EPISTEMOLOGI DAN AKSIOLOGI ILMU PRESPEKTIF ALQURAN

Epistemologi Dan Aksiologi Ilmu Prespektif Al-Qur’an
I. Telaah Ontologis, Epistemologis serta Aksiologis Ilmu
Ketika membicarakan kasus sekularisme, sebagaimana yang dikomentari sang Arkon, bahwa orang tak jarang menggabungkan suatu ungkapan yang sangat populer dalam Injil "Berikanlah Kaisar pada Kaisar serta berikanlah milik Allah kepada Allah", sebab menurut ungkapan inilah, berdasarkan sebagian pendapat, terjadi pemisahan total antara gereja dengan negara pada global Barat. Padahal sesungguhnya ungkapan Al-Masih (Yesus Kristus) bisa dipahami hanya apabila diketahui dengan baik syarat historis waktu itu. Pada waktu ungkapan itu dikemukakan sang Al-Masih, Palestina di bawah kekuasaan Romawi. Dalam situasi demikian, cara satu-satunya bagi seorang tokoh agama merupakan bergerak pada tataran spritual keagamaan serta nir dalam politik. Ungkapan dalam Injil tadi sesungguhnya memang bertujuan buat mengendalikan kekuasaan spritual.

Realitas yang terjadi di global Barat khususnya dalam hal pemisahan ilmu pengetahuan dari doktrin gereja mengakibatkan ilmu pengetahuan berdiri sendiri tanpa kontrol agama dan nilai-nilai spritual. Hal tadi terus berlanjut sampai abad terbaru kini .

Mellenium III merupakan era kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pada banyak sekali bidang jua diklaim abad modern. Asumsi ini diwarnai oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan yg secara teoritis sudah ada sebelum abad modern demikian jua penemuan-inovasi baru (discovery) dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi canggih bermunculan menurut saat ke ketika. Penemuan-penemuan tadi sangat berguna bagi umat insan menjadi donasi dalam upaya memakmurkan bumi ini. Namun satu hal yg sebagai sentral pembahasan khususnya bagi para pemikir Islam merupakan Islamisasi ilmu pengetahuan. Sains dan filsafat sudah dikenal sejak awal perkembangan Islam, bahwa masih ada arus intelektual pada kalangan orang-orang Islam buat menanggapi pemikir Yunani serta akibat dari rangsangan itu ternyata, mereka lebih membentuk dan kreatif yang pada akhirnya membantu perkembangan-perkembangan pada Eropa. Akan namun dalam perkembangannya sains dan filsafat mengalami kemunduran di tangan umat Islam.

Masalah sekularisasi serta Islamisasi ilmu pengetahuan masih pada suasana polemik para ahli. Hal ini disebabkan satu sisi ingin melahirkan ilmu pengetahuan yang obyektif dengan pendekatan saintifik, ad interim di sisi lain kecenderungan sementara ilmuan muslin supaya ilmu pengetahuan lahir dari Islam menurut Alquran serta Hadis, dengan pendekatan teologi normatif (keagamaan). Berkenaan menggunakan kajian tentang ilmu pengetahuan dalam kaitannya menggunakan sekularisasi sangat penting buat dikaji, hal tersebut akan mampu dipahami bagaimana urgennya islamisasi ilmu pengetahuan. Berangkat dari keterangan yang telah diuraikan tadi, maka yg menarik buat ditinjau, apa yg dimaksud menggunakan sekularisasi dan Islamisasi ilmu pengetahuan ? Kemudian bagaimana sekularisasi serta Islamisasi ilmu pengetahuan dicermati menurut aspek ontologis, epistemologis dan aksiologisnya?

II. Defenisi Sekularisasi dan Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Sekularisasi dari menurut bahasa Inggris "Secular" yg adalah kata sifat yang berarti sekuler, duniawi. Dalam ensiklopedia Indiana disebutkan:

"Secularism is an ethical system founded of the principles of natural morality and independent of revealed religion or supernaturalism" 

"Sekularisme adalah suatu sistem etis (peradaban) yang berdasarkan pada prinsip-prinsip moralitas yg dialami dan terlepas menurut kepercayaan yg diwahyukan atau hal-hal yang mistik".

Dari istilah sekularisme ini dibentuk menjadi kata kerja "Secularize" yang diartikan dengan "menerapkan pendidikan pada hal duniawi (bukan kepercayaan )", atau yang biasa pula diistilahkan menggunakan "sekularisasi". Arti sekularisasi itu sendiri dari segi bahasa yaitu: hal-hal yg membawa kearah kehidupan yang tidak didasarkan dalam ajaran agama. Adapun istilah islamisasi ilmu pengetahuan dapat diartikan memasukkan unsur kepercayaan , pada hal ini agama Islam, menggunakan pemahaman nilai-nilai, makna-makna serta tujuan hidup manusia menurut ajaran Islam ke pada ilmu pengetahuan. Islamisasi ilmu pengetahuan lahir sebagai koreksi berdasarkan ilmu-ilmu terkini yang didapatkan oleh global Barat yg cenderung bebas nilai berdasarkan tuntunan wahyu.

Ungkapan islamisasi ilmu dalam awalnya dicetuskan sang Prof. Syed Muhammad al-Naquib Alatas pada tahun 1379/1977. Sebelumnya almarhum Ismail Ahl al-Riwayah al-Farugi mengintrodusir suatu tulisan tentang islamisasi ilmu-ilmu sosial. Meskipun, gagasan ilmu keislaman, khususnya menyangkut metodogi keislaman telah ada sebelum ini dalam karya-karya Syed Hosein Nasr. Belakangan, gagasan islamisasi ilmu ini disebarluaskan al-Faruqi serta institut yang didirikannya, yaitu "Institut Pemikiran Islam Antarbangsa". Adapun islamisasi ilmu pengetahuan menurut Prof Alatas, pada Jurnal Ulumul Qur'an bahwa islamisasi ilmu pengetahuan merupakan ilmu yg merujuk pada upaya mengeliminir unsur-unsur serta konsep-konsep utama yang menciptakan kebudayaan serta peradaban Barat, khususnya pada ilmu-ilmu humanisme. Termasuk dalam unsur-unsur serta konsep-konsep ini adalah cara pandang terhadap empiris yang dualistik, doktrin humanisme dan tekanan kepadanya dan penguasaan drama serta taktik pada kehidupan rohani. Konsep-konsep seperti inilah yg menyebabkan ilmu yg nir sepenuhnya sahih itu tersebar keseluruh global. Setelah melewati proses pada atas, ke pada ilmu tadi ditanamkan unsur-unsur serta konsep-konsep utama keislaman.

Dengan demikian, akan terbentuk ilmu yang benar, yaitu ilmu yang sesuai menggunakan fitrah. Unsur-unsur dan konsep-konsep utama keislaman yang dimaksud adalah insan, din, 'ilm, serta ma'rifah, nasihat, 'adl, 'amal, adab, serta sebagainya. Jadi islamisasi ilmu itu adalah pembebasan ilmu berdasarkan pemahaman yang berasaskan kepada idologi, makna serta ungkapan sekular. Adapun ilmu pengetahuan bisa dikatakan menjadi hasil bisnis pemahaman insan yang disusun dalam suatu sistem tentang fenomena, struktur, pembagian, bagian-bagian serta aturan-hukum mengenai hal wacana yang diselidikinya (alam, insan dan jua kepercayaan ) sejauh yang dapat dijangkau daya pemikiran insan yg dibantu penginderaannya, yang kebenarannya diuji secara realitas, riset dan ekperimental.

Kata ontologi, epistemologi serta aksiologi, secara etimologis asal dari bahasa Yunani berdasarkan akar kata ontos, berarti "berada". Episte berarti "pengetahuan". Dan kata aksiologi berarti "berguna". Ketiga istilah tadi ditambah menggunakan kata logos berarti "ilmu pengetahuan, ajaran teori". Sedangkan berdasarkan sisi terminologis, ontologi merupakan ilmu hakekat yang menyelidiki alam konkret ini, bagaimana keadaan yang sebenarnya. Epistemologi merupakan ilmu yang membahas secara mendalam segenap proses dalam bisnis memperoleh pengetahuan. Aksiologi merupakan ilmu pengetahuan mengenai kegunaan ilmu atau hakekat nilai yg terkandung dalam suatu disiplin ilmu. Demikian sekularisasi serta islamisasi ilmu pengetahuan telaah ontologis, epistemologis serta aksiologis bisa diartikan menjadi sebuah upaya melepaskan keterkaitan urusan ilmu pengetahuan dari unsur-unsur agama serta pada sisi lain ada koreksi khususnya berdasarkan kalangan ilmuan muslim buat melakukan usaha kepercayaan , pada hal ini kepercayaan Islam, menggunakan pemahaman nilai-nilai, makna-makna dan tujuan hayati manusia berdasarkan ajaran Islam ke pada ilmu pengetahuan. Dan berusaha menciptakan ilmu pengetahuan itu sarat nilai baik menurut segi hakekat empiris, keterangan empiris maupun manfaat yg diperoleh berdasarkan suatu ilmu.

III. Sekularisasi Ilmu Pengetahuan
Sekularisasi ilmu pengetahuan secara ontologis, berarti membuang segala yg bersifat religius serta mistis, lantaran dicermati nir relevan dalam ilmu. Mitos serta religi disejajarkan serta dipandang sebagai pra ilmu yg hanya bergayut menggunakan bisikan hati (global rasa). Ini berarti bahwa peran Tuhan dan dan segala yg berbau mitos dan bernuansa gaib sebagai sesuatu yg berpengaruh ditiadakan. Sehingga sekularisasi mampu juga disebut menggunakan desakralisasi (melepaskan diri menurut segala bentuk yg bersifat sakral). Sekularisme ilmiah memandang bahwa alam ini tidak mempunyai tujuan serta maksud. Karena alam merupakan benda mati yg netral. Tujuannya sangat dipengaruhi sang manusia. Pandangan ini menyebabkan manusia menggunakan segala daya yg dimiliki mengeksploitasi alam buat kepentingan insan semata.

Sebuah disiplin ilmu juga hendak dipertahankan keobyektifan tujuan maka segala yg terkait menggunakan kepercayaan , pandangan hidup, tradisi serta semua yg bersifat normatif dihindari guna menjaga realitas ilmu sebagai sesuatu yg independen, otonom serta obyektif. Hal ini sesuai dengan epistemologi yg dipakai yakni rasionalisme dan empirisme memandang bahwa asal pengetahuan yg sah adalah realitas (pengalaman). Sebagai konsekuensi berdasarkan epistemologi sekuler maka dalam tataran aksiologinya ilmu itu bebas nilai (value free of sciences) atau ilmu netral nilai.

IV. Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Islamisasi ilmu pengetahuan lahir menjadi koreksi menurut ilmu-ilmu terbaru yang didapatkan oleh dunia Barat yang cenderung bebas nilai dari tuntunan wahyu. Secara ontologis, Islamisasi ilmu pengetahuan memandang bahwa empiris alam semesta, empiris sosial dan historis terdapat aturan-hukum yg mengatur serta aturan itu merupakan ciptaan Tuhan. Sebagai ciptaan Allah, maka empiris alam semesta nir netral akan tetapi memiliki maksud dan tujuan. Hal ini disinyalir pada firman Allah SWT pada QS. Al Imran (3): 191
ربنا ما خلقت هذا با طلا

Artinya:
"Ya Tuhan kami Engkau tidak menciptakan ini (alam) menggunakan sia-sia"

Islamisasi ilmu pengetahuan dalam tataran epistimologinya menelaah ayat-ayat Alquran lantaran sebagian ayat Alquran memasuki wilayah kajian empiris dan historis sebagai akibatnya kebenaran statemennya/pernyataannya terbuka untuk dibuktikan dan dihadapkan dengan metodologi keilmuan. Bahkan ayat yg pertama turun berkenaan dengan perintah membaca juga segala upaya penelitian ilmiah yang bermaksud mendemonstrasikan revolusi ilmiah (QS. Al-Alaq: 1-5). Islamisasi ilmu pengetahuan secara aksiologi memandang bahwa ilmu pengetahuan itu sarat menggunakan nilai-nilai moral (moral value) dengan istilah lain ilmu itu nir netral nilai melainkan pada ilmu pengetahuan itu terkandung nilai-nilai luhur berdasarkan ajaran Islam yg mengkristal pada akar-akar Ilahi.

Seorang sarjana terkemuka yang memperhatikan kasus islamisasi ilmu pengetahuan merupakan Ismail Raji al-Faruqi sebagaimana dikutip oleh Ziaduddin Sardan, pada bukunya Jihad Intelektual. Mengatakan bahwa ilmu pengetahuan yg sifatnya dualisme (sistem Islam serta sistem sekuler) harus dihilangkan dan dihapuskan. Dan kedua sistem ini wajib digabungkan dan diintegrasikan, ad interim sistem yang akan ada harus diwarnai dengan spirit Islam serta berfungsi menjadi bagian integral berdasarkan ideologi. Dengan demikian islamisasi ilmu pengetahuan menjadi penting bagi kita khususnya umat Islam guna meng-counter imbas-efek sekularisasi Barat yang bebas nilai.

EPISTEMOLOGI DAN AKSIOLOGI ILMU PRESPEKTIF ALQURAN

Epistemologi Dan Aksiologi Ilmu Prespektif Al-Qur’an
I. Telaah Ontologis, Epistemologis serta Aksiologis Ilmu
Ketika membicarakan masalah sekularisme, sebagaimana yg dikomentari sang Arkon, bahwa orang acapkali menggabungkan suatu ungkapan yg sangat terkenal pada Injil "Berikanlah Kaisar pada Kaisar dan berikanlah milik Allah pada Allah", karena dari ungkapan inilah, berdasarkan sebagian pendapat, terjadi pemisahan total antara gereja dengan negara di dunia Barat. Padahal sesungguhnya ungkapan Al-Masih (Yesus Kristus) bisa dipahami hanya jika diketahui dengan baik syarat historis waktu itu. Pada waktu ungkapan itu dikemukakan sang Al-Masih, Palestina di bawah kekuasaan Romawi. Dalam situasi demikian, cara satu-satunya bagi seorang tokoh agama merupakan beranjak dalam tataran spritual keagamaan dan nir pada politik. Ungkapan pada Injil tadi sesungguhnya memang bertujuan buat mengendalikan kekuasaan spritual.

Realitas yang terjadi pada dunia Barat khususnya dalam hal pemisahan ilmu pengetahuan dari doktrin gereja menyebabkan ilmu pengetahuan berdiri sendiri tanpa kontrol kepercayaan serta nilai-nilai spritual. Hal tersebut terus berlanjut hingga abad modern kini .

Mellenium III adalah era kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di aneka macam bidang pula disebut abad terbaru. Asumsi ini diwarnai oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan yang secara teoritis telah terdapat sebelum abad modern demikian juga penemuan-inovasi baru (discovery) dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi canggih bermunculan menurut saat ke waktu. Penemuan-penemuan tadi sangat bermanfaat bagi umat manusia menjadi kontribusi dalam upaya memakmurkan bumi ini. Namun satu hal yang sebagai sentral pembahasan khususnya bagi para pemikir Islam adalah Islamisasi ilmu pengetahuan. Sains serta filsafat telah dikenal semenjak awal perkembangan Islam, bahwa masih ada arus intelektual pada kalangan orang-orang Islam buat menanggapi pemikir Yunani dan dampak berdasarkan rangsangan itu ternyata, mereka lebih membuat serta kreatif yang pada akhirnya membantu perkembangan-perkembangan pada Eropa. Akan tetapi dalam perkembangannya sains serta filsafat mengalami kemunduran pada tangan umat Islam.

Masalah sekularisasi serta Islamisasi ilmu pengetahuan masih dalam suasana polemik para ahli. Hal ini disebabkan satu sisi ingin melahirkan ilmu pengetahuan yang obyektif dengan pendekatan saintifik, ad interim di sisi lain kecenderungan ad interim ilmuan muslin supaya ilmu pengetahuan lahir berdasarkan Islam menurut Alquran dan Hadis, menggunakan pendekatan teologi normatif (keagamaan). Berkenaan menggunakan kajian tentang ilmu pengetahuan pada kaitannya menggunakan sekularisasi sangat krusial buat dikaji, hal tadi akan sanggup dipahami bagaimana urgennya islamisasi ilmu pengetahuan. Berangkat menurut warta yang telah diuraikan tersebut, maka yg menarik buat ditinjau, apa yg dimaksud menggunakan sekularisasi serta Islamisasi ilmu pengetahuan ? Lalu bagaimana sekularisasi dan Islamisasi ilmu pengetahuan dilihat dari aspek ontologis, epistemologis serta aksiologisnya?

II. Defenisi Sekularisasi serta Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Sekularisasi asal berdasarkan bahasa Inggris "Secular" yg merupakan kata sifat yang berarti sekuler, duniawi. Dalam ensiklopedia Indiana disebutkan:

"Secularism is an ethical system founded of the principles of natural morality and independent of revealed religion or supernaturalism" 

"Sekularisme merupakan suatu sistem etis (peradaban) yang berdasarkan dalam prinsip-prinsip moralitas yg dialami dan terlepas dari kepercayaan yg diwahyukan atau hal-hal yg gaib".

Dari kata sekularisme ini dibuat menjadi kata kerja "Secularize" yg diartikan dengan "menerapkan pendidikan kepada hal duniawi (bukan kepercayaan )", atau yg biasa pula diistilahkan menggunakan "sekularisasi". Arti sekularisasi itu sendiri menurut segi bahasa yaitu: hal-hal yang membawa kearah kehidupan yang nir didasarkan pada ajaran kepercayaan . Adapun kata islamisasi ilmu pengetahuan dapat diartikan memasukkan unsur agama, pada hal ini agama Islam, menggunakan pemahaman nilai-nilai, makna-makna serta tujuan hayati insan berdasarkan ajaran Islam ke dalam ilmu pengetahuan. Islamisasi ilmu pengetahuan lahir sebagai koreksi dari ilmu-ilmu terkini yg dihasilkan oleh global Barat yang cenderung bebas nilai dari tuntunan wahyu.

Ungkapan islamisasi ilmu dalam awalnya dicetuskan oleh Prof. Syed Muhammad al-Naquib Alatas pada tahun 1379/1977. Sebelumnya almarhum Ismail Ahl al-Riwayah al-Farugi mengintrodusir suatu goresan pena tentang islamisasi ilmu-ilmu sosial. Meskipun, gagasan ilmu keislaman, khususnya menyangkut metodogi keislaman telah ada sebelum ini dalam karya-karya Syed Hosein Nasr. Belakangan, gagasan islamisasi ilmu ini disebarluaskan al-Faruqi serta institut yang didirikannya, yaitu "Institut Pemikiran Islam Antarbangsa". Adapun islamisasi ilmu pengetahuan berdasarkan Prof Alatas, dalam Jurnal Ulumul Qur'an bahwa islamisasi ilmu pengetahuan adalah ilmu yang merujuk pada upaya mengeliminir unsur-unsur dan konsep-konsep pokok yang membangun kebudayaan serta peradaban Barat, khususnya pada ilmu-ilmu humanisme. Termasuk dalam unsur-unsur serta konsep-konsep ini adalah cara pandang terhadap realitas yang dualistik, doktrin kemanusiaan dan tekanan kepadanya serta penguasaan drama serta strategi dalam kehidupan rohani. Konsep-konsep misalnya inilah yang mengakibatkan ilmu yg nir sepenuhnya sahih itu beredar keseluruh dunia. Setelah melewati proses pada atas, ke pada ilmu tersebut ditanamkan unsur-unsur serta konsep-konsep utama keislaman.

Dengan demikian, akan terbentuk ilmu yg sahih, yaitu ilmu yang sesuai menggunakan fitrah. Unsur-unsur serta konsep-konsep utama keislaman yg dimaksud adalah manusia, din, 'ilm, dan ma'rifah, pesan tersirat, 'adl, 'amal, adab, dan sebagainya. Jadi islamisasi ilmu itu adalah pembebasan ilmu menurut pemahaman yg berasaskan pada idologi, makna serta ungkapan sekular. Adapun ilmu pengetahuan dapat dikatakan menjadi hasil bisnis pemahaman insan yg disusun pada suatu sistem mengenai kenyataan, struktur, pembagian, bagian-bagian dan hukum-aturan tentang hal perihal yang diselidikinya (alam, manusia serta pula kepercayaan ) sejauh yg bisa dijangkau daya pemikiran insan yg dibantu penginderaannya, yang kebenarannya diuji secara realitas, riset serta ekperimental.

Kata ontologi, epistemologi serta aksiologi, secara etimologis asal dari bahasa Yunani berdasarkan akar istilah ontos, berarti "berada". Episte berarti "pengetahuan". Dan istilah aksiologi berarti "berguna". Ketiga istilah tadi ditambah menggunakan kata logos berarti "ilmu pengetahuan, ajaran teori". Sedangkan dari sisi terminologis, ontologi adalah ilmu hakekat yang memeriksa alam nyata ini, bagaimana keadaan yg sebenarnya. Epistemologi adalah ilmu yg membahas secara mendalam segenap proses dalam usaha memperoleh pengetahuan. Aksiologi merupakan ilmu pengetahuan tentang kegunaan ilmu atau hakekat nilai yang terkandung pada suatu disiplin ilmu. Demikian sekularisasi dan islamisasi ilmu pengetahuan jajak ontologis, epistemologis serta aksiologis bisa diartikan sebagai sebuah upaya melepaskan keterkaitan urusan ilmu pengetahuan berdasarkan unsur-unsur kepercayaan dan di sisi lain muncul koreksi khususnya berdasarkan kalangan ilmuan muslim buat melakukan bisnis kepercayaan , pada hal ini agama Islam, menggunakan pemahaman nilai-nilai, makna-makna dan tujuan hayati insan menurut ajaran Islam ke pada ilmu pengetahuan. Dan berusaha membuat ilmu pengetahuan itu sarat nilai baik dari segi hakekat empiris, warta empiris maupun manfaat yang diperoleh menurut suatu ilmu.

III. Sekularisasi Ilmu Pengetahuan
Sekularisasi ilmu pengetahuan secara ontologis, berarti membuang segala yang bersifat religius dan mistis, lantaran dipandang nir relevan dalam ilmu. Mitos dan religi disejajarkan serta dicermati sebagai pra ilmu yg hanya bergayut menggunakan intuisi (global rasa). Ini berarti bahwa peran Tuhan serta serta segala yg berbau mitos serta bernuansa gaib sebagai sesuatu yg berpengaruh ditiadakan. Sehingga sekularisasi bisa jua diklaim menggunakan desakralisasi (melepaskan diri berdasarkan segala bentuk yg bersifat sakral). Sekularisme ilmiah memandang bahwa alam ini tidak memiliki tujuan dan maksud. Lantaran alam adalah benda mangkat yang netral. Tujuannya sangat dipengaruhi oleh manusia. Pandangan ini menyebabkan manusia dengan segala daya yang dimiliki mengeksploitasi alam buat kepentingan insan semata.

Sebuah disiplin ilmu pula hendak dipertahankan keobyektifan tujuan maka segala yg terkait dengan kepercayaan , pandangan hidup, tradisi dan semua yang bersifat normatif dihindari guna menjaga realitas ilmu sebagai sesuatu yang independen, otonom dan obyektif. Hal ini sinkron menggunakan epistemologi yang digunakan yakni rasionalisme serta empirisme memandang bahwa sumber pengetahuan yg absah adalah empiris (pengalaman). Sebagai konsekuensi menurut epistemologi sekuler maka pada tataran aksiologinya ilmu itu bebas nilai (value free of sciences) atau ilmu netral nilai.

IV. Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Islamisasi ilmu pengetahuan lahir sebagai koreksi menurut ilmu-ilmu terkini yang didapatkan sang dunia Barat yg cenderung bebas nilai berdasarkan tuntunan wahyu. Secara ontologis, Islamisasi ilmu pengetahuan memandang bahwa empiris alam semesta, empiris sosial dan historis terdapat aturan-aturan yg mengatur serta hukum itu adalah kreasi Tuhan. Sebagai ciptaan Allah, maka empiris alam semesta tidak netral tapi memiliki maksud serta tujuan. Hal ini disinyalir pada firman Allah SWT pada QS. Al Imran (3): 191
ربنا ما خلقت هذا با طلا

Artinya:
"Ya Tuhan kami Engkau nir membangun ini (alam) menggunakan sia-sia"

Islamisasi ilmu pengetahuan dalam tataran epistimologinya mempelajari ayat-ayat Alquran karena sebagian ayat Alquran memasuki daerah kajian empiris serta historis sebagai akibatnya kebenaran statemennya/pernyataannya terbuka buat dibuktikan serta dihadapkan menggunakan metodologi keilmuan. Bahkan ayat yang pertama turun berkenaan dengan perintah membaca jua segala upaya penelitian ilmiah yg bermaksud mendemonstrasikan revolusi ilmiah (QS. Al-Alaq: 1-lima). Islamisasi ilmu pengetahuan secara aksiologi memandang bahwa ilmu pengetahuan itu sarat menggunakan nilai-nilai moral (moral value) dengan istilah lain ilmu itu nir netral nilai melainkan pada ilmu pengetahuan itu terkandung nilai-nilai luhur dari ajaran Islam yg mengkristal dalam akar-akar Ilahi.

Seorang sarjana terkemuka yg memperhatikan kasus islamisasi ilmu pengetahuan adalah Ismail Raji al-Faruqi sebagaimana dikutip sang Ziaduddin Sardan, pada bukunya Jihad Intelektual. Mengatakan bahwa ilmu pengetahuan yg sifatnya dualisme (sistem Islam dan sistem sekuler) harus dihilangkan serta dihapuskan. Dan ke 2 sistem ini harus digabungkan dan diintegrasikan, sementara sistem yang akan timbul harus diwarnai dengan spirit Islam dan berfungsi menjadi bagian integral menurut ideologi. Dengan demikian islamisasi ilmu pengetahuan sebagai krusial bagi kita khususnya umat Islam guna meng-counter pengaruh-impak sekularisasi Barat yang bebas nilai.