KOMPETENSI SUPERVISI KEPALA SEKOLAH MASIH PERLU DITINGKATKAN



Penelitian Analytical and Capacity Development Partnership (ACDP) mengenai kompetensi yg wajib dimiliki kepala sekolah, hasil kerjasama pemerintah Indonesia, Australia, Eropa, serta Asian Development Bank, terhadap 4070 ketua sekolah pada 55 kabupaten/kota menurut tujuh provinsi di Indonesia, membicarakan supervisi adalah kompetensi terminim yg dimiliki kepala sekolah di Indonesia, dibandingkan dengan kompetensi lain.
Nilai tersebut merupakan sebesar tiga.00 dari skala 1.00-4.00, dengan nilai sebanyak 4.00 buat kompetensi lain. Adapun kompetensi ketua sekolah terdiri dari kompetensi kepribadian menjadi ketua sekolah, manajerial, kewirausahaan, mengajar, serta kompetensi memberikan penyuluhan terhadap guru. Ketujuh provinsi tersebut merupakan provinsi Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua.
Akibatnya, evaluasi, dan peningkatan terhadap kualitas belajar mengajar nir bisa akurat dilakukan. Lantaran, kepala sekolah tidak melakukan pengawalan terhadap tugas harian pengajar. Demikian pernyataan tadi disampaikan perwakilan pemerintah Australia John Pettit, waktu membuka komisi pertama Konferensi Internasional Best Practice Bagi Pengembangan Kepemimpinan Kepala Sekolah (The 4th International Conference on Best Practice for School Leadership Development), pada Yogyakarta, Selasa kemarin (11/6).
Masih di ketika yg sama, Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusa Pendidikan dan Kebudayaan serta Penjaminan Mutu Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (BPSDM dan PMP Kemdikbud), Syawal Gultom menyampaikan perlunya diingatkan balik para ketua sekolah untuk menjalankan tugas pengawasan. Sehingga, kompetensi supervisi pun dapat ditingkatkan.
Menurut Syawal, penyebab kelemahan kompetensi pengawasan berada pada perlakuan prioritas yang diberikan ketua sekolah, terhadap urusan bersifat administratif, dibandingkan dengan supervisi terhadap aktivitas belajar mengajar di sekolah. “Kepala sekolah itu ya pengajar dengan tugas tambahan sebagai kepsek, maka kita kembalikan ke posisi awal wajib bisa supervisi pengajar di sekolahnya,”ujar mantan rektor Universitas Negeri Medan itu.

Pada taraf ASEAN, Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan serta Kebudayaan (Pusbangtendik Kemdikbud) menggelar The 4th International Conference on Best Practice for School Leadership Development, pada Hotel Sahid Rich, Yogyakarta, menurut tanggal 10-14 Juni 2013. Sebanyak 11 negara Asia Tenggara menggunakan total 120 orang peserta, yg terdiri berdasarkan 90 orang peserta pada negeri, dan 30 orang peserta luar negeri berpartisipasi pada perhelatan tahunan ini. Harapannya, para kepala sekolah menurut perwakilan masing-masing negara dapat saling mengembangkan pengalaman, pengetahuan. Sehingga, tidak masih ada kesenjangan warta tentang pengawasan antar negara partisipan.
Sumber:
//www.kemdikbud.go.id/kemdikbud/informasi/1430

PENGERTIAN KEPEMIMPINAN DARI BERBAGAI AHLI

Pengertian Kepemimpinan Dari Berbagai Ahli 
A. Pengertian Kepemimpinan
Secara umum mungkin bisa diartikan kepemimpinan tersebut menjadi aktivitas buat mempengaruhi orang-orang yang diarahkan terhadap pencapaian tujuan organisasi. Namun demikian tampaknya pengertian kepemimpinan sang para pakar tadi masing-masing terdapat perbedaannya tergantung menurut sudut pandang, penekanannya, keluasannya dan kedalaman yg terkandung pada dalamnya. Sutisna (1993) contohnya merumuskan kepemim-pinan tersebut menjadi suatu proses mempengaruhi aktivitas seorang atau sekelompok orang dalam usaha ke arah pencapaian tujuan dalam situasi tertentu. Sementara Supardi (1988) menyatakan bahwa kepemimpinan tersebut menjadi kemampuan buat mengge-rakkan, mempengaruhi, membimbing, menyuruh, memerintah, melarang, serta kalau perlu menghukum, serta membina dengan maksud supaya insan sebagai media manajemen mau bekerja pada rangka mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien.

Dari beberapa pengertian kepemimpinan tadi menunjukkan bahwa dalam kepe-mimpinan tadi paling nir meliputi tiga hal yg saling berkaitan, yaitu: adanya pemimpin dan karakteristiknya, adanya bawahan, serta adanya situasi pada kelompok loka pemimpin dan bawahan saling berinteraksi. 

Dengan demikian untuk bisa dijelaskan efektifnya suatu organisasi tersebut dalam mencapai tujuannya akan sangat tergantung pada: pertama pemimpin serta karakteristiknya yang pada manajemen kemudian lazim dianggap serta dikenal menggunakan istilah pola kepemimpinan atau gaya kepemimpinan, yang mana pola atau gaya kepemimpinan tersebut kemudian secara realitanya akan tampak dalam suatu pola konduite seseorang pemimpin yang khas pada ketika menghipnotis bawahannya, apa yang dipilih sang pemimpin atau yang dikerjakannya, cara memimpin serta bertindak pada menghipnotis bawahannya sehingga bawahannya mau taat dan melakukannya (Thoha.1995). Faktor ke 2 yg dapat memilih efektifnya suatu organisasi pada mencapai tujuannya adalah faktor bawahan yg tekanannya dalam taraf kematangan bawahan tadi, jadi semakin tinggi tingkat kematangan bawahan atau karyawan tadi efektifitas suatu organisasi akan semakin tinggi. Kemudian faktor ketiga yang bisa menentukan efektifnya suatu organisasi dalam mencapai tujuannya adalah faktor situasi interaksi tempat berkerja yg dalam manajemen seringkali dianggap menggunakan istilah iklim organisasi atau budaya organisasi serta lain sebagainya (Komariah serta Triatna. 2006). Sedangkan di sisi yang lain Tilaar (1993) menyatakan bahwa untuk bisa organisasi berhasil mencapai tujuannya secara efektif dalam kondisi yg sedang mengalami aneka macam perubahan merupakan: 
  1. adanya suatu visi yang jelas dari organisasi tadi, 
  2. kejelasan misinya, 
  3. kejelasan rancangan kerjanya, 
  4. sumber daya yang memadai,
  5. keterampilan profesionalitas, serta 
  6. motivasi serta insentif.
Sekolah menjadi suatu organisasi sosial yang adalah bagian penyelenggaraan dari sistem pendidikan nasional, pada waktu ini tampaknya jua mengalami perubahan yg sangat besar pada berbagai dimensi, sebagai akibat adanya perubahan sistem dan kewe-nangan pada mengatur penyelenggaraan sistem pendidikan nasional, yaitu yang dalam mulanya bersifat sentralistik sinkron dengan UU No. Dua tahun 1989 yang telah diganti sebagai sistem yang bersifat desentralisasi sesuai dengan UU No. 20 tahun 2003, telah melahirkan banyak sekali kebijakan yg menuntut kiprah pemerintah wilayah provinsi, kabupaten/kota adanya sistem manajemen, gaya kepemimpinan, dan keterampilan manaje-rial yg lebih tinggi pada penyelenggaraan sistem pendidikan di taraf mikro atau pada taraf sekolah.

Bertitik tolak pada uraian tersebut di atas bisa ditegaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat menentukan dari efektifitas suatu organisasi termasuk dalam bidang pendidikan terutama di sekolah. Tampaknya berdasarkan banyak sekali faktor yg sudah disebutkan pada atas, faktor kepemimpinan yg paling sangat krusial dan determinan mengingat yang akan memenaje bawahan serta mengkondisikan situasi hubungan pada organisasi, serta mengelola faktor-faktor organisasi yang lainnya pada rangka mencapai tujuan organisasi tersebut adalah pimpinan. 

B. Berbagai Gaya Kepemimpinan
Dalam kepustakaan disebutkan ada aneka macam cara pada mendekati kepemimpinan serta karkteristiknya atau gaya kepemimpinan seorang yg disebut efektif. Pendekatan teori kepemimpinan tersebut mulai menurut teori pendekatan sifat, teori pendekatan perilaku, teori pendekatan situasional, dan teori kemungkinan pengembangan kepemimpinan pada era desentralisasi ini. 

Teori pendekatan sifat mencoba mengungkapkan keefektipan dan keberhasilan seseorang pemimpinan menggunakan bertolak dalam asumsi-perkiraan bahwa individu adalah sentra kepe-mimpinan seseorang. Kepemimpinan dipandang menjadi sesuatu yg mengandung lebih banyak unsur-unsur individu terutama sifat-sifat individu. Jadi orang yang memiliki sifat-sifat eksklusif yang dipertimbangkan buat dapat menduduki posisi pimpinan (Mulyasa. 2002). Sifat-sifat bawaan inilah yg membedakan antara pemimpin menggunakan bukan pemim-pin. Demikian pula yg dimaksudkan menggunakan sifat-sifat bawaan tersebut, seperti kekuatan fisik serta susunan syaraf, penghayatan terhadap arah tujuan, antusiasisme, keramahan, integritas, keahlian, kemampuan merogoh keputusan, keterampilan memimpin, serta kepercayaan . 

Tampakya sifat-sifat bawaan seseorang belum mampu menaruh jawaban yang memuaskan, sang lantaran itulah para ahli tampaknya mengalihkan perhatiannya dalam konduite pemimpin. Teori pendekatan kepemimpinan ini tampaknnya memfokuskan serta mengidentifikasi konduite yang spesial dari pemimpin dalam melakukan kegiatan mempenga-ruhi bawahannya. Beberapa studi menggunakan memakai teori pendekatan perilaku kepemimpinan ini adalah Universitas OHIO, dengan melihat konduite inisiatif (initiating structure) dan perhatian (consideration) menurut pemimpin, Universitas Michigan menggunakan melihat perilaku orientasi dalam bawahan, serta orientasi pada produksi dalam organisasi, lalu teori jaringan manajemen oleh Blacke serta Mouton yg melihat perilaku pimpinan menurut perhatiannya terhadap produksi serta karyawannya.

Kemudian yang dimaksud dengan pendekatan situasional merupakan suatu pendekatan yang pada menyoroti perilaku pemimpin dalam situasi tertentu, dengan lebih menekankan kepemimpinan adalah fungsi daripada sebagai kualitas langsung yg timbul lantaran interaksi orang-orang dalam situasi eksklusif. Atas dasar pandangan teori pendekatan situasi-onal dikembangkan beberapa gaya kepemimpinan, misalnya: kepemimpinan kontingensi oleh Fiedler dan Chemers (Mulyasa. 2002) yang mengungkapkan bahwa seseorang akan sebagai pemimpin yang efektif akan sangat tergantung dari interaksi antara pemimpin menggunakan bawahan artinya bagaimana seorang pemimpin bisa diterima sang bawahannya dan bagaimana persepsi pemimpin terhadap bawahannya, struktur tugas pada arti apakah tugas-tugas bawahan adalah menjadi sesuatu yang rutin serta jelas, dan kekuasaan yang bersumber dari organsasi akan mendapatkan kepatuhan yg lebih akbar dari bawahnnya. Kemudian ada juga teori berdasarkan Reddin yg dikenal dengan teori kepemimpinan tiga dimensi. Dasar yang digunakan buat menentukan efektifitas kepemimpinan seorang merupakan perhatian pada produksi dan tugas, perhatian pada bawahan, serta efektifitas (Mulyasa. 2002). Dan salah satu teori kepemimpinan dengan memakai pendekatan situasional ini adalah teori yg dikembangkan Hersey dan Blanchard (1982) yg menyatakan bahwa efektifitas kepemimpinan seseoang akan sangat tergantung dalam tiga faktor, yaitu: pertama faktor perilaku tugas, yang berupa petunjuk sang pimpinan, penje-lasan tertertu apa yang wajib dilakukan, bilamana dikerjakan, bagaimana mengerjakannya, serta pengawasan yg ketat. Kedua, faktor konduite interaksi berupa ajakan pada bawahan melalui komunikasi berdasarkan 2 arah, yaitu pimpinan serta bawahan. 

Dalam bidang pendidikan contohnya ketua sekolah menjadi pemimpin pendidikan akan dihadapkan pada kasus gaya kepemimpinan yang bagaimana sebaiknya diterapkan yang dipercaya sempurna dan sesuai dengan tingkat kematangan pengajar sebagai bawahan. Seperti contohnya kalau taraf kematangan pengajar termasuk tinggi (M4) yg ditandai dengan ciri-karakteristik bawahan atau guru bisa dan mau melakukan peningkatan kualitas kompetensi profesionalismenya, maka gaya kepemimpinan yg seharusnya digunakan oleh seseorang kepala sekolah adalah gaya kepemimpinan delegasi (G4) yang ditandai menggunakan karakteristik-ciri kepemimpinannya tinggi interaksi serta rendah tugas. Demikian juga halnya kalau seorang pemimpin atau kepala sekolah dihadapkan dalam pengajar yang memiliki tingkat kematangan yg termasuk sedang (M3, M2) yang ditandai menggunakan ciri-karakteristik pengajar mampu akan tetapi tidak mau atau pengajar mau tapi tidak bisa melakukan peningkatan kualitas kompetensi profesi-onalismenya, maka gaya kepemimpinan yg seharusnya digunakan sang seseorang kepala sekolah merupakan gaya kepemimpinan partisipasi (G3) yang ditandai menggunakan ciri-karakteristik kepemimpinannya rendah hubungan serta rendah tugas atau gaya kepemimpinan menjajakan (G2) yang ditandai dengan ciri-ciri kepemimpinannya tinggi tugas dan rendah interaksi. Begitu jua halnya jikalau seorang pemimpin atau ketua sekolah dihadapkan pada guru yg mempunyai taraf kematangan yang termasuk rendah (M1) yg ditandai dengan ciri-karakteristik pengajar tidak mampu dan tidak mau melakukan peningkatan kualitas kompetensi profesionalismenya, maka gaya kepemimpinan yang seharusnya dipakai sang seorang kepala sekolah adalah gaya kepemimpinan mendikte (G1) yang ditandai dengan karakteristik-karakteristik kepemimpinannya tinggi tugas dan tinggi interaksi.

Kemudian teori kepemimpinan yg bagaimanakah yang dipercaya paling efektif pada masa kini yg sedang mengalami perubahan dan masa globalisasi. Paling tidak terdapat tiga jenis kepemimpinan yang dipandang referensentatif menggunakan tuntutan jaman yang sedang mengalami perubahan khususnya pada penyelenggaraan sistem pendidikan menggunakan sistem desentralisasi dalam ketika ini. Jenis kepemimpinan yang dimaksud adalah kepemim-pinan transsaksional, visioner, serta kepemimpinan transfomasional (Komariah serta Triatna. 2006., Danim. 2005. 2006). 

Kepemimpinan transaksional yg dimaksudkan adalah pemimpin yg menekan-kan dalam tugas yang diemban sang bawahan, merancang pekerjaannya, beserta mekanisme-nya, bawahan melaksanakannya sesuai dengan kemampuannya, serta pada sisi yang lain bawahan melakukan tugasnya bukan pada rangka buat ekspresi, tetapi buat menerima bonus sinkron dengan beban pekerjaan serta kemampuannya. Dengan kata lain dalam kepemimpinan yang transaksional pimpinan dihadapkan pada bawahan yg masih kurang matang yg ingin memenuhi kebutuhan hidupnya dari sisi sandang, pangan, dan papan. Dengan demikian kepemimpinan transaksional diklaim pula menggunakan dorongan konti-ngen dalam bentuk reward serta punishment yg adalah kesefakatan bersama pada kontrak kerja yg apabila bawahan dapat bekerja menggunakan berhasil baik sinkron dengan asa, maka pula akan menerima kontingen berupa imbalan. Dalam kaitan ini Hoover, dan Leitwood (pada Komariah serta Triatna. 2006) mengungkapkan secara skematis gaya kepe-mimpinan transaksional sebagai bagan di bawah ini.

BAGAN KEPEIMIMPINAN TRANSAKSIONAL

Kepemimpinan yg visioner, yaitu kepemimpinan yg kerja pokoknya difokus-kan dalam rekayasa masa depan yang penuh tantangan. Kepemimpinan yang visioner adalah ditandai sang adanya kemampuan dalam menciptakan perencanaan yg jelas sebagai akibatnya berdasarkan rumusan visinya akan tergambar target apa yang hendak dicapai berdasarkan pengembangan forum yang dipimpinnya. Kepemimpinan visioner merupakan pemimpin yang memiliki kemampuan untuk merumuskan, mengkomunikasikan, mensosialisasikan, mentransforma-sikan, dan mengimplementasikan pikiran-pikiran idealnya atau sebagai hasil interaksi sosial diantara anggota organisasi serta yg diyakini menjadi asa organisasi di masa depan yg wajib diraih dan diwujudkan melalui komitmen seluruh personel.

Kemudian kepemimpinan transformasional adalah menjadi suatu proses yg dalam dasarnya para pemimpin serta pengikutnya saling menaikan diri ketingkat moralitas serta motivasi yang lebih tinggi (Komariah serta Triatna. 2006). Kepemimpinan transformasional merupakan pemimpin yang memiliki wawasan jauh ke depan serta berupaya memperbaiki dan menyebarkan organisasi untuk pada masa depan. Danim (2006) dengan mengutip Burns menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional suatu proses kepemimpinan yg mana pemimpin serta bawahannya saling merangsang diri satu sama lain buat menaikkan moralitas dan motivasinya yang lebih besar yang dikaitkan menggunakan tugas pokok serta fungsinya. Dengan kepemimpinan transformasional ini akan mampu membawa kesadaran pengikutnya memunculkan ilham-pandangan baru produktif, hubungan yang sinergik, tanggungjawab, kepedulian terhadap pendidikan, asa bersama serta nilai-nilai moral, bersama-sama menerjemahkan visi, misi organisasinya. 

Kalau pengertian kepemimpinan transformasional tadi digambarkan dalam bentuk bagan dengan mengutif berdasarkan Komariah serta Triatna (2006), maka akan tampak seperti dalam bagan 02 pada bawah ini. 

BAGAN KEPEMIMPINAN TRANSFORMASINAL

Secara lebih kentara pada menggambarkan kepemimpinan transformasional tadi adalah misalnya yg dikemukakan oleh Bass dan Aviola (Komariah serta Triatna. 2006), sebagai berikut:
1. Perilaku pemimpin yg membuat rasa hormat dan rasa percaya diri pada bawah-annya. Perilaku pemimpin seperti ini pula mengandung arti saling berbagi risiko mela-lui pertimbangan kebutuhan para staf pada atas kebutuhan pribadi serta perilaku moral etis.
2. Perilaku pemimpin yang senantiasa menyediakan tantangan pekerjaan bagi bawahannya dan memperhatikan makna pekerjaan bagi bawahannya. Pemimpin pertanda atau mendemontrasikan komitmen terhadap target organisasi melalui perilaku yang dapat diobservasi. Pemimpin adalah motivator yg bersemangat terus membangkitkan antu-siasisme dan optimisme staf.
3. Perilaku pemimpin yang memperaktekkan penemuan-inovasi. Sikap dan konduite kepe-mimpinannya berdasarkan pada pengetahuan yang berkembang dan secara intektual dia mampu menerjemahkan dalam bentuk kinerja yg produktif. Sebagai intelektual pemimpin senantiasa menggali inspirasi-pandangan baru dan solusi yg kreatif dari para staf dan tidak lupa mendorong staf mempelajarinya dan melakukan pendekatan baru dalam mela-kukan pekerjaan.
4. Perilaku pemimpin merefleksikan dirinya sebagai orang penuh perhatian dalam men-dengarkan dan menindaklanjuti keluhan, pandangan baru, asa, serta segala tambahkan yang disampaikan oleh staf. Bahkan secara lebih rinci Anderson (Usman. 2006), menerangkan ciri-karakteristik menurut kepemimpinan tarnsformasional adalah menjadi berikut. Pertama kepemimpian transformasinal mempunyai atau bercirikan bahwa seseorang pemimpin tersebut pertama harus memberitahuakn diri menjadi komunikator: yaitu mengenali bawahannya, mengelola bawahannya, tahu bawahan-nya menggunakan seksama, mengkomunikasikan visinya dengan bawahannya, mengakui keberhasilan bawahannya, menahan emosi terhadap bawahannya, mengatasi permasalahan antar pribadi, membina interaksi yg efektif dan menyenangkan terhadap bawahanya, menghormati dan menghargai bawahanya, memberikan dukungan terhadap bawahannya. Kedua sebagai konselor, yaitu: membantu bawahannya mengatasi masalahnya, membantu bawahannya menciptakan rencana atau tujuan yg ingin dicapai, memotivasi bawahannya buat bertindak, menghadapi orang-orang yang jenuh dan membangkang, melakukan pemindahan bawah-annya secara selektif, serta efektif, membagi pengalaman pada bawahanya, membina bawahannya buat mencapai tujuan, mengevaluasi kinerja serta menaruh unpan balik . Ketiga pemimpin tadi wajib memberitahuakn diri menjadi konsultan, yaitu: melaksanakan konsultasi serta komunikasi dengan bawahanya, menciptakan nilai serta budaya beserta, melegitimasi kepemimpinan orang lain, memfasilitasi perkembangan gerombolan , mengklarifikasi norma-kebiasaan, nilai-nilai, dan keyakinan, mengkomunikasikan visi serta misi, serta tujuan arganisasi, memecahkan konflik organisasi, menghadapai anggota yg mengganggu, meneliti kabar yg penting bagi bawahan serta organisasi, merencanakan dan mengkoordinasikan banyak sekali sumberdaya organisasi. 

Tampaknya mencermati gaya kepemimpinan transsaksional, visioner, dan tarnsfor-masional masing-masing menurut ketiga jenis gaya kepemimpinan tersebut memiliki kekhusus-nya yang saling melengkapi sinkron menggunakan jenis pertarungan serta prosedur kerja pada hubungannya dengan para bawahannya. Dari ketiga jenis gaya kepemimpinan tadi gaya kepemimpinan transformasional disebutkan sebagai gaya kepemimpinan yang memiliki sisi-sisi yg paling cocok dengan jaman kini ini.

Berdasarkan pada pembahasan terhadap beberapa jenis gaya kepemipinan seperti yg sudah diuraikan pada atas, ternyata masih ada aneka macam jenis gaya kemimpinan yg masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahannya. Dari hasil pembahasan terhadap berbagai jenis gaya kepemimpinan tadi sepertinya memang benar bahwa kepemim-pinan transformasional tersebut memiliki kelebihan, karena memperhatikan serta sebagai-kan aneka macam sisi positif yang dijadikan dasar dalam menyebarkan teori kepemimpinan yg lainnya tadi, baik pada teori yang menggunakan pendekatan sifat, pendekatan konduite, serta pendekatan situasional, sepertinya tercakup di dalamnya. Kemudian kepada para kepala sekolah silahkan merfleksi diri pada melaksanakan tugas-tugas sebagai kepala sekolah menggunakan berpijak pada banyak sekali teori kepempinan tadi, lebih lanjut menghayati banyak sekali kelebihan dan kekurangan menurut setiap gaya kepemimpinan. Lebih lanjut akan bisa mengambil sisi-sisi positifnya dan mengaplikasikannya dalam menjalankan tugas-tugas sebagai ketua sekolah sebagai akibatnya akan dibutuhkan berdampak langsung terhadap pening-katan mutu pengelolaan pendidikan di sekolah.

C. Kepemimpinan Asta Sebagai Gaya Kepempinan Berbasis Budaya Bali
Pada ketika kini ini rakyat Bali pada umumnya serta warga akademik khususnya nampak menerangkan adanya kecendrungan bahwa pada belajar mengenai kepemimpinan lebih banyak dan lebih senang pada teori-teori yang asal dari negara-negara barat, seperti teori-teori manajemen serta kepemimpinan yg berkembang di Eropa serta Amerika. Masyarakat Bali dalam umumnya serta warga akademik khususnya apabila pada melakukan suatu aktivitas akademik yang berfokus pada masalah kepemimpinan maka pada dalam menguraikan, membahas, menyelidiki, menganalisisnya tanpa berpijak dan berlandaskan dalam teori-teori manajemen dan kepemimpinan yg berkembang di global barat tadi, maka produk berdasarkan karya kegiatan ilmiah tersebut akan dirasakan kurang berkualitas, kurang ilmiah, kurang terbaru, kurang canggih, serta terkesan kurang menarik. Padahal disisi lain sebenarnya masih ada teori-teori kepemimpinan yg nir kalah baiknya dan hebatnya yang terdapat serta bersumber dari budaya bangsa, khususnya sastra-sastra Agama Hindu yg adalah mahakarya yg luhur dan adi luhung yang diwariskan sang nenek moyang bangsa Indonesia berdasarkan semenjak jaman dahulu yg seharusnya pula sangat penting perlu dipelajari dan bisa dijadikan acum, landasan pijakan pada dalam membahas perkara-kasus kepemimpinan, serta diaplikasikan pada mengemban suatu kepemimpinan tadi termasuk dalam dunia pendidikan khususnya para kepala sekolah. Ariasna (1988) misalnya menjelaskan ada beberapa pola atau sisfat-sifat kepemimpinan yg bersumber berdasarkan budaya bangsa, khususnya sastra-sastra Agama Hindu, misalnya: (1) contoh kepemimpinan dari Niti Sastra, (2) Asta Brata, (tiga) Panca Sthiti Dharmaning Prabhu, (4) Asta Dasa Paramiteng Perabhu, (lima) Panca Pendawa, (6) Catur Kotamaning Nrpati, serta (7) Catur Naya Sandhi. 

Dalam buku ajar ini juga dibahas keliru satu model atau sifat kepemimpinan yg bersumber menurut teori-teori budaya, dan sastra-sastra kepercayaan Hindu tersebut, yaitu contoh atau kepemimpinan Asta Brata.tulisan ini dilakukan buat mencoba menelusuri dan menggambarkan bagaimana kelebihan dan kehebatan berdasarkan teori-teori kepemimpinan yang bersumber menurut budaya, karya-karya santra, dan agama Hindu tersebut, pula menjadi bahan tambahkan bagi warga atau publik khususnya para kepala sekolah sebagai pelaku, sebagai pigur pendidikan yg sentral serta strategis buat dijadikan rujukan dalam penyelengaraan pengelolaan pendidikan pada sekolah, serta pada rangka ikut mewujudkan pencapaian target kebijakan lokal gerakan serta melestarikan Ajeg Bali.

Dalam kepustakaan disebutkan terdapat aneka macam cara dalam mendekati kepemimpinan serta karkteristik atau gaya kepemimpinan seorang. Pendekatan teori kepemimpinan tersebut mulai berdasarkan teori pendekatan sifat, teori pendekatan konduite, teori kontingensi, serta pendekatan situasional (Mulyasa.2002). Demikian juga dalam saat jaman globalisasi seka-rang ini yang penuh ditandai dengan adanya perubahan pada semua aspek kehidupan manusia yg begitu cepat serta dasyat jua dikaji teori kepemimpinan yang dipercaya sinkron dengan jamannya seperti teori kepemimpinan dalam keberagaman budaya (Gerring Supriyadi, Suradji, Daan Suganda. 2001), kemudian teori kepemimpinan transaksional, visioner, dan transformasional (Komariah dan Triatna. 2006., Danim. 2005. 2006., Raihani. 2010). 

Semua gaya atau pola kepemimpinan yang disebutkan pada atas dalam dasarnya adalah adalah teori-teori pada manjemen dan kepemimpinan yg dipelajari serta berkem-bang di dunia barat. 

Dalam pembahasan berikutnya akan dibahas teori kepemimpinan Asta Brata yg adalah keliru satu teori kepemimpinan yg bersumber dari budaya, dan sastra kepercayaan Hindu. Dipilihnya teori kepemimpinan Asta Brata pada pembahasan ini, karena model kepemimpinan ini tidak saja dikenal khususnya pada masyarakat Indonesia yg beragama Hindu, namun telah dikenal oleh seluruh warga bangsa Indonesia pada umumnya. Alasan lainnya yang dapat disebutkan mengapa pola kepemimpinan Asta Brata ini perlu dibahas lantaran mempunyai kebenaran universal, memiliki nilai yg luhur serta adi luhung, dari dari warisan budaya bangsa bersumber dari ajaran agama Hindu. Oleh karenanya contoh kepemimpinan Asta Brata tadi sangat penting dipelajari, dipahami sehingga bisa diaplikasikan dalam melaksanakan tugas para pemimpin, baik menjadi pemimpin tata cara, pemimpin kepercayaan dan pemimpin dalam berbagai organisasi formal pada kehidupan berbangsa dan bernegara. Mengingat begitu pentingnya model kepemimpinan Asta Brata ini, maka dahulu dalam jaman pemerintahan Presiden Soeharto saat menerima para peserta pekan Wayang Indonesia ke VI di Istana Negara menyatakan bahwa mengenai pendidikan kepemimpinan yg belum diperoleh pada sekolah sanggup diajarkan lewat tokoh-tokoh rakyat khususnya para Dalang yakni Asta Brata yg sebagai dasar kepemimpinan pada kisah Ramayana dan kisah Maha Brata. Lebih jauh mantan Presiden Soeharto pula menyatakan Asta Brata memberikan ajaran yang gampang dipahami, lantaran memakai alam kreasi Tuhan Yang Maha Esa sebagai ancer-ancer atau titik tolak, yaitu menggunakan mendalami atau menghayati sifat dan watak alam semesta, baik sifat bumi, samudra, angin, angkasa, surya, bulan, api dan bintang. Lebih lanjut dia pula menyatakan bahwa kalau saja seluruh masyarakat Indonesia sanggup dan dapat mengusut kepemimpinan Asta Brata ini, mulai berdasarkan yang muda hingga kepada yg pada waktu sekarang ini memegang pimpinan mau serta bisa menerapkan sifat serta tabiat alam yg digunakan sebagai ancer-ancer kepemimpinannya, aku kira Indonesia akan menjadi jaya (Ariasna. 1998). Dari kutipan tadi memperlihatkan bahwa betapa mantan Presiden Soeharto mengharapkan kepemimpinan Asta Brata tersebut agar dipelajari karena sudah terbukti memiliki berbagai kelebihannya dari sejak jaman dahulu yakni sejak jaman nenek moyang bangsa Indonesia pada jaman kejayaan kerajaan Sri Wijaya serta kerajaan Majapahit. 

Oleh karena contoh kepemimpinan Asta Berata tadi adalah warisan budaya bangsa, warisan budaya Hindu maka wajib dipelajari, dipahami secara baik, serta telah tentunya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari oleh seluruh orang yang diklaim pemimpin, apakah pemimpin dalam bidang norma, kepercayaan , bangsa serta negara termasuk para ketua sekolah. Bahkan khususnya warga Bali dengan memeriksa, memahami secara benar, serta menerapkannya secara konsisten pada melaksanakan tugas menjadi ketua sekolah berarti pula para kepala sekolah tersebut sudah ikut berpartisipasi dalam menyukseskan kebijaksanaan lokal gerakan serta melestarikan ajeg Bali. Persoalannya merupakan bagaimanakah model dan profil kepemimpinan Asta Brata tersebut secara lebih lengkap dan utuh.

Asta Berata asal dari kata Asta yang berarti delapan, dan Brata yg berarti tugas, kewajiban, laris primer, keteguhan hati (Oka Mahendra. 2001). Dengan demikian Asta Brata berarti delapan tugas atau kewajiban primer yg mesti dipegang teguh oleh seseorang pemimpin pada melaksanakan tugas seorang pemimpin. Asta Brata terdapat dalam Kitab Manawadharma Sastra atau Manusmrti Bab IX Sloka 303 yang menyatakan sebagai berikut: ”Hendaknya raja atau pemimpin berbuat seperti perilaku yg sama menggunakan Indra, Surya, Wayu, Yama, Waruna, Candra, Agni serta Pertiwi”.

Demikian juga ajaran Asta Brata tersebut masih ada dalam Kakawin Ramayana yang diubah sang Pujangga Walmiki dan terdiri atas 10 seloka (Wiratmadja. 1995). Dalam seloka pendahuluannya disebutkan mengenai sifat Hyang Widhi Waca yang menjadikan kekuatan umatnya serta menggambarkan tentang kemampuan yg wajib dimiliki sang segenap pemimpin. Kemudian pada sloka yang keduanya disebutkan: ”Dewa Indra, Yama, Surya, Candra, Anila/Bayu, Kuwera, Baruna, serta Agni itulah delapan Dewa yg merupakan badan sang pemimpin, kedelapannya itulah yang adalah Asta Brata”.

Kemudian penerangan dari Asta Brata tadi menggunakan merujuk pada penjelasan Oka Mahendra (2001) dapat disajikan menjadi berikut pada bawah ini.

1. Indra Brata. Di pada Manusmerti Bab. IX: 304 dikemukakan sebagai berikut: ”Laksana Indra yg mencurahkan hujan pada musim hujan. Demikianlah raja menempati kedudukan Indra dengan menghujankan dana kekakayan bagi kerajaannya”. Kemudian dalam Ramayana XXIV: 58 dikemukakan: ”Beginilah brata Hyang Indra yang harus diikuti yaitu memberikan hujan kesejahteraan pada warga , anda hendaknya meniru brata Indra ini, sudana-lah yg anda limpahkan demi kesejahtraan masyarakat”.

Sesuai dengan ajaran Indra Brata seperti yg telah dikutip pada atas seorang pemimpin hendaknya sanggup memenuhi keperluan dasar rakyat di bidang ekonomi, membe-rikan rasa aman, menaikkan kecerdasan masyarakat, memberikan perhatian yg besar dalam masyarakat lapisan bawah, acapkali turun ke bawah menyerap aspirasi warga menjadi masukan dalam merogoh kebijakan, serta mampu menghanyutkan segala bentuk defleksi serta penyelewengan yg Mengganggu kesejahtraan serta keadilan pada rakyat. 

Dengan demikian pemimpin hendaknya bagaikan air hujan yang turun berdasarkan langit yang menaruh kesejukan, menghapuskan kegersangan sehingga tercipta kesejahteraan lahir bathin secara adil dan merata hingga menggunakan lapisan rakyat yg paling bawah dan ke semua penjuru. 

2. Yama Brata. Di dalam Manusmerti Bab. IX: 307 dikemukakan sebagai berikut: ”Laksana Yama yang saatnya bertindak tegas kepada teman juga pada versus, demikianlah hendaknya semua rakyatnya dikendalikan oleh raja sinkron menggunakan kedu-dukannya menyerupai Dewa Yama”. Kemudian dalam Ramayana XXIV: 54 dikemu-kakan: ”Dalam menghadapi perbuatan hendaknya diterapkan ajaran Yama Brata yaitu menghukum setiap perbuatan pencurian apalagi apabila hingga menyebabkan kematian. Ikut dihukum mereka yg turut dan berbuat galat. Setiap orang yg mengacaukan negara patut mendapatkan hukuman meninggal”.

Jadi sesuai dengan ajaran Yama Brata misalnya yg telah dikutip di atas seseorang pemimpin harus mampu menciptakan ketertiban menggunakan aturan menjadi sarananya. Semua orang termasuk penguasa wajib tunduk serta taat dalam aturan sebagai wahana ketertiban serta pembangunan. Tidak terdapat seorangpun yang kebal aturan, berdiri pada atas hukum, atau berada pada luar hukum. Dengan demikian sebagai seseorang pemimpin harus sanggup menegakan wibawa hukum, menggunakan hukum menjadi dasar tindakannya, memperlakukan seluruh orang sama di depan aturan, berlaku adil menggunakan menghormati harkat dan prestise insan.

3. Surya Brata. Di pada Manusmerti Bab. IX: 305 dikemukakan menjadi berikut: ”Laksana Surya, selama delapan bulan menyerap air melalui sinar panasnya yg tidak terlihat, demikianlah hendaknya beliau menggunakan perlahan-huma menarik pajak masyarakat-nya, sinkron dengan kedudukannya yg menyerupai Matahari” Dari kutipan tadi terkesan mengemukakan sesuatu makna yang spesifik hanya pada hal pemungutan pajak. Tampaknya pada Ramayana XXIV: 55 akan mempunyai makna yang lebih luas karena di dalamnya dikemukakan: ”Dewa Matahari selalu menyerap air perlahan-huma tidak tergesa-gesa, demikianlah hendaknya jika anda menginginkan sesuatu pada mengambilnya, hendaknya menjadi caranya Matahari, yaitu selalu menggunakan cara yang lemah lembut”.

Dari kutipan-kutipan tersebut pada atas sesuai dengan ajaran Surya Brata seseorang pemimpin dibutuhkan mampu menggali potensi pajak menjadi asal pendapatan dan asal pembangunan yang dipungut secara adil, maupun membebaskan tanah buat pembangunan contohnya haruslah dilakukan dengan sebaik-baiknya. Seorang pemimpin nir boleh tergesa-gesa, tanpa perencanaan yg mantap dan tujuan yang kentara merogoh sesuatu berdasarkan warga . Setiap asal pendapatan yg dipungut menurut warga wajib dikembalikan pada rakyat, buat kesejahteraan masyarakat. Jadi ibarat surya yang menyerap air menurut samudra, lalu sebagai mendung, serta akhirnya menjadi hujan yang turun menyegarkan segala yg terdapat pada bumi. Dengan demikian pemimpin jua dituntut buat melindungi kepada rakyatnya menurut segala bentuk, serta bisa memberikan energi, kekuatan kepada rakyat supaya memiliki motivasi dan kegairahan buat membentuk menggunakan mengandalkan kemampuan sendiri. 

4. Candra Brata. Di dalam Manusmerti Bab. IX: 309 dikemukakan menjadi berikut: ” Baginda merupakan raja yang menduduki tempatnya Dewi Candra, yang rakyatnya menyambut kehadirannya menggunakan penuh bahagia hati, menjadi orang-orang yg gembira melihat bulan purnama”. Kemudian dalam Ramayana XXIV: 56 dikemu-kakan: ”Laku utama dari Dewa Bulan menciptakan semua dunia merasa senang . Demikianlah tindakan adinda, hendaknya selalu anggun menjadi air kehidupan, junjung tinggilah orang tua dan orang-orang bijakasana dan bermurah hatilah terhadap mereka” 

Jadi sinkron menggunakan ajaran Candra Brata maka seseorang pemimpin tadi haruslah meperlakukan bawahannya menggunakan penuh kasih sayang, penuh kesejukan, serta menggunakan penuh simpatik. Menghormati para sesepuh dan pini sepuh, lebih-lebih orang yg banyak berjasa dalam rakyat, para rohaniawan, cendekiawan, karena mereka membimbing rohani serta mencerdaskan rakyat. Pemimpin wajib sanggup memberi sinar terperinci, menyejukan, serta membahagiakan rakyatnya.


5. Vhayu Brata (Maruta). Di pada Manusmerti Bab. IX: 306 dikemukakan menjadi berikut: ”laksana wahyu (angin) berkecimpung kemana-mana masuk merupakan napas bagi semua mahluk hayati, demikianlah hendaknya raja melalui segala arah, karena sebagai inilah kedudukannya menyerupai angin”. Kemudian dalam Ramayana XXIV: 56 dikemukakan:”Hendaknya anda berbuat menjadi angin jika anda ingin menilik tingkah laku orang lain. Penyelidikan itu hendaknya dilakukan dengan sopan nir nampak. Itulah Bayu Brata yg tinggi nilainya dan membawakan jasa yang sangat mengagumkan.”

Dari 2 kutipan di atas bisa disebutkan bahwa seorang pemimpin dari ajaran Vhayu Brata pertama harus menguasai semua wilayahnya, rakyatnya serta menjadi nafas kehidupan bagi semua mahluk. Kedua Pemimpin harus berkomunikasi serta melakukan kunjungan resmi juga tidak resmi, selalu berkomunikasi dengan rakyatnya secara timbal pulang. Jadi pemimpin bagaikan angin berada dimana-mana memhami apa yg hayati dan berkembang serta terjadi di tengah-tengah rakyatnya, baik berupa masalah-masalah, keluhan-keluhan, yg akan Mengganggu harapan rakyatnya. Menurut ajaran Asta Brata pengawasan juga sangat penting dilakukan untuk mengukur apa yg dicapai, menilai, serta mengadakan pemugaran terhadap banyak sekali kebijakan yang dilihat perlu. Pengawasan yang dilaksanakan tidak saja inheren pada sistem, namun melekat dalam diri sendiri, sebagai akibatnya walaupun nir tampak, tetapi dirasakan terdapat misalnya layaknya angin yg ada pada mana-mana.

6. Bhumi (Dhanada). Di dalam Manusmerti Bab. IX: 331 dikemukakan sebagai berikut: ”laksana Bhumi menunjang semua mahluk hidup secara adil serta merata, demikianlah hendaknya raja terhadap rakyatnya sinkron menggunakan kedudukannya sebagai mak pertiwi”. Kemudian pada Ramayana XXIV: 58 dikemukakan:” Nikmatilah kekayaan hayati ini, tanpa melewati batas, baik dalam makan, minum, pakaian serta perhiasan, itulah laksana primer menurut Dewa Dhanada yang hendaknya dipegang sebagai model”.

Dari 2 kutipan tersebut pada atas para pemimpin hendaknya mengusahakan kesejah-teraan seluruh mahluk secara adil dan merata. Sesuai menggunakan fungsi bumi pemimpin hendaknya memberi peluang serta kesempatan yg sama pada rakyatnya buat memperoleh kesejahteraan lahir dan bathin. Memperhatikan kesejahteraan masyarakat poly, para pemimpin wajib menjadi tauladan pada menerapkan pola hayati sederhana, serta nir dibenarkan melewati batas dalam memakai kekayaan buat porto hayati.

7. Varuna Brata. Di pada Manusmerti Bab. IX: 308 dikemukakan menjadi berikut: ” Laksana orang-orang berdosa tampak terikat tali sang Waruna, demikianlah hendaknya raja menghukum orang-orang itu sinkron kedudukannya menyerupai Waruna”. Kemudian dalam Ramayana XXIV: 58 dikemukakan: ”Dewa Waruna memegang senjata yangat berbisa yaitu Nagapasa yang dapat mengikat secara ketat, anda hendak-nya menggunakan secara teladan hakekat dari Nagapasa ini, yaitu anda wajib mengikat menggunakan ketat”. 

Bedasarkan dalam kutipan pada atas dapat disimpulkan bahwa seorang pemimpin haruslah memerangi semua jenis tanpa kenal kompromi. Pemimpin harus tegas menghukum, mengikat erat-erat orang-orang durjana, pemimpin harus mampu menghalangi asal-asal, demi terciptanya pergaulan sosial yang tertib serta tentram. 

8. Agni Brata. Di pada Manusmerti Bab. IX: 310 dikemukakan sebagai berikut: ”Bila baginda bersemangat pada menumpas dan mempunyai kekuatan yg dasyat dan bisa menghancurkan penguasa-penguasa yg , maka sifat baginda sama dikatakan seperti Agni”. Kemudian pada Ramayana XXIV: 60 dikemukakan:” Kewa-jiban utama yang dilakukan sang Bahni (Api) adalah selalu menghanguskan penentang-nya. Keberanian serta ketangguhan buat menghadapi musuh, itulah perlambang api, siapapun yang anda serang niscaya hancur lebur, itulah yang dinamkan Agni Brata”

Berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa seorang pemimpin tersebut harus mempunyai kemampuan pada menegakkan persatuan dan kesatuan bangsa dan daerah negara dan menjaga kekuasaan negara menurut aneka macam ancaman yang datangnya berdasarkan pada serta berdasarkan luar. Pemimpin harus bisa melindungi masyarakat menurut ancaman serta musuh yg datangnya menurut luar serta berdasarkan dalam negeri, pemimpin harus mempunyai kemampuan serta kekuatan buat membasmi segala bentuk demi buat kejayaan rakyat.

Berdasarkan dalam penerangan berdasarkan masing-masing unsur kepemimpinan Asta Brata tadi pada atas, tampak begitu banyak berisi dan mengandung nilai-nilai, norma-kebiasaan, kaidah-kaidah, petunjuk-petunjuk, pedoman yg bisa dan seharusnya ditauladani, ditaati, serta dilaksanakan dan perlu dipertahankan serta dijunjung tinggi sang setiap pemimpin termasuk kepala sekolah. Kemudian bila dipandang secara lebih hati-hati, sepertinya dengan keterbatasan kekeritisan berdasarkan penulis, keterbatasan pada bahan asal kajian terutama yang bersumber dari ajaran-ajaran agama Hindu menjadi pisau atau indera analisisnya, mungkin penulis akan bisa mengidentifikasi serta menjabarkan turunannya secara lebih bebas, sederhana, operasional, serta riil bahwa nilai-nilai, kebiasaan-norma, kaidah-kaidah, petunjuk-petunjuk, panduan yg bersumber dari Kepemimpinan Asta Brata tadi yg seharusnya dapat serta diharapkan ditauladani seorang pemimpin khususnya seseorang ketua sekolah haruslah bisa mewujudkan sifat atau pola kepemimpinan Asta Brata yang bercirikan sekitar atau paling tidak sebagai berikut di bawah ini:
1. Kepala sekolah wajib bisa mewujudkan serta memenuhi keperluan dasar masyarakat/ rakyat sekolah dalam banyak sekali fasilitas material dan non material. 
2. Kepala sekolah wajib memberikan rasa aman pada semua masyarakat sekolah.
3. Kepala sekolah wajib menaikkan kecerdasan seluruh rakyat sekolah. 
4. Kepala sekolah wajib memberikan perhatian yg akbar pada masyarakat sekolah hingga lapisan paling bawah misalnya pesuruh, juga tukang kebersihan sekolah. 
5. Kepala sekolah wajib bisa menyerap aspirasi rakyat sekolah yg bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam merogoh banyak sekali keputusan.
6. Kepala sekolah mampu menegakan wibawa hukum terhadap masyarakat sekolah. 
7. Kepala sekolah wajib berani memberantas dan menghanyutkan segala bentuk penyim-pangan serta penyelewengan yg mungkin dilakukan oleh rakyat sekolah.
8. Kepala sekolah harus mampu membentuk ketertiban sekolah menggunakan aneka macam peraturan, dan hukum menjadi sarananya. 
9. Kepala sekolah harus menggunakan aturan sebagai dasar tindakannya, 
10. Kepala sekolah harus memperlakukan semua warga sekolah sama pada depan aturan, serta berlaku secara adil dengan menghormati harkat dan martabat manusia.
11. Kepala sekolah wajib tunduk dan taat pada hukum sebagai wahana ketertiban serta pembangunan.
12. Kepala sekolah sanggup menggali potensi asal pendapatan dan sumber pembangun-an secara adil.
13. Kepala sekolah tidak boleh tergesa-gesa, tanpa perencanaan yg mantap dan tujuan yang kentara, strategis, dan visioner pada mengambil sesuatu kebijakan.
14. Kepala sekolah bisa melindungi rakyat sekolah.
15. Kepala sekolah bisa menaruh energi, kekuatan kepada masyarakat sekolah supaya memi-liki motivasi dan kegairahan buat menciptakan menggunakan mengandalkan kemampuan sendiri. 
16. Kepala sekolah harus menghormati para sesepuh dan pini sepuh, lebih-lebih orang yang banyak berjasa pada warga , seperti para rohaniawan, cendekiawan, karena mereka membimbing rohani dan mencerdaskan masyarakat sekolah.
17. Kepala sekolah harus mampu memberi sinar terang, menyejukan, dan membahagiakan masyarakat sekolah.
18. Kepala sekolah meperlakukan warga sekolah menggunakan penuh afeksi serta menggunakan penuh simpatik. 
19. Kepala sekolah wajib menguasai seluruh lingkungan sekolah, warga sekolah dan menjadi nafas kehidupan bagi seluruh di lingkungan sekolah. 
20. Kepala sekolah wajib sanggup berkomunikasi secara baik.menggunakan masyarakat sekolah.
21. Kepala sekolah bisa menyebarkan sistem supervisi yg terdapat dalam diri sendiri para rakyat sekolah, sehingga walaupun nir tampak, tetapi dirasakan ada misalnya layaknya angin yg terdapat pada mana-mana. 
22. Kepala sekolah hendaknya memberi peluang dan kesempatan yang sama pada warga sekolah buat memperoleh kesejahteraan lahir serta bathin secara adil serta merata. 
23. Kepala sekolah sebagai pemimpin hendaknya sebagai tauladan bagi masyarakat sekolah dalam menerapkan pola hidup sederhana.
24. Kepala sekolah sebagai pemimpin hendaknya sanggup memerangi seluruh jenis yg kemungkinannya dilakukan oleh masyarakat sekolah tanpa kenal kompromi. 
25. Kepala sekolah sebagai pemimpin hendaknya mempunyai sifat yang tegas menghukum terhadap rakyat sekolah yg melakukan, mengikat erat-erat orang-orang durjana,
26. Kepala sekolah sebagai pemimpin hendaknya bisa menghalangi asal-sumber, demi terciptanya pergaulan sosial yg tertib dan tentram diantara masyarakat sekolah.
27. Kepala sekolah menjadi pemimpin hendaknya memiliki kemampuan pada menegak-kan persatuan serta kesatuan warga sekolah.
28. Kepala sekolah sebagai pemimpin hendaknya bisa melindungi warga sekolah sekolah berdasarkan ancaman yang datangnya menurut luar dan berdasarkan pada sekolah. 
29. Kepala sekolah menjadi pemimpin hendaknya memiliki kemampuan serta kekuatan untuk membasmi segala bentuk demi buat kejayaan sekolahnya.

Demikianlah mungkin pelukisan pola kepemimpinan Asta Brata yang bisa diidentifikasi dan diturunkan dalam bentuk nilai-nilai, kebiasaan-norma, kaidah-kaidah, petunjuk-petunjuk, panduan sebagai pemimpin pada melaksanakan tugas menjadi kepala sekolah, sudah tentunya masih poly yg bisa dan bisa digali dan dikembangkan, terlebih-lebih unsur-unsur dari kepemimpinan Asta Brata tersebut sesungguhnya diklaim-kan adalah menjadi pencerminan dan manifestasi menurut sifat-sifat Tuhan Ida Shang Hyang Widhi Waca, yang telah tentunya sesuai dengan ajaran agama Hindu Tuhan Ida Shang Hyang Widhi Waca mempunyai sifat yg maha sempurna. Jadi barangkali nilai-nilai, kebiasaan-norma, kaidah-kaidah, petunjuk-petunjuk, pedoman yg disebutkan oleh penulis tadi hanya baru merupakan bagian mini saja, hanya menjadi stimulan agar aneka macam lapisan mayarakat khususnya di Bali ikut mengkajinya dan mendiskusikannya dari aneka macam sisi. Demikian pula karena semua bentuk nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan, kaidah-kaidah, petunjuk-petunjuk, panduan sebagai pemimpin tadi merupakan menjadi manipestasi dan bersumber dari sifat Tuhan Ida Shang Hyang Widhi Waca, maka sebagai seseorang pemimpin sudah tentunya seharusnya menerapkannya karena adalah sifat-sifat dan kehendak menurut Tuhan. Tetapi demikian sesungguhnya kalau dipandang dan dikritisi secara lebih akademik cara berpikir yg memposisikan pola kepemimpinan Asta Brata sebagai suatu contoh kepemimpinan yg bersumber berdasarkan sifat-sifat Tuhan Ida Shang Hyang Widhi Waca yg lalu memunculkan adanya adagium yg menyatakan suara raja menjadi pemimpin merupakan suara Tuhan. Suara raja atau seluruh perintah raja tersebut merupakan sahih, raja nir pernah berbuat keliru pada saat sekarang ini di jaman terkini tampak ada semacam pertentangan menggunakan paham kepemimpinan yang bersifat demokrasi, yang memunculkan adagium bunyi masyarakat adalah bunyi Tuhan. Jadi rakyatlah yang paling berkuasa, walaupun dalam saat terkini ini dipresentasikan melalui wakil-wakilnya. Secara sepintas kentara ke 2 pola kepemimpinan tadi tampak bertentangan. Dan telah tentunya berdasarkan ekonomis penulis dari kedua cara padang, cara berpikir, dan cara mendekati pola kepemimpinan tersebut nir mesti didebatkan atau dipertentangkan, karena dalam dasarnya kalau ditinjau secara lebih pada berdasarkan sisi sifat, indikator, juga karakteristik-cirinya secara realnya kepemim-pinan Asta Brata dan kepemimpinan yang bersifat demokratis yang disebut paling relevan menggunakan jaman globalisasi seperti contohnya kepemimpinan transaksional, visioner, dan tarnsformasi tidak jauh berbeda, malah poly memiliki kesamaannya, saling melengkapi. Dalam hubungan ini barangkali bisa dibandingkan beberapa nilai-nilai, norma-norma, kaidah-kaidah, petunjuk-petunjuk, pedoman yg dicoba dan bisa diidentikasikan dari kepemimpinan Asta Brata tadi di atas dengan beberapa sifat yg adalah ciri menurut kepemimpinan transformasional seperti yg dikemukakan sang Anderson (Usman. 2006), menjadi berikut. Kepemimpian transformasinal memiliki atau bercirikan bahwa seseorang pemimpin tadi, pertama, harus menerangkan diri menjadi komunikator: yaitu mengenali bawahannya, mengelola bawahannya, tahu bawahannya dengan seksama, mengko-muni-kasikan visinya dengan bawahannya, mengakui keberhasilan bawahannya, menahan emosi terhadap bawahannya, mengatasi perseteruan antar langsung, membina hubungan yang efektif serta menyenangkan terhadap bawahanya, menghormati dan menghargai bawahanya, menaruh dukungan terhadap bawahannya. Kedua, sebagai konselor, yaitu: membantu bawahannya mengatasi masalahnya, membantu bawahannya membuat rencana atau tujuan yg ingin dicapai, memotivasi bawahannya buat bertindak, menghadapi orang-orang yg jenuh dan membangkang, melakukan pemindahan bawah-annya secara selektif, dan efektif, membagi pengalaman pada bawahanya, membina bawahannya buat mencapai tujuan, mengevaluasi kinerja serta menaruh unpan pulang, serta yang ketiga, pemimpin tersebut harus memperlihatkan diri menjadi konsultan, yaitu: melaksanakan konsultasi dan komunikasi dengan bawahanya, menciptakan nilai dan budaya bersama, melegitimasi kepemimpinan orang lain, memfasilitasi perkembangan grup, mengklari-fikasi kebiasaan-norma, nilai-nilai, dan keyakinan, mengkomunikasikan visi serta misi, dan tujuan arganisasi, memecahkan pertarungan organisasi, menghadapai anggota yang mengganggu, meneliti fakta yg krusial bagi bawahan serta organisasi, merencanakan dan mengkoordinasikan berbagai sumberdaya organisasi. Bahkan kelebihan menurut kepemim-pinan Asta Brata tadi tidak saja karena terdapat kesamaan ciri menggunakan kepemimpinan transformasi, tetapi jua karena dasarnya, sumbernya adalah keyakinan, agama, religiusitas, moralitas, kesetiaan, komitmen, keteguhan prinsip dalam ajaran agama Hindu tanpa ada diskusi yg panjang secara akademik, maka sepertinya dan seharusnya orang-orang yg disebut pemimpinan pasti akan merasa lebih terikat, lebih terdorong buat mengaplikasikannya, serta akan merasa dosa atau bersalah apabila nir melaksanakan dalam tugasnya menjadi pemimpin yg selalu harus diingatkan atau diinstruksikan secara formal sang atasan secara garis kuasa atau birokrasi yg vertikal dalam suatu lembaga atau organisasi seperti sekolah.

D. Kompetensi Kepala Sekolah Sebagai Pemimpin Pendidikan
Kompetensi adalah merupakan keliru satu kriteria menurut suatu profesi. Kepala sebagai suatu pengembangan jabatan dari pengajar yang diklaim tugas tambahan juga dituntut buat memenuhi kriteria kompetensi tersebut. Kompetensi bisa dipandang dari berbagai aspek misalnya pengertiannya, karakteristiknya, juga cara mengukur kompetensi tersebut. Dalam pembahasan bab ini juga dibahas beberapa aspek menurut kompetensi profesi energi kependidikan khususnya kepla sekolah.

Mengenai pengertian kompetensi sebagai salah satu ciri berdasarkan profesi dalam kepus-takaan diberikan pengertian secara beraneka ragam tergantung menurut sudut pandang para penulis. Keaneka ragaman pengertian kompetensi tersebut, dapat ditunjukkan pada pembahasan ini, seperti, contohnya ada pendapat yg menyatakan bahwa kompetensi tersebut merupakan suatu hal yg mendeskripsikan kemampuan seorang, baik yang kuali-tatif juga kuantitatif (Usman. 2005). Lebih lanjut dijelaskan bahwa pengertian kompe-tensi misalnya ini mengandung makna bahwa kompetensi tadi dapat dipakai dalam dua kontek. Kontek pertama menjadi indikator yang memberitahuakn pada perbuatan yg diamati. Kontek ke 2 sebagai konsep yang meliputi aspek-aspek kognitif. Afektif, dan perbuatan, dan tahap-tahap pelaksanaannya secara utuh. Kemudian kompetensi juga diberikan pengertian menjadi pengetahuan, keterampilan, serta kemampuan yg dikuasai oleh seseorang yg telah menjadi bagian darinya sebagai akibatnya beliau bisa melakukan konduite-perilaku kognitif, afektif, serta psikomotorik dengan sebaik-baiknya (Mulyasa. 2003). Kompetensi juga diberikan pengertian sebagai panguasaan terhadap tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yg dibutuhkan buat keberhasilan (Mulyasa. 2003). Kemudian Gordon pada Mulyasa (2005) memerinci beberapa aspek dari kompetensi, sebagai berikut. Pertama pengetahuan, yaitu kesadaran dalam bidang kognitif, misalnya, contohnya seseorang guru sekolah mengetahui cara melakukan identifikasi kebutuhan bantuan yg diperlukan muridnya dalam melakukan pembelajaran dikelasnya. Kedua pemahaman yaitu kedalaman kognitif dan apektif yg dimiliki oleh individu, misalnya contohnya seseorang guru yg akan melaksanakan pemebelajaran wajib memiliki pemahaman yang luas tentang karekteristik serta syarat muridnya supaya dapat pembelajaran berjalan secara efktif. Ketiga kemampuan, yaitu suatu yang dimiliki oleh seorang buat dapat melakukan tugas atau pekerjaan yg dibebankan kepadanya, misalnya, misalnya kemam-puan pengajar pada menentukan dan membuat media pembelajaran yg diperlukan buat lebih memotivasi serta memudahkan pembelajaran siswa. Keempat nilai, yaitu suatu standar perilaku yg telah diyakini serta secara psikologis telah menyatu dalam diri seorang, misalnya, misalnya baku konduite pada pembelajaran, diantaranya kejujuran, keterbukaan, demokratis, obyektif, adil. Kelima perilaku, yaitu perasaan seperti perasaan senang dan nir senang , senang nir senang, atau reaksi terhadap terhadap suatu rangsangan yg tiba dari luar, misalnya reaksi terhadap krisis ekonomi, kenaikan honor , serta sebagainya. Keenam minat yaitu kecendrungan seorang buat melakukan suatu perbuatan, seperti, contohnya, minat sesorang buat melakukan sesuatu atau mempelajari sesuatu. Ada pula pendapat yang menyatakan bahwa kompetensi yang wajib dimiliki sang suatu profesi adalah mencakup: kemampuan untuk berbagi langsung, penguasaan ilmu pengetahuan dan keterampilan, kemampuan berkarya, kemampuan menyikapi dan berprilaku dalam berkarya, dapat hidup bermasya-akat (Pusposutardjo. 2002). Pengertian kompetensi lainnya yang lebih konseptual sifatnya menguraikan bahwa kompetensi tersebut mengandung 3 pengertian. (1) pengertian kompetensi itu dalam dasarnya adalah kecakapan atau kemampuan buat mengerjakan sesuatu pekerjaan, (dua) memilih pada pengertian bahwa kompetensi itu adalah sifat orang-orang, yg memiliki kecakapan, kemampuan, otoritas, kemahiran, pengetahuan dan lain sebagainya buat bisa mengerjakan sesuatu yg dibutuhkan, serta (tiga) bahwa kompetensi merupakan tindakan atau kinerja rasional yang bisa mencapai tujuan-tujuannya secara memuaskan berdasarkan kondisi yg diperlukan (Makmun.1996, Dep-dikbud.1978, Depdikbud. 1984). Lebih jauh Makmun (1996) menyatakan bahwa berpijak pada pengertian kompetensi tadi dapat pula dijelaskan bahwa sesungguhnya seseorang yg bisa diklaim sebagai profesional yg kompeten, kalau menampakan karakteristik: (1) bisa melakukan sesuatu pekerjaan tertentu secara rasional, dalam arti, ia memiliki visi serta misi yg kentara, dia melakukan sesuatu menurut dalam hasil analitis kritis dan pertimbangan logis dalam membuat pilihan serta merogoh keputusan mengenai apapun yg akan dikerjakan, (2) menguasai perangkat pengetahuan yaitu teori, konsep, prinsip dan kaidah, hipotesis dan generalisasi, data serta imformasi lainnya tentang seluk beluk apa yang sebagai bidang tugas pekerjaannya, (3) menguasai perangkat keterampilan yg meliputi taktik serta strategi, metode serta teknik, prosedur serta prosedur, wahana dan instrumen, mengenai cara melakukan tugas pekerjaannya, (4) menguasai perangkat persyaratan ambang mengenai ketentuan kelayakan normatif minimal syarat berdasarkan proses yang bisa ditoleran-sikan dan kriteria keberhasilan yang bisa diterima menurut apa yg dilakukannya, (5) memiliki daya dan gambaran unggulan dalam melakukan tugas pekerjaannya. Ia bukan sekedar puas dengan memadai persyaratan minimal, melainkan berusaha mencapai yang sebaik mungkin, dan (6) memiliki wewenang yang memancar atas dominasi perangkat kompetensi yang pada batas eksklusif dapat didemontrasikan dan teruji sehinga memung-kinkan memperoleh pengakuan pihak berwewenang.

Demikian variasi pengertian tentang kompetensi dari para penulis, menggunakan demikian menurut dalam pengertian kompetensi yg begitu beragam tersebut menambah wawas-an serta khasanah para calon kepla sekolah, serta lebih lanjut akan mempunyai pijakan yang lebih luas dan kuat pada mengusut serta memahami kompetensi profesi kependidikan khususnya jabatan kepala sekolah tersebut.

Persoalannya kini bagaimanakah kompetensi yg wajib dimiliki sang seorang kepala sekolah supaya dapat melaksanakan tugasnya menjadi pemimpin secara efektif? Dalam hubungannya menggunakan kompetensi ketua sekolah terdapat pendapat yang menyatakan bahwa seseorang kepala sekolah dituntut buat mempunyai kemampuan: (1) perilaku yang berorientasi pada tugas menggunakan memfokuskan dalam kegiatan penyusunan perencanaan, mengatur pekerjaan, melakukan koordinasi kegiatan anggota, serta menyediakan peralatan serta donasi teknis yg dibutuhkan, (2) konduite yang berorientasi interaksi ketua sekolah sebagai manajer wajib penuh perhatian mendukung dan membantu pengajar, konselor, dan karyawan sekolah dan berusaha tahu perseteruan dan pemecahannya, da (3) konduite partisipatif, kepala sekolah melakukan pertemuan gerombolan yg memudahkan partisipasi, pengambilan keputusan, memperbaiki komunikasi, mendorong kerjasama, dan memudahkan pemecahan perseteruan (Sergiovanni. 1977). Sesuai dengan Peraturan Menteri No. 13 Tahun 2007 tentang standar kepala sekolah diatur bahwa seseorang kepala sekolah tadi dituntut harus mempunyai kompetensi keperibadian, kompetensi manajerial, kompetensi kewirausahaan, kompetensi supervisi, dan kompetensi sosial. Secara lebih lebih lengkap serta rincinya kompetensi yang dimaksudkan tersebut adalah seperti yg disajikan dalam daftar tabel berikut di bawah ini.

TABEL NO DAFTAR KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH











1. Kepribadian

Mampu atau mempunyai akhlak mulia.
Mampu membuatkan budaya dan tradisi akhlak mulia di sekolah tempat bertugas.
Mampu menjadi teladan akhlak mulia bagi komunitas sekolah.
Mampu atau mempunyai integritas kepribadian dalam memimpin pada sekolah
Mampu atau mempunyai hasrat yg kuat pada pengembangan diri menjadi ketua sekolah

Mampu mengembangkan perilaku terbuka pada melaksanakan tugas pokok dan fungsi sebagai ketua sekolah.
Mampu mengendalikan diri pada menghadapi kasus dalam peker-jaan sebagai kepala sekolah.
Mampu atau memiliki bakat serta minat menjadi kepala sekolah.













2. Manajerial

Mampu menyusun perencanaan yg visioner.
Mampu mengembangkan organisasi sekolah sinkron kebutuhan.

Mampu memimpin sekolah dalam memakai sumberdaya seko-lah.

Mampu mengelola perubahan serta pengembangan sekolah menuju organisasi belajar yang efektif.
Mampu menciptakan budaya serta iklim sekolah yang aman dan inovatif bagi PBM anak didik.
Mampu menerapkan nilai-nilai kewirausahaan dalam membentuk penemuan yg bermanfaat bagi pembangunan sekolah.
Mampu mengelola guru dan staf pada rangka pandayagunaan SDM secara optimal.
Mampu mengelola wahana serta prasarana sekolah pada rangka panda-yagunaan secara optimal.
Mampu mengelola hubungan sekolah serta masyarakat pada rangka pencarian dukungan wangsit, asal belajar serta pembiayaan sekolah.
Mampu mengelola kesiswaan dalam rangka penerimaan anak didik baru, penempatan siswa, serta pengembangan kafasitas murid.
Mampu mengelola perkembangan kurikulum dan kegiatan pem-belajaran sinkron dengan arah dan tujuan pendidikan nasional.
Mampu mengelola keuangan sekolah sinkron menggunakan prinsip pengelo-laan yang akuntabel, tranfarans, dan efisien.
Mampu mengelola ketatausahaan sekolah pada mendukung penca-paian tujuan sekolah.
Mampu mengelola buat layanan spesifik sekolah dalam mendukung aktivitas pembelajaran serta kegiatan kesiswaan lainnya.
Mengelola system informasi sekolah pada mendukung penyusunan program serta pengambilan keputusan.
Mampu memanfaatkan kemajuan teknologi berita bagi peningkat-an pembelajaran serta manajemen sekolah.
Mampu mengelola kegiatan produksi/jasa menjadi sumber belajar siswa.
Mampu melakukan monitoring penilaian, dan pelaporan aplikasi program aktivitas sekolah menggunakan prosedur yg sempurna, dan meren-canakan tindak lanjutnya.









3. Kewirausahaan
Mampu membangun inovasi bagi pengembangan sekolah.
Mampu bekerja keras buat mencapai keberhasilan sekolah menjadi organisasi pembelajar yang efektif.

Memiliki motivasi yang bertenaga buat sukses pada melaksanakan tugas pokok serta kegunaannya menjadi pemimpin sekolah.

Pantang menyerah dan selalu mencari solusi terbaik pada mengha-dapi hambatan yang  dihadapi sekolah.

Memiliki insting kewirausahaan dalam mengelola kegiatan produksi/ jasa sekolah/menjadi sumber belajar peserta didik.






4.  Supervisor

Mampu merencanakan acara pengawasan akademik dalam rangka meingkatkan profesionalisme guru.
Mampu melaksanakan pengawasan akademik terhadap guru menggunakan menggunakan pendekatan dan teknik pengawasan yg sempurna.

Mampu menindaklanjuti hasil pengawasan akademik terhadap guru da-lam rangka peningkatan profesionalisme pengajar.


5. Sosial

Mampu berafiliasi dengan pihak lain buat kepentingan sekolah
Mampu melakukan partisipasi dalam aktivitas sosial.

Memiliki kepekaan sosial terhadap orang atau gerombolan lain.

6. Penunjang

Mampu meningkatkan gambaran dan profesionalisme sekolah.
Mampu meningkatan daya saing sekolah secara dunia.

Mampu menggugah jati diri bangsa


Demikian juga di samping kepala sekolah dituntut mempunyai kemampuan misalnya yang sudah diuraikan pada atas, lebih dari itu kemampuan tersebut sebaiknya didukung oleh suatu sifat kepemipinan yg menurut pendapat Dewantara (Depdikbud, Dijendikdasmen. 1993) ketua sekolah harus memiliki sifat kepemimpinan yg sinkron dengan kepribadian bangsa. Kepemimpinan yg paling cocok menggunakan kepribadian bangsa Indonesia merupakan kepemimpinan Pancasila, yaitu ing ngarso sung tuludo, ing madio mangun karso, tut wuri andayani. Sifat kepemimpinan tadi lalu lebih dejelaskan menjadi berikut. Ing ngarso sung tuludo yg adalah lebih kurang menjadi ketua sekolah yang berdiri tegak di paling depan wajib sanggup memberi contoh atau teladan pada bawahannya contohnya sebagai berikut: cara berpakaian yg rapi, kehadiran yg lebih awal menurut pengajar-guru yg lain, mempunyai wibawa, menguasai perkara yang menyangkut bidangnnya, mempunyai rasa tanggungjawab yang tinggi, penuh dedikasi, aktif serta kreatif. Ing madio mangun karso yg merupakan lebih kurang sebagai berikut kepla sekolah yg ideal bila ada ditengah-tengah lingkungan tugasnya serta bijkasana, yaitu sanggup memberikan motivasi terhadap pengajar-pengajar serta karyawan yg lainnya agar mencintai profesinya, bisa serta menampakan perkara-kasus pekerjaan jika guru dan karyawan mendapatkan kesulitan, jangan hanya mampu menyalahkan, mencari kesalahan guru-pengajar serta karyawan, namun harus mebantu memecahkan perkara tadi, wajib bisa membentuk suasana yang menyenangkan sehingga guru dan karyawan bekerja dengan suasana aman, merasa nir ditekan, serta memperhatikan kesejahteraaan bawahannya dalam hal transpotasi, kehidupan famili, tempat tinggal, membantu memecahkan masalah famili bila dimintai pertimbangan oleh bawahan, sebagai akibatnya bawahan dapat bekerja dengan damai. Ttut wuri andayani yang artinya lebih kurang kepala sekolah hendaknya memberi kebebasan kepada bawahannya buat bertindak aktif serta kreatif dalam menjalankan tugasnya, yaitu bisa menjabarkan tugas-tugas menjadi pengajar dan karyawan, wakil kepala sekolah serta staf karyawan supaya diberikan kesempatan buat menjabarkan kebijakan kepla sekolah yang telah dituangkan dalam program, dan administrasi sekolah yang dikelola sang karyawan rapikan bisnis agar dijabarkan sinkron dengan kebutuhannya. Kepala sekolah mengikutinya, mengarahkannya apbila terjadi kesalahan penafsiran atau terjadi penyimpangan dari kebijkan yg sudah ditetapkan. 

E. Kuasa serta Jenis Kuasa Kepala Sekolah
Istilah kekuasaan dalam literatur manajemen sudah digunakan secara generik, akan tetapi masih pula terjadi kekaburan tentang pengertiannya. Sering istilah kekuasaan digunakan secara silih berganti menggunakan kata-istilah lainnya, seperti imbas, serta otoritas. Menurut Max Weber (Thoha. 1990) memberikan pengertian kekuasaan sebagai suatu kemungkinan yg membuat seorang aktor pada dalam suatu interaksi sosial berada pada suatu jabatan buat melaksanakan keinginannya sendiri dan yang menghilangkan halangan. Dalam asal yg sama Thoha (1990) mengutip pendapat Walter Nord yg memberikan pengertian kekuasaan tersebut sebagai suatu kemampuan untuk mensugesti genre energi serta dana yang tersedia buat mencapai suatu tujuan yg tidak sama secara jelas menurut tujuan yg lainnya. Wexley serta Yukl (1977) menaruh pengertian kekuasaan sebagai kapasitas mempengaruhi orang lain. Seorang memiliki kekuasaan sepanjang terus dapat mensugesti tidak peduli apakah usaha-usaha yang dilakukan itu sahih-benar mem-punyai efek. Kemudian Rivai (2004) memberikan pengertian kekuasaan menjadi kemampuan buat membuat orang lain melakukan apa yg diinginkan sang pihak yg lainnya. Kekuasaan meliputi hubungan antara dua orang atau lebih. Seseorang atau kelompok tidak akan bisa mempunyai kekuasaan dalam keadaan terisolasi, kekuasaan wajib diterapkan, atau mempunyai potensi buat diterapkan dalam hubungannya menggunakan orang atau grup lainnya. Rogers (1973) berusaha membuat lebih kentara kekaburan istilah dengan merumuskan kekuasaan sebagai suatu potensi menurut suatu pengaruh. Dengan demikian kekuasaan merupakan suatu sumber yg mampu atau tidak mampu buat digunakan. Pengunaan kekuasaan selalu menyebabkan perubahan dalam kemungkinan bahwa seseorang atau gerombolan akan mengangkat suatu perubahan konduite yg diinginkan. Rogers sepertinya sudah memberikan rumusan yang bermakna bagi kepemimpinan dijelaskan olehnya bahwa kepemimpinan artinya suatu proses buat menghipnotis aktivitas-aktivitas individu serta grup pada usahanya buat mencapai tujuan dalam situasi tertentu. Dengan mengikuti penjelasan menurut Rogers bisa disimpulkan bahwa kepemim-pinan merupakan setiap bisnis buat menghipnotis, sementara itu kekuasaan dapat diartikan menjadi suatu potensi impak dari seorang pemimpin tadi. Demikian pula dijelaskan bahwa otoritas adalah sebagai suatu tipe spesifik berdasarkan kekuasaan yang secara orisinil melekat pada jabatan yang diduduki sang pemimpin.

Banyak teori yang menyebutkan jenis kuasa yang telah dikaji oleh para pakar. Dari sejumlah teori tadi diantaranya Bateman serta Snell (2007) menggunakan mengutip teori dari French dan Raven menyebutkan bahwa pemimpin tersebut paling nir mempunyai 5 jenis kuasa, demikian pula Wexley dan Yukl (1977), Koontz, dkk (1984), Stoner, dkk (1995) menjelaskan 5 jemis kuasa bisa dipakai secara luas. Jenis kuasa yang dimaksudkan merupakan kuasa paksaan (Coercive power), kuasa refernsi (Refrent power), kuasa legitimasi (Legitimte power), kuasa keahlian (Expert power), serta kuasa penghargaan (reward power). 

Kuasa paksaan (Coercive power) merupakan didasarkan atas rasa ketakutan bahwa kegagalan mematuhi peraturan atau perintah akan menyebabkan beberapa bentuk hukuman. 

Sumber dari kuasa paksaan adalah pengendaliannya atas konsekwensi-konsekwensi negatif para bawahan, seperti: denda , skorsing, serta pemecatan, penurunan pangkat, mutasi, dan lain sebagainya.

Kuasa refernsi (Refrent power) merupakan didasarkan atas identifikasi serta ketertarikan. Sejumlah pemimpin politik atau kegamaan memiliki kharisma atau daya tarik langsung yang luar biasa serta para bawahannya sangat patuh serta menghormati. Kuasa refrensi ditentukan sang kepribadian pemimpin dan kapasitasnya pada memberi ilham terhadap bawahan serta memberikan asa-asa serta nilai-nilai. Disamping itu kuasa refernsi ditentukan juga sang bagaimana caranya pemimpin memperlakukan bawahan. Cara yg paling layak bagi seseorang pemimpin adalah menggunakan meninggikan konsiderasi. 

Kuasa legitimasi (Legitime power) merupakan kekuasaan yang bersumber menurut kedu-dukan atau jabatan formal atau informal yang dipegang seorang. Kekuasaan legitimasi diperoleh berdasarkan wewenang aturan. Kekuasa ini mencakup kepatuhan bawahan dengan peraturan dan perintah serta petunjuk yg diberikan dari pimpinan bila hal ini dianggap absah sang bawahan berdasarkan segi lingkup pemimpin. Lingkup kewenangan dipengaruhi oleh organisasi dan keanggotaan bawahan dipengaruhi pada perjanjian formal atau mungkin telah tercakup dalam persetujuan informal. Wewenang pemimpin sangat tinggi terutama yg berkaitan menggunakan mekanisme serta penjawalan kerja. Banyaknya imbas seorang pemimpin dari berdasarkan wewenang organisasi, karena itu kuasa legitimasi dari pemimpin biasanya usahakan didukung dengan kuasa paksaan. 

Kuasa keahlian (Expert power) merupakan kuasa yg bersumber menurut suatu keahlian serta kemampuan yang dimiliki oleh seseorang pemimpin. Seorang pemimpin dapat mempe-ngaruhi pendapat bawahan bila beliau dilihat mempunyai pengetahuan serta keahlian yg luas. Dengan keahliannya menghipnotis secara nir pribadi perilaku bawahanya. Pengaruh pimpinan akan lebih akbar apabila memiliki pengetahuan penting yang luas, bila pemimpin sangat persuasif dan pintar pada menghipnotis bawahannya, jika pemimpin memiliki kejujuran serta agama yg tinggi dari bawahan..

Kuasa penghargaan (reward power) merupakan kekuasaan yg bersumber menurut bantuan gratis atau penghargaan yg diberikan oleh seseorang pemimpin. Pemimpimpin akan mengen-dalikan atas konsekwensi-konsekwensi positif yang disebabkan terhadap bawahan, sperti kenaikan upah, kenaikan gaji, kenaikan pangkat , promosi, penugasan, pengakuan formal, dan penghargaan yang lainnya.

Dari kutipan dan uraian pada atas bisa diketahui paling nir ada lima jenis kuasa yg dikenal dalam teori manajemen, namun demikian kalau mengikuti uraiannya Hersey serta Blanchard (1982) disamping 5 jenis kuasa pada atas, terdapat 2 jenis kuasa yg lainnya, yaitu kuasa koneksi dan kuasa keterangan. 

Berdasarkan uraian di atas maka terdapat berberapa variasi pilihan jenis kuasa yang bisa dipilih serta dipakai sang seseorang pemimpin pada upaya buat meningkatkan kinerja atau profesionalime bawahannya. Demikian juga pada bidang pendidikan seorang kepala sekolah menjadi pemimpin pendidikan mempunyai variasi pilihan jenis kuasa yang bisa diubahsuaikan dan telah tentunya jua menggunakan mempertimbangkan tingkat kematangan para pengajar menjadi bawahannya pada rangka buat peningkatan kualitas kompetensi profesionalismenya.

Secara teori manajemen terutama pada teori gaya kepemimpinan situasional yg dikembangkan oleh Hersey serta Blanchard (1982) bahwa tingkat kematangan bawahan atau pengikut tidak hanya menentukan gaya kepemimpinan seseorang pemimpin, tetapi pula sangat memilih pada pada menentukan jenis kuasa yang seharusnya perlu dipakai pemimpin buat dapat menimbulkan peningkatan kepatuhan konduite bawahan. Oleh karena itu pemimpin yang efektif perlu menyesuaikan atau memvariasikan jenis kuasa yang diterapkan atau diperlakukan terhadap pengikutnya. 

Dalam hubungan ini bila taraf kematangan bawahan tersebut termasuk tingggi (M4), maka alternatif pilihan jenis kuasa yang perlu diterapkan sang seorangg pemimpin sehingga kepemimpinannya tadi dapat terlaksana secara efektif adalah jenis kuasa keahlian. Apabila taraf kematangan bawahan tadi termasuk sedang (M3, M2), maka alternatif pilihan jenis kuasa yg perlu diterapkan oleh seorang pemimpin sebagai akibatnya kepemimpinannya tersebut dapat terlaksana secara efektif adalah jenis kuasa refrensi atau kuasa penghargaan. Demikian pula jika tingkat kematangan bawahan tadi termasuk rendah (M1), maka alternatif pilihan jenis kuasa yang perlu diterapkan oleh seseorang pemimpin sehingga kepemimpinannya tersebut bisa terlaksana secara efektif merupakan jenis kuasa paksaan.

Dengan demikian pada bidang pendidikan terutama pada sekolah kepala sekolah tampaknya pula mempunyai variasi pilihan jenis kuasa yang dapat dipilih serta digunakan dalam rangka melaksanakan pembinaan kualitas kompetensi profesionalisme para pengajar sebagai bawahannya. Jika ketua sekolah pada rangka melaksanakan pelatihan peningkatan kualitas kompetensi profesionalime pengajar berhadapan menggunakan para guru sebagai bawahnya yang mempunyai tingkat kematangan yg tingi (M4), maka cara lain pilihan jenis kuasa yg perlu diterapkan sebagai akibatnya pembinaanya tersebut dapat terlaksana secara efektif merupakan jenis kuasa keahlian. Kemudian Apabila kepala sekolah pada rangka melaksanakan pembinaan peningkatan kualitas kompetensi profesionalime pengajar berhadapan dengan para pengajar menjadi bawahnya mempunyai tingkat kematangan yang sedang (M3, M2), maka alternatif pilihan jenis kuasa yang perlu diterapkan sehingga pembinaanya tersebut bisa terlaksana secara efektif adalah jenis kuasa refernsi atau jenis kuasa penghargaan. Demikian pula apabila kepala sekolah dalam rangka melaksanakan pelatihan peningkatan kualitas kompetensi profesionalime para pengajar tersebut berhadapan dengan guru menjadi bawahnya yg mempunyai tingkat kematangan yang rendah (M1), maka alternatif pilihan jenis kuasa yg perlu diterapkan sebagai akibatnya pembinaannya tadi bisa terealisasi secara efektif adalah jenis kuasa paksaan.

PENGERTIAN KEPEMIMPINAN DARI BERBAGAI AHLI

Pengertian Kepemimpinan Dari Berbagai Ahli 
A. Pengertian Kepemimpinan
Secara generik mungkin dapat diartikan kepemimpinan tadi menjadi aktivitas buat mensugesti orang-orang yang diarahkan terhadap pencapaian tujuan organisasi. Tetapi demikian sepertinya pengertian kepemimpinan sang para pakar tersebut masing-masing terdapat perbedaannya tergantung berdasarkan sudut pandang, penekanannya, keluasannya serta kedalaman yang terkandung di dalamnya. Sutisna (1993) misalnya merumuskan kepemim-pinan tersebut sebagai suatu proses mempengaruhi kegiatan seorang atau sekelompok orang dalam usaha ke arah pencapaian tujuan pada situasi eksklusif. Sementara Supardi (1988) menyatakan bahwa kepemimpinan tersebut sebagai kemampuan buat mengge-rakkan, mempengaruhi, membimbing, menyuruh, memerintah, melarang, dan jikalau perlu menghukum, dan membina dengan maksud supaya insan sebagai media manajemen mau bekerja pada rangka mencapai tujuan organisasi secara efektif serta efisien.

Dari beberapa pengertian kepemimpinan tersebut menerangkan bahwa pada kepe-mimpinan tadi paling nir meliputi 3 hal yang saling berkaitan, yaitu: adanya pemimpin serta karakteristiknya, adanya bawahan, serta adanya situasi dalam grup tempat pemimpin dan bawahan saling berinteraksi. 

Dengan demikian buat dapat dijelaskan efektifnya suatu organisasi tersebut pada mencapai tujuannya akan sangat tergantung dalam: pertama pemimpin serta karakteristiknya yg dalam manajemen kemudian lazim diklaim dan dikenal dengan istilah pola kepemimpinan atau gaya kepemimpinan, yg mana pola atau gaya kepemimpinan tadi lalu secara realitanya akan tampak dalam suatu pola perilaku seseorang pemimpin yang spesial pada waktu mensugesti bawahannya, apa yang dipilih sang pemimpin atau yg dikerjakannya, cara memimpin dan bertindak pada mempengaruhi bawahannya sebagai akibatnya bawahannya mau taat serta melakukannya (Thoha.1995). Faktor ke 2 yg bisa menentukan efektifnya suatu organisasi dalam mencapai tujuannya merupakan faktor bawahan yg tekanannya dalam tingkat kematangan bawahan tersebut, jadi meningkat taraf kematangan bawahan atau karyawan tadi efektifitas suatu organisasi akan meningkat. Kemudian faktor ketiga yg bisa memilih efektifnya suatu organisasi pada mencapai tujuannya merupakan faktor situasi hubungan loka berkerja yang pada manajemen tak jarang dianggap menggunakan istilah iklim organisasi atau budaya organisasi serta lain sebagainya (Komariah serta Triatna. 2006). Sedangkan di sisi yg lain Tilaar (1993) menyatakan bahwa buat bisa organisasi berhasil mencapai tujuannya secara efektif pada kondisi yang sedang mengalami banyak sekali perubahan adalah: 
  1. adanya suatu visi yang jelas menurut organisasi tadi, 
  2. kejelasan misinya, 
  3. kejelasan rancangan kerjanya, 
  4. sumber daya yg memadai,
  5. keterampilan profesionalitas, serta 
  6. motivasi serta bonus.
Sekolah sebagai suatu organisasi sosial yang adalah bagian penyelenggaraan menurut sistem pendidikan nasional, dalam waktu ini tampaknya jua mengalami perubahan yang sangat akbar pada banyak sekali dimensi, menjadi dampak adanya perubahan sistem dan kewe-nangan pada mengatur penyelenggaraan sistem pendidikan nasional, yaitu yg dalam mulanya bersifat sentralistik sinkron menggunakan UU No. Dua tahun 1989 yang telah diganti sebagai sistem yg bersifat desentralisasi sesuai dengan UU No. 20 tahun 2003, sudah melahirkan banyak sekali kebijakan yang menuntut peran pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota adanya sistem manajemen, gaya kepemimpinan, dan keterampilan manaje-rial yang lebih tinggi dalam penyelenggaraan sistem pendidikan di tingkat mikro atau pada tingkat sekolah.

Bertitik tolak dalam uraian tersebut di atas bisa ditegaskan bahwa masih ada beberapa faktor yg bisa menentukan berdasarkan efektifitas suatu organisasi termasuk dalam bidang pendidikan terutama pada sekolah. Tampaknya berdasarkan banyak sekali faktor yg sudah disebutkan di atas, faktor kepemimpinan yg paling sangat krusial dan determinan mengingat yang akan memenaje bawahan serta mengkondisikan situasi hubungan dalam organisasi, dan mengelola faktor-faktor organisasi yg lainnya pada rangka mencapai tujuan organisasi tersebut adalah pimpinan. 

B. Berbagai Gaya Kepemimpinan
Dalam kepustakaan disebutkan ada aneka macam cara pada mendekati kepemimpinan serta karkteristiknya atau gaya kepemimpinan seorang yang diklaim efektif. Pendekatan teori kepemimpinan tersebut mulai dari teori pendekatan sifat, teori pendekatan konduite, teori pendekatan situasional, serta teori kemungkinan pengembangan kepemimpinan pada era desentralisasi ini. 

Teori pendekatan sifat mencoba menyebutkan keefektipan serta keberhasilan seseorang pemimpinan dengan bertolak dalam perkiraan-perkiraan bahwa individu merupakan sentra kepe-mimpinan seorang. Kepemimpinan ditinjau menjadi sesuatu yg mengandung lebih banyak unsur-unsur individu terutama sifat-sifat individu. Jadi orang yg memiliki sifat-sifat eksklusif yg dipertimbangkan buat dapat menduduki posisi pimpinan (Mulyasa. 2002). Sifat-sifat bawaan inilah yg membedakan antara pemimpin menggunakan bukan pemim-pin. Demikian juga yg dimaksudkan menggunakan sifat-sifat bawaan tersebut, misalnya kekuatan fisik serta susunan syaraf, penghayatan terhadap arah tujuan, antusiasisme, keramahan, integritas, keahlian, kemampuan mengambil keputusan, keterampilan memimpin, serta kepercayaan . 

Tampakya sifat-sifat bawaan seseorang belum mampu memberikan jawaban yg memuaskan, oleh lantaran itulah para ahli sepertinya mengalihkan perhatiannya dalam konduite pemimpin. Teori pendekatan kepemimpinan ini tampaknnya memfokuskan serta mengidentifikasi konduite yg spesial berdasarkan pemimpin dalam melakukan aktivitas mempenga-ruhi bawahannya. Beberapa studi dengan memakai teori pendekatan perilaku kepemimpinan ini adalah Universitas OHIO, menggunakan melihat perilaku inisiatif (initiating structure) dan perhatian (consideration) berdasarkan pemimpin, Universitas Michigan menggunakan melihat perilaku orientasi pada bawahan, serta orientasi dalam produksi dalam organisasi, lalu teori jaringan manajemen sang Blacke dan Mouton yang melihat konduite pimpinan dari perhatiannya terhadap produksi serta karyawannya.

Kemudian yang dimaksud menggunakan pendekatan situasional merupakan suatu pendekatan yg dalam menyoroti perilaku pemimpin pada situasi eksklusif, dengan lebih menekankan kepemimpinan merupakan fungsi daripada menjadi kualitas langsung yang timbul karena interaksi orang-orang dalam situasi eksklusif. Atas dasar pandangan teori pendekatan situasi-onal dikembangkan beberapa gaya kepemimpinan, misalnya: kepemimpinan kontingensi oleh Fiedler dan Chemers (Mulyasa. 2002) yg menjelaskan bahwa seorang akan menjadi pemimpin yang efektif akan sangat tergantung dari interaksi antara pemimpin dengan bawahan merupakan bagaimana seseorang pemimpin dapat diterima oleh bawahannya dan bagaimana persepsi pemimpin terhadap bawahannya, struktur tugas pada arti apakah tugas-tugas bawahan adalah menjadi sesuatu yg rutin dan jelas, dan kekuasaan yang bersumber berdasarkan organsasi akan mendapatkan kepatuhan yg lebih akbar menurut bawahnnya. Kemudian ada jua teori dari Reddin yg dikenal menggunakan teori kepemimpinan tiga dimensi. Dasar yg dipakai buat menentukan efektifitas kepemimpinan seorang merupakan perhatian pada produksi serta tugas, perhatian pada bawahan, serta efektifitas (Mulyasa. 2002). Dan keliru satu teori kepemimpinan menggunakan memakai pendekatan situasional ini merupakan teori yang dikembangkan Hersey dan Blanchard (1982) yg menyatakan bahwa efektifitas kepemimpinan seseoang akan sangat tergantung pada tiga faktor, yaitu: pertama faktor perilaku tugas, yang berupa petunjuk oleh pimpinan, penje-lasan tertertu apa yg harus dilakukan, bilamana dikerjakan, bagaimana mengerjakannya, dan supervisi yang ketat. Kedua, faktor konduite interaksi berupa ajakan kepada bawahan melalui komunikasi berdasarkan 2 arah, yaitu pimpinan dan bawahan. 

Dalam bidang pendidikan contohnya ketua sekolah sebagai pemimpin pendidikan akan dihadapkan dalam perkara gaya kepemimpinan yg bagaimana usahakan diterapkan yang dipercaya sempurna serta sesuai menggunakan tingkat kematangan pengajar sebagai bawahan. Seperti misalnya jikalau taraf kematangan guru termasuk tinggi (M4) yang ditandai menggunakan ciri-karakteristik bawahan atau pengajar mampu serta mau melakukan peningkatan kualitas kompetensi profesionalismenya, maka gaya kepemimpinan yang seharusnya digunakan oleh seorang kepala sekolah merupakan gaya kepemimpinan delegasi (G4) yg ditandai menggunakan karakteristik-ciri kepemimpinannya tinggi interaksi serta rendah tugas. Demikian juga halnya jikalau seorang pemimpin atau ketua sekolah dihadapkan dalam guru yang memiliki tingkat kematangan yg termasuk sedang (M3, M2) yg ditandai dengan karakteristik-ciri pengajar sanggup akan tetapi tidak mau atau pengajar mau tapi tidak mampu melakukan peningkatan kualitas kompetensi profesi-onalismenya, maka gaya kepemimpinan yg seharusnya digunakan oleh seseorang kepala sekolah merupakan gaya kepemimpinan partisipasi (G3) yang ditandai menggunakan karakteristik-karakteristik kepemimpinannya rendah hubungan serta rendah tugas atau gaya kepemimpinan menjajakan (G2) yg ditandai dengan ciri-ciri kepemimpinannya tinggi tugas dan rendah hubungan. Begitu pula halnya kalau seorang pemimpin atau kepala sekolah dihadapkan pada guru yang mempunyai taraf kematangan yang termasuk rendah (M1) yg ditandai dengan ciri-ciri pengajar nir sanggup serta tidak mau melakukan peningkatan kualitas kompetensi profesionalismenya, maka gaya kepemimpinan yg seharusnya dipakai sang seorang ketua sekolah merupakan gaya kepemimpinan mendikte (G1) yang ditandai dengan karakteristik-karakteristik kepemimpinannya tinggi tugas serta tinggi hubungan.

Kemudian teori kepemimpinan yg bagaimanakah yg dianggap paling efektif dalam masa sekarang yang sedang mengalami perubahan serta masa globalisasi. Paling tidak terdapat tiga jenis kepemimpinan yg dipandang referensentatif menggunakan tuntutan jaman yang sedang mengalami perubahan khususnya pada penyelenggaraan sistem pendidikan dengan sistem desentralisasi pada saat ini. Jenis kepemimpinan yg dimaksud merupakan kepemim-pinan transsaksional, visioner, dan kepemimpinan transfomasional (Komariah dan Triatna. 2006., Danim. 2005. 2006). 

Kepemimpinan transaksional yang dimaksudkan merupakan pemimpin yang menekan-kan pada tugas yang diemban sang bawahan, merancang pekerjaannya, bersama prosedur-nya, bawahan melaksanakannya sesuai menggunakan kemampuannya, dan di sisi yang lain bawahan melakukan tugasnya bukan dalam rangka buat ekspresi, tetapi buat mendapatkan bonus sesuai dengan beban pekerjaan dan kemampuannya. Dengan istilah lain pada kepemimpinan yang transaksional pimpinan dihadapkan pada bawahan yang masih kurang matang yang ingin memenuhi kebutuhan hidupnya berdasarkan sisi pakaian, pangan, serta papan. Dengan demikian kepemimpinan transaksional dianggap juga dengan dorongan konti-ngen pada bentuk reward dan punishment yang adalah kesefakatan bersama dalam kontrak kerja yg bila bawahan bisa bekerja dengan berhasil baik sesuai dengan harapan, maka jua akan menerima kontingen berupa imbalan. Dalam kaitan ini Hoover, dan Leitwood (dalam Komariah dan Triatna. 2006) menjelaskan secara skematis gaya kepe-mimpinan transaksional menjadi bagan pada bawah ini.

BAGAN KEPEIMIMPINAN TRANSAKSIONAL

Kepemimpinan yg visioner, yaitu kepemimpinan yang kerja pokoknya difokus-kan pada rekayasa masa depan yg penuh tantangan. Kepemimpinan yg visioner merupakan ditandai sang adanya kemampuan dalam membuat perencanaan yang jelas sebagai akibatnya berdasarkan rumusan visinya akan tergambar sasaran apa yang hendak dicapai menurut pengembangan lembaga yang dipimpinnya. Kepemimpinan visioner adalah pemimpin yang memiliki kemampuan buat merumuskan, mengkomunikasikan, mensosialisasikan, mentransforma-sikan, dan mengimplementasikan pikiran-pikiran idealnya atau menjadi output interaksi sosial diantara anggota organisasi serta yang diyakini sebagai impian organisasi pada masa depan yang harus diraih serta diwujudkan melalui komitmen seluruh personel.

Kemudian kepemimpinan transformasional adalah sebagai suatu proses yang pada dasarnya para pemimpin serta pengikutnya saling menaikan diri ketingkat moralitas serta motivasi yang lebih tinggi (Komariah dan Triatna. 2006). Kepemimpinan transformasional merupakan pemimpin yg memiliki wawasan jauh ke depan dan berupaya memperbaiki dan membuatkan organisasi buat pada masa depan. Danim (2006) dengan mengutip Burns menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional suatu proses kepemimpinan yg mana pemimpin serta bawahannya saling merangsang diri satu sama lain buat meningkatkan moralitas dan motivasinya yg lebih akbar yg dikaitkan menggunakan tugas pokok serta manfaatnya. Dengan kepemimpinan transformasional ini akan sanggup membawa kesadaran pengikutnya memunculkan inspirasi-pandangan baru produktif, hubungan yang sinergik, tanggungjawab, kepedulian terhadap pendidikan, keinginan bersama dan nilai-nilai moral, bersama-sama menerjemahkan visi, misi organisasinya. 

Kalau pengertian kepemimpinan transformasional tersebut digambarkan dalam bentuk bagan dengan mengutif berdasarkan Komariah serta Triatna (2006), maka akan tampak seperti dalam bagan 02 di bawah ini. 

BAGAN KEPEMIMPINAN TRANSFORMASINAL

Secara lebih jelas dalam mendeskripsikan kepemimpinan transformasional tadi adalah seperti yang dikemukakan sang Bass dan Aviola (Komariah dan Triatna. 2006), menjadi berikut:
1. Perilaku pemimpin yg membuat rasa hormat dan rasa percaya diri dalam bawah-annya. Perilaku pemimpin seperti ini pula mengandung arti saling mengembangkan risiko mela-lui pertimbangan kebutuhan para staf di atas kebutuhan langsung dan perilaku moral etis.
2. Perilaku pemimpin yg senantiasa menyediakan tantangan pekerjaan bagi bawahannya serta memperhatikan makna pekerjaan bagi bawahannya. Pemimpin mengambarkan atau mendemontrasikan komitmen terhadap target organisasi melalui konduite yg dapat diobservasi. Pemimpin adalah motivator yg bersemangat terus membangkitkan antu-siasisme serta optimisme staf.
3. Perilaku pemimpin yg memperaktekkan inovasi-penemuan. Sikap dan konduite kepe-mimpinannya didasarkan pada pengetahuan yang berkembang serta secara intektual dia bisa menerjemahkan dalam bentuk kinerja yg produktif. Sebagai intelektual pemimpin senantiasa menggali wangsit-inspirasi dan solusi yang kreatif berdasarkan para staf serta nir lupa mendorong staf mempelajarinya dan melakukan pendekatan baru pada mela-kukan pekerjaan.
4. Perilaku pemimpin merefleksikan dirinya menjadi orang penuh perhatian dalam men-dengarkan serta menindaklanjuti keluhan, wangsit, harapan, dan segala tambahkan yg disampaikan oleh staf. Bahkan secara lebih rinci Anderson (Usman. 2006), membuktikan ciri-karakteristik dari kepemimpinan tarnsformasional merupakan menjadi berikut. Pertama kepemimpian transformasinal memiliki atau bercirikan bahwa seseorang pemimpin tersebut pertama harus menampakan diri sebagai komunikator: yaitu mengenali bawahannya, mengelola bawahannya, tahu bawahan-nya menggunakan akurat, mengkomunikasikan visinya menggunakan bawahannya, mengakui keberhasilan bawahannya, menahan emosi terhadap bawahannya, mengatasi konflik antar pribadi, membina hubungan yg efektif serta menyenangkan terhadap bawahanya, menghormati serta menghargai bawahanya, memberikan dukungan terhadap bawahannya. Kedua sebagai konselor, yaitu: membantu bawahannya mengatasi masalahnya, membantu bawahannya menciptakan planning atau tujuan yang ingin dicapai, memotivasi bawahannya buat bertindak, menghadapi orang-orang yg jenuh dan membangkang, melakukan pemindahan bawah-annya secara selektif, dan efektif, membagi pengalaman dalam bawahanya, membina bawahannya buat mencapai tujuan, mengevaluasi kinerja dan memberikan unpan balik . Ketiga pemimpin tadi wajib menunjukkan diri menjadi konsultan, yaitu: melaksanakan konsultasi dan komunikasi menggunakan bawahanya, membuat nilai dan budaya bersama, melegitimasi kepemimpinan orang lain, memfasilitasi perkembangan gerombolan , mengklarifikasi norma-norma, nilai-nilai, serta keyakinan, mengkomunikasikan visi dan misi, dan tujuan arganisasi, memecahkan permasalahan organisasi, menghadapai anggota yang mengganggu, meneliti liputan yang krusial bagi bawahan dan organisasi, merencanakan serta mengkoordinasikan aneka macam sumberdaya organisasi. 

Tampaknya mencermati gaya kepemimpinan transsaksional, visioner, dan tarnsfor-masional masing-masing menurut ketiga jenis gaya kepemimpinan tersebut memiliki kekhusus-nya yg saling melengkapi sinkron menggunakan jenis konflik serta mekanisme kerja pada hubungannya dengan para bawahannya. Dari ketiga jenis gaya kepemimpinan tadi gaya kepemimpinan transformasional disebutkan sebagai gaya kepemimpinan yg memiliki sisi-sisi yang paling cocok dengan jaman sekarang ini.

Berdasarkan pada pembahasan terhadap beberapa jenis gaya kepemipinan seperti yang telah diuraikan pada atas, ternyata terdapat banyak sekali jenis gaya kemimpinan yang masing-masing mempunyai kelebihan serta kelemahannya. Dari output pembahasan terhadap banyak sekali jenis gaya kepemimpinan tersebut sepertinya memang benar bahwa kepemim-pinan transformasional tersebut memiliki kelebihan, lantaran memperhatikan dan sebagai-kan berbagai sisi positif yang dijadikan dasar pada mengembangkan teori kepemimpinan yang lainnya tersebut, baik dalam teori yang menggunakan pendekatan sifat, pendekatan perilaku, serta pendekatan situasional, tampaknya tercakup di dalamnya. Kemudian kepada para ketua sekolah silahkan merfleksi diri pada melaksanakan tugas-tugas sebagai ketua sekolah menggunakan berpijak dalam berbagai teori kepempinan tadi, lebih lanjut menghayati banyak sekali kelebihan dan kekurangan dari setiap gaya kepemimpinan. Lebih lanjut akan bisa mengambil sisi-sisi positifnya serta mengaplikasikannya dalam menjalankan tugas-tugas menjadi ketua sekolah sebagai akibatnya akan dibutuhkan berdampak eksklusif terhadap pening-katan mutu pengelolaan pendidikan pada sekolah.

C. Kepemimpinan Asta Sebagai Gaya Kepempinan Berbasis Budaya Bali
Pada ketika sekarang ini rakyat Bali dalam umumnya dan warga akademik khususnya nampak memberitahuakn adanya kecendrungan bahwa dalam belajar mengenai kepemimpinan lebih banyak serta lebih suka pada teori-teori yang dari berdasarkan negara-negara barat, misalnya teori-teori manajemen dan kepemimpinan yang berkembang di Eropa serta Amerika. Masyarakat Bali pada umumnya dan rakyat akademik khususnya jika pada melakukan suatu kegiatan akademik yg serius dalam perkara kepemimpinan maka di dalam menguraikan, membahas, menyelidiki, menganalisisnya tanpa berpijak dan berlandaskan dalam teori-teori manajemen dan kepemimpinan yang berkembang di global barat tadi, maka produk dari karya aktivitas ilmiah tersebut akan dirasakan kurang berkualitas, kurang ilmiah, kurang terbaru, kurang canggih, dan terkesan kurang menarik. Padahal disisi lain sebenarnya masih ada teori-teori kepemimpinan yg tidak kalah baiknya serta hebatnya yang terdapat dan bersumber dari budaya bangsa, khususnya sastra-sastra Agama Hindu yg merupakan mahakarya yg luhur dan adi luhung yang diwariskan sang nenek moyang bangsa Indonesia menurut semenjak jaman dahulu yg seharusnya jua sangat krusial perlu dipelajari serta bisa dijadikan acum, landasan pijakan pada pada membahas perkara-perkara kepemimpinan, serta diaplikasikan pada mengemban suatu kepemimpinan tersebut termasuk pada global pendidikan khususnya para ketua sekolah. Ariasna (1988) misalnya menjelaskan ada beberapa pola atau sisfat-sifat kepemimpinan yang bersumber dari budaya bangsa, khususnya sastra-sastra Agama Hindu, seperti: (1) contoh kepemimpinan dari Niti Sastra, (dua) Asta Brata, (3) Panca Sthiti Dharmaning Prabhu, (4) Asta Dasa Paramiteng Perabhu, (5) Panca Pendawa, (6) Catur Kotamaning Nrpati, dan (7) Catur Naya Sandhi. 

Dalam buku ajar ini juga dibahas keliru satu model atau sifat kepemimpinan yg bersumber berdasarkan teori-teori budaya, serta sastra-sastra agama Hindu tadi, yaitu contoh atau kepemimpinan Asta Brata.tulisan ini dilakukan buat mencoba menelusuri serta mendeskripsikan bagaimana kelebihan dan kehebatan dari teori-teori kepemimpinan yg bersumber menurut budaya, karya-karya santra, dan kepercayaan Hindu tersebut, jua menjadi bahan tambahkan bagi rakyat atau publik khususnya para kepala sekolah menjadi pelaku, sebagai pigur pendidikan yang sentral dan strategis buat dijadikan rujukan pada penyelengaraan pengelolaan pendidikan di sekolah, serta dalam rangka ikut mewujudkan pencapaian target kebijakan lokal gerakan dan melestarikan Ajeg Bali.

Dalam kepustakaan disebutkan terdapat banyak sekali cara dalam mendekati kepemimpinan dan karkteristik atau gaya kepemimpinan seorang. Pendekatan teori kepemimpinan tadi mulai dari teori pendekatan sifat, teori pendekatan konduite, teori kontingensi, dan pendekatan situasional (Mulyasa.2002). Demikian jua dalam ketika jaman globalisasi seka-rang ini yang penuh ditandai menggunakan adanya perubahan pada semua aspek kehidupan manusia yg begitu cepat serta dasyat jua dikaji teori kepemimpinan yang dianggap sesuai menggunakan jamannya misalnya teori kepemimpinan pada keberagaman budaya (Gerring Supriyadi, Suradji, Daan Suganda. 2001), lalu teori kepemimpinan transaksional, visioner, serta transformasional (Komariah serta Triatna. 2006., Danim. 2005. 2006., Raihani. 2010). 

Semua gaya atau pola kepemimpinan yang disebutkan di atas dalam dasarnya merupakan merupakan teori-teori dalam manjemen dan kepemimpinan yang dipelajari serta berkem-bang pada global barat. 

Dalam pembahasan berikutnya akan dibahas teori kepemimpinan Asta Brata yang merupakan galat satu teori kepemimpinan yg bersumber menurut budaya, serta sastra kepercayaan Hindu. Dipilihnya teori kepemimpinan Asta Brata pada pembahasan ini, karena model kepemimpinan ini nir saja dikenal khususnya pada rakyat Indonesia yang beragama Hindu, tetapi sudah dikenal oleh seluruh masyarakat bangsa Indonesia pada umumnya. Alasan lainnya yg dapat disebutkan mengapa pola kepemimpinan Asta Brata ini perlu dibahas karena mempunyai kebenaran universal, mempunyai nilai yg luhur dan adi luhung, berasal berdasarkan warisan budaya bangsa bersumber menurut ajaran kepercayaan Hindu. Oleh karenanya contoh kepemimpinan Asta Brata tadi sangat krusial dipelajari, dipahami sebagai akibatnya dapat diaplikasikan pada melaksanakan tugas para pemimpin, baik menjadi pemimpin adat, pemimpin agama serta pemimpin dalam banyak sekali organisasi formal dalam kehidupan berbangsa serta bernegara. Mengingat begitu pentingnya contoh kepemimpinan Asta Brata ini, maka dahulu pada jaman pemerintahan Presiden Soeharto saat mendapat para peserta pekan Wayang Indonesia ke VI pada Istana Negara menyatakan bahwa mengenai pendidikan kepemimpinan yg belum diperoleh pada sekolah mampu diajarkan lewat tokoh-tokoh warga khususnya para Dalang yakni Asta Brata yang menjadi dasar kepemimpinan dalam kisah Ramayana dan kisah Maha Brata. Lebih jauh mantan Presiden Soeharto jua menyatakan Asta Brata menaruh ajaran yg mudah dipahami, lantaran menggunakan alam kreasi Tuhan Yang Maha Esa menjadi ancer-ancer atau titik tolak, yaitu dengan mendalami atau menghayati sifat serta watak alam semesta, baik sifat bumi, samudra, angin, angkasa, surya, bulan, barah dan bintang. Lebih lanjut dia pula menyatakan bahwa kalau saja seluruh rakyat Indonesia sanggup dan dapat mengusut kepemimpinan Asta Brata ini, mulai dari yg muda hingga pada yg pada ketika kini ini memegang pimpinan mau dan sanggup menerapkan sifat serta tabiat alam yang digunakan sebagai ancer-ancer kepemimpinannya, saya kira Indonesia akan sebagai jaya (Ariasna. 1998). Dari kutipan tadi menampakan bahwa betapa mantan Presiden Soeharto mengharapkan kepemimpinan Asta Brata tersebut supaya dipelajari karena sudah terbukti mempunyai aneka macam kelebihannya dari sejak jaman dahulu yakni sejak jaman nenek moyang bangsa Indonesia pada jaman kejayaan kerajaan Sri Wijaya serta kerajaan Majapahit. 

Oleh karena contoh kepemimpinan Asta Berata tersebut adalah warisan budaya bangsa, warisan budaya Hindu maka wajib dipelajari, dipahami secara baik, dan telah tentunya diterapkan pada kehidupan sehari-hari oleh semua orang yang diklaim pemimpin, apakah pemimpin pada bidang istiadat, agama, bangsa dan negara termasuk para kepala sekolah. Bahkan khususnya warga Bali menggunakan menyelidiki, memahami secara benar, dan menerapkannya secara konsisten pada melaksanakan tugas sebagai kepala sekolah berarti jua para ketua sekolah tersebut sudah ikut berpartisipasi pada menyukseskan kebijaksanaan lokal gerakan dan melestarikan ajeg Bali. Persoalannya adalah bagaimanakah model serta profil kepemimpinan Asta Brata tadi secara lebih lengkap serta utuh.

Asta Berata berasal dari kata Asta yg berarti delapan, dan Brata yang berarti tugas, kewajiban, laku primer, keteguhan hati (Oka Mahendra. 2001). Dengan demikian Asta Brata berarti delapan tugas atau kewajiban primer yg mesti dipegang teguh oleh seseorang pemimpin pada melaksanakan tugas seseorang pemimpin. Asta Brata terdapat dalam Kitab Manawadharma Sastra atau Manusmrti Bab IX Sloka 303 yg menyatakan menjadi berikut: ”Hendaknya raja atau pemimpin berbuat seperti konduite yang sama dengan Indra, Surya, Wayu, Yama, Waruna, Candra, Agni dan Pertiwi”.

Demikian pula ajaran Asta Brata tadi masih ada dalam Kakawin Ramayana yg diubah oleh Pujangga Walmiki serta terdiri atas 10 seloka (Wiratmadja. 1995). Dalam seloka pendahuluannya disebutkan tentang sifat Hyang Widhi Waca yang berakibat kekuatan umatnya serta menggambarkan mengenai kemampuan yg wajib dimiliki sang segenap pemimpin. Kemudian pada sloka yang keduanya disebutkan: ”Dewa Indra, Yama, Surya, Candra, Anila/Bayu, Kuwera, Baruna, dan Agni itulah delapan Dewa yg merupakan badan sang pemimpin, kedelapannya itulah yg adalah Asta Brata”.

Kemudian penerangan dari Asta Brata tadi menggunakan merujuk dalam penerangan Oka Mahendra (2001) bisa disajikan menjadi berikut pada bawah ini.

1. Indra Brata. Di dalam Manusmerti Bab. IX: 304 dikemukakan menjadi berikut: ”Laksana Indra yg mencurahkan hujan di isu terkini hujan. Demikianlah raja menempati kedudukan Indra dengan menghujankan dana kekakayan bagi kerajaannya”. Kemudian pada Ramayana XXIV: 58 dikemukakan: ”Beginilah brata Hyang Indra yang wajib diikuti yaitu menaruh hujan kesejahteraan pada warga , anda hendaknya meniru brata Indra ini, sudana-lah yg anda limpahkan demi kesejahtraan warga ”.

Sesuai dengan ajaran Indra Brata seperti yg telah dikutip di atas seorang pemimpin hendaknya bisa memenuhi keperluan dasar warga di bidang ekonomi, membe-rikan rasa aman, menaikkan kecerdasan warga , menaruh perhatian yg besar dalam masyarakat lapisan bawah, seringkali turun ke bawah menyerap aspirasi warga sebagai masukan pada mengambil kebijakan, serta bisa menghanyutkan segala bentuk penyimpangan serta penyelewengan yg merusak kesejahtraan dan keadilan pada rakyat. 

Dengan demikian pemimpin hendaknya bagaikan air hujan yg turun berdasarkan langit yang menaruh kesegaran, menghapuskan kegersangan sebagai akibatnya tercipta kesejahteraan lahir bathin secara adil serta merata sampai dengan lapisan warga yg paling bawah serta ke semua penjuru. 

2. Yama Brata. Di dalam Manusmerti Bab. IX: 307 dikemukakan sebagai berikut: ”Laksana Yama yg saatnya bertindak tegas kepada sahabat maupun kepada lawan, demikianlah hendaknya seluruh rakyatnya dikendalikan sang raja sesuai menggunakan kedu-dukannya menyerupai Dewa Yama”. Kemudian pada Ramayana XXIV: 54 dikemu-kakan: ”Dalam menghadapi perbuatan hendaknya diterapkan ajaran Yama Brata yaitu menghukum setiap perbuatan pencurian apalagi jika sampai menyebabkan kematian. Ikut dieksekusi mereka yang turut dan berbuat keliru. Setiap orang yang mengacaukan negara patut menerima hukuman meninggal”.

Jadi sinkron menggunakan ajaran Yama Brata seperti yg sudah dikutip di atas seorang pemimpin harus mampu membangun ketertiban dengan aturan menjadi sarananya. Semua orang termasuk penguasa wajib tunduk serta taat dalam hukum menjadi wahana ketertiban serta pembangunan. Tidak terdapat seorangpun yang kebal aturan, berdiri di atas hukum, atau berada pada luar aturan. Dengan demikian sebagai seseorang pemimpin harus sanggup menegakan wibawa hukum, menggunakan aturan sebagai dasar tindakannya, memperlakukan seluruh orang sama pada depan aturan, berlaku adil dengan menghormati harkat dan prestise insan.

3. Surya Brata. Di dalam Manusmerti Bab. IX: 305 dikemukakan menjadi berikut: ”Laksana Surya, selama delapan bulan menyerap air melalui sinar panasnya yg tidak terlihat, demikianlah hendaknya dia dengan perlahan-huma menarik pajak rakyat-nya, sinkron menggunakan kedudukannya yg menyerupai Matahari” Dari kutipan tadi terkesan mengemukakan sesuatu makna yang khusus hanya dalam hal pemungutan pajak. Tampaknya pada Ramayana XXIV: 55 akan mempunyai makna yang lebih luas karena di dalamnya dikemukakan: ”Dewa Matahari selalu menyerap air perlahan-lahan tidak tergesa-gesa, demikianlah hendaknya bila anda menginginkan sesuatu dalam mengambilnya, hendaknya menjadi caranya Matahari, yaitu selalu dengan cara yang lemah lembut”.

Dari kutipan-kutipan tadi pada atas sesuai menggunakan ajaran Surya Brata seseorang pemimpin diharapkan mampu menggali potensi pajak menjadi asal pendapatan serta asal pembangunan yang dipungut secara adil, maupun membebaskan tanah buat pembangunan contohnya haruslah dilakukan menggunakan sebaik-baiknya. Seorang pemimpin nir boleh tergesa-gesa, tanpa perencanaan yg mantap serta tujuan yang jelas mengambil sesuatu berdasarkan masyarakat. Setiap sumber pendapatan yg dipungut menurut masyarakat harus dikembalikan kepada warga , buat kesejahteraan warga . Jadi ibarat matahari yang menyerap air dari samudra, kemudian menjadi mendung, dan akhirnya menjadi hujan yang turun menyegarkan segala yg ada di bumi. Dengan demikian pemimpin juga dituntut untuk melindungi pada rakyatnya dari segala bentuk, dan bisa menaruh energi, kekuatan kepada warga agar mempunyai motivasi dan kegairahan buat membentuk menggunakan mengandalkan kemampuan sendiri. 

4. Candra Brata. Di dalam Manusmerti Bab. IX: 309 dikemukakan sebagai berikut: ” Baginda adalah raja yg menduduki tempatnya Dewi Candra, yg rakyatnya menyambut kehadirannya menggunakan penuh bahagia hati, sebagai orang-orang yg gembira melihat bulan purnama”. Kemudian pada Ramayana XXIV: 56 dikemu-kakan: ”Laku primer menurut Dewa Bulan membuat semua global merasa bahagia. Demikianlah tindakan adinda, hendaknya selalu anggun menjadi air kehidupan, junjung tinggilah orang tua dan orang-orang bijakasana dan bermurah hatilah terhadap mereka” 

Jadi sesuai menggunakan ajaran Candra Brata maka seorang pemimpin tersebut haruslah meperlakukan bawahannya menggunakan penuh afeksi, penuh kesejukan, dan dengan penuh simpatik. Menghormati para sesepuh serta pini sepuh, lebih-lebih orang yang banyak berjasa dalam masyarakat, para rohaniawan, cendekiawan, lantaran mereka membimbing rohani dan mencerdaskan rakyat. Pemimpin harus sanggup memberi sinar terperinci, menyejukan, serta membahagiakan rakyatnya.


5. Vhayu Brata (Maruta). Di pada Manusmerti Bab. IX: 306 dikemukakan sebagai berikut: ”laksana wahyu (angin) beranjak kemana-mana masuk adalah napas bagi semua mahluk hidup, demikianlah hendaknya raja melalui segala arah, lantaran menjadi inilah kedudukannya menyerupai angin”. Kemudian dalam Ramayana XXIV: 56 dikemukakan:”Hendaknya anda berbuat sebagai angin apabila anda ingin memeriksa tingkah laku orang lain. Penyelidikan itu hendaknya dilakukan menggunakan sopan nir nampak. Itulah Bayu Brata yg tinggi nilainya dan membawakan jasa yang sangat bagus.”

Dari 2 kutipan di atas bisa disebutkan bahwa seseorang pemimpin berdasarkan ajaran Vhayu Brata pertama harus menguasai seluruh wilayahnya, rakyatnya serta sebagai nafas kehidupan bagi semua mahluk. Kedua Pemimpin harus berkomunikasi serta melakukan kunjungan resmi maupun tidak resmi, selalu berkomunikasi dengan rakyatnya secara timbal kembali. Jadi pemimpin bagaikan angin berada dimana-mana memhami apa yg hayati dan berkembang serta terjadi di tengah-tengah rakyatnya, baik berupa kasus-perkara, keluhan-keluhan, yg akan Mengganggu asa rakyatnya. Menurut ajaran Asta Brata supervisi juga sangat krusial dilakukan buat mengukur apa yg dicapai, menilai, dan mengadakan perbaikan terhadap berbagai kebijakan yang dilihat perlu. Pengawasan yang dilaksanakan nir saja inheren pada sistem, namun melekat dalam diri sendiri, sehingga walaupun nir tampak, namun dirasakan terdapat misalnya layaknya angin yg terdapat di mana-mana.

6. Bhumi (Dhanada). Di dalam Manusmerti Bab. IX: 331 dikemukakan menjadi berikut: ”laksana Bhumi menunjang semua mahluk hayati secara adil dan merata, demikianlah hendaknya raja terhadap rakyatnya sesuai dengan kedudukannya sebagai mak pertiwi”. Kemudian pada Ramayana XXIV: 58 dikemukakan:” Nikmatilah kekayaan hidup ini, tanpa melewati batas, baik pada makan, minum, sandang serta perhiasan, itulah laksana primer berdasarkan Dewa Dhanada yang hendaknya dipegang sebagai contoh”.

Dari 2 kutipan tersebut di atas para pemimpin hendaknya mengusahakan kesejah-teraan seluruh mahluk secara adil dan merata. Sesuai menggunakan fungsi bumi pemimpin hendaknya memberi peluang serta kesempatan yang sama kepada rakyatnya buat memperoleh kesejahteraan lahir serta bathin. Memperhatikan kesejahteraan masyarakat banyak, para pemimpin wajib menjadi tauladan pada menerapkan pola hidup sederhana, dan tidak dibenarkan melewati batas pada menggunakan kekayaan buat porto hayati.

7. Varuna Brata. Di dalam Manusmerti Bab. IX: 308 dikemukakan menjadi berikut: ” Laksana orang-orang berdosa tampak terikat tali sang Waruna, demikianlah hendaknya raja menghukum orang-orang itu sinkron kedudukannya menyerupai Waruna”. Kemudian dalam Ramayana XXIV: 58 dikemukakan: ”Dewa Waruna memegang senjata yangat berbisa yaitu Nagapasa yang dapat mengikat secara ketat, anda hendak-nya memakai secara teladan hakekat dari Nagapasa ini, yaitu anda harus mengikat menggunakan ketat”. 

Bedasarkan dalam kutipan di atas bisa disimpulkan bahwa seseorang pemimpin haruslah memerangi semua jenis tanpa kenal kompromi. Pemimpin harus tegas menghukum, mengikat erat-erat orang-orang durjana, pemimpin wajib sanggup menghalangi sumber-sumber, demi terciptanya pergaulan sosial yg tertib dan tentram. 

8. Agni Brata. Di dalam Manusmerti Bab. IX: 310 dikemukakan sebagai berikut: ”Bila baginda bersemangat pada menumpas serta memiliki kekuatan yg dasyat dan bisa menghancurkan penguasa-penguasa yg , maka sifat baginda sama dikatakan misalnya Agni”. Kemudian pada Ramayana XXIV: 60 dikemukakan:” Kewa-jiban utama yg dilakukan oleh Bahni (Api) ialah selalu menghanguskan penentang-nya. Keberanian serta ketangguhan buat menghadapi musuh, itulah perlambang barah, siapapun yang anda serang pasti musnah lebur, itulah yang dinamkan Agni Brata”

Berdasarkan kutipan pada atas dapat disimpulkan bahwa seorang pemimpin tersebut wajib memiliki kemampuan pada menegakkan persatuan dan kesatuan bangsa dan daerah negara dan menjaga kekuasaan negara berdasarkan berbagai ancaman yg datangnya dari pada dan dari luar. Pemimpin harus sanggup melindungi rakyat menurut ancaman serta musuh yg datangnya menurut luar dan berdasarkan pada negeri, pemimpin wajib memiliki kemampuan serta kekuatan buat membasmi segala bentuk demi buat kejayaan masyarakat.

Berdasarkan dalam penerangan berdasarkan masing-masing unsur kepemimpinan Asta Brata tersebut di atas, tampak begitu poly berisi serta mengandung nilai-nilai, norma-kebiasaan, kaidah-kaidah, petunjuk-petunjuk, pedoman yang bisa serta seharusnya ditauladani, ditaati, dan dilaksanakan dan perlu dipertahankan serta dijunjung tinggi sang setiap pemimpin termasuk ketua sekolah. Kemudian bila dipandang secara lebih hati-hati, sepertinya menggunakan keterbatasan kekeritisan menurut penulis, keterbatasan pada bahan sumber kajian terutama yang bersumber berdasarkan ajaran-ajaran agama Hindu menjadi pisau atau indera analisisnya, mungkin penulis akan dapat mengidentifikasi serta menjabarkan turunannya secara lebih bebas, sederhana, operasional, dan riil bahwa nilai-nilai, norma-kebiasaan, kaidah-kaidah, petunjuk-petunjuk, pedoman yg bersumber berdasarkan Kepemimpinan Asta Brata tadi yang seharusnya dapat serta diharapkan ditauladani seorang pemimpin khususnya seseorang ketua sekolah haruslah bisa mewujudkan sifat atau pola kepemimpinan Asta Brata yang bercirikan lebih kurang atau paling tidak sebagai berikut di bawah ini:
1. Kepala sekolah harus sanggup mewujudkan serta memenuhi keperluan dasar rakyat/ masyarakat sekolah pada aneka macam fasilitas material dan non material. 
2. Kepala sekolah wajib menaruh rasa aman kepada seluruh rakyat sekolah.
3. Kepala sekolah harus menaikkan kecerdasan semua masyarakat sekolah. 
4. Kepala sekolah wajib memberikan perhatian yang akbar pada warga sekolah hingga lapisan paling bawah seperti opas, maupun tukang kebersihan sekolah. 
5. Kepala sekolah wajib bisa menyerap aspirasi rakyat sekolah yg berguna sebagai bahan pertimbangan dalam merogoh berbagai keputusan.
6. Kepala sekolah bisa menegakan wibawa hukum terhadap warga sekolah. 
7. Kepala sekolah harus berani memberantas dan menghanyutkan segala bentuk penyim-pangan serta penyelewengan yang mungkin dilakukan sang rakyat sekolah.
8. Kepala sekolah wajib sanggup membangun ketertiban sekolah menggunakan banyak sekali peraturan, serta hukum menjadi sarananya. 
9. Kepala sekolah harus menggunakan aturan menjadi dasar tindakannya, 
10. Kepala sekolah harus memperlakukan seluruh rakyat sekolah sama pada depan aturan, serta berlaku secara adil dengan menghormati harkat dan martabat insan.
11. Kepala sekolah harus tunduk dan taat dalam hukum sebagai sarana ketertiban dan pembangunan.
12. Kepala sekolah bisa menggali potensi sumber pendapatan serta asal pembangun-an secara adil.
13. Kepala sekolah tidak boleh tergesa-gesa, tanpa perencanaan yg mantap dan tujuan yg kentara, strategis, serta visioner dalam mengambil sesuatu kebijakan.
14. Kepala sekolah mampu melindungi warga sekolah.
15. Kepala sekolah dapat memberikan energi, kekuatan pada rakyat sekolah agar memi-liki motivasi dan kegairahan buat menciptakan dengan mengandalkan kemampuan sendiri. 
16. Kepala sekolah wajib menghormati para sesepuh dan pini sepuh, lebih-lebih orang yang poly berjasa dalam warga , seperti para rohaniawan, cendekiawan, karena mereka membimbing rohani serta mencerdaskan masyarakat sekolah.
17. Kepala sekolah harus bisa memberi sinar jelas, menyejukan, dan membahagiakan masyarakat sekolah.
18. Kepala sekolah meperlakukan warga sekolah dengan penuh afeksi dan menggunakan penuh simpatik. 
19. Kepala sekolah wajib menguasai semua lingkungan sekolah, masyarakat sekolah dan menjadi nafas kehidupan bagi seluruh di lingkungan sekolah. 
20. Kepala sekolah wajib sanggup berkomunikasi secara baik.dengan warga sekolah.
21. Kepala sekolah mampu berbagi sistem pengawasan yang terdapat pada diri sendiri para warga sekolah, sehingga walaupun nir tampak, tetapi dirasakan terdapat misalnya layaknya angin yg terdapat di mana-mana. 
22. Kepala sekolah hendaknya memberi peluang serta kesempatan yang sama pada masyarakat sekolah untuk memperoleh kesejahteraan lahir dan bathin secara adil dan merata. 
23. Kepala sekolah sebagai pemimpin hendaknya sebagai tauladan bagi warga sekolah dalam menerapkan pola hayati sederhana.
24. Kepala sekolah menjadi pemimpin hendaknya bisa memerangi semua jenis yg kemungkinannya dilakukan oleh rakyat sekolah tanpa kenal kompromi. 
25. Kepala sekolah sebagai pemimpin hendaknya mempunyai sifat yg tegas menghukum terhadap rakyat sekolah yang melakukan, mengikat erat-erat orang-orang durjana,
26. Kepala sekolah sebagai pemimpin hendaknya sanggup menghalangi asal-asal, demi terciptanya pergaulan sosial yg tertib serta tentram diantara warga sekolah.
27. Kepala sekolah sebagai pemimpin hendaknya memiliki kemampuan dalam menegak-kan persatuan serta kesatuan masyarakat sekolah.
28. Kepala sekolah menjadi pemimpin hendaknya sanggup melindungi rakyat sekolah sekolah dari ancaman yang datangnya berdasarkan luar dan menurut pada sekolah. 
29. Kepala sekolah sebagai pemimpin hendaknya mempunyai kemampuan serta kekuatan buat membasmi segala bentuk demi buat kejayaan sekolahnya.

Demikianlah mungkin pelukisan pola kepemimpinan Asta Brata yang bisa diidentifikasi serta diturunkan pada bentuk nilai-nilai, norma-norma, kaidah-kaidah, petunjuk-petunjuk, panduan sebagai pemimpin dalam melaksanakan tugas sebagai kepala sekolah, sudah tentunya masih banyak yang dapat dan sanggup digali dan dikembangkan, terlebih-lebih unsur-unsur berdasarkan kepemimpinan Asta Brata tersebut sesungguhnya disebut-kan merupakan menjadi pencerminan serta manifestasi menurut sifat-sifat Tuhan Ida Shang Hyang Widhi Waca, yg sudah tentunya sesuai dengan ajaran agama Hindu Tuhan Ida Shang Hyang Widhi Waca memiliki sifat yang maha paripurna. Jadi barangkali nilai-nilai, norma-kebiasaan, kaidah-kaidah, petunjuk-petunjuk, pedoman yang disebutkan sang penulis tadi hanya baru adalah bagian kecil saja, hanya sebagai stimulan agar berbagai lapisan mayarakat khususnya pada Bali ikut mengkajinya serta mendiskusikannya menurut banyak sekali sisi. Demikian pula karena seluruh bentuk nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan, kaidah-kaidah, petunjuk-petunjuk, pedoman sebagai pemimpin tadi adalah sebagai manipestasi serta bersumber dari sifat Tuhan Ida Shang Hyang Widhi Waca, maka sebagai seorang pemimpin sudah tentunya seharusnya menerapkannya lantaran adalah sifat-sifat dan kehendak dari Tuhan. Namun demikian sesungguhnya bila dipandang dan dikritisi secara lebih akademik cara berpikir yg memposisikan pola kepemimpinan Asta Brata menjadi suatu model kepemimpinan yg bersumber berdasarkan sifat-sifat Tuhan Ida Shang Hyang Widhi Waca yang lalu memunculkan adanya adagium yang menyatakan suara raja menjadi pemimpin merupakan bunyi Tuhan. Suara raja atau seluruh perintah raja tadi adalah benar, raja tidak pernah berbuat salah pada saat sekarang ini di jaman terkini tampak ada semacam kontradiksi dengan paham kepemimpinan yang bersifat demokrasi, yg memunculkan adagium suara rakyat adalah bunyi Tuhan. Jadi rakyatlah yg paling berkuasa, walaupun dalam waktu terkini ini dipresentasikan melalui wakil-wakilnya. Secara sepintas kentara ke 2 pola kepemimpinan tersebut tampak bertentangan. Dan telah tentunya menurut irit penulis menurut kedua cara padang, cara berpikir, serta cara mendekati pola kepemimpinan tadi nir mesti didebatkan atau dipertentangkan, lantaran dalam dasarnya jikalau dipandang secara lebih dalam menurut sisi sifat, indikator, maupun karakteristik-cirinya secara realnya kepemim-pinan Asta Brata dan kepemimpinan yang bersifat demokratis yang dianggap paling relevan menggunakan jaman globalisasi seperti misalnya kepemimpinan transaksional, visioner, serta tarnsformasi tidak jauh berbeda, malah banyak memiliki kesamaannya, saling melengkapi. Dalam hubungan ini barangkali sanggup dibandingkan beberapa nilai-nilai, norma-norma, kaidah-kaidah, petunjuk-petunjuk, panduan yg dicoba serta bisa diidentikasikan berdasarkan kepemimpinan Asta Brata tadi pada atas dengan beberapa sifat yg merupakan karakteristik menurut kepemimpinan transformasional misalnya yg dikemukakan oleh Anderson (Usman. 2006), menjadi berikut. Kepemimpian transformasinal memiliki atau bercirikan bahwa seorang pemimpin tersebut, pertama, harus menampakan diri menjadi komunikator: yaitu mengenali bawahannya, mengelola bawahannya, tahu bawahannya menggunakan akurat, mengko-muni-kasikan visinya dengan bawahannya, mengakui keberhasilan bawahannya, menunda emosi terhadap bawahannya, mengatasi perseteruan antar eksklusif, membina interaksi yg efektif serta menyenangkan terhadap bawahanya, menghormati serta menghargai bawahanya, menaruh dukungan terhadap bawahannya. Kedua, sebagai konselor, yaitu: membantu bawahannya mengatasi masalahnya, membantu bawahannya menciptakan rencana atau tujuan yang ingin dicapai, memotivasi bawahannya untuk bertindak, menghadapi orang-orang yang jenuh dan membangkang, melakukan pemindahan bawah-annya secara selektif, dan efektif, membagi pengalaman pada bawahanya, membina bawahannya buat mencapai tujuan, mengevaluasi kinerja serta menaruh unpan kembali, dan yg ketiga, pemimpin tadi harus memberitahuakn diri sebagai konsultan, yaitu: melaksanakan konsultasi dan komunikasi dengan bawahanya, membuat nilai serta budaya beserta, melegitimasi kepemimpinan orang lain, memfasilitasi perkembangan gerombolan , mengklari-fikasi norma-kebiasaan, nilai-nilai, dan keyakinan, mengkomunikasikan visi serta misi, dan tujuan arganisasi, memecahkan pertarungan organisasi, menghadapai anggota yg mengganggu, meneliti fakta yang krusial bagi bawahan dan organisasi, merencanakan serta mengkoordinasikan banyak sekali sumberdaya organisasi. Bahkan kelebihan dari kepemim-pinan Asta Brata tadi nir saja karena ada kecenderungan ciri menggunakan kepemimpinan transformasi, tetapi pula lantaran dasarnya, sumbernya merupakan keyakinan, kepercayaan , religiusitas, moralitas, kesetiaan, komitmen, keteguhan prinsip pada ajaran agama Hindu tanpa ada diskusi yg panjang secara akademik, maka tampaknya serta seharusnya orang-orang yg dianggap pemimpinan niscaya akan merasa lebih terikat, lebih terdorong buat mengaplikasikannya, serta akan merasa dosa atau bersalah bila tidak melaksanakan dalam tugasnya menjadi pemimpin yg selalu wajib diingatkan atau diinstruksikan secara formal oleh atasan secara garis kuasa atau birokrasi yg vertikal dalam suatu lembaga atau organisasi seperti sekolah.

D. Kompetensi Kepala Sekolah Sebagai Pemimpin Pendidikan
Kompetensi adalah adalah keliru satu kriteria berdasarkan suatu profesi. Kepala menjadi suatu pengembangan jabatan menurut pengajar yg diklaim tugas tambahan pula dituntut buat memenuhi kriteria kompetensi tersebut. Kompetensi sanggup dicermati dari aneka macam aspek seperti pengertiannya, karakteristiknya, maupun cara mengukur kompetensi tadi. Dalam pembahasan bab ini juga dibahas beberapa aspek dari kompetensi profesi tenaga kependidikan khususnya kepla sekolah.

Mengenai pengertian kompetensi sebagai salah satu ciri menurut profesi pada kepus-takaan diberikan pengertian secara beraneka ragam tergantung menurut sudut pandang para penulis. Keaneka ragaman pengertian kompetensi tadi, bisa ditunjukkan pada pembahasan ini, misalnya, contohnya ada pendapat yg menyatakan bahwa kompetensi tadi merupakan suatu hal yang menggambarkan kemampuan seorang, baik yang kuali-tatif juga kuantitatif (Usman. 2005). Lebih lanjut dijelaskan bahwa pengertian kompe-tensi seperti ini mengandung makna bahwa kompetensi tersebut dapat dipakai pada dua kontek. Kontek pertama sebagai indikator yg menampakan pada perbuatan yang diamati. Kontek kedua sebagai konsep yang meliputi aspek-aspek kognitif. Afektif, dan perbuatan, serta tahap-termin pelaksanaannya secara utuh. Kemudian kompetensi jua diberikan pengertian sebagai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yg dikuasai sang seorang yg sudah sebagai bagian darinya sebagai akibatnya ia bisa melakukan konduite-perilaku kognitif, afektif, serta psikomotorik menggunakan sebaik-baiknya (Mulyasa. 2003). Kompetensi jua diberikan pengertian menjadi panguasaan terhadap tugas, keterampilan, perilaku, serta apresiasi yg dibutuhkan buat keberhasilan (Mulyasa. 2003). Kemudian Gordon pada Mulyasa (2005) memerinci beberapa aspek dari kompetensi, sebagai berikut. Pertama pengetahuan, yaitu kesadaran dalam bidang kognitif, seperti, contohnya seorang pengajar sekolah mengetahui cara melakukan identifikasi kebutuhan donasi yg dibutuhkan muridnya dalam melakukan pembelajaran dikelasnya. Kedua pemahaman yaitu kedalaman kognitif dan apektif yg dimiliki sang individu, misalnya misalnya seorang pengajar yg akan melaksanakan pemebelajaran wajib memiliki pemahaman yg luas mengenai karekteristik dan kondisi muridnya supaya bisa pembelajaran berjalan secara efktif. Ketiga kemampuan, yaitu suatu yg dimiliki oleh seorang untuk bisa melakukan tugas atau pekerjaan yg dibebankan kepadanya, misalnya, misalnya kemam-puan guru pada menentukan dan menciptakan media pembelajaran yg dibutuhkan buat lebih memotivasi serta memudahkan pembelajaran siswa. Keempat nilai, yaitu suatu standar perilaku yg sudah diyakini serta secara psikologis sudah menyatu dalam diri seorang, misalnya, contohnya standar konduite dalam pembelajaran, diantaranya kejujuran, keterbukaan, demokratis, obyektif, adil. Kelima perilaku, yaitu perasaan seperti perasaan bahagia dan tidak bahagia, suka nir suka , atau reaksi terhadap terhadap suatu rangsangan yg datang menurut luar, misalnya reaksi terhadap krisis ekonomi, kenaikan gaji, serta sebagainya. Keenam minat yaitu kecendrungan seorang buat melakukan suatu perbuatan, seperti, misalnya, minat sesorang buat melakukan sesuatu atau menilik sesuatu. Ada juga pendapat yg menyatakan bahwa kompetensi yg wajib dimiliki oleh suatu profesi adalah meliputi: kemampuan untuk membuatkan eksklusif, dominasi ilmu pengetahuan dan keterampilan, kemampuan berkarya, kemampuan menyikapi serta berprilaku dalam berkarya, dapat hidup bermasya-akat (Pusposutardjo. 2002). Pengertian kompetensi lainnya yang lebih konseptual sifatnya menguraikan bahwa kompetensi tersebut mengandung 3 pengertian. (1) pengertian kompetensi itu dalam dasarnya merupakan kecakapan atau kemampuan buat mengerjakan sesuatu pekerjaan, (2) memilih pada pengertian bahwa kompetensi itu merupakan sifat orang-orang, yang mempunyai kecakapan, kemampuan, otoritas, kemahiran, pengetahuan dan lain sebagainya untuk dapat mengerjakan sesuatu yang diharapkan, serta (tiga) bahwa kompetensi adalah tindakan atau kinerja rasional yang dapat mencapai tujuan-tujuannya secara memuaskan berdasarkan syarat yg dibutuhkan (Makmun.1996, Dep-dikbud.1978, Depdikbud. 1984). Lebih jauh Makmun (1996) menyatakan bahwa berpijak dalam pengertian kompetensi tadi bisa juga dijelaskan bahwa sesungguhnya seorang yang dapat disebut menjadi profesional yang kompeten, jikalau menampakan karakteristik: (1) mampu melakukan sesuatu pekerjaan tertentu secara rasional, pada arti, ia memiliki visi dan misi yang kentara, dia melakukan sesuatu berdasarkan pada hasil analitis kritis dan pertimbangan logis pada membuat pilihan dan merogoh keputusan mengenai apapun yang akan dikerjakan, (2) menguasai perangkat pengetahuan yaitu teori, konsep, prinsip dan kaidah, hipotesis serta generalisasi, data dan imformasi lainnya tentang seluk beluk apa yg sebagai bidang tugas pekerjaannya, (3) menguasai perangkat keterampilan yang meliputi strategi dan taktik, metode dan teknik, prosedur serta prosedur, sarana serta instrumen, mengenai cara melakukan tugas pekerjaannya, (4) menguasai perangkat persyaratan ambang tentang ketentuan kelayakan normatif minimal kondisi menurut proses yang bisa ditoleran-sikan dan kriteria keberhasilan yang dapat diterima berdasarkan apa yg dilakukannya, (lima) memiliki daya dan citra unggulan pada melakukan tugas pekerjaannya. Ia bukan sekedar puas menggunakan memadai persyaratan minimal, melainkan berusaha mencapai yg sebaik mungkin, serta (6) memiliki kewenangan yg memancar atas penguasaan perangkat kompetensi yg pada batas tertentu dapat didemontrasikan dan teruji sehinga memung-kinkan memperoleh pengakuan pihak berwewenang.

Demikian variasi pengertian mengenai kompetensi menurut para penulis, dengan demikian berdasarkan dalam pengertian kompetensi yang begitu beragam tersebut menambah wawas-an serta khasanah para calon kepla sekolah, serta lebih lanjut akan memiliki pijakan yg lebih luas dan kuat dalam menyelidiki serta memahami kompetensi profesi kependidikan khususnya jabatan ketua sekolah tersebut.

Persoalannya kini bagaimanakah kompetensi yg harus dimiliki sang seseorang ketua sekolah agar dapat melaksanakan tugasnya menjadi pemimpin secara efektif? Dalam hubungannya menggunakan kompetensi ketua sekolah ada pendapat yang menyatakan bahwa seorang ketua sekolah dituntut buat mempunyai kemampuan: (1) konduite yang berorientasi pada tugas menggunakan memfokuskan dalam aktivitas penyusunan perencanaan, mengatur pekerjaan, melakukan koordinasi aktivitas anggota, serta menyediakan peralatan dan bantuan teknis yg dibutuhkan, (2) perilaku yg berorientasi hubungan ketua sekolah menjadi manajer wajib penuh perhatian mendukung dan membantu pengajar, konselor, dan karyawan sekolah serta berusaha memahami permasalahan dan pemecahannya, da (3) konduite partisipatif, ketua sekolah melakukan pertemuan gerombolan yg memudahkan partisipasi, pengambilan keputusan, memperbaiki komunikasi, mendorong kerjasama, dan memudahkan pemecahan perseteruan (Sergiovanni. 1977). Sesuai dengan Peraturan Menteri No. 13 Tahun 2007 mengenai standar ketua sekolah diatur bahwa seorang ketua sekolah tersebut dituntut harus mempunyai kompetensi keperibadian, kompetensi manajerial, kompetensi kewirausahaan, kompetensi pengawasan, serta kompetensi sosial. Secara lebih lebih lengkap serta rincinya kompetensi yg dimaksudkan tadi adalah seperti yang tersaji pada daftar tabel berikut pada bawah ini.

TABEL NO DAFTAR KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH











1. Kepribadian

Mampu atau mempunyai akhlak mulia.
Mampu mengembangkan budaya dan tradisi akhlak mulia pada sekolah loka bertugas.
Mampu menjadi teladan akhlak mulia bagi komunitas sekolah.
Mampu atau mempunyai integritas kepribadian dalam memimpin pada sekolah
Mampu atau mempunyai hasrat yang bertenaga dalam pengembangan diri sebagai ketua sekolah

Mampu berbagi perilaku terbuka pada melaksanakan tugas pokok serta fungsi menjadi kepala sekolah.
Mampu mengendalikan diri pada menghadapi masalah pada peker-jaan sebagai ketua sekolah.
Mampu atau memiliki bakat dan minat sebagai kepala sekolah.













2. Manajerial

Mampu menyusun perencanaan yang visioner.
Mampu berbagi organisasi sekolah sesuai kebutuhan.

Mampu memimpin sekolah pada memakai sumberdaya seko-lah.

Mampu mengelola perubahan dan pengembangan sekolah menuju organisasi belajar yg efektif.
Mampu membangun budaya dan iklim sekolah yg kondusif dan inovatif bagi PBM siswa.
Mampu menerapkan nilai-nilai kewirausahaan pada membentuk inovasi yg berguna bagi pembangunan sekolah.
Mampu mengelola guru dan staf dalam rangka pandayagunaan SDM secara optimal.
Mampu mengelola wahana serta prasarana sekolah dalam rangka panda-yagunaan secara optimal.
Mampu mengelola hubungan sekolah dan masyarakat pada rangka pencarian dukungan ide, sumber belajar dan pembiayaan sekolah.
Mampu mengelola kesiswaan pada rangka penerimaan murid baru, penempatan siswa, serta pengembangan kafasitas siswa.
Mampu mengelola perkembangan kurikulum serta kegiatan pem-belajaran sesuai dengan arah dan tujuan pendidikan nasional.
Mampu mengelola keuangan sekolah sesuai menggunakan prinsip pengelo-laan yg akuntabel, tranfarans, dan efisien.
Mampu mengelola ketatausahaan sekolah pada mendukung penca-paian tujuan sekolah.
Mampu mengelola buat layanan spesifik sekolah pada mendukung kegiatan pembelajaran dan aktivitas kesiswaan lainnya.
Mengelola system kabar sekolah dalam mendukung penyusunan acara dan pengambilan keputusan.
Mampu memanfaatkan kemajuan teknologi liputan bagi peningkat-an pembelajaran serta manajemen sekolah.
Mampu mengelola kegiatan produksi/jasa sebagai sumber belajar murid.
Mampu melakukan monitoring penilaian, serta pelaporan pelaksanaan program aktivitas sekolah menggunakan prosedur yang sempurna, serta meren-canakan tindak lanjutnya.









3. Kewirausahaan
Mampu membangun inovasi bagi pengembangan sekolah.
Mampu bekerja keras buat mencapai keberhasilan sekolah menjadi organisasi pembelajar yang efektif.

Memiliki motivasi yg bertenaga buat sukses pada melaksanakan tugas pokok serta manfaatnya menjadi pemimpin sekolah.

Pantang menyerah dan selalu mencari solusi terbaik dalam mengha-dapi hambatan yg  dihadapi sekolah.

Memiliki naluri kewirausahaan pada mengelola kegiatan produksi/ jasa sekolah/menjadi asal belajar siswa.






4.  Supervisor

Mampu merencanakan program supervisi akademik dalam rangka meingkatkan profesionalisme guru.
Mampu melaksanakan pengawasan akademik terhadap guru menggunakan menggunakan pendekatan dan teknik pengawasan yg tepat.

Mampu menindaklanjuti hasil pengawasan akademik terhadap pengajar da-lam rangka peningkatan profesionalisme guru.


5. Sosial

Mampu bekerjasama menggunakan pihak lain buat kepentingan sekolah
Mampu melakukan partisipasi pada kegiatan sosial.

Memiliki kepekaan sosial terhadap orang atau grup lain.

6. Penunjang

Mampu mempertinggi gambaran serta profesionalisme sekolah.
Mampu meningkatan daya saing sekolah secara global.

Mampu menggugah jati diri bangsa


Demikian jua pada samping ketua sekolah dituntut mempunyai kemampuan misalnya yang telah diuraikan pada atas, lebih berdasarkan itu kemampuan tersebut sebaiknya didukung sang suatu sifat kepemipinan yg menurut pendapat Dewantara (Depdikbud, Dijendikdasmen. 1993) kepala sekolah wajib mempunyai sifat kepemimpinan yang sinkron menggunakan kepribadian bangsa. Kepemimpinan yang paling cocok dengan kepribadian bangsa Indonesia adalah kepemimpinan Pancasila, yaitu ing ngarso sung tuludo, ing madio mangun karso, tut wuri andayani. Sifat kepemimpinan tadi lalu lebih dejelaskan menjadi berikut. Ing ngarso sung tuludo yg merupakan sekitar menjadi ketua sekolah yang berdiri tegak pada paling depan wajib mampu memberi model atau teladan kepada bawahannya contohnya menjadi berikut: cara berpakaian yg rapi, kehadiran yg lebih awal dari pengajar-guru yang lain, memiliki wibawa, menguasai kasus yang menyangkut bidangnnya, mempunyai rasa tanggungjawab yg tinggi, penuh pengabdian , aktif serta kreatif. Ing madio mangun karso yg artinya lebih kurang menjadi berikut kepla sekolah yang ideal apabila terdapat ditengah-tengah lingkungan tugasnya serta bijkasana, yaitu sanggup menaruh motivasi terhadap guru-guru dan karyawan yg lainnya supaya mengasihi profesinya, sanggup dan memberitahuakn masalah-kasus pekerjaan bila pengajar dan karyawan menerima kesulitan, jangan hanya bisa menyalahkan, mencari kesalahan pengajar-pengajar dan karyawan, tetapi wajib mebantu memecahkan masalah tadi, harus sanggup membentuk suasana yang menyenangkan sehingga pengajar dan karyawan bekerja menggunakan suasana kondusif, merasa nir ditekan, serta memperhatikan kesejahteraaan bawahannya dalam hal transpotasi, kehidupan keluarga, loka tinggal, membantu memecahkan perkara famili jika dimintai pertimbangan oleh bawahan, sehingga bawahan dapat bekerja dengan damai. Ttut wuri andayani yang artinya sekitar ketua sekolah hendaknya memberi kebebasan kepada bawahannya buat bertindak aktif serta kreatif dalam menjalankan tugasnya, yaitu mampu menjabarkan tugas-tugas menjadi guru serta karyawan, wakil kepala sekolah dan staf karyawan supaya diberikan kesempatan buat menjabarkan kebijakan kepla sekolah yang sudah dituangkan pada program, serta administrasi sekolah yang dikelola sang karyawan rapikan usaha agar dijabarkan sinkron dengan kebutuhannya. Kepala sekolah mengikutinya, mengarahkannya apbila terjadi kesalahan penafsiran atau terjadi penyimpangan menurut kebijkan yang telah ditetapkan. 

E. Kuasa serta Jenis Kuasa Kepala Sekolah
Istilah kekuasaan dalam literatur manajemen telah digunakan secara umum, akan namun masih juga terjadi kekaburan mengenai pengertiannya. Sering kata kekuasaan digunakan secara silih berganti menggunakan istilah-kata lainnya, misalnya efek, dan otoritas. Menurut Max Weber (Thoha. 1990) menaruh pengertian kekuasaan menjadi suatu kemungkinan yg menciptakan seorang aktor pada pada suatu interaksi sosial berada dalam suatu jabatan buat melaksanakan keinginannya sendiri serta yg menghilangkan halangan. Dalam sumber yang sama Thoha (1990) mengutip pendapat Walter Nord yg menaruh pengertian kekuasaan tadi menjadi suatu kemampuan buat mensugesti genre energi dan dana yang tersedia buat mencapai suatu tujuan yang tidak selaras secara jelas berdasarkan tujuan yg lainnya. Wexley serta Yukl (1977) memberikan pengertian kekuasaan sebagai kapasitas mempengaruhi orang lain. Seorang memiliki kekuasaan sepanjang terus dapat mempengaruhi nir peduli apakah usaha-bisnis yg dilakukan itu benar-benar mem-punyai impak. Kemudian Rivai (2004) menaruh pengertian kekuasaan menjadi kemampuan buat menciptakan orang lain melakukan apa yang diinginkan sang pihak yg lainnya. Kekuasaan meliputi interaksi antara 2 orang atau lebih. Seseorang atau grup tidak akan bisa mempunyai kekuasaan pada keadaan terisolasi, kekuasaan wajib diterapkan, atau mempunyai potensi untuk diterapkan dalam hubungannya menggunakan orang atau gerombolan lainnya. Rogers (1973) berusaha membuat lebih kentara kekaburan kata menggunakan merumuskan kekuasaan sebagai suatu potensi dari suatu imbas. Dengan demikian kekuasaan adalah suatu asal yg mampu atau nir mampu buat dipergunakan. Pengunaan kekuasaan selalu menyebabkan perubahan dalam kemungkinan bahwa seorang atau kelompok akan mengangkat suatu perubahan perilaku yang diinginkan. Rogers sepertinya sudah menaruh rumusan yg bermakna bagi kepemimpinan dijelaskan olehnya bahwa kepemimpinan adalah suatu proses buat mensugesti aktivitas-kegiatan individu dan grup pada usahanya buat mencapai tujuan dalam situasi tertentu. Dengan mengikuti penerangan menurut Rogers bisa disimpulkan bahwa kepemim-pinan merupakan setiap bisnis buat mensugesti, sementara itu kekuasaan bisa diartikan sebagai suatu potensi imbas menurut seseorang pemimpin tersebut. Demikian jua dijelaskan bahwa otoritas adalah sebagai suatu tipe khusus menurut kekuasaan yang secara asli melekat pada jabatan yang diduduki oleh pemimpin.

Banyak teori yang mengungkapkan jenis kuasa yg telah dikaji oleh para pakar. Dari sejumlah teori tersebut diantaranya Bateman dan Snell (2007) dengan mengutip teori dari French serta Raven menyebutkan bahwa pemimpin tersebut paling nir mempunyai lima jenis kuasa, demikian pula Wexley dan Yukl (1977), Koontz, dkk (1984), Stoner, dkk (1995) menyebutkan 5 jemis kuasa mampu digunakan secara luas. Jenis kuasa yang dimaksudkan merupakan kuasa paksaan (Coercive power), kuasa refernsi (Refrent power), kuasa legitimasi (Legitimte power), kuasa keahlian (Expert power), serta kuasa penghargaan (reward power). 

Kuasa paksaan (Coercive power) adalah berdasarkan atas rasa ketakutan bahwa kegagalan mematuhi peraturan atau perintah akan mengakibatkan beberapa bentuk hukuman. 

Sumber dari kuasa paksaan adalah pengendaliannya atas konsekwensi-konsekwensi negatif para bawahan, seperti: denda , skorsing, dan pemecatan, penurunan pangkat, mutasi, dan lain sebagainya.

Kuasa refernsi (Refrent power) adalah berdasarkan atas identifikasi serta ketertarikan. Sejumlah pemimpin politik atau kegamaan mempunyai kharisma atau daya tarik langsung yang luar biasa serta para bawahannya sangat patuh serta menghormati. Kuasa refrensi dipengaruhi sang kepribadian pemimpin dan kapasitasnya dalam memberi ilham terhadap bawahan serta memberikan asa-harapan serta nilai-nilai. Disamping itu kuasa refernsi ditentukan jua oleh bagaimana caranya pemimpin memperlakukan bawahan. Cara yg paling layak bagi seseorang pemimpin merupakan dengan meninggikan konsiderasi. 

Kuasa legitimasi (Legitime power) adalah kekuasaan yg bersumber menurut kedu-dukan atau jabatan formal atau informal yg dipegang seorang. Kekuasaan legitimasi diperoleh berdasarkan wewenang hukum. Kekuasa ini mencakup kepatuhan bawahan dengan peraturan dan perintah serta petunjuk yang diberikan menurut pimpinan bila hal ini dianggap absah oleh bawahan berdasarkan segi lingkup pemimpin. Lingkup kewenangan ditentukan sang organisasi serta keanggotaan bawahan ditentukan dalam perjanjian formal atau mungkin telah tercakup pada persetujuan informal. Wewenang pemimpin sangat tinggi terutama yg berkaitan menggunakan mekanisme serta penjawalan kerja. Banyaknya dampak seseorang pemimpin asal berdasarkan wewenang organisasi, karenanya kuasa legitimasi berdasarkan pemimpin umumnya sebaiknya didukung menggunakan kuasa paksaan. 

Kuasa keahlian (Expert power) adalah kuasa yang bersumber dari suatu keahlian serta kemampuan yang dimiliki oleh seseorang pemimpin. Seorang pemimpin dapat mempe-ngaruhi pendapat bawahan bila dia dilihat mempunyai pengetahuan serta keahlian yg luas. Dengan keahliannya mensugesti secara nir pribadi perilaku bawahanya. Pengaruh pimpinan akan lebih besar apabila memiliki pengetahuan penting yang luas, apabila pemimpin sangat persuasif dan pandai pada mensugesti bawahannya, bila pemimpin memiliki kejujuran serta kepercayaan yg tinggi dari bawahan..

Kuasa penghargaan (reward power) merupakan kekuasaan yang bersumber menurut bantuan gratis atau penghargaan yang diberikan oleh seseorang pemimpin. Pemimpimpin akan mengen-dalikan atas konsekwensi-konsekwensi positif yang ditimbulkan terhadap bawahan, sperti kenaikan upah, kenaikan gaji, promosi, promosi, penugasan, pengakuan formal, serta penghargaan yg lainnya.

Dari kutipan serta uraian di atas dapat diketahui paling nir terdapat 5 jenis kuasa yang dikenal dalam teori manajemen, namun demikian bila mengikuti uraiannya Hersey dan Blanchard (1982) disamping lima jenis kuasa di atas, masih ada dua jenis kuasa yg lainnya, yaitu kuasa koneksi dan kuasa keterangan. 

Berdasarkan uraian pada atas maka ada berberapa variasi pilihan jenis kuasa yang bisa dipilih dan dipakai oleh seorang pemimpin dalam upaya buat mempertinggi kinerja atau profesionalime bawahannya. Demikian pula dalam bidang pendidikan seseorang kepala sekolah menjadi pemimpin pendidikan memiliki variasi pilihan jenis kuasa yg dapat diubahsuaikan dan telah tentunya jua menggunakan mempertimbangkan tingkat kematangan para guru menjadi bawahannya pada rangka buat peningkatan kualitas kompetensi profesionalismenya.

Secara teori manajemen terutama dalam teori gaya kepemimpinan situasional yang dikembangkan oleh Hersey dan Blanchard (1982) bahwa taraf kematangan bawahan atau pengikut tidak hanya memilih gaya kepemimpinan seseorang pemimpin, tetapi jua sangat menentukan pada pada memilih jenis kuasa yg seharusnya perlu dipakai pemimpin untuk bisa menyebabkan peningkatan kepatuhan konduite bawahan. Oleh karenanya pemimpin yg efektif perlu menyesuaikan atau memvariasikan jenis kuasa yg diterapkan atau diperlakukan terhadap pengikutnya. 

Dalam hubungan ini jika tingkat kematangan bawahan tadi termasuk tingggi (M4), maka alternatif pilihan jenis kuasa yang perlu diterapkan oleh seorangg pemimpin sehingga kepemimpinannya tadi bisa terealisasi secara efektif adalah jenis kuasa keahlian. Jika taraf kematangan bawahan tadi termasuk sedang (M3, M2), maka alternatif pilihan jenis kuasa yang perlu diterapkan oleh seseorang pemimpin sebagai akibatnya kepemimpinannya tadi bisa terealisasi secara efektif adalah jenis kuasa refrensi atau kuasa penghargaan. Demikian juga jika taraf kematangan bawahan tadi termasuk rendah (M1), maka alternatif pilihan jenis kuasa yg perlu diterapkan oleh seseorang pemimpin sebagai akibatnya kepemimpinannya tersebut dapat terlaksana secara efektif adalah jenis kuasa paksaan.

Dengan demikian dalam bidang pendidikan terutama di sekolah kepala sekolah sepertinya juga memiliki variasi pilihan jenis kuasa yg dapat dipilih serta digunakan dalam rangka melaksanakan training kualitas kompetensi profesionalisme para guru sebagai bawahannya. Jika ketua sekolah pada rangka melaksanakan pembinaan peningkatan kualitas kompetensi profesionalime guru berhadapan menggunakan para guru sebagai bawahnya yang mempunyai tingkat kematangan yang tingi (M4), maka alternatif pilihan jenis kuasa yang perlu diterapkan sehingga pembinaanya tadi dapat terealisasi secara efektif adalah jenis kuasa keahlian. Kemudian Jika ketua sekolah pada rangka melaksanakan pembinaan peningkatan kualitas kompetensi profesionalime guru berhadapan dengan para pengajar menjadi bawahnya mempunyai taraf kematangan yg sedang (M3, M2), maka cara lain pilihan jenis kuasa yg perlu diterapkan sehingga pembinaanya tersebut bisa terlaksana secara efektif merupakan jenis kuasa refernsi atau jenis kuasa penghargaan. Demikian pula jika kepala sekolah dalam rangka melaksanakan pembinaan peningkatan kualitas kompetensi profesionalime para pengajar tadi berhadapan dengan pengajar menjadi bawahnya yang memiliki taraf kematangan yg rendah (M1), maka alternatif pilihan jenis kuasa yang perlu diterapkan sebagai akibatnya pembinaannya tersebut dapat terealisasi secara efektif merupakan jenis kuasa paksaan.