CONTOH SOAL PILIHAN GANDA MATERI MENULIS SURAT DINAS DAN SURAT PRIBADI

Kumpulan Contoh Soal Menulis Surat Dinas serta Surat Pribadi
Salah satu materi yg terdapat dalam kurikulum 2013 merupakan menulis surat dinas dan menulis surat pribadi. Materi menulis surat ini tidak hanya terdapat dalam kurikulum 2013 edisi revisi 2016 serta 2017, tetapi jua telah diajarkan untuk taraf Sekolah Menengah pertama semenjak kurikulum sebelumnya. Bedanya, pada awal penerapan kurikulum 2013, materi ini nir terdapat. Yang banyak hanya berbasis teks dan surat dianggap bukan bagian berdasarkan jenis teks yg perlu diajarkan.
Kali ini, materi surat dinas menjadi bagian berdasarkan materi kelas 7 SMP/MTs. Isi materinya meliputi pemahaman terhadap bagian-bagian struktur surat, perbedaan antara surat dinas dan surat pribadi, dan akhirnya bisa memahami bagian surat kemudian bisa buat menulis sendiri sebuah surat dinas resmi maupun surat langsung.
Materi menulis surat dinas serta surat eksklusif pula menjadi bagaian yg tidak terpisahkan pada pelaksanaan ulangan semester genap atau yang kini dianggap dengan Ulangan Kenaikan Kelas atau UKK. Sayangnya, kitab teks Bahasa Indonesia yang dipakai sebagai kitab 'resmi' pelajaran Bahasa Indonesia tidak menyediakan model soal pilihan ganda. Padahal, buat aplikasi UKK misalnya halnya USBN dan UN bentuk soalnya adalah pilihan ganda. Berangkat berdasarkan itulah, pada sini disediakan beberapa contoh soal menggunakan materi bab surat resmi serta surat eksklusif.
Adapun beberapa soal yang ada di sini sekadar model. Apabila ingin mendapatkan soal yang lebih 'membumi' lebih sinkron dengan syarat sekolah masing-masing, maka perlu diubahsuaikan tentang pilihan istilah, beban materi, serta ilustrasi yg dipakai.
Hal yang paling sederhana buat 'membumikan' sebuah soal merupakan penggunaan ilustrasi yg dekat dengan siswa. Misalnya, penggunaan nama sekolah merupakan sekolah sendiri. Minimal nama kota merupakan nama kota yg terdapat pada sekolah tadi. Maka, anak didik akan merasa dekat dengan soal serta akan lebih tertarik sehingga bisa lebih semangat serta mau lebih teliti terhadap soal yang dibaca.
Berikut ini model-contoh soal materi surat dinas dan surat pribadi:

Contoh Soal Surat Dinas

Contoh Soal Surat Dinas Pertama

Berikut ini adalah bagian-bagian surat yg hanya terdapat dalam surat dinas, yaitu.....
a. Salam pembuka
b. Tanggal penulisan surat
c. Kepala surat
d. Identitas penulis surat

Contoh Soal Surat Dinas Kedua

Contoh salam pembuka yg paling tepat buat sebuah surat dinas merupakan....
a. Selamat Pagi,
b. Salam Sejahtera,
c. Assalamualaikum,
d. Dengan hormat,
Contoh Soal Surat Dinas Ketiga

Sebuah surat dinas ditulis oleh lembaga resmi yg ditujukan pada ....
a. Pimpinan sebuah forum selaku sanak saudara
b. Orang lain lantaran alasan pribadi
c. Pejabat negara saja
d. Lembaga atau pihak lain lantaran tujuan dinas

Contoh Soal Surat Dinas Keempat

Perhatikan ilustrasi berikut!
Maka dari itu, kami mohon Bapak buat berkenan memberikan biar pada kami buat melaksanakan kegiatan pada loka tersebut pada:
hari : senin
tanggal : 8 Mei 2018
waktu : pukul 07.00 s.D. 12.00

Berdasarkan isi surat dinas pada atas, maka tujuan yang sempurna buat surat tersebut adalah....
a. Undangan
b. Permohonan dana
c. Peminjaman tempat
d. Permohonan pemateri

Contoh Soal Surat Dinas Kelima

Dalam surat dinas, identitas penulis surat meliputi hal-hal berikut, kecuali....
a. Nama terang
b. Jabatan penulis surat
c. Gelar keagamaan atau gelar akademik
d. Cap atau stempel lembaga
Setelah memberikan contoh soal surat dinas, dalam bagian berikutnya ada model-contoh soal buat surat langsung. Mari perhatikan model-contoh soal berikut adalah!

Kumpulan Contoh Soal Materi Surat Pribadi

Contoh Soal Surat Pribadi Pertama

Berikut yang termasuk pada surat pribadi merupakan...
a. Surat menurut seseorang anak yg memberikan kabar pada orang tuanya.
b. Surat dari ketua sekolah menugaskan anaknya yg seseorang pengajar buat ikut training.
c. Surat panggilan seseorang wali kelas kepada anak didiknya lantaran jarang masuk sekolah.
d. Surat dari seroang anak pada wali kelas buat memohon izin.

Contoh Soal Surat Pribadi Kedua

Sekian dulu, pikirkan buat ikut ya. Saya tunggu jawabanmu segera.
Kutipan di atas adalah bagian berdasarkan surat pribadi, yaitu bagian....
a. Ketua surat
b. Pembuka surat
c. Isi surat
d. Penutup surat

Contoh Soal Surat Pribadi Ketiga

Salam pembuka paling sempurna buat sebuah surat langsung berdasarkan seorang anak pada orang tuanya merupakan....
a. Salam sayang berdasarkan anakmu,
b. Salam hormat berdasarkan anakmu,
c. Salam persahabatan selalu,
d. Salam sportif mitra!

Contoh Soal Surat Pribadi Keempat

Perhatikan kutipan ini dia!
Datang ya, mitra. Mungkin ini merupakan program terakhir kita kumpul-kumpul sebelum saya pergi ke Palembang.

Bagian surat pribadi di atas, tepat digunakan untuk surat eksklusif dengan tujuan untuk....

a. Menaruh kabar
b. Mengundang 
c. Memohon izin
d. Meminta maaf


Contoh Soal Surat Pribadi Kelima

Dalam menulis sebuah surat pribadi, baik yang ditulis memakai media kertas juga dikirim menggunakan fasilitas surel (e-mail), pilihan kata yang digunakan merupakan...
a. Ragam bahasa resmi
b. Ragam bahasa baku
c. Ragam bahasa gaul
d. Ragam bahasa percakapan
Demikian contoh-contoh soal menulis surat dinas serta menulis surat pribadi. Semoga berguna!

PENGERTIAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF

Pengertian Strategi Pembelajaran Aktif
a. Pengertian Strategi Pembelajaran Aktif
Strategi merupakan istilah lain menurut pendekatan, metode atau cara. Di dalam kepustakaan pendidikan istilah-kata tadi di atas acapkali dipakai secara bergantian. Menurut Udin S. Winataputra & Tita Rosita ( 1995: 124) istilah taktik secara harfiah merupakan nalar atau siasat. Sedangkan taktik pembelajaran diartikan sebagai urutan langkah atau mekanisme yang dipakai pengajar untuk membawa siswa dalam suasana eksklusif buat mencapai tujuan belajarnya. 

Sedangkan pembelajaran aktif berdasarkan Hisyam Zaini, Bermawy Munthe & Sekar Ayu Aryani (2007:xvi) merupakan suatu pembelajaran yg mengajak siswa buat belajar secara aktif. Ketika siswa belajar dengan aktif, berarti mereka yang mendominasi aktifitas pembelajaran. Di sisi lain, Silberman (2006:35-41) menyatakan lingkungan fisik pada kelas dapat mendukung atau merusak aktivitas belajar aktif. Sehingga menurut pernyataan tersebut perlengkapan kelas perlu disusun ulang buat menciptakan perpaduan tertentu yang sesuai dengan syarat belajar murid. Tetapi begitu di nir terdapat satu susunan atau tata letak yang absolut ideal, namun ada poly pilihan yang tersedia. Sepuluh kemungkinan susunan rapikan letak meja serta kursi yg disarankan menjadi berikut: bentuk U, gaya tim, meja konferensi, bulat, kelompok dalam grup, ruang kerja, pengelompokan berpencar, gugusan indikasi pangkat, ruang kelas tradisional, auditorium. Sejalan dengan pendapat tersebut, Syamsu Mappa dan Anisa Basleman (1994:46) menyatakan penggunaan meja, kursi serta papan tulis berroda lebih memungkinkan berlangsungnya proses hubungan belajar dan membelajarkan yg bergairah.

Aktifitas murid belajar pada kelas terwujud bila terjadi interaksi antar masyarakat kelas. Boakes pada Mar’at (1984:110) menyatakan bahwa pada dalam interaksi ada aktifitas yg bersifat resiprokal (timbal kembali) dan berdasarkan atas kebutuhan beserta, ada aktifitas daripada pengungkapan perasaan, serta ada interaksi buat tukar-menukar pengetahuan yang berdasarkan take and give, yg semuanya dinyatakan pada bentuk tingkah laku dan perbuatan. Lebih lanjut, Syamsu Mappa serta Anisa Basleman (1994:46) menyatakan interaksi timbal kembali antar masyarakat kelas yang harmonis dapat merangsang terwujudnya rakyat kelas yg gemar belajar. Dengan demikian, upaya mengaktifkan anak didik belajar bisa dilakukan dengan mengupayakan timbulnya hubungan yg serasi antar masyarakat pada dalam kelas. Interaksi ini akan terjadi apabila setiap rakyat kelas melihat serta mencicipi bahwa aktivitas belajar tadi menjadi sarana memenuhi kebutuhannya. Dalam kaitannya menggunakan proses pembelajaran, menurut teori kebutuhan Maslow, Silberman (2006:30) menyatakan kebutuhan akan rasa kondusif wajib dipenuhi sebelum bisa dipenuhinya kebutuhan buat mencapai sesuatu, merogoh resiko, dan menggali hal-hal baru.

Dari pembahasan pada atas, tip – tip dibawah ini bisa dipakai guru buat mengarah dalam taktik pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dalam belajar:

1) Selalu berpenampilan menarik serta penuh wibawa.
Kesan pertama murid ketika bertemu gurunya merupakan fisik menurut pengajar tadi. Menggunakan penampilan yang menarik serta penuh wibawa akan membuat kesan yang positif dari anak didik, sebagai akibatnya dengan gampang pengajar akan bisa membawa siswa kedalam suasana belajar yang guru inginkan.
2) Manfaatkan rendezvous pertama menggunakan siswa buat ta’aruf antar masyarakat kelas, tunjukkan cara-cara belajar matematika yg baik, buatlah konvensi (kontrak) terkait kebiasaan-kebiasaan yang harus dipatuhi oleh warga kelas. 
3) Buatlah formasi rapikan letak meja, kursi, pajangan dinding, serta perabot kelas yg lain sinkron dengan kesepakatan masyarakat kelas dan kebutuhan. 
4) Siapkan seluruh peralatan yang akan dipakai di dalam ruang kelas sebelum memulai pembelajaran. 
5) Mulailah proses belajar mengajar menggunakan materi yg ringan tetapi menantang yg bisa merangsang siswa turut aktif berfikir. Kemudian masuk pada materi yang akan kita ajarkan menggunakan senantiasa melibatkan murid dalam proses belajar mengajar. Misalkan senantiasa mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang materi yg kita ajarkan agar murid lebih gampang tahu materi yg kita berikan.
6) Selalu memulai dan mengakhiri pembelajaran sempurna ketika serta menggunakan salam yang menghangatkan, yaitu salam penuh kasih serta hormat.
7) Gunakan bahasa yang santun, hormat, dan menggunakan nada bicara yang lembut.
8) Memahami dan menghormati berbagai perbedaan yg terdapat.
9) Menghormati kerahasiaan setiap siswa
10) Tidak merendahkan dan mencemooh siswa
11) Memberi kesempatan yang sama pada seluruh murid buat bicara dan jangan mengintrupsi pembicaraan siswa
12) Bila seseorang anak didik mengemukakan pendapat, jadilah pendengar yg baik dan selanjutnya berikan kesempatan kepada murid lain buat memahaminya serta memberikan komentarnya. 
13) Memahami serta menghormati pendapat setiap murid, bila perlu melancarkan kritik: pakai bahasa yg mengayomi, serta bila kritik bersifat pribadi seyogyanya dilakukan pada ruang khusus. 
14) Sekali waktu, berilah kesempatan kepada murid buat memberikan saran atau kritik guna pemugaran proses pembelajaran. 
15) Sediakan saat buat berkomunikasi dengan murid di luar kelas.

b. Prosedur Pembelajaran Aktif
Proses pembelajaran pada kelas bisa dicermati menjadi tiga bagian aktivitas yg terurut, yaitu: kegiatan awal (pendahuluan), kegiatan inti, serta kegiatan akhir (penutup). Dengan demikian, taktik pembelajaran aktif dapat dirumuskan sebagai mekanisme aktivitas yg mengaktifkan siswa dalam setiap bagian aktivitas secara terurut. Prosedur tadi dapat dirumuskan menjadi berikut:

1) Prosedur Mengaktifkan Siswa Belajar Matematika Pada Awal Pembelajaran
Dimensi pertama dalam insiden belajar matematika adalah membangun perilaku dan persepsi positif terhadap belajar serta matematika menjadi obyek belajar. Kesiapan mental buat terlibat pada pembelajaran mutlak dicapai dalam mengaktifkan siswa belajar matematika, oleh karena itu aktivitas membangunkan perilaku dan persepsi positif murid harus dilakukan semenjak awal dimulainya pembelajaran. Hal yang wajib dilakukan pengajar dalam awal pembelajaran adalah membangunkan minat, membangunkan rasa ingin tahu, serta merangsang anak didik untuk berfikir. Jika minat anak didik, rasa ingin tahu murid telah bangkit, dan anak didik sudah terangsang buat berfikir ini berarti murid telah siap secara mental buat terlibat secara aktif pada pembelajaran matematika, serta apabila terjadi sebaliknya berarti secara mental murid belum siap terlibat dalam pembelajaran. 

Dengan memodifikasi strategi mengembangkan pengetahuan secara aktif, Silberman (2006:100-102), mengawali aktivitas pembelajaran aktif menggunakan mekanisme sebagai berikut:
a) Tentukan rentang waktu yg niscaya untuk kegiatan awal pembelajaran.
b) Ucapkan salam pembuka yg menghangatkan siswa.
c) Sediakan daftar pertanyaan yang terkait menggunakan bahan ajar matematika yg akan diajarkan. Misalnya: 
(1) kata-istilah buat didefinisikan, 
(dua) soal-soal sederhana berdasarkan pelaksanaan rumus yang telah dikenal, 
(3) pertanyaan mengenai pelaksanaan matematika sederhana pada kehidupan sehari-hari.

b) Perintahkan siswa buat menjawab pertanyaan-pertanyaan itu sebaik yang mereka bisa dan dalam ketika yang telah dipengaruhi. 
c) Perintahkan siswa buat menyebar pada kelas, menanyakan pada temannya jawaban pertanyaan yg beliau sendiri tidak memahami jawabannya, Doronglah anak didik buat saling membantu.
d) Perintahkan untuk pulang ke tempat semula serta pakai teknik tanya jawab buat membahas jawaban yang mereka dapatkan. 
e) Gunakan pertanyaan-pertanyaan arahan menjadi upaya merangsang berfikir siswa menjawab pertanyaan yg tidak satupun siswa sanggup menjawab. 
f) Gunakan kabar-berita yang diperoleh pada aktivitas ini sebagai wahana buat memperkenalkan topik-topik krusial materi pelajaran pada aktivitas inti. 

Secara umum, manusia tidak menyukai suatu aktivitas yang kurang bervariasi. Oleh karena itu perlu dipilih aktivitas lain menjadi variasi aktivitas di atas. Berikut ini dapat sebagai alternatif pilihan.
(1) Daftar pertanyaan bisa diganti menggunakan menyediakan kartu indeks serta perintahkan murid buat menuliskan satu informasi yang menurut anak didik akurat mengenai materi yang akan diajarkan.
(2) Kegiatan menyebar bisa diganti menggunakan merotasi pertukaran pendapat antar kelompok belajar pada kelas.

2) Prosedur Mengaktifkan Siswa Belajar Matematika Pada Kegiatan Inti Pembelajaran
Telah dikemukakan pada atas bahwa pendidikan matematika pada segala jenjang dimaksudkan buat membangun pengetahuan, keterampilan dan sikap terkait dengan matematika. Pembelajaran aktif dalam pendidikan matematika dapat berlangsung pada proses penyelidikan atau proses bertanya. Siswa dikondisikan pada perilaku mencari (aktif) bukan sekedar mendapat (reaktif). Kondisi ini terjadi bila anak didik dilibatkan dalam tugas dan kegiatan yang secara halus mendesak mereka buat berfikir, bekerja, dan merasakan.

Berdasarkan pendapat pada atas, upaya yang wajib dilakukan pengajar buat mengaktifkan anak didik belajar matematika merupakan: (1) mengkondisikan situasi belajar matematika menjadi aktivitas siswa mengupayakan pemecahan kasus atau mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan, baik perkara atau pertanyaan yg diajukan pengajar juga anak didik; (dua) mendorong ketertarikan murid buat mendapatkan liputan atau menguasai keterampilan melalui pemecahan perkara atau mencari jawaban atas pertanyaan; (3) mendesak anak didik secara halus buat berkiprah mempelajari atau menilai suatu jawaban pertanyaan, suatu pendapat (gagasan), atau suatu penyelesaian masalah. Guru bisa menggunakan berbagai taktik dengan aneka macam teknik buat mengaktifkan anak didik pada aktivitas inti. Dengan memodifikasi pendapat Silberman (2006:117-206), taktik ini dia bisa digunakan pengajar buat mengaktifkan siswa belajar matematika:

a) Menstimulir rasa ingin tahu siswa
Prosedur
(1) Ajukan pertanyaan/kasus yang kompleks (njelimet) atau yang memiliki beberapa kemungkinan jawaban buat menstimulasi keingintahuan murid mengenai materi yg akan diajarkan.

Pertanyaan yg disajikan haruslah merupakan pertanyaan yang berdasarkan pengajar terdapat beberapa murid yang mengetahui jawabannya atau bagian berdasarkan jawaban. Pertanyaan dapat berupa pertanyaan sehari-hari, cara melakukan sesuatu, definisi, cara kerja (prosedur).

(dua) Doronglah anak didik untuk berfikir, membuat skema atau diagram, serta menciptakan dugaan generik. 
Gunakan frase semisal “ coba tebak” atau “coba jawab”

(tiga) Jangan buru-buru memberikan tanggapan. Tampung seluruh dugaan anak didik. Ciptakan rasa penasaran tentang jawaban yg sesungguhnya. 

Sebagai variasi, buatlah siswa berpasangan serta membuat dugaan secara kolektif.
(4) Gunakan pertanyaan itu untuk mengarahkan siswa kepada apa yang hendak diajarkan. Anda perlu memastikan bahwa anak didik lebih menaruh perhatian terhadap pelajaran dibanding biasanya.

b) Menstimulir murid buat belajar mandiri
Prosedur
(1) Bagikan kepada siswa materi ajar, disertai beberapa pertanyaan/masalah yg terurut dari yg sederhana sampai yang kompleks.
(2) Perintahkan anak didik buat memeriksa materi ajar secara berdikari atau berpasangan. 
(3) Perintahkan anak didik buat membubuhkan tanda tanya pada materi yang belum mereka pahami. Anjurkan buat menyisipkan pertanda tanya sebanyak mungkin. Perintahkan siswa buat menyusun pertanyaan sebanyak mungkin terkait dengan indikasi tanya yang mereka bubuhkan
(4) Perintahkan anak didik buat mengemukakan pertanyaan secara tertulis. Beri kesempatan siswa lain buat menanggapinya. Lakukan seterusnya sebagai akibatnya semua pertanyaan siswa dibahas.
(5) Berikan penerangan menjadi sarana pemantapan berdasarkan jawaban atas pertanyaan murid. 
(6) Perintahkan siswa menuntaskan kasus dalam materi ajar secara mandiri atau berpasangan.
(7) Perintahkan siswa untuk mengemukakan jawaban kasus. Berikan kesempatan murid lain menaruh komentar atau mengemukakan kemungkinan jawaban lain.
(8) Berikan pemantapan jawaban atas pertanyaaan

Jika guru merasa bahwa murid akan mengalami kesulitan mempelajari sendiri materi ajar, berikan sejumlah fakta yang mengarahkan mereka. 

c) Menstimulir anak didik untuk belajar beserta dalam grup.
Prosedur
(1) Perintahkan siswa secara berdikari mempelajari bahan ajar
(dua) Perintahkan untuk menuliskan hal yang belum diketahui dalam bentuk pertanyaan.
(3) Perintahkan buat menciptakan gerombolan . Perintahkan masing-masing grup memberi nama gerombolan dengan nama pada matematika, misalnya: gerombolan aljabar, grup Phytagoras serta sebagainya.
(4) Diskusikan pertanyaan-pertanyaan menurut masing-masing anggota grup.
(5) Berikan tugas memecahkan perkara, menggunakan petunjuk yang jelas. Misalnya: tuliskan rumus, gambarkan, buat skema atau diagram yang engkau gunakan buat menjawab.
(6) Berikan kiprah pada anggota gerombolan . Misalnya: fasilitator, pencatat, juru bicara, pengatur ketika. 
(7) Berikan kesempatan masing-masing gerombolan buat menyajikan hasil diskusi di depan kelas.
(8) Perintahkan murid buat kembali ke posisi semula dan lakukan salah salah satu berikut:
(a) Membahas materi secara bersama
(b) Dapatkan pertanyaan dari siswa
(c) Beri anak didik pertanyaan kuis
(d) Sediakan latihan penerapan atau kuis bagi siwa untuk menguji pemahaman mereka.
d) Belajar berpasangan

Prosedur:
(1) Berikan pada anak didik, satu atau beberapa permasalahan yang memerlukan perenungan serta pemikiran. 
(dua) Perintahkan murid untuk menuntaskan kasus secara perseorangan.
(3) Setelah seluruh anak didik menyelesaikan kasus, aturlah menjadi sejumlah pasangan dan perintahkan mereka buat mengembangkan jawaban satu sama lain.
(4) Perintahkan pasangan buat membuat jawaban baru bagi tiap kasus, memperbaiki tiap jawaban perseorangan
(5) Jika seluruh pasangan telah menuliskan jawaban baru, bandingkan jawaban berdasarkan tiap pasangan dengan pasangan lain di pada kelas.
(6) Perintahkan seluruh anak didik buat menentukan jawaban yang sempurna buat tiap pertanyaan.

Untuk berhemat ketika, bagilah semua siswa pada 4 grup besar berilah nama gerombolan . Berikan permasalahan yang berbeda pada masing-masing gerombolan Pada akhir sesi, perintahkan masing-masing grup buat menyajikan jawaban terbaiknya. Berikan hadiah dalam jawaban terbaik. 

e) Turnamen belajar
Prosedur:
(1) Bagilah murid menjadi sejumlah tim beranggotakan dua hingga 8 murid. Pastikan bahwa tim mempunyai jumlah anggota yang sama. Perintahkan buat memberi nama gerombolan masing-masing.
(2) Berikan materi ajar pada tim untuk dipelajari bersama.
(tiga) Buat beberapa pertanyaan yang bisa menguji aspek ingatan serta pemahaman terhadap materi yang diberikan. Gunakan format yang memudahkan penilaian sendiri. Misalnya: pilihan ganda, melengkapi, benar-keliru, atau definisi istilah, menyatakan rumus atau teorema.
(4) Perintahkan murid buat menjawab secara perseorangan. Pastikan hal ini dilakukan oleh masing-masing anak didik.
(5) Setelah semua murid menyelesaikan jawaban mereka, aturlah sebagai sejumlah pasangan dan perintahkan mereka buat mengembangkan jawaban satu sama lain.
(6) Lakukan diskusi kelas buat menentukan jawab pertanyaan. 
(7) Perintahkan siswa buat menghitung jumlah pertanyaan yang mereka jawab dengan benar, serta mintalah mereka buat menaruh skor.
(8) Perintahkan siswa buat menyatukan skor mereka dengan anggota tim mereka buat mendapatkan skor tim. Umumkan skor berdasarkan tiap tim. Berikan bantuan gratis atau berilah tepuk tangan pada tim yang memperoleh skor tertinggi. Sebutlah ini sebagai “ronde satu”.
(9) Perintahkan mereka buat belajar lagi buat ronde ke dua dalam turnamen. Kemudian ajukan pertanyaan tes lagi menjadi bagian dari “ronde ke 2”. Perintahkan siswa dengan mekanisme seperti ronde satu.

Turnamen ini dapat dilakukan dengan jumlah ronde bervariasi dan ketika tiap ronde bisa dilakukan bervariasi, tetapi pastikan bahwa setiap ronde siswa menjalani sesi belajar. Dengan konvensi murid, guru bisa memberikan penalti (sanksi) kepada siswa yang memberikan jawaban galat menggunakan pengurangan nilai (misal -1 atau -dua) serta memberikan nilai 0 pada murid yg nir menjawab.

f) Menstimulir pembelajaran antar siswa
Prosedur
(1) Bentuklah gerombolan dengan jumlah kelompok sinkron dengan topik (sub utama bahasan) yg akan dipelajari anak didik. Topik dipilih yg saling terkait.
(2) Beri setiap gerombolan sejumlah warta, konsep, atau keterampilan buat diajarkan kepada siswa lain.
(tiga) Perintahkan setiap kelompok buat menyusun cara dalam menyajikan atau mengajarkan topik mereka pada siswa lain. Sarankan mereka buat menghindari cara ceramah atau semacam pembacaan laporan. Doronglah mereka buat membuahkan pengalaman belajar menjadi pengalaman yang aktif bagi siswa
(4) Kemukakan beberapa tips ini dia:
(a) sediakan media visual
(b) berikan kesempatan temanmu untuk membaca materi terlebih dahulu.
(c) pakai contoh atau analogi buat menyajikan poin-poin pengajaran
(d) libatkan temanmu pada diskusi atau tanya jawab.
(e) berikan kesempatan dalam temanmu buat bertanya
(f) Berikan saat yang relatif buat merencanakan dan mempersiapkan (baik di dalam maupun pada luar kelas). Kemudian perintahkan tiap grup buat menyajikan pelajaran mereka. Beri tepuk tangan atas bisnis mereka.

Sebagai cara lain menurut pedagogi model ini merupakan perintahkan anak didik buat mengajarkan atau memberi bimbingan kepada murid lain secara individual atau pada grup mini .

3) Strategi menutup pembelajaran matematika
Pada aktivitas menutup pembelajaran bisa dimanfaatkan guru buat:
a) memberikan kesempatan bagi siswa merangkum atau membuat ikhtisar dari pelajaran dalam hari itu,
b) memotivasi siswa buat mengusut ulang bahan ajar serta atau menyelesaikan tugas rumah secara berdikari atau gerombolan ,
c) menaruh keterangan materi ajar rendezvous berikutnya, 
d) mendapatkan evaluasi menurut murid guna perbaikan proses pembelajaran, dan
e) memberikan salam penutup. 

Cara yg baik buat membelajarkan menciptakan ikhtisar materi ajar adalah memberikan kesempatan pada anak didik buat membuat ikhtisar serta menyajikan ikhtisar kepada murid lain. Strategi berikut dapat dipakai guru:

Prosedur
a) Jelaskan pada siswa bahwa jika pengajar yang membuat ikhtisar pelajaran, itu bertentangan dengan prinsip belajar aktif.
b) Bagilah siswa sebagai gerombolan beranggotakan dua hingga 4 orang.
c) Perintahkan setiap grup buat membuat ikhtisar pelajaran pada hari itu. Doronglah setiap kelompok buat membuat uraian singkat guna disampaikan dalam kelompok lain. Gunakan pertanyaan panduan, contohnya:
(1) Apa judul materi yang baru saja dipelajari?
(2) Tuliskan definisi atau rumus yg baru saja dipelajari secara terurut!
(tiga) Digunakan pada kasus apa saja rumus yang baru di pelajari?

3 Pembelajaran Efektif.
Dalam proses belajar mengajar supaya dihasilkan suatu hasil yg maksimal maka diperlukan suatu teknik pembelajaran yang efisien serta afektif sebagai akibatnya nir mengahabiskan waktu yg usang serta bertele-tele yg kadang hasilnya kurang memuaskan, apalagi untuk anak didik didik yang mengikuti acara percepatan yang ketika belajarnya nisbi lebih cepat dibanding menggunakan siswa didik yang duduk pada kelas reguler . Menurut Daniel Muijs serta David Reynolds (2008 : 65 – 66) Suatu pengajaran klasikal supaya efektif maka wajib jauh dari sekedar mengungkapkan isi pelajaran menggunakan gaya ceramah kepada anak didik. Hampir seluruh peneliti sepakat tentang pentingnya interaksi antara pengajar dan murid.

Didalam studinya terhadap siswa sekolah dasar pada Inggris ( Daniel Muijs , 1999) menemukan impak - pengaruh positif berdasarkan seringnya menggunkaan tanya jawab , komunikasi menggunakan kelas serta menggunakan petanyaan serta pernyataan taraf tinggi selain itu perlu pentingnya hubungan buat pengajaran yang efektif.

Peneliti – peneliti di Amerika sudah memperlihatkan pentingnya hubungan, di pada penelitian – penelitian mereka sebelum studi – studi yang dilakukan pada eropa. Rosenshine serta Furst ( 1973 ) menemukan penggunaan beragam pertanyaan sebagai sebuah faktor krusial di pada penelitian mereka yg dimulai tahun 1960 sampai dengan 1970.

Karena pentingnya interaksi serta tanya jawab menjadi elemen yang paling luas diteliti pada peneltian tentang mengajar. Oleh karena itu perlu diketahui dalam tanya jawab yg efektif serta interaksi yg efektif pada pembelajaran.

Tanya jawab dapat digunakan buat memeriksa pemahaman siswa buat menaruh dasar pada pembelajaran siswa, untuk membantu anak didik dalam mengklarifikasikan serta memverbalisasikan pikiran mereka, serta membantu anak didik mengembangkan sense of mastery ( perasaan menguasai sesuatu ). Tanya jawab yg efektif dapat terjadi apabila penguasaan diri yang solid mengenai strategi – taktik mana yg paling efektif.

Di dalam pembelajaran yang mengunakan pembelajaran pribadi , berbagai pertanyaan perlu dilontarkan pada awal pelajaran , saat topik dari pelajaran sebelumnya diulas. Agar tanya jawab efektif tercapai maka seseorang pengajar perlu mencampur pertanyaan tingkat tinggi dan taraf rendah mencakup produk dan proses serta pertanyaan terbuka dan tertutup , namun seorang pengajar harus memastikan bahwa ada relatif poly pertanyaan proses taraf tinggi serta terbuka.

Dalam tanya jawab yg efektif dalam pembelajaran pribadi jika murid menjawab sahih diberikan respon positif tetapi impersonal dan jika seseorang murid menaruh jaaban yang kurang sepenuhnya sahih , maka guru poerlu memberikan prompt kepadanya buat menemukan jawaban yang benar.

Bentuk hubungan lain yg efektif dalam pembelajaran adalah diskusi kelas, namun suatu diskusi supaya efektif perlu disiapkan dengan akurat. Pengajar perlu menaruh pedoman yang jelas pada murid mengenai apa yang didiskusikan. Selama diskusi anak didik perlu dipastikan buat permanen dalam tugasnya, serta pengajar perlu menuliskan poin – poin primer yg muncul selama diskusi. Setelah diskusi poin-poin primer ( produk diskusi ) ini dapat dirangkum serta anak didik diminta buat meberikan komentar tentang seberapa baik diskusi itu tadi berjalan ( proses diskusi ). 

Agar pembelajaran afektif guru pula harus memastikan bahwa murid – siswa yang pemalu yg mungkin kurang aktif buat diberikan kesempatan pada keterlibatannya pada proses belajar mengajar. 

4 Hasil belajar Matematika.
Penekanan pembelajaran matematika lebih diutamakan dalam proses menggunakan tidak melupakan pencapaian tujuan. Proses ini lebih ditekankan pada proses belajar matematika seorang. Tujuan yg paling utama pada pembelajaran matematika merupakan mengatur jalan pikiran buat memecahkan perkara bukan hanya menguasai konsep dan perhitungan walaupun sebagian besar belajar matematika merupakan belajar konsep struktur ketrampilan menghitung dan menghubungkan konsep-konsep tadi. Andi Hakim Nasution (1982:12 ) mengemukakan bahwa dengan menguasai matematika orang akan belajar menambah kepandaiannya.

Sementara itu Nana Sudjana (1995:22 ) mengemukakan bahwa output belajar matematika merupakan kemampuan–kemampuan yang dimiliki anak didik selesainya ia memperoleh pengalaman belajarnya. Gagne ( 1977:47-48 ) mengelompokkan hasil belajar sebagai 5 bagian dalam bentuk kapabilitas yakni ketrampilan intelektual taktik kognitif , kabar ekspresi , ketrampilan motorik serta perilaku.

Gagne dan Briggs (1978:49-55) menampakan bahwa output belajar yg berkaitan dengan lima kategori tadi adalah : (1) ketrampilan intelektual merupakan kecakapan yang berkenaan dengan pengetahuan prosedural yang terdiri atas deskriminasi jamak, konsep nyata dan terdefinisi kaidah serta prinsip, (dua) taktik kognitif merupakan kemampuan untuk memecahkan perkara–perkara baru menggunakan jalan mengatur proses internal masing – masing individu dalam memperlihatkan, mengingat dan berfikir, (3) berita ekspresi merupakan kemampuan untuk mendiskripsikan sesuatu menggunakan kata-istilah dengan jalan mengatur informasi –berita yg relevan, (4) ketrampilan motorik adalah kemampuan buat melaksanakan dan mengkoordinasikan gerakan–gerakan yg berhubungan dengan otot, (5) sikap adalah kemampuan internal yg berperan pada mengambil tindakan untuk menerima atau menolak berdasarkan evaluasi terhadap obyek tersebut. Bloom (1976:201-207) membagi hasil belajar sebagai tempat yaitu kognitif, afektif serta psikomotor. Kawasan kognitif berkenaan dengan ingatan atau pengetahuan serta kemampuan intelektual dan ketrampilan- ketrampilan. Kawasan afektif mendeskripsikan sikap-perilaku, minat dan nilai serta pengembangan pengertian atau pengetahuan dan penyesuaian diri yg memadai. Kawasan psikomotor adalah kemampuan–kemampuan menggiatkan serta mengkoordinasikan mobilitas. Kawasan kognitif dibagi atas enam macam kemampuan intelektual tentang lingkungan yg disusun secara hirarkis dari yang paling sederhana sampai pada yang paling kompleks, yaitu (1) pengetahuan merupakan kemampuan mengingat pulang hal-hal yang sudah dipelajari, (2) pemahaman adalah kemampuan menangkap makna atau arti suatu hal, (3) penerapan adalah kemampuan mempergunakan hal – hal yg sudah dipelajari buat menghadapi situasi–situasi baru serta konkret, (4) analisis merupakan kemampuan menjabarkan sesuatu menjadi bagian–bagian sebagai akibatnya struktur organisasinya bisa dipahami, (lima) sintesis merupakan kemampuan buat memadukan bagian–bagian sebagai satu holistik yg berarti, (6) penilaian adalah kemampuan memberi harga sesuatu hal menurut kriteria intern atau kelompok atau kriteria ekstern atapun yang ditetapkan lebih dahulu.

Berdasarkan pandangan-pandangan berdasarkan para pakar tadi diatas maka yang dimaksud dengan hasil belajar matematika pada penelitian ini adalah output dari seseorang murid dalam mengikuti proses belajar mengajar matematika yang diukur berdasarkan kemampuan anak didik tadi pada merampungkan suatu pertarungan matematika

B Hasil Penelitan yang Relevan.
Sudah cukup banyak penelitian yg membahas mengenai prestasi belajar matematika di Sekolah Menengah Atas namun masih sedikit peneliti yg meneliti berkaitan menggunakan materi matematika pada suatu pokok bahasan. Sepengetahuan peneliti belum ada peneliti yang meneliti mengenai penggunaan taktik pembelajaran aktif untuk menaikkan efektifitas pembelajaran materi logaritma pada kelas acara percepatan.

C Kerangka Pemikiran.
Dengan menerapkan strategi pembelajaran aktif maka seorang murid akan selalu terlibat secara eksklusif dalam pembelajaran , sehingga dengan keterlibatan ini materi yg dibahas akan selalu teringat pada pemikirannya dan konsep yg wajib dikuasai anak didik akan gampang diterimanya hal ini sinkron dengan prinsip learning by doing yg menytakan bahwa pembelajaran akan cepat dikuasai anak didik menggunakan siswa tersebut ikut aktif pada pembelajaran. 

Bertolak menurut pemikiran bahwa membawa anak didik aktif dalam pembelajaran akan memudahkan anak didik menerima konsep yg harus dikuasainya maka secara otomatis langkah membawa anak didik aktif pada belajar ini adalah suatu langkah yg efektif buat menyampaiakan suatu materi ajar.

Secara grafis pemikiran yg dilakukan sang peneliti dapat digambarkan menggunakan bentuk diagram sebagai berikut :

Gambar Diagram kerangka berfikir 

D Hipotesis Tindakan
Dari uraian dalam kajian teori yg telah dipaparkan maka dapat disusun hipotesis tindakan sebagai berikut: ” Melalui strategi pembelajaran aktif dapat menaikkan efektifitas pembelajaran materi logaritma bagi anak didik kelas X acara percepatan di SMA Negeri 1 Surakarta tahun pelajaran 2008 – 2009 ”

PENGERTIAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF

Pengertian Strategi Pembelajaran Aktif
a. Pengertian Strategi Pembelajaran Aktif
Strategi merupakan kata lain dari pendekatan, metode atau cara. Di pada kepustakaan pendidikan kata-istilah tadi pada atas sering digunakan secara bergantian. Menurut Udin S. Winataputra & Tita Rosita ( 1995: 124) istilah strategi secara harfiah merupakan akal atau siasat. Sedangkan taktik pembelajaran diartikan sebagai urutan langkah atau prosedur yang dipakai guru buat membawa murid dalam suasana eksklusif buat mencapai tujuan belajarnya. 

Sedangkan pembelajaran aktif berdasarkan Hisyam Zaini, Bermawy Munthe & Sekar Ayu Aryani (2007:xvi) adalah suatu pembelajaran yang mengajak peserta didik buat belajar secara aktif. Ketika peserta didik belajar menggunakan aktif, berarti mereka yg mendominasi aktifitas pembelajaran. Di sisi lain, Silberman (2006:35-41) menyatakan lingkungan fisik pada kelas dapat mendukung atau Mengganggu kegiatan belajar aktif. Sehingga berdasarkan pernyataan tersebut perlengkapan kelas perlu disusun ulang buat membangun deretan eksklusif yang sinkron menggunakan kondisi belajar murid. Namun begitu pada tidak terdapat satu susunan atau rapikan letak yang absolut ideal, tetapi ada banyak pilihan yg tersedia. Sepuluh kemungkinan susunan tata letak meja serta kursi yang disarankan sebagai berikut: bentuk U, gaya tim, meja konferensi, bundar, gerombolan pada kelompok, ruang kerja, pengelompokan berpencar, gugusan indikasi pangkat, ruang kelas tradisional, auditorium. Sejalan menggunakan pendapat tersebut, Syamsu Mappa dan Anisa Basleman (1994:46) menyatakan penggunaan meja, kursi serta papan tulis berroda lebih memungkinkan berlangsungnya proses interaksi belajar serta membelajarkan yg bergairah.

Aktifitas anak didik belajar pada kelas terwujud apabila terjadi hubungan antar rakyat kelas. Boakes pada Mar’at (1984:110) menyatakan bahwa pada pada hubungan ada aktifitas yang bersifat resiprokal (timbal balik ) dan menurut atas kebutuhan beserta, terdapat aktifitas daripada pengungkapan perasaan, serta terdapat interaksi buat tukar-menukar pengetahuan yang didasarkan take and give, yang semuanya dinyatakan dalam bentuk tingkah laku serta perbuatan. Lebih lanjut, Syamsu Mappa serta Anisa Basleman (1994:46) menyatakan interaksi timbal kembali antar warga kelas yang harmonis bisa merangsang terwujudnya masyarakat kelas yang gemar belajar. Dengan demikian, upaya mengaktifkan murid belajar dapat dilakukan menggunakan mengupayakan timbulnya interaksi yg harmonis antar rakyat di dalam kelas. Interaksi ini akan terjadi apabila setiap masyarakat kelas melihat dan mencicipi bahwa kegiatan belajar tersebut sebagai wahana memenuhi kebutuhannya. Dalam kaitannya menggunakan proses pembelajaran, berdasarkan teori kebutuhan Maslow, Silberman (2006:30) menyatakan kebutuhan akan rasa kondusif harus dipenuhi sebelum sanggup dipenuhinya kebutuhan buat mencapai sesuatu, merogoh resiko, dan menggali hal-hal baru.

Dari pembahasan di atas, tip – tip dibawah ini dapat digunakan guru buat menunjuk pada strategi pembelajaran yang bisa mengaktifkan siswa pada belajar:

1) Selalu berpenampilan menarik serta penuh wibawa.
Kesan pertama murid ketika bertemu gurunya merupakan fisik berdasarkan guru tadi. Dengan penampilan yg menarik serta penuh wibawa akan membuat kesan yg positif menurut anak didik, sebagai akibatnya dengan gampang guru akan dapat membawa murid kedalam suasana belajar yang guru inginkan.
2) Manfaatkan rendezvous pertama menggunakan siswa untuk ta’aruf antar warga kelas, tunjukkan cara-cara belajar matematika yang baik, buatlah kesepakatan (kontrak) terkait norma-norma yg wajib dipatuhi sang rakyat kelas. 
3) Buatlah perpaduan tata letak meja, kursi, pajangan dinding, dan perabot kelas yg lain sesuai dengan kesepakatan masyarakat kelas serta kebutuhan. 
4) Siapkan semua alat-alat yg akan dipakai pada dalam ruang kelas sebelum memulai pembelajaran. 
5) Mulailah proses belajar mengajar dengan materi yg ringan namun menantang yang bisa merangsang siswa turut aktif berfikir. Kemudian masuk pada materi yg akan kita ajarkan dengan senantiasa melibatkan anak didik pada proses belajar mengajar. Misalkan senantiasa mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang materi yang kita ajarkan agar anak didik lebih gampang memahami materi yg kita berikan.
6) Selalu memulai dan mengakhiri pembelajaran tepat saat dan menggunakan salam yg menghangatkan, yaitu salam penuh kasih dan hormat.
7) Gunakan bahasa yg santun, hormat, dan dengan nada bicara yg lembut.
8) Memahami serta menghormati banyak sekali perbedaan yg terdapat.
9) Menghormati kerahasiaan setiap siswa
10) Tidak merendahkan serta mencemooh siswa
11) Memberi kesempatan yg sama kepada seluruh siswa buat bicara dan jangan mengintrupsi pembicaraan siswa
12) Bila seorang siswa mengemukakan pendapat, jadilah pendengar yg baik dan selanjutnya berikan kesempatan pada anak didik lain buat memahaminya serta menaruh komentarnya. 
13) Memahami serta menghormati pendapat setiap siswa, apabila perlu melancarkan kritik: pakai bahasa yang mengayomi, serta jika kritik bersifat eksklusif seyogyanya dilakukan pada ruang spesifik. 
14) Sekali waktu, berilah kesempatan kepada siswa buat memberikan saran atau kritik guna pemugaran proses pembelajaran. 
15) Sediakan saat buat berkomunikasi dengan murid pada luar kelas.

b. Prosedur Pembelajaran Aktif
Proses pembelajaran di kelas dapat dicermati sebagai tiga bagian kegiatan yg terurut, yaitu: kegiatan awal (pendahuluan), kegiatan inti, dan kegiatan akhir (epilog). Dengan demikian, taktik pembelajaran aktif dapat dirumuskan menjadi prosedur kegiatan yg mengaktifkan siswa pada setiap bagian aktivitas secara terurut. Prosedur tadi bisa dirumuskan sebagai berikut:

1) Prosedur Mengaktifkan Siswa Belajar Matematika Pada Awal Pembelajaran
Dimensi pertama pada peristiwa belajar matematika adalah menciptakan sikap dan persepsi positif terhadap belajar dan matematika menjadi obyek belajar. Kesiapan mental untuk terlibat pada pembelajaran absolut dicapai pada mengaktifkan murid belajar matematika, oleh karenanya aktivitas membangunkan perilaku serta persepsi positif siswa harus dilakukan semenjak awal dimulainya pembelajaran. Hal yg wajib dilakukan pengajar pada awal pembelajaran adalah membangunkan minat, membangunkan rasa ingin tahu, dan merangsang murid buat berfikir. Jika minat siswa, rasa ingin tahu siswa telah bangkit, serta murid sudah terangsang buat berfikir ini berarti murid sudah siap secara mental buat terlibat secara aktif dalam pembelajaran matematika, serta bila terjadi kebalikannya berarti secara mental murid belum siap terlibat pada pembelajaran. 

Dengan memodifikasi strategi membuatkan pengetahuan secara aktif, Silberman (2006:100-102), mengawali kegiatan pembelajaran aktif menggunakan mekanisme menjadi berikut:
a) Tentukan rentang waktu yang pasti buat aktivitas awal pembelajaran.
b) Ucapkan salam pembuka yg menghangatkan murid.
c) Sediakan daftar pertanyaan yang terkait menggunakan bahan ajar matematika yang akan diajarkan. Misalnya: 
(1) istilah-kata buat didefinisikan, 
(dua) soal-soal sederhana berdasarkan pelaksanaan rumus yang telah dikenal, 
(3) pertanyaan mengenai pelaksanaan matematika sederhana pada kehidupan sehari-hari.

b) Perintahkan siswa buat menjawab pertanyaan-pertanyaan itu sebaik yang mereka bisa dan dalam ketika yg telah ditentukan. 
c) Perintahkan anak didik buat menyebar di kelas, menanyakan pada temannya jawaban pertanyaan yg beliau sendiri tidak tahu jawabannya, Doronglah anak didik buat saling membantu.
d) Perintahkan buat pulang ke loka semula dan pakai teknik tanya jawab buat membahas jawaban yg mereka dapatkan. 
e) Gunakan pertanyaan-pertanyaan arahan menjadi upaya merangsang berfikir siswa menjawab pertanyaan yang tak satupun siswa sanggup menjawab. 
f) Gunakan informasi-berita yang diperoleh dalam aktivitas ini menjadi sarana buat memperkenalkan topik-topik penting materi pelajaran dalam aktivitas inti. 

Secara umum, insan tidak menyukai suatu aktivitas yg kurang bervariasi. Oleh karenanya perlu dipilih aktivitas lain sebagai variasi aktivitas pada atas. Berikut ini bisa sebagai cara lain pilihan.
(1) Daftar pertanyaan bisa diganti menggunakan menyediakan kartu indeks serta perintahkan murid buat menuliskan satu fakta yg dari siswa akurat mengenai materi yg akan diajarkan.
(dua) Kegiatan menyebar dapat diganti dengan merotasi pertukaran pendapat antar grup belajar pada kelas.

2) Prosedur Mengaktifkan Siswa Belajar Matematika Pada Kegiatan Inti Pembelajaran
Telah dikemukakan pada atas bahwa pendidikan matematika pada segala jenjang dimaksudkan untuk membangun pengetahuan, keterampilan dan perilaku terkait dengan matematika. Pembelajaran aktif dalam pendidikan matematika dapat berlangsung dalam proses penyelidikan atau proses bertanya. Siswa dikondisikan dalam perilaku mencari (aktif) bukan sekedar menerima (reaktif). Kondisi ini terjadi bila siswa dilibatkan pada tugas dan aktivitas yg secara halus mendesak mereka buat berfikir, bekerja, serta mencicipi.

Berdasarkan pendapat di atas, upaya yg wajib dilakukan guru buat mengaktifkan murid belajar matematika adalah: (1) mengkondisikan situasi belajar matematika menjadi kegiatan anak didik mengupayakan pemecahan perkara atau mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan, baik kasus atau pertanyaan yg diajukan guru juga anak didik; (dua) mendorong ketertarikan murid buat mendapatkan kabar atau menguasai keterampilan melalui pemecahan perkara atau mencari jawaban atas pertanyaan; (3) mendesak murid secara halus buat bergerak mempelajari atau menilai suatu jawaban pertanyaan, suatu pendapat (gagasan), atau suatu penyelesaian masalah. Pengajar bisa memakai aneka macam taktik menggunakan berbagai teknik buat mengaktifkan anak didik pada aktivitas inti. Dengan memodifikasi pendapat Silberman (2006:117-206), strategi berikut adalah bisa dipakai pengajar buat mengaktifkan siswa belajar matematika:

a) Menstimulir rasa ingin memahami siswa
Prosedur
(1) Ajukan pertanyaan/perkara yg kompleks (njelimet) atau yang mempunyai beberapa kemungkinan jawaban buat menstimulasi keingintahuan murid tentang materi yang akan diajarkan.

Pertanyaan yang tersaji haruslah adalah pertanyaan yg berdasarkan pengajar ada beberapa murid yg mengetahui jawabannya atau bagian berdasarkan jawaban. Pertanyaan bisa berupa pertanyaan sehari-hari, cara melakukan sesuatu, definisi, cara kerja (prosedur).

(dua) Doronglah murid buat berfikir, menciptakan skema atau diagram, dan membuat dugaan generik. 
Gunakan frase semisal “ coba tebak” atau “coba jawab”

(3) Jangan buru-buru menaruh tanggapan. Tampung semua dugaan murid. Ciptakan rasa penasaran mengenai jawaban yg sesungguhnya. 

Sebagai variasi, buatlah anak didik berpasangan serta membuat dugaan secara kolektif.
(4) Gunakan pertanyaan itu buat mengarahkan murid kepada apa yang hendak diajarkan. Anda perlu memastikan bahwa siswa lebih menaruh perhatian terhadap pelajaran dibanding biasanya.

b) Menstimulir siswa untuk belajar mandiri
Prosedur
(1) Bagikan pada murid bahan ajar, disertai beberapa pertanyaan/perkara yang terurut berdasarkan yg sederhana sampai yang kompleks.
(2) Perintahkan anak didik buat menyelidiki bahan ajar secara mandiri atau berpasangan. 
(tiga) Perintahkan siswa buat membubuhkan pertanda tanya pada materi yang belum mereka pahami. Anjurkan buat menyisipkan tanda tanya sebesar mungkin. Perintahkan murid untuk menyusun pertanyaan sebanyak mungkin terkait menggunakan pertanda tanya yang mereka bubuhkan
(4) Perintahkan murid buat mengemukakan pertanyaan secara tertulis. Beri kesempatan murid lain untuk menanggapinya. Lakukan seterusnya sehingga semua pertanyaan anak didik dibahas.
(lima) Berikan penjelasan menjadi wahana pemantapan menurut jawaban atas pertanyaan anak didik. 
(6) Perintahkan murid menyelesaikan masalah dalam materi ajar secara berdikari atau berpasangan.
(7) Perintahkan anak didik buat mengemukakan jawaban kasus. Berikan kesempatan anak didik lain menaruh komentar atau mengemukakan kemungkinan jawaban lain.
(8) Berikan pemantapan jawaban atas pertanyaaan

Jika guru merasa bahwa siswa akan mengalami kesulitan mengusut sendiri bahan ajar, berikan sejumlah keterangan yg mengarahkan mereka. 

c) Menstimulir anak didik buat belajar bersama pada kelompok.
Prosedur
(1) Perintahkan siswa secara berdikari mempelajari bahan ajar
(2) Perintahkan buat menuliskan hal yg belum diketahui dalam bentuk pertanyaan.
(tiga) Perintahkan buat membangun grup. Perintahkan masing-masing gerombolan memberi nama kelompok menggunakan nama pada matematika, misalnya: gerombolan aljabar, grup Phytagoras dan sebagainya.
(4) Diskusikan pertanyaan-pertanyaan menurut masing-masing anggota gerombolan .
(5) Berikan tugas memecahkan masalah, menggunakan petunjuk yang kentara. Contohnya: tuliskan rumus, gambarkan, untuk skema atau diagram yg kamu gunakan buat menjawab.
(6) Berikan peran pada anggota kelompok. Misalnya: fasilitator, pencatat, juru bicara, pengatur ketika. 
(7) Berikan kesempatan masing-masing gerombolan buat menyajikan output diskusi di depan kelas.
(8) Perintahkan anak didik untuk balik ke posisi semula dan lakukan keliru keliru satu berikut:
(a) Membahas materi secara bersama
(b) Dapatkan pertanyaan menurut siswa
(c) Beri anak didik pertanyaan kuis
(d) Sediakan latihan penerapan atau kuis bagi siwa buat menguji pemahaman mereka.
d) Belajar berpasangan

Prosedur:
(1) Berikan pada siswa, satu atau beberapa permasalahan yang memerlukan perenungan serta pemikiran. 
(2) Perintahkan murid buat merampungkan masalah secara perseorangan.
(3) Setelah seluruh siswa menuntaskan masalah, aturlah sebagai sejumlah pasangan dan perintahkan mereka untuk berbagi jawaban satu sama lain.
(4) Perintahkan pasangan buat membuat jawaban baru bagi tiap kasus, memperbaiki tiap jawaban perseorangan
(5) Jika semua pasangan sudah menuliskan jawaban baru, bandingkan jawaban dari tiap pasangan dengan pasangan lain pada dalam kelas.
(6) Perintahkan semua anak didik buat menentukan jawaban yg sempurna buat tiap pertanyaan.

Untuk menghemat waktu, bagilah seluruh murid pada 4 grup besar berilah nama grup. Berikan perseteruan yg tidak sinkron pada masing-masing kelompok Pada akhir sesi, perintahkan masing-masing kelompok buat menyajikan jawaban terbaiknya. Berikan hibah pada jawaban terbaik. 

e) Turnamen belajar
Prosedur:
(1) Bagilah murid menjadi sejumlah tim beranggotakan 2 sampai 8 murid. Pastikan bahwa tim memiliki jumlah anggota yg sama. Perintahkan buat memberi nama kelompok masing-masing.
(dua) Berikan materi ajar kepada tim buat dipelajari bersama.
(3) Buat beberapa pertanyaan yg bisa menguji aspek ingatan dan pemahaman terhadap materi yang diberikan. Gunakan format yang memudahkan penilaian sendiri. Misalnya: pilihan ganda, melengkapi, benar-salah , atau definisi kata, menyatakan rumus atau teorema.
(4) Perintahkan murid buat menjawab secara perseorangan. Pastikan hal ini dilakukan oleh masing-masing murid.
(lima) Setelah seluruh anak didik menuntaskan jawaban mereka, aturlah menjadi sejumlah pasangan serta perintahkan mereka buat berbagi jawaban satu sama lain.
(6) Lakukan diskusi kelas buat memilih jawab pertanyaan. 
(7) Perintahkan anak didik buat menghitung jumlah pertanyaan yang mereka jawab dengan benar, dan mintalah mereka buat menaruh skor.
(8) Perintahkan murid buat menyatukan skor mereka menggunakan anggota tim mereka buat menerima skor tim. Umumkan skor menurut tiap tim. Berikan bantuan gratis atau berilah tepuk tangan pada tim yg memperoleh skor tertinggi. Sebutlah ini sebagai “ronde satu”.
(9) Perintahkan mereka untuk belajar lagi buat ronde ke 2 dalam turnamen. Kemudian ajukan pertanyaan tes lagi sebagai bagian dari “ronde kedua”. Perintahkan siswa dengan prosedur seperti ronde satu.

Turnamen ini bisa dilakukan menggunakan jumlah ronde bervariasi dan ketika tiap ronde dapat dilakukan bervariasi, tetapi pastikan bahwa setiap ronde anak didik menjalani sesi belajar. Dengan kesepakatan murid, guru bisa menaruh penalti (sanksi) pada anak didik yg menaruh jawaban salah dengan pengurangan nilai (misal -1 atau -2) dan memberikan nilai 0 dalam anak didik yg tidak menjawab.

f) Menstimulir pembelajaran antar siswa
Prosedur
(1) Bentuklah gerombolan menggunakan jumlah kelompok sinkron menggunakan topik (sub pokok bahasan) yg akan dipelajari anak didik. Topik dipilih yang saling terkait.
(2) Beri setiap grup sejumlah liputan, konsep, atau keterampilan buat diajarkan pada anak didik lain.
(tiga) Perintahkan setiap grup buat menyusun cara dalam menyajikan atau mengajarkan topik mereka pada murid lain. Sarankan mereka buat menghindari cara ceramah atau semacam pembacaan laporan. Doronglah mereka untuk mengakibatkan pengalaman belajar menjadi pengalaman yg aktif bagi siswa
(4) Kemukakan beberapa tips ini dia:
(a) sediakan media visual
(b) berikan kesempatan temanmu buat membaca materi terlebih dahulu.
(c) gunakan contoh atau analogi buat menyajikan poin-poin pengajaran
(d) libatkan temanmu dalam diskusi atau tanya jawab.
(e) berikan kesempatan pada temanmu buat bertanya
(f) Berikan saat yang relatif buat merencanakan serta mempersiapkan (baik pada pada juga pada luar kelas). Kemudian perintahkan tiap grup buat menyajikan pelajaran mereka. Beri tepuk tangan atas usaha mereka.

Sebagai cara lain berdasarkan pedagogi model ini merupakan perintahkan siswa untuk mengajarkan atau memberi bimbingan pada anak didik lain secara individual atau pada grup kecil.

3) Strategi menutup pembelajaran matematika
Pada kegiatan menutup pembelajaran bisa dimanfaatkan guru buat:
a) memberikan kesempatan bagi siswa merangkum atau membuat ikhtisar dari pelajaran dalam hari itu,
b) memotivasi murid buat menyelidiki ulang bahan ajar dan atau menuntaskan tugas tempat tinggal secara mandiri atau grup,
c) menaruh warta bahan ajar pertemuan berikutnya, 
d) mendapatkan evaluasi menurut anak didik guna perbaikan proses pembelajaran, dan
e) menaruh salam penutup. 

Cara yg baik buat membelajarkan menciptakan ikhtisar bahan ajar merupakan memberikan kesempatan pada murid buat membuat ikhtisar dan menyajikan ikhtisar kepada murid lain. Strategi berikut dapat dipakai pengajar:

Prosedur
a) Jelaskan pada anak didik bahwa apabila pengajar yg menciptakan ikhtisar pelajaran, itu bertentangan dengan prinsip belajar aktif.
b) Bagilah siswa sebagai gerombolan beranggotakan dua hingga 4 orang.
c) Perintahkan setiap gerombolan buat membuat ikhtisar pelajaran pada hari itu. Doronglah setiap grup buat menciptakan uraian singkat guna disampaikan dalam gerombolan lain. Gunakan pertanyaan pedoman, misalnya:
(1) Apa judul materi yg baru saja dipelajari?
(dua) Tuliskan definisi atau rumus yang baru saja dipelajari secara terurut!
(tiga) Digunakan dalam perkara apa saja rumus yg baru pada pelajari?

3 Pembelajaran Efektif.
Dalam proses belajar mengajar agar didapatkan suatu hasil yg maksimal maka diharapkan suatu teknik pembelajaran yang efisien dan afektif sebagai akibatnya tidak mengahabiskan ketika yg lama serta bertele-tele yg kadang hasilnya kurang memuaskan, apalagi buat murid didik yg mengikuti program akselerasi yang ketika belajarnya relatif lebih cepat dibanding menggunakan siswa didik yang duduk di kelas reguler . Menurut Daniel Muijs serta David Reynolds (2008 : 65 – 66) Suatu pedagogi klasikal agar efektif maka wajib jauh dari sekedar mengungkapkan isi pelajaran menggunakan gaya ceramah pada siswa. Hampir seluruh peneliti setuju tentang pentingnya interaksi antara guru serta murid.

Didalam studinya terhadap anak didik sekolah dasar di Inggris ( Daniel Muijs , 1999) menemukan dampak - imbas positif dari seringnya menggunkaan tanya jawab , komunikasi dengan kelas serta menggunakan petanyaan serta pernyataan taraf tinggi selain itu perlu pentingnya hubungan buat pedagogi yg efektif.

Peneliti – peneliti di Amerika sudah menampakan pentingnya interaksi, pada dalam penelitian – penelitian mereka sebelum studi – studi yang dilakukan pada eropa. Rosenshine serta Furst ( 1973 ) menemukan penggunaan beragam pertanyaan menjadi sebuah faktor penting pada dalam penelitian mereka yg dimulai tahun 1960 hingga menggunakan 1970.

Karena pentingnya hubungan serta tanya jawab sebagai elemen yg paling luas diteliti dalam peneltian tentang mengajar. Oleh karenanya perlu diketahui dalam tanya jawab yang efektif serta interaksi yang efektif pada pembelajaran.

Tanya jawab dapat dipakai buat mengusut pemahaman murid buat memberikan dasar pada pembelajaran siswa, buat membantu anak didik dalam mengklarifikasikan serta memverbalisasikan pikiran mereka, serta membantu siswa mengembangkan sense of mastery ( perasaan menguasai sesuatu ). Tanya jawab yg efektif dapat terjadi apabila dominasi diri yang solid mengenai taktik – taktik mana yg paling efektif.

Di pada pembelajaran yang mengunakan pembelajaran langsung , aneka macam pertanyaan perlu dilontarkan pada awal pelajaran , ketika topik berdasarkan pelajaran sebelumnya diulas. Agar tanya jawab efektif tercapai maka seseorang pengajar perlu mencampur pertanyaan tingkat tinggi dan tingkat rendah meliputi produk dan proses dan pertanyaan terbuka dan tertutup , namun seseorang guru wajib memastikan bahwa terdapat relatif poly pertanyaan proses tingkat tinggi dan terbuka.

Dalam tanya jawab yg efektif pada pembelajaran eksklusif jika siswa menjawab benar diberikan respon positif tetapi impersonal serta bila seorang siswa menaruh jaaban yang kurang sepenuhnya benar , maka guru poerlu menaruh prompt kepadanya untuk menemukan jawaban yg sahih.

Bentuk interaksi lain yg efektif pada pembelajaran merupakan diskusi kelas, tetapi suatu diskusi supaya efektif perlu disiapkan menggunakan seksama. Guru perlu memberikan pedoman yang jelas kepada anak didik tentang apa yang didiskusikan. Selama diskusi murid perlu dipastikan buat tetap pada tugasnya, dan pengajar perlu menuliskan poin – poin utama yang ada selama diskusi. Setelah diskusi poin-poin utama ( produk diskusi ) ini bisa dirangkum serta anak didik diminta buat meberikan komentar tentang seberapa baik diskusi itu tersebut berjalan ( proses diskusi ). 

Agar pembelajaran afektif pengajar jua wajib memastikan bahwa murid – siswa yang pemalu yang mungkin kurang aktif buat diberikan kesempatan dalam keterlibatannya pada proses belajar mengajar. 

4 Hasil belajar Matematika.
Penekanan pembelajaran matematika lebih diutamakan dalam proses menggunakan nir melupakan pencapaian tujuan. Proses ini lebih ditekankan pada proses belajar matematika seorang. Tujuan yang paling primer dalam pembelajaran matematika adalah mengatur jalan pikiran buat memecahkan perkara bukan hanya menguasai konsep serta perhitungan walaupun sebagian akbar belajar matematika adalah belajar konsep struktur ketrampilan menghitung serta menghubungkan konsep-konsep tadi. Andi Hakim Nasution (1982:12 ) mengemukakan bahwa dengan menguasai matematika orang akan belajar menambah kepandaiannya.

Sementara itu Nana Sudjana (1995:22 ) mengemukakan bahwa output belajar matematika merupakan kemampuan–kemampuan yang dimiliki anak didik setelah dia memperoleh pengalaman belajarnya. Gagne ( 1977:47-48 ) mengelompokkan output belajar menjadi lima bagian pada bentuk kapabilitas yakni ketrampilan intelektual strategi kognitif , keterangan mulut , ketrampilan motorik serta sikap.

Gagne serta Briggs (1978:49-55) menunjukkan bahwa hasil belajar yang berkaitan dengan 5 kategori tadi adalah : (1) ketrampilan intelektual adalah kecakapan yg berkenaan menggunakan pengetahuan prosedural yg terdiri atas deskriminasi jamak, konsep nyata dan terdefinisi kaidah dan prinsip, (2) taktik kognitif adalah kemampuan buat memecahkan masalah–perkara baru menggunakan jalan mengatur proses internal masing – masing individu dalam memperlihatkan, mengingat serta berfikir, (tiga) warta verbal merupakan kemampuan buat mendiskripsikan sesuatu menggunakan kata-kata menggunakan jalan mengatur keterangan –keterangan yang relevan, (4) ketrampilan motorik merupakan kemampuan buat melaksanakan serta mengkoordinasikan gerakan–gerakan yang berhubungan dengan otot, (5) sikap merupakan kemampuan internal yg berperan pada mengambil tindakan buat mendapat atau menolak menurut evaluasi terhadap obyek tadi. Bloom (1976:201-207) membagi output belajar menjadi daerah yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Kawasan kognitif berkenaan dengan ingatan atau pengetahuan dan kemampuan intelektual dan ketrampilan- ketrampilan. Kawasan afektif menggambarkan sikap-perilaku, minat dan nilai serta pengembangan pengertian atau pengetahuan serta penyesuaian diri yang memadai. Kawasan psikomotor adalah kemampuan–kemampuan menggiatkan dan mengkoordinasikan mobilitas. Kawasan kognitif dibagi atas enam macam kemampuan intelektual tentang lingkungan yg disusun secara hirarkis menurut yg paling sederhana hingga pada yang paling kompleks, yaitu (1) pengetahuan adalah kemampuan mengingat pulang hal-hal yg telah dipelajari, (dua) pemahaman adalah kemampuan menangkap makna atau arti suatu hal, (tiga) penerapan adalah kemampuan mempergunakan hal – hal yang telah dipelajari untuk menghadapi situasi–situasi baru dan konkret, (4) analisis adalah kemampuan menjabarkan sesuatu menjadi bagian–bagian sebagai akibatnya struktur organisasinya dapat dipahami, (lima) buatan adalah kemampuan buat memadukan bagian–bagian sebagai satu holistik yg berarti, (6) penilaian merupakan kemampuan memberi harga sesuatu hal berdasarkan kriteria intern atau kelompok atau kriteria ekstern atapun yang ditetapkan lebih dahulu.

Berdasarkan pandangan-pandangan dari para pakar tadi diatas maka yang dimaksud menggunakan output belajar matematika dalam penelitian ini adalah output dari seseorang anak didik dalam mengikuti proses belajar mengajar matematika yg diukur menurut kemampuan murid tadi dalam menuntaskan suatu permasalahan matematika

B Hasil Penelitan yang Relevan.
Sudah cukup poly penelitian yg membahas tentang prestasi belajar matematika di Sekolah Menengah Atas namun masih sedikit peneliti yang meneliti berkaitan menggunakan materi matematika pada suatu pokok bahasan. Sepengetahuan peneliti belum terdapat peneliti yg meneliti tentang penggunaan strategi pembelajaran aktif buat menaikkan efektifitas pembelajaran materi logaritma pada kelas acara percepatan.

C Kerangka Pemikiran.
Dengan menerapkan taktik pembelajaran aktif maka seorang murid akan selalu terlibat secara pribadi dalam pembelajaran , sehingga dengan keterlibatan ini materi yg dibahas akan selalu teringat pada pemikirannya dan konsep yg harus dikuasai murid akan gampang diterimanya hal ini sesuai menggunakan prinsip learning by doing yg menytakan bahwa pembelajaran akan cepat dikuasai siswa dengan siswa tersebut ikut aktif pada pembelajaran. 

Bertolak menurut pemikiran bahwa membawa anak didik aktif dalam pembelajaran akan memudahkan siswa mendapat konsep yang harus dikuasainya maka secara otomatis langkah membawa siswa aktif pada belajar ini merupakan suatu langkah yang efektif buat menyampaiakan suatu materi ajar.

Secara grafis pemikiran yg dilakukan sang peneliti dapat digambarkan dengan bentuk diagram sebagai berikut :

Gambar Diagram kerangka berfikir 

D Hipotesis Tindakan
Dari uraian dalam kajian teori yang telah dipaparkan maka bisa disusun hipotesis tindakan menjadi berikut: ” Melalui strategi pembelajaran aktif dapat menaikkan efektifitas pembelajaran materi logaritma bagi siswa kelas X program akselerasi pada Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Surakarta tahun pelajaran 2008 – 2009 ”

PENGEMBANAGN ILMUILMU KEISLAMAN

Pengembanagn Ilmu-ilmu Keislaman
Epistemologi Ushul Fiqh
Agama (al-dien) adalah ide murni, atau system ide dan kepercayaan yang bersifat Ilahiyah, berkenaan dengan ketaatan dalam Tuhan, dan disampaikan pada nabi-nabi. Dalam Islam, ilham murni itu berbentuk wahyu yg termuat pada al-Qur’an serta al-Sunnah. Ide ini nir mampu diletakkan dalam konteks humanisme. Berbeda dengan pemikiran agama (Islamologi) yg seluruhnya merupakan produk insan dan sangat berkaitan menggunakan masyarakat. Konsep ini tidak mampu dipisahkan menurut empiris tertentu serta sejarah warga . Lantaran itu, Islamologi inilah gagasan inspirasi Ilahiah yang bisa diletakkan pada konteks humanisme. Dengan istilah lain, kita wajib membedakan antara Agama dan pemikiran Agama. Salah satu pemikiran Agama merupakan Ushul-Fiqh. Ilmu metodologi ini mempunyai susunan yang dalam umumnya terjadi kontroversi antara proposisi-proposisi dengan akal serta bahasa. Meskipun begitu, secara ontologis ilmu ini dapat dikelompokkan menjadi empat point yaitu (1) nilai-nilai anggaran hokum (dua) dasar-dasar anggaran hokum (al-adillah al-syar’iah) (tiga) cara atau metoda menganalogikan dalil menjadi hokum, dan (4) ketentuan ijtihad, taqlid, dialektika kontradiktif, dan tarjih. 

Ushul-fiqh adalah khazanah kekayaan ilmu yg secara eksklusif atau tidak eksklusif, turut memperkaya contoh keagamaan kita. Pelaksanaan syariat Islam akan susah andai saja ilmu ini tidak terdapat, karena ushul-fiqh dianggap sebagai penuntun fiqh yang adalah jawaban bagi kehidupan kita. Ilmu ini bisa menjawab beberapa masalah yang diajukan, maka agar kita bisa memanfaatkan, kita harus mengetahui jawaban apa yg perlu dibawakan oleh ilmu ini, selesainya kita mengajukan pertanyaan. Di sini kita memerlukan jawaban yg sahih, dan bukan debat kusir atau jawaban plintiran (safsathah). Lalu timbul pertanyaan, bagaimana kita mencari jawaban yang benar? Masalah ini, sang kajian filsafat disebut epistemology, dan landasan epistemo-logi ilmu disebut metoda ilmiah. Dengan istilah lain, metoda ilmiah merupakan cara yg dilakukan itu dalam menyusun pengetahuan yg oleh filsafat ilmu dianggap teori kebenaran.

Ushul-fiqh memiliki karakteristik khusus yang tersusun tentang apa (ontology), bagaimana (epistemology) serta buat apa (aksiologi). Ketika landasan ini saling berkaitan, maka ontology ushul-fiqh terkait dengan epistemologinya, epistemology ushul-fiqh terkait dengan aksiologinya, serta begitulah seterusnya. Jadi jikalau kita ingin mengungkapkan epistemilogi ushul-fiqh, maka kita wajib mengaitkannya menggunakan ontology, serta aksiologi. Tetapi dalam tulisan ini, kita hanya membahas mengenai epistemology, serta itu pun memakai kerangka berfikir penelitian ilmu social. 

1. Pendekatan Humanistik 
Permasalahan yang tak jarang ada merupakan bahwa kerja ushul-fiqh itu objektif atau subjektif. Demikian lantaran poly sekali materi fiqh yang dikelola melalui ushul-fiqh, beda pendapat antara satu tokoh menggunakan tokoh yg lain. Cara berfikir ushuliyun selalu memakai pendekatan kwalitatif, maka oleh sebagian ilmuan dipercaya nir objektif. Berbeda dengan kerangka berpikir ilmu yg menggunakan pendekatan kwantitatif, yg serba ilmiah serta terkontrol. Hal ini diakui sang ushuliyun sendiri, dan nir akan menolak. 

Memang kerja ushul-fiqh sedikit mengabaikan prinsip objektifitas, apabila kata objektif menjadi anggaran ilmu yg wajib terukur, ada keberulangan, serta perilaku yang dapat diramalkan. Hampir seluruh ushuliyun tidak berfikir misalnya itu, karena ushul-fiqh berhubungan dengan perilaku manusia (af’al mukallafin), maka subjektivitas permanen memiliki kiprah tersendiri. Ushul-fiqh yang selalu menekankan pada pendekatan subjektivitas, umumnya diklaim studi humanistik. Paham ini berpandangan bahwa fiqh yg dikelola oleh ushul-fiqh bukan harga tewas, tetapi wilayah interpretative.

Menurut pandangan pakar-ahli rasional, teratur, atau sistematik, perilaku manusia bersifat kontektual dari makna yg diberikan di lingkungannya. Kalau ilmu pada luar humaniora lebih ditekankan pada ‘kedisiplinan’, humaniora justru kearah interpretasi cara lain . Posisi ilmu humaniora, termasuk ushul-fiqh adalah dalam ‘siapa’ dan menentukan ‘apa yang ditinjau’. Menurut paham ini empiris perbuatan insan termasuk fenomena yang cair serta gampang berubah. Fenomena ini bersifat polisemik yg memerlukan penafsiran. Jadi kerja ushul-fiqh selalu berkecimpung pada ‘koma-koma’ bukan berhenti pada satu titik.

Persoalan objective ilmiah dan subjektivitas tidak ilmiah, memang telah usang ditujukan pada seluruh ilmu agama, termasuk ushul-fiqh. Apalagi ilmu ini menyajikan penafsiran dan hermeunitika. Tentu saja penafsiran semacam ini keberatan jika dikait-kan menggunakan evaluasi objektif dan subjektif. Namun muncullah beberapa tokoh sosio-log yg mengatakan bahwa objektivitas itu hanya berlaku bagi ilmu alam. Dengan kata lain, ilmu agama mempunyai kateristik tersendiri. Lantaran itu subjektivitas interpre-ter yang tak jarang memasukkan resepsi, kepekaan, logika sehat, dan pendapat yg terbuka, mestinya nir harus sama persis dengan “self-understanding”. Itulah maka objektivitas pada ilmu social, ilmu budaya, termasuk ushul-fiqh tidak mampu absolut.

Ketika ushul-fiqh dipercaya menjadi karya pemikiran pada Islam (tsaqafah Islamiah), muncullah dilematis apakah ushul-fiqh itu menjadi ilmu atau sebagai seni berdebat. Begitu pula saat para ilmuan melihat perdebatan pada Islam antara ahli hadits serta pakar rakyu, pada memecahkan konsep syari’ah, mereka bertanya, apakah ushul-fiqh itu Agama atau ilmu kepercayaan . Kalau ushul-fiqh ditinjau menjadi Agama, (bukan ilmu agama) lalu sampai dimana kita memperlakukannya sebagi asal data buat membentuk teori yg dipercaya objective. Kenyataan ini membutuhkan kesadaran baru yg menjadi karakteristik postmodernisme. Yaitu bahwa representasi, suatu penyajian pada perbandingan mazhab contohnya, tentang suatu aliran ushul-fiqh, pada dasarnya nir pernah menyajikan citra sebagaimana adanya. Penyajian atau uraian itu sudah dibungkus pada bungkus eksklusif. Ushul-fiqh menjadi teks nir bisa diuraikan apa adanya namun mengalami ‘penyimpangan ’ tertentu setelah melalui proses penafsiran (syarah). 

Ushul-fiqh selalu timbul dalam kerangka berfikir tertentu serta tidak bisa bebas begitu saja. Tetapi dalam penyajiannya selalu timbul nilai subjektivitas pada dalamnya. Karena itu, meskipun mulanya ushul-fiqh itu gagasan al-Syafi’iy untuk menciptakan mazhabnya, namun dalam perkembangannya, mucullah Ushl-fiqh Zaidiyah, Ushul-fiqh Mu’tazilah, Ushul-Fiqh Syi’ah, Ushul-fiqh Hanafiyah, Ushul-fiqh Zhahiri, dan sebagainya. Lalu apa artinya kebenaran ilmiah ? Kebenaran ilmiah bersifat relatif, kondisional, dan tergantung konsensus atau konvensi. Tidak terdapat kebenaran absolut dalam ilmu soasial atau budaya termasuk ushul-fiqh. Lantaran itu, setiap ushuliyyun wajib siap menerima kritik atas kekurang tepatan analisanya. Dalam kaitan ini, Abdulwahhab al-Sya’rani mengungkapkan : Mazhab kami adalah sahih, namun mungkin jua keliru. Mazhab pada luar kami adalah galat, tetapi mungkin juga sahih. Demikian ini tertuang pada buku klasik berjudul Mizan al-Kubra, maka nilai pluralis ini termasuk ciri postmodernism.

Perkembangan selanjutnya, bahwa ahli-pakar perbandingan mazhab dapat menyusun kesadaran ‘subjektivitas’ yang selanjutnya diarahkan dalam penulisan biog-rafi individu (tokoh). 

Dalam konteks modernis yang kaku, ushuliyyun berpandangan harus objektif, memiliki otoritas, netral berdasarkan mazhab, serta selalu memasak teks menggunakan objektif. Padahal fiqh yang dikelola melalui ushul-fiqh selalu berubah lantaran perubahan ketika dan tempat, akibatnya makna teks bisa plural serta sanggup berkembang. Jadi pemikiran semacam itu wajib ditata ulang jikalau dia akan mengusut ilmu ushul-fiqh.

Memahami pendapat tokoh memang sangat menarik, sama seperti menariknya mempelajari perbedaan subjective dan objective bagi orang yg beropini dan pendukung. Konflik ini akan terkait juga menggunakan soal ilmiah atau tidak ilmiah, ilmuan atau propagandis, akademis atau idiologis, dan begitulah seterusnya. Padahal uraian yang dinilai seperti itu tergantung bagaimana tokoh itu menguraikan.

Pada saat positivisme menjadi idola setiap ilmuan, seluruh pemikiran yg tidak objective dinilai lemah, termasuk kerangka kerja ushul-fiqh. Namun selesainya ada strukturalisme, serta teori ini sanggup diterapkan dalam ekskavasi fiqih yang ijtihadnya ditata rapih, maka bisa ditemukan objektivitas. Terutama bila strukturalis itu berupaya menemukan kasus penting pada setiap uraian fiqh yg disajikan, seperti kesimpulan: lebih manfaat, lebih maslahat, lebih adil serta semacamnya. Lebih lagi apabila seluruh itu tidak terjebak dalam alam khayal realis, melainkan selalu berpegang dalam bahasa menjadi indera pemikiran.

Disitu jelaslah bahwa ushul-fiqh yang sanggup dilihat bernilai subjective, nir ilmiah, terlalu keagama-agamaan itu sebenarnya nir sahih. Disiplin ilmu ushul-fiqh permanen mengedepankan aspek kebenaran tertentu sejalan menggunakan tujuan, metoda, hubungan antara dalil dan mad-lul, serta analisis yg berwawasan lain menggunakan pendekatan objective. Perbedaan ini tidak berarti bahwa kerja ushul-fiqh itu hanya asal-asalan, melainkan berusaha tahu fenomena liwat subjective yang tidak mungkin terfahami melalui objektivitas.

Mushawwibah dan Mukhaththiah
Di dalam Islam, seluruh teks (al-Qur’an serta al-Hadits) yg berbentuk zhanni (dugaan) maka makna yang timbul menurut teks itu selalu dirumuskan pada konklusi yg bhineka (mukhtalaf fih). Bagi pengikut teori mushawwibah akan mengungkapkan bahwa seluruh kesimpulan yang beda-beda itu, yg benar tidak satu, bahkan sanggup jua semuanya benar. Demikian apabila semua mujtahidnya menampilkan kerangka berfikir yg sejalan menggunakan jalur ushul-fiqh. Sedangkan pengikut mukhath-thiah akan berpendapat bahwa seluruh kesimpilan yg poly itu, yang sahih cuma satu saja, apalagi bila beberapa konklusi tersebut terdapat nilai kontradiktif.

Penilaian semacam itu muncul karena ushul-fiqh atau kerangka berfikir fiqh memanfaatkan penalaran subjective dan kerangka berpikir kwalitative. Penalaran semacam ini kurang mempunyai kebenaran dalam taraf eksklusif. Kebenaran ushul-fiqh dianggap mengada-terdapat serta spekulasi yang merancang. Tentu saja asumsi seperti itu nir selalu sahih. Meskipun begitu, pengembangan ushul-fiqh seyogyanya berusaha keras buat meyakinkan orang lain, bahwa fiqh yang diproduksinya memiliki kadar logika serta kebenaran. 

Logika serta kebenaran pada ushul-fiqh tidak berbeda dengan metoda penelitian ilmu social atau ilmu budaya. Logika permanen menjadi wahana buat mencari kebenaran. Meskipun begitu, poly sekali macam-macam logika yg digunakan buat mencapai kebenaran itu. Tetapi nir semuanya relevan bagi pengembangan ushul-fiqh. Macam-macam nalar itu diantaranya : (a) nalar formal. Logika ini berusaha mencari kebenaran dengan mencari rekanan antar muqaddimah shugra serta kubra menggunakan tujuan untuk menggeneralisasikan natijah yg terdapat pada setiap syakal (qiyas manthiqi). Logika ini tidak mampu diterapkan dalam ushul-fiqh. Lantaran ushul-fiqh tidak mengejar qiyas-qiyas manthiqi seperti itu, tetapi transferabilitas. (b) akal matematik. Logika ini pencarian kebenaran dengan mencari relasi proposisi berdasarkan kebenaran materiil seperti 3 kali 3 itu sembilan. Logika ini didukung sang rerata yg niscaya serta terukur. Andalan nalar ini merupakan adanya dalil, anggaran, dan rumus-rumus pasti. Logika semacam ini dimanfaatkan oleh statistika serta sanggup berlaku bagi penelitian ilmu social, ilmu budaya, termasuk ilmu kepercayaan yg penganut faham posistivistik. (c) Logika reflektif, yaitu cara berfikir menggunakan sangat cepat, buat mengabstraksikan serta klasifikasi. Logika ini berlangsung cepat dan sanggup memanfaatkan daya intuisi. Dalam ilmu tasawwuf, nalar ini dianggap pendekatan dzauqi yang mampu berkembang sampai laduni. (d) nalar kwalitatif, yakni pencarian kebenaran berdasarkan gambaran naratif data di lapangan atau di perpustakaan. Kwalitas kebenarannya didasarkan dalam empiris yg terdapat. (e) logika linguistik, yaitu pencarian kebenaran menurut pemakaian bahasa. Logika ini poly diminati sang penelitian al-Qur’an dan semacam penelitian yang memerlukan penafsiran. 

Dari macam-macam logika di atas, ushul-fiqh cenderung memanfaatkan logika kwalitatif serta akal linguistik. Suatu ketika akal reflektif pun dipakai juga, terutama buat membuatkan dalil metodologis seperti istihsan dan mashalih mursalah. Logika kwalitatif poly dipergunakan buat membuatkan dalil sosiologis misalnya ijma’, qaul shahabi, dan lain-lain. Sedangkan akal linguistik dipergunakan buat berbagi dalil normative, yaitu al-Qur’an dan teks al-Hadits. 

Dari segi lain, logika kwalitatif umumnya digunakan buat lingkup kebenaran yg terbatas. Artinya, kebenaran yang dicapai bukan sebuah ihwal yang berlaku universal, melainkan hanya dalam taraf local, atau kasus tertentu saja. Karena itu, kebenaran kwalitatif bersifat lebih spesifik serta nir menghendaki adanya regualitas. Oleh karena itu teks atau masalah yang dikelola memakai logika kwalitatif akan membuat kesimpulan yg berbeda-beda. Hal ini bukan berarti kebenaran semacam itu lemah, tetapi tetap memakai dalil berdasarkan realitas. Itulah suatu kenyataan yang oleh Islam disebut rahmatan lil’alamin. 

Dulu, penelitian ilmu social serta ilmu budaya diarahkan dalam pemikiran objektif serta matematis. Tetapi sehabis mereka mulai meninggalkan logika tradisi, serta ingin mencari kebenaran baru yg lebih orisinil, mereka mengejar perkembangan yang dianggap postmodernisme. Kalau perkembangan ilmu itu misalnya itu, maka akan berte-mu dengan ushul-fiqh yang kebenarannya didasarkan pada argumentasi, khayalan, serta common sense (logika sehat). 

Kebenaran pada ushul-fiqh merupakan nisbi (zhanni) dan relative (mukhtalaf fih), serta menganut hokum probabilitas (ijtihadiah). Titik tolak ushuliyun semacam itu merupakan kebenaran kreatif cerdas, dan tidak menyalahkan orang lain seperti meng-hakimi keliru, bid’ah, jumud, dan sebagainya. Tentu saja pendirian ushuliyun seperti itu tidak disetujui sang agamawan yg taat dalam kebenaran matematis.di antara mereka ada yang mengungkapkan : Allah itu satu. Nabi Muhammad itu satu, serta Al-Qur’an jua satu, maka seharusnya pemikiran Islam pun satu jua (manunggal). Padahal sulit dipungkiri bahwa kebenaran kreatif pun akan bisa mewadahi aspirasi kebenaran yang kecil-kecil, yaitu kebenaran yang jarang teradopsi oleh ilmuan yg selalu berfikir global.

Perlu dipertimbangkan, baik oleh pengikut mushawwibah atau mukhaththiah bahwa perilaku manusia (af’al al-mukallafin) merupakan unik, dan inilah yang menjadi objek pembahasan ushul-fiqh. Oleh karena itu tuntutan kebenaran serta atau objek-tivitas ushul-fiqh hendaknya dicari bukan misalnya kenyataan alam. Apabila kenyataan alam terdapat hal-hal yg secara fisik teramati, terulang, serta teratur, maka konduite insan nir selamanya berkiprah misalnya itu, bahkan selalu bias. Tingkat bias ini hanya sanggup diolah menjadi objective jika dilukiskan secara verstehen (mudah terfahami). Apabila fiqh yang diproduksi melalui ushul-fiqh tersebut dapat diterima oleh rakyat, berarti dalam ushul-fiqh tersebut terdapat kejelasan. Kejelasan inilah yang dianggap kebenaran.

Jadi jikalau kebenaran ilmuan objective lebih menyukai penerangan logis, maka ushul-fiqh menyajikan penerangan yg berisi penafsiran. Kalau kebenaran objective ingin melihat pembakuan pengamatan yang teratur, maka penglolaan ushul-fiqh bersifat humanistic yg kreatif. Dengan istilah lain kebenaran ushul-fiqh lebih menitik beratkan pada aspek humanistic humanisme. Itulah sebabnya, ushul fiqh dievaluasi unik yg memandang bahwa konduite manusia satu sama lain nir selalu sama. Dengan demikian, orang yg beropini bahwa Ushul-fiqh al-Syafi’iy itu mirip dengan Manthiq Plato atau Aristotales, itu nir sahih. Karena kebenaran Manthiq memiliki hubungan kausalitas yang jelas dan harus relasional yang memungkinkan kontrol proposisi. Sedangkan kebenaran Ushul-Fiqh ditekankan pada penafsiran logic yg kadang-kadang bercampur menggunakan bisikan hati, imajinasi, dan kreativitas. Oleh karena itu, melalui penafsiran semacam ini, Ushul-Fqh lebih bisa memasuki sisi-sisi perso-alan aturan yang berkaitan menggunakan perilaku umat (af’al al-mukallafin).

Lebih menurut itu, kebenaran ushul-fiqh bukan hal yg dibuat terdapat, tetapi harus dicari dalam konteks. Ushuliyun hanya bertugas menghimpun, mengorganisasi, mengklasifikasi, dan menglola dalil-dalil fiqhiyah buat keperluan fiqih.

Ushul-fiqh aliran Rakyu serta aliran Mutakallimin
Penerapan ushul-fiqh tak jarang direpotkan ketika ushuliyun akan menciptakan fiqh, terutama saat mencari bentuk aliran, apakah ushul-fiqh aliran rakyu atau aliran mutakallimin. Dua aliran ini, secara etimologis memang bertolak belakang. Keduanya memiliki implikasi metodologis yang tidak sinkron. Padahal keduanya sama-sama dimanfaatkan oleh imam-imam mujtahid.

Rakyu adalah genre dalam ushul-fiqh yg teori-teorinya dibangun atau disusun sesudah fiqh terbentuk. Artinya, mujtahid ini mengamati perilaku orang-orang mukallaf yang terdapat dalam masyarakat, lalu beliau memproduk fiqh secara induktif. Setelah itu disusunlah ushul-fiqh buat dasar-dasar pengembangannya, pada samping kaidah fiqhnya pula. Karena itu, uruf (tradisi), mashalih al-mursalah, dan istihsan di-ambil sebagai dasar aturan fiqh. Ushul-fiqh aliran ini digunakan oleh Mazhab Hanafi, Mazhab Maliki, dan Mu’tazilah. Dalil-dalil ini, umumnya dirumuskan menurut istiqra (penelitian) buat mencari bentuk fiqh.

Sebaliknya, bila mujtahid itu menyusun ushul-fiqh dulu, kemudian memproduki fiqh berdasarkan ushul-fiqh tadi, berati ushul fiqh ini dianggap aliran mutakallimin. Aliran ini berfikir deduktif, dengan menyesuaikan perilaku umat (af’al al-mukallafin), pada teori-teori ushul-fiqh tadi. Aliran ini dipakai diantaranya oleh Mazhab Syafi’iy, Mazhab Hanbali, Mazhab Zhahiri, serta Mazhab Syi’ah Itsna Asyariyah. Aliran ini nir mau menggunakan ‘uruf, mashalih al-mursalah, serta istihsan, karena semua dalil ini mampu bertentangan menggunakan qiyas ‘am. Aliran ini, tambahan dalil pokoknya adalah istish-hab, yaitu dalil yang memandang problem hokum, selama nir ada dalil yang mengganti maka tetap berlaku sampai sekarang serta masa depan.

Ushul fiqh contoh ini agak sempit serta seperti membatasi diri dalam syarat lapangan tertentu, terutama jika kita melihat perkembangan kehidupan yang cepat berubah. Akibatnya, teori-teori ushul-fiqh hanya terpaku pada pemahaman dasar (al-Qur’an, al-Hadits, al-Ijma’ dan al-Qiyas) dan beberapa dalil yang berorientasi ke belakang misalnya istishhab, dan syara’ man qablana. Dengan istilah lain, ada kelemahan bagi aliran ini, yaitu kurang menghargai kenyataan serta empiris. Berbeda menggunakan genre rakyu yg memakai dalil ‘uruf dan istihsan, bisa masuk ke dalam rangka (a) Ushuliyun sanggup memasak semua perseteruan yg timbul di tengah masyara-kat, menggunakan teori-teori ushul-fiqhnya. (b) Ushuliyun mampu bekerjasama langsung secara akrab menggunakan warga yang menggunakan mazhab tertentu (c) Ushuliyun bisa menguraikan latar belakang secara penuh, sehingga uraian fiqhnya bisa mengangkat dalil-dalil kulli dengan meninggalkan dalil jus’iy yang sama-sama zhanni.

2. Pendekatan Emik dan Etik
Ada dua cara pandang (pendekatan) yang saling bertolak belakang. Dua pendekatan ini diklaim pendekatan emik (fonemik) serta pendekatan etik (fonetik). Awalnya, pendekatan ini timbul menurut kata linguistik, yg dalam ilmu budaya dipopulerkan oleh Kenneth Pike. Dalam Kitab Klasik, teori ini pernah dikembangan oleh Ibn Jinni serta al-Jurjani. Menurut Ja’far Dikki, teori Ibn Jinni dan teori Al-Jurjani saling melengkapi buat menciptakan teori linguistik yang baru. Penggabungan 2 teori tadi adalah (a) Penggabungan antara studi diakronik Al-Jurjani serta singkronik Ibn Jinni adalah hal yang signifikan (b) Teori Ibn Jinni yang mengatakan bahwa bahasa tidak terbentuk seketika, namun berproses, dan teori Al-Jurjani tentang hubungan antara bahasa serta pertumbuhan pemikiran, adalah hal yang saling terkait. Dengan demikian bahasa dengan segala aturannya tumbuh serta berkembang seiring dengan pertumbuhan pemikiran manusia. Teori 2 tokoh tersebut berbagi genre linguistik Abu Ali al-Farisi, yg kateristik biasanya adalah (a) Bahasa dalam dasarnya terbetuk secara system. (b) Bahasa adalah kenyataan social dan strukturnya terkait dengan fungsi transmisi yg inheren pada bahasa tadi. (c) Adanya kesesuaian antara bahasa dan pemikiran. Dari segi lain, ahli-pakar linguistik menilik kamus Maqayis al-Lughat karya Ibn Faris. Tokoh ini meng-embangakan teori gurunya, yaitu Sa’lab yang membedakan antara kata benda sebagai subjek (ism dzat) dan kata benda sebagai sifat (ism shifat). Tampaknya, menurut teori semacam inilah muncul gagasan mengenai emik serta etik buat berbagi ilmu sosial dan ilmu budaya, dan sekarang dicoba buat menyebarkan ushul-fiqh. 

Secara epistemologis, pendekatan etik dan emik memiliki implikasi yang berbe-da. Apabila ushuliyun berusaha mengembangkan ushul-fiqh dari mazhab universal menggunakan menggunakan cara-cara yang ditentukan sebelumnya, maka cara ini, sang teori linguistik dianggap etik. Sebaliknya, jika pengembangan ushul-fiqh itu berdasar-kan mazhab regional (mazhab Syafi’iy saja misalnya) maka berarti ushuliyun sudah menyebarkan ushul-fiqh dengan pendekatan emik. Bagi ushuliyun bisa pula menggunakan keliru satu pendekatan, serta atau menggunakan keduanya. Yang krusial mereka memperhatikan konsistensi pemanfaatan keduanya, supaya nir terjadi campur aduk rata. Kedua pendekatan ini memiliki kelemahan masing-masing serta sekaligus mempunyai kekuatan tertentu. 

Menurut Marvin Harris, istilah etik dan emik akan berhubungan dengan perkara objektif dan subjektif. Etik bersifat sangat tertutup dalam hal makna, seperti prinsip objektif. Namun emik nir sanggup disejajarkan menggunakan subjektif saja tetapi sanggup juga disejajarkan menggunakan objektif serta subjektif sekali gus. Kalau teori ini diterapkan pada ushul-fiqh universal serta ushul-fiqh regional, maka bisa herbi objektif dan subjektif dalam penerapan. Artinya, apabila pada ushul-fiqh tadi ushuliyun mengo-lah dalil normative (tsk al-Qur’an serta teks al-Hadits), maka bisa menemukan objektif dan subjektif. Namun bila mereka memasak dalil metodologis misalnya istihsan maka beliau akan terjadi subjektif. Jadi perbedaan antara objektif serta subjektif dan penyebutan ushul-fiqh regional dan universal, tergantung penggunaannya. 

Jelasnya, pendekatan etik serta emik merupakan landasan norma pengembangan penelitian yg berusaha tahu tingkah laris manusia. Tingkah laku tersebut penuh menggunakan makna, lantaran di dalamnya masih ada banyak sekali symbol aksi. Begitu pula ushul-fiqh yang mengambil istilah mazhab regional serta mazhab universal, meru-pakan landasan pengembangan ushul-fiqh itu sendiri, yang berusaha tahu tingkah laris insan (af’al al-mukallafin). Tingkah laku ini penuh menggunakan makna (penilaian), karena pada dalamnya masih ada aneka macam aksi (akidah, niat, ucapan, gerakan dan perbuatan). 

Pendekatan mazhab regional serta mazhab universal pada dasarnya merefer dalam sudut pengembangan ushul fiqh itu sendiri. Apabila ushuliyun itu mendasarkan pengem-bangannya dalam mazhabnya sendiri, berarti beliau menyebarkan ushul-fiqh regional. Dan apabila beliau menggunakan sudut pandang beberapa mazhab, berarti beliau menggunakan ushul-fiqh seksama apabila dia sanggup menangkap persamaan dan perbedaan pendapat beberapa tokohnya, selanjutnya mengkategorikan serta dicari signifikasi teori secara penuh. Berarti pengambilan mazhab regional lebih memperhatikan teori yang lebih aspiratif. Sebaliknya, pemaparan ushul-fiqh universal lebih tergantung pada kejelian ushuliyun itu sendiri, dalam menampilkan suatu teori secara ilmiah.

Jika ushuliyun itu pengembangannya memilih ushul-fiqh mazhab universal, dalam akhirnya dia harus melakukan generalisasi. Pada ketika itu dia harus melakukan beberapa hal. (a) beliau harus mengelompokkan secara sistematis semua pendapat atau teori ushul-fiqh yg ada, ke pada system tunggal. (b) dia menyediakan ukuran atau kriteria buat klasifikasi setiap dalil yang menunjang teori-teori ushul-fiqhnya. (c) dia mengorganisasikan teori yg sudah diklasifikasikan ke dalam type-type eksklusif. (d) menganalisa, menemukan, serta menguraikan setiap teori (qaul) dan argumentasinya ke dalam kerangka system yg sudah dibuat, sebelum beliau mempelajari ushul-fiqh. 

Sebaliknya, pendekatan ushul-fiqh mazhab regional termasuk ushul-fiqh mazhabnya sendiri, merupakan esensi yg shahih buat kenyataan fiqh pada suatu waktu tertentu. Pendekatan ini relevan menjadi usaha buat mengungkap pola-pola fiqh menurut persepsi mazhabnya. Pendekatan ini menegaskan bahwa konsepnya ada menurut ushuliyun sendiri. Berbeda menggunakan pengembangan ushul-fiqh universal, ushuliyun berdiri di luar mazhabnya sendiri. Pendekatan pertama (regional) akan terkait dengan holistik teori mazhabnya, dan akan menekankan pada kenisbian. Pendekatan ini lebih natural dalam mereprosentasikan teori ushul-fiqh dan sejalan menggunakan konsep ushul-fiqh secara operasional. Sedangkan ushul-fiqh universal ditekankan pada perilaku mutlak. Dari satu segi, pendekatan ini kurang natural, dan sejajar dengan teori ushul-fiqh secara kognitif. 

Jika kedua pendekatan itu diperbandingkan maka akan tergambar dalam karakte-ristik sebagai berikut. 
Pendekatan ushul-fiqh regional adalah (a) Ushuliyun akan memeriksa perilaku masyarakat (af’al al-mukallafin) yang mengikuti mazhabnya sendiri. (b) Ushuliyun hanya menilik ushul-fiqh dari mazhabnya sendiri, yaitu ushul-fiqh al-Syafi’iy contohnya, yang ditulis sang beberapa tokoh mazhab itu. (c) Struktur ushul-fiqh diten-tukan sang kondisi serta situasi jama’ah yg mengamalkan fiqhnya. (d) Kriteria ushul-fiqh bersifat nisbi dan terbatas.

Sedangkan ushul-fiqh universal merupakan (a) Ushuliyun akan menilik konduite insan (af’al al-mukallafin) berdasarkan luar mazhabnya sendiri. (b) Ushuliyun akan menyelidiki ushul-fiqh dari banyak sekali mazhab serta membandingkannya satu sama lain. (c) Struktur ushul-fiqh ditentukan oleh ushuliyun itu sendiri menggunakan menciptakan konseptual. (d) Kriteria ushul-fiqh bersifat absolut, terdapat generalisasi serta berlaku universal.

Dari karakteristik seperti itu, tampak bahwa ushuliyun regional akan membuahkan dirinya sebagai bagian utuh menurut mazhab itu. Ushuliyun ini empati serta bertindak menjadi partisipan penuh. Kehadiran ushuliyun seperti ini memilih ke-berhasilan. Tentu saja subjektivitas pun tetap sulit dihindarkan. Apalagi ushuliyun tersebut pendukung mazhabnya. Jika beliau nir sanggup mengambil jeda, bisa terjadi bias. Sedangkan pengembang ushul-fiqh universal, otoritas ushuliyun sangat memilih. Kemampuan mereka menciptakan konsep yang akan diterapkan, amat menentukan keberhasilan.

3. Pendekatan Positivistis serta Naturalistis
Dulu, gagasan positivistic itu dicetuskan sang Ibn Taymia. Tetapi lantaran dia wafat pada tahanan serta buku-bukunya baru tersebar setelah lima ratus tahun, maka gagasan semacam itu mandeg, kata Nurcholis Madjid. Setelah muncul falsafat Agust Comte (1798-1875) dan goresan pena Emil Durkheim (1858-1917) banyak ilmuan yang mengambil falsafat ini sebagai pendekatan penelitian. Filsafat ini berfikir statistik serta umumnya menolak pemahaman metafisik dan teologis. Bahkan faham ini tak jarang manganggap bahwa pemahaman metafisik dan teologis terlalu primitif serta kurang rasional. Begitu pula Ibn Taymia mengembangkan pemikiran tekstualis, realistis, serta nir mendapat ta’wil. Ia pula tidak menerima berfikir teologis, terutama pemikiran Mu’tazilah dan Asy’ariyah. Dalam kitabnya, Al-Radd ‘alal Manthiqiyin, Ibn Taymia menolak berfikir falsafati yg menciptakan konsep-konsep yg tak berbentuk serta subjektif. Dalam kitab itu, goresan pena yang berfikir manthiqi misalnya konsep definisi, silogisme serta lain-lain ditolak, yg kadang-kadang dikuatkan menggunakan menampilkan dalil al-Qur’an. Terhadap pemikiran tasawwuf falsafi, misalnya pemikiran al-Hallaj, Abu Yazid al-Busthami, serta Ibn Arabi, seluruh itu berfikir subjektif dan khayalis, bahkan semua itu dievaluasi ‘kafir’. Dengan kata lain positifistik lebih berusaha ke arah mencari berita atau sebab-karena terjadinya fenomena secara objektif, terlepas dari pandangan eksklusif yang bersifat subjektif.

Dalam pandangan Durkheim, dasar pendekatan positivistic merupakan logika mate-matis yg penuh teori akal deduktif. Kevalidan karya positivisme dengan cara mengandalkan fakta empiri. Generalisasi diperoleh menurut rerata pada lapangan. Kalau konsep semacam ini diterapkan pada pemikiran Ibn Taymia, maka terdapat 2 dasar, yaitu (a) teks al-Qur’an serta teks al-Hadits dinilai sebagai pusat, dan pemahaman yang diluar teks adalah sebagai global yg gelap. Maka buat mengetahui yg gelap itu, ilmuan wajib masuk dalam tingkat hakikat, yaitu makna empirik (tektualis), bukan ta’-wil atau kinayah serta sebagianya. (b) teks nir dipandang sebagai pusat, namun sebagi satu titik berdasarkan gugusan titik yang diklaim fenomena. Karena kedudukan misalnya ini, maka teks tidak wajib mengetahui hukum (yang gelap) yg berlaku dalam dunia lebih kurang, namun yg gelap-gelap itulah yang lebih menserasikan diri dengan teks.

Biasanya, positivistic lebih menekankan pembahasan singkat dan menolak pem-bahasan yg penuh pelukisan cerita, atau ta’wil, pada kata Ibn Taymia. Karena itu, bila ushuliyun akan memakai positivistic, otomatis harus menciptakan teori-teori atau konsep dasar, kemudian diadaptasi menggunakan kondisi mazhab yg meng-amalkan ushul-fiqh itu. Ushuliyun lebih poly berfikir induktif supaya membuat sebuah verifikatif sebuah bentuk ushul-fiqh yang ingin dibangun.

Ciri-ciri positivistic dapat dilihat menurut 3 pilar keilmuan, yaitu (a) aspek ontolo-gis, positivistic menghendaki bahwa konduite insan (af’al al-mukallafin) bisa di-pelajari secara independen, bisa dieliminasikan dari subjek lain, serta dapat dikontrol. (b) secara epistemologis, yaitu upaya buat mencari generalisasi terhadap peng-amalan fiqh dalam rakyat. (c) secara aksiologis, menghendaki agar pengem-bangan ushul-fiqh bebas nilai. Artinya, ushuliyun pada menyusun ushul-fiqhnya mengejar objektivitas agar bisa ditampilkan prediksi meyakinkan yg berlaku bebas ketika dan tempat.

Positivistik berbeda dengan naturalistic yang cenderung mengungkapkan peng-amalan fiqh pada suatu loka. Paham ini ditentukan oleh teknik berfikir induktif un-tuk mermperoleh ushul-fiqh yang diambil berdasarkan pengamalan fiqh di daerah itu. Demikian ini difahami melalui analisis yg netral atau lingkungan alamiah pada mazhabnya. Dengan istilah lain, ushul-fiqh yang dipelajari menggunakan pendekatan naturalistrik adalah ushul-fiqh yang berangkat dari realita komunitas mazhab fiqh yang diamalkan oleh rakyat itu.

Posisi ushuliyun yg menyelidiki fiqh menggunakan pendekatan ini misalnya orang asing yang belum memahami gambaran ushul-fiqh yang sanggup dirumuskan berdasarkan daerah itu. Oleh karenanya, di samping beliau menyelidiki dan mengamati warga , beliau jua mengadakan pemetaan lokasi serta merekam apa yg terjadi pada mazhab itu. Ada sebagian ilmuan yang berkata bahwa ushuliyun yg menyelidiki norma-norma ushul-fiqh di suatu daerah dengan pendekatan ini sama misalnya mengguanakan metoda fenomenologi.

Selain menggunakan instrumen perilaku umat (af’al al-mukallafin), pendekatan naturalistic juga memiliki cirri, diantaranya (a) empiris umat dapat dipisahkan dari konteksnya, serta tidak selamanya mereka berada pada konteks itu. (b) penggunaan pengetahuan yang tersembunyi seperti bisikan hati, itu mampu dibenarkan, lantaran hubungan insan pun sering demikian. (c) rancangan ushul-fiqh yang dinegosiasikan merupakan krusial karena konstruksi mazhab itu akan dikonstruksi sang ushuliyun yang sedang mencari ushul-fiqh itu. (d) rumusan ushul-fiqh bersifat ideografis atau berlaku spesifik bukan bersifat nomotetis atau mencari generalisasi. Karena interpretasi yg tidak selaras akan lebih bermanfaat bagi realitas yg tidak sinkron pula, lantaran perbedaan konteksnya. (e) citra ushul-fiqh bersifat tentatis, serta belum tentu bisa digeneralisasikan.

Dari cirri-ciri tadi bisa dinyatakan bahwa penulisan ushul-fiqh dengan pen-dekatan naturalistic adalah lebih membumi. Ushul-fiqh contoh ini akan bisa memecahkan perilaku umat yang dipelajari, serta sanggup membantu keinginan tokoh-tokoh yang menyajikan Mazhab Jogja, atau Fiqh Indonesia, serta sebagainya. 

4. Pendekatan Fenomenologis 
Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa positivisme memerlukan penyusu-nan teori. Sedangkan fenomenologi justru tidak menunggu-nunggu teori bahkan alergi dengan teori. Pendekatan ini lebih menekankan rasionalisme dan realitas peng-amalan fiqh pada tengah masyarakat. Hal ini sejalan menggunakan penelitian etnografis yg menitik beratkan dalam pilihan dan pandangan pegangan mazhab setempat. Realitas merupakan lebih krusial serta mayoritas dibanding teori dan rerata. 

Fenomenologi berusaha memahami pengamalan mazhab liwat pandangan serta konduite pengamal mazhab itu. Menurut faham fenomenologi, ilmu bukanlah bebas nilai berdasarkan apa pun, tetapi memiliki interaksi dengan nilai. Aksioma fenomenologis adalah (a) fenomena ada dalam diri insan, baik selaku individu atau kelompok, selalu bersifat majmuk atau ganda yg tersusun secara kompleks. Oleh karena itu pengamalan mazhab Syafi’iy atau mazhab Hanafi atau lainnya yang tersebar pada bebe-rapa daerah, hanya bisa dipelajari secara holistic serta tidak terlepas-lepas. (b) interaksi antara ushuliyun menggunakan pengikut mazhab di daerah itu saling mempenga-ruhi, mungkin karena diskusi atau saling memberikan komentar.(c) lebih mengarah kepada kasus-masalah fiqhiyah bukan buat menggeneralisasi karangan atau materi buat ushul-fiqhnya. (d) ushuliyun akan kesulitan dalam membedakan karena serta akibat, lantaran situasi berlangsung secara simultan, (e) inkuiri terkait nilai, bukan bebas nilai, sebagaimana disebutkan pada atas.

Fenomenologi merupakan istilah generic yg merujuk pada semua pandangan ilmu social yang menganggap bahwa pencerahan insan dan makna subjektif sebagai penekanan buat memahami tindakan social. Dalam pandangan ushul-fiqh, pandangan subjektif berdasarkan pengikut mazhab yg dikembangkan ushul-fiqhnya, sangat diharapkan. Subjektivitas akan menjadi shahih bila ada proses intersubjektivitas antara ushuliyun menggunakan pengikut mazhab yang dipelajari ushul-fiqhnya itu.

Dalam pengembangan ushul-fiqh, pendekatan fenomenologi tidak dipengaruhi secara pribadi oleh filsafat fenomenologi, tetapi sang perkembangan dalam pende-finisian konsep fiqh atau ushul-fiqhnya, termasuk pendefinisian tafsir al-Qur’an atau ilmu budaya lainnya. Dalam fenomenologi, objek ilmu tidak terbatas dalam yg empirik (sensual), melainkan mencakup juga fenomena berikutnya yg terdiri berdasarkan persepsi, pemikiran, kemauan, dan keyakinan si subjek yang menuntut pendekatan holistic, menundukkan objek pengembangan ushul-fiqh pada suatu konstruksi ganda melihat objeknya pada satu konteks netral, serta bukan parsial. Karena itu pada fenomenologi lebih menggunakan tata pikir logic berdasarkan dalam sekedar linier kausal. Tujuan pengembangan ushul-fiqh dengan pendekatan fenomenologi merupakan buat menciptakan ilmu-ilmu agama, termasuk ushul-fiqh itu sendiri.

Metoda kwalitatif fenomenologi, menurut dalam empat kebenaran, yaitu kebe-naran empirik sensual, kebenaran empirik logic, kebenaran empirik etik, dan kebenar-an empirik transenden. Atas dasar cara pencapaian kebenaran ini, fenomenologi menghendaki kesatuan antara ushuliyun dengan rakyat pengamal mazhab. Keterlibatan ushuliyun dengan umat yang dikembangkan ushul-fiqhnya itu menjadi keliru satu cirri utama. 

Pendekatan fenomenologi berusaha memahami arti pengamalan fiqh serta kaitan-kaitannya terhadap orang-orang biasa dalam situasi eksklusif. Ilmuan fenomenologi nir berasumsi bahwa mereka mengetahui makna tindakan bagi orang-orang yg sedang dipejalari. Oleh karenanya inkuiri dimulai dengan membisu. Diam adalah tindakan buat menangkap pengertian sesuatu yang dipelajari. Yang ditekankan merupakan aspek subjek (pengamal fiqh) berdasarkan perilakunya. Mereka berusaha buat masuk ke global konseptual para subjek yg dipelajari sedemikian rupa, sehingga mereka mengerti apa dan bagaimana suatu pengertian yg mereka kembangkan di lebih kurang peristiwa pada kehidupannya sehari-hari. 

Mulanya ilmuan tahu berdasarkan pengakuan masyarakatnya, bahwa mereka pengamal fiqh Syafi’iy, dari segi ibadah, mu’amalah, mawarits, munakahat, serta sebagainya. Tetapi ilmuan tahu pula bahwa mazhab al-Syafi’iy didukung sang banyak komentator (ash-hab) terhadap ushul-fiqhnya, sehingga terjadi antara satu konsep dengan konsep lainnya tidak sama. Maka ilmuan fenomenologi ingin mengetahui praktek pengamalan fiqh, dikaitkan menggunakan pola kehidupan bermazhabnya. 

Penekanan ilmuan fenomenologi adalah pada aspek subjektif menurut pengamal fiqh. Ushuliyun berusaha masuk ke pada global subjek yang dipelajarinya, sebagai akibatnya ushuliyun mengerti apa serta bagaimana satu konsep yang dikembangkan. Pengamal fiqh dipercayai mempunyai kemampuan untuk menfsirkan pengamalannya melalui interaksi. Ushuliyun fenomenologis tidak menggarap data secara mentah. Dia cukup pintar menggunakan cara memberikan “tekanan” dalam pengamal fiqh buat menaruh makna dalam tindakan fiqihnya, tanpa mengabaikan empiris.

Demikian bisa difahami, karena kata fenomenologi itu berkaitan dengan suatu persepsi, yaitu kesadaran. Fenomenologi akan berupaya mendeskripsikan fenomena pencerahan serta bagaimana fenomena itu tersusun. Dengan adanya pencerahan ini, nir mengherankan apabila ushuliyun serta pengamal fiqh mempunyai kesadaran eksklusif terhdap pengamalannya masing-masing. Pengamalan yang ditentukan oleh kesadaran itu, pada saatnya akan memunculkan permasalahan baru dan pada antaranya akan terkait menggunakan pola-pola pengamalan fiqh itu tadi.

Perkembangan pencerahan yg diketahui oleh ushuliyun yang memakai fenomenologi akan dihadapkan dalam sejumlah pertarungan fiqh dan ushul-fiqhnya. Paling tidak ada 3 permasalahan pokok, yaitu (a) Ketidak samaan data yang dihimpun sang ushuliyun, karena disparitas minat di kalangan mereka terhadap perilaku suatu mazhab di daerah yg sama (b) Masalah sifat data itu sendiri. Artinya seberapa jauh data tersebut bisa diperbandingkan, atau seberapa jauh data tersebut benar-benar bisa melukiskan tanda-tanda yg sama dari pengamal mazhab yang tidak sinkron (c) Menyangkut perkara penjabaran data yg pada antara ushuliyun masih tidak selaras kriterianya.

Melihat 3 hal tersebut, studi fenomenologi mampu dibantu menggunakan pendekatan etno-sains sebagai keliru satu alternatif. Pendekatan ini dicermati lebih fenomenologis karena menggunakan menerapkan model linguistik yang dikenal menggunakan deskripsi secara etik serta emik, pemaknaan ushul fiqh menjadi lebih lengkap. Dengan cara ini pende-finisian ushul-fiqh adalah akumulasi menurut system wangsit, pada istilah “makna” yg diberikan sang pendukung mazhab pun turut diperhitungkan.

Pendekatan fenomenologi, ada yg mengkritik lagi dan diarahkan pada penglo-laan secara etnografis. Pendekatan ini mengkritik pandangan empirisisme radikal, naturalisme, serta fenomenologi murni. Kalau pendekatan ini diterapkan dalam ushul-fiqh, maka (a) Persyaratan ‘illat (alasan hokum) dari Hanafiyah harus berjangka luas, sampai memungkinkan buat dijadikan dasar qiyas. Menurut Syafi’iyah ‘illat jangkauannya terbatas, lantaran aturan itu mengikuti ‘illat. Sedangkan berdasarkan teori etnografis, bahwa ‘illat yg dirasakan sang pengikut Mazhab Syafi’iy misalnya, belum tentu sejalan menggunakan konsep ‘illat yg dirumuskan sang Ushulyun Syafi’iy yang menyusun ushul-fiqhnya. (b) Mengembangkan ushul-fiqh fenomenologis yang memperhatikan ‘global moral lokal’ terhadap masalah ekologi yang mengkaji situasi serta lingkungan. Situasi dan lingkungan merupakan bagian dari hidup insan (af’al al-mukallafin) yg akan menciptakan serta dibentuk sang lingkungan setempat serta atau oleh budaya keagamaan setempat. (c) Arahan baru ushul-fiqh diarahkan dalam fisik, karena subjektivitas merupakan kehidupan fisik di global, bahkan sikap simpati serta empati merupakan sifat dasar kehidupan fisik jua. Karena itu, pemahaman fenomenologi perlu mendasarkan fisik ini. Lantaran fisik merupakan aspek primordial berdasarkan sebjek-tivitas manusia sebagai makhluk social. (d) Ushul-fiqh yg diarahkan pada histeo-grafi, yaitu memandang kenyataan dalam kaitannya pada kehidupan serta sejarah.

Demikian pengembangan ushul-fiqh, sebenarnya masih mampu dicapai lagi menggunakan pendekatan yang lain, seperti pendekatan praktek, dan pendekatan emansipatoris. Meskipun begitu, pendekatan-pendekatan yang telah disajikan di atas, telah mencukupi buat menyebarkan ushul-fiqh kita. Wallahu a’lam.