PENGERTIAN BELAJAR MENURUT PSIKOLOGI HUMANISTIK
Pengertian Belajar Menurut Psikologi Humanistik
Pada akhir tahun 1940-an muncul suatu perspektif psikologi baru. Orang-orang yang terlibat dalam penerapan psikologilah yang berjasa dalam perkembangan ini, misalnya ahli-ahli psikologi klinik, pekerja-pekerja sosial dan konseler. Gerakan ini erkembang, dan lalu dikenal sebagai psikologi humanistik, eksestensial, perceptual, atau fenomenologikal. Psikologi ini berusaha buat tahu konduite seseorang dari sudut si pelaku (behaver), bukan dari pengamat (observer).
Dalam global pendidikan, genre humanistik timbul dalam tahun 1960 hingga 1970-an serta mungkin perubahan-perubahan dan inovasi yang terjadi selama dua dasa warsa yang terakhir pada abad 20 ini pun jua akan menuju pada arah ini
Perhatian psikologi humanistik yg terutama tertuju dalam kasus bagaimana tiap-tiap individu ditentukan serta dibimbing oleh maksud-maksud langsung yang mereka hubungkan pada pengalaman-pengalaman mereka sendiri. Menurut para pendidik aliran humanistik penyusunan dan penyajian bahan ajar barus sesuai dengan perasaan serta perhatian murid.
Tujuan primer para pendidik artinya membantu siswa untuk membuatkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu buat mengenal diri mereka sendiri menjadi insan yang unik serta membantunya dalam mewujudkan potensi-potensi yg terdapat dalam diri mereka
Psikologi humanistik berkeyakinan bahwa anak termasuk makhluk yg unik, majemuk, tidak selaras antara satu dengan yg lain. Keberagaman yang terdapat pada diri anak, hendaknya dikukuhkan. Dengan demikian, seseorang pendidik atau guru bukanlah bertugas buat menciptakan anak menjadi insan sinkron yang ia kehendaki, melainkan memantapkan visi yg sudah ada dalam anak itu sendiril untuk itu, seorang pendidik pertama kali membantu anak untuk memahami diri mereka sendiri, dan tidak memaksakan pemahamannya sendiri tentang diri murid.
Keberagaman anak tidak saja dari segi lahir, melainkan yang terutama adalah menurut segi batinnya. Oleh karenanya, jika ingin memahami anak, nir bisa dengan menggunakan perspektif orang yang tahu, melainkan menggunakan memakai perspektif orang yang dipahami.
Behaviorisme Versus Humanistik
Dalam menyoroti perkara perilaku, ahli-ahli psikologi behavioral dan humanistik mempunyai pandangan yg sangat berbeda. Perbedaan ini dikenal menjadi freedom of determination issue. Para behaviorest memandang orang sebagai makhluk reaktif yg menaruh responsnya terhadap lingkungannya. Pengalaman lampau serta pemeliharaan akan membangun konduite mereka. Sebaliknya para humanistik mempunyai pendapat bahwa tiap orang itu memilih perilaku mereka sendiri. Mereka bebas dalam menentukan kualitas hidup mereka, tidak terikat oleh lingkungannya.
Sebagaimana disebtakan diatas, bahwa pandangan psikologi humanistik merupakan anti tesa berdasarkan pandangan psikologi behavioristik. Eka dalam pandangan psikologi behavioristik, belajar merupakan kontrol fragmental yang dilakukan sang lingkungan, maka pada pandangan psikologi humanistik justru kebalikannya. Belajar dilakukan dengan cara memberikan kebebasan yg sebanyak-besarnya pada individu.
Tokoh-Tokoh Humanistik
Ada beberapa tokoh yg menonjol dalam genre humanistik misalnya: Combs, Maslov, serta Rogers
1) Combs :
Combs serta mitra-mitra menyatakan apabila kita ingin tahu perilaku orang kita harus mencoba tahu dunia persepsi orang itu. Jika kita ingin membarui konduite seorang, kita harus berusaha membarui keyakinan atau pandangan orang itu, konduite dalamlah yang membedakan seseorang dari yg lain. Combs dan kawankawan selanjutnya mengungkapkan bahwa perilaku jelek itu sesungguhnya tak lain hanyalah menurut ketidakmauan seseorang untuk melakukan sesuatu yg tidak akan memberikan kepuasan baginya. Apabila seorang guru mengeluh bahwa siswanya tidak memiliki motivasi buat melakukan sesuatu, ini sesungguhnya berarti, bahwa anak didik itu nir mempunyai motivasi buat melakukan sesuatu yg dikehendaki sang pengajar itu. Jika pengajar itu memberikan kegiatan yg lain, mungkin sekali anak didik akan memberikan reaksi yang positif. Para ahli humanistik melihat adanya 2 bagian pada leaming, yaitu:
1. Pemerolehan warta baru,
2. Personalisasi liputan, ini pada individu.
Combs beropini bahwa poly pengajar membuat kesalahan menggunakan berasumsi bahwa anak didik mau belajar jika subject matter-nya disusun serta tersaji sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada subject matter itu, dengan kata lain pada individulah yg memberikan arti tadi kepada subject matter itu. Sehingga yg penting merupakan bagaimana caranya membawa si anak didik untuk memperoleh arti bagi pribadinya berdasarkan subject matter itu, bagaimana murid itu menghubungkan subject matter itu dengan kehidupannya (Principles of Instruction Design sang Robert M. Gayne & Leshe J. Briggs, laman 212).
Combs menaruh lukisan persepsi diri serta persepsi dunia seorang misalnya dua bundar (besar serta kecil) yang bertitik sentra satu. Lingkaran kecil (1) adalah citra menurut persepsi diri serta bundar akbar (2) adalah persepsi global. Makin jauh insiden-insiden itu menurut persepsi diri makin berkurang pengaruhya pada individu serta makin dekat peristiwa-insiden itu dari persepsi diri makin besar pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yg mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin gampang hal itu terlupakan.
2) Maslov
Teori berdasarkan atas perkiraan bahwa di pada diri kita ada 2 hal :
(1) Suatu usaha yg positif buat berkembang
(2) Kekuatan buat melawan atau menolak perkembangan itu, (maslov, 1968)
Pada diri masing-masing orang memiliki berbagai perasaan takut misalnya rasa takut buat berusaha atau berkembang, takut buat merogoh kesempatan, takut membahayakan apa yg sudah ia miliki dan sebagainya. Tetapi mendorong buat maju ke arah keutuhan, keunikan diri, menghadapi dunia luar serta pada waktu itu pula ia bisa mendapat diri sendifi (self).
Maslov membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) insan sebagai tujuh hirarki. Jika seorang sudah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah dia bisa menginginkan kebutuhan yg terletak di tasnya, ialah kebutuhan menerima rasa kondusif dan seterusnya. Hirarki kebutuhan insan menurut Maslov ini mempunyai implikasi yg krusial yang harus diperhatikan sang pengajar dalam ketika dia mengajar anak-anak. Ia berkata bahwa perhatian serta motivasi belajar tidak mungkin berkembang bila kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.
3) Carl Rogers
Salah seorang tokoh psikologi humanistik merupakan Carl Rogers, seseorang pakar psikoterapi. La memiliki pandangan bahwa murid yg belajar hendaknya tidak dipaksa, melainkan dibiarkan belajar bebas. Tidak itu saja, anak didik juga dibutuhkan dapat membebaskan dirinya hingga beliau bisa mengambil keputusan sendiri serta berani bertanggung jawab atas keputusan-keputusan yang dia ambil atau pilih.
Dalam belajar demikian, anak tidak dketak menjadi oran lain melainkan dibiarkan dan dipupuk buat menjadi dirinya sendiri. La tidak direkayasa supaya terikat pada orang lain, bergantung kepada pihak lain serta memenuhi asa orang lain. La dibiarkan supaya permanen mampu menjadi arsitek untuk dirinya sendiri.
Rogers mengemukakan prinsip-prinsip belajar humanistik menjadi berikut :
a. Hasrat buat belajar
Hasrat untuk belajar merupakan suatu hal yg bersifat alamiah bagi insan. Ini ditimbulkan adanya hasrat ingin memahami insan yang terus menerus terhadap global menggunakan segala isinya. Hasrat ingin tahu yang demikian terhadap dunia sekelilingnya, berakibat penyebab seorang senantiasa berusaha mencari jawabannya. Dalam proses mencari jawaban inilah, seorang mengalami aktivitas-kegiatan belajar.
b. Belajar bermakna.
Dalam pandangan psikologi humanistik makna sangat krusial pada belajar. Seorang beraktivitas atau tidak senantiasa akan menimbang-nimbang apakah kegiatan tersebut menipunyai makna untuk dirinya. Sebab, sesuatu yang tidak bermakna bagi dirinya, tentu tidak akan dia lakukan.
c. Belajar tanpa sanksi.
Hukuman memang bisa saja membuat seseorang untuk belajar. Namun, output belajar demikian tidak akan bertahan usang. La melakukan kegiatan sekedar menghindari ancaman hukuman. Pada hal, manakala sanksi tak ada, aktivitaspun nir akan dilakukan. Oleh karena itu, agar anak belajar justru harus dibebaskan berdasarkan ancaman hukuman.
Belajar yg terbebas dari ancaman hukuman demikian im berakibat penyebab anak bebas melakukan apa saja, mencoba-coba sesuatu yg bermanfaat buat dirinya. Mengadakan eksperimentasi-eksperimentasi hingga anak dapat menemukan sendiri tentang sesuatu yg baru. Kreativitas anak dalam belajar yg bebas menurut ancaman sanksi menggunakan sendirinya jua akan meningkat.
d. Belajar menggunakan inisiatif sendiri.
Belajar dengan inisiatif sendiri pada diri pembelajar sebenamya menyiratkan betapa tingginya motivasi internal yg dipunyai. Pembelajar yg poly berinisiatif tatkala belajar, senantiasa mencari cara-cara hingga dia berhasil dalam belajarnya. Inisialif yg lahir berdasarkan diri sendiri im pula memberitahuakn rendalmya dependensi pembelajar terhadap orang lain. La akan bebas melakukan apa saja dalam belajarnya. Serta tidak terikat oleh rekayasa-rekayasa yg berasal berdasarkan lingkungannya. Pada diri pembelajar yang kaya inisiatif, masih ada kemampuan buat mengarahkan dirinya sendiri, menentukan pilihannya sendiri serta berusaha menimbang-nimbang sendiri mana hal yg baik bagi dirinya. La akan berusaha dengan totalitas pribadinya buat mencapai sesuatu yg beliau cita-citakan.
e. Belajar dan perubahan.
Dunia terus berubah, serta siapapun di global ini tidak ada yang bisa menangkal perobahan. Oleh karenanya, pembelajar haruslah dapat belajar dalam segala kondisi serta situasi yang serba berubah. Kalau tidak, dia akan terlindas oleh perubahan.
Dengan demikian, belajar yang sekedar mengingat informasi, menghafal sesuatu, dipandang nir cukup. Orang wajib bisa menyesuaikan pada sebuah global yg senantiasa berubah.
Dalam bukunya freedom to learn, ia memberitahuakn sejumlah prinsip-prinsip belajar humanistik yg penting, di antaranya adalah :
(1) Manusia itu memiliki kemampuan buat belajar secara alami.
(2) Belajar yang signifikan terjadi bila subject matter di rasakan murid mempunyai relevansi menggunakan maksud-maksudnya sendiri.
(tiga) Belajar yg menyangkut suatu perubahan pada pada persepsi mengenai dirinya sendiri dipercaya mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
(4) Tugas-tugas belajar yg mengancam diri merupakan lebilh mudah dirasakan dan diasimilasikan apabila ancaman- ancaman menurut luar itu semakin kecil
(5) Apabila ancaman terhadap diri anak didik rendah, pengalaman bisa diperoleh dengan berbagai cara yg bhineka serta terjadilah proses belajar
(6) Belajar yg bermakna diperoleh anak didik dengan melakukannya.
(7) Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan pada proses belajar serta ikut bertanggung-jawab terhadap proses belajar itu.
(8) Belajar atas inisiatif sendiri yg melibatkan langsung siswa seutuhnya baik perasaan juga intelek, merupakan cara yg bisa menaruh basil yg mendalam dan lestari.
(9) Kepercayaan tehadap diri sendiri, kemerdekaan. Kreativitas lebih gampang dicapai terutama murid dibiasakan buat mawas diri dan mengeritik dirinya sendiri dan evaluasi diri orang lain merupakan cara kedua yg penting.
(10) Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam global modern ini merupakan belajar mengenai proses belajar. Suatu keterbukaan yg terus-menerus terhadap pengalaman serta penyatuannya ke dalam dirinya sendiri mengenai proses perubahan itu.
Comments
Post a Comment