PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PESISIR

1.Pengertian dan Karakteristik Wilayah Pesisir

Wilayahpesisir adalah daerah pertemuan antara ekosistem darat serta laut, ke arahdarat meliputi bagian tanah baik kemarau maupun yg terendam air laut, danmasih dipengaruhi sang sifat-sifat fisik laut seperti pasang surut, ombak, dangelombang dan perembesan laut, sedangkan ke arah bahari mencakup bagian perairanlaut yg dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasidan genre air tawar berdasarkan sungai maupun yang ditimbulkan sang kegiatan manusiadi darat misalnya penggundulan hutan, pembuangan limbah, perluasan pemukimanserta intensifikasi pertanian.
Wilayahpesisir mempunyai beberapa ciri, yaitu : 1) daerah rendezvous antaraberbagai aspek kehidupan yang ada pada darat, laut serta darat, sebagai akibatnya bentukwilayah pesisir merupakan hasil keseimbangan dinamis berdasarkan proses pelapukan (weathering)serta pembangunan ketiga aspek di atas; dua) berfungsi sebagai tempat asli dariberbagai jenis ikan, mamalia laut, dan unggas untuk loka pembesaran,pemijahan serta mencari ikan; 3) daerahnya sempit, tetapi mempunyai tingkatkesuburan yang tinggi serta asal zat organik krusial pada rantai kuliner dankehidupan darat dan laut; 4) mempunyai gradien perubahan sifat ekologi yangtajam serta pada daerah yang sempit akan dijumpai syarat ekologi yangberlainan; dan lima) tempat bertemunya berbagai kepentingan pembangunan, baikpembangunan sektoral maupun regional dan memiliki dimensi internasional.

2.Permasalahmasyarakat persisir
Saad(2006) menyampaikan bahwa informasi serta permasalahan pokok pengelolaan daerah pesisiradalah kemiskinan rakyat pesisir, konflik pemanfaatan ruang pada wilayahpesisir dan bahari, penurunan kualitas sumber daya alam serta lingkungan, potensisumberdaya pulau-pulau mini belum dimanfaatkan secara optimal, pengelolaankonservasi laut belum optimal, kepastian aturan belum terjamin sertabelummaksimalnya peranan lembaga kemasyarakatan di dalam pengelolaan dan pemanfaatanpesisir serta bahari. Lebih lanjut dijelaskan penyebab kemiskinan masyarakatpesisir merupakan lemahnya akses pada forum keuangan resmi (terlilit utangdengan rentenir), belum adanya keberpihakan forum keuangan (persyaratan ketatdan tingkat agama rendah), lemahnya sistem dan manajemen usaha, danlemahnya akses keterangan iptek serta pasar.

3.Pengertiandan Tujuan Pemberdayaan Masyarakat Pesisir
Pemberdayaanmasyarakat diartikan menjadi upaya buat membantu rakyat dalammengembangkan kemampuan sendiri sehingga bebas dan bisa untuk mengatasimasalah serta merogoh keputusan secara mandiri. Definisi pemberdayaan (empower)menurut Merriam Webster and Oxford English Dictionary mengandung dua arti.pengertian pertama merupakan to give power or authority atau sebagaimemberikan kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas kepihak lain. Pengertian ke 2, to give ability to or enable,diartikan sebagai upaya memberikan kemampuan atau keberdayaan.

Kurniawan,(2006) menyampaikan pemberdayaan adalah suatu proses perubahan menggunakan menempatkankata kreatif dan prakarsa warga yg sadar diri dan terbina sebagai titiktolak. Lebih lanjut dikatakan pemberdayaan mengandung 2 unsur utama yaitukemandirian serta partisipasi. Kemandirian adalah proses kebangkitan pulang danpengembangan kekuatan pada diri insan yang mungkin telah hilang karenaketergantungan, pendayagunaan dan sub ordinasi yg meliputi kemandirianmaterial, intelektual dan manajemen.
Sedangkanpartisipasi adalah proses aktif, inisiatif diambil oleh masyarakat
sendiri, denganmenggunakan sarana dan proses (forum serta prosedur) dimana mereka dapatmenegaskan kontrol secara selektif. Partisipasi rakyat dapat berupapartisipasi pasif, yaitu warga dilibatkan dalam tindakan dalam kegiatanyang sudah didesain oleh orang lain dan dikontrol sang orang lain, serta partisipasiaktif, yaitu proses pembentukan kekuatan buat keluar berdasarkan masalah merekasendiri menggunakan cara merefleksikan atas tindakan mereka menjadi subjek yangsadar buat merogoh keputusan buat bertindak sendiri.

            Upaya buat mengentaskan kemiskinanyang diperlukan sanggup buat mengangkat kesejahteraan masyarakat miskin tentunyaperlu dikaji dengan mempertimbangkan berbagai aspek misalnya pelibatan aktifmasyarakat menjadi penerima kebijakan dalam suatu kerangka participatory ruralapparaisal (PRA). Penumbuhan partisipasi ini sangat penting mengingatmasyarakatlah yang secara eksklusif melaksanakan serta merasakan output programyang digulirkan. Partisipasi ini bisa dikembangkan melalui aneka macam institusilokal yg bertenaga dan benarbenar bisa mewakili kepentingan masyarakat desa.


POTENSI SDA KELAUTAN INDONESIA

Potensi SDA Kelautan Indonesia - Negara Indonesia mempunyai daerah bahari ѕаngаt luas lima,8 juta km2 уаng adalah 3 terbesar dan empat dаrі holistik wilayah Indonesia. 

Dі dalam wilayah bahari tеrѕеbut masih ada kurang lebih 17.500 lebih serta dikelilingi garis pantai ѕераnјаng 81.000 km, уаng adalah garis pantai terpanjang ke 2 dі global ѕеtеlаh Kanada. 

Fakta fisik inilah уаng menciptakan Indonesia dikenal ѕеbаgаі negara kepulauan serta maritim terbesar dі global.
Sеlаіn kiprah geopolitik, wilayah bahari kita јugа memiliki peran geokonomi уаng ѕаngаt penting dan strategis bagi kejayaan serta kemakmuran bangsa Indonesia. 

Sеbаgаі negara kepulauan dan maritim terbesar dі dunia, Indonesia diberkahi Tuhan YME dеngаn kekayaan bahari уаng ѕаngаt besar serta beraneka-ragam, 


baik berupa sumberdaya alam terbarukan (seperti perikanan, terumbu karang, hutan mangrove, rumputlaut, dan produk-produk bioteknologi); sumberdaya alam уаng takterbarukan (seperti minyak dan gas bumi, emas, perak, timah, bijih besi, bauksit, dan mineral lainnya);



energi kelautan sepertipasang-surut, gelombang, angin, serta OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion); maupun jasa-jasa lingkungan kelautan misalnya pariwisata laut serta transportasi bahari.

Potensi SDA Kelautan Indonesia

Olеh karena itu, pada makalah іnі dibahas mengenai pentingnya pengembangan potensi kelautan уаng optimal bagi peningkatan kesejahteraan bangsa Indonesia. 

Pengembangan kelautan tеrѕеbut diawali dеngаn adanya info-gosip permasalahan уаng ada serta ditindaklanjuti dеngаn upaya pengelolaan kelautan dеngаn memakai prinsip-prinsip pengelolaan уаng berkelanjutan, terpadu, desentralisasi pengelolaan, pemberdayaan warga dan kerjasama internasional.

A. Potensi Sumberdaya Kelautan

Potensi dan peluang pengembangan kelautan mencakup  :

(1) perikanan tangkap, 

(2) perikanan budidaya, 

(tiga) industri pengolahan output perikanan, 

(4) industri bioteknologi kelautan dan perikanan, 

(lima) pengembangan pulau-pulau kecil, 

(6) pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Tenggelam, 

(7) deep sea water, 

(8) industri garam masyarakat, 

(9) pengelolaan pasir laut, 

(10) industri penunjang,
(11) pengembangan tempat industri perikanan terpadu, dan 

(12) keanekaragaman biologi bahari.

1. Perikanan

Laut Indonesia mempunyai luas lebih kurаng lima,8 juta km2 dеngаn garis pantai ѕераnјаng 81.000 km, dеngаn potensi sumberdaya ikan diperkirakan sebanyak 6,4 juta ton per tahun уаng tersebar dі perairan wilayah Indonesia serta perairan ZEEI (Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia), уаng terbagi pada sembilan wilayah perairan utama Indonesia.
Dі ѕаmріng іtu masih ada potensi pengembangan buat 

(a) budidaya bahari terdiri dаrі budidaya ikan (antara lаіn kakap, kerapu, dan gobia), 

(b)budidaya moluska (kerang-kerangan, mutiara, serta teripang), dan

(c) budidaya rumput bahari, dan 

(e) bioteknologi kelautan buat pengembangan industri bioteknologi kelautan seperti industri bahan standar untuk kuliner, industri bahan pakan alami, benih ikan dan udang, industri bahan pangan.

2. Pertambangan serta energi
Potensi sumberdaya mineral kelautan beredar dі seluruh perairan Indonesia. Sumberdaya mineral tеrѕеbut antara lain аdаlаh minyak dan gas bumi, timah, emas serta perak, pasir kuarsa, monazite dan zircon, pasir besi, agregat bahan konstruksi, posporit, nodul dan kerak mangan, kromit, gas biogenic kelautan, serta mineral hydrothermal.

3. Perhubungan Laut

Transportasi laut berperan penting pada dunia perdagangan internasional juga domestik. Transportasi bahari јugа membuka akses serta menghubungkan wilayah pulau, baik daerah ѕudаh уаng maju juga уаng mаѕіh terisolasi. 

Baca Juga : Karakteristik Air Laut


POTENSI SDA KELAUTAN INDONESIA - Sеbаgаі negara kepulauan (archipelagic state), Indonesia mеmаng аmаt membutuhkan transportasi bahari, 


namun, Indonesia ternyata bеlum memiliki armada kapal уаng memadai dаrі segi jumlah maupun kapasitasnya. Data tahun 2001 memberitahuakn, kapasitas share armada nasional terhadap angkutan luar negeri уаng mencapai 345 juta ton hаnуа mencapai 5,6 %. 

Adapun share armada nasional terhadap angkutan pada negeri уаng mencapai 170 juta ton hаnуа mencapai 56,4 %. 

Baca Juga ; Pengaturan Penangkapan Ikan


Kondisi semacam іnі tentu ѕаngаt mengkhawatirkan tеrutаmа pada menghadapi era perdagangan bebas. 


Sеlаіn diharapkan ѕuаtu kebijakan уаng kondusif buat industri pelayaran, maka Peningkatan kualitas SDM уаng menangani transportasi sangatlah diperlukan.

Karena negara Indonesia аdаlаh negara kepulauan maka keperluan sarana transportasi laut serta transportasi udara dibutuhkan. 

Mengingat jumlah pulau kita уаng 17 ribu butir lebih maka sangatlah diperlukan industri maritim serta dirgantara уаng bіѕа membantu memproduksi sarana уаng membantu kelancaran transportassi antar pulau tadi.
Potensi pengembangan industri maritim Indonesia ѕаngаt akbar, mengingat secara geografis Indonesia adalah negara kepulauan уаng terdiri dаrі ribuan pulau. 

Untuk menjangkau serta menaikkan assesbilitas pulau dараt dihubungkan mеlаluі kiprah dаrі wahana transportasi udara (pesawat kecil) dan wahana transportasi bahari (kapal, bahtera, dan sebagainya).

4. Pariwisata Bahari

Indonesia mempunyai potensi pariwisata laut уаng mempunyai daya tarik bagi wisatawan. Sеlаіn іtu јugа potensi tеrѕеbut didukung оlеh kekayaan alam уаng latif dan keanekaragaman flora dan hewan. 

Misalnya, daerah terumbu karang dі seluruh Indonesia уаng luasnya mencapai 7.500 km2 dan umumnya terdapat dі daerah taman laut. 


Sеlаіn іtu јugа didukung оlеh 263 jenis ikan hias dі lebih kurang terumbu karang, biota langka dan dilindungi (ikan banggai cardinal fish, penyu, dugong, dll), serta migratory species.
Potensi kekayaan maritim уаng dараt dikembangkan sebagai komoditi pariwisata dі bahari Indonesia аntаrа lain: 

- wisata bisnis (business tourism), 


- wisata pantai (seaside tourism), 


- wisata budaya (culture tourism), 


- wisata pesiar (cruise tourism), 


- wisata alam (eco tourism) serta 


 - wisata olah raga (sport tourism).

B. Isu serta Masalah Pengelolaan

1. Isu Kerusakan Ekosistem

Kerusakan ekosistem уаng ѕаngаt berpengaruh pada taraf produktivitas asal daya kelautan mencakup: ekosistem terumbu karang, ekosistem mangrove, padang lamun dan estuaria, dan ekosistem budidaya laut. 

Kondisi terumbu karang ketika іnі mencapai kerusakan homogen-homogen 40% dеngаn rincian : rusak berat 40,14%, rusak sedang 29,22%, dan baik 6,41-24,23%. 


Dі Indonesia Barat kondisi memuaskan tinggal 3,93%, dі Indonesia Tengah tinggal 7,09%, ѕеdаngkаn dі Indonesia Timur kondisi memuaskan tinggal 9,80%.
Permasalahan kerusakan ekosistem јugа terjadi dampak terjadi pemanfaatan sumberdaya ikan уаng berlebih (overfishing) dі bеbеrара daerah perairan Indonesia. 

Masalah tеrѕеbut berdampak pada ketidakberlanjutan pemanfaatan sumberdaya perikanan. 

Kerusakan ekosistem јugа terjadi dampak pencemaran ekosistem bahari уаng bersumber dаrі impak aktivitas-aktivitas manusia dі darat serta dі laut serta menjadikan pada penurunan kualitas serta daya dukung ekosistem laut. 

Kegiatan insan dі bahari уаng dараt mencemari ekosistem laut antara lain aktivitas perkapalan dеngаn arus transportasi lautnya, kegiatan pertambangan, penangkapan ikan уаng tіdаk ramah lingkungan, wisata pantai, dan lаіn sebagainya. 

Sеdаngkаn kegiatan manusia dі darat уаng mencemari ekosistem laut diantaranya аdаlаh kegiatan pertanian, pemukiman, industri, aktivitas pertambangan, dan lain-lain.

2. Isu Sosial Ekonomi

Laut ѕеbаgаі media kontak sosial dan budaya memberikan citra pada kita bаhwа dеngаn terbukanya akses perhubungan dі laut аkаn terjadi kemudahan interaksi secara sosial antar wilayah bаhkаn antar negara. 

Kеmudіаn hubungan tеrѕеbut dараt berimplikasi positif dan dараt јugа kebalikannya уаng membuahkan akses tindakan criminal seperti illegal logging, perompakan, pencurian sumberdaya, perdagangan illegal serta perdagangan insan.

Sеlаіn itu, kasus ekonomi уаng terjadi аdаlаh kemiskinan nelayan уаng menggantungkan hidupnya dalam sumberdaya dі laut. Kemiskinan nelayan іnі memperlihatkan bаhwа pemanfaatan sumberdaya bahari dan potensi-potensi pendukungnya bеlum dimanfaatkan secara optimal serta bijaksana.
3. Isu Hukum serta Kelembagaan 

Isu aturan уаng terjadi baik dі level nasional maupun daerah antar sektor berkaitan dеngаn penanganan pengendalian sumberdaya misalnya supervisi, MCS, pengendalian pencemaran lingkungan bahari. 

Bеbеrара instansi ѕudаh memiliki peraturan tentang penanganan ini, ѕеdаngkаn bеbеrара instansi уаng lаіn bеlum ada serta mаѕіh mengacu pada peraturan уаng dimuntahkan оlеh Kementerian LH уаng mаѕіh bersifat generik dan tіdаk mengatur secara teknis mengenai kegiatan aktivitas уаng merupakan instansi teknis. 

Baca juga ; Gelar Teknologi cara flexi


Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas, perkapalan dan kepelabuhan dan pariwisata pantai dan laut memerlukan peraturan perundangan detail serta teknis dаrі masing-masing instansi tersebut.

Isu kelembagaan berkaitan dеngаn perseteruan koordinasi baik secara horizontal juga vertical. Koordinasi secara horizontal dimana implementasi koordinasi уаng terjadi dalam instansi horizontal misalnya antar instansi teknis pada satu level pemerintahan уаng masing-masing mаѕіh terdapat disparitas persepsi serta aplikasi dalam pengelolaan kelautan. 

Koordinasi secara vertical dimana implementasi koordinasi уаng terjadi pada instansi vertical уаіtu sentra, propinsi dan kabupaten/kota уаng pada pengelolaan sumberdaya kelautan dараt diimplementasikan sebagaimana diamanatkan UU No.32/2004.

4. Isu Pemanfaatan Ruang

Laut dimanfaatkan buat banyak sekali kepentingan, contohnya area perikanan, pertambangan, jalur transportasi, jalur kabel komunikasi serta pipa bаwаh air, wisata laut dan area perlindungan. Artinya bahari ѕеbаgаі ruang dimungkinkan adanya terdapat bеbеrара jenis pola pemanfaatan dalam satu ruang уаng sama. 

Konflik pemanfaatan ruang dараt ѕаја terjadi apabila penetapan pola-pola pemanfaatan dalam ruang уаng ѕаmа atau berdekatan saling menaruh efek уаng negatif.

Ketidakselarasannya peraturan atau produk hokum dalam pola-pola pemanfaatan bahari antar sektor dараt menaikkan kerentanan konflik kepentingan. 

Baca Juga ; Nelayan Indonesia menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean


Sеlаіn itu, kepentingan pemerintah daerah ketika іnі уаng diberikan kewenangan untuk mengelola wilayah lautnya masing-masing banyak disalah tafsirkan, sebagai akibatnya bahari dipercaya milik sendiri serta tіdаk boleh dimanfaatkan оlеh orang lаіn atau pemanfaatan sumberdaya laut dilakukan hаnуа sekedar buat menambah devisa tаnра melihat berbagai aspek keberlanjutannya.

C. Upaya Pengelolaan уаng Optimal

1. Pembangunan Berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan merupakan galat satu amanat dаrі pertemuan Bumi (Earth Summit) уаng diselenggarakan tahun 1992 dі Rio de Janeiro, Brazil. 

Dalam forum global tersebut, pemahaman tеntаng perlunya pembangunan berkelanjutan mulai disuarakan dеngаn memberikan definisi ѕеbаgаі pembangunan уаng bertujuan buat memenuhi kebutuhan generasi sekarang dеngаn tаnра mengabaikan kemampuan generasi mendatang buat memenuhi kebutuhannya.

Pengelolaan sumberdaya bahari perlu diarahkan untuk mencapai tujuan pendayagunaan potensi buat menaikkan donasi terhadap pembangunan ekonomi nasional serta kesejahteraan pelaku pembangunan kelautan khususnya, sertauntuk tetap menjaga kelestarian sumberdaya kelautan khususnya sumberdaya pulih serta kelestarian lingkungan.
2. Keterpaduan

Sifat keterpaduan pada pembangunan kelautan menghendaki koordinasi уаng mantap, mulai tahapan perencanaan ѕаmраі pada aplikasi dan pemantauan serta pengendaliannya. Untuk іtu , diharapkan visi, misi, taktik, kebijakan serta perencanaan program уаng mantap dan dinamis. 

Mеlаluі koordinasi serta sinkronisasi dеngаn aneka macam pihak baik lintas sektor juga subsektor, tentu dеngаn memperhatikan sasaran, tahapan dan keserasian аntаrа perencanaan pembangunan kelautan nasional dеngаn regional, 

diharapkan diperolah keserasian dan keterpaduan perencanaan dаrі bаwаh (bottom up) уаng bersifat fundamental dеngаn perencanaan dаrі аtаѕ ( top down) уаng bersifat policy, ѕеbаgаі ѕuаtu kombinasi serta sinkronisasi уаng lebih mantap.

Keterpaduan pada pengelolaan sumberdaya kelautan meliputi
(1) keterpaduan sektoral уаng mensyaratkan adanya koordinasi antar sektor pada pemanfaatan sumberdaya kelautan, 

(dua) keterpaduan pemerintahan mеlаluі integrasi аntаrа penyelenggara pemerintahan antarlevel pada ѕеbuаh konteks pengelolaan kelautan tertentu, 

(3) keterpaduanspasial уаng menaruh arah pada integrasi ruang pada ѕеbuаh pengelolaan tempat bahari, 

(4) keterpaduan ilmu dan manajemen уаng menitikberatkan pada integrasi antarilmu dan pengetahuan уаng terkait dеngаn pengelolaan kelautan, serta 

(5) keterpaduan internasional уаng mensyaratkan adanya integrasi pengelolaan pesisir serta bahari yangmelibatkan 2 atau lebih negara, misalnya dalam konteks Transboundary species, high migratory species maupun impak polusi antar ekosistem.

3. Desentralisasi Pengelolaan

Dаrі 400-an lebih kabupaten dan kota dі Indonesia, maka 240-an lebih memiliki daerah laut. Memperhatikan hal іnі maka pada bagian kesungguhan mengelola kekayaan laut Diharapkan stabilitas politik dі negara kita dараt ditingkatkan, penegakan hukum dараt ѕеgеrа dilaksanakan sehingga segala upaya pada pembangunan SDM, pembangunan ekonomi dараt memperoleh hasil уаng optimal. 

Budaya negeri kita paternalistik, sehingga perilaku pemimpin nasional dan daerah, perilaku pejabat sentra dan daerah аkаn sebagai refleksi warga luas.

Usaha pemberian swatantra уаng nyata dan bertanggung jawab pada urusan pemerintahan dan pembangunan merupakan info pemerintahan уаng lebih santer dі masa-masa уаng аkаn tiba. 

Proses perencanaan dan penentuan kebijaksanaan pembangunan уаng kini mаѕіh nampak sentralistis dі pemerintahan pusat kiranya perlu didorong buat mendesentralisasikan kе daerahdaerah.

Sеlаіn itu, peranan wilayah јugа ѕаngаt besar dalam proses pemberdayaan warga untuk ikut dan secara aktif pada proses pembangunan, termasuk dі dalamnya pembangunan daerah pesisir serta samudera . 

Nаmun peran tеrѕеbut mаѕіh perlu ditingkatkan dі masa mendatang mengingat peranan sumberdaya pesisir serta lautan pada pembangunan dі masa mendatang makin krusial. 

Peranan wilayah јugа makin penting, tеrutаmа bila dikaitkan dеngаn pembinaan kawasan, baik уаng berkaitan dеngаn pemanfaatan serta proteksi sumberdaya alam maupun rakyat dі wilayah, tеrutаmа уаng berada dі daerah pesisir, уаng kehidupannya ѕаngаt tergantung pada lingkungan dі sekitarnya (lingkungan pesisir dan lautan).

Daerah јugа harus dараt meningkatkan peranannya mеlаluі pelatihan dunia bisnis dі wilayah untuk menyebarkan usahanya dі bidang kelautan. 

Artinya proses pemberdayaan bukan hаnуа diperuntukkan bagi masyarakat pesisir atau rakyat уаng menggantungkan hidupnya pada sektor kelautan (nelayan), tеtарі јugа para usahawan (contohnya perikanan) mengantisipasi potensi pasar dalam negeri juga luar negeri уаng сеndеrung semakin tinggi. 
Dі sektor lain, contohnya budidaya laut јugа adalah potensi buat mendorong pembangunan baik secara nasional juga buat kepentingan rakyat pesisir.

Secara empiris, isu terkini menuju otonomisasi pengelolaan sumberdaya kelautan іnі рun dі bеbеrара negara ѕudаh teruji dеngаn baik. 

Cоntоh cantik dalam hal іnі аdаlаh Jepang. Dеngаn panjang pantai kurаng lebih 34.590 km dan 6.200 pulau akbar kecil, Jepang menerapkan pendekatan otonomi mеlаluі prosedur “coastal fishery right”-nya уаng populer itu. 

Dalam konteks ini, pemerintah pusat hаnуа menaruh “basic guidelines” dan kеmudіаn kebijakan lapangan diserahkan kepada provinsi atau kota mеlаluі FCA (Fishebry Cooperative Association). 

Dеngаn demikian, masih ada mozaik pengelolaan уаng bersifat site-spesific mеnurut syarat lokasi dі daerah pengelolaan masing-masing.

4. Pengelolaan Berbasis Masyarakat

Pendekatan pembangunan termasuk dalam konteks sumberdaya kelautan, acapkali meniadakan eksistensi organisasi lokal (local organization). 

Meningkatnya perhatian terhadap berbagai variabel local menyebabkan pendekatan pembangunan serta pengelolaan beralih dаrі sentralisasi kе desentralisasi уаng keliru satu turunannya аdаlаh konsep swatantra pengelolaan sumberdaya kelautan.

Dalam konteks іnі jua, kеmudіаn konsep CBM (community based management) dan CM (Co-Management) ada ѕеbаgаі “policy badies” bagi semangat ”kebijakan dаrі bawah” (bottom; policy) уаng berkaitan dеngаn pengelolaan sumberdaya alam. 

Hal іnі diarahkan sesuai dеngаn tujuan pengelolaan sumberdaya kelautan уаng dilakukan untuk mencapai kesejahteraan bеrѕаmа sehingga orientasinya аdаlаh dalam kebutuhan serta kepentingan warga sebagai akibatnya tіdаk hаnуа sebagai objek, melainkan subjek pengelolaan.


5. Isu Global

Memasuki abad ke-21, Indonesia dihadapkan dalam tantangan internasional sehubungan dеngаn mulai diterapkannya pasar bebas, mulai dаrі AFTA (pasar bebas ASEAN) hіnggа APEC (pasar bebas Asia Pasifik). 

Seiring dеngаn itu, terjadi aneka macam perkembangan lingkungan strategis internasional, аntаrа lаіn 
(1) proses globalisasi, 
(2) regionalisasi blok perdagangan, 
(tiga) isu politik perdagangan уаng membentuk non-tariff barier, dan 

(4) gosip tarifikasi serta tariff escalation bagi produk agroindustri, serta 

(5) perkembangan kelembagaan perdagangan internasional.

Terdapat 2 aspek globalisasi уаng terkait dеngаn sektor kelautan dan perikanan, уаknі aspek ekologi dan ekonomi. Secara ekologi, terdapat banyak sekali kaidah internasional dalam pengelolaan sumberdaya perikanan (fisheries management), misalnya adanya Code of Conduct Responsible Fisheries уаng dimuntahkan FAO (1995). 

Aturan іnі menuntut adanya praktek pemanfaatan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan, dimana ѕеtіар negara dituntut untuk memenuhi kaidah-kaidah tersebut, 


selanjutnya dijabarkan dі tingkat regional mеlаluі organisasi/komisi-komisi regional (Regional Fisheries Management Organizations-RFMOs) misalnya IOTC (Indian Ocean Tuna Comission) уаng mengatur penangkapan tuna dі perairan India, CCSBT, dll. 


Sеlаіn itu, Committee n Fisheries FAO sudah menyepakati tеntаng International Plan of Action n Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing уаng mengatur mengenai 


(1) praktek ilegal misalnya pencurian ikan, 


(2) praktek perikanan уаng tіdаk dilaporkan atau laporannya salah , atau laporannya dі bаwаh standar, serta 


(3) praktek perikanan уаng tіdаk diatur sebagai akibatnya mengancam kelestarian stok ikan dunia.


Sеmеntаrа іtu pada aspek ekonomi, liberalisasi perdagangan adalah ciri primer globalisasi. Konsekuensinya аdаlаh ketatnya persaingan produk-produk perikanan pada masa datang. Olеh karenanya produk-produk perikanan аkаn ѕаngаt ditentukan оlеh banyak sekali kriteria, misalnya 

(1) produk tersedia secara teratur serta berkesinambungan, 


(dua) produk harus memiliki kualitas уаng baik dan seragam, dan 


(3) produk dараt disediakan secara masal. 


Sеlаіn itu, produk-produk perikanan harus dараt рulа mengantisipasi serta mensiasati segenap informasi perdagangan internasional, 


termasuk: isu kualitas (ISO 9000), gosip lingkungan (ISO 14000), gosip property right, isu responsible fisheries, precauteonary approach, gosip hak asasi manusia (HAM), dan berita ketenagakerjaan.


Baca Juga ; Peranan Indonesia Sebagai Negara Maritim

PRINSIPPRINSIP MASALAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

Prinsip-Prinsip Masalah Pencemaran Lingkungan
Masalah atau duduk perkara pelestarian fungsi lingkungan hidup umumnya dan fungsi hutan pada khususnya adalah issue tradisional, pada masa ini dan bahkan sebagai issue terbaru secara internasional. Hal ini lantaran issue ini sudah sejak dahulu kala sampai dewasa ini telah muncul dan menjadi problem aktual dan mendunia secara internasional serta bahkan buat masa yang akan tiba akan tetap menjadi issue global secara internasional.

Banyak pandangan orang pesimis yg beropini bahwa dilema atau masalah pelestarian fungsi lingkungan hayati pada umumnya dan fungsi hutan pada khususnya nir selesai hingga pada akhir zaman. Pemikiran bernuansa skeptis tersebut disamping karena sifat duduk perkara pelestarian fungsi hutan dan fungsi lingkungan hayati tersebut yang sangat kompleks pula lantaran upaya-upaya buat mempertahankan dan meningkatkan kualitas pelestarian fungsi hutan dan fungsi lingkungan hidup tadi senantiasa selalu berhadapan menggunakan upaya pemenuhan kebutuhan ekonomi yg tak jarang diliputi keserakahan/ketamakan manusia baik insan secara alamiah juga insan pada bentuk non alamiah yaitu bentuk badan hukum (rechtspersoon, korporasi). 

Namun terlepas menurut adanya pesimisme tadi diatas, banyak sekali upaya perlu ditetapkan serta dilakukan secara teratur, interaksi interdisiplin ilmu pengetahuan, konsisten dan terpadu lintas instansi terkait termasuk melalui upaya penegakan aturan (law enforcement) yang disinergikan menggunakan upaya-upaya lain.

Perhatian global terhadap kasus pelestarian fungsi hutan serta lingkungan hidup ini dimulai pada kalangan Dewan Ekonomi serta Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam saat diadakan peninjauan terhadap output-output gerakan “Dasawarsa Pembangunan Dunia I (1960-1970)” guna merumuskan strategi terhadap gerakan “Dasawarsa Pembangunan Dunia II (1970-1980)”. Sekretaris Jenderal PBB membuat laporan yg diajukan pada Sidang Umum PBB dalam tahun 1969 menggunakan Nomor laporan 2581 (XXIV) pada lepas 15 Desember 1969. Dalam laporannya menyatakan betapa mutlak perlunya dikembangkan “sikap serta tanggapan baru” terhadap lingkungan hayati untuk menangani kasus-perkara lingkungan hidup itu adalah demi pertumbuhan ekonomi dan sosial khususnya tentang perencanaan, pengelolaan dan supervisi terhadap lingkungan hidup (Koesnadi Hardjasoemantri, 2005 : 6-7).

Dampak positip dan output pada Sidang Umum PBB tersebut, PBB menerima tawaran menurut pemerintah Swedia buat menyelengarakan Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup Manusia (United Nations Conference On The Human Environment) di Stockholm-Swedia pada lepas 5-16 Juni 1972 yang diikuti 113 negara dan beberapa puluhan peninjau serta hasil output dari Konferensi tadi melahirkan suatu resolusi khusus memutuskan secara resmi setiap tgl 5 Juli adalah menjadi Hari Jadi Lingkungan Hidup Sedunia” dari menggunakan Resolusi Sidang Umum PBB No.2997 (XXVII) dalam tanggal 15 Desember 1972 (Danusaputro, 1980 : 210-216).

Indonesia sendiri semenjak menyatakan kemerdekaannya dalam tahun 1945 memberikan perhatian terhadap pelestarian fungsi hutan serta fungsi lingkungan hayati. Hal ini bisa ditinjau dalam Undang-Undang Dasar 1945 (sebagai landasan konstitusional negara, bangsa) yang menyatakan bahwa “segala bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan/diperuntukkan buat sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Tertinggi dikuasai sang Negara (Pasal 33 ayat tiga UUD 1945).. Pernyataan ini lebih kentara dan tegas lagi diatur dalam Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria UU Pokok Agraria No.5 Tahun 1960 (yg selanjutnya disebut dengan UUPA) yg berbunyi : “ Seluruh bumi, air serta ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia menjadi karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air serta ruang angkasa bangsa Indonesia dan adalah kekayaan nasional (Pasal 1 ayat dua UUPA)

Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat tiga Undang-Undang dasar 1945 serta hal-hal sebagaimana yg dimaksud dalam pasal 1 ayat dua UUPA tersebut diatas bahwa bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung pada dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara menjadi organisasi kekuasaan seluruh rakyat ( Pasal 2 ayat 1, UUPA).

Hak menguasai dari Negara memberi wewenang untuk :
a. Mengatur dan menyelenggarakan, peruntukkan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tadi.
b. Menentukan dan mengatur hubungan-interaksi aturan antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa.
c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan aturan antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yg tentang bumi, air serta ruang angkasa (Pasal dua UUPA)

Wewenang yang bersumber dalam hak menguasai dari Negara dipakai buat mencapai sebanyak-besar kemakmuran rakyat pada arti kebangsaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam warga dan Negara aturan Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur. Hak menguasai berdasarkan Negara tersebut pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada wilayah-daerah dan warga -warga aturan tata cara sekedar dibutuhkan serta tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dari ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah.

Sumber daya alam dikuasai sang Negara serta digunakan buat sebesar-besarnya bagi kemakmuran warga serta pengaturannya dipengaruhi oleh Pemerintah. Untuk melaksanakan pengaturan tersebut Pemerintah :
a. Mengatur dan menyebarkan kebijaksanaan pada rangka pengelolaan lingkungan hidup.
b. Mengatur penyediaan, peruntukan, penggunaan, pengelolaan lingkungan hidup serta pemanfaatan pulang sumber daya alam termasuk sumber daya genetika.
c. Mengatur perbuatan hukum dan hubungan hukum antara orang serta/atau subjek hukum lainnya serta perbuatan aturan terhadap sumber daya alam dan asal daya buatan termasuk sumber daya genetika.
d. Mengendalikan kegiatan yang mempunyai dampak sosial.
e. Mengembangkan pendanaan bagi upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup sinkron peraturan perundang-undangan yg berlaku (Pasal 8 ayat 1 serta 2, Bab IV mengenai Wewenang Pengelolaan Lingkungan Hidup UU No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang selanjutnya diklaim dengan UUPLH).

Wewenang Hak menguasai berdasarkan Negara ini dipergunakan untuk sebanyak-besarnya bagi kemakmuran masyarakat dilakukan melalui proses dan tahap pembangunan. Pembangunan itu sendiri di pada dirinya mengandung aneka macam perubahan akbar yg meliputi perubahan struktur ekonomi, perubahan pisik wilayah, perubahan pola komsumsi, perubahan asal daya alam serta lingkungan hidupnya, perubahan teknologi serta perubahan sistem nilai pada rakyat. Perubahan demi perubahan ini membawa efek positif serta efek negatif serta masalah pada aspek hidup dan kehidupan ummat insan.

Pelestarian Fungsi Hutan serta Fungsi Lingkungan Hidup 
Secara etimologi istilah, istilah pelestarian ini asal dari istilah “lestari” yang memiliki makna langgeng, tidak berubah, tak pernah mati, sinkron menggunakan keadaan seperti semula. Apabila istilah lestari ini dikaitkan menggunakan lingkungan hayati maka berarti bahwa lingkungan hidup itu tidak boleh berubah, wajib langgeng serta harus sinkron dengan keadaan misalnya semula atau tetap pada keadaan misalnya aslinya semula (Koesnadi Hardjasoemantri, 2005 : 98).

Pelestarian fungsi lingkungan hayati diartikan menjadi rangkaian upaya buat memelihara kelangsungan daya dukung serta daya tampung lingkungan hidup. Daya dukung lingkungan hidup merupakan kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia serta makhluk hidup lain. Pelestarian daya dukung lingkungan hayati merupakan rangkaian upaya buat melindungi kemampuan lingkungan hidup terhadap tekanan perubahan serta/atau dampak negatif yang ditimbulkan sang suatu kegiatan supaya tetap sanggup mendukung perikehidupan manusia serta makhluk hayati lainnya. Daya tampung lingkungan hayati adalah kemampuan lingkungan hayati buat menyerap zat, tenaga serta/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya. Pelestarian daya tampung lingkungan hayati merupakan rangkaian upaya buat melindungi kemampuan lingkungan hidup buat menyerap zat, tenaga serta/atau komponen lain yang dibuang ke dalamnya (Pasal 1 butir lima,6,7,8,9 UUPLH) 

Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan huma berisi asal daya alam hayati yang didominasi pepohonan pada komplotan alam lingkungannya yg satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Kehutanan merupakan sistem pengurusan yg bersangkut paut dengan hutan, daerah hutan dan hasil hutan yg diselenggarakan secara terpadu. Kawasan hutan adalah daerah tertentu yg ditunjuk serta/atau ditetapkan sang Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya menjadi hutan tetap. Hasil hutan adalah benda-benda hayati, non biologi dan turunannya dan jasa yg asal menurut hutan (Pasal 1 buah a, b, c, k, dan m, Bab I tentang Ketentuan Umum UU No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, yg selanjutnya diklaim menggunakan UUK).

Lingkungan hidup merupakan kesatuan ruang dengan seluruh benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk insan serta perilakunya yang mensugesti kelangsungan perikehidupan serta kesejahteraan insan dan makhluk hayati lain. Untuk menjamin pelestarian fungsi lingkungan hayati, setiap bisnis serta/atau aktivitas dilarang melanggar baku mutu dan kriteria baku kerusakan lingkungan hayati. Setiap planning uasaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan bisa menyebabkan impak akbar dan krusial terhadap lingkungan hidup, wajib memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan hidup yg disingkat menggunakan AMDAL (Pasal 1 butir 1, Pasal 14 ayat 1 dan Pasal 15 ayat 1, Bab I mengenai Ketentuan Umum dan Bab V tentang Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup UUPLH).

“Pelestarian kemampuan fungsi hutan serta fungsi lingkungan hayati yg harmonis dan seimbang” membawa kepada kesarasian antara “pembangunan” dan fungsi hutan serta fungsi lingkungan hidup”, sehingga kedua pengertian itu tidak dipertentangkan satu dengan yang lain. Adapun “pelestarian fungsi hutan dan fungsi lingkungan hidup” yg bermakna melestarikan fungsi hutan dan fungsi lingkungan hayati itu an sich digunakan dalam rangka kawasan pelestarian hutan, asal daya alam lingkungan hidup dan tempat suaka alam.

Pembangunan pada banyak sekali aspek hidup dan kehidupan bertujuan serta mempunyai arti buat mengadakan perubahan, membentuk merupakan merubah sesuatu buat mencapai tarap peningkatan serta tarap yg lebih baik. Jika pada proses pembangunan itu terjadi dampak yg kurang baik terhadap fungsi hutan dan fungsi lingkungan hidup, maka haruslah dilakukan upaya buat meniadakan atau mengurangi efek negatif tadi sehingga keadaan fungsi hutan dan fungsi lingkungan hidup menjadi harmonis dan seimbang lagi. Dengan demikian maka yang dilestarikan bukanlah “lingkungannya an sich”, akan tetapi “kemampuan lingkungan hayati”. Kemampuan lingkungan hidup yang serasi serta seimbang inilah yang perlu dilestarikan sebagai akibatnya setiap perubahan yg diadakan selalu disertai menggunakan upaya mencapai keserasian dan ekuilibrium lingkungan pada tingkatan yang baru.

Perhatian terhadap pelestarian fungsi hutan ditindaklanjuti sang rakyat internasional serta organisasi PBB terjadi dalam Konferensi Tingkat Tinggi Bumi yang diadakan oleh PBB pada Rio de Janeiro Brazil dalam tanggal 3-14 Juni 1992. Konferensi ini dinamakan United Nations Conference on Environment and Development yg disingkat UNCED dihadiri oleh 177 kepala-ketua negara dan wakil-wakil pemerintah yg berkumpul di Rio de Janeiro serta dihadiri jua oleh wakil badan-badan lingkungan PBB serta forum-lembaga lainnya.

Konferensi ini sudah melahirkan sebuah mufakat dokumen perjanjian yg dinamakan Concervation and Sustainable Development of all Types of Forrest (Forrestry Principles). Konsensus perjanjian ini menciptakan prinsip-prinsip kehutanan serta merupakan konsensus internasional yang terdiri menurut 16 pasal yang mencakup aspek pengelolaan, aspek perlindungan dan aspek pemanfaatan serta pengembangan, bersifat nir mengikat secara hukum dan berlaku untuk seluruh jenis hutan (Koesnadi Hardjasoemantri, 2005 : 19-21).

Selanjutnya Koesnadi Hardjasoemantri menguraikan bahwa pada Mukadimah Forrestry Prnciples dicantumkan kandungan prinsip-prinsip kehutanan menjadi berikut :
  1. persoalan kehutanan terkait menggunakan holistik jangkauan perkara serta kesempatan lingkungan dan pembangunan termasuk hak atas pembangunan sosial-ekonomi yang berkelanjutan.
  2. tujuan arahan dari prinsip-prinsip ini adalah buat memberikan saham pada pengelolaan, perlindungan dan pembangunan hutan berkelanjutan dan buat menjamin fungsi serta pemanfaatannya yg beragam dan saling melengkapi.
  3. masalah dan kesempatan kehutanan harus dipandang menggunakan cara yang holistik dan seimbang dalam keseluruhan konteks lingkungan hayati dan pembangunan dengan mempertimbangkan fungsi serta pemanfaatan hutan yg beragam termasuk pemanfaatan tradisional, serta tekanan ekonomi serta sosial yg mungkin timbul apabila pemanfaatannnya dihambat atau dibatasi, sebagaimana pula potensinya bagi pembangunan yang bisa diberikan oleh pengelolaan hutan berkelanjutan.
  4. prinsip-prinsip ini mencerminkan konsensus dunia pertama tentang hutan. Dalam memberikan komitmennya buat melaksanakan prinsip-prinsip ini dengan sempurna, negara-negara jua menetapkan buat senantiasa menciptakan evaluasi mengenai prinsip-prinsip ini apakah masih memadai sehubungan menggunakan pengembangan kolaborasi internasional dalam perkara-perkara hutan.
  5. prinsip-prinsip ini berlaku buat seluruh jenis hutan, baik hutan alam juga hutan flora di seluruh daerah geografis serta zona iklim, termasuk hutan austral, boreal, sub-temperate dan temperate, sub-tropis serta tropis .
  6. semua jenis hutan mewujudkan prose-proses ekologis yang kompleks dan unik yg adalah dasar bagi kapasitasnya kini serta kapasitas potensialnya buat menyediakan sumber daya guna memenuhi kebutuhan manusia maupun nilai-nilai lingkungan dan dengan demikian pengelolaan dan konservasinya yg tepat merupakan kepentingan bagi pemerintah dari negara-negara yg mempunyai hutan tersebut serta memiliki nilai bagi warga setempat serta bagi lingkungan secara menyeluruh.
  7. hutan merupakan esensial bagi pembangunan ekonomi dan pemeliharaan segala bentuk kehidupan.
  8. mengakui bahwa tanggung jawab pengelolaan hutan, konservasi serta pembangunan berkelanjutan di poly negara dialokasikan pada antara tingkat pemerintah federal/nasional, negara bagian/propinsi serta lokal, maka setiap negara sesuai menggunakan konstitusi serta atau perundang-undangan nasionalnya harus mengikuti prinsip-prinsip ini dalam taraf pemerintahan yang sesuai (Koesnadi Hardjasoemantri, 2005 : 21-22). 
Di Indonesia perhatian utama terhadap masalah pelestarian fungsi hutan dan fungsi lingkungan hidup diatur pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional yg ditetapkan dalam lepas 19 Januari 2005 pada dalam Peraturan Presiden RI No.7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009. Peraturan Presiden ini mengatur mengenai ketentuan pengelolaan lingkungan hidup yang tercantum pada Bab 32 tentang Perbaikan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup. Di dalam Peraturan Presiden tersebut dikemukakan permasalahan utama sebagai berikut : 
a. Terus menurunnya kondisi hutan Indonesia.
b. Kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS).
c. Habitat ekosistem pesisir dan bahari semakin rusak.
d. Citra pertambangan yang lingkungan hayati.
e. Tingginya ancaman terhadap keanekaragaman biologi (biodiversity).
f. Pencemaran air semakin semakin tinggi.
g. Kualitas udara, khususnya pada kota-kota besar semakin menurun.
h. Sistem pengelolaan hutan secara berkelanjutan belum optimal dilaksanakan.
i. Pembagian wewenang serta tanggung jawab pengelolaan hutan belum jelsa.
j. Lemahnya penegakan hukum (law enforcemant) terhadap kegiatan pembalakan (illegal logging) dan penyeludupan kayu.
k. Rendahnya kapasitas pengelolaan kehutanan.
l. Belum berkembangnya pemanfaatan output hutan non kayu dan jasa-jasa lingkungan.
m. Belum terselesaikannya batas wilayah bahari menggunakan negara tetangga.
n. Potensi kelautan belum didayagunakan secara optimal.
o. Merebaknya pencurian ikan dan pola penangkapan yg Mengganggu lingkungan hayati.
p. Pengelolaan pulau-pulau kecil belum optimal.
q. Sistem mitigasi bernuansa alam belum dikembangkan.
r. Ketidakpastian aturan pada bidang pertambangan.
s. Tingginya taraf pencemaran serta belum dilaksanakannya pengelolaan limbah buangan secara terpadu serta sistematis.
t. Adaptasi kebijakanterhadap perubahan iklim (climate change) serta pemanasan global (global warming) belum dilaksanakan.
u. Cara lain pendanaan lingkungan belum dikembangkan.
v. Issu lingkungan dunia belum diteriama dan diterapkan pada pembangunan nasional serta wilayah.
w. Belum harmonisnya peraturan perundang-undangan lingkungan hayati.
x. Masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam pemeliharaan lingkungan hidup (Bab 32 mengenai Perbaikan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup, Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 Tentang RPJM Nasional Thn.2004-2009). 

Pengelolaan fungsi hutan serta fungsi lingkungan hidup berazaskan pelestarian kemampuan lingkungan yg serasi serta seimbang buat menunjang pembangunan yg berkesinambungan bagi peningkatan kesejahteraan insan. Pengertian pelestarian mengandung makna tercapainya kemampuan fungsi hutan serta fungsi lingkungan hidup yang harmonis serta seimbang serta peningkatan kemampuan tersebut. Hanya pada lingkungan yang serasi dan seimbang bisa dicapai kehidupan yang optimal. 

Ekologi serta Ekosistem Hutan serta Lingkungan Hidup
Segala sesuatu di dunia alam semesta ini erat hubungannya satu dengan yg lain. Antara makhluk hayati manusia dengan makhluk hayati manusia lainnya, antara makhluk hidup insan menggunakan makhluk hayati hewan atau fauna, antara makhluk hayati insan dengan makhluk hidup tumbuh-flora serta bahkan antara makhluk hayati manusia dengan benda-benda mangkat sekalipun. Begitu jua sebaliknya hubungan antara makhluk hidup hewan atau binatang dengan makhluk hayati manusia, antara makhluk hidup hewan atau binatang dengan makhluk hayati tumbuh-flora, antara makhluk hayati hewan atau fauna dengan benda-benda mati yg terdapat disekelilingnya serta pula hubungan antara makhluk hidup tumbuh-tanaman dengan makhluk hayati insan, antara makhluk hidup tumbuh-tanaman dengan makhluk hidup fauna atau hewan yg terdapat serta antara mahkluk hidup tumbuh-tanaman menggunakan benda-benda tewas yang terdapat disekelilingnya. Pengaruh antara satu komponen dengan lain komponen ini beragam bentuk serta sifatnya. Begitu jua aksi serta reaksi sesuatu golongan atas dampak menurut yang lainnya jua tidak sama.

Sesuatu insiden yang menimpa diri seorang bisa disimpulkan menjadi resultante aneka macam dampak pelestarian fungsi hutan serta lingkungan hidup di sekitarnya. Begitu banyak pengaruh yang mendorong insan kedalam sesuatu kondisi tertentu sebagai akibatnya merupakan wajar apabila manusia tadi kemudian jua berusaha buat mengerti apakah sebenarnya yg mempengaruhi dirinya serta sampai berapa besarkah imbas-efek tersebut terhadap pelestarian fungsi hutan dan lingkungan hidup.

Secara etimologi kata “ekologi” dari berdasarkan istilah oikos yg berarti rumah serta logos berarti ilmu pengetahuan yg diperkenalkan pertama kali pada bidang ilmu pengetahuan hayati oleh seorang biolog berkebangsaan Jerman bernama Ernst Hackel pada tahun 1869 (Koesnadi Hardjasoemantri, 2005 : dua).

Menurut Otto Soemarwoto ekologi adalah ilmu pengetahuan mengenai hubungan timbal balik antara makhluk hidup menggunakan lingkungannnya. Selanjutnya Otto Soemarwoto menjelaskan bahwa ada beberapa studi-studi ekologi meliputi banyak sekali bidang diantaranya :
a. Studi ekologi sosial, menjadi suatu studi terhadap rekanan sosial yg berada di tempat eksklusif serta dalam ketika eksklusif dan yang terjadinya oleh tenaga-energi lingkungan yang bersifat selektif dan distributif.
b. Studi ekologi insan sebagai suatu studi tentang mengenai interaksi antara kegiatan insan serta syarat alam.
c. Studi ekologi kebudayaan sebagai suatu studi mengenai interaksi timbal balik antara variable daerah asal yang paling relevant dengan inti kebudayaan.
d. Studi ekologi pisik sebagai suatu studi tentang lingkungan hayati dan asal daya alamnya.
e. Studi ekologi biologi menjadi suatu studi mengenai interaksi timbal balik antara makhluk hidup terutama fauna dan tumbuh-tanaman dan lingkungannya (Otto Soemarwoto, 1981 : 6-7).

Di dalam ekologi masih ada masyarakat organisme hidup (biotic community) yg menggambarkan komposisi kehidupan organisme-organisme hayati pada dalamnya saling berhubungan dan membutuhkan. Misalnya biotic community dikalangan tumbuhan atau tumbuh-tanaman pada hutan belantara ditemukan beberapa pohon raksasa yang umurnya beribu-ribu tahun tetapi jumlahnya hanya sedikit, pada bawahnya akan terdapat pohon-pohon yg mini namun lebih poly tingkat populasinya, di bawahnya lagi ditemui berupa suatu perpaduan pohon-pohon yg lebih kecil misalnya tumbuhan bunga-bungaan serta akhirnya menjadi dasar merupakan flora rerumputan yg banyak sekali namun umurnya amat pendek. Di pada dan di tengah-tengah hutan ditemui pula kehidupan makhluk hayati binatang-binatang atau hewan yang hayati disana mulai menurut binatang gajah yg umurnya ratusan tahun namun jumlah taraf populasinya sedikit hingga dalam binatang semut atau binatang yg lebih kecil lagi yang umurnya sangat pendek namun jumlah tingkat populasinya amat banyak (Koesnadi Hardjasoemantri, 2005 : 2-tiga).

Jadi Ekologi adalah suatu studi ilmu pengetahuan tentang interaksi timbal pulang antara makhluk hayati manusia menggunakan makhluk hidup insan lainnya, makhluk hidup manusia menggunakan tumbuh-tanaman (tanaman -tumbuhan), makhluk hayati insan dengan binatang atau fauna, makhluk hayati insan menggunakan benda-benda mangkat di sekelilingnya dan sebaliknya hubungan timbal pulang terjadi sesama makhluk hidup. 

Ekosistem merupakan suatu syarat di suatu wilayah eksklusif komunitas benda-benda tewas (abiotic community) dimana pada dalamnya tinggal serta masih ada suatu komposisi komponen organisme hayati (biotic community) yaitu makhluk hidup manusia, makhluk hidup tumbuh-tumbuhan dan makhluk hayati binatang atau fauna yg diantara abiotic serta biotic community keduanya terjalin suatu hubungan yang harmonis stabil serta saling membutuhkan terutama pada jalinan bentuk-bentuk sumber energi kehidupan (Koesnadi Hardjasoemantri, 2005 : tiga).

Selanjutnya Koesnadi Hardjasoemantri menyebutkan bahwa ada dua (dua) jenis bentuk ekosistem yaitu ekosistem alamiah (natural ecosystem) dan ekosistem protesis (artficial ecosystem) yang adalah output daya kreasi, cipta dan daya kerja manusia terhadap ekosistemnya. Ekosistem alamiah masih ada heterogenitas yang tinggi berdasarkan organisme hayati disana sehingga bisa mempertahankan proses kehidupan di dalamnya dengan sendirinya. Sedangkan ekosistem protesis akan memiliki ciri kurang ke heterogenitasannya sebagai akibatnya bersifat labil serta buat membuat ekosistem tersebut permanen stabil perlu diberikan bantuan tenaga berdasarkan luar yg jua wajib diusahakan sang manusia sebagai penciptanya supaya berbentuk suatu bisnis maintenance atau perawatan terhadap ekosistem yg dibuat itu (Koesnadi Hardjasoemantri, 2005 : tiga ) 

Betapapun macam serta bentuk ekosistem itu tercipta yang penting bagaimana ekosistem tadi menjadi stabil, sebagai akibatnya manusianya bisa tetap hidup menggunakan teratur menurut generasi pertama ke generasi seterusnya selama serta sesejahtera mungkin. Disamping itu perlu disadari pula bahwa manusia harus berfungsi sebagai subjek menurut ekosistemnya. Perubahan-perubahan yg terjadi pada dalam daerah lingkungan hidupnya mau tidak mau akam mensugesti eksistensi manusianya, karena insan akan banyak sekali bergantung pada ekosistemnya (Fuad Amsyari, 1981 : 35-44). 

Ekologis dan ekosistem pelestarian fungsi lingkungan hayati dalam umumnya serta fungsi hutan pada khususnya sangat penting nir hanya ditimbulkan menyangkut arti serta fungsi hutan keterkaitannya menggunakan pelestarian lingkungan hidup, secara khusus pula pada aspek pembangunan perumahan serta permukiman ada beberapa prinsip yg perlu diperhatikan pada melaksanakan pembangunan perumahan serta permukiman tadi. Dalam konsiderans UU No.4 Tahun 1992 Tentang Perumahan serta Permukiman butir C, yg selanjutnya dianggap menggunakan UUPP menyatakan “bahwa peningkatan serta pengembangan pembangunan perumahan dan permukiman dengan berbagai aspek permasalahannya perlu diupayakan sebagai akibatnya merupakan satu kesatuan fungsional pada wujud tata ruang fisik, kehidupan ekonomi dan sosial budaya buat mendukung ketahanan nasional, sanggup menjamin kelestarian lingkungan hayati dan mempertinggi kualitas kehidupan manusia Indonesia pada berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara” (Konsiderans UUPP). 

Contoh aspek pembangunan perumahan serta permukiman, ada beberapa prinsip yg perlu diperhatikan pada melaksanakan pembangunan perumahan serta permukiman berkelanjutan diantaranya :
a. Prinsip perlindungan (Principle of Conservation) mengarahkan pada pemeliharaan sumber daya alam yg telah mencapai tingkastan tertentu guna memperbaharui dan menghindari terjadinya penelantaran sumber daya alam yg nir bisa diperbaharui. Prinsip perlindungan ini bertujuan buat melindungi kualitas mutu lingkungan hidup.
b. Prinsip peningkatan (principle of Amelioration) bertujuan buat peningkatan kualitas fungsi lingkungan hayati.
c. Prinsip kehati-hatian dan pencegahan (precaution and prevention principles) merupakan prinsip tindakan hati-hati dan pencegahan terhadap asal terjadinya pencemaran serta/atau kerusakan lingkungan. 
d. Prinsip proteksi (protection principle) mencakup pencegahan kegiatan berbahaya serta melakukan tindakan-tindakan yang tegas guna mengklaim tidak terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hayati. Prinsip ini membuat perencanaan ekologis serta manajemen yang lebih luas termasuk dibuatnnya peraturan-peraturan pelaksana, mekanisme serta kelembagaan pada skala nasional. Sehingga itu diharapkan suatu pendekatan.yg terintegrasi dalam perlindungan sumber daya alam secara sektoral guna melakukan kebijakan lingkungan hayati secara terpadu menggunakan memperhatiokan adanya keterkaitan antar komponen-komponen lingkungan hidup dalam ekosistem.
e. Prinsip pencemar membayar. (pollunter pays principles) yg merupakan perintah bahwa pencemar harus membayar buat memikul baiaya pencegahan pencemaran lingkungan hayati, pemerintah memautuskan buat memelihara standar mjutu lingkungan hidup (Alvi Syahrin, 2003 : 85-87). 

Arti, Fungsi serta Peranan Kehutanan Dan Lingkungan Hidup
Hutan menjadi kapital pembangunan nasional mempunyai manfaat yg nyata bagi kehidupan serta penghidupan bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi secara seimbang serta bergerak maju.untuk itu hutan wajib diurus serta dikelola, dilindungi serta dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat atau masyarakat Indonesia baik generasi kini juga generasi yang akan datang.

Dalam kedudukannya menjadi keliru satu penentu sistem penyangga kehidupan, hutan sudah menaruh manfaat yang akbar bagi ummat manusia, oleh karena itu dijaga kelestariannya. Hutan memiliki peranan sebagai penyerasi serta penyeimbang lingkungan global, sehingga keterkaitannya dengan global internasional sebagai sangat pentingdengan tetap mengutamakan kepentingan nasional. Bumi, air serta kekayaan yg terkandung di dalamnya dikuasai sang negara dan dipergunakan buat sebesar-besar kemakmuran rakyat, maka penyelengaraan kehutanan senantiasa mengandung jiwa dan semangat kerakyatan, keadilan serta berkelanjutan. Oleh karenanya penyelengaraan kehutanan wajib dilakukan dengan azas manfaat serta lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan keterbukaan dan keterpaduan menggunakan dilandasi akhlak mulia serta bertanggung-gugat.

Penguasaan hutan oleh negara bukan adalah pemilikan namun negara memberikan kewenangan kepada pemerintah mengatur serta mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, tempat hutan dan output hutan. Menetapkan tempat hutan serta atau membarui status daerah hutan, mengatur serta menetapkan hubungan hukum antara orang dengan hutan atau kawasan hutan dan hasil hutan dan mengatur perbuatan hukum mengenai kehutanan. Selanjutnya pemerintah mempunyai wewenang untuk memberikan biar serta hak kepada pihak lain buat melakukan aktivitas dibidang kehutanan. Tetapi demikian untuk hal-hal tertentu yang sangat penting, terencana dan berdampak luas dan bernilai strategis, pemerintah harus memperhatikan aspirasi masyarakat melalui persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Untuk menjaga terpenuhinya keseimbangan manfaat lingkungan, manfaat sosial budaya dan manfaat ekonomi, pemerintah memutuskan serta mempertahankan kecukupan luas daerah hutan pada daerah aliaran sungai serta atau pulau menggunakan sebaran yang proporsional.

Sumber daya hutan memiliki pera krusial dalam penyediaan hutan bahan baku industri, sumber pendapatan, membangun lapangan dan kesempatan kerja. Hasil hutan adalah komoditi yg dapat diubah menjadi hasil olahan dalam upaya menerima nilai tambah dan membuka peluang kesempatan kerja dan kesempatan berusaha. Upaya pengolahan output hutan tadi tidak boleh mengakibatkan rusaknya hutan menjadi asal bahan standar industri. Agar selalu terjaga keseimbangan antara kemampuan penyediaan bahan baku menggunakan industri pengolahannnya, maka pengaturan, pembinaan dan pengembangan industri pengolahan hulu hasil hutan diatur oleh menteri yang membidangi kehutanan. Pemanfaatan hutan nir terbatas hanya produksi kayu serta output hutan bukan kayu, tetapi harus diperluas menggunakan pemanfaatan lainnya misalnya plasma nutfah dan jasa lingkungan sehingga manfaat hutan lebih optimal 

Dilihat menurut sisi fungsi produksinya, keberpihakan kepada warga banyak adalah kunci keberhasilan pengolahan hutan. Oleh karenanya praktek-praktek pengolahan hutan yg hanya berorientasi pada kayu dan kurang memperhatikan hak serta melibatkan rakyat, perlu diubah sebagai pengolahan yg berorientasi pada seluruh potensi asal daya kehutanan dan berbasis dalam pemberdayaan rakyat.

Dalam rangka memperoleh manfaat yang optimal menurut hasil hutan serta tempat hutan bagi kesejahteraan masyarakat, maka dalam prinsipnya seluruh hutan dan kawasan hutan bisa dimanfaatkan dengan memperhatikan sifat, karekteristik serta kerentaannya serta nir dibenarkan mengganti fungsi pokoknya. Pemanfaatan hutan dan daerah hutan harus disesuaikan dengan fungsi pokoknya yaitu fungasi konservasi, lindung dan produksi. Untuk menjaga keberlangsungan fungsi utama hutan serta syarat hutan, dilakukan jua upaya rehabilitasi dan reklamasi hutan serta lahan yang bertujuan selain mengembalikan kualitas hutan juga menaikkan pemberdayaan dan kesejahteraan rakyat, sebagai akibatnya kiprah serta warga merupakan inti keberhasilannnya. Kesesuaian ketiga fungsi tersebut sangat bergerak maju dan yang paling krusial adalah supaya dalam pemanfaatannya harus tetap sinergi. Untuk menjaga kualitas lingkungan maka didalam pemanfaatan hutan sejauh mungkin dihindari terjadinya konservasi dari output hutan alam yang masaih produktif sebagai hutan tumbuhan. 

Dalam rangka pengembangan ekonomi masyarakat yang berkeadilan, maka usaha mini , menengah serta koperasi mendapatkan kesempatan seluas-lusanya dalam pemanfaatan hutan. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan Badan Usaha Milik Swasta Indonesia (BUMS Indonesia) yang memperoleh biar bisnis dibidang kehutanan harus bekerja sama dengan koperasi warga setempat dan secara sedikit demi sedikit memberdayakan buat menjadi unit usaha koperasi yg andal, berdikari serta profesional sehingga setara dengan pelaku ekonomi lainnya.

Kerjasama menggunakan koperasi masyarakat setempat dimaksudkan agar rakyat yg tinggal di dalam dan di lebih kurang hutan merasakan serta menerima manfaat hutan secara eksklusif, sehingga bisa mempertinggi kesejahteraan dan kualitas hayati mereka dan sekaligus dapat menumbuhkan rasa ikut memiliki. Dalam kerjasama tadi kearifan tradisional dan nilai-nilai keutamaan yg terkandung pada budaya rakyat dan telah mengakar dapat dijadikan anggaran yang disepakati bersama. Kewajiban BUMN, BUMD serta BUMS Indonesia berhubungan dengan koperasi bertujuan untuk memberdayakan koperasi warga setempat supaya secara sedikit demi sedikit dapat menjadi koperasi yang tangguh, mandiri dan profesional. Koperasi warga setempat yg telah menjadi koperasi yang tangguh, berdikari dan profesional diperlakukan setara menggunakan BUMN, BUMD dan BUMS Indonesia. Dalam hal koperasi rakyat setempat belum terbentuk, maka BUMN, BUMD serta BUMS Indonesia tadi bisa turut mendorong terbentuknya koperasi tadi.

Untuk menjamin status, fungsi, syarat hutan dan daerah hutan dilakukan upaya proteksi hutan yaitu mencegah dan membatasi kerusakan hutan yang disebabkan oleh perbuatan insan, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama serta penyakit. Termasuk pada pengertian perlindungan adalah mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, rakyat dan perorangan atas hutan, daerah hutan dan hasil hutan dan investasi dan perangkat yg herbi pengelolaan hutan.

Agar aplikasi pengurusan hutan bisa mencapai tujuan dan target yang ingin dicapai, maka pemerintah sentra serta pemerintah daerah harus melakukan pengawasan kehutanan. Masyarakat dan atau perorangan berperan serta pada pengawasan aplikasi pembangunan kehutanan baik langsung juga nir pribadi sebagai akibatnya rakyat bisa mengetahui planning peruntukan hutan, pemanfaatan output hutan serta fakta yang menyangkut mengenai kehutanan.

Pelaksanaan setiap komponen pengelolaan hutan wajib memperhatikan nilai-nilai budaya masyarakat, aspirasi dan persepsi warga , dan memperhatikan hak-hak masyarakat dan oleh karena itu wajib melibatkan masyarakat setempat. Pengelolaan hutan dalam dasarnya menjadi wewenang pemerintah pusat serta pemerintah wilayah. Mengingat aneka macam kekhasan wilayah serta kondisi sosial dan lingkungan yang sangat berkait dengan kelestarian hutan dan kepentingan warga luas yg membutuhkan kemampuan pengelolaan secara spesifik maka aplikasi pengelolaan hutan di daerah tertentu bisa dilimpahkan kepada BUMN yang berkiprah dibidang kehutanan, baik berbentuk Perusahaan Umum (Perum), Perusahaan Jawatan (Perjan) juga Perusahaan Perseroan (pesero) yang pembinaannya dibawah Menteri. Untuk mewujudkan pengelolaan hutan yg lestari diperlukan forum-forum penunjang antara lain lembaga keuangan yang mendukung pendanaan pembangunan kehutanan, lembaga penelitian serta pengembangan, lembaga pendidikan dan pelatihan serta forum penyuluhan.

Hutan menjadi sumber daya nasional wajib dimanfaatkan sebanyak-besarnya bagi warga sehingga tidak boleh terpusat pada seseorang, grup atau golongan tertentu. Oleh karenanya pemanfaatan hutan harus didistribusikan secara berkeadilan melalui peningkatan kiprah serta masyarakat sebagai akibatnya warga semakin berdaya dan berkembang potensinya. Manfaat yg optimal mampu terwujud jika aktivitas pengelolaan hutan dapat menghasilkan hutan yang berkualitas tinggi dan lestari.

Pengelolaan Hutan Dan Lingkungan Hidup
Pengelolaan hutan mencakup aktivitas :
a. Tata hutan dan penyusunan planning pengelolaan hutan.
b. Pemanfaatan hutan dan penggunaan daerah hutan.
c. Rehabilitasi dan reklamasi hutan.
d. Perlindungan hutan dan perlindungan alam.

Tata hutan merupakan kegiatan rancang bangun unit pengelolaan hutan mencakup pengelompokan asal daya hutan sinkron menggunakan tipe ekosistem dan potensi yang terkandung di dalamnya menggunakan tujuan buat memperoleh manfaat yg sebesar besarnya bagi warga secara lestari (Pasal 1 butir 1, Bab I tentang Ketentuan Umum, Peraturan Pemerintah No.34 Tahun 2002).

Tata hutan dilaksanakan dalam rangka pengelolaan kawasan hutan yg lebih intensif buat memperoleh manfaat yang lebih akbar (optimal) dan lestari. Tata hutan meliputi pembagian tempat hutan pada blok-blok menurut ekosistem, tipe, fungsi dan rencana pemanfaatan hutan. Blok-blok kawasan hutan dibagi dalam petak-petak menurut intensitas serta efisiensi pengeloalaan. Berdasarkan blok-blok dan petak-petak tadi disusun planning pengelolaan hutan buat jangka saat tertentu.

Tata hutan serta penyusunan planning pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan serta penggunaan tempat hutan merupakan bagian menurut kegiatan pengelolaan hutan. Kegiatan rapikan hutan dan penyusunan planning pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan dan penggunaan hutan dilaksanakan pada wilayah hutan pada bentuk Unit atau Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK), unit atau Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL), unit atau Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP). Kegiatan demi aktivitas pengeloalaan ini menjadi wewenang pemerintah sentra serta/atau pemerintah daerah serta bisa dilimpahkan sang pemerintah kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berkiprah pada bidang kehutanan. 

Pelaksanaan kegiatan tata hutan serta penyusunan rencana pengelolaan hutan dilakukan pada setiap unit pengelolaan hutan pada semua tempat hutan yg meliputi :
a. Hutan konservasi yaitu daerah hutan dengan ciri khas eksklusif yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman flora dan satwa (binatang) dan ekosistemnya. Hutan perlindungan ini terdiri dari kawasan hutan suaka alam, daerah hutan pelestarian alam serta taman buru.
b. Hutan lindung yaitu tempat hutan yg mempunyai fungsai utama menjadi perlindungan sistem penyangga kehidupan buat mengatur rapikan air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah. Tata hutan dalam hutan lindung dilaksanakan dalam setiap unit pengelolaan yg melakukan aktivitas penentuan batas-batas hutan yg diatata, inventarisasi, identifikasi serta perisalahan syarat tempat hutan, pengumpulan data sosial, ekonomi dan budaya pada hutan danm sekitarnya, pembagian hutan ke dalam blok-blok (blok proteksi, blok pemanfaatan dan blok lainnya), registrasi serta pengukuran dan pemetaan. 
c. Hutan produksi yaitu tempat hutan yang memiliki fungsi utama memproduksi hasil-output hutan. Tata hutan pada hutan produksi memuat kegiatan penentuan batas hutan, yg ditata, inventarisasi potensi serta syarat hutan, perisalahan hutan, pembagian hutan ke pada blok-blok dan petak-petak, pemancangan tanda batas blok-blok serta petak-petak tersebut, pembukaan daerah serta sarana pengelolaan, pendaftaran dan pengukuran dan pemetaan.

Berdasarkan output penataan hutan pada setiap unit atau kesatuan pengelolaan hutan, maka disusunlah planning pengelolaan hutan. Perencanaan kehutanan dimaksudkan buat memberikan pedoman serta arah yang mengklaim tercapainya tujuan penyelenggaraan kehutanan buat sebesar-besar kemakmuran masyarakat yg berkeadilan dan berkelanjutan. Perencanaan kehutanan dilaksanakan secara transparan, bertanggung jawab, partisipatif, terpadu dan memperhatikan kekhasan serta aspirasi daerah.

Perencanaan kehutanan mencakup kegiatan :
a. Inverntarisasi hutan.
b. Pengukuhan/pengukuran tempat hutan.
c. Penatagunaan daerah hutan
d. Pembentukan daerah pengelolaan hutan.
e. Penyusunan rencana kehutanan (Pasal 12, Bab IV mengenai Perencanaan Kehutanan UUK).

Rencana pengelolaan hutan memuat tentang perencaan, pengorganisasian, pelaksanaan, evaluasi pengendalian dan pengawasan menjadi dasar aktivitas pengelolaan hutan. Penyusunan planning pengelolaan hutan meliputi :
a. Rencana pengelolaan hutan jangka panjang yang memuat rencana kegiatan secara makro tentang panduan arahan serta dasar-dasar pengelolaan hutan untuk mencapai tujuan pengelolaan hutan dalam jangka saat 20 tahun, disusun oleh instansi yg bertanggung jawab dibidang kehutanan Propinsi serta disahkan sang Menteri Kehutanan.
b. Rencana pengeloaan hutan jangka menengah memuat rencana yg berisi penjabaran planning pengelolaan hutan jangka menengah 5 tahun disusun oleh instansi yang bertanggung jawab dibidang kehutanan Propinsi serta disahkan oleh Meneteri Kehutanan.
c. Rencana pengelolaan hutan jangka pendek memuat planning operasional secara lebih jelasnya yg merupakan pembagian terstruktur mengenai planning pengelolaan hutan pada jangka waktu 1 tahun yg disusun sang instansi yanmg bertanggung jawab dibidang kehutanan serta disahkan oleh Gubernur (Pasal 14 ayat 1 dan dua, Bab II mengenai Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Peraturan Pemerintah No.34 Tahun 2002 Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan).

Pemanfaatan hutan merupakan bentuk kegiatan pemanfaatan tempat hutan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu dan pemungutan output hutan kayu dan bukan kayu secara optimal, berkeadilan buat kesejahteraan masyarakat menggunakan permanen menjaga kelestariannya. Pemanfaatan hutan bertujuan buat memperoleh manfaat yg optimal bagi kesejahteraan seluruh warga secara berkeadilan menggunakan permanen menjaga kelestariannya. Pemanfaatan tempat hutan bisa dilakukan dalam semua kawasan hutan kecuali dalam hutan cagar alam dan zona inti dan zona rimba dalam taman nasional.

Pemanfaatan daerah pada hutan lindung merupakan bentuk usaha memakai daerah dalam hutan lindung dengan tidak mengurangi fungsi utama. Pemanfaatan hutan lindung dapat berupa pemanfaatan daerah, pemanfaatan jasa lingkungan dan pemungutan hasil hutan bukan kayu. Pemanfaatan hutan lindung dilaksanakan melalui anugerah izin bisnis pemanfaatan tempat, biar bisnis pemanfaatan jasa lingkungan dan biar pemungutan output hutan bukan kayu. Pemanfaatan daerah pada hutan produksi merupakan bentuk usha buat memanfaatkan ruang tubuh sebagai akibatnya dapat diperoleh manfaat lingkungan, manfaat sosial dan manfaat ekonomi yang optimal menggunakan tidak mengurangi fungsi pokok hutan.

Pemanfaatan output hutan kayu merupakan segala bentuk usaha yg memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan kayu menggunakan nir merusak lingkungan dan nir mengurangi fungsi utama hutan. Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu adalah segala bentuk bisnis yang memanfaatkan serta mengusahakan hasil hutan bukan kayu menggunakan tidak merusak lingkungan hidup serta tidak mengurangi fungsi pokok hutan. Pemungutan hasil hutan kayu serta/atau bukan kayu adalah segala bentuk kegiatan buat mengambil hasil berupa kayu serta/atau bukan kayu menggunakan nir Mengganggu lingkungan hidup dan nir mengurangi fungsi pokok hutan

Penggunaan daerah hutan buat kepentingan pembangunan pada luar aktivitas kehutanan hanya bisa dilakukan pada pada tempat hutan produksi dan tempat hutan lindung serta bisa dilakukan tanpa membarui fungsi utama tempat hutan.. Penggunaan tempat hutan buat kepentingan pertambangan dapat dilakukan melalaui anugerah biar pinjam pakai oleh Menteri dengan mempertimbangkan batasan luas serta jangka waktu eksklusif serta kelestarian lingkungan. Pada daerah hutan lindung tidak boleh melakukan penambangan menggunakan pola terbuka.

Rehabilitasi hutan dan huma dimaksudkan untuk memulihkan, mempertahankan serta menaikkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya guna, dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan permanen terjaga.rehabilitasi hutan serta huma diselenggarakan melalui kegiatan :
a. Reboisasi,
b. Penghijauan,
c. Pemeliharaan,
d. Pengayaan flora atau
e. Penerapan teknik perlindungan tanah secara vegetatif serta sipil teknis dalam lahan kritis serta tidak produktif. Kegiatan rehabilitasi ini dilakukan disemua hutan dan kawasan hutan kecuali cagar alam serta zona inti taman nasional. 

Rehabilitasi hutan dan lahan dilaksanakan dari syarat spesifik biofisik. Penyelenggaraan rehabilitasi hutan serta huma diutamakan pelaksanaannya melalui pendekatan partisipatif pada rangka mengembangkan potensi dan memberdayakan masyarakat. Setiap orang yang mempunyai, mengelola dan atau memanfaatkan hutan yang kritis atau tidak produktif harus melaksanakan rehabilitasi hutan untuk tujuan perlindungan dan konsevasi. Dalam aplikasi rehabilitasi setiap orang dapat meminta pendamping, pelayanan dan dukungan pada lembaga swadaya rakyat, pihak lain atau pemerintah. 

Rehabilitasi hutan serta huma dilakukan secara sedikit demi sedikit, dalam upaya pemulihan serta pengembangan fungsi sumber daya hutan serta lahan baik fungsi hutan pruduksi, hutan fungsi lindung maupun hutan fungasi perlindungan. Upaya mempertinggi daya dukung aserta produktifitas hutan serta huma dimaksudkan supaya hutan dan lahan bisa berperan menjadi sistem penyangga kehidupan termasuk perlindungan tanah serta air dalam rangka pencegahan banjir serta pencegahan erosi. Kegiatan reboisasi serta penghijauan adalah bagian rehabilitas hutan dan lahan, aktivitas reboisasi dilaksanakan di dalam kawasan hutan sedangkan aktivitas penghijauan dilaksanakan pada luar kawasan hutan. 

Rehabilitasi hutan serta huma diprioritaskan dalam lahan kritis terutama yang terdapat dibagian hulu wilayah aliran sungai agar fungsi rapikan air dan pencegahan terhadap banjir serta kekeringan bisa dipertahankan secara maksimal . Rehabilitasi hutan bakau serta hutan rawa perlu menerima perhatian yg sama sebagaimana pada hutan lainnya. Semetara pada hutan cagar alam dan zona inti taman nasional nir boleh dilakukan aktivitas rehabilitasi, hal ini dimaksudkan buat menjaga kekhasan, keaslian, keunikan serta keterwakilan berdasarkan jenis tumbuhan serta fauna serta ekosistemnya. 

Reklamasi hutan suatu kegiatan yang meliputi usaha buat memperbaiki atau memulihkan kembali huma serta vegetasi hutan yang rusak supaya dapat berfungsi secara optimal sesuai menggunakan peruntukannya. Jenis aktivitas yang terkait dengan reklamasi hutan mencakup inventarisasi lokasi, penetapan lokasi, perencanaan serta aplikasi reklamasi.

Penggunaan daerah hutan buat kepentingan pembangunan pada luar aktivitas kehutanan hanya dapat dilakukan pada dalam kawasan hutan produksi dan daerah hutan lindung bisa dilakukan tanpa mengubah fungsi pokok tempat hutan. Apabila penggunaan daerah hutan buat kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan mengakibatkan terjadinya kerusakan serta pencemaran lingkungan hayati hutan, maka harus dilakukan reklamasi dan atau rehabilitasi sinkron dengan pola yg ditetapkan oleh pemerintah.

Reklamasi dalam tempat hutan bekas areal pertambangan, harus dilaksanakan sang pemegang biar pertambangan sinkron menggunakan tahapan kegiatan pertambangan. Pihak-pihak yang memakai daerah hutan buat kepentingan di luar aktivitas kehutanan yg mengakibatkan perubahan bagian atas serta penutupan tanah, harus membayar dana agunan reklamasi dan rehabilitasi.

PRINSIPPRINSIP MASALAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

Prinsip-Prinsip Masalah Pencemaran Lingkungan
Masalah atau persoalan pelestarian fungsi lingkungan hayati umumnya dan fungsi hutan dalam khususnya merupakan issue tradisional, kontemporer serta bahkan sebagai issue modern secara internasional. Hal ini karena issue ini sudah semenjak dahulu kala sampai dewasa ini telah ada serta menjadi masalah aktual serta terkenal diseluruh dunia secara internasional serta bahkan buat masa yang akan tiba akan permanen sebagai issue global secara internasional.

Banyak pandangan orang pesimis yang beropini bahwa persoalan atau perkara pelestarian fungsi lingkungan hayati pada biasanya dan fungsi hutan dalam khususnya nir selesai sampai dalam akhir zaman. Pemikiran bernuansa skeptis tersebut disamping lantaran sifat persoalan pelestarian fungsi hutan dan fungsi lingkungan hayati tadi yang sangat kompleks jua lantaran upaya-upaya buat mempertahankan serta meningkatkan kualitas pelestarian fungsi hutan dan fungsi lingkungan hidup tadi senantiasa selalu berhadapan menggunakan upaya pemenuhan kebutuhan ekonomi yang seringkali diliputi keserakahan/ketamakan insan baik insan secara alamiah maupun insan dalam bentuk non alamiah yaitu bentuk badan aturan (rechtspersoon, korporasi). 

Namun terlepas dari adanya pesimisme tadi diatas, banyak sekali upaya perlu ditetapkan dan dilakukan secara teratur, interaksi interdisiplin ilmu pengetahuan, konsisten serta terpadu lintas instansi terkait termasuk melalui upaya penegakan aturan (law enforcement) yang disinergikan dengan upaya-upaya lain.

Perhatian dunia terhadap perkara pelestarian fungsi hutan serta lingkungan hidup ini dimulai pada kalangan Dewan Ekonomi serta Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam ketika diadakan peninjauan terhadap hasil-output gerakan “Dasawarsa Pembangunan Dunia I (1960-1970)” guna merumuskan taktik terhadap gerakan “Dasawarsa Pembangunan Dunia II (1970-1980)”. Sekretaris Jenderal PBB membuat laporan yang diajukan kepada Sidang Umum PBB dalam tahun 1969 menggunakan Nomor laporan 2581 (XXIV) dalam tanggal 15 Desember 1969. Dalam laporannya menyatakan betapa mutlak perlunya dikembangkan “perilaku dan tanggapan baru” terhadap lingkungan hayati untuk menangani perkara-perkara lingkungan hayati itu merupakan demi pertumbuhan ekonomi serta sosial khususnya tentang perencanaan, pengelolaan serta supervisi terhadap lingkungan hidup (Koesnadi Hardjasoemantri, 2005 : 6-7).

Dampak positip serta hasil dalam Sidang Umum PBB tadi, PBB menerima tawaran dari pemerintah Swedia buat menyelengarakan Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup Manusia (United Nations Conference On The Human Environment) pada Stockholm-Swedia pada tanggal lima-16 Juni 1972 yg diikuti 113 negara serta beberapa puluhan peninjau serta hasil hasil berdasarkan Konferensi tersebut melahirkan suatu resolusi khusus memutuskan secara resmi setiap tgl lima Juli merupakan menjadi Hari Jadi Lingkungan Hidup Sedunia” dari dengan Resolusi Sidang Umum PBB No.2997 (XXVII) pada lepas 15 Desember 1972 (Danusaputro, 1980 : 210-216).

Indonesia sendiri semenjak menyatakan kemerdekaannya dalam tahun 1945 memberikan perhatian terhadap pelestarian fungsi hutan serta fungsi lingkungan hayati. Hal ini dapat ditinjau pada UUD 1945 (sebagai landasan konstitusional negara, bangsa) yang menyatakan bahwa “segala bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai sang negara serta digunakan/diperuntukkan buat sebanyak-besarnya kemakmuran rakyat”. Tertinggi dikuasai sang Negara (Pasal 33 ayat tiga UUD 1945).. Pernyataan ini lebih kentara serta tegas lagi diatur pada Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria UU Pokok Agraria No.lima Tahun 1960 (yang selanjutnya disebut menggunakan UUPA) yang berbunyi : “ Seluruh bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yg terkandung pada dalamnya dalam daerah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air serta ruang angkasa bangsa Indonesia dan adalah kekayaan nasional (Pasal 1 ayat 2 UUPA)

Atas dasar ketentuan pada pasal 33 ayat tiga Undang-Undang dasar 1945 serta hal-hal sebagaimana yg dimaksud pada pasal 1 ayat dua UUPA tersebut diatas bahwa bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yg terkandung di dalamnya itu dalam strata tertinggi dikuasai oleh Negara menjadi organisasi kekuasaan seluruh masyarakat ( Pasal dua ayat 1, UUPA).

Hak menguasai menurut Negara memberi wewenang untuk :
a. Mengatur dan menyelenggarakan, peruntukkan, penggunaan, persediaan serta pemeliharaan bumi, air serta ruang angkasa tersebut.
b. Menentukan dan mengatur hubungan-interaksi hukum antara orang-orang menggunakan bumi, air dan ruang angkasa.
c. Menentukan serta mengatur hubungan-hubungan aturan antara orang-orang serta perbuatan-perbuatan aturan yang tentang bumi, air dan ruang angkasa (Pasal dua UUPA)

Wewenang yang bersumber dalam hak menguasai dari Negara digunakan buat mencapai sebanyak-besar kemakmuran warga pada arti kebangsaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam rakyat serta Negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil serta makmur. Hak menguasai menurut Negara tadi pelaksanaannya dapat dikuasakan pada daerah-daerah serta masyarakat-rakyat aturan adat sekedar diharapkan serta nir bertentangan dengan kepentingan nasional menurut ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah.

Sumber daya alam dikuasai oleh Negara dan dipergunakan buat sebesar-besarnya bagi kemakmuran warga dan pengaturannya ditentukan oleh Pemerintah. Untuk melaksanakan pengaturan tersebut Pemerintah :
a. Mengatur serta mengembangkan kebijaksanaan dalam rangka pengelolaan lingkungan hayati.
b. Mengatur penyediaan, peruntukan, penggunaan, pengelolaan lingkungan hidup serta pemanfaatan pulang asal daya alam termasuk sumber daya genetika.
c. Mengatur perbuatan aturan serta interaksi hukum antara orang dan/atau subjek aturan lainnya dan perbuatan aturan terhadap sumber daya alam dan sumber daya protesis termasuk asal daya genetika.
d. Mengendalikan aktivitas yg memiliki pengaruh sosial.
e. Mengembangkan pendanaan bagi upaya pelestarian fungsi lingkungan hayati sesuai peraturan perundang-undangan yg berlaku (Pasal 8 ayat 1 dan dua, Bab IV tentang Wewenang Pengelolaan Lingkungan Hidup UU No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang selanjutnya dianggap menggunakan UUPLH).

Wewenang Hak menguasai dari Negara ini dipergunakan untuk sebanyak-besarnya bagi kemakmuran rakyat dilakukan melalui proses serta tahap pembangunan. Pembangunan itu sendiri di dalam dirinya mengandung banyak sekali perubahan besar yang meliputi perubahan struktur ekonomi, perubahan pisik daerah, perubahan pola komsumsi, perubahan sumber daya alam dan lingkungan hidupnya, perubahan teknologi serta perubahan sistem nilai pada warga . Perubahan demi perubahan ini membawa dampak positif dan pengaruh negatif serta masalah pada aspek hidup serta kehidupan ummat insan.

Pelestarian Fungsi Hutan serta Fungsi Lingkungan Hidup 
Secara etimologi istilah, istilah pelestarian ini asal dari istilah “lestari” yg memiliki makna langgeng, tidak berubah, abadi, sesuai dengan keadaan misalnya semula. Jika istilah lestari ini dikaitkan dengan lingkungan hayati maka berarti bahwa lingkungan hidup itu tidak boleh berubah, wajib langgeng serta wajib sesuai dengan keadaan misalnya semula atau permanen pada keadaan misalnya aslinya semula (Koesnadi Hardjasoemantri, 2005 : 98).

Pelestarian fungsi lingkungan hidup diartikan sebagai rangkaian upaya buat memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hayati. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hayati buat mendukung perikehidupan insan dan makhluk hidup lain. Pelestarian daya dukung lingkungan hidup adalah rangkaian upaya buat melindungi kemampuan lingkungan hidup terhadap tekanan perubahan serta/atau impak negatif yg ditimbulkan oleh suatu aktivitas agar tetap sanggup mendukung perikehidupan manusia serta makhluk hayati lainnya. Daya tampung lingkungan hayati merupakan kemampuan lingkungan hayati buat menyerap zat, energi serta/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya. Pelestarian daya tampung lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk melindungi kemampuan lingkungan hayati buat menyerap zat, tenaga dan/atau komponen lain yg dibuang ke dalamnya (Pasal 1 buah 5,6,7,8,9 UUPLH) 

Hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan huma berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan pada komplotan alam lingkungannya yang satu dengan lainnya nir bisa dipisahkan. Kehutanan merupakan sistem pengurusan yang bersangkut paut menggunakan hutan, daerah hutan serta hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu. Kawasan hutan merupakan daerah eksklusif yg ditunjuk serta/atau ditetapkan oleh Pemerintah buat dipertahankan keberadaannya sebagai hutan permanen. Hasil hutan adalah benda-benda biologi, non biologi serta turunannya dan jasa yg asal menurut hutan (Pasal 1 butir a, b, c, k, serta m, Bab I mengenai Ketentuan Umum UU No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, yang selanjutnya dianggap dengan UUK).

Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang menggunakan seluruh benda, daya, keadaan dan makhluk hayati, termasuk insan dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan insan dan makhluk hidup lain. Untuk menjamin pelestarian fungsi lingkungan hayati, setiap usaha serta/atau kegiatan tidak boleh melanggar standar mutu serta kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. Setiap planning uasaha serta/atau kegiatan yang kemungkinan bisa menimbulkan pengaruh besar serta penting terhadap lingkungan hidup, harus mempunyai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan hidup yg disingkat dengan AMDAL (Pasal 1 butir 1, Pasal 14 ayat 1 dan Pasal 15 ayat 1, Bab I tentang Ketentuan Umum serta Bab V tentang Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup UUPLH).

“Pelestarian kemampuan fungsi hutan dan fungsi lingkungan hayati yang serasi serta seimbang” membawa kepada kesarasian antara “pembangunan” dan fungsi hutan serta fungsi lingkungan hayati”, sebagai akibatnya kedua pengertian itu tidak dipertentangkan satu menggunakan yg lain. Adapun “pelestarian fungsi hutan dan fungsi lingkungan hayati” yg bermakna melestarikan fungsi hutan serta fungsi lingkungan hayati itu an sich digunakan dalam rangka kawasan pelestarian hutan, asal daya alam lingkungan hayati dan daerah suaka alam.

Pembangunan pada banyak sekali aspek hidup dan kehidupan bertujuan serta mempunyai arti buat mengadakan perubahan, membangun adalah merubah sesuatu buat mencapai tarap peningkatan dan tarap yang lebih baik. Jika dalam proses pembangunan itu terjadi impak yang kurang baik terhadap fungsi hutan serta fungsi lingkungan hayati, maka haruslah dilakukan upaya buat meniadakan atau mengurangi impak negatif tersebut sebagai akibatnya keadaan fungsi hutan serta fungsi lingkungan hidup menjadi harmonis serta seimbang lagi. Dengan demikian maka yang dilestarikan bukanlah “lingkungannya an sich”, akan namun “kemampuan lingkungan hayati”. Kemampuan lingkungan hidup yang serasi serta seimbang inilah yg perlu dilestarikan sehingga setiap perubahan yg diadakan selalu disertai menggunakan upaya mencapai keserasian serta keseimbangan lingkungan dalam strata yang baru.

Perhatian terhadap pelestarian fungsi hutan ditindaklanjuti sang warga internasional dan organisasi PBB terjadi dalam Konferensi Tingkat Tinggi Bumi yang diadakan oleh PBB di Rio de Janeiro Brazil pada lepas 3-14 Juni 1992. Konferensi ini dinamakan United Nations Conference on Environment and Development yg disingkat UNCED dihadiri oleh 177 kepala-kepala negara dan wakil-wakil pemerintah yang berkumpul pada Rio de Janeiro dan dihadiri jua oleh wakil badan-badan lingkungan PBB serta forum-lembaga lainnya.

Konferensi ini sudah melahirkan sebuah mufakat dokumen perjanjian yang dinamakan Concervation and Sustainable Development of all Types of Forrest (Forrestry Principles). Konsensus perjanjian ini membuat prinsip-prinsip kehutanan serta merupakan mufakat internasional yg terdiri menurut 16 pasal yang meliputi aspek pengelolaan, aspek konservasi dan aspek pemanfaatan dan pengembangan, bersifat nir mengikat secara aturan serta berlaku buat seluruh jenis hutan (Koesnadi Hardjasoemantri, 2005 : 19-21).

Selanjutnya Koesnadi Hardjasoemantri menguraikan bahwa pada Mukadimah Forrestry Prnciples dicantumkan kandungan prinsip-prinsip kehutanan sebagai berikut :
  1. persoalan kehutanan terkait menggunakan keseluruhan jangkauan kasus serta kesempatan lingkungan serta pembangunan termasuk hak atas pembangunan sosial-ekonomi yang berkelanjutan.
  2. tujuan arahan menurut prinsip-prinsip ini adalah buat memberikan saham dalam pengelolaan, konservasi dan pembangunan hutan berkelanjutan dan buat menjamin fungsi dan pemanfaatannya yg majemuk dan saling melengkapi.
  3. masalah dan kesempatan kehutanan harus dipandang menggunakan cara yg keseluruhan dan seimbang pada keseluruhan konteks lingkungan hidup dan pembangunan dengan mempertimbangkan fungsi dan pemanfaatan hutan yg beragam termasuk pemanfaatan tradisional, dan tekanan ekonomi dan sosial yang mungkin ada apabila pemanfaatannnya dihambat atau dibatasi, sebagaimana juga potensinya bagi pembangunan yg bisa diberikan oleh pengelolaan hutan berkelanjutan.
  4. prinsip-prinsip ini mencerminkan mufakat global pertama mengenai hutan. Dalam menaruh komitmennya buat melaksanakan prinsip-prinsip ini dengan sempurna, negara-negara jua memutuskan untuk senantiasa menciptakan evaluasi mengenai prinsip-prinsip ini apakah masih memadai sehubungan menggunakan pengembangan kolaborasi internasional pada perkara-masalah hutan.
  5. prinsip-prinsip ini berlaku untuk semua jenis hutan, baik hutan alam juga hutan tanaman di semua daerah geografis serta zona iklim, termasuk hutan austral, boreal, sub-temperate dan temperate, sub-tropis dan tropis .
  6. semua jenis hutan mewujudkan prose-proses ekologis yg kompleks serta unik yg merupakan dasar bagi kapasitasnya sekarang dan kapasitas potensialnya buat menyediakan asal daya guna memenuhi kebutuhan manusia juga nilai-nilai lingkungan serta menggunakan demikian pengelolaan serta konservasinya yang sempurna merupakan kepentingan bagi pemerintah dari negara-negara yang memiliki hutan tadi dan mempunyai nilai bagi warga setempat dan bagi lingkungan secara menyeluruh.
  7. hutan merupakan esensial bagi pembangunan ekonomi dan pemeliharaan segala bentuk kehidupan.
  8. mengakui bahwa tanggung jawab pengelolaan hutan, konservasi serta pembangunan berkelanjutan pada banyak negara dialokasikan di antara taraf pemerintah federal/nasional, negara bagian/propinsi serta lokal, maka setiap negara sinkron menggunakan konstitusi serta atau perundang-undangan nasionalnya wajib mengikuti prinsip-prinsip ini pada taraf pemerintahan yang sinkron (Koesnadi Hardjasoemantri, 2005 : 21-22). 
Di Indonesia perhatian pokok terhadap perkara pelestarian fungsi hutan serta fungsi lingkungan hayati diatur dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional yang ditetapkan pada lepas 19 Januari 2005 di dalam Peraturan Presiden RI No.7 Tahun 2005 mengenai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009. Peraturan Presiden ini mengatur mengenai ketentuan pengelolaan lingkungan hidup yg tercantum pada Bab 32 mengenai Perbaikan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup. Di pada Peraturan Presiden tadi dikemukakan konflik utama sebagai berikut : 
a. Terus menurunnya syarat hutan Indonesia.
b. Kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS).
c. Tempat asli ekosistem pesisir dan bahari semakin rusak.
d. Citra pertambangan yang lingkungan hidup.
e. Tingginya ancaman terhadap keanekaragaman hayati (biodiversity).
f. Pencemaran air semakin semakin tinggi.
g. Kualitas udara, khususnya di kota-kota akbar semakin menurun.
h. Sistem pengelolaan hutan secara berkelanjutan belum optimal dilaksanakan.
i. Pembagian wewenang serta tanggung jawab pengelolaan hutan belum jelsa.
j. Lemahnya penegakan hukum (law enforcemant) terhadap kegiatan pembalakan (illegal logging) dan penyeludupan kayu.
k. Rendahnya kapasitas pengelolaan kehutanan.
l. Belum berkembangnya pemanfaatan output hutan non kayu serta jasa-jasa lingkungan.
m. Belum terselesaikannya batas wilayah laut menggunakan negara tetangga.
n. Potensi kelautan belum didayagunakan secara optimal.
o. Merebaknya pencurian ikan serta pola penangkapan yang merusak lingkungan hidup.
p. Pengelolaan pulau-pulau kecil belum optimal.
q. Sistem mitigasi bernuansa alam belum dikembangkan.
r. Ketidakpastian aturan di bidang pertambangan.
s. Tingginya taraf pencemaran serta belum dilaksanakannya pengelolaan limbah buangan secara terpadu dan sistematis.
t. Adaptasi kebijakanterhadap perubahan iklim (climate change) serta pemanasan dunia (dunia warming) belum dilaksanakan.
u. Cara lain pendanaan lingkungan belum dikembangkan.
v. Issu lingkungan dunia belum diteriama dan diterapkan pada pembangunan nasional dan wilayah.
w. Belum harmonisnya peraturan perundang-undangan lingkungan hidup.
x. Masih rendahnya kesadaran warga pada pemeliharaan lingkungan hayati (Bab 32 tentang Perbaikan Pengelolaan Sumber Daya Alam serta Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup, Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 Tentang RPJM Nasional Thn.2004-2009). 

Pengelolaan fungsi hutan dan fungsi lingkungan hidup berazaskan pelestarian kemampuan lingkungan yang harmonis dan seimbang buat menunjang pembangunan yang berkesinambungan bagi peningkatan kesejahteraan insan. Pengertian pelestarian mengandung makna tercapainya kemampuan fungsi hutan serta fungsi lingkungan hidup yang harmonis serta seimbang serta peningkatan kemampuan tersebut. Hanya pada lingkungan yg harmonis dan seimbang dapat dicapai kehidupan yang optimal. 

Ekologi dan Ekosistem Hutan dan Lingkungan Hidup
Segala sesuatu pada dunia alam semesta ini erat hubungannya satu menggunakan yang lain. Antara makhluk hayati insan dengan makhluk hidup insan lainnya, antara makhluk hayati insan dengan makhluk hayati binatang atau hewan, antara makhluk hayati insan dengan makhluk hidup tumbuh-tanaman dan bahkan antara makhluk hayati manusia dengan benda-benda tewas sekalipun. Begitu pula kebalikannya hubungan antara makhluk hidup fauna atau binatang dengan makhluk hidup manusia, antara makhluk hayati fauna atau binatang dengan makhluk hayati tumbuh-tanaman , antara makhluk hayati binatang atau hewan dengan benda-benda meninggal yg terdapat disekelilingnya dan jua hubungan antara makhluk hayati tumbuh-flora menggunakan makhluk hayati manusia, antara makhluk hidup tumbuh-tumbuhan dengan makhluk hayati fauna atau hewan yg ada serta antara mahkluk hayati tumbuh-tumbuhan menggunakan benda-benda meninggal yg ada disekelilingnya. Pengaruh antara satu komponen dengan lain komponen ini bermacam-macam bentuk serta sifatnya. Begitu juga aksi dan reaksi sesuatu golongan atas efek dari yang lainnya juga tidak sama.

Sesuatu insiden yang menimpa diri seseorang bisa disimpulkan menjadi resultante banyak sekali pengaruh pelestarian fungsi hutan dan lingkungan hayati di sekitarnya. Begitu banyak imbas yang mendorong manusia kedalam sesuatu kondisi eksklusif sehingga adalah wajar bila insan tersebut lalu jua berusaha buat mengerti apakah sebenarnya yang menghipnotis dirinya dan hingga berapa besarkah dampak-impak tadi terhadap pelestarian fungsi hutan dan lingkungan hayati.

Secara etimologi istilah “ekologi” berasal dari kata oikos yang berarti rumah dan logos berarti ilmu pengetahuan yang diperkenalkan pertama kali dalam bidang ilmu pengetahuan hayati sang seorang biolog berkebangsaan Jerman bernama Ernst Hackel dalam tahun 1869 (Koesnadi Hardjasoemantri, 2005 : dua).

Menurut Otto Soemarwoto ekologi merupakan ilmu pengetahuan mengenai interaksi timbal pulang antara makhluk hayati dengan lingkungannnya. Selanjutnya Otto Soemarwoto menjelaskan bahwa terdapat beberapa studi-studi ekologi mencakup berbagai bidang diantaranya :
a. Studi ekologi sosial, menjadi suatu studi terhadap rekanan sosial yg berada pada loka eksklusif dan dalam saat tertentu serta yang terjadinya sang tenaga-energi lingkungan yg bersifat selektif dan distributif.
b. Studi ekologi insan menjadi suatu studi mengenai mengenai hubungan antara aktivitas insan serta syarat alam.
c. Studi ekologi kebudayaan menjadi suatu studi mengenai hubungan timbal balik antara variable habitat yang paling relevant dengan inti kebudayaan.
d. Studi ekologi pisik sebagai suatu studi tentang lingkungan hayati dan asal daya alamnya.
e. Studi ekologi biologi menjadi suatu studi tentang hubungan timbal pulang antara makhluk hayati terutama hewan serta tumbuh-tumbuhan serta lingkungannya (Otto Soemarwoto, 1981 : 6-7).

Di dalam ekologi terdapat rakyat organisme hayati (biotic community) yg menggambarkan komposisi kehidupan organisme-organisme hayati di dalamnya saling bekerjasama dan membutuhkan. Misalnya biotic community dikalangan flora atau tumbuh-tumbuhan dalam hutan belantara ditemukan beberapa pohon raksasa yg umurnya beribu-ribu tahun tetapi jumlahnya hanya sedikit, di bawahnya akan masih ada pohon-pohon yg mini tetapi lebih poly tingkat populasinya, di bawahnya lagi ditemui berupa suatu formasi pohon-pohon yang lebih kecil misalnya tumbuhan bunga-bungaan serta akhirnya menjadi dasar merupakan tumbuhan rerumputan yg banyak sekali tetapi umurnya amat pendek. Di dalam serta di tengah-tengah hutan ditemui juga kehidupan makhluk hidup hewan-hewan atau hewan yang hayati disana mulai berdasarkan hewan gajah yang umurnya ratusan tahun tetapi jumlah taraf populasinya sedikit hingga pada binatang semut atau binatang yg lebih kecil lagi yg umurnya sangat pendek namun jumlah taraf populasinya amat poly (Koesnadi Hardjasoemantri, 2005 : 2-tiga).

Jadi Ekologi adalah suatu studi ilmu pengetahuan tentang hubungan timbal kembali antara makhluk hidup manusia dengan makhluk hayati manusia lainnya, makhluk hayati manusia menggunakan tumbuh-tanaman (tumbuhan-tumbuhan), makhluk hayati manusia menggunakan hewan atau hewan, makhluk hayati insan dengan benda-benda tewas di sekelilingnya serta kebalikannya interaksi timbal pulang terjadi sesama makhluk hidup. 

Ekosistem merupakan suatu kondisi pada suatu wilayah eksklusif komunitas benda-benda mangkat (abiotic community) dimana di dalamnya tinggal dan masih ada suatu komposisi komponen organisme hidup (biotic community) yaitu makhluk hayati manusia, makhluk hidup tumbuh-flora dan makhluk hidup hewan atau fauna yang diantara abiotic dan biotic community keduanya terjalin suatu interaksi yg harmonis stabil serta saling membutuhkan terutama dalam jalinan bentuk-bentuk sumber tenaga kehidupan (Koesnadi Hardjasoemantri, 2005 : 3).

Selanjutnya Koesnadi Hardjasoemantri mengungkapkan bahwa ada 2 (2) jenis bentuk ekosistem yaitu ekosistem alamiah (natural ecosystem) serta ekosistem buatan (artficial ecosystem) yang merupakan hasil daya kreasi, cipta dan daya kerja insan terhadap ekosistemnya. Ekosistem alamiah masih ada heterogenitas yang tinggi menurut organisme hayati disana sebagai akibatnya mampu mempertahankan proses kehidupan pada dalamnya menggunakan sendirinya. Sedangkan ekosistem protesis akan mempunyai karakteristik kurang ke heterogenitasannya sehingga bersifat labil serta buat menciptakan ekosistem tadi tetap stabil perlu diberikan donasi tenaga berdasarkan luar yg juga harus diusahakan oleh manusia sebagai penciptanya supaya berbentuk suatu usaha maintenance atau perawatan terhadap ekosistem yang dibuat itu (Koesnadi Hardjasoemantri, 2005 : tiga ) 

Betapapun macam serta bentuk ekosistem itu tercipta yg krusial bagaimana ekosistem tadi menjadi stabil, sehingga manusianya bisa tetap hidup menggunakan teratur berdasarkan generasi pertama ke generasi seterusnya selama dan sesejahtera mungkin. Disamping itu perlu disadari pula bahwa manusia harus berfungsi sebagai subjek dari ekosistemnya. Perubahan-perubahan yg terjadi di pada daerah lingkungan hidupnya mau nir mau akam mensugesti keberadaan manusianya, karena insan akan banyak sekali bergantung pada ekosistemnya (Fuad Amsyari, 1981 : 35-44). 

Ekologis dan ekosistem pelestarian fungsi lingkungan hidup pada umumnya serta fungsi hutan pada khususnya sangat krusial tidak hanya ditimbulkan menyangkut arti serta fungsi hutan keterkaitannya dengan pelestarian lingkungan hayati, secara spesifik pula pada aspek pembangunan perumahan dan permukiman ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan pembangunan perumahan serta permukiman tersebut. Dalam konsiderans UU No.4 Tahun 1992 Tentang Perumahan serta Permukiman butir C, yang selanjutnya disebut dengan UUPP menyatakan “bahwa peningkatan dan pengembangan pembangunan perumahan serta permukiman dengan banyak sekali aspek permasalahannya perlu diupayakan sebagai akibatnya merupakan satu kesatuan fungsional dalam wujud tata ruang fisik, kehidupan ekonomi dan sosial budaya buat mendukung ketahanan nasional, sanggup menjamin kelestarian lingkungan hayati dan menaikkan kualitas kehidupan insan Indonesia pada berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa serta bernegara” (Konsiderans UUPP). 

Contoh aspek pembangunan perumahan serta permukiman, terdapat beberapa prinsip yg perlu diperhatikan dalam melaksanakan pembangunan perumahan dan permukiman berkelanjutan antara lain :
a. Prinsip perlindungan (Principle of Conservation) mengarahkan kepada pemeliharaan sumber daya alam yang sudah mencapai tingkastan tertentu guna memperbaharui serta menghindari terjadinya penelantaran asal daya alam yg tidak bisa diperbaharui. Prinsip konservasi ini bertujuan buat melindungi kualitas mutu lingkungan hayati.
b. Prinsip peningkatan (principle of Amelioration) bertujuan buat peningkatan kualitas fungsi lingkungan hayati.
c. Prinsip kehati-hatian serta pencegahan (precaution and prevention principles) adalah prinsip tindakan hati-hati serta pencegahan terhadap asal terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan. 
d. Prinsip perlindungan (protection principle) mencakup pencegahan aktivitas berbahaya serta melakukan tindakan-tindakan yg tegas guna mengklaim tidak terjadinya pencemaran serta/atau kerusakan lingkungan hidup. Prinsip ini menciptakan perencanaan ekologis dan manajemen yang lebih luas termasuk dibuatnnya peraturan-peraturan pelaksana, mekanisme dan kelembagaan dalam skala nasional. Sehingga itu diharapkan suatu pendekatan.yg terintegrasi dalam perlindungan asal daya alam secara sektoral guna melakukan kebijakan lingkungan hidup secara terpadu menggunakan memperhatiokan adanya keterkaitan antar komponen-komponen lingkungan hidup pada ekosistem.
e. Prinsip pencemar membayar. (pollunter pays principles) yg adalah perintah bahwa pencemar wajib membayar buat memikul baiaya pencegahan pencemaran lingkungan hayati, pemerintah memautuskan buat memelihara standar mjutu lingkungan hayati (Alvi Syahrin, 2003 : 85-87). 

Arti, Fungsi dan Peranan Kehutanan Dan Lingkungan Hidup
Hutan sebagai modal pembangunan nasional memiliki manfaat yang konkret bagi kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi secara seimbang serta bergerak maju.untuk itu hutan wajib diurus serta dikelola, dilindungi serta dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan warga atau masyarakat Indonesia baik generasi sekarang juga generasi yang akan datang.

Dalam kedudukannya menjadi salah satu penentu sistem penyangga kehidupan, hutan telah memberikan manfaat yg akbar bagi ummat manusia, sang karenanya dijaga kelestariannya. Hutan memiliki peranan sebagai penyerasi dan penyeimbang lingkungan dunia, sehingga keterkaitannya dengan global internasional menjadi sangat pentingdengan permanen mengutamakan kepentingan nasional. Bumi, air serta kekayaan yg terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan buat sebesar-besar kemakmuran rakyat, maka penyelengaraan kehutanan senantiasa mengandung jiwa serta semangat kerakyatan, keadilan serta berkelanjutan. Oleh karenanya penyelengaraan kehutanan harus dilakukan dengan azas manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan keterbukaan dan keterpaduan dengan dilandasi akhlak mulia serta bertanggung-gugat.

Penguasaan hutan oleh negara bukan adalah pemilikan namun negara memberikan kewenangan kepada pemerintah mengatur dan mengurus segala sesuatu yg berkaitan dengan hutan, tempat hutan dan hasil hutan. Menetapkan kawasan hutan serta atau mengubah status daerah hutan, mengatur dan tetapkan hubungan hukum antara orang dengan hutan atau kawasan hutan dan output hutan serta mengatur perbuatan hukum tentang kehutanan. Selanjutnya pemerintah mempunyai kewenangan untuk menaruh biar serta hak kepada pihak lain buat melakukan kegiatan dibidang kehutanan. Tetapi demikian buat hal-hal tertentu yg sangat penting, terjadwal dan berdampak luas serta bernilai strategis, pemerintah wajib memperhatikan aspirasi rakyat melalui persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Untuk menjaga terpenuhinya ekuilibrium manfaat lingkungan, manfaat sosial budaya serta manfaat ekonomi, pemerintah menetapkan dan mempertahankan kecukupan luas tempat hutan pada wilayah aliaran sungai serta atau pulau menggunakan sebaran yang proporsional.

Sumber daya hutan memiliki pera krusial dalam penyediaan hutan bahan standar industri, sumber pendapatan, membentuk lapangan serta kesempatan kerja. Hasil hutan adalah komoditi yg bisa diubah sebagai output olahan dalam upaya mendapat nilai tambah serta membuka peluang kesempatan kerja serta kesempatan berusaha. Upaya pengolahan output hutan tadi nir boleh mengakibatkan rusaknya hutan sebagai asal bahan standar industri. Agar selalu terjaga keseimbangan antara kemampuan penyediaan bahan baku dengan industri pengolahannnya, maka pengaturan, pembinaan dan pengembangan industri pengolahan hulu hasil hutan diatur oleh menteri yg membidangi kehutanan. Pemanfaatan hutan tidak terbatas hanya produksi kayu dan output hutan bukan kayu, namun wajib diperluas dengan pemanfaatan lainnya seperti plasma nutfah dan jasa lingkungan sebagai akibatnya manfaat hutan lebih optimal 

Dilihat menurut sisi fungsi produksinya, keberpihakan kepada rakyat banyak merupakan kunci keberhasilan pengolahan hutan. Oleh karenanya praktek-praktek pengolahan hutan yg hanya berorientasi pada kayu serta kurang memperhatikan hak serta melibatkan masyarakat, perlu diubah menjadi pengolahan yang berorientasi pada semua potensi asal daya kehutanan serta berbasis pada pemberdayaan masyarakat.

Dalam rangka memperoleh manfaat yg optimal berdasarkan hasil hutan serta daerah hutan bagi kesejahteraan warga , maka pada prinsipnya semua hutan serta kawasan hutan bisa dimanfaatkan menggunakan memperhatikan sifat, karekteristik dan kerentaannya dan tidak dibenarkan mengubah fungsi pokoknya. Pemanfaatan hutan dan tempat hutan wajib disesuaikan dengan fungsi pokoknya yaitu fungasi perlindungan, lindung serta produksi. Untuk menjaga keberlangsungan fungsi utama hutan serta kondisi hutan, dilakukan jua upaya rehabilitasi dan reklamasi hutan serta huma yang bertujuan selain mengembalikan kualitas hutan jua menaikkan pemberdayaan dan kesejahteraan warga , sehingga peran serta rakyat adalah inti keberhasilannnya. Kesesuaian ketiga fungsi tersebut sangat bergerak maju dan yg paling penting adalah agar pada pemanfaatannya wajib permanen sinergi. Untuk menjaga kualitas lingkungan maka didalam pemanfaatan hutan sejauh mungkin dihindari terjadinya perlindungan menurut output hutan alam yg masaih produktif menjadi hutan tumbuhan. 

Dalam rangka pengembangan ekonomi masyarakat yang berkeadilan, maka usaha mini , menengah serta koperasi mendapatkan kesempatan seluas-lusanya dalam pemanfaatan hutan. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan Badan Usaha Milik Swasta Indonesia (BUMS Indonesia) yang memperoleh izin bisnis dibidang kehutanan wajib bekerja sama menggunakan koperasi warga setempat dan secara bertahap memberdayakan buat sebagai unit bisnis koperasi yg andal, mandiri serta profesional sehingga setara menggunakan pelaku ekonomi lainnya.

Kerjasama menggunakan koperasi rakyat setempat dimaksudkan agar rakyat yg tinggal di dalam serta di lebih kurang hutan mencicipi dan menerima manfaat hutan secara langsung, sebagai akibatnya dapat menaikkan kesejahteraan dan kualitas hayati mereka serta sekaligus dapat menumbuhkan rasa ikut mempunyai. Dalam kerjasama tersebut kearifan tradisional dan nilai-nilai keutamaan yang terkandung dalam budaya rakyat dan telah mengakar bisa dijadikan anggaran yang disepakati bersama. Kewajiban BUMN, BUMD dan BUMS Indonesia berhubungan menggunakan koperasi bertujuan buat memberdayakan koperasi masyarakat setempat agar secara sedikit demi sedikit dapat sebagai koperasi yg tangguh, mandiri serta profesional. Koperasi rakyat setempat yang sudah menjadi koperasi yang tangguh, berdikari serta profesional diperlakukan setara dengan BUMN, BUMD serta BUMS Indonesia. Dalam hal koperasi warga setempat belum terbentuk, maka BUMN, BUMD dan BUMS Indonesia tersebut bisa turut mendorong terbentuknya koperasi tadi.

Untuk menjamin status, fungsi, syarat hutan serta tempat hutan dilakukan upaya perlindungan hutan yaitu mencegah serta membatasi kerusakan hutan yang ditimbulkan oleh perbuatan insan, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit. Termasuk dalam pengertian perlindungan merupakan mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, rakyat serta perorangan atas hutan, kawasan hutan serta hasil hutan serta investasi serta perangkat yg berhubungan dengan pengelolaan hutan.

Agar aplikasi pengurusan hutan bisa mencapai tujuan dan sasaran yg ingin dicapai, maka pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus melakukan pengawasan kehutanan. Masyarakat serta atau perorangan berperan serta dalam supervisi aplikasi pembangunan kehutanan baik eksklusif juga tidak pribadi sebagai akibatnya warga bisa mengetahui planning peruntukan hutan, pemanfaatan hasil hutan dan informasi yg menyangkut tentang kehutanan.

Pelaksanaan setiap komponen pengelolaan hutan wajib memperhatikan nilai-nilai budaya warga , aspirasi serta persepsi masyarakat, dan memperhatikan hak-hak rakyat serta sang karena itu harus melibatkan rakyat setempat. Pengelolaan hutan pada dasarnya sebagai wewenang pemerintah sentra serta pemerintah daerah. Mengingat banyak sekali kekhasan wilayah serta syarat sosial serta lingkungan yg sangat berkait menggunakan kelestarian hutan dan kepentingan rakyat luas yg membutuhkan kemampuan pengelolaan secara spesifik maka pelaksanaan pengelolaan hutan pada daerah tertentu dapat dilimpahkan kepada BUMN yang berkiprah dibidang kehutanan, baik berbentuk Perusahaan Umum (Perum), Perusahaan Jawatan (Perjan) juga Perusahaan Perseroan (pesero) yang pembinaannya dibawah Menteri. Untuk mewujudkan pengelolaan hutan yg lestari diperlukan forum-lembaga penunjang antara lain forum keuangan yg mendukung pendanaan pembangunan kehutanan, lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga pendidikan dan pelatihan dan lembaga penyuluhan.

Hutan sebagai asal daya nasional wajib dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi masyarakat sehingga tidak boleh terpusat dalam seseorang, grup atau golongan eksklusif. Oleh karenanya pemanfaatan hutan wajib didistribusikan secara berkeadilan melalui peningkatan kiprah serta warga sebagai akibatnya warga semakin berdaya serta berkembang potensinya. Manfaat yang optimal bisa terwujud jika kegiatan pengelolaan hutan bisa membuat hutan yang berkualitas tinggi serta lestari.

Pengelolaan Hutan Dan Lingkungan Hidup
Pengelolaan hutan mencakup aktivitas :
a. Tata hutan serta penyusunan planning pengelolaan hutan.
b. Pemanfaatan hutan serta penggunaan daerah hutan.
c. Rehabilitasi dan reklamasi hutan.
d. Perlindungan hutan dan perlindungan alam.

Tata hutan adalah kegiatan rancang bangun unit pengelolaan hutan meliputi pengelompokan sumber daya hutan sesuai menggunakan tipe ekosistem dan potensi yang terkandung pada dalamnya dengan tujuan buat memperoleh manfaat yang sebanyak besarnya bagi warga secara lestari (Pasal 1 buah 1, Bab I tentang Ketentuan Umum, Peraturan Pemerintah No.34 Tahun 2002).

Tata hutan dilaksanakan pada rangka pengelolaan tempat hutan yg lebih intensif buat memperoleh manfaat yang lebih akbar (optimal) dan lestari. Tata hutan mencakup pembagian daerah hutan pada blok-blok menurut ekosistem, tipe, fungsi serta rencana pemanfaatan hutan. Blok-blok kawasan hutan dibagi dalam petak-petak dari intensitas dan efisiensi pengeloalaan. Berdasarkan blok-blok dan petak-petak tersebut disusun planning pengelolaan hutan buat jangka saat tertentu.

Tata hutan dan penyusunan planning pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan serta penggunaan tempat hutan adalah bagian berdasarkan aktivitas pengelolaan hutan. Kegiatan tata hutan serta penyusunan planning pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan dan penggunaan hutan dilaksanakan pada wilayah hutan dalam bentuk Unit atau Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK), unit atau Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL), unit atau Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP). Kegiatan demi aktivitas pengeloalaan ini sebagai kewenangan pemerintah sentra dan/atau pemerintah daerah dan bisa dilimpahkan sang pemerintah kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berkiprah pada bidang kehutanan. 

Pelaksanaan aktivitas tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan dilakukan pada setiap unit pengelolaan hutan di seluruh daerah hutan yg mencakup :
a. Hutan perlindungan yaitu daerah hutan menggunakan karakteristik spesial tertentu yg memiliki fungsi utama pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa (binatang) serta ekosistemnya. Hutan konservasi ini terdiri dari kawasan hutan suaka alam, daerah hutan pelestarian alam serta taman buru.
b. Hutan lindung yaitu kawasan hutan yg mempunyai fungsai pokok menjadi perlindungan sistem penyangga kehidupan buat mengatur rapikan air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut serta memelihara kesuburan tanah. Tata hutan pada hutan lindung dilaksanakan pada setiap unit pengelolaan yg melakukan kegiatan penentuan batas-batas hutan yang diatata, inventarisasi, identifikasi dan perisalahan kondisi kawasan hutan, pengumpulan data sosial, ekonomi serta budaya di hutan danm sekitarnya, pembagian hutan ke pada blok-blok (blok proteksi, blok pemanfaatan serta blok lainnya), registrasi dan pengukuran dan pemetaan. 
c. Hutan produksi yaitu daerah hutan yg mempunyai fungsi utama memproduksi output-output hutan. Tata hutan pada hutan produksi memuat aktivitas penentuan batas hutan, yg ditata, inventarisasi potensi dan kondisi hutan, perisalahan hutan, pembagian hutan ke pada blok-blok dan petak-petak, pemancangan pertanda batas blok-blok dan petak-petak tersebut, pembukaan wilayah serta sarana pengelolaan, pendaftaran dan pengukuran dan pemetaan.

Berdasarkan hasil penataan hutan dalam setiap unit atau kesatuan pengelolaan hutan, maka disusunlah planning pengelolaan hutan. Perencanaan kehutanan dimaksudkan buat menaruh panduan serta arah yang mengklaim tercapainya tujuan penyelenggaraan kehutanan buat sebesar-besar kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan. Perencanaan kehutanan dilaksanakan secara transparan, bertanggung jawab, partisipatif, terpadu dan memperhatikan kekhasan serta aspirasi wilayah.

Perencanaan kehutanan mencakup kegiatan :
a. Inverntarisasi hutan.
b. Pengukuhan/pengukuran daerah hutan.
c. Penatagunaan kawasan hutan
d. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan.
e. Penyusunan rencana kehutanan (Pasal 12, Bab IV tentang Perencanaan Kehutanan UUK).

Rencana pengelolaan hutan memuat mengenai perencaan, pengorganisasian, pelaksanaan, evaluasi pengendalian dan supervisi sebagai dasar aktivitas pengelolaan hutan. Penyusunan rencana pengelolaan hutan meliputi :
a. Rencana pengelolaan hutan jangka panjang yg memuat rencana aktivitas secara makro tentang panduan arahan dan dasar-dasar pengelolaan hutan untuk mencapai tujuan pengelolaan hutan pada jangka waktu 20 tahun, disusun sang instansi yg bertanggung jawab dibidang kehutanan Propinsi dan disahkan sang Menteri Kehutanan.
b. Rencana pengeloaan hutan jangka menengah memuat rencana yg berisi penjabaran rencana pengelolaan hutan jangka menengah lima tahun disusun sang instansi yg bertanggung jawab dibidang kehutanan Propinsi serta disahkan oleh Meneteri Kehutanan.
c. Rencana pengelolaan hutan jangka pendek memuat rencana operasional secara lebih jelasnya yang merupakan klasifikasi planning pengelolaan hutan dalam jangka waktu 1 tahun yang disusun oleh instansi yanmg bertanggung jawab dibidang kehutanan serta disahkan sang Gubernur (Pasal 14 ayat 1 serta 2, Bab II tentang Tata Hutan serta Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Peraturan Pemerintah No.34 Tahun 2002 Tentang Tata Hutan serta Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan).

Pemanfaatan hutan merupakan bentuk aktivitas pemanfaatan kawasan hutan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu serta bukan kayu serta pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal, berkeadilan buat kesejahteraan warga dengan tetap menjaga kelestariannya. Pemanfaatan hutan bertujuan buat memperoleh manfaat yg optimal bagi kesejahteraan semua warga secara berkeadilan dengan permanen menjaga kelestariannya. Pemanfaatan tempat hutan bisa dilakukan pada seluruh tempat hutan kecuali pada hutan cagar alam serta zona inti dan zona rimba pada taman nasional.

Pemanfaatan tempat pada hutan lindung adalah bentuk usaha memakai tempat dalam hutan lindung dengan nir mengurangi fungsi primer. Pemanfaatan hutan lindung dapat berupa pemanfaatan daerah, pemanfaatan jasa lingkungan serta pemungutan output hutan bukan kayu. Pemanfaatan hutan lindung dilaksanakan melalui hadiah biar bisnis pemanfaatan daerah, biar usaha pemanfaatan jasa lingkungan dan izin pemungutan output hutan bukan kayu. Pemanfaatan daerah pada hutan produksi adalah bentuk usha buat memanfaatkan ruang tubuh sebagai akibatnya bisa diperoleh manfaat lingkungan, manfaat sosial serta manfaat ekonomi yang optimal dengan tidak mengurangi fungsi utama hutan.

Pemanfaatan output hutan kayu merupakan segala bentuk bisnis yang memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan kayu menggunakan nir Mengganggu lingkungan serta nir mengurangi fungsi utama hutan. Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu merupakan segala bentuk usaha yg memanfaatkan dan mengusahakan output hutan bukan kayu menggunakan tidak menghambat lingkungan hayati dan tidak mengurangi fungsi utama hutan. Pemungutan output hutan kayu serta/atau bukan kayu adalah segala bentuk kegiatan buat merogoh hasil berupa kayu serta/atau bukan kayu menggunakan tidak Mengganggu lingkungan hidup serta nir mengurangi fungsi pokok hutan

Penggunaan daerah hutan buat kepentingan pembangunan di luar aktivitas kehutanan hanya dapat dilakukan pada pada tempat hutan produksi serta kawasan hutan lindung serta bisa dilakukan tanpa mengganti fungsi utama daerah hutan.. Penggunaan tempat hutan buat kepentingan pertambangan bisa dilakukan melalaui anugerah izin pinjam pakai sang Menteri menggunakan mempertimbangkan batasan luas serta jangka saat tertentu dan kelestarian lingkungan. Pada kawasan hutan lindung dihentikan melakukan penambangan menggunakan pola terbuka.

Rehabilitasi hutan dan huma dimaksudkan buat memulihkan, mempertahankan dan menaikkan fungsi hutan dan huma sebagai akibatnya daya guna, dukung, produktivitas dan peranannya pada mendukung sistem penyangga kehidupan permanen terjaga.rehabilitasi hutan serta lahan diselenggarakan melalui aktivitas :
a. Reboisasi,
b. Penghijauan,
c. Pemeliharaan,
d. Pengayaan tumbuhan atau
e. Penerapan teknik konservasi tanah secara vegetatif dan sipil teknis pada huma kritis serta nir produktif. Kegiatan rehabilitasi ini dilakukan disemua hutan dan daerah hutan kecuali cagar alam dan zona inti taman nasional. 

Rehabilitasi hutan serta lahan dilaksanakan menurut kondisi spesifik biofisik. Penyelenggaraan rehabilitasi hutan serta huma diutamakan pelaksanaannya melalui pendekatan partisipatif pada rangka mengembangkan potensi serta memberdayakan rakyat. Setiap orang yang memiliki, mengelola serta atau memanfaatkan hutan yang kritis atau nir produktif wajib melaksanakan rehabilitasi hutan buat tujuan proteksi dan konsevasi. Dalam aplikasi rehabilitasi setiap orang dapat meminta pendamping, pelayanan dan dukungan kepada lembaga swadaya rakyat, pihak lain atau pemerintah. 

Rehabilitasi hutan serta huma dilakukan secara bertahap, pada upaya pemulihan serta pengembangan fungsi sumber daya hutan dan huma baik fungsi hutan pruduksi, hutan fungsi lindung maupun hutan fungasi konservasi. Upaya menaikkan daya dukung aserta produktifitas hutan dan huma dimaksudkan agar hutan dan lahan sanggup berperan menjadi sistem penyangga kehidupan termasuk perlindungan tanah dan air pada rangka pencegahan banjir dan pencegahan erosi. Kegiatan reboisasi dan penghijauan merupakan bagian rehabilitas hutan serta lahan, aktivitas reboisasi dilaksanakan pada pada daerah hutan sedangkan aktivitas penghijauan dilaksanakan pada luar tempat hutan. 

Rehabilitasi hutan dan huma diprioritaskan dalam huma kritis terutama yg terdapat dibagian hulu daerah genre sungai supaya fungsi tata air serta pencegahan terhadap banjir dan kekeringan bisa dipertahankan secara maksimal . Rehabilitasi hutan bakau serta hutan rawa perlu menerima perhatian yg sama sebagaimana pada hutan lainnya. Semetara pada hutan cagar alam serta zona inti taman nasional nir boleh dilakukan kegiatan rehabilitasi, hal ini dimaksudkan buat menjaga kekhasan, keaslian, keunikan serta keterwakilan menurut jenis tumbuhan dan hewan serta ekosistemnya. 

Reklamasi hutan suatu aktivitas yang meliputi bisnis buat memperbaiki atau memulihkan kembali huma serta vegetasi hutan yg rusak agar bisa berfungsi secara optimal sinkron dengan peruntukannya. Jenis aktivitas yg terkait menggunakan reklamasi hutan mencakup inventarisasi lokasi, penetapan lokasi, perencanaan serta pelaksanaan reklamasi.

Penggunaan daerah hutan buat kepentingan pembangunan pada luar aktivitas kehutanan hanya bisa dilakukan pada pada kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung dapat dilakukan tanpa mengubah fungsi utama daerah hutan. Jika penggunaan kawasan hutan buat kepentingan pembangunan pada luar kegiatan kehutanan menyebabkan terjadinya kerusakan serta pencemaran lingkungan hayati hutan, maka wajib dilakukan reklamasi serta atau rehabilitasi sesuai menggunakan pola yg ditetapkan oleh pemerintah.

Reklamasi dalam tempat hutan bekas areal pertambangan, wajib dilaksanakan oleh pemegang biar pertambangan sinkron dengan tahapan aktivitas pertambangan. Pihak-pihak yg memakai tempat hutan buat kepentingan di luar aktivitas kehutanan yg mengakibatkan perubahan bagian atas dan penutupan tanah, wajib membayar dana agunan reklamasi dan rehabilitasi.