CARA MENGIDENTIFIKASI MASALAH DI MASYARAKAT UNTUK KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH

Cara flexi---Para murid serta rakyat belajar sekalian, pada pembahasan materi Tata negara kita akan melihat tentang kebijakan penyusunan peraturan daerah (perda), Para perancang Perda perlu membuat Peraturan Daerah atas nama serta buat kepentingan warga . Langkah pertama yg harus diambil merupakan mengajukan pertanyaan tentang jenis konflik yang dihadapi oleh masyarakat. Permasalahan dapat mencakup banyak hal, antara lain degradasi serta deviasi asal daya, konflik pemanfaatan antar pihak yg mengakibatkan keresahan sosial, dan lain-lain. Selain mengidentifikasi kasus, perancang Peraturan Daerah wajib juga mengidentifikasi penyebab terjadinya masalah (akar perkara) serta pihak-pihak yg terkena efek menurut aneka macam kasus tadi. Perancang Peraturan Daerah hendaknya tahu konsekuensi-konsekuensi yang mungkin akan ada dari penanganan perkara-kasus eksklusif. Misalnya saja, apakah seluruh pihak akan diperlakukan secara adil? Apakah ada pihakpihak eksklusif yg sangat diuntungkan serta pada lain sisi mengorbankan pihak lain? Dengan hanya menangani sejumlah perseteruan, apakah nir menyebabkan pertarungan baru?
Bagaimana mengidentifikasi masalah atau info-berita sentral yang terdapat pada rakyat tadi terkait menggunakan perancangan Peraturan Daerah yang akan diterbitkan. Ada beberapa teori yg dapat digunakan buat melakukan identifikasi masalah tersebut. Melakukan identifikasi perkara menggunakan metode ROCCIPI (Rule, Opportunity, Capacity, Communication, Interest, Process, dan Ideology). Sebagai berikut :

a. Rule (Peraturan)
  • Susunan istilah dari peraturan kurang jelas atau rancu.
  • Peraturan mungkin memberi peluang konduite masalah.
  • Tidak menangani penyebab-penyebab berdasarkan konduite bermasalah.
  • Memberi peluang pelaksanaan yang tidak transparan, nir bertanggung jawab, serta tidak partisipatif, dan
  • Memberikan kewenangan yg tidak perlu kepada pejabat pelaksana dalam tetapkan apa serta bagaimana mengganti konduite bermasalah.
      
b. Opportunity (Kesempatan)
  • Apakah lingkungan di sekeliling pihak yang dituju suatu undang memungkinkan mereka berperilaku sebagaimana diperintahkan undang-undang atau nir?
  • Apakah lingkungan tadi menciptakan konduite yang sesuai nir mungkin terjadi?

c. Capacity (Kemampuan)
  • Apakah para pelaku peran mempunyai kemampuan berperilaku sebagaimana dipengaruhi sang peraturan yg ada?
  • Berperilaku sebagaimana ditetapkan oleh undang-undang yang terdapat.
  • Dalam prakteknya, kesempatan dan kemampuan saling bertumpang tindih. Tidak sebagai soal kategori ROCCIPI yg mana yang mengilhami seorang penyusun rancangan undang-undang saat merumuskan hipotesa penerangan.
  • Kategori-kategori ini berhasil dalam tujuannya jika berhasil merangsang para pembuat rancangan undang-undang buat mengidentifikasikan penyebab berdasarkan konduite bermasalah yg harus diubah sang rancangan mereka.

d. Communication (Komunikasi)
  • Ketidaktahuan seorang pelaku peran mengenai undang-undang mungkin dapat menjelaskan mengapa dia berperilaku tidak sinkron. 
  • Apakah pihak yang berwenang telah mengambil langkah-langkah yang memadai buat mengomunikasikan peraturan-peraturan yang terdapat pada para pihak yang dituju?

e. Interest (Kepentingan)
  • Apakah terdapat kepentingan material atau non material (sosial) yang mensugesti pemegang kiprah dalam bertindak sinkron atau nir sesuai menggunakan aturan yang terdapat?

f. Process (Proses)

Menurut kriteria dan mekanisme apakah dengan proses yang bagaimana – para pelaku kiprah memutuskan buat mematuhi undang-undang atau nir?. Biasanya, apabila sekelompok pelaku peran terdiri menurut perorangan, kategori “proses” membuat beberapa hipotesa yg berguna buat menyebutkan perilaku mereka. Orang-orang umumnya menetapkan sendiri apakah akan mematuhi peraturan atau tidak.
g. Ideology (Idiologi)

Apakah nilai-nilai, norma dan norma-norma yg ada relatif mempengaruhi pemegang peran buat bertindak sesuai atau bertentangan dengan aturan yang terdapat?

Selain ROCCIPI bisa jua dipakai 2 metode yg berdekatan sifat dan prosedur kerjanya, yaitu metode Fishbone serta RIA (Regulatory Impact Assessment). Metode Fishbone bekerja dengan menggunakan riset yang mendalam, segala hal diuji dalam sebuah diskusi yg panjang. Beberapa hal yg diuji merupakan terkait menggunakan men, money, management, method, dan environment. Menjadi berikut :

Men (insan), dilakukan pengujian bagaimana konduite manusia (subyek hukum) melaksanakan atau bertindak sebagai akibatnya muncul perkara.

  • Money (uang/anggaran), pengujian dilakukan dengan mengidentifikasi bagaimanakedudukan aturan pada pelaksanaan aktivitas sehingga mengakibatkan perkara.
  • Management, dilakukan pengujian dan riset apakah pola manajerial baik dari sistem maupun sub sistem bisa mendukung atau nir terhadap aturan-aturan yg terdapat. Perludiperbaharuikah aturan yg usang atau membentuk anggaran yang baru.
  • Method (metode), yang dimaksud metode disini adalah terkait dengan interaksi antarasubyek hukum (pelaku) dengan obyek aturan, bagaimana contoh serta pola hubungannyatersusun dalam sebuah metode.
  • Environment (lingkungan), lingkungan sangat berpengaruh terhadap hadirnya persoalanyang terjadi, lingkungan ini terkait jua imbas berdasarkan luar (globalisasi).

Dalam Metode Fishbone ini dilakukan jika memang analisa terhadap suatu perseteruan timbul ketika suatu peraturan akan diterapkan dalam sebuah proses serta aktivitas suatu pemerintahan.

Sejalan menggunakan Fishbone ini, terdapat juga RIA. RIA lebih mengutamakan pemahaman terhadap segala peraturan dibalik penyusunan peraturan yg baru. RIA umumnya dipakai sebagai agunan buat mendukung pembangunan serta investasi. Bagaimana RIA dipakai?
Penggunaan RIA harus dilakukan riset yg mendalam kenapa peraturan tadi diadakan? Setelah hal tersebut terjawab, apa resikonya bila peraturan tadi diadakan. Jika hal-hal tadi sudah terjawab maka sebuah peraturan akan terlihat baik dan buruknya jika diterapkan dalam rakyat.

Berdasarkan banyak sekali metode pada atas, perancang Peraturan Daerah hendaknya dapat melakukan pilihan yang sempurna mana yang sesuai dengan syarat daerahnya, semua perhitungan sebagaimana masih ada pada metode diatas selalu menekankan partisipasi berdasarkan warga . Tetapi demikian,kekayaan daerah hendaknya sebagai prioritas primer pada penyusunan Peraturan Daerah.

Selanjutnya menurut inventarisasi perkara menurut pendekatan yang dikemukakan diatas, perancang Perda hendaknya menciptakan skala prioritas tentang perseteruan yg wajib dipecahkan secepatnya, konflik yg perlu dipecahkan beserta, serta pertarungan yg sanggup ditunda pemecahannya. Pembuatan skala prioritas merupakan hal yg krusial lantaran dalam umumnya pembuatan Peraturan Daerah sangat terbatas skalanya, sebagai akibatnya nir seluruh konflik bisa dipecahkan. Beberapa kriteria dapat digunakan buat membuat skala prioritas.

Demikian mengenai cara mengidentifikasi gosip serta perkara pada warga yg akan dijadikan bahan untuk pembuatan kebijakan bagi pemerintah daerah. Semoga berguna, terimakasih.

Comments