PENTINGNYA MEMBUAT ROOT PADA SEBUAH PERANGKAT ANDROID

Android adalah sebuah Sistem operasi yang dinamis, dimana dalam OS  ini kita sanggup mengotak-atik isi berdasarkan dalaman OS Android yang berbasis Linux. Kelebihan dalam OS inilah yang membuat Android menjadi OS yang sangat di sukai karena mampu mengeksplorasi kemampuan dan kebutuhan pengguna dalam menggunakan sistem. Namun buat masuk kedalam sistem serta akses ke seluruh hal di dalamnya, kita memerlukan suatu akses atau izin, hak akses inilah yg dinamakan Root. 

Root inilah yang akan membawa kita kedalam akses penuh sistem Android sehingga kita mampu mengotak-atik sendiri sistem baik berdasarkan aplikasi maupun setingan sendiri. Untuk mengetahui lebih jauh tentang pentingnya menciptakan root dalam sebuah perangkat android, berikut kami tampilkan beberapa manfaat serta kegunaan berdasarkan root.


1.memberi hak penuh
Seperti halnya administrator, android yg telah di root memungkinkan buat di modifikasi, serta pada masukkan pelaksanaan sesuai menggunakan yang di butuhkan.

2.menginstal aplikasi yang membutuhkan root
Berbagai aplikasi yg di butuhkan pada android umumnya meminta os android yg telah pada root karena akan melakukan konfigurasi sistem. Hal ini sangat bermanfaat karena banyak sekali aplikasi waktu ini sangat membantu serta memudahkan pengguna pada menunjang kegiatannya.

3.bisa melakukan konfigurasi yg mampu meningkatkan performa Smartphone
Dengan melakukan root serta akses penuh terhadap OS maka kita bisa melakukan banyak sekali cara agar Smartphone kita lebih cepat serta berguna berdasarkan umumnya. Seperti misalnya overclok, uninstal aplikasi bawaan yang tidak berguna.

4.custom ROM
Custom artinya modifikasi dari suatu hal yg baku, custom ROM bisa pada artikan sistem android custom buatan pihak ketiga atau diluar sistem yang di buat pabrik. Sistem ini umumnya pada buat oleh komunitas yg mengasihi dan menggemari coding dan konfigurasi sistem android.

Melihat banyak sekali fungsinya lumrah jika root pada perangkat Android ini memiliki peranan krusial, tetapi satu hal yang perlu pada perhatikan tidak semua konfigurasi sanggup di lakukan, jadi lakukanlah konfigurasi menggunakan cara yang sahih supaya nir merusakk sistem. Sebagai pengguna Android Anda di tuntut kreatif lantaran inilah filosofi berdasarkan OS tersebut, berdasarkan kreatif akan muncul pengetahuan serta kemahiran.

BALANCED SCORECARD UNTUK ORGANISASI PEMERINTAH

Balanced Scorecard Untuk Organisasi Pemerintah
Balanced scorecard adalah metoda yg dikembangkan Kaplan dan Norton buat mengukur setiap aktivitas yang dilakukan sang suatu perusahaan pada rangka merealisasikan tujuan perusahaan tadi. Balanced scorecard semula merupakan kegiatan tersendiri yang terkait menggunakan penentuan sasaran, namun lalu diintegrasikan menggunakan sistem manajemen strategis. Balanced scorecard bahkan dikembangkan lebih lanjut menjadi sarana buat berkomunkasi menurut aneka macam unit pada suatu organisasi. Balanced scorecard juga dikembangkan sebagai alat bagi organisasi buat berfokus dalam strategi. Bagaimana balanced scorecard diterapkan bagi organisasi pemerintah merupakan tujuan menurut penulisan artikel ini. Diskusi tentang hal itu dimulai dengan pembahasan mengenai sistem manajemen strategis.

Sistem Manajemen Strategis
Sistem manajemen strategis adalah proses merumuskan dan mengimplementasikan strategi untuk mewujudkan visi secara terus menerus secara terstruktur. Strategi merupakan pola tindakan terpilih buat mencapai tujuan eksklusif. Pada mulanya, sistem manajemen strategis bercirikan: mengandalkan aturan tahunan, berjangka panjang serta serius dalam kinerja keuangan. Penerapan sistem manajemen strategis yg demikian pada banyak perusahaan swasta mengalami kegagalan. Sebab-sebabnya antara lain: hanya 25% manajer yang mempunyai insentif yg terhubung ke taktik, 60% perusahaan tidak menghubungkan anggarannya ke strategi, 85% menurut tim eksekutif menghabiskan saat kurang menurut satu jam buat membahas taktik tiap bulan, serta hanya 5% pegawai yg tahu strategi.

Namun sistem manajemen strategis tetap diharapkan karena perusahaan dituntut buat berkembang secara bersiklus dan terukur, sebagai akibatnya memerlukan peta bepergian menghadapi masa depan yg nir pasti, memerlukan langkah-langkah strategis, serta perlu mengarahkan kemampuan serta komitmen SDM buat mewujudkan tujuan perusahaan. Balanced scorecard yang dikembangkan oleh Norton serta Kaplan menaruh solusi terhadap tuntutan ini. Peran balanced scorecard pada sistem manajemen strategis merupakan: memperluas perspektif pada setiap termin sistem manajemen strategis, membuat penekanan manajemen menjadi seimbang, mengaitkan berbagai sasaran secara koheren, dan mengukur kinerja secara kuantitatif.

Penggunaan balanced scorecard dalam konteks perusahan partikelir ditujukan buat membuat proses yang produktif dan cost effective, membuat financial return yang berlipat ganda serta berjangka panjang, berbagi asal daya insan yg produktif serta berkomitmen, mewujudkan produk serta jasa yang mampu membentuk value terbaik bagi customer/pelanggan.

Balanced scorecard diyakini bisa membarui taktik sebagai tindakan, berakibat taktik sebagai pusat organisasi, mendorong terjadinya komunikasi yg lebih baik antar karyawan dan manajemen, mempertinggi mutu pengambilan keputusan serta menaruh keterangan peringatan dini, dan membarui budaya kerja. Potensi buat mengganti budaya kerja terdapat lantaran menggunakan balanced scorecard, perusahaan lebih transparan, keterangan bisa diakses menggunakan gampang, pembelajaran organisasi dipercepat, umpan kembali menjadi obyektif, bersiklus, dan sempurna buat organisasi dan individu; dan membangun sikap mencari konsensus lantaran adanya perbedaan awal pada menentukan target, langkah-langkah strategis yg diambil, ukuran yg dipakai, dll.

Kelebihan sistem manajemen strategis berbasis balanced scorecard dibandingkan konsep manajemen yg lain merupakan bahwa dia menerangkan indikator outcome dan output yg kentara, indikator internal dan eksternal, indikator keuangan serta non-keuangan, dan indikator sebab dan akibat. Balanced scorecard paling tepat disusun dalam ketika-ketika tertentu, misalnya waktu terdapat merjer atau akuisisi, ketika terdapat tekanan menurut pemegang saham, waktu akan melaksanakan strategi besar serta ketika organisasi berubah haluan atau akan mendorong proses perubahan. Balanced scorecard juga diterapkan pada situasi-situasi yang rutin, diantaranya: dalam waktu menyusun planning alokasi anggaran, menyusun manajemen kinerja, melakukan pengenalan terhadap kebijakan baru, memperoleh umpan balik , menaikkan kapasitas staf.

Adakah kemungkinan kegagalan pada menerapkan balanced scorecard? Menyusun balanced scorecard bukanlah pekerjaan yg gampang. Banyak organisasi gagal membuat balanced scorecard lantaran aneka macam karena. Sebab-sebab itu diantaranya: nir terdapat komitmen pimpinan, terlalu sedikit staf terlibat, scorecard disimpan saja, proses penyusunan yg lama dan sekali jadi, menganggap balanced scorecard menjadi sebuah proyek, kesalahan memilih konsultan, atau memakai balanced scorecard hanya buat keperluan hadiah kompensasi. 

Siapa yang memakai balanced scorecard? Banyak organisasi swasta, pemerintah dan nirlaba yang telah menggunakan balanced scorecard 60% menurut 1000 organisasi dalam Fortune menggunakan balanced scorecard. Balanced scorecard semakin banyak diadopsi pada Eropa, Australia serta Asia sang organisasi akbar, menengah serta mini . Industri pengguna balanced scorecard sendiri terdiri berdasarkan banyak sekali macam perusahaan, misalnya bank, konstruksi, jasa konsultansi, IT, perminyakan, farmasi, penerbangan, premi, manufacturing, perusahaan dagang dan distribusi. Perusahaan yg memberitahuakn keberhasilan luar biasa sehabis menerapkan balanced scorecard merupakan antara lain: MOBIL Oil yang pada tahun 1993 menempati posisi ke 6 pada provitability, lalu menjadi angka satu dalam periode 1995–1998; CIGNA dalam tahun 1993 rugi $275 M, tahun 1994: sebagai laba sebesar $15 M dan tahun 1997 sebesar $98 M; BROWN & ROOT ENG. Tahun 1993 rugi tetapi tahun 1996 menjadi nomor satu pada pertumbuhan profit.

Konsepsi Balanced Scorecard
Kemunculan gagasan balanced scorecard berawal dari temuan riset Kaplan serta Norton (dari Harvard Business School) pada awal tahun 1990an. Konsep awal balanced scorecard berdasarkan riset tersebut ditulis dalam tahun 1992 di majalah prestisius Harvard Business Review. Pada tahun 1996 Norton dan Kaplan menerbitkan buku The Balanced Scorecard – Translating Strategy into Action, dari pengalaman mereka dalam menerapkan balanced scorecard pada banyak perusahaan di Amerika. Buku ini semakin mempopulerkan balanced scorecard, hingga ke negara-negara di Eropa, Australia dan Asia. Belum usang ini mereka menerbitkan kitab The Strategy Focused Organisation – How BSC Companies Thrive in the New Business Environment (2001). Para penemu serta rekan-rekannya membentuk sebuah lembaga Balanced Scorecard Collaboration buat mempopulerkan penggunaan balanced scorecard dalam aneka macam institusi pada banyak sekali negara. Secara teratur Norton dan Kaplan menyelenggarakan konferensi pada banyak sekali negara buat memperkenalkan serta membahas konsep-konsep terkini mereka. Disayangkan Indonesia hingga saat ini belum bisa menghadirkan pencetus ide balanced scorecard ini, tetapi kursus-kursus dan kitab -kitab mengenai balanced scorecard sudah terdapat, walau masih bersifat terbatas.

Balanced scorecard secara singkat merupakan suatu sistem manajemen buat mengelola implementasi taktik, mengukur kinerja secara utuh, mengkomunikasikan visi, strategi serta sasaran pada stakeholders. Kata balanced pada balanced scorecard merujuk pada konsep ekuilibrium antara aneka macam perspektif, jangka waktu (pendek dan panjang), lingkup perhatian (intern dan ekstern). Kata scorecard mengacu pada planning kinerja organisasi serta bagian-bagiannya serta ukurannya secara kuantitatif.

Balanced scorecard memberi manfaat bagi organisasi pada beberapa cara:
  • menjelaskan visi organisasi
  • menyelaraskan organisasi buat mencapai visi itu
  • mengintegrasikan perencanaan strategis serta alokasi sumber daya
  • meningkatkan efektivitas manajemen menggunakan menyediakan informasi yg sempurna untuk mengarahkan perubahan
Selanjutnya pada menerapkan balanced scorecard, Robert Kaplan dan David Norton, mensyaratkan dipegangnya 5 prinsip utama berikut:
(1) menerjemahkan sistem manajemen strategi berbasis balanced scorecard ke pada terminologi operasional sebagai akibatnya semua orang dapat tahu 
(dua) menghubungkan dan menyelaraskan organisasi menggunakan taktik itu. Ini buat menaruh arah menurut eksekutif pada staf garis depan 
(3) menciptakan strategi merupakan pekerjaan bagi seluruh orang melalui donasi setiap orang dalam implementasi strategis
(4) menciptakan taktik suatu proses terus menerus melalui pembelajaran serta adaptasi organisasi dan 
(lima) melaksanakan rencana perubahan oleh eksekutif guna memobilisasi perubahan.

Penggunaan Balanced Scorecard
Balanced scorecard dipakai pada hampir holistik proses penyusunan planning. Tahapan penyusunan planning dalam dasarnya meliputi enam kegiatan berikut: perumusan taktik, perencanaan strategis, penyusunan acara, penyusunan anggaran, implementasi dan pemantauan.

1. Perumusan Strategi
Tahap ini ditujukan buat membuat misi, visi, keyakinan dan nilai dasar, serta tujuan institusi. Proses perumusan strategi dilakukan secara bertahap, yaitu: analisis eksternal, analisis internal, penentuan jati diri, dan perumusan taktik itu sendiri.

Analisis Eksternal dan Internal
ANALISIS EKSTERNAL terdiri dari analisis lingkungan makro serta mikro. Analisis lingkungan makro bertujuan mengidentifiksasi peluang dan ancaman makro yang berdampak terhadap value yang dihasilkan organisasi pada pelanggan. Obyek pengamatan pada analisis ini adalah diantaranya: kekuatan politik serta hukum, kekuatan ekonomi, kekuatan teknologi, kekuatan sosial, faktor demografi. 

Analisis eksternal mikro diterapkan pada lingkungan yang lebih dekat menggunakan institusi yang bersangkutan. Dalam global perusahaan, lingkungan tersebut adalah industri di mana suatu perusahaan termasuk di dalamnya. Analisis yang dilakukan bisa memakai teori Porter tentang persaingan, yaitu: kekuatan tawar pemasok, ancaman pendatang baru, kekuatan tawar pembeli, ancaman produk atau jasa pengganti.

ANALISIS INTERNAL ditujukan buat merumuskan kekuatan dan kelemahan perusahaan. Kekuatan suatu perusahaan diantaranya: kompetensi yg unik, sumberdaya keuangan yang memadai, keterampilan yang unggul, citra yang baik, keunggulan biaya , kemampuan penemuan tinggi, dll. Sedangkan kelemahan perusahaan diantaranya: nir ada arah taktik yg jelas, posisi persaingan yg kurang baik, fasilitas yg ‘lama ’, kesenjangan kemampuan manajerial, lini produk yang sempit, citra yang kurang baik, dll.

Penentuan Jati Diri
Penentuan jati diri organisasi terdiri menurut perumusan misi, visi, keyakinan dasar, nilai dasar serta tujuan organisasi. 

MISI mengungkapkan lingkup, maksud atau batas usaha organisasi, yaitu kebutuham pelanggan apa yg akan dipenuhi sang organisasi, siapa serta pada mana; serta produk inti apa yg dihasilkan, menggunakan teknologi inti serta kompetensi inti apa. Misi ditulis sederhana, ringkas, terfokus. Unsur-unsur misi mencakup produk inti, kompetensi inti, serta teknologi inti. Yang dimaksud dengan produk inti adalah barang atau jasa yg dipersepsi bernilai tinggi sang pelanggan, berupa komponen kunci dilindungi hak paten serta menghasilkan keuntungan terbesar. Kompetensi inti merupakan kemampuan kunci yg dimiliki organisasi pada membentuk produk inti. Sedang teknologi inti adalah know-how, perangkat keras serta software yg menjadi basis kompetensi inti.

Beberapa contoh misi adalah sebagai berikut.
“To engineer, produce, and market the world’s finest automobiles, known for uncompromised levels of distinctiveness, comfort, convenience, and refined performance.” (Cadillac Motor Co.)

“To produce outstanding financial returns by providing totally reliable, competitively superior global air-ground transportation of high priority goods and document that require rapid, time-sensitive delivery.” (FedEx).

VISI mendeskripsikan akan menjadi apa suatu organisasi pada masa depan. Ia bersifat sederhana, menumbuhkan rasa wajib , memberikan tantangan, mudah dan realistik, dan ditulis pada satu kalimat pendek. Contoh-contoh visi merupakan:

“We will be an outstanding company by exceeding pelanggan expectations through empowered people, guided by shared values.” (PepsiCo.)

“From managing a world-group port, we shall grow into world-class corporation with network of perts, logistics and related businesses throughout the world. We shall be recognized everywhere for quality and value.” (Otoritas Pelabuhan Singapore).

“Menjadi perusahaan jasa konsultan perencana angka satu di Jakarta.”

“Menjadi BPR terbesar, andal dan dihargai di Cianjur Selatan.”

Visi perlu diperinci dalam banyak sekali perspektif. Dalam perspektif finansial, misalnya: “Kami akan menyerahkan nilai superior jangka panjang secara konsisten pada pemegang saham”. Dalam perspektif pelanggan: “Kami akan menaruh nilai terbaik dalam setiap penawaran yang memenuhi kebutuhan pelanggan pada pasar yang dipilih buat dilayani.” Dalam perspektif proses internal: “Kami akan meningkatkan nilai pelanggan melalui berfikir pulang, menaikkan serta memperlancar (mengefisienkan) proses bisnis kami.” Dalam perspektif pembelajaran serta pertumbuhan: “Kami akan selalu berfikir tentang pelanggan serta bangga sebagai orang yang bertanggungjawab terhadap pelanggan.”

KEYAKINAN DASAR merupakan pernyataan yg perlu dipegang direksi dan karyawan pada menghadapi kendala serta ketidakpastian. Pernyataan ini buat mendorong semangat manajemen dan karyawan dalam menghadapi kendala dan ketidakpastian. Contoh: “We believe that customer service and satisfaction are mendasar to any succesful long-term partnership. We shall provide our customers with service of high quality and at the right price.” (PSA Co.)

NILAI DASAR adalah buat membimbing manajemen serta karyawan dalam menetapkan pilihan yang bisa muncul setiap saat. Contoh: nilai dasar PepsiCo merupakan: Diversity – menghargai disparitas setiap orang, Integrity – melakukan apa yg dikatakan, Honesty – berbicara terbuka serta bekerja keras tahu serta menyelesaikan kasus, Teamwork – bekerja untuk memenuhi kebutuhan pelanggan, Accountability – kesungguhan memenuhi asa, Balance – menghargai keputusan seorang buat mencapai ekuilibrium dalam hidup.

TUJUAN merupakan pernyataan tentang apa yang akan diwujudkan menjadi pembagian terstruktur mengenai visi organisasi. Tujuan dijabarkan pada empat perpektif juga: Apa tujuan yg berkaitan dengan perspektif pelanggan? Apa tujuan yg berkaitan dengan perspektif finansial ? Apa proses bisnis internal yang akan mendukung pencapaian tujuan pelanggan serta finansial? Apa tujuan yang berkaitan menggunakan perspektif pembelajaran serta pertumbuhan? 

Contoh-model pernyataan tujuan merupakan: “Menjadi perusahaan jasa konstruksi paling menguntungkan pada Indonesia pada tahun 2005 dari keunggulan pada manajemen, teknologi, serta sumber daya manusia.” ”Mencapai oplah 100.000 eksemplar pada tahun 2006.” “Membangun 15.000 unit RSS per tahun sejak tahun 2007 dengan contoh yang paling diminati, didukung teknologi terbaik, dilaksanakan oleh pekerja bangunan yg handal serta berkomitmen.” 

Perumusan Strategi
Strategi dibentuk pada beberapa strata: tingkat organisasi, taraf unit bisnis, serta taraf fungsional. Dalam memilih taktik perlu dikenali penghalang intern yg dihadapi, antara lain management barrier: pada mana management system didisain secara tradisional buat pengawasan aplikasi aktivitas dan terkait dengan anggaran, bukan taktik, vision barrier: dimana taktik sering tidak dimengerti oleh mereka yang wajib menerapkannya, operational barrier: dimana proses-proses krusial tidak dibuat buat menggerakkan taktik, dan people barrier: dimana tujuan orang per orang, peningkatan kemampuan serta pengetahuan karyawan nir terkait menggunakan implementasi strategi organisasi.

Strategi yg baik umumnya mengikuti kriteria menjadi berikut: konsisten secara intern, realistik, berfokus dalam pencarian peluang serta penyelesaian akar kasus, menaikkan customer value, menonjolkan keunggulan kompetitif, fleksibel, gampang dilaksanakan pada perusahaan, serta tanggap terhadap lingkungan eksternal.

2. Perencanaan Strategis
Perencanaan strategis mencakup proses penentuan target, tolok ukur, sasaran dan inisiatif.
SASARAN merupakan syarat masa depan yg dituju. Sasaran bersifat komprehensif: sesuai menggunakan tujuan serta taktik, merumuskan sasaran secara koheren, seimbang dan saling mendukung. Beberapa pedoman dalam menentukan target adalah: sasaran harus menentukan hasil tunggal terukur yg wajib dicapai, target wajib memilih sasaran tunggal atau rentang waktu buat penyelesaian, target harus memilih faktor-faktor porto maksimum, target harus sedapat mungkin khusus dan kuantitatif (serta sang karena itu sanggup diukur dan dapat diuji), target harus menentukan hanya apa dan kapan; harus menghindari spekulasi kata mengapa dan bagaimana, target harus dalam arah mendukung, atau sesuai dengan, planning strategis organisasi serta planning tingkat tinggi lainnya, dan sasaran harus realistik dan bisa dicapai, namun tetap mendeskripsikan tantangan yang berat. Antara visi, tujuan dan sasaran harus saling terkait dalan alur logikanya kentara. 

Sasaran pula wajib dijabarkan dalam berbagai perspektif. Contoh: Perspektif finansial: “Kami akan mencapai suatu output total yg secara konsisten akan menempatkan perusahaan kami diantara 125 organisasi zenit yang terdaftar pada the S&P 500”. Perspektif pelanggan: “Kami akan secara terus-menerus menaikkan persepsi pelanggan mengenai nilai-nilai yg ditawarkan perusahaan kami sehingga jumlah pelanggan yg tidak memberikan nilai “sangat baik” akan menurun sebesar 40% ketika melakukan survei pelanggan dalam tahun 1998”. Perspektif proses internal: “Pada tahun 1998, rasio porto total operasional kami akan turun sepertiga (33,33%)”. Perspektif pertumbuhan dan pembelajaran: “Sasaran kami adalah peningkatan tahunan pada skor yang ditetapkan sang survei benchmark. Selain itu, kami akan memantau kemajuan kami melalu pengumpulan opini karyawan, baik secara formal juga non-formal, secara periodik”.

TOLOK UKUR merupakan alat buat mengukur kemajuan sasaran. Tolok ukur terdiri berdasarkan dua jenis: tolok ukur output (lag indicator) dan tolok ukur pemacu kinerja (lead indicator). Keduanya merupakan key performance indicators. Indikator kinerja kunci wajib adalah faktor-faktor yang mampu diukur, masuk secara logis dalam area output kunci tertentu yg sasarannya kentara, mengidentifikasi apa yang akan diukur, bukan berapa poly atau ke arah mana, adalah faktor-faktor yg dapat ditelusuri asalnya (tracked) secara monoton sampai tingkat yang memungkinkan. 

Jika outcome indicator serius dalam hasil-hasil kinerja pada akhir periode saat atau aktivitas serta merefleksikan keberhasilan masa kemudian atau kegiatan-kegiatan serta keputusan-keputusan yang sudah dilaksanakan, maka hasil indicator mengukur proses-proses serta aktivitas-kegiatan antara dan hipotesis menurut interaksi karena-akibat strategik. Contoh ukuran hasil pada konteks peningkatan profit: pertumbuhan pendapatan, sedang ukuran pemacunya: revenue mix. Dalam konteks mempertinggi agama pelanggan, ukuran output: persentase pendapatan dari pelanggan baru, sedang berukuran pemacu: pertumbuhan pelanggan baru.

TARGET berfungsi menaruh usaha tambahan namun nir bersifat melemahkan semangat, berjangka waktu dua sampai 5 tahun agar memberikan banyak waktu buat melakukan terobosan, membatasi banyak target, berfokus pada terobosan dalam satu atau 2 area kunci, tergantung pada nilai (value), kesenjangan (gap), ketepatan ketika (timeliness), hasrat/harapan (appetite), keterampilan (skill). Target dapat ditentukan dengan memakai hasil benchmarking. Benchmarking adalah buat menerima liputan praktek terbaik, buat membentuk suatu masalah yg jelas guna mengkomunikasikan betapa pentingnya mencapai target-target itu. 

INISIATIF adalah langkah-langkah jangka panjang buat mencapai tujuan. Inisiatif nir wajib spesifik dalam satu bagian, namun dapat bersifat lintas fungsi/bagian, mengindentifikasi hal-hal krusial yang harus dilakukan oleh organisasi supaya mencapai tujuan, harus kentara agar manajer dan karyawan dapat memilih planning yg diperlukan, dan memperkirakan sumberdaya yg diharapkan buat mendukung pencapaian taktik secara keseluruhan.

3. Penyusunan Program
Proses penyusunan program merupakan: menjabarkan inisiatif sebagai beberapa program yg akan dilaksanakan beberapa tahun yad., memperkirakan investasi yang dibutuhkan buat setiap acara, menghitung perkiraan penerimaan yang dapat diperoleh dan menghitung asumsi keuntungan/output yg akan diperoleh.

4. Penyusunan Anggaran
Penyusunan aturan bertujuan buat memilih kegiatan tahun berikutnya serta asal daya yg diperlukan. Anggaran disusun berdasarkan iniatif yang telah dirumuskan. Anggaran yg baik merupakan: adalah planning tindakan jelas, adalah planning satu-2 tahunan, menguraikan porto yg diharapkan, mengidentifikasi pencapaian terpenting aktivitas tsb., menjelaskan siapa yg akan bertanggung jawab, menjadi referensi menyusun planning kinerja individual, ditulis secara singkat namun lengkap, alat buat memantau kinerja dan diperbarui jika terjadi perubahan-perubahan. Dengan sdemikian balanced scorecard mendukung suatu sistem manajemen yang lengkap menggunakan mengkaitkan strategi jangka panjang ke penganggaran tahunan.

BALANCED SCORECARD UNTUK ORGANISASI PEMERINTAH

Balanced Scorecard Untuk Organisasi Pemerintah
Balanced scorecard merupakan metoda yg dikembangkan Kaplan serta Norton buat mengukur setiap aktivitas yg dilakukan sang suatu perusahaan dalam rangka merealisasikan tujuan perusahaan tersebut. Balanced scorecard semula merupakan aktivitas tersendiri yang terkait menggunakan penentuan target, tetapi lalu diintegrasikan dengan sistem manajemen strategis. Balanced scorecard bahkan dikembangkan lebih lanjut menjadi sarana buat berkomunkasi menurut berbagai unit pada suatu organisasi. Balanced scorecard jua dikembangkan menjadi indera bagi organisasi buat berfokus dalam taktik. Bagaimana balanced scorecard diterapkan bagi organisasi pemerintah merupakan tujuan dari penulisan artikel ini. Diskusi mengenai hal itu dimulai dengan pembahasan tentang sistem manajemen strategis.

Sistem Manajemen Strategis
Sistem manajemen strategis adalah proses merumuskan serta mengimplementasikan taktik buat mewujudkan visi secara terus menerus secara terstruktur. Strategi merupakan pola tindakan terpilih buat mencapai tujuan eksklusif. Pada mulanya, sistem manajemen strategis bercirikan: mengandalkan anggaran tahunan, berjangka panjang serta berfokus dalam kinerja keuangan. Penerapan sistem manajemen strategis yg demikian di banyak perusahaan swasta mengalami kegagalan. Sebab-sebabnya antara lain: hanya 25% manajer yang mempunyai insentif yang terhubung ke taktik, 60% perusahaan nir menghubungkan anggarannya ke strategi, 85% dari tim eksekutif menghabiskan waktu kurang menurut satu jam untuk membahas strategi tiap bulan, dan hanya lima% pegawai yang memahami taktik.

Namun sistem manajemen strategis permanen diharapkan karena perusahaan dituntut buat berkembang secara terencana dan terukur, sehingga memerlukan peta perjalanan menghadapi masa depan yg tidak pasti, memerlukan langkah-langkah strategis, serta perlu mengarahkan kemampuan dan komitmen SDM buat mewujudkan tujuan perusahaan. Balanced scorecard yang dikembangkan oleh Norton serta Kaplan menaruh solusi terhadap tuntutan ini. Peran balanced scorecard dalam sistem manajemen strategis adalah: memperluas perspektif dalam setiap termin sistem manajemen strategis, menciptakan fokus manajemen sebagai seimbang, mengaitkan aneka macam sasaran secara koheren, dan mengukur kinerja secara kuantitatif.

Penggunaan balanced scorecard pada konteks perusahan partikelir ditujukan untuk menghasilkan proses yang produktif dan cost effective, membuat financial return yang berlipat ganda dan berjangka panjang, membuatkan asal daya manusia yg produktif dan berkomitmen, mewujudkan produk serta jasa yg bisa membentuk value terbaik bagi customer/pelanggan.

Balanced scorecard diyakini bisa mengganti taktik sebagai tindakan, mengakibatkan strategi sebagai pusat organisasi, mendorong terjadinya komunikasi yg lebih baik antar karyawan serta manajemen, menaikkan mutu pengambilan keputusan serta menaruh warta peringatan dini, dan mengubah budaya kerja. Potensi buat mengubah budaya kerja ada karena dengan balanced scorecard, perusahaan lebih transparan, fakta bisa diakses menggunakan mudah, pembelajaran organisasi dipercepat, umpan kembali menjadi obyektif, bersiklus, serta tepat buat organisasi dan individu; dan menciptakan perilaku mencari konsensus lantaran adanya perbedaan awal pada menentukan sasaran, langkah-langkah strategis yg diambil, ukuran yang dipakai, dll.

Kelebihan sistem manajemen strategis berbasis balanced scorecard dibandingkan konsep manajemen yg lain merupakan bahwa beliau menampakan indikator outcome dan hasil yg kentara, indikator internal serta eksternal, indikator keuangan dan non-keuangan, dan indikator sebab dan akibat. Balanced scorecard paling sempurna disusun dalam ketika-waktu eksklusif, misalnya saat terdapat merjer atau akuisisi, ketika terdapat tekanan berdasarkan pemegang saham, waktu akan melaksanakan taktik besar dan ketika organisasi berubah haluan atau akan mendorong proses perubahan. Balanced scorecard pula diterapkan dalam situasi-situasi yg rutin, antara lain: pada waktu menyusun planning alokasi anggaran, menyusun manajemen kinerja, melakukan sosialisasi terhadap kebijakan baru, memperoleh umpan pulang, menaikkan kapasitas staf.

Adakah kemungkinan kegagalan dalam menerapkan balanced scorecard? Menyusun balanced scorecard bukanlah pekerjaan yang mudah. Banyak organisasi gagal menciptakan balanced scorecard karena banyak sekali sebab. Sebab-sebab itu diantaranya: nir terdapat komitmen pimpinan, terlalu sedikit staf terlibat, scorecard disimpan saja, proses penyusunan yg lama serta sekali jadi, menduga balanced scorecard menjadi sebuah proyek, kesalahan menentukan konsultan, atau menggunakan balanced scorecard hanya untuk keperluan pemberian kompensasi. 

Siapa yg memakai balanced scorecard? Banyak organisasi partikelir, pemerintah dan nirlaba yang telah menggunakan balanced scorecard 60% berdasarkan 1000 organisasi pada Fortune menggunakan balanced scorecard. Balanced scorecard semakin poly diadopsi di Eropa, Australia serta Asia sang organisasi akbar, menengah serta kecil. Industri pengguna balanced scorecard sendiri terdiri menurut banyak sekali macam perusahaan, misalnya bank, konstruksi, jasa konsultansi, IT, perminyakan, farmasi, penerbangan, iuran pertanggungan, manufacturing, perusahaan dagang dan distribusi. Perusahaan yang menampakan keberhasilan luar biasa setelah menerapkan balanced scorecard merupakan diantaranya: MOBIL Oil yg dalam tahun 1993 menempati posisi ke 6 pada provitability, lalu sebagai nomor satu pada periode 1995–1998; CIGNA pada tahun 1993 rugi $275 M, tahun 1994: menjadi untung sebanyak $15 M dan tahun 1997 sebanyak $98 M; BROWN & ROOT ENG. Tahun 1993 rugi tetapi tahun 1996 sebagai nomor satu dalam pertumbuhan profit.

Konsepsi Balanced Scorecard
Kemunculan gagasan balanced scorecard berawal dari temuan riset Kaplan dan Norton (dari Harvard Business School) dalam athun baru 1990an. Konsep awal balanced scorecard berdasarkan riset tersebut ditulis dalam tahun 1992 pada majalah prestisius Harvard Business Review. Pada tahun 1996 Norton serta Kaplan menerbitkan buku The Balanced Scorecard – Translating Strategy into Action, dari pengalaman mereka pada menerapkan balanced scorecard dalam poly perusahaan pada Amerika. Buku ini semakin mempopulerkan balanced scorecard, sampai ke negara-negara di Eropa, Australia serta Asia. Belum usang ini mereka menerbitkan kitab The Strategy Focused Organisation – How BSC Companies Thrive in the New Business Environment (2001). Para penemu dan rekan-rekannya membangun sebuah lembaga Balanced Scorecard Collaboration buat mempopulerkan penggunaan balanced scorecard dalam banyak sekali institusi pada berbagai negara. Secara teratur Norton dan Kaplan menyelenggarakan konferensi di berbagai negara buat memperkenalkan dan membahas konsep-konsep terbaru mereka. Disayangkan Indonesia hingga ketika ini belum sanggup menghadirkan pencetus wangsit balanced scorecard ini, namun kursus-kursus dan buku-buku mengenai balanced scorecard telah ada, walau masih bersifat terbatas.

Balanced scorecard secara singkat merupakan suatu sistem manajemen buat mengelola implementasi taktik, mengukur kinerja secara utuh, mengkomunikasikan visi, strategi serta target pada stakeholders. Kata balanced dalam balanced scorecard merujuk dalam konsep keseimbangan antara banyak sekali perspektif, jangka ketika (pendek dan panjang), lingkup perhatian (intern serta ekstern). Kata scorecard mengacu pada rencana kinerja organisasi serta bagian-bagiannya serta ukurannya secara kuantitatif.

Balanced scorecard memberi manfaat bagi organisasi dalam beberapa cara:
  • menjelaskan visi organisasi
  • menyelaraskan organisasi buat mencapai visi itu
  • mengintegrasikan perencanaan strategis serta alokasi sumber daya
  • meningkatkan efektivitas manajemen menggunakan menyediakan fakta yang tepat buat mengarahkan perubahan
Selanjutnya dalam menerapkan balanced scorecard, Robert Kaplan dan David Norton, mensyaratkan dipegangnya 5 prinsip primer berikut:
(1) menerjemahkan sistem manajemen strategi berbasis balanced scorecard ke pada terminologi operasional sebagai akibatnya semua orang bisa tahu 
(dua) menghubungkan serta menyelaraskan organisasi menggunakan strategi itu. Ini buat memberikan arah menurut eksekutif kepada staf garis depan 
(tiga) membuat taktik adalah pekerjaan bagi seluruh orang melalui donasi setiap orang pada implementasi strategis
(4) menciptakan strategi suatu proses terus menerus melalui pembelajaran serta adaptasi organisasi serta 
(lima) melaksanakan agenda perubahan oleh eksekutif guna memobilisasi perubahan.

Penggunaan Balanced Scorecard
Balanced scorecard digunakan dalam hampir keseluruhan proses penyusunan planning. Tahapan penyusunan rencana dalam dasarnya mencakup enam kegiatan berikut: perumusan taktik, perencanaan strategis, penyusunan acara, penyusunan anggaran, implementasi dan pemantauan.

1. Perumusan Strategi
Tahap ini ditujukan buat membentuk misi, visi, keyakinan serta nilai dasar, dan tujuan institusi. Proses perumusan taktik dilakukan secara bertahap, yaitu: analisis eksternal, analisis internal, penentuan jati diri, serta perumusan strategi itu sendiri.

Analisis Eksternal dan Internal
ANALISIS EKSTERNAL terdiri dari analisis lingkungan makro dan mikro. Analisis lingkungan makro bertujuan mengidentifiksasi peluang serta ancaman makro yang berdampak terhadap value yg dihasilkan organisasi pada pelanggan. Obyek pengamatan pada analisis ini adalah antara lain: kekuatan politik dan hukum, kekuatan ekonomi, kekuatan teknologi, kekuatan sosial, faktor demografi. 

Analisis eksternal mikro diterapkan pada lingkungan yg lebih dekat menggunakan institusi yg bersangkutan. Dalam dunia perusahaan, lingkungan tersebut adalah industri di mana suatu perusahaan termasuk pada dalamnya. Analisis yang dilakukan bisa menggunakan teori Porter mengenai persaingan, yaitu: kekuatan tawar pemasok, ancaman pendatang baru, kekuatan tawar pembeli, ancaman produk atau jasa pengganti.

ANALISIS INTERNAL ditujukan buat merumuskan kekuatan serta kelemahan perusahaan. Kekuatan suatu perusahaan diantaranya: kompetensi yg unik, sumberdaya keuangan yang memadai, keterampilan yang unggul, gambaran yang baik, keunggulan biaya , kemampuan penemuan tinggi, dll. Sedangkan kelemahan perusahaan diantaranya: nir ada arah taktik yang kentara, posisi persaingan yang kurang baik, fasilitas yg ‘usang’, kesenjangan kemampuan manajerial, lini produk yang sempit, citra yg kurang baik, dll.

Penentuan Jati Diri
Penentuan jati diri organisasi terdiri berdasarkan perumusan misi, visi, keyakinan dasar, nilai dasar serta tujuan organisasi. 

MISI mengungkapkan lingkup, maksud atau batas bisnis organisasi, yaitu kebutuham pelanggan apa yg akan dipenuhi oleh organisasi, siapa dan di mana; serta produk inti apa yang dihasilkan, menggunakan teknologi inti serta kompetensi inti apa. Misi ditulis sederhana, ringkas, terfokus. Unsur-unsur misi meliputi produk inti, kompetensi inti, serta teknologi inti. Yang dimaksud dengan produk inti adalah barang atau jasa yg dipersepsi bernilai tinggi sang pelanggan, berupa komponen kunci dilindungi hak paten serta menghasilkan keuntungan terbesar. Kompetensi inti adalah kemampuan kunci yang dimiliki organisasi dalam membentuk produk inti. Sedang teknologi inti adalah know-how, perangkat keras serta software yang sebagai basis kompetensi inti.

Beberapa contoh misi adalah menjadi berikut.
“To engineer, produce, and market the world’s finest automobiles, known for uncompromised levels of distinctiveness, comfort, convenience, and refined performance.” (Cadillac Motor Co.)

“To produce outstanding financial returns by providing totally reliable, competitively superior dunia air-ground transportation of high priority goods and document that require rapid, time-sensitive delivery.” (FedEx).

VISI mendeskripsikan akan menjadi apa suatu organisasi di masa depan. Ia bersifat sederhana, menumbuhkan rasa harus, memberikan tantangan, simpel dan realistik, dan ditulis dalam satu kalimat pendek. Contoh-contoh visi adalah:

“We will be an outstanding company by exceeding pelanggan expectations through empowered people, guided by shared values.” (PepsiCo.)

“From managing a world-group port, we shall grow into world-class corporation with network of perts, logistics and related businesses throughout the world. We shall be recognized everywhere for quality and value.” (Otoritas Pelabuhan Singapore).

“Menjadi perusahaan jasa konsultan perencana angka satu di Jakarta.”

“Menjadi BPR terbesar, andal dan dihargai pada Cianjur Selatan.”

Visi perlu diperinci dalam banyak sekali perspektif. Dalam perspektif finansial, misalnya: “Kami akan menyerahkan nilai superior jangka panjang secara konsisten pada pemegang saham”. Dalam perspektif pelanggan: “Kami akan menaruh nilai terbaik pada setiap penawaran yg memenuhi kebutuhan pelanggan pada pasar yang dipilih buat dilayani.” Dalam perspektif proses internal: “Kami akan menaikkan nilai pelanggan melalui berfikir kembali, menaikkan serta memperlancar (mengefisienkan) proses bisnis kami.” Dalam perspektif pembelajaran serta pertumbuhan: “Kami akan selalu berfikir mengenai pelanggan dan bangga menjadi orang yang bertanggungjawab terhadap pelanggan.”

KEYAKINAN DASAR merupakan pernyataan yg perlu dipegang direksi serta karyawan pada menghadapi hambatan serta ketidakpastian. Pernyataan ini buat mendorong semangat manajemen dan karyawan dalam menghadapi hambatan dan ketidakpastian. Contoh: “We believe that customer service and satisfaction are mendasar to any succesful long-term partnership. We shall provide our customers with service of high quality and at the right price.” (PSA Co.)

NILAI DASAR merupakan buat membimbing manajemen serta karyawan pada memutuskan pilihan yg dapat timbul setiap ketika. Contoh: nilai dasar PepsiCo adalah: Diversity – menghargai perbedaan setiap orang, Integrity – melakukan apa yang dikatakan, Honesty – berbicara terbuka dan bekerja keras tahu serta menyelesaikan masalah, Teamwork – bekerja untuk memenuhi kebutuhan pelanggan, Accountability – kesungguhan memenuhi asa, Balance – menghargai keputusan seseorang buat mencapai keseimbangan dalam hayati.

TUJUAN adalah pernyataan tentang apa yang akan diwujudkan sebagai penjabaran visi organisasi. Tujuan dijabarkan dalam empat perpektif jua: Apa tujuan yang berkaitan menggunakan perspektif pelanggan? Apa tujuan yang berkaitan menggunakan perspektif finansial ? Apa proses bisnis internal yang akan mendukung pencapaian tujuan pelanggan dan finansial? Apa tujuan yg berkaitan menggunakan perspektif pembelajaran serta pertumbuhan? 

Contoh-contoh pernyataan tujuan merupakan: “Menjadi perusahaan jasa konstruksi paling menguntungkan di Indonesia pada tahun 2005 berdasarkan keunggulan dalam manajemen, teknologi, serta asal daya manusia.” ”Mencapai oplah 100.000 eksemplar pada tahun 2006.” “Membangun 15.000 unit RSS per tahun sejak tahun 2007 dengan model yang paling diminati, didukung teknologi terbaik, dilaksanakan sang pekerja bangunan yg handal dan berkomitmen.” 

Perumusan Strategi
Strategi dibuat pada beberapa strata: tingkat organisasi, taraf unit usaha, dan tingkat fungsional. Dalam menentukan taktik perlu dikenali penghalang intern yg dihadapi, diantaranya management barrier: di mana management system didisain secara tradisional untuk supervisi aplikasi aktivitas dan terkait dengan anggaran, bukan strategi, vision barrier: dimana taktik seringkali nir dimengerti sang mereka yg wajib menerapkannya, operational barrier: dimana proses-proses penting tidak dibentuk buat menggerakkan taktik, dan people barrier: dimana tujuan orang per orang, peningkatan kemampuan dan pengetahuan karyawan tidak terkait dengan implementasi taktik organisasi.

Strategi yg baik umumnya mengikuti kriteria sebagai berikut: konsisten secara intern, realistik, serius pada pencarian peluang dan penyelesaian akar kasus, menaikkan customer value, menonjolkan keunggulan kompetitif, fleksibel, gampang dilaksanakan pada perusahaan, serta tanggap terhadap lingkungan eksternal.

2. Perencanaan Strategis
Perencanaan strategis meliputi proses penentuan target, tolok ukur, target serta inisiatif.
SASARAN adalah kondisi masa depan yg dituju. Sasaran bersifat komprehensif: sesuai menggunakan tujuan serta strategi, merumuskan target secara koheren, seimbang serta saling mendukung. Beberapa pedoman pada menentukan target adalah: sasaran harus memilih hasil tunggal terukur yg wajib dicapai, sasaran wajib memilih sasaran tunggal atau rentang saat untuk penyelesaian, sasaran wajib menentukan faktor-faktor porto maksimum, sasaran wajib sedapat mungkin spesifik dan kuantitatif (dan oleh karenanya sanggup diukur serta dapat diuji), target wajib menentukan hanya apa serta kapan; harus menghindari spekulasi kata mengapa serta bagaimana, target wajib pada arah mendukung, atau sinkron dengan, rencana strategis organisasi serta planning taraf tinggi lainnya, dan target harus realistik dan dapat dicapai, tetapi tetap mendeskripsikan tantangan yang berat. Antara visi, tujuan dan sasaran wajib saling terkait dalan alur logikanya jelas. 

Sasaran juga wajib dijabarkan dalam berbagai perspektif. Contoh: Perspektif finansial: “Kami akan mencapai suatu output total yang secara konsisten akan menempatkan perusahaan kami diantara 125 organisasi puncak yang terdaftar pada the S&P 500”. Perspektif pelanggan: “Kami akan secara terus-menerus menaikkan persepsi pelanggan mengenai nilai-nilai yg ditawarkan perusahaan kami sehingga jumlah pelanggan yang tidak memberikan nilai “sangat baik” akan menurun sebanyak 40% saat melakukan survei pelanggan pada tahun 1998”. Perspektif proses internal: “Pada tahun 1998, rasio biaya total operasional kami akan turun 1/3 (33,33%)”. Perspektif pertumbuhan serta pembelajaran: “Sasaran kami adalah peningkatan tahunan dalam skor yg ditetapkan oleh survei benchmark. Selain itu, kami akan memantau kemajuan kami melalu pengumpulan opini karyawan, baik secara formal maupun non-formal, secara periodik”.

TOLOK UKUR merupakan indera buat mengukur kemajuan sasaran. Tolok ukur terdiri menurut dua jenis: tolok ukur output (lag indicator) dan tolok ukur pemacu kinerja (lead indicator). Keduanya merupakan key performance indicators. Indikator kinerja kunci harus adalah faktor-faktor yang bisa diukur, masuk secara logis pada area hasil kunci tertentu yang sasarannya kentara, mengidentifikasi apa yang akan diukur, bukan berapa poly atau ke arah mana, adalah faktor-faktor yang bisa ditelusuri asalnya (tracked) secara monoton sampai taraf yang memungkinkan. 

Jika outcome indicator berfokus pada hasil-hasil kinerja pada akhir periode waktu atau aktivitas serta merefleksikan keberhasilan masa kemudian atau kegiatan-aktivitas serta keputusan-keputusan yg telah dilaksanakan, maka output indicator mengukur proses-proses serta aktivitas-kegiatan antara dan hipotesis berdasarkan hubungan sebab-dampak strategik. Contoh berukuran output pada konteks peningkatan profit: pertumbuhan pendapatan, sedang ukuran pemacunya: revenue mix. Dalam konteks menaikkan kepercayaan pelanggan, ukuran output: persentase pendapatan berdasarkan pelanggan baru, sedang berukuran pemacu: pertumbuhan pelanggan baru.

TARGET berfungsi memberikan usaha tambahan namun tidak bersifat melemahkan semangat, berjangka ketika dua hingga lima tahun agar menaruh poly saat untuk melakukan terobosan, membatasi poly sasaran, berfokus pada terobosan pada satu atau 2 area kunci, tergantung pada nilai (value), kesenjangan (gap), ketepatan waktu (timeliness), asa/asa (appetite), keterampilan (skill). Target bisa ditentukan dengan memakai hasil benchmarking. Benchmarking merupakan buat menerima fakta praktek terbaik, untuk membentuk suatu perkara yang jelas guna mengkomunikasikan betapa pentingnya mencapai sasaran-sasaran itu. 

INISIATIF merupakan langkah-langkah jangka panjang untuk mencapai tujuan. Inisiatif tidak harus spesifik pada satu bagian, namun bisa bersifat lintas fungsi/bagian, mengindentifikasi hal-hal krusial yang harus dilakukan sang organisasi supaya mencapai tujuan, wajib jelas supaya manajer serta karyawan dapat menentukan planning yg diharapkan, dan memperkirakan sumberdaya yang dibutuhkan buat mendukung pencapaian taktik secara holistik.

3. Penyusunan Program
Proses penyusunan program merupakan: menjabarkan inisiatif sebagai beberapa program yg akan dilaksanakan beberapa tahun yad., memperkirakan investasi yg dibutuhkan buat setiap program, menghitung asumsi penerimaan yang bisa diperoleh serta menghitung perkiraan laba/output yg akan diperoleh.

4. Penyusunan Anggaran
Penyusunan anggaran bertujuan buat menentukan kegiatan tahun berikutnya serta asal daya yang diperlukan. Anggaran disusun dari iniatif yg telah dirumuskan. Anggaran yang baik adalah: merupakan rencana tindakan terperinci, merupakan planning satu-dua tahunan, menguraikan biaya yg diharapkan, mengidentifikasi pencapaian terpenting aktivitas tsb., mengungkapkan siapa yg akan bertanggung jawab, sebagai referensi menyusun rencana kinerja individual, ditulis secara singkat namun lengkap, indera untuk memantau kinerja serta diperbarui apabila terjadi perubahan-perubahan. Dengan sdemikian balanced scorecard mendukung suatu sistem manajemen yg lengkap dengan mengkaitkan strategi jangka panjang ke penganggaran tahunan.

PENELITIAN DAN PRAKTEK MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA

Penelitian Dan Praktek Manajemen Sumber Daya Manusia
Transformasi merupakan suatu proses buat membarui input sebagai suatu hasil yg memiliki nilai bagi suatu organisasi. Budaya organisasi dalam mensugesti kemampuan menyesuaikan diri terhadap suatu perubahan yang dianggap menggunakan adaptasi, tetapi seringkali sekali budaya usang tidak menaruh nilai-nilai yang sinkron dengan lingkungan baru. Dalam konteks ini, organisasi wajib memahami dan mengikuti keadaan menggunakan nilai-nilai baru, proses manajemen, dan cara berkomunikasi yang dibuat menunjang perubahan dan bisa dilaksanakan secara efektif (Bruss & Ross, 1993). Dalam organisasi yg mengalami suatu perubahan baru, anggota dalam organisasi pada umumnya mengembangkan tujuan sehingga bisa berhubungan dengan baik tanpa harus bersaing satu sama lain (Choi & Lee, 2002; Andrew & Stalick, 1994). 

Berbagi pengetahuan pada organisasi akan menaruh kontribusi terhadap kinerja organisasi terutama dalam peningkatan kualitas layanan Matzler et. Al., (2008). Budaya organisasi dalam membuatkan pengetahuan akan memberikan dukungan terhadap karyawan dalam menaikkan kemampuannya melalui training dalam grup diskusi buat mengembangkan pengetahuan. Pada penelitian ini menggunakan teori Detert et., al (2000) dalam melakukan evaluasi dampak budaya organisasi terhadap karyawan (termasuk key user) dalam mendukung keberhasilan implementasi suatu program inovasi. 

Kegiatan-aktivitas yang dilakukan sang para pimpinan disuatu organisasi secara individu juga gerombolan supaya dapat menggerakkan kemampuan organisasi pada membentuk daya saing melalui berbagi pengetahuan dengan departemen lain, mengikuti training serta diskusi (Slater & Narver, 1995). Sharing knowledge akan eningkatkan pemahaman antara sesama anggota sebagai akibatnya antara anggota akan saling mendukung dan menaikkan kinerja dan akhirnya akan menemukan proses kerja yg terbaik bagi organsiasi. Sedangkan penelitian Matzler et. Al., (2008) yg menyatakan bahwa mengembangkan pengetahuan sangat penting bagi organisasi buat bisa membuatkan keahlian serta kompetensi, menaikkan nilai bagi organisasi, dan bisa menjaga daya saing karena inovasi dihasilkan berasal berdasarkan membuatkan pengetahuan antara orang persoal pada pada organisasi. Penelitian Nonaka serta Tageuchi dalam Matzler et. Al., (2008) yg menyatakan membuatkan pengetahuan dibutuhkan untuk mentransformasikan ilham serta konsep kedalam produk serta layanan bagi organisasi pada melakukan inovasi. Sharing knowledge akan memberikan imbas dalam peningkatan kompetensi individu dalam organisasi. Kompetensi didefinisikan oleh Spencer & Spencer (1993) yakni: Pengetahuan, informasi yang dimiliki seseorang pada area yg khusus; dan keahlian, kemampuan buat melakukan suatu tugas mental dan fisik; dipercaya sebagai kompetensi dasar serta paling siap buat dikembangkan dan dilatih melalui latihan serta pengalaman. Tiga karakteristik personaliti lainnya, motivasi, sikap, dan konsep diri, dievaluasi sulit buat dilatih dan dikembangkan sebagai akibatnya akan memunculkan team work pada organisasi. 

Pengembangan team work berawal dari pembentukan team yg mempunyai kombinasi orang-orang dengan keahlian yang sempurna dan bersedia bekerjasama menggunakan orang lain menjadi suatu team work Dufrene and Lehman (2002). Menurut Dufrene and Lehman (2002) bahwa pembentukan team work mempunyai empat termin yakni termin pertama bermula berdasarkan konvensi awal mengapa team perlu dibentuk, serta apa tanggung jawab serta wewenang yg dimiliki oleh team. Tahap kedua membentuk syarat supaya team tersebut bisa sukses diantaranya ketersediaan sumber daya yang diharapkan mencakup peralatan, perlengkapan, kapital, serta asal daya insan yang berkualitas dibidangnya masing-masing. Oleh karena itu dukungan berdasarkan manajemen organisasi sangat dibutuhkan. Tahap ketiga, team wajib dibentuk menggunakan pondasi yg bertenaga yakni leader/pemimpin, visi misi yg jelas, komitmen anggota team buat melaksanakan apa yang telah disepakati. Tahap terakhir, manajemen organisasi memberikan dukungan yg penuh terhadap team agar sebagai lebih baik. 

Sekelompok kerja yang memiliki keahlian (skills) dan mempunyai komitmen buat mencapai tujuan dan target yang sama dianggap merupakan team. Team yg berkerja beserta-sama disebut teamwork, dimana teamwork mewakili suatu kesatuan nilai yg menganjurkan anggotanya buat saling mendengarkan, memberikan respon yang membangun, mendukung dan mengapresiasi cita-cita serta kesuksesan anggota team (Hu, et al., 2009). Kesatuan nilai tadi akan memantu team buat berprestasi dan pula memotivasi timbulnya prestasi individual maupun prestasi organisasi secara keseluruhan, team jua akan menentukan interaksi antara anggota dan manajemen organisasi serta peranannya terhadap kinerja organisasi (Moultrie, et. Al., 2007), menggunakan adanya loyalitas yang lebih diberikan pada organisasi yg diklaim menggunakan Organizational Citizenship Behavior.

Menurut Thoha (2003) bahwa organisasi adalah suatu wadah loka kumpulan orang yg bekerja sama buat mencapai tujuan eksklusif. Keberadaan organisasi ditandai oleh : pertama, adanya gerombolan atau kumpulan orang yg saling terikat; ke 2 adanya hubungan yg harmonis dalam kerjasama serta ketiga merupakan hubungan kerjasama atas dasar penetapan hak, kewajiban serta tanggungjawab tertentu. Organisasi eksis karena adanya suatu sistem kerjasama didalamnya serta sekalipun pada organisasi telah terdapat struktur formal serta kendali namun tanpa adanya sistem kerjasama maka keberadaan organisasi masih dipertanyakan Sedangkan penelitian Somech serta Zahavy (2004) Organizational Citizenship Behavior merupakan konduite karyawan yg tidak nampak baik terhadap rekan kerja maupun terhadap organisasi, dimana konduite tersebut melebihi menurut perilaku standard yang ditetapkan organisasi dan menaruh manfaat bagi organisasi. Stamper & Dyne (2004) mendefinisikan konsep ini sebagai konduite karyawan yg tidak nampak, tidak pribadi serta nir secara eksplisit diketahui berdasarkan sistem reward yang dalam akhirnya secara agregat akan mendorong efektifitas fungsi-fungsi pada organisasi. Penelitian yang dilakukan sang S. Pantja Djati (2009) terhadap sejumlah perguruan tinggi swasta pada Surabaya menyatakan bahwa masih ada impak yg positif dan signifikan antara OCB menurut staff administrasi rapikan bisnis jurusan terhadap taraf layanan jasa (service quality) yg diberikan. Semakin tinggi OCB maka meningkat juga service quality yang diberikan dan demikian juga kebalikannya. Sehingga bisa disimpulkan pentingnya penanaman serta peningkatan OCB menurut karyawan untuk bisa menaruh kualitas layanan yang terbaik bagi konsumen. 

Penelitian ini membahas tentang lima pertanyaan penelitian yakni pertama, sharing knowledge yg terjadi pada POLWILTABES Surabaya menaikkan Organizational Citizenship Behavior; ke 2, sharing knowledge yang terjadi dalam POLWILTABES Surabaya menaikkan efektifitas team work; ketiga, efektifitas team work menaikkan Organizational Citizenship Behavior; keempat, efektifitas team work menaikkan serta membuat best operational practice serta kelima, Organizational Citizenship Behavior menaikkan dan menghasilkan best operational practice.

Kerangka Konseptual
Penelitian ini mengamati mengenai imbas sharing knowledge buat membentuk serta meningkatkan best operational practice melalui efektifitas team work serta Organizational Citizenship Behavior di POLWILTABES Surabaya (Gambar 1). Sharing knowledge diawali daril hubungan antar individu akan menciptakan suatu kelompok atau group kerja pada perusahaan, sedangkan kelompok kerja yg memiliki keahlian dianggap menggunakan istilah team work (Nelson & Tonks, 2007). Kelompok kerja perlu dikembangkan buat bisa menaruh supaya antara karyawan dapat berkomunikasi serta memiliki hubungan yang baik pada pada departemennya, antar departemen dan antar organisasi (Adejimola, 2008). Komunikasi yang baik pada dalam organisasi akan mempertinggi hubungan kerja yg intens serta cepat tidak adanya batasan-batasan antara individu dengan individu maupun antara departemen menggunakan departemen dalam organisasi sehingga tercipta interaksi kerja yg efektif serta akan menjadi team work yang kuat dan membangun budaya kerja sehingga memberikan kinerja pada organisasi (Banerjee, 2003).

Sharma & Kodali (2008) menyatakan bahwa best practice operational organisasi disamakan menggunakan best manufacture yang didefenisikan menggunakan suatu proses yang dijalankan sang orang-orang pada organisasi buat meberikan nilai yang lebih baik dalam produk, dimulai pada waktu bahan baku masuk dan ditransformasikan ke dalam produk jadi untuk menaruh kinerja terbaik organisasi. Penelitian Roth, et al., 1992 mendefenisikannya bahwa suatu proses yang dinamis yang membuat sesuatu yg unik, mempunyai daya saing, yg ditntukan sang pelanggan dan pemasok pada melakukan kemampuan proses produksi yg dilakukan pemugaran secara berkelanjutan dalam material, tenaga kerja, teknologi, alur kabar yang bersinergi serta memberikan daya saing pada pasar. Hall (1987) dalam Sharma & Kodali (2008) menyatakan bahwa best practice meliputi total kualitas, just in time serta pengembangan energi kerja yg akan menaruh secara penuh pada daya saing perusahaan. Best practice bisa menaruh ke arah depan status organisasi menjadi organisasi memiliki citra yang sangat baik dan bisa memberikan pilar bagi organisasi. 

Gambar Kerangka Konsep penelitian

Berdasarkan berdasarkan kerangka konseptual diatas maka didapatkan beberapa hubungan atau imbas antara variabel penelitian yang satu menggunakan variabel penelitian yang lain yakni:
H1 : “Sharing knowledge” menaikkan “efektifitas team work” dalam organisasi POLWILTABES Surabaya.
H2 : “Sharing knowledge” mempertinggi “Organizational Citizenship Behavior” pada organisasi POLWILTABES Surabaya.
H3 : “Efektifitas team work” mempertinggi “Organizational Citizenship Behavior” pada organisasi POLWILTABES Surabaya.
H4 : “Efektifitas team work” membuat dan menaikkan “Best operational practice” dalam organisasi POLWILTABES Surabaya.
H5 : “Organizational Citizenship Behavior” membuat dan menaikkan “Best operational practice” dalam organisasi POLWILTABES Surabaya.

Metodologi Penelitian
Penelitian ini mengamati mengenai pengaruh sharing knowledge buat membentuk dan menaikkan best operational practice melalui efektifitas team work serta Organizational Citizenship Behavior pada POLWILTABES Surabaya. Pengambilan sampel data dilakukan dengan cara dengan menerapkan Judgmental sampling yakni pengambilan data dilakukan dalam organisasi kepolisian POLWILTABES yg telah ditentukan sang pihak organisasi POLWILTABES buat mengisi kuisioner. Jumlah kuisioner yang disebarkan kepada bintara 217 kuisioner dan yang pulang 216 kuisioner serta dapat diolah lebih lanjut sebesar 195 kuisioner dengan rate sebesar 90,27 %, sedangkan buat Perwira dengan penyebaran kuisioner sebesar 71 kuisioner serta yang balik 71 kuisioner serta dapat diolah lebih lanjut sebesar 61 kuisioner, dimana 10 responden nir lengkap mengisi item pertanyaan dan respon rate sebesar 85,91 %. Secara holistik respon rate pada penelitian ini sebanyak 88,89 %. Pengambilan data dilakukan dengan pengisian kuisioner yg bersifat tertutup yaitu pertanyaan yg dibuat sedemikian rupa sampai responden dibatasi pada memberi jawaban pada beberapa alternatif saja atau pada satu jawaban saja. 

Untuk menguji hipotesis pertama sampai menggunakan hipotesis yg delapan, dan membentuk suatu contoh yg layak (fit), maka analisis yang dipakai pada penelitian ini merupakan memakai Partial Least Square (PLS) menggunakan proses perhitungan dibantu program pelaksanaan software Smart PLS. Model pengukuran atau outer contoh menggunakan indikator refleksif dievaluasi menggunakan convergent dan discriminant validity berdasarkan indikatornya serta composite realibility buat blok indikator. Sedangkan outer model dengan indikator formatif dinilai menurut pada substantive content-nya yaitu dengan membandingkan besarnya relative weight serta melihat signifikansi berdasarkan berukuran weight tadi (Solimun, 2007).

Model struktural atau inner contoh dievaluasi dengan melihat persentase varian yang dijelaskan yaitu menggunakan melihat R2 (R-square variabel eksogen) buat konstruk laten dependen menggunakan memakai berukuran Stone-Geisser Q Square test serta pula melihat besarnya koefisien jalur strukturalnya. Stabilitas berdasarkan estimasi ini dievaluasi dengan menggunakan uji t-statistik yg didapat lewat mekanisme bootstrapping. 

Hasil Uji Validitas Dan Reliabilitas
Sebuah instrumen dikatakan valid bila mampu mengukur apa yang diinginkan serta dapat mengungkapkan data menurut variabel yg diteliti secara tepat. Tinggi rendahnya validitas instrumen memberitahuakn sejauh mana data terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang variabel yg dimaksud. Teknik yg dipakai buat uji validitas ini yakni teknik hubungan product moment (berdasarkan tabel koefesien korelasi, Bhattacharya, et.al., 1972 ) buah dinyatakan valid apabila koefisien korelasi hitung ≥ koefisien korelasi tabel. 

Uji validitas digunakan buat mengetahui valid tidaknya suatu instrumen pengukuran. Validitas adalah taraf sejauh mana indera ukur bisa mengukur apa yg seharusnya diukur. Prinsip validitas mengandung 2 unsur yang nir bisa dipisahkan yaitu kecermatan dan ketelitian. Alat ukur yg valid tidak sekedar bisa mengungkapkan data menggunakan tepat, tetapi juga harus memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut. Valid tidaknya suatu instrumen bisa diihat berdasarkan nilai koefisien hubungan antara skor item dengan skor totalnya dalam tingkat signifikansi 5%. Pengujian terhadap kesesuaian contoh melalui pengujian validasi pada PLS dilakukan dengan Goodness of fit outer contoh.

Model pengukuran atau outer model menggunakan indikator refleksif dinilai menggunakan convergent dan discriminant validity berdasarkan indikatornya serta composite realibility untuk blok indikator. Sedangkan outer model dengan indikator formatif dinilai dari pada substantive content-nya yaitu dengan membandingkan besarnya relative weight dan melihat signifikansi dari berukuran weight tadi (Solimun, 2007). Outer model tak jarang jua diklaim dengan outer relation atau measurment model yang didefenisikan bagaimana setiap blok indikator berhubungan dengan variabel latennya. 

Convergent Validity
Korelasi antara skor indikator refleksif menggunakan skor variabel latennya. Indikator individu dianggap reliable bila mempunyai nilai hubungan atau loading 0.lima hingga 0.6. Nilai korelasi ini dianggap cukup karena adalah termin awal pengembangan skala pengukuran dan jumlah indikator per konstruk nir besar , berkisar antara tiga sampai 7 indikator. 

Gambar Faktor loading serta Struktural Model

Berdasarkan Gambar, hasil model struktural yg diteliti memberitahuakn hubungan antara indikator menggunakan masing-masing variabel yang ditunjukkan dengan besarnya nilai bobot faktor. Variabel sharing knowledge menjadi variabel diukur menurut empat item indikator yakni memberi fakta dalam rekan kerja (X11) dengan bobot faktor 0,675; memberi saran yang kreatif dan inovatif (X12) dengan bobot faktor 0,858; membantu memberikan orientasi pada sesama anggota (X13) dengan bobot faktor 0,808; serta terbuka pada mendapat kritikan (X14) dengan bobot faktor 0,813. Melihat output korelasi antara indikator dengan variabelnya sudah memenuhi convergent validity lantaran seluruh loading factor berada pada atas 0,lima. 

Variabel efektifitas team work sebagai variabel diukur menurut lima item indikator yakni menginformasikan tugas baru kepada rekan kerja (X21) dengan bobot faktor 0,653; membantu rekan kerja yang mempunyai banyak pekerjaan (X22) dengan bobot faktor 0,718; membantu sahabat dari departemen yg tidak sama (X23) dengan bobot faktor 0,587; terdapat rekan yang mengalami kesulitan atau ada komplain menurut rakyat maka rekan yg lain akan membantu (X24) dengan bobot faktor 0,413 dan terakhir adalah pada melaksanakan tugas hampir seluruh petugas bekerja keras demi tercapainya tujuan organisasi (X25) dengan bobot faktor 0,664. Melihat output hubungan antara indikator dengan variabelnya sudah nir memenuhi convergent validity dalam loading factor di X24 berada dibawah 0,5; buat X24 dikeluarkan pada proses selanjutnya serta acara java web start dijalankan lagi.

Variabel OCB (Organizational Citizenship Behaviour) menjadi variabel diukur berdasarkan empat item indikator yakni kepatuhan kerja (X31) dengan bobot faktor 0,759; loyalitas pada pekerjaan (X32) dengan bobot faktor 0,32; berpartisipasi aktif (X33) menggunakan bobot faktor 0,641; dan moral kerja (X34) dengan bobot faktor 0,624. Melihat output korelasi antara indikator menggunakan variabelnya telah memenuhi convergent validity dalam loading factor yang seluruh berada diatas 0,5.

Variabel best operating procedure sebagai variabel diukur menurut enam item indikator yakni kecepatan kerja (X41) menggunakan bobot faktor 0,636; metode dan mekanisme kerja (X42) menggunakan bobot faktor 0,577; kualitas kerja (X43) dengan bobot faktor 0,808; Keakuratan kerja (X44) dengan bobot faktor 0,823; ketahanan kerja (X45) dengan bobot faktor 0,687 serta terakhir adalah kemampuan kerja (X46) menggunakan bobot faktor 0,636. Melihat output korelasi antara indikator menggunakan variabelnya telah memenuhi convergent validity dalam loading factor yang semua berada diatas 0,5.

Discriminant Validity
Pengukuran indikator refleksif berdasarkan cross loading menggunakan variabel latennya. Metode lain dilakukan menggunakan membandingkan nilai square root of average variance extracted (AVE) setiap konstruk, dengan hubungan antar konstruk lainnya pada contoh. Jika nilai pengukuran awal ke 2 metode tersebut lebih baik dibandingkan dengan nilai konstruk lainnya dalam contoh, maka dapat disimpulkan konstruk tersebut memiliki nilai discriminant validity yg baik, serta sebaliknya. Direkomendasikan nilai pengukuran harus lebih besar dari 0.50.

Pada lampiran cross loading hasil PLS menerangkan sejumlah data bahwa korelasi indikator menggunakan variabelnya lebih tinggi dibandingkan hubungan indikator dengan variabel lainnya. Hal ini memperlihatkan bahwa variabel memprediksi indikatornya dalam blok mereka lebih baik dibandingkan menggunakan indikator blok lainnya. 

Tabel Hasil Average variance Extracted dalam Output PLS
Variabel

ppAverage variance extracted (AVE)

Akar Average variance extracted (AVE)

Sharing

0.597
0,723
Team Work

0.584
0,764
OCB

0.603
0,777
BOP

0.561
0,749
Sumber : Hasil PLS menurut pengolahan data utama (2010)

Discriminant validity dapat juga dilakukan dengan membandingkan nilai akar Average Variance Extracted (AVE) pada Tabel, setiap konstruk menggunakan hubungan antara konstruk dengan konstruk lainnya. Korelasi antara konstruk terdapat dalam Tabel.

Tabel Hasil Correlations of the latent variabels Output PLS
Variabel

Shraing

Team Work

OCB

BOP

Shraing

0,723




Team Work

0.634
0,764



OCB

0.59
0.634
0,777


BOP

0.497
0.608
0.664
0,749

Sumber : Hasil PLS menurut pengolahan data utama (2010)

Berdasarkan penerangan diatas bahwa hubungan antara variabel dengan indikatornya yg telah memenuhi discriminant validity menggunakan nilai AVE lebih akbar dari 0,50; dan nilai akar AVE lebih besar menurut nilai hubungan antara konstruk menggunakan konstruk lainnya.

Composite Reliability
Indikator blok yang mengukur konsistensi internal menurut indikator pembentuk konstruk, memberitahuakn derajat yang mengindikasikan common latent (unobserved). Nilai batas yang diterima untuk tingkat reliabilitas komposit merupakan 0.7, walaupun bukan adalah standar absolut. Pada Tabel; yang adalah hasil menurut perangkat lunak PLS dihasilkan data menjadi berikut: buat variabel sharing knowledge sebanyak 0,875; efektifitas team work sebesar 0,855; OCB sebanyak 0,849; dan best operational practice sebesar 0,820. Persyaratan nilai composite reliability sudah terpenuhi oleh semua variabel dengan nilai berada diatas 0,7.

Tabel Hasil Composite Reliability pada Output PLS
Variabel

Composite Reliability

Shraing

0.875
Team Work

0.855
OCB

0.849
BOP

0.820
Sumber : Hasil PLS berdasarkan pengolahan Data Primer (2010)

Ringkasan hasil yg diperoleh pada model struktural dan nilai yg direkomendasikan untuk mengukur kelayakan contoh. Hasil-output yang terdapat model struktural telah memperlihatkan bahwa semua kriteria yang dipakai memiliki nilai yang baik serta oleh karenanya model ini sudah bisa diterima (Tabel 4).

Tabel Evaluasi Kriteria Indeks-Indeks Kesesuaian Model Struktural
Kriteria

Hasil

Nilai Kritis

Evaluasi Model

Outer Model
Convergent Validity

Sharing knowledge (terendah = 0,675)
 (terendah = 0,725)
Efektifitas team work (terendah = 0,587)
OCB (terendah = 0,614)
BOP (terendah = 0,636)
³ 0,5
Baik
Discriminant Validity (Akar AVE semua lebih besar nilai hubungan antar konstruk)

Sharing knowledge= 0,597
Efektifitas team work = 0,584
OCB  = 0,603
BOP= 0,561

AVE ³ 0,5
Baik
Composite Reliability
Sharing knowledge= 0,875
Efektifitas team work = 0,855
OCB  = 0,849
BOP= 0,820
³ 0,7
Baik


Pengujian Inner Model
Hipotesis statistik untuk inner model yakni variabel laten eksogen terhadap endogen. Berdasarkan dalam Tabel, koefisien gamma sebanyak 0,150 dan T-statistic sebesar 0,910 < T tabel sebesar 1,96 dalam variabel komitmen manajemen zenit terhadap efektivitas key user, berarti nir terdapat dampak signifikan komitmen manajemen organisasi perusahaan terhadap efektivitas key user menjadi tim proyek ERP dalam proses implementasi dengan level signifikan 0,05. 

Tabel  Result for Inner Weight pada Output PLS

original sample estimate

mean of subsamples

Standard deviation

T-Statistic

Sharing -> OCB (g1)

0.089
0.248
0.165
0.910
Sharing -> Team work (g2)

0.531
0.488
0.124
4.562
Team work -> OCB (β3)

0.411
0.356
0.276
3.368
Team work -> BOP (β4)

0.402
0.334
0.149
3.314
OCB -> BOP (β5)

0.309
0.230
0.120
2.160
Sumber : Hasil PLS menurut pengolahan data utama (2010)

Berdasarkan pada Tabel, buat variabel sharing knowledge terhadap OCB (organizational citizenship behavior) didapatkan koefisien gamma sebanyak 0,089 dan T-statistic sebanyak 0,910 < T tabel sebanyak 1,96; berarti nir terdapat impak signifikan sharing knowledge sebagai budaya organisasi buat mempertinggi OCB (Organizational Citizenship Behavior) pada organisasi polisi daerah Surabaya menggunakan level signifikan 0,05. Variabel sharing knowledge terhadap efektifitas team work dihasilkan koefisien gamma sebesar 0,531 dan T-statistic sebesar 4,562 > T tabel sebanyak 1,96; berarti masih ada imbas signifikan sharing knowledge menjadi budaya organisasi untuk menaikkan efektifitas team work pada organisasi polisi daerah Surabaya menggunakan level signifikan 0,05.

Variabel efektifitas team work terhadap OCB (organizational citizenship behavior) dan best operational practice (BOP) dihasilkan koefisien gamma berturut-turut sebanyak 0,411 dan 0,402; sedangkan T-statistic masing-masing sebanyak tiga,368 serta tiga,314 > T tabel sebanyak 1,96; berarti terdapat imbas signifikan efektifitas team work buat menaikkan OCB (organizational citizenship behavior) dan best operational practice (BOP) dalam organisasi polisi wilayah Surabaya dengan level signifikan 0,05. Variabel OCB (organizational citizenship behavior) terhadap best operational practice (BOP) dihasilkan koefisien gamma sebesar 0,309 dan T-statistic sebanyak dua,160 > T tabel sebesar 1,96; berarti masih ada impak signifikan (organizational citizenship behavior) buat mempertinggi best operational practice (BOP) pada organisasi polisi daerah Surabaya dengan level signifikan 0,05.

PENELITIAN DAN PRAKTEK MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA

Penelitian Dan Praktek Manajemen Sumber Daya Manusia
Transformasi merupakan suatu proses buat mengubah input sebagai suatu hasil yang memiliki nilai bagi suatu organisasi. Budaya organisasi dalam mensugesti kemampuan menyesuaikan diri terhadap suatu perubahan yg dianggap menggunakan adaptasi, namun tak jarang sekali budaya usang nir memberikan nilai-nilai yg sesuai menggunakan lingkungan baru. Dalam konteks ini, organisasi wajib tahu dan menyesuaikan diri dengan nilai-nilai baru, proses manajemen, serta cara berkomunikasi yang dibentuk menunjang perubahan dan dapat dilaksanakan secara efektif (Bruss & Ross, 1993). Dalam organisasi yg mengalami suatu perubahan baru, anggota dalam organisasi dalam umumnya menyebarkan tujuan sehingga dapat berafiliasi dengan baik tanpa wajib bersaing satu sama lain (Choi & Lee, 2002; Andrew & Stalick, 1994). 

Berbagi pengetahuan pada organisasi akan menaruh kontribusi terhadap kinerja organisasi terutama dalam peningkatan kualitas layanan Matzler et. Al., (2008). Budaya organisasi pada menyebarkan pengetahuan akan memberikan dukungan terhadap karyawan dalam menaikkan kemampuannya melalui training dalam grup diskusi untuk berbagi pengetahuan. Pada penelitian ini memakai teori Detert et., al (2000) pada melakukan penilaian impak budaya organisasi terhadap karyawan (termasuk key user) pada mendukung keberhasilan implementasi suatu program inovasi. 

Kegiatan-kegiatan yg dilakukan sang para pimpinan disuatu organisasi secara individu juga grup supaya dapat menggerakkan kemampuan organisasi dalam membentuk daya saing melalui berbagi pengetahuan dengan departemen lain, mengikuti training dan diskusi (Slater & Narver, 1995). Sharing knowledge akan eningkatkan pemahaman antara sesama anggota sehingga antara anggota akan saling mendukung serta menaikkan kinerja dan akhirnya akan menemukan proses kerja yang terbaik bagi organsiasi. Sedangkan penelitian Matzler et. Al., (2008) yang menyatakan bahwa membuatkan pengetahuan sangat penting bagi organisasi buat dapat mengembangkan keahlian dan kompetensi, menaikkan nilai bagi organisasi, serta dapat menjaga daya saing sebab inovasi didapatkan dari berdasarkan berbagi pengetahuan antara orang persoal pada pada organisasi. Penelitian Nonaka dan Tageuchi pada Matzler et. Al., (2008) yang menyatakan menyebarkan pengetahuan diharapkan buat mentransformasikan pandangan baru dan konsep kedalam produk serta layanan bagi organisasi dalam melakukan penemuan. Sharing knowledge akan memberikan impak dalam peningkatan kompetensi individu dalam organisasi. Kompetensi didefinisikan oleh Spencer & Spencer (1993) yakni: Pengetahuan, informasi yg dimiliki seorang di area yg spesifik; dan keahlian, kemampuan buat melakukan suatu tugas mental dan fisik; dianggap menjadi kompetensi dasar serta paling siap buat dikembangkan dan dilatih melalui latihan serta pengalaman. Tiga ciri personaliti lainnya, motivasi, sikap, serta konsep diri, dievaluasi sulit buat dilatih dan dikembangkan sebagai akibatnya akan memunculkan team work dalam organisasi. 

Pengembangan team work berawal menurut pembentukan team yg memiliki kombinasi orang-orang menggunakan keahlian yang sempurna serta bersedia berhubungan menggunakan orang lain sebagai suatu team work Dufrene and Lehman (2002). Menurut Dufrene and Lehman (2002) bahwa pembentukan team work mempunyai empat tahap yakni termin pertama bermula dari kesepakatan awal mengapa team perlu dibentuk, dan apa tanggung jawab dan wewenang yg dimiliki sang team. Tahap kedua membentuk syarat supaya team tadi dapat sukses diantaranya ketersediaan asal daya yang diperlukan mencakup alat-alat, perlengkapan, modal, dan asal daya insan yang berkualitas dibidangnya masing-masing. Oleh karena itu dukungan menurut manajemen organisasi sangat dibutuhkan. Tahap ketiga, team harus dibuat menggunakan pondasi yg bertenaga yakni leader/pemimpin, visi misi yg jelas, komitmen anggota team buat melaksanakan apa yg telah disepakati. Tahap terakhir, manajemen organisasi memberikan dukungan yang penuh terhadap team agar menjadi lebih baik. 

Sekelompok kerja yg mempunyai keahlian (skills) serta mempunyai komitmen buat mencapai tujuan dan sasaran yang sama dianggap merupakan team. Team yang berkerja beserta-sama disebut teamwork, dimana teamwork mewakili suatu kesatuan nilai yang menganjurkan anggotanya buat saling mendengarkan, menaruh respon yg menciptakan, mendukung dan mengapresiasi keinginan serta kesuksesan anggota team (Hu, et al., 2009). Kesatuan nilai tersebut akan memantu team buat berprestasi dan juga memotivasi timbulnya prestasi individual maupun prestasi organisasi secara holistik, team juga akan menentukan interaksi antara anggota dan manajemen organisasi dan peranannya terhadap kinerja organisasi (Moultrie, et. Al., 2007), dengan adanya loyalitas yg lebih diberikan kepada organisasi yg dianggap dengan Organizational Citizenship Behavior.

Menurut Thoha (2003) bahwa organisasi merupakan suatu wadah loka kumpulan orang yang bekerja sama buat mencapai tujuan eksklusif. Keberadaan organisasi ditandai oleh : pertama, adanya kelompok atau perpaduan orang yang saling terikat; ke 2 adanya interaksi yg serasi pada kerjasama dan ketiga merupakan hubungan kerjasama atas dasar penetapan hak, kewajiban serta tanggungjawab eksklusif. Organisasi eksis lantaran adanya suatu sistem kerjasama didalamnya serta sekalipun pada organisasi telah ada struktur formal dan kendali tetapi tanpa adanya sistem kerjasama maka eksistensi organisasi masih dipertanyakan Sedangkan penelitian Somech serta Zahavy (2004) Organizational Citizenship Behavior merupakan perilaku karyawan yang tidak nampak baik terhadap rekan kerja juga terhadap organisasi, dimana perilaku tersebut melebihi dari konduite standard yg ditetapkan organisasi serta memberikan manfaat bagi organisasi. Stamper & Dyne (2004) mendefinisikan konsep ini sebagai perilaku karyawan yg nir nampak, nir pribadi dan nir secara eksplisit diketahui berdasarkan sistem reward yang pada akhirnya secara agregat akan mendorong efektifitas fungsi-fungsi pada organisasi. Penelitian yg dilakukan oleh S. Pantja Djati (2009) terhadap sejumlah perguruan tinggi swasta di Surabaya menyatakan bahwa terdapat impak yang positif dan signifikan antara OCB berdasarkan staff administrasi rapikan usaha jurusan terhadap taraf layanan jasa (service quality) yg diberikan. Semakin tinggi OCB maka semakin tinggi pula service quality yang diberikan dan demikian jua sebaliknya. Sehingga bisa disimpulkan pentingnya penanaman dan peningkatan OCB dari karyawan buat dapat memberikan kualitas layanan yg terbaik bagi konsumen. 

Penelitian ini membahas mengenai 5 pertanyaan penelitian yakni pertama, sharing knowledge yang terjadi dalam POLWILTABES Surabaya menaikkan Organizational Citizenship Behavior; ke 2, sharing knowledge yang terjadi pada POLWILTABES Surabaya menaikkan efektifitas team work; ketiga, efektifitas team work menaikkan Organizational Citizenship Behavior; keempat, efektifitas team work menaikkan dan membuat best operational practice dan kelima, Organizational Citizenship Behavior meningkatkan serta menghasilkan best operational practice.

Kerangka Konseptual
Penelitian ini mengamati mengenai impak sharing knowledge untuk membuat serta menaikkan best operational practice melalui efektifitas team work serta Organizational Citizenship Behavior di POLWILTABES Surabaya (Gambar 1). Sharing knowledge diawali daril interaksi antar individu akan membangun suatu gerombolan atau group kerja di perusahaan, sedangkan kelompok kerja yg memiliki keahlian diklaim menggunakan istilah team work (Nelson & Tonks, 2007). Kelompok kerja perlu dikembangkan buat bisa menaruh supaya antara karyawan bisa berkomunikasi dan mempunyai interaksi yang baik pada pada departemennya, antar departemen dan antar organisasi (Adejimola, 2008). Komunikasi yg baik pada pada organisasi akan mempertinggi hubungan kerja yg intens serta cepat nir adanya batasan-batasan antara individu dengan individu maupun antara departemen menggunakan departemen dalam organisasi sehingga tercipta interaksi kerja yg efektif serta akan sebagai team work yang bertenaga serta membentuk budaya kerja sebagai akibatnya menaruh kinerja pada organisasi (Banerjee, 2003).

Sharma & Kodali (2008) menyatakan bahwa best practice operational organisasi disamakan dengan best manufacture yang didefenisikan menggunakan suatu proses yang dijalankan sang orang-orang pada organisasi buat meberikan nilai yang lebih baik dalam produk, dimulai pada waktu bahan baku masuk serta ditransformasikan ke dalam produk jadi buat memberikan kinerja terbaik organisasi. Penelitian Roth, et al., 1992 mendefenisikannya bahwa suatu proses yang bergerak maju yg membuat sesuatu yang unik, mempunyai daya saing, yang ditntukan oleh pelanggan dan pemasok dalam melakukan kemampuan proses produksi yg dilakukan pemugaran secara berkelanjutan dalam material, energi kerja, teknologi, alur kabar yang bersinergi dan memberikan daya saing di pasar. Hall (1987) dalam Sharma & Kodali (2008) menyatakan bahwa best practice mencakup total kualitas, just in time serta pengembangan energi kerja yang akan menaruh secara penuh pada daya saing perusahaan. Best practice bisa menaruh ke arah depan status organisasi menjadi organisasi mempunyai gambaran yang sangat baik serta bisa memberikan pilar bagi organisasi. 

Gambar Kerangka Konsep penelitian

Berdasarkan dari kerangka konseptual diatas maka dihasilkan beberapa hubungan atau dampak antara variabel penelitian yang satu menggunakan variabel penelitian yang lain yakni:
H1 : “Sharing knowledge” mempertinggi “efektifitas team work” dalam organisasi POLWILTABES Surabaya.
H2 : “Sharing knowledge” mempertinggi “Organizational Citizenship Behavior” dalam organisasi POLWILTABES Surabaya.
H3 : “Efektifitas team work” mempertinggi “Organizational Citizenship Behavior” dalam organisasi POLWILTABES Surabaya.
H4 : “Efektifitas team work” menghasilkan dan meningkatkan “Best operational practice” pada organisasi POLWILTABES Surabaya.
H5 : “Organizational Citizenship Behavior” menghasilkan dan meningkatkan “Best operational practice” pada organisasi POLWILTABES Surabaya.

Metodologi Penelitian
Penelitian ini mengamati mengenai impak sharing knowledge buat menghasilkan serta mempertinggi best operational practice melalui efektifitas team work serta Organizational Citizenship Behavior di POLWILTABES Surabaya. Pengambilan sampel data dilakukan menggunakan cara menggunakan menerapkan Judgmental sampling yakni pengambilan data dilakukan pada organisasi kepolisian POLWILTABES yang sudah dipengaruhi sang pihak organisasi POLWILTABES buat mengisi kuisioner. Jumlah kuisioner yang disebarkan pada bintara 217 kuisioner dan yg pulang 216 kuisioner serta dapat diolah lebih lanjut sebanyak 195 kuisioner menggunakan rate sebanyak 90,27 %, sedangkan untuk Perwira menggunakan penyebaran kuisioner sebesar 71 kuisioner dan yang pulang 71 kuisioner dan dapat diolah lebih lanjut sebesar 61 kuisioner, dimana 10 responden tidak lengkap mengisi item pertanyaan serta respon rate sebanyak 85,91 %. Secara keseluruhan respon rate dalam penelitian ini sebesar 88,89 %. Pengambilan data dilakukan menggunakan pengisian kuisioner yang bersifat tertutup yaitu pertanyaan yg dibuat sedemikian rupa hingga responden dibatasi dalam memberi jawaban kepada beberapa alternatif saja atau pada satu jawaban saja. 

Untuk menguji hipotesis pertama hingga menggunakan hipotesis yang delapan, dan menghasilkan suatu contoh yang layak (fit), maka analisis yg dipakai pada penelitian ini adalah menggunakan Partial Least Square (PLS) menggunakan proses perhitungan dibantu acara pelaksanaan software Smart PLS. Model pengukuran atau outer model menggunakan indikator refleksif dinilai menggunakan convergent dan discriminant validity menurut indikatornya dan composite realibility buat blok indikator. Sedangkan outer contoh menggunakan indikator formatif dinilai berdasarkan dalam substantive content-nya yaitu menggunakan membandingkan besarnya relative weight serta melihat signifikansi dari ukuran weight tadi (Solimun, 2007).

Model struktural atau inner model dinilai dengan melihat persentase varian yg dijelaskan yaitu menggunakan melihat R2 (R-square variabel eksogen) untuk konstruk laten dependen menggunakan memakai ukuran Stone-Geisser Q Square test serta juga melihat besarnya koefisien jalur strukturalnya. Stabilitas menurut estimasi ini dievaluasi menggunakan menggunakan uji t-statistik yang didapat lewat mekanisme bootstrapping. 

Hasil Uji Validitas Dan Reliabilitas
Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yg diinginkan dan bisa menyampaikan data dari variabel yg diteliti secara tepat. Tinggi rendahnya validitas instrumen memberitahuakn sejauh mana data terkumpul nir menyimpang menurut gambaran tentang variabel yg dimaksud. Teknik yang dipakai buat uji validitas ini yakni teknik hubungan product moment (berdasarkan tabel koefesien hubungan, Bhattacharya, et.al., 1972 ) buah dinyatakan valid jika koefisien korelasi hitung ≥ koefisien hubungan tabel. 

Uji validitas dipakai buat mengetahui valid tidaknya suatu instrumen pengukuran. Validitas merupakan taraf sejauh mana alat ukur sanggup mengukur apa yg seharusnya diukur. Prinsip validitas mengandung 2 unsur yang nir bisa dipisahkan yaitu kecermatan dan ketelitian. Alat ukur yg valid nir sekedar bisa mengungkapkan data menggunakan tepat, tetapi juga harus menaruh gambaran yang cermat tentang data tersebut. Valid tidaknya suatu instrumen bisa diihat menurut nilai koefisien korelasi antara skor item dengan skor totalnya pada taraf signifikansi 5%. Pengujian terhadap kesesuaian contoh melalui pengujian validasi dalam PLS dilakukan menggunakan Goodness of fit outer contoh.

Model pengukuran atau outer contoh menggunakan indikator refleksif dievaluasi menggunakan convergent dan discriminant validity berdasarkan indikatornya dan composite realibility buat blok indikator. Sedangkan outer model dengan indikator formatif dinilai menurut dalam substantive content-nya yaitu dengan membandingkan besarnya relative weight dan melihat signifikansi menurut ukuran weight tersebut (Solimun, 2007). Outer model seringkali juga disebut menggunakan outer relation atau measurment model yg didefenisikan bagaimana setiap blok indikator berhubungan dengan variabel latennya. 

Convergent Validity
Korelasi antara skor indikator refleksif dengan skor variabel latennya. Indikator individu dipercaya reliable apabila mempunyai nilai hubungan atau loading 0.5 hingga 0.6. Nilai korelasi ini dianggap cukup lantaran adalah tahap awal pengembangan skala pengukuran serta jumlah indikator per konstruk nir besar , berkisar antara 3 sampai 7 indikator. 

Gambar Faktor loading serta Struktural Model

Berdasarkan Gambar, output model struktural yang diteliti menunjukkan interaksi antara indikator menggunakan masing-masing variabel yang ditunjukkan dengan besarnya nilai bobot faktor. Variabel sharing knowledge menjadi variabel diukur dari empat item indikator yakni memberi liputan pada rekan kerja (X11) dengan bobot faktor 0,675; memberi saran yang kreatif serta inovatif (X12) menggunakan bobot faktor 0,858; membantu memberikan orientasi kepada sesama anggota (X13) menggunakan bobot faktor 0,808; dan terbuka pada menerima kritikan (X14) menggunakan bobot faktor 0,813. Melihat hasil korelasi antara indikator dengan variabelnya telah memenuhi convergent validity karena semua loading factor berada pada atas 0,5. 

Variabel efektifitas team work sebagai variabel diukur dari 5 item indikator yakni menginformasikan tugas baru pada rekan kerja (X21) menggunakan bobot faktor 0,653; membantu rekan kerja yang memiliki banyak pekerjaan (X22) menggunakan bobot faktor 0,718; membantu sahabat berdasarkan departemen yg tidak sama (X23) menggunakan bobot faktor 0,587; ada rekan yang mengalami kesulitan atau ada komplain menurut warga maka rekan yg lain akan membantu (X24) menggunakan bobot faktor 0,413 dan terakhir merupakan pada melaksanakan tugas hampir semua petugas bekerja keras demi tercapainya tujuan organisasi (X25) menggunakan bobot faktor 0,664. Melihat hasil korelasi antara indikator dengan variabelnya telah tidak memenuhi convergent validity pada loading factor pada X24 berada dibawah 0,5; buat X24 dimuntahkan dalam proses selanjutnya serta program java web start dijalankan lagi.

Variabel OCB (Organizational Citizenship Behaviour) menjadi variabel diukur berdasarkan empat item indikator yakni kepatuhan kerja (X31) dengan bobot faktor 0,759; loyalitas pada pekerjaan (X32) dengan bobot faktor 0,32; berpartisipasi aktif (X33) dengan bobot faktor 0,641; serta moral kerja (X34) menggunakan bobot faktor 0,624. Melihat hasil hubungan antara indikator menggunakan variabelnya sudah memenuhi convergent validity pada loading factor yang seluruh berada diatas 0,lima.

Variabel best operating procedure sebagai variabel diukur menurut enam item indikator yakni kecepatan kerja (X41) dengan bobot faktor 0,636; metode serta mekanisme kerja (X42) menggunakan bobot faktor 0,577; kualitas kerja (X43) menggunakan bobot faktor 0,808; Keakuratan kerja (X44) dengan bobot faktor 0,823; ketahanan kerja (X45) dengan bobot faktor 0,687 serta terakhir merupakan kemampuan kerja (X46) menggunakan bobot faktor 0,636. Melihat hasil hubungan antara indikator dengan variabelnya sudah memenuhi convergent validity pada loading factor yg semua berada diatas 0,lima.

Discriminant Validity
Pengukuran indikator refleksif menurut cross loading menggunakan variabel latennya. Metode lain dilakukan menggunakan membandingkan nilai square root of average variance extracted (AVE) setiap konstruk, menggunakan hubungan antar konstruk lainnya dalam contoh. Apabila nilai pengukuran awal kedua metode tersebut lebih baik dibandingkan menggunakan nilai konstruk lainnya dalam model, maka dapat disimpulkan konstruk tersebut memiliki nilai discriminant validity yg baik, serta kebalikannya. Direkomendasikan nilai pengukuran harus lebih akbar menurut 0.50.

Pada lampiran cross loading output PLS menampakan sejumlah data bahwa hubungan indikator menggunakan variabelnya lebih tinggi dibandingkan hubungan indikator dengan variabel lainnya. Hal ini memperlihatkan bahwa variabel memprediksi indikatornya pada blok mereka lebih baik dibandingkan dengan indikator blok lainnya. 

Tabel Hasil Average variance Extracted pada Output PLS
Variabel

ppAverage variance extracted (AVE)

Akar Average variance extracted (AVE)

Sharing

0.597
0,723
Team Work

0.584
0,764
OCB

0.603
0,777
BOP

0.561
0,749
Sumber : Hasil PLS menurut pengolahan data primer (2010)

Discriminant validity dapat jua dilakukan dengan membandingkan nilai akar Average Variance Extracted (AVE) pada Tabel, setiap konstruk menggunakan korelasi antara konstruk dengan konstruk lainnya. Korelasi antara konstruk terdapat dalam Tabel.

Tabel Hasil Correlations of the latent variabels Output PLS
Variabel

Shraing

Team Work

OCB

BOP

Shraing

0,723




Team Work

0.634
0,764



OCB

0.59
0.634
0,777


BOP

0.497
0.608
0.664
0,749

Sumber : Hasil PLS menurut pengolahan data primer (2010)

Berdasarkan penjelasan diatas bahwa korelasi antara variabel dengan indikatornya yang sudah memenuhi discriminant validity dengan nilai AVE lebih akbar menurut 0,50; dan nilai akar AVE lebih besar menurut nilai hubungan antara konstruk menggunakan konstruk lainnya.

Composite Reliability
Indikator blok yang mengukur konsistensi internal dari indikator pembentuk konstruk, menampakan derajat yang menandakan common latent (unobserved). Nilai batas yang diterima buat taraf reliabilitas komposit merupakan 0.7, walaupun bukan adalah baku mutlak. Pada Tabel; yang adalah output dari perangkat lunak PLS didapatkan data sebagai berikut: buat variabel sharing knowledge sebanyak 0,875; efektifitas team work sebanyak 0,855; OCB sebesar 0,849; serta best operational practice sebesar 0,820. Persyaratan nilai composite reliability sudah terpenuhi oleh seluruh variabel menggunakan nilai berada diatas 0,7.

Tabel Hasil Composite Reliability dalam Output PLS
Variabel

Composite Reliability

Shraing

0.875
Team Work

0.855
OCB

0.849
BOP

0.820
Sumber : Hasil PLS menurut pengolahan Data Primer (2010)

Ringkasan hasil yang diperoleh dalam model struktural dan nilai yg direkomendasikan buat mengukur kelayakan model. Hasil-output yg ada contoh struktural sudah memperlihatkan bahwa semua kriteria yg dipakai mempunyai nilai yg baik dan sang karena itu contoh ini sudah bisa diterima (Tabel 4).

Tabel Evaluasi Kriteria Indeks-Indeks Kesesuaian Model Struktural
Kriteria

Hasil

Nilai Kritis

Evaluasi Model

Outer Model
Convergent Validity

Sharing knowledge (terendah = 0,675)
 (terendah = 0,725)
Efektifitas team work (terendah = 0,587)
OCB (terendah = 0,614)
BOP (terendah = 0,636)
³ 0,5
Baik
Discriminant Validity (Akar AVE semua lebih akbar nilai hubungan antar konstruk)

Sharing knowledge= 0,597
Efektifitas team work = 0,584
OCB  = 0,603
BOP= 0,561

AVE ³ 0,5
Baik
Composite Reliability
Sharing knowledge= 0,875
Efektifitas team work = 0,855
OCB  = 0,849
BOP= 0,820
³ 0,7
Baik


Pengujian Inner Model
Hipotesis statistik buat inner contoh yakni variabel laten eksogen terhadap endogen. Berdasarkan dalam Tabel, koefisien gamma sebesar 0,150 serta T-statistic sebesar 0,910 < T tabel sebanyak 1,96 pada variabel komitmen manajemen zenit terhadap efektivitas key user, berarti nir terdapat imbas signifikan komitmen manajemen organisasi perusahaan terhadap efektivitas key user menjadi tim proyek ERP pada proses implementasi dengan level signifikan 0,05. 

Tabel  Result for Inner Weight dalam Output PLS

original sample estimate

mean of subsamples

Standard deviation

T-Statistic

Sharing -> OCB (g1)

0.089
0.248
0.165
0.910
Sharing -> Team work (g2)

0.531
0.488
0.124
4.562
Team work -> OCB (β3)

0.411
0.356
0.276
3.368
Team work -> BOP (β4)

0.402
0.334
0.149
3.314
OCB -> BOP (β5)

0.309
0.230
0.120
2.160
Sumber : Hasil PLS menurut pengolahan data primer (2010)

Berdasarkan dalam Tabel, buat variabel sharing knowledge terhadap OCB (organizational citizenship behavior) didapatkan koefisien gamma sebesar 0,089 serta T-statistic sebanyak 0,910 < T tabel sebesar 1,96; berarti tidak masih ada imbas signifikan sharing knowledge menjadi budaya organisasi buat mempertinggi OCB (Organizational Citizenship Behavior) dalam organisasi polisi daerah Surabaya dengan level signifikan 0,05. Variabel sharing knowledge terhadap efektifitas team work didapatkan koefisien gamma sebanyak 0,531 dan T-statistic sebanyak 4,562 > T tabel sebanyak 1,96; berarti terdapat impak signifikan sharing knowledge menjadi budaya organisasi buat menaikkan efektifitas team work pada organisasi polisi wilayah Surabaya menggunakan level signifikan 0,05.

Variabel efektifitas team work terhadap OCB (organizational citizenship behavior) serta best operational practice (BOP) didapatkan koefisien gamma berturut-turut sebanyak 0,411 dan 0,402; sedangkan T-statistic masing-masing sebesar tiga,368 serta tiga,314 > T tabel sebanyak 1,96; berarti terdapat efek signifikan efektifitas team work untuk menaikkan OCB (organizational citizenship behavior) serta best operational practice (BOP) pada organisasi polisi daerah Surabaya menggunakan level signifikan 0,05. Variabel OCB (organizational citizenship behavior) terhadap best operational practice (BOP) didapatkan koefisien gamma sebanyak 0,309 dan T-statistic sebanyak dua,160 > T tabel sebanyak 1,96; berarti terdapat pengaruh signifikan (organizational citizenship behavior) buat menaikkan best operational practice (BOP) dalam organisasi polisi daerah Surabaya menggunakan level signifikan 0,05.