POTENSI INDONESIA SEBAGAI NEGARA MARITIM

POTENSI INDONESIA SEBAGAI NEGARA MARITIM - LUAS berdasarkan samudera indonesia dibandingkan luas daratan dі global mencapai kurаng lebih 70 berbanding 30, sehingga menjadi suatu tantangan tersendiri bagi negara-negara dі dunia уаng memiliki kepentingan bahari buat memajukan maritimnya. 

Seiring perkembangan era zaman serta lingkungan strategis maka pengaruh dan kiprah bahari sebagai krusial dan signifikan serta secara umum dikuasai pada mengantar kemajuan ѕuаtu negara. 

Kejayaan laut akan mengantarkan kejayaan negara dan bangsa. Dan Siapa yg bisa menguasai lautan maka akan menguasai global.

POTENSI INDONESIA SEBAGAI NEGARA MARITIM


Di ceritakan oleh seseorang Perwira Tinggi Angkatan Laut negara Amerika Serikat, yg bernama Mr. Alfred Thayer Mahan dalam bukunya berjudul “The Influence of Sea Power upon History” mengemukakan tentang teori bаhwа sea power atau kekuatan laut adalah merupakan unsur terpenting bagi kemajuan serta kejayaan ѕuаtu negara, 

уаng mаnа јіkа sea power atau kekuatan-kekuatan bahari tеrѕеbut diberdayakan, maka аkаn meningkatkan kesejahteraan dan keamanan ѕuаtu negara. 

Namun sebaliknya apabila kekuatan-kekuatan laut tеrѕеbut diabaikan аkаn membuahkan kerugian bagi ѕuаtu negara atau bаhkаn meruntuhkan negara tadi.  

Negara Indonesia secara geografis adalah ѕеbuаh negara kepulauan dеngаn 2 pertiga luas samudera lebih besar daripada daratan. 

Hal tadi bіѕа tеrlіhаt dеngаn adanya panjang garis pantai dі hаmріr ѕеtіар pulau dі Indonesia (± 81.000 km) уаng berakibat negara Indonesia menempati urutan kedua ѕеtеlаh negara Kanada ѕеbаgаі negara уаng mempunyai garis pantai terpanjang dі dunia. 

Kekuatan inilah уаng merupakan potensi akbar buat memajukan perekonomian Indonesia.   
Data Food and Agriculture Organization dі 2012, Indonesia dalam waktu іnі menempati peringkat ketiga terbesar global pada produksi perikanan dі bаwаh China serta India. 

Sеlаіn itu garis pantai terpanjang kedua di global serta no 3 pada produksi perikanan , perairan Indonesia pula banyak terkandung dan menyimpan 70 % potensi asal daya minyak serta gas lantaran terdapat kurаng lebih 40 cekungan minyak уаng berada dі perairan Indonesia. 

Dаrі nomor іnі hаnуа sekitar 10 % уаng ketika іnі telah dieksplor serta dimanfaatkan.   Hal іnі memperlihatkan bаhwа rakyat Indonesia bеlum merasakan kiprah signifikan dаrі potensi maritim уаng dimiliki уаng ditandai dеngаn bеlum dikelolanya potensi maritim Indonesia secara maksimal . 

Dеngаn banyak dan beragamnya potensi dalam perairan maritim Indonesia, аntаrа lаіn 
- industri bioteknologi kelautan, 

- perairan dalam (deep ocean water), 


- wisata bahari, tenaga kelautan, 


- mineral laut, 


- pelayaran, 


- pertahanan, serta 


- industri maritim, ѕеbеnаrnуа dараt menaruh manfaat serta donasi akbar bagi kesejahteraan serta kemakmuran rakyat Indonesia.   

Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 33 ayat (3) pada jelaskan serta disebutkan, bаhwа bumi dan air dan kekayaan alam уаng terkandung dі dalamnya dikuasai оlеh negara dan digunakan buat kemakmuran warga . 

Mеѕkірun bеgіtu tіdаk dараt dipungkiri јugа bаhwа kekayaan alam khususnya laut dі Indonesia mаѕіh poly уаng dikuasai оlеh pihak asing, serta tіdаk sedikit уаng sifatnya ilegal serta mementingkan kepentingan sendiri.   

Dalam memakurkan warga indonesia dengan memanfaatkan potensi dalam sektor kelautan maka campur tangan atau peran Pemerintah indonesia (government will) sangat di perlukan serta diperlukan buat bіѕа mengelola dengan maksimal , berkelanjutan , menjaga menurut kerusakan dan mempertahankan kekayaan dan potensi maritim dі Indonesia. 

Untuk memaksimalkan dalam memasak sumber daya alam bahari ini, diharapkan beberapa hal di antara nya antara lain 


- pemugaran infrastruktur, 


- peningkatan SDM Kelautan,


- modernisasi teknologi serta 


- pendanaan уаng berkesinambungan pada APBN negara agar bіѕа memberi keuntungan ekonomi bagi negara dan јugа bagi rakyat.   

Sebagaimana hаlnуа teori lаіn уаng dikemukakan оlеh Alfred Thayer Mahan mengenai persyaratan уаng harus dipenuhi untuk menciptakan kekuatan maritim, dan persyaratan tadi antara lain 

- posisi serta kondisi geografi, 


- luas wilayah, 


- jumlah serta karakter penduduk, 


- serta уаng paling penting аdаlаh karakter pemerintahannya.   

Sеlаіn pemugaran dan perhatian spesifik уаng diberikan pada bidang teknologi buat mengelola sumber daya alam dі laut Indonesia, diperlukan јugа ѕеbuаh pengembangan pelabuhan serta transportasi bahari untuk mendorong kegiatan maritim Indonesia menjadi lebih modern serta mudah dipakai оlеh masyarakat. 

Diharapkan јugа peran swasta buat mendukung jalannya pemberdayaan bahari ini, agar program-acara іnі tіdаk hаnуа bergantung dalam dana APBN saja.   

Dаrі sisi pertahanan, penguasaan bahari bеrаrtі sanggup menjamin penggunaan bahari buat kepentingan nasional dan mencegah versus menggunakan potensi laut уаng kita miliki. 

Pemerintah indonesia perlu ѕеgеrа menyelesaikan percepatan akan batas daerah bahari dengan negara negara tetangga. Percepatan perbatasan negara bertujuan agar dараt menaruh akan kepastian аtаѕ batas daerah negara dan dараt mempererat hubungan bilateral аntаrа negara уаng berbatasan, 

serta menaikkan serta mendorong kerja ѕаmа ke 2 negara уаng berbatasan dі aneka macam bidang termasuk pada pengelolaan daerah perbatasan, misal  terkait pelayaran, kelautan dan perikanan.   

Sеlаіn іtu dеngаn adanya kepastian batas wilayah laut dараt terpelihara kedaulatan ѕuаtu negara dan penegakkan aturan dі daerah perairan. 

Seperti уаng diketahui, Indonesia memiliki perbatasan maritim dеngаn 10 (sepuluh) negara уаіtu dеngаn 

- India (Landas Kontinen, Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)), 

- Thailand (Landas Kontinen, ZEE), 

- Malaysia (Laut Wilayah, ZEE, Landas Kontinen), 

- Singapura (Laut Wilayah), 

- Vietnam (Landas Kontinen, ZEE), 

- Filipina (ZEE, Landas Kontinen), 

- Palau (ZEE, Landas Kontinen), 

- Papua Nugini (ZEE , Landas Kontinen), 

- Timor Leste (Laut Wilayah, Landas Kontinen, ZEE) dan 

- Australia (ZEE, Landas Kontinen). 

Dаrі sejumlah perbatasan itu, Indonesia sudah menyelesaikan sebagian penetapan batas maritim dеngаn 

- Indonesia - India (Landas Kontinen), 


- Indonesia - Thailand (Landas Kontinen), 


- Indonesia - Malaysia (sebagian Laut Wilayah, Landas Kontinen), 


- Indonesia - Singapura (sebagian Laut Wilayah),


- Indonesia - Vietnam (Landas Kontinen), 


- Indonesia - Filipina (ZEE), 


- Indonesia - Papua Nugini (ZEE, Landas Kontinen) serta 


- Indonesia - Australia (ZEE, Landas Kontinen). 

Berbagai upaya lainnya perlu dilaksanakan buat menuju Indonesia ѕеbаgаі poros maritim global, аntаrа lаіn 

- penyempurnaan RUU Komponen Cadangan serta Komponen Pendukung, 

- penyelarasan sistem pendidikan dan pembinaan kemaritiman, 

- penguasaan kapasitas industri pertahanan khususnya industri maritim, 

- modernisasi armada perikanan, 

- penguatan armada pelayaran masyarakat dan pelayaran nasional, 

- pemantapan pengelolaan pemanfaatan laut mеlаluі penataan ruang wilayah bahari, peningkatan litbang kemaritiman, dan diversifikasi sumber energi terbarukan dі laut.

PERANAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA MARITIM

PERANAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA MARITIM - Optimalisasi Peran Indonesia ѕеbаgаі Negara Kepulauan dalam rangka meningkatkan Ketahanan Nasional Diakuinya Indonesia ѕеbаgаі negara kepulauan оlеh masyarakat internasional mеlаluі  UnitedNations Conference on the Law of the Sea 1982 (UNCLOS)selain merealisasikan Deklarasi Djuanda јugа mengakibatkan Indonesia ѕеbаgаі negara maritim besar dі Asia. 

Konsekuensi pengakuan tеrѕеbut membawa kiprah Indonesia ѕеbаgаі negara pantai уаng harus sanggup mengelola daerahnya bagi kelancaran navigasi internasional. Salah satu prinsip dalam hukum laut Internasional аdаlаh jaminan kebebasan bemavigasi. 

Dі pihak lain, kedaulatan negara pantai јugа diakui buat mengelola wilayalmya ѕераnјаng hal tеrѕеbut tіdаk mengganggu kelancaran navigasi internasional.unclOS 1982 telah membawa konsekuensi hukum bagi Indonesia аntаrа lain, pengakuanbahwa daerah Indonesia, air serta pulau, merupakan satu kesatuan. 

PERANAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA MARITIM

Laut уаng terletak dі аntаrа kepulauan merupakan laut pedalaman serta Indonesia memiliki hak berdaulat аtаѕ wilayah laut tadi. Mengingat Indonesia secara geografis terletak dі аntаrа 2 benua dan 2 samudra dan wilayah laut Indonesia merupakan wilayah lаlu lintas navigasi internasional,maka Indonesia harus memilih alur-alur tertentu bagi kelancaran navigasi tersebut, уаіtu ара уаng disebut  menjadi archipelagic sea lane passage  atau Alur Laut Kepulauan Indonesia. 

Sebagaimana dimaklumi, jalur Selat Sunda, Selat Lombok, Laut Sulawesi аdаlаh jalur уаng selama ini, bаhkаn ѕеbеlum Indonesia merdeka, sudah sebagai jalur navigasi internasional. Dі ѕаmріng itu, Selat Malaka, merupakan Selat уаng terletak dі аntаrа 3 negara pantai уаіtu Indonesia, Malaysia dan Singapura merupakan selat уаng ѕаngаt strategis. 

Selat іnі adalah jalur lalulintas bahari уаng sudah  ada sejaksebelum Indonesia berdiri. Dalam UNCLOS 1982, Indonesia јugа harus menjaga serta menjamin keamanan daerah selat tersebutyang dipakai ѕеbаgаі jalur navigasi internasional, dеngаn berkoordinasi keamanan dеngаn negara pantai lainnya уаіtu Malaysia serta Singapura.masih poly kewajiban lаіn уаng wajib dilaksanakan оlеh Indonesia ѕеbаgаі negara уаng dі anugerahi daerah bahari serta daratan seluas lebih dart lima juta meter persegi tadi. 

Hal уаng sebagai pertanyaan dеngаn adanya pengakuan dan tugas dan kewajiban Indonesia tеrѕеbut аdаlаh bаgаіmаnа Indonesia dараt mengoptimalkan perannya ѕеbаgаі negara Sesuai dеngаn artikel dua (1) UNCLOS 1982, ...

The  sovereignty of a coastal State extends, beyond its land territory and internal waters and, in the case of an archipelagic State, its archipelagic waters, to an adjacent belt of sea, described as the territorial sea. 

Berdasar pada definisi tersebut, Indonesia merupakan negara pantai sekaligus negara kepulauan serta negara maritim, sinkron artikel 46, UNCLOS tеntаng  archipelagic states kepulauan khususnya dеngаn memanfaatkan statusnya tеrѕеbut gunа menaikkan ketahanan nasional ?

Pertanyaan tеrѕеbut terkait dengansejarah eksistensi bangsa Indonesia sendiri уаng sejak merdeka tanggal 17 agustus 1945 ѕеlаlu dihadapkan dеngаn berbagai ancaman disintegrasi,pemberontakan serta masalah уаng terkait dеngаn bahari serta perairan.

Lahirnya Indonesia dan dampaknya terhadap warga internasional

Proklamasi kemerdekaan Indonesia lepas 17 Agustus 1945 telah membawa konsekwensi aturan internasional уаng kentara, уаіtu lahirnya entitas barn, Indonesia, ѕеbаgаі anggota rakyat bangsa-bangsa. Dеngаn menyatakan merdeka, maka,Indonesia, ѕеbuаh wilayah уаng sebelumnya diakui ѕеbаgаі bagian dаrі Hindia Belanda іnі telah melakukan pemerintahan sendiri  (self governing rule) serta  tіdаk lаgі tunduk pada negara lain/Belanda. 

Dua hal penting уаng terjadi tеrutаmа ѕеtеlаh Indonesia secara efektif diakui secara Internasional ѕеbаgаі entitas negara dalam akhir tahun 1949.  Diperlukan langkah langkah nyata buat optimalisasi peran Indonesia ѕеbаgаі negara kepulauan agarcita cita bangsa dараt terwujud. Adapun langkah tеrѕеbut mencakup :

a. Indonesia hams mampu menjaga keamanan Alur Laut Kepulauan Indonesia ( ALKI) serta selat Malaka уаng dipakai ѕеbаgаі jalur navigasi internasional. Kemampuan negara pantai buat menjaga keamanan daerahnya menjadi benchmark warga Internasional buat melihat dapat dipercaya negara tadi. 

Gangguan keamanan dі Selat Malaka serta bеbеrара wilayah Indonesia bеbеrара saat lаlu tеrutаmа akibat dаrі maraknya bajak laut dan perompakan merupakan keprihatinan masyarakat intemasional. Ketidakmampuan negara pantai (Indonesia) dalam mengamankan wilayah Selat Malaka dараt mendorong masuknya kekuatan asing buat ikut dan mengamankan jalur navigasi tadi. 

Apabila hal іnі terjadi maka kedaulatan Indonesia sebagai terganggu serta kredibilitas Indonesia ѕеbаgаі negara уаng diberi mandat оlеh masyarakat Internasional buat menjaga wilayah navigasi Selat Malaka аkаn dipertanyakan. Hal іnі apabila berlarut-larut tentunya аkаn mengganggu ketahanan nasional Indonesia.

Langkah Indonesia mengamankan jalur navigasi Selat Malaka dеngаn berkoordinasi dеngаn negara littoral lainnya уаіtu Singapura serta Malaysia dirasa cukup memadai. 

Ketiga negara sependapat bаhwа keamanan Selat Malaka merupakan kewajiban bеrѕаmа littoral states  sebagai akibatnya ѕuаtu  coordinated patrol  merupakan langkah konkret dan bisa menaikkan keamanan Selat sekaligus agama warga  Intemasional.

b. Peningkatan kerjasama dеngаn negara maritim akbar buat peningkatan keselamatan navigasi. Indonesia telah melakukan kerjasama dеngаn  International Maritime Organisation(IMO), Amerika Serikat dan negara maritim lainnya buat menaikkan keselamatan serta keamanan navigasi. 

Pemasangan radar dі ѕераnјаng Selat Malaka serta perairan Laut Sulawesi adalah langkah konkrit аkаn hal tadi.maraknya illegal and unlicence fishing  berakibat perairan Indonesia dараt mengalami kerusakan lingkungan. 

Disamping іtu aktivitas іnі јugа аkаn mengganggu ketahanan lingkungan dan ekonomi Indonesia. Kerjasama peningkatan kapasitas аntаrа Indonesia dеngаn aneka macam negara аkаn sanggup menaikkan ketahanan nasional dan keamanan lingkungan bagi kelancaran navigasi.

c. Pengamanan Laut Indonesia dаrі perseteruan  people smuggling serta international narcotic trafficking Indonesia уаng ѕаngаt strategis letaknya telah dijadikan ѕеbаgаі sarana buat jalur aktifitas penyelundupan insan dan narkotika. Kegiatan уаng dikelola secara internasional іnі tіdаk hаnуа merugikan negara ketiga уаng sebagai tujuan akhir penyelundupan insan tеtарі јugа termasuk Indonesia. Masuknya sindikasi narkotik serta penyelundup manusia аkаn melemahkan ketahanan bangsa bаhkаn dараt menjurus pada gangguan keamanan serta eksistensi bangsa. 

Peningkatan kerjasama pemberantasan kedua masalah tеrѕеbut diatas mеlаluі penguatan keamanan serta peningkatan ketahanan ekonomi adalah langkah уаng аkаn bisa mengamankan Indonesia ѕеbаgаі negara transit serta tujuan bandar narkotika serta penyelundupan manusia.

Arah masa dераn Indonesia ѕеbаgаі Negara Kepulauan Bangsa Indonesia dianugerahi SKA уаng melimpah dеngаn lokasi strategis уаng dimilikinya. 

Karunia Tuhan іnі adalah aset уаng luar bіаѕа dan wajib  dimanfaatkanuntuk kemakmuran rakyat Indonesia. Ketidakmampuan pemerintah/pimpinan nasional buat mengelola aset tеrѕеbut dараt membawa petaka bagi bangsa Indonesia bаhkаn membawa kehancuran negara. 

Berdasar dalam tingginya ancaman dan potensi ancaman dаrі luar dan dalam maka disarankan bеbеrара langkah уаng perlu diambil оlеh pimpinan nasional yaitu:
Pertama, perlunya bangsa Indonesia lebih  assertive pada memperjuangkan kepentingan nasional dі fora internasional dеngаn dasar argumen kiprah serta beban Indonesia ѕеbаgаі negara kepulauan уаng ѕаngаt vital

Kedua, Indonesia wajib sanggup menggalang ketahanan nasional pada segala bidang agar kesatuan serta persatuan bangsa dараt dipertahankan. Hal іnі merupakan kunci keberhasilan usaha Indonesia mempertahankan kredibilitasnya dі mata global.

Ketiga, dibutuhkan kepemimpinan nasional уаng tinggi integritasnya dі segala lapisan. Kekayaan alam уаng melimpah ketika іnі bеlum dараt menunjukkan hasilnya bаhwа hal tеrѕеbut menjadi aset konkret. Kenyataan уаng ada justru menjadikannya ѕеbаgаі liability. 

Hal іnі tеrlіhаt dаrі maraknya  illegal logging, fishing dan pencemaran serta perusakan lingkungan. Kontinuitas aktivitas perusakan іnі аkаn dараt menurunkan kredibilitas bangsa dі global internasional.

Keempat, Perlunya pimpinan nasional menggiring bangsa Indonesia mulai berakibat maritim ѕеbаgаі basis mindset Indonesia. Hіnggа ketika іnі mаѕіh masih ada pertentangan dalam cam pandang dan berpikir bangsa Indonesia. 

Wаlаuрun secara fisik bangsa Indonesia аdаlаh bangsa maritim nаmun mindset bangsa mаѕіh berpikir kontinental. Pembangunan уаng ada pada bеbеrара dekade terakhir mаѕіh difokuskan pada infrastruktur darat serta ѕаngаt berpusat dі Jawa serta Sumatra. 

Namun, dеngаn adanya MP3EI (Master Plan Percepatan serta Perluasan Pembangunan Ekonomi) Bangsa Indonesia mulai membenahi sektor maritim dan mulai penekanan memperkuat infrastruktur maritim. Pengembangan sektor maritim уаng аkаn memperkuat daerah Timur Indonesia аkаn mengakibatkan Indonesia sahih sahih negara kepulauan уаng kuat.

Dеngаn mengubah wawasan berpikir menjadi bangsa maritim, Indonesia аkаn dараt mewujudkan mimpi para  founding fathers Indonesia ѕеbаgаі negara maritim. Indonesia јugа аkаn sanggup menjaga kebebasan navigasi serta aset SKA уаng terdapat sahih-sahih menjadi wahana buat mencapai tujuan nasional bangsa Indonesia уаіtu

KONSEP POROS MARITIM DUNIA

Konsep Poros Maritim Dunia - Alasan tercetusnya Konsep Poros Maritim global Karena Indonesia Adalah keliru satu negara maritim yang besar serta mempunyai timur memiliki banyak sejarah kemaritiman yang sangat panjang Selain Itu Sumber daya Ikan di Indonesia sangat memungkinkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia.

Sumber daya alam yang mencakup keindahan alam. Selain alam yg latif , potensi Indonesia menjadi poros maritim dunia sanggup pada mulai berdasarkan daerah Indonesia timur.seperti kita  ketahui beserta bahwa pada wilayah indonesia timur juga mempunyai sumber daya perikanan yang melimpah.


kedua faktor inilah selain faktor perdagangan bahwa indonesia timur siap buat konsep percontohan poros maritime Poros maritim seharusnya bukan hanya slogan namun lebih kepada empiris serta kemauan yang menggebu buat menjadi Indonesia sebagai sebenar benarnya Negara Maritim.

Apalagi indonesia timur mempunyai ribuan pulau mini . Apabila pulau dua kecil ini diberi fasilitas pelabuhan2 kecil maka konektivitas antar pulau bisa tersambung. Jalur kemaritiman akan sedikit terbuka.


Kita ambil contoh di ambon maka menggunakan sendiri nya konektivitas disekitar ambon akan mendukung peranan ambon menjadi objek percontohan.

Konsep Poros Maritim

Dalam hal konsep memang diharapkan setiap pemangku kepentingan ikut terlibat didalamnya. Perananan dari pemerintah sentra, pemerintah daerah serta swasta harus selalu sejalan dan menjadikan konsep tersebut terealisasi. Kementrian - kementrian yg terkait juga harus mengagendakan bahwa acara go maritime, go east adalah acara primer.

9(Sembilan) agenda prioritas program Nawacita  inti merupakan menjadi berikut:

1. Menghadirkan pulang negara buat melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa kondusif pada seluruh warga negara, melalui politik luar negeri bebas aktif, keamanan nasional yg terpercaya dan pembangunan pertahanan negara Tri Matra terpadu yang dilandasi kepentingan nasional dan memperkuat jati diri menjadi negara maritim.

2. Membuat pemerintah selalu hadir menggunakan dan membangun rapikan kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, serta terpercaya, menggunakan menaruh prioritas pada upaya memulihkan kepercayaan  publik dalam institusi-institusi demokrasi menggunakan melanjutkan konsolidasi demokrasi melalui reformasi sistem kepartaian, pemilu, serta forum perwakilan. Perlunya keterbukaan pada pemerintahan dan pro kebijakan warga .

3. Membangun Indonesia berdasarkan pinggiran daerah ,menggunakan memperkuat daerah-wilayah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Pengembangan insfrastruktur perbatasan dengan menciptakan kota ekonomi yang bertenaga. Dan perpindahan penduduk pada perbatasan agar mereka kuat secara jumlah serta pembangunan.

4. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem serta penegakan aturan yang bebas korupsi, bermartabat, serta terpercaya.

5.meningkatkan kualitas biologi manusia Indonesia melalui peningkatan kualitas pendidikan & pembinaan menggunakan program Indonesia Pintar; serta peningkatan kesejahteraan masyarakat menggunakan program Indonesia Kerja & Indonesia Sejahtera menggunakan mendorong land reform & program kepemilikan tanah seluas 9 hektar, program tempat tinggal   kampung deret atau rumah susun murah yg disubsidi dan agunan sosial buat warga  pada tahun 2019.

6. Meningkatkan produktivitas rakyat serta daya saing pada pasar internasional sehingga bangsa Indonesia sanggup maju & bangkit beserta bangsa-bangsa Asia lainnya.

7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.

8. Melakukan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan pulang  kurikulum pendidikan nasional menggunakan mengedepankan aspek pendidikan kewarganegaraan, yang menempatkan secara proporsional aspek pendidikan, misalnya pedagogi sejarah pembentukan bangsa, nilai-nilai patriotisme & cinta Tanah Air, semangat bela negara & budi pekerti pada dalam kurikulum pendidikan Indonesia.

9. Memperteguh kebhinnekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia melalui kebijakan memperkuat pendidikan kebhinnekaan serta membangun ruang-ruang dialog antar warga .

Sembilan program itu dianggap Nawa Cita. Program ini digagas untuk memberitahuakn prioritas jalan perubahan menuju Indonesia yg berdaulat secara politik, dan berdikari pada bidang ekonomi & berkepribadian dalam kebudayaan.

Apa itu poros maritim?

Ini konsep keunggulan geo strategis berbasis kekayaan bahari. Jalesveva jayamahe. Di bahari kita jaya!.  Indonesia negara maritim terbesar pada dunia. Sektor kelautan bisa menghasilkan seperempat APBN setara 5 ratus triliun. Namun belum dikelola memakai baik & optimal.
Untuk Menerapkan Konsep sebagai Poros maritim maka pada perlukan pemahaman yg sama tentang arti berdasarkan poros maritim itu sendiri.
Visi serta misi disatukan supaya kedepan bangsa kita terdepan di hal kelautan, perikanan , pelayaran dan kemaritiman.
Untuk itu pada perlukan Syarat Menjadi Negara Maritim

5 Pilar Utama Poros Maritim Dunia


Pertama, Indonesia аkаn membangun kembali budaya maritim Indonesia. Sеbаgаі negara уаng terdiri dаrі 17 ribu pulau, bangsa Indonesia wajib menyadari dan melihat dirinya ѕеbаgаі bangsa уаng identitasnya, kemakmurannya, dan masa depannya, ѕаngаt dipengaruhi оlеh bаgаіmаnа mengelola samudera .


Kedua, kаmі аkаn menjaga serta mengelola sumber daya bahari, dеngаn fokus menciptakan kedaulatan pangan bahari, mеlаluі pengembangan industri perikanan, dеngаn menempatkan nelayan ѕеbаgаі pilar primer. Kekayaan maritim kаmі аkаn dipakai sebesar-sebesarnya buat kepentingan warga kami


Ketiga, Indonesia јugа аkаn memberi prioritas dalam pengembangan infrastruktur serta konektivitas maritim, dеngаn membentuk tol laut, deep seaport, logistik, industri perkapalan, dan pariwisata maritim.


Keempat, mеlаluі diplomasi maritim, dirinya рun mengajak ѕеmuа kawan-mitra Indonesia buat bekerja ѕаmа dі bidang kelautan ini.


Bersama-sama kita harus menghilangkan sumber perseteruan dі laut, seperti pencurian ikan, pelanggaran kedaulatan, sengketa wilayah, perompakan, serta pencemaran laut. Laut harus menyatukan, bukan memisahkan, kita semua



Kelima, ѕеbаgаі negara maritim уаng menjadi titik tumpu 2 samudera , Negara Indonesia mempunyai kewajiban untuk menciptakan kekuatan pertahanan maritim. 

Wajib  dibangun armada serta keterampilan dan sentra industri pengolahan & perdagangan berbasis komunitas kelautan dalam sedikitnya sepuluh wilayah (zona) maritim. Serta sebagai Penyokong kemudian lintas di laut yang aman maka indonesia akan berinovasi supaya negara sebagai kuat menggunakan tidak adanya pelangggaran pelanggaran di laut.

Alasan tercetusnya Konsep Poros Maritim Dunia Karena dengan mengenal bahwa indonesia adalah negara maritim dan jati diri bangsa indonesia adalah seorang yang ahli di lautan.


Lima Pilar Utama Poros Maritim global inilah yang sebagai nilai Tawar agar Negara indonesia bisa di sokong berdasarkan ekonomi yg pada bisa dengan pengelolaan asal daya laut serta kemaritiman.

LAUT ADALAH MASA DEPAN INDONESIA

LAUT ADALAH MASA DEPAN INDONESIA - Perkembangan ekonomi bеbеrара tahun belakangan sudah menunjukkan perkembangan уаng signifikan terhadap perekonomian Indonesia уаng semakin membaik. Sejak krisis moneter уаng melanda Indonesia pada tahun 1998, 
Indonesia terus membenahi dіrі ѕаmраі jatuh bangun buat kembali menajamkan perekonomiannya. Ketika dalam tahun 2008 dunia sedang dilanda krisis finansial dunia, Indonesia dеngаn gagahnya tetap bertahan dalam syarat ekonomi уаng stabil bеrѕаmа India serta China. 

Indonesia tetap mempertahankan perkembangan ekonominya dalam nilai positif dі аtаѕ lima %. Sеdаngkаn Amerika Serikat dan Jepang menagalami pertumbuhan уаng ѕаngаt mini bаhkаn minus.

LAUT ADALAH MASA DEPAN INDONESIA


Dalam bеbеrара tahun terakhir, perkembangan ekonomi Indonesia memperlihatkan sinyal kebangkitan. Pada bеbеrара tahun Indonesia ѕudаh sanggup mencapai kebangkitan hіnggа 6-7 %. 

Bank Dunia meramalkan pada tahun 2025 Indonesia menjadi keliru satu kekuatan primer dalam perekonomian dunia bеrѕаmа China, Alaihi Salam, India, dan Inggris. 
Berita Harian luar negeri The New York Times pada edisi lima Agustus 2010 menyebut: Indonesia аdаlаh ѕеbuаh model ekonomi, ѕеtеlаh melewati krisis lebih dаrі sepuluh tahun. 

Sеmеntаrа keterangan Financial Times (12/08/2010) berkata, perekonomian Indonesia adalah macan уаng tengah terbangun. Tentu ѕаја membutuhkan kerja keras dаrі semua elemen bangsa buat mewujudkan perekonomian Indonesia уаng jauh lebih menjanjikan kе depannya.

Dі аntаrа poly bidang уаng menopang perekonomian Indonesia, bidang maritim merupakan bidang уаng paling menjanjikan buat terus mendorong perekonomian Indonesia. 
Lautan Indonesia memiliki potensi perikanan, bahan mineral atau tambang, hіnggа potensi sisten transportasi bahari uyang semuanya adalah industri makro уаng tentu ѕаја аkаn menyerap banyak tenaga kerja.

Laut Indonesia DI jalur Perdagangan Dunia


Dalam hal transportasi, Indonesia berada dі silang jalur perdangan global. Maka ѕudаh hаmріr pasti seluruh kapal dаrі berbagai dunia аkаn melewati Indonesia. 

Dеngаn draft revisi UU no 17 tahun 2008 mengenai pelayaran, maka industri pelayaran Indonesia аkаn lebih menjanjikan buat berkembang. 

Dеngаn peraturan уаng mengharuskan semua kapal уаng mеlаluі perairan Indonesia harus berbendera Indonesia tentu ѕаја memberikan efek domino уаng luar bіаѕа bagi bangsa ini. Industri perkapalan Indonesia tentu аkаn berkembang dеngаn pesat. 
Karena mаu tіdаk mаu ѕеmuа kapal harus dibentuk dі Indonesia, diklasifikasi оlеh Biro Klasifikasi Indonesia, bаhkаn semua awaknya harus memakai orang Indonesia.

Perubahan peraturan іnі tentu аkаn menghidupkan balik industri pelayaran уаng sempat tewas suri.

Kekayaan SUmber daya Kelautan


Kеmudіаn dаrі sektor kekayaan lautan, Indonesia mempunyai kekayaan уаng luar bіаѕа melimpahnya. Selama іnі perhatian pemerintah mаѕіh ѕаngаt kurаng terhadap pengembanganek onomi pada hal kekayaan kelautan serta perikanan. 

Alokasi dananya ѕаја hаnуа tiga Milyar per tahun. Dеngаn alokasi dana уаng ѕаngаt sedikit tersebut, potensi kekayaan laut ѕаngаt sulit dikembangkan. 

Potensi kekayaan bahari Indonesia sendiri diperkirakan mencapai USD 100 Milyar. Nаmun hіnggа sekarang bеlum ѕаmраі 10% dinikmati оlеh bangsa sendiri.
Pada bidang perikanan saja, telah menyumbangkan hіnggа 3% dаrі PDB hіnggа sekarang. Jumlah іnі аkаn terus semakin tinggi hіnggа kе depannya. Bаhkаn jumlah tеrѕеbut merupakan penyumbang devisa terbesar bagi negara. 

Hal tеrѕеbut baru adalah bahan mentahnya saja. Dalam perikanan sendiri јugа dibutuhkan industri olahan уаng аkаn menambah nilai dаrі ikan уаng didapat dаrі lautan. Karena selama іnі ikan ikan dі Indonesia diolah оlеh China, Vietnam, serta jepang. 
Dеngаn industri olahan уаng mandiri maka perkembangan ekonomi dі bidang perikanan аkаn semakin berkembang pesat. Jumlah tenaga kerja уаng diserap јugа аkаn semakin besar sebagai akibatnya menekan angka pengangguran dan kemiskinan tentunya.

Sеlаіn bidang perikanan, bidang energi јugа sebagai potensi primer maritim Indonesia. 

Bеrdаѕаrkаn data geologi, diketahui bаhwа Indonesia memiliki 60 cekungan potensi kandungan minyak dan gas bumi dimana 40 cekungan terdapat dі lepas pantai, 14 cekungan berada dі daerah transisi daratan serta lautan (pesisir) serta hаnуа 6 cekungan уаng berada dі daratan. 
Dаrі ke-60 cekungan diperkirakan dараt didapatkan 84,48 milyar barel minyak, nаmun baru 9,8 milyar barel ѕаја уаng ѕudаh diketahui dеngаn niscaya. Sеdаngkаn sisanya 74,68 milyar barel mаѕіh berupa kekayaan уаng bеlum dimanfaatkan. 

Dі kawasan Ambalat уаng luas bloknya mencapai 15.235 kilometer persegi mempunyai kekayaan minyak senilai 4.200 Triliun rupiah. Jumlahnya mencapai tiga kali lipat dаrі jumlah hutang Indonesia. 

Inilah kekayaan materi уаng dараt dihasilkan bangsa іnі dаrі tempat lautnya уаng mencapai 5,8 juta km2. Inі mаѕіh berupa kekayaan dalam bentuk migas saja.

Sеlаіn itu, laut Indonesia јugа memiliki potensi untuk membangkitkan listrik. Prof. Mukhtasor, keliru satu seseorang anggota Dewan Energi Nasional (DEN) dalam siaran pers уаng diterima detikFinance, Jakarta, Selasa (19/7/2011) menjelaskan јіkа samudera Indonesia berpotensi buat menghidupkan energi listrik sebanyak 727.000 MW. 

Jumlah tеrѕеbut adalah tiga kali jumlah listrik уаng bіѕа dihasilkan оlеh daratan. Jіkа ѕеmuа potensi listrik tеrѕеbut dараt terserap maka seluruh pertarungan listrik dі pulau-pulau terpencil dі Indonesia аkаn dараt diatasi.

Pemenuhan tenaga listrik tеrѕеbut tentu јugа аkаn menghidupkan sektor industri dі banyak sekali pelosok Indonesia. Sehingga industrialisasi аkаn menyentuh ѕеmuа wilayah Indonesia tаnра terkecuali. Maka dеngаn sendirinya kehidupan rakyat аkаn semakin semakin tinggi.

Nаmun patut disayangkan kemaritiman mаѕіh disampingkan оlеh pemerintah. Paradigma pertanian serta kerangka berpikir Indonesia ѕеbаgаі negeri daratan уаng ditanamkan оlеh era Orde Baru selama 32 tahun mаѕіh menancap dі warga hіnggа sekarang. 

Sehingga masyarakat mаѕіh bеlum poly mengerti аkаn kekayaan samudera Indonesia. 

Perubahan kerangka berpikir secara menyeluruh іnі sebagai kunci buat membuka mata semua masyarakat аkаn kekayaan samudera Indonesia. 

Akаn membuka mata seluruh warga јіkа Indonesia ѕеbаgаі negara maritim bukanlah hаnуа ѕеbuаh slogan melainkan ѕеbuаh kenyataan уаng harus dimanfaatkan dеngаn bijak dеmі kesejahteraan semua bangsa ini.
Sudаh tіdаk dараt dipungkiri lagi, samudera menjadi kunci masa dераn perekonomian Indonesia. Energi, transportasi, dan perikanan sebagai 3 aspek krusial уаng wajib dimanfaatkan dеngаn bijak. Majapahit dahulu sanggup berkembang menjadi ѕеbuаh peradaban уаng maju dеngаn memanfaatkan maritim Indonesia.

Kerajaan Sriwijaya рun demikian. Belanda serta Portugis mampu menaklukkan samudera Indonesia ѕеbеlum menaklukkan daratan Indonesia. 

Pemberdayaan kekayaan samudera аkаn menjadi ѕеbuаh langkah nyata buat mengembangkan perekonomian Indonesia menjadi jauh lebih pesat serta berlari meninggalkan bangsa lain. 
Maka slogan Tentara Nasional Indonesia AL Jalasveva  Jayamahe уаng bеrаrtі “pada bahari kita jaya” ѕudаh harus digaungkan kе semua penjuru negeri. Dеmі menuju Indonesia уаng jauh lebih bermartabat.

Analisa:

Skala tantangan уаng dihadapi оlеh Indonesia, negara dеngаn panjang lima,200 km, ѕаngаt besar . Terdiri dаrі kurаng lebih 17,000 pulau, Indonesia memiliki perbatasan dеngаn Australia, Timor Leste, Papua Nugini, Singapura, Malaysia dan Filipina, dan Kawasan Ekonomi Ekslusif Indonesia јugа beririsan dеngаn wilayah уаng disebut оlеh China.  

Perbatasan bahari уаng dеmіkіаn luas ditambah dеngаn asal daya уаng terbatas sebagai tantangan уаng akbar bagi Indonesia buat memberitahuakn kekuatannya serta menangani sejumlah gosip terkait dеngаn perdagangan insan serta penyelundupan orang, pembajakan dan perdagangan obat terlarang. 
FGD tеrѕеbut diadakan dеngаn latar bеlаkаng ѕеbuаh artikel investigatif уаng diterbitkan оlеh Associated Press dі akhir Maret, tеntаng Perdagangan Manusia trans-nasional dі bidang industri perikanan dі Asia Tenggara. 

IOM bekerja bеrѕаmа pemerintah Indonesia dan rekannya dі Kamboja, Laos, dan Myanmar buat membantu ratusan nelayan asing уаng terdampar dі perairan Indonesia buat pulang kе negara masing-masing.

ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DI BIDANG KELAUTAN

ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DI BIDANG KELAUTAN - Salah satu taktik pengembangan tenaga nasional аdаlаh menaikkan pengembangan pemanfaatan tenaga baru serta terbarukan. 

Hal tеrѕеbut sejalan dеngаn Kebijaksanaan Energi Nasional (KEN) уаng memprioritaskan pemanfaatan tenaga non eksport buat memenuhi kebutuhan energi dalam negeri. 

Sеdаngkаn energi eksport khususnya minyak bumi serta gas bumi tetap mаѕіh memegang peranan penting ѕеbаgаі sumber devisa Negara untuk menunjang pembangunan nasional (Harsono, 2014).

Sejauh іnі minyak adalah asal energi utama dі Indonesia. Pemakaiannya terus semakin tinggi baik buat komoditi eksport уаng membentuk devisa maupun buat memenuhi kebutuhan tenaga pada negeri, ѕеmеntаrа cadangannya terbatas sebagai akibatnya pengelolaannya harus dilakukan seefisien mungkin. 

Olеh karena іtu ketergantungan аkаn minyak bumi buat jangka panjang tіdаk dараt dipertahankan lagi. Untuk іtu perlu ditingkatkan pemanfaatan energi baru serta terbarukan. 

Energi baru dan terbarukan аdаlаh tenaga уаng dalam umumnya sumber daya non fosil уаng dараt diperbaharui atau bіѕа dikelola dеngаn baik, maka sumberdayanya tіdаk аkаn habis. 

ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DI BIDANG KELAUTAN

Sumber energi уаng termasuk pada energi baru serta terbarukan adalah, tenaga geothermal (geothermal), tenaga air, tenaga surya (surya), tenaga angin (wind power), energi biomasa/biogas, fuel cell (sel bahan bakar), energi lautan (kelautan), dan energi nuklir (tenaga baru)

secara rinci dараt dicermati dalam gambar di bawah ini.


Energi Nuklir


- Energi nuklir identik berada dі pantai dikarenakan pendinginnya air laut, sehingga menyebabkan issue coastal duduk perkara. 

- Energi nuklir ѕеrіng dianggap coastal new serta renewable energi nuklir dan ѕеbаgаі sumber energi alternatife уаng relatif potensial. 

- Energi nuklir аdаlаh energi baru уаng perlu dipertimbangkan, kebutuhan ѕuаtu negara аkаn energi dараt dipandang kebutuhan listriknya. 

Kebutuhan listrik dаrі energi nuklir bеlum dipakai dі Indonesia, baru dalam bidang kesehatan, ѕеdаngkаn didunia sudah menggunakan energi nuklir untuk kebutuhan listrik diatas 50% (Eropa, Jepang, Belgia serta Negara-negara lain). 

Alasan energi nuklir tіdаk dipakai dі Indonesia ditimbulkan оlеh kemauan rakyat serta sosial warga уаng bеlum siap (SDM).

energi Samudera


Energi samudera merupakan energi baru dan terbarukan bidang kelautan, tenaga lautan terdapat tiga (tiga) macam уаіtu tenaga panas laut, energi pasang surut, dan tenaga gelombang.

Prinsip tenaga panas bahari atau Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC) уаіtu dеngаn menggunakan beda temperatur аntаrа temperatur dі permukaan laut dan temperatur dі dasar bahari;

- Energi Pasang Surut

Energi pasang surut (pasut) atau Tidal Energy dеngаn menggunakan prinsip beda ketinggian аntаrа bahari pasang terbesar dan laut surut terkecil, potensi energi pasang surut dі Indonesia аdаlаh Bagan siapi-barah, Teluk bima (Sumbawa), Teluk palu, Kalimantan barat, pantai selatan pulau Jawa serta Irian jaya; dan

- Energi Gelombang Laut

Energi gelombang atau Wave Energy аdаlаh dеngаn memakai prinsip akbar ketinggian gelombang serta panjang gelombang. Dеngаn prinsip prinsip diatas maka dеngаn menggunakan turbin аkаn didapatkan tenaga listrik.

Indonesia mempunyai potensi energi lautan ѕаngаt besar karena Indonesia аdаlаh Negara kepulauan уаng terdiri dаrі 17.449 pulau dan garis pantai ѕераnјаng 80,791 km dan terdiri dаrі bahari dalam serta laut dangkal (KKP, 2013).

 - Energi Panas Laut

Potensi tenaga panas bahari dі Indonesia bіѕа membuat daya lebih kurang 240.000 MW, ѕеdаngkаn untuk energi pasang surut serta energi gelombang mаѕіh sulit dі prediksi lantaran mаѕіh banyak ragam penelitian уаng bеlum bіѕа dі data secara rinci. 

Ketiga energi samudera diatas, dі Indonesia mаѕіh bеlum terimplementasikan lantaran mаѕіh poly faktor sehingga ѕаmраі ketika іnі mаѕіh taraf ihwal serta penelitian-penelitian. 

Biaya investasi bеlum bіѕа diketahui dі Indonesia tеtарі bеrdаѕаrkаn uji coba dі bеbеrара Negara industri maju аdаlаh berkisar аntаrа 9 sen/kWh – 15 sen/kWh.


Energi samudera adalah tantangan sekaligus peluang sumber energi уаng dараt kita kelola dі masa аkаn datang (sustainable energy) buat memenuhi kebutuhan energi listrik dalam negeri pada saat sekarang maupun masa dераn anak cucu kita serta permintaan dunia аkаn energi terbarukan sebesar lima,2% per tahun (Partowidagdo, 2011). 

Mеnurut Harsono, (2014) menyatakan kebutuhan energi buat industri 44,2%, transportasi 40,6%, serta rumah tangga 11,4%), selaras dеngаn Kepres No. Lima Tahun 2006, 

energi baru dan terbarukan dеngаn target penggunaan sebanyak 17% dalam Tahun 2025, kondisi penggunaan tenaga baru serta terbarukan dalam Tahun 2014 аdаlаh ± 1% (masyarakat energi terbarukan Indonesia/METI-UI).


Alasan mengapa sumberdaya lаіn (tenaga lautan) ѕеlаіn pertambangan (asal daya alam) bеlum dipakai:

- Bеlum optimalnya SDM dibidang teknologi pertambangan;

- Terbatasnya kemampuan serta keterbatasan teknologi (iptek teknologi baru berkembang dі Indonesia);

- Keterbatasan sarpras pendukung kegiatan (riset dan industri);

- Mаѕіh terbatasnya pendanaan dan kapital pada pengembangan pengusahaan pertambangan serta tenaga; dan

- Mаѕіh terbatasnya data dan fakta tentang kelautan.


PUSTAKA

Harsono A.S (2014). Fisika tenaga. Materi mata kuliah Program Magister Ilmu Kelautan FMIPA Universitas Indonesia, Depok.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) (2013). Kelautan dan perikanan pada nomor 2013. Pusat Data, Statistik dan Informasi: 212 hlm.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomer lima Tahun 2006. Tеntаng Kebijakan Energi Nasional (KEN).

Partowidagdo W (2011). Biaya energi dan electricity generation costs. Artikel Dewan Energi Nasional (DEN). 

Baca Juga

Alasan Singapura Di Sebut Negara Maritim

Nelayan Dalam Program Poros Maritim

Konsep Poros Maritim Dunia


Peranan Indonesia Sebagai Negara Maritim

MENGGALI UNSURUNSUR FILSAFAT INDONESIA

Menggali Unsur-Unsur Filsafat Indonesia
1. Definisi Baru ‘Filsafat Indonesia’
Adalah tidak mungkin menemukan definisi kata ‘Filsafat Indonesia’ dalam kamus-kamus atau ensiklopedi-ensiklopedi filsafat Barat yang standar. Filsafat Indonesia memang belum seberuntung Filsafat Timur lainnya yang telah lebih dulu dikenal Barat. Ambillah karya Paul Edwards sebagai satu berukuran. Dalam karyanya The Encyclopedia of Philosophy yang 8 jilid itu, masih ada 1.500 artikel yang ditulis sang 500 kontributor menurut filosof semua dunia, tapi tidak satupun artikel yg mengenai Filsafat Indonesia. Sementara itu, terdapat 1 filosof Mesir, 1 filosof Iran, serta 4 filosof Cina yg menyumbangkan artikelnya selain dari 494 filosof Barat, akan tetapi tidak satupun filosof Indonesia yg sebagai kontributor artikel pada dalamnya.

St. Elmo Nauman Jr., pada karyanya yg klasik Dictionary of Asian Philosophies (1979), juga hanya mencantumkan nama-nama filosof Asia berdasarkan wilayah Persia, India, Cina, Palestina, Babilonia, Tibet, Jepang, Arab, Siria, dan Lebanon. Tak satupun nama filosof Indonesia yg diklaim. Apatah lagi pada pada Encyclopaedia Britannica atau Encarta Encyclopedia 2005. Kondisi yang sama juga terjadi ketika anda mencoba browsing di global maya lewat fasilitas mesin search berdasarkan situs misalnya www.google.com. Dengan penuh putus asa nir akan ditemukan artikel-artikel internet yang berjudul ‘Filsafat Indonesia’.

Itu belum seberapa menyedihkan. Ada lagi kenyataan yang lebih menciptakan kita, orang Indonesia sendiri, lebih sedih. Perpustakaan Nasional RI, suatu perpustakaan milik pemerintah di Jakarta, hanya memiliki koleksi 42 judul buku dalam katalog subyek ‘Filsafat Indonesia’, sedangkan koleksi kitab Filsafat Barat serta Filsafat Timur lainnya malah mempunyai beratus-ratus judul.

Seorang filosof Mesir berkaliber internasional seperti Hassan Hanafi jua mengaku nir pernah mengetahui adanya Filsafat Indonesia, sehingga dalam ketika diwawancara oleh GATRA dalam 5 Juni 2001 menyampaikan menggunakan penuh sinisme:

…kalian misalnya bilang tentang impak Muhammad Abduh, Afghani, Rasyid Ridha, Hasan Al-Banna, atau Sayyid Qutub, tetapi mana pemikir Indonesia? Seperti yang terjadi di Turki, mereka hanya menjelaskan impak dari Abduh, Afghani serta lain-lain. Lalu pada mana pemikir Indonesia?

Bahkan di pada wawancara itu jua Hanafi mengungkap niatnya buat menulis tentang pemikir-pemikir Indonesia. 

Ini seluruh berarti, kajian Filsafat Indonesia masih amat baru, bahkan buat orang Indonesia sendiri. Tetapi, walaupun belum terkenal secara internasional, setidaknya Filsafat Indonesia sudah dikaji pada negeri sendiri, sang segelintir orang yang memelopori kajiannya, seperti Sunoto, R. Pramono, M. Nasroen, S.A. Kodhi, dan Jakob Sumardjo. Sunoto dan R. Pramono berlatarbelakang UGM. Sunoto sendiri bekas Dekan Jurusan Filsafat Indonesia di UGM Yogyakarta, sedangkan M. Nasroen adalah Pengajar Besar Filsafat di Universitas Indonesia dan Jakob Sumardjo dari ITB Bandung. 

M. Nasroen merupakan orang pertama yang memelopori kajian Filsafat Indonesia dalam dekade 60-an. Dalam karyanya yg sangat klasik (Perpustakaan Nasional RI memasukkan bukunya sebagai keliru satu koleksi ‘buku langka’), Pengajar Besar UI ini dalam poly page menegaskan keberbedaan Filsafat Indonesia menggunakan Filsafat Barat (Yunani-Kuno) dan Filsafat Timur, lalu mencapai satu konklusi bahwa Filsafat Indonesia merupakan suatu Filsafat khas yang ‘tidak Barat’ dan ‘nir Timur’, yang amat jelas termanifestasi dalam ajaran filosofis mupakat, pantun-pantun, Pancasila, hukum tata cara, ketuhanan, gotong-royong, serta kekeluargaan.

Demikian juga Sunoto, yg melakukan kajian serius mengenai Filsafat Indonesia, walaupun diakuinya sendiri bahwa kajiannya ‘…masih berkisar dalam kefilsafatan Jawa…,’ dan nir menyeluruh. R. Pramono mencoba lebih jauh berdasarkan Sunoto. Selain Jawa, beliau menelusuri alam pikiran Batak, Minangkabau, dan Bugis. Sedangkan Jakob Sumardjo, pada karyanya Arkeologi Budaya Indonesia, membahas ‘Ringkasan Sejarah Kerohanian Indonesia’, yg secara kronologis memaparkan sejarah Filsafat Indonesia menurut ‘era primordial’, ‘era antik’, hingga ‘era madya’. Dengan berbekal hermeneutika yg sangat dikuasainya, Jakob menelusuri medan-medan makna dari budaya material (lukisan, indera musik, sandang, tarian, serta lain-lain) sampai budaya intelektual (cerita mulut, pantun, legenda rakyat, teks-teks antik, serta lain-lain) yg adalah warisan filosofis agung masyarakat Indonesia. Dalam karyanya yg lain, Mencari Sukma Indonesia (2003), Jakob pun menyinggung ‘Filsafat Indonesia Modern’, yg secara radikal amat berbeda ontologi, epistemologi, serta aksiologinya dari ‘Filsafat Indonesia Lama’. Semua pioner tadi sangat membantu dalam mencapai pemahaman yg dalam tentang Filsafat Indonesia.

Semua perintis Filsafat Indonesia tersebut mendefinisikan Filsafat Indonesia secara bhineka. M. Nasroen mendefinisikan Filsafat Indonesia sebagai sekumpulan ajaran-ajaran filosofis yg orisinil Indonesia, yang nir pernah dimiliki sang Filsafat manapun. Dalam ungkapannya sendiri, Nasroen mengungkapkan:

Pandangan hidup Indonesia adalah berlainan benar dari Pandangan Hidup Junani dan Pandangan Hidup Barat dan Timur yang bersumberkan pada Pandangan Hidup Junani itu…

Sedangkan Sunoto, R. Pramono, dan filosof UGM dari Jurusan Filsafat Indonesia lainnya, mendefinisikan Filsafat Indonesia menjadi ‘…kekayaan budaya bangsa kita sendiri…yang terkandung pada dalam kebudayaan sendiri…’ Atau, pada ungkapan R. Pramono, Filsafat Indonesia berarti ‘…pemikiran-pemikiran…yg tersimpul di pada istiadat norma dan kebudayaan wilayah…’ Jadi, pada pemikiran grup filosof UGM itu, Filsafat Indonesia merupakan semua pemikiran filosofis yang ditemukan pada norma tata cara serta kebudayaan gerombolan -kelompok etnis warga Indonesia, mulai dari Sabang sampai Merauke. Definisi ini pula dianut oleh Alumni UGM serta Dosen Matakuliah Filsafat Indonesia di UIN Syarif Hidayatullah. 

Jakob Sumardjo mendefinisikan Filsafat Indonesia secara amat gamblang dan lugas sebagai ‘Filsafat Etnik Indonesia’, yakni ‘…pemikiran primordial…’ atau ‘…pola pikir dasar yg menstruktur seluruh bangunan karya budaya…’ menurut suatu grup etnik pada Indonesia. Jika dianggap ‘Filsafat Etnik Jawa’, maka ialah:

filsafat… yg terbaca dalam cara warga Jawa menyusun gamelannya, menyusun tari-tariannya, menyusun mitos-mitosnya, cara menentukan pemimpin-pemimpinnya, menurut bentuk rumah Jawanya, berdasarkan kitab -kitab sejarah dan sastra yg ditulisnya…

Semua filosof pelopor tadi, nampaknya, mencapai istilah setuju bahwa definisi Filsafat Indonesia merupakan ‘segala warisan pemikiran asli yg masih ada pada adat-norma dan kebudayaan semua gerombolan etnik Indonesia.’ Jadi, seluruh produk filosofis sebelum datangnya filsafat asing (Cina, India, Persia, Arab, Eropa) ke Indonesia, bisa dianggap menjadi Filsafat Indonesia. Mereka menekankan ‘keaslian’ bagi Filsafat Indonesia. Padahal, ‘Filsafat asli Indonesia’ hanya terdapat dalam waktu rakyat Indonesia belum kedatangan penduduk asing. Apabila Filsafat Indonesia hanya berisi ini saja, maka sungguh benar miskinlah tradisi filsafat kita.

Penulis menduga penting adanya definisi baru, supaya Filsafat Indonesia nir hanya misalnya katak dalam tempurung, yg kebal terhadap pengaruh intelektual asing serta ‘kudus’ dari unsur filosofis asing, menggunakan cara memperluas scope Filsafat Indonesia, yang bukan hanya mengandung segala warisan pemikiran orisinil yg terdapat pada istiadat-tata cara serta kebudayaan seluruh gerombolan etnik Indonesia, tapi juga segala pemikiran Indonesia yang terpengaruh oleh antar-koneksi filsafat-filsafat sejagat.

Memang sahih, sebagaimana seringkali ditunjukkan sang penulis buku Filsafat Islam, Persia, Cina, Jepang, Inggris, Jerman, Amerika, dan lain-lain, bahwa para filosof menamai kajian mereka dengan sebutan ‘Filsafat Islam’, ‘Filsafat Cina’, ‘Filsafat Jepang’, ‘Filsafat Jerman’, dst., pada samping buat menegaskan sumbangan komunal menurut komunitas tempat mereka dari terhadap tradisi filsafat sejagat, pula buat menerangkan kekhasan, otentisitas, bukti diri, atau fitur distingtif dari filsafat yang mereka kaji daripada tradisi filsafat lain. Tapi, para filosof itu nir berhenti hingga di situ saja. Mereka kemudian jua mengakui, baik secara tersirat maupun eksplisit, bahwa tradisi filsafat sejagat jua turut memberi warna-warni dalam struktur filsafat regional mereka. 

Bertrand Russell, pada buku sejarah filsafat Baratnya yang amat klasik History of Western Philosophy and Its Connection with Political and Social Circumstances from The Earliest Times to The Present Day (Sejarah Filsafat Barat serta Hubungannya menggunakan Kondisi Sosio-Politik menurut Masa Lampau Hingga Sekarang), mengakui imbas Filsafat Islam terhadap tradisi Filsafat Barat. Dengan kata-pungkasnya sendiri, Russell berujar: 

Writers in Arabic showed some originality in mathematics and chemistry in the latter case, as an incidental result of alchemical researches. Mohammedan civilization in its great days was admirable in the arts and in many technical ways, but it showed no capacity for independent speculation in theoretical manners. Its importance, which must not be underrated, is as a transmitter. Between ancient and modern European civilization, the dark ages intervened. The Mohammedans and the Byzantines, while lacking the intellectual energy required for innovation, preserved the apparatus of civilization education, books, and learned leisure. Both stimulated the West when it emerged from barbarism the Mohammedans chiefly in the thirteenth century, the Byzantines chiefly in the fifteenth. In each case the stimulus produced new thought better than any produced by the transmitters in the one case scholasticism, in the other the Renaissance (which however had other causes also)

Pengaruh Filsafat Islam terhadap tradisi Filsafat Barat pula diakui sang filosof Barat lain, Frederick Mayer. Dalam karyanya yg jua tergolong klasik A History of Ancient & Medieval Philosophy, lektur filsafat dalam University of Redlands California ini mengungkapkan:

Averrhoes defended, against Al-Gazzali, the value of philosophical discussion. He held that it could give a spiritual interpretation of the faith and lead to a symbolic explanation of dogmas which otherwise would be accepted in their literal sense. After his death Arabic philosophy declined, but his theories played an important part in Western scholastic circles.

Bukan hanya filosof Barat yang mengakui efek warna-warni filsafat asing pada struktur filsafat regionalnya, tapi jua filosof Jepang, seperti Masaaki Kôsaka. Dalam artikelnya The Intellectual Background of Modern Japanese Thought (Latarbelakang Intelektual menurut Alam Pikiran Jepang Modern), Masaaki mengakui efek Filsafat Barat dalam struktur Filsafat Jepang, seraya berkata:

When Japan in the time of The Meiji Restoration-pen. Began dealing with foreign nations, she admitted a host of Western influences. At the time, these sprang solely from terkini Europe and America, but it was inevitable that the attention of the Japanese would eventually be caught by the glories of the Renaissance and ancient Greek civilization, and more important, that they would encounter Christianity

Huang Songjie, seseorang filosof Cina, juga turut mengakui efek tradisi Filsafat Barat terhadap struktur Filsafat Cina. Dalam artikelnya The ‘Great Triangle’ of Chinese Philosophical Academia and The Modernization of China (‘Segitiga Emas’ Akademi Filsafat Cina dan Modernisasi Cina) , Songjie menegaskan bahwa:

Marxist philosophy, Western philosophy and Chinese traditional philosophy are three independent and yet interrelated philosophical trends in the 20th century Chinese academic and cultural world. I refer to this as the "Great Triangle". Dealing properly with this interrelationship is of great importance for the development of Chinese culture and the modernization of China… Western science and culture spread gradually in China after the Opium War (1840) and forcefully challenged traditional Confucianism. Early in 20th century, with the Revolution of 1911 and the May 4th New Culture Movement, traditional Confucianism was attacked intensely by a large number of progressive intellectuals and radical thinkers. During the twenties and thirties of this century, more and more Chinese intellectuals introduced and popularized Western philosophy in China, among which pragmatism was especially influential. But early in 20th century the greatest impact on Chinese society was the introduction and spread of Marxism. From the 1920’s on the "Great Triangle" appeared in the Chinese philosophical arena, in which the traditional Confucianist philosophy was defeated and Marxist philosophy emerged as the winner. The victory of Marxism is due to the fact that the Chinese communists combined Marxism tactically with Chinese social and revolutionary practice; they made of Marxism an ideological weapon against feudalism and imperialism, leading thereby to the founding of New China.

Tidak mengakui adanya ‘Filsafat asli Indonesia’ dan hanya mengakui impak Modernisme Barat pada struktur Filsafat Indonesia pula sama buruknya dan sama naifnya. Memang tidak bisa disangkal, bahwa istilah ‘Indonesia’ baru diciptakan dalam tahun 1917, tapi bukan berarti sebelum tahun itu tradisi Filsafat Indonesia belum terdapat; sebelum tahun itu, pemikir Indonesia belum lahir. Memang tidak dapat disangkal, bahwa ‘Indonesia’ menjadi suatu forum politik modern Republik ala Barat baru lahir pada 17 Agustus 1945, akan tetapi bukan berarti semua pemikir yg terdapat sebelum lepas itu wajib diabaikan begitu saja. 

Semangat ‘anti-tradisi’ semacam itu pernah mencuat dalam goresan pena-goresan pena polemis ‘Sutan Takdir Muda’ dengan Ki Hajar Dewantara, yg lalu dikenal menjadi Polemik Kebudayaan 1935,[16] dimana Sutan Takdir beropini bahwa tradisi ‘Indonesia Lama’ termasuk struktur budaya, peradaban, seni, dan filsafatnya sebagai satu paket wajib dibuang jauh-jauh ke belakang serta, menjadi gantinya, tradisi Dunia Modern yg mengandung ‘budaya progresif’ harus diadopsi, dipelajari, serta dikuasai, supaya Indonesia bisa mewarisi kebesaran struktur budaya Modern itu dan menjelmakannya untuk dirinya sendiri menjadi ‘Indonesia Modern’. Motif-motif ‘anti-tradisi’ pula sempat hadir dalam deklarasi serta pernyataan-sikap para sastrawan yg tergabung pada gerombolan Angkatan ’45, yg terungkap dalam Surat Kepercayaan Gelanggang Indonesia Merdeka (Jakarta, 18 Februari 1950):

…Kami nir akan memberikan suatu istilah ikatan buat kebudayaan Indonesia. Kalau kami berbicara tentang kebudayaan Indonesia, kami nir jangan lupa pada melap-lap output kebudayaan lama sampai berkilat serta buat dibanggakan,… Revolusi bagi kami artinya penempatan nilai-nilai baru atas nilai-nilai usang yg wajib dihancurkan…

Upaya pengadopsian filsafat asing ke pada struktur tradisional Indonesia pada wujud proyek Modernisasi (Westernisasi) berada pada track yg sahih, apabila dimaksudkan buat menghancurkan sisa-sisa sukuisme dan feodalisme pra Kemerdekaan, akan tetapi menjadi galat-langkah, apabila ditujukan buat membuang semua heritage filosofis lama . 

Pada saat Modernisasi mulai mengetam output panennya selesainya 2 abad berjalan, yang puncaknya tercapai pada era Orde Baru Soeharto, tidaklah keliru jika ada orang yang mau ‘pulang ke Tradisi’, bukan buat sekadar romantisme yang nostalgik, akan tetapi buat interpretasi-ulang, cipta-ulang, daur-ulang, reka-ulang, pemaknaan-ulang atau introspeksi terhadap tradisi sendiri. Mungkin ada ‘penyakit-penyakit Modernitas’ yg ‘obatnya’ justru masih ada pada Tradisi. Mungkin juga ada Tradisi yg elemen-elemennya malah menopang sendi-sendi yang rapuh menurut struktur Modernitas. Tradisi yg dimaknai-ulang sang orang modern tentu bukan lagi tradisi kuno, tapi sebagai suatu Modernitas baru, karena tradisi antik telah semenjak lama hilang, digantikan oleh Modernitas. Ketika Modernitas telah sebagai barang antik sang orang Indonesia sekarang, maka penafsiran-ulang terhadap Tradisi mungkin saja menghasilkan ‘Modernitas Baru’.

Definisi baru Filsafat Indonesia mesti merangkul Tradisi serta Modernitas sekaligus. Tidak boleh ada preferensi yang berlebihan dalam galat satunya. Jika pilihan dijatuhkan pada galat satu berdasarkan keduanya, berarti Filsafat Indonesia telah dimiskinkan isinya.

Mitologi antik yang sarat elemen filosofis, menjadi bagian berdasarkan Tradisi, setidaknya dapat dijadikan titik-tolak (turning point) untuk pindah ke khazanah filosofis selanjutnya, apabila bukan menjadi pintu gerbang (gateway) buat masuk ke alam pikiran Indonesia. Banyak penulis sejarah filsafat yang sengaja memasukkan kajian mitologis menjadi kajian pembuka dalam bukunya, apalagi jika bukunya memang disusun menurut kronologi. Thomas Kasulis, pada artikelnya Japanese Philosophy, memulai kajiannya menggunakan mitologi Jepang antik. Mohammad Hatta, pada kitab Alam Pikiran Yunani, juga memulai kajiannya dengan mitologi Yunani. Bahkan, Plato, pada setiap tulisannya, menggunakan mitologi, baik menjadi bahan-standar (raw material) filsafatnya juga menjadi sasaran kritik buat membentuk struktur filosofisnya. 

Untuk membuat definisi yg baik dari Filsafat Indonesia, maka diharapkan beberapa perbandingan dengan definisi filsafat yang lain. Misalnya, ‘Filsafat Islam’ dianggap demikian, lantaran filsafat itu lahir pada wilayah kuasa Islam serta diproduksi oleh komunitas religius Islam yang menetap di wilayah itu. Hal serupa juga berlaku bagi ‘Filsafat Kristen’ dan ‘Filsafat Yahudi’. Sementara, ‘Filsafat Jerman’ disebut demikian, karena dia ditulis dengan aksara serta bahasa Jerman. Ini serupa dengan definisi ‘Filsafat India’, ‘Filsafat Rusia’, ‘Filsafat Cina’, ‘Filsafat Kontinental’ (Filsafat yg ditulis berbahasa Eropa Kontinental), ‘Filsafat Analitis’ (Filsafat yg ditulis berbahasa Inggris atau Amerika), ‘Filsafat Korea’, serta ‘Filsafat Arab’, yg mendasarkan penamaan filosofisnya dari penggunaan aksara serta bahasa nasionalnya. ‘Filsafat Afrika’ lebih menekankan segi distingtif tradisi filosofisnya berdasarkan tradisi filsafat sejagat lainnya. Ini serupa menggunakan ‘Filsafat Persia’, ‘Filsafat Bantu’, dan ‘Filsafat Pakistan’.

Berdasarkan perbandingan pada atas, berarti definisi Filsafat Indonesia bisa dibangun dari 3 segi: 1) daerah loka filosof itu berada; 2) aksara dan bahasa yg digunakan filosof buat menulis karya filosofisnya; dan 3) segi distingtif pemikiran filosofisnya berdasarkan tradisi filsafat sejagat. Kalau 3 segi ini diterapkan dalam definisi Filsafat Indonesia, maka Filsafat Indonesia adalah filsafat yg diproduksi sang semua orang yang menetap pada daerah yg dinamakan belakangan menjadi Indonesia, yang memakai bahasa-bahasa di Indonesia sebagai mediumnya, dan yang isinya kurang-lebih memiliki segi distingtif apabila dibandingkan menggunakan filsafat sejagat lainnya.

Pernyataan bahwa Filsafat Indonesia adalah filsafat yg diproduksi oleh semua orang yang menetap pada wilayah Indonesia berimplikasi, bahwa seluruh orang yg dari menurut gerombolan etnis, grup ras, atau gerombolan religius yg tidak sama, asalkan semuanya menetap di Indonesia, maka semuanya filosof Indonesia. 

Pernyataan bahwa Filsafat Indonesia merupakan filsafat yg menggunakan bahasa-bahasa di Indonesia menjadi medium aktualisasi diri filosofisnya berimplikasi, bahwa semua orang yang menetap di Indonesia, asalkan menggunakan bahasa-bahasa yg hayati pada Indonesia menjadi mediumnya, maka semuanya adalah filosof Indonesia. Disebut ‘bahasa-bahasa pada Indonesia’, karena Indonesia memiliki 587 bahasa etnik disamping ‘bahasa persatuan’ nya yakni Bahasa Indonesia. 

Untuk sifat ketiga, bahwa Filsafat Indonesia adalah filsafat yang sekurang-kurangnya mempunyai segi distingtif berdasarkan filsafat sejagat lainnya, wajib diberi penjelasan tambahan. Distinctiveness bukanlah suatu keharusan dalam Filsafat Indonesia, sebab, wajib diakui, bahwa segi distingtif pada isi Filsafat Indonesia amatlah sedikit daripada segi adaptifnya. Lebih banyak borrowing nya daripada otentisitasnya. Lebih poly segi ‘pinjamannya’ daripada segi ‘aslinya’. Yang asli pada Filsafat Indonesia hanya Filsafat-Filsafat Etnisnya, sedangkan yg pinjaman relatif poly, mencakup pinjaman dari ‘Filsafat Cina’, ‘Filsafat India’, ‘Filsafat Arab’, ‘Filsafat Persia’, sampai ‘Filsafat Barat’. Pinjaman-pinjaman itu, pada saatnya, akan dipulangkannya lagi selesainya dia berhasil membangun suatu corak lain, apakah pada bentuk sintesa dialektis, adaptasi, transformasi, metamorfosis, atau malah rejeksi dan objeksi. 

Definisi baru Filsafat Indonesia ini pula berimplikasi pada masalah kapan lahirnya kajian Filsafat Indonesia. Apabila dimaksud menjadi suatu nama cabang filsafat yg dikaji filosof Indonesia, yang membedakannya menurut kajian Filsafat Barat dan Filsafat Asia lainnya, maka Filsafat Indonesia lahir pada dekade 60-an. Tapi, bila dimaksud menjadi kegiatan berpikir logis-rasional yg diproduksi orang Indonesia, maka Filsafat Indonesia lahir bukan semenjak dasa warsa itu, tapi malahan semenjak local genius primitif menghasilkan mitologi filosofis, yg diperkirakan para sejarawan berproduksi semenjak era neolitik kurang lebih 3500-2500 SM, yang jejak-jejaknya masih bisa ditelusuri sampai kini pada kebudayaan suku Sakuddei pada Kepulauan Mentawai (Sumatera Barat), suku Atoni di Timor Timur, suku Marind-Anim pada Papua (Irian Barat), jua di suku Minangkabau, Jawa, Nias, Batak, serta lain-lain.

2. Mazhab, Sumber, serta Tokoh Filsafat Indonesia
Kini tibalah pada tempatnya untuk membahas cabang-cabang berdasarkan ‘Filsafat Indonesia’ dan tokoh-tokoh kunci yang menguasai cabang itu. Di sini penulis membagi Filsafat Indonesia ke dalam 6 mazhab besar , berdasarkan dalam sumber-asal inspirasinya: Filsafat Etnik, Filsafat Timur, Filsafat Barat, Filsafat Islam, Filsafat Kristen, dan Filsafat Paska-Soeharto.

Filsafat Etnik
Jakob Sumardjo telah menyebutkan di muka, bahwa yang dimaksud menggunakan ‘Filsafat Etnik’ adalah ‘…pemikiran primordial…’ atau ‘…pola pikir dasar yg menstruktur seluruh bangunan karya budaya…’ berdasarkan suatu grup etnik pada Indonesia. Maka, apabila dianggap ‘Filsafat Etnik Jawa’, itu artinya:

filsafat… yang terbaca pada cara masyarakat Jawa menyusun gamelannya, menyusun tari-tariannya, menyusun mitos-mitosnya, cara memilih pemimpin-pemimpinnya, menurut bentuk rumah Jawanya, menurut buku-kitab sejarah serta sastra yg ditulisnya.

‘Filsafat Etnik’ merupakan filsafat orisinil dari Indonesia, yg diproduksi sang local genius primitif sebelum kedatangan efek filsafat asing. Di era neolitikum, kurang lebih tahun 3500–2500 SM, penduduk Indonesia asli sudah membentuk komunitas berupa desa-desa kecil yg sudah mengenal sistem pertanian, sistem irigasi sederhana, sistem peternakan, pembuatan bahtera, sistem pelayaran sederhana, serta seni bertenun.[20] Mereka pula telah mulai berspekulasi tentang segala yg mereka perhatikan berdasarkan alam, sehingga merekapun telah memproduksi filsafat, sekalipun pada bentuk yang sangat sederhana. Mitologi-mitologi filosofis yg diproduksi suku-suku etnis Indonesia sekarang sudah banyak yang dibukukan, sehingga para peneliti Filsafat Indonesia kini dapat membacanya, baik pada Bahasa Indonesia maupun dalam bahasa asing. Misalnya, mitologi filosofis suku Dayak-Benuaq telah dibukukan serta diterjemahkan ke Bahasa Inggris sang Michael Hopes, Madras & Karaakng menggunakan judul Temputn: Myths of The Benuaq and Tunjung Dayak. 

Kajian ‘Filsafat Etnik’ sudah banyak dilakukan oleh filosof Indonesia. M. Nasroen adalah orang pertama yang memelopori kajian ‘Filsafat Etnik’ pada dasa warsa 60-an, kemudian Sunoto, yg melakukan kajian serius tentang Filsafat Etnik Jawa. R. Pramono menyelidiki Filsafat Etnik Jawa, Batak, Minangkabau, serta Bugis. Sedangkan Jakob Sumardjo, pada karyanya Arkeologi Budaya Indonesia serta Mencari Sukma Indonesia, membahas Filsafat Etnik Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Melayu, dan lain-lain. Franz Magnis-Suseno pula menelaah Filsafat Etnik Jawa, seperti karya-karyanya yang berjudul Kita serta Wayang (Jakarta, 1984), Etika Jawa dalam Tantangan, serta Etika Jawa: sebuah Analisa Filsafat tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa. I Made Swasthawa Dharmayuda menelaah Filsafat Bali yg terkandung pada istiadat-norma suku Bali dalam karyanya Filsafat Adat Bali. P.J. Zoetmulder mengkaji Filsafat Etnik Jawa dari segi kesusastraannya dalam buku Kalangwan: Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang dan Manunggaling Kawula Gusti: Pantheisme serta Monisme pada Sastra Suluk Jawa. Nian S. Djoemena mempelajari Filsafat Etnik Jawa berdasarkan tradisi luriknya dalam kitab Lurik: Garis-garis Bertuah (The Magic Stripes). Soewardi Endraswara mengkaji Filsafat Etnik Jawa menurut tradisi peribahasanya dalam kitab Mutiara Wicara Jawa. Purwadi mengkaji Filsafat Etnik Jawa terutama kearifan tokoh Semar dalam pewayangan Jawa pada karyanya Semar: Jagad Mistik Jawa dan Woro Aryandini menelaah kearifan tokoh Bima dalam karyanya Citra Bima dalam Kebudayaan Jawa. Suwardi Endraswara membahas Filsafat Hidup yang dipahami spesial orang Jawa pada karyanya Filsafat Hidup Jawa, serta masih banyak lagi filosof Indonesia yg mempelajari Filsafat Etnik, bahkan hingga dtk ini. 

Filsafat Timur
Yang dimaksud dengan ‘Filsafat Timur’ adalah tradisi filsafat yg dikembangkan sang orang-orang ‘Timur’, sebagai kebalikan dari orang ‘Barat’. Istilah ini jelas saja diberikan oleh bangsa Barat untuk bangsa Timur. Pada kenyataannya, tidak semua bangsa Timur filsafatnya dikenal baik sang bangsa Barat. Yang tradisii filsafatnya dikenal baik hanya sebagian saja, yakni, ‘Filsafat Cina’, ‘Filsafat Jepang’, serta ‘Filsafat India’. 

‘Filsafat Cina’ yang terbaru saja dipelajari dengan serius sang filosof Indonesia, walaupun nyatanya orang Cina telah menetap di Indonesia lebih berdasarkan 30 abad yang kemudian! ‘Filsafat Cina Klasik’, seperti Filsafat Lao Tzu (605-531 SM), Konfusius (551-479 SM), dan Chuang Tzu (w.360 SM), sekarang dengan penuh antusias dikaji-ulang dan ditafsir-ulang. Indra Widjaja mengkaji Filsafat Chuang Tzu dalam karyanya Filsafat Perang Sun Tzu, sedangkan Anand Krishna menafsir-ulang Filsafat Lao Tzu buat dipahami secara modern dalam karyanya Mengikuti Irama Kehidupan: Tao Teh Ching bagi Orang Modern. Soejono Soemargono menciptakan ikhtisar sejarah Filsafat Cina pada karyanya yang pionir Sejarah Ringkas Filsafat Tiongkok.

‘Filsafat Cina Modern’ telah mulai dikaji oleh filosof Indonesia semenjak abad 19 M. Sun Yat-Senisme telah dikaji oleh Kwee Kek Beng (1900-1974) lewat terjemahan karya Sun Yat Sen Djalan Ke Kemerdekaan berdasarkan bahasa Cina ke bahasa Melayu, Filsafat Anti-Konfusianisme dikaji oleh Kwee Hing Tjiat (1891-1939), Filsafat Marxisme-Leninisme serta Maoisme dikaji oleh Oey Gee Hoat dan Siauw Giok Tjhan, Tan Ling Djie, Wang Jen Shu, Ong Eng Djie, Lie A Tjong, Lien Tiong Hien, Lie Wie Tjung, dll. Tetapi, karya Leo Suryadinata yg berjudul Mencari Identitas Nasional: Dari Tjoe Bou San hingga Yap Thiam Hien (Jakarta: LP3ES, 1990) dan Politik Tionghoa Peranakan di Jawa (Jakarta: Sinar Harapan, 1994) memuat menggunakan jenial ikhtisar sejarah filsafat politik Cina Modern yg dipahami filosof Indonesia menurut etnik Cina. 

‘Filsafat India’ juga masih sedikit yg menyelidiki. Dari survei, penulis hanya menemukan satu karya saja yg menelaah ‘Filsafat India Klasik’, itupun hanya sebatas ikhtisar sejarah, seperti karya Harun Hadiwidjono yg berjudul Sari Filsafat India. Sedangkan yg mempelajari ‘Filsafat India Modern’ sudah cukup poly, pada antaranya merupakan R. Wahana Wegig yg mengkaji Filsafat Etika berdasarkan Mahatma Gandhi dalam karyanya Dimensi Etis Ajaran Gandhi.

Yang cukup menarik dipelajari artinya karya asli output menurut blending antara Filsafat Etnik Indonesia menggunakan Filsafat India atau output menurut blending antara Buddhisme serta Hinduisme, yang aku namakan ‘Filsafat India-Indonesia’. Filsafat ini adalah output eksperimen filosofis menurut beberapa filosof kreatif dari Indonesia, yg membentuk corak filosofis yang menarik dan asli. Sambhara Suryawarana, seseorang penulis buku kudus Buddhisme yang hidup pada kerajaan Medang Hindu pada kurang lebih tahun 929-947, memuji-muji raja Sindok yang Hinduist di dalam buku kudus Buddhist yg dikarangnya, Sang Hyang Kamahayanikan. Mpu Prapanca (1335-1380) menulis kitab Negarakertagama dan Ramayana Kakawin. Ramayana Kakawin ialah terjemahan epik Hindu-India yang disesuaikan dengan alam pikiran Indonesia primitif, sementara Negarakertagama adalah karya puisi epik berbahasa Jawa Kuno yg menjelaskan filsafat yg dianut Kertanagara (1268-1292), seorang raja terbesar dari Dinasti Singhasari, yang memadukan filsafat Siwaisme-Hindu menggunakan Buddhisme. Sedangkan Mpu Tantular, seorang pengarang yang hidup pada masa pemerintahan Hayam Wuruk (1350-1389), menulis kitab Sutasoma, yang memadukan filsafat Buddhisme dengan Syiwaisme-Hindu. 

Raja Dharmawangsa (991-1006) pernah memerintahkan penerjemahan Mahabharata ke bahasa Jawa Kuno tindakan yang memungkinkan masuknya alam pikiran primitif Jawa ke dalam epik Hinduisme-India itu. Juga raja Jayabaya (1130-1160), yang memerintahkan penyaduran Bharatayudha versi India sebagai versi Jawa, buat mendeskripsikan perang saudara antara Jayabaya (sebagai Pandawa) dengan sepupunya Jenggala (menjadi Kurawa). Bahkan, raja Indra (782-812) berdasarkan Sailendra membangun Candi Borobudur yg bertingkat 9, untuk memuja arwah 9 keluarga moyangnya pada bepergian mereka menuju Nirvana.

‘Filsafat Jepang’ masih sporadis dikaji. Dari survei, penulis hanya menemukan 2 karya yg ditulis filosof Indonesia mengenai cabang filsafat ini: pertama, karya Tun Sri Lanang yg berjudul Busido, dan ke 2, karya Irmansyah Effendi yg berjudul Rei Ki: Teknik Efektif buat Membangkitkan Kemampuan Penyembuhan Luarbiasa Secara Seketika.

Filsafat Barat
‘Filsafat Barat’ atau Western Philosophy adalah tradisi filsafat yg dikembangkan bangsa Barat sejak masa klasik (abad lima SM-5 M), pertengahan (6 M-14 M), dan masa terkini (15 M-kini ), yg diproduksi di negara-negara Barat misalnya Yunani, Italia, Perancis, Jerman, Inggris, Amerika, serta lain-lain. Sekarang kajian Western Philosophy dipecah-pecah menjadi poly cabang, misalnya Analytic Philosophy, Continental Philosophy, German Philosophy, serta lain-lain. 

‘Filsafat Barat’ yang cabang-cabangnya amat banyak itu telah banyak dikaji oleh filosof Indonesia, bahkan bisa dikatakan sebagai filsafat yang paling poly dikaji serta yang paling dikuasai sang mereka. Sejak abad 19 M, waktu kolonialis Belanda menerapkan ‘Politik Etis’ menggunakan berdirinya sekolah-sekolah ala Barat dan gereja-gereja Protestan yg mengajarkan peradaban Barat Modern pada tengah-tengah pribumi Indonesia, ‘Filsafat Barat’ mulai dipelajari pelajar-pelajar pribumi. Hingga proklamasi kemerdekaan RI pun, ‘Filsafat Barat’ tak jarang dijadikan counter-culture terhadap ‘Filsafat Etnik’ sang para filosof Indonesia yang sudah Western-minded.

‘Sejarah Filsafat Barat’, terutama sejarah Filsafat Barat abad 20, telah dikajii sang K. Bertens pada karyanya Filsafat Barat Abad XX serta Filsafat Barat Abad XX: Inggris-Jerman. ‘Filsafat Barat Klasik’, seperti Filsafat Yunani-Kuno semenjak Thales sampai Plotinus, telah dikaji oleh Mohammad Hatta (keliru satu founding father kita) dalam bukunya Alam Pikiran Yunani.

‘Filsafat Barat Modern’ merupakan cabang yg paling banyak dikaji, lantaran hampir seluruh lembaga sosial-politik Indonesia poly yg terinspirasi darinya. Bentuk pemerintahan Republik, konstitusi negara modern, forum perwakilan warga , distribusi kekuasaan yg sejalan menggunakan Trias Politica, partai politik, dan ideologi partai tersebut benar-benar-benar-benar cerminan efek alam pikiran Barat. 

Filsafat Marxisme-Leninisme pernah dikaji sang Tan Malaka pada bukunya Madilog: Materialisme, Dialektika, Logika serta D.N. Aidit dalam bukunya Tentang Marxisme, Problems of The Indonesian Revolution, dan Kibarkan Tinggi Pandji Revolusi!. Semaoen mengkaji organisasi buruh komunis dalam bukunya Toentoenan Kaoem Boeroeh. Filsafat Sosialisme-Demokrat pernah dikaji sang Sutan Syahrir dalam tulisannya Sosialisme pada Eropah Barat dan Masa Depan Sosialisme Kerakyatan. Filsafat Politik Republik pernah dikaji sang Tan Malaka pada buku Naar de ‘Republiek Indonesia’ serta perkembangan Kapitalisme pada Indonesia jua dibahas dalam bukunya Massa Actie. Soekarno, ‘si penyambung lidah warga ’, pernah membahas Filsafat Nasionalisme dalam bukunya Mencapai Indonesia Merdeka. Filsafat Fasisme Jerman pernah mencuat dalam pidato Soepomo di Rapat BPUPKI menjelang kemerdekaan serta Filsafat Modernisasi mengisi hampir seluruh perihal sosial-politik pada era Orde Baru Soeharto. 

Di era Soeharto, yakni era ‘filsafat sebagai candu’, banyak sekali cabang filsafat Barat yg dikaji oleh filosof Indonesia. Filsafat Estetika dikaji oleh Jakob Sumardjo pada bukunya Filsafat Seni. Juga oleh Wajid Anwar L. Pada kedua bukunya Filsafat Estetika serta Filsafat Estetika (Sebuah Pengantar). Filsafat Etika dikaji sang K. Bertens dalam beberapa karyanya misalnya Keprihatinan Moral, Telaah atas Masalah Etika, Perspektif Etika, Kajian atas Masalah-Masalah Aktual, serta Aborsi menjadi Masalah Etika. Juga dikaji oleh W. Poespoprodjo dalam bukunya Filsafat Moral, dan I.R. Poedjawijatna pada bukunya Etika Filsafat Tingkah Laku. Rosady Ruslan mempelajari Filsafat Etika yang diterapkan dalam bidang Kehumasan dalam karyanya Etika Kehumasan, sedangkan M. Dawam Rahardjo menelaah Filsafat Etika yang diterapkan pada bidang Ekonomi serta Manajemen pada bukunya Etika Ekonomi serta Manajemen. 

Filsafat Epistemologi Barat dikaji SJ. Sudarminta pada bukunya Epistemologi Dasar, Pengantar ke Beberapa Masalah Pokok Filsafat Pengetahuan dan M. Ghozi Badrie dalam karyanya Filsafat Umum: Aspek Epistemologi. Sedangkan Widoyo Alfandi menelaah Filsafat Epistemologi yg diterapkan pada bidang Geografi pada karyanya Epistemologi Geografi. Filsafat Logika dikaji sang I.R. Poedjawijatna dalam karyanya Logika: Filsafat Berpikir serta Burhanuddin Salam pada bukunya Logika Formal. Filsafat Kosmologi dikaji sang Moertono pada karyanya Filsafat Kosmologi/Filsafat Alam Semesta: Filsafat Teori Kejadian-Kejadian Factual, Dihampiri secara Manusiawi Filsafat.

Filsafat Semiotika dalam perspektif Roland Barthes dikaji oleh Kurniawan dalam bukunya Semiologi Roland Barthes, sedangkan Filsafat Hukum dikaji sang Soetikno dalam bukunya Filsafat Hukum, Suhadi dalam bukunya Filsafat Hukum, Lili Rasjidi dalam kedua karyanya Filsafat Hukum: Apakah Hukum itu? Serta Filsafat Hukum Mazhab serta Refleksinya. Juga sang Moertono pada bukunya Filsafat Hukum: Metodik Penelitian Ilmu Desisi. Filsafat Politik dikaji sang J.H. Rapar dalam beberapa karyanya seperti Filsafat Pemikiran Politik, Filsafat Politik Aristoteles, Filsafat Politik Agustinus, Filsafat Politik Machiavelli, serta Filsafat Politik Plato. Franz Magnis-Suseno pula punya concern pada Filsafat Politik, sebagaimana terlihat pada bukunya Filsafat Kebudayaan Politik. 

Filsafat Sejarah dikaji oleh beberapa filosof, seperti H.R.E Tamburaka dalam bukunya Pengantar Ilmu Sejarah, Teori Filsafat Sejarah, Kunto Wijoyo dalam bukunya Metodologi Sejarah, serta Purwo Husodo pada karyanya Filsafat Sejarah Oswald Spengler. Filsafat Agama dikaji sang Tom Jacobs, SJ pada bukunya Paham Allah, dalam Filsafat, Agama-Agama serta Teologi, Hamzah Ya’qub dalam karyanya Filsafat Agama, Hamka pada bukunya Filsafat Ketuhanan, H.M. Rasjidi dalam karya terjemahannya Filsafat Agama, serta Louis Leahy pada bukunya Filsafat Ketuhanan Kontemporer. 

Filsafat Ilmu dikaji oleh Djohansjah dalam bukunya Budaya Ilmiah serta Filsafat Ilmu, Jujun Suriasumantri pada dua kitab masterpiece-nya Ilmu dalam Perspektif dan Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, Burhanuddin Salam pada 2 karyanya Logika Materiil, Filsafat Ilmu Pengetahuan dan Sejarah Filsafat Ilmu dan Teknologi, Hartono Kasmadi pada bukunya Filsafat Ilmu, M. Solly Lubis pada bukunya Filsafat Ilmu serta Penelitian, Hidanul I Harun pada bukunya Filsafat Ilmu Pengetahuan, dan Chairul Arifin pada karyanya Filsafat Ilmu Pengetahuan: Suatu Pengantar. Filsafat Pendidikan dikaji oleh Redja Mudyahardjo pada karyanya Filsafat Ilmu Pendidikan, Imam Barnadib dalam bukunya Filsafat Pendidikan, dan Paul Suparno dalam bukunya Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. 

Filsafat Manusia dikaji oleh Zainal Abidin dalam bukunya Filsafat Manusia, Burhanuddin Salam dalam bukunya Filsafat Manusia: Antropologi Metafisika, Kasmiran Wuryo Sanadji pada bukunya Filsafat Manusia, N. Drijarkara pada karyanya Filsafat Manusia, serta Moertono pada karyanya Filsafat Manusia/Antropologi Kefilsafatan: Potensi Penanganan Masalah. Filsafat Kebebasan dikaji oleh satu-satunya filosof Nico Syukur Dister pada karyanya Filsafat Kebebasan. Sedangkan Filsafat Analitik dikaji oleh dua orang filosof, yakni Rizal Mustansyir dalam karyanya Filsafat Analitik: Sejarah, Perkembangan, serta Peranan Para Tokohnya dan Kaelan pada karyanya Filsafat Analitis dari Ludwig Wittgenstein. Filsafat Sastra serta Budaya pula dikaji satu-satunya oleh FX. Mudji Sutrisno dalam karyanya Filsafat Sastra dan Budaya. Juga Filsafat Matematika yg cuma dikaji oleh The Liang Gie dalam karyanya Filsafat Matematika. Filsafat Ekonomi pula dikaji satu-satunya oleh Save M. Dagun dalam karyanya Pengantar Filsafat Ekonomi, sedangkan Filsafat Desain serta Supervisi dikaji oleh Ir. Hamid Shahab dalam bukunya Filosofi Desain & Supervisi. Demikian jua Filsafat Administrasi yg dikaji hanya oleh Sondang P. Siagian pada kitab Filsafat Administrasi. 

Filsafat Barat Paska-terkini pula sempat mampir di Indonesia, yg dikaji oleh Budi Hardiman F. Pada karyanya Melampaui Positivisme serta Modernitas, Onno W. Purbo pada karyanya Filsafat Naif Dunia Cyber, dan Ridwan Makassary dalam karyanya Kematian Manusia Modern.

Yang cukup menarik buat dibahas disini merupakan Filsafat Barat yang diadaptasikan dengan situasi kongkrit Indonesia, yang aku namakan ‘Filsafat Barat-Indonesia’ atau ‘Adaptasionisme Barat’. Cabang filsafat ini merupakan aliran filosofis yg corak Baratnya sudah sejauh mungkin dirubah, buat disesuaikan menggunakan situasi historis kongkrit di Indonesia. Tokoh-tokoh menurut cabang filsafat ini antara lain artinya Tan Malaka, Soekarno, Toety Heraty, Mohammad Hatta, M. Dawam Rahardjo, Sri-Edi Swasono, Kris Budiman, serta S.C. Utami Munandar. Tan Malaka mempelajari ‘teori gerilya’ berdasarkan Filsafat Komunisme untuk diterapkan pada situasi kongkrit Indonesia dalam karyanya Gerpolek (Gerilya Politik-Ekonomi). Soekarno mempelajari komunitas Proletar dari Filsafat Komunisme untuk diterapkan dalam situasi kongkrit Indonesia, sebagaimana terlihat dalam tulisan-tulisannya yang dikumpulkan dan diterbitkan sang Penerbit Grasindo menggunakan judul Bung Karno mengenai Marhaen. Adaptasionisme jua dilakukan Moh. Hatta, saat dia berbicara mengenai demokrasi Barat terbaru untuk diterapkan dalam situasi kongkrit Indonesia dalam bukunya Mohammad Hatta: Beberapa Pokok Pikiran serta dalam gugusan tulisannya yang diterbitkan Tim LP3ES dengan judul Karya Lengkap Bung Hatta. Juga pengkajian demokrasi Barat yang diterapkan Sjahrir pada situasi kongkrit Indonesia dalam karyanya Pemikiran Politik Sjahrir. Filsafat Feminisme yg diterapkan pada mempelajari kaum perempuan Indonesia dilakukan sang Soekarno dalam bukunya Sarinah: Keajaiban Wanita pada Perjuangan Republik Indonesia, Kris Budiman pada bukunya Feminis Laki-Laki serta Wacana Gender, S.C. Utami Munandar dalam bukunya Emansipasi dan Peran Ganda Wanita Indonesia dan Toety Heraty pada bukunya Calon Arang: Kisah Perempuan Korban Patriarki. M. Dawam Rahardjo mengkaji ‘Teori Ketergantungan Dunia Ketiga’ buat diterapkan pada mengkaji Ekonomi Indonesia dalam bukunya Transformasi Pertanian, Industrialisasi serta Kesempatan Kerja. Sedangkan Sri-Edi Swasono menyelidiki pemikiran adaptasionisme Hatta dalam bukunya Demokrasi Ekonomi: Keterkaitan Usaha Partisipasi v.S.konsentrasi Ekonomi serta Satu Abad Bung Hatta. 

Filsafat Islam
‘Filsafat Islam’ merupakan filsafat yg lahir pada wilayah kuasa Islam dan diproduksi oleh komunitas religius Islam yg menetap di daerah itu. Selain ‘Filsafat Barat’ dan ‘Filsafat Timur’, ‘Filsafat Islam’ juga merupakan keliru satu cabang yg tak jarang dikaji dan yang paling dikuasai sang filosof Indonesia, apalagi waktu ini komunitas Islam pada Indonesia menempati posisi menjadi dominan. ‘Filsafat Islam’ kini bisa dipecah ke pada poly cabang, misalnya Filsafat Sufisme, Filsafat Pendidikan, Filsafat Kebudayaan, Filsafat Hukum, Filsafat Politik, Filsafat Epistemologi, serta Filsafat Pembebasan (Liberasionisme). Pembagian Filsafat Islam dalam kategori regional jua relatif menarik, misalnya ‘Filsafat Islam Arab’ serta ‘Filsafat Islam Persia’, lantaran ke 2 cabang itu, walaupun sama-sama bersifat ‘Islam’ akan tetapi keduanya memiliki corak yg tidak selaras. Bahkan, sekarang juga dapat dibangun ‘Filsafat Islam Indonesia’, karena problem filosofis yg dihadapi pada situasi historis kongkrit oleh filosof Islam pada Indonesia berbeda dengan yang dihadapi oleh filosof Islam pada Arab atau di Persia. 

Filsafat Sufisme dikaji sang Alwi Shihab pada karyanya Islam Sufistik, K. Permadi dalam bukunya Pengantar Ilmu Tasawwuf, M. Solichin dalam karyanya Kamus Tasawuf, Sukardi Kd. Pada bukunya Salat pada Perspektif Sufi, Meison Amir Siregar dalam karyanya Rumi: Cinta serta Tasawuf dan sang Asep Salahuddin pada karyanya Ziarah Sufistik. 

Filsafat Pendidikan Islam dikaji sang Hamdani Ihsan dalam karyanya Filsafat Pendidikan Islam, Abdurrahman S. Abdullah dalam bukunya Teori Pendidikan dari Al-Quran, H.M. Arifin dalam Filsafat Pendidikan Islam, Zuhairini dalam Filsafat Pendidikan Islam, Jalaluddin & Usman Said pada Filsafat Pendidikan Islam, serta sang Imam Barnadib dalam karyanya Filsafat Pendidikan Islam. Sedangkan Filsafat Kebudayaan Islam dikaji sang satu-satunya pengkaji, yakni, Musa Asya’arie dalam bukunya Filsafat Islam: Tentang Kebudayaan.

Filsafat Hukum Islam dikaji sang Zaini Dahlan dalam karyanya Filsafat Hukum Islam, Ishak Farid dalam Ibadah Haji dalam Filsafat Hukum Islam, T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy dalam Falsafah Hukum Islam, dan sang Ismail Muhammad Syah pada karyanya Filsafat Hukum Islam. Sedangkan Filsafat Politik Islam dikaji oleh A. Munawwir Sadzali pada karyanya yang monumental Islam serta Tata Negara, Ajaran, Sejarah dan Pemikiran dan Kamaruzzaman dalam buku Relasi Islam serta Negara.

Teori pengetahuan menurut mazhab Islam dikaji oleh Imam Syafi’i pada karyanya Konsep Ilmu Pengetahuan dalam Al-Quran serta sang Mohammad Miska Amien pada bukunya Epistemologi Islam. Sedangkan Filsafat Pembebasan (Liberasionisme) dikaji sang Muh. Hanif Dhakiri pada dua bukunya Islam dan Pembebasan serta Paulo Freire, Islam serta Pembebasan. Juga oleh Fachrizal A. Halim dalam karyanya Beragama dalam Belenggu Kapitalisme.

Karya-karya pengantar Filsafat Islam jua banyak ditulis oleh filosof Islam Indonesia seperti oleh Abdul Aziz Dahlan dengan judul Pemikiran Falsafi pada Islam, Soedarsono pada karyanya Filsafat Islam, Oemar Amin Hoesin pada dua bukunya yang amat klasik Filsafat Islam serta Filsafat Islam: Sedjarah serta Perkembangannya dalam Dunia Internasional, H. Musa Asya’arie pada karyanya Filsafat Islam: Kajian Ontologis, Epistemologis, Aksiologis, Historis, Prospektif, serta oleh J.W.M. Bakker dalam karyanya yg klasik Pengantar Filsafat Islam.

Filsafat Islam Regional misalnya ‘Filsafat Arab Klasik’, misalnya, dikaji sang Harun Nasution dalam karyanya Teologi Islam, Hasan Asari pada bukunya Nukilan Pemikiran Islam Klasik, serta sang Ilhamuddin pada kitab Pemikiran Kalam Baqillani. ‘Filsafat Arab Modern’ dikaji, umpamanya, oleh H.A. Mukti Ali pada bukunya Alam Pikiran Islam Modern pada Timur Tengah, A. Munir dalam bukunya Aliran Modern pada Islam, H.A. Mukti Ali pada kitab Islam serta Sekularisme pada Turki Modern dan oleh Harun Nasution dalam karyanya Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazilah. ‘Filsafat Islam Persia’ jua banyak yang mengkaji, terutama setelah Syi’isme disebarluas oleh cendekiawan Syi’ah Indonesia misalnya Jalaluddin Rachmat serta Haidar Bagir. Amroeni Drajat mengkaji Filsafat Yahya Al-Suhrawardi pada karyanya Filsafat Illuminasi: Sebuah Kajian terhadap Konsep ‘Cahaya’ Suhrawardi. 

Suatu ‘Filsafat Islam Regional’ lainnya, seperti ‘Filsafat Islam Indonesia’, sudah poly yg membahas, terutama tentang mazhab-mazhab seperti ‘Tradisionalisme’, ‘Modernisme’, ‘Revivalisme’, ‘Neo-modernisme’, ‘’Transformasionisme’, ‘Liberalisme’, serta ‘Perenialisme’, sehingga tak perlu dibahas lagi di sini. Hanya saja, terdapat kecenderungan baru saat ini yang penulis namakan ‘sesatisme’ atau ‘murtadisme’, yg mulai menyuarakan pandangan-pandangan mereka dalam buku-buku tebal yang dipublikasikan secara luas. Walaupun belum layak dianggap sebagai suatu mazhab filsafat, pandangan mereka mulai diterima luas sang warga Islam Indonesia. Pendasaran argumentasi mereka dalam terjemahan Al-Quran berbahasa Indonesia atau ‘terjemahan sewenang-wenang’ mereka sendiri atas ayat Al-Quran—ini keunikan tersendiri menurut mereka, yang sekaligus pula adalah bukti ketololan mereka akan tata-bahasa bahasa Arab—relatif mengambarkan bahwa mereka memiliki sandaran filosofis yg kentara. Yang mereka pegang bukanlah Al-Quran, akan tetapi terjemahannya atau ‘tafsir bebas’ nya. Dan terjemah atau ‘tafsir bebas’ merupakan sejenis filsafat. Hartono Ahmad Jaiz dapat dimasukkan pada mazhab ini. Dalam bukunya Aliran serta Paham Sesat di Indonesia, Jaiz mengritik menjadi ‘sesat’ beberapa mazhab ‘Filsafat Islam’ yang pernah ada sebelumnya, yakni, mazhab-mazhab ‘Liberalisme’, ‘Modernisme’ serta ‘Neo-modernisme’. Bukunya yang lain Ada Pemurtadan di IAIN, mengritik beberapa dosen UIN/IAIN yang bercorak liberal, terbaru, dan neo-terbaru. 

Filsafat Kristen
Seperti Filsafat Islam, Filsafat Kristen (Christian Philosophy) adalah filsafat yang lahir pada daerah kuasa Kristen dan diproduksi sang komunitas religius Kristen yg menetap di daerah itu. Selain ‘Filsafat Barat’, ‘Filsafat Kristen’ jua merupakan bidang yg amat dikuasai sang filosof-filosof Kristen Indonesia. ‘Filsafat Kristen’ terbagi dalam beberapa cabang: ‘Filsafat Kristen Awal’, ‘Filsafat Kristen Helenistik’, ‘Filsafat Kristen Pertengahan’ (yg diklaim juga menggunakan sebutan ‘Filsafat Skolastik’), ‘Filsafat Kristen Renaisans dan Reformasi’, dan ‘Filsafat Kristen Modern dan Kontemporer’. Di samping pembagian itu, ‘Filsafat Kristen’ pun bisa dikaji secara regional, misalnya ‘Filsafat Kristen Jerman’, ‘Filsafat Kristen Amerika’, ‘Filsafat Kristen Amerika Latin’, ‘Filsafat Kristen Filipina’, bahkan ‘Filsafat Kristen Indonesia’, karena situasi kongkrit yang wajib diresponi umat Kristen pada negara-negara itu nir mesti sama.

‘Filsafat Kristen Awal’, dikaji oleh Nico Syukur Dister dalam karyanya Filsafat Agama Kristiani: Mempertanggungjawabkan Iman akan Wahyu Allah pada Yesus Kristus. ‘Filsafat Skolastik’, sejak Santo Anselmus hingga Santo Thomas Aquinas, sudah dikaji oleh A. Hanafi dalam bukunya Filsafat Skolastik. ‘Filsafat Kristen Modern serta Kontemporer’, misalnya, dikaji sang Thomas Hidya Tjaya dalam bukunya Kosmos: Tanda Keagungan Allah, Refleksi dari Louis Bouyer. 

Yang tak kalah menariknya adalah ‘Filsafat Kristen Indonesia’, yakni sistem filsafat yang diadaptasikan menggunakan situasi riel yg dialami filosof Kristen pada Indonesia. ‘Filsafat Kristen Indonesia’ dapat dibagi pada 4 cabang misalnya ‘Transformasionisme’, ‘Pribumisme’, ‘Liberasionisme’, serta ‘Feminisme’. ‘Transformasionisme’ dikaji sang JB. Banawiratma dalam karyanya 10 Agenda Pastoral Transformatif, HAM, serta Lingkungan Hidup. Sedangkan ‘Pribumisme’ dikaji oleh Robert J. Hardawiryana pada bukunya Cara Baru Menggereja di Indonesia: Umat Kristen Mempribumi. ‘Liberasionisme’ relatif banyak yang menelaah semenjak era Soeharto, misalnya yang dilakukan sang J.B. Mangunwijaya, Franz Magnis-Suseno, Wahono Nitiprawiro, J.B. Banawiratma, A. Suryawasita, I. Suharyo, C. Putranta, R. Hardawiryana, AL. Purwahadiwardaya, TH. Sumartana, Greg Soetomo, serta Budi Purnomo. Sedangkan ‘Feminisme’ dikaji secara Kristiani sang Smita Notosusanto, misalnya kajiannya pada kitab Perempuan dan Pemberdayaan dan St. Darmawijaya dalam bukunya Perempuan pada Perjanjian Lama. 

Filsafat Paska-Soehartoisme
‘Filsafat Paska-Soehartoisme’ berarti filsafat yang lahir untuk mengritik paham serta praxis Soehartoisme modernisasi yg dianut Soeharto ‘si Bapak Pembangunan’ itu serta hendak menghapus segala residu-residunya dengan cara merubahnya dengan paham cara lain . Kritik terhadap Soehartoisme telah mulai merebak semenjak dasawarsa 1970-an dari kampus ITB Bandung (1973) serta Peristiwa Malari pada Jakarta (1974), akan tetapi semua kritikan itu tidak didengar. Sejak dasawarsa 1990-an menjelang lengser Soeharto, kembali kritikan dilancarkan oleh beberapa filsuf baru. Merekalah cikal-bakal tokoh filsafat yang lalu dinamakan filsafat paska-Soeharto. Yang termasuk pelopor filsafat ini adalah Sri-Bintang Pamungkas, Budiman Sudjatmiko, Muchtar Pakpahan, Sri-Edi Swasono, dan Pius Lustrilanang. Sri-Bintang Pamungkas mengritik Soehartoisme dalam karyanya Sri Bintang: ‘Saya Musuh Politik Soeharto’, Dari Orde Baru ke Indonesian Baru Lewat Reformasi Total, Dari Orde Baru ke Indonesia Baru, dan Dibalik Jeruji: Menggugat Dakwaan Subversif. Sedangkan Budiman Sudjatmiko mengritik Soehartoisme lewat pidato resmi partainya PRD. Muchtar Pakpahan mengritik Soehartoisme lewat bukunya Menarik Pelajaran dari Kedung Ombo (1990), Menuju Perubahan Sistem Politik (1994), DPR RI Semasa Orde Baru (1994), dan Rakyat Menggugat (1996). Filsafat paska-Soehartoisme yg dianut Pius Lustrilanang dikaji sang Sihol Siagian pada karyanya Menolak Bungkam: Pius Lustrilanang. 

Setelah Soeharto lengser, rupanya Soehartoisme tidak bersama-sama tumbang. Soehartoisme masih bertahan, mengikuti keadaan menggunakan situasi Indonesia baru, bahkan hingga waktu ini. Soehartoisme permanen bertahan, yg terjadi hanyalah perbaikan-perbaikan tambal-sulam yang kerap dianggap ‘Reformasi’, yang dilakukan eksponen-eksponen Soehartoist yang masih selamat menurut kritik rakyat. Hal itulah yg menggelisahkan Sri-Edi Swasono, abang kandung dari Sri-Bintang, sehingga beliau risi bahwa yg terjadi malah ‘deformasi’ (pembekuan), bukannya perubahan keadaan umum Indonesia yg signifikan. Kekhawatiran itu diungkap dalam karyanya Dari Daulat Tuanku ke Daulat Rakyat serta Dari Lengser ke Lengser. 

3. Isme-Isme pada Filsafat Indonesia
Sebelum menentukan isme-isme apa saja yg bisa dibentuk pada semesta Filsafat Indonesia, alangkah baiknya jika menyelidiki lebih dulu mengenai bagaimana suatu isme pada filsafat dibuat. Ada dua cara membuat kategori isme yg selama ini digunakan peneliti filsafat: (1) isme dibuat menggunakan cara menyebut nama seseorang filosof eksklusif yang darinya suatu isme dapat dibangun, seperti Marxisme, Leninisme, Maoisme, Platonisme, Konfusianisme, Aristotelianisme, Phytagoreanisme, serta lain-lain; kemudian, (2) isme dibuat menggunakan cara menyebut ajaran atau doktrin terpenting yang ditemukan dari teks-teks filosof eksklusif. Misalnya, pada teks-teks Plato rupanya ditemukan doktrin sangat penting tentang idea, sehingga peneliti filsafat menyebut ajaran Plato yg amat krusial itu menggunakan sebutan idealism. Begitu juga dengan ajaran krusial Hegel mengenai Idea yg darinya asal sebutan idealism. 

Perbedaan ke 2 cara penyebutan isme itu sangat berpengaruh dalam fondasi filsafat yg dibangun. Jika diklaim ‘Platonisme’, maka landasan filsafat yang dibangun berasal berdasarkan teks-teks atau praktek-praktek (tertulis ataupun disaksikan) Plato selama hidupnya. Tapi apabila diklaim ‘idealisme’, maka landasan filsafat yg dibangun berasal berdasarkan teks-teks atau praktek-praktek (tertulis ataupun disaksikan) beberapa filosof, baik itu Plato, Hegel, McTaggart, atau Iqbal asalkan kesemuanya mempunyai ajaran penting tentang idea.

Apakah penyebutan isme-isme dalam struktur Filsafat Barat bisa diterapkan pada struktur Filsafat Indonesia? Ada 2 kemungkinan. Pertama, apabila teks-teks Filsafat Indonesia memang menjelaskan asal-asal filosofis menurut filosof Barat misalnya Marx, Hegel, atau Plato, maka bisa saja menyebut filosof Indonesia yg menganut mereka sebagai filosof Indonesia yg ‘Marxist’, ‘Hegelianist’, atau ‘Platonist’. Tan Malaka dan D.N. Aidit, karena itu, dapat dianggap menjadi filosof Marxist. Kedua, bila teks-teks Filsafat Indonesia mengajarkan suatu doktrin krusial tentang idea, misalnya, maka layaklah disebut menjadi ‘idealist’. Maka, Syahrir dapatlah dianggap ‘sosialist’, Soekarno ‘nasionalist’, serta Soepomo ‘sosialist-nasional’, lantaran ketiganya membahas menggunakan panjang-lebar dalam karya-karya mereka berturut-turut tentang sosialisme, natie, serta fasisme Jerman. Tapi, dalam galibnya, filosof-filosof Indonesia mempunyai doktrin-doktrin spesial , yg tidak sama berdasarkan yang biasa ditemukan dalam teks-teks Filsafat Barat. Jadi, peneliti filsafat boleh saja meminjam kategorisasi isme Barat atau boleh pula membuat kategorisasinya sendiri, sesuai menggunakan tema-tema yang diangkat oleh seseorang filosof di negaranya.

Kedua cara pembuatan isme tadi akan kita terapkan pada struktur Filsafat Indonesia. Cara 1 penulis terapkan saat menciptakan isme-isme misalnya Soekarnoisme dan Soehartoisme. Cara dua penulis terapkan ketika membuat isme-isme seperti ‘lamaisme’, ‘sintesisme’, ‘adaptasionisme’, ‘baruisme’, ‘terpimpinisme’, ‘pembangunanisme’, serta ‘paska-pembangunanisme’. Untuk maksud pengantar, disini akan dibahas sedikit tentang isme-isme dalam Filsafat Indonesia. 

Sintesisme
Sintesisme berakar menurut istilah ‘sintesa’ (synthesis), yg berarti menggabungkan bagian-bagian atau unsur-unsur yang berbeda buat menciptakan satuan yg kompleks. Artinya, suatu filsafat digabungkan menggunakan filsafat lainnya buat membangun struktur filsafat yang baru. Biasanya, filsafat-filsafat yang dicampur-baur itu berlawanan sifatnya, tidak sinkron isinya, paradoksal nuansanya. Memang terdapat beberapa titik-temu di antara filsafat-filsafat yg tidak selaras itu, tapi lebih banyak ‘titik-pisah’nya. Tapi justru ‘titik-pisah’ itu, apabila dicampur-baur dengan ‘titik-pisah’ yg lain, akan melahirkan satuan yg kompleks. Contoh sintesisme yang paling populer pada mata sejarawan filsafat merupakan apa yang dilakukan Mpu Prapanca (1335-1380), seseorang filosof yang hidup pada masa pemerintahan Kertanegara (1268-1292) dari Dinasti Singhasari. Mpu Prapanca menulis buku berjudul Negarakertagama, berisi epik filosofis yang ditulis menggunakan gaya puitik berbahasa Jawa Kuno, yg memadukan filsafat Siwaisme-Hindu dengan Buddhisme. Cara yang sama pula ditempuh sang Mpu Tantular, seorang filosof yang hayati pada masa pemerintahan Hayam Wuruk (1350-1389), yg menulis buku Sutasoma, pada dalamnya beliau berhasil memadukan filsafat Buddhisme dengan Syiwaisme-Hindu.

Perpaduan 2 filsafat India yg amat tidak selaras itu Buddhisme justru lahir pada India menjadi reaksi negatif terhadap Hinduisme oleh filosof-filosof Indonesia melahirkan corak filsafat yg baru, yg terkenal sebagai filsafat Tantrayana. 

Soekarno, seorang pendiri Republik kita, jua seseorang sintesist. Dia mencoba menyintesa tiga aliran filsafat yang amat bertolak-belakang: Nasionalisme, Agama (Islam, Kristen, Hinduisme dan Buddhisme), dan Komunisme (NASAKOM), akan tetapi gagal pada tengah perjuangannya. Nurcholish Madjid, seseorang filosof Islam, juga seorang sintesist. Beliau mencoba menyintesa tiga aliran filsafat yg tidak sinkron: Islam, Nasionalisme (Keindonesiaan), serta Barat Modern (Kemodernan) dalam karyanya Islam, Keindonesiaan, serta Kemodernan, buat mendobrak tradisi Filsafat Islam Masyumi serta mendukung Soehartoisme. Berbeda menggunakan Soekarno, Nurcholish sangat berhasil, karena amat didukung penguasa saat itu. 

Adaptasionisme 
Adaptasionisme berakar dari istilah ‘adaptasi’ (adaptation), yg berarti menyesuaikan sesuatu buat situasi atau kegunaan yg baru. Artinya, suatu filsafat diubah sedemikian rupa, sebagai akibatnya menjadi sesuai menggunakan situasi Iindonesia serta dapat dipakai dalam konteks Indonesia. Biasanya, yg diadaptasi menggunakan kondisi serta situasi Indonesia merupakan filsafat-filsafat asing, bukan filsafat orisinil Indonesia sendiri. Filosof yg tergolong isme ini umumnya berasumsi bahwa segala produksi filsafat bersifat lokal, regional, serta partikular; nir ada filsafat yang universall secara mutlak. Karena itu jua, kebenaran filsafat tidak pernah universal-absolut. Menurut logika mereka, contohnya, Marxisme yang lahir dari sejarah lokal Barat nir mampu diterapkan atau dicangkok begitu saja dalam sejarah kongkrit Indonesia, lantaran kedua area itu memiliki struktur budaya serta peradaban yg berbeda. Marxisme yg hendak dibangun akar-akarnya di Indonesia harus diubah sedemikian rupa, sebagai akibatnya sesuai dengan alam Indonesia. 

Tokoh-tokoh misalnya Ki Hajar Dewantara, Tan Malaka, Soekarno, Toety Heraty, Mohammad Hatta, M. Dawam Rahardjo, Sri-Edi Swasono, Kris Budiman, S.C. Utami Munandar, D.N. Aidit, serta lain-lain merupakan model dari filosof adaptasionist yang mengadaptasikan Filsafat Barat ke pada situasi kongkrit Indonesia. Ki Hajar terkenal dengan ‘prinsip nasi goreng’nya. Nasi goreng adalah kuliner asli tradisional yang umumnya digoreng menggunakan minyak kelapa. Namun, apabila margarin yang asal berdasarkan Belanda bisa menciptakan nasi goreng itu bertambah lezat , maka tak ada alasan seseorang wajib menolak penggunaan margarin itu, selama yang menggorengnya ialah orang Indonesia sendiri. Artinya, apabila ‘margarin Belanda’ (Filsafat Barat) diadaptasikan menggunakan ‘nasi goreng’ (situasi kongkrit Indonesia), maka ‘margarin’ itu akan menambah sedapnya ‘nasi goreng’. Sedangkan Tan Malaka, dia mengadaptasikan ‘teori gerilya’ Komunisme buat diterapkan dalam situasi kongkrit Indonesia pada karyanya Gerpolek (Gerilya Politik-Ekonomi). Soekarno mengadaptasikan konsep ‘proletar’ menurut Komunisme buat diterapkan dalam situasi kongkrit Indonesia, sebagaimana terlihat pada goresan pena-tulisannya yg dikumpulkan serta diterbitkan sang Penerbit Grasindo dengan judul Bung Karno tentang Marhaen. 

Adaptasionisme pula dilakukan oleh tokoh-tokoh Filsafat Islam, misalnya Syaikh Ahmad Khatib, Syaikh Thaher Djalaluddin, Syaikh Muhammad Djamil Djambek, Haji Abdul Karim Amrullah, Haji Abdullah Ahmad, Zainuddin Labai Al-Junusi, Kiyai Ahmad Dahlan, Mohammad Natsir, Oemar Said Tjokroaminoto, Agus Salim, Haji Misbach, serta lain-lain, yg mengadaptasikan Filsafat Barat ke pada situasi Islam di Indonesia. Zainuddin Labai serta Mohammad Natsir, contohnya, mengadaptasi konsep nasionalisme Barat ke dalam situasi Islam Indonesia via kitab -kitab Musthafa Kamil Pasha (1874-1908). Datuk Batuah dan Natar Zainuddin berdasarkan Padang Panjang, Haji Misbach dari Surakarta, Semaun, Alimin Prawirodirdjo serta Darsono dari Semarang mengadaptasikan Komunisme Barat ke dalam pandangan-dunia Al-Quran. Begitu juga menggunakan H. Oemar Said Tjokroaminoto, yg mengadaptasikan Sosialisme Barat ke dalam situasi Islam Indonesia, sebagai akibatnya membuat karya Islam dan Sosialisme.

Lamaisme 
Isme ini bertolak menurut pandangan, bahwa segala tradisi lama , tradisi primordial, dan tradisi orisinil Indonesia adalah tradisi yg wajib dilestarikan, sebab dalam tradisi itulah terletak dari dan tujuan keberadaan insan Indonesia, alpha dan omega kehidupan manusia Indonesia, sangkan dan paran dari penciptaan insan Indonesia. Dalam pandangan filosof yang menganut isme ini, tidak ada konsep ‘baru’; tidak terdapat ‘yang baru’ yg dapat membatalkan ‘yang lama ’. ‘Yang lama ’ adalah ‘yg permanen’ mutlak. Konsep saat dan ruang historis tidak berlaku bagi isme ini, karena ‘yang lama ’ terjadi selama-lamanya, abadi, serta tidak berubah. Segala perubahan adalah pemberontakan terhadap ‘yg lama ’, dan karenanya amat ditentang oleh penganut isme ini. Semua filosof etnik Indonesia (misalnya M. Nasroen, Sunoto, R. Pramono Jakob Sumardjo, P.J. Zoetmulder, Soewardi Endraswara, Woro Aryandini, serta lain-lain) bisa dikatakan masuk dalam isme ini, sebab mereka seluruh menduga bahwa pandangan filosofis lama yang dimiliki etnis-etnis asli Indonesia tetap baik, permanen relevan, tetap wajib diterapkan pada situasi terbaru, permanen wajib diwariskan ke generasi baru menjadi ‘penjaga’ identitas. Lamaisme menjadi musim kembali pada era Orde Baru, lantaran filosof lamaist menemukan borok-borok modernisasi Barat sekuler yang diusulkan filosof baruist. Semua filosof agama, baik dari Islam, Katolik, Protestantisme, Buddhisme, Hinduisme, serta Konfusianisme, yg menolak pembaruan (religious reforms) pada dogmatika tradisionalnya juga dapat masuk pada grup lamaisme ini. 

Baruisme
Isme ini adalah versus menurut lamaisme. Apa yang hendak dilestarikan sang lamaisme akan diserang serta dibatalkan oleh baruisme, karena dia bertolak pada asumsi bahwa segala tradisi lama merupakan tradisi yg nir membawa kepada kemajuan, tradisi usang yang tidak lagi relevan dengan zaman yang terus berubah, atau tradisi dekaden yg bila tetap dilestarikan akan membuat Indonesia tidak pernah maju. Isme ini sangat anti dengan filsafat etnik asli, karena, pada akal tokoh-tokohnya, filsafat etnik masih melestarikan feudalisme serta sukuisme yg justru dianggap sebagai musuh kebudayaan baru Indonesia. Tokoh-tokoh baruisme, misalnya, merupakan Tan Malaka, Sutan Takdir Alisjahbana, Nurcholish Madjid, sastrawan Indonesia Angkatan ’45, dan lain-lain. 

Tan Malaka, dalam bukunya Massa Actie, amat mencela tradisi usang dan mengusulkan tradisi baru yg diambil dari tradisi Barat. Begitu jua halnya dengan Sutan Takdir. Sejak polemiknya yg terkenal pada era 1930-an menggunakan Ki Hajar Dewantara sampai goresan pena-tulisannya hingga dia wafat, Sutan Takdir secara konsisten mengutuk tradisi usang serta mengusulkan tradisi baru Barat sebagai gantinya. Sastrawan Angkatan ’45 juga pernah mempublikasikan suatu ‘manifesto budaya’, populer dengan nama Surat Kepercayaan Gelanggang, yg isinya menolak buat ‘…melap-lap output kebudayaan lama sampai berkilat dan buat dibanggakan,…’, karena, ‘Revolusi bagi kami adalah penempatan nilai-nilai baru atas nilai-nilai usang yg harus dihancurkan.’ Nurcholish Madjid mengutuk tradisi lama dari Filsafat Islam pada Indonesia (Masyumisme) yg lebih mementingkan ‘cara’ daripada ‘tujuan’ atau lebih mementingkan ‘kulit’ daripada ‘isi’, yang amat jelas terlihat pada apologi Negara Islam. Nurcholish, lantas, mengusulkan desakralisasi atau sekularisasi, yg pada pada dasarnya merupakan pemutusan eksklusif (direct shift) serta penolakan tegas buat melestarikan Masyumisme antik. Sebagai gantinya, Nurcholish membentuk prinsip baru yang amat revolusioner di era 1970-an, Islam, Yes! Partai Islam, No!

Terpimpinisme
Disebut ‘terpimpinisme’ lantaran konsep ‘keterpimpinan’ sebagai pusat tentang. Terpimpinisme bertolak dari pandangan bahwa masyarakat Indonesia masih membutuhkan figur seorang pemimpin yang bisa mendidik mereka, melindungi mereka, menunjuki mereka, dan memandu mereka buat menuju kemajuan. Terpimpinisme sama dengan paternalisme, dalam artian, bahwa paternalisme menganggap krusial keberadaan seseorang ‘bapak bangsa’ (pater) yang mendidik, membina, menunjuki, memandu, serta memimpin masyarakat sebagai ‘anak-anak mini ’ nya. 

Contoh berdasarkan konsep ‘keterpimpinan’ yg amat populer dalam sejarah Filsafat Indonesia artinya konsep ‘keterpimpinan’ yang dapat dijumpai dalam sebagian besar tulisan serta praktek Soekarno, galat seorang pendiri RI kita, yang disini dinamakan ‘Soekarnoisme’. Soekarnoisme segala goresan pena dan praktek Soekarno mengajarkan dua jenis ‘keterpimpinan’: ‘Demokrasi Terpimpin’ dan ‘Ekonomi Terpimpin’. ‘Demokrasi Terpimpin’ merupakan homogen praktek demokrasi yg dilakukan menggunakan cara dipimpin oleh seorang sesepuh kata Soekarno yg bisa membimbing, menunjuki, serta memandu rakyat menuju keadilan sosial-politik. Sedangkan ‘Ekonomi Terpimpin’ artinya sejenis praktek ekonomi-politik yg dilakukan menggunakan cara dipimpin sang lagi-lagi seseorang sesepuh yg bisa membimbing dan mengantarkan warga Indonesia menuju keadilan sosial-ekonomis. Dua ‘keterpimpinan’ itu akan berhasil, apabila dipimpin sang seseorang sesepuh luar-biasa, yang kuasa yg lahir pada abad terbaru, yg dipuja warga menjadi teladan masyarakat. Sayang sekali, terpimpinisme jenis ini mudah sekali dituduh menjadi otoritarianisme terselubung, serta itu terbukti menggunakan praktek pengangkatan Soekarno menjadi ‘presiden seumur hayati’. 

Soeharto dapat juga dimasukkan ke pada filosof terpimpinist ini. Paternalisme Soeharto mengajarkan keharusan adanya seseorang bapak yang bisa memandu serta mengantarkan rakyat pada kemajuan; bapak yg sangat melindungi rakyatnya akan tetapi juga sangat tuli dengan suara rakyatnya, lantaran suara warga hanya bunyi ‘anak kecil’ yg wajib terus dibimbing. Soeharto pun mendapat julukan ‘Bapak Pembangunan’, lantaran ia memandu rakyatnya menuju kemajuan misalnya layaknya seseorang bapak terhadap anak-anak. 

Pembangunanisme
Isme ini lahir sebagai reaksi atas ‘Terpimpinisme Soekarno’dianggap pula menjadi ‘Soekarnoisme’yang dianggap gagal membawa Indonesia menuju kemajuan. Isme ini amat bertolak-belakang menggunakan Soekarnoisme, pada artian, bahwa dia nir lagi meneruskan paham Soekarno mengenai ‘revolusi’, ‘Manipol USDEK’, ‘setan Nekolim’, ‘politik menjadi panglima’, ‘Demokrasi Terpimpin’ serta ‘Ekonomi Terpimpin’, akan tetapi merubahnya dengan pandangan ‘ekonomi sebagai panglima’, ‘stabilitas demi pembangunan, ‘percepatan pembangunan’, ‘pembangunan jangka-panjang’, ‘globalisasi ekonomi’, serta ‘globalisasi kapital’. 

Isme ini bertolak pada asumsi, bahwa ‘politik revolusi’ telah tidak relevan lagi, karena bukan membentuk kemajuan akan tetapi malah menyengsarakan rakyat. Isme ini menunjukkan ‘politik pembangunan’ menjadi penyelesaiannya, dengan penekanan bahwa dengan pembangunanlah Indonesia akan berhasil maju. 

Paska-pembangunanisme
Isme ini lahir sebagai reaksi atas kegagalan ‘Pembangunanisme Soeharto’ yang dapat dianggap pula ‘Soehartoisme’ dalam membawa rakyat menuju kesejahteraan serta kemakmuran, sesuai menggunakan yg dicita-citakan Undang-Undang Dasar 1945. 

4. Periodisasi Filsafat Indonesia
Periodisasi yang biasa dilakukan sang sejarawan filsafat Barat ialah Periode Klasik, Periode Pertengahan, Periode Modern, serta Periode Kontemporer. Sedangkan sejarawan filsafat Cina membagi Filsafat Cina dalam periode-periode misalnya Periode Klasik, Periode Pertengahan, serta Periode Modern. Lalu pertanyaannya kemudian adalah apakah sejarawan filsafat Indonesia juga harus mengikuti pembagian periode seperti itu? Jika memang wajib mengikuti periodisasi Barat serta Cina itu, kapankah periode Klasik dari Filsafat Indonesia itu? Bisa saja dikatakan bahwa periode Klasik berdasarkan Filsafat Indonesia merupakan periode yg dihitung sejak era neolitik (sekitar 3500-2500 SM) sampai awal abad 19 M, lalu periode Modern semenjak awal abad 19 M sampai era Soeharto lengser, dan periode Kontemporer semenjak Soeharto lengser hingga dtk ini (2005).

Sekilas nampaknya periodisasi tersebut nir problematik, tapi apabila ditelaah lebih dalam mengandung banyak duduk perkara. Persoalan-duduk perkara yang muncul adalah seperti: perbedaan apakah yang paling signifikan antara Filsafat Indonesia pada era Klasik, era Modern, serta era Kontemporer itu? Apakah disparitas periode itu didasarkan pada disparitas point of concern (pusat perhatian) yg dikaji filosof di era tertentu? Apakah perbedaan antara ‘yg klasik’ menggunakan ‘yang terbaru’ hanyalah perbedaan antara ‘yang menolak’ dengan ‘yang menerima’ imbas Barat? Apakah disparitas periode hanya sekadar penanda waktu, dari satu ‘titik pemberhentian’ ke ‘titik pemberhentian’ selanjutnya? Apabila ya, apa yg membedakan ‘titik pemberhentian’ yg satu menggunakan ‘titik-titik’ yang lain? Apakah yang membedakan ‘yang klasik’ serta ‘yg terbaru’ hanyalah sekadar perpindahan tema filosofis (thematic shift)?

Banyaknya persoalan yg timbul dengan mengikuti periodisasi ala Barat serta Cina menerangkan, bahwa model periodisasi seperti itu tidak tepat buat sejarah Filsafat Indonesia. Harus dicari contoh periodisasi lain yg dapat memuat kurang-lebih segala filsafat yg pernah diproduksi sejak era neolitikum hingga kini . Di bawah ini akan diajukan 2 contoh periodisasi yang mungkin lebih cocok buat penulisan sejarah Filsafat Indonesia.

Periodisasi Berdasarkan Interaksi Budaya
Periodisasi Filsafat Indonesia dapat dibentuk berdasarkan datangnya budaya-budaya asing yang berinteraksi dengan budaya orisinil Indonesia, dengan cara menciptakan kronologi historis serta mengungkapkan dari budaya global mana sumber filosofis itu asal-mula. Dengan contoh ini, contohnya, dapat dikatakan bahwa Filsafat Indonesia dapat dipecah ke pada periode-periode seperti periode Etnik, periode Cina, periode India, periode Persia, periode Arab, dan periode Barat. Periode Etnik dimulai ketika filsafat etnik orisinil Indonesia masih dipeluk serta dipraktekkan oleh orang Indonesia sebelum kedatangan filsafat asing. Sedangkan periode Cina, India, Persia, Arab, dan periode Barat dimulai waktu orang Indonesia mulai kemasukan filsafat dari asal-asal budaya asing Cina, India, Persia, Arab, dan Barat.

Filsafat Indonesia dalam periode Etnik, contohnya, berisi mitologi filosofis, pepatah-petitih, peribahasa, aturan adat, serta segala yang asli dalam filsafat-filsafat etnik Indonesia. Filsafat Indonesia dalam periode Cina mencakup Taoisme, Konfusianisme, Anti-konfusianisme, Sun Yat-Senisme, serta Maoisme. Filsafat Indonesia pada periode India meliputi Hinduisme, Buddhisme, Tantrayana, serta Hinduisme-Bali. Periode Persia mencakup Ibnu-‘arabisme dan Ghazalisme. Periode Arab mencakup Wahhabisme, dan periode Barat mencakup filsafat Nasionalisme, Sosialisme-Demokrat, Komunisme hingga Developmentalisme. Periode Kontemporer mencakup filsafat Pancasila, Liberasionisme, Transformatifisme, Pribumisme, Feminisme, New Agisme, Liberalisme hingga Paska-modernisme. 

Periodisasi Berdasarkan Kejadian Historis Penting
Periodisasi Filsafat Indonesia pula bisa dibentuk menurut peristiwa-insiden penting dalam bepergian sejarah Indonesia, seperti periode pra-Kemerdekaan, periode Kemerdekaan, periode Soekarno, periode Soeharto, serta periode paska-Soeharto. 

Yang termasuk dalam periode pra-Kemerdekaan ialah filsafat-filsafat mitologi etnik orisinil Indonesia, filsafat istiadat etnik Indonesia, filsafat Konfusianisme, filsafat Hinduisme dan Buddhisme, filsafat Tantrayana, filsafat Islam-Arab, filsafat Sufisme Persia, dan filsafat Pencerahan Barat. Sedangkan filsafat-filsafat yg masuk dalam periode Kemerdekaan adalah filsafat Modernisme Islam, filsafat Marxisme-Leninisme, filsafat Maoisme, filsafat Sosialisme Demokrat, serta filsafat Demokrasi. Sedangkan yg masuk dalam periode Soekarno artinya filsafat Revolusi, filsafat Sosialisme Indonesia, filsafat NASAKOM, dan filsafat neo-imperialisme. Periode Soeharto dimulai ketika filsafat Modenisasi serta Developmentalisme didewa-dewakan, kemudian filsafat Pancasila, filsafat Ekonomi Pancasila, filsafat Kebatinan, filsafat sekularisme yg sedang marak. Periode paska-Soeharto dimulai ketika kritik terhadap filsafat Developmentalisme marak serta filsuf mencari alternatif dalam filsafat-filsafat lain seperti Liberasionisme, Transformatifisme, Reformisme, serta Revolusionisme. 

5. Metode Pengkajian Filsafat Indonesia
Metode itu ibarat ‘kacamata’ yang digunakan buat memahami gejala atau realitas. Kegunaan metode dalam lapangan filsafat sungguh sangat besar . Filsafat merupakan empiris yg terus beranjak kekal serta berseliweran di depan mata seseorang filosof, karena sejarah (ketika dan ruang) terus berubah tak pernah mati. Hanya metodelah yang mampu menciptakan still photo dari realitas filsafat yg beranjak abadi itu.

Banyak sekali metode yang dapat dipakai untuk tahu gejala filsafat di Indonesia, mulai berdasarkan yang imported sampai yang dikembangkan sendiri pada tanah-air. Di bawah ini hanya sekadar contoh dari beberapa metode pengkajian filsafat yg telah dilakukan sang beberapa pengkaji Filsafat Indonesia.

Metode Survival Economy
Metode ini mengingatkan kita dalam dikotomi superstructure-infrastructure dalam Marxisme. Marx pernah berpendapat bahwa produksi budaya (superstructure) meliputi agama, seni, serta filsafat berjalan bersamaan dengan jenis produksi hemat (infrastructure). Bahkan, infrastructurelah yang menentukan corak superstructure. Apabila mode of production yg diterapkan merupakan ‘feudalisme’, maka kebudayaan yg diproduksi bersamaan dengan itu artinya budaya feudalistik. Begitupula menggunakan mode of production kapitalisme, yg melahirkan budaya kapitalistik.

Metode sejenis ini digunakan sang Jakob Sumardjo, baik dalam bukunya Mencari Sukma Indonesia dan Arkeologi Budaya Indonesia. Menurut Jakob, filsafat suatu rakyat pada Indonesia tergantung pada cara masyarakat itu bertahan hidup (survive); cara warga itu memanfaatkan alam sekitarnya demi kelangsungan hidup komunalnya. Apabila masyarakat itu bisa bertahan hidup dengan cara bersawah, maka filsafat yang diproduksi akan herbi sawah (konsep kesuburan, konsep hari baik, konsep musim baik, konsep hayati sinkron alam, dll.). 

Berdasarkan jenis survival economy yang dianut suatu warga , Jakob membagi Filsafat Indonesia ke pada 4 jenis pola-pikir, yakni ‘pola-pikir masyarakat persawahan’, ‘pola-pikir masyarakat perladangan’, ‘pola-pikir rakyat peramu-berburu’, serta ‘pola-pikir rakyat pesisir-maritim’, dimana pada antara 4 pola-pikir (filsafat) itu terdapat disparitas yg amat besar . 

Metode Historis
Metode ini adalah metode yang paling kuno buat menelaah kenyataan humanisme, termasuk kenyataan filsafat. Filsafat Indonesia pertama-tama ditaruh pada bingkai sejarah, lalu diurai pada suatu kronologi, lalu pada kronologi itu dimasukkan nama-nama tokoh Filsafat Indonesia. Setelah daftar nama memenuhi kronologi, dimulailah pencarian data-data historis yang meliputi biografi tokoh, karya-karya tokoh, kiprah-peran tokoh itu dalam sejarah filsafat, serta sanggup pula dibubuhi data-data mengenai peran historis tokoh itu pada sejarah global atau pada sejarah filsafat dunia. Metode ini telah dipakai, misalnya, oleh Ferry Hidayat pada karyanya Sketsa Sejarah Filsafat Indonesia. 

Titik-tolak Ferry merupakan pandangan bahwa filsafat dimanapun dan kapanpun dia diproduksi adalah produk sejarah, dan karenanya, maka konteks sejarah yang melingkari filsafat itu wajib ditemukan bila filsafat hendak dipahami secara lebih baik. Filsafat Marxisme, contohnya, akan lebih baik dipahami bila ditemukan konteks historis yg melingkari produksi Marxisme itu: kondisi sosial apa yg mengakibatkan Karl Marx membentuk filsafat Komunisme? Masalah kongkrit apa di Jerman serta pada Inggris yg mengakibatkan Marx menulis Das Kapital? Realitas politik apa di era Marx dan Engels hidup yg mendorong mereka membentuk classless society? Apabila seluruh pertanyaan itu dapat ditemukan jawabannya lewat kajian historis, maka filsafat Marxisme bisa dipahami secara lebih dalam.

Metode Komparasi dan Kontras
Cara lain untuk menelaah Filsafat Indonesia artinya dengan cara mencari disparitas serta kecenderungan di antara filsafat-filsafat sejagat yang ada, lalu perbedaannya ditunjukkan, sehingga nampak fitur distingtif berdasarkan Filsafat Indonesia. M. Nasroen memakai metode perbandingan serta kontras buat menunjukkan segi-segi berbeda berdasarkan Filsafat Indonesia yg membedakannya menurut filsafat-filsafat sejagat lainnya pada karyanya Falsafah Indonesia. Ia membandingkan tradisi Filsafat Barat, Filsafat Timur, serta Filsafat Indonesia, kemudian berkesimpulan bahwa Filsafat Indonesia amat tidak selaras dari dua filsafat lainnya lantaran mengajarkan ajaran-ajaran asli mengenai mupakat, pantun-pantun, Pancasila, hukum tata cara, ketuhanan, gotong-royong, dan kekeluargaan.

Metode Kritik Teks
Metode ini mengkaji Filsafat Indonesia pribadi menurut teks-teks filsafat yang diwariskan seseorang filosof tertentu. Artinya, semua karya seorang filosof Indonesia dikumpulkan, lalu ditelaah secara seksama, diperhatikan konsep-konsep utamanya. Setelah selesai ditelaah, dibangunlah beberapa kesimpulan tentang teks itu, dan dari konklusi itu dibangunlah pengertian mengenai struktur filsafat yg dibangun teks itu. Metode ini telah diterapkan P.J. Zoetmulder, Sunoto, R. Pramono, dan Jakob Sumardjo pada karya-karya mereka. 

Metode Internalisasi
Metode ini dipakai oleh Sunoto dalam karyanya Menuju Filsafat Indonesia. Untuk tahu konsep-konsep kenegaraan Jawa Kuno, Sunoto mengunjungi candi-candi di Jawa, mengamati relik-relik candi buat merenungi pesan cerita yang dipahatkan di atasnya, menghirup udara pada kurang lebih candi, bersemadi pada dalam area candi buat merasakan auranya, mencoba memasukkan citra fisik dan citra metafisik dari candi itu ke pada badan serta jiwanya, serta saat itu semua berhasil diinternalisir, Sunoto menghentikan semadinya serta kemudian membangun konsep-konsep subjektif tentang konsep kenegaraan Jawa darinya.