POTRET PENDIDIKAN DI INDONESIA

Dunia Pendidikan Indonesia sampai ketika ini ditinjau belum mampu membentuk output yang berkualitas serta sanggup bersaing dengan output pendidikan di negara-negara maju. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Organisasi kerjasama serta pembangunan Eropa OECD yang diambil dari hasil tes pada 76 negara yang menempatkan Indonesia terdapat pada peringkat 69 . Sementara itu peringkat 1-10 diduduki sang 1) Singapura, dua) Hongkong, tiga) Korea Selatan, 4) Jepang, lima) Taiwan, 6)Finlandia, 7) Estonia, 8) Swiss, 9) Belanda , 100 Kanada.

Banyak faktor yg menyebabkan kualitas dunia pendidikan Indonesia yang rendah. Salah satunya adalah struktur kurikulum pada Indonesia yg terlalu berat dengan begitu banyak mata pelajaran sebagai akibatnya beban anak didik buat menyelidiki semua pelajaran sangat tinggi. Belum lagi faktor guru pula wahana serta prasarana yg belum memadai. Lihatlah di pelosok pedesaan masih ada poly sekolah yg buruk dan hanya terdapat 2 atau tiga pengajar saja yg mengajar.

Tulisan saudari Nazwa Safira pada Facebook tentang pendidikan pada Indonesia barangkali mampu membuka mata kita mengapa dunia pendidikan kita begitu ketinggalan. Sebagai seorang pendidik, aku merasa apa yang dipaparkan saudara Nazwa Zafira ada benarnya. Kita tentu tidak sanggup membarui syarat tersebut lantaran urusan mata pelajaran merupakan kebijakan nasional, tapi setidaknya tulisan tersebut bisa sebagai bahan renungan kita seluruh.

Inilah goresan pena Nazwa Zafira selengkapnya:

Belajar pada Sekolah Menengah Atas di Indonesia, setahun libur cuma 7 minggu gak lebih.. Masuk jam 06.30 keluar jam 15.00. Mata pelajaran kurang lebih 16 buat generik, 27 untuk pesantren. Ujian mulu sampe ujian final aja 4 kali. Apalagi ditambah pr-pr serta tugas yang seringkali bikin kita cita rasanya mau mati.
Nah, pas lulus, sujud syukur bgt deh mampu masuk ptn (just ptn, bukan UI ITB aja udh seneng bgt) gak kebayang masuk univ fovorit dunia kyk Harvard, Cambridge, MIT, London, Free Berlin, atau University of Tokyo.. Jangankan itu, masuk NUS Singapore atau Nanyang atau Universiti Malaysia aja pasti putus asa duluan deh. Itupun dapetin ptn susahnya minta ampun, mesti les sana sini dgn biaya jutaan, belajar tewas-matian pergi pagi pergi malem udah kayak Bang Toyib (mending Bang Toyib pergi-pergi bawa duit). Sabtu pun belajar, minggu ngerjain PR. Sampe-sampe gak sadar mereka itu insan atau robot.
Pas kerja, interview sana-sini gak dapet-dapet bahkan untuk beberapa lulusan UI, ITB, UGM, dan ptn-ptn lainnya. Sedangkan jika orang bule yg ngelamar pribadi cus deh. Mereka menggunakan mudahnya nempatin posisi2 teratas spt CEO, Kadiv, dll. Sementara kita, jadi manager atau supervisor aja udah syukur-syukur deh.. Walau ada beberapa yang bakal jadi petinggi pula.
Pas baca koran dan browsing pada internet, ternyata kita sadar yg punya perusahaan-perusahaan multinasional itu bukan orang Indonesia. Orang Indonesia paling-paling cuma jadi Direktur Regional Indonesia atau mujur-mujur bagian ASEAN. Gak sporadis jua yg menduduki jabatan itu malah orang asing. Atau lebih mujur lagi yang diriin sendiri perusahaannya, akan tetapi yang seperti ini paling jua sukses pada Indonesia doang..
Pasti iri dong sama orang-orang asing dari Amrik, Jerman, Inggris, Jepang, Korea, dll..
Kok mereka bisa sukses sih? Kok bisa jadi adidaya? Padahal anak-anak Indonesia sering bulak-pulang bawa medali olimpiade sains internasional. Padahal... (baca paragraf pertama menjadi perbandingan) saya punya temen menurut Amerika, kini telah jadi direktur perusahaan multinasional populer. Katanya..
Di Sekolah Menengah Atas beliau serta SMA-SMA lainnya pada Amrik, banyak liburnya.. Setahun lebih kurang 5bulan.
Di SMA beliau serta SMA-SMA lainnya di Amrik, masuk jam 08.30 keluar jam 15.50.
Di SMA dia serta Sekolah Menengah Atas-Sekolah Menengah Atas lainnya pada Amrik, mapel hanya ada 7
Di SMA beliau dan Sekolah Menengah Atas-Sekolah Menengah Atas lainnya di Amrik, ujian final setahun cuma sekali. Gak pernah beliau dapet ulangan tengah semester atau ulangan semester.
Kok mampu sih mereka semua jadi pemimpin-pemimpin dunia? Padahal pada Indonesia, belajar sudah paling lama , mata pelajaran telah paling lengkap, PR dan tugasnya telah paling meribetkan, serta ujian telah paling tak jarang, Les pun sudah paling rajin.
Jawabannya terdapat pada sistem pendidikan serta diri kita sendiri.
Dulu waktu TK serta Sekolah Dasar kita seluruh lancar menjawab ketika ditanya apa asa kita. Tapi sekarang? Pasti kita jumpai banyak sekali remaja-remaja yg justru resah akan asa mereka bahkan nir jarang bagi mereka yg pintar pula bingun atau ragu menggunakan keinginan mereka. Apa sebabnya? Bisa jadi lantaran sistem pendidikan kita yg galat. Sistem kita menuntut kita buat menilik semuanya namun nir mendalami satu pun. Inilah yang menciptakan mereka yg mengejar nilai resah akan cita-citanya karena telah dibentuk semenjak awal tidak memiliki tujuan, sudah dibentuk tidak mendalami apa yg mereka cita-citakan.
Apa yang mereka dapatkan menurut sekolah yaitu sukses hanya dengan sebuah kertas ujian and just reading your book to be success. Padahal bila telah kerja, izin sukses wajib melakukan hal-hal kompleks spt kemampua berkomunikasi, kemampuan membentuk wangsit, dll.
Apa yang mereka dapatkan menurut sekolah adalah materi yg akan mereka lupakan karena nir terpakai saat mereka bekerja. Apakah seseorang atlet sepakbola yang sukses perlu menyelidiki strukur sel bakteri utk menjadi sukses? Apakah seseorang dokter ahli bedah yang sukses perlu belajar menghitung percepatan setripetal agar menjadi sukses? Justru kebalikannya, mereka yg ingin sukses menjadi arsitek seharusnya lebih mendalami ilmu ekamatra dan bangunan, bukannya malah mendalami sebab revolusi Prancis, dll. Lah ini kok kita ingin bangun rumah kok dikasihnya malah pensil, penghapus, rautan atau istilahnya kita mau ngapain kok gadapet apa yang kita butuhkan malah dapetnya hal yang gadibutuhi. Ya niscaya dubuang.
Back to the topic, teman aku bilang yg membedakan Sekolah Menengah Atas di Amrik serta di Indonesia yaitu sejak SMP, murid/i di Amerika disuruh menentukan keputusannya sendiri. Dengan sistem moving class, istilahnya kita boleh memilih ingin masuk ke kelas Fisika atau Biologi dalam jam ini. Atau ingin masuk ke kelas Sejarah atau Matematika pada jam selanjutnya. Jadi diadaptasi dengan minat bakat kita mau itu kita hanya masuker ke kelas Sejarah 1x rendezvous seminggu atau 3x atau lebih itu tergantung keputusan kita. Jadi jika ingin jadi dokter yg sukses ya kita mampu ambil kelas biologi lebih tak jarang berdasarkan kelas mata pelajaran lainnya. Sehingga, semenjak SMP orang Amrik sudah terfokus dalam bidang yang mereka inginkan buat kerja di dalamnya. Dan saat kerja mereka telah punya persiapan sejak mini .
Maka berdasarkan itu mari benahi sistem pendidikan kita serta mulailah penekanan terhadap apa yang dicita-citakan mulai dari kini jikalau kita seluruh mau Indonesia merdeka secara ekonomi!

POLA PEMBAHARUAN SISTEM PENDIDIKAN TENAGA KEPENDIDIKAN DI INDONESIA

Pola Pembaharuan Sistem Pendidikan Tenaga Kependidikan di Indonesia
Tema tentang penyelenggaran forum sekolah yg andal saat ini relatif menarik serta relevan pada tengah konstelasi sistem pendidikan yang kian mengglobal. Relevansi tersebut makin beralasan manakala kajian persepsi rakyat diletakkan sebagai titik tolaknya, karena persepsi warga pada memandang bagaimana sebuah sistem serta model pendidikan yang penuh pengharapan, sekaligus kredibel adalah aspek penting bagi terselenggaranya pendidikan yg solutif.

Untuk menjawab kebutuhan itu, maka mencermati demokratisasi dalam dunia pendidikan agaknya mendesak buat dilakukan. Demokratisasi penyelenggaraan lembaga pendidikan saat ini bukan sebagai sebatas gagasan akademik belaka, tetapi lebih berdasarkan itu telah menjadi sebuah keputusan politis dengan dukungan landasan sah serta konseptual, bahkan telah didukung sang landasan teoritis yang memadai. Kondisi itu memungkinkan serta menjadi sebuah keniscayaan, lantaran praktek penyelenggaraan pendidikan di Indonesia telah berlangsung dalam kurun waktu yang cukup usang. 

Kurikulum berbasis kompetensi serta KTSP 2-duanya memudahkan pengajar dalam mengajarkan pengalaman belajar yg sejalan dengan prinsip belajar sepanjang hayat yg mengacu pada empat pilar pendidikan Universal yaitu belajar mengetahui, belajar melakukan, belajar sebagai diri sendiri serta belajar hidup pada kebersamaan.

Sekolah atau madrasah pada beberapa hal dimaknai sebagai sebuah organisasi atau unit sosial yg sengaja dibentuk oleh beberapa orang pada ikatan koordinasi buat mencapai tujuan bersama (Carlisle, 1987: 3). Sehingga, sekolah sanggup dikatakan sebagai unit sosial yang pada dalamnya terdiri atas sekelompok individu yg bersatu secara sengaja meski dengan tugas yg tidak selaras, tetapi memiliki satu tujuan buat mendidik anak-anak dan mengantarkannya menuju tahap pendewasaan, baik secara fisik juga non fisik, agar anak-anak itu memiliki kemandirian pribadi dan sosial.

Digalakkannya Madrasah Bertaraf Internasional (MBI) merupakan jawaban atas tuntutan pemerintah serta rakyat buat peningkatan SDM warga guna siap menghadapi tuntutan zaman yang mengharuskan bangsa Indonesia sanggup berkomunikasi dan bertransformasi menggunakan bangsa lain. Dasar pijakan berdirinya Madrasah Bertaraf Internasional merupakan UU Nomor 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional yang bertujuan:

“Pendidikan nasional bertujuan mengembangkan kemampuan dan membangun watak serta peradaban bangsa yg bermartabat pada rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar sebagai insan yg berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, berdikari, serta menjadi rakyat negara yang demokratis dan bertanggung jawab”.

Tidak kalah penting merupakan resolusi UNESCO terkait pendidikan bagi seluruh anak di global, bahwa pendidikan wajib memenuhi empat aspek, yakni transfer keahlian serta pengetahuan (transfering skill and knowledge), penanaman berpikir logis (mastering logic), pembangunan karakter (character development), dan ketahanan dalam menjalani berbagai arena pelatihan (trainning endurance). Empat hal ini menyiratkan 3 aspek kompetensi yaitu kognisi, afeksi serta psikomotorik. Dari tiga aspek tadi, aspek afektif memungkinkan buat lebih penting dikedepankan. Penanaman ajaran kepercayaan selanjutnya sebagai prioritas. Agama mempunyai pandangan dan bahkan mewajibkan umatnya buat menaikkan kualitas sumber daya. 

Rencana pemerintah buat memajukan kualitas pendidikan sudah sepatutnya didukung oleh semua lapisan warga . Munculnya Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) atau Madrasah Bertaraf Internasional (MBI) diharapkan mampu membantu planning pemerintah buat mewujudkan niat baik tersebut. Hanya saja, sekarang sehabis tujuh tahun diimplementasikan, disosialisasikan, dan dievaluasi sangat diperlukan adanya kajian dan penelitian yang mendalam mengenai eksistensi, kiprah fungsi, dan pemikiran terhadap SBI atau MBI. Tingginya perbedaan pendidikan pada Indonesia, baik dicermati berdasarkan pemerataan, kualitas, relevansi dan efisiensi manajemen, secara pribadi menjadi pendorong terhadap perlunya penelitian-penelitian pendidikan termasuk penelitian mengenai persepsi rakyat terhadap SBI atau MBI.

Secara empiris keberadaan SBI atau MBI sekarang ini masih mengakibatkan penafsiran dan pemaknaan yg majemuk berdasarkan pihak sekolah maupun dari pihak stakeholder lain misalnya orang tua murid atau masyarakat luas dalam biasanya. Hal ini dimungkinkan lantaran pemerintah sendiri belum secara jelas serta gamblang memaparkan apa dan bagaimana SBI atau MBI kepada pihak-pihak terkait, terutama masyarakat sebagai konsumen pendidikan. Pandangan rakyat yg nir seragam mengenai SBI atau MBI ini harus segera direspon sang pemerintah agar semua lapisan rakyat memahaminya.

Madrasah Bertaraf Internasional yang dikembangkan pada Pacet Mojokerto sesungguhnya merupakan solusi alternatif penyelenggaraan sistem pendidikan yang responsif terhadap kebutuhan zaman pada era globalisasi yang sarat menggunakan kompetisi. MBI MA Amanatul Ummah dalam sejarahnya merupakan forum pendidikan setingkat SMA/MA yg berupaya secara berfokus terutama sesudah mendapatkan Qoror Mu’merupakan, yakni pernyataan disamakan oleh Perguruan Tinggi Al Azhar yang berkedudukan pada Mesir. Pernyataan disamakan bagi MA Amanatul Ummah inilah yang mendorong serta menginspirasi didirikannya MBI MA Amanatul Ummah di tahun 2004. Pernyataan disamakan bagi MA Amanatul Ummah yang mengilhami berdirinya MBI MA Amanatul Ummah menjadi sebuah keharusan mengingat perjalanan proses, hasil, serta prestasi yang ditorehkan MA Amanatul Ummah khususnya pada penyelenggaraan pendidikan menggunakan kualitas setara dengan penyelenggaraan kurikulum pendidikan sebagaimana di Perguruan Tinggi Al Azhar Mesir, telah mengalami perkembangan yg rupawan disertai menggunakan respon publik yang bervariasi.

Selanjutnya, data dan liputan dalam observasi awal yg didapat menurut penelitian ini berisikan berbagai perkembangan jumlah murid semenjak awal tahun pertama berdiri Program MBI MA Amanatul Ummah hingga saat ini dan perkembangan jumlah lulusan yang bisa diterima pada lembaga perguruan tinggi negeri serta partikelir. 

Tingginya trend masyarakat terhadap acara MBI MA Amanatul Ummah yang berlokasi di Desa Kembang Belor Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto, pada mana poly orang tua yg ingin menyekolahkan anak-anak mereka dalam forum ini yg berdasarkan tahun ke tahun memberitahuakn nomor peningkatan sejak empat tahun didirikan. Pada sisi lain, meningkatnya jumlah anak didik-siswi tadi mendorong peningkatan jumlah pengajar buat melaksanakan visi, misi, dan tujuan pendidikan dalam forum ini. Berikut ini disajikan data perkembangan jumlah anak didik serta guru yg ada di Program MBI MA Amanatul Ummah pada Desa Kembang Belor Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto sejak empat tahun didirikan. 

Tabel Data Perkembangan Siswa Program Madrasah Bertaraf Internasional MA Amanatul Ummah Surabaya 
No.

Tahun

 Pelajaran

Jumlah

Siswa

Jumlah

Rombongan Belajar

Jumlah

Guru

1
2006-2007
49
2
34
2
2007-2008
114
5
50
3
2008-2009
226
9
68
4
2009-2010
310
12
75
Sumber : Diolah berdasarkan Data Primer (2010)

Telah terujinya kualitas pendidikan yang sudah didapatkan oleh Program MBI MA Amanatul Ummah di Desa Kembang Belor Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto, pada mana semenjak awal telah melahirkan hasil lulusan yang berkualitas, di mana nilai tambah lulusan sudah mempunyai kualitas moral serta akademis dengan dibuktikan menggunakan diterimanya 46 berdasarkan 49 anak didik atau 93,88% lulusan dalam perguruan tinggi negeri dan sisanya tiga anak didik atau 6,12% dalam forum perguruan tinggi partikelir. Untuk 46 siswa angkatan I, tiga murid berhasil mendapatkan beasiswa luar negeri ke perguruan tinggi di Maroko, 22 anak didik mendapatkan beasiswa Depag buat mengikuti kuliah pada perguruan tinggi terkemuka di pada negeri (pada antaranya 3 anak didik mendapatkan kesempatan beasiswa dalam fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, 1 siswa menempuh program pendidikan Dokter di Universitas Gajah Mada, 6 anak didik menerima beasiswa berdasarkan ITS sepuluh Nopember Surabaya, dan beberapa lainnya pada IPB, UIN Jakarta dan sebagainya). Dari 46 siswa MBI MA Amanatul Ummah angkatan I, 4 pada antaranya berhasil menempuh perkuliahan melalui PMDK Unibra, ITS da Unair. Sementara itu, ada 17 siswa yg berhasil lolos melalui jalur SMPTN. Ini mengandung arti bahwa 100% lulusan MBI MA Unggulan Amanatul Ummah Suarabaya yg ada di Desa Kembang Belor Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto telah menerima layanan pendidikan secara memadai. 

Walaupun Program MBI MA Amanatul Ummah berprestasi mengesankan pada lulusan pertamanya, tetapi kendala terbesar yang dihadapi oleh Program MBI MA Amanatul Ummah di Desa Kembang Belor Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto waktu ini adalah belum mendapat pengakuan secara formalitas dari pemerintah khususnya Departemen Agama (Depag), serta belum tersedianya infrastruktur penunjang wahana dan prasarana yang memadai sebagai penunjang aktivitas pendidikan buat merespon tingginya ekspresi dominan masyarakat yang ingin menyekolahkan anak-anaknya di Program MBI MA Amanatul Ummah di Desa Kembang Belor Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto. Kendala terbesar terhadap penyediaan infrastruktur sarana dan prasarana pendidikan tadi lebih dikarenakan sang belum tersedianya dana penunjang. Sejauh ini, dana penunjang masih adalah dana murni yg dimiliki sang Yayasan Pondok Pesantren Amanatul Ummah Surabaya.

Di samping itu, observasi awal yang dilakukan oleh peneliti menemukan suatu liputan bahwa hampir semua murid MBI MA Amanatul Ummah menjalani serta mengalami proses belajar secara menyenangkan. Letak atau lokasi MBI MA Amanatul Ummah yang spesifik berada di wilayah pegunungan sebagai alasan krusial mengapa proses belajar mengajar di MBI MA Amanatul Ummah berlangsung secara menyenangkan. Sistem pedagogi yg diselenggarakan menggunakan memadukan 3 kurikulum sekaligus, yakni kurikulum Nasional, kurikulum mu’merupakan menurut Al Azhar Mesir, dan kurikulum Cambridge sebagai konsekuensi penyelenggaraan MBI. Ketiga kurikulum yang disinergikan itu memiliki keunikan serta karakter yang khusus serta makin menguatkan dugaan bahwa proses belajar mengajar dan sistem pedagogi pada MBI MA Amanatul Ummah merupakan representasi contoh pendidikan yang layak diteliti. 

Di samping itu, penyebaran siswa alumni atau lulusan MBI MA Amanatul Ummah yg beredar pada hampir perguruan tinggi terkemuka misalnya UGM, IPB, UNAIR, ITS, UIN Jakarta, serta sejumlah perguruan tinggi di luar negeri seperti Al Azhar, Kourtoum, Maroko, Yaman, serta sejumlah perguruan tinggi di timur tengah, merupakan alasan lain keunikan dan kelayakan mengapa penelitian ini diselenggarakan.

Dari aneka macam kenyataan pada atas peneliti tertantang untuk melakukan penelitian mengenai Kualitas Manajemen Madrasah Bertaraf Internasional”. (Kajian Manajemen Pendidikan di MBI MA Amanatul Ummah pada Desa Kembang Belor Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto). 

Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana telah diuraikan di atas, kajian ini akan merogoh rumusan kasus menjadi berikut “Bagaimana kualitas manajemen Madrasah Bertaraf Internasional di MBI MA Amanatul Ummah pada Desa Kembang Belor Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto?”

KAJIAN TEORI
Pada mulanya menentukan kualitas di Sekolah itu sulit, sebagaimana Fairweather dan Brown (1991: 157) menyatakan bahwa memperoleh daftar yg paripurna dari penilai-penilai mutu acara akademik pada sekolah adalah persoalan yang sulit. Akan tetapi dari pada beberapa referensi dan pedoman yg digunakan oleh institusi resmi, penilai-penilai mutu itu dapat ditemukan serta ditetapkan. The Higher Educational Council (HEC) Australia melihat mutu dalam konteks sebagai berikut: the council sees the focus on outcome, the fitness for purpose, as mendasar to understanding how each of the processes within institutions are organized and evaluated in order to ensure the quality of outcome (Linke, 1992). Di sini, prinsip primer merupakan bahwa mutu pada forum pendidikan diukur dengan pendekatan fitness for purpose.

Pada umumnya tujuan sekolah meliputi pedagogi, penelitian, dan pengabdian atau yg dikenal menjadi tridarma sekolah. Sehubungan menggunakan hal ini. Porter (1994) menandakan akan adanya kesulitan dalam mengukur mutu sekolah hanya menggunakan menggunakan pendekatan fitness for purpose. Porter1994) ) menambahkan pendekatan lain yang sifatnya interrelated menggunakan pendekatan fitness for purpose, yaitu konsep exceptional dimana mutu bisa dicermati menjadi passing a set of requirement or minimum standard.

Dalam konteks pendidikan intemasional, Global Alliance for Transnational Education (GATE) mendefenisikan mutu menjadi as meeting or fulfilling requirements, often referred to as fitness for purpose (GATE), 1998) dan pada hubungannya dengan pendekatan pemenuhan standar minimum, baku diartikan menjadi a level or grade of goodness of something, and in an education context may be defined as an explicit level of academic attainment. Jelaslah, bahwa fungsi baku antara lain as means of measurements of the criteria by which quality may be judged (GATE, 1998).

Berdasarkan penjelasan pada atas dapat disimpulkan bahwa kualitas sekolah diartikan sebagai pencapaian tujuan berdasarkan suatu forum pendidikan yang umumnya mencakup tri darma sekolah serta pengukurannya dilakukan menggunakan pendekatan exceptional pada mana dari Porter (1994) mempunyai tiga variasi, yaitu 1) kualitas sebagai sesuatu yg distinctive, 2) kualitas menjadi sesuatu yg excellence, dan tiga) kualitas sebagai sesuatu yang memenuhi batas baku minimum atau conformance to standard.

Madrasah Bertaraf Internasinal (MBI) merupakan konsep Madrasah yang berupaya mencetak peserta didiknya memiliki kemampuan akademis serta keimanan kepada Allah SWT. SBI/MBI harus merupakan sekolah atau madrasah yang sudah memenuhi Standar Nasional Pendidikan serta diperkaya menggunakan mengacu dalam Standar Pendidikan keliru satu negara anggota Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) serta atau negara maju lainnya yg mempunyai keunggulan tertentu pada bidang pendidikan sebagai akibatnya mempunyai daya saing di forum internasional. Pada prinsipnya, SBI/MBI pun wajib bisa memberikan agunan mutu pendidikan menggunakan standar yang lebih tinggi berdasarkan Standar Nasional Pendidikan.

Esensi SBI/MBI yg penting adalah terpenuhinya aplikasi baku isi, baku proses, baku kompetensi lulusan, standar pendidik dan energi kependidikan, standar wahana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian. SBI/MBI pula diperkaya dengan mengacu pada baku pendidikan galat satu anggota OECD dengan semangat adaptasi, adopsi, inovasi, dan berorientasi pada pembentukan lulusan (outcome) yg kompeten.

Karakteristik SBI/MBI terletak dalam keunggulan yang ditunjukkan dengan adanya pengakuan internasional terhadap proses serta hasil keluaran pendidikan yg berkualitas dan teruji dalam aneka macam aspek melalui hadiah tunjangan profesi berpredikat baik dari galat satu negara OECD dan atau negara maju lainnya.

Di samping itu, proses dan output pendidikan SBI/MBI dijamin buat memperoleh predikat layak menjadi satuan pendidikan menggunakan indikator pencapaian kinerja kunci minimal, yakni perolehan sertifikasi akreditasi minimal predikat ’A’ berdasarkan Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN S/M). Selain itu, predikat keberhasilan SBI/MBI pula ditandai dengan perolehan pencapaian indikator kinerja kunci tambahan dari galat satu negara OECD serta atau negara maju lainnya.

Sementara itu, kurikulum yang wajib diselenggarakan sang SBI/MBI wajib menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), sistem satuan kredit semester, memenuhi baku isi serta memenuhi baku kompetensi lainnya. Penerapan sistem administrasi akademik berbasis serta berorientasi pada Teknologi Informasi serta Komunikasi (TIK).

Sementara itu, SBI/MBI pula harus berstandar wahana dan prasarana yang memadai menggunakan dukungan baku pengelolaan yg baik berbasis multikultural, mampu menjalin persahabatan menggunakan sekolah homogen di luar negeri, bebas narkoba dan rokok, bebas kekerasan (bullying), menerapkan prinsip kesetaraan gender dan sanggup meraih prestasi serta penghargaan kompetisi sains, matematika, teknologi, seni dan olahraga.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Menganalisis bagaimana sebenarnya sebuah lembaga pendidikan setaraf madrasah berkualitas sangatlah nir gampang. Banyak sekali ukuran yg bisa dijadikan indikator. Banyak yang terjadi dalam penilaian kualitas sebuah madrasah hanya menurut klaim semata. Madrasah yang berkualitas tidak hanya dipengaruhi sang megahnya gedung wahana dan prasarana. Madrasah yg baik pula belum boleh dikatakn baik bila hanya ditentukan oleh banyaknya jumlah siswa yg bermadrasah. Madrasah yang baik pun belum layak dikatakan baik jika ditunjukkan sang lokasi pada mana madrasah itu bertempat.

Untuk menilai sebuah madrasah berkualitas, sampai hari ini masih ada perdebatan. Untuk menyebut sebuah madrasah yang mempunyai kualifikasi tinggi saja masih banyak disparitas. Ada yang mengidentifikasi menjadi madrasah efektif, madrasah unggulan, madrasah terpadu, madrasah integral, dan banyak sekali sebutan lainnya. Dan terlepas menurut banyaknya sebutan buat madrasah yang berkualitas, Coleman (1966) melakukan penelitian di Amerika serta berhasil menerima informasi tentang kondisi siswa berkaitan menggunakan latar belakang sosial ekonomi keluarganya serta hingga dalam sebuah konklusi menjadi berikut : 1) Siswa yg berprestasi tinggi pada madrasah, melanjutkan ke jenjang yg lebih tinggi, serta hidupnya berhasil merupakan siswa yang dari dari keluarga yang sosial ekonominya tinggi. 2) Siswa yang prestasinya rendah, tidak mampu belajar di madrasah, drop-out, tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, tidak mempunyai motivasi belajar merupakan anak didik yg berasal dari famili yg sosial ekonominya rendah.

Dengan demikian, lagi-lagi sulit dewasa ini buat menentukan indikator madrasah unggul. Untuk memudahkannya, madrasah unggul boleh saja disetarakan dengan pelaksanaan madrasah yg mengaplikasikan manajemen berbasis madrasah (MBS). Tujuan primer penerapan implementasi visi, misi serta komitmen pada MBI pada pada dasarnya merupakan buat penyeimbangan struktur kewenangan antara madrasah, pemerintah daerah dan pusat, sehingga manajemen sebagai lebih efisien. Kewenangan terhadap pembelajaran diserahkan kepada unit yang paling dekat menggunakan aplikasi proses pembelajaran itu sendiri yaitu madrasah. Di samping itu, penyerahan wewenang itu adalah buat memberdayakan madrasah, agar madrasah dapat melayani masyarakat secara maksimal sinkron dengan impian rakyat. 

Tujuan penerapan implementasi merupakan buat memandirikan atau memberdayakan madrasah melalui kewenangan (swatantra) kepada madrasah dan mendorong madrasah buat melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif. Lebih rincinya implementasi itu bertujuan buat menaikkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif madrasah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yg tersedia. Meningkatkan kepedulian rakyat madrasah serta warga pada menyelenggarakan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama. Meningkatkan tanggung jawab madrasah pada orangtua, masyarakat, serta pemerintah mengenai mutu madrasahnya. Meningkatkan kompetisi yg sehat antar madrasah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai. 

Prinsip utama pelaksanaan implementasi ini terdapat 5 (lima) hal yaitu: Fokus dalam mutu, bottom-up planning and decision making, manajemen yang transparan, pemberdayaan warga , serta peningkatan mutu secara berkelanjutan

Selanjutnya, berkenaan sekolah efektif, Rutter (1979), menyebut sekolah efektif mempunyai ciri-karakteristik menekankan dalam pembelajaran, pengajar merencanakan bersama serta bekerja sama pada aplikasi pembelajaran pada pengawasan yang terarah berdasarkan pengajar senior dan ketua sekolah. Sementara itu, Weber (1971), Austin (1978), Brookeover & Lezotte (1979), Edmonds & Frederickson (1979), Phi Delta Kappa (1980) menyimpulkan sekolah efektif memiliki ciri kepemimpinan yg bertenaga, harapan yang tinggi bagi siswa dan pengajar, lingkungan yg aman, ketua sekolah berperan menjadi ‘instructional leader’, serta kemajuan prestasi belajar murid sering dimonitor pelibatan orang tua secara aktif.

Selanjutnya, yang paling menarik dari tiga perihal antara visi, misi, atau peruntukan MBI, maka menelusuri peruntukan MBI menjadi relevan, lantaran peruntukan MBI adalah kristalisasi visi serta misi MBI. Sebagaimana telah dicantumkan dalam pelukisan wilayah penelitian, bahwa peruntukan MBI merupakan dalam rangka membentuk kader bangsa melalui empat pilar, yakni ulama, pemimpin bangsa, konglomerat, serta profesionalis. Mempersiapkan kader menjadi empat profesi tersebut bukanlah upaya yg mudah. Kaum ulama merupakan suatu bagian yang amat berpengaruh dalam masyarakat Islam. Mereka mempunyai kedudukan yang tinggi berkat pengetahuan agama mereka. Lantaran itu pada dalam tradisi, siapa saja yg sudah mempunyai pengetahuan agama hingga suatu berukuran eksklusif yg sudah umum diterima orang, bisa sebagai seorang ulama, dengan demikian martabat dan pengaruhnya terhadap masyarakat tergantung dari kesalehan serta pengabdiannya kepada ilmu dan agamanya. Hadits membagi ulama ke dalam dua kategori; ulama akhirat dan ulama dunya. Dasar pembagian ini adalah perbedaan perilaku mereka terhadap kasus keduniawian. Ulama akherat hayati bersahaja dalam pengabdiannya yang saleh terhadap ilmu agama dan menjauhkan diri berdasarkan mengejar hal kebendaan serta politik. Mereka lebih suka melewatkan hari demi hari pada kemiskinan dari pada berteman dengan raja dan orang kaya. Ia menampik penghidupan yang kaya serta glamor, serta menolak ditarik pada pergolakan politik. Keseluruhan hidup mereka merupakan buat membuatkan pengetahuan serta berjuang buat menaikkan moral warga , dan pengabdian mereka yg nir mementingkan diri sendiri buat tujuan ilmu serta pemberantasan kejahilan. Ulama dunya sebaliknya, mereka bersifat duniawi pada pandangan hidup mereka. Mereka menginginkan kekayaan serta kehormatan duniawi serta tidak segan-segan buat menghianati hati nurani mereka asalkan tujuan mereka tercapai. Mereka bergaul bebas dengan raja-raja serta pegawai pemerintah, dan menaruh sokongan moral terhadap tindakan mereka yg baik ataupun yang tidak baik. Ahli Islam jenis ini biasanya disebut ulama-su’i (ulama yang jelek), serta pendapat generik di kalangan Islam nir hanya memperlakukan mereka secara masa udik sambil mencela dan menghina mereka tetapi menganggap mereka bertanggung jawab buat segala keburukan dan kemalangan yg menimpa komunitas Islam. Selama periode yang dibicarakan ini, merupakan waktu ulama menjadi suatu kekuatan dalam politik tidak membawa ke arah kesadaran rakyat lantaran perilaku sosial serta konduite politiknya yang cenderung mencoba-coba buat nir memperdulikan martabat serta kedudukan mereka menjadi pemimpin agama. Dalam konteks ini, peruntukan MBI pada mencetak ulama sangat didasari oleh kegalauan empiris keterlibatan ulama masa sekarang pada urusan keduniaan. MBI berketetapan buat menjauhi ulama dunya serta berupaya keras mengejar tercapainya ulama akherat. Penggemblengan aspek keagamaan baik dalam konsep serta aplikasinya yg digelorakan pada pembelajaran di pesantren MBI harusnya sebagai titik tolak pemenuhan peruntukan menciptakan ulama akbar bagi siswa MBI. Pemberdayaan kurikulum mu’adalah serta pengajian rutin adalah jalan masuk menuju cita-cita ini.

Selanjutnya, potret MBI pada bingkai pembentukan pemimpin dimanifestasikan secara kongkrit pada awal anak didik MBI memasuki jenjang pendidikan. Siswa baru MBI diwajibkan menmgikuti Masa Orientasi Siswa serta Latihan dasar Kepemimpinan yang dikselenggarakan oleh WISNU (OSIS MBI). Penanaman jiwa kepemimpinan dipadu dengan sosialisasi keorganisasian, kajian pembangunan karakter, serta anugerah ketrampilan memecahkan kasus (persoalan solving) sepertinya akan juag menjadi pemicu bagi murid MBI pada mengenal apa dan bagaimana sebagai seorang pemimpin. Apa yg disampaikan oleh Karimullah serta Gigih sebagai 2 orang yg pernah menjadi Ketua WISNU kentara menerangkan wujud kongkrit pembekalan jiwa kepemimpinan pada murid MBI.

Konglomerat pada sudut pandang moralis merupakan para pemilik modal atau orang kaya yang masih mau mengembangkan pada sesamanya. Apalah adalah mempunyai harta berlebih apabila hanya disimpan buat memuaskan diri sendiri. Konsep pemahaman zakat, shodaqoh, dan bantuan gratis sejatinya merupakan konsep yg akan membimbing murid MBI menjadi langsung konglomerat yang santun. Untuk menjadi konglomerat, maka tausiyah pada hampir setiap apel pagi yg sarat motivasi pada siswa MBI justru akan makin melambari langsung anak didik MBI buat berjuang dan bercita-cita menjadi pemilik perusahaan bukan pekerja, pemilik pabrik bukan buruh, pemilik forum profit bukan peminta-minta, pemilik Bank syariah bukan nasabah, dan seterusnya. Semangat dan motivasi seperti ini dilakukan dengan berulang-ulang. Visi, misi, komitmen, peruntukan serta tujuan MBI acap disampaikan pada murid MBI pada berbagai kesempatan buat dalam saatnya siswa MBI makin bulat pada tekad terutama pada pencapaiannya. Reinforcement atau perulangan umumnya akan melahirkan pembiasaan serta norma, sekaligus akan membentuk karakter yg dalam akhirnya akan mengukir nasib seseorang.

Profesionalis merupakan siapapun yang menjalankan setiap tugas dan kewajibannya secara tuntas dan bertanggungjawab. Penanaman komitmen MBI buat sebagai pribadi yang beriman, bertaqwa, berilmu, berdisiplin, bertanggungjawab, bersih, sopan, ramah dan rapi bukanlah sekedar semboyan dan jargon semata. Tetapi akan membekas dalam sanubari siapapun yg mendengar serta merenungkan serta mengamalkannya. Internalisasi nilai yg terkandung dalam komitmen MBI akan melahirkan perilaku dan konduite yg profesionalis. Untuk 5 tahun pertama ini memang belum tampak hasilnya, tetapi pertanda-pertanda kemanjuran internalisasi komitmen itu sudah mulai tampak. Kemajuan dan pertumbuhan pada segala aspek dalam MBI setidaknya akan menjauhkan kesangsian harapan akbar MBI mencetak generasi muda yg unggul.

Profil Madrasah Aliyah Unggulan Program Madrasah Bertaraf Internasioanl (MBI) yg telah dikembangkan merupakan bukti kongkrit sejalan menggunakan upaya phraksis setiap gerak pikir serta tindakan para pengelola MBI. Perwujudan tersebut telah berlangsung dan berproses sekian usang dan meski memerlukan banyak revisi pada pelaksanaannya, namun itu seluruh merupakan kristalisasi menjadi bentuk perhatian yang serius pada pembangunan asal daya insan pada domain pendidikan. National building (pembangunan bangsa) ini nir wajib diselenggarakan secara fisik semata, tetapi lebih dari itu, pembangunan mental serta sosial atas dasar pembangunan etika moral adalah kunci utama bagi keberhasilan pembangunan pendidikan di MBI.

Untuk melihat keberhasilan itu, mengurai apa gerangan yg sebagai pola konduite (pattern of behavior) yg mencuat agaknya akan makin menunjukkan sisi cerita sukses pada MBI. Istilah ini merujuk dalam aspek budaya yang berarti kaidah bagi sebuah konduite. Terma ini sangat filosofis karena memuat tentang yang normatif serta preskriptif. Apa yg seharusnya dijadikan dasar pijakan ini seakan penting dan perlu pada setiap penyelenggaraan sebuah ideasi.

Terma ini sebetulnya diilhami sang pemikirian Hegelian yang meletakkan dataran Mind (pikiran) sebagai sumber penerangan. Realitas pendidikan sebagai kongkritisasi sekolah efektif yang akan dijalankan harusnya dapat dijelaskan menggunakan apa yg dibayangkan oleh Hegel menjadi pandangan baru yang menentukan materi. Kalangan Hegelian memang sangat mendewakan ideasi daripada eksistensi materi. Berbeda menggunakan muridnya (Marx) serta semua pengikutnya (Marxian), yg meletakkan materi di atas gagasan / inspirasi yg ditinjau abstraktif. Bagi Marxian, segala yang bersifat materi kebendaan sangat memilih, sebagai akibatnya ideasi dipercaya tidak rasional dan merusak proses kehidupan manusia. 

Untuk lebih jelasnya, marilah kita lihat tabel preskripsi ini dia.

Tabel  Pattern of Behavior / Visi MBI Amanatul Ummah Surabaya
Input

Proses

Output - outcome

Anak-anak bangsa yang dengan segala potensi diri yg dimilikinya (minat talenta dan kemampuan):
-sense of interest

-sense of courisity

-sense of reality

-sense of inquiry

-sense of discovery
Modal/investasi moral ini dimantapkan sejak dini dan diproses pada MBI buat menumbuhkan kreatifitas

Internalisasi Pembiasaan



Karakter (Akhlaqul Karimah)

                    


Nasib Baik

Ulama, Pemimpin, Konglomerat, dan Profesionalis

Selanjutnya, konduite yang mempola adalah respon aktif atas kaidah konduite (pola konduite) pada terma budaya. Oleh lantaran bingkai relijius-multikulturalisme dikedepankan, maka dengan sendirinya konsepsi yg sudah dipengaruhi dalam pattern of behavior harus diwujudkan ke dalam tindakan yang realistis realitas (pattern for behavior). Untuk itu marilah kita lihat tabel berikut adalah.dari tabel pada atas, tampaklah bahwa proses pembelajaran di MBI Amanatul Ummah Surabaya dapat dibangun dengan meminjam penerangan sistem menggunakan prosedur input-output. Dari daerah input, proses pembelajaran pada MBI Amanatul Ummah Surabaya diideasikan menggunakan menyiapkan sumber daya anak didik yg berpotensi diri dengan segala kemampuan buat berminat, ingintahu, pertanda, mempelajari, dan menemukan hal baru yg berguna bagi dunia pendidikan serta kemanusiaan pada umumnya. Modal dan investasi asal daya murid ini selanjutnya diproses melalui apa yg dinamakan pembiasaan buat menanamkan akhlaqul karimah, sehingga melahirkan nasib baik, sehingga teraihlah apa yg disemangatkan pada peruntukan MBI buat mencetak ulama, pemimpin, konglomerat serta profesionalis. Proses pembelajaran ini sejauh mungkin berada pada bingkai relijius-multikultural. Oleh karena itu, pendekatan budaya dan perilaku yg bermartabat hendak dikedepankan. Sasaran akhir dari proses pembelajaran pada MBI Amanatul Ummah Surabaya ini diarahkan demi terwujudnya intelektual muda yg tangguh sebagai investasi moral bangunan rakyat Indonesia masa depan.

Tabel  Pattern for Behavior / Misi MBI Amanatul Ummah Surabaya
Input

Proses

Output - Outcome

Unsur-unsur yang harus dimiliki sang proses pembelajaran di MBI Amanatul Ummah Surabaya:
-Pengelola  manajerial
-Metode andragogis
-Berbasis kompetensi
-Sumber daya anak didik yg kritis-etis
Kognitif :

Pemahaman nilai budaya, kemampuan verbal, logika dasar serta kecakapan

Lulusan MBI yg Kompeten (Beasiswa pada serta luar negeri, PMDK, SNMPTN
             
          
Intelektual yang cerdas dan beriman
Afektif :

Pemahaman etika serta estetika yg berbasis nilai-nilai relijius

Berkaca dari tabel, perwujudan ideasi proses pembelajaran pada MBI Amanatul Ummah Surabaya secara realitas-realistis sangat dekat menggunakan upaya sinergis antara semua elemen pendidikan yang terdiri atas kemampuan manajerial pengelola lembaga pendidikan, pemilihan metode pedagogi yang berwawasan lokalitas, mementingkan basis kompetensi dalam setiap kurikulum pengajarannya, dan tersedianya sumber daya murid yang kritis-etis. 

Realisasi proses pembelajaran pada MBI Amanatul Ummah Surabaya diarahkan dalam tergalinya kemampuan kognisi serta afeksi dari input yg tersedia. Pola ini dikembangkan sedemikian rupa agar tercapai apa yg dicita-citakan, yaitu intelektual muda yang cerdas dan beriman (lulusan yang kompeten dengan mendapatkan beasiswa dalam serta luar negeri, PMDK, atau SNMPTN).

Dengan demikian, ada interaksi relasional yang saling memajukan antara lembaga penyelenggara pendidikan dengan anak didik menjadi investasi moral. Proses pembelajaran di MBI Amanatul Ummah Surabaya (yang berbasis kognitif-afektif, logis-etis-relijius) merupakan salah satu pilar tercapainya visi, misi, komitmen dan peruntukan, dan tujuan MBI Amanatul Ummah Surabaya.

Proses enkulturasi atau pengenalan sangat berperan sehabis proses internalisasi yang berlangsung pada setiap acara pembelajaran dalam bingkai relijius-multikulturalisme. Sehingga azas voluntarisme yg menyiratkan kebebasan di atas pijakan logis-etis-relijius akan mendorong keberhasilan pendidikan nasional pada Indonesia.

POLA PEMBAHARUAN SISTEM PENDIDIKAN TENAGA KEPENDIDIKAN DI INDONESIA

Pola Pembaharuan Sistem Pendidikan Tenaga Kependidikan di Indonesia
Tema mengenai penyelenggaran lembaga sekolah yg kredibel saat ini relatif menarik serta relevan pada tengah konstelasi sistem pendidikan yang kian mengglobal. Relevansi tadi makin beralasan manakala kajian persepsi rakyat diletakkan menjadi titik tolaknya, karena persepsi rakyat dalam memandang bagaimana sebuah sistem dan model pendidikan yang penuh pengharapan, sekaligus kredibel merupakan aspek penting bagi terselenggaranya pendidikan yg solutif.

Untuk menjawab kebutuhan itu, maka mencermati demokratisasi pada dunia pendidikan agaknya mendesak buat dilakukan. Demokratisasi penyelenggaraan forum pendidikan waktu ini bukan sebagai sebatas gagasan akademik belaka, namun lebih berdasarkan itu telah sebagai sebuah keputusan politis menggunakan dukungan landasan sah dan konseptual, bahkan sudah didukung oleh landasan teoritis yg memadai. Kondisi itu memungkinkan serta menjadi sebuah keniscayaan, karena praktek penyelenggaraan pendidikan di Indonesia sudah berlangsung dalam kurun waktu yg cukup lama . 

Kurikulum berbasis kompetensi dan KTSP 2-duanya memudahkan guru pada mengajarkan pengalaman belajar yang sejalan menggunakan prinsip belajar sepanjang hayat yg mengacu pada empat pilar pendidikan Universal yaitu belajar mengetahui, belajar melakukan, belajar sebagai diri sendiri serta belajar hidup pada kebersamaan.

Sekolah atau madrasah pada beberapa hal dimaknai sebagai sebuah organisasi atau unit sosial yg sengaja dibuat sang beberapa orang dalam ikatan koordinasi buat mencapai tujuan beserta (Carlisle, 1987: 3). Sehingga, sekolah bisa dikatakan menjadi unit sosial yang di dalamnya terdiri atas sekelompok individu yg bersatu secara sengaja meski menggunakan tugas yang tidak sama, tetapi memiliki satu tujuan buat mendidik anak-anak serta mengantarkannya menuju termin pendewasaan, baik secara fisik juga non fisik, supaya anak-anak itu memiliki kemandirian pribadi dan sosial.

Digalakkannya Madrasah Bertaraf Internasional (MBI) merupakan jawaban atas tuntutan pemerintah serta masyarakat buat peningkatan SDM warga guna siap menghadapi tuntutan zaman yang mengharuskan bangsa Indonesia mampu berkomunikasi dan bertransformasi menggunakan bangsa lain. Dasar pijakan berdirinya Madrasah Bertaraf Internasional merupakan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang bertujuan:

“Pendidikan nasional bertujuan mengembangkan kemampuan dan menciptakan tabiat serta peradaban bangsa yang bermartabat pada rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan buat berkembangnya potensi siswa supaya menjadi insan yang berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan sebagai masyarakat negara yg demokratis dan bertanggung jawab”.

Tidak kalah krusial merupakan resolusi UNESCO terkait pendidikan bagi seluruh anak pada dunia, bahwa pendidikan harus memenuhi empat aspek, yakni transfer keahlian serta pengetahuan (transfering skill and knowledge), penanaman berpikir logis (mastering logic), pembangunan karakter (character development), dan ketahanan pada menjalani aneka macam arena training (trainning endurance). Empat hal ini menyiratkan tiga aspek kompetensi yaitu kognisi, kasih sayang serta psikomotorik. Dari 3 aspek tadi, aspek afektif memungkinkan buat lebih penting dikedepankan. Penanaman ajaran agama selanjutnya menjadi prioritas. Agama memiliki pandangan dan bahkan mewajibkan umatnya buat mempertinggi kualitas sumber daya. 

Rencana pemerintah buat memajukan kualitas pendidikan telah sepatutnya didukung oleh semua lapisan masyarakat. Munculnya Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) atau Madrasah Bertaraf Internasional (MBI) diperlukan sanggup membantu planning pemerintah buat mewujudkan niat baik tersebut. Hanya saja, kini selesainya tujuh tahun diimplementasikan, disosialisasikan, dan dievaluasi sangat diperlukan adanya kajian dan penelitian yg mendalam tentang keberadaan, kiprah fungsi, dan pemikiran terhadap SBI atau MBI. Tingginya perbedaan pendidikan pada Indonesia, baik dipandang dari pemerataan, kualitas, relevansi serta efisiensi manajemen, secara pribadi menjadi pendorong terhadap perlunya penelitian-penelitian pendidikan termasuk penelitian tentang persepsi masyarakat terhadap SBI atau MBI.

Secara realitas keberadaan SBI atau MBI kini ini masih menyebabkan penafsiran serta pemaknaan yg majemuk berdasarkan pihak sekolah maupun menurut pihak stakeholder lain misalnya orang tua anak didik atau masyarakat luas dalam umumnya. Hal ini dimungkinkan lantaran pemerintah sendiri belum secara jelas dan gamblang memaparkan apa dan bagaimana SBI atau MBI pada pihak-pihak terkait, terutama warga sebagai konsumen pendidikan. Pandangan warga yang tidak seragam mengenai SBI atau MBI ini harus segera direspon sang pemerintah agar seluruh lapisan warga memahaminya.

Madrasah Bertaraf Internasional yang dikembangkan pada Pacet Mojokerto sesungguhnya adalah solusi cara lain penyelenggaraan sistem pendidikan yg responsif terhadap kebutuhan zaman pada era globalisasi yg sarat dengan kompetisi. MBI MA Amanatul Ummah pada sejarahnya merupakan lembaga pendidikan setingkat SMA/MA yg berupaya secara serius terutama selesainya menerima Qoror Mu’adalah, yakni pernyataan disamakan oleh Perguruan Tinggi Al Azhar yang berkedudukan pada Mesir. Pernyataan disamakan bagi MA Amanatul Ummah inilah yang mendorong serta menginspirasi didirikannya MBI MA Amanatul Ummah pada tahun 2004. Pernyataan disamakan bagi MA Amanatul Ummah yg mengilhami berdirinya MBI MA Amanatul Ummah menjadi sebuah keharusan mengingat bepergian proses, output, dan prestasi yang ditorehkan MA Amanatul Ummah khususnya dalam penyelenggaraan pendidikan menggunakan kualitas setara menggunakan penyelenggaraan kurikulum pendidikan sebagaimana di Perguruan Tinggi Al Azhar Mesir, sudah mengalami perkembangan yang cantik disertai menggunakan respon publik yg bervariasi.

Selanjutnya, data serta berita pada observasi awal yang didapat menurut penelitian ini berisikan banyak sekali perkembangan jumlah murid sejak awal tahun pertama berdiri Program MBI MA Amanatul Ummah sampai saat ini dan perkembangan jumlah lulusan yg bisa diterima pada forum perguruan tinggi negeri serta swasta. 

Tingginya trend rakyat terhadap program MBI MA Amanatul Ummah yang berlokasi di Desa Kembang Belor Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto, pada mana banyak orang tua yg ingin menyekolahkan anak-anak mereka dalam lembaga ini yg dari tahun ke tahun memberitahuakn nomor peningkatan sejak empat tahun didirikan. Pada sisi lain, meningkatnya jumlah siswa-siswi tadi mendorong peningkatan jumlah guru buat melaksanakan visi, misi, serta tujuan pendidikan pada forum ini. Berikut ini tersaji data perkembangan jumlah anak didik serta guru yang terdapat pada Program MBI MA Amanatul Ummah di Desa Kembang Belor Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto semenjak empat tahun didirikan. 

Tabel Data Perkembangan Siswa Program Madrasah Bertaraf Internasional MA Amanatul Ummah Surabaya 
No.

Tahun

 Pelajaran

Jumlah

Siswa

Jumlah

Rombongan Belajar

Jumlah

Guru

1
2006-2007
49
2
34
2
2007-2008
114
5
50
3
2008-2009
226
9
68
4
2009-2010
310
12
75
Sumber : Diolah dari Data Primer (2010)

Telah terujinya kualitas pendidikan yang telah didapatkan oleh Program MBI MA Amanatul Ummah di Desa Kembang Belor Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto, di mana semenjak awal sudah melahirkan output lulusan yang berkualitas, di mana nilai tambah lulusan telah mempunyai kualitas moral dan akademis menggunakan dibuktikan menggunakan diterimanya 46 dari 49 murid atau 93,88% lulusan pada perguruan tinggi negeri dan sisanya tiga murid atau 6,12% dalam lembaga perguruan tinggi swasta. Untuk 46 anak didik angkatan I, 3 murid berhasil menerima beasiswa luar negeri ke perguruan tinggi pada Maroko, 22 siswa menerima beasiswa Depag buat mengikuti kuliah pada perguruan tinggi terkemuka di pada negeri (pada antaranya tiga siswa mendapatkan kesempatan beasiswa dalam fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, 1 murid menempuh acara pendidikan Dokter pada Universitas Gajah Mada, 6 anak didik mendapatkan beasiswa menurut ITS sepuluh Nopember Surabaya, serta beberapa lainnya di IPB, UIN Jakarta serta sebagainya). Dari 46 anak didik MBI MA Amanatul Ummah angkatan I, 4 di antaranya berhasil menempuh perkuliahan melalui PMDK Unibra, ITS da Unair. Sementara itu, ada 17 anak didik yg berhasil lolos melalui jalur SMPTN. Ini mengandung arti bahwa 100% lulusan MBI MA Unggulan Amanatul Ummah Suarabaya yang terdapat pada Desa Kembang Belor Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto telah menerima layanan pendidikan secara memadai. 

Walaupun Program MBI MA Amanatul Ummah berprestasi mengesankan pada lulusan pertamanya, tetapi kendala terbesar yang dihadapi oleh Program MBI MA Amanatul Ummah pada Desa Kembang Belor Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto waktu ini adalah belum mendapat pengakuan secara formalitas menurut pemerintah khususnya Departemen Agama (Depag), dan belum tersedianya infrastruktur penunjang sarana serta prasarana yang memadai sebagai penunjang aktivitas pendidikan buat merespon tingginya ekspresi dominan masyarakat yang ingin menyekolahkan anak-anaknya di Program MBI MA Amanatul Ummah di Desa Kembang Belor Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto. Kendala terbesar terhadap penyediaan infrastruktur sarana dan prasarana pendidikan tersebut lebih dikarenakan sang belum tersedianya dana penunjang. Sejauh ini, dana penunjang masih merupakan dana murni yang dimiliki sang Yayasan Pondok Pesantren Amanatul Ummah Surabaya.

Di samping itu, observasi awal yang dilakukan oleh peneliti menemukan suatu informasi bahwa hampir seluruh murid MBI MA Amanatul Ummah menjalani serta mengalami proses belajar secara menyenangkan. Letak atau lokasi MBI MA Amanatul Ummah yang spesifik berada pada daerah pegunungan sebagai alasan krusial mengapa proses belajar mengajar di MBI MA Amanatul Ummah berlangsung secara menyenangkan. Sistem pengajaran yang diselenggarakan menggunakan memadukan tiga kurikulum sekaligus, yakni kurikulum Nasional, kurikulum mu’merupakan berdasarkan Al Azhar Mesir, serta kurikulum Cambridge menjadi konsekuensi penyelenggaraan MBI. Ketiga kurikulum yg disinergikan itu memiliki keunikan serta karakter yg khusus dan makin menguatkan dugaan bahwa proses belajar mengajar serta sistem pengajaran di MBI MA Amanatul Ummah adalah representasi contoh pendidikan yg layak diteliti. 

Di samping itu, penyebaran murid alumni atau lulusan MBI MA Amanatul Ummah yg tersebar pada hampir perguruan tinggi terkemuka seperti UGM, IPB, UNAIR, ITS, UIN Jakarta, dan sejumlah perguruan tinggi di luar negeri misalnya Al Azhar, Kourtoum, Maroko, Yaman, dan sejumlah perguruan tinggi di timur tengah, adalah alasan lain keunikan serta kelayakan mengapa penelitian ini diselenggarakan.

Dari berbagai kenyataan pada atas peneliti tertantang buat melakukan penelitian tentang Kualitas Manajemen Madrasah Bertaraf Internasional”. (Kajian Manajemen Pendidikan pada MBI MA Amanatul Ummah di Desa Kembang Belor Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto). 

Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana sudah diuraikan di atas, kajian ini akan merogoh rumusan perkara menjadi berikut “Bagaimana kualitas manajemen Madrasah Bertaraf Internasional di MBI MA Amanatul Ummah pada Desa Kembang Belor Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto?”

KAJIAN TEORI
Pada mulanya memilih kualitas pada Sekolah itu sulit, sebagaimana Fairweather dan Brown (1991: 157) menyatakan bahwa memperoleh daftar yang paripurna berdasarkan penilai-penilai mutu acara akademik di sekolah merupakan problem yg sulit. Akan namun dari dalam beberapa surat keterangan serta pedoman yang digunakan sang institusi resmi, penilai-penilai mutu itu dapat ditemukan serta ditetapkan. The Higher Educational Council (HEC) Australia melihat mutu pada konteks sebagai berikut: the council sees the focus on outcome, the fitness for purpose, as mendasar to understanding how each of the processes within institutions are organized and evaluated in order to ensure the quality of outcome (Linke, 1992). Di sini, prinsip utama merupakan bahwa mutu di forum pendidikan diukur dengan pendekatan fitness for purpose.

Pada umumnya tujuan sekolah meliputi pedagogi, penelitian, dan pengabdian atau yang dikenal menjadi tridarma sekolah. Sehubungan dengan hal ini. Porter (1994) menandakan akan adanya kesulitan pada mengukur mutu sekolah hanya menggunakan memakai pendekatan fitness for purpose. Porter1994) ) menambahkan pendekatan lain yg sifatnya interrelated menggunakan pendekatan fitness for purpose, yaitu konsep exceptional dimana mutu bisa dicermati menjadi passing a set of requirement or minimum standard.

Dalam konteks pendidikan intemasional, Global Alliance for Transnational Education (GATE) mendefenisikan mutu menjadi as meeting or fulfilling requirements, often referred to as fitness for purpose (GATE), 1998) dan pada hubungannya menggunakan pendekatan pemenuhan baku minimum, standar diartikan menjadi a level or grade of goodness of something, and in an education context may be defined as an explicit level of academic attainment. Jelaslah, bahwa fungsi baku diantaranya as means of measurements of the criteria by which quality may be judged (GATE, 1998).

Berdasarkan penjelasan pada atas dapat disimpulkan bahwa kualitas sekolah diartikan sebagai pencapaian tujuan menurut suatu lembaga pendidikan yg umumnya meliputi tri darma sekolah serta pengukurannya dilakukan menggunakan pendekatan exceptional pada mana dari Porter (1994) memiliki 3 variasi, yaitu 1) kualitas sebagai sesuatu yang distinctive, 2) kualitas menjadi sesuatu yang excellence, serta tiga) kualitas sebagai sesuatu yang memenuhi batas standar minimum atau conformance to standard.

Madrasah Bertaraf Internasinal (MBI) merupakan konsep Madrasah yang berupaya mencetak peserta didiknya mempunyai kemampuan akademis dan keimanan pada Allah SWT. SBI/MBI wajib merupakan sekolah atau madrasah yang sudah memenuhi Standar Nasional Pendidikan dan diperkaya dengan mengacu pada Standar Pendidikan keliru satu negara anggota Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) dan atau negara maju lainnya yg mempunyai keunggulan tertentu pada bidang pendidikan sebagai akibatnya mempunyai daya saing pada lembaga internasional. Pada prinsipnya, SBI/MBI pun wajib bisa memberikan agunan mutu pendidikan menggunakan baku yg lebih tinggi menurut Standar Nasional Pendidikan.

Esensi SBI/MBI yg krusial merupakan terpenuhinya pelaksanaan standar isi, baku proses, baku kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, baku sarana serta prasarana, baku pengelolaan, baku pembiayaan, dan standar penilaian. SBI/MBI pula diperkaya menggunakan mengacu dalam standar pendidikan keliru satu anggota OECD menggunakan semangat adaptasi, adopsi, penemuan, dan berorientasi pada pembentukan lulusan (outcome) yang kompeten.

Karakteristik SBI/MBI terletak pada keunggulan yg ditunjukkan menggunakan adanya pengakuan internasional terhadap proses dan output keluaran pendidikan yg berkualitas serta teruji pada banyak sekali aspek melalui hadiah sertifikasi berpredikat baik dari salah satu negara OECD dan atau negara maju lainnya.

Di samping itu, proses dan output pendidikan SBI/MBI dijamin buat memperoleh predikat layak menjadi satuan pendidikan menggunakan indikator pencapaian kinerja kunci minimal, yakni perolehan sertifikasi akreditasi minimal predikat ’A’ menurut Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN S/M). Selain itu, predikat keberhasilan SBI/MBI pula ditandai menggunakan perolehan pencapaian indikator kinerja kunci tambahan dari keliru satu negara OECD serta atau negara maju lainnya.

Sementara itu, kurikulum yg wajib diselenggarakan sang SBI/MBI harus menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), sistem satuan kredit semester, memenuhi standar isi serta memenuhi standar kompetensi lainnya. Penerapan sistem administrasi akademik berbasis dan berorientasi pada Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).

Sementara itu, SBI/MBI juga harus berstandar sarana dan prasarana yg memadai dengan dukungan standar pengelolaan yg baik berbasis multikultural, mampu menjalin persahabatan menggunakan sekolah homogen di luar negeri, bebas narkoba serta rokok, bebas kekerasan (bullying), menerapkan prinsip kesetaraan gender dan sanggup meraih prestasi dan penghargaan kompetisi sains, matematika, teknologi, seni serta olahraga.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Menganalisis bagaimana sebenarnya sebuah lembaga pendidikan setaraf madrasah berkualitas sangatlah nir mudah. Banyak sekali berukuran yg bisa dijadikan indikator. Banyak yg terjadi dalam penilaian kualitas sebuah madrasah hanya berdasarkan klaim semata. Madrasah yg berkualitas tidak hanya dipengaruhi sang megahnya gedung wahana serta prasarana. Madrasah yang baik juga belum boleh dikatakn baik jika hanya dipengaruhi oleh banyaknya jumlah murid yang bermadrasah. Madrasah yg baik pun belum layak dikatakan baik bila ditunjukkan oleh lokasi di mana madrasah itu bertempat.

Untuk menilai sebuah madrasah berkualitas, hingga hari ini terdapat perdebatan. Untuk menyebut sebuah madrasah yg mempunyai kualifikasi tinggi saja masih poly disparitas. Ada yg mengidentifikasi menjadi madrasah efektif, madrasah unggulan, madrasah terpadu, madrasah integral, serta berbagai sebutan lainnya. Dan terlepas menurut banyaknya sebutan buat madrasah yang berkualitas, Coleman (1966) melakukan penelitian pada Amerika serta berhasil mendapatkan berita mengenai syarat anak didik berkaitan dengan latar belakang sosial ekonomi keluarganya serta sampai pada sebuah kesimpulan menjadi berikut : 1) Siswa yg berprestasi tinggi di madrasah, melanjutkan ke jenjang yg lebih tinggi, dan hidupnya berhasil adalah murid yang asal dari keluarga yg sosial ekonominya tinggi. Dua) Siswa yang prestasinya rendah, nir sanggup belajar di madrasah, drop-out, nir melanjutkan ke jenjang yg lebih tinggi, tidak memiliki motivasi belajar merupakan siswa yang asal menurut keluarga yang sosial ekonominya rendah.

Dengan demikian, lagi-lagi sulit dewasa ini buat memilih indikator madrasah unggul. Untuk memudahkannya, madrasah unggul boleh saja disetarakan dengan aplikasi madrasah yang mengaplikasikan manajemen berbasis madrasah (MBS). Tujuan primer penerapan implementasi visi, misi dan komitmen di MBI dalam pada dasarnya adalah buat penyeimbangan struktur kewenangan antara madrasah, pemerintah daerah dan sentra, sebagai akibatnya manajemen sebagai lebih efisien. Kewenangan terhadap pembelajaran diserahkan pada unit yg paling dekat dengan pelaksanaan proses pembelajaran itu sendiri yaitu madrasah. Di samping itu, penyerahan wewenang itu adalah buat memberdayakan madrasah, supaya madrasah dapat melayani masyarakat secara aporisma sinkron dengan keinginan warga . 

Tujuan penerapan implementasi adalah buat memandirikan atau memberdayakan madrasah melalui kewenangan (otonomi) pada madrasah serta mendorong madrasah buat melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif. Lebih rincinya implementasi itu bertujuan buat menaikkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif madrasah dalam mengelola serta memberdayakan sumber daya yang tersedia. Meningkatkan kepedulian warga madrasah serta masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan melalui pengambilan keputusan beserta. Meningkatkan tanggung jawab madrasah pada orangtua, masyarakat, dan pemerintah mengenai mutu madrasahnya. Meningkatkan kompetisi yg sehat antar madrasah mengenai mutu pendidikan yang akan dicapai. 

Prinsip primer aplikasi implementasi ini terdapat 5 (5) hal yaitu: Fokus pada mutu, bottom-up rencana and decision making, manajemen yang transparan, pemberdayaan warga , serta peningkatan mutu secara berkelanjutan

Selanjutnya, berkenaan sekolah efektif, Rutter (1979), menyebut sekolah efektif mempunyai karakteristik-ciri menekankan pada pembelajaran, guru merencanakan beserta dan bekerja sama pada pelaksanaan pembelajaran dalam pengawasan yg terarah dari guru senior dan ketua sekolah. Sementara itu, Weber (1971), Austin (1978), Brookeover & Lezotte (1979), Edmonds & Frederickson (1979), Phi Delta Kappa (1980) menyimpulkan sekolah efektif memiliki karakteristik kepemimpinan yang kuat, asa yg tinggi bagi murid serta guru, lingkungan yang kondusif, ketua sekolah berperan menjadi ‘instructional leader’, dan kemajuan prestasi belajar murid seringkali dimonitor pelibatan orang tua secara aktif.

Selanjutnya, yg paling menarik menurut 3 wacana antara visi, misi, atau peruntukan MBI, maka menelusuri peruntukan MBI sebagai relevan, lantaran peruntukan MBI adalah kristalisasi visi dan misi MBI. Sebagaimana telah dicantumkan dalam pelukisan daerah penelitian, bahwa peruntukan MBI merupakan dalam rangka membentuk kader bangsa melalui empat pilar, yakni ulama, pemimpin bangsa, konglomerat, serta profesionalis. Mempersiapkan kader sebagai empat profesi tersebut bukanlah upaya yg gampang. Kaum ulama merupakan suatu bagian yang amat berpengaruh dalam warga Islam. Mereka mempunyai kedudukan yg tinggi berkat pengetahuan kepercayaan mereka. Lantaran itu di dalam tradisi, siapa saja yang telah mempunyai pengetahuan kepercayaan sampai suatu ukuran tertentu yg telah generik diterima orang, bisa sebagai seseorang ulama, menggunakan demikian prestise dan pengaruhnya terhadap masyarakat tergantung berdasarkan kesalehan dan pengabdiannya pada ilmu dan agamanya. Hadits membagi ulama ke dalam 2 kategori; ulama akhirat dan ulama dunya. Dasar pembagian ini adalah disparitas sikap mereka terhadap masalah keduniawian. Ulama akherat hidup bersahaja pada pengabdiannya yg saleh terhadap ilmu agama serta menjauhkan diri dari mengejar hal kebendaan serta politik. Mereka lebih suka melewatkan hari demi hari dalam kemiskinan menurut pada berteman dengan raja dan orang kaya. Ia menampik penghidupan yang kaya serta glamor, dan menolak ditarik dalam pergolakan politik. Keseluruhan hidup mereka adalah buat mengembangkan pengetahuan dan berjuang buat menaikkan moral rakyat, dan darma mereka yg tidak mementingkan diri sendiri buat tujuan ilmu dan pemberantasan kejahilan. Ulama dunya kebalikannya, mereka bersifat duniawi dalam pandangan hidup mereka. Mereka menginginkan kekayaan serta kehormatan duniawi dan tidak segan-segan buat menghianati hati nurani mereka asalkan tujuan mereka tercapai. Mereka berteman bebas menggunakan raja-raja dan pegawai pemerintah, dan menaruh sokongan moral terhadap tindakan mereka yg baik ataupun yg buruk. Ahli Islam jenis ini umumnya diklaim ulama-su’i (ulama yang tidak baik), serta pendapat umum pada kalangan Islam nir hanya memperlakukan mereka secara masa terbelakang sambil mencela serta menghina mereka namun menduga mereka bertanggung jawab buat segala keburukan serta kemalangan yang menimpa komunitas Islam. Selama periode yg dibicarakan ini, adalah waktu ulama menjadi suatu kekuatan pada politik tidak membawa ke arah pencerahan warga karena perilaku sosial dan konduite politiknya yg cenderung mencoba-coba buat nir memperdulikan prestise dan kedudukan mereka sebagai pemimpin agama. Dalam konteks ini, peruntukan MBI dalam mencetak ulama sangat didasari sang kegalauan empiris keterlibatan ulama masa sekarang pada urusan keduniaan. MBI berketetapan buat menjauhi ulama dunya serta berupaya keras mengejar tercapainya ulama akherat. Penggemblengan aspek keagamaan baik pada konsep dan aplikasinya yg digelorakan pada pembelajaran di pesantren MBI harusnya sebagai titik tolak pemenuhan peruntukan menciptakan ulama akbar bagi siswa MBI. Pemberdayaan kurikulum mu’merupakan dan pengajian rutin merupakan jalan masuk menuju hasrat ini.

Selanjutnya, potret MBI dalam bingkai pembentukan pemimpin dimanifestasikan secara kongkrit pada awal murid MBI memasuki jenjang pendidikan. Siswa baru MBI diwajibkan menmgikuti Masa Orientasi Siswa dan Latihan dasar Kepemimpinan yang dikselenggarakan sang WISNU (OSIS MBI). Penanaman jiwa kepemimpinan dipadu menggunakan sosialisasi keorganisasian, kajian pembangunan karakter, dan anugerah ketrampilan memecahkan kasus (dilema solving) tampaknya akan juag sebagai pemicu bagi siswa MBI pada mengenal apa dan bagaimana menjadi seseorang pemimpin. Apa yg disampaikan oleh Karimullah dan Gigih menjadi 2 orang yang pernah menjadi Ketua WISNU kentara pertanda wujud kongkrit pembekalan jiwa kepemimpinan kepada siswa MBI.

Konglomerat dalam sudut pandang moralis adalah para pemilik kapital atau orang kaya yg masih mau berbagi pada sesamanya. Apalah adalah mempunyai harta berlebih jika hanya disimpan untuk memuaskan diri sendiri. Konsep pemahaman zakat, shodaqoh, dan hadiah sejatinya merupakan konsep yg akan membimbing anak didik MBI sebagai langsung konglomerat yang santun. Untuk sebagai konglomerat, maka tausiyah di hampir setiap apel pagi yg sarat motivasi pada murid MBI justru akan makin melambari pribadi siswa MBI buat berjuang serta bercita-cita menjadi pemilik perusahaan bukan pekerja, pemilik pabrik bukan buruh, pemilik forum profit bukan peminta-minta, pemilik Bank syariah bukan nasabah, serta seterusnya. Semangat serta motivasi seperti ini dilakukan dengan berulang-ulang. Visi, misi, komitmen, peruntukan dan tujuan MBI acap disampaikan kepada anak didik MBI pada aneka macam kesempatan buat pada saatnya siswa MBI makin bulat dalam tekad terutama pada pencapaiannya. Reinforcement atau perulangan umumnya akan melahirkan pembiasaan dan norma, sekaligus akan membuat karakter yg dalam akhirnya akan mengukir nasib seorang.

Profesionalis adalah siapapun yg menjalankan setiap tugas dan kewajibannya secara tuntas dan bertanggungjawab. Penanaman komitmen MBI buat sebagai eksklusif yg beriman, bertaqwa, berilmu, berdisiplin, bertanggungjawab, bersih, sopan, ramah dan rapi bukanlah sekedar slogan serta jargon semata. Namun akan membekas pada sanubari siapapun yang mendengar dan merenungkan serta mengamalkannya. Internalisasi nilai yg terkandung pada komitmen MBI akan melahirkan sikap dan konduite yang profesionalis. Untuk lima tahun pertama ini memang belum tampak hasilnya, tetapi indikasi-pertanda kemanjuran internalisasi komitmen itu sudah mulai tampak. Kemajuan dan pertumbuhan di segala aspek pada MBI setidaknya akan menjauhkan kesangsian harapan besar MBI mencetak generasi belia yg unggul.

Profil Madrasah Aliyah Unggulan Program Madrasah Bertaraf Internasioanl (MBI) yang sudah dikembangkan merupakan bukti kongkrit sejalan dengan upaya phraksis setiap mobilitas pikir serta tindakan para pengelola MBI. Perwujudan tersebut telah berlangsung dan berproses sekian lama serta meski memerlukan banyak revisi pada pelaksanaannya, namun itu seluruh merupakan kristalisasi sebagai bentuk perhatian yg serius dalam pembangunan sumber daya manusia dalam domain pendidikan. National building (pembangunan bangsa) ini nir wajib diselenggarakan secara fisik semata, namun lebih dari itu, pembangunan mental serta sosial atas dasar pembangunan etika moral merupakan kunci primer bagi keberhasilan pembangunan pendidikan pada MBI.

Untuk melihat keberhasilan itu, mengurai apa gerangan yg sebagai pola konduite (pattern of behavior) yg mencuat agaknya akan makin menerangkan sisi cerita sukses di MBI. Istilah ini merujuk pada aspek budaya yang berarti kaidah bagi sebuah perilaku. Terma ini sangat filosofis lantaran memuat tentang yg normatif dan preskriptif. Apa yg seharusnya dijadikan dasar pijakan ini seakan penting dan perlu pada setiap penyelenggaraan sebuah ideasi.

Terma ini sebetulnya diilhami oleh pemikirian Hegelian yg meletakkan dataran Mind (pikiran) sebagai asal penjelasan. Realitas pendidikan sebagai kongkritisasi sekolah efektif yang akan dijalankan harusnya bisa dijelaskan dengan apa yang dibayangkan oleh Hegel menjadi wangsit yang menentukan materi. Kalangan Hegelian memang sangat mendewakan ideasi daripada eksistensi materi. Berbeda menggunakan muridnya (Marx) dan seluruh pengikutnya (Marxian), yg meletakkan materi pada atas gagasan / inspirasi yang dipandang abstraktif. Bagi Marxian, segala yang bersifat materi kebendaan sangat memilih, sehingga ideasi dipercaya tidak rasional serta menghambat proses kehidupan manusia. 

Untuk detail, marilah kita lihat tabel preskripsi berikut adalah.

Tabel  Pattern of Behavior / Visi MBI Amanatul Ummah Surabaya
Input

Proses

Output - outcome

Anak-anak bangsa yang menggunakan segala potensi diri yg dimilikinya (minat bakat serta kemampuan):
-sense of interest

-sense of courisity

-sense of reality

-sense of inquiry

-sense of discovery
Modal/investasi moral ini dimantapkan semenjak dini dan diproses pada MBI buat menumbuhkan kreatifitas

Internalisasi Pembiasaan



Karakter (Akhlaqul Karimah)

                    


Nasib Baik

Ulama, Pemimpin, Konglomerat, dan Profesionalis

Selanjutnya, konduite yg mempola merupakan respon aktif atas kaidah perilaku (pola konduite) pada terma budaya. Oleh karena bingkai relijius-multikulturalisme dikedepankan, maka dengan sendirinya konsepsi yg telah dipengaruhi pada pattern of behavior wajib diwujudkan ke dalam tindakan yang realistis realitas (pattern for behavior). Untuk itu marilah kita lihat tabel ini dia.dari tabel di atas, tampaklah bahwa proses pembelajaran di MBI Amanatul Ummah Surabaya dapat dibangun dengan meminjam penerangan sistem dengan prosedur input-output. Dari wilayah input, proses pembelajaran pada MBI Amanatul Ummah Surabaya diideasikan menggunakan menyiapkan asal daya anak didik yg berpotensi diri menggunakan segala kemampuan buat berminat, ingintahu, mengambarkan, mempelajari, dan menemukan hal baru yang bermanfaat bagi global pendidikan dan kemanusiaan dalam biasanya. Modal serta investasi asal daya anak didik ini selanjutnya diproses melalui apa yang dinamakan pembiasaan buat menanamkan akhlaqul karimah, sehingga melahirkan nasib baik, sebagai akibatnya teraihlah apa yang disemangatkan pada peruntukan MBI buat mencetak ulama, pemimpin, konglomerat serta profesionalis. Proses pembelajaran ini sejauh mungkin berada pada bingkai relijius-multikultural. Oleh karena itu, pendekatan budaya dan konduite yg bermartabat hendak dikedepankan. Sasaran akhir menurut proses pembelajaran di MBI Amanatul Ummah Surabaya ini diarahkan demi terwujudnya intelektual belia yang tangguh menjadi investasi moral bangunan rakyat Indonesia masa depan.

Tabel  Pattern for Behavior / Misi MBI Amanatul Ummah Surabaya
Input

Proses

Output - Outcome

Unsur-unsur yang harus dimiliki oleh proses pembelajaran di MBI Amanatul Ummah Surabaya:
-Pengelola  manajerial
-Metode andragogis
-Berbasis kompetensi
-Sumber daya murid yg kritis-etis
Kognitif :

Pemahaman nilai budaya, kemampuan ekspresi, logika dasar dan kecakapan

Lulusan MBI yg Kompeten (Beasiswa dalam serta luar negeri, PMDK, SNMPTN
             
          
Intelektual yg cerdas serta beriman
Afektif :

Pemahaman etika dan keindahan yang berbasis nilai-nilai relijius

Berkaca dari tabel, perwujudan ideasi proses pembelajaran di MBI Amanatul Ummah Surabaya secara empiris-realistis sangat dekat dengan upaya sinergis antara seluruh elemen pendidikan yang terdiri atas kemampuan manajerial pengelola lembaga pendidikan, pemilihan metode pengajaran yang berwawasan lokalitas, mementingkan basis kompetensi pada setiap kurikulum pengajarannya, dan tersedianya sumber daya anak didik yang kritis-etis. 

Realisasi proses pembelajaran di MBI Amanatul Ummah Surabaya diarahkan pada tergalinya kemampuan kognisi dan afeksi dari input yang tersedia. Pola ini dikembangkan sedemikian rupa supaya tercapai apa yg dicita-citakan, yaitu intelektual muda yg cerdas serta beriman (lulusan yg kompeten dengan menerima beasiswa dalam dan luar negeri, PMDK, atau SNMPTN).

Dengan demikian, ada hubungan relasional yang saling memajukan antara lembaga penyelenggara pendidikan dengan murid sebagai investasi moral. Proses pembelajaran pada MBI Amanatul Ummah Surabaya (yang berbasis kognitif-afektif, logis-etis-relijius) adalah salah satu pilar tercapainya visi, misi, komitmen dan peruntukan, dan tujuan MBI Amanatul Ummah Surabaya.

Proses enkulturasi atau pengenalan sangat berperan selesainya proses internalisasi yang berlangsung pada setiap program pembelajaran dalam bingkai relijius-multikulturalisme. Sehingga azas voluntarisme yang menyiratkan kebebasan pada atas pijakan logis-etis-relijius akan mendorong keberhasilan pendidikan nasional di Indonesia.

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP DI SMP DAN SMA

BAB I
PENDAHULUAN
A.latar Belakang
Undang-undang No. 22 Tahun 1999 mengenai Pemerintahan Daerah mengamanatkan pelaksanaan otonomi daerah dan wawasan demokrasi dalam penyelenggaraan pendidikan. Hal ini berdampak pada sistem penyelenggaraan pendidikan berdasarkan sentralistik menuju desentralistik. Desentralisasi penyelenggaraan pendidikan ini terwujud dalam UU No. 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional. Salah satu substansi yg didesentralisasi merupakan kurikulum. Kurikulum sebagaimana dimaksud dalam UUSPN Pasal 1 ayat (19) adalah “seperangkat rencana dan pengaturan tentang tujuan, isi, serta bahan pelajaran serta cara yg dipakai menjadi pedoman penyelenggaraan aktivitas pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan eksklusif”. Lebih lanjut Pasal 36 ayat (1) dinyatakan bahwa “pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu dalam Standar Nasional Pendidikan buat mewujudkan tujuan pendidikan nasional”. Sekolah wajib menyusun Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan serta silabusnya menggunakan cara melakukan pembagian terstruktur mengenai dan penyesuaian Standar Isi serta Standar Kompetensi Lulusan. Untuk itu, sekolah/daerah harus mempersiapkan secara matang, karena sebagian akbar kebijakan yang berkaitan dengan implementasi Standar Nasional Pendidikan dilakspeserta didikan oleh sekolah/wilayah. Penyusunan kurikulum dalam taraf satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah berpodoman dalam pedoman yang disusun sang BSNP (Pasal 16 ayat 1). Lebih lanjut dalam PP nomor 19 tahun 2005 Pasal 13 ayat (1) dinyatakan bahwa “kurikulum buat Sekolah Menengah pertama/MTs/SMPLB atau bentuk lain yg sederajat, Sekolah Menengah Atas/MA/SMALB atau bentuk lain yang sederajat, SMK/MAK atau bentuk lain yg sederajat bisa memasukkan pendidikan kecakapan hidup”. Ayat (dua) pendidikan kecakapan hayati sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) mencakup kecakapan eksklusif, kecakapan sosial, kecakapan akademik, dan kecakapan vokasional.
Konsep kecakapan hayati sejak usang sebagai perhatian para pakar dalam mewacpeserta didikan pengembangan kurikulum. Tyler (1947) serta Taba (1962) misalnya, mengemukakan bahwa kecakapan hidup adalah keliru satu penekanan analisis pada pengembangan kurikulum pendidikan yang menekankan dalam kecakapan hidup dan bekerja. Pengembangan kecakapan hidup itu mengedepankan aspek-aspek berikut: (1) kemampuan yg relevan buat dikuasai peserta didik, (dua) materi pembelajaran sinkron dengan taraf perkembangan peserta didik, (tiga) pengalaman belajar serta kegiatan peserta didik buat mencapai kompetensi, (4) fasilitas, alat dan sumber belajar yg memadai, dan (lima) kemampuan-kemampuan yang dapat diterapkan pada kehidupan peserta didik. Kecakapan hidup akan mempunyai makna yg luas apabila pengalaman-pengalaman belajar yg dibuat memberikan dampak positif bagi peserta didik dalam memecahkan problematika kehidupannya. Pendidikan kecakapan hayati menyiapkan siswa dalam mengatasi problematika hayati dan kehidupan yang dihadapi secara agresif serta reaktif guna menemukan solusi menurut permasalahan.
Berdasarkan pernyataan di atas, wilayah/sekolah mempunyai wewenang yg luas untuk berbagi serta menyelenggarakan pendidikan sesuai dengan kondisi peserta didik, keadaan sekolah, potensi dan kebutuhan wilayah. Berkenaan dengan itu, Indonesia yang terdiri menurut aneka macam macam suku bangsa yang mempunyai keanekaragaman multikultur (adat adat, tata cara, bahasa, kesenian, kerajinan, keterampilan daerah, dll) merupakan ciri spesial yg memperkaya nilai-nilai kehidupan bangsa. Keanekaragaman harus selalu dilestarikan dan dikembangkan menggunakan tetap mempertahankan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia melalui upaya pendidikan kecakapan hayati. Pengenalan keadaan lingkungan, sosial, serta budaya pada peserta didik memungkinkan mereka buat lebih mengakrabkan menggunakan lingkungan kehidupan siswa. Pengenalan serta pengembangan lingkungan melalui pendidikan diarahkan buat menunjang peningkatan kualitas asal daya manusia, dan dalam akhirnya diarahkan untuk menaikkan kompetensi siswa.
Kebijakan yang berkaitan menggunakan dimasukkannya acara pendidikan kecakapan hidup pada baku isi (SI) serta baku kompetensi lulusan (SKL) dilandasi kenyataan bahwa dalam pendidikan tidak hanya mengejar pengetahuan semata tetapi juga dalam pengembangan keterampilan, sikap, serta nilai-nilai tertentu yang dapat direfleksikan dalam kehidupan siswa. Sekolah tempat program pendidikan dilakspeserta didikan adalah bagian berdasarkan rakyat. Oleh karenanya, program pendidikan kecakapan hayati di sekolah perlu menaruh wawasan yg luas pada siswa tentang keterampilan-keterampilan tertentu yg berkaitan dengan pengalaman siswa dalam keseharian pada lingkungannya. Untuk memudahkan pelaksanaan acara pendidikan kecakapan hidup diharapkan adanya model pengembangan yang bersifat generik buat membantu pengajar/sekolah dalam membuatkan muatan kecakapan hayati pada proses pembelajaran. Oleh lantaran pendidikan kecakapan hidup bukan adalah mata pelajaran yg berdiri sendiri melainkan terintegrasi melalui matapelajaran-matapelajaran. Lantaran itu, pedidikan kecapakan hidup bisa merupakan bagian menurut seluruh mata pelajaran yg ada.
Di samping itu perlu pencerahan beserta bahwa peningkatan mutu pendidikan merupoakan komitmen buat mempertinggi mutu sumberdaya insan, baik sebagai pribadi juga sebagai kapital dasar pembangunan bangsa, serta pemerataan daya tampung pendidikan wajib disertai dengan pemerataan mutu pendidikan sebagai akibatnya mampu menjangkau semua rakyat. Oleh kerenanya pendidikan wajib dapat mengembangkan potensi peserta didik supaya berani menghadapi problema yang dihadapi tanpa merasa stress, mau dan mampu, serta bahagia mengembangkan diri untuk sebagai manusia unggul. Pendidikan pula diharapkan sanggup mendorong peserta didik buat memelihara diri sendiri, sambil menaikkan hubungan dengan Tuhan YME, warga , dan lingkungannya. Dengan demikian jelas bahwa perlu didesain suatu contoh pendidikan kecakapan hidup buat membantu guru/sekolah dalam membekali siswa dengan aneka macam kecakapan hidup, yg secara integratif memadukan potensi generik serta spesifik guna memecahkan dan mengatasi problema hidup peserta didik dalam kehidupan di rakyat dan lingkungannya baik secara lokal juga dunia. Panduan ini adalah suatu model atau contoh, maka sekolah/guru pada melakspeserta didikannya dapat menyesuaikan atau membarui sinkron menggunakan situasi dan syarat sekolah bersangkutan.  
B.tujuan Pendidikan Kecakapan Hidup
Terdapat dua tujuan berdasarkan pendidikan kecakapan hayati, yaitu tujuan umum dan tujuan spesifik. Secara generik pendidikan kecakapan hidup bertujuan memfungsikan pendidikan sinkron menggunakan fitrahnya, yaitu mengembangkan potensi diri siswa dalam menghadapi kiprahnya di masa mendatang. Secara spesifik bertujuan buat:
1.    mengaktualisasikan potensi siswa sebagai akibatnya bisa dipakai buat memecahkan problema yg dihadapi, contohnya: perkara narkoba, lingkungan sosial, dsb
2.    memberikan wawasan yang luas tentang pengembangan karir peserta didik
3.    memberikan bekal menggunakan latihan dasar mengenai nilai-nilai yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari
4.    menaruh kesempatan kepada sekolah untuk berbagi pembelajaran yg fleksibel sesuai menggunakan prinsip pendidikan berbasis luas
5.    mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya di lingkungan sekolah, dengan memberi peluang pemanfaatan sumberdaya yang ada pada masyarakat sinkron menggunakan prinsip manajemen berbasis sekolah
C.    Landasan Hukum
Peraturan perundang-undangan yang dijadikan landasan pada mengembangkan kurikulum kecakapan hayati merupakan sebagai berikut.
1.    UU No. 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 36  ayat (1, dua, dan tiga) dan pasal 38 ayat (2)
2.    UU No. 22 Tahun 1999 mengenai Pemda.
3.    PP No. 19 Tahun 2005, Pasal 13 ayat (1, 2, tiga, dan 4)
4.    Standar Isi
5.    Standar Kompetensi Lulusan
6.    Peraturan lain yang berkaitan
D.  Ruang Lingkup
Lingkup pengembangan model pendidikan kecakapan hayati ini meliputi jenjang pendidikan menengah, yaitu: SMP serta SMA
BAB II
PENERTIAN DAN KONSEP PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP (LIFE SKILL)
A.pengertian
1.   Kecakapan Hidup (life skill)
Banyak pendapat dan literatur yang mengemukakan bahwa pengertian kecakapan hayati bukan sekedar keterampilan buat bekerja (vokasional) tetapi memiliki makna yang lebih luas. WHO (1997) mendefinisikan bahwa kecakapan hayati menjadi keterampilan atau kemampuan buat bisa mengikuti keadaan serta berperilaku positif, yg memungkinkan seseorang bisa menghadapi berbagai tuntutan dan tanangan pada kehidupan secara lebih efektif. Kecakapan disini mencakup lima jenis, yaitu: (1) kecakapan mengenal diri, (2) kecakapan berpikir, (tiga) kecakapan sosial, (4) kecakapan akademik, dan (5) kecakapan kejuruan.
Barrie Hopson serta Scally (1981) mengemukakan bahwa kecakapan hayati adalah pengembangan diri buat bertahan hidup, tumbuh, dan berkembang, mempunyai kemampuan buat berkomunikasi dan berafiliasi baik secara individu, gerombolan juga melalui sistem dalam menghadapi situasi tertentu. Sementara Brolin (1989) mengartikan lebih sederhana yaitu bahwa kecakapan hidup adalah hubungan berdasarkan banyak sekali pengetahuan dan kecakapan sehingga seorang sanggup hidup mandiri. Pengertian kecapan hidup pada pandangan ini nir semata mempunyai kemampuan eksklusif (vocational job), tetapi jua mempunyai kemampuan dasar pendukung secara fungsional seperti: membaca, menulis, dan berhitung, merumuskan dan memecahklan kasus, mengelola sumber daya, bekerja dalam grup, dan memakai teknologi (Dikdasmen, 2002).
Dari pengertian di atas, bisa diartikan bahwa pendidikan kecakapan hayati adalah kecakapan-kecakapan yang secara praksis bisa membekali peserta didik pada mengatasi banyak sekali macam problem hidup dan kehidupan. Kecakapan itu menyangkut aspek pengetahuan, perilaku yg didalamnya termasuk fisik serta mental, serta kecakapan kejuruan yang berkaitan dengan pengembangan akhlak peserta didik sehingga sanggup menghadapi tuntutan dan tantangan hayati serta kehidupan. Pendidikan kecakapan hayati dapat dilakukan melalui aktivitas intra/ekstrakurikuler untuk berbagi potensi peserta didik sesuai menggunakan karakteristik, emosional, dan spiritual dalam prospek pengembangan diri, yang materinya menyatu dalam sejumlah mata pelajaran yg terdapat. Penentuan isi dan bahan pelajaran kecakapan hidup dikaitkan menggunakan keadaan dan kebutuhan lingkungan supaya siswa mengenal dan mempunyai bekal pada menjalankan kehidupan dikemudian hari. Isi serta bahan pelajaran tersebut menyatu dalam mata pelajaran yg terintegrasi sehingga secara struktur nir berdiri sendiri.
B.  Konsep Pendidikan Kecakapan Hidup (Life skill concep)
Menurut konsepnya, kecakapan hidup dapat dipilah menjadi 2 jenis utama, yaitu:
a)    Kecakapan hidup umum (generic life skill/GLS), dan
b)    Kecakapan hidup khusus (specific life skill/SLS).
Masing-masing jenis kecakapan itu dapat dipilah menjadi sub kecakapan. Kecakapan hidup umum terdiri atas kecakapan personal (personal skill), dan kecakapan sosial (social skill). Kecakapan personal mencakup kecakapan pada memahami diri (self awareness) dan kecakapan berpikir (thinking skill). Kecakapan mengenal diri dalam dasarnya merupakan penghayatan diri sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, sebagai anggota masyarakat dan warga negara, serta menyadari dan mensyukuri kelebihan dan kekurangan yg dimiliki sekaligus menjadi kapital dalam menaikkan dirinya menjadi individu yang berguna bagi lingkungannya. Kecapakan berpikir rasional meliputi diantaranya kecakapan mengenali serta menemukan keterangan, memasak, serta merogoh keputusan, dan kecakapan memecahkan perkara secara kreatif. Sedangkan dalam kecakapan sosial meliputi kecakapan berkomunikasi (communication skill) serta kecakapan bekerjasama (collaboration skill).
Kecakapan hayati khusus merupakan kecakapan buat menghadapi pekerjaan atau keadaan tertentu. Kecakapan ini terdiri berdasarkan kecakapan akademik (academic skill) atau kecakapan intelektual, serta kecakapan vokasional (vokational skill). Kecakapan akademik terkait dengan bidang pekerjaan yang lebih memerlukan pemikiran atau kerja intelektual. Kecakapan vokasional terkait dengan bidang pekerjaan yang lebih memerlukan keterampilan motorik. Kecakapan-kecakapan ini meliputi kecakapan vokasional dasar (basic vocational skill) dan kecakapan vokasional khusus (occupational skill).
Menurut konsep pada atas, kecakapan hayati adalah kemampuan dan keberanian buat menghadapi problema kehidupan, lalu secara proaktif dan kreatif mencari dan menemukan solusi buat mengatasinya. Konsep kecakapan hidup lebih luas berdasarkan keterampilan vokasional atau keterampilan buat bekerja. Orang yg nir bekerja, misalnya ibu tempat tinggal tangga atau orang yang sudah pensiun tetap memerlukan kecakapan hidup. Seperti halnya orang yang bekerja, mereka jua menghadapi banyak sekali perkara yang harus dipecahkan, orang yang sedang menempuh pendidikanpun memerlukan kecakapan hidup, karena mereka tentunya jua memiliki konflik kehidupan.
Pendidikan berorientasi kecakapan hayati bagi peserta didik adalah menjadi bekal pada menghadapi dan memecahkan problema hayati dan kehidupan, baik menjadi pribadi yg mandiri, warga warga , juga sebagai masyarakat negara. Jika hal ini dapat dicapai, maka faktor ketergantungan terhadap lapangan pekerjaan yang sudah ada menjadi akibat tingginya pengangguran, bisa diturunkan, yang berarti produktivitas nasional akan meningkat secara sedikit demi sedikit. (Depdiknas, diolah)
 
Konsep kecakapan-kecakapan tersebut bisa diilustrasikan sebagai berikut:
BAB III
POLA PENGEMBANGAN DESAIN PROGRAM PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP
A.    Kedudukan Kecakapan Hidup dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
Konsep pendidikan kecakapan hayati atau life skill education pada kurun ketika 3-4 tahun sebagai ihwal yang gencar dikumandangkan jajaran Departemen Pendidikan Nasional yang bahkan hingga hari ini sudah menjadi suatu kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan. Tidak kalah pentingnya, dalam rancangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) secara implisit telah mengakomodasi aktivitas-aktivitas yang menunjuk kepada pencapaian kecakapan hidup bagi setiap peserta didik. Hal ini diperkuat dengan terbitnya PP angka 19 Tahun 2005 Pasal 13 bahwa dalam taraf pendidikan dasar dan menengah atau sederajat bisa memasukkan pendidikan kecakapan hayati. Tetapi pasal ini nir melaksanakan ketegasan bahwa sekolah tidak diharuskan, tetapi sekolah dibolehkan memberikan pendidikan kecakapan hidup. Implementasi ini jelas berimplikasi terhadap perlunya sekolah menyiapkan seperangkat pendukung pelaksanaan pembelajaran yang berbagi kegiatan-aktivitas yang berorientasi kepada kecakapan hidup.
Pengembangan tadi menyangkut pengembagan dimensi insan seutuhnya yaitu pada aspek-aspek moral, akhlak, budi pekerti, pengetahuan, keterampilan, kesehatan, seni dan budaya. Pengembangan aspek-aspek tersebut bermuara pada peningkatan pengembangan kecakapan hayati yang diwujudkan melalui pencapaian kompetensi siswa buat bertahan hayati serta mengikuti keadaan serta berhasil pada kehidupan. Oleh karena itu, pendidikan kecakapan hayati pada KBK menyatu melalui kegiatan-kegiatan yang ada pada setiap mata pelajaran.
B.    Pendidikan Kecakapan Hidup serta Standar Isi
Pendidikan kecakapan hidup sudah menjadi suatu kebijakan seiring dengan berlakunya Standar Isi serta Standar Kompetensi Lulusan. Standar isi serta baku kompetensi ini akan menjadi acuan wilayah/sekolah dalam berbagi kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dalam masing-masing jenjang pendidikan. Oleh karena itu, pengembangan kecakapan hidup dengan sendirinya harus mengacu kepada baku-baku yg sudah ditetap pemerintah. Standar isi serta baku kompetensi lulusan adalah salah satu bagian berdasarkan Standar Nasional Pendidikan. Standar isi adalah ruang lingkup materi serta tingkat kompetensi yg dituangkan dalam kriteria mengenai kompertensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yg wajib dipenuhi oleh satuan pendidikan. Dokumen baku isi mencakup: (1) kerangka dasar kurikulum, (2) struktur  kurikulum, (tiga) baku kompetensi dan kompetensi dasar, (4) beban belajar, dan (lima) kalender pendidikan.
Muatan wajib yang harus ada pada kurikulum merupakan: pendidikan kepercayaan , pendidikan kewarganegaraan, bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, seni serta budaya, pendidikan jasmani dan olahraga, keterampilan/kejuruan, pembiasaan serta muatan lokal. Masing-masing muatan memiliki tujuan pendidikan yg tidak sama serta peluang buat memasukkan kecakapan hayati secara terintegratif. Berikut ini tersaji model muatan wajib , tujuan, serta pengembangan kecakapan hayati.
Tabel 1: Muatan Wajib, Tujuan Pendidikan, serta Pengembangan Kecakapan Hidup
No    Mata Pelajaran    Tujuan Pendidikan    Pengembangan Kecakapan Hidup
            Kecakapan Personal    Kecakapan Sosial    Kecakapan Akademik    Kecakapan Vokasional
1    Pendidikan kepercayaan     Membentuk peserta didik sebagai insan yang beriman serta bertakwa kepada Tuhan YME               
2    Pendidikan Kewargane-garaan    Membentuk peserta didik menjadi rakyat negara yang memiliki wawasan dan rasa kebersamaan, cinta tanah air, dan bersikap dan berperilaku demokratis               
3    Bahasa    Membentuk peserta didik bisa berkomunikasi secara efektif serta efisien sesuai dengan etika yg berlaku, baik secara mulut maupun goresan pena               
4    Matematika    Mengembangkan nalar dan kemampuan berpikir siswa               
5    Ilmu Pengetahuan Alam    Mengembangkan pengetahuan, dan kemampuan analisis peserta didik terhadap lingkungan alam serta sekitarnya               
6    Ilmu Pengetahuan Sosial    Mengembangkan pengetahuan, pemahaman, serta kemampuan analisis siswa terhadap syarat sosial rakyat               
7    Seni serta Budaya    Membentuk karakter peserta didik sebagai insan yang mempunyai rasa seni serta pemahaman budaya               
8    Pendidikan Jasmani dan Olahraga    Membentuk karakter peserta didik agar sehat jasmani dan rohani, dan menumbuhkan rasa sportivitas               
9    Keterampilan/
Bahasa Asing/TIK    Membentuk peserta didik sebagai manusia yg memiliki keterampilan               
10    Muatan Lokal    Membentuk pemahaman terhadap potensi sinkron menggunakan karakteristik spesial pada wilayah loka tinggalnya                
11    Pengembangan Diri    Memberikan kesempatan pada peserta didik buat mengembangkan serta mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, minat, serta bakat               
C.    Pengembangan Model Pembelajaran Pendidikan Kecakapan Hidup
Keberhasilan pelaksanaan pendidikan kecakapan hayati sangat dipengaruhi sang acara/rancangan yang disusun dan kreativitas guru dalam merumuskan serta memilih metode pembelajaran. Langkah-langkah yg ditempuh dalam penyusunan acara pembelajaran menjadi berikut:
1.    Mengidentifikasi baku kompetensi dan kompetensi dasar
2.    Mengidentifikasi bahan kajian/materi
3.    Mengembangkan indikator kompetensi
4.    Mengembangkan pengalaman belajar yang bermuatan kecakapan hidup
5.    Menentukan bahan/alat/asal yang digunakan
6.    Mengembangkan indera evaluasi yg sesuai menggunakan aspek kecakapan hidup
D.    Prinsip-prinsip Pengembangan Model Kecakapan Hidup
Pendidikan kecakapan hayati dikembangkan  menggunakan memperhatikan beberapa hal berikut:
1.    Pembentukan kepribadian siswa secara utuh baik keimanan, ketaqwaan, serta akhlak mulia.
2.    Mengakomodasi semua mata pelajaran buat dapat menujang peningkatan iman serta takwa dan akhlak mulia, serta mempertinggi toleransi dan kerukunan antar umat beragama menggunakan mempertimbangkan norma-norma kepercayaan yang berlaku
3.    Memungkinkan pengembangan keragaman potensi, minat serta bakat, kecerdasan intelektual, emosional, spiritual, dan kinestetik siswa secara optimal sesuai menggunakan taraf perkembangannya
4.    Tuntutan dunia kerja dan kebutuhan kehidupan
Program kecakapan hidup hendaknya memungkinkan buat membekali peserta didik pada memasuki global kerja/usaha dan relevan dengan kebutuhan kehidupan sinkron dengan taraf perkembangan peserta didik, khususnya bagi mereka yg tidak melanjutkan pendidikan.
5.    Kecakapan-kecakapan yang perlu dikembangkan meliputi: kecakapan personal, sosial, akademis, dan vokasional.
6.    Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
7.    Mempertimbangkan lima kelompok mata pelajaran berikut:
a)    Kelompok mata pelajaran kepercayaan serta akhlak mulia
b)    Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan serta kepribadian
c)    Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan serta teknologi
d)    Kelompok mata pelajaran estetika
e)    Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga serta kesehatan
E.  Pengembangan Silabus
Silabus adalah pembagian terstruktur mengenai baku kompetensi dan kompetensi dasar ke pada materi utama/bahan kajian, aktivitas pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi buat proses penilaian. Dalam menyebarkan silabus dan perangkat lainnya, menggunakan mengacu dalam Standar Isi yang ditetapkan sang BSNP. Langkah-langkah pengembangan silabus secara umum mencakup:
1.    Menentukan baku kompetensi
2.    Menentukan kompetensi dasar
3.    Pengembangan indikator
4.    Menentukan materi ajar
5.    Merumuskan serta berbagi pengalaman belajar
6.    Mempertimbangkan alokasi ketika buat setiap baku kompetensi
7.    Mengembangkan sistem penilaian
Uraian masing-masing langkah dalam pengembangan silabus adalah menjadi berikut:
a.    Penentuan Standar Kompetensi
Standar kompetensi merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yg diperlukan dicapai. Standar kompetensi yg dipilih atau dipakai sesuai menggunakan yang masih ada pada baku kompetensi serta kompetensi dasar mata pelajaran. Sebelum menentukan atau menentukan standar kompetensi, terlebih dahulu mengkaji standar kompetensi serta kompetensi dasar mata pelajaran dengan  memperhatikan hal-hal berikut:
1)    urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu serta/atau taraf kesulitan materi;
2)    keterkaitan antar baku kompetensi serta kompetensi dasar dalam mata pelajaran;
3)    keterkaitan baku kompetensi serta kompetensi dasar antar mata pelajaran.    
b.    Penentuan Kompetensi Dasar
Kompetensi dasar merupakan sejumlah kemampuan yang wajib dimiliki peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai acum buat menyusun indikator kompetensi. Kompetensi dasar yang dipakai atau dipilih sinkron menggunakan yg tercantum dalam standar kompetensi serta kompetensi dasar mata pelajaran. Sebelum menentukan atau memilih kompetensi dasar, terlebih dahulu menyelidiki baku kompetensi serta kompetensi dasar mata pelajaran menggunakan  memperhatikan hal-hal berikut:
1)    urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu serta/atau taraf kesulitan materi;
2)    keterkaitan antar baku kompetensi serta kompetensi dasar dalam mata pelajaran;   
3)    keterkaitan baku kompetensi dan kompetensi dasar antar mata pelajaran.
   
    c.  Merumuskan Indikator
Indikator merupakan adalah penjabaran berdasarkan kompetensi dasar yang memperlihatkan tanda-indikasi, perbuatan dan atau respon yang dilakukan atau ditampilkan sang siswa. Indikator dirumuskan sesuai menggunakan karakteristik satuan pendidikan, potensi siswa, serta dirumuskan dalam istilah kerja operasional yg terukur serta atau bisa diobservasi. Indikator digunakan sebagai dasar dalam menyusun indera evaluasi. Kriteria merumuskan indikator:
1)    sesuai taraf perkembangan berpikir peserta didik.
2)    berkaitan menggunakan standar kompetensi serta kompetensi dasar.
3)    memperhatikan aspek manfaat dalam kehidupan sehari-hari
4)    harus bisa menunjukkan pencapaian output belajar siswa secara utuh (kognitif, afektif, dan psikomotor)
5)    memperhatikan sumber-asal belajar yang relevan
6)    dapat diukur/dapat dikuantifikasi
7)    memperhatikan ketercapaian baku lulusan secara nasional
8)    berisi istilah kerja operasional
9)    tidak mengandung pengertian ganda (ambigu)
d.    Mengidentifikasi Materi Pokok/Bahan Kajian
Dalam mengidentifikasi materi utama/bahan kajian wajib dipertimbangkan:
1)    taraf perkembangan fisik
2)    tingkat perkembangan intelektual
3)    tingkat perkembangan emosional
4)    taraf perkembangan sosial
5)    taraf perkembangan spritual
6)    kebermanfaatan
7)    struktur keilmuan
8)    kedalaman serta keluasan materi
9)    relevansi menggunakan kebutuhan serta tuntutan lingkungan
10)    alokasi waktu
Selain itu juga harus memperhatikan:
1)    benar (valid), merupakan materi wajib teruji kebenaran dan kesahihannya
2)    taraf kepentingan: materi yang diajarkan memang benar-sahih diperlukan sang peserta didik
3)    kebermanfaatan : materi memberikan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan pada jenjang berikutnya
4)    layak dipelajari : materi layak dipelajari baik berdasarkan aspek taraf kesulitan maupun aspek pemanfaatan materi ajar
5)    menarik minat (interest): materinya menarik minat peserta didik dan memotivasinya buat mempelejari lebih lanjut
e.    Mengembangkan Kegiatan/Pengalaman Belajar
Pengalaman belajar merupakan aktivitas fisik juga mental yang dilakukan siswa pada berinteraksi menggunakan materi ajar. Kriteria dalam berbagi pengalaman belajar menjadi berikut:
1)    pengalaman belajar disusun bertujuan buat memberikan bantuan kepada pengajar, supaya mereka bisa bekerja dan melakspeserta didikan proses pembelajaran secara profesional sesuai menggunakan tuntutan kurikulum
2)    pengalaman belajar disusun dari atas satu tuntutan kompetensi dasar secara utuh
3)    pengalaman belajar memuat rangkaian kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa secara berurutan buat mencapai kompetensi dasar
4)    pengalaman belajar berpusat dalam peserta didik (student centered)
5)    mengandung kegiatan-aktivitas yang mendorong peserta didik mencapai kompetensi
6)    materi pengalaman belajar dapat berupa pengetahuan, sikap, dan keterampilan
7)    perumusan pengalaman belajar harus jelas materi/konten yg ingin dikuasai peserta didik
8)    penentuan urutan langkah pembelajaran sangat krusial artinya bagi materi-materi yang memerlukan prasyarat tertentu
9)    pendekatan pembelajaran yang digunakan bersifat spiral (mudah-sukar; nyata-abstrak; dekat-jauh) serta juga memerlukan urutan pembelajaran yg terstruktur
10)    rumusan pernyataan dalam pengalaman belajar minimal mengandung 2 unsur penciri yang mencerminkan pengelolaan pengalaman belajar siswa, yaitu aktivitas siswa serta materi
Dalam menentukan kegiatan peserta didik perlu mempertimbangkan hal-hal menjadi berikut:
•    menaruh peluang bagi peserta didik buat mencari, mengolah serta menemukan sendiri pengetahuan, di bawah bimbingan guru
•    mencerminkan karakteristik khas dalam pengembangan kemampuan mata pelajaran.
•    diadaptasi dengan kemampuan peserta didik, asal belajar serta sarana yang tersedia
•    bervariasi dengan mengkombinasikan kegiatan individu atau perorangan, berpasangan, grup, dan klasikal 
•    memperhatikan pelayanan terhadap perbedaan individual peserta didik seperti: bakat, minat, kemampuan, latar belakang famili, sosial-ekonomi serta budaya serta kasus spesifik yang dihadapi peserta didik yg bersangkutan.
f.    Menentukan Jenis dan Bentuk Penilaian
Penilaian adalah serangkaian kegiatan buat memperoleh, menganalisis, serta menafsirkan data tentang proses serta output belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis serta berkesinambungan, sehingga menjadi fakta yg bermakna pada pengambilan keputusan. Kriteria penilaian:
1)    penulisan jenis penilaian wajib disertai dengan aspek-aspek yang akan dievaluasi sehingga memudahkan pada pembuatan soal-soalnya
2)    penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian indikator.
3)    penilaian memakai acuan kriteria; yaitu dari apa yang mampu dilakukan siswa setelah peserta didik mengikuti proses pembelajaran, serta bukan untuk menentukan posisi seseorang terhadap kelompoknya.
4)    sistem yang direncpeserta didikan adalah sistem penilaian yg berkelanjutan, artinya semua indikator ditagih, kemudian hasilnya dianalisis untuk memilih kompetensi dasar yg telah dimiliki dan yg belum, dan untuk mengetahui kesulitan siswa.
5)    output penilaian dianalisis buat menentukan tindakan perbaikan, berupa acara remedi. Jika siswa belum menguasai suatu kompetensi dasar, beliau harus mengikuti proses pembelajaran lagi, sedang bila sudah menguasai kompetensi dasar, beliau diberi tugas pengayaan.
6)    pada sistem penilaian berkelanjutan, guru wajib menciptakan kisi-kisi penilaian serta rancangan evaluasi secara menyeluruh buat satu semester menggunakan menggunakan teknik evaluasi yg tepat
7)    penilaian dilakukan buat menyeimbangkan banyak sekali aspek pembelajaran: kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan menggunakan aneka macam model penilaian, formal serta nir formal secara berkesinambungan.
8)    evaluasi merupakan suatu proses pengumpulan pelajaran serta penggunaan fakta tentang hasil belajar siswa menggunakan menerapkan prinsip evaluasi berkelanjutan, bukti-bukti otentik, akurat serta konsisten sebagai akuntabilitas publik.
9)    penilaian merupakan proses identifikasi pencapaian kompetensi dan hasil belajar yang dikemukakan melalui pernyataan yang kentara mengenai baku yang harus serta sudah dicapai disertai dengan peta kemajuan output belajar siswa.
10)    evaluasi berorientasi  pada baku kompetensi, kompetensi dasar serta indikator Dengan demikian hasil penilaian akan menaruh gambaran mengenai perkembangan pencapaian kompetensi.
11)    penilaian dilakukan secara berkelanjutan (direncpeserta didikan dan dilakukan terus-menerus) guna mendapatkan gambaran yg utuh mengenai perkembangan dominasi kompetensi oleh peserta didik, baik sebagai efek pribadi (main effect) maupun impak pengiring (nurturant effect) berdasarkan proses pembelajaran.
12)    sistem evaluasi harus diubahsuaikan menggunakan pengalaman belajar yang ditempuh dalam proses pembelajaran. Misalnya, apabila pembelajaran memakai pendekatan tugas observasi lapangan maka penilaian harus diberikan baik pada proses (keterampilan proses) misalnya teknik wawancara, maupun produk/output melakukan observasi lapangan yang berupa informasi yang diharapkan.
g.    Mempertimbangkan Alokasi Waktu
Alokasi saat adalah ketika yang diperlukan untuk ketercapaian satu kompetensi dasar, dengan memperhatikan:
1)    minggu efektif per semester
2)    alokasi saat per mata pelajaran
3)    jumlah kompetensi per semester
Apabila pendidikan kecakapan hayati dilakukan secara terintegrasi dengan mata pelajaran.
h.    Menentukan Sumber/Bahan/Alat
1)    Sumber
Merupakan acum, surat keterangan atau literatur yg digunakan pada penyusunan silabus atau pembelajaran.  
2)    Bahan
Bahan merupakan segala sesuatu yang diperlukan dalam proses praktikum atau pembelajaran lain, contohnya: milimeter blok, benang, daun, kertas, tanah liat, glukosa, serta bahan lain yg relevan
3)    Alat
Alat merupakan segala sesuatu yang dipakai pada proses praktikum atau pembelajaran lain, contohnya: jangka, bandul, mikroskop, gelas ukur, globe, harmonika, matras.
Dalam implementasinya, silabus dijabarkan pada rencana aplikasi pembelajaran, dilakspeserta didikan, dievaluasi, serta ditindaklanjuti sang masing-masing guru. Silabus harus dikaji serta dikembangkan secara berkelanjutan menggunakan memperhatikan masukan  hasil penilaian output belajar, penilaian proses (aplikasi pembelajaran), serta penilaian rencana pembelajaran.  
Bab IV
POLA PELAKSANAAN PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP
Pada pada dasarnya pendidikan kecakapan hayati membantu peserta didik dalam membuatkan kemampuan belajar, menyadari dan mensyukuri potensi diri buat dikembangkan serta diamalkan, berani menghadapi problema kehidupan, dan memecahkannya secara kreatif. Pendidikan kecakapan hidup bukanlah mata pelajaran, sehingga dalam pelaksanaannya nir perlu merubah kurikulum dan membangun mata pelajaran baru. Yang diharapkan disini adalah mereorientasi pendidikan dari mata pelajaran ke orientasi pendidikan kecakapan hayati melalui pengintegrasian kegiatan-kegiatan yg dalam prinsipnya membekali peserta didik terhadap kemampuan-kemampuan eksklusif supaya bisa diterapkan pada kehidupan keseharian siswa. Dengan prinsip ini, mata pelajaran dipahami sebagai indera buat dikembangkan kecakapan hayati yg nantinya akan digunakan sang siswa dalam menghadapi kehidupan konkret. Prinsip-prinsip pelaksanaan pendidikan kecakapan hayati sebagai berikut:
1.    Tidak membarui sistem pendidikan yang berlaku
2.    Tidak mengganti kurikulum yg berlaku
3.    Pembelajaran menggunakan prinsip empat pilar, yaitu: belajar buat tahu, belajar menjadi diri sendiri, belajar buat melakukan, dan belajar untuk mencapai kehidupan bersama
4.    Belajar konstekstual menggunakan memakai potensi lingkungan lebih kurang menjadi sarana pendidikan
5.    Mengaitkan dengan kehidupan nyata
6.    Mengarah pada tercapainya hidup sehat serta berkualitas, memperluas wawasan dan pengetahuan, mempunyai akses buat memenuhi standar hidup secara layak
A. Prinsip Pelaksanaan Pendidikan Kecakapan Hidup
Keempat dimensi kecakapan hayati secara berkelanjutan wajib dimiliki sang peserta didik sejak TK hingga sekolah menengah, serta bahkan perguruan tinggi sekalipun. Akan tetapi pada praktik pengembangannya, penekanan pendidikan kecakapan hayati permanen mempertimbangkan taraf perkembangan sesuai dengan jenis dan jenjang pendidikan. Kecakapan hayati pada Taman Kanak-kanak serta sekolah dasar (SD) tidak sinkron menggunakan sekolah menengah pertama (SMP), demikian juga kecakapan hayati pada sekolah menengah pertama berbeda menggunakan sekolah menengah atas (Sekolah Menengah Atas), bergantung pada tingkat perkembagan psikologis serta fisiologis peserta didik. Dominasi pendidikan kecakapan hayati mada masing-masing jenjang dapat digambarkan sebagai berikut.
Pendidikan Kecakapan Hidup Sekolah Menengah pertama, Sekolah Menengah Atas, dan SMK
             SMA                Sekolah Menengah Kejuruan                   
                       
                SMP
           
B. Pendidikan Kecakapan Hidup di SMP serta SMA
Peningkatan mutu pendidikan merupakan sebuah komitmen bersama yg harus dipegang teguh. Pendidikan kecakapan hidup sebagai salah satu upaya pada melahirkan generasi yg bukan hanya bisa hidup tetapi jua bisa bertahan hayati, serta bahkan dapat unggul (excel) dalam kehidupan dikemudian hari.  
Melihat diagram di atas, pendidikan kecapakan hidup dalam jenjang Sekolah Menengah pertama lebih menekankan pada kecakapan hidup umum (generik life skill), yaitu mencakup aspek kecakapan personal (personal skill) dan kecakapan sosial (social skill). Ini memberikan gambaran bahwa buat jenjang dasar berdasarkan pada prinsip bahwa kecakapan secara umum merupakan fondasi kecakapan yg diharapkan dalam kehidupan sehari-hari. Ini pula dapat dikatakan bahwa bukan berarti bahwa jenjang ini tidak perlu dikembangkan kecakapan hidup akademik dan vokasional, akan tetapi apabila dikembangkan maka baru pada tataran awal, misalnya berpikir kritis dan rasional, menumbuhkan perilaku amanah dan toleransi.
Aspek dasar yg wajib dimiliki peserta didik di SMP adalah kecakapan personal dan sosial yang seringkali disebut menjadi kecakapan generik (general life skill). Proses pembelajaran dengan pembenahan aspek personal dan sosial merupakan prasyarat yang harus diupayakan berlangsung pada jenjang ini. Peserta didik dalam usia Sekolah Menengah pertama nir hanya membutuhkan kecakapan membaca-membaca-berhitung sebagaimana dalam usia TK/SD, melainkan pula butuh suatu kecakapan lain yang mengajaknya buat cakap bernalar dan mengarifi kehidupan, sehingga pada masanya siswa dapat berkembang, kreatif, produktif, kritis, amanah buat menjadi insan-insan yg unggul dan pekerja keras. Pendidikan kecakapan hidup dalam jenjang ini lebih menekankan pada pembelajaran akhlak menjadi dasar pembentukan nilai-nilai dasar kebajikan (basic goodness), seperti: kejujuran, kebaikan, kepatuhan, keadilan, pandangan hidup kerja, kepahlawanan, menjaga kebersihan diri dan lingkungan, serta kemampuan bersosialisasi.
a. Kecakapan personal (personal skill)
Kecapakan personal meliputi pencerahan diri dan berpikir rasional. Kesadaran diri merupakan tuntutan mendasar bagi peserta didik buat membuatkan potensi dirinya di masa mendatang. Kesadaran diri dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) pencerahan akan keberadaan diri sebagai makhluk Tuhan YME, makhluk sosial, dan makhluk lingkungan, dan (2) pencerahan akan potensi diri dan dorongan buat mengembangkannya. (Dikdasmen, 2004 diolah).
(1) Kesadaran diri difokuskan dalam kemampuan siswa buat melihat sendiri potret dirinya
    Pada tataran yang lebih rendah peserta didik akan melihat dirinya dalam hubungannya menggunakan lingkungan famili, kebiasaannya, kegemarannya, dan sebagainya. Pada tataran yang lebih tinggi, peserta didik akan semakin tahu posisi drinya di lingkungan kelasnya, sekolahnya, desanya, kotanya, serta seterusnya, minat, bakat, serta sebagainya.
(2) Kecakapan berpikir rasional merupakan kecakapan yg memakai rasio atau pikiran. Kecakapan ini meliputi kecakapan menggali kabar, memasak warta, serta merogoh keputusan secara cerdas, dan sanggup memecahkan masalah secara tepat dan baik. Pada jenjang pendidikan menengah (SMP dan Sekolah Menengah Atas) ketiga kecakapan tadi jauh lebih kompleks ketimbang dengan tingkat sekolah dasar (Sekolah Dasar). Sebagaimana diketahui bahwa pada kurikulum berbasis kompetensi (KBK),  akal budi mengambil keputusan secara cerdas serta memecahkan kasus secara baik serta tepat menjadi isue utama pada pembelajaran kecakapan hayati dalam peserta didik sekolah menengah (Wasino 2004, diolah).
b.  Kecakapan sosial (social skill)
Kecakapan sosial bisa dipilah sebagai 2 jenis utama, yaitu (1) kecakapan berkomunikasi, serta (2) kecakapan bekerjasama
(1)   Kecakapan berkomunikasi
Kecakapan berkomunikasi bisa dilakukan baik secara verbal maupun goresan pena. Sebagai makhluk sosial yang hayati pada rakyat tempat tinggal maupun loka kerja, siswa sangat memerlukan kecakapan berkomunikasi baik secara verbal maupun goresan pena. Dalam realitasnya, komunikasi verbal ternyata tidak gampang dilakukan. Seringkali orang nir dapat mendapat pendapat versus bicaranya, bukan karena isi atau gagasannya tetapi karena cara penyampaiannya yang kurang berkenan. Dalam hal ini diperlukan kemampuan bagaimana menentukan kata dan cara menyamaikan supaya gampang dimengerti sang lawan bicaranya. Karena komunikasi secara mulut merupakan sangat krusial, maka perlu ditumbuhkembangkan semenjak peserta didik dini. Lain halnya dengan komunikasi secara tertulis. Dalam hal ini dibutuhkan kecakapan bagaimana cara mengungkapkan pesan secara tertulis menggunakan pilihan kalimat, istilah-kata, rapikan bahasa, dan anggaran lainnya agar mudah dipahami orang atau pembaca lain.
      (dua)  Kecakapan bekerjasama
Bekerja pada grup atau tim adalah suatu kebutuhan yg nir dapat dielakkan sepanjang manusia hayati. Salah satu hal yang dibutuhkan buat bekerja dalam grup merupakan adanya kerjasama. Kemampuan bekerjasama perlu dikembangkan agar siswa terbiasa memecahkan masalah yang sifatnya relatif kompleks. Kerjasama yg dimaksudkan adalah bekerjasama adanya saling pengertian serta membantu antar sesama buat mencapai tujuan yang baik, hal ini agar siswa terbiasa dan bisa menciptakan semangat komunitas yang serasi.
c.    Kecakapan akademik (academic skill)
Kecakapan akademik sering diklaim jua kecakapan intelektual atau kepandaian ilmiah yg pada dasarnya merupakan pengembangan menurut kecakapan berpikir secara umum, tetapi menunjuk pada aktivitas yg bersifat keilmuan. Kecakapan ini meliputi diantaranya kecakapan mengidentifikasi variabel, menyebutkan interaksi suatu fenomena eksklusif, merumuskan hipotesis, merancang serta melakspeserta didikan penelitian. Untuk menciptakan kecakapan-kecakapan tadi diharapkan juga sikap ilmiah, kritis, obyektif, serta transparan.
d.   Kecakapan vokasional (vokational skill)
Kecakapan ini seringkali dianggap dengan kecakapan kejuruan, artinya suatu kecakapan yg dikaitkan menggunakan bidang pekerjaan tertentu yg terdapat di warga atau lingkungan siswa. Kecakapan vokasional lebih cocok buat siswa yg menekuni pekerjaan yang mengandalkan keterampilan psikomotorik daripada kecakapan berpikir ilmiah. Namun bukan berarti siswa SMP dan Sekolah Menengah Atas tidak layak buat menekuni bidang kejuruan seperti ini. Misalnya merangkai serta mengoperasikan personal komputer . Kecakapan vokasional mempunyai 2 bagian, yaitu: kecakapan vokasional dasar serta kecakapan vokasional khusus yang sudah terkait dengan bidang pekerjaan eksklusif seperti halnya pada siswa di SMK. Kecakapan dasar vokasional bertalian menggunakan bagaimana peserta didik menggunakan indera sederhana, contohnya: obeng, palu, dsb; melakukan mobilitas dasar, serta membaca gambar sederhana. Kecakapan ini terkait menggunakan sikap taat asas, presisi, akurasi, dan tepat saat yg menunjuk kepada konduite produktif. Sedangkan vokasional spesifik hanya diperlukan bagi mereka yg akan menekuni pekerjaan yg sinkron dengan bidangnya. Misalnya pekerja montir, apoteker, tukang, tehnisi, atau meramu pilihan menu bagi yang menekuni pekerjaan rapikan makanan kenikmatan, serta sebagainya.
C. Penekanan Pendidikan Kecakapan Hidup pada Sekolah Menengah
Pendidikan kecakapan hidup di sekolah menengah mengungkapkan pada upaya mempersiapkan peserta didik menghadapi era warta dan era globalisasi. Pada intinya pendidikan kecakapan hidup ini membantu serta membekali siswa pada pengembangan kemampuan belajar, menyadari dan mensyukuri potensi diri, berani menghadapi problema kehidupan, serta sanggup memecahkan duduk perkara secara kreatif. Pendidikan kecakapan hayati bukan mata pelajaran baru, akan namun menjadi indera serta bukan sebagai tujuan. Penerapan konsep pendidikan kecakapan hayati terkait dengan syarat siswa dan lingkungannya seperti substansi yang dipelajari, karakter peserta didik, syarat sekolah serta lingkungannya.
Pendidikan keccakapan hayati pada Sekolah Menengah Atas lebih memfokuskan pada pengembangan kecakapan akademik dan kecakapan hidup umum. Sementara di Sekolah Menengah Kejuruan penekanan pengembangan diarahkan kepada kecakapan vokasional yang menjadi penekanan pendidikan kejuruan atau keterampilan buat bekerja, jua dalam pengembangan kecakapan akademik dan generik. Lebih lanjut penekanan pembelajaran kecakapan hidup pada masing-masing jenjang dapat digambarkan berikut.
Penekanan Pembelajaran Kecakapan Hidup
                      
                                                                            
   Taman Kanak-kanak             SD    SMP         SMA    S1            S2 dst ...
Gambar di atas menunujukkan penekanan pembelajaran antara kecakapan hidup serta substansi mata pelajaran yg ada di masing-masing jenjang pendidikan. Pada gambar tampak bahwa pada Sekolah Dasar pada kelas awal penekanan terhadap kecakapan hayati masih sangat secara umum dikuasai, meskipun secara bertahap substansi mata pelajaran mulai dimunculkan. Pada jenjang TK/Sekolah Dasar/SMP, proporsi substansi mata pelajaran semakin akbar serta porsi kecakapan hayati makin berkurang, dan pada jenjang SMA porsi kecakapan hayati hampir sebanding dengan substansi mata pelajaran.
Prinsip pembelajaran kecapakan hidup lebih pada kontekstual, yaitu adanya kaitan antara kehidupan nyata menggunakan lingkungan serta pengalaman siswa. Lebih lanjut interaksi antara mata pelajaran, kecakapan hidup, dan kehidupan konkret bisa digambarkan berikut.
Hubungan antara mata pelajaran, Kecakapan hidup
dan Kehidupan nyata
                                   
                                                Kontribusi hasil
                                                pembelajaran
Pendidikan kecakapan hayati sudah menjadi bagian berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi (KBK), maka kecakapan hidup bukan sebagai mata pelajaran dan tidak sama dengan pendidikan keterampilan. Pendekatan pembelajaran menekankan dan menyesuaikan menggunakan kehidupan nyata atau kontekstual dalam kehidupan keseharian peserta didik. Apabila diakitkan dengan permasalahan dalam kehidupan nyata, maka bisa digambarkan sebagai berikut:
Pelaksanaan Pendidikan Kecakapan Hidup
Pelaksanaan pendidikan kecakapan hidup terintegrasi dengan majemuk mata pelajaran yang ada pada di Sekolah Menengah pertama maupun Sekolah Menengah Atas. Misalnya dalam mata pelajaran Matematika, pada mengusut matematika bukan sekedar buat pandai matematika, akan tetapi supaya seseorang dapat memanfaatkannya dalam kehidupan sehari-hari, membaca data, menganalisis data, membuat kesimpulan, memeriksa ilmu lain, serta sebagainya. Itulah antara lain kecakapan hidup yg ingin diperoleh melalui pelajaran matematika.
Langkah-langkah klasifikasi unsur kecakapn hidup sebagai berikut:
a.    melakukan identifikasi unsur kecakapan hayati yg dibutuhkan dalam kehidupan konkret yg dituangkan pada bentuk pengalaman belajar
b.    melakukan identifikasi pengetahuan, keterampilan, dan sikap yg mendukung kecakapan hidup
c.    mengklasifikasi dalam bentuk topik/tema berdasarkan mata pelajaran
d.    dsb (perlu diskusi)
Bab V
PENILAIAN DAN TINDAK LANJUT
A.  Penilaian
Pemberlakuan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) membawa akibat terhadap model serta teknik penilaian yg dilaksanakan peserta didikan pada kelas.  Penilaian tersebut terdiri atas penilaian eksternal serta penilaian internal. Penilaian eksternal adalah penilaian yang dilakukan oleh pihak lain yang nir melakspeserta didikan proses pembelajaran. Penilaian eksternal dilakukan oleh suatu forum, baik dalam juga luar negeri dimaksudkan diantaranya buat pengendali mutu. Sedangkan evaluasi internal merupakan penilaian yg dilakukan serta direncpeserta didikan sang pengajar dalam ketika proses pembelajaran berlangsung pada rangka penjaminan mutu. Dengan demikian, penilaian kelas merupakan evaluasi internal.
Penilaian kelas adalah evaluasi internal (internal assessment) terhadap hasil belajar siswa yang dilakukan oleh guru di kelas atas nama sekolah buat menilai kompetensinya dalam taraf tertentu dalam ketika dan akhir pembelajaran, sebagai akibatnya dapat diketahui perkembangan serta ketercapaian berbagai kompetensi peserta didik. Penilaian kelas adalah suatu proses yang dilakukan melalui langkah-langkah perencanaan, pengumpulan informasi melalui sejumlah bukti yang memperlihatkan pencapaian output belajar siswa, pelaporan, serta penggunaan berita mengenai output belajar peserta didik. Penilaian kelas dilaksanakan peserta didikan melalui berbagai cara, misalnya tes tertulis (paper and pencil test), penilaian output kerja peserta didik melalui formasi hasil kerja/karya siswa (portfolio), penilaian produk, evaluasi proyek dan penilaian unjuk kerja (performance) siswa. Ini yang dianggap dengan penilaian output belajar.
Penilaian hasil belajar baik formal maupun informal diadakan pada suasana yg menyenangkan, sehingga memungkinkan siswa menerangkan apa yang dipahami dan bisa dikerjakannya. Hasil belajar seseorang peserta didik nir dianjurkan buat dibandingkan menggunakan siswa lainnya, tetapi menggunakan hasil yang dimiliki siswa tadi sebelumnya.  Dengan demikian peserta didik nir merasa dihakimi sang guru namun dibantu untuk mencapai apa yang dibutuhkan.
Tujuan
Penilaian Kelas ini bertujuan buat :
•    menaruh penjelasan mengenai orientasi yg baru pada penilaian  kurikulum berbasis kompetensi.
•    memberikan wawasan secara generik mengenai konsep penilaian yg dilaksanakan pada tingkat kelas.
•    menaruh rambu-rambu evaluasi kelas.
•    memberikan prinsip-prinsip pengolahan serta pelaporan hasil evaluasi.
Prinsip Penilaian
Dalam melaksanakan penilaian, usahakan pengajar perlu:
•    memandang penilaian dan aktivitas belajar-mengajar secara terpadu.
•    mengembangkan taktik yang mendorong serta memperkuat evaluasi sebagai cermin diri.
•    melakukan aneka macam taktik evaluasi pada dalam acara pengajaran buat menyediakan aneka macam jenis keterangan tentang output belajar siswa.
•    mempertimbangkan berbagai kebutuhan spesifik peserta didik.
•    mengembangkan serta menyediakan sistem pencatatan yang bervariasi dalam pengamatan aktivitas belajar siswa.
•    menggunakan cara dan indera evaluasi yang bervariasi.
Agar penilaian objektif, pengajar harus berupaya secara optimal buat:
•    memanfaatkan banyak sekali bukti output kerja peserta didik serta tingkah laris dari sejumlah evaluasi.
•    menciptakan keputusan yang adil mengenai penguasaan kompetensi siswa dengan mempertimbangkan output kerja (karya).
Tehnik Penilaian
Beragam teknik dapat dilakukan untuk mengumpulkan keterangan tentang kemajuan belajar siswa, baik yg herbi proses belajar maupun output belajar. Teknik mengumpulkan fakta tersebut dalam prinsipnya merupakan cara penilaian kemajuan belajar siswa berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar yg wajib dicapai. Penilaian kompetensi dasar dilakukan dari indikator-indikator pencapaian kompetensi  yang memuat satu ranah atau lebih. Dengan indikator-indikator ini, dapat ditentukan penilaian yg sinkron. Untuk itu, terdapat tujuh teknik yg dapat dipakai, yaitu: (1) evaluasi unjuk kerja, (2) penilaian perilaku, (tiga) evaluasi tertulis, (4) penilaian proyek, (lima) penilaian produk, (6) penggunaan portofolio, dan (7) penilaian diri. 
B.    Tindak Lanjut
Untuk lebih memahami bentuk dan jenis penilaian pembelajaran kecakapan hayati, perlu dilakukan secara terus menerus tidak hanya pada aspek kognitif, akan namun juga pada aspek-aspek yg lain untuk mengetahui kemampuan siswa. Yang paling fundamental merupakan, bahwa evaluasi pendidikan kecakapan hayati tidak hanya tertumpu pada evaluasi keterampilan vokasional semata akan tetapi juga dalam kecakapan-kecakapan lainya misalnya kecakapan personal, sosial, serta akademiknya.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Contoh 1
Pengembangan Silabus dan Penilaian Pendidikan Kecakapan Hidup
Jenjang Sekolah    : SMA
Mata Pelajaran    : Ekonomi
Kelas/Smt    : X/1
Topik        : Kebutuhan manusia
Standar Kompetensi    Kompetensi Dasar    Materi Pokok    Indikator    Pengalaman Belajar dan Aspek Kecakapan Hidup    Penilaian    Sumber/
Bahan/
Alat    Waktu
Memahami permasalahan ekonomi dalam kaitannya dengan kebutuhan insan, kelangkaan  serta sistem ekonomi
    1. Mengiden tifikasi kebutuhan manusia
    Kebutuhan manusia, kelangkaan serta sistem ekonomi    Mendiskripsikan kebutuhan manusia
Mendiskripsikan kelangkaan
Mendiskripsikan sistem ekonomi    Mengkaji referensi mengenai kebutuhan manusia (utama serta sekunder)
(Kecakapan hidup: menggali liputan, memasak, komunikasi mulut serta tulisan)
    Kuis dan jawab singkat    Buku siswa
    1 x 45
Mengetahui:
Kepala Sekolah,                            Pengajar Matpel
-------------------------                            -------------------------
Contoh 2
Penyusunan Rencana Pembelajaran
Tahap Kegiatan    Kegiatan Pembelajaran    Strategi    Kecakapan Hidup    Waktu
1. Kegiatan awal    Apersepsi    ......    ..........    ......
2. Kegiatan inti    Belajar gerombolan     Diskusi     •    Menggali informasi
•    Mengolah informasi
•    Bekerjasama
•    Menyusun kesimpulan
•    dst    30 menit
3. Kegiatan akhir    .........    ..........    .........    ........
Mengetahui:
Kepala Sekolah,                            Pengajar Matpel
-------------------------                            -------------------------
Contoh 3
Sistem Penilaian Kecakapan Hidup
a. Aspek Kognitif
Tingkatan Domain    Aspek yg dievaluasi    Nilai/Skor
1. Pengetahuan    Mengemukakan ......
Menceritakan ..........
Menyebutkan ...........   
2. Pemahaman    Membandingkan ...........   
3. Aplikasi    Melakukan percobaan ...........   
4. Analisa    Membuat grafik .........   
5. Sintesa    Memprediksi ...........   
6. Evaluasi    Menulis laporan .........   
Mengetahui:
Kepala Sekolah,                            Pengajar Matpel
-------------------------                            -------------------------
b. Aspek afektif
No    Nama Peserta didik    Aspek yang dievaluasi    Keterangan
        1    2    3    4    5    6    7    8    dst    Ya    Tidak
1                                               
2                                               
3                                               
4                                               
5                                               
6                                               
7                                               
8                                               
9                                               
10                                               
dst                                               
Keterangan:
Beri indikasi √ pada kolom aspek yg dievaluasi serta kolom keterangan
1.    Mengerjakan eksperimen
2.    Mengungkapkan gagasan
3.    Menerima pendapat teman
4.    Menghargai pendapat teman
5.    Kemampuan berkomunikasi
6.    Memecahkan masalah
7.    Menanggapi pendapat sahabat
8.    menyimpulkan hasil diskusi
Contoh 4
Integrasi Pendidikan Kecakapan Hidup dengan Mata Pelajaran di SMA
Mata Pelajaran : ....................................................
Aspek Kecapakan Hidup
Materi Pokok    Eksistensi diri    Potensi diri    Menggali warta    Mengolah informasi    Mengambil keputusan    Memecahkan kasus    .............    Berkomunikasi verbal    Berkomunikasi tertulis    Bekerjasama    ..................    Menguasai pengetahuan       Merancang dan melakspeserta didikan penelitian ilmiah
      Berkomunikasi ilmiah        Mengidentifikasi serta menghubungkan variabel      .......................      Menguasai keterampilan sesuai prosedur      Menguasai TIK      ....................
    Kecakapan
Personal    Kecakapan Sosial    Kecakapan Akademik    KecakapanVokasional
1.                                                                            
2.                                                                           
3.                                                                           
4.                                                                           
5.                                                                           
6.                                                                           
7.                                                                           
8.                                                                           
9.                                                                           
Dst                                                                            
Contoh 5
Tabel : Indikator-indikator Aspek Kecakapan Hidup pada TK/SD/Sekolah Menengah pertama dan SMA/SMK
ASPEK KECAKAPAN HIDUP    JENJANG
    TK    Sekolah Dasar    SMP    SMA    SMK
Kecakapan Personal                   
- Beriman kepada Tuhan YME    v    v    v    v    v
- Berakhlak mulia    v    v    v    v    v
- Berpikir rasional            v    v    v
- Komitmen        v    v    v    v
- Mandiri        v    v    v    v
- Percaya diri    v    v    v    v    v
- Bertanggung jawab    v    v    v    v    v
- Menghargai dan menilai diri        v    v    v    v
- Menggali informasi            v    v    v
- Mengolah liputan            v    v    v
- Mengambil Keputusan            v    v    v
- Memecahkan perkara            v    v    v
Kecakapan sosial                   
- Bekerjasama        v    v    v    v
- Menunjukkan tanggung jawab sosial        v    v    v    v
- Mengendalikan emosi                 v    v
- Berinteraksi dalam masyarakat                v    v
- Mengelola permasalahan                v    v
- Berpartisipasi            v    v    v
- Membudayakan perilaku sportif,
   disiplin, dan hidup sehat        v    v    v    v
-    Mendengarkan        v    v    v    v
-    Berbicara    v    v    v    v    v
-    Membaca        v    v    v    v
-    Menuliskan pendapat/gagasan        v    v    v    v
-    Bekerjasama menggunakan sahabat sekerja        v    v    v    v
-    Memimpin            v    v    v
Kecakapan akademik                   
- Menguasai pengetahuan                   
- Merancang serta melakspeserta didikan penelitian ilmiah                   
- Bersikap ilmiah                   
- Berpikir strategis                   
- Berkomunikasi ilmiah                     
- Menggunakan teknologi                   
- Mengambil keputusan                   
- Mengidentifikasi dan menghubungkan variabel                   
- Kemampuan merumuskan masalah                   
- Kemampuan bersikap kritis dan rasional                   
Kecakapan vokasional                   
- Menguasai keterampilan sinkron mekanisme                   
- Berwirausaha                   
- Menguasai TIK                   
- Merangkai indera                   
 

Demikian model pendidikan kecakapan hayati pada Sekolah Menengah pertama dan Sekolah Menengah Atas, Semoga berguna. Terima kasih.