Penelitian Dan Praktek Manajemen Sumber Daya Manusia
Transformasi merupakan suatu proses buat mengubah input sebagai suatu hasil yang memiliki nilai bagi suatu organisasi. Budaya organisasi dalam mensugesti kemampuan menyesuaikan diri terhadap suatu perubahan yg dianggap menggunakan adaptasi, namun tak jarang sekali budaya usang nir memberikan nilai-nilai yg sesuai menggunakan lingkungan baru. Dalam konteks ini, organisasi wajib tahu dan menyesuaikan diri dengan nilai-nilai baru, proses manajemen, serta cara berkomunikasi yang dibentuk menunjang perubahan dan dapat dilaksanakan secara efektif (Bruss & Ross, 1993). Dalam organisasi yg mengalami suatu perubahan baru, anggota dalam organisasi dalam umumnya menyebarkan tujuan sehingga dapat berafiliasi dengan baik tanpa wajib bersaing satu sama lain (Choi & Lee, 2002; Andrew & Stalick, 1994).
Berbagi pengetahuan pada organisasi akan menaruh kontribusi terhadap kinerja organisasi terutama dalam peningkatan kualitas layanan Matzler et. Al., (2008). Budaya organisasi pada menyebarkan pengetahuan akan memberikan dukungan terhadap karyawan dalam menaikkan kemampuannya melalui training dalam grup diskusi untuk berbagi pengetahuan. Pada penelitian ini memakai teori Detert et., al (2000) pada melakukan penilaian impak budaya organisasi terhadap karyawan (termasuk key user) pada mendukung keberhasilan implementasi suatu program inovasi.
Kegiatan-kegiatan yg dilakukan sang para pimpinan disuatu organisasi secara individu juga grup supaya dapat menggerakkan kemampuan organisasi dalam membentuk daya saing melalui berbagi pengetahuan dengan departemen lain, mengikuti training dan diskusi (Slater & Narver, 1995). Sharing knowledge akan eningkatkan pemahaman antara sesama anggota sehingga antara anggota akan saling mendukung serta menaikkan kinerja dan akhirnya akan menemukan proses kerja yang terbaik bagi organsiasi. Sedangkan penelitian Matzler et. Al., (2008) yang menyatakan bahwa membuatkan pengetahuan sangat penting bagi organisasi buat dapat mengembangkan keahlian dan kompetensi, menaikkan nilai bagi organisasi, serta dapat menjaga daya saing sebab inovasi didapatkan dari berdasarkan berbagi pengetahuan antara orang persoal pada pada organisasi. Penelitian Nonaka dan Tageuchi pada Matzler et. Al., (2008) yang menyatakan menyebarkan pengetahuan diharapkan buat mentransformasikan pandangan baru dan konsep kedalam produk serta layanan bagi organisasi dalam melakukan penemuan. Sharing knowledge akan memberikan impak dalam peningkatan kompetensi individu dalam organisasi. Kompetensi didefinisikan oleh Spencer & Spencer (1993) yakni: Pengetahuan, informasi yg dimiliki seorang di area yg spesifik; dan keahlian, kemampuan buat melakukan suatu tugas mental dan fisik; dianggap menjadi kompetensi dasar serta paling siap buat dikembangkan dan dilatih melalui latihan serta pengalaman. Tiga ciri personaliti lainnya, motivasi, sikap, serta konsep diri, dievaluasi sulit buat dilatih dan dikembangkan sebagai akibatnya akan memunculkan team work dalam organisasi.
Pengembangan team work berawal menurut pembentukan team yg memiliki kombinasi orang-orang menggunakan keahlian yang sempurna serta bersedia berhubungan menggunakan orang lain sebagai suatu team work Dufrene and Lehman (2002). Menurut Dufrene and Lehman (2002) bahwa pembentukan team work mempunyai empat tahap yakni termin pertama bermula dari kesepakatan awal mengapa team perlu dibentuk, dan apa tanggung jawab dan wewenang yg dimiliki sang team. Tahap kedua membentuk syarat supaya team tadi dapat sukses diantaranya ketersediaan asal daya yang diperlukan mencakup alat-alat, perlengkapan, modal, dan asal daya insan yang berkualitas dibidangnya masing-masing. Oleh karena itu dukungan menurut manajemen organisasi sangat dibutuhkan. Tahap ketiga, team harus dibuat menggunakan pondasi yg bertenaga yakni leader/pemimpin, visi misi yg jelas, komitmen anggota team buat melaksanakan apa yg telah disepakati. Tahap terakhir, manajemen organisasi memberikan dukungan yang penuh terhadap team agar menjadi lebih baik.
Sekelompok kerja yg mempunyai keahlian (skills) serta mempunyai komitmen buat mencapai tujuan dan sasaran yang sama dianggap merupakan team. Team yang berkerja beserta-sama disebut teamwork, dimana teamwork mewakili suatu kesatuan nilai yang menganjurkan anggotanya buat saling mendengarkan, menaruh respon yg menciptakan, mendukung dan mengapresiasi keinginan serta kesuksesan anggota team (Hu, et al., 2009). Kesatuan nilai tersebut akan memantu team buat berprestasi dan juga memotivasi timbulnya prestasi individual maupun prestasi organisasi secara holistik, team juga akan menentukan interaksi antara anggota dan manajemen organisasi dan peranannya terhadap kinerja organisasi (Moultrie, et. Al., 2007), dengan adanya loyalitas yg lebih diberikan kepada organisasi yg dianggap dengan Organizational Citizenship Behavior.
Menurut Thoha (2003) bahwa organisasi merupakan suatu wadah loka kumpulan orang yang bekerja sama buat mencapai tujuan eksklusif. Keberadaan organisasi ditandai oleh : pertama, adanya kelompok atau perpaduan orang yang saling terikat; ke 2 adanya interaksi yg serasi pada kerjasama dan ketiga merupakan hubungan kerjasama atas dasar penetapan hak, kewajiban serta tanggungjawab eksklusif. Organisasi eksis lantaran adanya suatu sistem kerjasama didalamnya serta sekalipun pada organisasi telah ada struktur formal dan kendali tetapi tanpa adanya sistem kerjasama maka eksistensi organisasi masih dipertanyakan Sedangkan penelitian Somech serta Zahavy (2004) Organizational Citizenship Behavior merupakan perilaku karyawan yang tidak nampak baik terhadap rekan kerja juga terhadap organisasi, dimana perilaku tersebut melebihi dari konduite standard yg ditetapkan organisasi serta memberikan manfaat bagi organisasi. Stamper & Dyne (2004) mendefinisikan konsep ini sebagai perilaku karyawan yg nir nampak, nir pribadi dan nir secara eksplisit diketahui berdasarkan sistem reward yang pada akhirnya secara agregat akan mendorong efektifitas fungsi-fungsi pada organisasi. Penelitian yg dilakukan oleh S. Pantja Djati (2009) terhadap sejumlah perguruan tinggi swasta di Surabaya menyatakan bahwa terdapat impak yang positif dan signifikan antara OCB berdasarkan staff administrasi rapikan usaha jurusan terhadap taraf layanan jasa (service quality) yg diberikan. Semakin tinggi OCB maka semakin tinggi pula service quality yang diberikan dan demikian jua sebaliknya. Sehingga bisa disimpulkan pentingnya penanaman dan peningkatan OCB dari karyawan buat dapat memberikan kualitas layanan yg terbaik bagi konsumen.
Penelitian ini membahas mengenai 5 pertanyaan penelitian yakni pertama, sharing knowledge yang terjadi dalam POLWILTABES Surabaya menaikkan Organizational Citizenship Behavior; ke 2, sharing knowledge yang terjadi pada POLWILTABES Surabaya menaikkan efektifitas team work; ketiga, efektifitas team work menaikkan Organizational Citizenship Behavior; keempat, efektifitas team work menaikkan dan membuat best operational practice dan kelima, Organizational Citizenship Behavior meningkatkan serta menghasilkan best operational practice.
Kerangka Konseptual
Penelitian ini mengamati mengenai impak sharing knowledge untuk membuat serta menaikkan best operational practice melalui efektifitas team work serta Organizational Citizenship Behavior di POLWILTABES Surabaya (Gambar 1). Sharing knowledge diawali daril interaksi antar individu akan membangun suatu gerombolan atau group kerja di perusahaan, sedangkan kelompok kerja yg memiliki keahlian diklaim menggunakan istilah team work (Nelson & Tonks, 2007). Kelompok kerja perlu dikembangkan buat bisa menaruh supaya antara karyawan bisa berkomunikasi dan mempunyai interaksi yang baik pada pada departemennya, antar departemen dan antar organisasi (Adejimola, 2008). Komunikasi yg baik pada pada organisasi akan mempertinggi hubungan kerja yg intens serta cepat nir adanya batasan-batasan antara individu dengan individu maupun antara departemen menggunakan departemen dalam organisasi sehingga tercipta interaksi kerja yg efektif serta akan sebagai team work yang bertenaga serta membentuk budaya kerja sebagai akibatnya menaruh kinerja pada organisasi (Banerjee, 2003).
Sharma & Kodali (2008) menyatakan bahwa best practice operational organisasi disamakan dengan best manufacture yang didefenisikan menggunakan suatu proses yang dijalankan sang orang-orang pada organisasi buat meberikan nilai yang lebih baik dalam produk, dimulai pada waktu bahan baku masuk serta ditransformasikan ke dalam produk jadi buat memberikan kinerja terbaik organisasi. Penelitian Roth, et al., 1992 mendefenisikannya bahwa suatu proses yang bergerak maju yg membuat sesuatu yang unik, mempunyai daya saing, yang ditntukan oleh pelanggan dan pemasok dalam melakukan kemampuan proses produksi yg dilakukan pemugaran secara berkelanjutan dalam material, energi kerja, teknologi, alur kabar yang bersinergi dan memberikan daya saing di pasar. Hall (1987) dalam Sharma & Kodali (2008) menyatakan bahwa best practice mencakup total kualitas, just in time serta pengembangan energi kerja yang akan menaruh secara penuh pada daya saing perusahaan. Best practice bisa menaruh ke arah depan status organisasi menjadi organisasi mempunyai gambaran yang sangat baik serta bisa memberikan pilar bagi organisasi.
Gambar Kerangka Konsep penelitian
Berdasarkan dari kerangka konseptual diatas maka dihasilkan beberapa hubungan atau dampak antara variabel penelitian yang satu menggunakan variabel penelitian yang lain yakni:
H1 : “Sharing knowledge” mempertinggi “efektifitas team work” dalam organisasi POLWILTABES Surabaya.
H2 : “Sharing knowledge” mempertinggi “Organizational Citizenship Behavior” dalam organisasi POLWILTABES Surabaya.
H3 : “Efektifitas team work” mempertinggi “Organizational Citizenship Behavior” dalam organisasi POLWILTABES Surabaya.
H4 : “Efektifitas team work” menghasilkan dan meningkatkan “Best operational practice” pada organisasi POLWILTABES Surabaya.
H5 : “Organizational Citizenship Behavior” menghasilkan dan meningkatkan “Best operational practice” pada organisasi POLWILTABES Surabaya.
Metodologi Penelitian
Penelitian ini mengamati mengenai impak sharing knowledge buat menghasilkan serta mempertinggi best operational practice melalui efektifitas team work serta Organizational Citizenship Behavior di POLWILTABES Surabaya. Pengambilan sampel data dilakukan menggunakan cara menggunakan menerapkan Judgmental sampling yakni pengambilan data dilakukan pada organisasi kepolisian POLWILTABES yang sudah dipengaruhi sang pihak organisasi POLWILTABES buat mengisi kuisioner. Jumlah kuisioner yang disebarkan pada bintara 217 kuisioner dan yg pulang 216 kuisioner serta dapat diolah lebih lanjut sebanyak 195 kuisioner menggunakan rate sebanyak 90,27 %, sedangkan untuk Perwira menggunakan penyebaran kuisioner sebesar 71 kuisioner dan yang pulang 71 kuisioner dan dapat diolah lebih lanjut sebesar 61 kuisioner, dimana 10 responden tidak lengkap mengisi item pertanyaan serta respon rate sebanyak 85,91 %. Secara keseluruhan respon rate dalam penelitian ini sebesar 88,89 %. Pengambilan data dilakukan menggunakan pengisian kuisioner yang bersifat tertutup yaitu pertanyaan yg dibuat sedemikian rupa hingga responden dibatasi dalam memberi jawaban kepada beberapa alternatif saja atau pada satu jawaban saja.
Untuk menguji hipotesis pertama hingga menggunakan hipotesis yang delapan, dan menghasilkan suatu contoh yang layak (fit), maka analisis yg dipakai pada penelitian ini adalah menggunakan Partial Least Square (PLS) menggunakan proses perhitungan dibantu acara pelaksanaan software Smart PLS. Model pengukuran atau outer model menggunakan indikator refleksif dinilai menggunakan convergent dan discriminant validity menurut indikatornya dan composite realibility buat blok indikator. Sedangkan outer contoh menggunakan indikator formatif dinilai berdasarkan dalam substantive content-nya yaitu menggunakan membandingkan besarnya relative weight serta melihat signifikansi dari ukuran weight tadi (Solimun, 2007).
Model struktural atau inner model dinilai dengan melihat persentase varian yg dijelaskan yaitu menggunakan melihat R2 (R-square variabel eksogen) untuk konstruk laten dependen menggunakan memakai ukuran Stone-Geisser Q Square test serta juga melihat besarnya koefisien jalur strukturalnya. Stabilitas menurut estimasi ini dievaluasi menggunakan menggunakan uji t-statistik yang didapat lewat mekanisme bootstrapping.
Hasil Uji Validitas Dan Reliabilitas
Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yg diinginkan dan bisa menyampaikan data dari variabel yg diteliti secara tepat. Tinggi rendahnya validitas instrumen memberitahuakn sejauh mana data terkumpul nir menyimpang menurut gambaran tentang variabel yg dimaksud. Teknik yang dipakai buat uji validitas ini yakni teknik hubungan product moment (berdasarkan tabel koefesien hubungan, Bhattacharya, et.al., 1972 ) buah dinyatakan valid jika koefisien korelasi hitung ≥ koefisien hubungan tabel.
Uji validitas dipakai buat mengetahui valid tidaknya suatu instrumen pengukuran. Validitas merupakan taraf sejauh mana alat ukur sanggup mengukur apa yg seharusnya diukur. Prinsip validitas mengandung 2 unsur yang nir bisa dipisahkan yaitu kecermatan dan ketelitian. Alat ukur yg valid nir sekedar bisa mengungkapkan data menggunakan tepat, tetapi juga harus menaruh gambaran yang cermat tentang data tersebut. Valid tidaknya suatu instrumen bisa diihat menurut nilai koefisien korelasi antara skor item dengan skor totalnya pada taraf signifikansi 5%. Pengujian terhadap kesesuaian contoh melalui pengujian validasi dalam PLS dilakukan menggunakan Goodness of fit outer contoh.
Model pengukuran atau outer contoh menggunakan indikator refleksif dievaluasi menggunakan convergent dan discriminant validity berdasarkan indikatornya dan composite realibility buat blok indikator. Sedangkan outer model dengan indikator formatif dinilai menurut dalam substantive content-nya yaitu dengan membandingkan besarnya relative weight dan melihat signifikansi menurut ukuran weight tersebut (Solimun, 2007). Outer model seringkali juga disebut menggunakan outer relation atau measurment model yg didefenisikan bagaimana setiap blok indikator berhubungan dengan variabel latennya.
Convergent Validity
Korelasi antara skor indikator refleksif dengan skor variabel latennya. Indikator individu dipercaya reliable apabila mempunyai nilai hubungan atau loading 0.5 hingga 0.6. Nilai korelasi ini dianggap cukup lantaran adalah tahap awal pengembangan skala pengukuran serta jumlah indikator per konstruk nir besar , berkisar antara 3 sampai 7 indikator.
Gambar Faktor loading serta Struktural Model
Berdasarkan Gambar, output model struktural yang diteliti menunjukkan interaksi antara indikator menggunakan masing-masing variabel yang ditunjukkan dengan besarnya nilai bobot faktor. Variabel sharing knowledge menjadi variabel diukur dari empat item indikator yakni memberi liputan pada rekan kerja (X11) dengan bobot faktor 0,675; memberi saran yang kreatif serta inovatif (X12) menggunakan bobot faktor 0,858; membantu memberikan orientasi kepada sesama anggota (X13) menggunakan bobot faktor 0,808; dan terbuka pada menerima kritikan (X14) menggunakan bobot faktor 0,813. Melihat hasil korelasi antara indikator dengan variabelnya telah memenuhi convergent validity karena semua loading factor berada pada atas 0,5.
Variabel efektifitas team work sebagai variabel diukur dari 5 item indikator yakni menginformasikan tugas baru pada rekan kerja (X21) menggunakan bobot faktor 0,653; membantu rekan kerja yang memiliki banyak pekerjaan (X22) menggunakan bobot faktor 0,718; membantu sahabat berdasarkan departemen yg tidak sama (X23) menggunakan bobot faktor 0,587; ada rekan yang mengalami kesulitan atau ada komplain menurut warga maka rekan yg lain akan membantu (X24) menggunakan bobot faktor 0,413 dan terakhir merupakan pada melaksanakan tugas hampir semua petugas bekerja keras demi tercapainya tujuan organisasi (X25) menggunakan bobot faktor 0,664. Melihat hasil korelasi antara indikator dengan variabelnya telah tidak memenuhi convergent validity pada loading factor pada X24 berada dibawah 0,5; buat X24 dimuntahkan dalam proses selanjutnya serta program java web start dijalankan lagi.
Variabel OCB (Organizational Citizenship Behaviour) menjadi variabel diukur berdasarkan empat item indikator yakni kepatuhan kerja (X31) dengan bobot faktor 0,759; loyalitas pada pekerjaan (X32) dengan bobot faktor 0,32; berpartisipasi aktif (X33) dengan bobot faktor 0,641; serta moral kerja (X34) menggunakan bobot faktor 0,624. Melihat hasil hubungan antara indikator menggunakan variabelnya sudah memenuhi convergent validity pada loading factor yang seluruh berada diatas 0,lima.
Variabel best operating procedure sebagai variabel diukur menurut enam item indikator yakni kecepatan kerja (X41) dengan bobot faktor 0,636; metode serta mekanisme kerja (X42) menggunakan bobot faktor 0,577; kualitas kerja (X43) menggunakan bobot faktor 0,808; Keakuratan kerja (X44) dengan bobot faktor 0,823; ketahanan kerja (X45) dengan bobot faktor 0,687 serta terakhir merupakan kemampuan kerja (X46) menggunakan bobot faktor 0,636. Melihat hasil hubungan antara indikator dengan variabelnya sudah memenuhi convergent validity pada loading factor yg semua berada diatas 0,lima.
Discriminant Validity
Pengukuran indikator refleksif menurut cross loading menggunakan variabel latennya. Metode lain dilakukan menggunakan membandingkan nilai square root of average variance extracted (AVE) setiap konstruk, menggunakan hubungan antar konstruk lainnya dalam contoh. Apabila nilai pengukuran awal kedua metode tersebut lebih baik dibandingkan menggunakan nilai konstruk lainnya dalam model, maka dapat disimpulkan konstruk tersebut memiliki nilai discriminant validity yg baik, serta kebalikannya. Direkomendasikan nilai pengukuran harus lebih akbar menurut 0.50.
Pada lampiran cross loading output PLS menampakan sejumlah data bahwa hubungan indikator menggunakan variabelnya lebih tinggi dibandingkan hubungan indikator dengan variabel lainnya. Hal ini memperlihatkan bahwa variabel memprediksi indikatornya pada blok mereka lebih baik dibandingkan dengan indikator blok lainnya.
Tabel Hasil Average variance Extracted pada Output PLS
ppAverage variance extracted (AVE)
Akar Average variance extracted (AVE)
0.597
0,723
0.584
0,764
0.603
0,777
0.561
0,749
Sumber : Hasil PLS menurut pengolahan data primer (2010)
Discriminant validity dapat jua dilakukan dengan membandingkan nilai akar Average Variance Extracted (AVE) pada Tabel, setiap konstruk menggunakan korelasi antara konstruk dengan konstruk lainnya. Korelasi antara konstruk terdapat dalam Tabel.
Tabel Hasil Correlations of the latent variabels Output PLS
0.634
0.59
0.634
0.497
0.608
0.664
Sumber : Hasil PLS menurut pengolahan data primer (2010)
Berdasarkan penjelasan diatas bahwa korelasi antara variabel dengan indikatornya yang sudah memenuhi discriminant validity dengan nilai AVE lebih akbar menurut 0,50; dan nilai akar AVE lebih besar menurut nilai hubungan antara konstruk menggunakan konstruk lainnya.
Composite Reliability
Indikator blok yang mengukur konsistensi internal dari indikator pembentuk konstruk, menampakan derajat yang menandakan common latent (unobserved). Nilai batas yang diterima buat taraf reliabilitas komposit merupakan 0.7, walaupun bukan adalah baku mutlak. Pada Tabel; yang adalah output dari perangkat lunak PLS didapatkan data sebagai berikut: buat variabel sharing knowledge sebanyak 0,875; efektifitas team work sebanyak 0,855; OCB sebesar 0,849; serta best operational practice sebesar 0,820. Persyaratan nilai composite reliability sudah terpenuhi oleh seluruh variabel menggunakan nilai berada diatas 0,7.
Tabel Hasil Composite Reliability dalam Output PLS
Sumber : Hasil PLS menurut pengolahan Data Primer (2010)
Ringkasan hasil yang diperoleh dalam model struktural dan nilai yg direkomendasikan buat mengukur kelayakan model. Hasil-output yg ada contoh struktural sudah memperlihatkan bahwa semua kriteria yg dipakai mempunyai nilai yg baik dan sang karena itu contoh ini sudah bisa diterima (Tabel 4).
Tabel Evaluasi Kriteria Indeks-Indeks Kesesuaian Model Struktural
Outer Model
Sharing knowledge (terendah = 0,675)
(terendah = 0,725)
Efektifitas team work (terendah = 0,587)
OCB (terendah = 0,614)
BOP (terendah = 0,636)
³ 0,5
Baik
Discriminant Validity (Akar AVE semua lebih akbar nilai hubungan antar konstruk)
Sharing knowledge= 0,597
Efektifitas team work = 0,584
OCB = 0,603
BOP= 0,561
AVE ³ 0,5
Baik
Composite Reliability
Sharing knowledge= 0,875
Efektifitas team work = 0,855
OCB = 0,849
BOP= 0,820
³ 0,7
Baik
Pengujian Inner Model
Hipotesis statistik buat inner contoh yakni variabel laten eksogen terhadap endogen. Berdasarkan dalam Tabel, koefisien gamma sebesar 0,150 serta T-statistic sebesar 0,910 < T tabel sebanyak 1,96 pada variabel komitmen manajemen zenit terhadap efektivitas key user, berarti nir terdapat imbas signifikan komitmen manajemen organisasi perusahaan terhadap efektivitas key user menjadi tim proyek ERP pada proses implementasi dengan level signifikan 0,05.
Tabel Result for Inner Weight dalam Output PLS
0.089
0.248
0.165
0.910
Sharing -> Team work (g2)
0.531
0.488
0.124
4.562
0.411
0.356
0.276
3.368
0.402
0.334
0.149
3.314
0.309
0.230
0.120
2.160
Sumber : Hasil PLS menurut pengolahan data primer (2010)
Berdasarkan dalam Tabel, buat variabel sharing knowledge terhadap OCB (organizational citizenship behavior) didapatkan koefisien gamma sebesar 0,089 serta T-statistic sebanyak 0,910 < T tabel sebesar 1,96; berarti tidak masih ada imbas signifikan sharing knowledge menjadi budaya organisasi buat mempertinggi OCB (Organizational Citizenship Behavior) dalam organisasi polisi daerah Surabaya dengan level signifikan 0,05. Variabel sharing knowledge terhadap efektifitas team work didapatkan koefisien gamma sebanyak 0,531 dan T-statistic sebanyak 4,562 > T tabel sebanyak 1,96; berarti terdapat impak signifikan sharing knowledge menjadi budaya organisasi buat menaikkan efektifitas team work pada organisasi polisi wilayah Surabaya menggunakan level signifikan 0,05.
Variabel efektifitas team work terhadap OCB (organizational citizenship behavior) serta best operational practice (BOP) didapatkan koefisien gamma berturut-turut sebanyak 0,411 dan 0,402; sedangkan T-statistic masing-masing sebesar tiga,368 serta tiga,314 > T tabel sebanyak 1,96; berarti terdapat efek signifikan efektifitas team work untuk menaikkan OCB (organizational citizenship behavior) serta best operational practice (BOP) pada organisasi polisi daerah Surabaya menggunakan level signifikan 0,05. Variabel OCB (organizational citizenship behavior) terhadap best operational practice (BOP) didapatkan koefisien gamma sebanyak 0,309 dan T-statistic sebanyak dua,160 > T tabel sebanyak 1,96; berarti terdapat pengaruh signifikan (organizational citizenship behavior) buat menaikkan best operational practice (BOP) dalam organisasi polisi daerah Surabaya menggunakan level signifikan 0,05.