PENGERTIAN BELAJAR MENURUT PSIKOLOGI GESTALT

Pengertian Belajar Menurut Psikologi Gestalt.
Dalam aliran ini ada beberapa istilah yg ialah sama adalah: field, pattera, organisme, closure, integration, wholistk, configuration, dan gestalt. Karena itu psikologi gestalt seringkali diklaim psikologi organisme atau field theory.

Menurut aliran ini, jiwa insan adalah suatu keseluruhan yang berstruktur. Suatu keseluruhan bukan terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur. Unsur-unsur itu berada dalam holistik menurut struktur yang sudah eksklusif serta saling berinteralisi satu sama lain, Contoh: ketua insan bukan merupakan penjumlahan daripada batok kepala, indera pendengaran, bidung, mata, ekspresi, rambut, dagu, serta sebagainya, melainkan kepala itu merupakan suatu holistik yg bermakna, di mana unsur-unsur tersebut teletak dalam struktumya masing-masing. Mata nir mungkin terletak pada bunda jari, hidung tidak mungkin terletak di tengah-tengah dada dan seterusnya. Pada struktumya masing-masing itulah bagian-bagian bisa berfungsi sebagaimana mestinya. Bagian-bagian itu hanya bermakna pada interaksi holistik itu. Lagi juga sesuatu hal, perbuatan, benda lain-lain hanya bermakna pada interaksi menggunakan situasi tertentu. Misalnya: emas (perhiasan) hanya bermakna pada situasi pada mana ada pesta. Para tamu umumnya menggunakan perhiasan yg indah-latif, akan tetapi akan nir bermakna pada situasi padang pasir pada mana seseorang sedang mengalami rasa haus serta dahaga.

Pandangan ini sangat berpengaruh terhadap tafsiran tentang belajar. Beberapa utama yang perlu mendapat perhatian diantaranya ialah :
(1) Timbulnya kelakuan merupakan berkat interaksi, antara individu serta lingkungan dimana faktor apa yg sudah dimiliki (natural endowment) lebih menonjol.
(dua) Bahwa individu berada dalam keadaan keseimbangan dinamis, adanya gangguan terhadap keseimbangan itu akan mendorong timbulnya kelakuan.
(tiga) Mengutamakan segi pemahaman (insight)
(4) Menekankan kepada adanya situasi kini , dimana individu menemukan dirinya
(lima) Yang utama dan pertama adalah keseluruhan, dan bagian-bagian hanya bermakna apabila berada pada holistik itu.

Prinsip-prinsip Belajar gestalt (field theory )
1) Belajar dimulai berdasarkan suatu keseluruhan. Keseluruhan yang menjadi permulaan, baru menuju ke bagian-bagian. Dari holistik organisasi mata pelajaran menuju tugas-tugas harian yang beruntun. Belajar dimulai berdasarkan satu unit yg kompleks menuju ke hal-hal yg mudah dimengerti, deferensiasi pengetahuan serta kecakapan.

2) Keseluruhan menaruh makna kepada bagian-bagian. Bagian-bagian terjadi pada suatu holistik. Bagian-bagian itu hanya bermakna dalam rangka holistik tersebut. Dengan demikian keseluruhan yang memberikan makna terhadap suatu bagian, misal : sebuah ban mobil hanya bemakna jika menjadi bagian berdasarkan kendaraan beroda empat, menjadi roda. Sebuah papan tulis hanya bermakna menjadi papan tulis kalau dia berada dalam kelas, sebuah tiang kayu hanya bermakna menjadi tiang jikalau menjadi satu berdasarkan rumah dan sebagainya.

3) Individuasi bagian-bagian menurut holistik. Mula-mula anak melihat sesuatu sebagai keseluruhan. Bagian-bagian ditinjau pada hubungan fungsional menggunakan keseluruhan. Namun lambat laun beliau mengadakan deferensiasi bagian-bagian itu dari keseluruhan sebagai bagian-bagian yang lebih kecil atau kesatuan yg lebih mini contoh: mula-mula anak melihat mengenal wajah ibunya sebagai holistik kesatuan. Lambat laun dia bisa memisahkan mana mata ibu, mana hidung ibu, mana telinga bunda, kemudian ia melihat bahwa wajah ibunya itu manis atau jelek, atau menarik dan sebagainya.

4) Anak belajar dengan memakai pemahaman atau insight. Pemahaman adalah kemampuan melihat interaksi-interaksi antara berbagai faktor atau unsur dalam situasi yang problematis, seperti monyet bisa melihat hubungan antara beberapa buah kotak sebagai sebuah tangan buat mengambil butir pisang karena ia sedang lapar.

Tokoh psikologi gestalt ini diantaranya merupakan Kohler, Koffka dan Wertheimer. Menurut pandangan psikologi gestalt, belajar terdiri atas hubungan stimulus respon yg sederhana tanpa adanya pengulangan wangsit atau proses berfikir.

Psikologi kognitif mulai berkembang menggunakan lahimya teori belajar Gestalt ini. Peletak dasar psikologi gestalt merupakan Mex Wertheimer (1880-1943) yang meneliti mengenai pengamatan dan dilema solving. Sumbangannya ini diikuti oleh Kurt koffka (1886-1941) yang menguraikan secara terperinci mengenai hukum-aturan pengamatan, lalu Wollgang Kohler (1887-1959) yg meneliti mengenai insight pada kera. Penelitian-penelitian mereka menumbuhkan psikologi gestalt yang menekankan bahasan pada masalah konfigurasi, struktur dan pemetaan dalam pengalaman. Kaum gestalt beropini, bahwa pengalaman itu berstruktur yg terbentuk dalam suatu holistik. Orang yg belajar, mengamati stimuli pada keseluruhan yang terorganisasi, bukan dalam bagian-bagian yang terpisah.

Suatu konsep yg penting dalam teori gestalt merupakan mengenai "insight", yaitu pengamatan/pemahaman mendadak terhadap interaksi-interaksi antar bagian-bagian di dalam suatu situasi permasalahan. Insight itu acapkali dihubungkan menggunakan pemyataan spontan "aha" atau "oh", “sec-now".

Kohler (1927) menemukan tumbuhnya insight pada seekor monyet dengan menghadapkan simpanse dalam masalah bagaimana memperoleh pisang yg terletak pada luar kurungan atau tergantung di atas kurungan. Dalam eksperimen itu Kohler mengamati, bahwa kadangkala monyet bisa memecahkan masalah secara mendadak, kadangkala gagal meraih pisang, kadang kala duduk merenungkan perkara, serta lalu secara tiba-tiba menemukan pemecahan kasus.

Wertheimer (1945) menjadi orang gestalt yg mula-mula menghubungkan pekerjaannya dengan proses belajar di kelas. Dari pengamatannya itu. Dia menyesalkan penggunaan metode menghafal pada sekolah dan menghendaki supaya murid belajar menggunakan pengertian bukan hafalan akademis.

Menurut pandangan gestaltis, semua aktivitas belajar (baik dalam kera maupun dalam manusia) memakai insight atau pemahaman terhadap interaksi-interaksi, terutama hubungan-interaksi antara bagian dengan keseluruhan. Menurut psikologi gestalt, tingkat kejelasan atau keberartian berdasarkan apa yang diamati pada situasi belajar adalah lebih meningkatkan belajar seorang daripada dengan sanksi serta ganjaran.

Menurut psikologi gestalt setiap pengalaman itu senantiasa struktur. Setiap respon yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulan, sebenamya nir tertuju pada suatu bagian melainkan teriuju pada sesuatu yg bersifat kompleks.

Adapun hukum-hukum belajar menurut psikologi merupakan sebagai berikut :
a. Hukum kesamaan (law of similarity). Menurut aturan ini, sesuatu yg sama cenderung membentuk satu kesatuan. Perhatikan gambar berikut adalah:
$   Y  @   h
$   Y  @   h
$   Y  @   h

b. Hukum penuh makna (law of pragnanz). Menurut aturan ini, pengamatan terhadap sesuatu objek cenderung dikaitkan dengan makna objek tadi bagi seseorang. Makna objek tadi bagi seseorang, sanggup berupa bentuknya, ukurannya, warnanya serta sebagainya.

c. Hukum kedekatan ( law of proximity ). Menurut aturan ini, sesuatu yang berdekatan cenderung menciptakan satu kesatuan, periksa gambar berikut ini
ab           cd        ef         gh
d. Hukum ketutupan (law of closure ). Menurut aturan ini, hal-hal yang tertutup membangun suatu kesatuan. Perhatikan gambar berikut
ùéùéùé
½½½½½½
ûëûëûë
a          b  c             d  e           f
e. Hukum-aturan kontinyutas ( law of goof continuation )

Menurut hukum ini, hal-hal yg adalah kontinyuitas membentuk suatu kesatuan.
Menurut psikologi gestalt, wawasan atau yg lazim disebut sebagai insight dilihat sebagai inti belajar. Oleh karenanya, dalam belajar yg mestinya ditanamkan merupakan pengertian siswa tentang sesuatu yg harus dipelajari.

PENGERTIAN BELAJAR MENURUT PSIKOLOGI GESTALT

Pengertian Belajar Menurut Psikologi Gestalt.
Dalam genre ini ada beberapa istilah yang artinya sama ialah: field, pattera, organisme, closure, integration, wholistk, configuration, dan gestalt. Lantaran itu psikologi gestalt seringkali dianggap psikologi organisme atau field theory.

Menurut genre ini, jiwa manusia merupakan suatu keseluruhan yg berstruktur. Suatu holistik bukan terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur. Unsur-unsur itu berada dalam holistik berdasarkan struktur yang sudah tertentu dan saling berinteralisi satu sama lain, Contoh: ketua insan bukan adalah penjumlahan daripada batok kepala, telinga, bidung, mata, verbal, rambut, dagu, serta sebagainya, melainkan kepala itu adalah suatu keseluruhan yg bermakna, pada mana unsur-unsur tersebut teletak pada struktumya masing-masing. Mata tidak mungkin terletak di mak jari, hidung nir mungkin terletak pada tengah-tengah dada dan seterusnya. Pada struktumya masing-masing itulah bagian-bagian dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Bagian-bagian itu hanya bermakna dalam interaksi keseluruhan itu. Lagi juga sesuatu hal, perbuatan, benda lain-lain hanya bermakna dalam interaksi menggunakan situasi eksklusif. Misalnya: emas (perhiasan) hanya bermakna pada situasi di mana terdapat pesta. Para tamu umumnya menggunakan perhiasan yg indah-indah, akan tetapi akan tidak bermakna dalam situasi padang pasir di mana seorang sedang mengalami rasa haus serta dahaga.

Pandangan ini sangat berpengaruh terhadap tafsiran tentang belajar. Beberapa utama yang perlu mendapat perhatian diantaranya merupakan :
(1) Timbulnya kelakuan merupakan berkat interaksi, antara individu serta lingkungan dimana faktor apa yg telah dimiliki (natural endowment) lebih menonjol.
(dua) Bahwa individu berada dalam keadaan keseimbangan bergerak maju, adanya gangguan terhadap keseimbangan itu akan mendorong timbulnya kelakuan.
(3) Mengutamakan segi pemahaman (insight)
(4) Menekankan kepada adanya situasi sekarang, dimana individu menemukan dirinya
(lima) Yang primer dan pertama adalah holistik, dan bagian-bagian hanya bermakna apabila berada pada holistik itu.

Prinsip-prinsip Belajar gestalt (field theory )
1) Belajar dimulai dari suatu holistik. Keseluruhan yang sebagai permulaan, baru menuju ke bagian-bagian. Dari holistik organisasi mata pelajaran menuju tugas-tugas harian yg beruntun. Belajar dimulai dari satu unit yang kompleks menuju ke hal-hal yg gampang dimengerti, deferensiasi pengetahuan dan kecakapan.

2) Keseluruhan memberikan makna pada bagian-bagian. Bagian-bagian terjadi dalam suatu holistik. Bagian-bagian itu hanya bermakna pada rangka keseluruhan tadi. Dengan demikian keseluruhan yg memberikan makna terhadap suatu bagian, misal : sebuah ban mobil hanya bemakna jika sebagai bagian dari kendaraan beroda empat, sebagai roda. Sebuah papan tulis hanya bermakna sebagai papan tulis jika ia berada pada kelas, sebuah tiang kayu hanya bermakna menjadi tiang jika sebagai satu dari tempat tinggal serta sebagainya.

3) Individuasi bagian-bagian dari holistik. Mula-mula anak melihat sesuatu menjadi keseluruhan. Bagian-bagian dilihat pada interaksi fungsional menggunakan keseluruhan. Tetapi lambat laun beliau mengadakan deferensiasi bagian-bagian itu berdasarkan keseluruhan menjadi bagian-bagian yg lebih mini atau kesatuan yang lebih kecil model: mula-mula anak melihat mengenal wajah ibunya sebagai keseluruhan kesatuan. Lambat laun dia bisa memisahkan mana mata mak , mana hidung mak , mana indera pendengaran ibu, kemudian ia melihat bahwa wajah ibunya itu anggun atau buruk, atau menarik dan sebagainya.

4) Anak belajar dengan memakai pemahaman atau insight. Pemahaman adalah kemampuan melihat interaksi-hubungan antara banyak sekali faktor atau unsur dalam situasi yg problematis, misalnya kera bisa melihat interaksi antara beberapa buah kotak sebagai sebuah tangan buat merogoh buah pisang lantaran ia sedang lapar.

Tokoh psikologi gestalt ini antara lain adalah Kohler, Koffka serta Wertheimer. Menurut pandangan psikologi gestalt, belajar terdiri atas hubungan stimulus respon yg sederhana tanpa adanya pengulangan ilham atau proses berfikir.

Psikologi kognitif mulai berkembang dengan lahimya teori belajar Gestalt ini. Peletak dasar psikologi gestalt merupakan Mex Wertheimer (1880-1943) yang meneliti tentang pengamatan serta masalah solving. Sumbangannya ini diikuti sang Kurt koffka (1886-1941) yg menguraikan secara terang mengenai aturan-aturan pengamatan, kemudian Wollgang Kohler (1887-1959) yg meneliti mengenai insight dalam kera. Penelitian-penelitian mereka menumbuhkan psikologi gestalt yang menekankan bahasan dalam kasus konfigurasi, struktur dan pemetaan pada pengalaman. Kaum gestalt berpendapat, bahwa pengalaman itu berstruktur yang terbentuk pada suatu holistik. Orang yang belajar, mengamati stimuli pada keseluruhan yang terorganisasi, bukan pada bagian-bagian yang terpisah.

Suatu konsep yg krusial dalam teori gestalt adalah mengenai "insight", yaitu pengamatan/pemahaman mendadak terhadap hubungan-interaksi antar bagian-bagian pada dalam suatu situasi konflik. Insight itu tak jarang dihubungkan menggunakan pemyataan spontan "aha" atau "oh", “sec-now".

Kohler (1927) menemukan tumbuhnya insight dalam seekor kera menggunakan menghadapkan monyet dalam masalah bagaimana memperoleh pisang yang terletak pada luar kurungan atau tergantung pada atas kurungan. Dalam eksperimen itu Kohler mengamati, bahwa kadangkala monyet dapat memecahkan masalah secara mendadak, kadangkala gagal meraih pisang, kadang kala duduk merenungkan kasus, dan kemudian secara tiba-datang menemukan pemecahan kasus.

Wertheimer (1945) sebagai orang gestalt yang mula-mula menghubungkan pekerjaannya menggunakan proses belajar pada kelas. Dari pengamatannya itu. Ia menyesalkan penggunaan metode menghafal di sekolah serta menghendaki agar anak didik belajar dengan pengertian bukan hafalan akademis.

Menurut pandangan gestaltis, seluruh kegiatan belajar (baik dalam monyet maupun dalam insan) memakai insight atau pemahaman terhadap interaksi-hubungan, terutama hubungan-hubungan antara bagian menggunakan keseluruhan. Menurut psikologi gestalt, taraf kejelasan atau keberartian berdasarkan apa yang diamati pada situasi belajar merupakan lebih meningkatkan belajar seorang daripada menggunakan hukuman serta ganjaran.

Menurut psikologi gestalt setiap pengalaman itu senantiasa struktur. Setiap respon yg diberikan sang seseorang terhadap stimulan, sebenamya nir tertuju kepada suatu bagian melainkan teriuju kepada sesuatu yg bersifat kompleks.

Adapun hukum-hukum belajar menurut psikologi adalah sebagai berikut :
a. Hukum kesamaan (law of similarity). Menurut aturan ini, sesuatu yg sama cenderung membentuk satu kesatuan. Perhatikan gambar berikut ini:
$   Y  @   h
$   Y  @   h
$   Y  @   h

b. Hukum penuh makna (law of pragnanz). Menurut hukum ini, pengamatan terhadap sesuatu objek cenderung dikaitkan dengan makna objek tadi bagi seseorang. Makna objek tersebut bagi seorang, sanggup berupa bentuknya, ukurannya, warnanya dan sebagainya.

c. Hukum kedekatan ( law of proximity ). Menurut aturan ini, sesuatu yang berdekatan cenderung membangun satu kesatuan, periksa gambar berikut ini
ab           cd        ef         gh
d. Hukum ketutupan (law of closure ). Menurut hukum ini, hal-hal yg tertutup membentuk suatu kesatuan. Perhatikan gambar berikut
ùéùéùé
½½½½½½
ûëûëûë
a          b  c             d  e           f
e. Hukum-aturan kontinyutas ( law of goof continuation )

Menurut hukum ini, hal-hal yang adalah kontinyuitas menciptakan suatu kesatuan.
Menurut psikologi gestalt, wawasan atau yang lazim disebut sebagai insight dipandang sebagai inti belajar. Oleh karena itu, pada belajar yg mestinya ditanamkan merupakan pengertian murid tentang sesuatu yang harus dipelajari.

PENGERTIAN BELAJAR MENURUT PSIKOLOGI HUMANISTIK

Pengertian Belajar Menurut Psikologi Humanistik
Pada akhir tahun 1940-an muncul suatu perspektif psikologi baru. Orang-orang yang terlibat dalam penerapan psikologilah yang berjasa dalam perkembangan ini, misalnya ahli-ahli psikologi klinik, pekerja-pekerja sosial dan konseler. Gerakan ini erkembang, dan lalu dikenal sebagai psikologi humanistik, eksestensial, perceptual, atau fenomenologikal. Psikologi ini berusaha buat tahu konduite seseorang dari sudut si pelaku (behaver), bukan dari pengamat (observer).

Dalam global pendidikan, genre humanistik timbul dalam tahun 1960 hingga 1970-an serta mungkin perubahan-perubahan dan inovasi yang terjadi selama dua dasa warsa yang terakhir pada abad 20 ini pun jua akan menuju pada arah ini 

Perhatian psikologi humanistik yg terutama tertuju dalam kasus bagaimana tiap-tiap individu ditentukan serta dibimbing oleh maksud-maksud langsung yang mereka hubungkan pada pengalaman-pengalaman mereka sendiri. Menurut para pendidik aliran humanistik penyusunan dan penyajian bahan ajar barus sesuai dengan perasaan serta perhatian murid.

Tujuan primer para pendidik artinya membantu siswa untuk membuatkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu buat mengenal diri mereka sendiri menjadi insan yang unik serta membantunya dalam mewujudkan potensi-potensi yg terdapat dalam diri mereka

Psikologi humanistik berkeyakinan bahwa anak termasuk makhluk yg unik, majemuk, tidak selaras antara satu dengan yg lain. Keberagaman yang terdapat pada diri anak, hendaknya dikukuhkan. Dengan demikian, seseorang pendidik atau guru bukanlah bertugas buat menciptakan anak menjadi insan sinkron yang ia kehendaki, melainkan memantapkan visi yg sudah ada dalam anak itu sendiril untuk itu, seorang pendidik pertama kali membantu anak untuk memahami diri mereka sendiri, dan tidak memaksakan pemahamannya sendiri tentang diri murid.

Keberagaman anak tidak saja dari segi lahir, melainkan yang terutama adalah menurut segi batinnya. Oleh karenanya, jika ingin memahami anak, nir bisa dengan menggunakan perspektif orang yang tahu, melainkan menggunakan memakai perspektif orang yang dipahami.

Behaviorisme Versus Humanistik
Dalam menyoroti perkara perilaku, ahli-ahli psikologi behavioral dan humanistik mempunyai pandangan yg sangat berbeda. Perbedaan ini dikenal menjadi freedom of determination issue. Para behaviorest memandang orang sebagai makhluk reaktif yg menaruh responsnya terhadap lingkungannya. Pengalaman lampau serta pemeliharaan akan membangun konduite mereka. Sebaliknya para humanistik mempunyai pendapat bahwa tiap orang itu memilih perilaku mereka sendiri. Mereka bebas dalam menentukan kualitas hidup mereka, tidak terikat oleh lingkungannya.

Sebagaimana disebtakan diatas, bahwa pandangan psikologi humanistik merupakan anti tesa berdasarkan pandangan psikologi behavioristik. Eka dalam pandangan psikologi behavioristik, belajar merupakan kontrol fragmental yang dilakukan sang lingkungan, maka pada pandangan psikologi humanistik justru kebalikannya. Belajar dilakukan dengan cara memberikan kebebasan yg sebanyak-besarnya pada individu.

Tokoh-Tokoh Humanistik
Ada beberapa tokoh yg menonjol dalam genre humanistik misalnya: Combs, Maslov, serta Rogers

1) Combs :
Combs serta mitra-mitra menyatakan apabila kita ingin tahu perilaku orang kita harus mencoba tahu dunia persepsi orang itu. Jika kita ingin membarui konduite seorang, kita harus berusaha membarui keyakinan atau pandangan orang itu, konduite dalamlah yang membedakan seseorang dari yg lain. Combs dan kawankawan selanjutnya mengungkapkan bahwa perilaku jelek itu sesungguhnya tak lain hanyalah menurut ketidakmauan seseorang untuk melakukan sesuatu yg tidak akan memberikan kepuasan baginya. Apabila seorang guru mengeluh bahwa siswanya tidak memiliki motivasi buat melakukan sesuatu, ini sesungguhnya berarti, bahwa anak didik itu nir mempunyai motivasi buat melakukan sesuatu yg dikehendaki sang pengajar itu. Jika pengajar itu memberikan kegiatan yg lain, mungkin sekali anak didik akan memberikan reaksi yang positif. Para ahli humanistik melihat adanya 2 bagian pada leaming, yaitu:
1. Pemerolehan warta baru,
2. Personalisasi liputan, ini pada individu.

Combs beropini bahwa poly pengajar membuat kesalahan menggunakan berasumsi bahwa anak didik mau belajar jika subject matter-nya disusun serta tersaji sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada subject matter itu, dengan kata lain pada individulah yg memberikan arti tadi kepada subject matter itu. Sehingga yg penting merupakan bagaimana caranya membawa si anak didik untuk memperoleh arti bagi pribadinya berdasarkan subject matter itu, bagaimana murid itu menghubungkan subject matter itu dengan kehidupannya (Principles of Instruction Design sang Robert M. Gayne & Leshe J. Briggs, laman 212).

Combs menaruh lukisan persepsi diri serta persepsi dunia seorang misalnya dua bundar (besar serta kecil) yang bertitik sentra satu. Lingkaran kecil (1) adalah citra menurut persepsi diri serta bundar akbar (2) adalah persepsi global. Makin jauh insiden-insiden itu menurut persepsi diri makin berkurang pengaruhya pada individu serta makin dekat peristiwa-insiden itu dari persepsi diri makin besar pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yg mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin gampang hal itu terlupakan.

2) Maslov
Teori berdasarkan atas perkiraan bahwa di pada diri kita ada 2 hal :
(1) Suatu usaha yg positif buat berkembang
(2) Kekuatan buat melawan atau menolak perkembangan itu, (maslov, 1968)

Pada diri masing-masing orang memiliki berbagai perasaan takut misalnya rasa takut buat berusaha atau berkembang, takut buat merogoh kesempatan, takut membahayakan apa yg sudah ia miliki dan sebagainya. Tetapi mendorong buat maju ke arah keutuhan, keunikan diri, menghadapi dunia luar serta pada waktu itu pula ia bisa mendapat diri sendifi (self).

Maslov membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) insan sebagai tujuh hirarki. Jika seorang sudah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah dia bisa menginginkan kebutuhan yg terletak di tasnya, ialah kebutuhan menerima rasa kondusif dan seterusnya. Hirarki kebutuhan insan menurut Maslov ini mempunyai implikasi yg krusial yang harus diperhatikan sang pengajar dalam ketika dia mengajar anak-anak. Ia berkata bahwa perhatian serta motivasi belajar tidak mungkin berkembang bila kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.

3) Carl Rogers
Salah seorang tokoh psikologi humanistik merupakan Carl Rogers, seseorang pakar psikoterapi. La memiliki pandangan bahwa murid yg belajar hendaknya tidak dipaksa, melainkan dibiarkan belajar bebas. Tidak itu saja, anak didik juga dibutuhkan dapat membebaskan dirinya hingga beliau bisa mengambil keputusan sendiri serta berani bertanggung jawab atas keputusan-keputusan yang dia ambil atau pilih.

Dalam belajar demikian, anak tidak dketak menjadi oran lain melainkan dibiarkan dan dipupuk buat menjadi dirinya sendiri. La tidak direkayasa supaya terikat pada orang lain, bergantung kepada pihak lain serta memenuhi asa orang lain. La dibiarkan supaya permanen mampu menjadi arsitek untuk dirinya sendiri. 

Rogers mengemukakan prinsip-prinsip belajar humanistik menjadi berikut :

a. Hasrat buat belajar
Hasrat untuk belajar merupakan suatu hal yg bersifat alamiah bagi insan. Ini ditimbulkan adanya hasrat ingin memahami insan yang terus menerus terhadap global menggunakan segala isinya. Hasrat ingin tahu yang demikian terhadap dunia sekelilingnya, berakibat penyebab seorang senantiasa berusaha mencari jawabannya. Dalam proses mencari jawaban inilah, seorang mengalami aktivitas-kegiatan belajar.

b. Belajar bermakna.
Dalam pandangan psikologi humanistik makna sangat krusial pada belajar. Seorang beraktivitas atau tidak senantiasa akan menimbang-nimbang apakah kegiatan tersebut menipunyai makna untuk dirinya. Sebab, sesuatu yang tidak bermakna bagi dirinya, tentu tidak akan dia lakukan.

c. Belajar tanpa sanksi.
Hukuman memang bisa saja membuat seseorang untuk belajar. Namun, output belajar demikian tidak akan bertahan usang. La melakukan kegiatan sekedar menghindari ancaman hukuman. Pada hal, manakala sanksi tak ada, aktivitaspun nir akan dilakukan. Oleh karena itu, agar anak belajar justru harus dibebaskan berdasarkan ancaman hukuman.

Belajar yg terbebas dari ancaman hukuman demikian im berakibat penyebab anak bebas melakukan apa saja, mencoba-coba sesuatu yg bermanfaat buat dirinya. Mengadakan eksperimentasi-eksperimentasi hingga anak dapat menemukan sendiri tentang sesuatu yg baru. Kreativitas anak dalam belajar yg bebas menurut ancaman sanksi menggunakan sendirinya jua akan meningkat.

d. Belajar menggunakan inisiatif sendiri.
Belajar dengan inisiatif sendiri pada diri pembelajar sebenamya menyiratkan betapa tingginya motivasi internal yg dipunyai. Pembelajar yg poly berinisiatif tatkala belajar, senantiasa mencari cara-cara hingga dia berhasil dalam belajarnya. Inisialif yg lahir berdasarkan diri sendiri im pula memberitahuakn rendalmya dependensi pembelajar terhadap orang lain. La akan bebas melakukan apa saja dalam belajarnya. Serta tidak terikat oleh rekayasa-rekayasa yg berasal berdasarkan lingkungannya. Pada diri pembelajar yang kaya inisiatif, masih ada kemampuan buat mengarahkan dirinya sendiri, menentukan pilihannya sendiri serta berusaha menimbang-nimbang sendiri mana hal yg baik bagi dirinya. La akan berusaha dengan totalitas pribadinya buat mencapai sesuatu yg beliau cita-citakan. 

e. Belajar dan perubahan.
Dunia terus berubah, serta siapapun di global ini tidak ada yang bisa menangkal perobahan. Oleh karenanya, pembelajar haruslah dapat belajar dalam segala kondisi serta situasi yang serba berubah. Kalau tidak, dia akan terlindas oleh perubahan.

Dengan demikian, belajar yang sekedar mengingat informasi, menghafal sesuatu, dipandang nir cukup. Orang wajib bisa menyesuaikan pada sebuah global yg senantiasa berubah.

Dalam bukunya freedom to learn, ia memberitahuakn sejumlah prinsip-prinsip belajar humanistik yg penting, di antaranya adalah :
(1) Manusia itu memiliki kemampuan buat belajar secara alami.
(2) Belajar yang signifikan terjadi bila subject matter di rasakan murid mempunyai relevansi menggunakan maksud-maksudnya sendiri.
(tiga) Belajar yg menyangkut suatu perubahan pada pada persepsi mengenai dirinya sendiri dipercaya mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
(4) Tugas-tugas belajar yg mengancam diri merupakan lebilh mudah dirasakan dan diasimilasikan apabila ancaman- ancaman menurut luar itu semakin kecil
(5) Apabila ancaman terhadap diri anak didik rendah, pengalaman bisa diperoleh dengan berbagai cara yg bhineka serta terjadilah proses belajar
(6) Belajar yg bermakna diperoleh anak didik dengan melakukannya.
(7) Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan pada proses belajar serta ikut bertanggung-jawab terhadap proses belajar itu.
(8) Belajar atas inisiatif sendiri yg melibatkan langsung siswa seutuhnya baik perasaan juga intelek, merupakan cara yg bisa menaruh basil yg mendalam dan lestari.
(9) Kepercayaan tehadap diri sendiri, kemerdekaan. Kreativitas lebih gampang dicapai terutama murid dibiasakan buat mawas diri dan mengeritik dirinya sendiri dan evaluasi diri orang lain merupakan cara kedua yg penting.
(10) Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam global modern ini merupakan belajar mengenai proses belajar. Suatu keterbukaan yg terus-menerus terhadap pengalaman serta penyatuannya ke dalam dirinya sendiri mengenai proses perubahan itu.

PENGERTIAN BELAJAR MENURUT PSIKOLOGI HUMANISTIK

Pengertian Belajar Menurut Psikologi Humanistik
Pada akhir tahun 1940-an timbul suatu perspektif psikologi baru. Orang-orang yg terlibat pada penerapan psikologilah yg berjasa dalam perkembangan ini, misalnya ahli-ahli psikologi klinik, pekerja-pekerja sosial serta konseler. Gerakan ini erkembang, serta kemudian dikenal sebagai psikologi humanistik, eksestensial, perceptual, atau fenomenologikal. Psikologi ini berusaha buat tahu perilaku seseorang dari sudut si pelaku (behaver), bukan dari pengamat (observer).

Dalam global pendidikan, aliran humanistik muncul dalam tahun 1960 hingga 1970-an serta mungkin perubahan-perubahan dan inovasi yg terjadi selama 2 dasa warsa yang terakhir pada abad 20 ini pun pula akan menuju pada arah ini 

Perhatian psikologi humanistik yang terutama tertuju pada kasus bagaimana tiap-tiap individu dipengaruhi serta dibimbing oleh maksud-maksud langsung yg mereka hubungkan pada pengalaman-pengalaman mereka sendiri. Menurut para pendidik aliran humanistik penyusunan dan penyajian bahan ajar barus sinkron menggunakan perasaan dan perhatian anak didik.

Tujuan primer para pendidik adalah membantu siswa buat mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yg unik dan membantunya pada mewujudkan potensi-potensi yang ada pada diri mereka

Psikologi humanistik berkeyakinan bahwa anak termasuk makhluk yang unik, beragam, tidak sinkron antara satu dengan yang lain. Keberagaman yg ada pada diri anak, hendaknya dikukuhkan. Dengan demikian, seseorang pendidik atau guru bukanlah bertugas buat menciptakan anak menjadi insan sesuai yg dia kehendaki, melainkan memantapkan visi yang telah terdapat dalam anak itu sendiril buat itu, seseorang pendidik pertama kali membantu anak buat memahami diri mereka sendiri, dan nir memaksakan pemahamannya sendiri tentang diri anak didik.

Keberagaman anak nir saja berdasarkan segi lahir, melainkan yang terutama merupakan menurut segi batinnya. Oleh karenanya, bila ingin tahu anak, tidak bisa dengan menggunakan perspektif orang yang memahami, melainkan menggunakan menggunakan perspektif orang yg dipahami.

Behaviorisme Versus Humanistik
Dalam menyoroti masalah konduite, ahli-ahli psikologi behavioral dan humanistik mempunyai pandangan yang sangat tidak selaras. Perbedaan ini dikenal menjadi freedom of determination issue. Para behaviorest memandang orang sebagai makhluk reaktif yg memberikan responsnya terhadap lingkungannya. Pengalaman lampau serta pemeliharaan akan menciptakan konduite mereka. Sebaliknya para humanistik memiliki pendapat bahwa tiap orang itu memilih konduite mereka sendiri. Mereka bebas pada menentukan kualitas hayati mereka, tidak terikat sang lingkungannya.

Sebagaimana disebtakan diatas, bahwa pandangan psikologi humanistik merupakan anti tesa dari pandangan psikologi behavioristik. Eka pada pandangan psikologi behavioristik, belajar merupakan kontrol instrumental yg dilakukan sang lingkungan, maka dalam pandangan psikologi humanistik justru kebalikannya. Belajar dilakukan dengan cara memberikan kebebasan yang sebanyak-besarnya kepada individu.

Tokoh-Tokoh Humanistik
Ada beberapa tokoh yg menonjol dalam aliran humanistik misalnya: Combs, Maslov, dan Rogers

1) Combs :
Combs serta mitra-mitra menyatakan bila kita ingin tahu perilaku orang kita harus mencoba memahami dunia persepsi orang itu. Apabila kita ingin mengganti perilaku seorang, kita harus berusaha membarui keyakinan atau pandangan orang itu, konduite dalamlah yang membedakan seorang dari yg lain. Combs serta kawankawan selanjutnya menyampaikan bahwa konduite buruk itu sesungguhnya tidak lain hanyalah dari ketidakmauan seorang buat melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya. Jika seorang pengajar mengeluh bahwa siswanya nir mempunyai motivasi buat melakukan sesuatu, ini sesungguhnya berarti, bahwa siswa itu nir memiliki motivasi buat melakukan sesuatu yang dikehendaki oleh pengajar itu. Jika guru itu menaruh aktivitas yg lain, mungkin sekali anak didik akan memberikan reaksi yang positif. Para pakar humanistik melihat adanya dua bagian dalam leaming, yaitu:
1. Pemerolehan informasi baru,
2. Personalisasi informasi, ini pada individu.

Combs beropini bahwa banyak guru menciptakan kesalahan dengan berasumsi bahwa murid mau belajar bila subject matter-nya disusun dan tersaji sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada subject matter itu, menggunakan kata lain pada individulah yg memberikan arti tersebut kepada subject matter itu. Sehingga yang penting artinya bagaimana caranya membawa si murid buat memperoleh arti bagi pribadinya dari subject matter itu, bagaimana murid itu menghubungkan subject matter itu dengan kehidupannya (Principles of Instruction Design oleh Robert M. Gayne & Leshe J. Briggs, page 212).

Combs memberikan lukisan persepsi diri dan persepsi dunia seseorang seperti 2 bundar (akbar serta mini ) yg bertitik pusat satu. Lingkaran mini (1) adalah gambaran dari persepsi diri serta lingkaran akbar (2) adalah persepsi global. Makin jauh insiden-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhya pada individu serta makin dekat insiden-peristiwa itu menurut persepsi diri makin akbar pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang memiliki sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.

2) Maslov
Teori didasarkan atas perkiraan bahwa pada dalam diri kita terdapat dua hal :
(1) Suatu usaha yang positif buat berkembang
(dua) Kekuatan buat melawan atau menolak perkembangan itu, (maslov, 1968)

Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut misalnya rasa takut buat berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah dia miliki serta sebagainya. Tetapi mendorong buat maju ke arah keutuhan, keunikan diri, menghadapi dunia luar serta pada ketika itu pula beliau bisa mendapat diri sendifi (self).

Maslov membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) insan menjadi tujuh hirarki. Jika seseorang sudah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah dia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di tasnya, merupakan kebutuhan menerima rasa aman serta seterusnya. Hirarki kebutuhan manusia berdasarkan Maslov ini mempunyai implikasi yg penting yang wajib diperhatikan sang pengajar pada saat dia mengajar anak-anak. Ia mengungkapkan bahwa perhatian dan motivasi belajar tidak mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.

3) Carl Rogers
Salah seorang tokoh psikologi humanistik merupakan Carl Rogers, seseorang ahli psikoterapi. La mempunyai pandangan bahwa murid yg belajar hendaknya nir dipaksa, melainkan dibiarkan belajar bebas. Tidak itu saja, murid juga diperlukan bisa membebaskan dirinya hingga beliau dapat merogoh keputusan sendiri serta berani bertanggung jawab atas keputusan-keputusan yg ia ambil atau pilih.

Dalam belajar demikian, anak tidak dketak menjadi oran lain melainkan dibiarkan serta dipupuk buat menjadi dirinya sendiri. La tidak direkayasa supaya terikat pada orang lain, bergantung pada pihak lain serta memenuhi harapan orang lain. La dibiarkan supaya permanen bisa menjadi arsitek buat dirinya sendiri. 

Rogers mengemukakan prinsip-prinsip belajar humanistik sebagai berikut :

a. Hasrat buat belajar
Hasrat buat belajar adalah suatu hal yang bersifat alamiah bagi insan. Ini disebabkan adanya cita-cita ingin tahu insan yg terus menerus terhadap dunia menggunakan segala isinya. Hasrat ingin tahu yang demikian terhadap dunia sekelilingnya, mengakibatkan penyebab seseorang senantiasa berusaha mencari jawabannya. Dalam proses mencari jawaban inilah, seseorang mengalami aktivitas-aktivitas belajar.

b. Belajar bermakna.
Dalam pandangan psikologi humanistik makna sangat krusial pada belajar. Seorang beraktivitas atau tidak senantiasa akan menimbang-nimbang apakah aktivitas tadi menipunyai makna untuk dirinya. Sebab, sesuatu yang tidak bermakna bagi dirinya, tentu tidak akan ia lakukan.

c. Belajar tanpa sanksi.
Hukuman memang bisa saja menciptakan seseorang buat belajar. Namun, hasil belajar demikian nir akan bertahan lama . La melakukan aktivitas sekedar menghindari ancaman sanksi. Pada hal, manakala hukuman tidak ada, aktivitaspun tidak akan dilakukan. Oleh karenanya, supaya anak belajar justru harus dibebaskan berdasarkan ancaman sanksi.

Belajar yg terbebas berdasarkan ancaman hukuman demikian im menjadikan penyebab anak bebas melakukan apa saja, mencoba-coba sesuatu yg bermanfaat untuk dirinya. Mengadakan eksperimentasi-eksperimentasi sampai anak bisa menemukan sendiri mengenai sesuatu yg baru. Kreativitas anak dalam belajar yg bebas dari ancaman hukuman dengan sendirinya pula akan semakin tinggi.

d. Belajar dengan inisiatif sendiri.
Belajar dengan inisiatif sendiri pada diri pembelajar sebenamya menyiratkan betapa tingginya motivasi internal yg dipunyai. Pembelajar yang banyak berinisiatif tatkala belajar, senantiasa mencari cara-cara sampai dia berhasil dalam belajarnya. Inisialif yang lahir berdasarkan diri sendiri im pula menunjukkan rendalmya dependensi pembelajar terhadap orang lain. La akan bebas melakukan apa saja dalam belajarnya. Serta tidak terikat sang rekayasa-rekayasa yg asal dari lingkungannya. Pada diri pembelajar yg kaya inisiatif, terdapat kemampuan buat mengarahkan dirinya sendiri, memilih pilihannya sendiri dan berusaha menimbang-nimbang sendiri mana hal yang baik bagi dirinya. La akan berusaha menggunakan totalitas pribadinya buat mencapai sesuatu yang beliau cita-citakan. 

e. Belajar dan perubahan.
Dunia terus berubah, serta siapapun di dunia ini tidak terdapat yang bisa menangkal perobahan. Oleh karenanya, pembelajar haruslah bisa belajar dalam segala kondisi dan situasi yang serba berubah. Kalau nir, ia akan terlindas oleh perubahan.

Dengan demikian, belajar yang sekedar mengingat fakta, menghafal sesuatu, dicermati tidak relatif. Orang harus bisa menyesuaikan dalam sebuah dunia yg senantiasa berubah.

Dalam bukunya freedom to learn, ia menerangkan sejumlah prinsip-prinsip belajar humanistik yg penting, di antaranya adalah :
(1) Manusia itu mempunyai kemampuan buat belajar secara alami.
(dua) Belajar yang signifikan terjadi apabila subject matter di rasakan murid memiliki relevansi menggunakan maksud-maksudnya sendiri.
(tiga) Belajar yang menyangkut suatu perubahan pada pada persepsi tentang dirinya sendiri dianggap mengancam serta cenderung buat ditolaknya.
(4) Tugas-tugas belajar yg mengancam diri merupakan lebilh mudah dirasakan serta diasimilasikan jika ancaman- ancaman berdasarkan luar itu semakin kecil
(lima) Jika ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar
(6) Belajar yg bermakna diperoleh murid menggunakan melakukannya.
(7) Belajar diperlancar bilamana murid dilibatkan pada proses belajar dan ikut bertanggung-jawab terhadap proses belajar itu.
(8) Belajar atas inisiatif sendiri yang melibatkan langsung siswa seutuhnya baik perasaan juga intelek, adalah cara yg bisa menaruh basil yang mendalam dan lestari.
(9) Kepercayaan tehadap diri sendiri, kemerdekaan. Kreativitas lebih mudah dicapai terutama murid dibiasakan untuk mawas diri dan mengeritik dirinya sendiri dan evaluasi diri orang lain merupakan cara kedua yang krusial.
(10) Belajar yg paling bermanfaat secara sosial pada dalam dunia modern ini merupakan belajar tentang proses belajar. Suatu keterbukaan yang monoton terhadap pengalaman dan penyatuannya ke pada dirinya sendiri mengenai proses perubahan itu.

PENGERTIAN BELAJAR MENURUT PSIKOLOGI BEHAVIORISTIK

Pengertian belajar menurut psikologi behavioristik
Behaviorisme adalah suatu studi tentang kelakuan insan. Timbulnya aliran ini disebabkan rasa tidak puas terhadap teori psikologi daya serta teori mental state. Sebabnya ialah karena genre-aliran terdahulu hanya menekankan dalam segi kesadaran saja. 

Berkat pandangan dalam psikologi dan naturalisme science maka timbullah aliran baru ini. Jiwa atau sensasi atau image tidak bisa diterangkan melalui jiwa itu sendiri lantaran sesungguhnya jiwa itu adalah respons-respons psikologis. Aliran lama memandang badan adalah sekunder, padahal sebenamya justru menjadi titik pangkal bertolak. Natural science melihat semua realita menjadi gerakan-gerakan (movemant), dan pandangan ini mempengaruji timbulnya behaviorisme. Metode instrospeksi sesungguhnya nir sempurna, sebab menyebabkan pandangan yg bhineka terhadap objek luar. Karena itu wajib dkarai metode yg objektif serta ilmiah. Dari eksperimen menerangkan bahwa tikus dapat membedakan antara wama hijau dan wama merah dan bisa jua dilatih. Jadi kesadaran itu tiada gunanya.

Dalam behaviorisme, kasus matter (zat) menempati kedudukan yg utama. Dengan tingkah laku segala sesuatu tentang jiwa bisa diterangkan. Behaviorisme bisa menjelaskan segala kelakuan insan secara akurat serta menyediakan perogram pendidikan yg efektif.

Dari uraian tersebut, ternyata konsepsi behaviorisme besar pengaruhnya terhadap kasus belajar. Belajar ditafsirkan sebagai latihan-latihan pembentukan interaksi antara stimulus dan respons.

Dengan menaruh rangsangan (stimulus), maka anak akan mereaksi dengan respons. Hubungan situmulus - respons ini akan menyebabkan norma-kebiasaan otomatis dalam belajar, jadi dalam dasamya kelakuan anak adalah terdiri atas respons-respons tertentu terhadap stimulus-stimulus tertentu. Dengan latihan-latihan pembentukan maka interaksi-hubungan itu akan semakin menjadi kuat. Inilah yg diklaim S-R Bond Theory.

Beberapa teori belajar dari psikologi behavioristik dikemukakakn oleh para psikolog behavioristik. Mereka ini tak jarang disebut “ Contemporary Behaviorists” atau jg disebut “S-R Psychologists”. Mereka beropini bahwa tingkah laris manusia itu dikendalikan sang ganjaran (reward) atau penguatan (reinforcement) berdasarkan lingkungan. Dengan demikian, pada tingkah laku belajar terdapat jalinan yg erat antara reaksi-rekasi behavioral menggunakan stimulasinya.

Guru-pengajar yg menganut pandangan ini berpendapat bahwa tingkah laku siswa-siswa adalah reaksi-reaksi terhadap lingkungan mereka pada masa lalu serta masa sekarang, serta bahwa segenap tingkah laku merupakan adalah hasil belajar. Kita bisa menganalisis peristiwa tingkah laris menggunakan jalan menyelidiki latar belakang penguatan (reinforcement) terhadap tingkah laku tadi.

Teori-teori yang mengawali perkembangan psikologi behavioristik
Sebagaimana disebutkan diatas, bahwa belajar berdasarkan psikologi behavioristik merupakan suatu kontrol fragmental yg dari menurut lingkungan. Belajar tidaknya seseorang bergantung kepada faktor-faktor kondisional yg diberikan sang lingkungan. Oleh karenanya, teori ini jua dikenal dengan teori conditioning. Tokoh-tokoh psikologi behavioristik tentang belajar ini antara lain merupakan : Pavlov, Watson, Gutrie dan Skinner.

Psikologi aliran behavioristik mulai mengalami perkembangan dengan lahimya teori-teori mengenai belajar yg dipelopori oleh Thondike, Pavlov, Wabon, dan Ghuyhrie. Mereka masing-masing sudah mengadakan penelitian yang membentuk penemuan-inovasi yg berharga mengenai hal belajar.

Pada mulanya pendidikan serta pedagogi pada Amerika perkumpulan pada penguasaan sang efek Thondike (1874-1949). Teori belajar Thondike dianggap “connectionism”, lantaran belajar merupakan proses pembentukan koneksi-koneksi antara stimulus serta respons. Teori ini acapkali disebut “trial dan error leaming” individu yang belajar melakukan kegiatan melalui proses “trial and error” pada rangka memilih respon yang sempurna bagi stimulus tertentu. Thondike mendasarkan teorinya atas hasil-hasil penelitiannya terhadap tingkah laris berbagai binatang diantaranya kucing, tingkah laris anak-anak dan orang dewasa.

Objek penelitian dihadapkan kepada situasi baru yg belum dikenal dan membiarkan objek melakukan banyak sekali pada aktivitas buat merespon situasi itu. Dalam hal itu, objek mencoba berbagai cara beraksi sehingga menemukan keberhasilan dalam menciptakan koneksi sesuatu rekasi menggunakan stimulasinya. Ciri-ciri belajar dengan “trial and error” yaitu :
1. Ada motif pendorong aktivitas
2. Ada banyak sekali respon terhadap situasi
3. Ada eliminasi respon-respon yg gagal / galat ; dan
4. Ada kemajuan rekasi-reaksi mencapai tujuan. 

Dari penelitiannya itu Thondike menemukan aturan – hukum :
(1) “law of readiness”, jika reaksi terhadap stimulus didukung sang kesiapan buat bertindak atau bereaksi itu, maka reaksi sebagai memuaskan
(dua) “law of exercise”, makin banyak dipraktekkan atau digunakannya interaksi stimulus respon, makin kuat interaksi itu. Praktek perlu disertai menggunakan “reward”.
(3) “law of effect” , bilamana terjadi interaksi antara stimulus dan respon dan dibarengi dengan “state of affairs” yang memuaskan, maka interaksi itu menjadi lebih kuat. Bilamana interaksi dibarengi “state of affairs” yang mengganggu, maka kekuatan hubungan menjadi berkurang.

Sementara Thondike mengadakan penelitiannya, di Rusia Ivan Pavlov (1849-1936) juga membentuk teori belajar yang diklaim “classkal conditioning” atau “stimulus substitution”. Mula-mula teori conditioning ini dikembangnkan oleh Pavlov (1972).

Teori Pavlov berkembang berdasarkan percobaan laboratoris terhadap anjing. Dalam percobaan ini, anjing diberi stimulus bersyarat sehingga terjadi reaksi bersyarat pada anjing.


Ia melakukan percobaan terhadap anjing. Anjing tersebut diberi kuliner dan diberi lampu. Pada saat diberi makanan serta lampu keluarkan respon anjing tersebut berupa keluamya air liur.

Demikian juga jika pada pemberikan makanan tersebut disertai menggunakan bel, air liur tadi pula keluar.

Pada waktu bel atau lampu diberikan mendahului makanan, anjing tersebut pula mengeluarkan air liur. Makanan yg diberikan tersebut oleh Pavlov disebutu sebagai perangsangan yang bersyarat, sementara bel atau lampu yang menyertai dianggap menjadi perangsang bersyarat.

Terhadap perangsang tak bersyarat yang disertai menggunakan perangsang bersyarat tersebut, anjing menaruh respons berupa keluamya air liur. Selanjutnya, ketika perangsang bersyarat (bel, lampu) diberikan tanpa perangsang tak bersyarat anjing tadi permanen memberikan respon pada bentuk keluamya air liur. Oleh karena perangsang bersyarat (sebagai pengganti perangsang tak bersyarat : kuliner) ini ternyata dapat menimbulakn respons, maka dapat berfungsi menjadi conditioned. Lantaran itu, teori Pavlov ini dikenal teori classkal conditioning. Menurut Pavlov pengkondisian yg dilakukan dalam anjing demikian ini, dapat pula berlaku pada insan.

Teori kondisioning ini lebih lanjut dikembangkan oleh Watson (1970) adalah orang pertama pada Amerika Serikat yg berbagi teori belajar berdasarkan hasil penelitian Pavlov. Watson beropini, bahwa belajar adalah proses terjadinya refleks-refleks atau respons-respons bersyarat melalui stimulus pengganti. Menurut Watson, manusia dilahirkan menggunakan beberapa refleks dan reaksi-reaksi emosional berupa takut, cinta serta murka . Semua tingkah laris lainnya terbentuk sang hubungan-interaksi stimulus-respon baru melalui “conditioning”.

Salah satu percobaannya adalah terhadap anak umur 11 bulan dengan seekor tikus putih. Rasa takut dapat muncul tanpa dipelajari dengan proses ekstinksi, dengan mengulang stimulus bersyarat tanpa di barengi stimulus tak bersyarat.

E.R. Guthrie memperluas penemuan Watson tentang belajar. Ia mengemukakan prinsip belajar yang diklaim “the law of association” yg berbunyi : suatu kombinasi stimulus yang sudah menyertai suatu gerakan, cenderung akan menimbulkan gerakan itu, bila kombinasi stimulus itu timbul pulang. Dengan istilah lain, jika anda mengerjakan sesuatu dalam situasi eksklusif, maka nantinya pada situasi yang sama anda akan mengerjakan hal serupa lagi. Menurut gutrie, belajar memerlukan reward dan kedekatan antara stimulus serta respon. Gutrie berpendapat, bahwa hukuman itu jelek dan nir juga buruk. Efektif tidaknya sanksi tergantung dalam apakah hukuman itu menyebabkan anak didik belajr ataukah tidak ?

Teori belajar kondisioning ini kemudian dikembangkan oleh Gutrie (1935-1942). Gutrie berpendapat bahwa tingkah laku manusia dapat diubah : tingkah laku buruk bisa diubah menjadi baik. Teori Gutrie menurut atas contoh penggantian stimulus saut ke stimulus yang lain. Responsi atas suatu situasi cenderung di ulang manakala individu menghadapi situasi yang sama. Inilah yang dianggap dengan asosiasi.

Menurut Gutrie, setiap situasi belajar adalah campuran berbagai stimulus (bisa intemal dan dapat ekstemal) dan respon. Dalam situasi eksklusif, poly stimulus yg berasosiasi menggunakan poly respon. Asosiasi tadi, dapat sahih dan dapat juga salah .

Ada 3 metode pengubahan tingkah laku dari teori ini, yaitu :
a. Metode respon bertentangan. Misalnya saja, bila anak jijik terhadap sesuatu, sebutlah misalkan saja boneka, maka permainan anak yang disukai tadi diletakkan pada dekat boneka. Dengan meletakkan permainan di dekat boneka, dan ternyata boneka tersebut sebenamya tidak menjijikkan, lambat laun anak tadi tidak jijik lagi kepada boneka. Peletakan permainan yg paling disukai tersebut dapat dilakukan secara berulang-ulang.

b. Metode mengubah lingkungan. Jika anak bosan belajar, maka lingkungan belajarnya bisa diubah-ubah sebagai akibatnya terdapat suasana lain dan memungkinkan dia betah belajar.

Selanjutnya, Skinner menyebarkan teori kondisioning menggunakan menggunakan tikus sebagai kelinci percobaan. Dari hasil percobaannya Skinner membedakan respon menjadi dua, adalah respon yg muncul dari stimulus tertentu serta operant (instrumental) respons yang ada dan berkembang lantaran diikuti sang perangsang eksklusif. Oleh karenanya, teori Skinner ini dikenal menggunakan operant conditioning.

Seperti halnya Thondike, Skinner menduga “reward” atau “reinforcement” menjadi faktor terpenting pada proses belajar. Skinner beropini, bahwa tujuan psikologi adalah meramal dan mengontrol tingkah laku . Skinner membagi dua jenis respon dalam proses belajar, yakni :
(1). Responsents : respon yang terjadi lantaran stimulus khusus misalnya Pavlov
(2). Operants : respon yang terjadi lantaran situasi random

Perbedaan penting antara Pavlov’s classkal conditioning serta Skinner’s operant conditioning ialah dalam classkal conditioning, dampak-dampak suatu tingkah laku itu. Reinforcement tikdak diperlakukan lantaran stimulusnya menimbulkan respon yg diinginkan.

Operant conditioning, suatu situasi belajar dimana suatu respons dibuat lebih bertenaga akibat reinforcement langsung.

Dalam percobaannya terhadap tikus-tikus pada kandang, dipakai suatu “diskriminative stimulus” (tanda buat memperkuat respons) misalnya tombol, lampu, pemindah makanan. Disamping itu, digunakan pula suatu “reinforcemen stimulus, berupa makanan”.

Dalam pengajaran, operants conditioning menjamin respon-respon terhadap stimulus. Jika anak didik tidak menerangkan reaksi-reaksi terhadap stimulus guru tak mungkin bisa membimbing tingkah lakunya ke arah tujuan behavior. Pengajar berperan penting pada dlaam kelas buat mengontrol serta mengarahkan aktivitas belajar ke arah tercapainya tujuan yang sudah dirumuskan.

Jenis-jenis stimulus :
(1) Jenis-jenis stimulus 
(dua) Positive reinforcement : Penyajian stimulus yang meningkatkan probabilitas suatu respon
(3) Negative rinforcement : Pembatasan stimulus yang nir menyenangkan, yg jika dihentikan akan mengakibatkan probabilitas respon
(4) Hukuman : anugerah stimulus yg tidak menyenangkan contohnya : “Contradktion or reprimand”. Bentuk sanksi lain berupa penangguhan stimulus yg menyenangkan (removing adalah pelasant or reinforcing stimulus).
(5) Primary rinforcement : stimulus pemenuhan kebutuhan-kebutuhan fisiologis
(6) Modifikasi tingkah laku pengajar : Perlakuan guru terhadap siswa-anak didik dari minat dan kesenangan mereka.

Jadwal reinforcement menguraikan tentang kapan serta bagaimana suatu respon diperbuat ? Ada empat cara penjadwalan reinforcement :
1. “Fixed-ratio schedule”; yg didasarkan pada penyajian bahan pelajaran, yg mana pemberi reinforcement baru memberikan penguatan respon selesainya terjadi jumlah eksklusif berdasarkan respon.
2. “Variable ratio schedule”; yang berdasarkan penyajian bahan pelajaran dengan penguat sesudah rata-rata respon
3. “Fixed interval schedule”; yg berdasarkan atas satuan waktu tetapi diantara “reinforcement”
4. “variable interval schedule”; pemberian renforcement menurut respon benar yang pertama setelah terjadi kesalahan-kesalahan respon.

Paling nir nir, ada enam konsep operant conditioning ini yaitu :
a. Penguatan positif dan negatif
b. Shopping, adalah proses pembentukan tingkah laris yang makin mendekati tingkah laku yang dibutuhkan.
c. Pendekatan suksesif, adalah proses pembentukan tingkah laku yang menggunakan penguatan pada saat tepat hingga respon pun sesuai menggunakan yg diisyaratkan.
d. Extention, adalah proses penghentian kegiatan menjadi akibat menurut ditiadakannya penguatan.
e. Chaining of respons, ialah respon dan stimulus yg berangkaian satu sama lain
f. Jadwal penguatan adalah variasi hadiah peguatan : rasio tetap dan bervariasi, interval permanen serta bervariasi.
g. Menurut 

Menurut thondike, belajar bisa dilakukan dengan mencoba-coba (trial and error).mencoba-coba ini dilakukan, manakala seorang tidak tahu bagaimana harus memberikan respon atas sesuatu. Dalam mencoba-coba ini seorang mungkin akan menemukan respoons yang sempurna berkaitan menggunakan persoalan yang dihadapinya.

Karakteristik belajar trial dan error merupakan menjadi berikut :
a. Adanya motivatie pada diri seorang yg mendorong untuk melakukan sesuatu
b. Seseorang berusaha melakukan berbagai macam respons pada rangka memenuhi motive-motivenya.
c. Respons-respons yg dirasakan nir bersesuaian dengan motivenya dihilangkan
d. Akhirnya seseorang menerima jenis respon yg paling tepat.

Beberapa aturan belajr yg ditemukan sang Thoendike adalah sebagai berikut :

a. Hukum kesiapan (law of readiness). Apabila seorang siap melakukan sesuatu, serta dia melakukannya, maka beliau puas. Sebaliknya, apabila dia siap melakukan sesuatu, tetapi tidak melakukannya, maka beliau tidakpuas. Implikasi menurut aturan ini merupakan, bahwa motivasi sangat krusial dalam belajar. Sebab pemuas yg antara lain berupa terpemenuhinya motif-motif seseorang, membuahkan seseorang belajar berulang-ulang.
b. Hukum latihan (low of exercise). Apabila seorang mengulang-ulang respons terhadap suatu stimulus, maka akan memperkuat hubungan antara respon dan stimulus. Sebaliknya apabila respons tersebut tidak digunakan, hubungannya menggunakan stimulus semakin lemah. Tetapi lemah dan kuatnya hubungan antara respons serta stimulus tadi tergantung kepada memuaskan tidaknya respons yg diberikan. Implikasi hukum ini merupakan baha belajar dimulai menurut strata yang gampang berangsur-angsur menuju yang sukat. Berangkat dari yang sederhana berangsur-angsur menuju ke yang kompelks.
c. 0hukum dampak (law of effect). Manakala interaksi antara respon dengan stimulus menimbulkan kepuasan, maka strata penguatannya kian akbar. Sebaliknya bila hubungan antara respon dengan stimulus mengakibatkan ketidak puasan, maka tingkatan penguatannya kian lemah. Dengan perkataan lain, aturan dampak ini punya keyakinan bahwa orang punya kecenderungan mengulang respon yg memuaskan menggunakan menghindari respon yg tidak memuaskan. Hukum ini membawa akibat kebenaran bagi diadakannya eksperimentasi dalam belajar.

Selain mengemukakan tiga hukum belajar, Tondike mengemukakan prinsip-prinsip belajar, yaitu :
a. Pada saat seorang berhadapan menggunakan sebuah situasi yg bagi dia termasuk baru, berbagai ragam respon ia lakukan. Respon tadi terdapat kalanya bhineka sampai yang bersangkutan memperoleh respon yang sahih.
b. Apa yang terdapat dalam diri seseorang, baik itu berupa pengalaman, agama, sikap dan hal-hal lain yg telah ada pada dirinya, turut menentukan tercapainya tujuan yg ingin dicapai.
c. Pada diri seorang sebenamya terdapat potensi buat mengadakan seleksi terhadap unsur-unsur penting menurut yg kurang atau krusial sampai akhirnya dapat memilih respon yg tepat.
d. Orang cenderung memberikan respon yg sama terhadap situasi yang sama.
e. Orang cenderung mengadakan assosiative shiffing, adalah menghubungkan respon yg dia kuasai menggunakan situasi eksklusif tatkala menyadari bahwa respon yang beliau kuasai menggunakan situasi tadi mempunyai hubungan.
f. Manakala suatu respon cocok menggunakan situasinya nisbi gampang buat dipelajari (concept belongingness).

PENGERTIAN BELAJAR MENURUT PSIKOLOGI BEHAVIORISTIK

Pengertian belajar menurut psikologi behavioristik
Behaviorisme merupakan suatu studi tentang kelakuan manusia. Timbulnya aliran ini ditimbulkan rasa nir puas terhadap teori psikologi daya dan teori mental state. Sebabnya ialah lantaran aliran-aliran terdahulu hanya menekankan dalam segi kesadaran saja. 

Berkat pandangan dalam psikologi serta naturalisme science maka timbullah aliran baru ini. Jiwa atau sensasi atau image tidak dapat diterangkan melalui jiwa itu sendiri lantaran sesungguhnya jiwa itu merupakan respons-respons psikologis. Aliran lama memandang badan adalah sekunder, padahal sebenamya justru menjadi titik pangkal bertolak. Natural science melihat seluruh realita sebagai gerakan-gerakan (movemant), dan pandangan ini mempengaruji timbulnya behaviorisme. Metode instrospeksi sesungguhnya nir sempurna, sebab mengakibatkan pandangan yang berbeda-beda terhadap objek luar. Karena itu wajib dkarai metode yang objektif serta ilmiah. Dari eksperimen menerangkan bahwa tikus dapat membedakan antara wama hijau serta wama merah serta dapat juga dilatih. Jadi kesadaran itu tiada gunanya.

Dalam behaviorisme, masalah matter (zat) menempati kedudukan yg utama. Dengan tingkah laris segala sesuatu mengenai jiwa bisa diterangkan. Behaviorisme bisa menyebutkan segala kelakuan insan secara akurat serta menyediakan perogram pendidikan yg efektif.

Dari uraian tadi, ternyata konsepsi behaviorisme besar pengaruhnya terhadap masalah belajar. Belajar ditafsirkan sebagai latihan-latihan pembentukan interaksi antara stimulus dan respons.

Dengan memberikan rangsangan (stimulus), maka anak akan mereaksi menggunakan respons. Hubungan situmulus - respons ini akan menimbulkan kebiasaan-kebiasaan otomatis pada belajar, jadi pada dasamya kelakuan anak adalah terdiri atas respons-respons eksklusif terhadap stimulus-stimulus eksklusif. Dengan latihan-latihan pembentukan maka interaksi-hubungan itu akan semakin sebagai bertenaga. Inilah yang dianggap S-R Bond Theory.

Beberapa teori belajar dari psikologi behavioristik dikemukakakn sang para psikolog behavioristik. Mereka ini tak jarang disebut “ Contemporary Behaviorists” atau jg dianggap “S-R Psychologists”. Mereka berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu dikendalikan sang ganjaran (reward) atau penguatan (reinforcement) berdasarkan lingkungan. Dengan demikian, pada tingkah laris belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-rekasi behavioral menggunakan stimulasinya.

Guru-pengajar yg menganut pandangan ini berpendapat bahwa tingkah laris anak didik-murid adalah reaksi-reaksi terhadap lingkungan mereka dalam masa kemudian dan masa kini , serta bahwa segenap tingkah laris merupakan merupakan output belajar. Kita bisa menganalisis kejadian tingkah laku dengan jalan menyelidiki latar belakang penguatan (reinforcement) terhadap tingkah laris tersebut.

Teori-teori yang mengawali perkembangan psikologi behavioristik
Sebagaimana disebutkan diatas, bahwa belajar dari psikologi behavioristik adalah suatu kontrol instrumental yg dari dari lingkungan. Belajar tidaknya seseorang bergantung kepada faktor-faktor kondisional yang diberikan sang lingkungan. Oleh karena itu, teori ini jua dikenal menggunakan teori conditioning. Tokoh-tokoh psikologi behavioristik tentang belajar ini diantaranya merupakan : Pavlov, Watson, Gutrie dan Skinner.

Psikologi genre behavioristik mulai mengalami perkembangan dengan lahimya teori-teori tentang belajar yg dipelopori oleh Thondike, Pavlov, Wabon, dan Ghuyhrie. Mereka masing-masing telah mengadakan penelitian yg menghasilkan inovasi-inovasi yang berharga tentang hal belajar.

Pada mulanya pendidikan dan pengajaran di Amerika serikat pada dominasi oleh efek Thondike (1874-1949). Teori belajar Thondike diklaim “connectionism”, lantaran belajar merupakan proses pembentukan koneksi-koneksi antara stimulus serta respons. Teori ini sering dianggap “trial serta error leaming” individu yang belajar melakukan aktivitas melalui proses “trial and error” pada rangka menentukan respon yang tepat bagi stimulus eksklusif. Thondike mendasarkan teorinya atas output-output penelitiannya terhadap tingkah laris aneka macam binatang diantaranya kucing, tingkah laris anak-anak dan orang dewasa.

Objek penelitian dihadapkan kepada situasi baru yang belum dikenal serta membiarkan objek melakukan berbagai pada aktivitas buat merespon situasi itu. Dalam hal itu, objek mencoba banyak sekali cara beraksi sehingga menemukan keberhasilan pada membuat koneksi sesuatu rekasi menggunakan stimulasinya. Ciri-karakteristik belajar menggunakan “trial and error” yaitu :
1. Ada motif pendorong aktivitas
2. Ada aneka macam respon terhadap situasi
3. Ada eliminasi respon-respon yg gagal / keliru ; dan
4. Ada kemajuan rekasi-reaksi mencapai tujuan. 

Dari penelitiannya itu Thondike menemukan aturan – hukum :
(1) “law of readiness”, jika reaksi terhadap stimulus didukung sang kesiapan buat bertindak atau bereaksi itu, maka reaksi menjadi memuaskan
(2) “law of exercise”, makin banyak dipraktekkan atau digunakannya hubungan stimulus respon, makin kuat interaksi itu. Praktek perlu disertai menggunakan “reward”.
(3) “law of effect” , bilamana terjadi interaksi antara stimulus dan respon serta dibarengi menggunakan “state of affairs” yg memuaskan, maka hubungan itu menjadi lebih bertenaga. Bilamana interaksi dibarengi “state of affairs” yang mengganggu, maka kekuatan hubungan menjadi berkurang.

Sementara Thondike mengadakan penelitiannya, di Rusia Ivan Pavlov (1849-1936) pula membuat teori belajar yang disebut “classkal conditioning” atau “stimulus substitution”. Mula-mula teori conditioning ini dikembangnkan sang Pavlov (1972).

Teori Pavlov berkembang dari percobaan laboratoris terhadap anjing. Dalam percobaan ini, anjing diberi stimulus bersyarat sehingga terjadi reaksi bersyarat dalam anjing.


Ia melakukan percobaan terhadap anjing. Anjing tersebut diberi makanan dan diberi lampu. Pada waktu diberi kuliner dan lampu keluarkan respon anjing tersebut berupa keluamya air liur.

Demikian jua apabila pada pemberikan makanan tadi disertai dengan bel, air liur tersebut jua keluar.

Pada waktu bel atau lampu diberikan mendahului makanan, anjing tadi pula mengeluarkan air liur. Makanan yg diberikan tersebut oleh Pavlov disebutu sebagai perangsangan yg bersyarat, sementara bel atau lampu yg menyertai dianggap sebagai perangsang bersyarat.

Terhadap perangsang tak bersyarat yang disertai dengan perangsang bersyarat tersebut, anjing menaruh respons berupa keluamya air liur. Selanjutnya, saat perangsang bersyarat (bel, lampu) diberikan tanpa perangsang tak bersyarat anjing tersebut tetap memberikan respon dalam bentuk keluamya air liur. Oleh lantaran perangsang bersyarat (menjadi pengganti perangsang tak bersyarat : kuliner) ini ternyata dapat menimbulakn respons, maka dapat berfungsi menjadi conditioned. Karena itu, teori Pavlov ini dikenal teori classkal conditioning. Menurut Pavlov pengkondisian yg dilakukan pada anjing demikian ini, dapat juga berlaku dalam manusia.

Teori kondisioning ini lebih lanjut dikembangkan sang Watson (1970) merupakan orang pertama pada Amerika Serikat yg membuatkan teori belajar berdasarkan hasil penelitian Pavlov. Watson beropini, bahwa belajar merupakan proses terjadinya refleks-refleks atau respons-respons bersyarat melalui stimulus pengganti. Menurut Watson, insan dilahirkan dengan beberapa refleks serta reaksi-reaksi emosional berupa takut, cinta dan murka . Semua tingkah laris lainnya terbentuk sang hubungan-hubungan stimulus-respon baru melalui “conditioning”.

Salah satu percobaannya adalah terhadap anak umur 11 bulan dengan seekor tikus putih. Rasa takut bisa muncul tanpa dipelajari dengan proses ekstinksi, menggunakan mengulang stimulus bersyarat tanpa pada barengi stimulus tidak bersyarat.

E.R. Guthrie memperluas inovasi Watson mengenai belajar. Ia mengemukakan prinsip belajar yang disebut “the law of association” yang berbunyi : suatu kombinasi stimulus yang sudah menyertai suatu gerakan, cenderung akan menyebabkan gerakan itu, bila kombinasi stimulus itu ada balik . Dengan istilah lain, apabila anda mengerjakan sesuatu pada situasi eksklusif, maka nantinya pada situasi yg sama anda akan mengerjakan hal serupa lagi. Menurut gutrie, belajar memerlukan reward dan kedekatan antara stimulus dan respon. Gutrie beropini, bahwa sanksi itu buruk dan tidak pula jelek. Efektif tidaknya sanksi tergantung dalam apakah sanksi itu menyebabkan siswa belajr ataukah tidak ?

Teori belajar kondisioning ini lalu dikembangkan oleh Gutrie (1935-1942). Gutrie beropini bahwa tingkah laris insan bisa diubah : tingkah laris jelek dapat diubah sebagai baik. Teori Gutrie dari atas contoh penggantian stimulus saut ke stimulus yang lain. Responsi atas suatu situasi cenderung di ulang manakala individu menghadapi situasi yang sama. Inilah yg dianggap menggunakan asosiasi.

Menurut Gutrie, setiap situasi belajar adalah adonan banyak sekali stimulus (dapat intemal dan dapat ekstemal) serta respon. Dalam situasi eksklusif, poly stimulus yg berasosiasi menggunakan poly respon. Asosiasi tersebut, dapat benar dan dapat pula galat.

Ada tiga metode pengubahan tingkah laku menurut teori ini, yaitu :
a. Metode respon bertentangan. Misalnya saja, bila anak jijik terhadap sesuatu, sebutlah misalkan saja boneka, maka permainan anak yang disukai tadi diletakkan pada dekat boneka. Dengan meletakkan permainan pada dekat boneka, serta ternyata boneka tadi sebenamya nir menjijikkan, lambat laun anak tersebut nir jijik lagi kepada boneka. Peletakan permainan yang paling disukai tersebut bisa dilakukan secara berulang-ulang.

b. Metode mengubah lingkungan. Jika anak bosan belajar, maka lingkungan belajarnya bisa diubah-ubah sebagai akibatnya ada suasana lain serta memungkinkan dia betah belajar.

Selanjutnya, Skinner mengembangkan teori kondisioning menggunakan memakai tikus sebagai kelinci percobaan. Dari hasil percobaannya Skinner membedakan respon menjadi dua, artinya respon yang ada berdasarkan stimulus tertentu serta operant (instrumental) respons yg muncul dan berkembang karena diikuti oleh perangsang tertentu. Oleh karena itu, teori Skinner ini dikenal dengan operant conditioning.

Seperti halnya Thondike, Skinner menduga “reward” atau “reinforcement” menjadi faktor terpenting pada proses belajar. Skinner beropini, bahwa tujuan psikologi merupakan meramal serta mengontrol tingkah laris. Skinner membagi 2 jenis respon dalam proses belajar, yakni :
(1). Responsents : respon yg terjadi lantaran stimulus spesifik misalnya Pavlov
(2). Operants : respon yang terjadi lantaran situasi random

Perbedaan krusial antara Pavlov’s classkal conditioning serta Skinner’s operant conditioning adalah pada classkal conditioning, dampak-akibat suatu tingkah laris itu. Reinforcement tikdak diperlakukan karena stimulusnya menimbulkan respon yang diinginkan.

Operant conditioning, suatu situasi belajar dimana suatu respons dibentuk lebih kuat dampak reinforcement pribadi.

Dalam percobaannya terhadap tikus-tikus pada sangkar, dipakai suatu “diskriminative stimulus” (tanda buat memperkuat respons) contohnya tombol, lampu, pemindah makanan. Disamping itu, digunakan juga suatu “reinforcemen stimulus, berupa kuliner”.

Dalam pengajaran, operants conditioning menjamin respon-respon terhadap stimulus. Apabila anak didik nir memberitahuakn reaksi-reaksi terhadap stimulus guru tidak mungkin dapat membimbing tingkah lakunya ke arah tujuan behavior. Pengajar berperan penting pada dlaam kelas buat mengontrol dan mengarahkan aktivitas belajar ke arah tercapainya tujuan yg telah dirumuskan.

Jenis-jenis stimulus :
(1) Jenis-jenis stimulus 
(2) Positive reinforcement : Penyajian stimulus yg meningkatkan probabilitas suatu respon
(3) Negative rinforcement : Pembatasan stimulus yang nir menyenangkan, yg jika tidak boleh akan menyebabkan probabilitas respon
(4) Hukuman : hadiah stimulus yang nir menyenangkan contohnya : “Contradktion or reprimand”. Bentuk hukuman lain berupa penangguhan stimulus yg menyenangkan (removing adalah pelasant or reinforcing stimulus).
(lima) Primary rinforcement : stimulus pemenuhan kebutuhan-kebutuhan fisiologis
(6) Modifikasi tingkah laris pengajar : Perlakuan guru terhadap siswa-siswa berdasarkan minat serta kesenangan mereka.

Jadwal reinforcement menguraikan mengenai kapan serta bagaimana suatu respon diperbuat ? Ada empat cara penjadwalan reinforcement :
1. “Fixed-ratio schedule”; yg didasarkan pada penyajian bahan pelajaran, yang mana pemberi reinforcement baru menaruh penguatan respon sesudah terjadi jumlah eksklusif menurut respon.
2. “Variable ratio schedule”; yg didasarkan penyajian bahan pelajaran dengan penguat sehabis rata-homogen respon
3. “Fixed interval schedule”; yg berdasarkan atas satuan waktu namun diantara “reinforcement”
4. “variable interval schedule”; anugerah renforcement menurut respon betul yg pertama sehabis terjadi kesalahan-kesalahan respon.

Paling tidak nir, terdapat enam konsep operant conditioning ini yaitu :
a. Penguatan positif serta negatif
b. Shopping, artinya proses pembentukan tingkah laris yang makin mendekati tingkah laku yang diperlukan.
c. Pendekatan suksesif, merupakan proses pembentukan tingkah laku yg menggunakan penguatan dalam waktu sempurna sampai respon pun sinkron dengan yg diisyaratkan.
d. Extention, adalah proses penghentian kegiatan menjadi akibat berdasarkan ditiadakannya penguatan.
e. Chaining of respons, ialah respon serta stimulus yang berangkaian satu sama lain
f. Jadwal penguatan ialah variasi anugerah peguatan : rasio permanen serta bervariasi, interval tetap serta bervariasi.
g. Menurut 

Menurut thondike, belajar bisa dilakukan menggunakan mencoba-coba (trial and error).mencoba-coba ini dilakukan, manakala seorang nir tahu bagaimana harus memberikan respon atas sesuatu. Dalam mencoba-coba ini seseorang mungkin akan menemukan respoons yang tepat berkaitan menggunakan problem yg dihadapinya.

Karakteristik belajar trial dan error merupakan sebagai berikut :
a. Adanya motivatie dalam diri seorang yg mendorong buat melakukan sesuatu
b. Seseorang berusaha melakukan berbagai macam respons pada rangka memenuhi motive-motivenya.
c. Respons-respons yg dirasakan nir bersesuaian dengan motivenya dihilangkan
d. Akhirnya seorang menerima jenis respon yang paling sempurna.

Beberapa hukum belajr yang ditemukan oleh Thoendike adalah sebagai berikut :

a. Hukum kesiapan (law of readiness). Jika seseorang siap melakukan sesuatu, dan ia melakukannya, maka beliau puas. Sebaliknya, jika ia siap melakukan sesuatu, tetapi tidak melakukannya, maka beliau tidakpuas. Implikasi menurut aturan ini adalah, bahwa motivasi sangat penting pada belajar. Sebab pemuas yg diantaranya berupa terpemenuhinya motif-motif seorang, berakibat seorang belajar berulang-ulang.
b. Hukum latihan (low of exercise). Jika seorang mengulang-ulang respons terhadap suatu stimulus, maka akan memperkuat hubungan antara respon dan stimulus. Sebaliknya bila respons tersebut tidak digunakan, hubungannya menggunakan stimulus semakin lemah. Namun lemah serta kuatnya hubungan antara respons dan stimulus tadi tergantung pada memuaskan tidaknya respons yang diberikan. Implikasi hukum ini merupakan baha belajar dimulai menurut strata yang mudah berangsur-angsur menuju yg sukat. Berangkat berdasarkan yg sederhana berangsur-angsur menuju ke yg kompelks.
c. 0hukum akibat (law of effect). Manakala hubungan antara respon menggunakan stimulus menyebabkan kepuasan, maka strata penguatannya kian akbar. Sebaliknya jika interaksi antara respon dengan stimulus menyebabkan ketidak puasan, maka strata penguatannya kian lemah. Dengan perkataan lain, hukum akibat ini punya keyakinan bahwa orang punya kesamaan mengulang respon yang memuaskan menggunakan menghindari respon yang tidak memuaskan. Hukum ini membawa implikasi kebenaran bagi diadakannya eksperimentasi dalam belajar.

Selain mengemukakan tiga hukum belajar, Tondike mengemukakan prinsip-prinsip belajar, yaitu :
a. Pada waktu seseorang berhadapan dengan sebuah situasi yang bagi dia termasuk baru, aneka macam ragam respon ia lakukan. Respon tadi terdapat kalanya bhineka sampai yg bersangkutan memperoleh respon yg benar.
b. Apa yg terdapat dalam diri seseorang, baik itu berupa pengalaman, kepercayaan , perilaku dan hal-hal lain yg telah ada pada dirinya, turut memilih tercapainya tujuan yang ingin dicapai.
c. Pada diri seorang sebenamya masih ada potensi buat mengadakan seleksi terhadap unsur-unsur penting menurut yg kurang atau krusial sampai akhirnya bisa memilih respon yg sempurna.
d. Orang cenderung memberikan respon yang sama terhadap situasi yang sama.
e. Orang cenderung mengadakan assosiative shiffing, artinya menghubungkan respon yang ia kuasai menggunakan situasi eksklusif tatkala menyadari bahwa respon yg ia kuasai menggunakan situasi tersebut memiliki interaksi.
f. Manakala suatu respon cocok menggunakan situasinya relatif mudah buat dipelajari (concept belongingness).