CARA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMBACA SISWA PELAJAR

Sebelum kita mengetahui bagaimana cara mempertinggi keterampilan membaca berdasarkan para anak didik atau pelajar ini terlebih dahulu kita ketahui pengertian serta pemahaman dari membaca.
Membaca dari Tarigan (1987: 7-8) adalah suatu proses untuk memahami yg tersirat serta tersurat, melihat pikiran yg terkandung pada dalam kata-istilah yang tertulis. Selanjutnya menurut Tampubolon (1990: 41), membaca merupakan suatu kegiatan fisik serta mental.  Dikatakan kegiatan fisik  lantaran melibatkan kerja mata, dan dikatakan aktivitas mental karena menuntut kerja pikiran buat tahu yg tertulis.  Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa membaca adalah suatu proses yg dilakukan serta dipergunakan sang pembaca buat memperoleh pesan yang hendak disampaikan sang penulis melalui media istilah-istilah atau bahasa tulis.
Membaca merupakan proses pengolahan bacaan secara kritis, kreatif yg dilakukan menggunakan tujuan memperoleh pemahaman yg bersifat menyeluruh tentang bacaan itu dan evaluasi terhadap keadaan, nilai, fungsi, dan imbas bacaan itu (Oka, 1983: 17). Selanjutnya Burns dkk (1984: dua) beropini bahwa membaca dapat dipandang sebagai suatu proses serta hasil. Membaca menjadi suatu proses adalah semua kegiatan serta teknik yg ditempuh oleh pembaca yang menunjuk pada tujuan melalui termin-tahap tertentu. Hal tadi berarti bahwa keterampilan membaca mengandung unsur-unsur: (1) suatu proses aktivitas yg aktif-kreatif, (2) objek dan atau target aktivitas membaca yaitu lambang-lambang tertulis sebagai penuangan gagasan atau ide orang lain, dan (3) adanya pemahaman yang bersifat menyeluruh. Dalam pengertian tersebut, pembaca dicermati sebagai suatu aktivitas yg aktif karena pembaca nir hanya menerima yang dibacanya saja, melainkan berproses buat tahu, merespon, mengevaluasi, serta menghubung-hubungkan banyak sekali pengetahuan serta pengalaman yg ada pada dirinya. Adapun membaca sebagai produk mengacu pada konsekuensi dari kegiatan yang dilakukan dalam saat membaca. Jadi dapat dikatakan bahwa keterampilan membaca adalah keterampilan yang dimiliki seseorang buat memahami isi perihal tulis. Sejalan dengan hal tersebut, Harris serta Sipay (1985: 12) mengungkapkan:
“Reading is the meaningful interpretation of printed or written ekspresi symbols.  Reading (comprehension) is a result of the interaction between the perception of graphic symbols that represent language and the reader’s language skills,cognitive skills, and knowledge of the world.  In this process the reader tries to re-create the meanings intended by the writer.
Celce-Murcia (2001: 154) menyatakan:
   
In reading, “an individual constructs meaning through a transaction with written text that has been created by symbols that represent language.  The transaction involves the reader’s acting on or interpreting the text, and the interpretation is influenced by the reader’s past experiences, language background, and cultural framework, as well as the reader’s purpose for reading”.
Menurut Tarigan (1987: 11-12), ada 2 aspek keterampilan membaca yaitu keterampilan yg bersifat mekanis serta bersifat pemahaman.  Pertama, keterampilan yang bersifat mekanis  tadi meliputi: sosialisasi bentuk huruf, sosialisasi unsur-unsur linguistik serta pengenalan interaksi pola ejaan dan suara. Kedua, keterampilan yg bersifat pemahaman meliputi: tahu pengertian sederhana, tahu makna, penilaian, serta kecepatan membaca yg fleksibel.  Berdasarkan penjelasan di atas, tujuan setiap pembaca adalah memahami bacaan yg dibacanya.  Dengan demikian, pemahaman merupakan faktor yang amat penting dalam membaca.
Menurut Nuttal (1988: 31) keterampilan membaca pemahaman menjadi suatu proses interaksi antara pembaca menggunakan teks dalam suatu peristiwa membaca.  Dalam proses ini dituntut kemampuan mengolah kabar untuk membuat pemahaman.  Saat proses komunikasi tadi terjadi, pembaca melakukan penyusunan balik pesan yang terdapat dalam teks.  Pada termin ini pembaca melakukan interaksi antara makna yang masih ada dalam teks menggunakan makna yg telah dimiliki sebelumnya.  Jadi membaca pemahaman adalah proses menganalisis pesan penulis yg melibatkan proses mental dan dipengaruhi sang banyak sekali faktor. 


Zuchdi (1995: 34) menyatakan bahwa pemahaman merupakan seperangkat keterampilan pemerolehan pengetahuan yg digeneralisasi, yg memungkinkan orang memperoleh dan mewujudkan fakta yang diperoleh menjadi hasil membaca bahan tertulis.  Hal tersebut berarti bahwa pada proses pemahaman terjadi asimilasi dan akomodasi antara keterangan, konsep, serta generalisasi yang baru menggunakan seluruh pengetahuan yang telah dimiliki pembaca. Pembaca menginterpretasikan apa yang dibacanya berdasarkan pengetahuan yang sudah dimilikinya.  Secara tidak pribadi pembaca berdialog dengan penulis lewat bacaan. 
Makna yang masih ada pada bahan  nir selamanya masih ada dalam bacaan itu sendiri namun bisa pula berada di luar bacaan itu sendiri (makna tersirat).  Oleh karenanya pembaca yg baik wajib jeli dan melibatkan secara aktif dalam bacaan tersebut.  Hal tadi akan memudahkan pembaca dalam memperoleh pemahaman.
Berkenaan dengan keterampilan membaca pemahaman tersebut Wiryodijoyo (1989: 29) menyatakan bahwa pengajar wajib dapat mengajarkan enam macam keterampilan, yaitu menemukan lebih jelasnya, menunjukkan pikiran pokok, mencapai kata akhir, menarik kesimpulan, membuat penilaian, serta mengikuti petunjuk-petunjuk.
Dalam menyusun pertanyaan untuk mengukur keterampilan membaca pemahaman  teks bahasa Indonesia, terdapat beberapa taksonomi yang bisa digunakan sebagai acuan.  Taksonomi tujuan pendidikan yg dibuat sang Bloom, terutama buat ranah kognitif sangat banyak dipakai dalam menyusun tes.
Berdasarkan taksonomi tersebut ada enam (6) jenis pertanyaan buat mengungkap hasil belajar dalam ranah kognitif, yaitu menjadi berikut.
a.kemampuan pada aspek pengetahuan/ingatan
Kemampuan pada aspek pengetahuan/ingatan hanya dimaksud buat mengukur kemampuan ingatan tentang sesuatu hal atau warta faktual.  Kemampuan soal pada taraf ini berarti hanya mengukur taraf yg sifatnya hanya warta faktual saja.
b.kemampuan pada aspek pemahaman
Soal yang mengukur aspek tingkat pemahaman adalah soal yang dimaksudkan buat mengukur kemampuan pemahaman murid tentang adanya interaksi yg sederhana pada antara berita-berita atau konsep
c.kemampuan pada aspek aplikasi
Soal yg mengukur aspek aplikasi merupakan soal yang dimaksud buat mengukur kemampuan anak didik memilih serta mempergunakan sesuatu abstraksi eksklusif dalam situasi yg baru.
d.kemampuan pada aspek analisis
Soal yg mengukur aspek analisis merupakan soal yang dimaksud buat mengukur kemampuan siswa menganalisis sesuatu hal, hubungan, atau situasi tertentu dengan mempergunakan konsep-konsep dasar tertentu.
e.kemampuan pada aspek sintesis
Soal yang mengukur aspek sintesis adalah soal yg dimaksud buat mengukur kemampuan murid buat menghubungkan antara beberapa hal, menyusun balik hal-hal eksklusif sebagai struktur baru, atau melakukan generalisasi.
f.kemampuan pada aspek evaluasi
Soal yg mengukur pada aspek penilaian merupakan soal yang menuntut murid buat dapat melakukan penilaian terhadap sesuatu hal, perkara, atau situasi yg dihadapinya menggunakan mendasarkan diri dalam konsep atau acuan tertentu.
Menurut pendapat Heilman, Blair, dan Rupley (1986: 193), sistem klasifikasi taksonomi  Barret  dibagi sebagai 5 (lima) buah.  In Barret’s classification system, the following five levels of comprehension are identified: literal comprehension, reorganization, inferential comprehension, evaluation, and appreciation. 
Sejalan menggunakan pendapat tadi, berdasarkan Brown dan Attardo (2000: 169), pemahaman bacaan diklasifikasikan sebagai empat (4) buah, antara lain:
a.pengertian literal:  jawaban-jawaban atas pertanyaan terdapat di pada teks bacaan/tersurat.  Siswa hanya mengadopsi atau mengambil berdasarkan bacaan tersebut.
b.penggabungan kembali:  pertanyaan-pertanyaan ini masih mengenai hal-hal yg tersurat, namun digabungkan dengan warta tersurat dari 2 atau lebih bagian bacaan.
c.kesimpulan:  jawaban-jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yg implisit.
d.tanggapan pribadi:  Pertanyaan seperti  “Apakah Anda menikmati cerita itu?” dan  “Apa pendapatmu tentang perilaku dari karakter X?”
Sedangkan menurut Harris & Sipay (1985: 87), pemahaman bacaan diklasifikasi menjadi lima (lima) buah berikut.
a.kosakata. Siswa itu wajib :
1)memiliki suatu kosakata bacaan yang seksama serta ekstensif.
2)memakai konteks secara efektif buat (a) menentukan makna serta suatu istilah yg tidak familiar (biasa didengar) dan (b) memilih makna yang tepat menurut suatu kata.
3)menginterpertasikan bahasa figuratif dan nonliteral.
b.pemahaman literal.  Siswa itu harus:
1)memahami makna dan keterkaitan berdasarkan aneka macam unit yang lebih luas secara meningkat, seperti frase, kalimat, paragraf, dan holistik seleksi.
2)mengerti serta mengingat kembali ilham-ilham utama yang terdapat.
3)mencatat serta mengingat kembali hal-hal detil yang ada/tersurat.
4)mengenali dan mengingat pulang serangkaian insiden yang terdapat sinkron dengan urutan yg sahih.
5)mencatat serta mengungkapkan hubungan sebab-dampak yang tersurat.
6)menemukan aneka macam jawaban pada pertanyaan yang spesifik.
7)mengikuti perintah-perintah yang tersurat secara akurat.
8)membaca sepintas buat mendapatkan kesan yg menyeluruh.
c.pemahaman inferensial.  Siswa itu wajib :
1)mengerti dan mengulang pulang ilham-wangsit primer yang implisit.
2)Mencatat dan mengulang hal-hal detil krusial yang tersirat.
3)Mengenali dan mengulang suatu rangkaian insiden-peristiwa yang implisit sinkron menggunakan urutan yg sahih.
4)Mencatat serta menjelaskan hubungan sebab-dampak yang tersirat.
5)Mengantisipasi serta memprediksi hasil-hasil.
6)Memahami planning serta maksud berdasarkan pengarang.
7)Mengidentifikasi teknik-teknik mengarang yg dipakai buat membentuk impak-impak yg diinginkan.
d.membaca kritis.  Siswa itu hendaknya mengevaluasi apa yang dibaca secara kritis.
e.membaca kreatif. Siswa itu hendaknya sanggup memprediksi berdasarkan apa yg telah dibaca untuk menerima berbagai inspirasi dan kesimpulan baru.
Faktor-faktor yg Mempengaruhi Keterampilan Membaca Pemahaman
Seperti sudah dikemukakan sebelumnya, bahwa membaca pemahaman adalah aktivitas yg melibatkan berbagai keterampilan, peningkatan keterampilan membaca pemahaman bukanlah suatu hal yang gampang.  Proses pemahaman pada keterampilan membaca merupakan proses yg memiliki aneka macam segi serta dipengaruhi oleh aneka macam faktor yg bervariasi.  Faktor-faktor tersebut diantaranya: intelegensi, minat baca, motivasi, dampak lingkungan,  pengetahuan atau pengalaman pembaca, juga kompetensi linguistik yang meliputi penguasan struktur tata bentuk,  struktur kalimat, serta pemilihan istilah. 
Jadi, keterampilan membaca pemahaman merupakan keterampilan yg sangat kompleks dan banyak dipengaruhi sang banyak sekali faktor. Jika keterampilan tadi tidak dikuasai, sudah dapat dipastikan bahwa pembaca tidak akan memperoleh taraf pemahaman yg tinggi.
Menurut Pearson (1978: 9), kemampuan membaca seorang ditentukan oleh faktor dalam diri serta luar diri seorang.  Faktor dari dalam diri mencakup: kompetensi linguistik, minat, motivasi, serta kemampuan membaca.  Sedangkan faktor menurut luar diri siswa yaitu:  unsur berdasarkan bacaan itu sendiri yg berupa pesan yg tertulis serta faktor-faktor pada lingkungan membaca.
Pendapat tersebut di atas sejalan dengan pernyataan menurut Leu Jr serta Kinzer (1987: 9) yang menyampaikan bahwa reading is a developmental, interactive, and dunia process involving learned skills.  The process specifically incorporates an individual’s linguistic knowledge, and can be both positively and negatively influenced by non-linguistic internal and external variables or factors.
Menurut Slameto (1995: 54-72), faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dapat digolongkan sebagai dua, yaitu faktor internal serta faktor eksternal.  Faktor internal dibagi menjadi 3 faktor, yaitu faktor jasmaniah, psikologis, serta kelelahan.  Adapun faktor eksternal dikelompokkan sebagai tiga faktor, yaitu faktor keluarga, sekolah, serta warga .
Suryabrata (1995: 249-254) membagi faktor-faktor yg diduga mensugesti penentu keberhasilan belajar  pada dua klasifikasi,  yaitu: faktor-faktor yg asal dari luar diri siswa serta faktor-faktor yang dari dari dalam diri anak didik.  Faktor-faktor menurut luar murid dibagi lagi sebagai dua faktor, yaitu faktor-faktor nonsosial dan  sosial.  Adapun faktor-faktor dari pada diri siswa dibagi lagi sebagai 2 golongan, yaitu faktor-faktor psikologis dan fisiologis.
 
Selanjutnya, menurut Schieffellein dan Simmons (1981) membagi faktor-faktor yg menghipnotis kemampuan output belajar pada 3 kategori, yaitu (1) asal belajar serta proses belajar pada sekolah, (dua) kemampuan serta kecakapan pengajar,  dan (3) kemampuan murid.  Madaus (1979: 208-230),  beserta tim penelitiannya membagi sebagai 5 kategori, yaitu (1) individual anak didik, (2) lingkup sekolah, (3) latar belakang siswa, (4) komposit ubahan kelas serta individu siswa, serta (lima) skor tes intelegensi.  Sudarsono (1985: 11),  menunjukkan betapa banyaknya variabel yg diduga mempengaruhi hasil belajar murid, terdiri atas (1) latar belakang famili, seperti bahasa yang digunakan anak didik di tempat tinggal , asa orang tua, fasilitas belajar di tempat tinggal , norma belajar pada rumah, banyak saudara kandung, pendidikan orang tua,  (dua) ciri perseorangan siswa, seperti jenis kelamin, usia, urutan kelahiran, kemampuan dasar, intelegensi, sikap serta motivasi, (tiga) ciri guru, seperti pengalaman mengajar, pendidikan, penataran, serta perilaku,  (4) latar belakang sekolah, misalnya fasilitas fisik sekolah, besar sekolah, dan fasilitas alat pelajaran, termasuk kelengkapan buku-kitab pelajaran, (5) gerombolan sahabat sebaya.

Pendapat-pendapat tadi pada hakikatnya hampir sama dan saling mengisi sehingga faktor-faktor yg diduga menghipnotis kemampuan dalam keterampilan membaca pemahaman dapat dikelompokkan sebagai dua bagian, yaitu faktor linguistik dan  nonlinguistik. Faktor linguistik yg dimaksud dalam penelitian ini diantaranya:  pengetahuan fonologi, morfologi, sintaksis, serta semantik. Adapun faktor-faktor nonlinguistik berupa:  kecerdasan, minat, motivasi, cara mengikuti pelajaran, lingkungan keluarga, lingkungan sekolah serta guru, lingkungan sosial, asal belajar dan proses belajar, fasilitas belajar, dan sebagainya.
Sumber : Disarikan menurut banyak sekali sumber
Sumber Gambar : //www.kemdiknas.go.id/
Referensi :
Allen, M. J. Serta Yen, W. M. (1979).  Intriduction to measurement theory.  California: Brooks/Cole Publishing Company.
Bloom, B. S., Engelhart, M. D., and Fusrt, E. J. (1956).  Taxonomy of educational objectives: Handbook I, Cognitive domain. London: Longman Group LTD.
Brown, H. D. (2000).  Principles of language learning and teaching. Fourth Edition New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Brown, S. And Attardo, S. (2000). Understanding language structure, interaction, and variation. An introduction to applied linguistics and sociolinguistics for nonspecialists. USA: The University of Michigan Press.
Burns, P. C., Roe, B. D., and Ross, E. P. (1984). Teaching reading in today’s elementary school.  Boston: Houghton Mifllin Company.
Cohen, J. (1977).  Statistical power analysis for the behavioural sciences (Rev. Ed.). New York: Academic Press.
Falk, S. Y. (1973). Linguistics and language. A kuesioner of basic concepts and applications.  USA: Xerox Co.
Leu, Jr., D. J. And Kinzer, C. K. (1987).  Effective reading instruction in the elementary grades.  Columbus:  Merrill Publishing Company and A Bell & Howell Company.
Tampubolon, D. P. (1990). Kemampuan membaca: teknik membaca efektif dan efisien.  Bandung:  Angkasa.
Tarigan, H. G.  (1987). Membaca sebagai suatu keterampilan berbahasa. Bandung: Angkasa.
-----------. (1990). Kemampuan membaca: teknik membaca efektif dan efisien.  Bandung: Angkasa.
Wiryodijoyo, S. (1989). Strategi menaikkan kemampuan membaca (diktat). Yogyakarta: FPBS IKIP Yogyakarta.
Yuwanti. (1998). Faktor-faktor penyebab rendahnya kemampuan membaca pemahaman anak didik kelas IV Sekolah Dasar: studi masalah di Sekolah Dasar Negeri Pabean (skripsi). Yogyakarta: FBS Universitas Negeri Yogyakarta.
Zuchdi, D. (1993). Keterampilan membaca serta faktor-faktor penghambatnya: studi masalah terhadap mahasiswa berprestasi rendah. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta.
------------. (1995). Strategi menaikkan kemampuan membaca: peningkatan kemampuan pemahaman bacaan.  Yogyakarta: FPBS IKIP Yogyakarta.

100 JUDUL PENELITIAN ILMIAH PENELITIAN TINDAKAN KELAS PTK BAGIAN 2

Cara flexi---Bagi guru, pendidik dan Tutor yg ingin melakukan aktivitas penelitian, khususnya penelitian tindakan kelas (PTK), perlu melakukan pengumpulan bahan dan data, baik itu data primer juga data skunder. Banyak langkah serta tahapan yang wajib dilakukan pada penelitian yg baik. Salah satunya merupakan memilih kasus serta menentukan judul yg akan dibahas pada penelitian tadi. Untuk memudahkan para calon peneliti, khususnya bagi para peneliti pemula yg baru pertama kali melakukan penelitian, berikut ini redaksi Cara flexi merangkum beberapa contoh Judul penelitian tindakan kelas,  semoga bisa membantu buat memudahkan penentuan judul dan aktivitas penelitian PTK selanjutnya; 

Model Penemuan dan Pemecahan Masalah dengan PendekatanRealistik dalam Pembelajaran Matematika di SD Pertiwi Teladan Metro TahunPelajaran 2005/2006

Meningkatkan Prestasi Belajar Bahasa Indonesia MelaluiPembelajaran Pakem Pada Siswa Kelas dua SDN……… Tahun 2010/2011

Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas I-BSMPN 5 Kendari Melalui Model Kooperatif Tipe Think-Paire-Share

Meningkatkan Prestasi BelajarPKn Materi Persatuan serta Kesatuan BangsaMelalui Media Pembelajaran Microsoft OfficePowerpoint Pada kelas III SD Negeri… Tahun Pelajaran….

Meningkatkan Penguasaan Kosa Kata Bahasa Arab melaluiPermainan (Studi pada SD Muhammadiyah 8 KH. Mas Mansur Malang)

Model Pembelajaran Seni Rupa pada SMU Negeri dua Malang denganPenggunaan Desain Media Reproduksi Grafika buat Mengembangkan Kreativitas Anak

Model Reader Respons buat Meningkatkan Minat dan KeberanianSiswa Mengemukakan Tanggapan dalam Pembelajaran Sastra Sunda di SMA Pasundan 2Bandung

Optimalisasi Pemanfaatan Lingkungan menjadi Sumber Belajardalam Meningkatkan Aktivitas Bertanya dan Kemampuan Menjelaskan Konsep danPrinsip Fisika pada Kelas 1 Sekolah Menengah Atas 3 Padang

Optimalisasi Penggunaan Asesmen Otentik untuk MeningkatkanKerja Ilmiah Siswa pada Pembelajaran Sains pada SDN Puncakmulya KecamatanManonjaya Kabupaten Tasikmalaya

Optimalisasi Pontensi Unggulan Lokal dalam PembelajaranAritmetika Sosial dalam Siswa Kelas VII SMPN 9 Semarang, sebagai ImplementasiKurikulum Berbasis Kompetensi

Pelaksanaan Pembelajaran Kimia yg Berorientasi padaStruktur pada rangka Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa SMA PGRI Cililin Kab.bandung

Pemakaian bahasa Komunikatif buat Meningkatkan KemampuanMemecahkan Soal Cerita Matematika pda Siswa Kelas lima Sekolah Dasar Negeri 15 Surakarta

Pemaksimalan Kompetensi Siswa Kelas X Sekolah Menengah Atas tiga Semarang denganPendekatan Penerapan Penelitian dalam Pembelajaran Kimia

Pemanfaatan Media Televisi Untuk Meningkatkan Aktivitas danKemampuan Berbicara Siswa Kelas IXe SMP Negeri 1

Pemanfaatan Simulasi Komputer sebagai Media Pembelajaranuntuk Mengatasi Miskonsepsi Fisika Konsep Mekanika Siswa Kelas XI SMA Negeri 5Palu

Pembelajaran Bahasa Inggris dengan Memanfaatkan Aneka SumberBelajar di SMPN I Pugung Kabupaten Tanggamus

Pembelajaran Bangun Ruang Secara Konstruktivis denganMenggunakan Alat Peraga di Kelas V Sekolah Dasar Negeri 10 Watampone

Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Media Komputer ProgramInteractive Atlas 2002 buat Meningkatkan Penguasaan Materi Region Siswa KelasIX SMPN 4 Sindue

Pembelajaran Berbasis Masalah sebagai Upaya MeningkatkanHasil Belajar Matematika Siswa Kelas I Madrasah Aliyah Negeri Selong

Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) denganModel Jigsaw dalam Pembelajaran Sains pada Sekolah Menengah pertama Kartikatama Metro Tahun Pelajaran2005/2006

Pembelajaran di Luar Kelas menggunakan Pendekatan PemecahanMasalah Bersama buat Meningkatkan Motivasi Belajar serta Pemahaman KonsepLingkungan Siswa Kelas III SDM Kota Metro

Pembelajaran di Luar Kelas menggunakan Pendekatan PemecahanMasalah Bersama buat Meningkatkan Motivasi Belajar serta Pemahaman KonsepLingkungan Siswa Kelas III SDM Kota Metro

Pembelajaran Interaktif Berbasis Multimedia denganPendekatan Kooperatif Tipe Jigsaw buat Peningkatan Keterampilan Scientifikdalam Mata Pelajaran Fisika pada SMUN 1 Depok Slemant Yogyakarta

Pembelajaran Konstruktivisme dalam Meningkatkan KemampuanMembaca Pemahaman Siswa Kelas III Madrasah Ibtidaiyah Darul Ulum

Pembelajaran Kontekstual menggunakan Metode Inkuiri untukMeningkatkan Kemampuan Berpikir, Hasil dan Motivasi Belajar IPA pada SiswaKelas V Madrasah Ibtidaiyah Wahid Hasyim III Malang

Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dalam MeningkatkanAktivitas dan Hasil Belajar Diklat Menyiapkan, Menyajikan Minuman Non-AlkoholSiswa II A1 SMKN dua Singaraja

Pembelajaran Matematika Berbantuan Alat Peraga untukMenciptakan Pembelajaran yang Menyenangkan bagi Siswa Kelas tiga Sekolah Dasar Sampangan 04Semarang

Pembelajaran PKn Menggunakan Metode Permainan Ular TanggaUntuk Meningkatkan Motivasi Belajar dan Prestasi Belajar Siswa Pada KompetensiDasar Budaya Demokrasi

Pembelajaran Sain Berbasis Proyek (Project Based Learning)buat Meningkatkan Academic Skill Siswa MI Miftahul Ulum Serut 02 Jember

Pemberdayaan Lingkungan sebagai Sumber Belajar dalam UpayaMeningkatkan Kompetensi Berbahasa Indonesia Siswa Kelas 4 Sekolah Dasar Laboratorium UPIKampus Cibiru

Pemberdayaan Prior Experience dalam Pembelajaran ModulPraktikum menggunakan Model Experential Learning sebagai upaya MeningkatkanKompetensi Sains Siswa SMPN dua Singaraja

Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) untukMengintegrasikan Nilai-Nilai Imtaq dalam Pembelajaran Biologi di SMAN 1Trimurjo Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2006/2007

Pendekatan Salingtemas dikombinasikan Pemakaian Multimediadalam Pembelajaran Kimia kelas X buat Meningkatkan Kompetensi Kerja IlmiahSiswa SMA Negeri 6 Palu

Penerapan Asesmen Kinerja untuk Meningkatkan KompetensiSiswa pada Kerja Ilmiah pada Pembelajaran PA-Biologi pada SMP Negeri 40 Semarang

Penerapan Ekspositori Untuk Meningkatkan Prestasi BelajarIPA Pada Siswa Kelas V Tahun Pelajaran 2010/2011

Penerapan aktivitas Hands on Activity dan ModifiedDiscovery-Inquiry pada Mata Pelajaran Biologi buat Meningkatkan Aktivitas danHasil Belajar Siswa Kelas I SMP Laboratorium Universitas Negeri Malang

Penerapan Metode Pembelajaran Bcm Untuk MeningkatkanPrestasi Belajar Bahasa Indonesia Kelas I Sekolah Dasar Negeri…… Tahun Pelajaran 2010/2011

Penerapan Metode Pembelajaran Konsultatif (Sebuah Inovasidalam Pembelajaran Kurikulum Berbasis Kompetensi) buat Meningkatkan HasilBelajar Siswa Mata Pelajaran Biologi Kelas II SMAN 1 Arjasa Jember

Metode Pembelajaran Konsultatif (Sebuah Inovasi dalamPembelajaran Kurikulum Berbasis Kompetensi) buat Meningkatkan Hasil BelajarSiswa Mata Pelajaran Biologi Kelas II SMAN 1 Arjasa Jember

Penerapan Metode Pembelajaran Kooperatif Model Team AssistedIndividualization Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Materi OperasiHitung Pada Siswa Kelas…… Tahun 2010/2011

Penerapan Metode Permainan buat Meningkatkan KualitasPembelajaran Matematika pada Siswa Kelas II SD Negeri Jatinegara 05Pagi Cakung Jakarta Timur

Penerapan Metode Reward Dalam Meningkatkan Motivasi BelajarMatematika Siswa Kelas 6 Madrasah Ibtidaiyah Al-Amin Dempelan Tahun Pelajaran2009/2010

Penerapan Metode SQ3R sebagai Upaya buat MeningkatkanTingkat Kemampuan Penguasaan Membaca Pemahaman Siswa Kelas III SLTP Negeri 27

Penerapan Metode STAD Untuk Meningkatkan Prestasi BelajarSiswa Bidang Study IPA Sekolah Dasar Negeri…. Tahun Pelajaran 2010/2011

Penerapan Model Kooperatif Tipe Team Accelerated Instruction(TAI) buat Mengatasi Pertarunga pada Pembelajaran Kimia AkibatHeterogenitas Kemampuan Siswa pada Kelas X SMA Negeri 2 Banjarmasin

Penerapan Model PBL pada Pelajaran Biologi untukMeningkatkan Kompetensi serta Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas X SMA Negeri1 Singaraja Tahun Pelajaran 2006/2007

Penerapan Model Pembelajaran Advanced Organizer untukMeningkatkan Prestasi Belajar Mata Pelajaran Kimia Siswa XI Ilmu Alam SMANegeri 5 Kendari

Penerapan Model Pembelajaran Inquiri pada rangkaMeningkatkan Penguasaan Konsep Siswa serta Keterampilan Siswa pada PenemuanKonsep secara Mandiri pada SMPN 21 Surabaya

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif dalam PeningkatanMotivasi serta Partisipasi Siswa serta Kualitas Hasil Belajar pada SMA Negeri IISamarinda

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Group InvestigationDengan Pendekatan Salingtemas (Sains-Lingkungan-Teknologi-Masyarakat) DalamMeningkatkan Kemampuan Kerja Ilmiah Dan Hasil Belajar Kognitif Biologi SiswaKelas X SMA Negeri

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw denganTongkat Estafet untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Sistem Pencernaan Makanan(Kaji Tindak di Kelas VIII A Sekolah Menengah pertama Negeri dua Kendari)

Penerapan Model Pembelajaran Role Playing (Bermain Peran)Dalam Meningkatkan Pemahaman Makna Keterbukaan Dalam Kehidupan Berbangsa danBernegara Pada Siswa Kelas XI IPA-1 SMA

Pembalajaran Bahasa Indonesia Dengan Menggunakan Media SuratKabar Pada Siswa Kelas V SDN……

Penerapan Pembelajaran Berbasis Kerja Ilmiah pada KonsepCiri-ciri Makhluk Hidup buat Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas I SLTPMuhammadiyah 5 Surabaya

Penerapan Pembelajaran Berbasis Pemecahan Masalah yangDiintervensi dengan Peta Konsep buat Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Kimia diSMU

Penerapan Pembelajaran Berdasarkan Masalah menggunakan StrategiKooperatif Model STAD pada Mata Pelajaran Sains buat Meningkatkan KemampuanBerpikir Kritis Siswa Kelas V MI Jenderal Sudirman Malang

Penerapan Pembelajaran Fisika Dengan The 5 E Learning CycleModel Untuk Meningkatkan Kemampuan Bertanya Pengajar dan Siswa Serta PrestasiBelajar Siswa Kelas VII E SMP Negeri

Penerapan Pembelajaran Kontekstual buat MeningkatkanMotivasi serta Hasil Belajar Fisika Siswa SMPN tiga Porong

Penerapan Pembelajaran Kooperatif Dengan Model GroupInvestigation (GI) Untuk Meningkatkan Aktivitas serta Hasil Belajar Siswa KelasXI SMA

Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams GameTournaments) buat Meningkatkan Kreativitas dan Prestasi Belajar Matematika(Studi di SMP Negeri 4 Purwokerto)

Penerapan Pembelajaran Matematika menggunakan Metode Improveuntuk Meningkatkan Pemahaman Matematik dan Aktifitas Belajar Siswa Kelas 2Sekolah Menengah (Sekolah Menengah Atas) Negeri I Balaraja Kabupaten Tangerang – Banten

Penerapan Pembelajaran Perspektif Pemodelan MatematikaBermediasi RME buat Penalaran dan Penguasaan Konsep Statistika bagi SiswaKelas II SMUN 3 Palangkaraya

Penerapan Pendekatan Cooperative Learning Model Jigsaw untukMeningkatkan Prestasi Belajar Siswa dalam Pembelajaran Sejarah (PenelitianTindakan Kelas pada Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Dolo)

Penerapan Pendekatan Keterampilan Proses Dalam UpayaPeningkatan Prestasi Belajar Ipa Siswa Kelas dua SDN….. Tahun Pelajaran 2010/2011

Penerapan Pendekatan Kolaboratif Murder Dalam MeningkatkanAktivitas serta Hasil Belajar Sosiologi Para Siswa Kelas XI IPS1 SMAN

Penerapan Pendekatan Kontekstual Melalui Metode Tanya JawabDalam Meningkatkan Prestasi Belajar IPS Pada Siswa Kelas dua Sd Negeri……… Tahun2010/2011

Penerapan Pendekatan Open-Ended dan PAKEM (PembelajaranAktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan) dalam Sub Pokok Bahasan Operasi Pecahandi Kelas VII SLTP Negeri 1 Palu

Penerapan Pendekatan Struktur Konsep buat PeningkatanPemahaman serta Penerapan Konsep Fisika dalam Mengatasi Miskonsepsi Siswa SMPNegeri 19 Palu

Penerapan Pengajaran Konseptual Interaktif dan PemecahanMasalah buat Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X3 Sekolah Menengah Atas Negeri 3Singaraja

Penerapan Perangkat Pembelajaran Inovatif dalam rangkaPeningkatan Penguasaan Keterampilan Proses Sains pada Siswa Kelas IV SekolahDasar Negeri Kertajaya XIII Surabaya

Penerapan Pola Pembelajaran Edutainment untuk MeningkatkanMotivasi Belajar Siswa pada Kelas XI IPS Sekolah Menengah Atas Negeri 9 Surabaya

Penerapan Strategi Belajar dengan Model Pembelajaran QuantumTeaching buat Meningkatkan Keaktipan Belajar Siswa Prestasi Hasil Belajar padaSiswa Kelas III di Sekolah Menengah Atas Negeri tiga Jember Tahun Ajaran 2005 – 2006

Penerapan Strategi Mind Mapping Untuk Meningkatkan KompetensiBerbicara Bahasa Inggris Siswa Kelas XI IPA1 Sekolah Menengah Atas Negeri

Penerapan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah denganPenilaian Berbasis Kelas buat Meningkatkan Kompetensi Fisika Siswa Kelas IISMP Negeri dua Singaraja

Penerapan Strategi Suggestopedia dalam upaya MeningkatkanKemampuan Menulis Cerpen Berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi di SMPNegeri 1 Palembang

Pengaruh Pembelajaran Dengan Pemberian Balikan DalamMeningkatkan Prestasi Belajar  PKn   Pada Siswa Kelas ………………………………………….. TahunPelajaran 2010/2011

Pengaruh Pengembalian Tugas “PR” Siswa Terhadap MotivasiBelajar IPA Siswa Kelas III SD Negeri …. Kecamatan …. Kabupaten….  Tahun Pelajaran 2010/2011

Pengefektifan Pembelajaran Menulis Cerpen melaluiPemanfaatan Pertanyaan “Bagaimana apabila …” pada Siswa Kelas X MAN Malang I

Pengefektifan Pembelajaran Menulis Cerpen melaluiPemanfaatan Pertanyaan “Bagaimana apabila …” pada Siswa Kelas X MAN Malang I

Pengembangan Instrumen Evaluasi Berbasis Kelas dalamPembelajaran Fisika Melalui Optimasi Rubrik Performance Assessment

Instrumen Evaluasi Berbasis Kelas dalam Pembelajaran FisikaMelalui Optimasi Rubrik Performance Assessment

Pengembangan Model Keterampilan Proses Berbasis Kompetensiuntuk Meningkatkan Kualitas Proses serta Produk Pembelajaran Pengetahuan Sosialdi Sekolah Dasar

Pengembangan Model Keterampilan Proses Berbasis Kompetensiuntuk Meningkatkan Kualitas Proses serta Produk Pembelajaran Pengetahuan Sosialdi Sekolah Dasar

Pengembangan Model Pembelajaran Fisika Berbasis Masalahuntuk Meningkatkan Kreativitas Siswa Sekolah Menengah pertama Negeri 38 Semarang Tahun Pelajaran2006/2007

Pengembangan Model Pembelajaran Fisika Berbasis Masalahuntuk Meningkatkan Kreativitas Siswa Sekolah Menengah pertama Negeri 38 Semarang Tahun Pelajaran2006/2007

Pengembangan Model Pembelajaran Matematika Realistik untukMeningkatkan Aktifitas serta Hasil Belajar Siswa Kelas IV SDN 27 Ampenan

Pengembangan Model Pembelajaran Matematika Realistik untukMeningkatkan Aktifitas serta Hasil Belajar Siswa Kelas IV SDN 27 Ampenan

Pengembangan Strategi Pembelajaran Menulis menggunakan ModelMenulis Proses dan Penilaian Portofolio pada SD Kabupaten Sumedang

Pengembangan Strategi Pembelajaran Menulis menggunakan ModelMenulis Proses dan Penilaian Portofolio pada SD Kabupaten Sumedang

Penggunaan Aktivitas-Aktivitas Model (Model Activities)pada Pembelajaran Menulis pada SD.

Penggunaan Aktivitas-Aktivitas Model (Model Activities)pada Pembelajaran Menulis pada SD.

Penggunaan Alat Peraga Matematika pada Upaya MeningkatkanAktivitas serta Hasil Belajar Siswa Kelas IV Sekolah Dasar Negeri 20 Serang

Penggunaan Alat Peraga Matematika pada Upaya MeningkatkanAktivitas serta Hasil Belajar Siswa Kelas IV Sekolah Dasar Negeri 20 Serang

Penggunaan Bagan Dikhotomi Konsep menjadi PendekatanKontekstual buat Meningkatkan Hasil Belajar Keanekaragaman Hewan pada SiswaKelas I SMP Negeri 9 Semarang

Penggunaan Bagan Dikhotomi Konsep menjadi PendekatanKontekstual buat Meningkatkan Hasil Belajar Keanekaragaman Hewan pada SiswaKelas I SMP Negeri 9 Semarang

Penggunaan Buku Bergambar buat Meningkatkan KeterampilanMembaca Cerita Siswa Kelas II SDN Jepara dua Surabaya

Penggunaan Buku Bergambar buat Meningkatkan KeterampilanMembaca Cerita Siswa Kelas II SDN Jepara dua Surabaya

Penggunaan Media Cerita Bergambar Berbasis PendekatanKomunikasi Total buat Meningkatkan Kemampuan Bahasa Anak Tunarungu KelasRendah di SLB Bagian B YPTB Malang

Penggunaan Media Cerita Bergambar Berbasis PendekatanKomunikasi Total buat Meningkatkan Kemampuan Bahasa Anak Tunarungu KelasRendah di SLB Bagian B YPTB Malang

Penggunaan Metode Bermain Peran Pada Pembelajaran SejarahIslam Untuk Meningkatkan Penghayatan Terhadap Ajaran Islam Dalam KehidupanSehari-Hari Siswa Kelas 2 Sekolah Menengah pertama Negeri

Penggunaan Metode Bermain Peran Pada Pembelajaran SejarahIslam Untuk Meningkatkan Penghayatan Terhadap Ajaran Islam Dalam KehidupanSehari-Hari Siswa Kelas 2 Sekolah Menengah pertama Negeri

Penggunaan Metode Poster Comment Dalam Pembelajaran BahasaInggris Sebagai Upaya Peningkatan Kemampuan Menulis Siswa Kelas 6 Sekolah Dasar Negeri……….tahun Pelajaran…..

Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif (CooperativeLearning) Tipe STAD buat Meningkatkan Kualitas Proses dan Hasil Belajar KimiaSiswa Kelas XII Sekolah Menengah Atas Negeri 9 Malang

Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif (CooperativeLearning) Tipe STAD buat Meningkatkan Kualitas Proses dan Hasil Belajar KimiaSiswa Kelas XII Sekolah Menengah Atas Negeri 9 Malang

Penggunaan Model Pembelajaran Siklus Belajar dan BelajarKooperatif Tipe STAD buat Meningkatkan Kualitas Proses dan Hasil Belajar KimiaSiswa Kelas X SMA Negeri I Tumpang – Malang

Penggunaan Model Pembelajaran Siklus Belajar dan BelajarKooperatif Tipe STAD buat Meningkatkan Kualitas Proses dan Hasil Belajar KimiaSiswa Kelas X SMA Negeri I Tumpang – Malang

Penggunaan Pendekatan Kontekstual Berbasis Inkuiri BermediaKarikatur buat Meningkatkan Keterampilan Berbicara dan Menulis Siswa SMP Lab.ikip Singaraja

Penggunaan Pendekatan Kontekstual Berbasis Inkuiri BermediaKarikatur buat Meningkatkan Keterampilan Berbicara dan Menulis Siswa SMP Lab.ikip Singaraja

Penggunaan Software SIG Khusus menggunakan PendekatanPembelajaran Aktif buat Mempermudah Penguasaan Kompetensi SIG padaPembelajaran Geografi di SMAN I Surakarta

Pengkombinasian Problem Possing dan Cooperative Learninguntuk Pengajaran Matematika di Kelas Unggul dalam SMP Rintisan Sekolah StandarNasional

Penguasaan Kata-istilah Bersinonim pada Menyusun KalimatEfektif Guna Meningkatkan Mutu Belajar Pada Siswa Kelas ……… Tahun Pelajaran 2005/2006.

Peningkatan Daya Berpikir Kritis Siswa terhadap KondisiLingkungannya melalui Penggunaan Peta Konsep pda Pembelajaran Sosiologi KelasVII SMPN 1 Aikmel

Peningkatan Efektifitas Pembelajaran Anak Autis melaluiImplementasi Pendekatan Individualized Education Program (IEP) pada Sekolah Dasar Negeri InklusifKlampis Ngasem 1-246 Surabaya

Peningkatan Hasil Belajar Pengetahuan Sosial melaluiPembelajaran Kontekstual Model Berkemah dan Media Pembelajaran Lingkungan pada SD

Peningkatan Image Anak tentang Tempat-Tempat Jauh(Hubungannya dengan Kehidupan Manusia serta Lingkungan) melalui Media Gambar danGroup Discussion pada Sekolah Dasar Negeri Kranjingan tiga Sumbersari-Jembe

Peningkatan Kemampuan Berbicara melalui Teknik Tell Me WhatYou See I dalam Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri 210 Palembang

Peningkatan Kemampuan Membawakan Acara Dalam AktivitasPembelajaran Berbicara Dengan Pendekatan Lesson Study Pada Peserta Didik KelasVIIIa SMPN

Peningkatan Kemampuan Mengapresiasi Unsur Instrinsik DongengMelalui Teknik Bercerita Siswa Kelas lima SD Negeri 4 Lubuk Linggau

Peningkatan Kemampuan Menulis Paragraf Narasi Siswa Kelas XISMA Negeri 4 Lubuk Linggau Melalui Pengintegrasian Metode Clustering danJournalist’s Questions

Peningkatan Keterampilan Berbahasa Membaca Siswa Kelas VII BSMP Negeri Melalui Model Pembelajaran PBL Teknik Bercerita

Peningkatan Keterampilan Berbahasa Membaca Siswa Kelas VII BSMP Negeri Melalui Model Pembelajaran PBL Teknik Bercerita

Keterampilan Berbicara Bahasa Inggris melalui PendekatanProses Membaca dalam Membaca Cerita pada Kelas 3 SD Negeri Bendogerit Kota Blitar

Peningkatan Keterampilan Berbicara Bahasa Inggris melaluiPendekatan Proses Membaca pada Membaca Cerita pada Kelas 3 Sekolah Dasar Negeri BendogeritKota Blitar

Peningkatan Kompetensi Menulis Pengalaman Siswa Kelas VII FSMP Negeri 2 Gatak Melalui Pola Latihan Berjenjang

Kompetensi Menulis Pengalaman Siswa Kelas VII F Sekolah Menengah pertama Negeri 2Gatak Melalui Pola Latihan Berjenjang

Peningkatan Kualitas Pembelajaran Apresiasi Sastra pada MataPelajaran Bahasa Daerah di Kelas 7 SMPN 2 Sidoarjo melalui Penerapan AsesmenAutentik

Peningkatan Kualitas Pembelajaran Biologi melaluiPembelajaran Kooperatif Tipe Penyelidikan Kelompok dalam Siswa Kelas X SMAN 3Metro Lampung

Peningkatan Kualitas Pembelajaran Gejala-Gejala Alam denganMenggunakan Media Pembelajaran Mock Up di SD Negeri Embong 2Bandung.

Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPA MenggunakanPembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, serta Menyenangkan (PAKEM) pada Siswa Kelas5 SD Negeri dua Ledug Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas

Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPS melalui PendekatanPembelajaran Kontekstual (CTL) Kelas VII pada SMP Negeri tiga Metro Tahun 2005

Peningkatan Kualitas Pembelajaran Kimia pada Madrasah AliyahNegeri Model Kota Palu Melalui Pendekatan Kontekstual dengan MengoptimalkanKegiatan Pembelajaran pada Laboratorium.

Peningkatan Kualitas Pembelajaran Matematika dalam MateriAritmetika Sosial Menggunakan Pendekatan Kontekstual

Peningkatan Kualitas Pembelajaran buat Melatih KeterampilanBerpikir pada Proses Ilmiah Melalui Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah diSMA Negeri-1 Palangkaraya

Peningkatan Minat Baca Siswa Kelas 1 SMK Negeri 1Palangkaraya pada Pelajaran Bahasa Indonesia Melalui Pemberiaan Feedback danReinforcement

Peningkatan Motivasi Belajar Siswa dalam Mata PelajaranBiologi melalui Pembelajaran Kooperatif di Sekolah Menengah pertama Negeri 24 Makassar

Peningkatan Motivasi Belajar Siswa Kelas VII dalam PelajaranSejarah melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams AchievementDevision) pada Madrasah Tsanawiyah (MTs) Muhammadiyah Purwokerto

Peningkatan Mutu Proses serta Hasil Belajar Matematika melaluiPenerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah dalam Siswa Kelas II SMA Negeri 21Makassar

Peningkatan Partisipasi Siswa dengan Model Inkuiri BerbasisCTL (Contextual Teaching and Learning) pada Pembelajaran Kewarganegaraan KelasXI SMA Negeri 1 Jetis, Bantul Yogyakarta

Peningkatan Pemahaman Geografi menggunakan Strategi PembelajaranBerbasis Masalah dalam Kerangka Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pada Kelas XSMA Negeri I Batu

Peningkatan Pemahaman Pengajar mengenai Pembelajaran Matematikadalam Bahasa Inggris melalui Supervisi Klinis pada Kelas VII Koalisi Sekolah Menengah pertama Negeri 1Palembang

Peningkatan Pemahaman Konsep Hukum Bacaan Nun Mati DanTanwin Serta Mim Mati Melalui Penerapan Pembelajaran Kontekstual Siswa Kelas 1Pada Sekolah Menengah pertama Negeri

Peningkatan Pemahaman Konsep-Konsep Biologi Melalui StrategiM2E (Mapping, Matrix, & Elaboration) pada Siswa Kelas 1 Sekolah Menengah pertama Negeri 5Banjarmasin

Peningkatan Pemahaman Siswa Kelas tiga SMP Negeri TerhadapKonsep Kelangsungan Hidup Organisme Melalui Pendekatan Inkuiri Terpimpin

Peningkatan Pembelajaran Aktif dalam Mata PelajaranPengetahuan Sosial menggunakan Teknik Jigsaw pada Sekolah Menengah pertama Negeri 17 Palembang

Peningkatan Pembelajaran Menulis dengan Pendekatan Prosesdan Media Gambar di Kelas II Sekolah Dasar Negeri Menteng 6 Palangkaraya

Peningkatan Pemerolehan Bahasa Indonesia Ragam Tulis SiswaMadrasah Ibtidiyah Aliyah II Palembang melalui Strategi Kooperatif IntegrasiMembaca serta Menulis

Peningkatan Penguasaan EYD Karangan Narasi dengan TeknikKoreksi Teman Sebaya Siswa Kelas VI SD Anjasmoro 02 Semarang

Peningkatan Peran Aktif serta Motivasi Belajar Siswa SMPMuhammadiyah Sumbang melalui Pendekatan Keterampilan Proses dengan MetodeDiscovery

Peningkatan Prestasi Belajar Matematika Materi Bangun DatarSegi Empat Melalui Penerapan Model Pembelajaran Partisipatif Siswa Kelas VII-AUptd Sekolah Menengah pertama Negeri

Peningkatan Prestasi Belajar Matematika Materi Bangun DatarSegi Empat Melalui Penerapan Model Pembelajaran Partisipatif Siswa Kelas 2 SMPNegeri

Peningkatan Prestasi Belajar Membaca Menulis Permulaan AnakBerkesulitan Belajar Melalui Strategi Pembelajaran Kooperatif dengan MetodeVAKT di Sekolah Dasar Permata Hijau Rancaekek Kab. Bandung

Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Dengan Menggunakan ModelPembelajaran Partisipatif Pada Mata Pelajaran Sejarah Di Kelas XI.ips.2

Peningkatkan Prestasi Belajar Masalah Ekonomi InternasionalPada Mata Pelajaran Ekonomi Terhadap Siswa Kelas XII-Is Sekolah Menengah Atas Negeri Semester IMelalui Penerapan Metode Bervariasi

Perbaikan Teknik Menyanyikan Nada-nada Melodi melaluiTeknologi MIDI di SD Negeri Kalasan I – Yogyakarta

Perbandingan Hasil Belajar Dan Motivasi Belajar Siswa YangDiajar Dengan Model Pembelajaran Konvensional, Problem Solving dan STAD PadaMateri Hidrolisis Garam Pada Siswa Kelas XI Sekolah Menengah Atas Negeri Tahun Ajaran 2007/2008

Strategi Manajemen Saluran Penanganan Bimbingan danKonseling buat Meningkatkan Kemandirian dan Tanggung Jawab dalam Siswa SMPN 1Selong

Tindakan. Kelas Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa SdMelalui Peranan Hadiah Sebagai Perangsang Timbulnya Kompetensi

Upaya Meminimalkan Miskonsepsi Dan Meningkatkan PemahamanKonsep-Konsep Ipa Melalui Pembelajaran Konstruktivistik Bagi Siswa Kelas Iv Sd

Upaya Menciptakan Suasana Belajar Menyenangkan melaluiOptimalisasi Jeda Strategis dengan Karikatur Humor pada Mata PelajaranMatematika pada Sekolah Menengah Atas Negei 7 Padang

Upaya Mengatasi Kesulitan Belajar Kimia sinkron KBK 2004 diKelas X SMA Negeri 5 Semarang menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif STAD

Upaya Mengatasi Kesulitan Belajar Melallui PemberianBimbingan Belajar Di SD anagiri Kab. Kulon Progo

Upaya Mengembangkan Kemampuan Siswa Meneliti Sejarah Lokalmelalui Model Inkuiri dalam Siswa Kelas X SMA Negeri 5 Purwokerto Tahun Ajaran2006 – 2007

Meningkatan Motivasi Belajar Grafitasi Dan Gerak Benda MataPelajaran Ipa Melalui Pendekatan Inkuiri Siswa Kelas V Tahun Pelajaran2010/2011

Upaya Meningkatan Motivasi Belajar Grafitasi Dan Gerak BendaMata Pelajaran Ipa Melalui Pendekatan Inkuiri Siswa Kelas V Tahun Pelajaran2010/2011


Upaya Meningkatkan Apresiasi Sastra Jawa Pengenalan TokohWayang Dengan Cara Permainan Dalang Sebagai Pancadan Pada Siswa Kelas IX A SMPNegeri

Upaya Meningkatkan Gairah Belajar Siswa Dalam PembelajaranIps Dengan Menggunakan Media Gambar

Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA/Sains Siswa Kelas IVdengan Pendekatan Kontekstual dalam SD Negeri 6 MatangglumpangduaKecamatan Peusangan

Upaya Meningkatkan Keaktifan Belajar IPA Materi BendaBerubah Bentuk Dengan Menerapkan Model Pengajaran Contextual Teaching andLearning di Kelas Satu Tahun Pelajaran 2010/2011

Upaya Meningkatkan Keaktifan dan Tanggungjawab Siswa dalamProses Pembelajaran PKn Melalui Penggunaan Metode Cooperative Learning ModelJigsaw di Sekolah Menengah pertama Negeri dua Mataram Kelas VIII

Upaya Meningkatkan Kedisplinan Siswa Melalui PenerapanHukuman

Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Fisika denganMetode Presentasi Siswa Kelas Imersi Sekolah Menengah pertama 1 Magelang Tahun Pembelajaran2006/2007

Upaya Meningkatkan Kemampuan Puisi  Dalam Pelajaran Bahasa Indonesia DenganMenggunakan Pembelajaran Menyenangkan Pada Siswa Kelas IV SD Negeri…… TahunPelajaran 2010/2011

Upaya Meningkatkan Kemampuan Reading Comprehension SiswaKelas X2 SMA PGRI

Upaya Meningkatkan Keterampilan Bercerita Bidang StudyBahasa Indonesia Dengan Menggunakan Media Kartun Melalui Komputer pada SiswaKelas II SD Negeri……… Tahun Pelajaran 2010/2011

Upaya Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Keterampilan BahasaIndonesia pada Sekolah Menengah Atas Srijaya Negara melalui Penerapan Cooperative Learning danAuthentic Assessment

Upaya Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Matematika denganMenerapkan Pendekatan Realistik Matematik pada SDN Mekarsari 06 Tambun – Bekasi

Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar dan Hasil BelajarBiologi melalui Pembelajaran Kooperatif (Tipe Pendekatan StrukturalThink-Pair-Share) Siswa Sekolah Menengah Atas Negeri I Metro Tahun Pelajaran 2006/2007

Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Pada MataPelajaran Kimia Dengan Menerapkan Model Pembelajaran Learning Cycle Di KelasVII-F SMP Negeri

Upaya Meningkatkan Pemahaman Geometri Mata PelajaranMatematika Dengan Menggunakan Pembelajaran Konstruktifistik Kelas Satu Sekolah Dasar Negeri….tahun Pelajaran 2010/2011
Upaya Meningkatkan Pemahaman Siswa pada Mempelajari NaratifTeks Melalui Model Pembelajaran Cooperative Learning

500. Upaya Meningkatkan Pemahaman Siswa dalam MempelajariNaratif Teks Melalui Model Pembelajaran Cooperative Learning.

Upaya Meningkatkan Pemahaman Siswa dalam Materi FPB dan KPKdengan Mendayagunakan Alat Peraga serta Serangkaian Pertanyaan Kognitif di SDSekaran 01 Semarang

Upaya Meningkatkan Penalaran Fisika Siswa melalui PenekananKonsep Esensial serta Peta Konsep pada Kelas 2 Sekolah Menengah pertama 7 Padang

Upaya Meningkatkan Pencapaian Kompetensi Dasar PelajaranPKPS melalui Program Pembiasaan Siswa Kelas IV SD Negeri dua Karanggedang TahunPelajaran 2006/2007

Upaya Meningkatkan Pencapaian Kompetensi Dasar PelajaranPKPS melalui Program Pembiasaan Siswa Kelas IV SD Negeri dua Karanggedang TahunPelajaran 2006/2007

Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Biologi Siswa Kelas IISMP Negeri 52 Palembang melalui Pembelajaran Kooperatif menggunakan Teknik Jigsaw

Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Ipa Si Sd DenganPendekatan Ketrampilan

Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Ips Dengan MengembangkanKemampuan Multiple Intelegensi Anak Kelas 1 SD Negeri……… Tahun Pelajaran2010/2011

Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar IPS Keragaman SukuBangsa Dengan menerapkan Kecerdasan Emosi (EQ) Siswa Kelas V SD Negeri…. Tahunpelajaran 2010/2011

Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika DenganMenerapkan Metode Pembelajaran Team Game Kompetition Pada Siswa KELAS IVSDN……….. Tahun Pelajaran 2010/2011

Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Seni Musik DenganMenggunakan Pembelajaran Demonstrasi Pada Siswa  Sekolah Dasar Negeri…..   Tahun Pelajaran 2010 / 2011

Upaya Menumbuhkan Semangat Siswa Mencapai Standar Kompetensidengan Model Pembelajaran Heroik serta Turnamen Matematika SMA

Upaya Menuntaskan Indikator Pembelajaran Siswa dengan ModelDirect Instruction Konsep Tata Surya Mata Pelajaran IPA - Fisika (Studi padaSiswa Kelas I-1 SMPN 12 Langsa)

Upaya Pengembangan Pembelajaran Matematika dengan PendekatanRaklin pada Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Sekolah Dasar Negeri No. 9 Mandonga

Upaya Peningaktan Keaktifan Belajar Siswa melalui MetodeDemonstrasi dan Latihan dalam Pembelajaran Teknik Tailoring Kelas II A Semester3 SMKN 6 Padang

Upaya Peningkatan Kemampuan Belajar Siswa melalui ModelMengajar Perubahan Konseptual pada Mata Pelajaran Sejarah pada SMP PembangunanKORPRI UNP

Upaya Peningkatan Kemampuan Dalam Penguasaan Teknik DasarLompat Jauh Gaya Menggantung (Schneper) Melalui Metode Drill Siswa Kelas X 2Semester 1 SMA Negeri

Upaya Peningkatan Keterampilan Berbicara Siswa SD Kelas Vdalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia menggunakan Pendekatan Cooperative Learning

Usaha Peningkatan Efektifitas Belajar Mengajar melaluiPendekatan Penyajian Garis Gerak Perubahan pada Mata Pelajaran Sejarah di SMA.





Sumber://biotakson.blogspot.com/

100 JUDUL PENELITIAN ILMIAH PENELITIAN TINDAKAN KELAS PTK LENGKAP BAG I

Cara flexi---Bagi guru, pendidik dan Tutor yg ingin melakukan aktivitas penelitian, khususnya penelitian tindakan kelas (PTK), perlu melakukan pengumpulan bahan dan data, baik itu data primer juga data skunder. Banyak langkah dan tahapan yang wajib dilakukan pada penelitian yg baik. Salah satunya adalah memilih perkara serta menentukan judul yang akan dibahas pada penelitian tersebut. Untuk memudahkan para calon peneliti, khususnya bagi para peneliti pemula yang baru pertama kali melakukan penelitian, berikut ini redaksi Cara flexi merangkum beberapa model Judul penelitian tindakan kelas,  semoga bisa membantu buat memudahkan penentuan judul serta kegiatan penelitian PTK selanjutnya; 

Aplikasi Pembelajaran Kolaboratif Berbasis Asesmen Autentik buat Meningkatkan Pembelajaran PSKn Kelas IV pada SDI Sabilillah Malang
Bruner buat Meningkatkan Pemahaman Siswa SD Karunadipa Palu terhadap Konsep Keliling dan Luas Daerah Bangun Datar
Dengan Melalui Simulasi Permainan Dadu Yang Unik Akan Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPA Di SMP
Dramatisasi Cerita Bergambar buat Mengembangkan Kompetensi Dasar Berekspresi Sastra pada Sekolah Dasar
Efektivitas Model Pembelajaran Rogers pada Mengatasi Kesulitas Siswa Memahami Konsep Matematika Pokok Bahasan Bentuk Pangkat, Akar dan Logaristma pada Kelas X Madrasah Aliyah Pesri Kendari
Efektivitas Pembelajaran Kimia Kelas X Semester I Sekolah Menengah Atas Swadhipa Natar melalui Penerapan Metode Eksperimen Berwawasan LingkunganEfektivitas Model Pembelajaran Rogers pada Mengatasi Kesulitas Siswa Memahami Konsep Matematika Pokok Bahasan Bentuk Pangkat, Akar dan Logaristma pada Kelas X Madrasah Aliyah Pesri Kendari


Efektivitas Pendekatan Cooperative Learning dalam Meningkatkan Hasil IPA pada Sekolah Dasar Negeri 62 Pare-Pare


Efektivitas Problem Solving dengan Memanfaatkan Alat Peraga dalam Pembelajaran Geometri di Kelas VIII B Sekolah Menengah pertama Negeri dua Demak Tahun 2006


Gabungan Metode Ceramah Dengan Metode Kerja Kolompok Terhadap Hasil Belajar Pendidikan Kewarganegaraan Pada Siswa Sekolah Dasar…. Tahun Pelajaran 2010/2011


Implementasi Konseling Perkembangan pada Pembelajaran sebagai Model Pembiasaan Perilaku Belajar Siswa SD Negeri 064018 di Medan Sunggal
Implementasi Konseling Perkembangan pada Pembelajaran sebagai Model Pembiasaan Perilaku Belajar Siswa SD Negeri 064018 di Medan Sunggal
Implementasi Metode Pembelajaran SQ3R Berbantuan Lomba Kompetensi Siswa buat Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Kimia Siswa Kelas X SMA Negeri 4 Singaraja
Implementasi Metode Pembelajaran SQ3R Berbantuan Lomba Kompetensi Siswa buat Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Kimia Siswa Kelas X SMA Negeri 4 Singaraja
Implementasi Metode RME (Realistics MathematicEducation) Guna Meningkatkan Prestasi Siswa Dalam Pembelajaran Matematika Materi Nilai Tempat Sebuah Bilangan Pada Siswa Kelas V  Sekolah Dasar Negeri……Tahun 2010/2011
Implementasi Model Pembelajaran Berbasis Portofolio buat Meningkatkan Kualitas Proses dan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas X Semester 1 Sekolah Menengah Atas YP UNILA Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2005/2006
Implementasi Model Pembelajaran Berbasis Portofolio buat Meningkatkan Kualitas Proses dan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas X Semester 1 Sekolah Menengah Atas YP UNILA Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2005/2006
Implementasi Model Pembelajaran Inkuiri Terpimpin dalam Pembelajaran Fisika buat Meningkatkan Hasil Belajar pada Siswa Kelas X SMA Negeri dua Singaraja
Implementasi Model Pembelajaran Inkuiri Terpimpin dalam Pembelajaran Fisika buat Meningkatkan Hasil Belajar pada Siswa Kelas X SMA Negeri dua Singaraja
Implementasi Model Pembelajaran Reasoning and Problem Solving Berbasis Open-Ended Problem buat Meningkatkan Kompetensi Penalaran dan Komunikasi Matematika Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Singaraja
Implementasi Model Pembelajaran Reasoning and Problem Solving Berbasis Open-Ended Problem buat Meningkatkan Kompetensi Penalaran dan Komunikasi Matematika Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Singaraja
Implementasi Pendekatan Matematika Realistik Berbantuan LKS dengan Model Pembelajaran Kooperatif TPS pada Meningkatkan Motivasi dan Prestasi Belajar Matematika Siswa SMP
Implementasi Pendekatan Matematika Realistik Berbantuan LKS dengan Model Pembelajaran Kooperatif TPS pada Meningkatkan Motivasi dan Prestasi Belajar Matematika Siswa SMP


Implementasi Pendekatan Pembelejaran Kooperatif pada Pembelajaran Biologi Semester Gasal Tahun Ajaran 2005/2006 untuk Mengatasi Rendahnya Pemahaman Siswa


Implementasi Pendekatan Pembelejaran Kooperatif pada Pembelajaran Biologi Semester Gasal Tahun Ajaran 2005/2006 untuk Mengatasi Rendahnya Pemahaman Siswa


Implementasi Perangkat Model Bangun Ruang Sisi Lengkung pada Pembelajaran Pokok Bahasan Tabung, Kerucut dan Bola di Kelas II SMP Negeri 1 Palu


Implementasi Perangkat Model Bangun Ruang Sisi Lengkung pada Pembelajaran Pokok Bahasan Tabung, Kerucut dan Bola di Kelas II SMP Negeri 1 Palu


Implementasi Perangkat Model Geometri Molekul dalam Pembelajaran Pokok Bahasan Teori Domain Elektro dan Gaya Antarmolekul pada Kelas XI SMU Negeri 1 Palu


Implementasi Perangkat Model Geometri Molekul dalam Pembelajaran Pokok Bahasan Teori Domain Elektro dan Gaya Antarmolekul pada Kelas XI SMU Negeri 1 Palu


Implementasi Portofolio Berbasis Asesmen Autentik untuk Meningkatkan Kualitas Proses serta output Pembelajaran Matematika pada Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Sungguminasa Kabupaten Gowa


 Implementasi Portofolio Berbasis Asesmen Autentik untuk Meningkatkan Kualitas Proses serta output Pembelajaran Matematika pada Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Sungguminasa Kabupaten Gowa


Implementasi Strategi 5E menggunakan Bahan Ajar Bermuatan Perubahan Konseptual sebagai Upaya Mengubah Miskonsepsi, serta Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMPN 6 Singaraja


Implementasi Strategi 5E menggunakan Bahan Ajar Bermuatan Perubahan Konseptual sebagai Upaya Mengubah Miskonsepsi, serta Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMPN 6 Singaraja


Implementasi Teori Belajar Action, Process, Object, Schema dengan Menggunakan Pendekatan Siklus: Activities, Class-Discussion, Exercise buat Meningkatkan Pemahaman Konsep Matematika Siswa SMP


Implementasi Teori Belajar Action, Process, Object, Schema dengan Menggunakan Pendekatan Siklus: Activities, Class-Discussion, Exercise buat Meningkatkan Pemahaman Konsep Matematika Siswa SMP


Implementasi Tutor Sebaya Untuk Meningkatkan Aktivitas dan Prestasi Belajar Tari Puspawresti Pada Siswa Kelas VIII D Semester Ganjil Sekolah Menengah pertama Negeri


Implementasi Tutor Sebaya Untuk Meningkatkan Aktivitas dan Prestasi Belajar Tari Puspawresti Pada Siswa Kelas VIII D Semester Ganjil Sekolah Menengah pertama Negeri


Integrasi Outdoor Learning Dan Indoor Learning Dalam Meningkatkan Kemandirian Anak Di TK


Integrasi Outdoor Learning Dan Indoor Learning Dalam Meningkatkan Kemandirian Anak Di TK


Kolaborasi Pendekatan Struktural dengan Pendekatan Kontekstual Melalui Metode Diskusi pada Mengoptimalisasikan Pembelajaran Apresiasi Puisi Siswa Kelas VIII MTsN Lubuk Linggau


Kolaborasi Pendekatan Struktural dengan Pendekatan Kontekstual Melalui Metode Diskusi pada Mengoptimalisasikan Pembelajaran Apresiasi Puisi Siswa Kelas VIII MTsN Lubuk Linggau


Memanfaatkan Metode Debat Secara Formal buat Mengoptimalkan Pemahaman Bioetika pada Pembelajaran Materi Kesehatan Reproduksi Siswa Kelas XI MAN 1 Banjarmasin


Memanfaatkan Metode Debat Secara Formal buat Mengoptimalkan Pemahaman Bioetika pada Pembelajaran Materi Kesehatan Reproduksi Siswa Kelas XI MAN 1 Banjarmasin


Meminimalkan Kesalahan Operasi Hitung Bentuk Aljabar Siswa Kelas II MTsN Kenali Besar Jambi Melalui Penggunaan Pita Garis Bilangan


Meminimalkan Kesalahan Operasi Hitung Bentuk Aljabar Siswa Kelas II MTsN Kenali Besar Jambi Melalui Penggunaan Pita Garis Bilangan


Meminimalkan Kesalahan Siswa Kelas III-IPA SMAN 1 Banjarmasin dalam Menyelesaikan Persamaan Trigonometri Melalui Strategi Konflik Kognitif serta Problem Solving dalam Pembelajaran Kooperatif

Meminimalkan Kesalahan Siswa Kelas III-IPA SMAN 1 Banjarmasin dalam Menyelesaikan Persamaan Trigonometri Melalui Strategi Konflik Kognitif serta Problem Solving dalam Pembelajaran Kooperatif

Menciptakan Iklim Pembelajaran Sejarah yg Menyenangkan melalui Snowball Drilling Method


Menciptakan Iklim Pembelajaran Sejarah yg Menyenangkan melalui Snowball Drilling Method


Mengatasi Miskonsepsi Siswa Kelas III SMPN 24 Banjarmasin dalam Materi Ajar Listrik Dinamis dengan Menerapkan Teknik Pemodelan dalam Setting Pembelajaran Generatif


Mengatasi Miskonsepsi Siswa Kelas III SMPN 24 Banjarmasin dalam Materi Ajar Listrik Dinamis dengan Menerapkan Teknik Pemodelan dalam Setting Pembelajaran Generatif


Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Konsep Peluang melalui Pendekatan Kontekstual dalam Siswa Kelas XI MA Mualimat NW Pancor Lombok Timur NTB


Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Konsep Peluang melalui Pendekatan Kontekstual dalam Siswa Kelas XI MA Mualimat NW Pancor Lombok Timur NTB


Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dalam Pokok Bahasan Sistem Gerak Melalui Penerapan Strategi Concept Mapping pada Kelas II.2 SMPN 12 Kendari


Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dalam Pokok Bahasan Sistem Gerak Melalui Penerapan Strategi Concept Mapping pada Kelas II.2 SMPN 12 Kendari


Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Terhadap Konsep Gelombang Mekanik Melalui Pendekatan Kooperatif Model Tgt Menggunakan Figjig Pada Kelas III IPA Sekolah Menengah Atas Negeri


Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Terhadap Konsep Gelombang Mekanik Melalui Pendekatan Kooperatif Model Tgt Menggunakan Figjig Pada Kelas III IPA Sekolah Menengah Atas Negeri


Meningkatkan Kefahaman Pelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup Dengan Menggunakan Pembelajaran Modeling Pada Kelas Dua Tahun Pelajaran………


Meningkatkan Kemampuan Aspek Psikomotor melalui Pembelajaran Berbasis Laboratorium dalam Materi Termokimia di SMA Negeri 1 Jombang


Meningkatkan Kemampuan Aspek Psikomotor melalui Pembelajaran Berbasis Laboratorium dalam Materi Termokimia di SMA Negeri 1 Jombang


Meningkatkan Kemampuan Bahasa Inggris Siswa Kelas VII SMPN lima Bandar Lampung melalui Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning)


Meningkatkan Kemampuan Bahasa Inggris Siswa Kelas VII SMPN lima Bandar Lampung melalui Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning)


Meningkatkan Kemampuan Mendengarkan Wacana Berbahasa Inggris Siswa Kelas XI menggunakan Text-Based Listening di SMAN I Natar Lampung Selatan


Meningkatkan Kemampuan Mendengarkan Wacana Berbahasa Inggris Siswa Kelas XI menggunakan Text-Based Listening di SMAN I Natar Lampung Selatan


Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah melalui Pendekatan Matematika Realistik pada Kelas 7 SMPN 1 Kotamadya Bengkulu


Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah melalui Pendekatan Matematika Realistik pada Kelas 7 SMPN 1 Kotamadya Bengkulu


Meningkatkan Kemampuan Siswa Kelas VI SD Negeri 32 Poasia Kendari dalam 

Menyelesaikan Soal Matematika Berbentuk Cerita Melalui Pendekatan Matematika Realistik

Meningkatkan Kemampuan Siswa Kelas VI SD Negeri 32 Poasia Kendari pada Menyelesaikan Soal Matematika Berbentuk Cerita Melalui Pendekatan Matematika Realistik
 

Meningkatkan Keterampilan Menulis Wacana Argumentasi Siswa Kelas X SMA Negeri

Meningkatkan Keterampilan Merumuskan Kesimpulan Melalui Penggunaan Peta Konsep dalam Pengelompokan Makhluk Hidup Mata Pelajaran Sains-Biologi pada Kelas VII-1 SMP Negeri 9 Kendari


Meningkatkan Keterampilan Merumuskan Kesimpulan Melalui Penggunaan Peta Konsep dalam Pengelompokan Makhluk Hidup Mata Pelajaran Sains-Biologi pada Kelas VII-1 SMP Negeri 9 Kendari


Meningkatkan Keterampilan Proses Sains dan Hasil Belajar Siswa Kelas III IPA Sekolah Menengah Atas Negeri 8 Kendari Melalui Model Pembelajaran Inquiri


Meningkatkan Keterampilan Proses Sains dan Hasil Belajar Siswa Kelas III IPA Sekolah Menengah Atas Negeri 8 Kendari Melalui Model Pembelajaran Inquiri


Meningkatkan Kompetensi Dasar Siswa Kelas IX Sekolah Menengah pertama 25 Semarang pada Pokok Bahasan Lingkaran melalui Penerapan Cooperative Learning Tipe TGT Bercirikan CTL


Meningkatkan Kompetensi Dasar Siswa Kelas IX Sekolah Menengah pertama 25 Semarang pada Pokok Bahasan Lingkaran melalui Penerapan Cooperative Learning Tipe TGT Bercirikan CTL


Meningkatkan Kualitas Hasil serta Proses Pembelajaran Siswa tentang Kinematika Melalui Pembelajaran Multimodel Berbasis CTL dalam Siswa Kelas X SMAN 1 Kabupaten Pontianak


Meningkatkan Kualitas Hasil serta Proses Pembelajaran Siswa tentang Kinematika Melalui Pembelajaran Multimodel Berbasis CTL dalam Siswa Kelas X SMAN 1 Kabupaten Pontianak


Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Keterampilan Menyimak serta Berbicara Bahasa Inggris di SMPN 1 Jember melalui Learning Community menggunakan Teknik Permainan Komunikatif


Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Keterampilan Menyimak serta Berbicara Bahasa Inggris di SMPN 1 Jember melalui Learning Community menggunakan Teknik Permainan Komunikatif


Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Konsep Keanekaragaman Hayati melalui Penerapan Model Investigasi Kelompok di SMA 9 Semaran


Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Konsep Keanekaragaman Hayati melalui Penerapan Model Investigasi Kelompok di SMA 9 Semaran


Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Menyimak, Membaca, dan Menulis Bahasa Inggris Siswa Sekolah Menengah pertama 1 Jember melalui Cerita


Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Menyimak, Membaca, dan Menulis Bahasa Inggris Siswa Sekolah Menengah pertama 1 Jember melalui Cerita


Meningkatkan Partisipasi Siswa Kelas VII SMP Maryam Surabaya pada Pembelajaran Matematika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw


Meningkatkan Partisipasi Siswa Kelas VII SMP Maryam Surabaya pada Pembelajaran Matematika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw


Meningkatkan Pemahaman serta Hasil Belajar Bangun Ruang Siswa Kelas X SMAN 4 Kendari menggunakan Menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif


Meningkatkan Pemahaman serta Hasil Belajar Bangun Ruang Siswa Kelas X SMAN 4 Kendari menggunakan Menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif


Meningkatkan Pemahaman Siswa SLTPN 8 Jember mengenai Kesebangunan dengan Penemuan Terbimbing (Guide Discovery)


Meningkatkan Pemahaman Siswa SLTPN 8 Jember mengenai Kesebangunan dengan Penemuan Terbimbing (Guide Discovery)


Meningkatkan Penguasaan Konsep Matematika Pokok Bahasan Statistika dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT pada Siswa Kelas XI Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Kendari


Meningkatkan Penguasaan Konsep Matematika Pokok Bahasan Statistika dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT pada Siswa Kelas XI Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Kendari


Meningkatkan Penguasaan Kosa Kata Bahasa Arab melalui Permainan (Studi pada SD Muhammadiyah 8 KH. Mas Mansur Malang)



Baca Juga 100 JUDUL PENELITIAN ILMIAH - PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK) LENGKAP Bag dua pada sini !!.

Sumber: //biotakson.blogspot.com/

PEMBANGUNAN PERTANIAN

Pembangunan Pertanian 
Pembangunan pertanian bisa didefinisikan menjadi suatu proses perubahan sosial. Implementasinya nir hanya ditujukan buat mempertinggi status dan kesejahteraan petani semata, namun sekaligus jua dimaksudkan buat membuatkan potensi sumberdaya insan baik secara ekonomi, sosial, politik, budaya, lingkungan, maupun melalui pemugaran (improvement), pertumbuhan (growth) serta perubahan (change) (Iqbal dan Sudaryanto, 2008). 

Dalam literatur klasik pembangunan pertanian karya Arthur Mosher yang berjudul “Getting Agriculture Moving” dijelaskan secara sederhana serta gamblang mengenai syarat utama dan kondisi pelancar dalam pembangunan pertanian. Syarat pokok pembangunan pertanian mencakup: (1) adanya pasar buat output-hasil usahatani, (2) teknologi yang senantiasa berkembang, (3) tersedianya bahan-bahan dan alat-alat produksi secara lokal, (tiga) adanya perangsang produksi bagi petani, serta (lima) tersedianya pengangkutan yang lancar serta kontinyu. Adapun kondisi pelancar pembangunan pertanian mencakup: (1) pendidikan pembangunan, (dua) kredit produksi, (tiga) aktivitas gotong royong petani, (4) pemugaran dan ekspansi tanah pertanian, dan (5) perencanaan nasional pembangunan pertanian. Beberapa Negara berkembang, termasuk Indonesia, mengikuti saran serta langkah kebijakan yg disarankan oleh Mosher. 

Pembangunan pertanian di Indonesia dilaksanakan secara terjadwal dimulai semenjak Repelita I (1 April 1969), yaitu dalam masa pemerintahan Orde Baru, yang tertuang dalam strategi besar pembangunan nasional berupa Pola Umum 

Pembangunan Jangka Panjang (PU-PJP) yaitu PU-PJP I (1969-1994) serta PU-PJP II (1994-2019). Dalam PU-PJP I, pembangunan dilaksanakan melalui lima serangkaian Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun) yang semuanya dititik beratkan pada sektor pertanian sebagai berikut: 
1. Repelita I: titik berat pada sektor pertanian serta industri pendukung sektor pertanian. 
2. Repelita II: titik berat pada sektor pertanian dengan menaikkan industri pengolah bahan mentah menjadi bahan baku. 
3. Repelita III: titik berat dalam sektor pertanian menuju swasembada pangan serta menaikkan industri pengolah bahan baku sebagai bahan jadi. 
4. Repelita IV: titik berat pada sektor pertanian buat melanjutkan bisnis menuju swasembada pangan dengan menaikkan industri penghasil mesin-mesin. 
5. Repelita V: melanjutkan Repelita IV. 

Menurut Suhendra (2004) di banyak negara, sektor pertanian yg berhasil adalah prasyarat bagi pembangunan sektor industri serta jasa. Para perancang pembangunan Indonesia pada awal masa pemerintahan Orde Baru menyadari benar hal tadi, sebagai akibatnya pembangunan jangka panjang didesain secara bertahap. Pada tahap pertama, pembangunan dititikberatkan dalam pembangunan sektor pertanian serta industri pembuat sarana produksi peratnian. Pada tahap ke 2, pembangunan dititikberatkan dalam industri pengolahan penunjang pertanian (agroindustri) yang selanjutnya secara sedikit demi sedikit dialihkan pada pembangunan industri mesin serta logam. Rancangan pembangunan seperti demikian, diharapkan dapat menciptakan struktur perekonomian Indonesia yang serasi serta seimbang, andal menghadapi gejolak internal serta eksternal. 

Pada waktu Indonesia memulai proses pembangunan secara terjadwal dalam tahun 1969, pangsa sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai lebih dari 40 persen, ad interim itu serapan energi kerja dalam sektor pertanian mencapai lebih dari 60 persen. Fakta inilah yang kemudian mengilhami penyusunan planning, strategi dan kebijakan yang mengedepankan pembangunan pertanian sebagai langkah awal proses pembangunan. 

Kebijakan buat memutuskan sektor pertanian menjadi titik berat pembangunan ekonomi sinkron menggunakan rekomendasi Rostow pada rangka persiapan tinggal landas (Simatupang serta Syafa’at, 2000). Lebih lanjut dinyatakan bahwa revolusi pertanian merupakan syarat mutlak bagi keberhasilan upaya menciptakan prakondisi tinggal landas. 

Pentingnya kiprah sektor pertanian pada pembangunan ekonomi suatu negara juga dikemukakan oleh Meier (1995) sebagai berikut: (1) dengan mensuplai kuliner utama dan bahan baku bagi sektor lain dalam ekonomi yg berkembang, (dua) menggunakan menyediakan surplus yang bisa diinvestasikan berdasarkan tabungan dan pajak untuk mendukung investasi pada sektor lain yg berkembang, (3) dengan membeli barang konsumsi berdasarkan sektor lain, sehingga akan meningkatkan permintaan menurut penduduk perdesaan buat produk menurut sektor yang berkembang, dan (4) menggunakan menghapuskan kendala devisa melalui penerimaan devisa dengan ekspor atau menggunakan menabung devisa melalui substitusi impor. 

Pembangunan pertanian di masa pemerintahan Orde Baru telah membawabeberapa hasil. Pertama, peningkatan produksi, khususnya di sektor pangan yang berpuncak pada pencapaian swasembada pangan, khususnya beras, pada tahun 1984. Ketersediaan bahan pangan, khususnya beras, menggunakan harga yg relatif murah, menaruh donasi terhadap proses industrialisasi dan urbanisasi yg membutuhkan pangan murah. Kedua, sektor pertanian sudah mempertinggi penerimaan devisa di satu pihak dan penghematan devisa di lain pihak, sebagai akibatnya memperbaiki posisi neraca pembayaran Indonesia. Ketiga, dalam taraf tertentu sektor pertanian sudah sanggup menyediakan bahan-bahan standar industri sebagai akibatnya melahirkan agroindustri. 

Sungguhpun demikian, pembangunan pertanian pada masa pemerintahan Orde Baru tadi mengandung sejumlah paradoks. Pertama, peningkatan produksi pertanian sudah menimbulkan kecenderungan menurunnya harga produkproduk pertanian yang mengakibatkan negatif pada pendapatan petani, misalnya yg ditunjukkan oleh hasil penelitian Ratnawati et al. (2004) bahwa peningkatan produktivitas pertanian menurunkan harga output di taraf petani berkisar antara 0.28-10.08 persen dan akan menurunkan pendapatan tempat tinggal tangga perdesaan berkisar antara dua.10-3.10 persen. Kedua, peningkatan produktivitas serta produksi nir selalu dibarengi atau diikuti menggunakan meningkatnya pendapatan petani, bahkan pendapatan petani cenderung menurun, misalnya yg ditunjukkan sang hasil penelitian Siregar (2003) bahwa secara riil tingkat kesejahteraan petani berdasarkan tahun ke tahun justru mengalami penurunan yg ditunjukkan oleh nilai tukar petani (NTP) yang mempunyai tendensi (isu terkini) yg menurun (negatif) sebanyak –0.68 % per tahun. Di masa pemerintahan Orde Baru, ternyata sektor pertanian hanya bisa berkembang dalam kebijaksanaan yg protektif, memerlukan subsidi serta mendapat hegemoni yg sangat mendalam, sebagai akibatnya sektor pertanian dipercaya sebagai most-heavily regulated. 

Menurut Arifin (2004) nir berkembangnya sektor pertanian berakar pada terlalu berpihaknya pemerintah dalam sektor industri semenjak pertengahan tahun 1980-an. Menyusul periode pertumbuhan tinggi sektor pertanian satu dasa warsa sebelumnya, pemerintah seolah menduga pembangunan pertanian dapat bergulir dengan sendirinya. Asumsi ini menciptakan pemerintah mengacuhkan pertanian dalam strategi pembangunannya. Hal ini tidak terlepas menurut dampak kerangka berpikir pembangunan waktu itu yg menekankan industrialisasi. Pemerintah mencurahkan perhatiannya dalam sektor industri, yang kemudian diterjemahkan pada aneka macam kebijakan perlindungan yang sistematis. Akibatnya, perlindungan akbar-besaran ini telah merapuhkan basis pertanian pada taraf petani. 

Menurut Sudaryanto et al. (2005), pendekatan pembangunan pertanian selama pemerintahan Orde Baru dilaksanakan dengan pendekatan komoditas. Pendekatan ini dicirikan sang aplikasi pembangunan pertanian menurut pengembangan komoditas secara parsial (sendiri-sendiri) dan lebih berorientasi pada peningkatan produksi dibanding peningkatan pendapatan serta kesejahteraan petani. Namun pendekatan komoditas ini mempunyai beberapa kelemahan mendasar, yaitu: (1) nir memperhatikan keunggulan komparatif tiap komoditas, (2) nir memperhatikan pedoman horizontal, vertikal serta spatial berbagai aktivitas ekonomi, serta (tiga) kurang memperhatikan aspirasi dan pendapatan petani. 

Oleh karenanya, pengembangan komoditas acapkali sangat tidak efisien dan keberhasilannya sangat tergantung dalam besarnya subsidi dan proteksi pemerintah, dan kurang mampu mendorong peningkatan pendapatan petani. 

Menyadari akan hal tadi pada atas, maka pendekatan pembangunan pertanian harus diubah menurut pendekatan komoditas sebagai pendekatan sistem agribisnis. Seiring dangan hal ini, maka orientasi pembangunan pertanian pula akan mengalami perubahan berdasarkan orientasi peningkatan produksi sebagai orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani. 

Memasuki era globalisasi yg dicirikan oleh persaingan perdagangan internasional yang sangat ketat serta bebas, pembangunan pertanian semakin dideregulasi melalui pengurangan subsidi, dukungan harga serta berbagai proteksi lainnya. Kemampuan bersaing melalui proses produksi yang efisien merupakan pijakan utama bagi kelangsungan hayati usahatani. Sehubungan dengan hal tersebut, maka partisipasi dan kemampuan wirausaha petani merupakan faktor kunci keberhasilan pembangunan pertanian. 

Suryana (2006) menyatakan bahwa perubahan lingkungan strategis yang sangat cepat, baik domestik juga internasional, akan membawa dampak yg sangat besar terhadap dinamika pembangunan pertanian. Kondisi tersebut memerlukan penyesuaian terhadap arah serta kebijakan dan aplikasi acara pembangunan pertanian. Dengan demikian, strategi pembangunan pertanian harus lebih memfokuskan dalam peningkatan daya saing, mengandalkan modal serta energi kerja terampil dan berbasis penemuan teknologi menggunakan memanfaatkan sumberdaya lokal secara optimal. 

Sejak awal 1990-an, seiring menggunakan menurunnya pangsa pertanian dalam struktur perekonomian (PDB), pembangunan ekonomi dan kebijakan politik mulai meminggirkan sektor pertanian. Fokus pembangunan ekonomi lebih poly diarahkan pada sektor industri serta jasa, bahkan yg berbasis teknologi tinggi serta intensif kapital. Namun demikian, saat krisis ekonomi terjadi, agenda reformasi yg bergulir tanpa arah, proses desentralisasi ekonomi yang membentuk kesengsaraan serta penderitaan rakyat, maka Indonesia balik mengakibatkan sektor pertanian menjadi landasan utama pembangunan ekonomi (Arifin, 2005). 

Peran penting sektor pertanian sudah terbukti dari keberhasilan sektor pertanian dalam saat krisis ekonomi dalam menyediakan kebutuhan pangan pokok pada jumlah yg memadai serta taraf pertumbuhannya yang positif pada menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Keadaan ini menjadi pertimbangan primer dirumuskannya kebijakan yang mempunyai keberpihakan terhadap sektor pertanian pada memperluas lapangan kerja, menghapus kemiskinan dan mendorong pembangunan ekonomi yang lebih luas (Sudaryanto dan Munif, 2005). 

Secara lebih rinci, beberapa pertimbangan mengenai pentingnya mengakselerasi sektor pertanian di Indonesia dikemukakan sang Simatupang (1997) sebagai berikut: 
1. Sektor pertanian masih tetap sebagai penyerap energi kerja, sehingga akselerasi pembangunan sektor pertanian akan membantu mengatasi perkara pengangguran. 
2. Sektor pertanian adalah penopang utama perekonomian desa dimana sebagian besar penduduk berada. Oleh karenanya, percepatan pembangunan pertanian paling sempurna buat mendorong perekonomian desa pada rangka menaikkan pendapatan sebagian besar penduduk Indonesia serta sekaligus pengentasan kemiskinan. 
3. Sektor pertanian menjadi pembuat makanan utama penduduk, sebagai akibatnya dengan akselerasi pembangunan pertanian maka penyediaan pangan bisa terjamin. Langkah ini penting buat mengurangi ketergantungan pangan dalam pasar global. 
4. Harga produk pertanian mempunyai bobot yg besar pada indeks harga konsumen, sehingga dinamikanya amat berpengaruh terhadap laju inflasi. Oleh karenanya, percepatan pembangunan pertanian akan membantu menjaga stabilitas perekonomian Indonesia. 
5. Akselerasi pembangunan pertanian sangatlah krusial dalam rangka mendorong ekspor dan mengurangi impor produk pertanian, sebagai akibatnya dalam hal ini bisa membantu menjaga ekuilibrium neraca pembayaran. 
6. Akselerasi pembangunan pertanian mampu menaikkan kinerja sektor industri. Hal ini lantaran terdapat keterkaitan yg erat antara sektor pertanian dengan sektor industri yang meliputi keterkaitan produk, konsumsi serta investasi. 

Kabinet Indonesia Bersatu sudah menetapkan program pembangunannya menggunakan menggunakan strategi tiga jalur (triple track strategy) sebagai manifestasi dari strategi pembangunan yg lebih pro-growth, pro-employment dan pro-poor. 

Operasionalisasi konsep taktik tiga jalur tadi dirancang melalui hal-hal menjadi berikut: 
1. Peningkatan pertumbuhan ekonomi di atas 6.lima % per tahun melalui akselerasi investasi dan ekspor. 
2. Pembenahan sektor riil buat mampu menyerap tambahan angkatan kerja dan membangun lapangan kerja baru. 
3. Revitalisasi pertanian dan perdesaan buat berkontribusi dalam pengentasan kemiskinan. 

Revitalisasi pertanian diartikan menjadi kesadaran untuk menempatkan kembali arti penting sektor pertanian secara proporsional dan kontekstual, melalui peningkatan kinerja sektor pertanian dalam pembangunan nasional menggunakan nir mengabaikan sektor lain. Sejalan menggunakan hal ini, Sudaryanto serta Munif (2005) menyatakan bahwa revitalisasi pertanian dimaksudkan buat menggalang komitmen dan kerjasama semua stakeholder dan mengganti kerangka berpikir pola pikir warga dalam melihat pertanian nir hanya sekedar penghasil komoditas untuk dikonsumsi. Pertanian harus dipandang menjadi sektor yang multi-fungsi serta sumber kehidupan sebagian besar warga Indonesia. 

Kegiatan pembangunan pertanian tahun 2005-2009 dilaksanakan melalui tiga acara, yaitu: (1) Program peningkatan ketahanan pangan, (dua) Program pengembangan agribisnis, dan (tiga) Program peningkatan kesejahteraan petani. 

Operasionalisasi program peningkatan ketahanan pangan dilakukan melalui peningkatan produksi pangan, menjaga ketersediaan pangan yg cukup kondusif serta halal di setiap wilayah setiap waktu, serta antisipasi supaya nir terjadi kerawanan pangan. Operasionalisasi program pengembangan agribisnis dilakukan melalui pengembangan sentra/kawasan agribisnis komoditas unggulan. Operasionalisasi acara peningkatan kesejahteraan petani dilakukan melalui pemberdayaan penyuluhan, pendampingan, penjaminan bisnis, perlindungan harga gabah, kebijakan proteksi serta promosi lainnya (Departemen Pertanian, 2005c). 

Industrialisasi Pertanian 
Menurut Meier (1995), transformasi struktural dari ekonomi agraris perdesaan berpendapatan rendah ke ekonomi industri perkotaan menggunakan pendapatan per kapita lebih tinggi melibatkan fenomena industrialisasi serta pembangunan pertanian. Lebih lanjut disebutkan bahwa pertanian harus ditinjau bukan sekedar sebagai asal surplus buat mendukung industrialisasi, namun pula menjadi asal dinamis pertumbuhan ekonomi, penyedia lapangan kerja, dan distribusipendapatan yang lebih baik. Selain itu, kemajuan pertanian adalah penting pada menyediakan pangan bagi tumbuhnya tenaga kerja non pertanian, bahan baku buat produksi sektor industri, tabungan serta penerimaan pajak buat mendukung pembangunan sektor ekonomi lainnya; buat mendapatkan lebih banyak devisa (atau berhemat devisa bila produk utama diimpor); serta memberikan pertumbuhan pasar bagi industri domestik. Hubungan intersektoral antara pertanian serta industri akan memilih transformasi struktural dalam perekonomian negara berkembang. 

Secara historis proses pembangunan dan industrialisasi pertanian di aneka macam negara dalam umumnya diawali dari penguatan sektor pertanian. Langkah ini ditempuh melalui modernisasi institusi perdesaan dan pergeseran pertanian berskala mini ke pertanian kapitalis berskala besar serta peningkatan produktivitas pertanian (Weisdorf, 2006). 

Arifin (2005) menyatakan bahwa definisi industrialisasi pertanian tidak sesempit sekedar mekanisasi pertanian atau pengolahan hasil pertanian oleh sektor industri, tetapi jauh lebih luas berdasarkan itu karena mencakup proses peningkatan nilai tambah, sampai dalam koordinasi serta integrasi vertikal antara sektor hulu serta sektor hilir. Lebih lanjut dinyatakan bahwa terdapat pihak-pihak yg memperlakukan industrialisasi pertanian menjadi bagian berdasarkan seluruh rangkaian pembangunan sistem agribisnis, pada pihak lain ada jua yg beranggapan bahwa proses industrialisasi merupakan suatu keniscayaan seiring dengan proses transformasi struktur ekonomi serta adalah tuntutan efisiensi dalam bidang bisnis melalui integrasi vertikal dari hulu hingga hilir. 

Sudaryanto (2005) memberikan definisi industrialisasi pertanian menjadi suatu proses konsolidasi usahatani dan disertai dengan koordinasi vertikal agribisnis dalam satu alur produk melalui mekanisme non pasar, sehingga ciri produk akhir yg dipasarkan bisa dijamin serta diadaptasi dengan preferensi konsumen akhir. Dengan demikian, industrialisasi pertanian merupakan suatu proses transformasi struktur agribisnis berdasarkan pola dispersal sebagai pola industrial. Lebih lanjut disebutkan bahwa tidak selaras menggunakan pola dispersal, pada agribisnis pola industrial setiap perusahaan tidak lagi berdiri sendiri atau bergabung dalam asosiasi horizontal tetapi memadukan diri menggunakan perusahaan-perusahaan lain yang berkecimpung dalam seluruh bidang bisnis yang terdapat pada satu alur produk vertikal (menurut hulu sampai hilir) dalam satu gerombolan bisnis. 

Kahn (1979) menyatakan bahwa pengalaman di hampir semua negara menerangkan bahwa industrialisasi sangat perlu karena menjamin pertumbuhan ekonomi. Hanya sebagian kecil negara dengan jumlah penduduk yang sedikit dan kekayaan minyak atau sumber daya alam (SDA) lainnya yang melimpah, seperti Kuwait dan Libya, dapat berharap mencapai taraf pendapatan per kapita yang tinggi tanpa melalui proses industrialisasi, hanya mengandalkan dalam sektor pertambangan (minyak). Fakta di banyak negara menampakan bahwa tidak ada perekonomian yang bertumpu pada sektor-sektor utama (pertanian serta pertambangan) yg mampu mencapai taraf pendapatan per kapita di atas 500 US $ selama jangka panjang. 

Sektor industri diyakini bisa dijadikan menjadi sektor yg memimpin (leading sector) bagi sektor-sektor lainnya dalam suatu perekonomian. Hal ini lantaran produk-produk yang didapatkan sang sektor industri memiliki dasar tukar (term of trade) yg tinggi atau lebih menguntungkan, dan mampu menciptakan nilai tambah (value added) yang akbar dibandingkan dengan produk-produk yg didapatkan sang sektor lainnya. Sektor industri mempunyai variasi produk yang sangat beragam dan mampu memberikan manfaat marjinal yang tinggi pada pemakainya. Selain itu, sektor industri pula menaruh marjin keuntungan yg lebih menarik bagi para pelaku bisnis, dan proses produksi serta penanganan produknya lebih bisa dikendalikan sang manusia yg tidak terlalu bergantung dalam alam (musim atau keadaan cuaca). Karena kelebihan-kelebihan sektor industri inilah, maka industrialisasi dianggap sebagai “obat mujarab” (panacea) buat mengatasi masalah pembangunan ekonomi di negara-negara berkembang. 

Walaupun penting bagi kelangsungan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan stabil, industrialisasi bukanlah adalah tujuan akhir, melainkan hanya merupakan salah satu taktik yang wajib ditempuh buat mendukung proses pembangunan ekonomi guna mencapai tingkat pendapatan per kapita yang tinggi (Riedel, 1992). Meskipun pelaksanaannya sangat bervariasi antarnegara, periode industrialisasi adalah tahapan logis pada proses transformasi struktur ekonomi. Tahapan ini diwujudkan secara historis melalui kenaikan kontribusi sektor industri manufaktur dalam permintaan konsumen, produksi, ekspor, serta kesempatan kerja (Chenery, 1992). Menurut Tambunan dan Priyanto (2005), penurunan share sektor pertanian dalam pembentukan PDB menurut waktu ke waktu serta peningkatan penyerapan tenaga kerja sektor manufaktur, merupakan indikator bahwa ekonomi Indonesia telah memasuki proses industrialisasi. 

Proses industrialisasi pada Indonesia telah dimulai semenjak Pelita I, yg dimulai tahun 1969. Industrialisasi yang dilaksanakan semenjak Pelita I hingga krisis ekonomi tahun 1997, mengakibatkan pendapatan per kapita masyarakat mengalami peningkatan yg relatif pesat setiap tahunnya. Apabila hanya mengandalkan berdasarkan sektor pertanian dan sektor pertambangan (migas), maka Indonesia menggunakan jumlah penduduk lebih menurut 200 juta orang, nir akan pernah mencapai laju pertumbuhan ekonomi rata-homogen sebanyak 7 % per tahun dan taraf pendapatan per kapita pada atas 1.000 US $ pada pertengahan tahun 1997 (Tambunan, 2001). 

Menurut Simatupang dan Syafaat (2000), pembangunan ekonomi pada masa pemerintahan Orde Baru mengacu pada kerangka berpikir transformasi struktural berimbang melalui industrialisasi bertahap berbasis sektor pertanian. Pembangunan ekonomi yg demikian ini bisa pula disebut menjadi pembangunan menggunakan pendekatan sistem agribisnis. 

Definisi agribisnis dari Badan Agribisnis (1995) merupakan suatu kesatuan sistem yg terdiri dari beberapa subsistem yang saling terkait erat, yaitu subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi (subsistem agribisnis hulu), subsistem usahatani atau pertanian primer, subsistem pengolahan, subsistem pemasaran, serta subsistem jasa dan penunjang. Subsistem agribisnis hulu merupakan aktivitas ekonomi yg menyediakan sarana (input) pertanian misalnya industri perbenihan serta pembibitan flora, industri pupuk serta pestisida (agro kimia), serta industri alat serta mesin pertanian (agro otomotif) bagi aktivitas pertanian utama. Subsistem usahatani merupakan aktivitas ekonomi yang menghasilkan komoditas atau produk pertanian utama melalui pemanfaatan wahana produksi yg dihasilkan sang subsistem agribisnis hulu. Subsistem pengolahan adalah kegiatan ekonomi yang memasak komoditas atau produk pertanian primer sebagai produk olahan. Termasuk dalam subsistem tadi merupakan industri kuliner, industri minuman, industri rokok, industri barang serat alam, industri biofarma, serta industri agrowisata serta keindahan. Subsistem pemasaran merupakan aktivitas ekonomi yang berkaitan dengan kegiatan distribusi, promosi, warta pasar, kebijakan perdagangan serta struktur pasar. Adapun subsistem jasa dan penunjang merupakan kegiatan ekonomi yg menyediakan jasa atau layanan yg diperlukan buat memperlancar pengembangan agribisnis. Termasuk dalam subsistem ini merupakan lembaga perkreditan dan premi, penelitian serta pengembangan, pendidikan serta penyuluhan, dan transportasi serta pergudangan.

Hubungan dan keterkaitan antar subsistem agribisnis tersebut bisa dilihat dalam Gambar.

Gambar Sistem Agribisnis 
Sumber: Badan Agribisnis (1995) 

Soekartawi (1993) menyatakan bahwa yang termasuk ke dalam jenis agroindustri adalah: (a) industri pengolahan input pertanian yg dalam umumnya nir berlokasi di perdesaan, padat modal, dan berskala akbar misalnya industri pupuk, industri pestisida, serta sebagainya, serta (b) industri pengolahan hasil pertanian, seperti pengolahan pucuk teh hijau atau teh hitam, pengalengan buah, pengolahan minyak kelapa, serta lain-lain. 

Tambunan dan Priyanto (2005) menyatakan bahwa industrialisasi pada Indonesia selalu dimulai menurut industri akbar, dan kurang memperhatikan usahausaha kecil. Akibatnya, hingga ketika ini Indonesia belum menampakan tandatanda sebagai Negara industri yang mandiri. Hal ini disinyalir karena para pemimpin pembangunan ekonomi terlalu mengandalkan peranan industri besar terbaru, yang dianggap menjadi jalan paling pendek serta paling mungkin buat mengisi arti kemerdekaan. 

Senada dengan hal tersebut di atas, Simatupang dan Syafa’at (2000) menyatakan bahwa keliru satu penyebab krisis ekonomi pada Indonesia adalah lantaran kesalahan industrialisasi yang tidak berbasis dalam pertanian. Selama krisis pula terbukti bahwa sektor pertanian masih sanggup mengalami laju pertumbuhan yg positif, walaupun pada persentase yang kecil, sedangkan sektor industri manufaktur mengalami laju pertumbuhan yg negatif di atas satu digit. Banyak pengalaman pada negara-negara maju di Eropa dan Jepang yg menunjukkan bahwa mereka memulai industrialisasi selesainya atau bersamaan menggunakan pembangunan pada sektor pertanian. Sebagai model, Inggris mengalami revolusi industri dalam abad ke-18 sesudah diawali dengan revolusi pertanian yg terjadi melalui introduksi teknologi turnip. Industrialisasi pada Jepang berlangsung bersamaan dengan revolusi pertanian yg terjadi melalui reformasi agraria (restorasi Meiji). Demikian jua pada Taiwan pada dekade 1950-an, yang menerangkan bahwa industrialisasi berbasis pertanian melalui pengembangan industri berskala kecil serta berlokasi di perdesaan sanggup membuat pertumbuhan ekonomi yg bertenaga serta merata serta struktur ekonomi yg tangguh. 

Terdapat beberapa alasan mengapa sektor pertanian yang bertenaga sangat esensial dalam suatu proses industrialisasi pertanian. Beberapa alasan tadi antara lain menjadi berikut (Tambunan, 2001): 
1. Sektor pertanian yang kuat berarti ketahanan pangan terjamin dan ini adalah salah satu prasyarat krusial agar proses industrialisasi pertanian pada khususnya dan pembangunan ekonomi pada biasanya mampu berlangsung menggunakan baik. Ketahanan pangan berarti tidak terdapat kelaparan dan ini mengklaim kestabilan sosial serta politik. 

2. Dari sisi permintaan agregat, pembangunan sektor pertanian yg kuat menciptakan tingkat pendapatan riil per kapita pada sektor tadi tinggi yang adalah keliru satu asal permintaan terhadap barang-barang nonfood, khususnya manufaktur (keterkaitan konsumsi atau pendapatan). Khususnya di Indonesia, dimana sebagian akbar penduduk berada di perdesaan serta memiliki asal pendapatan langsung maupun tidak eksklusif menurut aktivitas pertanian, jelas sektor ini merupakan motor utama penggerak industrialisasi. 

Selain melalui keterkaitan pendapatan, sektor pertanian jua berfungsi sebagai sumber pertumbuhan pada sektor industri manufaktur melalui intermediate demand effect atau keterkaitan produksi: hasil berdasarkan industri sebagai input bagi pertanian. 

3. Dari sisi penawaran, sektor pertanian adalah salah satu sumber input bagi sektor industri pertanian yg mana Indonesia memiliki keunggulan komparatif, contohnya industri kuliner serta minuman, industri tekstil serta sandang jadi, industri kulit, serta sebagainya. 

4. Masih dari sisi penawaran, pembangunan yang baik di sektor pertanian sanggup membentuk surplus di sektor tersebut serta ini sanggup menjadi sumber investasi pada sektor industri, khususnya industri skala mini pada perdesaan (keterkaitan investasi). 

Menurut Dumairy (1997), hanya sedikit negara-negara berkembang yg menyadari bahwa bisnis buat memajukan serta memperluas sektor industri haruslah sejajar dengan pembangunan serta pengembangan sektor-sektor lain, terutama sektor pertanian. Hal ini lantaran sektor pertanian yg lebih maju diperlukan oleh sektor industri, baik menjadi penyedia bahan standar maupun menjadi pasar yg potensial bagi produk-produk industri. Berkaitan menggunakan hal ini, Tambunan (2001) menyatakan bahwa sektor pertanian dan sektor industri memiliki keterkaitan yg sangat erat. Keterkaitan tadi terutama didominasi sang dampak keterkaitan pendapatan, keterkaitan produksi, dan keterkaitan investasi. Secara grafis, keterkaitan antara sektor pertanian serta sektor industri disajikan dalam Gambar. 

Pada Gambar, jumlah output berdasarkan sektor pertanian adalah OA, sedangkan Of adalah makanan yang dikonsumsi pada pasar domestik dan Ox merupakan bahan baku atau komoditas pertanian yang diekspor. Ekspor ini memungkinkan negara yg bersangkutan buat impor sebesar Om, dengan dasar tukar internasional (terms of trade) OT. Dengan adanya impor (Om) serta kuliner (Of) memungkinkan sektor industri di negara tersebut bisa membentuk output sebanyak Oi. Misalkan volume produksi pada sektor industri meningkat ke Of'. Untuk tujuan ini diharapkan lebih banyak input yg wajib diimpor, yakni sebesar Om'. Produksi semakin tinggi berarti juga kesempatan kerja serta pendapatan rakyat pada negara tersebut juga semakin tinggi, yg selanjutnya berarti permintaan akan kuliner juga meningkat, yakni ke Of'. Jika hasil di sektor pertanian nir semakin tinggi, maka ekspor menurut sektor tersebut akan berkurang ke Oy dan ini berarti kebutuhan akan impor sebanyak Om' tidak dapat dipenuhi. Oleh karena itu, pada usaha meningkatkan volume produksi pada sektor industri (ke Oi'), maka hasil pada sektor pertanian jua harus ditingkatkan ke OC. Ini akan menaikkan konsumsi kuliner ke Om' serta berarti jua output di sektor industri bisa naik ke Oi'. 

Gambar  Keterkaitan antara Sektor Pertanian serta Sektor Industri
Sumber: Tambunan (2001) 

Ilustrasi di atas menunjukkan bahwa tanpa suatu peningkatan hasil atau produktivitas di sektor pertanian, maka industri pertanian (agroindustri) nir bisa menaikkan outputnya (atau pertumbuhan yg tinggi akan sulit tercapai). Oleh karenanya, sektor pertanian memainkan peranan yang sangat krusial pada proses industrialisasi pertanian. 

Kemiskinan serta Kemiskinan Perdesaan 
Konsep dan Ukuran Kemiskinan 
Konsep mengenai kemiskinan sangat beragam, mulai menurut sekedar ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar serta memperbaiki keadaan, kurangnya kesempatan berusaha, hingga pengertian yg lebih luas yg memasukkan aspek sosial serta moral. Bappenas (2002) mendefinisikan kemiskinan menjadi suatu situasi atau syarat yg dialami seorang atau kelompok orang yang tidak mampu menyelenggarakan hidupnya hingga suatu tingkat yg dipercaya manusiawi. Lebih lanjut Bappenas (2004 pada Susanto, 2005) mendefinisikan kemiskinan menjadi suatu syarat dimana seseorang atau sekelompok orang, tidak bisa memenuhi hak-hak dasarnya buat mempertahankan dan menyebarkan kehidupan yg bermartabat. Hak-hak dasar masyarakat antara lain terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air higienis, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman berdasarkan perlakuan atau ancaman tindak kekerasan dan hak buat berpartisipasi pada kehidupan social politik, baik bagi wanita juga pria. 

Ravallion (2001) mengemukakan bahwa kemiskinan meliputi dimensi politik, sosial budaya dan psikologi, ekonomi dan akses terhadap asset. Dimensi tadi saling terkait dan saling mengunci/membatasi. Kemiskinan adalah kelaparan, nir memiliki loka tinggal, bila sakit nir memiliki dana buat berobat. Orang miskin umumnya tidak dapat membaca karena nir bisa bersekolah, tidak memiliki pekerjaan, takut menghadapi masa depan, kehilangan anak lantaran sakit. Kemiskinan merupakan ketidakberdayaan, terpinggirkan dan tidak mempunyai rasa bebas. 

Beberapa definisi kemiskinan yang dirujuk sang Komite PenanggulanganKemiskinan (2002) adalah sebagai berikut: 
1. BPS: Kemiskinan merupakan kondisi seseorang yg hanya bisa memenuhi makannya kurang dari dua 100 kalori per kapita per hari. 
2. BKKBN: Kemiskinan adalah famili miskin prasejahtera, nir bisa melaksanakan ibadah berdasarkan agamanya, tidak mampu makan 2 kali sehari, tidak mempunyai pakaian berbeda buat di rumah, bekerja dan bepergian, bagian terluas tempat tinggal berlantai tanah serta nir sanggup membawa anggota keluarga ke wahana kesehatan. Pengertian famili miskin ini didefinisikan lebih lanjut menjadi: (a) paling kurang sekali seminggu keluarga makan daging/ikan/telur, (b) setahun sekali seluruh anggota famili memperoleh paling kurang satu setel pakaian baru, serta (c) luas lantai rumah paling kurang 8 m buat tiap penghuni. Keluarga miskin sekali merupakan famili yang karena alasan ekonomi nir dapat memenuhi salah satu atau lebih indikator yang meliputi: 
(a) dalam umumnya semua anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih, (b) anggota keluarga mempunyai sandang tidak selaras buat pada tempat tinggal , bekerja/sekolah serta bepergian, dan (c) bagian lantai yang terluas bukan berdasarkan tanah. 
3. Bank Dunia: Kemiskinan merupakan nir tercapainya kehidupan yang layak menggunakan penghasilan US $ 1 per hari. 

Sumodiningrat (1999) mengklasifikasikan pengertian kemiskinan ke dalam 5 kelas, yaitu kemiskinan absolut, kemiskinan nisbi, kemiskinan kultural, kemiskinan kronis dan kemiskinan ad interim. Kemiskinan mutlak, merupakan jika tingkat pendapatan seseorang di bawah garis kemiskinan (poverty line) atau sejumlah pendapatannya tidak relatif buat memenuhi kebutuhan hayati minimum (basic needs), antara lain kebutuhan pangan, pakaian, kesehatan, perumahan serta pendidikan yg diperlukan buat hidup dan bekerja. Kemiskinan relatif, adalah apabila seseorang memiliki penghasilan di atas garis kemiskinan, namun nisbi lebih rendah dibandingkan dengan pendapatan masyarakat sekitarnya. Kemiskinan nisbi erat kaitannya menggunakan masalah pembangunan yg sifatnya struktural, yakni kesenjangan dampak kebijakan pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat. Kemiskinan kultural, mengacu dalam sikap seseorang atau rakyat yg ditimbulkan sang faktor budaya tidak mau berusaha buat memperbaiki taraf kehidupan meskipun ada usaha menurut pihak luar buat membantunya. Kemiskinan kronis, ditimbulkan sang beberapa hal, yaitu: (a) kondisi sosial budaya yang mendorong sikap dan kebiasaan hidup rakyat yg tidak produktif, (b) keterbatasan asal daya serta keterisolasian (daerah-daerah kritis sumber daya alam dan daerah terpencil), dan (c) rendahnya tingkat pendidikan dan derajad perawatan kesehatan, terbatasnya lapangan kerja dan ketidak berdayaan rakyat pada mengikuti ekonomi pasar. Kemiskinan ad interim, terjadi dampak adanya: (a) perubahan daur ekonomi menurut syarat normal menjadi krisis ekonomi, (b) perubahan yg bersifat musiman misalnya dijumpai pada perkara kemiskinan nelayan serta pertanian flora pangan, dan (c) bencana alam atau dampak berdasarkan suatu kebijakan tertentu yang mengakibatkan menurunnya taraf kesejahteraan suatu warga . 

Menurut Darwis dan Nurmanaf (2001), secara teoritis garis kemiskinan dapat dihitung dengan memakai 3 pendekatan, yaitu pendekatan produksi,pendapatan serta pengeluaran. Garis kemiskinan yg ditentukan menurut taraf produksi, misalnya produksi padi per kapita, hanya bisa menggambarkan aktivitas produksi tanpa memperhatikan pemenuhan kebutuhan hayati. Perhitungan garis kemiskinan menggunakan pendekatan pendapatan tempat tinggal tangga dinilai paling baik. Cara ini nir mudah dilakukan karena kesulitan buat memperoleh data pendapatan tempat tinggal tangga yg seksama. Untuk mengatasi kesulitan tersebut, maka garis kemiskinan dipengaruhi menggunakan pendekatan pengeluaran yang dipakai sebagai proksi atau perkiraan pendapatan rumah tangga. 

Garis kemiskinan yang dipergunakan BPS dinyatakan menjadi jumlah rupiah yg dimuntahkan atau dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang setara dengan dua 100 kalori per kapita ditambah dengan pemenuhan kebutuhan minimum lainnya seperti pakaian, perumahan, kesehatan, pendidikan, angkutan dan bahan bakar. Penggunaan kebutuhan kalori menggunakan pendekatan pengeluaran menjadi dasar penentuan garis kemiskinan, sebelumnya telah diperkenalkan sang Sayogyo tahun 1977. Konsep ini dinilai lebih mendekati syarat kehidupan masyarakat yg sesungguhnya lantaran pengeluaran pokok di luar kebutuhan pangan pula diperhitungkan (Yusdja et al., 2003). 

Berdasarkan garis kemiskinan yg dipergunakan, dapat dihitung jumlah penduduk miskin di suatu daerah. Garis kemiskinan dibedakan antara daerah perkotaan serta perdesaan, dimana garis kemiskinan di perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di perdesaan sesuai dengan perbedaan indeks harga bahanbahan kebutuhan pokok warga pada kedua daerah tersebut. Garis kemiskinan pula berubah berdasarkan tahun ke tahun, dikoreksi dari perkembangan tingkat harga kebutuhan pokok warga (Sumedi dan Supadi, 2004). 

Indikator yang biasa dipakai buat mengukur kemiskinan pada studistudi realitas merupakan menjadi berikut (Yudhoyono dan Harniati, 2004; Nanga,2006; dan Foster et al., 1984): 
1. Incidence of poverty, yang mendeskripsikan persentase berdasarkan populasi yang hayati dalam famili menggunakan pengeluaran konsumsi per kapita di bawah garis kemiskinan. Indeksnya dianggap poverty headcount index, yang merupakan ukuran kasar dari kemiskinan, lantaran hanya menjumlahkan berapa banyak orang miskin yg ada pada pada perekonomian lalu dibuat persentasenya terhadap total penduduk. Dengan berukuran ini, setiap orang miskin memiliki bobot yang sama besarnya, tidak terdapat perbedaan antara penduduk yang paling miskin dan penduduk yg paling kaya di antara orang-orang miskin. 

2. Depth of poverty, yang menggambarkan taraf kedalaman kemiskinan di suatu wilayah yang diukur menggunakan poverty gap index. Indeks ini mengestimasi jarak atau disparitas rata-homogen pendapatan orang miskin dari garis kemiskinan, yg dinyatakan sebagai suatu proporsi berdasarkan garis kemiskinan tadi. Kelemahan indeks ini merupakan mengabaikan atau belum memperhatikan distribusi pendapatan pada antara penduduk miskin. 

3. Severity of poverty, yang memperlihatkan kepelikan kemiskinan pada suatu wilayah, yang merupakan rata-homogen dari kuadrad kesenjangan kemiskinan (squared poverty gaps). Indikator ini selain memperhitungkan jeda yang memisahkan orang miskin menurut garis kemiskinan jua ketimpangan pendapatan pada antara orang miskin tadi. Indeks ini jua acapkali dinamakan menjadi indeks keparahan kemiskinan (poverty severity index). 

Tambunan (2001) mengemukakan bahwa terdapat sejumlah cara buat mengukur taraf kesenjangan pada distribusi pendapatan, yang bisa dibagi ke dalam dua kelompok pendekatan yaitu asiomatic approach dan stochastic dominance. Pendekatan yang sering dipakai pada studi-studi realitas adalah pendekatan pertama dengan 3 indera ukur yaitu: (1) the generalized entropy (GE), (dua) the Atkinson measure, dan (tiga) Gini coefficient. 

Rumus GE dapat dituliskan sebagai berikut:

dimana: n merupakan jumlah individu (orang) di dalam sampel, yi adalah pendapatan menurut individu (1, dua, ....., n), dan y = (1/n) ∑ yi merupakan berukuran homogen-rata pendapatan. Nilai GE terletak antara 0 hingga ∞. Nilai GE nol berarti distribusi pendapatan merata (pendapatan berdasarkan semua individu pada dalam sampel sama) serta ∞ berarti kesenjangan yg sangat akbar. Parameter α mengukur besarnya disparitas antar pendapatan dari kelompok yg tidak sama di pada distribusi tadi. 

Dari persamaan (dua.1) di atas, bisa diturunkan cara mengukur ketimpangan berdasarkan Atkinson sebagai berikut:

dimana: ε adalah parameter ketimpangan (0 < ε < 1), semakin tinggi nilai ε maka semakin tidak seimbang pembagian pendapatan. Nilai A terletak antara 0 hingga 1. Nilai A sama dengan nol berarti nir terdapat ketimpangan pada distribusi pendapatan. 

Alat ukur ketiga yang seringkali digunakan pada setiap studi realitas mengenai kesenjangan pada pembagian pendapatan merupakan koefisien atau rasio Gini, yang formulanya dapat dirumuskan menjadi berikut:

dimana: G adalah nilai koefisien gini, n adalah jumlah sampel, Pi=1/n, F*(Yi) adalah persentase pendapatan sampel ke-i dibagi total pendapatan semua sampel, dan F*(Yi-1) adalah jumlah persentase kumulatif pendapatan sampel ke-(i-1). Nilai Gini (G) berada dalam selang 0 sampai 1. Jika rasio Gini = 0, berarti kemerataan yg sempurna (setiap orang menerima porsi berdasarkan pendapatan yg sama). Jika rasio Gini = 1, berarti ketidakmerataan yg paripurna dalam pembagian pendapatan. Dengan istilah lain, satu orang (satu kelompok pendapatan) di suatu negara menikmati seluruh pendapatan negara tadi. 

Dengan memakai grafik, rasio Gini bisa digambarkan dengan Kurva Lorenz seperti yang disajikan dalam Gambar 5. Koefisien Gini merupakan rasio antara daerah pada pada grafik yang terletak pada antara kurva Lorenz dan garis kemerataan paripurna (yang membentuk sudut 45 menurut titik 0 sumbu Y dan X) terhadap daerah segitiga antara garis kemerataan serta sumbu Y serta X. Semakin tinggi nilai rasio Gini, yakni mendekati 1 atau semakin menjauh kurva Lorenz menurut garis 45, semakin besar taraf ketidakmerataan distribusi pendapatan.

Gambar Rasio Gini serta Kurva Lorenz 
Sumber: Tambunan (2001) 

Foster et al. (1984) mengemukakan suatu berukuran atau indikator yang bisa digunakan buat menganalisis kemiskinan melalui distribusi pendapatan. Ukuran atau indikator tadi merupakan Foster-Greer-Thorbecke (FGT) poverty index, yg dapat dirumuskan menjadi berikut:

Untuk mengetahui bagaimana interpretasi FGT indeks, menurut nilai α, dapat ditinjau dalam Gambar 6, yang menggambarkan kontribusi total kemiskinan P(z;α) berdasarkan masing-masing individu dengan tingkat kemiskinan p yang berbeda. 

Kontribusi tadi ditunjukkan sang (g(p;z)/z) α. Untuk α = 0, kontribusinya adalah 1 buat yang miskin dan 0 buat yang kaya (yang mempunyai ranking melebihi F(z) pada gambar atau sama menggunakan pendapatan Q(p) yang melebihi z). 

Headcount index adalah daerah empat persegi panjang. Untuk α =1 kontribusi seorang pada tingkat kemiskinan p, persis sama menggunakan poverty gaps, g(p;z)/z. Rata-rata kemiskinan yang dinormalkan merupakan yg berada pada wilayah pada bawah g(p;z)/z. Demikian jua buat nilai α yg lebih besar , contohnya kontribusi buat P(z;α=3) berdasarkan individu-individu dalam tingkat kemiskinan p merupakan (g(p;z)/z), sehingga homogen-homogen kemiskinan P(z;α=3) merupakan area yg berada di bawah kurva (g(p;z)/z).

Gambar  Poverty Gaps dan FGT Indeks 
Sumber: Foster et al. (1984) 

Duclos serta Araar (2004) memperkenalkan 2 pendekatan yang bisa dipakai buat mengukur kemiskinan. Kedua pendekatan ukuran kemiskinan tersebut adalah: (1) equality distributed equivalent (EDE), yaitu baku hidup berdasarkan masyarakat dimana pendapatan menjadi acuan batas garis kemiskinan, dan (2) kombinasi antara pendapatan serta garis kemiskinan sebagai poverty gaps serta mengelompokkannya pada kesejahteraan warga . 

Kemiskinan Perdesaaan 
Desa hingga ketika ini permanen sebagai kantong utama kemiskinan. Pada tahun 1998 dari 49.lima juta jiwa penduduk miskin di Indonesia lebih kurang 60 % (29.7 juta jiwa) tinggal pada wilayah perdesaan. Pada tahun 1999, persentase angka kemiskinan mengalami penurunan dari 49.5 juta jiwa menjadi 37.5 juta jiwa. Persentase kemiskinan pada daerah perkotaan mengalami penurunan, tetapi persentase kemiskinan di wilayah perdesaan justru mengalami peningkatan dari 60 persen tahun 1998 menjadi 67 % tahun 1999 yaitu sebanyak 25.1 juta jiwa, sementara pada wilayah perkotaan hanya mencapai 12.4 juta jiwa (Susanto, 2005). Data tadi diperkuat oleh laporan Kompas tahun 2004 yang menyajikan bahwa lebih menurut 60 % penduduk miskin Indonesia tinggal di wilayah perdesaan. Dengan demikian, wilayah perdesaan hingga ketika ini permanen menjadi kantong terbesar dari pusat kemiskinan. 

Menurut Sumedi dan Supadi (2004), taraf pendapatan rakyat perdesaan lebih sensitif (kenyal) terhadap perubahan struktur perekonomian. Diduga hal ini ditimbulkan lantaran sebagian akbar masyarakat miskin di perdesaan memiliki taraf pendapatan di kurang lebih batas garis kemiskinan, ad interim di perkotaan sebagian besar masyarakat miskin mempunyai taraf pendapatan jauh pada bawah batas garis kemiskinan. Dengan demikian, adanya perbaikan struktur perekonomian yang berhasil mempertinggi pendapatan warga , pengurangan jumlah penduduk miskin di perdesaan lebih besar daripada di perkotaan. Sebaliknya, adanya krisis ekonomi yg menurunkan pendapatan rakyat, pertambahan jumlah penduduk miskin di perdesaan jua lebih akbar. 

Tingkat pendidikan kepala rumahtangga yg rendah sangat mempengaruhi indeks kemiskinan di daerah perdesaan. Hasil penelitian Darwis dan Nurmanaf (2001) memperlihatkan bahwa lebih menurut 70 % kepala rumah tangga miskin di perdesaan tidak tamat SD serta kurang dari 25 % yg menamatkan SD. Lebih lanjut disebutkan bahwa tempat tinggal tangga miskin memiliki homogen-homogen jumlah anggota rumah tangga yang lebih besar dibandingkan dengan rumah tangga yg tidak tergolong miskin. Dengan demikian, jika diasumsikan bahwa jumlah anggota rumah tangga adalah beban tanggungan pengeluaran, maka bisa disimpulkan bahwa tempat tinggal tangga miskin mempunyai beban yg lebih berat dalam mencukupi kebutuhan anggota keluarganya dibandingkan dengan rumah tangga yg tidak tergolong miskin. 

Hasil penelitian Yusdja et al. (2003) menunjukkan bahwa lebih dari 62 persen angkatan kerja tempat tinggal tangga miskin bekerja pada sektor pertanian di perdesaan, disusul pada kegiatan pada sektor perdagangan sebagai pedagang mini (10 %), industri rumah tangga (7 persen) serta jasa (6 persen). Pada umumnya sebagian besar anggota tempat tinggal tangga miskin bekerja dalam kegiatan-aktivitas yg mempunyai produktivitas energi kerja rendah. Hal ini erat kaitannya menggunakan rendahnya aksesibilitas angkatan kerja terhadap dominasi faktor-faktor produksi. 

Pada kenyataannya angkatan kerja tadi cenderung lebih mengandalkan pekerjaan fisik menggunakan keterampilan yang minimal dibandingkan dengan faktor produksi lain berupa aset produktif dan permodalan.

Menurut Susanto (2005), penyebab kemiskinan pada perdesaan umumnya bersumber berdasarkan sektor pertanian, yg disebabkan sang ketimpangan kepemilikan huma pertanian. Kepemilikan huma pertanian hingga menggunakan tahun 1993 mengalami penurunan 3.8 persen berdasarkan 18.tiga juta ha. Di sisi lain, kesenjangan di sektor pertanian pula ditimbulkan oleh ketidakmerataan investasi. Alokasi anggaran kredit yang terbatas jua sebagai penyebab daya suntik sektor pertanian pada perdesaan menurun. Tahun 1985 alokasi kredit buat sektor pertanian mencapai 8 persen dari seluruh kredit perbankan, serta hanya naik 2 persen tahun 2000 sebagai 10 %. 

Kondisi tadi pada atas sesuai menggunakan pendapat Thorbecke serta Pluijm (1993), yang menyatakan bahwa kemiskinan poly dijumpai pada perdesaan serta sangat herbi: (a) pola kepemilikan huma serta produktivitas lahan, (b) struktur kesempatan kerja, serta (c) operasi pasar tenaga kerja. Lebih lanjut disebutkan bahwa individu-individu dari aneka macam golongan tempat tinggal tangga memiliki disparitas pada hal anugerah sumberdaya yang diterima, khususnya dominasi huma (land endowment) dan kapital insan (human capital). Hal ini berarti terdapat hubungan yang tinggi antara standar hayati menggunakan jumlah serta kualitas huma yg dimiliki, serta korelasi antara standar hayati menggunakan tingkat pendidikan serta keahlian anggota rumah tangga. Dengan demikian, suatu rumah tangga yang tergolong tidak mempunyai huma serta menggunakan taraf pendidikan serta keahlian yang terbatas, apabila nir mendapat bantuan serta transfer pendapatan berdasarkan pihak lain, maka rumah tangga tersebut akan cenderung terus tenggelam dalam kemiskinannya. 

Model Keseimbangan Umum 
Dalam suatu sistem perekonomian, perubahan ekuilibrium dalam suatu pasar tidak hanya berdampak terhadap sektor atau komoditas itu sendiri, namun jua berdampak terhadap sektor atau komoditas serta banyak sekali kegiatan ekonomi lainnya melalui keterkaitan input-hasil. Oleh karena itu, efek suatu kebijakan lebih tepat dianalisis dari teori ekuilibrium generik dibandingkan menggunakan teori ekuilibrium parsial. 

Teori keseimbangan umum menjelaskan bahwa pasar sebagai suatu sistem terdiri menurut beberapa macam pasar yang saling terkait. Keseimbangan umum terjadi bila permintaan serta penawaran pada masing-masing pasar dalam sistem tersebut berada dalam kondisi ekuilibrium secara simultan. Tingkat harga keseimbangan yg terwujud merupakan solusi berdasarkan sistem persamaan simultan yg mendeskripsikan perilaku setiap pelaku ekonomi dan ekuilibrium pada setiap pasar. 

Menurut paham teori keseimbangan generik, jika pada syarat ekuilibrium terjadi gangguan yang menyebabkan ketidakseimbangan (disequilibrium) pada suatu pasar secara parsial, maka akan segera diikuti sang penyesuaian pada pasar yang bersangkutan serta selanjutnya terjadi proses penyesuaian pada pasar lainnya (simultaneous adjustment) yang membawa perekonomian secara keseluruhan balik dalam kondisi ekuilibrium yang baru. Mekanisme pencapaian ekuilibrium dalam semua jenis barang pada seluruh pasar yg berlaku bagi penghasil dan konsumen dianggap sebagai analisis ekuilibrium umum (general equilibrium analysis). 

Analisis keseimbangan umum adalah landasan bagi perkembangan contoh ekuilibrium umum. Hulu (1997) mengemukakan bahwa formulasi teoritis model ekuilibrium umum sudah dimulai semenjak pertengahan abad ke-19, antara lain rumusan Gossen (1854), Jevons (1871), Walras (1874-1877), serta Menger (1871). Abraham Wald serta Gustav Cassel (1930-an), berhasil menyusun formulasi model ekuilibrium umum sebagai sebuah model simultan versi Walras, walaupun belum lengkap verifikasi eksistensi solusinya. John von Neuman selanjutnya berhasil membuktikan adanya keseimbangan umum, menggunakan sebuah model dan membentuk solusi tunggal. John Hicks dan Oscar Lange, menyusun contoh ekuilibrium umum versi makroekonomi Keynesian, yaitu perekonomian yang terdiri menurut empat pasar (pasar barang, pasar uang, pasar energi kerja serta pasar kapital). Solusi keseimbangan generik model ini memakai perkiraan Walras, yaitu andaikan terdapat n pasar, dan jika n-1 pasar sudah berada pada keseimbangan, maka semua n pasar akan berada pada keseimbangan. 

Pembuktian Walras mengenai adanya titik keseimbangan umum tersebut dilakukan menggunakan memakai matematika formal. Walras menyimpulkan bahwa sejumlah n fungsi excess demand tidak tergantung dalam fungsi lainnya. 

Formula ini bisa dituliskan sebagai berikut:

Persamaan (2.5) di atas adalah Hukum Walras, yg berarti bahwa total excess demand terjadi dalam seluruh jenis barang atau komoditas yg diproduksi (Nicholson, 1994). Jika nilai semua komoditas yang ditawarkan di pasar sama dengan nilai komoditas yg diminta di pasar, sedangkan harga-harga (pada hal ini harga nisbi) diketahui pada saat pasar ke-1 ada keseimbangan, maka pada pasar yg ke-k akan ada ekuilibrium pula. 

Fondasi yg kokoh menurut contoh keseimbangan generik berhasil dibangun sang Arrow serta Debreu (1954) serta McKenzie (1959) yg menandakan bahwa model ekuilibrium generik secara teoritis “terdapat, memiliki solusi tunggal, dan stabil”. Arrow serta Debreu (1954) mensyaratkan adanya ekuilibrium generik jika perekonomian pada keadaan kompetitif paripurna, dimana nir terdapat indivisibilitas serta nir terdapat skala pengembalian yang semakin tinggi (increasing return to scale). Dengan demikian, perekonomian yg nir kompetitif sempurna, titik ekuilibrium generik tidak selalu terdapat. 

Dalam perkembangan selanjutnya, penerapan contoh ekuilibrium generik teoritis formulasi Arrow, Debreu dan McKenzie dianggap menjadi contoh Computable General Equilibrium (CGE). Menurut Ratnawati (1996), terdapat tiga ciri pengembangan contoh CGE. Pertama, formulasi CGE yg dikembangkan oleh Johansen pada tahun 1960, yaitu contoh CGE disusun menjadi sebuah model linier simultan, serta menurut solusi model diperoleh harga serta kuantitas dari setiap barang yang diidentifikasi menjadi keseimbangan umum. Kedua, Herbert Scarf pada tahun 1970 merumuskan penyelesaian model CGE menggunakan “fixed point theorem”. Ketiga, Adelman serta Robinson dalam tahun 1978 merumuskan contoh CGE sebagai sebuah contoh simultan non linier (nonlinier programming solution), serta penyelesaiannya membentuk harga bayangan (shadow prices) yg diinterpretasikan menjadi harga dalam syarat ekuilibrium umum. 

Uraian tadi pada atas menampakan bahwa model CGE adalah sebuah pendekatan komprehensif yg merangkum model multimarket serta menggunakan ekuilibrium pasar menjadi elemen dasar analisisnya. Sebuah contoh CGE menggambarkan agen-agen pelaku ekonomi serta perilakunya, sehingga membawa pasar-pasar yg berbeda ke pada suatu keseimbangan. 

Pada formulasi contoh CGE, terdapat keterkaitan antar pelaku ekonomi, yaitu perusahaan atau industri, tempat tinggal tangga, investor, pemerintah, importir, eksportir dan antar pasar komoditas yg berbeda. Seluruh pasar berada dalam keadaan keseimbangan serta memiliki struktur yg khusus buat mencapai keseimbangan jika terdapat guncangan dalam galat satu pasar (Oktaviani, 2001). 

Secara generik contoh CGE memuat persamaan-persamaan, variabel-variabel eksogen serta parameter, variabel-variabel endogen, dan bentuk-bentuk fungsi berdasarkan persamaan. Sistem persamaan dibuat sang subsistem-subsistem persamaan yg secara generik meliputi produksi, pasar tenaga kerja, faktor renumerasi, pendapatan disposable, kelembagaan (tempat tinggal tangga serta pemerintah), tabungan dan investasi, permintaan produk, pasar eksternal, ekuilibrium pasar produk, dan numeraire (Sadoulet serta de Janvry, 1995). Persamaan-persamaan yg membentuk contoh CGE umumnya dikelompokkan menjadi blok-blok persamaan seperti blok produksi, blok konsumsi, blok ekspor-impor, blok investasi, serta blok kliring pasar. 

Lebih lanjut Sadoulet serta de Janvry (1995) mengemukakan bahwa dengan sitem persamaan yang komprehensif, contoh CGE mempunyai keunggulan dalam menyampaikan pengaruh produksi, konsumsi, perdagangan, investasi dan interaksi spasial secara keseluruhan dari suatu kebijakan (policy) atau guncangan (shock). Lantaran itu model ini telah diterapkan buat mensimulasikan dampak sosial ekonomi dari sebuah skenario yg luas yang mencakup beberapa hal. 

Pertama, foreign shocks, seperti perubahan yang nir dibutuhkan dalam term of trade (misalnya kenaikan pada harga impor minyak atau penurunan dalam harga komoditas ekspor primer suatu negara) serta keharusan menurunkan pinjaman luar negeri. Kedua, perubahan pada kebijakan ekonomi. Pajak serta subsidi adalah instrumen kebijakan yang sangat lazim dianalisis, khususunya dalam sektor perdagangan. Model ini pula sudah digunakan buat melihat perubahan berukuran dan komposisi pada pengeluaran rutin serta investasi pemerintah. Ketiga, perubahan dalam struktur sosial ekonomi domestik, seperti perubahan teknologi pertanian, redistribusi aset-aset, dan pembentukan modal sumberdaya insan. 

Buehrer serta Mauro (1995) mengemukakan bahwa model CGE bisa digunakan buat mensimulasi impak berdasarkan kebijakan perdagangan dan dampak perubahan ekonomi berdasarkan aneka macam paket kebijakan pemerintah. Adapun dari Yeah et al. (1994) bahwa penggunaan model CGE tidak hanya dalam contoh perdagangan internasional tetapi juga dalam perencanaan pembangunan, keuangan, lingkungan, manajemen sumberdaya, dan perubahan transisi dan ekonomi pasar. 

Model tersebut dapat menganalisis sensitivitas dari alokasi sumberdaya lantaran adanya perubahan berdasarkan sektor eksternal, ad interim analisis ekuilibrium parsial mengasumsikan bahwa sumberdaya bersifat tetap. Selanjutnya, landasan teori ekonomi mikro yang dipakai meliputi parameter elastisitas serta input-output data, sehingga contoh CGE merupakan alat analisis eksperimental untuk menganalisis perubahan ekonomi. 

Penggunaan anggaran baku contoh CGE, ekuilibrium ekonomi makro pada masing-masing pasar dapat diilustrasikan misalnya pada Gambar, yang diadopsi berdasarkan Devarajan, Lewis dan Robinson (1990), misalnya yg dikutip oleh Sadoulet dan de Janvry (1995). 

Gambar Keseimbangan Ekonomi Makro dalam CGE 

Menurut Nicholson (1994), properties berdasarkan kondisi ekuilibrium umum adalah terjadinya efisiensi pareto. Adapun menurut Just et al. (1982), kriteria pareto menyatakan bahwa sesuatu perubahan dianggap sebagai perubahan yg membawa kebaikan, apabila perubahan tadi menyebabkan beberapa orang menjadi lebih baik tetapi tidak seorangpun sebagai lebih tidak baik. Dengan demikian, bila sudah tercapai suatu kondisi dimana satu pihak tidak bisa meningkatkan kepuasannya tanpa mengurangi kepuasan pihak-pihak yg lainnya, maka kondisi ini dianggap pareto optimum.

Efisiensi pareto terjadi dalam waktu keseimbangan generik tercapai melalui mekanisme pasar persaingan paripurna. Konsep efisiensi pareto mencakup 3 jenis efisiensi, yaitu efisiensi alokasi sumber (keseimbangan produksi), efisiensi distribusi komoditas (keseimbangan konsumsi) dan efisiensi kombinasi produk (ekuilibrium simultan di sektor produksi serta konsumsi). Di bawah ini dibahas masing-masing efisiensi tersebut dalam perkara satu konsumen, 2 faktor produksi serta 2 komoditas. 

Keseimbangan Produksi 
Nicholson (1994) beropini bahwa penghasil akan berada pada syarat keseimbangan jika marginal rate of technical substitution (MRTS) antara dua faktor produksi yg digunakan sama dengan rasio harga menurut kedua faktor produksi tersebut. Dengan demikian, buat penggunaan dua faktor produksi yaitu tenaga kerja (L) dan modal (K), maka ekuilibrium produksi akan tercapai pada waktu MRTSlk = w1/w2 pada mana w1 adalah harga faktor L serta w2 harga faktor K. 

Pada masalah 2 perusahaan yang masing-masing membentuk komoditas yg tidak sinkron yaitu x1 dan x2, keseimbangan simultan yang terjadi dapat dijelaskan melalui kotak Edgeworth (Gambar 8). 

Gambar Diagram Kotak Edgeworth dalam Kasus Dua Komoditas serta Dua Faktor Produksi 
Sumber: Nicholson (1994) 

Paga Gambar, nampak bahwa keseimbangan simultan antara dua produk x1 dan x2 tercapai dalam ketika isoquant x1 bersinggungan menggunakan isoquant x2 pada berbagai taraf hasil. Titik-titik singgung tadi menciptakan kurva yg disebut contract curve (CC). Pilihan taraf hasil yang akan diproduksi dipengaruhi oleh rasio harga faktor. Secara matematis perseteruan di atas bisa diformulasikan menjadi berikut:

dimana MRTS merupakan slope berdasarkan isoquant. Rumusan di atas merupakan rumusan ekuilibrium umum pada sektor produksi, yg tercapai dalam saat MRTS buat semua jenis output adalah sama. Apabila harga faktor diketahui, maka jumlah output x1 serta x2 yg wajib diproduksi agar tercapai laba maksimum, dapat dipengaruhi. 

Tingkat output x1 dan x2 yg diproduksi perusahaan wajib sinkron dengan permintaan konsumen terhadap barang x1 serta x2. Permintaan konsumen dipengaruhi sang harga nisbi p1 dan p2. Untuk menyesuaikan sektor penawaran menggunakan permintaan, dibutuhkan konsep production posibility curve (PPC) (Gambar)

Gambar  Production Possibility Curve
Sumber: Nicholson (1994) 

PPC diderivasi dari CC yg terbentuk pada kotak Edgeworth. PPC merupakan gugusan titik-titik yg mendeskripsikan aneka macam tingkat produksi x1 dan x2 yang efisien. PPC diklaim pula kurva transformasi produk lantaran mendeskripsikan transfomasi dari satu produk menjadi produk lain melalui alokasi faktor produksi (marginal rate of production transformation = MRPT). 

Berdasarkan definisi:


Keseimbangan Konsumsi 
Untuk mengetahui kondisi pareto optimum pada konsumen, maka harus diketahui konsep tingkat pertukaran marginal atau marginal rate of substitution (MRS), dimana MRS menunjukkan kesediaan seseorang konsumen buat menukarkan satu unit terakhir dari suatu barang buat menerima beberapa unit barang lainnya. Setiap konsumen akan selalu menyamakan MRS menggunakan harga relatif ke 2 barang yang akan dikonsumsinya, yg secara matematis bisa dipengaruhi menjadi berikut: 

Fungsi kepuasan U = f(X) dengan pendapatan (I), sehingga didapatkan:



Keseimbangan Simultan di Sektor Produksi dan Konsumsi 
Keseimbangan simultan di sektor produksi serta konsumsi tercapai pada waktu MRPT12 = MRS12 = p1/p2. MRPT menunjukkan bagaimana suatu produk ditransformasikan sebagai produk lain, sedangkan MRS memperlihatkan sejauh mana konsumen mau mempertukarkan suatu komoditas menggunakan komoditas lainnya. Keseimbangan terjadi bila rencana produksi sinkron dengan rencana konsumsi atau MRPT = MRS. Pengertian ekonomi dari ekuilibrium simultan ini merupakan bahwa kombinasi hasil x1 serta x2 wajib optimal baik dari sudut produsen maupun konsumen. Secara grafis ekuilibrium simultan pada sektor produksi dan konsumsi dapat ditinjau dalam Gambar.

Gambar  Keseimbangan Simultan Sektor Produksi dan Konsumsi 
Sumber: Nicholson (1994)