PENGERTIAN BELAJAR MENURUT PSIKOLOGI GESTALT

Pengertian Belajar Menurut Psikologi Gestalt.
Dalam aliran ini ada beberapa istilah yg ialah sama adalah: field, pattera, organisme, closure, integration, wholistk, configuration, dan gestalt. Karena itu psikologi gestalt seringkali diklaim psikologi organisme atau field theory.

Menurut aliran ini, jiwa insan adalah suatu keseluruhan yang berstruktur. Suatu keseluruhan bukan terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur. Unsur-unsur itu berada dalam holistik menurut struktur yang sudah eksklusif serta saling berinteralisi satu sama lain, Contoh: ketua insan bukan merupakan penjumlahan daripada batok kepala, indera pendengaran, bidung, mata, ekspresi, rambut, dagu, serta sebagainya, melainkan kepala itu merupakan suatu holistik yg bermakna, di mana unsur-unsur tersebut teletak dalam struktumya masing-masing. Mata nir mungkin terletak pada bunda jari, hidung tidak mungkin terletak di tengah-tengah dada dan seterusnya. Pada struktumya masing-masing itulah bagian-bagian bisa berfungsi sebagaimana mestinya. Bagian-bagian itu hanya bermakna pada interaksi holistik itu. Lagi juga sesuatu hal, perbuatan, benda lain-lain hanya bermakna pada interaksi menggunakan situasi tertentu. Misalnya: emas (perhiasan) hanya bermakna pada situasi pada mana ada pesta. Para tamu umumnya menggunakan perhiasan yg indah-latif, akan tetapi akan nir bermakna pada situasi padang pasir pada mana seseorang sedang mengalami rasa haus serta dahaga.

Pandangan ini sangat berpengaruh terhadap tafsiran tentang belajar. Beberapa utama yang perlu mendapat perhatian diantaranya ialah :
(1) Timbulnya kelakuan merupakan berkat interaksi, antara individu serta lingkungan dimana faktor apa yg sudah dimiliki (natural endowment) lebih menonjol.
(dua) Bahwa individu berada dalam keadaan keseimbangan dinamis, adanya gangguan terhadap keseimbangan itu akan mendorong timbulnya kelakuan.
(tiga) Mengutamakan segi pemahaman (insight)
(4) Menekankan kepada adanya situasi kini , dimana individu menemukan dirinya
(lima) Yang utama dan pertama adalah keseluruhan, dan bagian-bagian hanya bermakna apabila berada pada holistik itu.

Prinsip-prinsip Belajar gestalt (field theory )
1) Belajar dimulai berdasarkan suatu keseluruhan. Keseluruhan yang menjadi permulaan, baru menuju ke bagian-bagian. Dari holistik organisasi mata pelajaran menuju tugas-tugas harian yang beruntun. Belajar dimulai berdasarkan satu unit yg kompleks menuju ke hal-hal yg mudah dimengerti, deferensiasi pengetahuan serta kecakapan.

2) Keseluruhan menaruh makna kepada bagian-bagian. Bagian-bagian terjadi pada suatu holistik. Bagian-bagian itu hanya bermakna dalam rangka holistik tersebut. Dengan demikian keseluruhan yang memberikan makna terhadap suatu bagian, misal : sebuah ban mobil hanya bemakna jika menjadi bagian berdasarkan kendaraan beroda empat, menjadi roda. Sebuah papan tulis hanya bermakna menjadi papan tulis kalau dia berada dalam kelas, sebuah tiang kayu hanya bermakna menjadi tiang jikalau menjadi satu berdasarkan rumah dan sebagainya.

3) Individuasi bagian-bagian menurut holistik. Mula-mula anak melihat sesuatu sebagai keseluruhan. Bagian-bagian ditinjau pada hubungan fungsional menggunakan keseluruhan. Namun lambat laun beliau mengadakan deferensiasi bagian-bagian itu dari keseluruhan sebagai bagian-bagian yang lebih kecil atau kesatuan yg lebih mini contoh: mula-mula anak melihat mengenal wajah ibunya sebagai holistik kesatuan. Lambat laun dia bisa memisahkan mana mata ibu, mana hidung ibu, mana telinga bunda, kemudian ia melihat bahwa wajah ibunya itu manis atau jelek, atau menarik dan sebagainya.

4) Anak belajar dengan memakai pemahaman atau insight. Pemahaman adalah kemampuan melihat interaksi-interaksi antara berbagai faktor atau unsur dalam situasi yang problematis, seperti monyet bisa melihat hubungan antara beberapa buah kotak sebagai sebuah tangan buat mengambil butir pisang karena ia sedang lapar.

Tokoh psikologi gestalt ini diantaranya merupakan Kohler, Koffka dan Wertheimer. Menurut pandangan psikologi gestalt, belajar terdiri atas hubungan stimulus respon yg sederhana tanpa adanya pengulangan wangsit atau proses berfikir.

Psikologi kognitif mulai berkembang menggunakan lahimya teori belajar Gestalt ini. Peletak dasar psikologi gestalt merupakan Mex Wertheimer (1880-1943) yang meneliti mengenai pengamatan dan dilema solving. Sumbangannya ini diikuti oleh Kurt koffka (1886-1941) yang menguraikan secara terperinci mengenai hukum-aturan pengamatan, lalu Wollgang Kohler (1887-1959) yg meneliti mengenai insight pada kera. Penelitian-penelitian mereka menumbuhkan psikologi gestalt yang menekankan bahasan pada masalah konfigurasi, struktur dan pemetaan dalam pengalaman. Kaum gestalt beropini, bahwa pengalaman itu berstruktur yg terbentuk dalam suatu holistik. Orang yg belajar, mengamati stimuli pada keseluruhan yang terorganisasi, bukan dalam bagian-bagian yang terpisah.

Suatu konsep yg penting dalam teori gestalt merupakan mengenai "insight", yaitu pengamatan/pemahaman mendadak terhadap interaksi-interaksi antar bagian-bagian di dalam suatu situasi permasalahan. Insight itu acapkali dihubungkan menggunakan pemyataan spontan "aha" atau "oh", “sec-now".

Kohler (1927) menemukan tumbuhnya insight pada seekor monyet dengan menghadapkan simpanse dalam masalah bagaimana memperoleh pisang yg terletak pada luar kurungan atau tergantung di atas kurungan. Dalam eksperimen itu Kohler mengamati, bahwa kadangkala monyet bisa memecahkan masalah secara mendadak, kadangkala gagal meraih pisang, kadang kala duduk merenungkan perkara, serta lalu secara tiba-tiba menemukan pemecahan kasus.

Wertheimer (1945) menjadi orang gestalt yg mula-mula menghubungkan pekerjaannya dengan proses belajar di kelas. Dari pengamatannya itu. Dia menyesalkan penggunaan metode menghafal pada sekolah dan menghendaki supaya murid belajar menggunakan pengertian bukan hafalan akademis.

Menurut pandangan gestaltis, semua aktivitas belajar (baik dalam kera maupun dalam manusia) memakai insight atau pemahaman terhadap interaksi-interaksi, terutama hubungan-interaksi antara bagian dengan keseluruhan. Menurut psikologi gestalt, tingkat kejelasan atau keberartian berdasarkan apa yang diamati pada situasi belajar adalah lebih meningkatkan belajar seorang daripada dengan sanksi serta ganjaran.

Menurut psikologi gestalt setiap pengalaman itu senantiasa struktur. Setiap respon yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulan, sebenamya nir tertuju pada suatu bagian melainkan teriuju pada sesuatu yg bersifat kompleks.

Adapun hukum-hukum belajar menurut psikologi merupakan sebagai berikut :
a. Hukum kesamaan (law of similarity). Menurut aturan ini, sesuatu yg sama cenderung membentuk satu kesatuan. Perhatikan gambar berikut adalah:
$   Y  @   h
$   Y  @   h
$   Y  @   h

b. Hukum penuh makna (law of pragnanz). Menurut aturan ini, pengamatan terhadap sesuatu objek cenderung dikaitkan dengan makna objek tadi bagi seseorang. Makna objek tadi bagi seseorang, sanggup berupa bentuknya, ukurannya, warnanya serta sebagainya.

c. Hukum kedekatan ( law of proximity ). Menurut aturan ini, sesuatu yang berdekatan cenderung menciptakan satu kesatuan, periksa gambar berikut ini
ab           cd        ef         gh
d. Hukum ketutupan (law of closure ). Menurut aturan ini, hal-hal yang tertutup membangun suatu kesatuan. Perhatikan gambar berikut
ùéùéùé
½½½½½½
ûëûëûë
a          b  c             d  e           f
e. Hukum-aturan kontinyutas ( law of goof continuation )

Menurut hukum ini, hal-hal yg adalah kontinyuitas membentuk suatu kesatuan.
Menurut psikologi gestalt, wawasan atau yg lazim disebut sebagai insight dilihat sebagai inti belajar. Oleh karenanya, dalam belajar yg mestinya ditanamkan merupakan pengertian siswa tentang sesuatu yg harus dipelajari.

PENGERTIAN BELAJAR MENURUT PSIKOLOGI GESTALT

Pengertian Belajar Menurut Psikologi Gestalt.
Dalam genre ini ada beberapa istilah yang artinya sama ialah: field, pattera, organisme, closure, integration, wholistk, configuration, dan gestalt. Lantaran itu psikologi gestalt seringkali dianggap psikologi organisme atau field theory.

Menurut genre ini, jiwa manusia merupakan suatu keseluruhan yg berstruktur. Suatu holistik bukan terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur. Unsur-unsur itu berada dalam holistik berdasarkan struktur yang sudah tertentu dan saling berinteralisi satu sama lain, Contoh: ketua insan bukan adalah penjumlahan daripada batok kepala, telinga, bidung, mata, verbal, rambut, dagu, serta sebagainya, melainkan kepala itu adalah suatu keseluruhan yg bermakna, pada mana unsur-unsur tersebut teletak pada struktumya masing-masing. Mata tidak mungkin terletak di mak jari, hidung nir mungkin terletak pada tengah-tengah dada dan seterusnya. Pada struktumya masing-masing itulah bagian-bagian dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Bagian-bagian itu hanya bermakna dalam interaksi keseluruhan itu. Lagi juga sesuatu hal, perbuatan, benda lain-lain hanya bermakna dalam interaksi menggunakan situasi eksklusif. Misalnya: emas (perhiasan) hanya bermakna pada situasi di mana terdapat pesta. Para tamu umumnya menggunakan perhiasan yg indah-indah, akan tetapi akan tidak bermakna dalam situasi padang pasir di mana seorang sedang mengalami rasa haus serta dahaga.

Pandangan ini sangat berpengaruh terhadap tafsiran tentang belajar. Beberapa utama yang perlu mendapat perhatian diantaranya merupakan :
(1) Timbulnya kelakuan merupakan berkat interaksi, antara individu serta lingkungan dimana faktor apa yg telah dimiliki (natural endowment) lebih menonjol.
(dua) Bahwa individu berada dalam keadaan keseimbangan bergerak maju, adanya gangguan terhadap keseimbangan itu akan mendorong timbulnya kelakuan.
(3) Mengutamakan segi pemahaman (insight)
(4) Menekankan kepada adanya situasi sekarang, dimana individu menemukan dirinya
(lima) Yang primer dan pertama adalah holistik, dan bagian-bagian hanya bermakna apabila berada pada holistik itu.

Prinsip-prinsip Belajar gestalt (field theory )
1) Belajar dimulai dari suatu holistik. Keseluruhan yang sebagai permulaan, baru menuju ke bagian-bagian. Dari holistik organisasi mata pelajaran menuju tugas-tugas harian yg beruntun. Belajar dimulai dari satu unit yang kompleks menuju ke hal-hal yg gampang dimengerti, deferensiasi pengetahuan dan kecakapan.

2) Keseluruhan memberikan makna pada bagian-bagian. Bagian-bagian terjadi dalam suatu holistik. Bagian-bagian itu hanya bermakna pada rangka keseluruhan tadi. Dengan demikian keseluruhan yg memberikan makna terhadap suatu bagian, misal : sebuah ban mobil hanya bemakna jika sebagai bagian dari kendaraan beroda empat, sebagai roda. Sebuah papan tulis hanya bermakna sebagai papan tulis jika ia berada pada kelas, sebuah tiang kayu hanya bermakna menjadi tiang jika sebagai satu dari tempat tinggal serta sebagainya.

3) Individuasi bagian-bagian dari holistik. Mula-mula anak melihat sesuatu menjadi keseluruhan. Bagian-bagian dilihat pada interaksi fungsional menggunakan keseluruhan. Tetapi lambat laun beliau mengadakan deferensiasi bagian-bagian itu berdasarkan keseluruhan menjadi bagian-bagian yg lebih mini atau kesatuan yang lebih kecil model: mula-mula anak melihat mengenal wajah ibunya sebagai keseluruhan kesatuan. Lambat laun dia bisa memisahkan mana mata mak , mana hidung mak , mana indera pendengaran ibu, kemudian ia melihat bahwa wajah ibunya itu anggun atau buruk, atau menarik dan sebagainya.

4) Anak belajar dengan memakai pemahaman atau insight. Pemahaman adalah kemampuan melihat interaksi-hubungan antara banyak sekali faktor atau unsur dalam situasi yg problematis, misalnya kera bisa melihat interaksi antara beberapa buah kotak sebagai sebuah tangan buat merogoh buah pisang lantaran ia sedang lapar.

Tokoh psikologi gestalt ini antara lain adalah Kohler, Koffka serta Wertheimer. Menurut pandangan psikologi gestalt, belajar terdiri atas hubungan stimulus respon yg sederhana tanpa adanya pengulangan ilham atau proses berfikir.

Psikologi kognitif mulai berkembang dengan lahimya teori belajar Gestalt ini. Peletak dasar psikologi gestalt merupakan Mex Wertheimer (1880-1943) yang meneliti tentang pengamatan serta masalah solving. Sumbangannya ini diikuti sang Kurt koffka (1886-1941) yg menguraikan secara terang mengenai aturan-aturan pengamatan, kemudian Wollgang Kohler (1887-1959) yg meneliti mengenai insight dalam kera. Penelitian-penelitian mereka menumbuhkan psikologi gestalt yang menekankan bahasan dalam kasus konfigurasi, struktur dan pemetaan pada pengalaman. Kaum gestalt berpendapat, bahwa pengalaman itu berstruktur yang terbentuk pada suatu holistik. Orang yang belajar, mengamati stimuli pada keseluruhan yang terorganisasi, bukan pada bagian-bagian yang terpisah.

Suatu konsep yg krusial dalam teori gestalt adalah mengenai "insight", yaitu pengamatan/pemahaman mendadak terhadap hubungan-interaksi antar bagian-bagian pada dalam suatu situasi konflik. Insight itu tak jarang dihubungkan menggunakan pemyataan spontan "aha" atau "oh", “sec-now".

Kohler (1927) menemukan tumbuhnya insight dalam seekor kera menggunakan menghadapkan monyet dalam masalah bagaimana memperoleh pisang yang terletak pada luar kurungan atau tergantung pada atas kurungan. Dalam eksperimen itu Kohler mengamati, bahwa kadangkala monyet dapat memecahkan masalah secara mendadak, kadangkala gagal meraih pisang, kadang kala duduk merenungkan kasus, dan kemudian secara tiba-datang menemukan pemecahan kasus.

Wertheimer (1945) sebagai orang gestalt yang mula-mula menghubungkan pekerjaannya menggunakan proses belajar pada kelas. Dari pengamatannya itu. Ia menyesalkan penggunaan metode menghafal di sekolah serta menghendaki agar anak didik belajar dengan pengertian bukan hafalan akademis.

Menurut pandangan gestaltis, seluruh kegiatan belajar (baik dalam monyet maupun dalam insan) memakai insight atau pemahaman terhadap interaksi-hubungan, terutama hubungan-hubungan antara bagian menggunakan keseluruhan. Menurut psikologi gestalt, taraf kejelasan atau keberartian berdasarkan apa yang diamati pada situasi belajar merupakan lebih meningkatkan belajar seorang daripada menggunakan hukuman serta ganjaran.

Menurut psikologi gestalt setiap pengalaman itu senantiasa struktur. Setiap respon yg diberikan sang seseorang terhadap stimulan, sebenamya nir tertuju kepada suatu bagian melainkan teriuju kepada sesuatu yg bersifat kompleks.

Adapun hukum-hukum belajar menurut psikologi adalah sebagai berikut :
a. Hukum kesamaan (law of similarity). Menurut aturan ini, sesuatu yg sama cenderung membentuk satu kesatuan. Perhatikan gambar berikut ini:
$   Y  @   h
$   Y  @   h
$   Y  @   h

b. Hukum penuh makna (law of pragnanz). Menurut hukum ini, pengamatan terhadap sesuatu objek cenderung dikaitkan dengan makna objek tadi bagi seseorang. Makna objek tersebut bagi seorang, sanggup berupa bentuknya, ukurannya, warnanya dan sebagainya.

c. Hukum kedekatan ( law of proximity ). Menurut aturan ini, sesuatu yang berdekatan cenderung membangun satu kesatuan, periksa gambar berikut ini
ab           cd        ef         gh
d. Hukum ketutupan (law of closure ). Menurut hukum ini, hal-hal yg tertutup membentuk suatu kesatuan. Perhatikan gambar berikut
ùéùéùé
½½½½½½
ûëûëûë
a          b  c             d  e           f
e. Hukum-aturan kontinyutas ( law of goof continuation )

Menurut hukum ini, hal-hal yang adalah kontinyuitas menciptakan suatu kesatuan.
Menurut psikologi gestalt, wawasan atau yang lazim disebut sebagai insight dipandang sebagai inti belajar. Oleh karena itu, pada belajar yg mestinya ditanamkan merupakan pengertian murid tentang sesuatu yang harus dipelajari.

PENGERTIAN LANDASAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN MENURUT PARA AHLI

Pengertian landasan psikologi pendidikan Menurut Para Ahli
Untuk tahu ciri peserta didik dalam masa kanak-kanak, remaja, dewasa, serta usia tua, psikologi pendidikan mengembangkan serta menerapkan teori-teori pembangunan manusia. Sering digambarkan sebagai tahap di mana orang lulus ketika jatuh tempo, teori-teori perkembangan mendeskripsikan perubahan kemampuan mental (kognisi), peran sosial, penalaran moral, serta keyakinan mengenai hakikat pengetahuan. 

Menurut Pidarta (2007:194) Psikologi atau ilmu jiwa merupakan ilmu yang mempelajari jiwa insan. Jiwa itu sendiri merupakan roh dalam keadaan mengendalikan jasmani, yang bisa dipengaruhi olaeh alam lebih kurang. Jiwa insan berkembang sejajar dengan pertumbuhan jasmani. Pendidikan selalu melibatkan aspek kejiwaan insan, sebagai akibatnya landasan psikologis pendidikan merupakan suatu landasan pada proses pendidikan yg membahas banyak sekali warta mengenai kehidupan manusia pada biasanya serta gejala-gejala yg berkaitan menggunakan aspek eksklusif insan dalam setiap tahapan usia perkembangan eksklusif buat mengenali serta menyikapi manusia sesuai dengan tahapan usia perkembangannya yg bertujuan untuk memudahkan proses pendidikan.

Bentuk psikologis pendidikan
A. Psikologis Perkembangan
Ada tiga teori atau pendekatan mengenai perkembangan. Pendekatan-pendekatan yang dimaksud merupakan (Nana Syaodih, 1989).
1. Pendekatan pentahapan. Perkembangan individu berjalan melalui tahapan-tahapan eksklusif. Pada setiap termin memiliki ciri-ciri khusus yg tidak sinkron dengan ciri-ciri dalam tahap-termin yang lain. 
2. Pendekatan diferensial. Pendekatan ini ditinjau individu-individu itu memiliki kesamaan-kesamaan serta disparitas-perbedaan. Atas dasar ini kemudian orang-orang membuat grup–gerombolan . Anak-anak yang memiliki kecenderungan dijadikan satu grup. Maka terjadilah kelompok dari jenis kelamin, kemampuan intelek, bakat, ras, status sosial ekonomi, dan sebagainya. 
3. Pendekatan ipsatif. Pendekatan ini berusaha melihat karakteristik setiap individu, dapat saja diklaim sebagai pendekatan individual. Melihat perkembangan seorang secara individual. 

Dari ketiga pendekatan ini, yang paling dilaksanakan merupakan pendekatan pentahapan. Pendekatan pentahapan ada dua macam yaitu bersifat menyeluruh serta yg bersifat spesifik. Yang menyeluruh akan meliputi segala aspek perkembangan menjadi faktor yang diperhitungkan dalam menyusun termin-tahap perkembangan, sedangkan yang bersifat spesifik hanya mempertimbang faktor tertentu saja sebagai dasar menyusun tahap-termin perkembangan anak, contohnya pentahapan Piaget, Koglberg, dan Erikson.

Psikologi perkembangan menurut Rouseau membagi masa perkembangan anak atas empat tahap yaitu :
1)Masa bayi menurut 0 – 2 tahun sebagian akbar merupakan perkembangan fisik.
2)Masa anak berdasarkan dua – 12 tahun yang dinyatakan perkembangannya baru seperti hidup insan primitif.
3)Masa pubertas menurut 12 – 15 tahun, ditandai menggunakan perkembangan pikiran serta kemauan buat berpetualang.
4)Masa adolesen menurut 15 – 25 tahun, pertumbuhan seksual menonjol, sosial, kata hati, dan moral. Remaja ini telah mulai belajar berbudaya.

B. Psikologi Belajar
Menurut Pidarta (2007:206) belajar adalah perubahan perilaku yg relatif tetap menjadi hasil pengalaman (bukan output perkembangan, efek obat atau kecelakaan) serta mampu melaksanakannya pada pengetahuan lain dan sanggup mengomunikasikannya pada orang lain.

Secara psikologis, belajar bisa didefinisikan menjadi “suatu usaha yg dilakukan oleh seorang buat memperoleh suatu perubahan tingkah laris secara sadar menurut output interaksinya dengan lingkungan” (Slameto, 1991:dua). Definisi ini menyiratkan 2 makna. Pertama, bahwa belajar adalah suatu usaha buat mencapai tujuan eksklusif yaitu buat mendapatkan perubahan tingkah laku Kedua, perubahan tingkah laris yang terjadi wajib secara sadar.

Dari pengertian belajar di atas, maka aktivitas serta usaha buat mencapai perubahan tingkah laku itu dicermati menjadi Proses belajar, sedangkan perubahan tingkah laris itu sendiri dilihat sebagai Hasil belajar. Hal ini berarti, belajar dalam hakikatnya menyangkut 2 hal yaitu proses belajar serta output belajar.

Para pakar psikologi cenderung buat menggunakan pola-pola tingkah laku insan sebagai suatu model yg menjadi prinsip-prinsip belajar. Prinsip-prinsip belajar ini selanjutnya lazim diklaim dengan Teori Belajar.
1. Teori belajar klasik masih permanen dapat dimanfaatkan, diantaranya untuk menghapal perkalian serta melatih soal-soal (Disiplin Mental). Teori Naturalis mampu dipakai pada pendidikan luar sekolah terutama pendidikan seumur hidup. 
2. Teori belajar behaviorisme berguna pada membuatkan perilaku-konduite konkret, seperti rajin, menerima skor tinggi, tidak berkelahi serta sebagainya. 
3. Teori-teori belajar kognisi berguna dalam menilik materi-materi yang rumit yang membutuhkan pemahaman, buat memecahkan perkara dan buat menyebarkan ilham (Pidarta, 2007:218). 

C. Psikologi Sosial
Menurut Hollander (1981) psikologi sosial adalah psikologi yang menilik psikologi seseorang pada rakyat, yang mengkombinasikan karakteristik-ciri psikologi dengan ilmu sosial buat mempelajari imbas masyarakat terhadap individu dan antar individu (dikutip Pidarta, 2007:219).

Pembentukan kesan pertama terhadap orang lain memilki 3 kunci utama yaitu.
1. Kepribadian orang itu. Mungkin kita pernah mendengar tentang orang itu sebelumnya atau cerita-cerita yang mirip menggunakan orang itu, terutama mengenai kepribadiannya. 
2. Perilaku orang itu. Ketika melihat konduite orang itu setelah berhadapan, maka hubungkan menggunakan cerita-cerita yang pernah didengar. 
3. Latar belakang situasi. Kedua data pada atas kemudian dikaitkan dengan situasi pada ketika itu, maka berdasarkan kombinasi ketiga data itu akan keluarlah kesan pertama mengenai orang itu. 

Dalam global pendidikan, kesan pertama yg positif yang dibangkitkan pendidik akan memberikan kemauan dan semangat belajar anak-anak. Motivasi jua adalah aspek psikologis sosial, karena tanpa motivasi eksklusif seseorang sulit buat bersosialisasi dalam warga . Sehubungan menggunakan itu, pendidik punya kewajiban buat menggali motivasi anak-anak supaya ada, sebagai akibatnya mereka dengan bahagia hati belajar di sekolah.

Menurut Klinger (dikutip Pidarta, 2007:222) faktor-faktor yang memilih motivasi belajar merupakan.
1. Minat serta kebutuhan individu. 
2. Persepsi kesulitan akan tugas-tugas. 
3. Harapan sukses. 

Kontribusi psikologi pendidikan pada proses belajar
1. Kontribusi Psikologi Pendidikan terhadap Pengembangan Kurikulum.

Kajian psikologi pendidikan dalam kaitannya dengan pengembangan kurikulum pendidikan terutama berkenaan dengan pemahaman aspek-aspek perilaku dalam konteks belajar mengajar. Terlepas menurut aneka macam aliran psikologi yg mewarnai pendidikan, pada pada dasarnya kajian psikologis ini memberikan perhatian terhadap bagaimana in put, proses dan out pendidikan dapat berjalan menggunakan tidak mengabaikan aspek perilaku dan kepribadian peserta didik.

Secara psikologis, insan adalah individu yg unik. Dengan demikian, kajian psikologis dalam pengembangan kurikulum seyogyanya memperhatikan keunikan yang dimiliki oleh setiap individu, baik dicermati berdasarkan segi taraf kecerdasan, kemampuan, perilaku, motivasi, perasaaan dan karakterisktik-karakteristikindividulainnya.

Kurikulum pendidikan seyogyanya mampu menyediakan kesempatan kepada setiap individu buat bisa berkembang sesuai dengan potensi yg dimilikinya, baik dalam hal subject matter maupun metodepenyampaiannya.

Secara khusus, dalam konteks pendidikan pada Indonesia ketika ini, kurikulum yg dikembangkan waktu ini adalah kurikulum berbasis kompetensi, yg pada intinya menekankan pada upaya pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan pada kebiasaan berfikir serta bertindak. Kebiasaan berfikir serta bertindak secara konsisten serta terus menerus memungkinkan seorang menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar buat melakukan sesuatu.

Dengan demikian pada pengembangan kurikulum berbasis kompetensi, kajian psikologis terutama berkenaan menggunakan aspek-aspek: (1) kemampuan siswa melakukan sesuatu dalam aneka macam konteks; (2) pengalaman belajar siswa; (tiga) output belajar (learning outcomes), dan (4) standarisasi kemampuan siswa

2. Kontribusi Psikologi Pendidikan terhadap Sistem Pembelajaran
Kajian psikologi pendidikan telah melahirkan aneka macam teori yang mendasari sistem pembelajaran. Kita mengenal adanya sejumlah teori pada pembelajaran, seperti : teori classical conditioning, connectionism, operant conditioning, gestalt, teori daya, teori kognitif serta teori-teori pembelajaran lainnya. Terlepas berdasarkan kontroversi yg menyertai kelemahan menurut masing masing teori tersebut, dalam kenyataannya teori-teori tadi sudah memberikan sumbangan yang signifikan pada proses pembelajaran.

Di samping itu, kajian psikologi pendidikan sudah melahirkan pula sejumlah prinsip-prinsip yang melandasi aktivitas pembelajaran Nasution (Daeng Sudirwo,2002) mengetengahkan 3 belas prinsip pada belajar, yakni :
1) Agar seseorang sahih-sahih belajar, beliau harus memiliki suatu tujuan
2) Tujuan itu wajib ada berdasarkan atau herbi kebutuhan hidupnya serta bukan lantaran dipaksakan sang orang lain.
3) Orang itu wajib bersedia mengalami beragam kesulitan dan berusaha menggunakan tekun untuk mencapai tujuan yang berharga baginya.
4) Belajar itu harus terbukti dari perubahan kelakuannya.
5) Selain tujuan pokok yang hendak dicapai, diperolehnya juga hasil sambilan.
6) Belajar lebih berhasil menggunakan jalan berbuat atau melakukan.
7) Seseorang belajar menjadi holistik, tidak hanya aspek intelektual tetapi termasuk pula aspek emosional, sosial, etis dan sebagainya.
8) Seseorang memerlukan bantuan dan bimbingan dari orang lain.
9) Untuk belajar diperlukan insight. Apa yang dipelajari wajib benar-sahih dipahami. Belajar bukan sekedar menghafal informasi lepas secara verbalistis.
10) Disamping mengejar tujuan belajar yg sebenarnya, seseorang sering mengejar tujuan-tujuan lain.
11) Belajar lebih berhasil, apabila usaha itu memberi sukses yang menyenangkan.
12) Ulangan serta latihan perlu akan tetapi wajib didahului sang pemahaman.
13) Belajar hanya mungkin jikalau terdapat kemauan serta asa buat belajar.

3. Kontribusi Psikologi Pendidikan terhadap Sistem Penilaian
Penilaiain pendidikan adalah salah satu aspek krusial pada pendidikan guna memahami seberapa jauh tingkat keberhasilan pendidikan. Melaui kajian psikologis kita bisa tahu perkembangan perilaku apa saja yg diperoleh peserta didik sehabis mengikuti kegiatan pendidikan atau pembelajaran eksklusif.

Di samping itu, kajian psikologis sudah menaruh sumbangan konkret pada pengukuran potensi-potensi yang dimiliki sang setiap peserta didik, terutama sehabis dikembangkannya banyak sekali tes psikologis, baik buat mengukur taraf kecerdasan, bakat maupun kepribadian individu lainnya.kita mengenal sejumlah tes psikologis yg waktu ini masih poly digunakan buat mengukur potensi seseorang individu, seperti Multiple Aptitude Test (MAT), Differensial Aptitude Tes (DAT), EPPS serta alat ukur lainnya.

Pemahaman kecerdasan, bakat, minat dan aspek kepribadian lainnya melalui pengukuran psikologis, memiliki arti krusial bagi upaya pengembangan proses pendidikan individu yang bersangkutan sehingga dalam gilirannya bisa dicapai perkembangan individu yg optimal.

Oleh karena itu, betapa pentingnya dominasi psikologi pendidikan bagi kalangan pengajar pada melaksanakan tugas profesionalnya.

Keadaan anak yang tadinya belum dewasa hingga menjadi dewasa berarti mengalami perubahan,lantaran dibimbing, dan kegiatan bimbingan merupakan usaha atau aktivitas berinteraksi antara pendidik,murid serta lingkungan.

Perubahan tersebut merupakan merupakan tanda-tanda yg timbul secara psikologis. Di dalam interaksi inilah kiranya pendidik wajib mampu tahu perubahan yg terjadi pada diri individu, baik perkembangan maupun pertumbuhannya. Atas dasar itu juga pendidik perlu memahami landasan pendidikan menurut sudut psikologis.

Dengan demikian, psikologi adalah galat satu landasan pokok menurut pendidikan. Antara psikologi menggunakan pendidikan merupakan satu kesatuan yg sangat sulit dipisahkan. Subyek dan obyek pendidikan adalah insan, sedangkan psikologi mempelajari tanda-tanda-gejala psikologis dari insan. Dengan demikian keduanya menjadi satu kesatuan yg tidak terpisahkan.

PENGERTIAN LANDASAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN MENURUT PARA AHLI

Pengertian landasan psikologi pendidikan Menurut Para Ahli
Untuk tahu karakteristik peserta didik pada masa kanak-kanak, remaja, dewasa, serta usia tua, psikologi pendidikan membuatkan dan menerapkan teori-teori pembangunan manusia. Sering digambarkan sebagai tahap di mana orang lulus saat jatuh tempo, teori-teori perkembangan mendeskripsikan perubahan kemampuan mental (kognisi), kiprah sosial, penalaran moral, serta keyakinan tentang hakikat pengetahuan. 

Menurut Pidarta (2007:194) Psikologi atau ilmu jiwa merupakan ilmu yang menyelidiki jiwa insan. Jiwa itu sendiri merupakan roh pada keadaan mengendalikan jasmani, yg bisa dipengaruhi olaeh alam kurang lebih. Jiwa insan berkembang sejajar dengan pertumbuhan jasmani. Pendidikan selalu melibatkan aspek kejiwaan insan, sehingga landasan psikologis pendidikan merupakan suatu landasan dalam proses pendidikan yg membahas banyak sekali warta tentang kehidupan manusia dalam umumnya dan tanda-tanda-tanda-tanda yang berkaitan menggunakan aspek eksklusif manusia dalam setiap tahapan usia perkembangan tertentu buat mengenali dan menyikapi manusia sesuai menggunakan tahapan usia perkembangannya yg bertujuan buat memudahkan proses pendidikan.

Bentuk psikologis pendidikan
A. Psikologis Perkembangan
Ada 3 teori atau pendekatan mengenai perkembangan. Pendekatan-pendekatan yg dimaksud merupakan (Nana Syaodih, 1989).
1. Pendekatan pentahapan. Perkembangan individu berjalan melalui tahapan-tahapan eksklusif. Pada setiap termin mempunyai ciri-karakteristik spesifik yg tidak sinkron menggunakan karakteristik-karakteristik dalam tahap-tahap yg lain. 
2. Pendekatan diferensial. Pendekatan ini ditinjau individu-individu itu memiliki kecenderungan-kesamaan serta disparitas-perbedaan. Atas dasar ini kemudian orang-orang menciptakan kelompok–kelompok. Anak-anak yg mempunyai kesamaan dijadikan satu grup. Maka terjadilah kelompok menurut jenis kelamin, kemampuan intelek, bakat, ras, status sosial ekonomi, dan sebagainya. 
3. Pendekatan ipsatif. Pendekatan ini berusaha melihat ciri setiap individu, bisa saja disebut sebagai pendekatan individual. Melihat perkembangan seseorang secara individual. 

Dari ketiga pendekatan ini, yang paling dilaksanakan adalah pendekatan pentahapan. Pendekatan pentahapan ada dua macam yaitu bersifat menyeluruh dan yang bersifat khusus. Yang menyeluruh akan meliputi segala aspek perkembangan menjadi faktor yg diperhitungkan pada menyusun tahap-termin perkembangan, sedangkan yg bersifat spesifik hanya mempertimbang faktor eksklusif saja menjadi dasar menyusun tahap-tahap perkembangan anak, misalnya pentahapan Piaget, Koglberg, serta Erikson.

Psikologi perkembangan berdasarkan Rouseau membagi masa perkembangan anak atas empat tahap yaitu :
1)Masa bayi dari 0 – dua tahun sebagian besar adalah perkembangan fisik.
2)Masa anak berdasarkan dua – 12 tahun yang dinyatakan perkembangannya baru misalnya hidup manusia primitif.
3)Masa pubertas berdasarkan 12 – 15 tahun, ditandai menggunakan perkembangan pikiran serta kemauan buat berpetualang.
4)Masa adolesen dari 15 – 25 tahun, pertumbuhan seksual menonjol, sosial, istilah hati, dan moral. Remaja ini sudah mulai belajar berbudaya.

B. Psikologi Belajar
Menurut Pidarta (2007:206) belajar adalah perubahan konduite yang nisbi permanen menjadi output pengalaman (bukan hasil perkembangan, dampak obat atau kecelakaan) dan bisa melaksanakannya pada pengetahuan lain dan sanggup mengomunikasikannya kepada orang lain.

Secara psikologis, belajar bisa didefinisikan sebagai “suatu bisnis yg dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara sadar menurut hasil interaksinya menggunakan lingkungan” (Slameto, 1991:2). Definisi ini menyiratkan dua makna. Pertama, bahwa belajar adalah suatu bisnis buat mencapai tujuan tertentu yaitu buat mendapatkan perubahan tingkah laris Kedua, perubahan tingkah laku yang terjadi harus secara sadar.

Dari pengertian belajar di atas, maka aktivitas dan usaha buat mencapai perubahan tingkah laku itu dipandang menjadi Proses belajar, sedangkan perubahan tingkah laku itu sendiri dicermati menjadi Hasil belajar. Hal ini berarti, belajar dalam hakikatnya menyangkut 2 hal yaitu proses belajar serta output belajar.

Para ahli psikologi cenderung buat menggunakan pola-pola tingkah laku insan sebagai suatu contoh yg menjadi prinsip-prinsip belajar. Prinsip-prinsip belajar ini selanjutnya lazim dianggap menggunakan Teori Belajar.
1. Teori belajar klasik masih permanen dapat dimanfaatkan, diantaranya untuk menghapal perkalian serta melatih soal-soal (Disiplin Mental). Teori Naturalis mampu digunakan pada pendidikan luar sekolah terutama pendidikan seumur hayati. 
2. Teori belajar behaviorisme bermanfaat dalam mengembangkan konduite-konduite nyata, seperti rajin, menerima skor tinggi, nir berkelahi serta sebagainya. 
3. Teori-teori belajar kognisi berguna dalam menilik materi-materi yg rumit yg membutuhkan pemahaman, buat memecahkan perkara dan buat berbagi ide (Pidarta, 2007:218). 

C. Psikologi Sosial
Menurut Hollander (1981) psikologi sosial adalah psikologi yang mempelajari psikologi seorang pada rakyat, yg mengkombinasikan karakteristik-ciri psikologi dengan ilmu sosial untuk memeriksa efek masyarakat terhadap individu serta antar individu (dikutip Pidarta, 2007:219).

Pembentukan kesan pertama terhadap orang lain memilki 3 kunci primer yaitu.
1. Kepribadian orang itu. Mungkin kita pernah mendengar mengenai orang itu sebelumnya atau cerita-cerita yg seperti menggunakan orang itu, terutama tentang kepribadiannya. 
2. Perilaku orang itu. Ketika melihat perilaku orang itu sesudah berhadapan, maka hubungkan dengan cerita-cerita yang pernah didengar. 
3. Latar belakang situasi. Kedua data di atas kemudian dikaitkan menggunakan situasi pada saat itu, maka menurut kombinasi ketiga data itu akan keluarlah kesan pertama tentang orang itu. 

Dalam dunia pendidikan, kesan pertama yg positif yang dibangkitkan pendidik akan memberikan kemauan serta semangat belajar anak-anak. Motivasi pula merupakan aspek psikologis sosial, karena tanpa motivasi eksklusif seorang sulit buat bersosialisasi dalam warga . Sehubungan menggunakan itu, pendidik punya kewajiban buat menggali motivasi anak-anak agar ada, sebagai akibatnya mereka dengan senang hati belajar pada sekolah.

Menurut Klinger (dikutip Pidarta, 2007:222) faktor-faktor yg menentukan motivasi belajar adalah.
1. Minat dan kebutuhan individu. 
2. Persepsi kesulitan akan tugas-tugas. 
3. Harapan sukses. 

Kontribusi psikologi pendidikan pada proses belajar
1. Kontribusi Psikologi Pendidikan terhadap Pengembangan Kurikulum.

Kajian psikologi pendidikan dalam kaitannya dengan pengembangan kurikulum pendidikan terutama berkenaan menggunakan pemahaman aspek-aspek konduite dalam konteks belajar mengajar. Terlepas menurut berbagai aliran psikologi yang mewarnai pendidikan, dalam pada dasarnya kajian psikologis ini memberikan perhatian terhadap bagaimana in put, proses dan out pendidikan bisa berjalan dengan tidak mengabaikan aspek perilaku dan kepribadian peserta didik.

Secara psikologis, insan adalah individu yang unik. Dengan demikian, kajian psikologis dalam pengembangan kurikulum seyogyanya memperhatikan keunikan yang dimiliki sang setiap individu, baik ditinjau dari segi taraf kecerdasan, kemampuan, sikap, motivasi, perasaaan dan karakterisktik-karakteristikindividulainnya.

Kurikulum pendidikan seyogyanya mampu menyediakan kesempatan kepada setiap individu buat bisa berkembang sesuai dengan potensi yg dimilikinya, baik dalam hal subject matter juga metodepenyampaiannya.

Secara khusus, dalam konteks pendidikan pada Indonesia ketika ini, kurikulum yang dikembangkan ketika ini merupakan kurikulum berbasis kompetensi, yang pada pada dasarnya menekankan dalam upaya pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Kebiasaan berfikir serta bertindak secara konsisten serta terus menerus memungkinkan seseorang menjadi kompeten, pada arti memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar buat melakukan sesuatu.

Dengan demikian pada pengembangan kurikulum berbasis kompetensi, kajian psikologis terutama berkenaan menggunakan aspek-aspek: (1) kemampuan murid melakukan sesuatu dalam aneka macam konteks; (2) pengalaman belajar murid; (3) hasil belajar (learning outcomes), dan (4) standarisasi kemampuan siswa

2. Kontribusi Psikologi Pendidikan terhadap Sistem Pembelajaran
Kajian psikologi pendidikan sudah melahirkan banyak sekali teori yang mendasari sistem pembelajaran. Kita mengenal adanya sejumlah teori dalam pembelajaran, misalnya : teori classical conditioning, connectionism, operant conditioning, gestalt, teori daya, teori kognitif dan teori-teori pembelajaran lainnya. Terlepas menurut kontroversi yang menyertai kelemahan menurut masing masing teori tadi, dalam kenyataannya teori-teori tadi sudah menaruh sumbangan yang signifikan dalam proses pembelajaran.

Di samping itu, kajian psikologi pendidikan telah melahirkan jua sejumlah prinsip-prinsip yg melandasi aktivitas pembelajaran Nasution (Daeng Sudirwo,2002) mengetengahkan 3 belas prinsip pada belajar, yakni :
1) Agar seorang sahih-benar belajar, ia wajib memiliki suatu tujuan
2) Tujuan itu wajib muncul berdasarkan atau herbi kebutuhan hidupnya serta bukan lantaran dipaksakan sang orang lain.
3) Orang itu wajib bersedia mengalami beragam kesulitan serta berusaha menggunakan tekun buat mencapai tujuan yang berharga baginya.
4) Belajar itu wajib terbukti menurut perubahan kelakuannya.
5) Selain tujuan pokok yg hendak dicapai, diperolehnya jua output sambilan.
6) Belajar lebih berhasil dengan jalan berbuat atau melakukan.
7) Seseorang belajar menjadi keseluruhan, tidak hanya aspek intelektual tetapi termasuk jua aspek emosional, sosial, etis dan sebagainya.
8) Seseorang memerlukan bantuan serta bimbingan menurut orang lain.
9) Untuk belajar dibutuhkan insight. Apa yg dipelajari wajib sahih-benar dipahami. Belajar bukan sekedar menghafal liputan lepas secara verbalistis.
10) Disamping mengejar tujuan belajar yg sebenarnya, seseorang seringkali mengejar tujuan-tujuan lain.
11) Belajar lebih berhasil, apabila bisnis itu memberi sukses yang menyenangkan.
12) Ulangan serta latihan perlu akan namun wajib didahului oleh pemahaman.
13) Belajar hanya mungkin jika terdapat kemauan serta hasrat buat belajar.

3. Kontribusi Psikologi Pendidikan terhadap Sistem Penilaian
Penilaiain pendidikan adalah salah satu aspek penting pada pendidikan guna memahami seberapa jauh tingkat keberhasilan pendidikan. Melaui kajian psikologis kita bisa tahu perkembangan perilaku apa saja yang diperoleh siswa sesudah mengikuti kegiatan pendidikan atau pembelajaran tertentu.

Di samping itu, kajian psikologis telah memberikan sumbangan nyata pada pengukuran potensi-potensi yg dimiliki oleh setiap siswa, terutama sehabis dikembangkannya berbagai tes psikologis, baik buat mengukur taraf kecerdasan, talenta juga kepribadian individu lainnya.kita mengenal sejumlah tes psikologis yang saat ini masih banyak digunakan buat mengukur potensi seseorang individu, seperti Multiple Aptitude Test (MAT), Differensial Aptitude Tes (DAT), EPPS dan indera ukur lainnya.

Pemahaman kecerdasan, bakat, minat dan aspek kepribadian lainnya melalui pengukuran psikologis, mempunyai arti penting bagi upaya pengembangan proses pendidikan individu yg bersangkutan sebagai akibatnya pada gilirannya bisa dicapai perkembangan individu yg optimal.

Oleh karena itu, betapa pentingnya dominasi psikologi pendidikan bagi kalangan guru pada melaksanakan tugas profesionalnya.

Keadaan anak yang tadinya belum dewasa sampai menjadi dewasa berarti mengalami perubahan,karena dibimbing, dan aktivitas bimbingan adalah usaha atau aktivitas berinteraksi antara pendidik,anak didik dan lingkungan.

Perubahan tadi merupakan merupakan gejala yang muncul secara psikologis. Di dalam interaksi inilah kiranya pendidik harus bisa memahami perubahan yang terjadi dalam diri individu, baik perkembangan maupun pertumbuhannya. Atas dasar itu jua pendidik perlu memahami landasan pendidikan berdasarkan sudut psikologis.

Dengan demikian, psikologi merupakan salah satu landasan pokok dari pendidikan. Antara psikologi menggunakan pendidikan adalah satu kesatuan yang sangat sulit dipisahkan. Subyek serta obyek pendidikan merupakan insan, sedangkan psikologi menyelidiki gejala-gejala psikologis berdasarkan manusia. Dengan demikian keduanya menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

PENGERTIAN BELAJAR MENURUT PSIKOLOGI HUMANISTIK

Pengertian Belajar Menurut Psikologi Humanistik
Pada akhir tahun 1940-an muncul suatu perspektif psikologi baru. Orang-orang yang terlibat dalam penerapan psikologilah yang berjasa dalam perkembangan ini, misalnya ahli-ahli psikologi klinik, pekerja-pekerja sosial dan konseler. Gerakan ini erkembang, dan lalu dikenal sebagai psikologi humanistik, eksestensial, perceptual, atau fenomenologikal. Psikologi ini berusaha buat tahu konduite seseorang dari sudut si pelaku (behaver), bukan dari pengamat (observer).

Dalam global pendidikan, genre humanistik timbul dalam tahun 1960 hingga 1970-an serta mungkin perubahan-perubahan dan inovasi yang terjadi selama dua dasa warsa yang terakhir pada abad 20 ini pun jua akan menuju pada arah ini 

Perhatian psikologi humanistik yg terutama tertuju dalam kasus bagaimana tiap-tiap individu ditentukan serta dibimbing oleh maksud-maksud langsung yang mereka hubungkan pada pengalaman-pengalaman mereka sendiri. Menurut para pendidik aliran humanistik penyusunan dan penyajian bahan ajar barus sesuai dengan perasaan serta perhatian murid.

Tujuan primer para pendidik artinya membantu siswa untuk membuatkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu buat mengenal diri mereka sendiri menjadi insan yang unik serta membantunya dalam mewujudkan potensi-potensi yg terdapat dalam diri mereka

Psikologi humanistik berkeyakinan bahwa anak termasuk makhluk yg unik, majemuk, tidak selaras antara satu dengan yg lain. Keberagaman yang terdapat pada diri anak, hendaknya dikukuhkan. Dengan demikian, seseorang pendidik atau guru bukanlah bertugas buat menciptakan anak menjadi insan sinkron yang ia kehendaki, melainkan memantapkan visi yg sudah ada dalam anak itu sendiril untuk itu, seorang pendidik pertama kali membantu anak untuk memahami diri mereka sendiri, dan tidak memaksakan pemahamannya sendiri tentang diri murid.

Keberagaman anak tidak saja dari segi lahir, melainkan yang terutama adalah menurut segi batinnya. Oleh karenanya, jika ingin memahami anak, nir bisa dengan menggunakan perspektif orang yang tahu, melainkan menggunakan memakai perspektif orang yang dipahami.

Behaviorisme Versus Humanistik
Dalam menyoroti perkara perilaku, ahli-ahli psikologi behavioral dan humanistik mempunyai pandangan yg sangat berbeda. Perbedaan ini dikenal menjadi freedom of determination issue. Para behaviorest memandang orang sebagai makhluk reaktif yg menaruh responsnya terhadap lingkungannya. Pengalaman lampau serta pemeliharaan akan membangun konduite mereka. Sebaliknya para humanistik mempunyai pendapat bahwa tiap orang itu memilih perilaku mereka sendiri. Mereka bebas dalam menentukan kualitas hidup mereka, tidak terikat oleh lingkungannya.

Sebagaimana disebtakan diatas, bahwa pandangan psikologi humanistik merupakan anti tesa berdasarkan pandangan psikologi behavioristik. Eka dalam pandangan psikologi behavioristik, belajar merupakan kontrol fragmental yang dilakukan sang lingkungan, maka pada pandangan psikologi humanistik justru kebalikannya. Belajar dilakukan dengan cara memberikan kebebasan yg sebanyak-besarnya pada individu.

Tokoh-Tokoh Humanistik
Ada beberapa tokoh yg menonjol dalam genre humanistik misalnya: Combs, Maslov, serta Rogers

1) Combs :
Combs serta mitra-mitra menyatakan apabila kita ingin tahu perilaku orang kita harus mencoba tahu dunia persepsi orang itu. Jika kita ingin membarui konduite seorang, kita harus berusaha membarui keyakinan atau pandangan orang itu, konduite dalamlah yang membedakan seseorang dari yg lain. Combs dan kawankawan selanjutnya mengungkapkan bahwa perilaku jelek itu sesungguhnya tak lain hanyalah menurut ketidakmauan seseorang untuk melakukan sesuatu yg tidak akan memberikan kepuasan baginya. Apabila seorang guru mengeluh bahwa siswanya tidak memiliki motivasi buat melakukan sesuatu, ini sesungguhnya berarti, bahwa anak didik itu nir mempunyai motivasi buat melakukan sesuatu yg dikehendaki sang pengajar itu. Jika pengajar itu memberikan kegiatan yg lain, mungkin sekali anak didik akan memberikan reaksi yang positif. Para ahli humanistik melihat adanya 2 bagian pada leaming, yaitu:
1. Pemerolehan warta baru,
2. Personalisasi liputan, ini pada individu.

Combs beropini bahwa poly pengajar membuat kesalahan menggunakan berasumsi bahwa anak didik mau belajar jika subject matter-nya disusun serta tersaji sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada subject matter itu, dengan kata lain pada individulah yg memberikan arti tadi kepada subject matter itu. Sehingga yg penting merupakan bagaimana caranya membawa si anak didik untuk memperoleh arti bagi pribadinya berdasarkan subject matter itu, bagaimana murid itu menghubungkan subject matter itu dengan kehidupannya (Principles of Instruction Design sang Robert M. Gayne & Leshe J. Briggs, laman 212).

Combs menaruh lukisan persepsi diri serta persepsi dunia seorang misalnya dua bundar (besar serta kecil) yang bertitik sentra satu. Lingkaran kecil (1) adalah citra menurut persepsi diri serta bundar akbar (2) adalah persepsi global. Makin jauh insiden-insiden itu menurut persepsi diri makin berkurang pengaruhya pada individu serta makin dekat peristiwa-insiden itu dari persepsi diri makin besar pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yg mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin gampang hal itu terlupakan.

2) Maslov
Teori berdasarkan atas perkiraan bahwa di pada diri kita ada 2 hal :
(1) Suatu usaha yg positif buat berkembang
(2) Kekuatan buat melawan atau menolak perkembangan itu, (maslov, 1968)

Pada diri masing-masing orang memiliki berbagai perasaan takut misalnya rasa takut buat berusaha atau berkembang, takut buat merogoh kesempatan, takut membahayakan apa yg sudah ia miliki dan sebagainya. Tetapi mendorong buat maju ke arah keutuhan, keunikan diri, menghadapi dunia luar serta pada waktu itu pula ia bisa mendapat diri sendifi (self).

Maslov membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) insan sebagai tujuh hirarki. Jika seorang sudah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah dia bisa menginginkan kebutuhan yg terletak di tasnya, ialah kebutuhan menerima rasa kondusif dan seterusnya. Hirarki kebutuhan insan menurut Maslov ini mempunyai implikasi yg krusial yang harus diperhatikan sang pengajar dalam ketika dia mengajar anak-anak. Ia berkata bahwa perhatian serta motivasi belajar tidak mungkin berkembang bila kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.

3) Carl Rogers
Salah seorang tokoh psikologi humanistik merupakan Carl Rogers, seseorang pakar psikoterapi. La memiliki pandangan bahwa murid yg belajar hendaknya tidak dipaksa, melainkan dibiarkan belajar bebas. Tidak itu saja, anak didik juga dibutuhkan dapat membebaskan dirinya hingga beliau bisa mengambil keputusan sendiri serta berani bertanggung jawab atas keputusan-keputusan yang dia ambil atau pilih.

Dalam belajar demikian, anak tidak dketak menjadi oran lain melainkan dibiarkan dan dipupuk buat menjadi dirinya sendiri. La tidak direkayasa supaya terikat pada orang lain, bergantung kepada pihak lain serta memenuhi asa orang lain. La dibiarkan supaya permanen mampu menjadi arsitek untuk dirinya sendiri. 

Rogers mengemukakan prinsip-prinsip belajar humanistik menjadi berikut :

a. Hasrat buat belajar
Hasrat untuk belajar merupakan suatu hal yg bersifat alamiah bagi insan. Ini ditimbulkan adanya hasrat ingin memahami insan yang terus menerus terhadap global menggunakan segala isinya. Hasrat ingin tahu yang demikian terhadap dunia sekelilingnya, berakibat penyebab seorang senantiasa berusaha mencari jawabannya. Dalam proses mencari jawaban inilah, seorang mengalami aktivitas-kegiatan belajar.

b. Belajar bermakna.
Dalam pandangan psikologi humanistik makna sangat krusial pada belajar. Seorang beraktivitas atau tidak senantiasa akan menimbang-nimbang apakah kegiatan tersebut menipunyai makna untuk dirinya. Sebab, sesuatu yang tidak bermakna bagi dirinya, tentu tidak akan dia lakukan.

c. Belajar tanpa sanksi.
Hukuman memang bisa saja membuat seseorang untuk belajar. Namun, output belajar demikian tidak akan bertahan usang. La melakukan kegiatan sekedar menghindari ancaman hukuman. Pada hal, manakala sanksi tak ada, aktivitaspun nir akan dilakukan. Oleh karena itu, agar anak belajar justru harus dibebaskan berdasarkan ancaman hukuman.

Belajar yg terbebas dari ancaman hukuman demikian im berakibat penyebab anak bebas melakukan apa saja, mencoba-coba sesuatu yg bermanfaat buat dirinya. Mengadakan eksperimentasi-eksperimentasi hingga anak dapat menemukan sendiri tentang sesuatu yg baru. Kreativitas anak dalam belajar yg bebas menurut ancaman sanksi menggunakan sendirinya jua akan meningkat.

d. Belajar menggunakan inisiatif sendiri.
Belajar dengan inisiatif sendiri pada diri pembelajar sebenamya menyiratkan betapa tingginya motivasi internal yg dipunyai. Pembelajar yg poly berinisiatif tatkala belajar, senantiasa mencari cara-cara hingga dia berhasil dalam belajarnya. Inisialif yg lahir berdasarkan diri sendiri im pula memberitahuakn rendalmya dependensi pembelajar terhadap orang lain. La akan bebas melakukan apa saja dalam belajarnya. Serta tidak terikat oleh rekayasa-rekayasa yg berasal berdasarkan lingkungannya. Pada diri pembelajar yang kaya inisiatif, masih ada kemampuan buat mengarahkan dirinya sendiri, menentukan pilihannya sendiri serta berusaha menimbang-nimbang sendiri mana hal yg baik bagi dirinya. La akan berusaha dengan totalitas pribadinya buat mencapai sesuatu yg beliau cita-citakan. 

e. Belajar dan perubahan.
Dunia terus berubah, serta siapapun di global ini tidak ada yang bisa menangkal perobahan. Oleh karenanya, pembelajar haruslah dapat belajar dalam segala kondisi serta situasi yang serba berubah. Kalau tidak, dia akan terlindas oleh perubahan.

Dengan demikian, belajar yang sekedar mengingat informasi, menghafal sesuatu, dipandang nir cukup. Orang wajib bisa menyesuaikan pada sebuah global yg senantiasa berubah.

Dalam bukunya freedom to learn, ia memberitahuakn sejumlah prinsip-prinsip belajar humanistik yg penting, di antaranya adalah :
(1) Manusia itu memiliki kemampuan buat belajar secara alami.
(2) Belajar yang signifikan terjadi bila subject matter di rasakan murid mempunyai relevansi menggunakan maksud-maksudnya sendiri.
(tiga) Belajar yg menyangkut suatu perubahan pada pada persepsi mengenai dirinya sendiri dipercaya mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
(4) Tugas-tugas belajar yg mengancam diri merupakan lebilh mudah dirasakan dan diasimilasikan apabila ancaman- ancaman menurut luar itu semakin kecil
(5) Apabila ancaman terhadap diri anak didik rendah, pengalaman bisa diperoleh dengan berbagai cara yg bhineka serta terjadilah proses belajar
(6) Belajar yg bermakna diperoleh anak didik dengan melakukannya.
(7) Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan pada proses belajar serta ikut bertanggung-jawab terhadap proses belajar itu.
(8) Belajar atas inisiatif sendiri yg melibatkan langsung siswa seutuhnya baik perasaan juga intelek, merupakan cara yg bisa menaruh basil yg mendalam dan lestari.
(9) Kepercayaan tehadap diri sendiri, kemerdekaan. Kreativitas lebih gampang dicapai terutama murid dibiasakan buat mawas diri dan mengeritik dirinya sendiri dan evaluasi diri orang lain merupakan cara kedua yg penting.
(10) Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam global modern ini merupakan belajar mengenai proses belajar. Suatu keterbukaan yg terus-menerus terhadap pengalaman serta penyatuannya ke dalam dirinya sendiri mengenai proses perubahan itu.

PENGERTIAN BELAJAR MENURUT PSIKOLOGI HUMANISTIK

Pengertian Belajar Menurut Psikologi Humanistik
Pada akhir tahun 1940-an timbul suatu perspektif psikologi baru. Orang-orang yg terlibat pada penerapan psikologilah yg berjasa dalam perkembangan ini, misalnya ahli-ahli psikologi klinik, pekerja-pekerja sosial serta konseler. Gerakan ini erkembang, serta kemudian dikenal sebagai psikologi humanistik, eksestensial, perceptual, atau fenomenologikal. Psikologi ini berusaha buat tahu perilaku seseorang dari sudut si pelaku (behaver), bukan dari pengamat (observer).

Dalam global pendidikan, aliran humanistik muncul dalam tahun 1960 hingga 1970-an serta mungkin perubahan-perubahan dan inovasi yg terjadi selama 2 dasa warsa yang terakhir pada abad 20 ini pun pula akan menuju pada arah ini 

Perhatian psikologi humanistik yang terutama tertuju pada kasus bagaimana tiap-tiap individu dipengaruhi serta dibimbing oleh maksud-maksud langsung yg mereka hubungkan pada pengalaman-pengalaman mereka sendiri. Menurut para pendidik aliran humanistik penyusunan dan penyajian bahan ajar barus sinkron menggunakan perasaan dan perhatian anak didik.

Tujuan primer para pendidik adalah membantu siswa buat mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yg unik dan membantunya pada mewujudkan potensi-potensi yang ada pada diri mereka

Psikologi humanistik berkeyakinan bahwa anak termasuk makhluk yang unik, beragam, tidak sinkron antara satu dengan yang lain. Keberagaman yg ada pada diri anak, hendaknya dikukuhkan. Dengan demikian, seseorang pendidik atau guru bukanlah bertugas buat menciptakan anak menjadi insan sesuai yg dia kehendaki, melainkan memantapkan visi yang telah terdapat dalam anak itu sendiril buat itu, seseorang pendidik pertama kali membantu anak buat memahami diri mereka sendiri, dan nir memaksakan pemahamannya sendiri tentang diri anak didik.

Keberagaman anak nir saja berdasarkan segi lahir, melainkan yang terutama merupakan menurut segi batinnya. Oleh karenanya, bila ingin tahu anak, tidak bisa dengan menggunakan perspektif orang yang memahami, melainkan menggunakan menggunakan perspektif orang yg dipahami.

Behaviorisme Versus Humanistik
Dalam menyoroti masalah konduite, ahli-ahli psikologi behavioral dan humanistik mempunyai pandangan yang sangat tidak selaras. Perbedaan ini dikenal menjadi freedom of determination issue. Para behaviorest memandang orang sebagai makhluk reaktif yg memberikan responsnya terhadap lingkungannya. Pengalaman lampau serta pemeliharaan akan menciptakan konduite mereka. Sebaliknya para humanistik memiliki pendapat bahwa tiap orang itu memilih konduite mereka sendiri. Mereka bebas pada menentukan kualitas hayati mereka, tidak terikat sang lingkungannya.

Sebagaimana disebtakan diatas, bahwa pandangan psikologi humanistik merupakan anti tesa dari pandangan psikologi behavioristik. Eka pada pandangan psikologi behavioristik, belajar merupakan kontrol instrumental yg dilakukan sang lingkungan, maka dalam pandangan psikologi humanistik justru kebalikannya. Belajar dilakukan dengan cara memberikan kebebasan yang sebanyak-besarnya kepada individu.

Tokoh-Tokoh Humanistik
Ada beberapa tokoh yg menonjol dalam aliran humanistik misalnya: Combs, Maslov, dan Rogers

1) Combs :
Combs serta mitra-mitra menyatakan bila kita ingin tahu perilaku orang kita harus mencoba memahami dunia persepsi orang itu. Apabila kita ingin mengganti perilaku seorang, kita harus berusaha membarui keyakinan atau pandangan orang itu, konduite dalamlah yang membedakan seorang dari yg lain. Combs serta kawankawan selanjutnya menyampaikan bahwa konduite buruk itu sesungguhnya tidak lain hanyalah dari ketidakmauan seorang buat melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya. Jika seorang pengajar mengeluh bahwa siswanya nir mempunyai motivasi buat melakukan sesuatu, ini sesungguhnya berarti, bahwa siswa itu nir memiliki motivasi buat melakukan sesuatu yang dikehendaki oleh pengajar itu. Jika guru itu menaruh aktivitas yg lain, mungkin sekali anak didik akan memberikan reaksi yang positif. Para pakar humanistik melihat adanya dua bagian dalam leaming, yaitu:
1. Pemerolehan informasi baru,
2. Personalisasi informasi, ini pada individu.

Combs beropini bahwa banyak guru menciptakan kesalahan dengan berasumsi bahwa murid mau belajar bila subject matter-nya disusun dan tersaji sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada subject matter itu, menggunakan kata lain pada individulah yg memberikan arti tersebut kepada subject matter itu. Sehingga yang penting artinya bagaimana caranya membawa si murid buat memperoleh arti bagi pribadinya dari subject matter itu, bagaimana murid itu menghubungkan subject matter itu dengan kehidupannya (Principles of Instruction Design oleh Robert M. Gayne & Leshe J. Briggs, page 212).

Combs memberikan lukisan persepsi diri dan persepsi dunia seseorang seperti 2 bundar (akbar serta mini ) yg bertitik pusat satu. Lingkaran mini (1) adalah gambaran dari persepsi diri serta lingkaran akbar (2) adalah persepsi global. Makin jauh insiden-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhya pada individu serta makin dekat insiden-peristiwa itu menurut persepsi diri makin akbar pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang memiliki sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.

2) Maslov
Teori didasarkan atas perkiraan bahwa pada dalam diri kita terdapat dua hal :
(1) Suatu usaha yang positif buat berkembang
(dua) Kekuatan buat melawan atau menolak perkembangan itu, (maslov, 1968)

Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut misalnya rasa takut buat berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah dia miliki serta sebagainya. Tetapi mendorong buat maju ke arah keutuhan, keunikan diri, menghadapi dunia luar serta pada ketika itu pula beliau bisa mendapat diri sendifi (self).

Maslov membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) insan menjadi tujuh hirarki. Jika seseorang sudah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah dia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di tasnya, merupakan kebutuhan menerima rasa aman serta seterusnya. Hirarki kebutuhan manusia berdasarkan Maslov ini mempunyai implikasi yg penting yang wajib diperhatikan sang pengajar pada saat dia mengajar anak-anak. Ia mengungkapkan bahwa perhatian dan motivasi belajar tidak mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.

3) Carl Rogers
Salah seorang tokoh psikologi humanistik merupakan Carl Rogers, seseorang ahli psikoterapi. La mempunyai pandangan bahwa murid yg belajar hendaknya nir dipaksa, melainkan dibiarkan belajar bebas. Tidak itu saja, murid juga diperlukan bisa membebaskan dirinya hingga beliau dapat merogoh keputusan sendiri serta berani bertanggung jawab atas keputusan-keputusan yg ia ambil atau pilih.

Dalam belajar demikian, anak tidak dketak menjadi oran lain melainkan dibiarkan serta dipupuk buat menjadi dirinya sendiri. La tidak direkayasa supaya terikat pada orang lain, bergantung pada pihak lain serta memenuhi harapan orang lain. La dibiarkan supaya permanen bisa menjadi arsitek buat dirinya sendiri. 

Rogers mengemukakan prinsip-prinsip belajar humanistik sebagai berikut :

a. Hasrat buat belajar
Hasrat buat belajar adalah suatu hal yang bersifat alamiah bagi insan. Ini disebabkan adanya cita-cita ingin tahu insan yg terus menerus terhadap dunia menggunakan segala isinya. Hasrat ingin tahu yang demikian terhadap dunia sekelilingnya, mengakibatkan penyebab seseorang senantiasa berusaha mencari jawabannya. Dalam proses mencari jawaban inilah, seseorang mengalami aktivitas-aktivitas belajar.

b. Belajar bermakna.
Dalam pandangan psikologi humanistik makna sangat krusial pada belajar. Seorang beraktivitas atau tidak senantiasa akan menimbang-nimbang apakah aktivitas tadi menipunyai makna untuk dirinya. Sebab, sesuatu yang tidak bermakna bagi dirinya, tentu tidak akan ia lakukan.

c. Belajar tanpa sanksi.
Hukuman memang bisa saja menciptakan seseorang buat belajar. Namun, hasil belajar demikian nir akan bertahan lama . La melakukan aktivitas sekedar menghindari ancaman sanksi. Pada hal, manakala hukuman tidak ada, aktivitaspun tidak akan dilakukan. Oleh karenanya, supaya anak belajar justru harus dibebaskan berdasarkan ancaman sanksi.

Belajar yg terbebas berdasarkan ancaman hukuman demikian im menjadikan penyebab anak bebas melakukan apa saja, mencoba-coba sesuatu yg bermanfaat untuk dirinya. Mengadakan eksperimentasi-eksperimentasi sampai anak bisa menemukan sendiri mengenai sesuatu yg baru. Kreativitas anak dalam belajar yg bebas dari ancaman hukuman dengan sendirinya pula akan semakin tinggi.

d. Belajar dengan inisiatif sendiri.
Belajar dengan inisiatif sendiri pada diri pembelajar sebenamya menyiratkan betapa tingginya motivasi internal yg dipunyai. Pembelajar yang banyak berinisiatif tatkala belajar, senantiasa mencari cara-cara sampai dia berhasil dalam belajarnya. Inisialif yang lahir berdasarkan diri sendiri im pula menunjukkan rendalmya dependensi pembelajar terhadap orang lain. La akan bebas melakukan apa saja dalam belajarnya. Serta tidak terikat sang rekayasa-rekayasa yg asal dari lingkungannya. Pada diri pembelajar yg kaya inisiatif, terdapat kemampuan buat mengarahkan dirinya sendiri, memilih pilihannya sendiri dan berusaha menimbang-nimbang sendiri mana hal yang baik bagi dirinya. La akan berusaha menggunakan totalitas pribadinya buat mencapai sesuatu yang beliau cita-citakan. 

e. Belajar dan perubahan.
Dunia terus berubah, serta siapapun di dunia ini tidak terdapat yang bisa menangkal perobahan. Oleh karenanya, pembelajar haruslah bisa belajar dalam segala kondisi dan situasi yang serba berubah. Kalau nir, ia akan terlindas oleh perubahan.

Dengan demikian, belajar yang sekedar mengingat fakta, menghafal sesuatu, dicermati tidak relatif. Orang harus bisa menyesuaikan dalam sebuah dunia yg senantiasa berubah.

Dalam bukunya freedom to learn, ia menerangkan sejumlah prinsip-prinsip belajar humanistik yg penting, di antaranya adalah :
(1) Manusia itu mempunyai kemampuan buat belajar secara alami.
(dua) Belajar yang signifikan terjadi apabila subject matter di rasakan murid memiliki relevansi menggunakan maksud-maksudnya sendiri.
(tiga) Belajar yang menyangkut suatu perubahan pada pada persepsi tentang dirinya sendiri dianggap mengancam serta cenderung buat ditolaknya.
(4) Tugas-tugas belajar yg mengancam diri merupakan lebilh mudah dirasakan serta diasimilasikan jika ancaman- ancaman berdasarkan luar itu semakin kecil
(lima) Jika ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar
(6) Belajar yg bermakna diperoleh murid menggunakan melakukannya.
(7) Belajar diperlancar bilamana murid dilibatkan pada proses belajar dan ikut bertanggung-jawab terhadap proses belajar itu.
(8) Belajar atas inisiatif sendiri yang melibatkan langsung siswa seutuhnya baik perasaan juga intelek, adalah cara yg bisa menaruh basil yang mendalam dan lestari.
(9) Kepercayaan tehadap diri sendiri, kemerdekaan. Kreativitas lebih mudah dicapai terutama murid dibiasakan untuk mawas diri dan mengeritik dirinya sendiri dan evaluasi diri orang lain merupakan cara kedua yang krusial.
(10) Belajar yg paling bermanfaat secara sosial pada dalam dunia modern ini merupakan belajar tentang proses belajar. Suatu keterbukaan yang monoton terhadap pengalaman dan penyatuannya ke pada dirinya sendiri mengenai proses perubahan itu.

PENGERTIAN BELAJAR YANG DIPERGUNAKAN SEHARIHARI

Pengertian Belajar Yang Dipergunakan Sehari-hari
Dalam pengertian yang generik atau populer, belajar merupakan mengurupulkan sejumlah pengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh menurut seorang yang lebih memahami atau yang sekarang ini dikenal dengan pengajar. Dalam belajar, pengetahuan tersebut dikumpulkan sedikit-sedikit hingga akhirnya sebagai banyak. Orang yg banyak pengetahuannya diidentifikasi menjadi orang yang poly belajar, sementara orang yg sedikit pengetahuannya diidentifikasi menjadi orang yg sedikit belajar, dan orang yg tidak berpengetahuan dicermati sebagai orang yang nir belajar.

Belajar pada pengertian mengurupulkan sejumlah pengetahuan demikian, tampaknya masih diikuti pula sampai sekarang. Orang baru dikatakan belajar manakala sedang membaca bacaan, membaca sejumlah tugas mata kuliah atau mata pelajaran, membaca kitab pelajaran. Seorang siswa yang sedang mengerjakan tugas-tugas matematika biasa dianggap sedang belajar. Orang yang sedang menimba pengetahuan dalam bangku sekolah lazim juga dikenal menjadi pelajar. Bahkan orang yang banyak menguasai ilmu pengetahuan lazim dikenal menggunakan kaum terpelajar. Singkat perkataan, belajar pada pengertian generik atua populer adalah suatu upaya yg dimaksudkan buat menguasai sejumlah pengetahuan.

Pengetahuan belajar demikian, secara konseptual tampakanya sudah mulai ditinggalkan orang, meskipun secara praktikal masih poly yg menganut. Ini karena berkembang pesatnya teknologi liputan seperti kini ini. Pengajar tidak lagi dicermati menjadi satu-satunya asal informasi yang dapat menaruh fakta apa saja pada para pembelajar.

Hampir semua ahli telah mencoba merumuskan serta membuat tafsirannya tentang “belajar”. Sering kai pula perumusan dan tafsiran itu tidak sama satu sama lain. Dalam uraian ini kita akan berkenalan menggunakan beberapa perumusan saja, guna melengkapi dna memperluas pandangan kita tentang mengajar.

Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakukan melalui pengalaman. (leaming is defined as the modifkation or strengthening of behavior through experincing).

Menurut pengertian ini, belajar merupakan adalah suatu proses, suatu kegiatan serta bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan namun lebih luas daripada itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu dominasi output latihan, melainkan perubahan kelakuan.

Pengertian ini sangat berbeda dengan pengertian lain mengenai belajar, yang mengungkapkan bahwa belajar adalah memperoleh pengetahuan, belajar merupakan latihan-latihan pembentukan norma secara otomatis, serta seterusnya.

Sejalan dengan perumusan diatas, ada jua tafsisan lain mengenai belajar, yang menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui hubungan dengan lingkungan.

Dibandingkan menggunakan pengertian pertama, maka jelas, tujuan belajar itu prinsipnya sama, yakni perubahan tingkah laris, hanya tidak sinkron cara atau usaha pencapaiannya. Pengeritan ini menitik beratkan pada interaksi antara individu menggunakan lingkungan. Di pada interaksi inilah terjadi serangkaian pengalaman belajar. William Burton mengemukakan bahwa : A good leaming situation consist of a rkh and baried series of leaming experiences unified around a vigorous purpose, and carried on in interaction with a rkh, varried and provocative environment.

Dari pengertian-pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa :
a. Situasi belajar wajib bertujuan dan tujuan-tujuan itu diterima baik oleh rakyat. Tujuan adalah salah satu aspek dari belajar.
b. Tujuan serta maksud belajar ada dari kehidupan anak sendiri.
c. Di dalam mencapai tujuan itu, anak didik senantiasa akan menemui kesulitan, rintangan-rintangan serta situasi-situasi yang nir menyenangkan.
d. Hasil belajar yang primer merupakan pola tingkah laku yang bulat.
e. Proses belajar terutama mengerjakan hal-hal yang sebenamya. Belajar apa yang diperbuat serta mengerjakan apa yang dipelajari.
f. Kegiatan-aktivitas dan output-output belar dipersatukan serta dihubungkan dengan tujuan dalam situasi belajar.
g. Siswa memberikan reaksi secara holistik.
h. Siswa mereaksi sesuatu aspek menurut lingkungan yang bermakna baginya.
i. Siswa diarahkan dan dibantu sang orang-orang yg berada dalam lingkungan itu.
j. Siswa diarahkan ke tujuan-tujuan lain, baik yang berkaitan maupun yg nir berkaitan dengan tujuan utama dalam situasi belajar.

Teori belajar selalu bertolak menurut sudut pandangan psikologi belajar eksklusif. Dengan berkembangnya psikologi dalam pendidikan, maka berbarengan dengan itu bermunculan jua banyak sekali teori mengenai belajar. Justru dapat dikatakan, bahwa menggunakan tumbuhnya pengetahuan tentang belajar, maka psikologi dalam pendidikan menjadi berkembang secara pesat. Di dalam masa perkembangan psikologi pendidikan pada jaman terkini ini muncullah secara beruntun aliran psikologi pendidikan masing-masing yaitu :
  • Psikologi behavioristik
  • Psikologi kognitif
  • Psikologi humanistik
Ketiga aliran psikologi pendidikan pada atas tumbuh serta berkembang secara beruntun, menurut periode ke periode berikutnya. Dalam setiap periode perkembangan aliran psikologi tadi bermunculan teori-teori mengenai belajar. Bertolak berdasarkan fenomena itu, maka berbagai teori belajar yang terdapat dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok teori belajar, masing-masing yaitu :
  • Teori-teori belajar dari psikologi behavioristik.
  • Teori-teori belajar berdasarkan psikologi kognitif
  • Teori-teori belajar menurut psikologi humanistik.
Para penulis kitab psikologi belajar, umumnya mendefinisikan belajar sbagai suatu perubahan tingkah laku pada diri seseorang yang nisbi menetap menjadi output dari sebuah pengalaman. Selain itu, ahli-ahli psikologi memiliki pandangan yang berada tentang apa belajar itu.

Dalam pandangan psikologis, setidak-tidaknya terdapat empat pandangan mengenai belajar.
Pertama, pandangan yang asal dari aliran psikologi behavioristik. Menurut pandangan ini, belajar dilaksanakan menggunakan kontrol fragmental berdasarkan lingkungan. Guru mengkondisikan sedemikian sehingga pembelajar atau anak didik mau belajar. Mengajar dengan demikian dilaksanakan menggunakan kondisioning, pembiasaan, peniruan. Hadian dan hukuman acapkali ditawarkan pada mengajar serta belajar demikian. Kedaulatan guru pada belajar demikian relatif tinggi, ad interim kedaulatan siswa sebalikya, relatif rendah.

Kedua, pandangan yg berasal menurut psikologi humanistik. Pandangan humanistik ini merupakan anti tesa pandangan behavioristik. Dalam pandangan demikian, belajar bisa dilakukan sendiri oleh anak didik. Dalam belajar demikian anak didik senantiasa menemukan sendiri mengenai sesuatu tanpa poly campur tangan dari pengajar. Peranan pengajar dalam mengajar dan belajar demikian nisbi rendah, ad interim kedaulatan guru relatif rendah.

Ketiga, pandangan yg berasal berdasarkan psikologi kognitif. Pandangan ini merupakan konvergensi dari pandangan behavioristik dan humanistik. Menurut pandangan demikian belajar adalah kumpulan dari bisnis eksklusif menggunakan kontrol instrumental yang berasal berdasarkan lingkungan. Oleh karenanya, metode belajar yang cocok pada pandangan ini adalah eksperimentasi. 

Berdasarkan diagram sebagaimana pada diagram diketahui, bahwa dalam pandangan psikologi behavioristik, tanggung jawab anak didik pada belajar rendah, sedangkan tanggung jawab guru pada mengajar tinggi. Sebaliknya, pada pandangan psikologi humanisti, tanggung jawab guru rendah sedangkan tanggung jawab murid tinggi. Sementara itu, pada pandangan psikologi kognitif, tanggung jawab pengajar serta murid sama-sama sedang.

Selain ketiga pandangan tadi, ada pandangan keempat menurut psikologi gestalt. Menurut pandangan psikologi gestalt, belajar adalah bisnis yg bersifat totalitas dari individu, oleh lantaran totalitas lebih bermakna dibandingkan menggunakan sebagian-sebagian.