SOAL DAN PEMBAHASAN TENTANG GAGASAN UTAMA PARAGRAF


  • Bacalah paragraf berikut! 
Sebentar lagi trend penghujan akan segera datang. Sejumlah persiapan pun dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta buat mengantisipasi perkara banjir yang kerap sebagai langganan kala isu terkini penghujan datang. Selain melakukan normalisasi waduk, Pemprov DKI pun mulai melakukan simulasi terkait penyaluran logistik pada rakyat ketika banjir. Pemprov DKI menyelidiki menurut hasil penilaian dari musibah banjir yg terjadi dalam awal tahun sebelumnya. Gagasan primer paragraf tadi merupakan .......
A. Pemprov DKI mempelajari output penilaian banjir 
B. Persiapan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
C. Pemprov DKI langganan banjir setiap tahun
D. Antisipasi Pemprov DKI terhadap banjir
Penyelesaian: 
Gagasan primer adalah bagian paling krusial/inti berdasarkan sebuah paragraf. Posisinya tidak bisa dihilangkan lantaran akan menghilangkan maksud yang ingin disampaikan oleh penulis. Sebuah gagasan primer umumnya berada di awal paragraf atau akhir paragraf. Gagasan primer paragraf tersebut adalah "Pemprov DKI menilik output evaluasi banjir" (terletak pada akhir paragraf). Jawab:A

  • Perhatikan kutipan paragraf berikut! 
Untuk menambah kompetensi pada global kerja, bahasa lnggris perlu dikuasai. Penggunaan bahasa lnggris mempunyai nilai panting buat mendongkrak kemajuan karier. Pada era persaingan dunia kerja yang semakin kompetitif, seorang yang menguasai bahasa lnggris otomatis mempunyai peluang kerja. Seseorang yg nir menguasai bahasa lnggris peluangnya lebih mini buat diterima sebagai karyawan. 
Gagasan utama paragraf tadi adalah  
A. Penguasaan bahasa lnggris bagi pencari kerja 
B. Bahasa lnggris buat mendongkrak kemajuan 
C. Dunia kerja semakin kompetitif menggunakan bahasa lnggris 
D. Peluang kerja bagi yang fidak bisa berbahasa lnggris 

Pembahasan: 
Gagasan primer merupakan suatu ilham pokok yg terdapat pada suatu paragraf. Setap paragraf memiliki gagasan utama sebagai pengendali. Dikatakan sebagai pengendali lantaran gagasan utama itu mengendalikan uraian selanjutnya sehingga gagasan utama serta penjelasnya sebagai satu makna. Gagasan pokok paragraf itu adalah "Penguasaan bahasa lnggris bagi pencari kerja." Jawaban:A

  • Bacalah paragraf berikut! 
Bahan standar tahu Sumedang berupa kacang kedelai. Bahan ini disuplai berdasarkan Bandung. Untuk keperluan produksi, secara rutin dikirim lima ton kacang kedelai per minggu. Harga kacang kedelai yg dipakai berkisar antara Rp 12.700,00 hingga Rp 13.000,00 per kilogram. 
Gagasan utama paragraf tadi adalah  
A. Harga kacang kedelai 
B. Pengiriman kacang kedelai 
C. Bahan standar tahu Sumedang 
D. Pembuatan tahu Sumedang

Penyelesaian: 
Gagasan utama merupakan inti dari sebuah paragraf. Gagasan primer nir mampu dihilangkan lantaran akan menghilangkan maksud yg ingin disampaikan oleh penulis. Gagasan primer bisa berada pada awal paragraf atau akhir paragraf. Gagasan utama paragraf tersebut merupakan Bahan baku tahu Sumedang karena adalah bagian inti berdasarkan paragraf tersebut. Jawaban: C
  • Perhatikan kutipan paragraf berikut! 
(1) Semua orang tua tentu berharap agar kelak anaknya menjadi orang sukses. (dua) lndikator kesuksesan umumnya dicermati dari pekerjaan. (tiga) Oleh sebab itu, poly orangtua memilih pendidikan yg sempurna, supaya anaknya dapat bersaing di dunia kerja. (4) Pendidikan yg sempurna memang akan membuat peluang kerja di masa depan semakin terbuka luas.
Kalimat utama paragraf tadi terdapat pada kalimat.....
A. 4
B. 3
C. 2
D. 1 
Pembahasan:
Kalimat utama adalah suatu kalimat yg mengandung wangsit pokok dari paragraf tersebut. Letak kalimat primer terdapat di dua tempat, yaitu kalimat pertama atau kalimat keempat. Kata kuncinya merupakan wangsit utama, ada di awal atau pada akhir. Kalimat utama paragraf tadi terdapat pada awal kalimat lantaran kalimattersebut mengandung wangsit utama (bagian paling penfing) paragraf. Kalimat-kalimat selanjutnya merupakan penjelas. Jawaban: D

CARA MENGIDENTIKASI ISI DAN BAGIAN SUATU TEKS

Kompetensi : Mengidentifikasi isi serta bagian suatu teks

Isi dan Bagian Teks
Teks atau wacana adalah sebuah naskah yang terbentuk menurut paragraf-paragraf yang kohesif serta koherensif. Adapun penerangan lebih lanjut tentang kohesi dan koherensi akan dijelaskan berikut:

1. Kesatuan (kohesi): Di dalam paragraf hanya terdapat satu, konflik yg umumnya dianggap pikiran primer/gagasan/utama/inspirasi pokok/gagasan utama.
Cara menuangkan pikiran primer ada 2 cara, yaitu:
a. Tersurat: pikiran utama kentara tertuang di dalam kalimat dalam sebuah paragraf. Hal itu berarti masih ada kalimat primer pada sebuah paragraf.

Cara meletakkan kalimat utama terdapat 3 cara, yaitu:
1). Pada awal paragraf (paragraf dedukif), pikiran utama dalam paragraf deduktif terletak dalam awal paragraf. Kalimat-kalimat kedua sampai kalimat terakhir adalah kalimat penjelas.

Contoh:
Tempat tinggalku sangat menyenangkan. Kakak dan saudara termuda-adikku serta aku merasa tenteram apabila berada di tempat tinggal . Kami mampu berdiskusi, bercengkerama, serta kadang bersenda gurau buat hal-hal yang lucu. Ternan-temanku jua merasa betah bila belajar pada rumahku. Di samping tempatnya nyaman, jauh berdasarkan kebisingan suara kendaraan beroda empat, pula penghuninya ramah tamah.
Pikiran primer paragraf pada atas adalah rumah yg rnenyenangkan. Perhatikan model kerangka paragraf serta pengembangan paragraf berpola deduksi berikut!

  • Pikiran primer/gagasan primer/ide pokok:

          Keindahan alam yg mengecewakan
  • Pikiran penjelas:

          a. Manusia sudah mengubah segaianya
          b. Hutan sawah, serta ladang tegusur
          c. Pohon sudah ridak ada
          d. Pagar bunga telah berganti
          e. Pembangunan gedung-gedung mewah
Bernostalgia indahnya alam di Batu Malang hanya akan mengakibatkan kekecewaan. Dalam kurun waktu tiga puluh tahun dinamika kehidupan anak-anak manusia sudah mengubah segalanya. Hutan, sawah, dan ladang tergusur oleh banyak sekali bentuk bangunan yang meluncur berdasarkan kota. Ranting dan cabang pohon sudah berganti menggunakan teruji besi. Pagar tanaman bunga bermekaran dengan indahnya sudah diterjang tembok beton yg megah serta kokoh. Batu-batu,gunung telah berubah menjadi gedung plaza megah.

2). Pada akhir paragraf [Paragraf induktif], pikiran utama pada paragraf induktif terletak dalam akhir paragraf. Sebuah paragraf induktif umumnya mempunyai kalimat simpulan yang eksplisit pada bagian akhir paragraf. Oleh karenanya, sebuah kalimat akhir sebuah paragraf induktif umumnya diawali Kata hubung jadi, oleh karenanya, dengan demikian, serta lain-lain.

Contoh:
Belakangan ini batik mulai diincar oleh kaum muda. Alasannya praktis, batik mampu dipakai pada aneka macam kesempatan. Tak hanya sebatas buat program resmi misalnya pada berbagai pasta, batik juga dapat digunakan menjadi busana sehari-hari yang unik. Memang sekarang batik tak hanya identik menjadi busana lawas yg digandrungi kaum tua.

3). Paragraf awal dan akhir paragraf paragraf adonan Paragraf campuran memang nir lazim ditemukan. Pada paragraf jenis ini, kalimat pertama dan kalimat akhir paragraf memiliki maksud yg sama (pengulangan), namun kalimatnya saja yg tidak selaras.

Contoh:
Bagi manusia bahasa merupakan alat komunikasi yg sangat krusial. Dengan bahasa manusia dapat membicarakan isi hatinya kepada sesamanya. Dengan bahasa itu jua manusia dapat mewarisi dan mewariskan, menerima serta menaruh segala pengalamannya pada sesamanya. Tanpa bahasa, orang sulit buat bermasyarakat atau bersosialisasi menggunakan lingkungannya. Jelaslah bahwa bahasa merupakan wahana yg paling penting dalam kehidupnn insan.

b. Tersirat; pikiran utama dalam paragraf ini tidak tertuang pada dalam kalimat utama. Pikiran utamanya menyebar pada seluruh kalimat dalam sebuah paragraf. Jadi, paragraf ini tidak terdapat kalimat utama. Paragraf berjenis narasi (cerita) merupakan satu-satunya jenis paragraf yang letak kalimat utamanya tersirat.
Contoh:
Pada bulan Januari 1946 ada sebuah kapal penumpang bertolak menurut Surabaya ke Jakarta. Di antaranya ada sejumlah penumpang yang merupakan sukarelawan perang dari dari Jakarta. Mereka telah dikirim sang satuannya buat mempertahankan Surabaya. Tidak jauh berdasarkan Selat Madura datang-tiba terjadi ledakan dahsyat. Kapal tersebut telah melanggar ranjau bahari. Perlahan-huma kapal itu karam beserta isinya.

2. Kepaduan [koherensi]: Paragraf yg dibangun sang kekornpakkan semua kalimat pada dalam paragraf tadi. Kalimat yg satu menggunakan yang lainnya tersusun secara logis. Untuk menciptakan paragraf kohesi, bisa menggunakan kata penghubung antarkalimat dan menggantikan sebuah kata dengan istilah ganti tunjuk, kata ganti orang, atau istilah lain yang implisit pada kalimat sebelumnya.

Contoh:
Nadia, Danti, serta Sakila dalam Minggu pagi sudah berada pada Bandara Soekarno-Hatta. Mereka akan berlibur di Bali. Selama di sana mereka akan menginap di rumah nenek. Hal itu akan membuat mereka sangat bahagia. Oleh karena itu, tiada tampak murung ataupun murung dalam wajah mereka.

SOAL DAN PEMBAHASAN
1. Perhatikan kutipan paragraf berikut!
(1) Semua orang tua tentu berharap supaya kelak anaknya sebagai orang sukses. (dua) lndikator kesuksesan biasanya di1ihat berdasarkan pekerjaan. (tiga) Oleh karena itu, banyak orangtua memilih pendidikan yang sempurna, supaya anaknya bisa bersaing di dunia kerja. (4) Pendidikan yg tepat memang akan menciptakan peluang kerja di masa depan semakin terbuka luas.

Kalimat utama paragraf tersebut terdapat dalam kalimat ....
a. 4                    b. 3             c. 2      d. 1
Pembahasan:
Kalimat utama merupakan suatu kalimat yg mengandung pandangan baru pokok dari paragraf tersebut. Letak kalimat primer terdapat di 2 loka, yaitu kalirnat pertama atau kalimat keempat. Kata kuncinya merupakan ilham pokok, terdapat di awal atau di akhir. Kalimat utama paragraf tersebut terdapat di awal kalimat karena kalimat tadi mengandung wangsit utama (bagian paling krusial) paragraf. Kalimat-kalimat selanjutnya adalah penjelas.

Jawaban: D

2. Perhatikan kutipan paragraf berikut!
Untuk menambah kompetensi di global kerja, bahasa lnggris perlu dikuasai. Penggunaan bahasa lnggris memiliki nilai krusial buat mendongkrak kemajuan karier. Pada era persaingan dunia kerja yang semakin kompetitif, seseorangyang menguasai bahasa lnggris otomatis memiliki peluang kerja. Seseorang yg nir menguasai bahasa lnggris peluangnya lebih kecil buat diterima sebagai karyawan.

Gagasan utama paragraf tersebut merupakan......
a. Penguasaan bahasa lnggris bagi pencari kerja
b. Bahasa lnggris untuk mendcmgkrak kemajuan
c. Dunia kerja semakin komperitif menggunakan bahasa lnggris
d. Peluang kerja bagi yg nir mampu berbahasa lnggris
Pembahasan:
Gagasan primer adalah suatu pandangan baru pokok yang terdapat pada suatu paragraf. Setiap paragraf mempunyai gagasan utama menjadi pengendali. Dikatakan sebagai pengendali karena gagasan pokok itu mengendalikan uraian selanjutnya sehingga gagasan utama dan penjelasnya menjadi satu makna. Gagasan pokok paragraf itu adalah “Penguasaan bahasa inggris bagi pencari kerja."

Jawaban : A

PENGERTIAN JENIS IDE POKOK DAN MENYIMPULKAN PARAGRAF

Pengertian, Jenis, Ide Pokok Dan Menyimpulkan Paragraf

A. PENGERTIAN PARAGRAF
Kata paragraf tentu telah nir asing pada pendengaran kita. Setiap kali membaca teks baik itu teks sastra juga nonsastra, kita niscaya akan menemui banyak paragraf di sana. Sebuah paragraf ditandai dengan kalimat yang menjorok ke pada dengan jeda nir lebih menurut enam ketukan atau spasi. Namun, ada juga yang nir ditandai menggunakan bagian yg menjorok, namun dengan adanya jarak antara paragraf satu dan paragraf lainnya.
Dengan melihat karakteristik-karakteristik fisik paragraf tersebut, saat melihat sebuah bacaan, kita pasti sudah mengetahui mana yg diklaim menjadi paragraf. Namun, apakah paragraf itu? Paragraf adalah rangkaian kalimat yang disusun secara sistematis yang memiliki sebuah ide.

B. KALIMAT UTAMA DAN KALIMAT PENJELAS DALAM PARAGRAF
Sebuah paragraf terdiri atas beberapa kalimat. Kalimat tadi adalah kalimat utama dan kalimat penjelas. Kalimat primer merupakan kalimat yg memuat wangsit pokok atau gagasan utama. Kalimat penjelas adalah kalimat yang memuat penjelasan kalimat pokok.

a. Kalimat Utama
Kalimat utama dianggap jua kalimat utama atau kalimat topik. Kalimat utama terdiri atas satu kalimat saja. Kita dapat menentukan kalimat utama dari karakteristik-cirinya.
Berikut karakteristik-karakteristik kalimat primer.
  1. Mengandung konflik yg bisa diuraikan lebih lanjut.
  2. Biasanya berupa kalimat lengkap yg dapat berdiri sendiri.
  3. Mempunyai arti atau maksud yang jelas tanpa dihubungkan dengan kalimat lain.
  4. Dapat dibuat tanpa kata sambung.
  5. Jika terletak pada akhir paragraf, biasanya ditandai dengan kata-istilah "sebagai kesimpulan", "yg krusial", ’jadi", "sang karena itu’, “menggunakan demikian”, atau sejenisnya.
b. Kalimat Penjelas
Kalimat penjelas terdiri atas beberapa kalimat. Ciri-ciri kalimat penjelas adalah menjadi berikut.
  1. Umumnya kalimat penjelas tidak dapat berdiri sendiri.
  2. Maksud kalimatnya baru jelas setelah dihubungkan menggunakan kalimat lain dalam satu paragraf.
  3. Pembentukan kalimat penjelas umumnya memerlukan donasi kata sambung.
  4. Isi kalimat primer umumnya berupa perincian, warta, contoh, serta data lain yang bersifat mendukung kalimat primer.
JENIS-JENIS PARAGRAF
Berdasarkan Ietak kalimat utama, paragraf dibedakan menjadi empat macam, yaitu paragraf deduktif, paragraf induktif, paragraf kombinatif, serta paragraf tanpa kalimat utama.
Paragraf deduktif
Paragraf deduktif adalah paragraf yg kalimat utamanya terletak di awal paragraf. Hal-hal yang bersifat generik ditulis atau dijelaskan lebih awal kemudian disusul sang penerangan yang bersifat Iebih sempit atau detail.
Contoh:
Sejak harga bahan bakar minyak (BBM) naik, harga kebutuhan utama pun ikut naik. Harga cabe yg awalnya hanya Rp15.000,00/kg menjadi Rp20.000,00/kg. Harga beras yg awalnya Rp7.500,00/kg menjadi Rp13.500,00/kg. Harga telur yg awalnya Rp18.000,00/kg sebagai Rp25.000,00/kg. Harga minyak goreng pun ikut naik, yaitu menurut Rp15.000,00/kg sebagai Rp19.500,00/kg.

Paragraf lnduktif
Paragraf induktif adalah paragraf yg kalimat utamanya terletak pada akhir paragraf. Hal-hal yg bersifat perinci dijelaskan atau dituliskan lebih dahulu lalu disusul menggunakan hal yg bersifat generik.
Contoh:
Banjir mengakibatkan kerugian akbar bagi pedagang sebab membuat mereka nir bisa berjualan misalnya umumnya. Banjir menyebabkan kerugian besar bagi petani sebab padi-padi yang akan mereka panen membusuk terendam genangan air. Banjir jua menyebabkan kerugian besar bagi para pengusaha karena poly karyawan yg terlambat bahkan tidak sanggup masuk kantor untuk menjalankan tugas mereka. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa banjir menyebabkan kerugian akbar pada berbagai sektor pekerjaan.
Paragraf Kombinatif [Campuran]
Paragraf kombinatif (adonan) merupakan paragraf yg kalimat utamanya terletak pada awal dan akhir paragraf. Hal-hal yg bersifat umum ditulis terlebih dahulu lalu dipertegas pada bagian akhir
paragraf.
Contoh:
Jadilah orang yang berguna bagi orang Iain agar hidupmu bahagia dan penuh syukur. Jika terdapat orang yang sedang kesulitan, sebisa mungkin tolonglah dia. Apabila ada orang yang meminta bantuan, sebisa mungkin bantulah dia. Jika ada ilmu kebaikan yg bisa ditularkan, sebisa mungkin tularkanlah. Jika terdapat kelebihan rezeki, sebisa mungkin berikanlah pada orang yg kekurangan. Ltulah eksklusif yg bermanfaat bagi orang Iain yg dapat membuatmu hayati senang serta penuh syukur.

Paragraf Tanpa Kalimat Utama
Paragraf tanpa kalimat utama merupakan paragraf yang tidak mempunyai kalimat utama, tetapi mempunyai pandangan baru pokok. Jenis paragraf ini umumnya masih ada pada teks cerita serta biasanya berbentuk deskripsi.
Contoh:
Udara terasa begitu dingin. Daun-daun bergoyang diterpa butiran air menurut langit. Sesekali terlihat seberkas kilat menyambar. Tak usang lalu, Guntur pun ikut menggelegar. (Meskipun nir mempunyai kalimat utama, paragraf tadi memiliki pandangan baru utama, yaitu suasana saat hujan).

MENCARI IDE POKOK PARAGRAF
Setelah tahu jenis paragraf berdasarkan letak kalimat utamanya, selanjutnya kita akan mempelajari cara yg bisa kita gunakan untuk memilih inspirasi utama dalam paragraf yg memiliki
kalimat primer. Sebagai contoh, perhatikan balik paragraf deduktif berikut.
Sejak harga bahan bakar minyak (BBM) naik, harga kebutuhan utama pun ikut naik. Harga cabe yg awalnya hanya Rp15.000,00/kg menjadi Rp20.000,00/kg. Harga beras yg awalnya Rp7.500,00/kg menjadi Rp13.500,00/kg. Harga telur yg awalnya Rp18.000,00/kg sebagai Rp25.000,00/kg. Harga minyak goreng pun ikut naik, yaitu menurut Rp15.000,00/kg sebagai Rp19.500,00/kg.
Setelah memperhatikan model paragraf tadi, yuk kita tentukan ilham pokoknya dengan mengikuti langkah-langkah berikut.
1). Tentukan Kalimat Utamanya
Salah satu karakteristik kalimat primer merupakan memuat pertarungan yang dapat diuraikan lebih lanjut. Dengan mempertimbangkan ciri-ciri tersebut, bisa diketahui bahwa kalimat utama pada paragraf tersebut terletak dalam kalimat pertama. "Sejak harga bahan bakar minyak (BBM) naik, harga kebutuhan pokok pun ikut naik."

2). Tentukan Predikat menurut Kalimat Utama Tersebut
lnti sebuah kalimat adalah predikat. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kunci buat mencari inspirasi utama merupakan dengan mengetahui predikat pada kalimat primer.
Sejak harga bahan bakar minyak (BBM) naik —> keterangan
Harga kebutuhan utama —> subjek
Naik -> predikat
Dengan diketahuinya predikat berdasarkan kalimat tadi, bisa diketahui ide pokok dalam paragraf tadi, yaitu "kenaikan harga kebutuhan pokok dampak kenaikan harga BBM".
MENYIMPULKAN PARAGRAF
Menyimpulkan merupakan mencarikan pendapat berdasarkan sesuatu yang diuraikan pada karangan. Untuk dapat menyimpulkan sebuah paragraf, tentu kita harus membaca paragraf tersebut menggunakan intensif. Berikut ini merupakan cara yang bisa dilakukan buat menyimpulkan paragraf.
a. Bacalah teks dengan cermat
    Sebagai contoh, kita pakai pulang model paragraf deduktif yang telah dibahas sebelumnya.
b. Tentukan ide utama paragraf 
     Ide pokoknya adalah kenaikan harga kebutuhan pokok akibat kenaikan harga BBM.
c. Bila diperlukan, tentukan hal-hal krusial dalam menyebutkan kalimat utama atau istilah kunci yang      terdapat pada kalimat-kalimat penjelas.

Hal-hal penting dalam kalimat penjelas ditandai menggunakan alfabet tebal berikut:

  • Harga cabai yg awalnya hanya Rp15.000,00/kg menjadi Rp20.000,00/kg.
  • Harga beras yang awalnya Rp7.500,00/kg menjadi Rp13.500,00/kg.
  • Harga telur yang awalnya Rp18.000,00/kg menjadi Rp25.000,00/kg.
  • Harga minyak goreng pun ikut naik, yaitu berdasarkan Rp 15.000,00/kg menjadi Rp 19.500,00/kg.


d. Tulislah simpulan menggunakan menggabungkan ide utama serta hal-hal penting pada kalimat penjelas menggunakan menggunakan kalimat sendiri.

Simpulan berdasarkan paragraf tadi adalah "Harga kebutuhan utama, misalnya cabai, beras, telur, dan minyak goreng naik akibat kenaikan harga BBM."

CONTOH SOAL DAN PEMBAHASAN
Cermatilah contoh soal serta pembahasan berikut!
1. Perhatikan kutipan paragraf berikut!
Dampak negatif pemanasan global terus diserukan. Seruan ini disampaikan sehabis Badan Kesehatan Dunia(WHO) memperingatkan makin hangatnya temperatur udara. Hal ini dapat memicu timbulnya penyakit, seperti demam berdarah dan malaria. Lebih Ianjut, WHO melaporkan perubahan iklim bisa menyebabkan lebih menurut 150 ribu kematian serta 5 juta orang terserang penyakit setiap tahunnya. Jumlah ini bisa berlipat ganda pada 2030.

Gagasan primer paragraf tadi merupakan  (UN Tahun 2013 Kode 44)
A. Seruan dampak negatif pemanasan global
B. Iaporan WHO tentang perubahan iklim
C. Peringatan WHO mengenai pemanasan global
D. Tahun 2030 orang akan meninggal karena pemanasan global
Jawaban: A
Gagasan utama disebut pula menggunakan ilham utama. Lde pokok terletak dalam kalimat utama. Kalimat primer paragraf tersebut terletak di awal paragraf, yaitu pengaruh negatif pemanas an global terus diserukan. Predikat kalimat tadi merupakan ”diserukan". Dengan demikian, gagasan utama paragraf tadi merupakan seruan impak negatif pemanasan dunia.
2. Bacalah paragraf berikut!
Jumlah kunjungan wisatawan ke Taman Nasional Tanjung Puting ditargetkan15ribu orang pertahun mulai2015.target ini diharapkan terpenuhi melalui kerja sama menyeluruh antara para pemangku kepentingan.tujuan ini bisa tercapaijika masing-masing pihak mau bekerja sama. Namun, peningkatan kunjungan wisatawan nir boleh mengganggu tujuan utama daerah perlindungan. Wisatawan selama ini didominasi pelancong mancanegara.

Gagasan primer paragraf tadi adalah  (UNTahun 2013 Kode 45)
A. Targetjumlah wisatawan
B. Jumlah kunjungan wisatawan
C. Peningkatan kunjungan wisatawan
D. Pengunjung didominasi pelancong mancanegara
Jawaban: A
Paragraf tersebut adalah paragraf deduktif yang kalimat utamanya terletak di awal paragraf. Kalimat primer paragraf tadi adalah jumlah kunjungan wisatawan ke Taman Nasional Tanjung Puting ditargetkan 15 ribu orang per tahun mulai 2015. Predikat kalimat tadi adalah"ditargetkan". Dengan demikian, gagasan utama paragraf tersebut adalah target jumlah wisatawan.

3. Bacalah paragraf berikut!
Penyakit gigi dalam anak bisa berdampak pada kesehatan masa depannya. Salah satunya adalah struktur gigi yg tidak sahih karena kerusakan gigi, terutama dalam gigi susu. Sementara itu, sakit gigi lantaran gigi berlubang bisa mengganggu aktivitas belajar sehingga prestasi mereka pun akan menurun.

Gagasan primer paragraf tersebut merupakan  (UN Tahun 2013 Kode 48)
A. Impak penyakit gigi dalam kesehatan
B. Kerusakan gigi berlubang mengganggu aktivitas belajar
C. Sakit gigi berlubang dipercaya sepele
D. Gigi susu berlubang menjadi struktur gigi jelek
Jawaban: A
Kalimat utama paragraf tadi merupakan ”Penyakit gigi dalam anak dapat berdampak pada kesehatan masa depannya." Predikat berdasarkan kalimat tadi merupakan berdampak. Dengan demikian, gagasan
utama paragraf tadi adalah "efek penyakit gigi pada kesehatan"
4. Bacalah paragraf berikut!
Sering terjadi pembakaran hutan pada Iahan perkebunan memberikan dampak jelek. Dampak jelek tersebut bisa berupa tanah Iongsor. Jika dibiarkan pada waktu lama , sanggup terjadi banjir. Hal lain yg bisa terjadi merupakan kurangnya cadangan air tanah.
Gagasan utama paragraftersebut merupakan .. .. (UN Tahun 2013 Kode 49)
A. Pembakaran hutan pada Iahan perkebunan
B. Imbas tidak baik pembakaran hutan
C. Banjir serta tanah Iongsor
D. Kurangnya cadangan air
Jawaban: B
Salah satu karakteristik kalimat utama adalah dapat berdiri sendiri. Ciri tersebut ditunjukkan oleh kalimat pertama yang berbunyi "Sering terjadi pembakaran hutan dalam huma perkebunan memberikan pengaruh tidak baik." Predikat dari kalimat tadi merupakan menaruh efek buruk. Dengan demikian, gagasan primer paragraf tersebut merupakan impak jelek pembakaran hutan.

5. Bacalah paragraf berikut!
Di Indonesia jahe mempunyai berbagai nama wilayah. (dua) Di Sumatra disebut halia (Aceh), beuing (Gayo), bahing (Karo), pege (Toba), sipode (Mandailing), iahia (Nias), sipodeh (Minangkabau), page (Lubu), danjahi (Lampung). (tiga) Di Jawa, jahe dikenal dengan jahe (Sunda), jae (Jawa), jhai (Madura), dan jae (Kangean). (4) Sementara itu, pada Sulawesi, jahe dikenal dengan nama layu (Mongondow), moyuman (Poros), melito (Gorontalo), yuyo (Buol), siwei (Baree), laia (Makassar), dan pace (Bugis). Sumber: //id.wikipedia.org/wiki/Jahe

Kalimat utama paragraf tadi ditunjukkan sang nomor
A. (1)                                             C. (3)
B. (2)                                              D. (4)
Jawaban: A
Salah satu ciri kalimat primer adalah mengandung pertarungan yang bisa diuraikan lebih lanjut. Kalimat (2), (tiga), serta (4) adalah uraian atau penjelasan dari kalimat (1 )
.
6. Perhatikan bacaan berikut!
Kotagede telah menjadi pusat kerajinan perakterbesar pada Indonesia. Beragam kerajinan perak yang diolah menjadi beragam bentuk lewat beragam cara dihasilkan pada Kotagede. Kotagede berlokasi 10 km dari pusat kota Yogyakarta. Sejak tahun 1970-an, kerajinan perak Kotagede telah diminati wisatawan mancanegara.

Simpulan isi paragraf tersebut adalah  (UAN Tahun 2013 Kode 44)
A. Kotagede berdiri dari tahun 1970-an.
B. Perhiasan berdasarkan perak sangat dagi.
C. Kotagede populer menggunakan peraknya.
D. Wisatawan mancanegara seringkali ke Kotagede.
Jawaban: C
Simpulan adalah hasil dari menyimpulkan. Menyimpulkan merupakan mencarikan pendapat menurut sesuatu yg diuraikan dalam karangan. Jika ditinjau berdasarkan kalimat utamanya (kalimat pertama), paragraf tersebut membahas pusat kerajinan perak yg terletak pada Kotagede. Kalimat penjelas pun menjelaskan mengenai kerajinan perak serta lokasi Kotagede. Dengan demikian, simpulan dari paragraf
tersebut merupakan Kotagede populer menggunakan peraknya.

7. Bacalah teks berikut menggunakan akurat!
Tercatat 70% tanah pada Jakarta sudah air Iimbah. Bahkan, Sungai Ciliwung tak luput berdasarkan pencemaran Iimbah. Akibat pencemaran Iimbah tadi, aliran air pada sepanjang Ciliwung terkotori bakteri E Coli jauh pada atas ambang normal serta warna air telah berubah menjadi cokelat dan hitam. Oleh karena itu, tak mengherankan bila harga air di Jakarta sebagai mahal.

Simpulan isi paragraf tersebut merupakan  (UN Tahun 2013 Kode 43)
A. Tercatat 70% tanah pada Jakarta telah Iimbah.
B. Harga air pada Jakarta mahal lantaran air tanah dan sungai sudah .
C. Baik air tanah maupun air sungai bakteri berbahaya.
D. Air tanah pada Jakarta nir layak minum.
Jawaban: B
Salah satu karakteristik kalimat primer, yakni ditandai menggunakan penggunaan kata oleh karenanya. Dengan karakteristik tadi, bisa diketahui bahwa kalimat primer paragraf tadi terletak pada akhir sehingga ilham pokok paragraf tadi merupakan penyebab mahalnya air pada Jakarta. Dalam mengambil konklusi, perlu juga melihat hal-hal penting dalam kalimat penjelas yang menjelaskan kalimat primer. Hal-hal penting tersebut adalah tanah serta sungai yang air Iimbah. Dengan demikian, simpulan isi paragraf tersebut adalah "harga air pada Jakarta mahal lantaran air tanah dan sungai telah tercemar".

8. Bacalah paragraf berikut!
Cokelat yang acapkali sebagai primadona buat memulihkan rasa stres ternyata dapat mencegah pertumbuhan jerawat seorang. Sebuah penelitian yg dilakukan oleh mahasiswa kedokteran pada University of Miami School of Medicine berhasil membuktikan bahwa cokelat memiliki peran mencegah pertumbuhan jerawat. Responden pada penelitian tadi terdiri atas sepuluh laki-laki berusia ‘I8 sampai 35 tahun. Mereka diminta memakan cokelat murni sebanyak 3 sampai empat ons. Setelah itu mereka harus diet selama seminggu. Selama proses diet inilah ditemukan hormon jerawat yang kian hari kian memburuk.

Simpulan isi paragraftersebut adalah  [UN Tahun 2014]
A. Cokelat baik buat memulihkan rasa stres.
B. Cokelat diteliti sang mahasiswa kedokteran pada University of Miami.
C. Cokelat memmki kiprah mencegah pertumbuhanjerawat.
D. Responden mengalami pertumbuhan jerawat yg kian memburuk.
Jawaban: C
Kalimat primer paragraf tadi terletak di awal paragraf. Dari kalimat utama diketahui ide utama paragraf, yaitu pencegahan pertumbuhan jerawat dengan cokelat. Dengan mempertimbangkan pilihan jawaban serta pandangan baru utama, bisa diketahui bahwa simpulan isi paragraf tersebut adaiah “cokelat mempunyai peran mencegah pertumbuhan jerawat.“

TEORI KRITIS DALAM HAZANAH SAINS MODERN

Teori Kritis Dalam Hazanah Sains Modern
Istilah teori kritis pertama kali ditemukan Max Hokheimer dalam tahun 30-an. Awalnya teori kritis berarti pemaknaan pulang gagasan-gagasan ideal modernitas berkaitan menggunakan nalar serta kebebasan. Pemaknaan ini dilakukan dengan mengungkap deviasi berdasarkan gagasan-gagasan ideal tersebut pada bentuk saintisme, kapitalisme, industri kebudayaan, serta institusi politik borjuis.

Untuk memahami pendekatan teori kritis, nir mampu tidak, wajib menempatkannya dalam konteks Idealisme Jerman dan kelanjutannya. Karl Marx dan generasinya menganggap Hegel sebagai orang terakhir dalam tradisi besar pemikiran filosofis yang bisa ”mengamankan” pengetahuan tentang insan serta sejarah. Namun, karena beberapa hal, pemikiran Marx sanggup menggantikan filsafat teoritis Hegel. Menurut Marx, hal ini terjadi lantaran Marx menjadikan filsafat menjadi sesuatu yg praktis; yakni menjadikannya sebagai cara berpikir (kerangka pikir) warga dalam mewujudkan idealitasnya. Dengan membuahkan akal sebagai sesuatu yg ’sosial’ dan menyejarah, skeptisisme historis akan timbul buat merelatifkan klaim-klaim filosofis tentang norma dan nalar menjadi ragam sejarah serta budaya forma-forma kehidupan.

Teori kritis menolak skeptisisme menggunakan permanen mengaitkan antara logika serta kehidupan sosial. Dengan demikian, teori kritis menghubungkan ilmu-ilmu sosial yang bersifat empiris serta interpretatif dengan klaim-klaim normatif tentang kebenaran, moralitas, dan keadilan yang secara tradisional adalah bahasan filsafat. Dengan tetap memertahankan penekanan terhadap normativitas dalam tradisi filsafat, teori kritis mendasarkan cara bacanya dalam konteks jenis penelitian sosial realitas eksklusif, yang digunakan buat tahu klaim normatif itu pada konteks kekinian.

Di zaman modern, filsafat secara ketat dibedakan menurut sains. Locke menyebut filsafat sebagai ’pekerja kasar’. Bagi Kant, filsafat, khususnya filsafat transenden, mempunyai 2 peran. Pertama, sebagai ”hakim” yang dengannya sains dievaluasi. Kedua, sebagai wilayah buat memunculkan pertanyaan normatif. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan normatif, pada perspektif Kantian, sains nir diperlukan, lantaran hal itu dijawab melalui analisis transenden. Teori kritis yg berorientasi emansipasi berusaha mengkontekstualisasi klaim-klaim filosofis tentang kebenaran serta universalitas moral tanpa mereduksinya sebagai sekedar kondisi sosial yg menyejarah. Teori kritis berusaha menghindari hilangnya kebenaran yg telah dicapai oleh pengetahuan masa kemudian. Tentang hal ini Horkheimer menyatakan ”Bahwa seluruh pemikiran, benar atau galat, tergantung dalam keadaan yang berubah sama sekali tidak berpengaruh dalam validitas sains”.

Teori kritis memungkinkan kita membaca produksi budaya dan komunikasi pada perspektif yang luas serta majemuk. Ia bertujuan buat melakukan eksplorasi refleksif terhadap pengalaman yg kita alami serta cara kita mendefinisikan diri sendiri, budaya kita, serta dunia. Saat ini teori kritis menjadi salah satu alat epistemologis yang diharapkan pada studi humaniora. Hal ini didorong sang kesadaran bahwa makna bukanlah sesuatu yg alamiah serta pribadi. Bahasa bukanlah media transparan yang dapat menyampaikan ide-wangsit tanpa penyimpangan , sebaliknya dia adalah seperangkat kesepakatan yang berpengaruh serta memilih jenis-jenis wangsit dan pengalaman insan.

Dengan berusaha memahami proses dimana teks, objek, serta manusia diasosiasikan dengan makna-makna tertentu, teori kritis memertanyakan legitimasi asumsi umum mengenai pengalaman, pengetahuan, serta kebenaran. Dalam hubungan sehari-hari menggunakan orang lain dan alam, dalam kepala seorang selalu menyimpan seperangkat kepercayaan dan perkiraan yg terbentuk dari pengalaman—dalam arti luas—serta berpengaruh dalam cara pandang seorang, yg sering tidak tampak. Teori kritis berusaha mengungkap dan memertanyakan asumsi serta praduga itu. Dalam usahanya, teori kritis menggunakan ilham-wangsit berdasarkan bidang lain buat tahu pola-pola dimana teks serta cara baca berinteraksi menggunakan dunia. Hal ini mendorong munculnya model pembacaan baru. Karenanya, keliru satu karakteristik khas teori kritis merupakan pembacaan kritis menurut menurut aneka macam segi serta luas. Teori kritis adalah perangkat logika yang, jika diposisikan menggunakan tepat dalam sejarah, bisa merubah dunia. Pemikiran ini dapat dilacak pada tesis Marx terkenal yang menyatakan ”Filosof selalu menafsirkan global, tujuannya buat merubahnya”. Ide ini dari menurut Hegel yang, pada Phenomenology of Spirit, mengembangkan konsep tentang objek berkecimpung yg, melalui proses refleksi-diri, mengetahui dirinya pada tingkat kesadaran yg lebih tinggi. Hegel menggabungkan filsafat tindakan menggunakan filsafat refleksi sedemikian rupa sehingga kegiatan atau tindakan menjadi momen pasti pada proses refleksi. Hal ini memunculkan diskursus dalam filsafat Jerman tentang interaksi antara teori serta praktis, yakni bahwa kegiatan mudah manusia bisa merubah teori. Teori kritis, dengan demikian, merupakan pembacaan filosofis dalam arti tradisional yg disertai pencerahan terhadap dampak yang mungkin ada dalam bangunan ilmu, termasuk didalamnya dampak kepentingan.

Around of Critical Theory
Filsafat dan ilmu sosial abad 19 diwarnai oleh empat pemikiran akbar yaitu, fenomenologi-eksistensialisme, Neo-Thomisme, Filsafat Analitis serta aliran Neo Marxis (yang tak jarang mengklaim dirinya sebagai pewaris tradisi Marxisme yang diadaptasi menggunakan keadaan jaman). Teori kritis, secara klasifikatif, dapat digolongkan pada grup yg terakhir. Meski pada perdebatan filosofis, terdapat yang menduga bahwa teori kritis adalah teori yang bukan marxis lagi.

Neo Marxisme adalah genre pemikiran Marx yang menolak penyempitan dan reduksi ajaran Karl Marx oleh Engels. Ajaran Marx yg dicoba diinterpretasikan sang Engels ini merupakan versi inferpretasi yg nantinya menjadi “Marxisme” resmi. Marxisme Engels ini merupakan versi interpretasi yg digunakan oleh Lenin. Interpretasi Lenin nanti dalam akhirnya berkembang sebagai Marxisme-Leninisme (atau yg lebih dikenal dengan Komunisme). Beberapa tokoh neomarxisme sebetulnya pada akhirnya menolak marxisme-leninisme. Mereka menolak interpretasi Engels dan Lenin lantaran interpretasi tadi adalah interpretasi ajaran Marx yg menghilangkan dimensi dialektika ala Karl Marx yg dianggap sebagai keliru satu bagian inti dari pemikiran Karl Marx. Tokoh neomarxisme adalah Georg Lukacs serta Karl Korsch, Ernst Bloch, Leszek Kolakowski serta Adam Schaff.

Salah satu genre pemikiran Kiri Baru yg relatif ternama merupakan pemikiran Sekolah Frankfurt. Institut penelitian sosial pada Frankfurt (Institut für Sozialforschung) didirikan dalam tahun 1923 sang seorang kapitalis yg bernama Herman Weil, seorang pedagang grosir terigu, yang pada akhir hayat “mencoba buat cuci dosa” mau melakukan sesuatu untuk mengurangi penderitaan di global (termasuk pada skala mikro: penderitaan sosial dari kerakusan kapitalisme).

Teori kritis merupakan anak cabang pemikiran marxis serta sekaligus cabang marxisme yg paling jauh meninggalkan Karl Marx (Frankfurter Schule). Cara serta karakteristik pemikiran genre Frankfurt diklaim karakteristik teori kritik masyarakat “eine Kritische Theorie der Gesselschaft”. Teori ini mau mencoba memperbaharui serta merekonstruksi teori yang membebaskan insan berdasarkan manipulasi teknokrasi terkini. Ciri spesial menurut teori kritik masyarakat merupakan bahwa teori tadi bertitik tolak menurut ide pemikiran sosial Karl Marx, akan tetapi juga sekaligus melampaui bangunan ideologis marxisme bahkan meninggalkan beberapa tema utama Marx dan menghadapi perkara masyarakat industri maju secara baru serta kreatif.

Beberapa tokoh Teori Kritis angkatan pertama merupakan Max Horkheimer, Theodor Wiesengrund Adorno (musikus, ahli sastra, psikolog serta filsuf), Friedrich Pollock (ekonom), Erich Fromm (pakar psikoanalisa Freud), Karl Wittfogel (sinolog), Leo Lowenthal (sosiolog), Walter Benjamin (kritikus sastra), Herbert Marcuse (siswa Heidegger yang mencoba menggabungkan fenomenologi dan marxisme, yg pula selanjutnya Marcuse sebagai “nabi” gerakan New Left pada Amerika).

Teori Kritis menjadi diskusi publik pada kalangan filsafat sosial serta sosiologi pada tahun 1961. Konfrontasi intelektual yang relatif populer adalah perdebatan epistemologi sosial antara Adorno (kubu Sekolah Frankfurt - paradigma kritis) dengan Karl Popper (kubu Sekolah Wina - kerangka berpikir neo positivisme/neo kantian). Konfrontasi berlanjut antara Hans Albert (kubu Popper) menggunakan Jürgen Habermas (kubu Adorno). Perdebatan ini memacu debat positivisme pada sosiologi Jerman. Habermas adalah tokoh yang berhasil mengintegrasikan metode analitis ke pada pemikiran dialektis Teori Kritis.

Pada awalnya, yang membedakan Teori Kritis dengan filsafat Heidegger atau filsafat analitika Ludwig Wittgenstein adalah Teori Kritis menjadi pandangan baru dari gerakan sosial kemasyarakatan. Gerakan sosial ini dipelopori oleh kaum belia yg dalam waktu itu secara historis telah nir jangan lupa lagi menggunakan masa kelaparan serta kedinginan pasca perang global II. Generasi muda tahun 1960-an sudah merasa muak dengan kebudayaan yang menekankan pembangunan fisik dan menekankan faktor kesejahteraan ala kapitalisme. Generasi ini adalah generasi yg secara mendalam mencurigai atau mencurigai kekenyangan kapitalisme dan disorientasi nilai terkini. 

Yang merupakan ciri khas Teori Kritis adalah bahwa teori ini tidak selaras dengan pemikiran filsafat serta sosiologi tradisional. Pendekatan Teori Kritis nir bersifat kontemplatif atau spektulatif murni. Teori Kritis pada titik eksklusif memandang dirinya sebagai pewaris ajaran Karl Marx, menjadi teori yg sebagai emansipatoris. Teori Kritis nir hanya mau mengungkapkan, mempertimbangkan, merefleksikan dan menata realitas sosial akan tetapi juga bahwa teori tersebut mau membarui. Pada dasarnya, Teori Kritis mau sebagai mudah.

Teori Kritis nir mau mengikuti jejak Karl Marx. Kelemahan marxisme dalam umumnya adalah mereka menjiplak analisa Marx serta menerapkannya mentah-mentah pada masyarakat modern. Oleh sebab itu, umumnya marxisme justru lebih terkesan dogmatis daripada ilmiah. Teori Kritis mengadakan analisa baru terhadap masyarakat yang dipahami menjadi “warga kapitalis lanjut”. Yang direkonseptualisasi pada pemikiran Teori Kritis adalah maksud dasar teori Karl Marx, yaitu pembebasan manusia berdasarkan segala belenggu penghisapan serta penindasan.

Pembebasan manusia berdasarkan segala belenggu penghisapan serta penindasan berangkat menurut konsep kritik. Konsep kritik sendiri yg diambil sang Teori Kritis berangkat menurut 4 (empat asal) kritik yang dikonseptualisasikan sang Immanuel Kant, Hegel, Karl Marx dan Sigmund Freud. Kritik pada pengertian pemikiran Kantian merupakan kritik menjadi kegiatan menguji kesahihan klaim pengetahuan tanpa prasangka. Kritik dalam pengertian Hegel didefinisikan sebagai refleksi diri atas tekanan serta pertentangan yg menghambat proses pembentukan diri-rasio dalam sejarah manusia. Kritik pada pengertian Marxian berarti usaha untuk mengemansipasi diri dari alienasi atau keterasingan yg dihasilkan oeh interaksi kekuasaan pada masyarakat. Kritik pada pengertian Freudian adalah refleksi atas pertarungan psikis yang membentuk represi dan memanipulasi kesadaran. Adopsi Teori Kritis atas pemikiran Freudian yg sangat psikologistik dianggap sebagai pengkhianatan terhadap ortodoksi marxisme klasik.

Tokoh-Tokoh Penting Teori Kritis
Teori kritis adalah sebutan buat orientasi teoritis eksklusif yang bersumber berdasarkan Hegel serta Marx, disistematisasi oleh Horkheimer dan sejawatnya pada Institut Penelitian Sosial di Frankfurt, dan dikembangkan sang Habermas. Secara generik kata ini merujuk dalam elemen kritik dalam filsafat Jerman yang dimulai dengan pembacaan kritis Hegel terhadap Kant. Secara lebih spesifik, teori kritis terkait menggunakan orientasi tertentu terhadap filsafat yg ”dilahirkan” pada Frankfurt. Sekelompok orang yg lalu dikenal sebagai anggota Mazhab Frankfurt merupakan teoritisi yg mengembangkan analisis mengenai perubahan pada rakyat kapitalis Barat, yg adalah kelanjutan menurut teori klasik Marx. Mereka yang bekerja institut penelitian ini antara lain Max Hokheimer, Theodor Adorno, Herbert Marcuse serta Erich Fromm pada akhir tahun 20-an dan awal tahun 30-an. Setelah berpindah ke Amerika Serikat lantaran tekanan Nazi, para anggota Mazhab Frankfurt menyaksikan secara eksklusif budaya media yang meliputi film, musik, radio, televisi, dan budaya massa lainnya. Di Amerika waktu itu, produksi media hiburan dikontrol sang korporasi-korporasi besar tanpa ada campur tangan negara. Hal ini memunculkan budaya massa komersial, yg adalah ciri masyarakat kapitalis dan, lalu, menjadi penekanan studi budaya kritis. Horkheimer dan Adorno membuatkan diskusi tentang apa yang disebut ”industri kebudayaan” yg adalah sebutan buat industrialisasi dan komersialisasi budaya dibawah interaksi produksi kapitalis.

Tokoh lain yang lalu menjadi identik dengan teori kritis merupakan Jurgen Habermas. Dia bergabung dengan Institut Penelitian Sosial pada universitas Frankfurt, yg didirikan balik oleh Horkheimer serta Adorno, dalam dasa warsa pasca perang global ke 2. Tulisan ini berusaha memaparkan teori kritis menggunakan membaca pikiran Adorno dan Habermas. Yang pertama mewakili generasi ’pendiri’ teori kritis, sedang yg ke 2 adalah penerus yang membaca serta mengkontekstualisasi ulang teori kritis di zaman yang lazim di sebut posmodern. Sebagai pengantar akan lebih dahulu dipaparkan posisi teori kritis pada konteks pemikiran filsafat.

Theodore Adorno Dalam Teori Kritis
Pria bernama lengkap Theodor Wiesengrund Adorno ini dilahirkan di Frankfurt dalam tahun 1903. Dia adalah seseorang filosof, komposer, penulis essay, serta teoritisi sosial. Pada usia lima belas, Adorno mengikuti pertemuan studi mingguan beserta Siegfried Kracauer, yg diakuinya jauh lebih berpengaruh dalam perkembangan intelektualnya daripada guru-gurunya pada bangku kuliah. Pada tahun 1921, Adorno belajar di universitas di Frankfkurt, memelajari filsafat, sosiologi, musik, dan psikologi. Di bangku kuliah, dia bertemu serta bersahabat dengan Max Hokheimer dan Walter Benjamin. Pada tahun 1924, Adorno menuntaskan doktoral pada bidang filsafat. Pada tahun 1927, dia kembali ke Frankfurt, setelah sempat tinggal di Wina buat belajar musik, serta bergabung menggunakan Horkheimer di Institut Penelitian Sosial yang didirikan dalam tahun 1924, yang lalu dirujuk menjadi Mazhab Frankfurt. Lembaga ini bertujuan menggabungkan filsafat dan ilmu sosial sebagai teori sosial kritis.

Sebagai pemikir Adorno keberatan terhadap filsafat sistematis dan mencurigai apakah pemikiran yang sebenarnya dapat transparan. Hal ini asal dari keberatannya terhadap berpikir metodologis. Filsafat sistematis dan pemikiran metodologis memiliki kesamaan buat sampai dalam konklusi yg hanya mengkonfirmasi perkiraan yg terkandung dalam premis-premisnya. Adorno merupakan pemikir anti-Hegel dan, sekaligus, sepenuhnya Hegelian. Dia tidak setuju terhadap posisi filosofis Hegel yg bercorak totalitarianisme. Adorno meyakini bahwa pemikiran konseptual muncul berdasarkan kebutuhan terhadap adaptasi serta, karena itu, selalu membawa benih-benih dominasi di dalamnya. Dalam sistem pemikiran Hegel, penguasaan dalam daerah materi tercermin menggunakan penguasaan pada tataran konsep. Totaliarianisme sistem pemikiran paralel dengan totalitarian fasisme serta totalitarianisme pada industri kebudayaan. Karenanya, Adorno menolak sistem Hegelian dan pemikiran sistematis secara umum jua kesamaan apapun terhadap sintesis final. Dia menekankan hak buat nir sama.

Dalam karyanya beserta Horkheimer berjudul Dialectic of Enlightenment, Adorno berusaha menaruh analisis konseptual tentang bagaimana Pencerahan, yg dalam mulanya ditujukan buat mengamankan kebebasan dari ketakutan serta otoritas insan, berubah sebagai beberapa bentuk dominasi politik, sosial, serta budaya dimana manusia kehilangan individualitas dan rakyat kehilangan makna humanisme. Analisis ini diberikan dengan penjelasan tentang motif konseptual berdasarkan proses rasionalisasi rakyat-dalam konteks Weberian-dimana dominasi kapitalis merupakan bahaya terbesar yang muncul darinya.

Konsep sosiologi yg diformulasikan Adorno dimulai dengan bisnis buat memahami kaitan antara musik serta warga . Pada terbitan pertama jurnal yg dipublikasikan Institut Penelitian Sosial Frankfurt, Adorno menulis essay berjudul On the Social Situation of Music, yang memaparkan beberapa temuan-temuan sosiologis. Essay ini krusial lantaran analisis musik adalah awal menurut refleksi sosiologis Adorno, yg bertujuan buat menyingkap kandungan sosiologis pada tekstur karya estetis. Hal ini berlanjut menggunakan inovasi apa yang dianggap mediasi sosial, yg berarti kesalingterpengaruhan antara yang universal dan partikular; masyarakat dan individu.

Objek sentral dalam teori kritis Adorno adalah interaksi saling keterpengaruhan antara kontradiksi-pertentangan pada rakyat sebagai sebuah totalitas serta bentuk konkrit kehidupan subjek-subjek dalam masyarakat. Teori kritis diorientasikan pada wangsit tentang warga sebagai subjek, dengan individu menjadi sentra. Sebuah teori menjadi ”kritis” menggunakan menegasikan ketidakadilan, egoisme, serta alienasi yang dihasilkan sang syarat sosial dibawah ekonomi kapitalis.

Jurgen Habermas Dalam Teori Kritis
Jurgen Habermas dilahirkan dalam 18 Juni 1929 di Dusseldorf. Dia dibesarkan pada lingkungan Protestan dimana kakeknya adalah direktur seminari pada Gummersbach. Belajar di universitas Gottingen serta Zurich, Habermas meraih gelar doktor di bidang filsafat berdasarkan universitas Bonn dalam tahun 1954 dengan disertasi berjudul Das Absolute und die Geschichte Von der Zwiespältigkeit in Schellings Denken (Yang mutlak serta sejarah: tentang pertentangan pada pemikiran Schelling). Pada tahun 1956, Habermas belajar filsafat dan sosiologi dibawah bimbingan teoritisi kritis Max Horkheimer dan Theodor Adorno pada Institut Penelitian Sosial Frankfurt. 

Dalam Dialectic of Enlightenment yg diterbitkan dalam tahun 1947, Adorno dan Horkheimer menyatakan bahwa usaha buat mencapai akal pencerahan serta kebebasan ternyata berdampak dalam munculnya bentuk baru irasionalitas dan represi. Pasca perang dunia, Adorno menyebarkan cara berpikir yang disebut dialektika negatif yg menolak segala bentuk pemikiran afirmatif tentang etika dan politik. Sementara Horkheimer semakin tertarik dalam teologi. Di titik inilah Habermas, yg bergabung menggunakan Institut Penelitian Sosial Frankfurt pasca perang global, memulai pemikirannya.

Pemikiran Habermas berbicara mengenai pengembangan konsep akal yg lebih komprehensif, yakni nalar yang nir tereduksi dalam instrumen teknis menurut subjek individu, dalam pengertian monad, yang kemudian memungkinkan terbentuknya masyarakat emansipatif dan rasional. Usaha ini melahirkan tesis tentang keterkaitan antara pengetahuan serta kepentingan insan. Tentang hal ini, Habermas mempostulasi eksistensi tiga kepentingan manusia yg berakar. Tiga kepentingan ini adalah: teknis (technical), mudah (practical), serta emansipatoris (emancipatory). Secara berurutan pengertian tiga kepentingan ini adalah kepentingan yg membangun pengetahuan dalam kontrol teknis terhadap alam; pada memahami orang lain; serta pada membebaskan diri berdasarkan struktur-struktur dominasi. Barat terkini menyaksikan bahwa cita-cita menguasai alam berubah menjadi cita-cita mendominasi manusia lain. Untuk memperbaiki penyimpangan ini, Habermas menekankan rasionalitas yang melekat dalam kepentingan praktis dan emansipatoris. Dia menegaskan bahwa dasar rasional buat kehidupan bersama hanya bisa diraih waktu interaksi sosial diatur menurut prinsip bahwa validitas konsekuensi politis tergantung dalam kesepakatan yg dicapai dalam komunikasi yg bebas menurut penguasaan.

Konsepsi Habermas mengenai teori kritis mengalami kristalisasi pada tahun 60-an pada karyanya mengenai filsafat ilmu sosial, On the Logic of the Social Sciences serta Knowledge and Human Interests. Habermas mengkritik positivisme dalam ilmu-ilmu sosial, dengan mengungkapkan bahwa kerangka berpikir positivistik sinkron buat ilmu-ilmu alam yang tujuan akhirnya merupakan mengontrol alam. Ilmu budaya (cultural sciences), seperti sejarah serta antropologi, lebih sesuai didekati secara interpretatif. Tapi ketika berbicara mengenai ilmu-ilmu sosial, Habermas meyakini bahwa kepentingan teknis seperti pada ilmu alam serta simpel seperti dalam ilmu budaya seharusnya berada dibawah kepentingan emansipatoris. Dengan demikian, yang wajib dilakukan ilmuwan sosial adalah, pertama, memahami situasi subjektif yg terdistorsi secara ideologis dari individu atau kelompok; kedua, tahu kekuatan-kekuatan yang mengakibatkan situasi tersebut; dan ketiga, memperlihatkan bahwa kekuatan-kekuatan ini bisa diatasi melalui kesadaran individu atau gerombolan yg teropresi mengenai kekuatan-kekuatan itu.

Habermas adalah seseorang pembela proyek modernitas yg nir terlepas menurut zaman Pencerahan. Pembelaan ini berdasarkan atas dasar-dasar yang universal. Pencerahan, bagi Habermas, adalah penanda pencerahan bahwa kemampuan berkomunikasi rasional membedakan insan menurut selainnya. Habermas berpandangan bahwa global dewasa ini terdiri menurut ragam ideal-ideal kehidupan dan orientasi-orientasi nilai yg saling bersaing, yg, lantaran pengaruh batas-batas bahasa dan institusi, hanya beberapa antara lain yang mencapai daerah publik luas. Untuk itu, bagi Habermas, diharapkan teori moral normatif. Kondisi modernitas, dimana ideal-ideal individu begitu beragam sehingga etika tidak lagi bisa memaksakan suatu nilai eksklusif, membutuhkan prosedur tertentu buat menuntaskan permasalahan. Agar supaya sanggup memenuhi tuntutan moral, mekanisme dimaksud harus didasarkan pada prinsip bahwa seluruh insan harus saling menghormati menjadi eksklusif yg merdeka serta setara. Teori kebenaran Habermas bersifat realis, yg berarti bahwa dunia objektif, alih-alih konvensi ideal, adalah penentu kebenaran. Apabila sebuah pernyataan, yang kita anggap sahih, ternyata benar, hal itu karena pernyataan itu menggunakan tepat merujuk pada objek yang terdapat atau menggunakan sempurna mewakili kondisi sebenarnya. Habermas menghindari perbincangan mengenai metafisika serta lebih memilih berbicara tentang hal-hal yang simpel serta implikasinya buat diskursus serta tindakan keseharian.

Paradigma Kritis Dan Media
Penelitian media massa lebih diletakkan pada pencerahan bahwa teks atau wacana dalam media massa memiliki impak yg sedemikian rupa pada manusia (Littlejohn, 2002: 163-183). Seluruh aktivitas serta pemaknaan simbolik dapat dilakukan dalam teks media massa. Pada dasarnya teks media massa bukan empiris yg bebas nilai. Pada titik pencerahan pokok insan, teks selalu memuat kepentingan. Teks pada prinsipnya telah diambil menjadi empiris yg memihak. Tentu saja teks dimanfaatkan buat memenangkan permasalahan idea, kepentingan atau ideologi tertentu kelas eksklusif. Pada titik tertentu, teks media dalam dirinya telah bersifat ideologis (Littlejohn, 2002:217).

Pembahasan yg wajib disadari adalah bukan hanya terletak bahwa teks media selalu bersifat ideologis akan tetapi terutama merupakan kemampuan buat membedakan antara kuasa teks itu sendiri menggunakan kuasa struktur makro yang secara sengaja atau tidak sengaja merekonstruksi, merepresentasikan serta memaknai teks tadi (Shoemaker & Reese, 1991: 53-205). Dalam arti bahwa, meski konsumen serta produsen teks media punya opsi bagaimana teks harus disimbolisasikan dan dimaknai permanen saja terdapat bingkai aktivitas serta opsi mereka yang terbentuk dan dipengaruhi sang faktor yang berada di luar jangkauan kendali sadar konsumen atau pembuat teks media.

Pengenalan dan pemahaman yang cukup komprehensif atas struktur sistem produksi media, rasionalitas dan ideologi yg berada di balik teks media yg bersangkutan menjadi hal yg krusial. Diperlukan paradigma penelitian serta metode penelitian yg bisa menelanjangi, menggali dan mengeksplorasi struktur, rasionalitas serta ideologi yang kesemuanya bersifat laten termuat dalam sebuah teks media (Dedy N. Hidayat, 2000: 127-164).

Teori Kritis, Paradigma Dan Wacana Media
Ilmu komunikasi dapat mengkategorikan pada ilmu pengetahuan yg mempunyai kegiatan penelitian yang bersifat multi kerangka berpikir. Ini berarti, ilmu komunikasi merupakan bidang ilmu yg menampilkan sejumlah kerangka berpikir atau perspektif dasar dalam waktu bersamaan (Hidayat, 1999:431-446). Istilah kerangka berpikir sendiri bisa didefinisikan menjadi: 

“a set of basic beliefs (or metaphysics) that deals with ultimates or first principles…a world view that defines, for its holder, the nature of the ‘world’…(Guba, pada Denzin & Lincoln, 1994:107).

Paradigma merupakan orientasi dasar buat teori dan riset. Pada umumnya suatu kerangka berpikir keilmuan merupakan sistem holistik berdasarkan berfikir. Paradigma terdiri menurut asumsi dasar, teknik riset yang digunakan, serta contoh misalnya apa seharusnya teknik riset yg baik (Newman, 1997:62-63).

Guba & Lincoln (1994:17-30) pula menyusun beberapa paradigma dalam teori ilmu komunikasi. Paradigma yg dikemukakan itu terdiri dari kerangka berpikir positivistik, paradigma pospositivistik, paradigma kritis, serta paradigma konstruktivisme. Beberapa pakar metodologi pada bidang ilmu sosial berpendapat bahwa kerangka berpikir positivistik dan pospositivistik adalah kesatuan paradigma, yang tak jarang disebut dengan paradigma klasik. Implikasi metodologis serta teknis dari 2 kerangka berpikir tadi, dalam prakteknya, tidak punya banyak perbedaan. Adanya konstelasi kerangka berpikir pada atas maka teori serta penelitian biasa dikelompokkan dalam 3 paradigma primer, yaitu paradigma klasik, kerangka berpikir kritis dan kerangka berpikir konstruktivisme. Apabila terjadi 3 pembedaan kerangka berpikir pada ilmu sosial, maka terjadi disparitas pemahaman terhadap paradigma itu sendiri.

Perbedaan antara ketiga kerangka berpikir ini pula dapat dibahas berdasarkan 4 (empat) dimensi. Keempat dimensi tadi merupakan dimensi epistemologis, dimensi ontologis, dimensi metodologis, dan dimensi aksiologis. 

Dimensi epistemologis berkaitan menggunakan asumsi tentang hubungan antara peneliti dengan yg diteliti dalam proses memperoleh pengetahuan tentang objek yg diteliti. Seluruhnya berkaitan menggunakan teori pengetahuan (theory of knowledge) yg inheren pada perspektif teori dan metodologi.

Dimensi ontologis herbi perkiraan mengenai objek atau empiris sosial yang diteliti. Dimensi metodologis mencakup perkiraan-perkiraan tentang bagaimana cara memperoleh pengetahuan tentang suatu obyek pengetahuan. Sedangkan dimensi aksiologis berkaitan dengan posisi value judgments, etika serta pilihan moral peneliti dalam suau penelitian.

Paradigma kritis pada dasarnya adalah paradigma ilmu pengetahuan yg meletakkan epistemologi kritik Marxisme dalam seluruh metodologi penelitiannya. Fakta menyatakan bahwa kerangka berpikir kritis yang diinspirasikan berdasarkan teori kritis nir sanggup melepaskan diri dari warisan Marxisme pada seluruh filosofi pengetahuannya. Teori kritis pada satu pihak merupakan salah satu genre ilmu sosial yg berbasis dalam pandangan baru-ide Karl Marx dan Engels (Denzin, 2000: 279-280). 

Pengaruh idea marxisme - neo marxisme dan teori kritis menghipnotis filsafat pengetahuan berdasarkan kerangka berpikir kritis. Asumsi empiris yang dikemukakan oleh paradigma adalah perkiraan empiris yg tidak netral tetapi ditentukan serta terikat oleh nilai dan kekuatan ekonomi, politik dan sosial. Oleh karena itu, proyek utama dari paradigma kritis merupakan pembebasan nilai penguasaan berdasarkan grup yang ditindas. Hal ini akan mensugesti bagaimana paradigma kritis memcoba membedah empiris dalam penelitian ilmiah, termasuk di dalamnya penelitian atau analisis kritis tentang teks media. 

Ada beberapa karakteristik utama pada seluruh filsafat pengetahuan kerangka berpikir kritis yg bisa ditinjau secara kentara. Ciri pertama adalah ciri pemahaman paradigma kritis tentang empiris. Realitas dalam pandangan kritis sering disebut menggunakan realitas semu. Realitas ini nir alami tapi lebih lantaran bangun konstruk kekuatan sosial, politik dan ekonomi. Dalam pandangan kerangka berpikir kritis, empiris tidak berada dalam harmoni tapi lebih pada situasi perseteruan serta pergulatan sosial (Eriyanto, 2001:3-46).

Ciri kedua merupakan ciri tujuan penelitian kerangka berpikir kritis. Karakteristik menyolok berdasarkan tujuan paradigma kritis terdapat dan eksis merupakan kerangka berpikir yg merogoh sikap buat menaruh kritik, transformasi sosial, proses emansipasi serta penguatan sosial. Dengan demikian tujuan penelitian paradigma kritis adalah mengganti dunia yg nir seimbang. Dengan demikian, seorang peneliti pada paradigma kritis akan mungkin sangat terlibat pada proses negasi relasi sosial yg konkret, membongkar mitos, memberitahuakn bagaimana seharusnya global berada (Newman, 2000:75-87; Denzin, 2000:163-186).

Ciri ketiga merupakan karakteristik titik perhatian penelitian paradigma kritis. Titik perhatian penelitian paradigma kritis mengandaikan realitas yang dijembatani oleh nilai-nilai tertentu. Ini berarti bahwa terdapat hubungan yg erat antara peneliti menggunakan objek yang diteliti. Setidaknya peneliti ditempatkan pada situasi bahwa ini sebagai aktivis, pembela atau aktor intelektual pada kembali proses transformasi sosial. Dari proses tersebut, bisa dikatakan bahwa etika serta pilihan moral bahkan suatu keberpihakan sebagai bagian yg tak terpisahkan berdasarkan analisis penelitian yg dibuat.

Karakteristik keempat dari kerangka berpikir kritis merupakan pendasaran diri kerangka berpikir kritis tentang cara serta metodologi penelitiannya. Paradigma kritis dalam hal ini menekankan penafsiran peneliti pada objek penelitiannya. Hal ini berarti terdapat proses dialogal pada seluruh penelitian kritis. Dialog kritis ini digunakan untuk melihat secara lebih pada kenyataan sosial yg telah, sedang serta akan terjadi. 

Dengan demikian, ciri keempat ini menempatkan penafsiran sosial peneliti buat melihat bentuk representasi pada setiap tanda-tanda, dalam hal ini media massa berikut teks yg diproduksinya. Maka, dalam kerangka berpikir kritis, penelitian yang bersangkutan nir sanggup menghindari unsur subjektivitas peneliti, dan hal ini bisa menciptakan disparitas penafsiran gejala sosial dari peneliti lainnya (Newman, 2000:63-87).

Dalam konteks ciri yang keempat ini, penelitian kerangka berpikir kritis mengutamakan jua analisis yang menyeluruh, kontekstual dan multi level. Hal ini berarti bahwa penelitian kritis menekankan soal historical situatedness dalam seluruh peristiwa sosial yg ada (Denzin, 2000:170).

Perkembangan teori kritis semakin kentara ketika Sekolah Frankfurt menjadi motor penggerak teori tersebut. Selain bahwa Sekolah Frankfurt bersentuhan menggunakan perkembangan ilmu sosial kritis pada saat itu, Sekolah tersebut jua merefleksikan peran media massa pada warga saat itu. Tentu saja, konteks Jerman dalam saat itu pula sangat dipengaruhi oleh sejarah Jerman pada waktu pemerintahan Hitler (Nazi). 

Dalam perkembangan selanjutnya, Sekolah Frankfurt pula menyatakan bahwa ternyata media mampu menjadi alat pemerintah buat mengontrol publik, dalam arti tertentu media mampu menjadi bagian dari ideological state apparatus (Littlejohn, 2002:213). Dalam hal tertentu, media bukan merupakan empiris yang netral dan bebas kepentingan, akan tetapi media massa justru sebagai empiris yang rentan dikuasai sang grup yg lebih lebih banyak didominasi serta berkuasa (Rogers, 1994:102-125). 

Asumsi dasar dalam kerangka berpikir kritis berkaitan dengan keterangan di atas merupakan keyakinan bahwa ada kekuatan laten pada rakyat yang begitu berkuasa mengontrol proses komunikasi masyarakat. Ini berarti paradigma kritis melihat adanya “empiris” pada kembali kontrol komunikasi masyarakat. Masalahnya siapa yg memiliki kekuatan kontrol tadi? Mengapa mengontrol ? Ada kepentingan apa ? Dengan beberapa kalimat pertanyaan itu, terlihat bahwa teori kritis melihat adanya proses penguasaan serta marginalisasi gerombolan eksklusif dalam semua proses komunikasi masyarakat. Hal ini menyatakan bahwa proses penyebaran serta aktivitas komunikasi massa juga sangat ditentukan sang struktur ekonomi politik masyarakat yg bersangkutan. 

Proses pemberitaan nir bisa dipisahkan menggunakan proses politik yang berlangsung dan akumulasi kapital yg dimanfaatkan sebagai sumber daya. Ini adalah proses interplay, di mana proses ekonomi politik pada media akan membentuk serta dibentuk melalui proses produksi, distribusi dan konsumsi media itu. Ini berarti bahwa apa yg terlihat dalam permukaan empiris belum tentu menjawab kasus yang terdapat. Apa yang nampak dari bagian atas harian belum tentu mewakili kebenaran empiris itu sendiri. Teori kritis pada akhirnya selalu mengajarkan kecurigaan dan cenderung selalu mempertanyakan empiris yg ditemui, termasuk pada dalamnya teks media itu sendiri. 

Paradigma kritis nir cukup puas dalam jawaban, pola, struktur, simbol dan makna yang tersedia. Perlu terdapat pemaknaan yg lebih komprehensif dan kritis atas media yg terdapat. Beberapa keyakinan teori kritis sebagai acuan awal pemahaman kita terhadap studi teks media pada konteks kerangka berpikir kritis. 

Teori kritis melihat bahwa media tidak lepas kepentingan, terutama sarat kepentingan kaum pemilik modal, negara atau grup yang menindas lainnya. Dalam artian ini, media sebagai alat penguasaan serta intervensi rakyat. Konsekuensi logisnya merupakan realitas yang dihasilkan oleh media bersifat dalam dirinya bias atau terdistorsi.

Selanjutnya, teori kritis melihat bahwa media merupakan pembentuk pencerahan. Representasi yg dilakukan sang media dalam sebuah struktur warga lebih dipahami menjadi media yg mampu menaruh konteks dampak pencerahan (manufactured consent). Dengan demikian, media menyediakan imbas buat mereproduksi dan mendefinisikan status atau memapankan keabsahan struktur eksklusif. Inilah sebabnya, media pada kapasitasnya menjadi agen sosial tak jarang mengandaikan juga praksis sosial serta politik.

Pendefinisian serta reproduksi empiris yg didapatkan sang media massa nir hanya dipandang sebagai akumulasi informasi atau empiris itu sendiri. Reproduksi realitas melalui media merupakan representasi tarik ulur ideologi atau sistem nilai yg mempunyai kepentingan yang tidak sama satu sama lain. Dalam hal ini, media nir hanya memainkan perannya hanya sekedar instrumen pasif yang nir bergerak maju pada proses rekonstruksi budaya akan tetapi media massa permanen sebagai realitas sosial yang bergerak maju.

Pertama, reproduksi realitas dalam media dalam dasarnya dan biasanya akan sangat ditentukan oleh bahasa (Littlejohn, 2002:210-211), simbolisasi pemaknaan serta politik penandaan. Bahasa di samping menjadi realitas sosial, permanen mampu dilihat menjadi sebuah sistem penandaan. Sistem penandaan dalam arti bahwa bahasa atau suatu realitas yg ingin menandakan empiris lainnya (insiden atau pengalaman hidup manusia).

Dengan demikian, sebuah empiris dapat ditandakan secara tidak selaras dalam peristiwa yang sama. Atau, bisa dikatakan bahwa pemaknaan yang tidak sama bisa dilekatkan kepda insiden yang sama. Masalah terjadi waktu suatu makna yg ditafsirkan serta dikonstruksi ulang oleh grup tertentu menurut peristiwa yg sama tadi cenderung mendominasi penafsiran. Bagaimana mungkin sebuah makna eksklusif bisa lebih unggul serta lebih diterima dibandingkan pemaknaan lainnya ? 

Mengapa pemaknaan lain pada luar pemaknaan yang telah ditentukan justru dimarginalisasikan? Dengan kata lain, bahwa sesungguhnya ketika kita melihat proses bahasa dan pemaknaan, sebetulnya kita juga melihat ranah atau daerah konflik sosial (Stuart Hall, 1982:80). Pertarungan sosial tersebut lebih konkret terbentuk dalam sebuah tentang dan terartikulasikan dalam proses pembentukan serta praksis bahasa.

Kedua, bahasa dalam konteks wacana - terutama pada konteks wacana komunikasi - sebetulnya mencakup pengiriman pesan berdasarkan sistem syaraf satu orang pada yg lain, menggunakan maksud buat membuat sebuah makna sama dengan yg terdapat pada benak si pengirim (Tubs & Moss, 1994: 66). Pesan lisan selalu memakai istilah. Kata selalu merujuk dalam eksistensi sebuah bahasa. Ini berarti kita putusan bulat bahwa kita menggunakan simbol bahasa dalam aktivitas komunikasi. 

Dalam perkembangan ilmu komunikasi terkini, bahasa merupakan kombinasi kata yang diatur dan dikelola secara sistematis dan logis sehingga mampu dimanfaatkan menjadi alat komunikasi. Dengan demikian, kata merupakan bagian integral menurut holistik simbol yg dibuat sang suatu grup eksklusif. Jadi, istilah selalu bersifat simbolik. Simbol dapat diartikan sebagai empiris yg mewakili atau merepresentasikan idea, pikiran, gagasan, perasaan, benda atau tindakan insan yg dilakukan secara arbitrer, konvensional serta representatif-intrepretif. Oleh sebab itu, tidak ada interaksi yg berlaku secara alamiah serta selalu bersifat koresponden antara simbol dengan empiris yg disimbolkan.

Ketiga, politik penandaan lebih banyak bermakna pada soal bagaimana praksis sosial pembentukan makna, kontrol dan penentuan suatu makna tertentu. Peran media massa pada praksis sosial penentuan indikasi serta makna nir melepaskan diri menurut proses kompetisi ideologi. Relasi dominasi serta kompetisi ideologis tidak hanya berproses dalam tataran aparatur gerombolan secara umum dikuasai saja akan tetapi juga melalui produksi dan reproduksi kekuasaan yang berada pada ruang budaya - tempat pada mana makna hidup disusun. Pada proses inilah, terungkap bahwa produksi - konstruksi empiris menghubungkan dimensi politik tentang dengan dimensi politik ruang (M.shapiro, 1992: 1-6). Hal ini disebabkan bahwa hanya dalam ruang tertentu saja praksis wacana yang lahir dari sejarah dominasi dan kompetisi kultur yang panjang sampai dimenangkannya kompetisi sang kekuatan paling lebih banyak didominasi dan hegemonis yang dalam gilirannya menentukan rekayasa politik ihwal.

TANDATANDA DALAM KEBUDAYAAN KONTEMPORER

Tanda-Tanda Dalam Kebudayaan Kontemporer 
Istilah teori kritis pertama kali ditemukan Max Hokheimer dalam tahun 30-an. Awalnya teori kritis berarti pemaknaan balik gagasan-gagasan ideal modernitas berkaitan dengan nalar serta kebebasan. Pemaknaan ini dilakukan menggunakan mengungkap deviasi menurut gagasan-gagasan ideal tadi dalam bentuk saintisme, kapitalisme, industri kebudayaan, serta institusi politik borjuis.

Untuk tahu pendekatan teori kritis, tidak mampu nir, wajib menempatkannya pada konteks Idealisme Jerman dan kelanjutannya. Karl Marx serta generasinya menduga Hegel menjadi orang terakhir dalam tradisi akbar pemikiran filosofis yg sanggup ”mengamankan” pengetahuan mengenai manusia dan sejarah. Tetapi, karena beberapa hal, pemikiran Marx sanggup menggantikan filsafat teoritis Hegel. Menurut Marx, hal ini terjadi karena Marx mengakibatkan filsafat sebagai sesuatu yang praktis; yakni menjadikannya menjadi cara berpikir (kerangka pikir) masyarakat pada mewujudkan idealitasnya. Dengan membuahkan akal menjadi sesuatu yang ’sosial’ dan menyejarah, skeptisisme historis akan ada buat merelatifkan klaim-klaim filosofis tentang norma dan akal sebagai ragam sejarah serta budaya forma-forma kehidupan.

Teori kritis menolak skeptisisme dengan tetap mengaitkan antara nalar dan kehidupan sosial. Dengan demikian, teori kritis menghubungkan ilmu-ilmu sosial yg bersifat realitas dan interpretatif menggunakan klaim-klaim normatif tentang kebenaran, moralitas, serta keadilan yg secara tradisional merupakan bahasan filsafat. Dengan permanen memertahankan penekanan terhadap normativitas pada tradisi filsafat, teori kritis mendasarkan cara bacanya dalam konteks jenis penelitian sosial empiris eksklusif, yang digunakan untuk tahu klaim normatif itu pada konteks kekinian.

Di zaman modern, filsafat secara ketat dibedakan menurut sains. Locke menyebut filsafat sebagai ’pekerja kasar’. Bagi Kant, filsafat, khususnya filsafat transenden, memiliki 2 kiprah. Pertama, menjadi ”hakim” yang dengannya sains dinilai. Kedua, sebagai daerah buat memunculkan pertanyaan normatif. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan normatif, pada perspektif Kantian, sains nir diharapkan, lantaran hal itu dijawab melalui analisis transenden. Teori kritis yang berorientasi emansipasi berusaha mengkontekstualisasi klaim-klaim filosofis tentang kebenaran serta universalitas moral tanpa mereduksinya menjadi sekedar syarat sosial yang menyejarah. Teori kritis berusaha menghindari hilangnya kebenaran yang sudah dicapai sang pengetahuan masa lalu. Tentang hal ini Horkheimer menyatakan ”Bahwa semua pemikiran, benar atau galat, tergantung dalam keadaan yg berubah sama sekali nir berpengaruh dalam validitas sains”.

Teori kritis memungkinkan kita membaca produksi budaya serta komunikasi dalam perspektif yg luas serta majemuk. Ia bertujuan untuk melakukan eksplorasi refleksif terhadap pengalaman yg kita alami dan cara kita mendefinisikan diri sendiri, budaya kita, serta global. Saat ini teori kritis menjadi keliru satu indera epistemologis yg diharapkan pada studi humaniora. Hal ini didorong sang pencerahan bahwa makna bukanlah sesuatu yang alamiah dan eksklusif. Bahasa bukanlah media transparan yg bisa menyampaikan ide-ilham tanpa penyimpangan , sebaliknya ia merupakan seperangkat konvensi yang berpengaruh serta menentukan jenis-jenis wangsit dan pengalaman manusia.

Dengan berusaha memahami proses dimana teks, objek, dan manusia diasosiasikan menggunakan makna-makna eksklusif, teori kritis memertanyakan legitimasi asumsi generik tentang pengalaman, pengetahuan, dan kebenaran. Dalam hubungan sehari-hari dengan orang lain dan alam, dalam kepala seseorang selalu menyimpan seperangkat kepercayaan dan asumsi yang terbentuk berdasarkan pengalaman dalam arti luas serta berpengaruh dalam cara pandang seorang, yang seringkali nir tampak. Teori kritis berusaha mengungkap dan memertanyakan asumsi dan praduga itu. Dalam usahanya, teori kritis memakai wangsit-ide dari bidang lain buat memahami pola-pola dimana teks dan cara baca berinteraksi menggunakan dunia. Hal ini mendorong keluarnya contoh pembacaan baru. Karenanya, galat satu ciri khas teori kritis adalah pembacaan kritis menurut menurut berbagai segi dan luas. Teori kritis adalah perangkat logika yg, apabila diposisikan menggunakan sempurna pada sejarah, sanggup merubah dunia. Pemikiran ini bisa dilacak dalam tesis Marx terkenal yg menyatakan ”Filosof selalu menafsirkan global, tujuannya buat merubahnya”. Ide ini asal dari Hegel yg, pada Phenomenology of Spirit, membuatkan konsep mengenai objek berkiprah yg, melalui proses refleksi-diri, mengetahui dirinya pada taraf kesadaran yg lebih tinggi. Hegel menggabungkan filsafat tindakan menggunakan filsafat refleksi sedemikian rupa sebagai akibatnya aktivitas atau tindakan sebagai momen pasti pada proses refleksi. Hal ini memunculkan diskursus dalam filsafat Jerman mengenai interaksi antara teori serta mudah, yakni bahwa kegiatan praktis insan dapat merubah teori. Teori kritis, menggunakan demikian, merupakan pembacaan filosofis pada arti tradisional yg disertai pencerahan terhadap pengaruh yg mungkin terdapat dalam bangunan ilmu, termasuk didalamnya dampak kepentingan.

Around of Critical Theory
Filsafat serta ilmu sosial abad XX diwarnai sang empat pemikiran akbar yaitu, fenomenologi-eksistensialisme, Neo-Thomisme, Filsafat Analitis serta aliran Neo Marxis (yang acapkali mengklaim dirinya sebagai pewaris tradisi Marxisme yg diadaptasi menggunakan keadaan jaman). Teori kritis, secara klasifikatif, dapat digolongkan dalam gerombolan yang terakhir. Meski pada perdebatan filosofis, terdapat yang menganggap bahwa teori kritis adalah teori yang bukan marxis lagi.

Neo Marxisme merupakan aliran pemikiran Marx yang menolak penyempitan serta reduksi ajaran Karl Marx sang Engels. Ajaran Marx yg dicoba diinterpretasikan sang Engels ini adalah versi inferpretasi yang nantinya sebagai “Marxisme” resmi. Marxisme Engels ini merupakan versi interpretasi yang digunakan sang Lenin. Interpretasi Lenin nanti pada akhirnya berkembang sebagai Marxisme-Leninisme (atau yg lebih dikenal dengan Komunisme). Beberapa tokoh neomarxisme sebetulnya pada akhirnya menolak marxisme-leninisme. Mereka menolak interpretasi Engels dan Lenin lantaran interpretasi tersebut merupakan interpretasi ajaran Marx yg menghilangkan dimensi dialektika ala Karl Marx yang dipercaya menjadi galat satu bagian inti dari pemikiran Karl Marx. Tokoh neomarxisme adalah Georg Lukacs dan Karl Korsch, Ernst Bloch, Leszek Kolakowski dan Adam Schaff.

Salah satu aliran pemikiran Kiri Baru yang cukup ternama adalah pemikiran Sekolah Frankfurt. Institut penelitian sosial pada Frankfurt (Institut für Sozialforschung) didirikan dalam tahun 1923 oleh seseorang kapitalis yang bernama Herman Weil, seseorang pedagang grosir gandum, yang dalam akhir hayat “mencoba buat cuci dosa” mau melakukan sesuatu buat mengurangi penderitaan pada dunia (termasuk pada skala mikro: penderitaan sosial berdasarkan kerakusan kapitalisme).

Teori kritis merupakan anak cabang pemikiran marxis dan sekaligus cabang marxisme yang paling jauh meninggalkan Karl Marx (Frankfurter Schule). Cara dan karakteristik pemikiran genre Frankfurt disebut ciri teori kritik warga “eine Kritische Theorie der Gesselschaft”. Teori ini mau mencoba memperbaharui serta merekonstruksi teori yang membebaskan manusia berdasarkan manipulasi teknokrasi terbaru. Ciri khas menurut teori kritik rakyat adalah bahwa teori tersebut bertitik tolak berdasarkan wangsit pemikiran sosial Karl Marx, akan tetapi pula sekaligus melampaui bangunan ideologis marxisme bahkan meninggalkan beberapa tema utama Marx dan menghadapi masalah masyarakat industri maju secara baru dan kreatif.

Beberapa tokoh Teori Kritis angkatan pertama merupakan Max Horkheimer, Theodor Wiesengrund Adorno (musikus, ahli sastra, psikolog serta filsuf), Friedrich Pollock (ekonom), Erich Fromm (pakar psikoanalisa Freud), Karl Wittfogel (sinolog), Leo Lowenthal (sosiolog), Walter Benjamin (kritikus sastra), Herbert Marcuse (anak didik Heidegger yg mencoba menggabungkan fenomenologi serta marxisme, yang juga selanjutnya Marcuse menjadi “nabi” gerakan New Left di Amerika).

Teori Kritis menjadi diskusi publik pada kalangan filsafat sosial dan sosiologi dalam tahun 1961. Konfrontasi intelektual yang relatif terkenal adalah perdebatan epistemologi sosial antara Adorno (kubu Sekolah Frankfurt - kerangka berpikir kritis) menggunakan Karl Popper (kubu Sekolah Wina - paradigma neo positivisme/neo kantian). Konfrontasi berlanjut antara Hans Albert (kubu Popper) menggunakan Jürgen Habermas (kubu Adorno). Perdebatan ini memacu debat positivisme pada sosiologi Jerman. Habermas merupakan tokoh yg berhasil mengintegrasikan metode analitis ke pada pemikiran dialektis Teori Kritis.

Pada awalnya, yang membedakan Teori Kritis dengan filsafat Heidegger atau filsafat analitika Ludwig Wittgenstein adalah Teori Kritis menjadi ilham menurut gerakan sosial kemasyarakatan. Gerakan sosial ini dipelopori sang kaum muda yang dalam ketika itu secara historis telah nir jangan lupa lagi menggunakan masa kelaparan serta kedinginan pasca perang dunia II. Generasi muda tahun 1960-an telah merasa muak dengan kebudayaan yg menekankan pembangunan fisik dan menekankan faktor kesejahteraan ala kapitalisme. Generasi ini adalah generasi yg secara mendalam menyangsikan atau mewaspadai kekenyangan kapitalisme dan salah tujuan nilai terbaru. 

Yang merupakan karakteristik khas Teori Kritis merupakan bahwa teori ini tidak selaras menggunakan pemikiran filsafat dan sosiologi tradisional. Pendekatan Teori Kritis nir bersifat kontemplatif atau spektulatif murni. Teori Kritis dalam titik tertentu memandang dirinya sebagai pewaris ajaran Karl Marx, menjadi teori yg sebagai emansipatoris. Teori Kritis nir hanya mau menyebutkan, mempertimbangkan, merefleksikan serta menata realitas sosial akan tetapi pula bahwa teori tadi mau mengganti. Pada dasarnya, Teori Kritis mau menjadi simpel.

Teori Kritis nir mau mengikuti jejak Karl Marx. Kelemahan marxisme dalam umumnya adalah mereka menjiplak analisa Marx serta menerapkannya mentah-mentah pada warga modern. Oleh sebab itu, biasanya marxisme justru lebih terkesan dogmatis daripada ilmiah. Teori Kritis mengadakan analisa baru terhadap masyarakat yang dipahami sebagai “masyarakat kapitalis lanjut”. Yang direkonseptualisasi dalam pemikiran Teori Kritis adalah maksud dasar teori Karl Marx, yaitu pembebasan manusia menurut segala belenggu penghisapan dan penindasan.

Pembebasan manusia berdasarkan segala belenggu penghisapan dan penindasan berangkat berdasarkan konsep kritik. Konsep kritik sendiri yang diambil oleh Teori Kritis berangkat berdasarkan 4 (empat asal) kritik yang dikonseptualisasikan oleh Immanuel Kant, Hegel, Karl Marx serta Sigmund Freud. Kritik dalam pengertian pemikiran Kantian merupakan kritik sebagai kegiatan menguji kesahihan klaim pengetahuan tanpa prasangka. Kritik dalam pengertian Hegel didefinisikan menjadi refleksi diri atas tekanan serta pertentangan yg merusak proses pembentukan diri-rasio dalam sejarah insan. Kritik dalam pengertian Marxian berarti bisnis buat mengemansipasi diri dari alienasi atau keterasingan yg didapatkan oeh interaksi kekuasaan dalam rakyat. Kritik dalam pengertian Freudian merupakan refleksi atas pertarungan psikis yg membentuk represi dan memanipulasi pencerahan. Adopsi Teori Kritis atas pemikiran Freudian yang sangat psikologistik dipercaya menjadi pengkhianatan terhadap ortodoksi marxisme klasik.

Tokoh-Tokoh Penting Teori Kritis
Teori kritis adalah sebutan untuk orientasi teoritis eksklusif yang bersumber dari Hegel serta Marx, disistematisasi oleh Horkheimer serta sejawatnya di Institut Penelitian Sosial di Frankfurt, serta dikembangkan sang Habermas. Secara generik istilah ini merujuk dalam elemen kritik pada filsafat Jerman yg dimulai dengan pembacaan kritis Hegel terhadap Kant. Secara lebih spesifik, teori kritis terkait dengan orientasi eksklusif terhadap filsafat yg ”dilahirkan” pada Frankfurt. Sekelompok orang yang lalu dikenal menjadi anggota Mazhab Frankfurt adalah teoritisi yg menyebarkan analisis mengenai perubahan pada masyarakat kapitalis Barat, yang adalah kelanjutan dari teori klasik Marx. Mereka yang bekerja institut penelitian ini diantaranya Max Hokheimer, Theodor Adorno, Herbert Marcuse dan Erich Fromm di akhir tahun 20-an dan awal tahun 30-an. Setelah berpindah ke Amerika Serikat lantaran tekanan Nazi, para anggota Mazhab Frankfurt menyaksikan secara langsung budaya media yang mencakup film, musik, radio, televisi, dan budaya massa lainnya. Di Amerika waktu itu, produksi media hiburan dikontrol sang korporasi-korporasi akbar tanpa ada campur tangan negara. Hal ini memunculkan budaya massa komersial, yg merupakan karakteristik rakyat kapitalis dan, kemudian, menjadi fokus studi budaya kritis. Horkheimer dan Adorno menyebarkan diskusi mengenai apa yg dianggap ”industri kebudayaan” yg merupakan sebutan buat industrialisasi dan komersialisasi budaya dibawah hubungan produksi kapitalis.

Tokoh lain yang kemudian sebagai identik menggunakan teori kritis adalah Jurgen Habermas. Dia bergabung menggunakan Institut Penelitian Sosial di universitas Frankfurt, yg didirikan balik oleh Horkheimer serta Adorno, dalam dekade pasca perang global ke 2. Tulisan ini berusaha memaparkan teori kritis dengan membaca pikiran Adorno dan Habermas. Yang pertama mewakili generasi ’pendiri’ teori kritis, sedang yg ke 2 merupakan penerus yg membaca dan mengkontekstualisasi ulang teori kritis pada zaman yg lazim pada sebut posmodern. Sebagai pengantar akan lebih dahulu dipaparkan posisi teori kritis pada konteks pemikiran filsafat.

Theodore Adorno Dalam Teori Kritis
Pria bernama lengkap Theodor Wiesengrund Adorno ini dilahirkan pada Frankfurt dalam tahun 1903. Dia merupakan seseorang filosof, komposer, penulis essay, dan teoritisi sosial. Pada usia 5 belas, Adorno mengikuti rendezvous studi mingguan beserta Siegfried Kracauer, yang diakuinya jauh lebih berpengaruh pada perkembangan intelektualnya daripada pengajar-gurunya pada bangku kuliah. Pada tahun 1921, Adorno belajar di universitas di Frankfkurt, memelajari filsafat, sosiologi, musik, dan psikologi. Di bangku kuliah, beliau bertemu dan bersahabat menggunakan Max Hokheimer serta Walter Benjamin. Pada tahun 1924, Adorno menyelesaikan doktoral pada bidang filsafat. Pada tahun 1927, dia balik ke Frankfurt, setelah sempat tinggal pada Wina buat belajar musik, dan bergabung dengan Horkheimer di Institut Penelitian Sosial yang didirikan dalam tahun 1924, yang kemudian dirujuk sebagai Mazhab Frankfurt. Lembaga ini bertujuan menggabungkan filsafat serta ilmu sosial menjadi teori sosial kritis.

Sebagai pemikir Adorno keberatan terhadap filsafat sistematis dan mewaspadai apakah pemikiran yang sebenarnya bisa transparan. Hal ini asal berdasarkan keberatannya terhadap berpikir metodologis. Filsafat sistematis serta pemikiran metodologis memiliki kesamaan untuk sampai pada konklusi yg hanya mengkonfirmasi perkiraan yg terkandung dalam premis-premisnya. Adorno adalah pemikir anti-Hegel serta, sekaligus, sepenuhnya Hegelian. Dia tidak setuju terhadap posisi filosofis Hegel yang bercorak totalitarianisme. Adorno meyakini bahwa pemikiran konseptual muncul berdasarkan kebutuhan terhadap adaptasi serta, karenanya, selalu membawa benih-benih dominasi di dalamnya. Dalam sistem pemikiran Hegel, penguasaan pada daerah materi tercermin menggunakan penguasaan dalam tataran konsep. Totaliarianisme sistem pemikiran paralel menggunakan totalitarian fasisme dan totalitarianisme pada industri kebudayaan. Karenanya, Adorno menolak sistem Hegelian dan pemikiran sistematis secara umum juga kecenderungan apapun terhadap buatan final. Dia menekankan hak buat tidak sama.

Dalam karyanya beserta Horkheimer berjudul Dialectic of Enlightenment, Adorno berusaha menaruh analisis konseptual tentang bagaimana Pencerahan, yang pada mulanya ditujukan buat mengamankan kebebasan berdasarkan ketakutan dan otoritas insan, berubah sebagai beberapa bentuk penguasaan politik, sosial, dan budaya dimana manusia kehilangan individualitas serta rakyat kehilangan makna humanisme. Analisis ini diberikan dengan penjelasan tentang motif konseptual dari proses rasionalisasi masyarakat dalam konteks Weberian dimana dominasi kapitalis adalah bahaya terbesar yang timbul darinya.

Konsep sosiologi yg diformulasikan Adorno dimulai menggunakan bisnis buat memahami kaitan antara musik dan masyarakat. Pada terbitan pertama jurnal yang dipublikasikan Institut Penelitian Sosial Frankfurt, Adorno menulis essay berjudul On the Social Situation of Music, yg memaparkan beberapa temuan-temuan sosiologis. Essay ini krusial karena analisis musik adalah awal menurut refleksi sosiologis Adorno, yg bertujuan untuk menyingkap kandungan sosiologis dalam tekstur karya estetis. Hal ini berlanjut menggunakan inovasi apa yang diklaim mediasi sosial, yg berarti kesalingterpengaruhan antara yang universal dan partikular; warga serta individu.

Objek sentral pada teori kritis Adorno merupakan hubungan saling keterpengaruhan antara pertentangan-kontradiksi pada warga sebagai sebuah totalitas serta bentuk konkrit kehidupan subjek-subjek dalam warga . Teori kritis diorientasikan pada wangsit mengenai masyarakat menjadi subjek, dengan individu menjadi sentra. Sebuah teori menjadi ”kritis” menggunakan menegasikan ketidakadilan, egoisme, dan alienasi yg didapatkan sang syarat sosial dibawah ekonomi kapitalis.

Jurgen Habermas Dalam Teori Kritis
Jurgen Habermas dilahirkan dalam 18 Juni 1929 pada Dusseldorf. Dia dibesarkan di lingkungan Protestan dimana kakeknya adalah direktur seminari di Gummersbach. Belajar di universitas Gottingen serta Zurich, Habermas meraih gelar doktor pada bidang filsafat menurut universitas Bonn pada tahun 1954 dengan disertasi berjudul Das Absolute und die Geschichte Von der Zwiespältigkeit in Schellings Denken (Yang absolut dan sejarah: mengenai pertentangan pada pemikiran Schelling). Pada tahun 1956, Habermas belajar filsafat serta sosiologi dibawah bimbingan teoritisi kritis Max Horkheimer dan Theodor Adorno di Institut Penelitian Sosial Frankfurt. 

Dalam Dialectic of Enlightenment yang diterbitkan pada tahun 1947, Adorno serta Horkheimer menyatakan bahwa usaha buat mencapai akal kesadaran serta kebebasan ternyata berdampak pada keluarnya bentuk baru irasionalitas dan represi. Pasca perang global, Adorno mengembangkan cara berpikir yang disebut dialektika negatif yang menolak segala bentuk pemikiran afirmatif tentang etika dan politik. Sementara Horkheimer semakin tertarik dalam teologi. Di titik inilah Habermas, yang bergabung dengan Institut Penelitian Sosial Frankfurt pasca perang dunia, memulai pemikirannya.

Pemikiran Habermas berbicara mengenai pengembangan konsep logika yang lebih komprehensif, yakni logika yg nir tereduksi dalam instrumen teknis berdasarkan subjek individu, pada pengertian monad, yang kemudian memungkinkan terbentuknya masyarakat emansipatif dan rasional. Usaha ini melahirkan tesis tentang keterkaitan antara pengetahuan dan kepentingan manusia. Tentang hal ini, Habermas mempostulasi keberadaan tiga kepentingan manusia yg berakar. Tiga kepentingan ini merupakan: teknis (technical), praktis (practical), dan emansipatoris (emancipatory). Secara berurutan pengertian tiga kepentingan ini adalah kepentingan yg membangun pengetahuan pada kontrol teknis terhadap alam; pada tahu orang lain; serta dalam membebaskan diri dari struktur-struktur penguasaan. Barat modern menyaksikan bahwa cita-cita menguasai alam berubah sebagai impian mendominasi insan lain. Untuk memperbaiki defleksi ini, Habermas menekankan rasionalitas yang melekat dalam kepentingan praktis serta emansipatoris. Dia menegaskan bahwa dasar rasional buat kehidupan beserta hanya dapat diraih waktu hubungan sosial diatur menurut prinsip bahwa validitas konsekuensi politis tergantung pada kesepakatan yg dicapai pada komunikasi yg bebas berdasarkan dominasi.

Konsepsi Habermas mengenai teori kritis mengalami kristalisasi dalam tahun 60-an pada karyanya tentang filsafat ilmu sosial, On the Logic of the Social Sciences serta Knowledge and Human Interests. Habermas mengkritik positivisme dalam ilmu-ilmu sosial, menggunakan berkata bahwa kerangka berpikir positivistik sinkron untuk ilmu-ilmu alam yang tujuan akhirnya adalah mengontrol alam. Ilmu budaya (cultural sciences), seperti sejarah dan antropologi, lebih sesuai didekati secara interpretatif. Tapi ketika berbicara tentang ilmu-ilmu sosial, Habermas meyakini bahwa kepentingan teknis misalnya dalam ilmu alam dan mudah seperti pada ilmu budaya seharusnya berada dibawah kepentingan emansipatoris. Dengan demikian, yang harus dilakukan ilmuwan sosial adalah, pertama, tahu situasi subjektif yang terdistorsi secara ideologis menurut individu atau kelompok; ke 2, tahu kekuatan-kekuatan yg menyebabkan situasi tadi; dan ketiga, memberitahuakn bahwa kekuatan-kekuatan ini sanggup diatasi melalui pencerahan individu atau kelompok yang teropresi mengenai kekuatan-kekuatan itu.

Habermas merupakan seseorang pembela proyek modernitas yg tidak terlepas menurut zaman Pencerahan. Pembelaan ini didasarkan atas dasar-dasar yg universal. Pencerahan, bagi Habermas, adalah penanda kesadaran bahwa kemampuan berkomunikasi rasional membedakan insan menurut selainnya. Habermas berpandangan bahwa dunia dewasa ini terdiri berdasarkan ragam ideal-ideal kehidupan dan orientasi-orientasi nilai yang saling bersaing, yg, lantaran dampak batas-batas bahasa serta institusi, hanya beberapa diantaranya yang mencapai daerah publik luas. Untuk itu, bagi Habermas, dibutuhkan teori moral normatif. Kondisi modernitas, dimana ideal-ideal individu begitu beragam sehingga etika tidak lagi mampu memaksakan suatu nilai eksklusif, membutuhkan mekanisme tertentu buat menuntaskan permasalahan. Agar supaya bisa memenuhi tuntutan moral, mekanisme dimaksud wajib didasarkan pada prinsip bahwa semua insan wajib saling menghormati sebagai eksklusif yg merdeka serta setara. Teori kebenaran Habermas bersifat realis, yang berarti bahwa global objektif, alih-alih kesepakatan ideal, merupakan penentu kebenaran. Jika sebuah pernyataan, yang kita anggap sahih, ternyata sahih, hal itu lantaran pernyataan itu menggunakan tepat merujuk pada objek yang terdapat atau menggunakan sempurna mewakili kondisi sebenarnya. Habermas menghindari perbincangan mengenai metafisika serta lebih memilih berbicara tentang hal-hal yang simpel serta implikasinya buat diskursus serta tindakan keseharian.

Paradigma Kritis Dan Media
Penelitian media massa lebih diletakkan pada pencerahan bahwa teks atau ihwal dalam media massa memiliki impak yang sedemikian rupa dalam manusia (Littlejohn, 2002: 163-183). Seluruh kegiatan serta pemaknaan simbolik bisa dilakukan pada teks media massa. Pada dasarnya teks media massa bukan realitas yang bebas nilai. Pada titik pencerahan utama insan, teks selalu memuat kepentingan. Teks dalam prinsipnya sudah diambil menjadi realitas yg memihak. Tentu saja teks dimanfaatkan buat memenangkan pertarungan idea, kepentingan atau ideologi eksklusif kelas tertentu. Pada titik eksklusif, teks media pada dirinya telah bersifat ideologis (Littlejohn, 2002:217).

Pembahasan yang wajib disadari adalah bukan hanya terletak bahwa teks media selalu bersifat ideologis akan tetapi terutama merupakan kemampuan buat membedakan antara kuasa teks itu sendiri menggunakan kuasa struktur makro yang secara sengaja atau tidak sengaja merekonstruksi, merepresentasikan dan memaknai teks tersebut (Shoemaker & Reese, 1991: 53-205). Dalam arti bahwa, meski konsumen dan penghasil teks media punya opsi bagaimana teks harus disimbolisasikan dan dimaknai permanen saja terdapat bingkai kegiatan serta opsi mereka yang terbentuk serta ditentukan oleh faktor yg berada pada luar jangkauan kendali sadar konsumen atau pembuat teks media.

Pengenalan dan pemahaman yang relatif komprehensif atas struktur sistem produksi media, rasionalitas serta ideologi yg berada pada pulang teks media yg bersangkutan sebagai hal yg krusial. Diperlukan paradigma penelitian dan metode penelitian yang sanggup menelanjangi, menggali dan mengeksplorasi struktur, rasionalitas dan ideologi yg kesemuanya bersifat laten termuat dalam sebuah teks media (Dedy N. Hidayat, 2000: 127-164).

Teori Kritis, Paradigma Dan Wacana Media
Ilmu komunikasi bisa mengkategorikan pada ilmu pengetahuan yang memiliki aktivitas penelitian yg bersifat multi kerangka berpikir. Ini berarti, ilmu komunikasi merupakan bidang ilmu yg menampilkan sejumlah paradigma atau perspektif dasar dalam waktu bersamaan (Hidayat, 1999:431-446). Istilah paradigma sendiri dapat didefinisikan menjadi: 

“a set of basic beliefs (or metaphysics) that deals with ultimates or first principles…a world view that defines, for its holder, the nature of the ‘world’…(Guba, dalam Denzin & Lincoln, 1994:107).

Paradigma merupakan orientasi dasar buat teori serta riset. Pada umumnya suatu paradigma keilmuan merupakan sistem keseluruhan berdasarkan berfikir. Paradigma terdiri dari asumsi dasar, teknik riset yg dipakai, dan contoh seperti apa seharusnya teknik riset yang baik (Newman, 1997:62-63).

Guba & Lincoln (1994:17-30) pula menyusun beberapa paradigma dalam teori ilmu komunikasi. Paradigma yg dikemukakan itu terdiri berdasarkan paradigma positivistik, paradigma pospositivistik, paradigma kritis, serta paradigma konstruktivisme. Beberapa ahli metodologi dalam bidang ilmu sosial beropini bahwa kerangka berpikir positivistik serta pospositivistik merupakan kesatuan kerangka berpikir, yg sering diklaim menggunakan paradigma klasik. Implikasi metodologis serta teknis berdasarkan 2 kerangka berpikir tadi, dalam prakteknya, nir punya poly disparitas. Adanya konstelasi kerangka berpikir di atas maka teori dan penelitian biasa dikelompokkan dalam 3 paradigma utama, yaitu kerangka berpikir klasik, paradigma kritis dan paradigma konstruktivisme. Jika terjadi tiga pembedaan kerangka berpikir dalam ilmu sosial, maka terjadi disparitas pemahaman terhadap paradigma itu sendiri.

Perbedaan antara ketiga paradigma ini pula bisa dibahas berdasarkan 4 (empat) dimensi. Keempat dimensi tadi adalah dimensi epistemologis, dimensi ontologis, dimensi metodologis, serta dimensi aksiologis. 

Dimensi epistemologis berkaitan menggunakan perkiraan tentang hubungan antara peneliti menggunakan yg diteliti pada proses memperoleh pengetahuan mengenai objek yang diteliti. Seluruhnya berkaitan menggunakan teori pengetahuan (theory of knowledge) yg inheren dalam perspektif teori dan metodologi.

Dimensi ontologis herbi perkiraan mengenai objek atau empiris sosial yang diteliti. Dimensi metodologis meliputi asumsi-perkiraan tentang bagaimana cara memperoleh pengetahuan mengenai suatu obyek pengetahuan. Sedangkan dimensi aksiologis berkaitan dengan posisi value judgments, etika dan pilihan moral peneliti dalam suau penelitian.

Paradigma kritis pada dasarnya adalah kerangka berpikir ilmu pengetahuan yang meletakkan epistemologi kritik Marxisme pada semua metodologi penelitiannya. Fakta menyatakan bahwa paradigma kritis yang diinspirasikan menurut teori kritis tidak mampu melepaskan diri dari warisan Marxisme pada semua filosofi pengetahuannya. Teori kritis pada satu pihak adalah salah satu aliran ilmu sosial yg berbasis dalam inspirasi-ide Karl Marx serta Engels (Denzin, 2000: 279-280). 

Pengaruh idea marxisme - neo marxisme dan teori kritis mensugesti filsafat pengetahuan menurut paradigma kritis. Asumsi empiris yang dikemukakan sang paradigma adalah perkiraan realitas yang tidak netral namun dipengaruhi serta terikat sang nilai dan kekuatan ekonomi, politik serta sosial. Oleh sebab itu, proyek utama dari kerangka berpikir kritis merupakan pembebasan nilai penguasaan dari kelompok yang ditindas. Hal ini akan menghipnotis bagaimana kerangka berpikir kritis memcoba membedah empiris pada penelitian ilmiah, termasuk di dalamnya penelitian atau analisis kritis tentang teks media. 

Ada beberapa ciri utama pada semua filsafat pengetahuan kerangka berpikir kritis yg bisa dipandang secara kentara. Ciri pertama merupakan ciri pemahaman kerangka berpikir kritis mengenai realitas. Realitas dalam pandangan kritis seringkali disebut dengan empiris semu. Realitas ini nir alami akan tetapi lebih lantaran bangun konstruk kekuatan sosial, politik serta ekonomi. Dalam pandangan paradigma kritis, realitas nir berada dalam harmoni akan tetapi lebih pada situasi pertarungan dan pergulatan sosial (Eriyanto, 2001:3-46).

Ciri kedua merupakan ciri tujuan penelitian kerangka berpikir kritis. Karakteristik menyolok berdasarkan tujuan kerangka berpikir kritis ada dan eksis merupakan paradigma yang mengambil sikap buat menaruh kritik, transformasi sosial, proses emansipasi dan penguatan sosial. Dengan demikian tujuan penelitian paradigma kritis adalah mengubah global yang tidak seimbang. Dengan demikian, seorang peneliti dalam kerangka berpikir kritis akan mungkin sangat terlibat pada proses negasi rekanan sosial yg konkret, membongkar mitos, menerangkan bagaimana seharusnya dunia berada (Newman, 2000:75-87; Denzin, 2000:163-186).

Ciri ketiga merupakan karakteristik titik perhatian penelitian kerangka berpikir kritis. Titik perhatian penelitian paradigma kritis mengandaikan realitas yang dijembatani oleh nilai-nilai eksklusif. Ini berarti bahwa terdapat hubungan yang erat antara peneliti dengan objek yang diteliti. Setidaknya peneliti ditempatkan dalam situasi bahwa ini sebagai aktivis, pembela atau aktor intelektual pada balik proses transformasi sosial. Dari proses tersebut, bisa dikatakan bahwa etika serta pilihan moral bahkan suatu keberpihakan sebagai bagian yg tak terpisahkan dari analisis penelitian yg dibentuk.

Karakteristik keempat menurut paradigma kritis merupakan pendasaran diri paradigma kritis tentang cara serta metodologi penelitiannya. Paradigma kritis pada hal ini menekankan penafsiran peneliti pada objek penelitiannya. Hal ini berarti terdapat proses dialogal pada seluruh penelitian kritis. Dialog kritis ini dipakai untuk melihat secara lebih dalam fenomena sosial yang sudah, sedang dan akan terjadi. 

Dengan demikian, karakteristik keempat ini menempatkan penafsiran sosial peneliti buat melihat bentuk representasi dalam setiap gejala, dalam hal ini media massa berikut teks yg diproduksinya. Maka, pada kerangka berpikir kritis, penelitian yg bersangkutan nir sanggup menghindari unsur subjektivitas peneliti, dan hal ini mampu membuat disparitas penafsiran tanda-tanda sosial berdasarkan peneliti lainnya (Newman, 2000:63-87).

Dalam konteks ciri yg keempat ini, penelitian kerangka berpikir kritis mengutamakan jua analisis yg menyeluruh, kontekstual serta multi level. Hal ini berarti bahwa penelitian kritis menekankan soal historical situatedness dalam semua kejadian sosial yg ada (Denzin, 2000:170).

Perkembangan teori kritis semakin kentara ketika Sekolah Frankfurt sebagai motor penggerak teori tersebut. Selain bahwa Sekolah Frankfurt bersentuhan menggunakan perkembangan ilmu sosial kritis pada ketika itu, Sekolah tadi juga merefleksikan kiprah media massa pada rakyat ketika itu. Tentu saja, konteks Jerman dalam waktu itu jua sangat ditentukan oleh sejarah Jerman pada saat pemerintahan Hitler (Nazi). 

Dalam perkembangan selanjutnya, Sekolah Frankfurt juga menyatakan bahwa ternyata media bisa menjadi indera pemerintah buat mengontrol publik, dalam arti tertentu media mampu menjadi bagian menurut ideological state apparatus (Littlejohn, 2002:213). Dalam hal tertentu, media bukan adalah realitas yg netral serta bebas kepentingan, akan tetapi media massa justru menjadi empiris yang rentan dikuasai oleh grup yang lebih lebih banyak didominasi dan berkuasa (Rogers, 1994:102-125). 

Asumsi dasar dalam paradigma kritis berkaitan dengan informasi pada atas merupakan keyakinan bahwa ada kekuatan laten pada masyarakat yg begitu berkuasa mengontrol proses komunikasi rakyat. Ini berarti kerangka berpikir kritis melihat adanya “realitas” di pulang kontrol komunikasi warga . Masalahnya siapa yang mempunyai kekuatan kontrol tersebut? Mengapa mengontrol ? Ada kepentingan apa ? Dengan beberapa kalimat pertanyaan itu, terlihat bahwa teori kritis melihat adanya proses dominasi serta marginalisasi kelompok tertentu pada semua proses komunikasi rakyat. Hal ini menyatakan bahwa proses penyebaran dan aktivitas komunikasi massa juga sangat ditentukan oleh struktur ekonomi politik masyarakat yang bersangkutan. 

Proses pemberitaan nir mampu dipisahkan menggunakan proses politik yg berlangsung dan akumulasi kapital yg dimanfaatkan sebagai asal daya. Ini merupakan proses interplay, di mana proses ekonomi politik pada media akan membangun dan dibuat melalui proses produksi, distribusi dan konsumsi media itu. Ini berarti bahwa apa yg terlihat dalam permukaan empiris belum tentu menjawab perkara yg terdapat. Apa yg nampak dari bagian atas harian belum tentu mewakili kebenaran realitas itu sendiri. Teori kritis pada akhirnya selalu mengajarkan kecurigaan serta cenderung selalu mempertanyakan realitas yang ditemui, termasuk pada dalamnya teks media itu sendiri. 

Paradigma kritis nir cukup puas pada jawaban, pola, struktur, simbol dan makna yg tersedia. Perlu terdapat pemaknaan yang lebih komprehensif dan kritis atas media yang ada. Beberapa keyakinan teori kritis sebagai acuan awal pemahaman kita terhadap studi teks media pada konteks paradigma kritis. 

Teori kritis melihat bahwa media tidak lepas kepentingan, terutama sarat kepentingan kaum pemilik modal, negara atau gerombolan yang menindas lainnya. Dalam artian ini, media menjadi alat dominasi dan hegemoni masyarakat. Konsekuensi logisnya adalah realitas yg dihasilkan sang media bersifat pada dirinya bias atau terdistorsi.

Selanjutnya, teori kritis melihat bahwa media merupakan pembentuk kesadaran. Representasi yg dilakukan oleh media pada sebuah struktur rakyat lebih dipahami menjadi media yg bisa memberikan konteks imbas kesadaran (manufactured consent). Dengan demikian, media menyediakan efek buat mereproduksi serta mendefinisikan status atau memapankan keabsahan struktur eksklusif. Inilah sebabnya, media pada kapasitasnya menjadi agen sosial tak jarang mengandaikan pula praksis sosial dan politik.

Pendefinisian dan reproduksi realitas yg didapatkan sang media massa nir hanya dicermati sebagai akumulasi liputan atau empiris itu sendiri. Reproduksi realitas melalui media adalah representasi tarik ulur ideologi atau sistem nilai yg memiliki kepentingan yg tidak selaras satu sama lain. Dalam hal ini, media tidak hanya memainkan kiprahnya hanya sekedar instrumen pasif yang tidak bergerak maju dalam proses rekonstruksi budaya tapi media massa tetap menjadi empiris sosial yg dinamis.

Pertama, reproduksi empiris pada media dalam dasarnya dan biasanya akan sangat ditentukan sang bahasa (Littlejohn, 2002:210-211), simbolisasi pemaknaan serta politik penandaan. Bahasa di samping sebagai empiris sosial, permanen sanggup dipandang menjadi sebuah sistem penandaan. Sistem penandaan dalam arti bahwa bahasa atau suatu realitas yg ingin mengindikasikan realitas lainnya (peristiwa atau pengalaman hidup insan).

Dengan demikian, sebuah empiris bisa ditandakan secara berbeda pada peristiwa yang sama. Atau, bisa dikatakan bahwa pemaknaan yg nir sama sanggup dilekatkan kepda peristiwa yg sama. Masalah terjadi ketika suatu makna yang ditafsirkan serta dikonstruksi ulang oleh kelompok eksklusif berdasarkan insiden yang sama tersebut cenderung mendominasi penafsiran. Bagaimana mungkin sebuah makna eksklusif sanggup lebih unggul serta lebih diterima dibandingkan pemaknaan lainnya ? 

Mengapa pemaknaan lain di luar pemaknaan yg telah dipengaruhi justru dimarginalisasikan? Dengan istilah lain, bahwa sesungguhnya saat kita melihat proses bahasa dan pemaknaan, sebetulnya kita juga melihat ranah atau daerah permasalahan sosial (Stuart Hall, 1982:80). Pertarungan sosial tersebut lebih nyata terbentuk dalam sebuah perihal serta terartikulasikan dalam proses pembentukan dan praksis bahasa.

Kedua, bahasa pada konteks tentang - terutama pada konteks ihwal komunikasi - sebetulnya meliputi pengiriman pesan menurut sistem syaraf satu orang kepada yang lain, menggunakan maksud buat membuat sebuah makna sama menggunakan yg terdapat dalam benak si pengirim (Tubs & Moss, 1994: 66). Pesan lisan selalu menggunakan kata. Kata selalu merujuk dalam eksistensi sebuah bahasa. Ini berarti kita putusan bulat bahwa kita menggunakan simbol bahasa pada aktivitas komunikasi. 

Dalam perkembangan ilmu komunikasi terkini, bahasa adalah kombinasi istilah yang diatur serta dikelola secara sistematis serta logis sehingga bisa dimanfaatkan sebagai indera komunikasi. Dengan demikian, kata adalah bagian integral menurut keseluruhan simbol yang dibuat oleh suatu grup tertentu. Jadi, istilah selalu bersifat simbolik. Simbol bisa diartikan menjadi realitas yang mewakili atau merepresentasikan idea, pikiran, gagasan, perasaan, benda atau tindakan manusia yg dilakukan secara arbitrer, konvensional dan representatif-intrepretif. Oleh karena itu, nir ada hubungan yang berlaku secara alamiah dan selalu bersifat koresponden antara simbol menggunakan realitas yg disimbolkan.

Ketiga, politik penandaan lebih poly bermakna dalam soal bagaimana praksis sosial pembentukan makna, kontrol serta penentuan suatu makna eksklusif. Peran media massa pada praksis sosial penentuan tanda dan makna nir melepaskan diri menurut proses kompetisi ideologi. Relasi penguasaan serta kompetisi ideologis nir hanya berproses pada tataran aparatur gerombolan mayoritas saja akan tetapi jua melalui produksi serta reproduksi kekuasaan yg berada pada ruang budaya - loka di mana makna hidup disusun. Pada proses inilah, terungkap bahwa produksi - konstruksi empiris menghubungkan dimensi politik wacana menggunakan dimensi politik ruang (M.shapiro, 1992: 1-6). Hal ini disebabkan bahwa hanya dalam ruang tertentu saja praksis ihwal yg lahir menurut sejarah penguasaan serta kompetisi kultur yang panjang sampai dimenangkannya kompetisi sang kekuatan paling secara umum dikuasai serta hegemonis yang dalam gilirannya memilih rekayasa politik ihwal.