SEJARAH DAN PERKEMBANGAN AKUNTANSI

Sejarah Dan Perkembangan Akuntansi 
1. Evolusi Pembukaan Pencatatan Berpasangan
a. Sejarah Awal Akutansi 
Berbagai percobaan sudah dilakukan buat menyatakan lokasi serta ketika dari lahirnya sistem pencatatan berpasangaN yg sudah membentuk banyak sekali skenario. Ke banyakan skenario tadi mengakui adanya kehadiran suatu bentuk pelaksanaan pencatatan disebagian akbar kebudayaan sejak sekitar 3000 tahun sebelum masehi.

Littleton menciptakan daftar tujuh prasarat bagi luncurnya pembukaan yang sistematis :
Seni penulisan (the art of writing), lantaran pembukuan dalam intinya adalah sebuah catatan; aritmetika (arithmetic), lantaran aspek mekanik menurut pembukuan mengandung adanya serangkaian perhitungan sedehana; milik langsung (private property), karena pembukuan hanya berkepentingan dengan pencatatan liputan-kabar tentang harta benda dan hak miliknya; uang (maney) yaitu transaksi yg belum terselesaikan, lantaran tidak akan terdapat dorongan buat menciptakan catatan apa ada loka ketika itu jua, perdangangan (commerce), karena sebua penjualan lokal saja tidak akan membentuk cukup tekanan (volume usaha) untuk merangsang insan mengkoordinasikan banyak sekali pemikiran kedalam suatu sistim; kapital (capital), karena tanpa modal perdagangan nir akan berarti dan hadiah kredit menjadi sesuatu yg tidak mungkin bisa dibayangkan.

Masing-masing kebudayaan kuno yang disebutkan diatas telah meliputi prasarat-prasarat tersebut, sekaligus mengungkapkan mengapa telah terdapat semacam pembukuan dedalamnya. Apabila kita ingin melacak ilmu yang penting ini (akuntansi) pulang keasal usulnya, kita secara alamiah akan menduga rendezvous pertanyaan akan dari para pedagang yang pertama; serta tidak seorangpun yang layak menjamin hal itu tersebut dalam masa itu selain orang-orang arab. Menunjukkan kejayaanya pada dunia, perdamaian, memperoleh pemikiran melakukan perdagan tadi melalui internasional dengan bangsa tersebut; serta sebagai konsekwensinya, dari merekalah orang-orang mesir harus melakukan suatu bentuk pertama berdasarkan akuntansi, yg menurut cara perdagangan yg umum, dikomunikasikan seluruh kota-kota ditimur tengah. Bisnis perdagangan, yang utuk setiap kota-kota perdagangan di eropa di hubungakan sang orang-orang lombardia, ikut jua memperkenalkan metode mereka pada pencatatan rekening, melalui penggunaan pencatatan berpasangan ; yg sekarang dikenal menggunakan sebutan pembukaan italia. 

Pembukaan italia ini berkembang, seiring dengan perkembangan perdagangan berdasarkan republik italia serta mpenggunaan metode pembukaan pencatatan berpasangan ke abad 14. Kitab pencatatan berpasangan yg pertama kali di kenal merupakan pembukaan masyari dari genua, yang bertanggal sejak tahun 1340 . 
Kontribusi luca pacioli 

Nama luca pacioli, seseorang pastur dari ordo pranciscus, dalam umumnya pada asosialisasikan menggunakan pengenalan pembukaan pencetaan berpasangan buat pertama kalinnya. Pada tahun 1494 ia menerbitkan bukunya, Summa de arithmatice geometria, proportioni et proportionalita yg didalamnya terdapat dua buah bad-de dikomputis et scripturis yang mengungkapkan pembukaan pencatatan berpasangan. Ia menyatakan bahwa tujuan pembukaan merupakan buat memberikan keterangan yg nir tertunda pada para pedagang mengenai keadaan aktiva dan hutang-hutangnya. Debit (adebeo) dan kredit (credite) digunakan pada pencatatan buat memastikan sebuah pencatatan berpasangan. Ia menyampaikan, “seluruh pencatatan haarus berpasangan. 

Yaitu, jika anda menciptakan seseorang kreditor, maka anda wajib membuat seorang rebitor”. Tiga kitab digunakan disini.:sebuah memorandum, sebuah jurnal, dan sebuah buku besar . Pada waktu yg bersamaan, mengingat umur yang pendek berdasarkan perusaha-perusahaan usaha, Pacioli menyerahkan perhitungan menurut laba suatu periode serta penutupan kitab . 

Dibawah ini adalah saran yang diberikan : 
Merupakan suatu hal yg beik buat menutup kitab setiap tahun, terutama apabila anda memiliki kolaborasi kemitraan dengan pihak-pihak lain. Sringnya melakukan pencatatan akuntansi akan memperpanjang persahabatan. 

Perkembangan Pembukaan Pencatatan Berpasangan 

Perkembangan tadi meliputi hal-hal berikut adalah :
1. Kurang lebih aba ke-16 terjadi beberapa perubahan bilangan teknik-teknik pembukaan. Perubahan yang catat merupakan diperkenankan jurnal-jurnal khusus buat pencatatan aneka macam jenis transaksi yang tidak sinkron.
2. Pada abad-16 serta 17 terjadi revolusi dalam praktik laporan keuangan periodik. Sebagai tambahan lagi, pada abad ke 17 serta abad 18 terjadi evolusi pada personifikasi berdasarkan seluruh akun dan transaksi, sebagai suatu usaha untuk merasionalisasikan anggaran debit dan kredit yg dipakai dalam akun-akun yang nir niscaya hubungannya serta abstrak.
3. Menerapkan sistem pencatatan berpasangan pula diperluas ke jenis-jenis organisasi yang lain. 
4. Abad ke 17 jua mencatat terjadinya penggunaan akun-akun persediaanya berpisah buat jenis barang yang tidak sinkron.
5. Dimulai menggunakan east india company pada abad ke-17 dan selanjutnya pada ikuti menggunakan perkembangan tersebut, seiring dengan revolusi industri, akuntansi mendapatkan status yg lebih baik, yg ditunjukkan dengan adanya kebutuhan akan akuntansi biaya , dan kepercayaan yang diberikan kepada konsep-konsep mengenai kelangsungan, perioditas, dan akrual.
6 Metode-metode buat pencatatan aktiva tetap mengalami evolusi dalam abad ke-18.
7 Sampai Dengan Awal Abad Ke-19, Depresiasi Untuk Aktiva Tetap Hanya diperhitungkan dalam barang dagangan yang tidak terjual.
8 Kuntansi biaya muncul pada abad ke-19 menjadi sebuah hasil berdasarkan revolusi industri.
9 Pada paruh terakhir menurut abad ke-19 terjadi perkembangan pada teknik-teknik akuntansi buat pembayaran dibayar pada muka dan akrual, menjadi cara buat memungkinkan dilakukannya perhitungan darri keuntungan periodik.
10 Akhir abad ke-19 serta ke-20 terjadi perkembangan pada laporan dana.
11 Di abad ke-20 terjadi perkembangan pada metode-metode akuntansi buat info-gosip kompleks, mulai menurut perhitungan keuntungan persaham, akuntansi buat perhitungan usaha, akuntansi buat inflasi sewa jangka panjang serta purna tugas, hingga dalam masalah peting berdasarkan akuntansi menjadi produk baru dari rekayasa keuangan (financial engineering). 

2. Perkembangan Prinsip-Prinsip Akuntansi Di Amerika Serikat 
a. Tahap Kontribusi Manajemen (1900-1933) 
Pengaruh manajemen di pada formulasi prinsip-prinsip akuntansi ada dari meningkatnya jumlah pemegang saham dan peranan ekonomi dominan yg di mainkan oleh perusahaan-perusahaan industri selesainya tahun 1990. Pemain primer pada masa itu adalah asosiasi akuntan profesional, American institute of accountans (AIA). 

Posisi menurut AIA atas permintaan berdasarkan komisi dagang federal (fedeal trade comission-FTC) 
Adalah bahwa “nir ada biaya panjualan, beban bunga atau beban administrasi di dalam biaya overhead pabrik”. Penentang atas posisi menurut institute ini menghadapi pernyataan pada dalam laporan yang mengungkapkan “di perhhitungkannya bunga di pada biaya produksi merupakan teori yg tidak berdasar serta keliru, dan bisa dikatakan mustahil (absurd) pada pada praktiknya”. Pihak yang menentangnya pun mengalami kekalahan. Kejadian krusial yang lain dimasa itu adalah meningkatnya imbas menurut teori akuntansi terhadap perpajakan atas keuntungan bisnis. Meskipun undang-undang pendapatan tahun 1913 sudah memberikan dasar kalkulasi laba kena pajak dengan dasar penerimaan dan peneluaran kas, undang-undang tahun 1918 adalah yang pertama mengakui peranan berdasarkan mekanisme akuntansi di dalam penentuan laba kena pajak.

b. Tahap Kontribusi Institusi (1933-1959)
1. Pada tahun 1934, kongres membentuk SEC menggunakan tugas untuk mengelola majemuk hukum-hukum investasi federal, termasuk undang-undang sekuritas pada tahun 1933 yang mengatur penerbitan sekuritas pada pasar-pasar antar negara bagian serta undang-undang sekuritas tahun 1934 yang mengatur perdagangan sekuritas.
2. Setelah publikasi yg dilakukan oleh ripley pada pada satu artikel yg mengkritik teknik-teknik pelaporan sebagai sesuatu yg memperdayakan, Geoge O. May, kebangsaan Inggris, mengusulkan agar Institut Akuntan Publik Bersertifikat Amerika (American Institute of Certified Public Accountant-AICPA) memulai sebuah bisnis kerja sama dengan bursa efek. Sebagai akibatnya, komite khusus dari AICPA melalui kerja sama menggunakan Bursa Efek menyarankan solusi generik berikut adalah:

Alternatif yg lebih praktikal adalah menaruh setiap perusahaan untuk bebas memilih metode-metode akuntansinya sendiri di pada batasan yg sangat luas. Tetapi mengharuskan adanya pengungkapan dari metode yg dipergunakan serta konsistensi pangaplikasiannya berdasarkan tahun ke tahun. Sebagai tambahan, komite mengusulkan percobaan resminya yang pertama buat mengembangkan teknik-teknik akuntansi yg berlaku umum. Dikenal menjadi “prinsip-prinsip umum” (board principles).

3. Setelah diterbitkannya ASR No. 4 oleh SEC, yg menantang profesi akuntan buat menaruh “dukungan subtansial menurut yang berwenang” menurut prinsip-prinsip yg berlaku, dan meningkatnya kecaman menurut Asosiasi Akuntansi Amerika (American Accounting Association) dan para anggotanya yang baru saja dibentuk, Institut selanjutnya di tahun 1938 memutuskan memberikan kuasa kepada Komite Prosedur Akuntansi (Committee Accounting Procedure-CAP) buat mengumumkan keputusannya.

c. Tahap Politisasi (1973-Sekarang)
Keterbatasan yg dimiliki sang baik asosiasi profesional juga manajemen di pada memformulasikan suatu teori akuntansi sudah menunjuk kepada pengadopsian suatu pendekatan yang lebih deduktif sekaligus melakukan politisasi atas proses penetapan standarnya sebuah situasi yang diciptakan oleh pandangan yang berlaku umum bahwa angka-angka akuntansi memengaruhi prilaku berekonomi serta menjadi konsekuensinya, anggaran-anggaran akuntansi hendaknya dibentuk pada pada arena politik. 

Sejak awal, FASB sudah menerapkan sebuah pendekatan deduktif dan quasi politik pada formulasi berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi. Hal yang oleh FASB menerima nilai yg lebih baik, pertama, menggunakan adanya usaha buat mengembangkan suatu kerangka kerja teoritis atau kesepakatan pada akuntansi, dan kedua, dengan lahirnya aneka macam grup yg berkepentingan, yang kontribusinya diharapkan bagi penerimaan “umum” atas standar baru. Oleh karena itu, proses penetapan baku memiliki aspek politisi di dalamnya.

Proses berdasarkan penetapan standar dapat digambarkan menjadi demokratis karena, misalnya semua badan produsen peraturan, hak Dewan untuk membuat peraturan dalam akhirnya akan sangat bergantung pada persetujuan menurut pihak yg diatur. Namun lantaran penetapan baku membutuhkan beberapa perspektif, maka tidaklah sempurna bila suatu baku ditetapkan menggunakan hanya didasarkan pada penggambaran menurut para pemilihnya. Hal yang serupa pula, proses tersebut dapat diuraikan menjadi legislatif lantaran penetapan standar harus dimusyawarahkan serta karena seluruh pandangan harus didengarkan.

Tetapi para penyusun baku dibutuhkan buat dapat mewakili semua pemilih sebagai satu kesatuan serta tidak enjadi perwakilan berdasarkan sekelomppok pemilih eksklusif. Proses ini dapat diuraikan sebagai bersifat politis kaarena terdapat satu usaha pembelajaran yg terkait menggunakan usaha buat menerima penerimaan sstu standar

3. Akuntansi Dan Kapitalisme
Akuntansi serta kapitalisme saling dikaitkan sang beberapa sejarawan ekonomi menggunakan adana klaim generik bahwa pembukuan pencatatan berpasangan adalah suatu hal yg vital didalam perkembangan evolusi berdasarkan kapitalisme. Max Weber menekankan argumentasi sebagai berikut:

“organisasi terbaru yg rasional berdasarkan perusahaan kapitalistis nir akan mungkin terjadi tanpa adana faktor krusial di dalam perkembangannya : pemisahan usaha berdasarkan tempat tinggal tangga dan berkaitan erat dengannya, pembukuan yg rasional”.

Hubungan antara akuntansi serta kapitalisme in selajutnya di kenal sebagai tesis atau Argumen Sombart. Ia mengemukakan bahwa transfortasi aktiva mejadi nilai-nilai tak berbentuk serta aktualisasi diri kuantitatif dari aktivitas bisnis, serta akuntansi yg sistematis pada bentuk pembukuan pencatatan berpasangan menciptakan adanya kemungkianan buat seorang wirausahawan yg kapitalis buat seseorang wirausahawan yg kapitalisme buat merencanakan, melakukan, serta mengukur impak dari aktivitas yg beliau lakukan serta melakukan pemisahan berdasarkan pemilik dan bisnis itu sendiri, sebagai akibatnya memungkinkan adanya pertumbuhan bagi perusahaan. Empat alasan berikut umumnyamuncul untuk mengungkapkan peranan menurut pencatatan berpasangan dalam ekspansi ekonomi.
1. Pencatatan berpasangan memberikan donasi bagi keluarnya perilaku baru atas kehidupan ekonomi
2. Semangat baru melakukan akuisisi ini di dukung serta didorong sang adanya pemugaran menurut perhitungan-perhitungan irit.
3. Pembukuan pencatatan berpasangan mengisinkan adanya organisasi yang sistematis.
4. Pembukuan pencatatan berpasangan mengizinkan adanya pemisahan atas kepemilikan serta manajemen dan karenanya mempertinggi pertumbuhan menurut perusahaan besar dengan saham campuran.

Yamey mengindikasikan bahwa para usahawan di abad ke 16 hingga menggunakan abad-18 tidak pernah memakai pembukuan menggunakan pencatatan berpasangan buat melacak laba dan modalnya, tetapi hanya menggunakannya buat mencatat suatu transaksi. Ia berkata :

“Sistem pencatatan berpasangan hanyalah menambahkan sedikit menurut pemberiankerangka kerja dimana data akuntansi dapat ditempatkan dan ad interim datanya bisa pada atur, dikelompokkan, serta dikelompokkan ulang kembali. Sistem nir menggunakan sendirinya menentukan rentang dari data yg wajib dimasukkan kedalam satu aturan tertentu, juga memaksakan adanya pola tertentu dalam perguruan internal dan perguruan ulang data:.

4. Relevansi Sejarah Akuntansi
Sejarah akuntasi penting bagi pengajaran, kebjakan, serta praktek akuntansi. Sejarah memungkinkan kita buat bisa “lebih baik tahu masa sekarang dan meramalkan atau mengendalikan masa depan kita:’

Berkaitan dengan pengajaran, sejarah akuntansi bisa sangat bermanfaat buat menaruh pemahaman dan apresiasi yg lebih baik mengenai bidang akuntasi dan evolusinya menjadi satu ilmu sosial. Satu pemikiran yg indah akan relevansi menurut sejarah akuntansi terhadap pengajaran diuraikan dibawah ini :

Pertama-tama, suatu profesi yang berdasarkan dalam traadisi ang dikembangkan selama berabad-abad seharusnya mendidik para anggotanya buat lebih menghargai warisan intelektual yang mereka miliki. Kedua, adanya inpor keunggulan-keunggulan pemikiran, kontribusi -donasi besar pada literatur, dan studi-studi positif yg penting mungkin saja akan hilang, terpragmentasikan, atau dipelajari secara nir sempurna didalam jangka saat yg lebih panjang kecuali bila mereka sudah di dukumentasikan serta digabungkan sang orang-orang terpelajar yg memilliki keahlian sejarah. Ketiga, tanpa memiliki akses kepada analisis dan interprestasi menurut sejarah perkembangan pemmikiran dan praktik akuntansi, para emperis saat ini akan beresiko berdasarkan investigasi yg mereka lakukan pada kalim-klaim atas masa lalu yang tidak lengkap atau tidak berdasar.

Berkaitan menggunakan praktek akuntansi, sejarah akuntansi dapat menaruh penilaian yang lebih baik atas praktek-praktek yang berlaku menggunakan melakukan perbandingan terhadap metode-metode yg pernah digunakan dimasa lalu.

5. Isu-Isu Akuntansi Internasional
i. Definisi Akuntansi Internasional
Konsep berdasarkan akuntansi universal atau global adala yg paling luas ruang lingkupnya. Konsep ini mengarahkan akuntansi internasional menuju formulasi serta studi atas satu gugusan prinsip-prinsip akuntansi yang diterma secara universal. Tujuannya merupakan untuk mendapatkan satu standardisasi lengkap atas prinsip-prinsip akuntansi secara internasional.

Di pada kerangka kerja konsep ini, akuntansi internasional di anggap sebagai sebuah sistem universal yang dapat diterapkan disemua negara. Sebuah seperangkat prinsip-prinsip akuntansi yg beralaku umum (generally accepted accounting principles-GAAP) yang diterima diseluruh dunia, seperti yang berlaku di amerika perkumpulan, akan dibentuk, praktik dan prinsip yg dikembangkan akan bisa diberlakukan diseluruh negara. Konsep ini akan sebagai target tertinggi berdasarkan suatu sistem internasional.

Konsep berdasarkan akuntansi konpratif atau akuntansi internasional mengarahkan akuntansi internasional kepada studi pemahaman atas perbedaan-perbedaan nasional pada dalam akuntasi perusahaan serta praktik-praktik pelaporan.
1. Kesadaran akan adanya keragaman internasional didalam akuntansi perusahaan
2. Pemahaman akan prinsip-prinsip serta praktik-praktik akuntansi dari masing-masing negara.
3. Kemapuan untuk menilai dammpak berdasarkan beragamnya praktik-praktik akuntansi pada pelaporan keuangan 

Munculnya paradigma baru didalam akuntansi internasional memperluas kerangka kerja serta pemikiran buat memasukkan ilham-pandangan baru baru menurut akuntansi internasional. Sebagai akibatnya, konsep-konsep serta teori-teori akuntasni yg dibuat oleh Amenkhienan buat memasukkan hal-hal sebagai berikut :
1. Teori universal atau dunia
2. Teori multinasional
3. Teori konparatif
4. Teori transaksi-transaksi internasional 
5. Teori transalasi

Masing-masing teori-teori pada atas menaruh dasar atas pengembangan berdasarkan sebuah kerangka kerja konseptual untuk akuntansi internasional. Miskipin akan masih ada argumentasi mengenai teori manakah yang akan lebih disukai

ii. Harmonisasi Standar Akuntansi 
Arti haarmoni standar akuntansi 
Istilah harmoni standar akuntansi sebagai kebaikan berdasarkan standardisasi memiliki arti sebuah rekonsiliasi atas berbagai sudut pandang yg tidak selaras. Istilah ini lebih bersifat menjadi pendekatan mudah serta mendamaikan dari dalam standardisasi berarti prosedur-mekanisme yang dimiliki oleh satu negara hendaknya diterapakan sang seluruh negara yang lain. Harmonisasi sebagai suatu bagian yg krusial buat menghasilkan komonikasi yg lebih baik atas suatu fakta agar bisa diartikan dan dipahami secara internasional.

Definisi berdasarkan harmonisasi tesebut dianggap lebih realistis serta mempunyai kemungkinan lebih besar buat diterima dari pada standardisasi. Setiap negara berasal mempunyai perpaduan anggaran, filosofi, serta sasarannya masing-masing di taraf nasional, yg ditujukan pada perlindungan atau pengendalian dari asal-asal daya nasional.

Manfaat berdasarkan harmonisasi
Terdapat beragam keuntungan dai harmonisasi. Pertama, bagi poly negara, belum terdapat suatu baku kodifikasi akuntansi serta audit yang memadai. Standar yang diakui secara internasional tidak hanya akan akan mengurangi b iaya penyiapan untuk negara-negara tadi melainkan jua memungkinkan mereka buat dengan seketika sebagai bagian dari arus utama standart akuntansi yang berlaku secara internasional. Kedua, internasionalisasi yang berkembang menurut perekonomian dunia dan menaikkan saling ketergantungan menurut negara-negara didalam kaitannya dengan perdagangan serta arus investasi internasional adalah argumentasi yang utama berdasarkan adanya suatu bentuk standart akuntansi dan audityang berlaku secara internasional. Ketiga, adanya kebutuhan menurut perusahaan-perusahaan buat memperoleh kapital dari luar, mengingat tidak cukupnya jumlah keuntungan di tahan buat mendanai proyek-proyek serta pinjaman-pinjaman luar negeri yang tersedia, telah menaikkan kebutuhan akan harmonisasi akuntansi.

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN AKUNTANSI

Sejarah Dan Perkembangan Akuntansi 
1. Evolusi Pembukaan Pencatatan Berpasangan
a. Sejarah Awal Akutansi 
Berbagai percobaan sudah dilakukan buat menyatakan lokasi serta waktu dari lahirnya sistem pencatatan berpasangaN yang telah membuat aneka macam skenario. Ke banyakan skenario tersebut mengakui adanya kehadiran suatu bentuk aplikasi pencatatan disebagian besar kebudayaan semenjak sekitar 3000 tahun sebelum masehi.

Littleton menciptakan daftar tujuh prasarat bagi luncurnya pembukaan yang sistematis :
Seni penulisan (the art of writing), karena pembukuan pada pada dasarnya adalah sebuah catatan; aritmetika (arithmetic), lantaran aspek mekanik menurut pembukuan mengandung adanya serangkaian perhitungan sedehana; milik pribadi (private property), lantaran pembukuan hanya berkepentingan dengan pencatatan warta-warta mengenai mal serta hak miliknya; uang (maney) yaitu transaksi yg belum selesai, lantaran tidak akan terdapat dorongan buat menciptakan catatan apa terdapat loka saat itu juga, perdangangan (commerce), lantaran sebua penjualan lokal saja nir akan membentuk cukup tekanan (volume bisnis) buat merangsang insan mengkoordinasikan berbagai pemikiran kedalam suatu sistim; modal (capital), karena tanpa modal perdagangan tidak akan berarti serta anugerah kredit sebagai sesuatu yg nir mungkin mampu dibayangkan.

Masing-masing kebudayaan antik yg disebutkan diatas sudah meliputi prasarat-prasarat tersebut, sekaligus menyebutkan mengapa sudah terdapat semacam pembukuan dedalamnya. Jika kita ingin melacak ilmu yang penting ini (akuntansi) balik keasal usulnya, kita secara alamiah akan menganggap rendezvous pertanyaan akan dari para pedagang yang pertama; dan tidak seorangpun yang layak mengklaim hal itu tadi pada masa itu selain orang-orang arab. Menunjukkan kejayaanya di dunia, perdamaian, memperoleh pemikiran melakukan perdagan tersebut melalui internasional dengan bangsa tersebut; serta sebagai konsekwensinya, berdasarkan merekalah orang-orang mesir wajib melakukan suatu bentuk pertama menurut akuntansi, yang menurut cara perdagangan yang generik, dikomunikasikan semua kota-kota ditimur tengah. Bisnis perdagangan, yg utuk setiap kota-kota perdagangan pada eropa pada hubungakan sang orang-orang lombardia, ikut jua memperkenalkan metode mereka pada pencatatan rekening, melalui penggunaan pencatatan berpasangan ; yg sekarang dikenal menggunakan sebutan pembukaan italia. 

Pembukaan italia ini berkembang, seiring menggunakan perkembangan perdagangan berdasarkan republik italia serta mpenggunaan metode pembukaan pencatatan berpasangan ke abad 14. Kitab pencatatan berpasangan yang pertama kali pada kenal adalah pembukaan masyari dari genua, yg bertanggal sejak tahun 1340 . 
Kontribusi luca pacioli 

Nama luca pacioli, seseorang pastur berdasarkan ordo pranciscus, dalam umumnya di asosialisasikan dengan sosialisasi pembukaan pencetaan berpasangan buat pertama kalinnya. Pada tahun 1494 dia menerbitkan bukunya, Summa de arithmatice geometria, proportioni et proportionalita yg didalamnya terdapat dua butir bad-de dikomputis et scripturis yang menjelaskan pembukaan pencatatan berpasangan. Ia menyatakan bahwa tujuan pembukaan merupakan buat menaruh keterangan yang nir tertunda kepada para pedagang tentang keadaan aktiva dan hutang-hutangnya. Debit (adebeo) dan kredit (credite) digunakan pada pencatatan buat memastikan sebuah pencatatan berpasangan. Ia berkata, “seluruh pencatatan haarus berpasangan. 

Yaitu, jika anda menciptakan seorang kreditor, maka anda wajib menciptakan seseorang rebitor”. Tiga buku dipakai disini.:sebuah memorandum, sebuah jurnal, dan sebuah buku akbar. Pada saat yg bersamaan, mengingat umur yang pendek menurut perusaha-perusahaan bisnis, Pacioli menyerahkan perhitungan dari keuntungan suatu periode dan penutupan buku. 

Dibawah ini merupakan saran yang diberikan : 
Merupakan suatu hal yg beik buat menutup buku setiap tahun, terutama apabila anda memiliki kerja sama kemitraan dengan pihak-pihak lain. Sringnya melakukan pencatatan akuntansi akan memperpanjang persahabatan. 

Perkembangan Pembukaan Pencatatan Berpasangan 

Perkembangan tadi meliputi hal-hal berikut adalah :
1. Lebih kurang aba ke-16 terjadi beberapa perubahan bilangan teknik-teknik pembukaan. Perubahan yang catat adalah diperkenankan jurnal-jurnal khusus buat pencatatan berbagai jenis transaksi yang tidak sinkron.
2. Pada abad-16 serta 17 terjadi revolusi pada praktik laporan keuangan periodik. Sebagai tambahan lagi, pada abad ke 17 dan abad 18 terjadi evolusi pada personifikasi menurut semua akun serta transaksi, menjadi suatu bisnis untuk merasionalisasikan anggaran debit serta kredit yg digunakan pada akun-akun yang nir pasti hubungannya serta abstrak.
3. Menerapkan sistem pencatatan berpasangan jua diperluas ke jenis-jenis organisasi yang lain. 
4. Abad ke 17 pula mencatat terjadinya penggunaan akun-akun persediaanya berpisah buat jenis barang yang tidak sinkron.
5. Dimulai menggunakan east india company pada abad ke-17 serta selanjutnya pada ikuti menggunakan perkembangan tadi, seiring dengan revolusi industri, akuntansi mendapatkan status yg lebih baik, yang ditunjukkan dengan adanya kebutuhan akan akuntansi porto, dan agama yg diberikan kepada konsep-konsep mengenai kelangsungan, perioditas, dan akrual.
6 Metode-metode buat pencatatan aktiva tetap mengalami evolusi pada abad ke-18.
7 Sampai Dengan Awal Abad Ke-19, Depresiasi Untuk Aktiva Tetap Hanya diperhitungkan pada barang dagangan yg tidak terjual.
8 Kuntansi porto muncul di abad ke-19 sebagai sebuah output dari revolusi industri.
9 Pada paruh terakhir dari abad ke-19 terjadi perkembangan dalam teknik-teknik akuntansi buat pembayaran dibayar di muka serta akrual, menjadi cara buat memungkinkan dilakukannya perhitungan darri laba periodik.
10 Akhir abad ke-19 serta ke-20 terjadi perkembangan pada laporan dana.
11 Di abad ke-20 terjadi perkembangan pada metode-metode akuntansi buat isu-informasi kompleks, mulai berdasarkan perhitungan laba persaham, akuntansi buat perhitungan bisnis, akuntansi buat inflasi sewa jangka panjang dan purna tugas, hingga pada masalah peting berdasarkan akuntansi sebagai produk baru berdasarkan rekayasa keuangan (financial engineering). 

2. Perkembangan Prinsip-Prinsip Akuntansi Di Amerika Serikat 
a. Tahap Kontribusi Manajemen (1900-1933) 
Pengaruh manajemen pada dalam formulasi prinsip-prinsip akuntansi timbul dari meningkatnya jumlah pemegang saham dan peranan ekonomi mayoritas yang pada mainkan sang perusahaan-perusahaan industri sehabis tahun 1990. Pemain utama pada masa itu merupakan asosiasi akuntan profesional, American institute of accountans (AIA). 

Posisi menurut AIA atas permintaan berdasarkan komisi dagang federal (fedeal trade comission-FTC) 
Adalah bahwa “nir terdapat porto panjualan, beban bunga atau beban administrasi pada dalam biaya overhead pabrik”. Penentang atas posisi dari institute ini menghadapi pernyataan pada pada laporan yang berkata “di perhhitungkannya bunga di pada biaya produksi adalah teori yg nir berdasar dan keliru, serta dapat dikatakan tidak mungkin (absurd) pada pada praktiknya”. Pihak yg menentangnya pun mengalami kekalahan. Kejadian krusial yg lain dimasa itu merupakan meningkatnya dampak berdasarkan teori akuntansi terhadap perpajakan atas keuntungan bisnis. Meskipun undang-undang pendapatan tahun 1913 sudah memberikan dasar kalkulasi keuntungan kena pajak menggunakan dasar penerimaan serta peneluaran kas, undang-undang tahun 1918 adalah yang pertama mengakui peranan berdasarkan prosedur akuntansi di dalam penentuan keuntungan kena pajak.

b. Tahap Kontribusi Institusi (1933-1959)
1. Pada tahun 1934, kongres membentuk SEC dengan tugas untuk mengelola beragam aturan-aturan investasi federal, termasuk undang-undang sekuritas dalam tahun 1933 yg mengatur penerbitan sekuritas pada pasar-pasar antar negara bagian dan undang-undang sekuritas tahun 1934 yg mengatur perdagangan sekuritas.
2. Setelah publikasi yang dilakukan oleh ripley pada dalam satu artikel yg mengkritik teknik-teknik pelaporan menjadi sesuatu yang memperdayakan, Geoge O. May, kebangsaan Inggris, mengusulkan supaya Institut Akuntan Publik Bersertifikat Amerika (American Institute of Certified Public Accountant-AICPA) memulai sebuah bisnis kolaborasi menggunakan bursa pengaruh. Sebagai akibatnya, komite khusus berdasarkan AICPA melalui kolaborasi menggunakan Bursa Efek menyarankan solusi umum berikut ini:

Alternatif yang lebih praktikal adalah memberikan setiap perusahaan buat bebas memilih metode-metode akuntansinya sendiri di dalam batasan yg sangat luas. Tetapi mengharuskan adanya pengungkapan dari metode yang digunakan dan konsistensi pangaplikasiannya dari tahun ke tahun. Sebagai tambahan, komite mengusulkan percobaan resminya yang pertama untuk membuatkan teknik-teknik akuntansi yang berlaku umum. Dikenal sebagai “prinsip-prinsip generik” (board principles).

3. Setelah diterbitkannya ASR No. 4 oleh SEC, yang menantang profesi akuntan buat menaruh “dukungan subtansial dari yg berwenang” berdasarkan prinsip-prinsip yang berlaku, serta meningkatnya kecaman dari Asosiasi Akuntansi Amerika (American Accounting Association) serta para anggotanya yg baru saja dibentuk, Institut selanjutnya di tahun 1938 memutuskan memberikan kuasa kepada Komite Prosedur Akuntansi (Committee Accounting Procedure-CAP) untuk mengumumkan keputusannya.

c. Tahap Politisasi (1973-Sekarang)
Keterbatasan yang dimiliki sang baik asosiasi profesional maupun manajemen pada pada memformulasikan suatu teori akuntansi telah mengarah pada pengadopsian suatu pendekatan yang lebih deduktif sekaligus melakukan politisasi atas proses penetapan standarnya sebuah situasi yg diciptakan oleh pandangan yg berlaku generik bahwa nomor -nomor akuntansi memengaruhi prilaku berekonomi dan menjadi konsekuensinya, aturan-anggaran akuntansi hendaknya dibentuk di dalam arena politik. 

Sejak awal, FASB sudah menerapkan sebuah pendekatan deduktif dan quasi politik pada formulasi berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi. Hal yang sang FASB menerima nilai yang lebih baik, pertama, menggunakan adanya usaha buat berbagi suatu kerangka kerja teoritis atau kesepakatan pada akuntansi, serta kedua, menggunakan lahirnya banyak sekali gerombolan yang berkepentingan, yang kontribusinya diharapkan bagi penerimaan “generik” atas standar baru. Oleh karena itu, proses penetapan baku memiliki aspek politisi pada dalamnya.

Proses berdasarkan penetapan standar bisa digambarkan menjadi demokratis karena, seperti semua badan penghasil peraturan, hak Dewan buat membuat peraturan pada akhirnya akan sangat bergantung pada persetujuan berdasarkan pihak yang diatur. Tetapi lantaran penetapan baku membutuhkan beberapa perspektif, maka tidaklah tepat bila suatu standar ditetapkan menggunakan hanya berdasarkan pada penggambaran dari para pemilihnya. Hal yg serupa jua, proses tersebut dapat diuraikan menjadi legislatif lantaran penetapan baku harus dimusyawarahkan dan karena semua pandangan wajib didengarkan.

Tetapi para penyusun standar diharapkan buat bisa mewakili seluruh pemilih menjadi satu kesatuan serta nir enjadi perwakilan dari sekelomppok pemilih eksklusif. Proses ini bisa diuraikan menjadi bersifat politis kaarena terdapat satu bisnis pembelajaran yg terkait dengan bisnis buat mendapatkan penerimaan sstu standar

3. Akuntansi Dan Kapitalisme
Akuntansi dan kapitalisme saling dikaitkan oleh beberapa sejarawan ekonomi dengan adana klaim umum bahwa pembukuan pencatatan berpasangan merupakan suatu hal yg vital didalam perkembangan evolusi berdasarkan kapitalisme. Max Weber menekankan argumentasi sebagai berikut:

“organisasi terkini yang rasional menurut perusahaan kapitalistis tidak akan mungkin terjadi tanpa adana faktor krusial pada dalam perkembangannya : pemisahan bisnis berdasarkan tempat tinggal tangga dan berkaitan erat dengannya, pembukuan yg rasional”.

Hubungan antara akuntansi serta kapitalisme in selajutnya pada kenal sebagai tesis atau Argumen Sombart. Ia mengemukakan bahwa transfortasi aktiva mejadi nilai-nilai abstrak dan ekspresi kuantitatif menurut kegiatan bisnis, serta akuntansi yang sistematis pada bentuk pembukuan pencatatan berpasangan membuat adanya kemungkianan buat seseorang wirausahawan yang kapitalis buat seorang wirausahawan yg kapitalisme buat merencanakan, melakukan, serta mengukur imbas menurut kegiatan yg ia lakukan dan melakukan pemisahan berdasarkan pemilik serta usaha itu sendiri, sebagai akibatnya memungkinkan adanya pertumbuhan bagi perusahaan. Empat alasan berikut umumnyamuncul buat mengungkapkan peranan dari pencatatan berpasangan dalam perluasan ekonomi.
1. Pencatatan berpasangan menaruh kontribusi bagi keluarnya perilaku baru atas kehidupan ekonomi
2. Semangat baru melakukan akuisisi ini pada dukung dan didorong sang adanya pemugaran dari perhitungan-perhitungan ekonomis.
3. Pembukuan pencatatan berpasangan mengisinkan adanya organisasi yg sistematis.
4. Pembukuan pencatatan berpasangan mengizinkan adanya pemisahan atas kepemilikan serta manajemen dan karena itu menaikkan pertumbuhan berdasarkan perusahaan besar dengan saham gabungan.

Yamey mengindikasikan bahwa para usahawan pada abad ke 16 hingga menggunakan abad-18 nir pernah menggunakan pembukuan menggunakan pencatatan berpasangan buat melacak keuntungan dan modalnya, namun hanya menggunakannya buat mencatat suatu transaksi. Ia mengungkapkan :

“Sistem pencatatan berpasangan hanyalah menambahkan sedikit menurut pemberiankerangka kerja dimana data akuntansi dapat ditempatkan serta sementara datanya dapat di atur, dikelompokkan, serta dikelompokkan ulang balik . Sistem nir dengan sendirinya memilih rentang dari data yg harus dimasukkan kedalam satu anggaran tertentu, juga memaksakan adanya pola tertentu dalam perguruan internal dan perguruan ulang data:.

4. Relevansi Sejarah Akuntansi
Sejarah akuntasi krusial bagi pedagogi, kebjakan, serta praktek akuntansi. Sejarah memungkinkan kita buat bisa “lebih baik tahu masa sekarang serta meramalkan atau mengendalikan masa depan kita:’

Berkaitan menggunakan pedagogi, sejarah akuntansi dapat sangat bermanfaat untuk menaruh pemahaman dan apresiasi yang lebih baik mengenai bidang akuntasi serta evolusinya menjadi satu ilmu sosial. Satu pemikiran yg cantik akan relevansi berdasarkan sejarah akuntansi terhadap pengajaran diuraikan dibawah ini :

Pertama-tama, suatu profesi yang didasarkan pada traadisi ang dikembangkan selama berabad-abad seharusnya mendidik para anggotanya buat lebih menghargai warisan intelektual yg mereka miliki. Kedua, adanya inpor keunggulan-keunggulan pemikiran, kontribusi -kontribusi besar pada literatur, serta studi-studi positif yg penting mungkin saja akan hilang, terpragmentasikan, atau dipelajari secara nir paripurna didalam jangka waktu yang lebih panjang kecuali bila mereka sudah pada dukumentasikan dan digabungkan oleh orang-orang terpelajar yg memilliki keahlian sejarah. Ketiga, tanpa memiliki akses pada analisis serta interprestasi berdasarkan sejarah perkembangan pemmikiran serta praktik akuntansi, para emperis waktu ini akan beresiko menurut investigasi yang mereka lakukan pada kalim-klaim atas masa kemudian yg nir lengkap atau tidak berdasar.

Berkaitan dengan praktek akuntansi, sejarah akuntansi dapat menaruh evaluasi yang lebih baik atas praktek-praktek yang berlaku dengan melakukan perbandingan terhadap metode-metode yg pernah dipakai dimasa lalu.

5. Isu-Isu Akuntansi Internasional
i. Definisi Akuntansi Internasional
Konsep menurut akuntansi universal atau dunia adala yang paling luas ruang lingkupnya. Konsep ini mengarahkan akuntansi internasional menuju formulasi serta studi atas satu gugusan prinsip-prinsip akuntansi yang diterma secara universal. Tujuannya merupakan buat menerima satu standardisasi lengkap atas prinsip-prinsip akuntansi secara internasional.

Di pada kerangka kerja konsep ini, akuntansi internasional di anggap menjadi sebuah sistem universal yg bisa diterapkan disemua negara. Sebuah seperangkat prinsip-prinsip akuntansi yg beralaku umum (generally accepted accounting principles-GAAP) yg diterima diseluruh dunia, misalnya yg berlaku pada amerika perkumpulan, akan dibentuk, praktik dan prinsip yang dikembangkan akan dapat diberlakukan diseluruh negara. Konsep ini akan menjadi sasaran tertinggi menurut suatu sistem internasional.

Konsep dari akuntansi konpratif atau akuntansi internasional mengarahkan akuntansi internasional pada studi pemahaman atas disparitas-perbedaan nasional pada dalam akuntasi perusahaan serta praktik-praktik pelaporan.
1. Kesadaran akan adanya keragaman internasional didalam akuntansi perusahaan
2. Pemahaman akan prinsip-prinsip serta praktik-praktik akuntansi menurut masing-masing negara.
3. Kemapuan buat menilai dammpak dari beragamnya praktik-praktik akuntansi pada pelaporan keuangan 

Munculnya kerangka berpikir baru didalam akuntansi internasional memperluas kerangka kerja serta pemikiran untuk memasukkan wangsit-pandangan baru baru dari akuntansi internasional. Sebagai akibatnya, konsep-konsep dan teori-teori akuntasni yang dibuat sang Amenkhienan buat memasukkan hal-hal menjadi berikut :
1. Teori universal atau dunia
2. Teori multinasional
3. Teori konparatif
4. Teori transaksi-transaksi internasional 
5. Teori transalasi

Masing-masing teori-teori pada atas memberikan dasar atas pengembangan berdasarkan sebuah kerangka kerja konseptual buat akuntansi internasional. Miskipin akan terdapat argumentasi tentang teori manakah yang akan lebih disukai

ii. Harmonisasi Standar Akuntansi 
Arti haarmoni baku akuntansi 
Istilah harmoni standar akuntansi sebagai kebaikan menurut standardisasi memiliki arti sebuah rekonsiliasi atas aneka macam sudut pandang yang tidak selaras. Istilah ini lebih bersifat sebagai pendekatan mudah serta mendamaikan menurut dalam standardisasi berarti prosedur-prosedur yang dimiliki oleh satu negara hendaknya diterapakan oleh seluruh negara yang lain. Harmonisasi sebagai suatu bagian yang krusial buat membentuk komonikasi yg lebih baik atas suatu fakta agar dapat diartikan serta dipahami secara internasional.

Definisi berdasarkan harmonisasi tesebut dianggap lebih realistis dan mempunyai kemungkinan lebih akbar buat diterima berdasarkan pada standardisasi. Setiap negara asal mempunyai deretan aturan, filosofi, serta sasarannya masing-masing pada taraf nasional, yang ditujukan pada proteksi atau pengendalian menurut sumber-sumber daya nasional.

Manfaat menurut harmonisasi
Terdapat bermacam-macam keuntungan dai harmonisasi. Pertama, bagi banyak negara, belum terdapat suatu standar kodifikasi akuntansi dan audit yg memadai. Standar yang diakui secara internasional nir hanya akan akan mengurangi b iaya penyiapan buat negara-negara tadi melainkan juga memungkinkan mereka buat menggunakan seketika menjadi bagian dari arus primer standart akuntansi yang berlaku secara internasional. Kedua, internasionalisasi yg berkembang dari perekonomian global dan menaikkan saling ketergantungan dari negara-negara didalam kaitannya menggunakan perdagangan serta arus investasi internasional merupakan argumentasi yg utama berdasarkan adanya suatu bentuk standart akuntansi serta audityang berlaku secara internasional. Ketiga, adanya kebutuhan dari perusahaan-perusahaan buat memperoleh modal berdasarkan luar, mengingat nir cukupnya jumlah keuntungan pada tahan buat mendanai proyek-proyek dan pinjaman-pinjaman luar negeri yg tersedia, telah menaikkan kebutuhan akan harmonisasi akuntansi.

METODOLOGI PENELITIAN BISNIS UNTUK AKUNTANSI DAN MANAJEMEN

Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi Dan Manajemen
KOMPLEKSITAS MANAJEMEN
Pokok bahasan manajemen semakin hari semakin diminati oleh banyak sekali kalangan masyarakat baik para ilmuwan, praktisi bahkan orang umum . Namun aneka macam kalangan tadi juga belum mempunyai “communal opinio” mengenai definisi manajemen. Sebagai konsekuensinya, manajemen memiliki majemuk konotasi-konotasi yang kadang nir saling bekerjasama, sebagai akibatnya dapat menyebabkan perbedaan dalam tahu “fauna” manajemen. Kompleksitas yg terjadi pada bahasan tentang manajemen tidak hanya terjadi pada level dialektika, tetapi yang menjadi dilema berat merupakan faktor kepentingan praktis yg sering kali mengendalikan kiprah manajemen menjadi kajian ilmiah yg independen.

Fenomena penting yg bisa kita lihat adalah dalam bidang pendidikan manajemen. Bidang pendidikan diperlukan sebagai “penjaga gawang” dalam kajian ilmiah mengenai manajemen. Namun pada kenyataannya tidak dapat kita hindari bahwa kepentingan kapitalistik serta materialistik telah menaruh pandangan baru dan orientasi yang berbeda pada mengartikulasikan pendidikan manajemen. 

Dewasa ini pada Indonesia benyak yang berpandangan bahwa pendidikan tinggi khususnya dicermati hanya menjadi investasi masa depan daripada buat kepentingan khasanah keilmuan. Artinya pengorbanan berupa biaya serta ketika dipercaya menjadi investasi menggunakan mengharapkan pekerjaan dan pendapatan yg baik sebagai return-nya. Sehingga banyak orang berlomba-lomba melanjutkan pendidikannya pada perguruan tinggi dengan asa terjadi “mobilitas vertikal” yang kelak akan mengantarkan mereka mencapai “kesejahteraan ekonomi”. Pada sisi lain, penyelenggara pendidikan melihat kenyataan pendidikan manajemen menjadi “pasar” yang memiliki permintaan yang sangat melimpah. Penyelenggara pendidikan, terutama swasta sangat bergairah mendirikan berbagai program baik dalam strata diploma, S1, S2 baik MM ataupun MBA dan S3 atau program Doktor. Problemnya adalah dalam “nawaitu” atau niatnya pada menyelenggarakan pendidikan. Newman dalam bukunya Social Research Methods (2000) menjelaskan menjadi fenomena pseudoscience yang erat kaitannya dengan ilmu itu sendiri. Pseudoscience adalah suatu kenyataan yang seolah-olah menampakkan dirinya menjadi suatu ilmu (khususnya ilmu-ilmu sosial misalnya manajemen), padahal hanya berupa jargon-jargon yg dibumbui menggunakan berberapa karakteristik yang seperti dengan karakteristik sebuah ilmu. Termasuk pada dalamnya adalah penyelenggaraan acara gelar aneka macam tingkatan yang kadang sesungguhnya tidak memiliki komitmen serta tanggung jawab terhadap ilmu melainkan hanya kepentingan usaha, beredarnya buku-buku ilmiah manajemen terkenal yg semata-mata buat bisnis, penelitian dan jajak ilmiah “semu” yg bertujuan hanya buat mempopulerkan, mengiklankan produk, jasa, usaha serta lain-lain pada banyak sekali media massa. Hal tersebut semakin diperparah oleh ketidakfahaman warga serta ketiadaan anggaran mengenai batasan area ilmiah.

PROBLEM MANAJEMEN DI INDONESIA
Momentum kemerdekaan di Indonesia seharusnya bisa mendorong pengembangan ilmu pengetahuan secara umum yang bercirikan nilai budaya bangsa Indonesia dan pengembangan manajemen sebagai ilmu pada pendidikan terbaru yg menaruh harapan serta keberanian pada bangsa Indonesia buat memperbaiki kehidupan usaha dan ekonomi dan moralitas bangsa. Tetapi empiris yg dihadapi kehadiran ratusan bahkan ribuan pendidikan tinggi serta pula ratusan ribu sarjana belum bisa melahirkan serta membesarkan ilmu pengetahuan khusunya melahirkan sebuah konsepsi manajemen berwawasan Indonesia.

Penyebab primer kepincangan pada kemajuan ilmu pengetahuan merupakan terletak pada perlakuan yang nir “correct” terhadap ilmu pengetahuan di perguruan tinggi dalam khususnya, pada lingkungan kampus pada umumnya (Daoed Joesoef, 1986). Dikatakan tidak “correct” karena pada sana ilmu pengetahuan (dalam hal ini secara khusus ilmu manajemen) dihayati tidak pada arti yg lengkap, yaitu ilmu pengetahuan pada arti produk, ilmu pengetahuan pada arti sebagai proses dan ilmu pengetahuan pada arti rakyat.

Ilmu pengetahuan menjadi produk, merupakan pengetahuan yang telah diketahui dan diakui kebenrannya oleh masyarakat ilmuwan. Jadi ilmu pengetahuan terbatas pada fenomena-fenomena yang mengandung kemungkinan buat disepakati serta terbuka buat diteliti, diuji ataupun dibantah sang orang lain. Sehingga suatu liputan ilmiah nir mungkin bersifat original misalnya halnya pada karya seni. Penemuan warta ilmiah mungkin bisa original, namun bukan buat warta ilmiah itu sendiri.

Ilmu pengetahuan sebagai proses adalah kegiatan masyarakat yang dilakukan demi inovasi serta pemahaman dunia alami sebagaimana adanya dan bukan sebagaimana kita kehendaki. Metoda ilmiah yg khusus yg dipakai dalam proses ini adalah analisis rasional, obyektif, sejauh mungkin bersifat “impersonal” berdasarkan kasus-kasus yang didasarkan dalam percobaan serta data yg dapat diamati (observable data). Dalam pandangan Thomas S. Kuhn, ilmu pengetahuan pada arti proses (penelitian) diistilahkan sebagai “normal science”. 

Sedangkan ilmu pengetahuan menjadi rakyat adalah suatu dunia pergaulan yg tindak tanduknya, sikap dan perilakunya diatur oleh empat ketentuan (imperatives), yaitu universalisme, komunalisme, tanpa pamrih (disinterestedness) serta skeptisisme yg teratur. Universalisme berarti bahwa ilmu pengetahuan bebas berdasarkan warna kulit, agama, keturunan atau dikenal dengan slogan “SARA”, yang terdapat hanya metoda. Jadi ilmu pengetahuan dikatakan universal bila metoda ilmiah bersifat empirik, eksperimental dan rasional yg bekerja menurut “logical inference”. Komunalisme berarti bahwa ilmu pengetahuan adalah milik warga (public knowledge). Tanpa pamrih berarti bukan proraganda ataupun promosi bagi kepentiingan tertentu. Skeptisisme yg teratur berarti keinginan buat mengetahui dan bertanya berdasarkan pada akal dan keteraturan dalam berfikir.

Bagaimana dengan perkembangan manajemen pada setting Indonesia? Dunia barat dikenal menggunakan perkembangan ilmu manajemen yg berorientasi dalam individualisme, kapitalisme dan materialisme yang didukung pengembangan teknologi modern. Bangsa Jepang dengan collectivism membuatkan filosofi Kaizen dalam manajemen mereka. Secara epistemologis, bagaimana metoda pengembangan manajemen di Indonesia. Kemudian pada cabang ontologis, apakah manajemen pada Indonesia bisa dikembangkan menjadi ilmu? Dan bagaimana nilai-nilai budaya bangsa dibangun sebagai pijakan aksiologi buat berbagi ilmu manajemen berwawasan Indonesia. 

Bagaimana pengembangan manajemen menjadi ilmu dalam pendidikan terbaru yg menaruh harapan serta keberanian kepada bangsa Indonesia buat memperbaiki kehidupan bisnis dan ekonomi dan moralitas bangsa, sehingga melahirkan sebuah konsepsi ilmu manajemen berwawasan Indonesia.

Secara lebih khusus problem akan diarahkan dalam upaya melahirkan para sarjana manajemen Indonesia berkualitas dan berkarakter. Kualitas lebih menekankan pada keilmuan dan keterampilan sedangkan berkarakter menekankan dalam visi serta nilai.

MENGAPA FILSAFAT ILMU
Pembahasan pada muka diawali menggunakan kompleksitas empiris manajemen, khususnya bagi pengembangan manajemen di Indonesia. Lemahnya tradisi ilmiah dan banyaknya kepentingan ekonomi serta tidak adanya visi bagi pengembangan ilmu dan pendidikan mengakibatkan nir kondusif bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Di samping itu kenyataan dunia perkembangan ilmu begitu cepat termasuk perkembangan ilmu manajemen. Oleh karena itu sesungguhnya filsafat ilmu ada menjadi kelanjutan dari filsafat pengetahuan karena perkembangan ilmu cabang yg tumbuh “bagai cendawan di trend hujan”. Filsafat pengetahuan sendiri lahir menjadi reaksi serta penjelasan terhadap kontradiksi antar cabang ilmu. Kunto Wibisono menyebutkan bahwa filsafat ilmu merupakan refleksi filsafati yg nir pernah mengenal titik henti dalam menjelajahi kawasan ilmiah buat mencapai kebenaran atau fenomena. Sesuatu memang nir pernah akan habis difikirkan serta nir pernah akan selesai diterangkan.

Hakikat ilmu merupakan karena fundamental serta kebenaran universal yg tersirat melekat pada dalam dirinya. Dengan tahu filsafat ilmu berarti tahu seluk beluk ilmu yang paling fundamental, sebagai akibatnya dapat difahami jua perspektif ilmu, kemungkinan pengembagannya, keterkaitan antar cabang ilmu yg satu dengan lainnya, simplifikasi dan artifisialitasnya.

MANAJEMEN SEBAGAI ILMU
Apakah manajemen dapat dikategorisasi menjadi ilmu (science)? Pada awalnya manajemen asal dari kata “manage” yg bisanya dihubungkan menggunakan kemampuan buat mengurusi tempat tinggal tangga (R.W. Morell, 1969). Bahkan Socrates dalam zaman Yunani Kuno mendefinisikan manajemen menjadi suatu keterampilan yang terpisah berdasarkan pengetahuan. Hal tadi tercermin pada pada nasihat Socrates kepada Nichomachides:

“Aku menyampaikan bahwa apapun yang dikepalai seorang serta ia mengetahui apa yang diperlukan, dan bisa menyediakannya, berarti dia akan menjadi pemimpin yg baik. Oleh karenanya Nichodemachides, janganlah meremehkan orang yg mahir mengelola rumah tangga; karena penanganan kasus langsung serta generik hanya terletak pada luas permasalahannya; pada hal lain keduanya sama, namun yang wajib engkau perhatikan keduanya tidak dikelola tanpa sang insan; dan kasus langsung tidak dikelola oleh satu jenis manusia dan kasus generik oleh jenis insan lainnya; karena mereka yang menjalankan perusahaan generik menggunakan manusia yg sama sekali nir tidak selaras dengan mereka yang dipekerjakan sang para manajer menurut bisnis-usaha eksklusif; serta orang yang memahami bagaimana mempekerjakan mereka, menjalankan bisnis baik langsung maupun umum menggunakan bijaksana, sedangkan orang yg tidak mengetahuinya tidak juga keduanya”. 

Pemahaman Socrates tersebut sejalan dengan penelusuran yang ditulis pada proceeding seminar konsep manajemen Indonesia, PPM (1979) yg dihadiri sang sejumlah ahli manajemen, ilmuwan sosial, peneliti dan birokrat Indonesia misalnya Astrid S. Soesanto, Harsya W. Bachtiar, Siswanto Sudomo, Roosseno, Muchtar Lubis, TB. Simatupang, Kwik Kian Gie, Christianto Wibisono, M. Dawam Raharjo dll bahwa pada awalnya manajemen adalah penggunaan keterampilan, pengetahuan serta ikhtiar benar-benar-sungguh buat mencapai tujuannya, maka manajemen merupakan seni (art). Tetapi menggunakan meluasnya cakrawala pengetahuan melalui pengumpulan data secara menyeluruh dan mendalam buat selanjutnya diolah guna perumusan serta pengujian hipotesisnya maka manajemen sudah berkembang menjadi ilmu (science).

Dalam artikel What is a “science” Bahm mendeskripsikan secara jelas unsur-unsur ilmu (science). Bahm mengajak pembaca buat berfikir secara lebih mendasar tentang unsur-unsur atau komponen science. Bahm memulai berdasarkan pertarungan (problem) yang dihadapi manusia dalam kehidupan menjadi komponen krusial science, meskipun nir seluruh dilema bersifat ilmiah. 

Selanjutnya Bahm menguraikan pentingnya sikap seorang ilmuwan dalam membuatkan science. Selain itu juga diuraikan oleh penulisan mengenai kontroversi metoda serta peran metoda pada perkembangan science. Metoda dan perilaku beserta-sama mencoba mencari solusi terhadap duduk perkara dan mencari kebenaran, kenyataan serta memberi penerangan ataupun menaruh solusi terhadap pertarungan. Sehingga science akan selalu bergerak serta berjalan tanpa mengenal berhenti (unfinished journey). 

Bahm pula membicarakan keprihatinannya bahwa pengembangan teknologi serta industri berjalan demikian cepat yang seharusnnya terkait menggunakan efek sosialnya ternyata berjalan tidak seimbang sehingga selain memberi manfaat, namun banyak pula menciptakan kesulitan bagi kehidupan manusia. Sehingga Bahm sangat mendorong buat menambah teknologi serta industri menggunakan hal yang lebih mendasar, yaitu aspek aksiologi, etika, religiusitas dan sosiologi.

Bahm sepertinya jua mengajak pembaca buat lebih dalam tahu science dengan nilai-nilai universalnya. Secara jelas, Bahm menguraikan serta mengulas secara kritis unsur-unsur (komponen) science sekaligus mengingatkan pada para peneliti buat menyadari pentingnya unsur-unsur tadi. 

Di samping pembahasan unsur-unsur science secara struktural, Bahm jua mengulas secara fenomenal baik terkait dengan warga , proses serta science sebagai produk. Bahm membicarakan dampak science sendiri bagi kehidupan manusia di mana science nir sanggup tanggal dari nilai-nilai terkait dengan kepentingan luhur humanisme. 

Perkembangan selanjutnya apakah manajemen adalah ilmu menjadi erat hubungannya dengan semakin canggihnya perubahan, persaingan dan konduite organisasional yang berkaitan menggunakan kompleksitas “how to manage” pada bisnis. Semakin pentingnya manajemen paling nir terlihat pada banyak kasus organisasi bisnis serta publik pada sejumlah negara belum berkembang atau sedang berkembang. Kemudian kualifikasi manajer sebagai mayoritas dalam keberhasilan organisasi.

Hal yang menarik disampaikan sang Socrates dalam masa kemudian bahwa faktor kunci keberhasilan manajemen adalah insan serta grup manusia yang lain. Pada perkembangan selanjutnya muncul interaksi antar insan dan jika terdapat kecenderungan pandangan dan tujuan, mereka akan membentuk grup atau organisasi. 

Pada ketika ini domain manajemen melingkupi bagaimana mengelola organisasi mencapai tujuan secara efektif dan efisien terkait dengan lingkungan yg penuh ketidakpastian. Untuk itu sangat diharapkan pengetahuan tentang prinsip serta teknik dasar manajemen pada mempraktikkan, menyebutkan dan mengembangkannya. Areanya menjadi semakin kentara yaitu efektivitas serta efisiensi insan menjadi sentral. Apabila dibandingkan menggunakan efisiensi mesin maka efisiensi usaha gerombolan manusia masih sangat tertinggal. Hal tersebut disadari oleh banyak pakar manajemen di lapangan misalnya Henri Fayol, Barnard serta Alvin Brown bahwa diharapkan konsep manajemen yg jelas dan suatu kerangka teori serta prinsip yg berpautan.

Beberapa pandangan Koontz mengenai prinsip, teori serta konsep:
Prinsip adalah kebenaran mendasar, atau apa yang diyakini menjadi kebenran pada saat tertentu, yg memberitahuakn 2 atau lebih perpaduan variabel.

Teori adalah pengelompokan yang sistematis terhadap prinsip-prinsip yg saling berhubungan sehingga terbentuk kerangka.

Konsep adalah gambaran mental dari sesuatu yang dibuat dengan penggeneralisasian bagian-bagiannya.

Jika pengertian mengenai konsep, teori, prinsip serta teknik manajemen kurang difahami maka akan menyulitkan analisis pekerjaan manajerial serta training para manajer. Tanpa hal tadi training para manajer hanya bersifat coba-coba. Dalam kadar tertentu, hal tadi mungkin terjadi serta berlangsung hingga ilmu manajemen berkembang secara memadai. 

Pada masalah bisnis, pemerintahan serta perusahaan, susunan ilmu manajemen yang relatif kokoh sudah terwujud serta banyak membantu merealisasikan sifat manajemen serta menyederhanakan ke pada pendidikan dan pembinaan manajer. Bahkan timbul suatu pernyataan yang menarik terkait dengan pendekatan kontingensi yaitu bahwa teori dan ilmu manajemen nir pernah menganjurkan “satu cara yang terbaik” (Koontz et.al). Teori serta ilmu dimaksudkan buat mencari hubungan-interaksi mendasar, dasar-dasar teknik serta susunan pengetahuan yang tersedia yg semuanya seharusnya di dasarkan dalam konsep yg kentara. 

Dengan demikian diharapkan para praktisi manajemen mengerti serta menggunakan ilmu serta teori yg akan mendasari praktik pekerjaan mereka. 

Jika dikaitkan dengan pandangan Bahm tentang ciri krusial ilmu, maka manajemen sesungguhnya sudah memiliki kriteria tersebut. Pada domain manajemen dapat timbul banyak konflik ilmiah misalnya bagaimana interaksi antara penetapan tujuan dengan motivasi dalam suatu setting eksklusif. Untuk mengungkap hal tadi perlu perilaku ilmiah dan metoda ilmiah. 

Di mulai menurut sebuah keyakinan bahwa ilmu memperlihatkan kenyataan di atas, adalah keyakinan rasionalitas alam memberikan ilham bahwa banyak sekali interaksi bisa ditemukan antara dua rangkaian peristiwa atau lebih. Untuk menemukan secara sistematis dibutuhkan suatu metoda ilmiah. Metoda ilmiah meliputi metoda induktif yg dimulai menurut penemuan informasi (fact finding) serta menguji keakuratan warta sebagai akibatnya diperoleh proposisi yang bila terus menerus teruji seksama akan mengambangkan teori serta khasanah ilmu manajemen itu sendiri. Berikutnya adalah metoda deduktif yg menekankan pada pengujian teori atau proposisi pada ilmu manajemen. 

Selanjutnya ilmu manajemen akan terkait dengan aktivitasnya dan implikasi. Implikasi dalam pandangan Bahm dikaitkan menggunakan nilai-nilai bagi peradaban insan. Pada perspektif pada masa ini keberfihakan manajemen dalam nilai-nilai tadi (aksiologis) tampak pada kenyataan etika usaha serta manajemen yg semakin gencar dewasa ini. 

Pada bidang usaha muncul suatu konsep yg berfihak pada konsumen dan kesejahteraan manusia atau warga baik dalam jangka pendek juga jangka panjang termasuk di dalamnya problem lingkungan hidup atau acapkali dikenal menggunakan kata societal marketing concept dan green marketing. Kemudian pada pengelolaan manajemen asal daya insan timbul konsep long life employment yg berfihak dalam kesejahteraan karyawan jangka panjang. Dalam manajemen strategik dan persaingan timbul konsep co-opetition yang menekankan win-win solution kepada seluruh stakeholders (bahkan semua penghuni bumi ini). 

Dikaitkan dengan pandangan Bacharach (1989) yg mendukung pandangan (Dubin, 1969; Nagel, 1961; Cohen, 1980) menyatakan bahwa teori adalah pernyataan hubungan antara unit-unit yang diobservasi dalam dunia realitas. Teori memiliki 2 kriteria meliputi: (a) falsifikasi (b) utilitas. Selanjutnya kemampuan teori menaruh penerangan secara teruji dan tersusun dengan rangkaian teori yg terkait membangun suatu ilmu.

Dalam penelitian yang dilakukan di bidang manajemen, kedua kriteria teori tersebut poly dipakai terutama dalam penelitian yang dilakukan positivism, terutama pada bidang behavioral science menjadi bagian krusial pada studi ilmu-ilmu manajemen.

PENGEMBANGAN ILMU MANAJEMEN DI INDONESIA
Pada bahasan sebelumnya telah didiskusikan pentingnya filsafat ilmu dalam memberikan dasar dan arah bagi pengembangan ilmu. Di samping itu penulis juga sudah mencoba mendiskusikan secara mendasar tentang manajemen sebagai ilmu. Berdasarkan bahan diskusi pada atas maka kita akan dapat membuat sebuah setting pengembangan manajemen di Indonesia. 

Dari suatu pembahasan mengenai imbas budaya dalam perkembangan manajemen pada Indonesia yang dilakukan PPM Jakarta (1979) dijelaskan eksistensi tiga terminologi krusial yang berkaitan erat menggunakan upaya pengembangan manajemen Indonesia. Ketiganya mencakup istilah: manajer & pemimpin, organisasi serta budaya serta perilaku organisasional. 

Dengan menghubungkan dengan teori kontingensi maka sangat terbuka kesempatan bagi kita buat mengembangkan sebuah konsep manajemen Indonesia. Teori ini sesungguhnya berpusat dalam kombinasi taraf diferensiasi serta integrasi dalam organisasi menghadapi kebutuhan yang muncul berdasarkan lingkungan. Perubahan pada lingkungan akan beranjak cepat sehingga menuntut organisasi menciptakan level diferensiasi yang bisa selaras dengan perubahan lingkungan. Artinya dalam praktik organisasi tidak hanya bersandar pada gaya internal organisasi namun terkait erat menggunakan sistem nilai lingkungan budaya yang melingkupinya. 

Dalam kaitannya menggunakan kriteria keilmuan maka manajemen pada Indonesia jua harus memiliki unsur-unsur yang universal menggunakan membuka diri untuk mendapat serta berbagi unsur-unsur tersebut, meskipun demikian kita tetap wajib bersikap selektif. Pada sisi yang lain, proses operasional manajemen akan sangat ditentukan oleh nilai budaya, manusia, rakyat dan pengalaman sejarah suatu bangsa dan visi bangsa. 

Dalam setting Indonesia, secara normatif kita memiliki Pancasila sebagai nilai-nilai budaya serta cita-cita yang merefleksikan keberagaman nilai-nilai budaya dan bukan keseragaman. Sehingga pendekatan kontingensi akan berperan pada menyebutkan bahwa teori dan ilmu manajemen nir pernah menganjurkan “satu cara terbaik”. Keefektifan manajemen selalu bersifat kontingensi, pada hal ini terkait menggunakan tatanan nilai luhur yang berkembang pada sana. Di samping itu dengan pendekatan sistem, praktisi, manajer serta para ilmuwan wajib mempertimbangkan sejumlah besar variabel yg berpengaruh serta berinteraksi dalam pekerjaan manajerial.

Penulis beropini masih ada beberapa hal yang bisa kita gali berdasarkan nilai budaya bangsa yang terefleksikan dalam semangat Pancasila seperti:
  • Nilai-nilai spiritual keagamaan dan etika yg sebagai orientasi, filosofi serta tujuan kita dalam aktivitas manajerial. 
  • Mengembangkan rasa humanisme dalam aktifitas manajemen serta usaha. 
  • Mengembangkan semangat kolektif pada pencapaian tujuan menggunakan kesadaran bahwa diversitas menjadi kekuatan. 
  • Semangat buat berorietasi pada kesejahteraan organisasi dan rakyat menggunakan prinsip win-win solution. 
  • Mengembangkan nilai keadilan pada segenap stakeholders. 

PENDIDIKAN SEBAGAI METODA PENGEMBANGAN ILMU DI INDONESIA
Bagaimana pendidikan manajemen di Indonesia dalam satu sisi menghadapi perubahan bisnis yang dahsyat dan dalam sisi yg lain mengembangkan manajemen Indonesia? Jawabannya justru pendekatan yang pengembangan manajemen Indonesia akan menjawab secara komprehensif serta mendasar. Ada beberapa info penting terkait menggunakan pendidikan manajemen, yaitu: relevansi kurikulum, pengembangan metoda pedagogi, rekonsiliasi riset dan praktik manajemen serta kemitraan dengan global usaha (Handoko, 2002).

Pada sisi lain secara makro dan lebih mendasar lagi adalah political will pemerintah terhadap pendidikan dan kebudayaan. Secara operasional tercermin melalui alokasi RAPBN bagi pendidikan dan kebudayaan serta implementasi aturan terhadap pendidikan yang illegal ataupun yg nir bertanggung jawab terhadap konsumen dan rakyat.

METODOLOGI PENELITIAN BISNIS UNTUK AKUNTANSI DAN MANAJEMEN

Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi Dan Manajemen
KOMPLEKSITAS MANAJEMEN
Pokok bahasan manajemen semakin hari semakin diminati sang banyak sekali kalangan warga baik para ilmuwan, praktisi bahkan orang umum . Tetapi aneka macam kalangan tersebut juga belum mempunyai “communal opinio” tentang definisi manajemen. Sebagai konsekuensinya, manajemen memiliki majemuk konotasi-konotasi yg kadang tidak saling berhubungan, sehingga dapat menyebabkan disparitas dalam memahami “fauna” manajemen. Kompleksitas yang terjadi pada bahasan tentang manajemen tidak hanya terjadi dalam level dialektika, namun yg sebagai masalah berat adalah faktor kepentingan mudah yg sering kali mengendalikan kiprah manajemen menjadi kajian ilmiah yang independen.

Fenomena krusial yang dapat kita lihat merupakan dalam bidang pendidikan manajemen. Bidang pendidikan diperlukan menjadi “penjaga gawang” pada kajian ilmiah tentang manajemen. Namun dalam kenyataannya tidak bisa kita hindari bahwa kepentingan kapitalistik serta materialistik telah menaruh pandangan baru dan orientasi yang tidak sinkron pada mengartikulasikan pendidikan manajemen. 

Dewasa ini di Indonesia benyak yang berpandangan bahwa pendidikan tinggi khususnya dipandang hanya sebagai investasi masa depan daripada untuk kepentingan khasanah keilmuan. Artinya pengorbanan berupa biaya serta ketika dianggap menjadi investasi menggunakan mengharapkan pekerjaan serta pendapatan yang baik menjadi return-nya. Sehingga poly orang berlomba-lomba melanjutkan pendidikannya dalam perguruan tinggi menggunakan harapan terjadi “gerak vertikal” yang kelak akan mengantarkan mereka mencapai “kesejahteraan ekonomi”. Pada sisi lain, penyelenggara pendidikan melihat fenomena pendidikan manajemen sebagai “pasar” yang mempunyai permintaan yg sangat melimpah. Penyelenggara pendidikan, terutama swasta sangat bergairah mendirikan aneka macam acara baik dalam strata diploma, S1, S2 baik MM ataupun MBA serta S3 atau acara Doktor. Problemnya adalah pada “nawaitu” atau niatnya dalam menyelenggarakan pendidikan. Newman pada bukunya Social Research Methods (2000) menjelaskan menjadi fenomena pseudoscience yg erat kaitannya menggunakan ilmu itu sendiri. Pseudoscience adalah suatu kenyataan yang seolah-olah menampakkan dirinya menjadi suatu ilmu (khususnya ilmu-ilmu sosial seperti manajemen), padahal hanya berupa slogan-slogan yang dibumbui menggunakan berberapa ciri yg mirip dengan karakteristik sebuah ilmu. Termasuk di dalamnya adalah penyelenggaraan program gelar banyak sekali strata yg kadang sesungguhnya nir memiliki komitmen dan tanggung jawab terhadap ilmu melainkan hanya kepentingan usaha, beredarnya buku-buku ilmiah manajemen terkenal yang semata-mata buat usaha, penelitian serta telaah ilmiah “semu” yang bertujuan hanya buat mempopulerkan, mengiklankan produk, jasa, bisnis dan lain-lain pada berbagai media massa. Hal tersebut semakin diperparah sang ketidakfahaman warga serta ketiadaan aturan tentang batasan area ilmiah.

PROBLEM MANAJEMEN DI INDONESIA
Momentum kemerdekaan pada Indonesia seharusnya dapat mendorong pengembangan ilmu pengetahuan secara umum yang bercirikan nilai budaya bangsa Indonesia dan pengembangan manajemen sebagai ilmu pada pendidikan terbaru yg memberikan harapan dan keberanian pada bangsa Indonesia buat memperbaiki kehidupan bisnis dan ekonomi dan moralitas bangsa. Namun empiris yg dihadapi kehadiran ratusan bahkan ribuan pendidikan tinggi serta juga ratusan ribu sarjana belum sanggup melahirkan serta membesarkan ilmu pengetahuan khusunya melahirkan sebuah konsepsi manajemen berwawasan Indonesia.

Penyebab utama kepincangan pada kemajuan ilmu pengetahuan adalah terletak pada perlakuan yang tidak “correct” terhadap ilmu pengetahuan pada perguruan tinggi dalam khususnya, pada lingkungan kampus dalam umumnya (Daoed Joesoef, 1986). Dikatakan nir “correct” lantaran di sana ilmu pengetahuan (pada hal ini secara khusus ilmu manajemen) dihayati tidak dalam arti yg lengkap, yaitu ilmu pengetahuan pada arti produk, ilmu pengetahuan dalam arti sebagai proses serta ilmu pengetahuan pada arti rakyat.

Ilmu pengetahuan sebagai produk, adalah pengetahuan yang sudah diketahui dan diakui kebenrannya oleh masyarakat ilmuwan. Jadi ilmu pengetahuan terbatas dalam kenyataan-fenomena yg mengandung kemungkinan buat disepakati dan terbuka buat diteliti, diuji ataupun dibantah sang orang lain. Sehingga suatu warta ilmiah nir mungkin bersifat original misalnya halnya dalam karya seni. Penemuan kabar ilmiah mungkin bisa original, tetapi bukan buat informasi ilmiah itu sendiri.

Ilmu pengetahuan menjadi proses adalah aktivitas masyarakat yang dilakukan demi inovasi dan pemahaman dunia alami sebagaimana adanya dan bukan sebagaimana kita kehendaki. Metoda ilmiah yg khusus yg digunakan pada proses ini adalah analisis rasional, obyektif, sejauh mungkin bersifat “impersonal” berdasarkan kasus-masalah yg didasarkan dalam percobaan dan data yg dapat diamati (observable data). Dalam pandangan Thomas S. Kuhn, ilmu pengetahuan dalam arti proses (penelitian) diistilahkan menjadi “normal science”. 

Sedangkan ilmu pengetahuan sebagai masyarakat merupakan suatu dunia pergaulan yg tindak tanduknya, perilaku serta perilakunya diatur oleh empat ketentuan (imperatives), yaitu universalisme, komunalisme, tanpa pamrih (disinterestedness) dan skeptisisme yg teratur. Universalisme berarti bahwa ilmu pengetahuan bebas menurut warna kulit, kepercayaan , keturunan atau dikenal menggunakan slogan “SARA”, yang terdapat hanya metoda. Jadi ilmu pengetahuan dikatakan universal apabila metoda ilmiah bersifat empirik, eksperimental serta rasional yg bekerja dari “logical inference”. Komunalisme berarti bahwa ilmu pengetahuan adalah milik warga (public knowledge). Tanpa pamrih berarti bukan proraganda ataupun promosi bagi kepentiingan eksklusif. Skeptisisme yg teratur berarti impian untuk mengetahui dan bertanya didasarkan pada akal dan keteraturan dalam berfikir.

Bagaimana dengan perkembangan manajemen pada setting Indonesia? Dunia barat dikenal dengan perkembangan ilmu manajemen yg berorientasi pada individualisme, kapitalisme dan materialisme yg didukung pengembangan teknologi terkini. Bangsa Jepang dengan collectivism membuatkan filosofi Kaizen dalam manajemen mereka. Secara epistemologis, bagaimana metoda pengembangan manajemen pada Indonesia. Kemudian pada cabang ontologis, apakah manajemen di Indonesia bisa dikembangkan menjadi ilmu? Dan bagaimana nilai-nilai budaya bangsa dibangun menjadi pijakan aksiologi buat membuatkan ilmu manajemen berwawasan Indonesia. 

Bagaimana pengembangan manajemen sebagai ilmu pada pendidikan terkini yang menaruh harapan dan keberanian pada bangsa Indonesia buat memperbaiki kehidupan bisnis serta ekonomi dan moralitas bangsa, sebagai akibatnya melahirkan sebuah konsepsi ilmu manajemen berwawasan Indonesia.

Secara lebih khusus persoalan akan diarahkan pada upaya melahirkan para sarjana manajemen Indonesia berkualitas dan berkarakter. Kualitas lebih menekankan pada keilmuan dan keterampilan sedangkan berkarakter menekankan dalam visi serta nilai.

MENGAPA FILSAFAT ILMU
Pembahasan di muka diawali menggunakan kompleksitas empiris manajemen, khususnya bagi pengembangan manajemen di Indonesia. Lemahnya tradisi ilmiah dan banyaknya kepentingan ekonomi dan tidak adanya visi bagi pengembangan ilmu serta pendidikan mengakibatkan tidak kondusif bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Di samping itu fenomena global perkembangan ilmu begitu cepat termasuk perkembangan ilmu manajemen. Oleh karena itu sesungguhnya filsafat ilmu ada menjadi kelanjutan dari filsafat pengetahuan lantaran perkembangan ilmu cabang yang tumbuh “bagai cendawan pada isu terkini hujan”. Filsafat pengetahuan sendiri lahir sebagai reaksi serta penjelasan terhadap kontradiksi antar cabang ilmu. Kunto Wibisono menyebutkan bahwa filsafat ilmu adalah refleksi filsafati yg nir pernah mengenal titik henti dalam menjelajahi kawasan ilmiah buat mencapai kebenaran atau kenyataan. Sesuatu memang tidak pernah akan habis difikirkan serta nir pernah akan terselesaikan diterangkan.

Hakikat ilmu adalah sebab mendasar dan kebenaran universal yg implisit inheren pada dalam dirinya. Dengan tahu filsafat ilmu berarti tahu seluk beluk ilmu yg paling fundamental, sehingga bisa difahami pula perspektif ilmu, kemungkinan pengembagannya, keterkaitan antar cabang ilmu yg satu dengan lainnya, simplifikasi serta artifisialitasnya.

MANAJEMEN SEBAGAI ILMU
Apakah manajemen bisa dikategorisasi menjadi ilmu (science)? Pada awalnya manajemen dari berdasarkan istilah “manage” yg bisanya dihubungkan dengan kemampuan untuk mengurusi tempat tinggal tangga (R.W. Morell, 1969). Bahkan Socrates dalam zaman Yunani Kuno mendefinisikan manajemen sebagai suatu keterampilan yg terpisah menurut pengetahuan. Hal tersebut tercermin pada pada nasihat Socrates kepada Nichomachides:

“Aku menyampaikan bahwa apapun yg dikepalai seorang serta beliau mengetahui apa yang dibutuhkan, serta bisa menyediakannya, berarti ia akan menjadi pemimpin yang baik. Oleh karenanya Nichodemachides, janganlah meremehkan orang yg mahir mengelola rumah tangga; sebab penanganan perkara langsung serta umum hanya terletak dalam luas permasalahannya; dalam hal lain keduanya sama, namun yang wajib engkau perhatikan keduanya tidak dikelola tanpa oleh insan; dan perkara langsung nir dikelola oleh satu jenis manusia serta perkara generik sang jenis insan lainnya; sebab mereka yang menjalankan perusahaan generik menggunakan insan yang sama sekali nir tidak sinkron menggunakan mereka yg dipekerjakan sang para manajer dari usaha-bisnis langsung; serta orang yang tahu bagaimana mempekerjakan mereka, menjalankan usaha baik langsung juga umum dengan bijaksana, sedangkan orang yg nir mengetahuinya nir pula keduanya”. 

Pemahaman Socrates tadi sejalan dengan penelusuran yang ditulis dalam proceeding seminar konsep manajemen Indonesia, PPM (1979) yg dihadiri oleh sejumlah pakar manajemen, ilmuwan sosial, peneliti serta birokrat Indonesia seperti Astrid S. Soesanto, Harsya W. Bachtiar, Siswanto Sudomo, Roosseno, Muchtar Lubis, TB. Simatupang, Kwik Kian Gie, Christianto Wibisono, M. Dawam Raharjo dll bahwa pada awalnya manajemen adalah penggunaan keterampilan, pengetahuan serta ikhtiar benar-benar-sungguh buat mencapai tujuannya, maka manajemen merupakan seni (art). Namun dengan meluasnya cakrawala pengetahuan melalui pengumpulan data secara menyeluruh serta mendalam untuk selanjutnya diolah guna perumusan dan pengujian hipotesisnya maka manajemen sudah berkembang sebagai ilmu (science).

Dalam artikel What is a “science” Bahm mendeskripsikan secara kentara unsur-unsur ilmu (science). Bahm mengajak pembaca buat berfikir secara lebih mendasar mengenai unsur-unsur atau komponen science. Bahm memulai dari konflik (dilema) yang dihadapi insan dalam kehidupan sebagai komponen penting science, meskipun tidak semua masalah bersifat ilmiah. 

Selanjutnya Bahm menguraikan pentingnya sikap seorang ilmuwan dalam membuatkan science. Selain itu jua diuraikan sang penulisan tentang kontroversi metoda dan kiprah metoda dalam perkembangan science. Metoda serta perilaku bersama-sama mencoba mencari solusi terhadap problem dan mencari kebenaran, kenyataan dan memberi penjelasan ataupun menaruh solusi terhadap pertarungan. Sehingga science akan selalu berkiprah dan berjalan tanpa mengenal berhenti (unfinished journey). 

Bahm pula membicarakan keprihatinannya bahwa pengembangan teknologi serta industri berjalan demikian cepat yang seharusnnya terkait menggunakan imbas sosialnya ternyata berjalan tidak seimbang sebagai akibatnya selain memberi manfaat, tetapi poly jua membangun kesulitan bagi kehidupan manusia. Sehingga Bahm sangat mendorong buat menambah teknologi dan industri menggunakan hal yang lebih fundamental, yaitu aspek aksiologi, etika, religiusitas serta sosiologi.

Bahm sepertinya pula mengajak pembaca buat lebih pada tahu science menggunakan nilai-nilai universalnya. Secara kentara, Bahm menguraikan dan mengulas secara kritis unsur-unsur (komponen) science sekaligus mengingatkan kepada para peneliti buat menyadari pentingnya unsur-unsur tersebut. 

Di samping pembahasan unsur-unsur science secara struktural, Bahm jua mengulas secara fenomenal baik terkait menggunakan masyarakat, proses serta science menjadi produk. Bahm menyampaikan pengaruh science sendiri bagi kehidupan manusia di mana science tidak bisa tanggal menurut nilai-nilai terkait dengan kepentingan luhur kemanusiaan. 

Perkembangan selanjutnya apakah manajemen merupakan ilmu sebagai erat hubungannya dengan semakin canggihnya perubahan, persaingan dan konduite organisasional yg berkaitan dengan kompleksitas “how to manage” dalam usaha. Semakin pentingnya manajemen paling nir terlihat pada poly masalah organisasi usaha dan publik pada sejumlah negara belum berkembang atau sedang berkembang. Kemudian kualifikasi manajer sebagai mayoritas pada keberhasilan organisasi.

Hal yang menarik disampaikan oleh Socrates dalam masa kemudian bahwa faktor kunci keberhasilan manajemen adalah insan serta grup manusia yang lain. Pada perkembangan selanjutnya timbul hubungan antar manusia dan bila terdapat kecenderungan pandangan serta tujuan, mereka akan membentuk kelompok atau organisasi. 

Pada ketika ini domain manajemen melingkupi bagaimana mengelola organisasi mencapai tujuan secara efektif dan efisien terkait menggunakan lingkungan yang penuh ketidakpastian. Untuk itu sangat dibutuhkan pengetahuan mengenai prinsip serta teknik dasar manajemen dalam mempraktikkan, menyebutkan dan mengembangkannya. Areanya menjadi semakin jelas yaitu efektivitas serta efisiensi insan menjadi sentral. Jika dibandingkan dengan efisiensi mesin maka efisiensi usaha grup insan masih sangat tertinggal. Hal tadi disadari oleh banyak pakar manajemen di lapangan seperti Henri Fayol, Barnard dan Alvin Brown bahwa dibutuhkan konsep manajemen yg kentara dan suatu kerangka teori serta prinsip yang berpautan.

Beberapa pandangan Koontz tentang prinsip, teori dan konsep:
Prinsip adalah kebenaran fundamental, atau apa yg diyakini sebagai kebenran pada ketika eksklusif, yg menunjukkan 2 atau lebih formasi variabel.

Teori merupakan pengelompokan yg sistematis terhadap prinsip-prinsip yang saling bekerjasama sehingga terbentuk kerangka.

Konsep adalah gambaran mental berdasarkan sesuatu yg dibentuk dengan penggeneralisasian bagian-bagiannya.

Jika pengertian mengenai konsep, teori, prinsip dan teknik manajemen kurang difahami maka akan menyulitkan analisis pekerjaan manajerial dan training para manajer. Tanpa hal tersebut pembinaan para manajer hanya bersifat coba-coba. Dalam kadar tertentu, hal tadi mungkin terjadi dan berlangsung sampai ilmu manajemen berkembang secara memadai. 

Pada perkara usaha, pemerintahan serta perusahaan, susunan ilmu manajemen yg cukup kokoh telah terwujud serta poly membantu merealisasikan sifat manajemen serta menyederhanakan ke dalam pendidikan serta pembinaan manajer. Bahkan ada suatu pernyataan yang menarik terkait dengan pendekatan kontingensi yaitu bahwa teori dan ilmu manajemen tidak pernah menganjurkan “satu cara yang terbaik” (Koontz et.al). Teori serta ilmu dimaksudkan buat mencari interaksi-hubungan fundamental, dasar-dasar teknik dan susunan pengetahuan yg tersedia yang semuanya seharusnya di dasarkan dalam konsep yang kentara. 

Dengan demikian diperlukan para praktisi manajemen mengerti serta menggunakan ilmu serta teori yang akan mendasari praktik pekerjaan mereka. 

Jika dikaitkan dengan pandangan Bahm tentang karakteristik penting ilmu, maka manajemen sesungguhnya sudah memiliki kriteria tersebut. Pada domain manajemen bisa muncul poly konflik ilmiah misalnya bagaimana hubungan antara penetapan tujuan dengan motivasi pada suatu setting eksklusif. Untuk mengungkap hal tadi perlu perilaku ilmiah serta metoda ilmiah. 

Di mulai berdasarkan sebuah keyakinan bahwa ilmu memperlihatkan fenomena pada atas, adalah keyakinan rasionalitas alam menaruh inspirasi bahwa berbagai hubungan dapat ditemukan antara 2 rangkaian peristiwa atau lebih. Untuk menemukan secara sistematis diperlukan suatu metoda ilmiah. Metoda ilmiah mencakup metoda induktif yang dimulai dari penemuan liputan (fact finding) dan menguji keakuratan kabar sehingga diperoleh proposisi yg apabila terus menerus teruji seksama akan mengambangkan teori serta khasanah ilmu manajemen itu sendiri. Berikutnya merupakan metoda deduktif yang menekankan pada pengujian teori atau proposisi dalam ilmu manajemen. 

Selanjutnya ilmu manajemen akan terkait dengan aktivitasnya dan implikasi. Implikasi pada pandangan Bahm dikaitkan dengan nilai-nilai bagi peradaban manusia. Pada perspektif kontemporer keberfihakan manajemen dalam nilai-nilai tersebut (aksiologis) tampak dalam fenomena etika usaha serta manajemen yg semakin gencar dewasa ini. 

Pada bidang usaha muncul suatu konsep yg berfihak dalam konsumen serta kesejahteraan insan atau masyarakat baik pada jangka pendek juga jangka panjang termasuk pada dalamnya problem lingkungan hidup atau seringkali dikenal dengan istilah societal marketing concept serta green marketing. Kemudian dalam pengelolaan manajemen sumber daya insan muncul konsep long life employment yang berfihak pada kesejahteraan karyawan jangka panjang. Dalam manajemen strategik dan persaingan muncul konsep co-opetition yang menekankan win-win solution pada seluruh stakeholders (bahkan semua penghuni bumi ini). 

Dikaitkan menggunakan pandangan Bacharach (1989) yg mendukung pandangan (Dubin, 1969; Nagel, 1961; Cohen, 1980) menyatakan bahwa teori merupakan pernyataan interaksi antara unit-unit yang diobservasi pada global empiris. Teori memiliki dua kriteria mencakup: (a) falsifikasi (b) utilitas. Selanjutnya kemampuan teori menaruh penerangan secara teruji dan tersusun dengan rangkaian teori yg terkait menciptakan suatu ilmu.

Dalam penelitian yg dilakukan di bidang manajemen, kedua kriteria teori tadi poly digunakan terutama pada penelitian yang dilakukan positivism, terutama dalam bidang behavioral science sebagai bagian penting pada studi ilmu-ilmu manajemen.

PENGEMBANGAN ILMU MANAJEMEN DI INDONESIA
Pada bahasan sebelumnya sudah didiskusikan pentingnya filsafat ilmu dalam menaruh dasar serta arah bagi pengembangan ilmu. Di samping itu penulis jua telah mencoba mendiskusikan secara fundamental tentang manajemen menjadi ilmu. Berdasarkan bahan diskusi pada atas maka kita akan dapat membuat sebuah setting pengembangan manajemen pada Indonesia. 

Dari suatu pembahasan mengenai impak budaya pada perkembangan manajemen pada Indonesia yg dilakukan PPM Jakarta (1979) dijelaskan keberadaan 3 terminologi krusial yg berkaitan erat dengan upaya pengembangan manajemen Indonesia. Ketiganya mencakup kata: manajer & pemimpin, organisasi serta budaya serta perilaku organisasional. 

Dengan menghubungkan menggunakan teori kontingensi maka sangat terbuka kesempatan bagi kita buat membuatkan sebuah konsep manajemen Indonesia. Teori ini sesungguhnya berpusat pada kombinasi taraf diferensiasi serta integrasi dalam organisasi menghadapi kebutuhan yg timbul menurut lingkungan. Perubahan pada lingkungan akan bergerak cepat sebagai akibatnya menuntut organisasi membentuk level diferensiasi yg dapat selaras menggunakan perubahan lingkungan. Artinya dalam praktik organisasi tidak hanya bersandar dalam gaya internal organisasi namun terkait erat dengan sistem nilai lingkungan budaya yang melingkupinya. 

Dalam kaitannya menggunakan kriteria keilmuan maka manajemen pada Indonesia pula wajib mempunyai unsur-unsur yg universal dengan membuka diri buat menerima dan mengembangkan unsur-unsur tersebut, meskipun demikian kita permanen wajib bersikap selektif. Pada sisi yg lain, proses operasional manajemen akan sangat ditentukan oleh nilai budaya, manusia, warga serta pengalaman sejarah suatu bangsa serta visi bangsa. 

Dalam setting Indonesia, secara normatif kita mempunyai Pancasila menjadi nilai-nilai budaya serta hasrat yang merefleksikan keberagaman nilai-nilai budaya dan bukan keseragaman. Sehingga pendekatan kontingensi akan berperan dalam mengungkapkan bahwa teori serta ilmu manajemen nir pernah menganjurkan “satu cara terbaik”. Keefektifan manajemen selalu bersifat kontingensi, dalam hal ini terkait dengan tatanan nilai luhur yang berkembang pada sana. Di samping itu menggunakan pendekatan sistem, praktisi, manajer serta para ilmuwan harus mempertimbangkan sejumlah besar variabel yang berpengaruh serta berinteraksi dalam pekerjaan manajerial.

Penulis berpendapat masih ada beberapa hal yang bisa kita gali berdasarkan nilai budaya bangsa yg terefleksikan dalam semangat Pancasila seperti:
  • Nilai-nilai spiritual keagamaan serta etika yang sebagai orientasi, filosofi dan tujuan kita pada kegiatan manajerial. 
  • Mengembangkan rasa humanisme dalam aktifitas manajemen serta usaha. 
  • Mengembangkan semangat kolektif pada pencapaian tujuan menggunakan kesadaran bahwa diversitas menjadi kekuatan. 
  • Semangat buat berorietasi pada kesejahteraan organisasi dan rakyat dengan prinsip win-win solution. 
  • Mengembangkan nilai keadilan kepada segenap stakeholders. 

PENDIDIKAN SEBAGAI METODA PENGEMBANGAN ILMU DI INDONESIA
Bagaimana pendidikan manajemen di Indonesia dalam satu sisi menghadapi perubahan usaha yg dahsyat serta pada sisi yang lain menyebarkan manajemen Indonesia? Jawabannya justru pendekatan yg pengembangan manajemen Indonesia akan menjawab secara komprehensif serta mendasar. Ada beberapa isu krusial terkait dengan pendidikan manajemen, yaitu: relevansi kurikulum, pengembangan metoda pengajaran, rekonsiliasi riset serta praktik manajemen dan kemitraan dengan global bisnis (Handoko, 2002).

Pada sisi lain secara makro serta lebih mendasar lagi merupakan political will pemerintah terhadap pendidikan dan kebudayaan. Secara operasional tercermin melalui alokasi RAPBN bagi pendidikan dan kebudayaan dan implementasi aturan terhadap pendidikan yang illegal ataupun yang tidak bertanggung jawab terhadap konsumen serta masyarakat.