakan melihat perlunya menciptakan perintah eksekutif, keputusan peradilan, dan tindakan legislatif.
ADOPSI KEBIJAKAN

Alternatif kebijakan yang diadopsi menggunakan dukungan dari mayoritas legislatif, konsesnsus diantara direktur lembaga atau keputusan peradilan.
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN

Kebijakan yg telah diambil dilaksanakan sang unit-unit administrasi yg memobilisasikan asal daya finansial dan insan.
PENILAIAN KEBIJAKAN

Unit-unit pemeriksanaan dan akuntansi pada pemerintahan menentukan apakah badan-badan eksekutif. Legislatif, dan peradilan memenuhi persyaratan undang-undang dalam pembuatan kebijakan serta pencapaian tujuan.
Sumber : William N. Dunn, 2000:24. 

Pengertian Implementasi Kebijakan dan Faktor Keberhasilan dan Kegagalannya pada Implementasi

Menurut Grindle (1980) implementasi kebijakan sesungguhnya bukanlah sekedar bersangkut paut menggunakan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik ke dalam prosedur-prosedur rutin lewat saluran-saluran birokrasi, melainkan lebih berdasarkan itu, beliau menyangkut masalah permasalahan, keputusan dan siapa yang memperoleh apa berdasarkan kebijakan. Oleh karenanya nir terlalu salah apabila dikatakan implementasi kebijakan merupakan aspek yang krusial menurut keseluruhan proses kebijakan. Sebaik apapun sebuah kebijakan nir akan ada keuntungannya apabila nir dapat diterapkan sesuai dengan rencana. Penerapan adalah suatu proses yg tidak sederhana (Dalam Solichin, 1997:45). Bahkan Udoji menyampaikan menggunakan tegas bahwa “The execution of policies is a important if not more important than policy-making. Policy will remain dreams or blue prints arsip jackets unless they are implemented” (Pelaksanaan kebijakan merupakan sesuatu yang penting, bahkan mungkin jauh lebih penting daripada pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan akan sekedar berupa virtual atau planning indah yang tersimpan rapih dalam file jika tidak diimplementasikan). Oleh karena itu implementasi kebijakan perlu dilakukan secara arif, bersifat situasional mengacu pada semangat kompetensi serta berwawasan pemberdayaan (Dalam Solichin, 1997:45). Untuk mengimplementasikan suatu kebijakan dibutuhkan lebih banyak yg terlibat baik tenaga kerja maupun kemampuan organisasi. Penerapan kebijakan bersifat interaktif pada proses perumusan kebijakan. Penerapan sebagai sebuah proses hubungan antara suatu tujuan serta tindakan yg sanggup buat meraihnya. Penerapan adalah kemampuan buat membangun hubungan-hubungan lebih lanjut pada rangkaian karena dampak yang menghubungan tindakan dengan tujuan.

Mengimplementasikan sebuah kebijakan bukanlah perkara yg gampang terutama dalam mencapai tujuan beserta, relatif sulit buat membuat sebuah kebijakan publik yg baik serta adil. Dan lebih sulit lagi buat melaksanakannya pada bantuk dan cara yang memuaskan seluruh orang termasuk mereka yang dianggap klien. Masalah lainnya merupakan kesulitan dalam memenuhi tuntutan aneka macam kelompok yang bisa menyebabkan pertarungan yang mendorong berkembangnya pemikiran politik sebagai konflik.

Definisi dan konsep implementasi kebijakan publik ini sangat bervariasi. Menurut Van Meter serta Van Horn yg dikutip sang Fadillah menyatakan bahwa implementasi kebijakan merupakan : 

“Pelaksanaan dan pengendalian arah tindakan kebijakan hingga tercapainya hasil kebijakan”. Kemudian merumuskan proses implementasi kebijakan sebagai : “Policy implementation encompasses those actions by public or private individuals (or group) that are directed at the achievement of objectives set forth in prior policy decisions” (pernyataan ini menaruh makna bahwa implementasi kebijakan adalah holistik tindakan-tindakan yang dilakukan baik sang individu-individu, dan kelompok-grup pemerintah serta partikelir yang diarahkan dalam tercapainya tujuan dan target, yg menjadi prioritas dalam keputusan kebijakan) (Dalam Fadillah, 2001:81).

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa implementasi kebijakan meliputi semua tindakan yang berlangsung antara pernyataan atau perumusan kebijakan serta dampak aktualnya.

Didalam artikel yang membahas mengenai Studi Niat Berimigrasi pada Tiga Kota, Determinan dan Intervensi Kebijaksanaan ditulis, bahwa buat mengukur kinerja implementasi kebijakan menurut pendapat Keban yang dikutip berdasarkan pendapat Van Meter dan Van Horn yg menyatakan menyatakan “Suatu kebijakan tentulah menegaskan standar serta target tertentu yg harus dicapai sang para pelaksana kebijakan, kinerja kebijakan pada dasarnya merupakan penilaian atas tingkat ketercapaian baku dan sasaran tersebut”. Lebih sederhana lagi kinerja (performance) adalah taraf pencapaian hasil atau the degree of accomplishment. Dalam model Van Meter dan Van Horn ini ada enam faktor yg bisa menaikkan kejelasan antara kebijakan serta kinerja implementasi, variabel-variabel tersebut merupakan baku serta sasaran kebijakan, komunikasi antar organisasi serta pengukuran kegiatan, karakteristik organisasi komunikasi antar organisasi, kondisi sosial, ekonomi serta politik, sumber daya, perilaku pelaksana (Dalam Keban, 1994:1).

Pada dasarnya indikator kinerja buat menilai derajat pencapaian standar dan target kebijakan dapat dijelaskan bahwa aktivitas itu melangkah berdasarkan tingkat kebijakan yang masih berupa dokumen peraturan menuju penentuan baku spesifik dan kongkrit dalam menilai kinerja acara. Dengan baku dan sasaran dapat diketahui seberapa besar keberhasilan program yg sudah dicapai.

Ripley serta Franklin dalam bukunya yang berjudul Birokrasi serta Implementasi Kebijakan (Policy Implementation and Bureaucracy) menyatakan bahwa keberhasilan implementasi kebijakan atau program dapat ditujukan berdasarkan 3 faktor yaitu :
1. Perspektif kepatuhan (compliance) yang mengukur implementasi berdasarkan kepatuhan strect level bereau crats terhadap atasan mereka.
2. Keberhasilan implementasi diukur berdasarkan kelancaran rutinitas dan tiadanya dilema.
3. Implementasi yg berhasil menunjuk pada kinerja yg memuaskan seluruh pihak terutama grup penerima manfaat yg diharapkan”.
(Ripley dan Franklin, 1986:89)

Secara sederhana ketiga faktor diatas adalah suatu kepastian dalam menilai keberhasilan suatu implementasi kebijakan sehingga kurang hilangnya galat satu faktor mensugesti sekali terhadap kinerja kebijakan tersebut.

Kemudian kebalikannya Jam Marse mengemukakan bahwa ada 3 faktor yg bisa mengakibatkan kegagalan dalam implementasi kebijakan yaitu:
1. Isu kebijakan. Implementasi kebijakan bisa gagal lantaran masih ketidaktetapan atau ketidak tegasan intern juga ekstern atau kebijakan itu sendiri, menunjukan adanya kekurangan yang menyangkut sumber daya pembantu.
2. Informasi. Kekurangan informasi dengan gampang mengakibatkan adanya gambaran yg kurang sempurna baik pada objek kebijakan maupun kepada para pelaksana dari isi kebijakan yg akan dilaksanakannya dan hasil-output dari kebijakan itu.
3. Dukungan. Implementasi kebijakan publik akan sangat sulit bila pada pelaksanaanya nir cukup dukungan buat kebijakan tadi.
(Solichin, 1997:19)

Ketiga faktor yg bisa menimbulkan kegagalan pada proses implementasi kebijakan sebelumnya harus sudah difikirkan pada merumuskan kebijakan, karena tidak tertutup kemungkinan kegagalan didalam penerapan kebijakan sebagaian akbar terletak pada awal perumusan kebijakan sang pemerintah sendiri yang tidak bisa bekerja aporisma dan bahkan nir memahami apa yang wajib dilakukan.

Model-contoh Implementasi Kebijakan
Sekalipun pada khasanah ilmu kebijakan negara atau analisis kebijakan negara sudah banyak dikembangkan model-contoh atau teori yg membahas mengenai implementasi kebijakan namun penulis hanya akan membicarakan beberapa model implementasi kebijakan yang relatif baru serta banyak mempengaruhi banyak sekali pemikiran maupun tulisan para pakar.

Pertama, model yg dikembangkan oleh Brian W. Hogwood dan lewis A. Gunn (1978; 1986). Model ini kerap kali disebut sebagai “The top down approach”, menurutnya buat mengimplementasikan kebijakan negara secara paripurna maka diperlukan beberapa persyaratan eksklusif, kondisi-kondisi itu adalah sebagai berikut :
1. Kondisi eksternal yang dihadapi sang Badan/Instansi pelaksana tidak akan menimbulkan gangguan/hambatan yang serius
2. Untuk pelaksanaan acara tersedia ketika dan sumber yg cukup memadai
3. Perpaduan asal-sumber yang diharapkan benar-benar tersedia
4. Kebijakan yang akan diimplementasikan didasari sang suatu hubungan kausalitas yg andal
5. Hubungan kausalitas bersifat eksklusif serta hanya sedikit mata rantai penghubungnya
6. Hubungan saling ketergantungan harus sedikit
7. Pemahaman yg mendalam serta konvensi terhadap tujuan
8. Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat
9. Komunikasi serta koordinasi yg sempurna
10. Pihak-pihak yg memiliki wewenang serta kekuasaan bisa menuntut serta menerima kepatuhan yg sempurna.
(Dalam Solichin, 2002:70-78)

Kedua, model yang dikembangkan oleh Van Meter serta Van Horn (1975), yg disebut sebagai A model of the policy implementation process (model proses implementasi kebijakan) dimana pada teorinya beranjak menurut suatu argumen bahwa disparitas-perbedaan dalam proses implementasi akan dipengaruhi sang sifat kebijaksanaan yang akan dilaksanakan. Selanjutnya mereka memberikan suatu pendekatan yang mencoba buat menghubungkan antara informasi kebijakan menggunakan implementasi dan suatu model konseptual yg mempertalikan kebijakan menggunakan prestasi kerja (performance). Kedua hali ini menegaskan jua pendiriannya bahwa perubahan, kontrol dan kepatuhan bertindak merupakan konsep-konsep penting pada prosedur-prosedur implementasi. Van Meter dan Van Horn lalu berusaha menciptakan tipologi kebijakan menjadi berikut :
a. Jumlah masing-masing perubahan yg akan didapatkan serta,
b. Jangkauan atau ruang lingkup kesepakatan terhadap tujuan diantara pihak-pihak yang terlibat dalam proses implementasi

Alasan yg dikemukakannya ini adalah bahwa proses implementasi itu akan ditentukan oleh dimensi-dimensi kebijaksanaan semacam itu, dalam artian bahwa implementasi kebanyakan akan berhasil bila perubahan yang dikehendaki relatif sedikit, ad interim konvensi terhadap tujuan terutama dari mereka yang mengoperasikan program dilapangan relatif tinggi (Dalam Solichin, 2002:78-79).

Ketiga, model yg dikembangkan oleh Daniel Mazmanian serta Paul A. Sbatier yang disebut A frame work for implementation analisys (kerangka analisis implementation). Kedua ahli ini berpendapat bahwa peran krusial berdasarkan analisis implementasi kebijaksanaan negara adalah mengidentifikasikan variabel-variabel yang mensugesti tercapainya tujuan-tujuan formal dalam holistik proses implementasi. Variabel-variabel yg dimaksud bisa diklasifikasikan menjadi tiga kategori akbar, yaitu :
1. Praktis tidaknya kasus yg akan digarap dikendalikan
2. Kemampuan keputusan kebijaksanaan untuk menstrukturkan secara tepat proses implementasinya; dan
3. Pengaruh langsung aneka macam variabel politik terhadap ekuilibrium dukungan bagi tujuan yang termuat dalam keputusan kebijaksanaan tersebut.
(Dalam Solichin, 2002:81).

Dari model-contoh yg disajikan tersebut ada yang relatif tak berbentuk, serta terdapat juga yang relatif operasional. Sekalipun demikian peneliti tidak bermaksud buat menilai mana yang diantara model-model tersebut yang baik atau paling tepat, karena penggunaan contoh ini untuk keperluan penelitian/analisis sedikit banyak akan tergantung pada kompleksitas perseteruan kebijakan yg dikaji dan tujuan serta analisis itu sendiri. Sebagai pedoman awal barangkali terdapat baiknya diingat bahwa semakin kompleks konflik kebijakan dan semakin mendalam analisis yg dilakukan, semakin diperlukan teori atau model yang relatif operasional yang sanggup menyebutkan hubungan kausalitas antar yg menjadi fokus analisis.

Pengertian Kebijakan Keuangan Negara
untuk memahai makna keuangan negara, pertama-tama perlu diketahui apa arti negara dan keuangan yang diperlukan oleh negara dalam menjalankan pemerintahan buat mencapai tujuannya. Keberhasilan negar dalam mencapai tujuan tersebut, tergantung dalam bagaimana negara itu manghimpuan dana rakyat, utamanya pajak guna menyelenggarakan fungsi-manfaatnya. Hal ini bisa dipahami, karena buat menjalankan roda pemerintahan, negara perlu dukungan dana yang sangat akbar yang bersumber berdasarkan pendapatan negara yang potensial. Kebijakan pemerintah sejalan dengan perkembangan kebutuhan negara guna mensejahterakan rakyat masyarakatnya berkembang sebagai lebih luas menjadi kebijakan di bidang keuangan negara. Hal-hal yang dikelola oleh pemerintah disebut menjadi keuangan negara, yg pengertiannya selalu berkembang serta tidak sinkron, baik berdasarkan tempat negara yang mengelolanya juga berdasarkan pendapat para pakar diantaranya berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 mengenai Keuangan Negara merupakan “Semua hak dan kewajiban yang bisa dinilai menggunakan, serta segala sesuatu baik berupa uang juga berupa barang dapat dijadikan milik negara herbi aplikasi hak dan kewajiban tersebut” (Pemerintah RI, 2003:2). Kemudian menurut M. Subagio (1988) merupakan :

“Keuangan negara terdiri atas hak dan kewajiban negara yg bisa dievaluasi menggunakan uang, demikian jua segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yg dapat dijadikan milik negara berhubungan dengan aplikasi hak dan kewajiban itu. Hak negara mencakup membentuk uang; hak mendatangkan output; hak melakukan pungutan; hak meminjam serta hak memaksa. Kewajiban negara mencakup kewajiban menyelenggarakan tugas negara demi kepentingan rakyat; serta kewajiban membayar hak-hak tagihan pihak ketiga” (Didalam BPK, 2000:16).

Dari pendapat M. Subagio tadi nampak unsur-unsur keuangan negara, yaitu uang serta barang yg dijadikan milik negara, kekayaan negara, hak dan kewajiban negara yg bisa dievaluasi dengan uang. Pakar lainnya Bambang Kusmanto menyatakan :

“Public finance (keuangan negara) diinterpretasikan dalam arti sempit, yakni Government Finance (keuangan pemerintah), sedangkan makna “Finance” (keuangan) telah terdapat istilah putusan bulat, hakni menggambarkan segala kegiatan (pemerintah) didalam mencari asal-asal dana (Sources of fund) dan kemudian bagaimana dana-dana tadi dipakai (uses of fund) buat mencapai tujuan (pemerintah) eksklusif. Jadi keuangan negara mencerminkan aktivitas-kegiatan pemerintah, sedangkan kegiatan pemerintah itu sendiri berada dalam sektor swasta (private sector)” (Didalam BPK, 2000:19-20).

Apabila dianalisis pendapat yang dikemukakan oleh Bambang Kusmanto, amaka unsur-unsur keuangan negara yg dikemukakan mencakup : kegiatan mencari dana dan aktivitas memakai dana buat mencapai tujuan pemerintah eksklusif.

Pengelolaan Keuangan Negara
1. Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Negara 
Sistem pemerintahan negara Indonesia menurut Undang-Undang Dasar 1945 menempatkan presiden sebagai penyelenggara pemerintahan negara tertinggi dibawah MPR. Presiden mempunyai kekuasaan penyelengaraan pemerintahan negara, mencakup apa yg pada trias politica diklaim kekuasaan eksekutif serta legislatif, menggunakan pengertian bahwa kekuasaan legislatif itu dijalankan sang presiden dengan persetujuan DPR. Kekuasaan penyelenggaraan pemerintah itu meliputi didalamnya tiga kekuasaan pengelolaan keuangan negara, yaitu kekuasaan otorisasi (kekuasaan buat merogoh tindakan atau keputusan yg dapat menyebabkan kekayaan negara sebagai bertambah atau berkurang) yang dibedakan atas kekuasaan otorisasi generik (berupa peraturan perundang-undangan) dan otorisasi khusus (tetapkan keputusan yang mengikat orang ataupihak eksklusif yang bersifat generik). Kedua kekuasaan ordonansi (kekuasaan buat mendapat, meneliti, mengguji keabsahan serta menertibkan surat perintah menagih atau membayar tagihan yang membebani aturan penerimaan serta pengeluaran negara sebagai dampak tindakan otorisator). Ketiga kekuasaan kebendaharaan (kekuasaan buat mendapat, menyimpan atau membayar/mengeluarkan uang atau barang, dan pertanggungjawaban uang atau barang yg berada pada pengelolaannya.

2. Pendelegasian Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Negara
Dalam rangka efisiensi serta efektifitas peleksanaan kekuasaan pengelolaan kekuangan negara sesuai dengan sistem pemerintahan negara menurut Undang-Undang Dasar 1945, presiden mendelegasikan sebagian kekuasaan pengelolaan keuangan itu kepada aparatur pemerintah di pusat dan daerah, BUMN serta BUMD dan pihak lain yg dari peraturan perundang-undangan.
(BPK, 2000:37-40)

Pertanggungjawaban Keuangan Negara
Mengingat bahwa kekuasaan pemyelenggaraan pemerintah tertinggi dibawah Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah presiden, maka konsekuensi tanggung jawab penyelenggaraan seluruh keuangan negara berada juga ditangan presiden. Telah diketahui beserta bahwa dalam tubuh pemerintah, selain presiden, masih ada juga para menteri, gubernur, bupati dan walikota, serta banyak sekali pejabat yang mempunyai fungsi dan kedudukan tertentu dalam keterlibatannya mengelola keuangan negara. Masing-masing pejabat tadi memikul tanggung jawab atas aplikasi keuangan negara pada bidang tugasnya. Dalam pengertian pengelolaan keuangan negara terkandung pengertian pertanggungjawaban yg harus dibuat oleh semua instansi pemerintah maupun pejabat yg melakukan penglolaan keuangan negara yg mencakup pelaksanaan APBN, APBD, aplikasi anggaran BUMN, BUMD, serta aplikasi aturan yayasan yg didirikan sang pemerintah, BUMN dan BUMD atau badan hukum lain dimana terdapat kepentingan negara atau yang menerima bantuan pemerintah. Laporan pertanggungjawaban tersebut disampaikan pada pejabat atau instansi yg berwenang sinkron dengan peraturan perundang-undangan. Pertanggungjawaban dibutuhkan buat mengetahui pelaksanaan program pemerintah, baik acara pembangunan maupun aktivitas rutin pelayanan pemerintah, tentang tingkat ketaatannya pada peraturan perundang-undangan, dan mengetahui tingakat kehematan, efisiensi serta efektifitas dari acara atau pelayanan pemerintah. Bentuk tangung jawab keuangan negara dalam umum berupa laporan keuangan yang disajikan secara terencana. Laporan keuangan ini harus tersaji secara lengkap sepadan menggunakan luas lingkup keuangan negara yg dilimpahkan sang MPR kepada presiden yg meliputi keuangan pemerintah pusat, pemerintah wilayah, BUMN dan BUMD, hakekatnya meliputi seluruh kekayaan negara. Bentuk tanggung hawab masing-masing bagian keuangan negara dalam dasarnya berupa : laporan realisasi pelaksanaan anggaran (kinerja keuangan), laporan mutasi kekayaan menurut hasil aplikasi aturan, serta laporan perhitungan aturan secara rinci. (BPK, 2000:43-47)

Kebijakan Pendidikan
Pengertian dan Tujuan Pendidikan
A. Definisi Pendidikan
Bertanya tentang hakikat pendidikan merupakan bertanya tentang apakah pendidikan itu? Walaupun telah sama-sama menunjuk pada suatu tujuan tertentu, para ahli masih belum seragam pada mendefinisikan kata pendidikan. Drikarya (1980) mengatakan bahwa pendidikan itu merupakan memanusiakan manusia muda pengangkatan insan muda ketaraf mendidik atau menjadi pendidik. Dalam Dictionary of Education bahwa pendidikan merupakan :
1. Proses seorang menyebarkan kemampuan, sikap, dan tingkah laris lainnya didalam masyarakat loka mereka hidup.
2. Proses sosial yg terjadi dalam orang yg diperlukan pada imbas lingkungan yg terpilih dan terkontrol (khususnya yg datang berdasarkan sekolah), sehingga mereka bisa memperoleh perkembangan kemampuan sosial serta kemampuan individu yang optimum.
(Dalam Fattah, 1996:4)

Dengan istilah lain pendidikan ditentukan oleh lingkungan atas individu buat menghasilkan perubahan-perubahan yang sifatnya permanen (permanen) dalam tingkah laris, fikiran, serta sikapnya. Pengertian lain dikemukakan oleh Crow and Crow (1980); “Modern educational theory and practice not only are eimed at preparation for future living but also are operative in determining the patern of present, day-bay-day attitude and behavior”. (Pendidikan tidak hanya dicermati sebagai wahana buat persiapan hidup yg akan datang namun, jua buat kehidupan kini yg dialami individu dalam perkembangannya menuju ketingkat kedewasaannya) (Dalam Fattah, 1996:4-5). Berdasarkan pengertian tersebut bisa didefinisikan beberapa karakteristik pendidikan menurut Fattah diantaranya :
a. Pendidikan mengandung tujuan yaitu, kemampuan buat berkembang sehingga bermanfaat buat kepentingan hayati.
b. Untuk mencapai tujuan itu, pendidikan melakukan usaha bersiklus dalam menentukan isi (materi), strategi, dan teknik penilaiannya yang sesuai.
c. Kegiatan pendidikan dilakukan pada lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat (formal dan non formal).
(Fattah, 1996:lima)

Apabila dikaitkan dengan keberadaan dan hakekat kehidupan manusia kemanakah pendidikan itu diarahkan? Jawabannya untuk pembentukan kepribadian manusia, yaitu pengembangan manusia sebagai mahluk individu, mahluk sosial, mahluk susila, dan mahluk beragama (religius). Dengan demikian, maka dalam proses pendidikan pengedepanan faktor manusia yang mana diharapkan mempunyai ilmplikasi bagi pengembangan kehidupan masyarakat secara sosial, kultural, ekonomi, ideologi dan sebagainya (Fattah, 1996:lima).

Pendidikan menurut asal yang masih ada dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 mengenai Sisdiknas merupakan :

“Usaha sadar serta berkala buat mewujudkan suasana belajar supaya peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya buat mempunyai kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak, dan budi mulia serta keterampilan yang dibutuhkan dirinya, warga , bangsa, dan negara” (Sisdiknas, 2003:2).

Berdasarkan pengertian tadi, pendidikan nasional berfungsi menyebarkan kemampuan dan membentuk watak dan peradaban bangsa yg bermartabat pada rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan buat berkembangnya potensi peserta didik supaya sebagai insan yg beriman dan bertaqwa pada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab (Sisdiknas. 2003:5).

B. Tujuan Pendidikan
Notoarmodjo mengungkapkan, Pendidikan pada hakikatnya bertujuan untuk membarui tingkah laris sasaran pendidikan. Tingkah laris baru (hasil perubahan) itu dirumuskan dalam suatu tujuan pendidikan (educational objective). Pada dasarnya tujuan pendidikan adalah suatu pelukisan dari pengetahuan, perilaku, tindakan, penampilan, serta sebagainya yg diharapkan akan memiliki sasaran pendidikan dalam periode tertentu. Lahirnya tujuan pendidikan disebabkan karena diperlukannya suatu kurikulum yg efisien serta efektif. Maksudnya menetapkan tujuan pendidikan terlebih dahulu, supaya memudahkan dan mengarahkan penyusunan kurikulum. Dalam rangka pengembangan kurikulum, tujuan pendidikan perlu dibedakan berdasarkan strata tujuan pendidikan sesuai dengan ruang lingkup proses belajar (Notoatmodjo. 2003:41-42). Tujuan pendidikan tersebut menjadi berikut :

1. Tujuan Pendidikan Nasional
Tujuan pendidikan ini merupakan strata yg tertinggi. Pada tujuan ini digambarkan harapan rakyat atau negara tentang karakteristik-karakteristik seorang manusia yg dihasilkan oleh proses pendidikan atau manusia yg terdidik. Dengan kata lain tujuan pendidikan nasional ini mendeskripsikan harapan tentang karakteristik manusia sebagai warga negara yang harus didapatkan sang setiap usaha pendidikan. Hal ini berarti bahwa seriap forum pendidikan wajib mengarahkan tujuannya dalam tujuan pendidikan nasional.

2. Tujuan Institusional
Tiap taraf dan jenis lembaga pendidikan, berbagi tujuan institusinal. Isi tujuan institusional merupakan tingkah laris yang bagaimanakah yang diharapkan sang forum pendidikan tersebut. Dengan kata lain forum pendidikan itu akan membuat insan-insan yg diinginkan menggunakan pengertian bahwa tujuan institusional ini wajib mendukung tujuan pendidikan nasional. Untuk menyusun tujuan institusional yg baik diperlukan criteria-kriteria yaitu kentara, dapat menggunakan mudah diobservasi, serta realistis.

3. Tujuan Antara (Intermediare Objective)
Tujuan pendidikan ini bersifat mengantari tujuan institusional dan tujuan instruksional. Isinya masih agak luas, akan tetapi telah mengarah dalam tiap-tiap bidang ilmu pengetahuan. Karena tujuan ini sudah mengarah pada kurikulum (dalam arti sempit) berdasarkan institusi itu maka dianggap “tujuan kurikulum” tujuan ini sudah merinci tujuan-tujuan tiap-tiap departemen ilmu, maka sering jua dianggap tujuan departemen (departement objective).

4. Tujuan Instruksional
Tujuan instruksional mempunyai fungsi :
a. Membantu para guru buat menentukan isi/topik pedagogi yg relevan
b. Membantu proses pengintegrasian kurikulum baik secara instruksional maupun kurikulum
c. Membantu para pengajar menunjuk dalam proses pengajarannya
d. Mengarahkan serta memberi citra dalam target tentang apa yang akan mereka peroleh dari pendidikan/pelatihan
e. Merupakan indikator untuk penilaian proses pendidikan
f. Merupakan pasangan target serta pula para guru untuk bekerja secara efektif serta efisien
g. Membantu para pengajar memilih metode pedagogi yang tepat.
(Notoatmodjo, 2003:41-45)

Suatu lembaga pendidikan, terutama pendidikan formal sebenarnya dibentangkan asa mengenai tingkat serta jenis perubahan tingkah laku target pendidikan, antara lain perubahan pengetahuan, sikap serta kemampuan mereka. Sudah tentu bukan sembarang perubahan tingkah laku , sebagai dampak berdasarkan berlengsungnya proses pendidikan. Demikian juga bukan setiap perubahan tingkah laris bisa dipakai sebagai ukuran berhasilnya proses pendidikan. Itulah sebabnya maka asa perubahan tingkah laris tersebut perlu dirumuskan dahulu dalam suatu pendidikan. Dengan istilah lain tujuan pendidikan merupakan rumusan dalam tingkah laris dan jenis tingkah laris: yang lazimnya dirumuskan dalam kategori pengetahuan, kecerdasan perilaku, keterampilan yg diharapkan untuk dimiliki oleh sasaran pendidikan setelah merampungkan acara pendidikan (serangkaian proses belajar).

Konsep Dasar Kebijakan Pendidikan
Kebijakan pendidikan telah dipertegas melalui pengenalan konsep dasar kebijakan pendidikan yang mencakup latar belakang perlunya kebijakan pendidikan, batasan kebijakan pendidikan, kebijakan pendidikan dan kebijakan negara, sistem politik serta kebijakan pendidikan, tingkat-taraf kebijakan pendidikan, dan studi tentang kebijakan pendidikan (Imron. 1996:1).

Kebijakan pendidikan (educational policy) adalah penggabungan n berdasarkan istilah education dan policy. Kebijakan merupakan seperangkat aturannya, sedangkan pendidikan menunjukan kepada bidangnya. Dengan demikian kebijakan pendidikan nir terlalu berbeda menggunakan kebijakan pemerintah pada bidang pendidikan. Carter V. Good (1959) menaruh pengertian kebijakan pendidikan (educational policy) dalam buku karya Ali Imron yang berjudul Kebijaksanaan Pendidikan pada Indonesia, yakni :

“Educational policy judgement, derived from some system of values and some assesment of situational factors, operating within instituationalized education as a general plan for guiding decision regarding means of attaining desired educational objectives. (Suatu pertimbangan yg berdasarkan atas sistem nilai serta beberapa evaluasi terhadap faktor-faktor yg bersifat situasional; pertimbangan tersebut dijadikan sebagai dasar buat mengoperasikan pendidikan yang bersifat melembaga; pertimbangan tadi adalah perencanaan umum yang dijadikan menjadi panduan buat mengambil keputusan, supaya tujuan yg bersifat melembaga bisa tercapai)” (Dalam Imron, 1996:18).

Sebagaimana dijelaskan diatas, melihat kebijakan menjadi suatu proses, tidak terkecuali waktu melihat kebijakan pendidikan. Yaitu sebagai suatu proses dimana pertimbangan-pertimbangan itu mesti diambil pada rangka pelaksanaan pendidikan yang bersifat melembaga.

Dalam melakukan petimbangan, terdapat 2 hal yang harus dipertimbangkan, ialah sistem nilai yang berlaku serta faktor-faktor situasionalnya. Dan, pertimbangan yg mempedomani terhadap sistem nilai serta faktor-faktor situasional tersebut, khususnya dalam melaksanakan pendidikan, akan dapat mengantarkan pemdidikan pada pencapaian tujuannya. Pertimbangan tersebut saat dirumuskan dapat berupa perencanaan generik. Dan, perencanaan yg bersifat umum ini dapat dijadikan menjadi panduan dalam pengambilan-pengambilan keputusan pendidikan (Imron, 1996:18).

Terdapat tingkat-tingkat kebijakan pendidikan yang menunjukan pada level kebijakan tadi dirumuskan dan dilaksanakan, jua menunjuk pada cakupannya, tingkatan pelaksanaan serta mereka yg terlibat didalamnya. Ada empat tingkat kebijakan, yaitu :
1. Tingkatan Kebijakan Nasional (national policy level)
2. Tingkatan Kebijakan Umum (general policy level)
3. Tingkat Kebijakan Khusus (special policy level)
4. Tingkat Kebijakan Teknis (technical policy level)

Sistem Politik yg berlaku pada suatu negara senantiasa terkait dengan kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh negara, termasuk kebijakan pendidikan. Letak kaitan tadi dapat ditinjau dalam, bagaimana kebijakan tersebut dalam ketika dirumuskan, dilegitimasikan, dikhalayakan, dikomunikasikan, dilaksanakan serta dievaluasi. Berbedanya perumusan kebijakan dinegara yg satu dangan yang lain bisa disebabkan berbedanya sistem politik yg dianut. Berbedanya aplikasi serta evaluasi kebijakan negara, kebijakan pendidikan, antara negara yg satu dangan yg lain dapat disebabkan berbedanya sistem politik yg dianut oleh negara-negara tadi (Imron, 1996:20-25).

Perumusan Kebijakan Pendidikan
Kebijakan pendidikan berproses melalui tahapan-tahapan perumusan kebijakan pendidikan, legitimasi pendidikan, komunikasi serta pengenalan kebijakan pendidikan, implementasi kebijakan pendidikan, mengupayakan partisipasi warga pada kebijakan pendidikan dan evaluasi kebijakan pendidikan. Pembahasan dalam perumusan kebijakan pendidikan mencakup; lingkungan kebijakan pendidikan, aktor-aktor perumusan kebijakan pendidikan, masalah serta rencana kebijaksanaan pendidikan, formulasi kebijakan pendidikan dan problema-problemanya (Imron, 1996:31).

Lingkungan serta Aktor Kebijakan Pendidikan
Yang dimaksud dengan lingkungan kebijakan pendidikan berdasarkan Anderson merupakan “segala hal yg berada diluar kebijakan namun mempunyai pengaruh terhadap kebijakan pendidikan, efek tadi mampu besar , kecil, langsung, tidak langsung, laten, serta kentara” (Imron, 1996:31).

Yang termasuk lingkungan kebijakan pendidikan dirumuskan secara berbeda-beda oleh para ahli ilmu kebijakan pendidikan. Supandi (1988) menyebut lingkungan kebijakan meliputi; kondisi asal alam, iklim, topografi, demografi, budaya politik, struktur sosial, dan syarat ekonomik. Sementara yang dipercaya paling berpengaruh terhadap kebijakan tadi adalah budaya politik (Dalam Imron, 1996:32).

Orang-orang yg terlibat dalam perumusan kebijakan pendidikan negara disebut sebagai aktor perumusan kebijakan pendidikan. Sebutan lain dari aktor ini merupakan: partisipan, peserta perumusan kebijakan pendidikan. Oleh karenanya kebijakan pendidikan mempunyai strata-tingkatan (nasional, generik, khusus dan teknis), maka para aktor perumusan kebijakan disetiap tingkatan-strata tersebut tidak selaras. Aktor tadi yakni: Legislatif, Eksekutif, Administrator, Partai politik, Interest Group, Organisasi Massa, Peruruan Tinggi, serta Tokoh Perorangan (Imron, 1996:38-45).

Formulasi Kebijakan Pendidikan
Aktifitas kurang lebih formulasi adalah interaksi peranan antar peserta perumusan kebijakan pendidikan baik formal juga non formal. Kapan suatu perumusan kebijakan pendidikan dianggap terselesaikan? Suatu kebijakan dipercaya final sesudah disahkan sang peserta perumusan kebijakan formal. Pengesahan tersebut dapat berupa penerbitan keputusan serta bisa berupa ketetapan. Dapat pula berupa undang-undang, peraturan pemerintah pengganti undang-undang, serta peraturan pemerintah.

Agar rumusan kebijakan, termasuk kebijakan pendidikan yang baik, haruslah memenuhi kriteria; Pertama, rumusan kebijakan pendidikan nir mendiktekan keputusan spesifik atau hanya membangun lingkungan tertentu. Kedua, rumusan kebijakan pendidikan bisa digunakan pada menghadapi kasus atau situasi yang ada secara berulang. Hal ini berarti, bahwa saat, biaya serta tenaga yang telah banyak dikeluarkan tidak sekedar digunakan buat memecahkan satu masalah atau satu situasi saja (Imron, 1996:49).

Pengertian, Batasan serta Faktor Implementasi Kebijakan Pendidikan
Setelah kebijakan dirumuskan, disahkan dan dikomunikasikan, kepada khalayak lalu dilaksanakan atau diimplementasikan. Implementasi ini, adalah aktualisasi kebijakan pendidikan yg telah disahkan, bergantung pada bagaimana pelaksanaannya dilapangan. Tolak ukur keberhasilan kebijakan pendidikan merupakan dalam implementasinya. Sebaik apapun rumusan kebijakan, apabila tidak diimplementasikan, nir akan dirasakan gunanya. Sebaliknya sesederhana apapun rumusan kebijakan, bila sudah diimplementasikan, akan lebih bermanfaat, apapun dan seberapa pun gunanya (Imron, 1996:65).

Yang dimaksud dengan implementasi kebijakan pendidikan merupakan pengupayaan supaya rumusan-rumusan kebijakan pendidikan berlaku didalam praktik. Nakamura (1988) memberikan batasan implementasi kebijakan pendidikan sebagai keberhasilan mengevaluasi kasus dan menerjemahkannya kedalam keputusan-keputusan yg bersifat khusus (Imron, 1996:65). Jones (1977) lebih banyak mengkritik batasan-batasan implementasi kebijakan. Ia sendiri mendasarkan konsepsi implementasi kebijakan dari aktifitas fungsional. 

“Implementasi kebijakan pendidikan, dia katakan menjadi konsep yg bergerak maju, memerlukan usaha-bisnis yg buat mencari apa yang akan serta bisa dilaksanakan. Implementasi akhirnya dipahami sebagai pengaturan aktifitas yang menunjuk pada penempatan program kedalam suatu imbas” (Dalam Imron, 1996:65-66).

Tiga aktifitas primer dalam implementasi kebijakan pendidikan merupakan interpretasi, organisasi, dan aplikasi. Yang dimaksud dengan interpretasi adalah aktifitas menerjemahkan makna program kedalam pengaturan yang bisa diterima serta dijalankan. Organisasi adalah unit atau wadah yang dipergunakan buat menempatkan program. Sementara aplikasi merupakan konsekuensi yg berupa pemenuhan perlengkapan dan porto yg diharapkan (Imron, 1996:65-66).

Supandi (1988) memberikan batasan implementasi kebijakan (implementasi kebijakan pendidikan) sebagai suatu proses menjalankan, menyelenggarakan atau mengupayakan agar altenatif-alternatif yang telah diputuskan didalam praktik. Berarti, rumusan-rumusan kebijakan yg umumnya tak berbentuk tersebut, baru konkret dan kongkrit setelah diimplementasikan secara nyata. Meskipun demikian, Islami (1991) memandang lain mengenai implementasi kebijakan ini. Ia menyatakan bahwa terdapat kebijakan-kebijakan yang telah dirumuskan tersebut secara otomatis terimplementasikan menggunakan sendirinya.

“Meskipun poly jua rumusan-rumusan kebijakan yang implementasinya wajib diupayakan; atau tidak secara otomatis terimplementasikan. Kebijakan-kebijakan yang terealisasi menggunakan sendirinya lazim dikenal dengan self-executing, sedangkan kebijakan-kebijakan yang tidak secara otomatis terlaksana dengan sendirinya lazim dikenal menggunakan non self-executing” (Dalam Imron, 1996:66).

Berhasil tidaknya implementasi kebijakan pendidikan menurut Ali Imron dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor tersebut merupakan :
1. Kompleksitas kebijakan-kebijakan yang sudah dibentuk. Semakin kompleks suatu kebijakan yang dibuat, semakin rumit serta sulit buat diimplementasikannya.
2. Jika rumusan masalah kebijakan serta cara lain pemecahan perkara kebijakan yg diajukan dalam rumusan tidak jelas.
3. Faktor sumber-sumber potensial yg bisa mendukung pelaksanaan kebijakan.
4. Keahlian pelaksana kebijakan.
5. Dukungan dari khalayak target terhadap kebijakan yg diimplementasikan.
6. Faktor-faktor efektifitas dan efisiensi birokrasi.
(Imron, 1996:76-77)

Oleh karena itu analisis faktor yg bisa menentukan keberhasilan pada implementasi kebijakan pendidikan sangat perlu buat dijadikan pertimbangan utama oleh para penentu dan pelaksana kebijakan dilapangan.

Pengertian Pembangunan
Menurut Arief dalam buku Teori Pembangunan Dunia Ketiga, mengungkapkan bahwa konsep-konsep pembangunan saat ini telah diperluas yang melibatkan aspek-aspek lingkungan serta keadilan sosial yg dalam dasarnya masih bersifat materialistis. Yang dipersoalkan masih terbatas pada dilema materi yg mau didapatkan dan yang mau dibagi. Hal ini disebabkan karena teori pembangunan masih sangat didominasi oleh para ahli ekonomi. Kalau kita renungkan, pembangunan sebenarnya meliputi 2 unsur pokok. Pertama kasus materi yang mau dihasilkan dan dibagi. Kedua kasus manusia yg sebagai pengambil inisatif, yang menjadi manusia pembangunan. Bagaimanapun jua, pembangunan pada akhirnya harus ditujukan dalam pembangunan insan, manusia yg dibangun adalah manusia yang kreatif. Untuk mampu kreatif insan tersebut wajib merasa bahagia, merasa aman dan bebas menurut rasa takut. Hanya manusia misalnya inilah yg sanggup menyelenggarakan pembangunan serta memecahkan perkara yang dijumpainya. Pembangunan pada akhirnya merupakan kasus yang harus didekati secara interdisipliner melalui banyak sekali disiplin ilmu (Arief, 1996:13-15). Menurut Soerjono Soekanto, pembangunan adalah :

“Suatu proses perubahan disegala bidang kehidupan yg dilakukan secara sengaja berdasarkan suatu planning eksklusif. Proses pembangunan terutama bertujuan untuk menaikkan taraf hayati masyarakat, baik secara spritual maupun secara material, yg mencakup seperangkat hasrat mencakup hal-hal menjadi berikut :
1. Pembangunan wajib bersifat rasionalistis, haluan yang diambil harus berdasarkan pada warta, sehingga nantinya adalah suatu kerangka yg singkron.
2. Adanya planning pembangunan dan proses pembangunan merupakan, adanya cita-cita buat selalu membentuk dalam ukuran serta haluan yg terkoordinasi secara rasional dalam satu sistem.
3. Peningkatan produktifitas.
4. Peningkatan standar kehidupan.
5. Kedudukan, peranan, dan kesempatan yang sederajat yg sama dibidang politik, sosial, ekonomi, dan aturan.
6. Pengembangan forum-lembaga sosial serta perilaku-sikap dalam warga meliputi; efisiensi, kerajinan/ketekunan, keteraturan, ketetapan, kesederhanaan dan kecermatan, ketelitian serta kejujuran, bersifat rasional dalam merogoh keputusan, siap menghadapi perubahan, ulet dan memakai kesempatan yg benar, integritas serta bisa berdiri sendiri, bersikap kooperatif”. 
(Soekanto, 2000:454)

Diatas telah dijelaskan secara singkat tujuan yang ingin dicapai sang pembangunan. Disamping itu juga telah uraikan cita-cita yg terkandung pada pembangunan itu. Pembangunan buat mencapai tujuan eksklusif itu, dapat dilakukan melalui cara-cara tertentu.

Pada dasarnya cara melakukan pembangunan merupakan sebagai berikut :
1 Struktural, mencakup perencanaan, pembentukan serta penilaian terhadap forum-lembaga sosial, produsernya serta pembangunan secara materil.
2 Spiritual, yg meliputi tabiat serta pendidikan pada penggunaan cara-cara berfikir secara ilmiah.
(Soekanto, 2000:455)

Cara-cara tadi diatas dapat ditempuh, oleh lantaran secara analitis rakyat terdiri dari struktur sosial yg mencakup ekonomi, teknologi dan sistem kedudukan serta peranan. Kecuali itu, jua masih ada sistem pemerintahan yang mengatur distribusi kekuasaan serta wewenang, serta adanya kebudayaan yg meliputi sistem nilai.

Konsep pembangunan tadi adalah upaya pembangunan berwawasan manusia, dimana berdasarkan The World Commision on Environment and Development (WCED) dimaksudkan menjadi :
1. Koreksi terhadap pembangunan yang berwawasan lebih pada pertumbuhan ekonomi dan kurang dalam keadilan sosial.
2. Jawaban terhadap kepincangan SDM contoh negara berkembang dibandingkan dengan contoh negara maju.
3. Pembangunan yg berorientasi nir hanya pada kepentingan insan saja, malainkan jua dalam interaksi dengan lingkungannya.