Pengertian, Teori Analisis Transaksional
1. Pandangan Sifat Manusia
AT berakar dalam suatu filsafah yg antideterministik dan menekankan bahwa manusia mampu melampaui pengkondisian dan pemrograman awal. Tidak hanya itu, AT pula berpijak pada perkiraan-perkiraan bahwa orang-orang bisa memahami putusan-putusan masa lampaunya serta bahwa orang-orang mampu memilih buat tetapkan ulang.
Pandangan mengenai insan ini memiliki implikasi-akibat konkret bagi praktek AT. Konselor tidak menerima perkataan-perkatan “Saya coba”, “Saya nir sanggup membantunya”, dan “Jangan menyalahkan aku , karena aku udik”. Dengan premis dasar bahwa bahwa praktek terapeutik AT nir bisa menerima alasan logika-akalan atau penolakan terhadap kewajiban. Holland (1973) mengajukan komentarnya bahwa “seorang konselor yg dengan cepat serta kasar menolak buat mendapat penolakan kewajiban seseorang calon konseli nir akan memproleh orang itu menjadi konselinya, kecuali apabila konseli itu benar-benar-benar-benar berjanji buat berubah.
Oleh karenanya, apabila para konseli tidak diperbolehkan tetap dalam gaya menghindari kewajibanya pada hubungan terapeutik, maka terdapat kesempatan yang baik bagi mereka buat menemukan kekuatan-kekuatan internal dan kesanggupanya untuk memakai kebebasan pada merancang ulang kehidupannya sendiri menggunakan cara-cara yang baru serta efektif
2. Perwakilan-Perwakilan Ego
AT adalah suatu sistem konseling yang berlandaskan teori kepribadian yg mengunakan 3 pola tingkah laris atau perwakilan ego yg terpisah yaitu Orang Tua, Orang Dewasa, dan Anak.
Ego Orang Tua merupakan bagian berdasarkan kepribadian yg merupakan introyeksi dari orang tua atau berdasarkan substitute orang tua. Apabila ego orang tua itu dialami balik oleh kita, maka apa yg dibayangkan sang kita merupakan perasaan-perasaan orang tua kita dalam suatu situasi. Ego Orang Tua berisi perintah-perintah “harus” serta “semestinya”.
Ego Orang Dewasa adalah pengolah data serta fakta. Ia adalah bagian objektif berdasarkan kepribadian, dia pula nir emosional serta tidak menghakimi tetapi menangani warta-warta dan fenomena eksternal.
Ego Anak berisi perasaan-perasaan, dorongan-dorongan, dan tindakan-tindakan impulsif. Anak yang terdapat dalam diri kita sanggup berupa “Anak Alamiah”, “Profesor Cilik”, dan “Anak yg Disesuaikan”. Ia merupakan bagian berdasarkan ego anak yang intiutif, bagian yang bermain diatas firasat-firasat. Anak disesuaikan terhadap apa yang didapatkan tergantung berdasarkan pengalaman-pengalaman teraumatik, tuntutan, latihan dan ketetapan-ketetapan tentang bagaimana memproleh belaian.
3. Skenario-Skenario Kehidupan serta Posisi-Posisi Psikologi Dasar
Skenario-skenario kehidupan adalah ajaran-ajaran orang tua yang kita pelajari serta putusan-putusan awal yg dibuat oleh kita menjadi anak,selanjutnya dibawa oleh kita sebagai orang dewasa.
Perintah-perintah orang tua adalah bagian berdasarkan skenario kehidupan kita yang mencangkup “wajib ”, “semestinya”, “lakukan”, “jangan lakukan”, serta pengharapan-pengharapan orang tua. Berkaitan menggunakan perintah-perintah orang tua tadi terdapat 4 konsep dalam AT mengenai empat posisi dasar dalam hayati: (1) “Saya Ok” – “Kamu Ok”, (2) “Saya OK” – “Kamu Tidak OK”, (3) “Saya Tidak Ok” – “ Kamu OK”, dan (4) “Saya Tidak OK” – “Kamu OK”. Masing-masing posisi itu berlandaskan putusan-putusan yg dibentuk orang menjadi output berdasarkan pengalaman dini dimasa kanak-kanak. Posisi sehat adalah posisi dengan perasaan sebagai pemenang atau posisi Saya OK – Kamu OK. Dalam posisi tersebut 2 orang merasa seperti pemenang serta mampu menjalin interaksi eksklusif yg terbuka. Saya OK – Kamu Tidak OK merupakan posisi orang-orang yang memproyeksikan massalah-masalahnya kepada orang lain dan mempermasalahkan orang lain. Ia adalah posisi yg sombong yg menjauhkan seorang berdasarkan orang lain dan mempertahankan seseorang pada penyingkiran diri. Saya Tidak OK – Kamu OK adalah posisi orang yang mengalami depresi yg merasa tidak kuasa dibanding menggunakan orang lain, dan yg cenderung menarik diri atau lebih senang memenuhi cita-cita orang lain ketimbang asa sendiri. Saya Tidak OK – Kamu Tidak OK merupakan posisi orang-orang yang menyingkirkan semua asa, yang kehilangan minat hidup, dan melihat hayati menjadi tidak mengandung asa.
4. Kebutuhan Manusia Akan Belaian
Semua orang butuh belaian, baik secara fisik juga emosional. Tidak hanya manusia, fauna pula membutuhkan belaian, apabila kebutuhan akan belaian itu tidak terpenuhi, maka menyebabkan seseorang nir berkembang secara sehat, baik emosional maupun fisikal. Oleh karena itu AT memberikan perhatian dalam bagaimana orang-orang menyusun waktunya pada bisnis memperoleh belaian.
Belaian yang positif merupakan esensial bagi perkembangan langsung yang sehat secara psikologis menggunakan perasaan OK. Apabila belaian yang kita terima itu otentik dan bersumber dalam posisi Saya OK – Kamu Ok, kita akan terpelihara dengan baik. Belaian-belaian yang positif, yang bisa berbentuk ungkapan-ungkapan afeksi atau penghargaan, bisa disalurkan melalui kata-istilah, elusan, pandangan atau mimik muka.
Belaian yg negatif oleh orang tua mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan anak. Belaian negatif berbentuk pesan-pesan (ekspresi serta nonverbal) yg merampas kehormatan dan meyebabkan seseorang merasa dikesampingkan dan tidak berarti, ini yang mengirimkan pesan “Kamu Tidak OK”, menyangkut pengecilan, penghinaan,pencemoohan, dan sebagainya. Menurut Berne (1961. 1964) serta Harris (1967), terdapat enam transaksi yang mampu muncul pada antara orang-orang, yakni penarikan diri, upacara-upacara, kegiatan-aktivitas, hiburan-hiburan, permainan-permaian dan keakraban. Teori AT menekankan bahwa insan mempunyai kebutuhan buat mengadakan interaksi dalam bentuk yang terbaik melalui keakraban. Harris (1967) “ hubungan yang akrab berlandaskan penerimaan posisi Saya OK – Kamu OK pada kedua belah pihak.
5. Permainan-Permaianan yang Kita Mainkan
AT mengajari orang bagian mana dari perwakilan ego yg dimiliki yang sebaiknya digunakan untuk membuat putusan-putusan krusial bagi kehidupannya. Dengan memakai prinsip AT orang sanggup sadar akan jenis belaian yg diperolehnya serta mereka mampu merubah respon-respon belain dari negatif ke positif. Salah satu sasaran AT adalah membantu orang-orang agar tahu sifat transaksi-transaksi mereka dengan orang lain sehingga mereka sanggup merespon orang lain secara langsung menyeluruh dan akrab. AT memandang permainan menjadi penukaran belaian yg mengakibatakan berlarut-larutnya perasaan-perasaan tidak lezat . Permaian-permaian yang generik meliputi “ Saya yg malang”, “ Pahlawan”, “Ya. Tapi”, “ apabila bukan buat kamu”, “ lihat apa yg kamu lakukan sebagai akibatnya saya berbuat”, “ Terganggu”, dan “ Si Tolol”. Masalah yang timbul sang permaian itu ialah motif yg tersembunyi tetap terpendam serta para pemain memperoleh perasaan nir OK.
Segitiga Drama Karpman, bisa digunakan buat membantu orang-orang tahu permainan-permaian.pada segitiga terdapat seorang “Penuntut”, seorang “Penyelamat” dan seorang “Korban”.
6. Tujuan-Tujuan Konseling
Tujuan dasar Analisis Transaksional adalah membantu konseli dalam membuat putusan-putusan baru yang menyangkut tingkah lakunya sekarang serta arah hudupnya. Sasaran merupakan mendorong konseli menyadari bahwa kebebasan dirinya pada memilih telah dibatasi sang putusan-putusan dini mengenai posisi hidupnya dan sang pilihan terhadap cara-cara hidup.
Harris (1967) menyatakan bahwa “Tujuan anugerah treatment adalah menyembuhkan tanda-tanda yang muncul, serta metode treatment adalah membebaskan Ego Orang Dewasa sebagai akibatnya mengalami kebebasan menentukan dan pencitaan pilihan-pilihan baru diatas dan diseberang imbas-efek masa lampau yg membatasi.
Berne (1964) menyatakan bahwa tujuan primer AT adalah pencapain swatantra yg diwujudkan oleh penemuan pulang tiga karakteristik yaitu kesadaran, spontanitas, serta keakraban.
Sama dengan Berne, James dan Jongeward (1971) melihat pencapain otonomi menjadi tujuan utama AT, yg bagi mereka berarti mengatur diri, menentukan nasib sendiri, memikul tanggung jawab atas tindakan-tindakan serta perasaan-perasaan tersendiri. Mereka menyimpulkan tujuan sebagai eksklusif yang sehat menjadi berikut “Jalan manusia yg etis yg secara otonom sadar, impulsif, dan bisa menjadi akrab tidak selalu gampang.
7. Fungsi dan Peran Konselor
Harris (1967) melihat kiprah konselor sebagai “seorang pengajar, pelatih, dan narasumber menggunakan penekanan kuat dalam keterlibatan” (h.239). Konselor membantu konseli pada menemukan kondisi-kondisi masa lampau yg merugikan yg menciptakan konseli membuat putusan-putusan dini eksklusif. Memungut rencana-rencana hayati, dam mengembangkan taktik-staregi yang sudah dipakai pada menghadapi orang lain yang sekarang barang kali ingin dipertimbangkannya.
Claude Steiner menekankan pentingnya hubungan yg setaraf antara konselor dan konseli dan menampakan pada kontrak konseling menjadi bukti bahwa konselor serta konseli merupakan pasangan dalam proses-proses konseling. Tugas konselor merupakan mengunakan pengetahuannya buat menunjang konseli pada interaksi suatu kontrak spesifik yang jelas, yang diprakarsai sang konseli.
8. Pengalamam Konseli Dalam Konseling
Salah satu persyaratan dasar buat sebagai konseli AT merupakan mempunyai kesanggupan dan kesediaan untuk memahami serta menerima suatu kontrak konseling. Kontrak treatment berisi suatu pernyataan yang spesifik serta nyata tentang sasaran-sasaran yang hendak dicapai sang konseli serta kriteria buat menentukan bagaimana serta kapan sasaran itu dicapai secara efektif. Ini berarti bahwa konselor tidak akan mencari liputan menurut riwayat hidup konseli secara tidak sah. Konseli tahu buat apa dia tiba kekonselor serta, saat kontrak habis, hubungannya diakhiri kecuali menciptakan hubungan baru.
9. Hubungan Antara Konselor serta Konseli
Pendekatan kontrak dengan jelas menyiratkan suatu tanggung jawab bersama. Dengan mengembangkan tanggung jawab dengan konselor, konseli sebagai rekan pada treatment-nya. Konselor tidak melakukan sesuatu pada konseli ad interim konseli itu sendiri berlaku pasif ; akan tetapi baik konseli juga konselor aktif dalam hubungan itu. Keduanya memiliki pemahaman yang sama mengenai situasi yg dihadapi. Ini berarti konseli nir dipaksa buat menyingkapkan hal-hal yang dipilihnya buat tidak disingkapkan. Harris (1967) “Penerapan konseling Analisis Transaksional melalui pembentukan interaksi kontraktual mempunyai imbas mengangkat pasien pada status sebagai rekan konselor. Istilah ‘pasien’ serta ‘konselor’ selanjutnya berfungsi buat menyatakan peran-kiprah yg tidak sama pada interaksi terapeutik alih-alih menerangkan disparitas-perbedaan dalm nilai, status, atau bentuk-bentuk kehomatan lainnya” (h. 384)
10. Teknik-Teknik serta Prosedur-Prosedur Terapeutik
Mereka menjadi paham atas struktur serta fungsi kepribadian mereka sendiri dan belajar bagaimana bertransaksi dengan orang lain. Harris ( 1967 ) sepakat bahwa “ treatment atas individu-individu dalam grup merupakan metode memilih sang analisis-analisis transaksional” ( h. 234 ) beliau memandang fase permulaan grup AT sebagai suatu proses mengajar dan belajar serta meletakkan kepentingannya pada peran didaktik konselor gerombolan sebagaimana dinyatakannya. “ lantaran karakter yg essensial dari kelompok merupakan unsur mengajar, belajar dan menganalisisnya. Maka keefektifan AT bertumpu dalam semangat dan kemampuannya sebagai guru serta kesiagaannya dalam mengikuti setiap komunikasi atau isyarat pada grup baik lisan juga non mulut”.
11. Prosedur-Prosedur Terapeutik
Dalam praktek AT, teknik-teknik dari berbagai asal, terutama menurut konseling Gestalt digunakan. Sebenarnyya ada prosedur-prosedur yang menyaksikan yg didapatkan menurut perkawinan antara Analisis Transaksional dengan konseling Gestal. James dan Jongeward (1971) menggabungkan konsep-konsep serta proses-proses AT menggunakan eksperiment-eksperiment Gestalt, serta dengan pendekatan adonan itu, dia mendemonstrasikan peluang yang lebih akbar untuk mencapi kesadaran diri dan otonomi.
Sebagian akbar metode dan proses terapeutik AT ini sanggup ditetapkan dalam konseling individual juga pada konseling gerombolan . Bagaimana, seperti yg disinggung pada atas,meskipun bisa dijalankan secara efektif diatas landasan pribadi-ke-eksklusif, grup,merupakan sarana yang krusial bagi perubahan pendidikan serta terapeutik pada praktek AT.
12. Analisis struktural
Analisis struktural merupakan alat yang sanggup membantu konseli agar sebagai sadar atas isi serta fungsi ego Orang Tua, ego Orang Dewasa, serta ego Anaknya. Analisis struktural membantu kllien pada mengubah pola-pola yang dirasakan menghambat. Dua tipe masalah yangberkaitan menggunakan struktur kepribadian mampu diselidiki menggunakan analisis struktural: pencemaran serta penyisihan. Pencemaran terjadi jika isi perwakilan ego yg satu bercampur menggunakan isi perwakilan ego yg lainnya.
Ego Orang Tua yg kontinu menyisihkan ego Orang Dewasa, dan ego anak sanggup ditemukan pada orang yang begitu terikat pada tugas serta berorientasi dalam pekerjaan, namun tugas serta pekerjaan itu nir mampu dilaksanakannya. Orang semacam ini sanggup bersifat menghalimi, moralitas, serta menuntut terhadap oranglain. Dia sering bertindak menggunakan cara yg mendoninasi serta otoriter. Ego anak yg knstan menyisihkan ego Orang Dewasa dan ego Orang Tua dan, dalam ujungnya merupakan sosiopat tanpa nurani. Orang yang berorientasi terutama dari ego Anak yang kontinu ini terus menerus bersifat kekanak-kanakan orang yg menolak buat flora. Dia nir bisa berpikir dan memutuskan sendiri, serta selalu berusaha mempertahankan keberuntungannya buat menghindari tanggung jawab atas tingkah lakunya sendiri, serta berusaha menemukan orang lain yg bisa memeliharanya. Ego Orang Dewasa yang konstan yg menyisihkan ego Orang Tua serta ego Anak ditemukan dalam orang yang objektif, yakni yang terus-menerus terlibat dan berurusan dengann kabar-berita.
13. Metode-Metode Didaktik
Karena AT menekankan domain kognitif, proseedur-prosedur belajar mengajar menjadi prosedur-mekanisme dasar bagi AT. Para anggota grup-gerombolan AT diharapkan sepenuhnya mengenal analisis structural dengan menguasai landasan-landasan perwakilan-perwakilan ego. Yang pula dianjurkan pada para grup AT merupakan berpartisipasi pada bengkel-bengkel kerja khusus, konfrensi-konfrensi, serta pendidikan-pendidikan yg berkaitan menggunakan AT.
14. Analisis Transaksional
Analisis transaksional dalam dasarnya adalah suatu penjabaran atas apa yang dilakukan serta dikatakan sang orang-orang terhadap satu sama lain. Apapun yg terjadi diantara orang-orang melibatkan satu transaksi diantara perwakilan ego mereka. Ketika pesan-pesan disampaikan, diharapkan terdapat respon. Ada 3 tipe transaksi: komplementer, menyilang, serta terselubung. Transaksi komplementer terjadi suatu pesan yg disampaikan oleh suatu perwakilan ego seseorang memperoleh respons yg diperkirakan berdasarkan perwakilanego seseorang yg lainnya. Transaksi menyilang terjadi jika respons yang tidak diharapkan diberikan kepada suatu pesan yang disampaikan oleh seorang. Transaksi terselubung yang merupakan suatu transaksi yg kompleks, terjadi jika lebih menurut satu perwakilan ego terlibat serta seseorang mengungkapkan pesan terselubung pada seorang yg lain.
Suami membicarakan suatu pesan terselubung yg bisa didenger sang istri menjadi (a) Mari kita pergi keluar dan bermain di atas salju(Anak-Anak), atau (b) Bertanggung jawab Dan selesaikan pekerjaan kita (Orang Tua-Orang Tua)
15. Kursi Kosong
“Kursi kosong” merupakan suatu mekanisme yg sinkron dengan analisis struktural. Konseli diminta buat membayangkan bahwa seorang tengah duduk disebuah kursi dihadapannya dan mengajaknya berdialog. Prosedur ini memberikan kesempatan kepada konseli buat menyatakan pikiran-pikiran, perasaan-perasaan, serta sikap-sikapnya selama dia menjalankan kiprah-peran perwakilan-perwakilan egonya. Teknik kursi kosong bisa digunakan sang orang-orang yang mengalami perseteruan-konflik internal yang hebat guna memproleh upaya pemecahan.
McNeel (1976) menguraikan teknik dua kursi sebagai alat yang efektif buat membantu konseli pada memecahkan perseteruan dimasa lampau dengan orang tua atau orang lain pada lingkungan beliau dibesarkan. McNeel menyajikan pedoman-pedoman buat mengamati kasus-kasus dalam teknik 2-kursi dan menganjurkan penggunaan “peninggi-peninggi” buat memperjelas perkara-kasus yang tersangkut.
16. Permainan Peran
Prosedur-mekanisme AT pula sanggup digabungkan dengan teknik-teknik psikodrama serta permainan kiprah. Dalam konseling gerombolan , situasi-situasi permainan peran mampu melihatkan para anggota lain. Seorang anggota gerombolan memainkan peranan menjadi perwakilan ego yang menjadi sumber kasus bagi seorang anggota lainnya, dan dia berbicara pada anggota tersebut. Para anggota yg lain pun sanggup mampu “menjalankan permainan kiprah serupa dan boleh mencobanya di luar pertemuan konseling. Bentuk permainan yang lainnya adalah permainan menonjolkan gaya-gaya yang khas berdasarkan ego Orang Tua yang Konstan, ego Orang Dewasa yang Konstan, dan ego Anak yg kontinu, atau permainan-permainan eksklusif agar memungkinkan konseli memproleh umpan balik tentang tingkah laris kini pada kelompok.
17. Pencontohan Keluarga
Pencontohan famili, suatu pendekatan lain buat bekerja menggunakan struktural, terutama bermanfaat bagi penanganan Orang Tua yg Konstan, Orang Dewasa yang Konstan, atau Anak yang Konstan. Konseli diminta buat membayangkan suatu adegan yang melibatkan sebesar mungkin orang yg berpengaruh dimasa lampau, termasuk dirinya sendiri. Konseli menjadi pengarah adegan, produser, serta aktor. Dia memutuskan situasi dan memakai para anggota grup menjadi pemeran-pemeran para anggota famili serta tetapkan mereka pada situasi yang dibayangkan. Diskusi, tindakan, serta evaluasi selanjutnya mampu menaikkan kesadaran tentang situasi yg spesifik dan makna-makna eksklusif yg masih berlaku dalam konseli.
18. Analisis Upacara, Hiburan, serta Permainan
Analisis transaksi-transaksi mencakup sosialisasi terhadap upacara-upacara (ritual-ritual), hiburan-hiburan, serta permainan-permainan yg digunakan dalam menyusun waktunya. Penyusunan saat merupakan bahan yang penting bagi diskusi dan inspeksi karena dia merefleksikan putusan-putusan mengenai bagaimana menjalankan transaksi dengan orang lain dan memperoleh belaian. Orang yang menyusun waktunya terutama menggunakan upacara-upacara dan hiburan-hiburan boleh jadi mengalami kekurangan belaian serta karenanya beliau kekurangan keakraban pada transaksinya dengan orang lain. Lantaran transaksi-transaksi ritual dan hiburan memiliki nilai belaian yg rendah, maka transaksi sosial yang dilakukan oleh orang itu sanggup mengakibatkan keluhan-keluhan misalnya kehampaan, kejenuhan, kekurangan gairah, merasa tidak dicintai, serta rasa tidak bermakna.
19. Analisis Permainan dan Ketegangan
Analisis permainan-permainan dan ketegangan-keteganangan bagi pemahaman sifat transaksi-transaksi bagi orang lain. Berne, menjabarkan permainan sebagai rangkaian transaksi terselubung komplementer yang terus berlangsung menuju hasil yg didenifisikan menggunakan baik dan dapat diprakirakan. Belajar buat tahu “penipuan” sang seseorang dan bagaiman kaitan penipuan itu dengan permainan-permainan, putusan-putusan, serta skenario-skenario pada konseling AT.
Penipuan terdiri atas kumpulan aneka macam perasaan buat dipakai sebagai pembenar bagi skenario kehidupan. Orang sanggup berbagi “penipuan marah”, “penipuan sakit hati”, “penipuan rasa berdosa”, atau “penipuan depresi”. Penipuan merupakan suatu perasaan nir enak yang sudah lama dikenal, sama halnya dengan perasaan-perasaan menyesal, berdosa, takut, terluka, serta tidak memadai.
Penipuan melibatkan “deretan cirri khas” yang nantinya ditukarkan dengan hibah psikologis. Orang mengumpulkan perasaan-perasaan antik (pengumpulan karakteristik spesial ) dengan memanipulasi orang lain untuk menciptakan dirinya merasa ditolak, marah, stress, diabaikan, berdosa, dan sebagainya. Orang itu mengajak orang lain untuk memainkan peran tertentu.
Apabila seorang memanipulasi orang lain buat mengalami pulang dan mengumpulkan perasaan-perasaan lamanya, dia mengumpulkan perasaan-perasaan nir lezat , dan penipuannya pun terdiri atas kumpulan seperti itu. Penipuan sama pentingnya dengan permainan-permainan dalam memanipulasi oranglain lantaran penipuan itu adalah metode primer bagi seorang buat menyembunyikan dirinya dari dunia nyata. Dibutuhkan seorang konselor yg pakar untuk membedakan kemarahan, kesedihan, dan ketakutan yang digunakan menjadi penipuan, dengan ungkapan-ungkapan emosi yang jujur.
20. Analisis Skenario
Skenario kehidupan atau planning seumur hayati yg berlandaskan serangkaian putusan serta adaptasi sangat seperti dengan pementasan sandiwara. Orang mengalami peristiwa-peristiwa hidup eksklusif, mendapat dan memeriksa kiprah-peran eksklusif, mengulang-ulang dan menampilkan kiprah-peran itu sinkron skenario. Ada casting tabiat, adegan-adegan, dialog-obrolan, dan aksi-aksi yg menuju kepada akhir cerita. Skenario kehidupan psikologis, menggariskan kemana seorang akan menuju pada hidupnya, serta apa yang akan dilakukannya setibanya ditempat tujuan.
Pembuatan skenario mula-mula terjadi secara non lisan dalam masa kanak-kanak melalui pesan-pesan berdasarkan orangtua. Selanjutnya, pembentukan skenario berjalan melalui cara-cara langsung maupun tidak eksklusif misalnya, dalam sebuah famili seorang anak boleh jadi menangkap pesan-pesan menurut orangtua. Karena skenario kehidupan seorang membentuk inti bukti diri serta nasib pribadinya, maka pengalaman-penglaman sanggup mengarahkan seseorang itu kepada kesimpulan.
Analisis skenario merupakan bagian dari proses terapeutik yang memungkinkan pola hidup yg diikuti oleh individu mampu dikenali beliau bisa menunjukkan kepada individu proses yang dijalaninya pada memperolah skenario dan cara-caranya membenarkan tindakan-tindakan yg tertera pada skenario. Analisis skenario membuka alternatif-alternatif baru yang menjadikan orang sanggup menentukan sebagai akibatnya ia nir lagi merasa dipaksa memainkan permainan-permainan mengumpulkan perasaan-perasaan buat membenarkan tindakan yang melaksanakan dari plot skenario. Holland menyatakan bahwa swatantra serta keakraban sanggup menggantikan skenario dan permainan-permainan melalui analisis skenario dan permainan : “Satu-satunya alternatif yg menarik bagi kehidupan memainkan permainan serta skenario kehidupan yang mendorong penipuan merupakan hidup pada pola kehidupan otonom yg dipilih sendiri, yang bisa diubah menjadi pola yang lebih menarik serta sewaktu-waktu, menaruh ganjaran mencakup kemungkinan menjalin keakrababan sejati dengan orang lain. Itu merupakan cara lain yang sang analisis skenario serta permainan dimungkinkan, karena analisis itu menyajikan kemungkinan pada pasien buat membongkar pola hidup yg dikenalnya namun tidak memuaskan, guna menempatkan pola yang lebih baru serta lebih menarik ”(H.398).
Melalui penggabungan AT, konseling gestal, serta modifikasi tingkah laku . Goulding dan Goulding menemukan bahwa para konseli mampu berubah tanpa memerlukan analisis bertahun-tahun. Mereka menekankan konsep putusan-putusan ulang menggunakan menantang para konseli buat menyadari anggapan bahwa skenario-skenario itu ditanamkam kedalam kepala mereka adalah suatu mitos. Goulding serta goulding memberitahuakn apabila para konseli mempersepsi diri mereka merupakan pembuat putusan putusan tertentu, maka mereka juga akan memakai kekuatan mereka sendiri buat mengganti putusan-putusan dini. Dengan perkataan lain, para konseli memutuskan buat menyingkirkan diri, nir memberikan kepercayaan , atau kekanak-kanakan, serta para konseli itu jua yg mengubah semua putusannya itu melalui putusan-putusan ulang. Pengambilan putusan-putusan ulang didukung sang penggarapan disini serta sekarang serta menggunakan menghindari pembicaraan tentang masa lampau.