MANFAAT TEKNOLOGI INFORMASI DALAM MENDUKUNG KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI

Manfaat Teknologi Informasi Dalam Mendukung Komunikasi Dalam Organisasi
Pengertian Komunikasi
Istilah manajemen komunikasi merupakan nisbi baru. Komunikasi itu sendiri bukan adalah bagian penting dari perbendaharaan ka_ ta manajemen sampai akhir tahun 1940-an serta permulaan 1950-an. Namun, sejalan dengan organisasi sebagai semakin."sadar manusia" dalam pendekatan interaksi manusiawi (lihat bab tiga) serta sejalan de­ngan para ahli konduite mulai menerapkan penelitian-penelitian me­reka pada organisasi, komunikasi menjadi bagian penting yang diper­hatikan manajemen. Bagaimanapun jua, komunikasi tetap merupa­kan alat-alat (tool) manajemen yg dibuat buat mencapai tu­juan serta nir dievaluasi atas dasar output akhir pada komunikasi itu sen­diri.

Komunikasi merupakan proses pemindahan pengertian pada ben­tuk gagasan atau informasi dari seseorang ke orang lain. Perpindahan pengertian tadi melibatkan lebih dari sekedar istilah-istilah yang pada­gunakan pada dialog, namun juga aktualisasi diri paras, intonasi, ti­tik putus vokal serta sebagainya. Dan perpindahan yg efektif me­merlukan nir hanya transmisi data, tetapi bahwa seseorang mengi­rimkan informasi serta menerimanya sangat tergantung dalam ketrampilan­ketrampilan tertentu (membaca, menulis, mendengar, berbicara dan lain-lain) buat menciptakan sukses pertukaran fakta.

Komunikasi, menjadi suatu proses dengan mana orang-orang ber­maksud menaruh pengertian-pengertian melalui pengiringan be­rita secara simbolis, bisa menghubungkan para anggota berbag~ sa­tuan organisasi yang tidak sama dan bidang yang tidak sama pula, sebagai akibatnya seringkali dianggap rantai pertukaran fakta. Konsep ini mempunyai unsur-unsur : 
1. Suatu aktivitas buat menciptakan seseorang mengerti, 
2. Suatu sarana pengaliran berita serta 
3. Suatu sistem bagi ter­jalinnya komunikasi pada antara individu-individu. 

Pandangan tradisional tentang komunikasi sudah banyak diubah oleh perkembangan teknologi, yaitu bahwa komunikasi nir hanya terjadi antara dua atau lebih individu, tetapi meliputi juga komunikasi antara orang­-orang serta mesin-mesin, dan bahkan antara mesin dengan mesin lain­.

Stoner, Freeman, dan Gilbert (1995) mendefinisikan komunikasi sebagai the process by which people attempt to share meaning via the transmission of symbolic messages. Komunikasi adalah proses di mana seseorang berusaha untuk memberikan pengertian atau pesan pada orang lain melalui pesan simbolis. Komunikasi sanggup dilakukan secara eksklusif maupun nir langsung, menggunakan memakai banyak sekali media komunikasi yang tersedia. Komunikasi langsung berarti komunikasi disampaikan tanpa penggunaan mediator atau mediator, sedangkan komunikasi tidak pribadi berarti sebaliknya. 

Berdasarkan pengertian di atas, maka komunikasi mempunyai beberapa elemen krusial, yaitu:
  • Komunikasi melibatkan orang-orang, sehingga komunikasi yg efektif terkait dengan bagaimana orang-orang bisa berinteraksi satu sama lain secara lebih efektif. 
  • Komunikasi berarti terjadinya menyebarkan informasi atau anugerah fakta mau­pun pengertian (sharing meaning), sehingga supaya anugerah informasi juga pengertian ini dapat terjadi, maka pihak-pihak yg berkomunikasi perlu me­nyadari serta mengerti berbagai kata atau pengertian yg mereka pakai pada melakukan komunikasi. Apabila nir, maka kemungkinan terjadinya galat persepsi dalam komunikasi sangat tinggi. 
  • Komunikasi melibatkan simbol-simbol, yg berarti komunikasi bisa berupa bahasa tubuh, suara, huruf, angka, dan lain-lain sebagai bentuk simbolis dari komunikasi yang dilakukan. 
Proses Terjadinya Komunikasi
Bagaimana sesungguhnya komunikasi terjadi? Gambar berikut ini menyebutkan tentang proses komunikasi.

Suatu sistem komunikasi organisasi mencerminkan berbagai macam individu menggunakan latar belakang, pendidikan, agama, ke­budayaan, keadaan jiwa, dan kebutuhan yang bhineka. Tetapi apabila individu-individu dalam organisasi berkomunikasi, apa yang pada­perbuat ? Berikut ini akan dibahas contoh komunikasi dasar agar da­pat dipahami mengapa komunikasi sering gagal dan kegiatan-aktivitas yang perlu diambil manajer untuk menaikkan efektifitas komu­nikasi.

Model Komunikasi Antar Pribadi
Model proses komunikasi yg paling sederhana merupakan sebagai berikut :

Pengirim →→ Berita →→ Penerima

Model ini memperlihatkan tiga (3) unsur esensi komunikasi. Bila keliru satu unsur hilang, komunikasi nir bisa berlangsung. Sebagai con­toh, seorang bisa mengirimkan keterangan, tetapi bila nir ada yang menerima atau mendengar, komunikasi tidak terjadi.

Meskipun modelnya sederhana, proses komunikasi merupakan kom­pleks. Sebagai satu gambaran kompleksnya proses komunikasi adalah "telephone", di mana pengirim mengungkapkan suatu keterangan, namun penerima mungkin mendengar atau menerima fakta bukan yg pada­maksudkan pengirim.

Model proses komunikasi yg lebih terang, menggunakan unsur­unsur penting yang terlibat pada komunikasi antara serta pada antara para anggota organisasi, bisa digambarkan pada Gambar dibawah ini.

Sumber (source). Sumber atau pengirim berita memainkan langkah pertama dalam proses komunikasi. Sumber mengendalikan macam keterangan yang dikirim, susunan yang digunakan, serta sering saluran me­lalui mana informasi dikirimkan. Dalam organisasi, asal adalah pihak yang memiliki kebutuhan serta hasrat buat mengkomu­nikasikan sesuatu gagasan, pemikiran, fakta, serta sebagainya, ke­pada pihak lain.

Pengubahan warta ke dalam sandi/kode (encoding). Langkah ke 2 ini encoding the message megubah fakta ke pada berbagai bentuk simbol-simbol mulut atau nonverbal yg mampu memindah­kan pengertian, seperti kata-istilah pencakapan atau tulisan, nomor , ge­rakan, ataupun aktivitas.

Dari beberapa simbol yg tersedia, pengirim keterangan menye­leksi salah satu yang akan bisa memenuhi kebutuhan khusus. Pe­ngirim fakta seharusnya nir hanya memikirkan apa yg akan pada­katakan namun pula bagaimana hal itu akan tersaji supaya pengaruh yg diinginkan menurut penerima terpenuhi. Jadi, informasi wajib disesuai­kan dengan taraf pemahaman, kepentingan dan kebutuhan pene­rima buat mencapai konsekuensi-konsekuensi yang diinginkan. Simbol-simbol harus diseleksi atas dasar pemahaman yg akan di­peroleh menurut pendengar atau pembaca. Kesamaan pengertian ini pen­ting, lantaran ketidaksamaan pengertian akan menyebabkan salah ko­munikasi.

Pengiriman kabar (transmitting the message). Langkah ketiga men­cerminkan pilihan komunikator terhadap media atau "saluran distri­busi". Komunikasi verbal mungkin disampaikan melalui banyak sekali sa­luran - telephone, mesin pendikte, orang atau videotape. Hal ini mungkin dilakukan secara langsung atau dalam rendezvous gerombolan dengan banyak orang. Dalam kenyataannya, keliru satu keputusan krusial yang wajib dibuat pengirim merupakan pada penentuan saluran yang sempurna atau sesuai bagi pengiriman keterangan eksklusif.

Manfaat komunikasi mulut, orang per orang, adalah kesempatan buat berinteraksi antara sumber serta penerima, memungkinkan ko­munikasi nonverbal (gerakan tubuh, intonasi suara, dan lain-lain), di sampaikannya fakta secara cepat, dan memungkinkan umpan ba­lik diperoleh segera.

Sedangkan komunikasi tertulis dapat disampaikan melalui salur­an-saluran seperti memo, surat, laporan, catatan, bulletin dewan di­rektur, manual perusahaan, serta surat liputan. Komunikasi tulisan mempunyai manfaat dalam hal penvediaan laporan atau dokumen untuk kepentingan di waktu mendatang.

Agar komunikasi lebih efisien dan efektif manajer perlu mem­pertimbangkan penentuan media atau saluran yang ada. Sebagai con­toh, ucapan "selamat pagi" nir perlu ditulis dalam bentuk memo, sebaliknya hadiah pesanan sebaiknya ditulis dengan bentuk me­mo.

Penerimaan keterangan. Langkah keempat adalah penerimaan kabar sang pihak penerima. Pada dasanya, orang-orang mendapat informasi melalui ke lima pancaindera mereka penglihatan, indera pendengaran, lidah, perabaan dan penciuman. Pengiriman warta belum lengkap atau ti­dak terjadi bila suatu pihak-belum menerima warta. Banyak Komuni­kasi penting gagal lantaran seorang tidak pernah menerima berita.

Pengartian atau penterjemahan kembali liputan (decoding). Langkah kelima proses komunikasi merupakan decoding. Hal ini menyangkut pe­ngartian simbol-simbol oleh penerima. Proses ini ditentukan oleh la­tar belakang, kebudayaan, pendidikan, lingkungan, praduga, serta gangguan pada sekitarnya. Selalu terdapat kemungkinan bahwa kabar berdasarkan sumber, saat diartikan oleh penerima, akan menghasilkan pengerti­an yg jauh tidak selaras dengan yg dimaksud oleh pengirim. Jadi, pe­nerima mempunyai tanggung jawab akbar buat efektifitas komuni­kasi, dalam hal komunikasi dua arah. Manajer dan bawahan bisa berperan baik sebagai asal maupun penerima pada suatu interak­si. Berbagai macam interaksi bisa dilakukan dengan ruang lingkup, taraf kepentingan dan periode saat yg bhineka.

Umpan balik (feedback). Setelah keterangan diterima serta diterjemahkan, penerima mungkin mengungkapkan liputan balasan yang ditujukan ke­pada pengirim mula-mula atau orang lain. Jadi, komunikasi merupakan proses yang berkesinambungan serta tak pernah berakhir. Seseorang berkomunikasi, penerima menanggapinya melalui komunikasi selan­jutnya menggunakan pengirim atau orang lain, dan seterusnya. Tanggapan ini diklaim umpan kembali.

Manajemen bisa mendistribusikan suatu bulletin yang berisi kebijaksanaan baru kepada grup-penyelia, tetapi sampai terdapat tanggapan pada bentuk pertanyaan, persetujuan, komentar atau konduite atau hingga sudah adanya pengujian buat melihat apakahkebijaksanaan dijalankan atau nir, manajemen nir akan memahami se­berapa efektif penyataan tersebut.

Komunikasi Organisasi
Semua faktor yg dibahas pada model proses komunikasi di atas, bisa pula diterapkan dalam komunikasi pada organisasi. Kom­munikasi efektif di mana saja, menyangkut penyampaian berita dari seorang kepada orang lain secara akurat. Hanya bedanya efektifi­tas komunikasi dalam organisasi pdipengaruhi oleh beberapa faktor spesifik. Raymond V. Lesikar telah menguraikan 4 (empat) faktor yang mempengaruhi efektifitas komunikasi organisasi, yaitu saluran komunikasi formal, struktur organisasi, spesialisasi iabatan serta apa yg disebut Lesikar menjadi "pemilikan berita". 

Saluran komunikasi formal mensugesti efektifitas komuni­kasi pada dua cara. Pertama, keterangan saluran formal semakin mele­bar sesuai perkembangan serta pertumbuhan organisasi. Sebagai con­toh, komunikasi efektif umumnya semakin sulit dicapai pada organi­sasi yg akbar menggunakan cabang-cabang yg menyebar. Kedua, saluran komunikasi formal dapat menghambat genre liputan antar taraf­tingkat organisasi. Sebagai contoh, karyawan lini perakitan hampir selalu akan mengkomunikasikan perkara-masalah dalam penyelia (mandor) mereka serta bukan dalam manajer pabrik. Keterbatasan ini mempunyai kebaikan (misalnya menghindarkan manajer atas berdasarkan ke­banjiran informasi), namun juga memiliki kelemahan (seperti meng­hindarkan manajer atas berdasarkan warta yg seharusnya mereka per­oleh).

Struktur kewenangan organisasi mempunyai imbas yang sama terhadap efektifitas organisasi. Perbedaan kekuasaan dan kedudukan (status) dalam organisasi akan memilih pihak-pihak yang berko­munikasi dengan seseorang serta isi serta ketepatan komunikasi. Seba­gai model, dialog antara direktur perusahaan dengan karyawan akan dibatasi formalitas serta kesopanan, sehingga nir terdapat pihak yg berkehendak untuk menyampaikan sesuatu yg krusial.

Spesialisasi jabatan umumnya akan mempermudah komunikasi dalam grup-grup yg tidak sinkron. Para anggota suatu kelom­pok kerja yang sama akan cenderung berkomunikasi dengan kata, tujuan, tugas, ketika, serta gaya yang sama. Komunikasi antara kelom­pok-grup yg sangat tidak sinkron akan cenderung di hambat.

Pemilikan fakta berarti bahwa individu-individu mempu­nyai kabar khusus serta pengetahuan tentang pekerjaan-pekerjaan mereka. Sebagai contoh, manajer produk akan mempunyai penga­matan yang lebih tajam dalam perumusan taktik-taktik pemasar­an, ketua departemen mungkin memiliki cara tertentu yg efek­tif buat menangani konflik pada antara para bawahannya. Individu­individu yang mempunyai keterangan-warta spesifik ini bisa ber­fungsi lebih efektif daripada lainnya, dan banyak pada antara mereka yang tidak bersedia membagikan berita tersebut kepada yg lain.

Jaringan komunikasi pada organisasi. Organisasi bisa merancang jaringan atau struktur komunikasi dalam aneka macam cara. Jaringan ko­munikasi mungkin dirancang kaku, misalnya bahwa karyawan dihentikan berkomunikasi dengan siapapun kecuali atasannya eksklusif. Jaringan semacam ini umumnya dimaksudkan buat menghindarkan manajer atas berdasarkan keterangan berlebihan yg nir perlu serta menjaga kekuasa­an serta statusnya. Sebaliknya, jaringan mungkin dibuat lebih be­bas, pada mana individu-individu dapat berkomunikasi dengan setiap orang dalam setiap tingkat. Jaringan seperti ini dipakai jika aliran komunikasi yg lebih bebas sangat dibutuhkan, misalnya dalam depar­temen riset.

Ada 4 (empat) macam jaringan komunikasi, misalnya terlihat da­lam gambar diatas. Dalam jaringan "lingkaran" ; sebagai contoh, B ha­nya bisa berkomunikasi dengan A serta C. Untuk berkomunikasi de­ngan E, B wajib melalui A atau melalui C dan D. Pola "rantai" me­nunjukkan dua bawahan (A serta E) yang melapor pada atasan me­reka (B dan D), yg selanjutnya sang B serta D dilaporkan ke C. Pa­da jaringan "bintang"; C bisa berkomunikasi eksklusif dengan A, B, D serta E, walaupun mereka ini tidak bisa berkomunikasi langsung satu sama lain. Sebagai model, empat tenaga penjual (A, B, D, E) melapor ke manajer cabang (C). Sedangkan jaringan "huruf Y" ; sanggup masih ada dalam bagian sekretariat di mana surat-surat diteri­ma oleh E, disortir sang D serta distribusikan oleh C.

Jaringan "huruf Y" dan "bintang" merupakan komunikasi yang ter­pusat, menggunakan C dalam posisi sentra. Komunikasi yang disentralisasi ini lebih efektif buat merampungkan kasus-masalah rutin dan nir kompleks, lantaran lebih cepat serta lebih akurat. Tetapi jika kasus­nya kompleks, jaringan "bundar" dan "rantai" yang didesentrali­sasi, akan lebih cepat serta akurat penyelesaiannya. Kepuasan anggota gerombolan jua cenderung lebih tinggi pada jaringan jaringan yg didesentralisasi.

SALURAN KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI
Pemahaman yang lebih baik mengenai komunikasi organisasi da­pat diperoleh dengan mengusut arah-arah dasar gerakannya yang tampak dengan terbentuknya saluran-saluran komunikasi. Saluran­saluran komunikasi formal dipengaruhi oleh struktur organisasi atau ditunjukkan oleh banyak sekali sarana formal lainnya, tipe saluran-saluran dasar komunikasi terdapat­lah vertikal, lateral serta diagonal.

Komunikasi Vertikal
Komunikasi vertikal terdiri atas komunikasi ke atas serta ke ba­wah sesuai rantai perintah. Komunikasi ke bawah (downward com­munication) dimulai menurut manajemen puncak lalu mengalir ke bawah melalui tingkatan-tingkatan manajemen hingga ke karyawan lini serta personalia paling bawah. Maksud primer komunikasi ke ba­wah merupakan buat memberi pengarahan, fakta, instruksi, nase­hat/saran dan evaluasi pada bawahan serta menaruh informa­si kepada para anggota organisasi mengenai tujuan serta kebijaksanaan organisasi.

Berita-berita ke bawah bisa berbentuk goresan pena maupun mulut, dan umumnya disampaikan melalui memo, laporan atau dokumen lain­nya, bulletin, pertemuan atau rapat, dan dialog serta melalui in­teraksi orang per orang atau grup-kelompok kecil. Manajemen seharusnya nir hanya memusatkan perhatiannya pada usaha komu­nikasi ke bawah, tetapi juga komunikasi ke atas.

Fungsi utama komunikasi ke atas (upward communication) terdapat­lah buat mensuplai informasi kepada strata manajemen atas ten­tang apa yang terjadi pada tingkatan bawah. Tipe komunikasi ini mencakup laporan-laporan periodik, penjelasan, gagasan, dan permin­taan buat diberikan keputusan. Hal ini dapat dilihat menjadi da­ta atau berita umpan balik bagi manajemen atas.

Bentuk-bentuk komunikasi misalnya kebijaksanaan "pintu terbu­ka", sistem komunikasi informal, kuesioner perilaku, dewan manajemen­karyawan, atau sistem inspektur jenderal didesain buat memudah­kan komunikasi ke atas ke manajemen puncak .

Komunikasi Lateral atau Horizontal
Komunikasi lateral atau horizontal meliputi hal-hal berikut adalah :
1. Komunikasi pada antara para anggota dalam grup kerja yang sama.
2. Komunikasi yang terjadi antara dan pada antara departemen-de­partemen dalam tingkatan organisasi yang sama.

Bentuk komunikasi ini dalam dasarnya bersifat koordinatif, dan adalah output dari konsep spesialisasi organisasi. Sehingga komu­nikasi ini dibuat guna mempermudah koordinasi serta penanganan kasus. Komunikasi lateral, selain membantu koordinasi aktivitas­kegiatan lateral, pula menghindarkan prosedur pemecahan perkara yang lambat.

Komunikasi Diagonal
Komunikasi diagonal merupakan komunikasi yg memotong secara menyilang diagonal rantai perintah organisasi. Hal ini acapkali terjadi sebagai hasil hubungan-interaksi departemen lini dan staf. Seperti telah dibahas dalam bab 10 bahwa hubungan-interaksi yg terdapat antara personalia lini dan staf dapat bhineka, yang akan membentuk beberapa komunikasi diagonal yg bhineka jua.

PERANAN KOMUNIKASI INFORMAL
Pembahasan genre-genre komunikasi di atas merupakan berkenaan menggunakan yg dianggap komunikasi "formal", sebagai saluran penyam­paian informasi yang dibuat manajer organisasi buat memudahkan hubungan pekerjaan. Komunikasi informal, bagaimanapun juga, ada­lah jua bagian penting genre komunikasi organisasi. Bentuk komuni­kasi ini timbul menggunakan banyak sekali maksud, yg mencakup antara lain :
1. Pemuasan kebutuhan-kebutuhan manusiawi, seperti kebutuhan buat herbi orang lain.
2. Perlawanan terhadap pengaruh-efek yang terus-menerus atau membosankan.
3. Pemenuhan keinginan buat menghipnotis perilaku orang lain. 
4. Pelayanan menjadi sumber berita hubungan pekerjaan yg tidak disediakan saluran-saluran komunikasi formal.

Tipe komunikasi informal yang paling terkenal merupakan 'grapevme " (mendengar sesuatu bukan berdasarkan asal resmi, namun dari desas­desus, liputan angin atau "slentingan"). Sistem komunikasi "grapevme" cenderung dipercaya menghambat atau merugikan, lantaran nir sporadis terjadi penyebaran informasinya nir sempurna, tidak lengkap dan me­nyimpang. Selain itu, desas-desus cenderung bersifat membakar, nir sinkron dengan fenomena, lebih bersifat emosional daripada logika, dan kadang-kadang dirahasiakan menurut anggota yg memiliki we­wenang manajerial lebih tinggi. 

Di lain pihak, komunikasi "grapevme" memiliki peranan fungsional menjadi alat komunikasi tambahan bagi organisasi. Banyak penelitian yang mengambarkan bahwa komunikasi "grapevme" lebih cepat, lebih seksama dan lebih efektif dalam menyalurkan liputan. Manajer bisa mempergunakan komunikasi ini menggunakan warta yg sengaja "dibocorkan".

Manajer wajib menyadari bahwa komunikasi informal dan ter­utama "grapevme" tidak dapat dihilangkan. Bahkan, sebaiknya ma­najer perlu memahami dan memakai "grapevme" sebagai peleng­kap komunikasi formal. Peran galat komunikasi ini dapat diminimal­kan menggunakan merancang saluran komunikasi formal yg baik, dan me­nyebarkan keterangan dengan cepat dan sempurna.

EFEKTIVITAS KOMUNIIKASI
Berbagai pennyebab timbulnya kasus-perkara komunikasi dan betapa sulitnya mencapai komunikasi efektif telah dibahas di atas. Sekarang akan dibicarakan banyak sekali cara dengan mana para manajer bisa menaikkan efektivitas komunikasi. Teknik-teknik ini dalam dasarnya merupakan cara-cara buat mengatasi kesulitan-kesulitan yang tersaji sebelumnya.

Kesadaran Akan Kebutuhan Komunikasi Efektif
Karena berbagai kendala organisasional dan antar pribadi, komunikasi efektif nir bisa dilaiarkan terjadi begitu saja. Mana­jer' wajib memainkan peranan penting dalam proses komunikasi, pada mana hanya menggunakan cara itu kemudian dapat diambil langkah-langkah buat menaikkan efektivitas komunikasi.

Pentingnya komunikasi mengakibatkan poly perusahaan besar menggunakan para "ahli komunikasi". Para seorang ahli komunikasi ini membantu pemugaran komunikasi menggunakan bantuannya pada para penyelia memecahkan perkara-perkara komunikasi internal; penen­tuan taktik komunikasi perusahaan sehubungan dengan "layoffs", penutupan pabrik atau relokasi, serta terminasi; dan pengukuran kua­litas kegiatan-aktivitas komunikasi, melalui interview (wawancara) atau berita umum.

Penggunaan Umpan - Balik
Peralatan krusial pengembangan komunikasi lainnya adalah penggunaan umpan pulang keterangan-fakta yang dikirim. Komunikasi dua arah ini memungkinkan proses komunikasi berjalarn lebih efektif. Para manajer bisa melakukan paling sedikit 2. Hal buat mendo­rong umpan balik serta menggunakannya secara efektif. Manajer dapat membentuk lingkungan yang mendorong umpan kembali, dan menda­patkan umpan balik melalui aktivitas mereka sendiri.

Cara manajer berkcmunikasi dengan para bawahannya bisa memilih jumlah umpan kembali yg akan mereka terima. Di sam­ping itu, tipe komunikasi yang dipakai serta lingkungan komunika­si krusial dalam penentuan umpan kembali macam apa yang akan dida­patkannya. Dalam hal ini manajer perlu memainkan peranan aktif dalam pengadaan umpan balik tersebut. Sebagai model, sehabis menaruh penugasan suatu pekerjaan manajer dapat bertanya, "Apakah saudara mengerti ?" atau "Apakah saudara memiliki pertanyaan ?" atau "Apakah terdapat yg belum saya jelaskan ?" Tetapi pertanyaan-pertanyaan itu tidak mendorong timbulnya jawaban ja­waban, sebagai akibatnya pendekatan yg lebih langsung dapat dilakukan de­ngan mengatakan :"Pekerjaan ini merupakan krusial; karena itu pahami sahih setiap langkah, laporkan kepada saya apa yang akan saudara lakukan".

Di lain pihak, para manajer perlu secara aktif mencari umpan pulang. Manajemen partisipatif dan komunikasi tatap muka merupa­kan cara-cara yang dapat digunakan buat menaikkan efektifi­tas komunikasi melalui penggunaan umpan kembali.

Menjadi Komunikator yg Lebih Efektif
Teknik-teknik komurikasi yang tidak baik mengganggu poly ma­najer, misalnya ha.lnya mengganggu interaksi mereka dengan para ba­wahannya pada luar pekerjaan. Oleh karenanya, latihan-latihan dalam penulisan serta penyampaian fakta secara mulut perlu dilakukan un­tuk meningkatkan pemahaman akan simbol-simbol, penggunaan ba­hasa, pengutaraan yg sempurna dan kepekaan terhadap latar belakang penerima kabar.

Salah satu alat-alat yang dipakai secara efektif oleh para psi­kolog, pembimbing, dan orang-orang yang profesinya memerlukan pemahaman yg mendalam tentang klien mereka, yaitu active listen­ing,bisa dipergunakan untuk berbagi dimensi baru ke­trampilan manajemen para manajer. Prinsip dasar peralatan ini ada­lah penggunaan reflective statements (pernyataan balik ) oleh pende­ngar. Bagaimanapun pula, posisi kunci para manajer dalam proses ko­munikasi, membuat kebutuhan mendesak bagi pengembangan diri untuk menjadi komunikator yg lebih efektif.

Pedoman Komunikasi yang Baik
American Management Associations (AMA) sudah menyusun se­jumlah prinsip-prinsip komunikasi yang diklaim "the Ten Command­ments of Good Communication" (sepuluh pedoman komunikasi yang baik). Pedoman-pedoman ini disusun buat mempertinggi efektifitas komunikasi organisasi, yang secara ringkas merupakan menjadi berikut:
1. Cari kejelasan gagasan-gagasan terlebih dahulu sebelum dikomu­nikasikan.
2. Teliti tujuan sebenarnya setiap komunikasi.
3. Pertimbangkan keadaan phisik serta insan holistik kapan saja komunikasi akan dilakukan.
4. Konsultasikan menggunakan pihak-pihak lain, bila perlu, dalam peren­canaan komunikasi.
5. Perhatikan tekanan nada dan aktualisasi diri lainnya sesuai isi dasar kabar selama berkomunikasi.
6. Ambil kesempatan, jika ada, buat menerima segala se­suatu yang membantu atau umpan kembali.
7. Ikuti lebih lanjut komunikasi yg sudah dilakukan.
8. Perhatikan konsistensi komunikasi.
9. Tindakan atau perbuatan wajib mendorong komunikasi.
10. Jadilah pendengar yang baik, berkomunikasi nir hanya buat dimengerti tetapi buat mengerti.

Prinsip-prinsip komunikasi AMA ini menaruh kepada para manajer panduan buat menaikkan efektifitas komunikasi.

MANFAAT TEKNOLOGI INFORMASI DALAM MENDUKUNG KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI

Manfaat Teknologi Informasi Dalam Mendukung Komunikasi Dalam Organisasi
Pengertian Komunikasi
Istilah manajemen komunikasi merupakan nisbi baru. Komunikasi itu sendiri bukan merupakan bagian krusial dari perbendaharaan ka_ ta manajemen sampai akhir tahun 1940-an serta permulaan 1950-an. Namun, sejalan dengan organisasi menjadi semakin."sadar insan" dalam pendekatan interaksi manusiawi (lihat bab 3) dan sejalan de­ngan para pakar perilaku mulai menerapkan penelitian-penelitian me­reka dalam organisasi, komunikasi sebagai bagian penting yg diper­hatikan manajemen. Bagaimanapun juga, komunikasi permanen merupa­kan peralatan (tool) manajemen yg didesain buat mencapai tu­juan serta nir dinilai atas dasar output akhir pada komunikasi itu sen­diri.

Komunikasi adalah proses pemindahan pengertian dalam ben­tuk gagasan atau warta berdasarkan seorang ke orang lain. Perpindahan pengertian tadi melibatkan lebih berdasarkan sekedar istilah-istilah yg di­gunakan dalam percakapan, tetapi jua aktualisasi diri wajah, intonasi, ti­tik putus vokal serta sebagainya. Dan perpindahan yang efektif me­merlukan tidak hanya transmisi data, tetapi bahwa seseorang mengi­rimkan liputan serta menerimanya sangat tergantung pada ketrampilan­ketrampilan tertentu (membaca, menulis, mendengar, berbicara serta lain-lain) buat membuat sukses pertukaran informasi.

Komunikasi, sebagai suatu proses dengan mana orang-orang ber­maksud memberikan pengertian-pengertian melalui pengiringan be­rita secara simbolis, dapat menghubungkan para anggota berbag~ sa­tuan organisasi yg tidak sama dan bidang yg tidak sama jua, sehingga tak jarang dianggap rantai pertukaran kabar. Konsep ini mempunyai unsur-unsur : 
1. Suatu kegiatan buat membuat seseorang mengerti, 
2. Suatu wahana pengaliran berita serta 
3. Suatu sistem bagi ter­jalinnya komunikasi di antara individu-individu. 

Pandangan tradisional tentang komunikasi sudah poly diubah oleh perkembangan teknologi, yaitu bahwa komunikasi nir hanya terjadi antara 2 atau lebih individu, tetapi mencakup jua komunikasi antara orang­-orang dan mesin-mesin, dan bahkan antara mesin menggunakan mesin lain­.

Stoner, Freeman, dan Gilbert (1995) mendefinisikan komunikasi menjadi the process by which people attempt to share meaning via the transmission of symbolic messages. Komunikasi adalah proses pada mana seseorang berusaha buat menaruh pengertian atau pesan kepada orang lain melalui pesan simbolis. Komunikasi bisa dilakukan secara langsung juga nir pribadi, menggunakan menggunakan berbagai media komunikasi yang tersedia. Komunikasi eksklusif berarti komunikasi disampaikan tanpa penggunaan mediator atau perantara, sedangkan komunikasi tidak pribadi berarti kebalikannya. 

Berdasarkan pengertian pada atas, maka komunikasi memiliki beberapa elemen penting, yaitu:
  • Komunikasi melibatkan orang-orang, sehingga komunikasi yg efektif terkait menggunakan bagaimana orang-orang bisa berinteraksi satu sama lain secara lebih efektif. 
  • Komunikasi berarti terjadinya membuatkan kabar atau pemberian berita mau­pun pengertian (sharing meaning), sehingga agar pemberian berita juga pengertian ini dapat terjadi, maka pihak-pihak yang berkomunikasi perlu me­nyadari dan mengerti berbagai kata atau pengertian yg mereka gunakan pada melakukan komunikasi. Apabila tidak, maka kemungkinan terjadinya galat persepsi dalam komunikasi sangat tinggi. 
  • Komunikasi melibatkan simbol-simbol, yg berarti komunikasi bisa berupa bahasa tubuh, suara, huruf, angka, dan lain-lain sebagai bentuk simbolis berdasarkan komunikasi yg dilakukan. 
Proses Terjadinya Komunikasi
Bagaimana sesungguhnya komunikasi terjadi? Gambar berikut adalah menyebutkan mengenai proses komunikasi.

Suatu sistem komunikasi organisasi mencerminkan banyak sekali macam individu menggunakan latar belakang, pendidikan, kepercayaan , ke­budayaan, keadaan jiwa, dan kebutuhan yg bhineka. Tetapi bila individu-individu dalam organisasi berkomunikasi, apa yg pada­perbuat ? Berikut ini akan dibahas contoh komunikasi dasar supaya da­pat dipahami mengapa komunikasi acapkali gagal serta kegiatan-aktivitas yg perlu diambil manajer buat mempertinggi efektifitas komu­nikasi.

Model Komunikasi Antar Pribadi
Model proses komunikasi yg paling sederhana merupakan sebagai berikut :

Pengirim →→ Berita →→ Penerima

Model ini menerangkan tiga (3) unsur esensi komunikasi. Bila galat satu unsur hilang, komunikasi tidak bisa berlangsung. Sebagai con­toh, seorang bisa mengirimkan warta, namun bila tidak ada yang mendapat atau mendengar, komunikasi nir terjadi.

Meskipun modelnya sederhana, proses komunikasi adalah kom­pleks. Sebagai satu citra kompleksnya proses komunikasi adalah "telephone", di mana pengirim menyampaikan suatu fakta, namun penerima mungkin mendengar atau menerima kabar bukan yg pada­maksudkan pengirim.

Model proses komunikasi yang lebih terperinci, menggunakan unsur­unsur krusial yg terlibat dalam komunikasi antara serta pada antara para anggota organisasi, dapat digambarkan pada Gambar dibawah ini.

Sumber (source). Sumber atau pengirim informasi memainkan langkah pertama dalam proses komunikasi. Sumber mengendalikan macam warta yg dikirim, susunan yang digunakan, dan acapkali saluran me­lalui mana berita dikirimkan. Dalam organisasi, sumber adalah pihak yang memiliki kebutuhan dan impian buat mengkomu­nikasikan sesuatu gagasan, pemikiran, kabar, serta sebagainya, ke­dalam pihak lain.

Pengubahan liputan ke pada sandi/kode (encoding). Langkah kedua ini encoding the message megubah keterangan ke pada berbagai bentuk simbol-simbol ekspresi atau nonverbal yg bisa memindah­kan pengertian, misalnya kata-kata pencakapan atau goresan pena, nomor , ge­rakan, ataupun aktivitas.

Dari beberapa simbol yang tersedia, pengirim fakta menye­leksi galat satu yang akan dapat memenuhi kebutuhan khusus. Pe­ngirim berita seharusnya tidak hanya memikirkan apa yg akan di­katakan tetapi juga bagaimana hal itu akan disajikan supaya efek yang diinginkan menurut penerima terpenuhi. Jadi, keterangan harus disesuai­kan dengan taraf pemahaman, kepentingan serta kebutuhan pene­rima buat mencapai konsekuensi-konsekuensi yg diinginkan. Simbol-simbol harus diseleksi atas dasar pemahaman yg akan di­peroleh menurut pendengar atau pembaca. Kesamaan pengertian ini pen­ting, karena ketidaksamaan pengertian akan menyebabkan salah ko­munikasi.

Pengiriman fakta (transmitting the message). Langkah ketiga men­cerminkan pilihan komunikator terhadap media atau "saluran distri­busi". Komunikasi lisan mungkin disampaikan melalui banyak sekali sa­luran - telephone, mesin pendikte, orang atau videotape. Hal ini mungkin dilakukan secara eksklusif atau pada rendezvous grup dengan poly orang. Dalam kenyataannya, salah satu keputusan krusial yg wajib dibuat pengirim adalah pada penentuan saluran yang sempurna atau sesuai bagi pengiriman warta eksklusif.

Manfaat komunikasi lisan, orang per orang, merupakan kesempatan buat berinteraksi antara asal serta penerima, memungkinkan ko­munikasi nonverbal (gerakan tubuh, intonasi bunyi, serta lain-lain), di sampaikannya liputan secara cepat, serta memungkinkan umpan ba­lik diperoleh segera.

Sedangkan komunikasi tertulis dapat disampaikan melalui salur­an-saluran seperti memo, surat, laporan, catatan, bulletin dewan di­rektur, manual perusahaan, serta surat keterangan. Komunikasi tulisan memiliki manfaat pada hal penvediaan laporan atau dokumen buat kepentingan di waktu mendatang.

Agar komunikasi lebih efisien serta efektif manajer perlu mem­pertimbangkan penentuan media atau saluran yang ada. Sebagai con­toh, ucapan "selamat pagi" nir perlu ditulis pada bentuk memo, sebaliknya anugerah pesanan usahakan ditulis menggunakan bentuk me­mo.

Penerimaan liputan. Langkah keempat merupakan penerimaan kabar sang pihak penerima. Pada dasanya, orang-orang mendapat informasi melalui ke 5 pancaindera mereka penglihatan, pendengaran, lidah, perabaan dan penciuman. Pengiriman keterangan belum lengkap atau ti­dak terjadi bila suatu pihak-belum mendapat warta. Banyak Komuni­kasi penting gagal lantaran seorang nir pernah mendapat liputan.

Pengartian atau penterjemahan kembali kabar (decoding). Langkah kelima proses komunikasi adalah decoding. Hal ini menyangkut pe­ngartian simbol-simbol sang penerima. Proses ini dipengaruhi oleh la­tar belakang, kebudayaan, pendidikan, lingkungan, praduga, dan gangguan di sekitarnya. Selalu terdapat kemungkinan bahwa informasi berdasarkan asal, ketika diartikan sang penerima, akan membuat pengerti­an yg jauh berbeda dengan yg dimaksud oleh pengirim. Jadi, pe­nerima memiliki tanggung jawab besar untuk efektifitas komuni­kasi, pada hal komunikasi 2 arah. Manajer serta bawahan dapat berperan baik menjadi sumber maupun penerima dalam suatu interak­si. Berbagai macam hubungan dapat dilakukan menggunakan ruang lingkup, tingkat kepentingan serta periode ketika yang bhineka.

Umpan kembali (feedback). Setelah keterangan diterima serta diterjemahkan, penerima mungkin menyampaikan informasi balasan yang ditujukan ke­dalam pengirim mula-mula atau orang lain. Jadi, komunikasi merupakan proses yang berkesinambungan dan tidak pernah berakhir. Seseorang berkomunikasi, penerima menanggapinya melalui komunikasi selan­jutnya dengan pengirim atau orang lain, serta seterusnya. Tanggapan ini dianggap umpan balik .

Manajemen dapat mendistribusikan suatu bulletin yg berisi kebijaksanaan baru kepada kelompok-penyelia, tetapi hingga ada tanggapan pada bentuk pertanyaan, persetujuan, komentar atau perilaku atau sampai telah adanya pengujian buat melihat apakahkebijaksanaan dijalankan atau tidak, manajemen nir akan memahami se­berapa efektif penyataan tadi.

Komunikasi Organisasi
Semua faktor yang dibahas pada model proses komunikasi di atas, dapat jua diterapkan dalam komunikasi dalam organisasi. Kom­munikasi efektif di mana saja, menyangkut penyampaian berita berdasarkan seorang kepada orang lain secara akurat. Hanya bedanya efektifi­tas komunikasi pada organisasi pdipengaruhi oleh beberapa faktor spesifik. Raymond V. Lesikar telah menguraikan 4 (empat) faktor yg mempengaruhi efektifitas komunikasi organisasi, yaitu saluran komunikasi formal, struktur organisasi, spesialisasi iabatan serta apa yang disebut Lesikar menjadi "pemilikan liputan". 

Saluran komunikasi formal mempengaruhi efektifitas komuni­kasi dalam 2 cara. Pertama, liputan saluran formal semakin mele­bar sesuai perkembangan serta pertumbuhan organisasi. Sebagai con­toh, komunikasi efektif umumnya semakin sulit dicapai pada organi­sasi yg besar dengan cabang-cabang yg menyebar. Kedua, saluran komunikasi formal dapat merusak aliran warta antar taraf­tingkat organisasi. Sebagai model, karyawan lini perakitan hampir selalu akan mengkomunikasikan masalah-perkara dalam penyelia (mandor) mereka serta bukan dalam manajer pabrik. Keterbatasan ini memiliki kebaikan (misalnya menghindarkan manajer atas berdasarkan ke­banjiran liputan), tetapi jua mempunyai kelemahan (seperti meng­hindarkan manajer atas dari kabar yg seharusnya mereka per­oleh).

Struktur wewenang organisasi memiliki impak yg sama terhadap efektifitas organisasi. Perbedaan kekuasaan dan kedudukan (status) pada organisasi akan menentukan pihak-pihak yang berko­munikasi menggunakan seseorang dan isi dan ketepatan komunikasi. Seba­gai contoh, dialog antara direktur perusahaan dengan karyawan akan dibatasi formalitas dan kesopanan, sebagai akibatnya tidak ada pihak yang berkehendak untuk mengungkapkan sesuatu yang penting.

Spesialisasi jabatan umumnya akan mempermudah komunikasi pada kelompok-kelompok yang tidak sinkron. Para anggota suatu kelom­pok kerja yang sama akan cenderung berkomunikasi menggunakan kata, tujuan, tugas, saat, dan gaya yang sama. Komunikasi antara kelom­pok-grup yang sangat tidak sama akan cenderung pada hambat.

Pemilikan fakta berarti bahwa individu-individu mempu­nyai liputan spesifik serta pengetahuan mengenai pekerjaan-pekerjaan mereka. Sebagai contoh, manajer produk akan memiliki penga­matan yg lebih tajam dalam perumusan taktik-strategi pemasar­an, ketua departemen mungkin memiliki cara tertentu yang efek­tif untuk menangani konflik pada antara para bawahannya. Individu­individu yg memiliki informasi-informasi spesifik ini bisa ber­fungsi lebih efektif daripada lainnya, dan poly pada antara mereka yang tidak bersedia menunjukkan berita tersebut pada yg lain.

Jaringan komunikasi pada organisasi. Organisasi bisa merancang jaringan atau struktur komunikasi dalam banyak sekali cara. Jaringan ko­munikasi mungkin dirancang kaku, seperti bahwa karyawan dihentikan berkomunikasi dengan siapapun kecuali atasannya eksklusif. Jaringan semacam ini umumnya dimaksudkan buat menghindarkan manajer atas berdasarkan kabar hiperbola yg tidak perlu dan menjaga kekuasa­an dan statusnya. Sebaliknya, jaringan mungkin dirancang lebih be­bas, pada mana individu-individu bisa berkomunikasi menggunakan setiap orang dalam setiap taraf. Jaringan misalnya ini dipakai bila genre komunikasi yang lebih bebas sangat diperlukan, seperti dalam depar­temen riset.

Ada 4 (empat) macam jaringan komunikasi, misalnya terlihat da­lam gambar diatas. Dalam jaringan "bundar" ; sebagai contoh, B ha­nya bisa berkomunikasi menggunakan A dan C. Untuk berkomunikasi de­ngan E, B harus melalui A atau melalui C dan D. Pola "rantai" me­nunjukkan dua bawahan (A serta E) yang melapor pada atasan me­reka (B serta D), yg selanjutnya sang B dan D dilaporkan ke C. Pa­da jaringan "bintang"; C bisa berkomunikasi pribadi dengan A, B, D dan E, walaupun mereka ini tidak dapat berkomunikasi eksklusif satu sama lain. Sebagai contoh, empat tenaga penjual (A, B, D, E) melapor ke manajer cabang (C). Sedangkan jaringan "huruf Y" ; bisa terdapat dalam bagian sekretariat pada mana surat-surat diteri­ma oleh E, disortir sang D dan distribusikan oleh C.

Jaringan "huruf Y" dan "bintang" merupakan komunikasi yg ter­pusat, dengan C pada posisi sentra. Komunikasi yg disentralisasi ini lebih efektif buat merampungkan kasus-masalah rutin dan tidak kompleks, karena lebih cepat dan lebih seksama. Tetapi apabila masalah­nya kompleks, jaringan "bulat" serta "rantai" yg didesentrali­sasi, akan lebih cepat dan seksama penyelesaiannya. Kepuasan anggota gerombolan juga cenderung lebih tinggi pada jaringan jaringan yang didesentralisasi.

SALURAN KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI
Pemahaman yang lebih baik tentang komunikasi organisasi da­pat diperoleh dengan memeriksa arah-arah dasar gerakannya yang tampak dengan terbentuknya saluran-saluran komunikasi. Saluran­saluran komunikasi formal ditentukan oleh struktur organisasi atau ditunjukkan sang aneka macam wahana formal lainnya, tipe saluran-saluran dasar komunikasi ada­lah vertikal, lateral dan diagonal.

Komunikasi Vertikal
Komunikasi vertikal terdiri atas komunikasi ke atas dan ke ba­wah sesuai rantai perintah. Komunikasi ke bawah (downward com­munication) dimulai menurut manajemen zenit lalu mengalir ke bawah melalui tingkatan-tingkatan manajemen hingga ke karyawan lini dan personalia paling bawah. Maksud utama komunikasi ke ba­wah merupakan buat memberi pengarahan, kabar, instruksi, nase­hat/saran dan evaluasi pada bawahan dan menaruh informa­si kepada para anggota organisasi tentang tujuan dan kebijaksanaan organisasi.

Berita-liputan ke bawah bisa berbentuk goresan pena maupun lisan, serta umumnya disampaikan melalui memo, laporan atau dokumen lain­nya, bulletin, rendezvous atau rapat, dan dialog serta melalui in­teraksi orang per orang atau kelompok-gerombolan kecil. Manajemen seharusnya tidak hanya memusatkan perhatiannya dalam bisnis komu­nikasi ke bawah, namun juga komunikasi ke atas.

Fungsi primer komunikasi ke atas (upward communication) ada­lah buat mensuplai keterangan pada tingkatan manajemen atas ten­tang apa yang terjadi dalam tingkatan bawah. Tipe komunikasi ini mencakup laporan-laporan periodik, penerangan, gagasan, serta permin­taan buat diberikan keputusan. Hal ini dapat dicermati sebagai da­ta atau fakta umpan balik bagi manajemen atas.

Bentuk-bentuk komunikasi seperti kebijaksanaan "pintu terbu­ka", sistem komunikasi informal, kuesioner perilaku, dewan manajemen­karyawan, atau sistem inspektur jenderal dirancang buat memudah­kan komunikasi ke atas ke manajemen zenit.

Komunikasi Lateral atau Horizontal
Komunikasi lateral atau horizontal meliputi hal-hal berikut adalah :
1. Komunikasi di antara para anggota dalam kelompok kerja yg sama.
2. Komunikasi yang terjadi antara dan di antara departemen-de­partemen dalam strata organisasi yang sama.

Bentuk komunikasi ini dalam dasarnya bersifat koordinatif, serta merupakan output berdasarkan konsep spesialisasi organisasi. Sehingga komu­nikasi ini dibuat guna mempermudah koordinasi dan penanganan kasus. Komunikasi lateral, selain membantu koordinasi aktivitas­kegiatan lateral, pula menghindarkan prosedur pemecahan kasus yg lambat.

Komunikasi Diagonal
Komunikasi diagonal merupakan komunikasi yg memotong secara menyilang diagonal rantai perintah organisasi. Hal ini seringkali terjadi menjadi hasil interaksi-hubungan departemen lini dan staf. Seperti telah dibahas dalam bab 10 bahwa hubungan-hubungan yg ada antara personalia lini dan staf bisa bhineka, yg akan membangun beberapa komunikasi diagonal yang berbeda-beda jua.

PERANAN KOMUNIKASI INFORMAL
Pembahasan aliran-aliran komunikasi pada atas adalah berkenaan menggunakan yang diklaim komunikasi "formal", sebagai saluran penyam­paian fakta yang dibuat manajer organisasi buat memudahkan hubungan pekerjaan. Komunikasi informal, bagaimanapun juga, terdapat­lah juga bagian penting aliran komunikasi organisasi. Bentuk komuni­kasi ini timbul dengan berbagai maksud, yang meliputi antara lain :
1. Pemuasan kebutuhan-kebutuhan manusiawi, seperti kebutuhan buat berhubungan dengan orang lain.
2. Perlawanan terhadap impak-imbas yang terus-menerus atau membosankan.
3. Pemenuhan impian buat mensugesti perilaku orang lain. 
4. Pelayanan menjadi sumber kabar interaksi pekerjaan yang nir disediakan saluran-saluran komunikasi formal.

Tipe komunikasi informal yg paling populer merupakan 'grapevme " (mendengar sesuatu bukan dari sumber resmi, tetapi dari desas­desus, warta angin atau "slentingan"). Sistem komunikasi "grapevme" cenderung dipercaya Mengganggu atau merugikan, karena tidak sporadis terjadi penyebaran informasinya tidak tepat, tidak lengkap serta me­nyimpang. Selain itu, desas-desus cenderung bersifat membakar, tidak sinkron menggunakan fenomena, lebih bersifat emosional daripada logika, serta kadang-kadang dirahasiakan berdasarkan anggota yg mempunyai we­wenang manajerial lebih tinggi. 

Di lain pihak, komunikasi "grapevme" mempunyai peranan fungsional menjadi alat komunikasi tambahan bagi organisasi. Banyak penelitian yg mengambarkan bahwa komunikasi "grapevme" lebih cepat, lebih akurat serta lebih efektif pada menyalurkan berita. Manajer dapat mempergunakan komunikasi ini menggunakan liputan yg sengaja "dibocorkan".

Manajer harus menyadari bahwa komunikasi informal dan ter­primer "grapevme" tidak bisa dihilangkan. Bahkan, sebaiknya ma­najer perlu memahami dan menggunakan "grapevme" sebagai peleng­kap komunikasi formal. Peran salah komunikasi ini dapat diminimal­kan menggunakan merancang saluran komunikasi formal yg baik, serta me­nyebarkan liputan dengan cepat dan tepat.

EFEKTIVITAS KOMUNIIKASI
Berbagai pennyebab timbulnya perkara-kasus komunikasi serta betapa sulitnya mencapai komunikasi efektif sudah dibahas di atas. Sekarang akan dibicarakan banyak sekali cara dengan mana para manajer dapat meningkatkan efektivitas komunikasi. Teknik-teknik ini dalam dasarnya adalah cara-cara buat mengatasi kesulitan-kesulitan yang disajikan sebelumnya.

Kesadaran Akan Kebutuhan Komunikasi Efektif
Karena aneka macam kendala organisasional dan antar pribadi, komunikasi efektif nir bisa dilaiarkan terjadi begitu saja. Mana­jer' harus memainkan peranan penting pada proses komunikasi, di mana hanya dengan cara itu lalu dapat diambil langkah-langkah buat mempertinggi efektivitas komunikasi.

Pentingnya komunikasi mengakibatkan banyak perusahaan besar menggunakan para "ahli komunikasi". Para seorang ahli komunikasi ini membantu perbaikan komunikasi dengan bantuannya kepada para penyelia memecahkan kasus-kasus komunikasi internal; penen­tuan strategi komunikasi perusahaan sehubungan dengan "layoffs", penutupan pabrik atau relokasi, serta terminasi; serta pengukuran kua­litas aktivitas-aktivitas komunikasi, melalui interview (wawancara) atau survey.

Penggunaan Umpan - Balik
Peralatan penting pengembangan komunikasi lainnya merupakan penggunaan umpan kembali berita-warta yang dikirim. Komunikasi dua arah ini memungkinkan proses komunikasi berjalarn lebih efektif. Para manajer dapat melakukan paling sedikit 2. Hal buat mendo­rong umpan kembali serta menggunakannya secara efektif. Manajer dapat membangun lingkungan yg mendorong umpan balik , serta menda­patkan umpan balik melalui kegiatan mereka sendiri.

Cara manajer berkcmunikasi menggunakan para bawahannya dapat memilih jumlah umpan balik yang akan mereka terima. Di sam­ping itu, tipe komunikasi yang digunakan dan lingkungan komunika­si penting pada penentuan umpan balik macam apa yang akan dida­patkannya. Dalam hal ini manajer perlu memainkan peranan aktif dalam pengadaan umpan kembali tersebut. Sebagai model, setelah menaruh penugasan suatu pekerjaan manajer bisa bertanya, "Apakah saudara mengerti ?" atau "Apakah saudara mempunyai pertanyaan ?" atau "Apakah ada yg belum saya jelaskan ?" Namun pertanyaan-pertanyaan itu nir mendorong timbulnya jawaban ja­waban, sebagai akibatnya pendekatan yang lebih eksklusif dapat dilakukan de­ngan mengungkapkan :"Pekerjaan ini merupakan krusial; karena itu pahami benar setiap langkah, laporkan kepada saya apa yg akan saudara lakukan".

Di lain pihak, para manajer perlu secara aktif mencari umpan kembali. Manajemen partisipatif serta komunikasi tatap muka merupa­kan cara-cara yg dapat dipakai untuk menaikkan efektifi­tas komunikasi melalui penggunaan umpan balik .

Menjadi Komunikator yang Lebih Efektif
Teknik-teknik komurikasi yg tidak baik mengganggu banyak ma­najer, misalnya ha.lnya mengganggu hubungan mereka menggunakan para ba­wahannya pada luar pekerjaan. Oleh karena itu, latihan-latihan dalam penulisan serta penyampaian informasi secara mulut perlu dilakukan un­tuk menaikkan pemahaman akan simbol-simbol, penggunaan ba­hasa, pengutaraan yang tepat serta kepekaan terhadap latar belakang penerima warta.

Salah satu alat-alat yang digunakan secara efektif oleh para psi­kolog, pembimbing, dan orang-orang yg profesinya memerlukan pemahaman yang mendalam tentang klien mereka, yaitu active listen­ing,dapat digunakan buat mengembangkan dimensi baru ke­trampilan manajemen para manajer. Prinsip dasar alat-alat ini terdapat­lah penggunaan reflective statements (pernyataan kembali) sang pende­ngar. Bagaimanapun jua, posisi kunci para manajer pada proses ko­munikasi, membuat kebutuhan mendesak bagi pengembangan diri buat sebagai komunikator yang lebih efektif.

Pedoman Komunikasi yang Baik
American Management Associations (AMA) telah menyusun se­jumlah prinsip-prinsip komunikasi yg disebut "the Ten Command­ments of Good Communication" (sepuluh panduan komunikasi yang baik). Pedoman-panduan ini disusun buat menaikkan efektifitas komunikasi organisasi, yang secara ringkas adalah sebagai berikut:
1. Cari kejelasan gagasan-gagasan terlebih dahulu sebelum dikomu­nikasikan.
2. Teliti tujuan sebenarnya setiap komunikasi.
3. Pertimbangkan keadaan phisik serta insan holistik kapan saja komunikasi akan dilakukan.
4. Konsultasikan menggunakan pihak-pihak lain, bila perlu, dalam peren­canaan komunikasi.
5. Perhatikan tekanan nada dan ekspresi lainnya sesuai isi dasar fakta selama berkomunikasi.
6. Ambil kesempatan, jika muncul, untuk menerima segala se­suatu yg membantu atau umpan balik .
7. Ikuti lebih lanjut komunikasi yg sudah dilakukan.
8. Perhatikan konsistensi komunikasi.
9. Tindakan atau perbuatan wajib mendorong komunikasi.
10. Jadilah pendengar yg baik, berkomunikasi nir hanya buat dimengerti namun buat mengerti.

Prinsip-prinsip komunikasi AMA ini memberikan pada para manajer pedoman untuk meningkatkan efektifitas komunikasi.

MANFAAT DAN APLIKASI MODEL PENERIMAAN TEKNOLOGI PADA KEPUTUSAN OUTSOURCING TI

Manfaat serta Aplikasi Model Penerimaan Teknologi Pada Keputusan Outsourcing TI
Perkembangan outsourcing ketika ini meningkat dengan cepat, baik sifat maupun fokusnya. Secara historis outsourcing banyak dilakukan pada industri manufaktur, dan sekarang kegiatan outsourcing telah mulai berkembang pesat pada industri jasa. Baik pada industri manufaktur maupun jasa, outsourcing telah semakin tinggi melewati batas nasional serta dunia. Sifat outsourcing juga beragam. Beberapa perusahaan sekarang melakukan outsourcing dalam aktifitas produksi inti secara ekstensif sebagai akibatnya mereka nir lagi terlibat pada produksi (Globerman dan Vining, 2004). Inbound serta outbound logistic juga mulai pada-outsource secara luas. Perusahaan lain melakukan outsourcing secara luas terhadap aktifitas rantai nilai kedua seperti teknologi kabar, sistem akuntansi, distribusi, aspek-aspek manajemen sumber daya manusia dan R&D (Johnson dan Schneider, 1995).

Outsourcing teknologi informasi bukanlah fenomena baru, dimulai dengan jasa profesional dan jasa manajemen fasilitas pada bidang keuangan serta operasi pada tahun 1960-an serta 1970 (Lee, 2003). Fokus outsourcing teknologi warta telah berkembang mulai dari perangkat keras personal komputer , software, standarisasi perangkat keras dan aplikasi, hingga pada solusi total yg mengacu dalam manajemen aktiva (Xue et al., 2005).

Meskipun kepentingan terhadap outsourcing semakin tinggi, namun masih poly perusahaan belum memiliki pemahaman yg kentara tentang manfaat serta porto berdasarkan aktivitas outsourcing. Sasaran strategik berdasarkan pembuatan keputusan outsourcing harus bisa memaksimumkan manfaat higienis berdasarkan outsourcing tadi dalam aktifitas rantai nilai pada perusahaan. Dalam prakteknya berdasarkan Globerman serta Vining (2004) hal ini diwujudkan dalam bentuk meminimumkan porto total pada kualitas dan kuantitas tertentu berdasarkan aktifitas atau barang-barang yang pada-outsource.

Artikel ini secara generik mencoba menguraikan beberapa aspek penting terkait dengan pengambilan keputusan outsourcing teknologi warta, dicermati berdasarkan sudut pandang manfaat, resiko serta biaya outsourcing. Analisis terhadap manfaat, resiko serta porto outsourcing akan memilih keputusan perusahaan buat melakukan outsourcing. Pada akhir tulisan ini penulis mengusulkan sebuah proposisi menggunakan mengadopsi teori penerimaan teknologi (Technology Acceptance Model) pada penentuan keputusan outsourcing.

DEFENISI DAN JENIS OUTSOURCING
Outsourcing teknologi informasi (TI) adalah pemindahan seluruh atau sebagian fungsi atau proses TI perusahaan dalam pihak luar (Benamati dan Rajkumar, 2002). Sementara Aalders (2002) menyatakan outsourcing merupakan mengontrak/menyewa pihak ketiga untuk mengelola sebuah proses bisnis lebih efisien serta efektif daripada yg mampu dilakukan di dalam perusahaan sendiri. Dari pengertian tadi memperlihatkan bahwa outsourcing menyebabkan terciptanya interaksi usaha antara perusahaan dan suplier dari luar. Penggunaan suplier luar buat melaksanakan aktifitas usaha dimaksudkan buat mencapai efisiensi dan manfaat-manfaat lainnya. Sebuah rencana outsourcing diperlukan akan membuat produktifitas yg lebih tinggi menggunakan membiarkan setiap grup lebih memfokuskan usaha dan modalnya dalam kompetensi inti.

Teknologi warta waktu ini berperan krusial dalam taktik organisasi sebagai akibatnya banyak organisasi yg menggantungkan kesuksesannya dalam teknologi informasi yg dimiliki. Perkembangan dan perubahan teknologi yg sangat cepat telah mengakibatkan kesulitan pada mengelola sumber daya vital tadi. Dengan outsourcing semua atau beberapa fungsi teknologi informasi, memberikan cara lain buat mengelola bidang organisasi yang sangat kompleks ini. Menurut Benamati dan Rajkumar (2002), outsourcing teknologi kabar melibatkan divestasi kendali atas asal daya organisasi yang krusial dalam pihak ekternal. Oleh karenanya pemilihan fungsi teknologi keterangan yang paling tepat dan kelompok ketiga yang terbaik akan sebagai sangat kompleks. Lebih lanjut McFarlan dan Norlan, (1995) menjelaskan banyak sekali fungsi teknologi keterangan yang tak jarang pada-outsource seperti operasi sentra data, manajemen network, pemeliharaan/akuisisi hardware, technical support, training/pendidikan dan pengembangan aplikasi. Outsourcing mampu dilaksanakan pada dalam perusahaan (onshore), namun tak jarang pula dilakukan pada luar perusahaan (offshore).

ALASAN/MOTIVASI OUTSOURCING
Pada dasa warsa terakhir ini perkembangan teknologi informasi demikian pesatnya serta sebagai faktor penentu dalam mencapai keberhasilan. Ketepatan serta kecepatan liputan sebagai faktor penting bagi organisasi pada memenangkan persaingan. Kebutuhan organisasi akan teknologi berita telah tidak diragukan lagi, dan outsourcing mampu sebagai alat yg efektif serta efisien untuk memenuhi permintaan terhadap teknologi keterangan tersebut. 

Keputusan perusahaan untuk melakukan outsourcing dipengaruhi sang banyak faktor. Lee et al. (2000) dalam Benamati serta Rajkumar (2002) mengemukakan bahwa sejumlah besar keputusan outsourcing didorong sang masalah fundamental misalnya ekonomi, strategi serta teknis. Selanjutnya Lee (2004) menemukan beberapa perusahaan melakukan outsource buat mencapai fleksibilitas produksi yang lebih tinggi, buat menyebarkan kapasitas, atau agar lebih fokus dalam kompetensi inti. Tetapi mayoritas perusahaan melakukan outsource terhadap aktifitas produksi buat mengurangi biaya atau menaikkan kualitas produk dengan menggunakan keahlian berdasarkan supplier mereka. Microsoft adalah salah satu perusahaan yang memakai outsourcing buat memungkinkan teknologi informasinya mampu menaikkan kapabilitas supply chain mereka (Bardhan et al., 2006). Melalui outsourcing Microsoft sanggup membuat 360 game video dan sistem hiburan di akhir tahun 2005 dengan mempercayakan pada jaringan kontraktor dan supplier buat mengungkapkan komponen-komponen dan layanan-layanan utama yang krusial bagi produk mereka. 

Banyak yang berpendapat bahwa biaya merupakan motivasi utama dalam melakukan outsourcing (Hurley serta Schaumann, 1997). Permintaan terhadap keahlian teknologi informasi sangat tinggi serta mahal. Seringkali dianggap lebih murah menyewa seorang energi pakar daripada mengembangkannya sendiri. Selain itu sumber daya eksternal pula lebih siap buat ditambah atau dikurangi dibanding staf permanen. Tetapi menurut Aalders (2002), generasi pertama yg melakukan outsourcing semata-mata lantaran dorongan biaya acapkali menemui kegagalan. 

Faktor motivator lain berdasarkan Hurley serta Schaumann (1997) adalah memperbaharui fokus dalam kompetensi inti bagi organisasi atau bagi staf teknologi warta di pada perusahaan. Tidak semua organisasi mempunyai sumber daya buat berbagi teknologi informasi yg berkualitas tinggi. Usaha mereka lebih baik digunakan buat penekanan secara strategik dalam sisi bersaingnya. Selain itu organisasi teknologi liputan yg tidak efisien pula mampu memotivasi penggunaan outsourcing. Banyak perusahaan yg memakai outsourcing buat mengatasi perkara misalnya tidak tersedianya keahlian pada pada perusahaan, kualitas yang tidak baik atau produktifitas yg rendah, permintaan yang sifatnya sementara atas keahlian eksklusif, atau siklus hidup pengembangan produk yang panjang. Namun dibalik semua motivasi tersebut, keputusan buat meng-outsource wajib dibuat menurut perspektif yg strategis dan memiliki tujuan serta target yg kentara supaya perusahaan sahih-sahih menerima manfaat dari keputusan yang diambil.

MANFAAT OUTSOURCING
Pertumbuhan yang sangat akbar dalam outsourcing sistem warta dibuktikan oleh banyaknya outsourcing yg dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar seperti Boeing, Bank One dan Xerox (Kim serta Chung, 2003). Tren outsourcing ini masih terus berlanjut hingga ketika ini. International Data Corporation (IDC) memprediksi bahwa pasar outsourcing diseluruh dunia tumbuh menurut $100 milyar di tahun 1998 sebagai $151 milyar pada tahun 2003 (Kim dan Chung, 2003). Alasan yang mendasari fenomena ini majemuk, tetapi poly yang percaya bahwa outsourcing sistem atau teknologi fakta akan membentuk poly manfaat mencakup penghematan porto, meningkatnya kualitas layanan, akses terhadap teknologi yang up-to-date, fleksibilitas operasi dan fokus dalam kompetensi inti (Slaughter dan Ang, 1996; Smith et al., 1998 pada Kim serta Chung, 2003). 

Manfaat lain yang diperoleh dari outsourcing merupakan peningkatan terhadap nilai perusahaan (Hayes et al., 2000). Peningkatan terhadap nilai perusahaan ini ditimbulkan oleh empat faktor. Pertama, skala irit (economic of scale and scope). Penyedia jasa outsourcing seringkali memiliki tingkat keahlian serta pengetahuan sistem warta yg lebih tinggi pada banyak sekali kasus dan pengalaman, dan mereka mencurahkan seluruh kemampuan buat menyediakan layanan sistem keterangan (Grover et al., 1996; Huff 1991; Loh serta Venkatraman, 1992; Poppo dan Zenger, 1998; Quinn et al., 1990, pada Hayes et al., 2000). Kombinasi ke 2 hal tersebut menyebabkan provider layanan bisa memperlihatkan skala irit serta ruang lingkup operasi yang lebih akbar yang bisa didapat oleh perusahaan.

Faktor ke 2 adalah kepentingan kompetensi inti (importance of core competency). Peningkatan nilai perusahaan didapat melalui transfer asal daya berdasarkan fungsi staf yg nir memiliki nilai tambah sebagai fungsi kompetensi inti yg mempunyai nilai tambah. Bettis et al. (1992) dalam Hayes et al. (2000) mengindikasikan bahwa outsourcing seharusnya ditinjau sebagai sebuah taktik usaha yg agresif, serta outsourcing terhadap fungsi-fungsi bisnis yg bukan inti sanggup berhemat sumber daya sehingga perusahaan bisa membuatkan taktik bisnis jangka panjang. Hal yang sama diungkapkan sang Pandey dan Bansal (2003), outsourcing teknologi informasi mengakibatkan perusahaan bisa lebih menaikkan fokus pada kompetensi inti, sebagai akibatnya perusahaan mempunyai kesempatan buat mendapatkan nilai tambah dari kompetensi intinya tadi.

Ketiga, fleksibilitas (flexibility). Menurut Hayes et al. (2000) perusahaan yang melakukan outsourcing mampu terhindar dari keusangan teknologi yang selalu berubah cepat, lantaran mereka nir perlu menginvestasikan modal dan asal daya insan yang besar dalam teknologi. Perusahaan mampu menaikkan fleksibilitasnya menggunakan mengarahkan kontrak teknologi informasi secara terus menerus buat memenuhi perubahan kebutuhan pelanggan fakta mereka. Faktor keempat yaitu pengurangan porto (cost reduction). Peningkatan nilai perusahaan mampu didapat dengan memasukkan acara pengurangan porto yang didisain buat memelihara atau menaikkan posisi besaing perusahaan (Bettis et al., 1992; Huff 1991; Loh dan Venkatraman, 1992, dalam Hayes et al., 2000). 

Perusahaan mampu menurunkan harga pembelian beberapa input menggunakan merogoh laba menurut biaya supplier yg lebih rendah, atau menaikkan kualitas input dengan pembelian beberapa kapabilitas superior dari supplier luar (Globerman serta Vining, 2004). Penghematan biaya juga bisa didapatkan berdasarkan perubahan kewajiban yang dihadapi oleh perusahaan dibawah aturan pemerintah serta peraturan atau kesepakatan menggunakan serikat buruh, contohnya kewajiban membayar biaya kesehatan bagi pekerja full-time (Abraham serta Taylor, 1996 dalam Globerman serta Vining, 2004). Aktifitas outsourcing memungkinkan perusahaan buat mendapatkan pekerja yg sama berdasarkan supplier luar menjadi karyawan sementara.

Menurut Hayes et al. (2000) dorongan buat memotong biaya mengakibatkan perusahaan secara asal-asalan menentukan fungsi teknologi atau sistem informasi yang akan di-outsource, yang berarti perusahaan nir memisahkan fungsi sistem berita yang tidak mempunyai nilai tambah menurut fungsi kompetensi inti sistem keterangan yang memiliki nilai tambah. Oleh karenanya, keputusan untuk melakukan outsource seharusnya tidak hanya didorong semata-mata sang keinginan buat mengurangi porto, tetapi pula dimotivasi sang manfaat strategis jangka panjang yg didapat menurut outsourcing (Quinn et al.,1990 dalam Hayes et al., 2000)

Kapabilitas eksklusif yg dimiliki perusahaan merupakan faktor penggerak bagi suksesnya persaingan. Kapabilitas yg sulit buat ditiru merupakan kunci keunggulan bersaing yg terus menerus (Barney, 1991 dalam Globerman serta Vining, 2004). Untuk kapabilitas yg sulit ditiru, perusahaan bisa mendapatkannya melalui outsourcing. Bukti menampakan bahwa pengurangan porto buat mendapatkan kapabilitas yg sulit ditiru adalah salah satu manfaat yang dibutuhkan berdasarkan kegiatan outsourcing disamping menaikkan fleksibilitas, kualitas serta kontrol.

KESULITAN DALAM MELAKUKAN OUTSOURCING
Meskipun banyak perusahaan yg merasa puas menggunakan outsourcing, tetapi banyak perangkap yg apabila tidak dipersiapkan menggunakan baik akan menciptakan perusahaan yg melakukan outsourcing terjatuh ke dalamnya. Menurut Barthelemy (2001), berdasarkan survey terhadap 50 perusahaan, lebih kurang 14% operasi outsourcing mengalami kegagalan. Selama proses transisi, perusahaan beranjak menurut lingkungan in-sourced menuju lingkungan outsouced, perusahaan wajib berhadapan menggunakan aneka macam perubahan proses dan perubahan budaya (Aalder, 2001; Lanser, 2003). Perubahan ini, terutama perubahan budaya, bukanlah hal yg gampang lantaran masih ada sebuah perubahan pada budaya perusahaan yg menjadi dasar bagi semua proses kerja dan norma karyawan. Untuk mengatasi perkara yg berkaitan dengan outsourcing teknologi informasi, poly penelitian yang dilaksanakan buat menaruh pemahaman mengenai topik tadi. 

Teirlynck (1998) menyatakan pengembangan taktik outsourcing bisa dibagi ke pada empat termin. Pertama, termin persiapan. Pada tahap ini perusahaan harus menentukan keahlian inti serta bukan inti yang dimilikinya, menilai kinerja saat ini, mengevaluasi peluang outsourcing untuk yg bukan keahlian inti, menguraikan akibat outsourcing bagi organisasi, dan memilih contoh interaksi buat membentuk hubungan dengan penyedia (provider) outsourcing. Kedua, melakukan seleksi. Tahap ini adalah penentuan kriteria evaluasi bagi provider, menyaring provider, serta mengevaluasi proposal berdasarkan provider. Ketiga merupakan termin perundingan , meliputi audit terhadap calon yang terdaftar, pemilihan prioritas calon, penentuan ruang lingkup serta struktur kontrak, serta transfer rincian perencanaan dalam provider. Sedangkan tahap keempat adalah termin implementasi, meliputi re-engineering perantara, penyesuaian internal organisasi, dan penetapan sistem pengukuran provider. Xue et al. (2005) menyatakan bahwa kesuksesan outsourcing teknologi liputan terutama yg dilakukan diluar perusahaan (offshore), berhubungan erat menggunakan kinerja impian team. Oleh karena perusahaan yg melakukan outsourcing serta provider outsourcing bekerja sama dalam jarak yang jauh, diharapkan kerja sama berdasarkan seluruh anggota virtual team yang terdistribusi secara geografis.

RESIKO DAN BIAYA OUTSOURCING
Resiko diidentifikasi menjadi galat satu faktor penting dalam keputusan outsourcing, yg mana jika diabaikan akan meningkatkan kemungkinan gagalnya proyek yg di-outsource (Benamati serta Rajkumar, 2002). Manajer sistem fakta mungkin mempercayai bahwa outsourcing akan mengurangi timbulnya resiko lantaran beliau dapat menyediakan personel atau keahlian yang diharapkan oleh organisasi, namun outsourcing juga bisa memunculkan resiko-resiko baru seperti biaya yang tersembunyi, kasus penurunan moral staff, serta kehilangan kendali atas posisi/asal daya tertentu. O’Keeffe dan Vanlandingham (2007) menjelaskan, strategi outsourcing telah terbukti efektif, akan tetapi diikuti oleh resiko yang harus disadari dan dikelola menggunakan baik. Dalam outsourcing, perusahaan mempercayakan orang lain untuk menjalankan fungsi bisnis eksklusif. Apabila tidak dikelola secara baik, mungkin akan berpengaruh negatif pada operasi serta konsumen perusahaan. Produk dan jasa mampu di-outsource, tetapi resiko nir.

Aubert et al. (1998) menyatakan kata resiko mengacu pada 2 konsep yang tidak selaras. Pertama, resiko kadang-kadang dipakai sebagai sebuah ungkapan umum yg mengacu pada output negatif, contohnya porto yg tersembunyi (hidden cost), penurunan dalam kinerja sistem, atau hilangnya kemampuan inovatif. Kedua, istilah resiko mengacu pada faktor-faktor yang mengakibatkan hasil negatif, seperti kurangnya komitmen berdasarkan manajemen taraf atas, staf yang nir berpengalaman, atau ketidakpastian bisnis saat mendiskusikan outsourcing teknologi kabar (Earl, 1996).

Jenis resiko pertama berupa hasil negatif, adalah konsekuensi yang tidak diinginkan menurut outsourcing serta herbi porto yang tersembunyi, yang mana kadang-kadang dikatakan sebagai perkara outsourcing teknologi berita yang paling akbar (Lacity et al., 1995). Biaya tadi mencakup biaya transisi (misalnya porto set up, biaya relokasi dsb) dan biaya manajemen asal daya manusia yg wajib ditempatkan buat mengelola kontrak outsourcing. Dalam mendiskusikan aspek porto-manfaat keputusan akuisisi perangkat lunak, Nelson et al. (1996) mengidentifikasi jenis porto lain yang sanggup dimasukkan ke pada porto transisi serta porto manajemen, yaitu biaya kontrak yang meliputi biaya -biaya yang berhubungan dengan pencarian serta evaluasi vendor yg sesuai, benchmark layanan yg ditawarkan, penentuan kontrak secara hukum, menegosiasikan kontrak dan penyelesaian perselisihan.

Aubert et al. (1998) merangkum resiko-resiko berupa konsekuensi yang nir diinginkan menurut outsourcing teknologi kabar misalnya terlihat dalam Tabel 1 berikut :
Tabel 1

Konsekuensi yg tidak diinginkan menurut outsourcing teknologi informasi
Biaya tersembunyi
Biaya transisi yang tersembunyi dan biaya manajemen
Biaya layanan yg tersembunyi
Kesulitan dalam kontrak
Biaya amandemen kontrak
Perselisihan dan pengajuan perkara
Kesulitan dalam menegosiasikan lagi kontrak
Penurunan nilai layanan
Berkurangnya kualitas layanan
Meningkatnya biaya layanan
Hilangnya kompetensi organisasi
Hilangnya keahlian IT
Hilangnya kemampuan inovatif
Hilangnya kendali terhadap aktifitas
Hilangnya keunggulan bersaing
Konsekuensi yg tidak diinginkan menurut outsourcing pada dasarnya disebabkan oleh faktor-faktor resiko yang bisa dilihat dari tiga perspektif yaitu agen (provider), principal, dan transaksi outsourcing itu sendiri. Menurut Aubert et al. (1998), faktor resiko yang ditinjau dari ketiga perspektif tersebut antara lain: perilaku opportunis agen (provider), kurangnya pengalaman dan keahlian dengan aktifitas yang di-outsource, kurangnya pengalaman dan keahlian dalam mengelola kontrak outsourcing, jumlah supplier/vendor outsourcing yang terbatas/sedikit, ketidakpastian kebutuhan di waktu yang akan datang, tingkat ketergantungan aktifitas yang di-outsource, serta kedekatan dengan kompetensi inti. Tabel berikut memperlihatkan hubungan antara faktor resiko dan konsekuensi yang tidak diinginkan dari outsourcing teknologi informasi. Tabel 1 di atas memperlihatkan beberapa hasil negatif yang ditimbulkan dari aktifitas outsourcing teknologi informasi. Disamping konsekuensi di atas, outsourcing juga menimbulkan berbagai masalah yang berkaitan dengan staf. Menurut Grover et al.(1994) seringkali staf memandang outsourcing sebagai ancaman bagi posisi kerja mereka seperti pemecatan atau dipindahkan ke bagian lain perusahaan. Situasi yang tidak pasti ini menciptakan kegelisahan dan perasaan tidak aman yang mungkin akan menyebabkan menurunnya produktifitas karyawan selama periode menuju penandatanganan kontrak atau bahkan setelah kontrak ditandatangani. 
Tabel 2

Kaitan antara konsekuensi yg nir diinginkandan faktor resiko
Konsekuensi yg nir diinginkan
Faktor resiko
Transisi yg tidak diperlukan serta biaya manajemen
·Kurangnya pengalaman dan keahlian berdasarkan principal tentang aktifitas
Lock-in

·Ketegasan transaksi
·Jumlah supplier/vendor yg sedikit
Biaya perubahan kontrak
·Ketidakpastian
·Teknologi yang terputus
Perselisihan dan sengketa
·Masalah pengukuran
·Kurangnya pengalaman dan keahlian berdasarkan principal serta agen mengenai kontrak outsourcing
Penurunan layanan
·Ketergantungan aktifitas
·Kurangnya pengalaman serta keahlian agen tentang aktifitas
·Ukuran supplier
·Stabilitas keuangan supplier
Meningkatnya biaya layanan
·Perilaku opportunis agen
·Kurangnya pengalaman dan keahlian dari principal tentang manajemen kontrak
Hilangnya kompetensi organisasi
·Kedekatan dengan kompetensi inti
Tabel dua mengklasifikasikan beberapa hasil negatif dari outsourcing menurut faktor penyebabnya. Meskipun motivasi primer melakukan outsourcing merupakan buat memotong biaya , namun bila nir diantisipasi dengan baik outsourcing sanggup memunculkan porto-biaya baru misalnya porto manajemen, porto perubahan kontrak, serta meningkatnya biaya layanan pada konsumen. Outsourcing pula sanggup menyebabkan hilangnya kompetensi perusahaan bila pemilihan fungsi sistem keterangan yg akan di-outsource dilakukan secara sembarangan. Upaya buat meminimalkan resiko outsourcing dapat dilakukan dengan mengendalikan faktor yang sebagai penyebab timbulnya konsekuensi yang tidak diinginkan tersebut. Berikut ini akan diuraikan beberapa alternatif mengelola resiko outsourcing.

MENGELOLA RESIKO OUTSOURCING
Aktifitas outsourcing membawa sejumlah resiko yg signifikan. Resiko akan lebih besar jika perusahaan memilih buat melakukan outsourcing total. Banyak perusahaan yang menyadari resiko ini serta merespon menggunakan mengadopsi proses analisis resiko secara menyeluruh yg digabungkan menggunakan menjalankan manajemen resiko supaya mampu mengurangi resiko outsourcing secara efektif. Manajer sistem warta juga harus mempertimbangkan alternatif-altenatif lain seperti melakukan outsourcing melalui poly penawaran (multiple bidders)(Yost serta Harmon, 2002; Currie, 1998). Dengan outsourcing yang selektif, perusahaan dapat mempertahankan pengetahuan internal yg dibutuhkan untuk menangani outsourcing provider. Dengan pilihan multiple bidders, perusahaan bisa menegosiasikan kontrak outsourcing dengan poly vendor yang tidak sama kompetensi, pengalaman serta posisi pasarnya. Namun taktik ini juga memiliki resiko, Cross (1995) menyatakan sulit buat mengelola serta mengkoordinasikan kerja dari beberapa provider. Sementara Loh dan Venkatraman (1992) menjelaskan bahwa nir mudah menentukan tanggung jawab masing-masing provider terutama apabila aktifitas yg pada-outsource saling tergantung satu sama lain.

Pandey serta Bansal (2003) menyatakan buat meminimalkan resiko maka perusahaan harus mempertimbangkan aktifitas-aktifitas perusahaan yg dilihat paling kritis dalam memutuskan apakah akan melakukan outsourcing teknologi keterangan atau tidak. Ada empat aktifitas yg dipandang paling kritis, yaitu perencanaan kebutuhan bahan (MRP/Material Requirement Planning), keuangan, manajemen sumber daya manusia (misalnya pembayaran honor ), dan pengembangan serta pemeliharaan website. Disamping itu perusahaan usahakan pula menyewa seorang konsultan buat membuat keputusan outsourcing, serta ikut mempertimbangkan trend yang sedang berlaku di pasar.

O’Keeffe dari forum konsultan resiko independen Protiviti mengungkapkan buat menanggulangi resiko dalam kontrak outsourcing perusahaan sebaiknya menyebarkan sebuah planning kontrak serta mendokumentasikan seluruh aspek-aspek kesepakatan yang mencakup kesepakatan mengenai taraf pelayanan (service level), spesifikasi produk, persyaratan perubahan, peran dan tanggung jawab serta hal-hal yang dikecualikan. Pengelolaan terhadap resiko outsourcing telah wajib dimulai dalam waktu perencanaan kontrak dilakukan, tahap perundingan serta termin selesainya kontrak disepakati. Mekanisme umpan kembali kinerja yang efektif wajib diikuti dengan supervisi terhadap kontrak serta kinerja secara terencana. Disamping itu kejelasan mengenai kiprah serta tanggung jawab masing-masing pihak akan mendukung pencapaian efisiensi serta tujuan pengendalian dari suplier serta kontrak menajemen. Dengan prosedur supervisi yg baik dan kejelasan mengenai konvensi kontrak akan dapat meminimalkan resiko sehubungan menggunakan aktifitas outsourcing. 

Untuk mengatasi resiko hilangnya kompetensi perusahaan dari Hayes et al. (2000), perusahaan harus memisahkan fungsi sistem warta yang tidak memiliki nilai tambah berdasarkan fungsi kompetensi inti sistem keterangan yang memiliki nilai tambah. Dengan demikian outsourcing sistem berita akan membentuk manfaat strategis jangka panjang.

MODEL PENERIMAAN TEKNOLOGI DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN OUTSOURCING
Model penerimaan teknologi atau technology acceptance contoh (TAM) adalah contoh yg dapat mengungkapkan secara akurat penerimaan sistim fakta oleh pemakainya. TAM sendiri diadopsi menurut teori tindakan yang dipertimbangkan (theory of reasoned action) yang dikemukakan sang Ajzen dan Fishbein dalam tahun 1980, dan diperkenalkan pertama kali oleh Davis pada tahun 1989 (Lee et al., 2004). TAM menghipotesiskan bahwa perilaku pengguna terhadap teknologi dipengaruhi sang persepsi mereka tentang kegunaan yang dirasakan atau perceived of usefulness (PU) serta kemudahan yang dirasakan pada penggunaan atau perceived ease of use (PEOU) pada teknologi dan perilaku ini akan mensugesti niat mereka buat menggunakan teknologi tersebut (Intention to use). TAM juga menyatakan bahwa perceived ease of use (PEOU) mempengaruhi perceived of usefulness (PU), lantaran sesuatu yg lebih gampang dipakai dipersepsikan akan lebih berguna. Niat buat menggunakan teknologi dipengaruhi oleh poly variabel eksternal. Persepsi mengenai kegunaan dan kemudahan teknologi memediasi imbas variabel eksternal tadi dalam perilaku dan niat buat menggunakan teknologi.

Hubungan antara perceived ease of use, perceived usefulness serta penerimaan individu bisa dilihat pada gambar berikut: 

Gambar 1. Technology Acceptance Model (Davis, et al. 1989)

TAM adalah contoh yg mendapat poly perhatian dalam penelitian di bidang teknologi liputan. Hal ini ditimbulkan lantaran penerimaan teknologi oleh pemakai teknologi berita sangat penting dalam pengembangan teknologi fakta. Oleh karena itu TAM banyak dirujuk dalam penelitian yang terkait dengan penerimaan teknologi berita sang pemakainya. 

Keputusan perusahaan buat melakukan outsourcing teknologi keterangan bisa dilihat dengan menggunakan contoh penerimaan teknologi tersebut. Benamati dan Rajkumar (2002) menggunakan TAM buat mengetahui faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan outsourcing pada pengembangan pelaksanaan. Dengan menggunakan metode kualitatif, output penelitian tadi menyarankan bahwa keputusan outsourcing dipengaruhi oleh variabel eksternal misalnya lingkungan luar, interaksi outsourcing terdahulu, serta resiko menurut outsourcing. Variabel eksternal ini selanjutnya menghipnotis kegunaan yg dirasakan dari keputusan outsourcing dan kemudahan yg dirasakan pada penggunaan.

Artikel ini mengusulkan model penerimaan teknologi TAM dalam pengambilan keputusan outsourcing dicermati menurut persepsi pengambil keputusan tentang manfaat, resiko serta biaya yang ditimbulkan dari aktifitas outsourcing. Seperti dijelaskan sebelumnya, outsourcing tidak hanya mendatangkan manfaat, tetapi jua memunculkan resiko-resiko baru misalnya biaya tersembunyi, masalah moral staf, dan hilangnya kontrol atas aktifitas tertentu. Resiko-resiko tersebut apabila diabaikan akan menaikkan kemungkinan kegagalan proyek. Hal ini memiliki akibat bahwa manfaat berdasarkan outsourcing ditentukan sang persepsi resiko mengenai outsourcing tersebut. Persepsi terhadap resiko akan menghipnotis sikap para pengambil keputusan terhadap outsourcing dan selanjutnya akan menghipnotis niatnya buat melakukan outsourcing. 

Menurut Keil et al (1998), pengambil keputusan akan mempersepsikan resiko menjadi sesuatu yg lebih penting apabila mereka nir memiliki kontrol terhadap resiko-resiko tersebut. Makin akbar resiko outsourcing, maka makin akbar pula biaya yg disebabkan, menggunakan demikian masih ada hubungan positif antara resiko dengan biaya outsourcing. Sebaliknya, persepsi mengenai manfaat outsourcing akan berpengaruh positif terhadap keputusan outsourcing teknologi keterangan. Analisis terhadap manfaat yg diperoleh serta biaya yg ditimbulkan dari outsourcing, serta pertimbangan mengenai resiko yg akan dihadapi akan mempengaruhi niat pengambil keputusan buat melakukan outsourcing teknologi berita. Dari uraian tersebut penulis mengajukan proposisi sebagai berikut: 
Proposisi 1: Persepsi mengenai manfaat yg dirasakan berdasarkan outsourcing memiliki interaksi positif dengan sikap terhadap outsourcing dan selanjutnya akan mempengaruhi niat buat melakukan outsourcing.
Proposisi 2: Persepsi mengenai resiko yg dirasakan berdasarkan outsourcing mempunyai hubungan negatif menggunakan perilaku terhadap outsourcing serta selanjutnya akan mempengaruhi niat buat melakukan outsourcing.
Proposisi tiga: Persepsi mengenai resiko yg dirasakan dari outsourcing memiliki hubungan negatiff menggunakan persepsi tentang manfaat yg dirasakan menurut kegiatan outsourcing, dan seterusnya akan bekerjasama positif dengan sikap terhadap outsourcing.
Proposisi 4: Persepsi tentang resiko yg dirasakan dari outsourcing memiliki hubungan positif dengan persepsi tentang biaya yang dirasakan dari aktivitas outsourcing, dan seterusnya akan berafiliasi negatif menggunakan perilaku terhadap outsourcing.
Proposisi lima: Persepsi mengenai porto yang dirasakan dari outsourcing akan berafiliasi negatif dengan sikap terhadap outsourcing serta seterusnya akan mempengaruhi niat buat melakukan outsourcing.

Dari kelima proposisi tadi dapat digambarkan model penerimaan keputusan outsourcing sebagai berikut:

Gambar 2 : Model penerimaan keputusan outsourcing