CARA MENJADI PRIBADI MENYENANGKAN & DISUKAI BANYAK ORANG

Cara menjadi pribadi yg menyenangkan - Hidup akan sebagai lebih bermakna waktu kita sebagai langsung yg menyenangkan dan disukai oleh poly orang benar bukan? Menjadi orang yang populer atau memiliki popularitas mungkin mampu anda dapatkan dengan gampang. Anda berprestasi, selalu kampiun lomba dikampus, sebagai trending topik di media umum bahkan berkelakuan jelek sanggup saja menjadi terkenal seperi merampok bank, mencuri, korupsi dijamin anda akan dikenal poly orang hehehehehe.......
Tetapi dikenal orang banyak atau sebagai terkenal belum tentu disukai banyak orang. Buat apa berprestasi, terkenal, sebagai orang penting yang dikenal poly orang namun banyak orang juga nir menyukai anda. Disukai banyak orang serta mempunyai poly sahabat sebenarnya praktis: alwaysbehave. Mau punya tampang oke atausegudang prestasi, jikalau gak bisa menjaga perilakudi hadapan orang lain, itu semua percuma.

Selalu berperilaku baik dimanapun anda berada baik pada kantor, pada lokasi kerja, dirumah, pada kampus atau sekolah dimasyarakat pasti anda akan populer serta disukai banyak orang. Hal ini akan membantu membangun interaksi yang lebih kuat, sehat, harmonis menggunakan famili, sahabat, rekan dan warga secara umum. Nah bila anda disukai oleh poly orang maka hal ini mengambarkan bahwa anda adalah pribadi yang menyenangkan.
Hidup hanya sekali serta terbatas jadi buatlah hayati anda sebagai lebih menyenangkan dengan memiliki poly sahabat, sahabat dan orang orang yang menyukai anda lantaran anda adalah langsung yang menyenangkan. Nah berikut merupakan beberapa tips yang sanggup anda lakukan buat menciptakan diri anda sebagai pribadi yg menyenangkan dan disukai sang poly orang:
Lebih poly mendengar daripada banyak bicara
Orang yg poly bicara umumnya zonk,.. Seperti dikutip menurut situs Entrepeneur kebanyakan orang yg suka menggunakan banyak bicara (membual) lebih mungkin untuk berlaku arogan, egois, penggosip, suka berbohong dan pemalas. Mungkin terdapat benarnya jua, coba deh anda perhatikan orang orang disekitar anda yg senang atau terlalu poly bicara? Nah apakah dengan karakteristik karakteristik diatas akan membuat anda disukai banyak orang? Tentu jawabannya sangat kentara yaitu TIDAK! Baca pula pembicaraan yang disukai wanita.
Daripada sibuk berkomentar, berbicara terlalu poly, sok tahu, menggosip sesekali cobalah buat buat mendengarkan orang lain atau setidaknya diam. Jagalah kata-kata dan ucapan yg keluar menurut mulutmu. Tips supaya anda nir erlalu banyak bicara hal yg nir bermanfaat adalah walau lidah terasa gatal, jangan sebutkan seluruh hal yang melintas di kepala. Sesungguhnya terdapat warta konkret yg wajib anda terima: Tidak semua orang pada kurang lebih anda pengen dengar semua hal yang anda pikirkan.
Perbanyak mendengar hal hal yg bermanfaat menciptakan anda akan semakin berwawasan, menggunakan mendengar jua anda akan melihat segala hal nir hanya dari anda sendiri namun pula melihat menurut kacamata orang lain. Dan perlu anda jangan lupa jangan sampai anda nir amanah atau mengatakan bohong dengan orang lain, kepercayaan akan gampang luntur walaupun anda berbohong hanya sekali saja.
Berhenti menyampaikan keburukan orang lain
Hal ini memang benar adanya, karena nir ada yg sempurna didunia ini termasuk seseorang. Apabila anda menyadari bahwa semua hal tidak ada yg sempurna maka berhenti menyampaikan keburukan orang lain, karena nir terdapat insan yg sempurna. Sebelum anda menyampaikan keburukan orang lain atau mencari-cari kekurangan serta kesalahan orang lain maka brkacalah terhadap diri sendiri apakah anda pula mempunyai poly kekurangan atau keburukan. Anda nir (akan) punya hak buat mengomentari kekurangan atau keburukan orang lain sekali lagi lantaran tidak adaseorang pun didunia ini yang sempurna. Dengan tips ini anda akan menjadi langsung yang menyenangkan serta disukai banyak orang
Jadilah orang yang apa adanya
Menjadi diri anda sendiri serta apa adanya akan menciptakan anda disukai sang poly orang. Percaya menggunakan kemampuan diri anda sendiri dan jadilah diri anda sendiri. Kalau anda memang nggak suka sama sesuatu, bilang menggunakan sopan dan terus jelas daripada anda menyampaikan sesuatu hal yang indah tetapi sebenarnya sebaliknya hal ini akan menyakiti orang lain.
Tersenyum
Ya senyum merupakan keajaiban, yang menciptakan diri anda menjadi pribadi yang menyenangkan. Berbicara menggunakan baik serta ramah serta selalu tersenyum akan memberi penilaian bahwa anda baik dan mudah berteman. Nah jika anda baik siapa yg nir ingin mempunyai teman seperti anda.
Ubah evaluasi seseorang menjadi motivasi
Anda nir bisa membungkam verbal semua orang yang mengungkapkan anda. Mereka mengatakan keburukan tentang anda tentu hanya memiliki 2 tujuan, pertama karena mereka memang nir menyukai anda dan kedua lantaran memang anda mempunyai keburukan atau kekurangan. Nah tips supaya anda sebagai langsung yang menyenangkan serta disukai poly orang maafkan mereka serta lihat kedalam diri anda apakah hal tersebut memang sebagai kekurangan serta keburukan pada diri anda.
Buat pembicaraan jelek seseorang terhadap anda sebagai motivasi buat membenahi kekurangan dan keburukan diri anda supaya menjadi langsung yang lebih baik, dan bila pembicaraan jelek seseorang lantaran nir menyukai anda maka maafkanlah mereka serta rangkulah serta dekati mereka sebagai akibatnya mereka mengetahui bahwa anda nir seperti apa yg mereka bicarakan.
Menghargai, menghormati serta mengasihi
Ada hal yang wajib anda ingat bahwa seluruh hal akan berjalan sinkron dengan apa yg anda lakukan. Anda menebar benih kebaikan maka anda pula akan memanennya, begitupun sebaliknya. Apabila anda ingin merasa dihormati, dihargai, dikasihi serta disukai poly orang maka lakukanlah hal yang sama.
Meminta maaf & Memaafkan kesalahan orang lain
Jika anda ingin sebagai langsung yang menyenangkan serta disukai poly orang maka lakukan 2 hal ini, cepat meminta maaf saat anda melakukan kesalahan serta menaruh maaf kepada orany yg melakukan kesalahan tanpa mereka meminta terlebih dahulu. Jangan takut atau gengsi buat meminta maaf pada mereka yg telah anda sakiti. Dengan anda meminta maaf berarti anda meratapi kesalahan anda dan menuunjukkan bahwa anda memang ingin berubah mulai hari ini.
Suka membantu
Siapa yg banyak membantu orang lain yang kesulitan maka mereka akan memiliki banyak teman yang menyukai mereka. Nah apabila anda ingin sebagai eksklusif yg menyenangkan maka bantulah mereka yg sedang membutuhkan atau mengalami kesulitan. Membantu tidak hanya meringankan beban orang lain namun pula memberi pengaruh psikologis yang baik buat diri kita bahwa kita berguna bagi orang lain.

10 CARA MENJADI PRIBADI YANG MENARIK MENYENANGKAN & DISUKAI BANYAK ORANG

Menjadi eksklusif yg disukai poly orang - Ketika anda mampu memiliki eksklusif yg baik, menarik dan menyenangkan maka akan poly orang yang merasa nyaman didekat anda serta itu berarti anda akan disukai oleh poly orang. Lalu apa yg dimaksuda dengan kepribadian itu? Kepribadian merupakan pola khas pemikiran, perasaan, dan konduite yang menciptakan seseorang unik. Penilaian kebanyakan orang akan menyampaikan bahwa seseorang memiliki "kepribadian yg baik" berarti seorang itu akan menarik serta menyenangkan.

Semua orang ingin menjadi menarik serta disukai bagi orang lain bukan? Untuk itu, mempunyai kepribadian yang baik sangat penting nir hanya akan membuat anda menjadi eksklusif yg menarik dan menyenangkan namun hal itu pula akan mempermudah anda menciptakan hubungan sosial yg lebih baik. Bahkan ada penelitian yang menampakan bahwa sekitar 85 % dari keberhasilan dan kebahagiaan akan sebagai output menurut seberapa baik Anda berinteraksi menggunakan orang lain selain kamampuan, talenta dan kepandaian. Kepribadian Anda akan ikut menentukan apakah orang akan tertarik, atau menghindar menurut Anda. Kita mampu membuatkan atau mengintegrasikan kepribadian kita agar sebagai langsung yang lebih menarik, menyenangkan dan disukai banyak orang dan berikut merupakan beberapa tipsnya.
Jadilah pendengar yg baik
Tidak ada yg lebih menarik daripada memiliki seorang yang mendengarkan pembicaraan Anda menggunakan penuh perhatian membuat Anda merasa seperti Anda satu-satunya orang pada dunia. Menjadi pendengar yang baik akan pertanda bahwa anda bukan orang yang egois yang hanya mau mengungkapkan topik yang menurut anda hebat namun menjadi orang yg menghargai dengan sebagai pendengar yg baik, seseorang yang mau mendengar sesuatu dari sudut pandang orang lain serta memberikan orang lain kesempatan mengutarakan pendapatnya. Ketika Anda mau menjadi pendengar yg baik akan poly orang yang mau menyebarkan apa yg mereka ketahui dan untuk bertukar pandangan menggunakan anda.
Menjadi pembicara yg baik
Selalu belajar bagaimana cara berbicara yg baik menggunakan orang lain. Pembicaraan kita akan menaruh kesempatan orang lain membaca tentang diri kita sendiri. Jika anda sanggup berbicara dengan baik, mengungkapkan segala seuatu menggunakan jujur, memberikan kesempatan orang lain berbicara, jangan memotong pembicaraan, mau mendeng apa pendapat orang lain maka hal itu memberi orang lain kesan bahwa anda adalah eksklusif yang baik, menarik dan menyenangkan. Baca pula tips belajar berkomunikasi menggunakan baik.
Mempunyai pendapat
Tidak ada yg lebih melelahkan daripada berbicara menggunakan seseorang yang nir memiliki pendapat mengenai sesuatu atau hanya membicarakan sesuatu yg monoton. Memiliki ilham atau pendapat baru serta membawanya ke dialog akan membuat pembicaraan nir garing serta menyenangkan, serta apabila anda sanggup membuat pembicaraan sebagai hal yang menarik & menyenangkan maka banyak orang yg akan betah berlama lama ngobrol dengan anda.
Bertemu dengan banyak orang
Melakukan upaya untuk bertemu orang baru terutama yang tidak seperti Anda. Ini nir hanya menghadapkan Anda ke budaya yang tidak selaras serta cara-cara cara lain pada melakukan sesuatu, itu juga memperluas wawasan Anda. Selain menambah teman dan menambah wawasan dari orang orang baru hal itu akan membuat hubungan yg anda bangun akan menjadi lebih luas.
Jadilah dirimu sendiri
Karena setiap dari kita adalah unik, mengekspresikan keunikan itulah yang menciptakan kita menarik. Seseorang yg tidak mempunyai prinsip dan hanya mengikuti arus ke mana akan membawa hal itu relatif menciptakan orang lain berpikir anda bukanlah pribadi yg menarik dan menyenangkan.
Memiliki pandangan serta perilaku positif
Siapa yang ingin berada di kurang lebih orang-orang yang negatif, poly mengeluh, atau atau nir memiliki konduite yang baik? Bahkan, sebagian akbar berdasarkan kita akan kabur atau menghindar ketika kita melihat mereka tiba. Sebaliknya, menjadi tipe orang optimis, penuh semangat, berperilaku positif akan menjadi tenaga magnet yg sanggup menarik orang orang disekitar kita buat mendekat.baca juga kebiasaan positif yang menciptakan anda bahagia.
Humoris
Semua orang menikmati seorang yg membuat mereka tertawa, atau tersenyum, sebagai akibatnya bisa mencairkan keadaan yang beku.
Suka membantu orang lain
Tolong menolong atau getol membantu orang lain adalah kualitas yang paling menawan Anda dapat mengintegrasikan ke pada kepribadian Anda. Sama seperti yg anda rasakan, bagaimana apabila pada kesulitan atau kesusahan terdapat orang lain yang menolong anda? Tentu anda akan bersyukur dan berbahaia bukan! Itulah hal yg sama bagi orang lain ketika mereka mendapatkan pertolongan atau bantuan ketika mereka sangat membutuhkannya. Bisa membantu orang lain yang sedang membutuhkan merupakan kepuasaan dan kebahagiaan tersendiri bukan hanya bagi mereka yg anda bantu namun anda sendiri pula akan merasakan hal yg sama.
Memperlakukan orang sama misalnya yg anda inginkan
Jika anda ingin orang lain jujur kepada anda, ingin orang lain menghargai dan menghormati anda atau memperlakukan anda menggunakan baik maka anda jua harus melakukan hal yg sama pada mereka. Dengan hormat.
Kita manusia memiliki kekuatan serta kemampuan buat membangun kepribadian yang kita inginkan. Ketika kita membuatkan diri kita dengan kepribadian yg menarik dan menyenangkan maka hal tadi akan berkontribusi tidak hanya buat kita sendiri namun jua kebahagiaan orang lain. Dan apabila anda sanggup menciptakan poly orang bahagia dengan sikap anda maka anda akan sebagai langsung yg menarik, menyenangkan serta disukai oleh poly orang.

PENGERTIAN TEORI EKSISTENSIAL HUMANISTIK

Pengertian, Teori Eksistensial Humanistik
1. Konsep Dasar Tentang Manusia
Pendekatan Eksistensial-humanistik berfokus dalam diri manusia. Pendekatan ini mengutamakan suatu sikap yg menekankan pada pemahaman atas manusia. Pendekatan Eksisteneial-Humanistik pada konseling memakai sistem tehnik-tehnik yg bertujuan buat mensugesti konseli. Pendekatan konseling eksistensial-humanistik bukan merupakan konseling tunggal, melainkan suatu pendekatan yg mencakup konseling-konseling yang berlainan yang kesemuanya berlandaskan konsep-konsep dan asumsi-perkiraan mengenai insan. Konsep-konsep primer pendekatan eksistensial yg menciptakan landasan bagi praktek konseling, yaitu:

a. Kesadaran Diri
Manusia mempunyai kesanggupan buat menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang unik serta konkret yg memungkinkan insan bisa berpikir serta memutuskan. Semakin kuat kesadaran diri seorang, maka akan semakin besar juga kebebasan yang terdapat dalam orang itu. Kesadaran buat menentukan cara lain -cara lain yakni memutuskan secara bebas didalam kerangka pembatasnya merupakan suatu aspek yang esensial dalam manusia. Kebebasan memilih dan bertindak itu disertai tanggung jawab. Para ekstensialis menekan insan bertanggung jawab atas keberadaan dan nasibnya. 

b. Kebebasan, tanggung jawab, dan kecemasan
Kesadaran atas kebebasan dan tanggung jawab mampu mengakibatkan kecemasan yang sebagai atribut dasar pada manusia. Kecemasan ekstensial bisa diakibatkan atas keterbatasannya dan atas kemungkinan yg tak terhindarkan untuk tewas (nonbeing). Kesadaran atas kematian mempunyai arti penting bagi kehidupan individu sekarang, sebab kesasaran tadi menghadapkan individu pada fenomena bahwa beliau mempunyai saat yang terbatas buat mengaktualkan potensi-potensinya. Dosa ekstensial yang jua merupakan bagian kondisi insan. Adalah dampak dari kegagalan individu buat benar-benar menjadi sesuatu sinkron dengan kemampuannya.

c. Penciptaan Makna
Manusia itu unik dalam arti bahwa beliau berusaha buat memilih tujuan hayati dan membangun nilai-nilai yg akan memberikan makna bagi kehidupan. Menjadi manusia pula berarti menghadapi kesendirian (insan lahir sendirian dan mati sendirian juga). Walaupun pada hakikatnya sendirian, insan memiliki kebutuhan buat berhubungan dengan sesamanya dalam suatu cara yang bermakna, karena manusia adalah mahluk rasional. Kegagalan pada membentuk interaksi yg bermakna mampu menimbulkan syarat-kondisi isolasi dipersonalisasi, alineasi, kerasingan, serta kesepian. Manusia jua berusaha untuk mengaktualkan diri yakni mengungkapkan potensi-potensi manusiawinya. Sampai tarap eksklusif, jika tidak sanggup mengaktualkan diri, beliau bisa menajdi “sakit”.

2. Proses Konseling
Ada 3 tahap proses konseling yaitu
  1. Konselor membantu konseli pada mengidentifikasi dan mengklarifikasi asumsi mereka mengenai global. Konseli diajak buat mendefinisikan serta menayakan tentang cara mereka memandang dan menjadikan keberadaan mereka sanggup diterima. Mereka meneliti nilai mereka, keyakinan, serta perkiraan buat memilih kesalahannya. Bagi banyak konseli hal ini bukan pekerjaan yang gampang, sang karenanya awalnya mereka memaparkan problema mereka. Konselor disini mengajarkan mereka bagaimana caranya buat bercermin pada eksistensi mereka sendiri.
  2. Konseli didorong semangatnya buat lebih dalam lagi meneliti asal dan otoritas dari sistem nilai mereka. Proses eksplorasi diri ini umumnya membawa konseli ke pemahaman baru serta berapa restrukturisasi menurut nilai serta perilaku mereka. Konseli menerima cita rasa yg lebih baik akan jenis kehidupan macam apa yg mereka anggap pantas. Mereka membuatkan gagasan yang jelas tentang proses anugerah nilai internal mereka.
  3. Konseling eksistensial serius pada menolong konseli buat sanggup melaksanakan apa yg sudah mereka pelajari tentang diri mereka sendiri. Sasaran konseling adalah memungkinkan konseli untuk bisa mencari cara pengaplikasikan nilai hasil penelitian dan internalisasi menggunakan jalan kongkrit. Biasanya konseli menemukan jalan mereka buat menggunakan kekuatan itu demi menjalani konsistensi kehidupannya yang memiliki tujuan.
3. Penerapan langkah / Teknik pada konseling
Teori eksis­tensial-hunianistik nir memiliki teknik-teknik yg ditentukan secara ketat. Prosedur-prosedur konseling sanggup dipungut berdasarkan beberapa teori konseling lainnya. Metode-metode yg asal menurut teori Gestalt serta Analisis Transaksional sering dipakai, dan sejumlah prinsip serta mekanisme psikoanalisis bisa diintegrasikan ke dalam teori eksistensial-humanistik. Buku The Search for "Authenticity (1965) menurut Bugental merupakan sebuah karya lengkap yg mengemukakan konsep-konsep dan mekanisme-prosedur psiko­konseling eksistensial yg berlandaskan model psikoanalitik. Bu­gental memperlihatkan bahwa konsep inti psikoanalisis mengenai resistensi serta transferensi sanggup diterapkan dalam filsafat dan praktek konseling eksistensial. Ia memakai kerangka psikoanalitik buat menampakan fase kerja konseling yang berlandaskan konsep-konsep eksistensial seperti pencerahan, emansipasi dan kebebasan, kece­masan eksistensial, dan neurosis eksistensial. 

Rollo May (1953,1958,1961), seorang psikoanalisis Amerika yang diakui luas atas pengembangan psikokonseling eksistensial pada Amerika, jua sudah mengintegrasikan metodologi serta konsep-konsep psikoanalisis ke pada psikokonseling eksistensial. 

Pertanyaan-pertanyaan eksistensial yg menempati kedudukan sentral dalam konseling adalah: Seberapa akbar aku menyadari siapa aku ini? Bisa sebagai apa saya ini? Bagaimana saya mampu memilih menciptakan balik bukti diri diri aku yg kini ? Seberapa akbar kesanggupan aku buat mendapat kebebasan menentukan jalan hayati saya sendiri? Bagaimana saya mengatasi kecemasan yang ditimbulkan sang pencerahan atas pilihan-pilihan? Sejauh mana aku hayati menurut pada sentra diri saya sendiri? Apa yg aku lakukan buat menemukan makna hidup ini? Apa saya menjalani hayati, ataukah saya hanya puas atas eksistensi saya? Apa yg aku lakukan buat membentuk identitas langsung yang aku inginkan? Pada pembahasan pada bawah ini diungkap dalil-dalil yang mendasari praktek konseling eksistensial-humanistik. Dalil-dalil ini, yang dikembangkan dari suatu survai atas karya-karya para penulis psikologi eksistensial, dari dari Frankl (1959,1963), May (1953, 1958, 1961), Maslow (1968), Jourard (1971), serta Bugental (1965), merepresentasikan sejumlah tema yg krusial yg merinci praktek-praktek konseling. 

a. Tema-Tema Dan Dalil-Dalil Utama Eksistensial dan Penerapan-Penerapan Pada Praktek Konseling

Dalil 1 : Kesadaran diri 
Manusia memiliki kesanggupan buat menyadari diri yang berakibat dirinya mampu melampaui situasi sekarang dan membangun basis bagi aktivitas-kegiatan berpikir dan menentukan yang spesial insan. 

Kesadaran diri itu membedakan insan dari makhluk-makhluk lain. Manusia sanggup tampil pada luar diri serta berefleksi atas keberadaannya. Pada hakikatnya, meningkat kesadaran diri seorang, maka ia semakin hidup sebagai pribadi atau sebagaimana dinyatakan sang Kierkegaard, "Semakin tinggi pencerahan, maka semakin utuh diri seorang." Tanggung jawab berlandaskan kesanggupan untuk sadar. Dengan kesadaran, seseorang bisa sebagai sadar atas tanggung jawabnya buat menentukan. Sebagaimana dinyatakan oleh May (1953), "Manusia merupakan makhluk yang sanggup menyadari serta, sang karena itu, bertanggung jawab atas keberadaannya”.

Kesadaran sanggup dikonseptualkan dengan cara sebagai berikut: Umpamakan Anda berjalan di lorong yg pada ke 2 sisinya masih ada banyak pintu, Bayangkan bahwa Anda sanggup membuka beberapa pintu, baik membuka sedikit ataupun membuka lebar-lebar. Barangkali, jika Anda membuka satu pintu, Anda nir akan menyukai apa yang Anda temukan di dalamnya menyeramkan atau menjijikkan. Di lain pihak, Anda bisa menemukan sebuah ruangan yg dipenuhi sang keindahan. Anda mungkin berdebat dengan diri sendiri, apakah akan membiarkan pintu itu tertutup atau terbuka. 

Apabila seseorang konselor dihadapkan dalam konseli yang pencerahan dirinya kurang maka konselor harus menerangkan kepada konseli bahwa harus ada pengorbanan buat menaikkan pencerahan diri. Dengan menjadi lebih sadar, konseli akan lebih sulit buat “ pulang ke rumah lagi “, menjadi orang yg seperti dulu lagi.

Dalil 2 : Kebebasan serta tanggung jawab 
Manusia adalah makhluk yang memilih diri, pada arti bahwa dia mempunyai kebebasan buat menentukan pada antara altematif-altematif. Karena manusia dalam dasamya bebas, maka beliau wajib ber­tanggung jawab atas pengarahan hidup dan penentuan nasibnya sendiri. 

Pendekatan eksistensial meletakkan kebebasan, determinasi diri, keinginan, serta putusan pad a pusat ke beradaan insan. Apabila pencerahan serta kebebasan dihapus menurut manusia, maka beliau tidak lagi hadir sebagai manusia, sebab kesanggupan-k esanggupan itulah yg memberinya humanisme. Pandangan eksistensial merupakan bahwa individu, menggunakan putusan-putusannya, membangun nasib serta mengukir keberadaannya sendiri. Seseorang menjadi apa yang diputuskannya, serta beliau wajib bertanggung jawab atas jalan hid.up yang ditempuhnya. Tillich mengingatkan, "Manusia sahih-benar menjadi manusia hanya waktu merogoh putusan. Sartre berkata, "Kita adalah pilihan kita." Nietzsche men­jabarkan kebebasan sebagai "kesanggupan buat menjadi apa yang memang kita alami". Ungkapan Kierkegaard, "memilih diri sen­diri", menyiratkan bahwa seorang bertanggung jawab atas ke­hidupan serta keberadaannya. Sedangkan Jaspers mengungkapkan bahwa "kita adalah makhluk yang memutuskan". 

Tugas konselor adalah mendorong konseli buat belajar menanggung risiko terhadap dampak penggunaan kebebasannya. Yang jangan dilakukan adalah melumpuhkan konseli dan membuatnya bergantung secara neurotik dalam konselor. Konselor perlu mengajari konseli bahwa beliau mampu mulai membuat pilihan meskipun konseli boleh jadi sudah menghabiskan sebagian besar hidupnya buat melarikan diri berdasarkan kebebasan menentukan. 

Dalil tiga: Keterpusatan serta kebutuhan akan orang lain 
Setiap individu memiliki kebutuhan buat memelihara keunikan tetapi dalam waktu yg sama dia memiliki kebutuhan untuk keluar dari dirinya sendiri serta buat berhu­bungan menggunakan orang lain serta menggunakan alam. Kegagalan pada berhubungan dengan orang lain serta dengan alam mengakibatkan dia kesepian dan mengalamin keterasingan. 

Kita masing-masing memiliki kebutuhan yang bertenaga untuk menemukan suatu diri, yakni menemukan bukti diri eksklusif kita. Akan namun, penemuan siapa kita sesungguhnya bukanlah suatu proses yg otomatis; beliau membutuhkan keberanian. Secara para­doksal kita juga mempunyai kebutuhan yang kuat buat keluar menurut eksistensi kita. Kita membutuhkan interaksi menggunakan keberada­an-eksistensi yang lain. Kita harus menaruh diri kita pada orang lain dan terlibat dengan mereka. 

Usaha menemukan inti dan belajar bagaimana hayati dari pada memerlukan keberanian. Kita berjuang buat menemukan, buat menciptakan, dan buat memelihara inti menurut terdapat kita. Salah satu ketakutan terbesar dari para konseli adalah bahwa mereka akan tidak menemukan diri mereka. Mereka hanya menganggap bahwa mereka bukan siapa-siapa.

Para konselor eksistensial sanggup memulai dengan meminta kepada para konselinya buat mengakui perasaannya sendiri. Sekali konseli menerangkan keberanian untuk mengakui ketakutannya, membicarakan ketakutan menggunakan istilah-istilah serta membaginya, maka ketakutan itu tidak akan begitu menyelubunginya lagi. Untuk mulai bekerja bagi konselor merupakan mengajak konseli untuk menerima cara-cara dia hayati di luar dirinya sendiri dan mengeksplorasi cara-cara buat keluar menurut pusatnya sendiri. 

Dalil 4 : Pencarian makna 
Salah satu ciri yg spesial dalam manusia merupakan per­juangannya buat mencicipi arti dan maksud hidup. Manusia pada dasarnya selalu pada pencarian makna serta identitas eksklusif. 

Biasanya konflik-konflik yg mendasari sehingga membawa orang-orang ke pada konseling merupakan problem-duduk perkara yg berkisar dalam pertanyaan-pertanyaan eksistensial: Mengapa aku berada? Apa yang saya inginkan berdasarkan hidup? Apa maksud dan makna hidup saya? 

Konseling eksistensial mampu menyediakan kerangka konseptual buat membantu konseli pada usahanya mencari makna hidup. Pertanyaan-pertanyaan yg mampu diajukan sang konselor pada konseli adalah: 'Apakah Anda menyukai arah hayati Anda? Apa­kah Anda puas atas apa Anda kini dan akan sebagai apa Anda nanti? Apakah Anda aktif melakukan sesuatu yang akan men­dekatkan Anda pada ideal-diri Anda? Apakah Anda mengetahui apa yg Anda inginkan? Apabila Anda bingung mengenai siapa Anda dan apa yang Anda inginkan, apa yg Anda lakukan buat mem­peroleh kejelasan? 

Salah satu perkara dalam konseling adalah penyisihan nilai-nilai tradisional (dan nilai-nilai yang dialihkan kepada seorang) tanpa disertai penemuan nilai-nilai lain yg sesuai buat menggantikannya. Tugas konselor dalam proses konseling merupakan membantu konseli pada membangun suatu sistem nilai berlandaskan cara hayati yang konsisten dengan cara ada-nya konseli. 

Konselor wajib memberikan agama terhadap kesanggupan konseli pada menemukan sistem nilai yg bersumber pada dirinya sendiri dan yg memungkinkan hidupnya bermakna. Konseli tidak diragukan lagi akan bingung dan mengalami kecemasan menjadi akibat tidak adanya ni1ai-nilai yg kentara. Kepercayaan konselor terhadap konseli adalah variabel yg krusial pada mengajari konseli supaya mempercayai kesanggupannya sendiri dalam menemukan sumber nilai-nilai baru dari pada dirinya.

Dalil 5 : Kecemasan sebagai kondisi hidup
Kecemasan adalah suatu karakteristik dasar manusia. Kecemasan tidak perlu merupakan sesuatu yg patologis, karena beliau sanggup sebagai suatu tenaga motivasi yang kuat buat pertumbuhan. Kecemasan adalah dampak berdasarkan kesadaran atas tanggung jawab buat menentukan.

Kebanyakan orang mencari donasi profesional lantaran mereka mengalami kecemasan atau depresi. Banyak konseli yg memasuki tempat kerja konselor disertai asa bahwa konselor akan mencabut penderitaan mereka atau setidaknya akan memberikan formula eksklusif buat mengurangi kecemasan mereka. Konselor yang berorientasi eksistensial, bagaimanapun, bekerja tidak semata-mata buat menghilangkan tanda-tanda-gejala atau mengurangi kecemasan. Sebenamya, konselor eksistensial nir memandang kecemasan menjadi hal yg tidak dibutuhkan. Ia akan bekerja dengan cara eksklusif sehingga untuk ad interim konseli sanggup mengalami peningkatan tingkat kecemasan. Pertanyaan-pertanyaan yang bisa diajukan merupakan: Bagaimana konseli mengatasi kecemasan? Apakah kecemasan adalah fungsi menurut pertumbuhan ataukah fungsi kebergantungan dalam tingkah laku neurotik? Apakah konseli menampakan keberanian untuk membiarkan dirinya menghadapi kecemasan atas hal-hal yg tidak dikenalnya? 

Kecemasan adalah bahan bagi konseling yang produktif, baik konseling individual maupun konseling gerombolan . Apabila konseli nir mengalami kecemasan, maka motivasinya buat berubah akan rendah. Kecemasan dapat ditransformasikan ke dalam energi yang diharapkan buat bertahan menghadapi risiko bereksperimen menggunakan tingkah laku baru. 

Dalil 6: Kesadarau atas kematian dan non-terdapat 
Kesadaran atas kematian adalah kondisi manusia yang mendasar, yang menaruh makna kepada hayati. Frankl (1965) sejalan menggunakan May menyebutkan bahwa kematian menaruh makna kepada eksistensi manusia. Jika kita nir akan pernah mangkat , maka kita mampu menahan tindakan buat selamanya. Akan tetapi, karena kita terbatas, apa yang kita lakukan kini memiliki arti spesifik. Bagi Frankl, yg menentukan kebermaknaan hidup seseorang bukan lamanya, melainkan bagaimana orang itu hidup.

Dalil 7 Perjuangan buat ekspresi 
Manusia berjuang buat ekspresi, yakni kecenderungan buat sebagai apa saja yg mereka bisa. Setiap orang memiliki dorongan bawaan buat sebagai seorang pribadi, yakni mereka mempunyai kecenderungran kearah pengembangan keunikan serta ketunggalan, penemuan identitas langsung, dan perjuangan demi aktualisasi potensi-potensinya secara penuh. Jika seseorang mampu mengaktualkan potensi-potensinya menjadi eksklusif, maka beliau akan mengalami kepuasan yang paling dalam yg sanggup dicapai oleh insan, sebab demikianlah alam mengharapkan mereka berbuat. Alam seolah-olah mengungkapkan kepada kita, "Kamu wajib menjadi apa saja yang kamu mampu." Menjadi sesuatu memerlukan keberanian. Dan apakah kita ingin menjadi sesuatu atau nir menjadi sesuatu merupakan pilihan kita. Maslow merancang suatu studi yang menggunakan subjek-subjek yg terdiri berdasarkan orang-orang yang mengaktualkan diri. Beberapa karakteristik yg ditemukan oleh Maslow (1968, 1970) pada orang-orang yg mengaktualkan diri itu adalah: kesanggupan menoleransi dan bahkan menyambut ketidaktentuan dalam hayati mereka, penerimaan terhadap diri sendiri serta orang lain, kespontanan dan kreatifitas, kebutuhan akan privacy serta kesendirian, otomoni, kesanggupan menjalin interaksi interpersonal yang mendalam serta intens, perhatian yang tulus terhadap orang lain, rasa humor, keterarahan pada diri sendiri (kebalikan berdasarkan kecenderungan buat hayati dari pengharapan orang lain), dan nir adanya dikotomi-dikotomi yg artifisial (misalnya kerja-bermain, cinta-benci, lemah-bertenaga). 

4. Fungsi dan Peran Konselor
Tugas utama Konselor adalah berusaha tahu konseli sebagai terdapat pada-global. Teknik yang dipakai mengikuti alih-alih melalui pemahaman. Lantaran menekankan dalam pengalaman konseli sekarang, para konselor eksistensial menampakan keleluasaan dalam menggunakan metode-metode, dan prosedur yang digunakan oleh mereka bervariasi nir hanya menurut konseli yg satu pada konseli yg lainnya, tetapi juga berdasarkan satu ke lain fase konseling yang dijalani oleh konseli yang sama.

Meskipun konseling eksistesial bukan merupakan metode tunggal, pada kalangan konselor eksistensial dan humanistik ada kesepakatan menyangkut tugas-tugas dan tanggung jawab konselor. Buhler serta Allen (1972) sepakat bahwa psikokonseling difokuskan pada pendekatan terhadap interaksi manusia alih-alih system teknik. Menurt Buhler serta Allen, para pakar psikologi humanistik memiliki orientasi bersama yang mencakup hal-hal berikut :
  1. Mengakui pentingnya pendekatan berdasarkan eksklusif ke pribadi.
  2. Menyadari dari kiprah menurut tangung jawab konselor.
  3. Mengakui sifat timbal kembali berdasarkan interaksi konseling.
  4. Berorientasi dalam pertumbuhan.
  5. Menekankan keharusan konselor terlibat dengan konseli menjadi suatu eksklusif yg menyeluruh.
  6. Mengakui bahwa putusan-putusan dan pilihan-pilihan akhir terletak ditangan konseli.
  7. Memandang konselor menjadi model, pada arti bahwa konselor menggunakan gaya hayati dan pandangan humanistiknya mengenai insan mampu secara implisit menerangkan kepada konseli potensi bagi tindakan kreatif dan positif.
  8. Mengakui kebebasan konseli buat menyampaikan pandangan serta buat membuatkan tujuan-tujuan dan nilainya sendiri.
  9. Bekerja kearah mengurangi kebergantungan konseli dan meningkatkan kebebasan konseli.
May (1961) memandang tugas konselor di antaranya adalah membantu konseli supaya menyadari keberadaannya dalam dunia: “Ini merupakan saat waktu konseli melihat dirinya menjadi orang yg terancam, yang hadir di dunia mengancam, serta menjadi subjek yang mempunyai global”.

Jika konseli membicarakan perasan-perasaannya kepada konselor pada rendezvous konseling, maka konselor usahakan bertindak menjadi berikut:
  1. Memberikan reaksi-reaksi pribadi dalam kaitan menggunakan apa yang dikatakan oleh konseli.
  2. Terlibat dalam sejumlah pernyataan pribadi yang relevan dan pantas tentang pengalaman-pengalaman yg seperti menggunakan yg dialami sang konseli.
  3. Meminta pada konseli buat sanggup mengungkapkan ketakutannya terhadap keharuan menentukan pada dunia yang tak niscaya.
  4. Menantang konseli buat melihat semua cara dia menghindari pembuatan putusan-putusan, dan menaruh evaluasi terhadap penghindaran itu.
  5. Mendorong konseli untuk memeriksa jalan hidupnya dalam periode semenjak mulai konseling menggunakan bertanya.
  6. Beri tahu pada konseli bahwa dia sedang menilik apa yang dialaminya sesungguhnya adalah suatu sifat yang spesial sebagai insan. 
Bahwa dia dalam akhirnya sendirian, bahwa dia harus menetapkan buat dirinya sendiri, bahwa beliau akan mengalami kecemasan atas ketidakpastian putusan-putusan yg beliau buat, dan bahwa beliau akan berjuang buat menetapkan makna kehidupannya di global yg seringkali tampak tak bermakna.

a. Hubungan antara Konselor dan Konseli 
Hubungan konselor sangat penting pada konseling eksistensial. Penekanan diletakkan dalam rendezvous antar insan dan perjalanan bersama alih-alih pada teknik – teknik yg memepengaruhi konseli. Isi pertemuan konseling merupakan pengalaman konseli kini , bukan “kasus” konseli. Hubungan menggunakan orang lain pada kehadiran yang otentik difokuskan kepada “disini serta kini ”. Masa lampau atau masa depan hanya penting bila waktunya berhubungan eksklusif. 

Dalam menulis tentang hubungan konseling, Sidney Jourard (1971) menghimbau supaya konselor, melalui tingkah lakunya yang otentik dan terbuka, mengajak konseli kepada keontetikan. Jourard meminta agar konselor bisa menciptakan interaksi Aku-Kamu, dimana pembukaan diri konselor yang spontan menunjang pertumbuhan dan keontetikan konseli. Sebagaimana dinyatakan oleh Jourard, “Manipulasi melahirkan kontramanipulasi. Pembukaan diri melahirkan Pembukaan diri jua”.

Jourard permanen bependapat bahwa jika konselor menyembunyikan diri pada rendezvous konseling, maka beliau terlibat dalam tingkah laku nir otentik sama menggunakan yang menyebabkan gejala-gejala dalam diri konseli. Menurut jourard, cara buat membantu kien supaya menemukan dirinya yg sejati serta agar nir menjadi asing menggunakan dirinya sendiri adalah, konselor secara impulsif membukakan pengalaman otentiknya pada konseli pada ketika yang tepat dalam pertemuan konseling. Hal ini bukan berarti bahwa konselor harus menghentikan penggunaan teknik-tenik, penaksiran-diagnosis, serta penilaian-penilaiannya, melainkan berarti bahwa konselor wajib acapkali menyatakan atau membicarakan kepada konseli bahwa beliau tidak ingin membicarakan apa yang dipikirkan atau dirasakan.

b. Pengalaman Konseli
Dalam konseling pendekatan ini, konseli bisa mengalami secara subjektif persepsi-persepsi mengenai dunianya. Dia harus kreatif pada proses konseling, karena dia harus memutuskan ketakutan-ketakutan, perasaan-perasaan berdosa, dan kecemasan-kecemasan apa yg akan dieksplorasinya. Memutuskan buat menjalani konseling saja sering merupakan tindakan yang angker.

Dengan kata lain, konseli pada konseling pendekatan ini terlibat pada pembukaan pintu menuju diri sendiri. Pengalaman acapkali seram atau menyenangkan, mendepresikan atau campuran berdasarkan seluruh perasaan tadi. Dengan membuka pintu yang tertutup, konseli mulai melonggarkan belenggu deterministik yang telah mengakibatkan beliau terpenjara secara psikologi. Lambat laun konseli menjadi sadar, apa dia tadinya dan siapa dia kini dan konseli lebih sanggup menetapkan masa depan misalnya apa yg diinginkannya.

PENGERTIAN TEORI EKSISTENSIAL HUMANISTIK

Pengertian, Teori Eksistensial Humanistik
1. Konsep Dasar Tentang Manusia
Pendekatan Eksistensial-humanistik serius dalam diri insan. Pendekatan ini mengutamakan suatu perilaku yg menekankan pada pemahaman atas insan. Pendekatan Eksisteneial-Humanistik dalam konseling memakai sistem tehnik-tehnik yang bertujuan buat mempengaruhi konseli. Pendekatan konseling eksistensial-humanistik bukan merupakan konseling tunggal, melainkan suatu pendekatan yg mencakup konseling-konseling yg berlainan yang kesemuanya berlandaskan konsep-konsep serta perkiraan-asumsi tentang manusia. Konsep-konsep primer pendekatan eksistensial yang membangun landasan bagi praktek konseling, yaitu:

a. Kesadaran Diri
Manusia memiliki kesanggupan buat menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang unik dan konkret yg memungkinkan insan bisa berpikir serta menetapkan. Semakin bertenaga kesadaran diri seorang, maka akan semakin besar juga kebebasan yg ada dalam orang itu. Kesadaran buat menentukan cara lain -cara lain yakni memutuskan secara bebas didalam kerangka pembatasnya merupakan suatu aspek yang esensial dalam manusia. Kebebasan memilih dan bertindak itu disertai tanggung jawab. Para ekstensialis menekan manusia bertanggung jawab atas eksistensi dan nasibnya. 

b. Kebebasan, tanggung jawab, dan kecemasan
Kesadaran atas kebebasan serta tanggung jawab bisa mengakibatkan kecemasan yang menjadi atribut dasar pada insan. Kecemasan ekstensial mampu diakibatkan atas keterbatasannya dan atas kemungkinan yang tak terhindarkan buat meninggal (nonbeing). Kesadaran atas kematian memiliki arti penting bagi kehidupan individu sekarang, sebab kesasaran tersebut menghadapkan individu dalam fenomena bahwa beliau mempunyai saat yang terbatas buat mengaktualkan potensi-potensinya. Dosa ekstensial yang jua merupakan bagian syarat manusia. Adalah akibat menurut kegagalan individu buat sahih-sahih menjadi sesuatu sinkron menggunakan kemampuannya.

c. Penciptaan Makna
Manusia itu unik pada arti bahwa beliau berusaha untuk menentukan tujuan hayati serta menciptakan nilai-nilai yg akan memberikan makna bagi kehidupan. Menjadi manusia pula berarti menghadapi kesendirian (manusia lahir sendirian serta mati sendirian pula). Walaupun dalam hakikatnya sendirian, insan memiliki kebutuhan buat berhubungan dengan sesamanya dalam suatu cara yg bermakna, karena manusia merupakan mahluk rasional. Kegagalan pada membangun hubungan yg bermakna sanggup menimbulkan kondisi-syarat isolasi dipersonalisasi, alineasi, kerasingan, serta kesepian. Manusia jua berusaha buat mengaktualkan diri yakni menyampaikan potensi-potensi manusiawinya. Sampai tarap tertentu, apabila tidak mampu mengaktualkan diri, dia mampu menajdi “sakit”.

2. Proses Konseling
Ada tiga tahap proses konseling yaitu
  1. Konselor membantu konseli pada mengidentifikasi dan mengklarifikasi perkiraan mereka mengenai global. Konseli diajak buat mendefinisikan serta menayakan tentang cara mereka memandang serta mengakibatkan keberadaan mereka sanggup diterima. Mereka meneliti nilai mereka, keyakinan, dan asumsi buat menentukan kesalahannya. Bagi banyak konseli hal ini bukan pekerjaan yg gampang, sang karena itu awalnya mereka memaparkan problema mereka. Konselor disini mengajarkan mereka bagaimana caranya buat bercermin pada eksistensi mereka sendiri.
  2. Konseli didorong semangatnya buat lebih pada lagi meneliti sumber serta otoritas menurut sistem nilai mereka. Proses eksplorasi diri ini umumnya membawa konseli ke pemahaman baru serta berapa restrukturisasi dari nilai serta perilaku mereka. Konseli mendapat cita rasa yang lebih baik akan jenis kehidupan macam apa yg mereka anggap pantas. Mereka menyebarkan gagasan yang kentara tentang proses anugerah nilai internal mereka.
  3. Konseling eksistensial berfokus dalam menolong konseli buat mampu melaksanakan apa yang telah mereka pelajari mengenai diri mereka sendiri. Sasaran konseling adalah memungkinkan konseli buat bisa mencari cara pengaplikasikan nilai hasil penelitian dan internalisasi dengan jalan kongkrit. Biasanya konseli menemukan jalan mereka buat menggunakan kekuatan itu demi menjalani konsistensi kehidupannya yg memiliki tujuan.
3. Penerapan langkah / Teknik dalam konseling
Teori eksis­tensial-hunianistik tidak mempunyai teknik-teknik yg dipengaruhi secara ketat. Prosedur-prosedur konseling bisa dipungut menurut beberapa teori konseling lainnya. Metode-metode yg asal menurut teori Gestalt dan Analisis Transaksional seringkali digunakan, dan sejumlah prinsip dan mekanisme psikoanalisis sanggup diintegrasikan ke dalam teori eksistensial-humanistik. Buku The Search for "Authenticity (1965) menurut Bugental merupakan sebuah karya lengkap yang mengemukakan konsep-konsep dan mekanisme-prosedur psiko­konseling eksistensial yang berlandaskan contoh psikoanalitik. Bu­gental menampakan bahwa konsep inti psikoanalisis mengenai resistensi dan transferensi sanggup diterapkan pada filsafat dan praktek konseling eksistensial. Ia menggunakan kerangka psikoanalitik buat menerangkan fase kerja konseling yg berlandaskan konsep-konsep eksistensial seperti kesadaran, emansipasi dan kebebasan, kece­masan eksistensial, serta neurosis eksistensial. 

Rollo May (1953,1958,1961), seorang psikoanalisis Amerika yg diakui luas atas pengembangan psikokonseling eksistensial pada Amerika, pula telah mengintegrasikan metodologi dan konsep-konsep psikoanalisis ke dalam psikokonseling eksistensial. 

Pertanyaan-pertanyaan eksistensial yang menempati kedudukan sentral dalam konseling adalah: Seberapa besar aku menyadari siapa aku ini? Bisa menjadi apa saya ini? Bagaimana aku sanggup memilih membentuk balik bukti diri diri aku yang sekarang? Seberapa akbar kesanggupan aku buat mendapat kebebasan memilih jalan hayati saya sendiri? Bagaimana aku mengatasi kecemasan yang disebabkan sang kesadaran atas pilihan-pilihan? Sejauh mana saya hayati menurut pada sentra diri aku sendiri? Apa yg saya lakukan buat menemukan makna hayati ini? Apa aku menjalani hidup, ataukah aku hanya puas atas keberadaan aku ? Apa yang aku lakukan buat membentuk identitas eksklusif yang saya inginkan? Pada pembahasan pada bawah ini diungkap dalil-dalil yg mendasari praktek konseling eksistensial-humanistik. Dalil-dalil ini, yg dikembangkan berdasarkan suatu survai atas karya-karya para penulis psikologi eksistensial, berasal berdasarkan Frankl (1959,1963), May (1953, 1958, 1961), Maslow (1968), Jourard (1971), serta Bugental (1965), merepresentasikan sejumlah tema yg penting yg merinci praktek-praktek konseling. 

a. Tema-Tema Dan Dalil-Dalil Utama Eksistensial dan Penerapan-Penerapan Pada Praktek Konseling

Dalil 1 : Kesadaran diri 
Manusia memiliki kesanggupan buat menyadari diri yang mengakibatkan dirinya mampu melampaui situasi sekarang dan menciptakan basis bagi kegiatan-aktivitas berpikir serta menentukan yang khas insan. 

Kesadaran diri itu membedakan insan menurut makhluk-makhluk lain. Manusia mampu tampil pada luar diri dan berefleksi atas keberadaannya. Pada hakikatnya, semakin tinggi pencerahan diri seseorang, maka beliau semakin hidup sebagai eksklusif atau sebagaimana dinyatakan sang Kierkegaard, "Semakin tinggi pencerahan, maka semakin utuh diri seorang." Tanggung jawab berlandaskan kesanggupan untuk sadar. Dengan pencerahan, seorang mampu sebagai sadar atas tanggung jawabnya buat menentukan. Sebagaimana dinyatakan sang May (1953), "Manusia adalah makhluk yang sanggup menyadari serta, sang karena itu, bertanggung jawab atas keberadaannya”.

Kesadaran bisa dikonseptualkan dengan cara sebagai berikut: Umpamakan Anda berjalan pada lorong yang di ke 2 sisinya terdapat poly pintu, Bayangkan bahwa Anda mampu membuka beberapa pintu, baik membuka sedikit ataupun membuka lebar-lebar. Barangkali, apabila Anda membuka satu pintu, Anda tidak akan menyukai apa yang Anda temukan pada dalamnya menakutkan atau menjijikkan. Di lain pihak, Anda mampu menemukan sebuah ruangan yang dipenuhi sang estetika. Anda mungkin berdebat menggunakan diri sendiri, apakah akan membiarkan pintu itu tertutup atau terbuka. 

Apabila seseorang konselor dihadapkan dalam konseli yg pencerahan dirinya kurang maka konselor harus menerangkan kepada konseli bahwa harus ada pengorbanan buat menaikkan pencerahan diri. Dengan sebagai lebih sadar, konseli akan lebih sulit buat “ pulang ke rumah lagi “, sebagai orang yg misalnya dulu lagi.

Dalil 2 : Kebebasan serta tanggung jawab 
Manusia adalah makhluk yg menentukan diri, dalam arti bahwa beliau memiliki kebebasan buat memilih pada antara altematif-altematif. Karena manusia pada dasamya bebas, maka beliau harus ber­tanggung jawab atas pengarahan hidup dan penentuan nasibnya sendiri. 

Pendekatan eksistensial meletakkan kebebasan, determinasi diri, hasrat, dan putusan pad a sentra ke beradaan manusia. Apabila pencerahan dan kebebasan dihapus menurut insan, maka beliau nir lagi hadir menjadi manusia, karena kesanggupan-k esanggupan itulah yang memberinya kemanusiaan. Pandangan eksistensial adalah bahwa individu, dengan putusan-putusannya, membangun nasib serta mengukir keberadaannya sendiri. Seseorang menjadi apa yang diputuskannya, serta beliau wajib bertanggung jawab atas jalan hid.up yang ditempuhnya. Tillich mengingatkan, "Manusia sahih-benar menjadi insan hanya saat mengambil putusan. Sartre mengatakan, "Kita merupakan pilihan kita." Nietzsche men­jabarkan kebebasan menjadi "kesanggupan buat menjadi apa yg memang kita alami". Ungkapan Kierkegaard, "menentukan diri sen­diri", menyiratkan bahwa seorang bertanggung jawab atas ke­hidupan serta keberadaannya. Sedangkan Jaspers menjelaskan bahwa "kita merupakan makhluk yang tetapkan". 

Tugas konselor adalah mendorong konseli buat belajar menanggung risiko terhadap akibat penggunaan kebebasannya. Yang jangan dilakukan adalah melumpuhkan konseli serta membuatnya bergantung secara neurotik dalam konselor. Konselor perlu mengajari konseli bahwa beliau bisa mulai menciptakan pilihan meskipun konseli boleh jadi sudah menghabiskan sebagian besar hidupnya buat melarikan diri berdasarkan kebebasan memilih. 

Dalil 3: Keterpusatan dan kebutuhan akan orang lain 
Setiap individu mempunyai kebutuhan buat memelihara keunikan namun dalam saat yg sama beliau memiliki kebutuhan buat keluar berdasarkan dirinya sendiri dan buat berhu­bungan dengan orang lain serta menggunakan alam. Kegagalan pada berhubungan dengan orang lain dan dengan alam menyebabkan ia kesepian serta mengalamin keterasingan. 

Kita masing-masing mempunyai kebutuhan yg bertenaga buat menemukan suatu diri, yakni menemukan bukti diri langsung kita. Akan tetapi, penemuan siapa kita sesungguhnya bukanlah suatu proses yang otomatis; beliau membutuhkan keberanian. Secara para­doksal kita pula mempunyai kebutuhan yg bertenaga untuk keluar dari eksistensi kita. Kita membutuhkan hubungan menggunakan keberada­an-eksistensi yang lain. Kita harus menaruh diri kita pada orang lain serta terlibat dengan mereka. 

Usaha menemukan inti serta belajar bagaimana hayati berdasarkan dalam memerlukan keberanian. Kita berjuang buat menemukan, untuk membentuk, serta buat memelihara inti menurut ada kita. Salah satu ketakutan terbesar menurut para konseli merupakan bahwa mereka akan tidak menemukan diri mereka. Mereka hanya menduga bahwa mereka bukan siapa-siapa.

Para konselor eksistensial sanggup memulai dengan meminta kepada para konselinya untuk mengakui perasaannya sendiri. Sekali konseli membuktikan keberanian buat mengakui ketakutannya, mengungkapkan ketakutan menggunakan istilah-istilah dan membaginya, maka ketakutan itu nir akan begitu menyelubunginya lagi. Untuk mulai bekerja bagi konselor merupakan mengajak konseli buat mendapat cara-cara dia hidup di luar dirinya sendiri serta mengeksplorasi cara-cara buat keluar menurut pusatnya sendiri. 

Dalil 4 : Pencarian makna 
Salah satu ciri yg spesial pada insan merupakan per­juangannya buat merasakan arti serta maksud hidup. Manusia pada dasarnya selalu pada pencarian makna serta identitas eksklusif. 

Biasanya permasalahan-permasalahan yang mendasari sebagai akibatnya membawa orang-orang ke dalam konseling merupakan problem-masalah yang berkisar pada pertanyaan-pertanyaan eksistensial: Mengapa aku berada? Apa yg saya inginkan berdasarkan hidup? Apa maksud serta makna hayati saya? 

Konseling eksistensial sanggup menyediakan kerangka konseptual buat membantu konseli dalam usahanya mencari makna hidup. Pertanyaan-pertanyaan yang bisa diajukan oleh konselor kepada konseli merupakan: 'Apakah Anda menyukai arah hidup Anda? Apa­kah Anda puas atas apa Anda kini serta akan sebagai apa Anda nanti? Apakah Anda aktif melakukan sesuatu yg akan men­dekatkan Anda pada ideal-diri Anda? Apakah Anda mengetahui apa yang Anda inginkan? Apabila Anda galau mengenai siapa Anda dan apa yang Anda inginkan, apa yg Anda lakukan buat mem­peroleh kejelasan? 

Salah satu masalah dalam konseling merupakan penyisihan nilai-nilai tradisional (serta nilai-nilai yg dialihkan kepada seorang) tanpa disertai inovasi nilai-nilai lain yg sinkron buat menggantikannya. Tugas konselor dalam proses konseling merupakan membantu konseli pada membangun suatu sistem nilai berlandaskan cara hidup yg konsisten menggunakan cara terdapat-nya konseli. 

Konselor harus menaruh kepercayaan terhadap kesanggupan konseli pada menemukan sistem nilai yang bersumber pada dirinya sendiri serta yang memungkinkan hidupnya bermakna. Konseli tidak diragukan lagi akan galau serta mengalami kecemasan sebagai akibat tidak adanya ni1ai-nilai yang kentara. Kepercayaan konselor terhadap konseli merupakan variabel yg penting dalam mengajari konseli agar mempercayai kesanggupannya sendiri pada menemukan asal nilai-nilai baru dari pada dirinya.

Dalil lima : Kecemasan sebagai syarat hidup
Kecemasan merupakan suatu karakteristik dasar insan. Kecemasan nir perlu adalah sesuatu yg patologis, sebab beliau bisa menjadi suatu tenaga motivasi yang kuat buat pertumbuhan. Kecemasan merupakan akibat berdasarkan kesadaran atas tanggung jawab buat memilih.

Kebanyakan orang mencari donasi profesional lantaran mereka mengalami kecemasan atau depresi. Banyak konseli yg memasuki tempat kerja konselor disertai asa bahwa konselor akan mencabut penderitaan mereka atau setidaknya akan menaruh formula tertentu buat mengurangi kecemasan mereka. Konselor yg berorientasi eksistensial, bagaimanapun, bekerja tidak semata-mata buat menghilangkan tanda-tanda-gejala atau mengurangi kecemasan. Sebenamya, konselor eksistensial tidak memandang kecemasan menjadi hal yang tak dibutuhkan. Ia akan bekerja menggunakan cara tertentu sehingga buat sementara konseli sanggup mengalami peningkatan tingkat kecemasan. Pertanyaan-pertanyaan yang mampu diajukan merupakan: Bagaimana konseli mengatasi kecemasan? Apakah kecemasan merupakan fungsi berdasarkan pertumbuhan ataukah fungsi kebergantungan pada tingkah laris neurotik? Apakah konseli menampakan keberanian buat membiarkan dirinya menghadapi kecemasan atas hal-hal yg tidak dikenalnya? 

Kecemasan adalah bahan bagi konseling yang produktif, baik konseling individual maupun konseling gerombolan . Apabila konseli nir mengalami kecemasan, maka motivasinya buat berubah akan rendah. Kecemasan dapat ditransformasikan ke dalam energi yg dibutuhkan buat bertahan menghadapi risiko bereksperimen menggunakan tingkah laku baru. 

Dalil 6: Kesadarau atas kematian dan non-ada 
Kesadaran atas kematian merupakan kondisi manusia yang mendasar, yang menaruh makna pada hidup. Frankl (1965) sejalan menggunakan May menjelaskan bahwa kematian menaruh makna kepada keberadaan insan. Jika kita tidak akan pernah meninggal, maka kita mampu menahan tindakan buat selamanya. Akan tetapi, lantaran kita terbatas, apa yg kita lakukan kini memiliki arti khusus. Bagi Frankl, yg memilih kebermaknaan hayati seseorang bukan lamanya, melainkan bagaimana orang itu hayati.

Dalil 7 Perjuangan buat aktualisasi diri 
Manusia berjuang untuk aktualisasi diri, yakni kecenderungan untuk sebagai apa saja yang mereka sanggup. Setiap orang mempunyai dorongan bawaan buat menjadi seorang langsung, yakni mereka memiliki kecenderungran kearah pengembangan keunikan dan ketunggalan, inovasi bukti diri eksklusif, serta perjuangan demi aktualisasi potensi-potensinya secara penuh. Jika seseorang mampu mengaktualkan potensi-potensinya menjadi pribadi, maka dia akan mengalami kepuasan yang paling pada yang bisa dicapai oleh insan, sebab demikianlah alam mengharapkan mereka berbuat. Alam seolah-olah berkata kepada kita, "Kamu wajib menjadi apa saja yang kamu bisa." Menjadi sesuatu memerlukan keberanian. Dan apakah kita ingin menjadi sesuatu atau nir sebagai sesuatu merupakan pilihan kita. Maslow merancang suatu studi yang memakai subjek-subjek yg terdiri menurut orang-orang yang mengaktualkan diri. Beberapa karakteristik yg ditemukan oleh Maslow (1968, 1970) pada orang-orang yang mengaktualkan diri itu adalah: kesanggupan menoleransi serta bahkan menyambut ketidaktentuan pada hayati mereka, penerimaan terhadap diri sendiri dan orang lain, kespontanan dan kreatifitas, kebutuhan akan privacy dan kesendirian, otomoni, kesanggupan menjalin interaksi interpersonal yang mendalam dan intens, perhatian yg nrimo terhadap orang lain, rasa humor, keterarahan pada diri sendiri (kebalikan dari kecenderungan buat hidup dari pengharapan orang lain), serta nir adanya dikotomi-dibagi dua yang artifisial (seperti kerja-bermain, cinta-benci, lemah-bertenaga). 

4. Fungsi dan Peran Konselor
Tugas utama Konselor merupakan berusaha tahu konseli menjadi ada dalam-dunia. Teknik yg dipakai mengikuti alih-alih melalui pemahaman. Karena menekankan pada pengalaman konseli kini , para konselor eksistensial memberitahuakn keleluasaan dalam memakai metode-metode, serta prosedur yang digunakan sang mereka bervariasi nir hanya dari konseli yang satu pada konseli yang lainnya, tetapi jua berdasarkan satu ke lain fase konseling yg dijalani sang konseli yang sama.

Meskipun konseling eksistesial bukan adalah metode tunggal, di kalangan konselor eksistensial serta humanistik ada konvensi menyangkut tugas-tugas serta tanggung jawab konselor. Buhler serta Allen (1972) sepakat bahwa psikokonseling difokuskan dalam pendekatan terhadap hubungan manusia alih-alih system teknik. Menurt Buhler dan Allen, para pakar psikologi humanistik memiliki orientasi beserta yang meliputi hal-hal berikut :
  1. Mengakui pentingnya pendekatan dari langsung ke langsung.
  2. Menyadari menurut kiprah menurut tangung jawab konselor.
  3. Mengakui sifat timbal pulang menurut interaksi konseling.
  4. Berorientasi pada pertumbuhan.
  5. Menekankan keharusan konselor terlibat dengan konseli sebagai suatu pribadi yg menyeluruh.
  6. Mengakui bahwa putusan-putusan dan pilihan-pilihan akhir terletak ditangan konseli.
  7. Memandang konselor sebagai contoh, dalam arti bahwa konselor menggunakan gaya hayati serta pandangan humanistiknya mengenai manusia sanggup secara implisit menerangkan pada konseli potensi bagi tindakan kreatif dan positif.
  8. Mengakui kebebasan konseli buat menyampaikan pandangan dan buat berbagi tujuan-tujuan serta nilainya sendiri.
  9. Bekerja kearah mengurangi kebergantungan konseli serta menaikkan kebebasan konseli.
May (1961) memandang tugas konselor pada antaranya adalah membantu konseli agar menyadari keberadaannya dalam global: “Ini merupakan ketika waktu konseli melihat dirinya sebagai orang yang terancam, yang hadir di dunia mengancam, dan sebagai subjek yg mempunyai dunia”.

Jika konseli membicarakan perasan-perasaannya kepada konselor pada pertemuan konseling, maka konselor usahakan bertindak sebagai berikut:
  1. Memberikan reaksi-reaksi langsung pada kaitan dengan apa yang dikatakan oleh konseli.
  2. Terlibat pada sejumlah pernyataan eksklusif yang relevan dan pantas mengenai pengalaman-pengalaman yang seperti dengan yg dialami oleh konseli.
  3. Meminta pada konseli buat mampu mengungkapkan ketakutannya terhadap keharuan memilih pada dunia yg tak niscaya.
  4. Menantang konseli buat melihat seluruh cara beliau menghindari pembuatan putusan-putusan, serta menaruh penilaian terhadap penghindaran itu.
  5. Mendorong konseli buat menilik jalan hidupnya pada periode sejak mulai konseling dengan bertanya.
  6. Beri memahami kepada konseli bahwa beliau sedang menilik apa yg dialaminya sesungguhnya merupakan suatu sifat yg khas menjadi manusia. 
Bahwa dia dalam akhirnya sendirian, bahwa dia wajib tetapkan buat dirinya sendiri, bahwa dia akan mengalami kecemasan atas ketidakpastian putusan-putusan yg dia buat, dan bahwa dia akan berjuang buat tetapkan makna kehidupannya pada dunia yang seringkali tampak tidak bermakna.

a. Hubungan antara Konselor dan Konseli 
Hubungan konselor sangat krusial pada konseling eksistensial. Penekanan diletakkan dalam pertemuan antar manusia dan perjalanan beserta alih-alih dalam teknik – teknik yang memepengaruhi konseli. Isi rendezvous konseling merupakan pengalaman konseli sekarang, bukan “masalah” konseli. Hubungan dengan orang lain pada kehadiran yg otentik difokuskan kepada “disini dan sekarang”. Masa lampau atau masa depan hanya penting apabila waktunya bekerjasama pribadi. 

Dalam menulis mengenai hubungan konseling, Sidney Jourard (1971) menghimbau supaya konselor, melalui tingkah lakunya yang otentik dan terbuka, mengajak konseli pada keontetikan. Jourard meminta agar konselor mampu membangun hubungan Aku-Kamu, dimana pembukaan diri konselor yang spontan menunjang pertumbuhan serta keontetikan konseli. Sebagaimana dinyatakan sang Jourard, “Manipulasi melahirkan kontramanipulasi. Pembukaan diri melahirkan Pembukaan diri pula”.

Jourard permanen bependapat bahwa apabila konselor menyembunyikan diri dalam rendezvous konseling, maka beliau terlibat pada tingkah laku nir otentik sama menggunakan yang mengakibatkan tanda-tanda-gejala pada diri konseli. Menurut jourard, cara buat membantu kien supaya menemukan dirinya yang sejati dan supaya tidak sebagai asing dengan dirinya sendiri merupakan, konselor secara impulsif membukakan pengalaman otentiknya pada konseli dalam saat yg tepat pada rendezvous konseling. Hal ini bukan berarti bahwa konselor harus menghentikan penggunaan teknik-tenik, penaksiran-penaksiran, serta penilaian-penilaiannya, melainkan berarti bahwa konselor wajib sering menyatakan atau menyampaikan pada konseli bahwa dia nir ingin membicarakan apa yang dipikirkan atau dirasakan.

b. Pengalaman Konseli
Dalam konseling pendekatan ini, konseli mampu mengalami secara subjektif persepsi-persepsi tentang dunianya. Dia wajib kreatif pada proses konseling, sebab dia wajib memutuskan ketakutan-ketakutan, perasaan-perasaan berdosa, serta kecemasan-kecemasan apa yang akan dieksplorasinya. Memutuskan buat menjalani konseling saja tak jarang adalah tindakan yg menyeramkan.

Dengan kata lain, konseli dalam konseling pendekatan ini terlibat pada pembukaan pintu menuju diri sendiri. Pengalaman tak jarang menakutkan atau menyenangkan, mendepresikan atau adonan berdasarkan semua perasaan tadi. Dengan membuka pintu yg tertutup, konseli mulai melonggarkan belenggu deterministik yang telah mengakibatkan beliau terpenjara secara psikologi. Lambat laun konseli menjadi sadar, apa beliau tadinya dan siapa dia sekarang dan konseli lebih bisa menetapkan masa depan seperti apa yang diinginkannya.

STRATEGI DAN MODEL PEMBELAJARAN ORANG DEWASA

Pengertian Strategi Pembelajaran Orang Dewasa
Pembelajaran adalah suatu proses dimana konduite diubah, dibuat atau dikendalikan. Jika istilah pembelajaran digunakan buat menyatakan suatu fungsi, maka tekanannya diletakan pada aspek-aspek krusial eksklusif (seperti motivasi) yg diyakini buat membantu membentuk belajar. Jadi arti pembelajaran merupakan suatu prubahan yg dapat memberikan output jika (orang-orang) berinteraksi dengan fakta (materi,aktivitas, pengalaman). Definisi lain pembelajaran merupakan upaya yang direncanakan dan dilaksanakan menggunakan sengaja buat memungkinkan terjadinya kegiatan belajar pada diri masyarakat belajar.
Strategi adalah sarana organisasi yg dipakai buat mencapai tujuannya. Strategi pembelajaran adalah wahana atau cara bagaimana supaya pembelajaran berlangsung secara efektif sebagai akibatnya tercapai tujuan belajar yg diinginkan.

Pembelajara orang dewasa adalah pembelajaran buat tahu orang dewasa dalam belajar menggunakan syarat optimum bagi orang dewasa tersebut. Smith (1982) mengungkapkan terdapat enam mengenai pembelajaran bagi orang dewasa ini, yaitu :


  1. Belajar berlangsung sepanjang hayat, hidup berarti belajar, belajar bisa dikehendaki tetapi dapat pula tanpa dikehendaki. Kita belajar banyak melalui proses pengenalan, semenjak dari pengasuhan keluarga, pengaruh sahabat sebaya, pekerjaan, permainan, harus militer dan media masa.
  2. Belajar merupakan suatu proses yang bersifat pribadi dan alamiah, tidak seseorang pun yang dapat melakukan belajar untuk kita.
  3. Belajar meliputi perubahan, sesuatu yg dibubuhi atau dikurangi. Perubahan-perubahan mungkin kecil sekali dalam masa dewasa.
  4. Belajar dibatasi oleh tingkat perkembangan manusia. Belajar menghipnotis dan dipengaruhi sang perubahan biologis dan fisik pada kepribadian, nilai peranan serta tugas yg umumnya terjadi sepanjang rentang kehidupan normal. 
  5. Berkaitan menggunakan pengalaman dan mengalami, Belajar merupakan mengalami, yaitu berinteraksi dengan lingkungan. Belajar merupakan melakukan.
  6. Belajar mengandung intuitif. Pengetahuan dapat muncul berdasarkan kegiatanbelajar itu sendiri. Intuisi dinamankan pengetahuan yang nir bisa ditemukan.
Karakteristik Orang Dewasa

Proses belajar bagi orang dewasa memerlukan kehadiran orang lain yg bisa berperan sebagai pembimbing belajar bukan cenderung digurui, orang dewasa cenderung ingin belajar bukan berguru. Orang dewasa tumbuh sebagai eksklusif dan memiliki kematangan konsep diri, mengalami perubahan psikologis serta ketergantungan yang terjadi pada masa kanak-kanak sebagai kemandirian untuk mengarahkan diri sendiri, sebagai akibatnya proses pembelajaran orang dewasa harus memperhatikan karakteristik orang dewasa.


Karakteristik orang dewasa dari Knowles (1986) tidak sinkron asumsinya dibandingkan dengan anak-anak. Asumsi yg dimaksud adalah:

  1. Konsep dirinya beranjak berdasarkan seorang pribadi yang bergantung ke arah langsung yang mandiri
  2. Manusia mengakumulasi poly pengalaman yang diperolehnya sebagai akibatnya sebagai asal belajar yang berkembang
  3. Kesiapan belajar insan secara meningkat diorientasikan dalam tugas perkembangan peranan sosial yg dibawanya.
  4. Persfektif waktunya berubah berdasarkan suatu pengetahuan yang tertunda penerapannya menjadi penerapan yang segera, orientasi belajarnya menurut yang terpusat pada pelajaran beralih sebagai terpusat dalam kasus.
Dari perkiraan mengenai konsep diri tersebut mengandung implikasi tentang pembelajaran orang dewasa yaitu :
  1. Terciptanya suasana belajar yang menyenangkan 
  2. Terjadinya multi komunikasi
  3. Peran serta warga belajar wajib diutamakan
  4. Pendapat orang dewasa harus dihormati
  5. Belajar orang dewasa bersifat unik, subyektif, serta lokalitas
  6. Rasa saling mempercayai antara pendidik serta terdidik
  7. Orang dewasa mempunyai tingkat kecerdasan yg tidak sinkron 
  8. Orang dewasa belajar igin mengetahui arti dirinya pada grup belajar
  9. Membangkitkan motivasi yang berasal berdasarkan dalam dirinya sendiri.
Berpusat pada karakteristik orang dewasa tersebut, maka akan mensugesti aspek-aspek pembelajaran orang dewasa diantaranya mengenal kurikulum atau materi, metode, media, asal belajar, dan setting pembelajaran.
Kurikulum pada kegiatan belajar orang dewasa harus disusun menurut kebutuhan yg terkait dengan aplikasi tugas kiprah sosial tentang perseteruan kehidupan yang secara kongkrit dihadapi oleh warga belajar, bukan disusun atas dasar urutan logik mata pelajaran.
Materi pembelajaran orang dewasa disusun menurut kebutuhan belajar. Kebutuhan belajar dapat didefinisikan menjadi kesenjangan antara kebutuhan sekarang dengan kebutuhan yg diperlukan. Oleh karena itu sarana buat memilih kebutuhan belajar adalah menyusun suatu model belajar orang dewasa dan mengungkap kesenjangan antara kebutuhan sekarang dengan kebutuhan yg dibutuhkan.

Metode serta teknik pembelajaran memegang peranan  krusial dalam menyusun strategi serta aplikasi kegiatan belajar membelajarkan . Metode serta teknik pembelajaran orang dewasa akan dibahas tersendiri.

Model-contoh Pembelajaran Orang Dewasa

Sesuai dengan ciri orang dewasa, maka pembelajarannya jua memerlukan ciri yang khusus. Ada beberapa model pembelajaran yg cocok dipakai buat pembelajaran orang dewasa yaitu :


a. Model Pembelajaran Daur Pengalaman Berstruktur dan Analisis Peranan


Model pembelajaran ini memakai pendekatan partisipatori andragogi melalui siklus pengalaman struktur. Model pembelajaran ini adalah proses membantu belajar orang dewasa secara analisis serta partisipasif melalui tahap-termin :

  1. Pengenalan serta penghayatan terhadap kasus serta kebutuhan peningkatan mutu program dan kemampuan petugas berdasarkan pandangan peserta
  2. Pengungkapan masalah/kebutuhan peningkatan mutu program serta kemampuan petugas berdasarkan pandangan peserta
  3. Pengolahan masalah serta kebutuhan peningkatan mutu program dan kemampuan petugas oleh peserta bersama fasilitator atau narasumber.
  4. Penyimpulan cara pemecahan perkara dan pemenuhan kebutuhan penigkatan mutu acara serta kemampuan petugas oleh peserta beserta fasilitator
  5. Penyerapan serta penerapan cara-cara peningkatan mutu acara dan kemampuan petugas dalam penyelenggaraan acara.'
Merujuk pada model pembelajaran siklus pengalaman berstruktur buat analisis kiprah peserta dapat menggunakan metode ATMAP (Arah, Terapan, Masalah dan Peran). Pembelajaran dengan metode ATMAP adalah upaya peningkatan kemampuan analisis dan sekaligus penghayatan peserta terhadap perannya pada menyelenggarakan acara dalam masyarakat. Aplikasi metode ATMAP dalam siklus pengalaman berstruktur adalah menjadi berikut :
1. Arah acara serta arah tugas
Arah acara berkenaan diantaranya tujuan aktivitas, cara pelaksanaan dan cara penilaian menurut acara yg diselenggaraka dalam warga . Arah tugas peserta berkenaan tugas pokok, rincian kegiatannya dan proses pelaksanaannya. Metode pembelajaran ini diantaranya hidangan arah, jajak kaus, curah pendapat, ceramah, tanya jawab, serta metode lain yang sesuai.
2. Terapan acara serta tugas
Terapan acara adalah cara aplikasi acara menurut arah yang sudah ditetapkan baik yang sudah diwujudkan maupun yang diperkirakan. Terapan tugas ialah cara pelaksanaan tugas yg sudah ditetapkan. Terapan acara serta terapan tugas dikaitkan menggunakan situasi serta kondisi wilayah, tempat serta fasilitas pendukungnya. Metode pembelajaran untuk ini diantaranya memakai curah pendapat, diskusi, telaah terapan,kerja kelompk,serta metode lain yang sinkron.
3. Masalah Terapan Program dan Terapan Tugas
Masalah terapan acara merupakan masalah-masalah yg muncul atau yuang diperkirakan akan ada baik internal maupun eksternal. Masalah terapan tugas ialah kasus kemampuan petugas dalam melaksanakan tugasnya yang berkaitan menggunakan terapan program baik yg timbul atau yg diperkirakan akan timbul (internal maupun eksternal). Metode pembelajaran ini antara lain curah pendapat, telaah perkara, diskusi kelompok (pleno), telaah banding, jajak lapangan, kerja kelompok dan metode lain yang sesuai.
4. Alternatif Pemecahan Masalah Terapan Program serta Terapan Tugas
Alternatif pemecahan kasus terapan program artinya gagasan-gagasan cara pemecahan perkara yang sudah dianalisis baik buat kini ataupun yg akan datang terutama terhadap perkara internal. Alternatif pemecahan kasus terapan tugas ialah gagasan-gagasan cara peningkatan kemampuan petugas sinkron menggunakan tuntutan terapan acara baik buat sekarang maupun buat yang akan tiba terutama yang bersifat internal. Metode pembelajaran untuk ini adalah telaah kasus, diskusi, jajak banding, kerja grup dan metode lain yang sesuai.
5. Peran Petugas
Peran petugas ialah kiprah serta kemampuannya melaksanakan program serta pemecahan masalahnya, buat sekarang juga yang akan datang. Metode pembelajaran buat ini harus ditekankan pada belajar, praktek dan bekerja melalui metode diskusi, kerja kelompok atau individual, simulasi, bermain peran serta metode lain yang sesuai.
b. Model Pembelajaran Latihan Penyelidikan (Inguiry Training Model)
Latihan penyelidikan sebagai galat satu model pembelajaran meliputi 5 fase yaitu :
  1. Menghadapkan peserta belajar buat berkonfrontasi dengan situasi teka-teki
  2.  Fase operasional pengumpulan data buat pembuktian, meminta peserta belajar menanyakan serangkaian serangkaian pertanyaan untuk dijawab sang fasilitator dengan "ya" atau "tidak" dan menyelenggarakan serangkaian eksperimen tentang lingkungan situasi perkara.
  3. Operasi pengumpulan data buat eksperimentasi
  4. Peserta belajar menyadap keterangan menurut pengumpulan data mereka serta menjelaskan kasus sebaik mungkin.
  5. Fasilitator dan peserta belajar bekerja sama menganalisis strategi satu sama lain. Tekanan di sini merupakan pada konsekuensi strategi eksklusif. Analisis ini berusaha membantu peserta belajar lebih terarah dalam mengajukan pertanyaan serta mengikuti rencana: Pengadaan fakta, Menentukan apa yg relevan, Menyiapkan konsep penjelasan atau hubungan. 

c. Model Pembelajaran Advance Organizer
Advance Organizer ialah materi sosialisasi yang tersaji lebih dahulu menurut tugas pembelajaran yang tingkat abstraksinya lebih tinggi dibandingkan dengan tugas pembelajarn itu sendiri. Tujuannya artinya buat mengungkapkan, mengintegrasikan, serta menghubungkan materi dalam tugas pembelajaran dengan materi yg sudah dipelajari lebih dahulu, disamping jua buat membantu peserta belajar membedakan materi baru berdasarkan materi pembelajaran yg sudah diberikan. Organisasi yang paling efektif merupakan materi yg menggunakan konsep, istilah serta dalil yang sudah dikenal oleh rakyat belajar termasuk juga ilustrasi dan analogi.

Bahan pembelajaran dapat berupa artikel dalam koran atau majalah dan jurnal, ceramah bahkan dapat pula film. Tugas pembelajaran bagi peserta belajar adalah buat menghayati warta, buat mengingat gagasan sentral dan mungkin juga warta kunci. Sebelum memperkenalkan materi pembelajaran pada peserta belajar hendaknya fasilitator menyiapkan materi ta’aruf pada bentuk Advance Organizer berupa lampiran yang dapat dipakai untk mengaitkan data baru yg relevan.


Advance Organizer dalam umumnya berdasarkan dalam konsep serta aturan/anggaran suatu disiplin. Sebagai contoh suatu pelajaran atau uraian tentang sistem kasta pada India bisa didahului dengan  organizer yang berdasarkan dalam konsep stratifikasi sosial. Biasanya organizer dikaitkan menggunakan materi yang bersifat aktual atau kurang tak berbentuk dibandingkan dengan yang mendahuluinya. Organizer timbul dari interaksi secara integral menggunakan materi pembelajaran. Organizer bisa jua digunakan secara kreatif untuk menyiapkan persfektif baru.


Pembelajaran model Advance Organizer bisa diterapkan melaluibeberapa fase yaitu :

  1. Penyajian Advance Organizer mencakup kegiatan : Menjelaskan tujuan satuan pelajaran, Menyajikan organizer, Mendorong timbulnya kesadaran akan pengetahuan dan pengalaman yg relevan dengan latar belakang peserta belajar.
  2. Penyajian materi tugas pembelajaran; Menyusun urutan logis materi pelajaran bagi rakyat belajar, Membina perhatian rakyat belajar, Menyiapkan bahan organiser yg bersifat eksplisit.
  3. Memperkuat organisasi kognitif : Menggunakan prinsip-prinsip rekonsiliasi secara terintegrasi, Mengintegrasikan pembelajaran penerimaan aktif,Memperoleh pendekatan kritis terhadap pengetahuan yg dipelajari.
d. Model Pembelajaran Pemerolehan Konsep
Pembelajaran contoh pemerolehan konsep meliputi penganalisisan proses berpikir serta diskusi menganai atribut peroleha konsep. Selanjutnya terhadap variasi pada contoh dasar yang melibatkan lebih poly peserta belajar berpartisipasi serta mengendalikan diskusi dan lebih poly materi yg kompleks. Kelaziman diantara materi ini merupakan aplikasi menurut teori tentang konsep. Inilah yg membedakan antara contoh perolehan konsep yg orisinil menggunakan perlombaan menebak. Model ini mengandung nilai pelaksanaan yang penting dan pribadi pada pembelajaran sebagai berikut :
  1. Dengan tahu hakikat dari konsep serta aktivitas yg bersifat konseptual fasilitator dapat menetapkan secara lebih baik apabila peserta belajar memperoleh pengertian suatu konsep
  2. Fasilitator bisa mengenal strategi pengkategorisasian yang digunakan warga belajar serta membantu mereka menggunakannya secara lebih efektif.
  3. Fasilitator dapat memperbaiki kualitas pembelajaran untuk memeriksa konsep menggunakan memakai model pembelajaran tentang hakikat proses perolehan konsep.
Referesi :
Ditentis (1998), Metode belajar orang dewasa. Modul. Jakarta
Knowles, M.(19986). The adult leaner a neglected species. London. Gulf Publishing Company.
Kuntoro, Sodiq A. (1999). Andragogi : teori pembelajaran orang dewasa. Makalah. Yogyakarta.
Soedomo.(1989). Pendidikan Luar sekolah ke arah pengembangan sistem belajar masyarakat. Jakarta. Ditjen Dikti, Depdikbud.
Srinivasan. Lyra (1977). Perspectives on nonformal adult learning. New York. World Educational.
Syamsu M, dkk. (1994). Teori belajar orang dewasa. Jakarta, Depdikbud.

PENDIDIKAN KARAKTER APA MENGAPA DAN BAGAIMANA IMPLEMENTASINYA DI SATUAN PENDIDIKAN

Pendidikan Karakter : Apa, Mengapa, dan Bagaimana Implementasinya di Satuan Pendidikan 
Pendidikan sesungguhnya adalah transformasi budaya, sehingga problem budaya dan karakter bangsa yang kurang baik akan menjadi sorotan tajam warga terhadap pelaksanaan pendidikan di setiap satuan pendidikan. Sorotan itu mengenai aneka macam aspek kehidupan, tertuang dalam aneka macam goresan pena di media cetak, wawancara, dialog, dan gelar wicara pada media elektronika. Selain pada media masa, para pemuka rakyat, para pakar, dan para pengamat pendidikan, serta pengamat sosial berbicara tentang masalah budaya dan karakter bangsa pada banyak sekali lembaga seminar, baik pada taraf lokal, nasional, juga internasional. Persoalan yang timbul pada rakyat misalnya korupsi, kekerasan, kejahatan seksual, perusakan, perkelahian massa, kehidupan ekonomi yg konsumtif, kehidupn politik yg nir produktif, dan sebagainya menjadi topik pembahasan hangat di media massa, seminar, dan di aneka macam kesempatan. Berbagai alternatif penyelesaian diajukan misalnya peraturan, undang-undang, peningkatan upaya pelaksanaan serta penerapan hukum yg lebih bertenaga. 

Alternatif lain yang poly dikemukakan buat mengatasi, paling nir mengurangi, masalah budaya serta karakter bangsa yang dibicarakan itu merupakan pendidikan. Pendidikan dianggap menjadi alternatif yang bersifat preventif karena pendidikan membangun generasi baru bangsa yg lebih baik. Sebagai cara lain yang bersifat preventif, pendidikan diharapkan bisa mengembangkan kualitas generasi muda bangsa pada aneka macam aspek yang bisa memperkecil serta mengurangi penyebab berbagai kasus budaya dan karakter bangsa, mengapa tidak lantaran pendidikan sesungguhnya merupakan transformasi budaya. Memang diakui bahwa hasil menurut pendidikan akan terlihat dampaknya pada ketika yg nir segera, tetapi memiliki daya tahan dan dampak yang bertenaga di masyarakat dalam saat yang relatif usang sehingga menciptakan pendidikan sesungguhnya investasi jangka panjang.

Kurikulum adalah jantungnya pendidikan (curriculum is the heart of education). Oleh karena itu, sudah seharusnya kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), saat ini, menaruh perhatian yang lebih besar pada pendidikan budaya serta karakter bangsa dibandingkan kurikulum masa sebelumnya, bepergian kurikulum pada Indonesia menurut tahun 1947 sampai dengan tahun 2004 (sebelum KTSP) adalah:

(1) pada tahun 1947 
• Perubahan terali pendidikan dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional 
• Asas Pendidikan ditetapkan: Panca Sila 
• Baru dilaksanakan pada sekolah-sekolah tahun 1950
• Memuat 2 hal pokok: 
1. Daftar mata pelajaran; 
2. Garis-garis pedagogi 
• Mengurangi pendidikan pikiran, mengutamakan pendidikan watak, pencerahan bernegara serta bermasyarakat, mteri pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian thd kesenian serta pendidikan jasmani.

(2) Tahun 1952 : 
• Lebih merinci setiap mata pelajaran 
• Silabus lebih kentara, satu guru mengajar satu mapel 

(3) Tahun 1954 (kurikulum gaya usang):
• Tujuan Pembelajaran tidak dinyatakan secara jelas 

(4) Tahun 1962 (kurikulum gaya baru 
• Mempercepat pembangunan nasional 
• Membangun interaksi dengan bangsa-bangsa lain
• Menjalankan kebijakan luar negeri negara 

(5) Tahun 1964 
• Fokus dalam pengembangan daya, cipta, rasa, karsa, serta moral (pancawardhana)
• Mata pelajaran dikelompokkan menjadi 5 gerombolan bidang studi: 
1. Moral; 
2. Kecerdasan; 
3. Emosional/artistik; 
4. Keprigelan (ketrampilan); 
5. Jasmaniah 
• Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan aktivitas fungsional praktis 

(6) Tahun 1968 
• Merupakan revisi Kurikulum 1964, yang dicitrakan sebgai produk orde usang 
• Tujuan: membentuk insan Panca Sila seutuhnya. 
• Menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: grup training Panca Sila, Pengetahuan Dasar, dan Kecakapan Khusus 
• Jumlah mata pelajaran : 9. 
• Muatan materi bersifat teoritis, tdk mengaitkan dengan perseteruan faktual di lapangan 
• Titik berat: materi apa saja yg sempurna diberikan pada anak didik di tiap jenjang pendidikan

(7) Tahun 1975 
• Menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif 
• Dipengaruhi sang konsep di bidang manajemen, yaitu MBO (Management by Objective)
• Metode, materi, dan tujuan pedagogi dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI)
• Lahir istilah Satpel (Satuan pelajaran), yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan 
• Setiap satpel dirinci lagi: Tujuan Instruksional Umum, Tujuan Instruksional Khusus, Materi Pelajaran, Alat pelajaran, Kegiatan Belajar-Mengajar, serta Evaluasi 
• Banyak dikritik lantaran pengajar poly dibentuk sibuk menulis rincian berdasarkan setiap aktivitas pembelajaran 

(8) Tahun 1984 
• Mengusung process skill approach (pendekatan ketrampilan proses), dg permanen menganggap krusial faktor tujuan 
• Sering jua diklaim ‘Kurikulum 1975 yg disempurnakan’
• Siswa diposisikan menjadi subyek belajar (mengamati, mengelompokkan, mendiskusikan, sampai melaporkan). 
• Model pembelajaran ini diklaim CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), atau SAL (Student Active Learning). 
• Tokoh penting dibalik lahirnya Kur. 1984 merupakan Prof. Conny R. Semiawan (Kepala Puskur1980-1986), pula Rektor IKIP Jakarta (1984-1992).
• Konsep CBSA yang indah secara teori dan indah hasilnya ketika di sekolah-sekolah yang dujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi ketika dilaksanakan secara nasional.
• Yang menonjol hanyalah kegaduhan saat diskusi, dan di sana-sini ada tempelan gambar-gambar , pengajar tidak lagi mengajar contoh ceramah. 
• Banyak bermunculan penolakan thd CBSA

(9) Tahun 1994 Suplemen tqhun 1999 
• Merupakan upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya (Kur. 1975 & Kur. 1984), yaitu pendekatan tujuan dan proses.
• Banyak mendapatkan kritik lantaran beban belajar anak didik terlalu berat, dari muatan nasional hingga muatan lokal. 
• Berbagai kepentingan grup-kelompok masyarakat mendesakkan agar info-berita tertentu masuk dalam kurikulum. 
• Menjelma menjadi kurikulum super padat 
• Diterbitkan Suplemen Kurikulum 1999, berisi pengaturan pada materi yg di Kur. 1994 diserahkan pengurutannya kepada para guru

(10) Tahun 2004 
• Juga dikenal menggunakan KBK (kurikulum Berbasis Kompetensi).
• Setiap pelajaran diurai berdasar kompetensi apa yang mesti dicapai. 
• Muncul kerancuan apabila dikaitkan dengan indera ukur kompetensi anak didik, yaitu ujian!, baik yang berupa ujian nasional maupun ujian akhir sekolah menggunakan soal pilihan ganda. 
• Mestinya lebih poly pada praktek serta soal uraian terbuka buat mengukur tingkat kompetensi anak didik.
• Banyak pengajar juga belum memahami esensi menurut KBK
• Sampai akhirnya diganti, Kurikulum 2004 masih dalam tingkat uji coba 

(11)KTSP 
• Ditinjau dari segi isi dan proses pencapaian taget kompetensi pelajaran oleh anak didik dan teknis penilaiannya tidaklah (banyak) berbeda dengan Kurikulum 2004. 
• Perbedaan dengan Kurikulum 2004 yang paling tampak adalah bahwa guru lebih diberikan kebebasan utk merencanakan pembelajaran sinkron dg kondisi murid dan syarat sekolah berada. 
• Pemerintah- dalam hal ini Depdiknas, hanya tetapkan kerangka dasar, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Kompetensi & Kompetensi Dasar tiap mata pelajaran. 
• Selebihnya, (indikator, materi, juga penilaiannya) diserahkan pada para guru & satuan pendidikan pada bawah koordinasi serta pengawasan pemerintah kab./kota. 

Uraian di atas menampakan bahwa penyusunan KTSP sebagai landasan pengelolaan pembelajaran pada satuan pendidikan yg bisa merespon pendidikan sebagai transformasi budaya yang pada akhirnya membuat luaran pendidikan yang beriptek dan berimtaq dapat tewujud dengan cataan asal daya manusia pengelolah satuan pendidikan mempunyai kualitas yg memadai.

Pengawas sekolah yang merupakan Jabatan fungsional Pengawas Sekolah adalah jabatan fungsional yang mempunyai ruang lingkup tugas, tanggung jawab serta kewenangan buat melaksanakan aktivitas pengawasan akademik dan manajerial dalam satuan pendidikan (Permenpan serta RB no. 21 Th 2010). Oleh sebab itu maka pengawas sekolah memegang kiprah yg stragis untuk membantu satuan pendidikan pada pengelolaan buat mewujudkan luaran satuan pendidikan yg berkarakter. Olehyang itu bagaimana implementasi pendidikan karatek bangsa kedalam KTSP 

Pengertian Pendidikan Budaya serta Karakter Bangsa
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) merumuskan fungsi serta tujuan pendidikan nasional yang harus dipakai dalam mengembangkan upaya pendidikan pada Indonesia. Pasal 3 UU Sisdiknas mengungkapkan, “Pendidikan nasional berfungsi berbagi serta membentuk tabiat dan peradaban bangsa yg bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik supaya menjadi manusia yang beriman serta bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, berdikari, dan sebagai rakyat negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Tujuan pendidikan nasional itu adalah rumusan tentang kualitas insan Indonesia yg wajib dikembangkan sang setiap satuan pendidikan. Oleh karena itu, rumusan tujuan pendidikan nasional menjadi dasar dalam pengembangan pendidikan budaya serta karakter bangsa.

Untuk mendapatkan wawasan tentang arti pendidikan budaya dan karakter bangsa perlu dikemukakan pengertian kata budaya, karakter bangsa, serta pendidikan. Pengertian yg dikemukakan pada sini dikemukakan secara teknis serta digunakan dalam membuatkan panduan ini. Pengajar-guru Antropologi, Pendidikan Kewarganegaraan, dan mata pelajaran lain, yang kata-istilah itu sebagai pokok bahasan dalam mata pelajaran terkait, permanen mempunyai kebebasan sepenuhnya membahas serta berargumentasi mengenai kata-istilah tadi secara akademik.

Budaya diartikan sebagai keseluruhan sistem berpikir, nilai, moral, kebiasaan, dan keyakinan (belief) insan yang didapatkan rakyat. Sistem berpikir, nilai, moral, kebiasaan, serta keyakinan itu merupakan hasil berdasarkan hubungan manusia menggunakan sesamanya dan lingkungan alamnya. Sistem berpikir, nilai, moral, norma dan keyakinan itu digunakan pada kehidupan manusia dan membuat sistem sosial, sistem ekonomi, sistem kepercayaan , sistem pengetahuan, teknologi, seni, dan sebagainya. Manusia menjadi makhluk sosial sebagai produsen sistem berpikir, nilai, moral, kebiasaan, serta keyakinan; akan namun juga pada hubungan dengan sesama insan serta alam kehidupan, manusia diatur sang sistem berpikir, nilai, moral, kebiasaan, dan keyakinan yg sudah dihasilkannya. Ketika kehidupan manusia terus berkembang, maka yg berkembang sesungguhnya merupakan sistem sosial, sistem ekonomi, sistem agama, ilmu, teknologi, dan seni. Pendidikan adalah upaya bersiklus dalam mengembangkan potensi siswa, sebagai akibatnya mereka memiliki sistem berpikir, nilai, moral, dan keyakinan yg diwariskan masyarakatnya dan menyebarkan warisan tersebut ke arah yg sesuai buat kehidupan masa kini dan masa mendatang.

Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi aneka macam kebajikan (virtues) yang diyakini dan dipakai sebagai landasan buat cara pandang, berpikir, bersikap, serta bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, serta kebiasaan, seperti amanah, berani bertindak, dapat dipercaya, serta hormat pada orang lain. Interaksi seseorang menggunakan orang lain menumbuhkan karakter rakyat dan karakter bangsa. Oleh karenanya, pengembangan karakter bangsa hanya dapat dilakukan melalui pengembangan karakter individu seseorang. Akan tetapi, karena manusia hayati pada ligkungan sosial dan budaya tertentu, maka pengembangan karakter individu seseorang hanya bisa dilakukan dalam lingkungan sosial serta budaya yg berangkutan. Artinya, pengembangan budaya dan karakter bangsa hanya bisa dilakukan pada suatu proses pendidikan yang tidak melepaskan peserta didik dari lingkungan sosial,budaya masyarakat, serta budaya bangsa. Lingkungan sosial dan budaya bangsa merupakan Pancasila; jadi pendidikan budaya serta karakter bangsa haruslah menurut nilai-nilai Pancasila. Dengan kata lain, mendidik budaya serta karakter bangsa merupakan berbagi nilai-nilai Pancasila pada diri siswa melalui pendidikan hati, otak, serta fisik. 

Pendidikan merupakan suatu bisnis yang sadar serta sistematis dalam membuatkan potensi peserta didik. Pendidikan adalah juga suatu bisnis warga serta bangsa dalam mempersiapkan generasi mudanya bagi keberlangsungan kehidupan rakyat serta bangsa yang lebih baik pada masa depan. Keberlangsungan itu ditandai oleh pewarisan budaya serta karakter yang telah dimiliki masyarakat serta bangsa. Oleh karenanya, pendidikan adalah proses pewarisan budaya dan karakter bangsa bagi generasi muda serta juga proses pengembangan budaya serta karakter bangsa buat peningkatan kualitas kehidupan warga dan bangsa di masa mendatang. Dalam proses pendidikan budaya dan karakter bangsa, secara aktif siswa membuatkan potensi dirinya, melakukan proses internalisasi, serta penghayatan nilai-nilai menjadi kepribadian mereka pada bergaul pada masyarakat, mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera, dan membuatkan kehidupan bangsa yang bermartabat. 

Atas dasar pemikiran itu, pengembangan pendidikan budaya dan karakter sangat strategis bagi keberlangsungan dan keunggulan bangsa pada masa mendatang. Pengembangan itu harus dilakukan melalui perencanaan yang baik, pendekatan yg sesuai, serta metode belajar dan pembelajaran yang efektif. Sesuai dengan sifat suatu nilai, pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah bisnis beserta sekolah; oleh karena itu harus dilakukan secara bersama oleh seluruh guru dan pemimpin sekolah, melalui seluruh mata pelajaran, dan sebagai bagian yang tidak terpisahkan berdasarkan budaya sekolah.

Landasan Pedagogis Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Pendidikan adalah suatu upaya sadar buat membuatkan potensi peserta didik secara optimal. Usaha sadar itu tidak boleh dilepaskan berdasarkan lingkungan siswa berada, terutama dari lingkungan budayanya, lantaran peserta didik hidup tidak terpishkan dalam lingkungannya dan bertindak sinkron menggunakan kaidah-kaidah budayanya. Pendidikan yg nir dilandasi oleh prinsip itu akan mengakibatkan siswa tercerabut berdasarkan akar budayanya. Ketika hal ini terjadi, maka mereka nir akan mengenal budayanya dengan baik sehingga beliau menjadi orang “asing” dalam lingkungan budayanya. Selain sebagai orang asing, yg lebih mengkhawatirkan merupakan dia sebagai orang yang nir menyukai budayanya.

Budaya, yg mengakibatkan peserta didik tumbuh serta berkembang, dimulai berdasarkan budaya pada lingkungan terdekat (kampung, RT, RW, desa) berkembang ke lingkungan yg lebih luas yaitu budaya nasional bangsa dan budaya universal yg dianut sang ummat manusia. Jika peserta didik menjadi asing berdasarkan budaya terdekat maka beliau nir mengenal menggunakan baik budaya bangsa serta dia nir mengenal dirinya menjadi anggota budaya bangsa. Dalam situasi demikian, dia sangat rentan terhadap impak budaya luar serta bahkan cenderung buat mendapat budaya luar tanpa proses pertimbangan (valueing). Kecenderungan itu terjadi karena beliau nir memiliki kebiasaan serta nilai budaya nasionalnya yang dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan pertimbangan (valueing). 

Semakin kuat seorang mempunyai dasar pertimbangan, semakin kuat juga kecenderungan untuk tumbuh dan berkembang menjadi masyarakat negara yg baik. Pada titik kulminasinya, kebiasaan dan nilai budaya secara kolektif pada taraf makro akan menjadi norma dan nilai budaya bangsa. Dengan demikian, peserta didik akan menjadi masyarakat negara Indonesia yang memiliki wawasan, cara berpikir, cara bertindak, serta cara menuntaskan perkara sinkron dengan kebiasaan serta nilai ciri ke-Indonesiaannya. Hal ini sesuai menggunakan fungsi utama pendidikan yg diamanatkan dalam UU Sisdiknas, “mengembangkan kemampuan dan menciptakan watak serta peradaban bangsa yg bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”. Oleh karena itu, aturan dasar yg mengatur pendidikan nasional (Undang-Undang Dasar 1945 serta UU Sisdiknas) telah memberikan landasan yg kokoh buat berbagi keseluruhan potensi diri seorang sebagai anggota rakyat serta bangsa.

Pendidikan merupakan suatu proses enkulturasi, berfungsi mewariskan nilai-nilai dan prestasi masa lalu ke generasi mendatang. Nilai-nilai serta prestasi itu merupakan pujian bangsa serta berakibat bangsa itu dikenal oleh bangsa-bangsa lain. Selain mewariskan, pendidikan juga mempunyai fungsi untuk menyebarkan nilai-nilai budaya dan prestasi masa lalu itu sebagai nilai-nilai budaya bangsa yg sesuai dengan kehidupan masa kini dan masa yg akan datang, serta berbagi prestasi baru yang sebagai karakter baru bangsa. Oleh karena itu, pendidikan budaya serta karakter bangsa adalah inti menurut suatu proses pendidikan. 

Proses pengembangan nilai-nilai yang sebagai landasan dari karakter itu menghendaki suatu proses yang berkelanjutan yg terintegrasi disetiap mata pelajaran yg ada pada satuan pendidikan sehingga wajib ditegaskan implentasinya pada kurikulum taraf satuan pendidikan yg selanjutnya dituangkan dalam silabus serta rencana palaksanaan pembelajaran disetiap mata pelajaran. Pendidikan budaya serta karakter bangsa dilakukan melalui pendidikan nilai-nilai atau kebajikan yang sebagai nilai dasar budaya serta karakter bangsa. Kebajikan yg sebagai atribut suatu karakter dalam dasarnya adalah nilai. Oleh karena itu pendidikan budaya dan karakter bangsa pada dasarnya adalah pengembangan nilai-nilai yg asal menurut etos atau ideologi bangsa Indonesia, agama, budaya, serta nilai-nilai yg terumuskan dalam tujuan pendidikan nasional. 

Fungsi Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Fungsi pendidikan budaya serta karakter bangsa adalah:
1. Pengembangan: pengembangan potensi peserta didik buat menjadi pribadi berperilaku baik; ini bagi siswa yg telah memiliki perilaku dan perilaku yang mencerminkan budaya serta karakter bangsa; 
2. Pemugaran: memperkuat peran pendidikan nasional buat bertanggung jawab dalam pengembangan potensi peserta didik yang lebih bermartabat; dan
3. Penyaring: buat menyaring budaya bangsa sendiri serta budaya bangsa lain yg tidak sesuai menggunakan nilai-nilai budaya serta karakter bangsa yg bermartabat.

Tujuan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Tujuan pendidikan budaya serta karakter bangsa adalah:
1. Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai insan dan warganegara yg memiliki nilai-nilai budaya serta karakter bangsa;
2. Menyebarkan norma dan konduite peserta didik yang terpuji dan sejalan menggunakan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius; 
3. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa;
4. Berbagi kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan; dan
5. Berbagi lingkungan kehidupan sekolah menjadi lingkungan belajar yg aman, amanah, penuh kreativitas serta persahabatan, dan menggunakan rasa kebangsaan yg tinggi dan penuh kekuatan (dignity).

Nilai-nilai dalam Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Nilai-nilai yang dikembangkan pada pendidikan budaya dan karakter bangsa diidentifikasi dari sumber-sumber berikut adalah.
1. Agama: rakyat Indonesia adalah rakyat beragama. Oleh karenanya, kehidupan individu, warga , serta bangsa selalu didasari pada ajaran kepercayaan serta kepercayaannya. Secara politis, kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yg asal menurut agama. Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai pendidikan budaya serta karakter bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yg berasal berdasarkan agama.

2. Pancasila: negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan serta kenegaraan yg disebut Pancasila. Pancasila masih ada dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal yg masih ada pada UUD 1945. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sebagai nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni. Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan peserta didik sebagai rakyat negara yg lebih baik, yaitu rakyat negara yang mempunyai kemampuan, kemauan, serta menerapkan nilai-nilai Pancasila pada kehidupannya sebagai rakyat negara.

3. Budaya: sebagai suatu kebenaran bahwa tidak terdapat manusia yang hidup bermasyarakat yg nir didasari oleh nilai-nilai budaya yg diakui rakyat itu. Nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar pada anugerah makna terhadap suatu konsep dan arti pada komunikasi antaranggota warga itu. Posisi budaya yg demikian krusial pada kehidupan rakyat mengharuskan budaya menjadi asal nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa.

4. Tujuan Pendidikan Nasional: sebagai rumusan kualitas yang wajib dimiliki setiap masyarakat negara Indonesia, dikembangkan sang aneka macam satuan pendidikan pada aneka macam jenjang serta jalur. Tujuan pendidikan nasional memuat banyak sekali nilai humanisme yang wajib dimiliki rakyat negara Indonesia. Oleh karena itu, tujuan pendidikan nasional merupakan asal yang paling operasional dalam pengembangan pendidikan budaya serta karakter bangsa. 

Berdasarkan keempat sumber nilai itu, teridentifikasi sejumlah nilai buat pendidikan budaya dan karakter bangsa sebagai ini dia. 

Tabel Nilai serta Deskripsi Nilai Pendidikan Budaya serta Karakter Bangsa
NILAI
DESKRIPSI
1. Religius
Sikap dan konduite yang patuh pada melaksanakan ajaran agama  yg dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah kepercayaan lain, serta hidup rukun menggunakan pemeluk kepercayaan lain.
2. Jujur
Perilaku yang berdasarkan pada upaya berakibat dirinya menjadi orang yang selalu bonafide dalam perkataan, tindakan, serta pekerjaan.
3. Toleransi
Sikap dan  tindakan yg menghargai disparitas agama, suku, etnis, pendapat, perilaku, serta tindakan orang lain yang tidak selaras berdasarkan dirinya.
4. Disiplin
Tindakan yg memperlihatkan perilaku tertib serta patuh pada berbagai ketentuan serta peraturan.
5. Kerja Keras
Perilaku yg memberitahuakn upaya sungguh-benar-benar pada mengatasi aneka macam hambatan belajar dan tugas, dan merampungkan tugas dengan sebaik-baiknya.
6. Kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu buat menghasilkan cara atau hasil baru berdasarkan  sesuatu yg telah dimiliki.
7. Mandiri
Sikap serta perilaku yang nir mudah tergantung dalam orang lain dalam merampungkan tugas-tugas.
8. Demokratis
Cara berfikir, bersikap, serta bertindak yg menilai sama  hak dan kewajiban dirinya serta orang lain.
9. Rasa Ingin Tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya buat mengetahui lebih mendalam dan meluas berdasarkan sesuatu yang dipelajarinya, dicermati, dan didengar.
10. Semangat Kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yg menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri serta kelompoknya.
11. Cinta Tanah Air
Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yg menerangkan kesetiaan, kepedulian, serta penghargaan  yang tinggi terhadap bahasa,  lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
12. Menghargai Prestasi
Sikap serta tindakan yg mendorong dirinya buat membuat sesuatu yang bermanfaat bagi warga , serta mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
13. Bersahabat/
       Komuniktif
Tindakan yang menunjukkan rasa bahagia berbicara, bergaul, serta bekerja sama dengan orang lain.
14. Cinta Damai
Sikap, perkataan, dan tindakan yg menyebabkan orang lain merasa bahagia dan kondusif atas kehadiran dirinya.
15.  Gemar Membaca
Kebiasaan menyediakan ketika buat membaca berbagai bacaan yg memberikan kebajikan bagi dirinya.
16. Peduli Lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan dalam lingkungan alam pada sekitarnya, dan membuatkan upaya-upaya buat memperbaiki kerusakan alam yang telah terjadi.
17. Peduli Sosial
Sikap serta tindakan yang selalu ingin memberi donasi dalam orang lain dan rakyat yang membutuhkan.
18. Tanggung-jawab
Sikap serta perilaku seorang buat melaksanakan tugas serta kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial serta budaya), negara serta Tuhan Yang Maha Esa.

Prinsip serta Pendekatan Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa 
Pada prinsipnya, pengembangan budaya serta karakter bangsa tidak dimasukkan sebagai pokok bahasan namun terintegrasi ke dalam mata pelajaran-mata pelajaran, pengembangan diri, serta budaya sekolah. Oleh karena itu, guru serta sekolah perlu mengintegrasikan nilai-nilai yg dikembangkan pada pendidikan budaya dan karakter bangsa ke pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Silabus serta Rencana Program Pembelajaran (RPP) yang sudah ada. 

Prinsip pembelajaran yang digunakan dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa mengusahakan supaya siswa mengenal serta mendapat nilai-nilai budaya serta karakter bangsa sebagai milik mereka serta bertanggung jawab atas keputusan yg diambilnya melalui tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan, memilih pendirian, dan selanjutnya menjadikan suatu nilai sesuai menggunakan keyakinan diri. Dengan prinsip ini, peserta didik belajar melalui proses berpikir, bersikap, dan berbuat. Ketiga proses ini dimaksudkan untuk menyebarkan kemampuan siswa dalam melakukan aktivitas sosial serta mendorong peserta didik buat melihat diri sendiri menjadi makhluk sosial. 

Berikut prinsip-prinsip yg dipakai dalam pengembangan pendidikan budaya serta karakter bangsa. 
1. Berkelanjutan; mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa merupakan sebuah proses panjang, dimulai dari awal siswa masuk hingga terselesaikan berdasarkan suatu satuan pendidikan. Sejatinya, proses tersebut dimulai dari kelas 1 SD atau tahun pertama serta berlangsung paling nir sampai kelas 9 atau kelas akhir SMP. Pendidikan budaya dan karakter bangsa pada SMA adalah kelanjutan dari proses yang sudah terjadi selama 9 tahun.

2. Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, serta budaya sekolah; mensyaratkan bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui setiap mata pelajaran, serta pada setiap kegiatan kurikuler serta ekstrakurikuler. Gambar 1 berikut ini menerangkan pengembangan nilai-nilai melalui jalur-jalur itu :

Gambar Pengembangan Nilai-nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa

Pengembangan nilai budaya serta karakter bangsa melalui berbagai mata pelajaran yg sudah ditetapkan dalam Standar Isi (SI), digambarkan menjadi berikut ini.

Gambar Pengembangan Nilai Budaya dan Karakter Bangsa melalui Setiap Mata Pelajaran

3. Nilai nir diajarkan akan tetapi dikembangkan; mengandung makna bahwa materi nilai budaya serta karakter bangsa bukanlah materi ajar biasa; adalah, nilai-nilai itu nir dijadikan pokok bahasan yang dikemukakan misalnya halnya ketika mengajarkan suatu konsep, teori, prosedur, ataupun kabar seperti dalam mata pelajaran agama, bahasa Indonesia, PKn, IPA, IPS, matematika, pendidikan jasmani serta kesehatan, seni, dan ketrampilan.

Materi pelajaran biasa digunakan menjadi bahan atau media untuk berbagi nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Oleh karena itu, pengajar tidak perlu mengganti pokok bahasan yg sudah ada, tetapi memakai materi utama bahasan itu buat menyebarkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Juga, guru nir wajib mengembangkan proses belajar khusus buat menyebarkan nilai. Suatu hal yg selalu wajib diingat bahwa satu aktivitas belajar dapat dipakai untuk menyebarkan kemampuan pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. 

Konsekuensi dari prinsip ini, nilai-nilai budaya serta karakter bangsa tidak ditanyakan pada ulangan ataupun ujian. Walaupun demikian, peserta didik perlu mengetahui pengertian berdasarkan suatu nilai yang sedang mereka tumbuhkan dalam diri mereka. Mereka tidak boleh berada dalam posisi nir tahu dan nir paham makna nilai itu.

4. Proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan; prinsip ini menyatakan bahwa proses pendidikan nilai budaya serta karakter bangsa dilakukan oleh peserta didik bukan sang guru. Pengajar menerapkan prinsip ”tut wuri handayani” dalam setiap konduite yg ditunjukkan siswa. Prinsip ini juga menyatakan bahwa proses pendidikan dilakukan pada suasana belajar yang menimbulkan rasa bahagia serta tidak indoktrinatif.

Diawali menggunakan perkenalan terhadap pengertian nilai yg dikembangkan maka pengajar menuntun peserta didik agar secara aktif. Hal ini dilakukan tanpa pengajar berkata kepada siswa bahwa mereka harus aktif, tapi pengajar merencanakan aktivitas belajar yang mengakibatkan siswa aktif merumuskan pertanyaan, mencari asal kabar, dan mengumpulkan kabar dari sumber, memasak kabar yg telah dimiliki, merekonstruksi data, fakta, atau nilai, menyajikan output rekonstruksi atau proses pengembangan nilai, menumbuhkan nilai-nilai budaya dan karakter dalam diri mereka melalui aneka macam kegiatan belajar yang terjadi di kelas, sekolah, serta tugas-tugas pada luar sekolah.

Perencanaan Pengembangan Pendidikan Budaya serta Karakter Bangsa
Perencanaan serta aplikasi pendidikan budaya serta karakter bangsa dilakukan sang kepala sekolah, pengajar, tenaga kependidikan (konselor) secara beserta-sama menjadi suatu komunitas pendidik dan diterapkan ke dalam kurikulum melalui hal-hal ini dia.

1. Program Pengembangan Diri
Dalam acara pengembngan diri, perencanaan dan aplikasi pendidikan budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui pengintegrasian ke pada kegiatan sehari-hari sekolah yaitu melalui hal-hal berikut.

a. Kegiatan rutin sekolah
Kegiatan rutin adalah kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus serta konsisten setiap waktu. Contoh kegiatan ini adalah upacara dalam hari akbar kenegaraan, pemeriksaan kebersihan badan (kuku, telinga, rambut, dan lain-lain) setiap hari Senin, beribadah beserta atau shalat beserta setiap dhuhur (bagi yang beragama Islam), berdoa ketika mulai serta terselesaikan pelajaran, mengucap salam bila bertemu pengajar, energi kependidikan, atau teman.

b. Kegiatan spontan
Kegiatan spontan yaitu kegiatan yg dilakukan secara impulsif pada ketika itu juga. Kegiatan ini dilakukan umumnya pada waktu pengajar serta tenaga kependidikan yg lain mengetahui adanya perbuatan yang kurang baik berdasarkan peserta didik yg harus dikoreksi pada saat itu jua. Apabila guru mengetahui adanya konduite serta sikap yang kurang baik maka dalam ketika itu juga guru wajib melakukan koreksi sebagai akibatnya siswa nir akan melakukan tindakan yg buruk itu. Contoh kegiatan itu: membuang sampah nir pada tempatnya, berteriak-teriak sebagai akibatnya mengganggu pihak lain, berkelahi, memalak, berlaku tidak sopan, mencuri, berpakaian tidak senonoh.

Kegiatan impulsif berlaku buat konduite dan perilaku siswa yg jelek dan yg baik sebagai akibatnya perlu dipuji, misalnya: memperoleh nilai tinggi, menolong orang lain, memperoleh prestasi dalam olah raga atau kesenian, berani menentang atau mengkoreksi konduite teman yg tidak terpuji.

c. Keteladanan
Keteladanan adalah perilaku serta perilaku guru dan energi kependidikan yang lain pada menaruh contoh terhadap tindakan-tindakan yang baik sehingga diperlukan menjadi panutan bagi peserta didik buat mencontohnya. Jika pengajar serta tenaga kependidikan yg lain menghendaki supaya siswa berperilaku dan bersikap sinkron dengan nilai-nilai budaya serta karakter bangsa maka pengajar dan tenaga kependidikan yg lain adalah orang yg pertama serta primer memberikan contoh berperilaku serta bersikap sesuai menggunakan nilai-nilai itu. Misalnya, berpakaian rapi, tiba tepat pada waktunya, bekerja keras, bertutur kata sopan, kasih sayang, perhatian terhadap siswa, jujur, menjaga kebersihan.

d. Pengkondisian
Untuk mendukung keterlaksanaan pendidikan budaya serta karakter bangsa maka sekolah wajib dikondisikan sebagai pendukung kegiatan itu. Sekolah harus mencerminkan kehidupan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang diinginkan. Misalnya, toilet yg selalu bersih, bak sampah terdapat pada banyak sekali tempat serta selalu dibersihkan, sekolah terlihat rapi serta alat belajar ditempatkan teratur.

2. Pengintegrasian pada mata pelajaran
Pengembangan nilai-nilai pendidikan budaya dan karakater bangsa diintegrasikan pada setiap pokok bahasan dari setiap mata pelajaran. Nilai-nilai tersebut dicantumkan pada silabus dan RPP. Pengembangan nilai-nilai itu dalam silabus ditempuh melalui cara-cara ini dia:
a. Menelaah Standar Komptensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) dalam Standar Isi (SI) buat memilih apakah nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yg tercantum itu telah tercakup di dalamnya;
b. Memakai tabel 1 yg memberitahuakn keterkaitan antara SK serta KD dengan nilai dan indikator buat menentukan nilai yg akan dikembangkan;
c. Mencantumkankan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dalam tabel 1 itu ke dalam silabus; 
d. Mencantumkan nilai-nilai yg telah tertera dalam silabus ke pada RPP; 
e. Mengembangkan proses pembelajaran siswa secara aktif yg memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan melakukan internalisasi nilai dan menunjukkannya pada perilaku yang sesuai; dan memberikan donasi pada peserta didik, baik yang mengalami kesulitan untuk menginternalisasi nilai juga buat menunjukkannya dalam konduite.

3. Budaya Sekolah
Budaya sekolah cakupannya sangat luas, umumnya mencakup ritual, harapan, hubungan, demografi, aktivitas kurikuler, kegiatan ekstrakurikuler, proses merogoh keputusan, kebijakan juga interaksi sosial antarkomponen di sekolah. Budaya sekolah adalah suasana kehidupan sekolah tempat siswa berinteraksi dengan sesamanya, guru menggunakan guru, konselor menggunakan sesamanya, pegawai administrasi menggunakan sesamanya, serta antaranggota grup masyarakat sekolah. Interaksi internal gerombolan dan antarkelompok terikat oleh banyak sekali aturan, norma, moral dan etika beserta yang berlaku pada suatu sekolah. Kepemimpinan, keteladanan, keramahan, toleransi, kerja keras, disiplin, kepedulian sosial, kepedulian lingkungan, rasa kebangsaan, dan tanggung jawab merupakan nilai-nilai yang dikembangkan pada budaya sekolah.

Pengembangan nilai-nilai dalam pendidikan budaya serta karakter bangsa dalam budaya sekolah meliputi kegiatan-aktivitas yang dilakukan kepala sekolah, pengajar, konselor, energi administrasi saat berkomunikasi dengan peserta didik dan menggunakan fasilitas sekolah.

Pengembangan Proses Pembelajaran
Pembelajaran pendidikan budaya serta karakter bangsa memakai pendekatan proses belajar peserta didik secara aktif dan berpusat dalam anak; dilakukan melalui aneka macam aktivitas pada kelas, sekolah, dan masyarakat.
1. Kelas, melalui proses belajar setiap mata pelajaran atau aktivitas yang didesain sedemikian rupa. Setiap aktivitas belajar menyebarkan kemampuan dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Oleh karena itu, tidak selalu diperlukan aktivitas belajar spesifik buat mengembangkan nilai-nilai dalam pendidikan budaya serta karakter bangsa. Meskipun demikian, untuk pengembangan nilai-nilai tertentu seperti kerja keras, amanah, toleransi, disiplin, mandiri, semangat kebangsaan, cinta tanah air, serta gemar membaca bisa melalui aktivitas belajar yang biasa dilakukan guru. Untuk pegembangan beberapa nilai lain seperti peduli sosial, peduli lingkungan, rasa ingin memahami, dan kreatif memerlukan upaya pengkondisian sehingga peserta didik memiliki kesempatan buat memunculkan perilaku yang menampakan nilai-nilai itu.

2. Sekolah, melalui berbagai kegiatan sekolah yg diikuti semua siswa, guru, ketua sekolah, serta energi administrasi pada sekolah itu, direncanakan semenjak awal tahun pelajaran, dimasukkan ke Kalender Akademik serta yg dilakukan sehari-hari menjadi bagian berdasarkan budaya sekolah. Contoh kegiatan yang dapat dimasukkan ke pada program sekolah merupakan lomba vocal group antarkelas tentang lagu-lagu bertema cinta tanah air, pagelaran seni, lomba pidato bertema budaya serta karakter bangsa, pagelaran bertema budaya serta karakter bangsa, lomba olah raga antarkelas, lomba kesenian antarkelas, pameran output karya peserta didik bertema budaya serta karakter bangsa, pameran foto hasil karya siswa bertema budaya serta karakter bangsa, lomba menciptakan goresan pena, lomba mengarang lagu, melakukan wawancara kepada tokoh yang berkaitan menggunakan budaya serta karakter bangsa, mengundang banyak sekali narasumber buat berdiskusi, gelar wicara, atau berceramah yang herbi budaya dan karakter bangsa.

3. Luar sekolah, melalui aktivitas ekstrakurikuler serta kegiatan lain yg diikuti sang semua atau sebagian siswa, dirancang sekolah sejak awal tahun pelajaran, dan dimasukkan ke dalam Kalender Akademik. Misalnya, kunjungan ke loka-loka yg menumbuhkan rasa cinta terhadap tanah air, menumbuhkan semangat kebangsaan, melakukan pengabdian warga buat menumbuhkan kepedulian serta kesetiakawanan sosial (membantu mereka yang tertimpa musibah banjir, memperbaiki atau membersihkan loka-tempat umum, membantu membersihkan atau mengatur barang di tempat ibadah tertentu).

Penilaian Hasil Belajar 
Penilaian pencapaian pendidikan nilai budaya serta karakter didasarkan pada indikator. Sebagai model, indikator buat nilai amanah pada suatu semester dirumuskan dengan “mengatakan menggunakan sesungguhnya perasaan dirinya mengenai apa yang ditinjau, diamati, dipelajari, atau dirasakan” maka pengajar mengamati (melalui aneka macam cara) apakah yang dikatakan seorang peserta didik itu amanah mewakili perasaan dirinya. Mungkin saja peserta didik menyatakan perasaannya itu secara ekspresi tetapi dapat juga dilakukan secara tertulis atau bahkan dengan bahasa tubuh. Perasaan yang dinyatakan itu mungkin saja mempunyai gradasi menurut perasaan yg tidak berbeda dengan perasaan generik teman sekelasnya hingga bahkan kepada yg bertentangan dengan perasaan generik teman sekelasnya.

Penilaian dilakukan secara terus menerus, setiap waktu guru berada di kelas atau di sekolah. Model anecdotal record (catatan yang dibuat pengajar saat melihat adanya konduite yang berkenaan dengan nilai yang dikembangkan) selalu bisa dipakai guru. Selain itu, pengajar bisa pula menaruh tugas yg berisikan suatu dilema atau peristiwa yg menaruh kesempatan pada peserta didik buat memperlihatkan nilai yang dimilikinya. Sebagai model, peserta didik dimintakan menyatakan sikapnya terhadap upaya menolong pemalas, memberikan donasi terhadap orang kikir, atau hal-hal lain yang bersifat bukan kontroversial hingga pada hal yang dapat mengundang permasalahan dalam dirinya.