PENGERTIAN PSIKOLOGI HUMANISTIK MENURUT PARA AHLI

Pengertian Psikologi Humanistik Menurut Para Ahli
Psikologi humanistik adalah galat satu genre dalam psikologi yang ada dalam tahun 1950-an, menggunakan akar pemikiran menurut kalangan eksistensialisme yg berkembang dalam abad pertengahan. Pada akhir tahun 1950-an, para ahli psikologi, misalnya : Abraham Maslow, Carl Rogers serta Clark Moustakas mendirikan sebuah asosiasi profesional yang berupaya menelaah secara spesifik tentang berbagai keunikan insan, seperti tentang : self (diri), aktualisasi diri, kesehatan, asa, cinta, kreativitas, hakikat, individualitas dan sejenisnya.

Kehadiran psikologi humanistik muncul sebagai reaksi atas aliran psikoanalisis dan behaviorisme dan ditinjau sebagai “kekuatan ketiga “ dalam genre psikologi. Psikoanalisis dipercaya menjadi kekuatan pertama dalam psikologi yang awal mulanya tiba menurut psikoanalisis ala Freud yang berusaha memahami tentang kedalaman psikis manusia yg dikombinasikan dengan pencerahan pikiran guna membentuk kepribadian yg sehat. Kelompok psikoanalis berkeyakinan bahwa perilaku manusia dikendalikan dan diatur sang kekuatan tidak sadar berdasarkan pada diri. 

Kekuatan psikologi yang kedua adalah behaviorisme yg dipelopori oleh Ivan Pavlov menggunakan hasil pemikirannya mengenai refleks yg terkondisikan. Kalangan Behavioristik meyakini bahwa seluruh konduite dikendalikan oleh faktor-faktor eksternal berdasarkan lingkungan.

Dalam menyebarkan teorinya, psikologi humanistik sangat memperhatikan tentang dimensi manusia dalam herbi lingkungannya secara manusiawi dengan menitik-beratkan pada kebebasan individu untuk membicarakan pendapat dan menentukan pilihannya, nilai-nilai, tanggung jawab personal, otonomi, tujuan serta pemaknaan. Dalam hal ini, James Bugental (1964) mengemukakan mengenai 5 (5) dalil primer berdasarkan psikologi humanistik, yaitu: (1) eksistensi manusia nir bisa direduksi ke pada komponen-komponen; (dua) manusia memiliki keunikan tersendiri dalam herbi insan lainnya; (3) insan mempunyai kesadaran akan dirinya dalam mengadakan hubungan menggunakan orang lain; (4) insan mempunyai pilihan-pilihan dan dapat bertanggung jawab atas pilihan-pilihanya; dan (lima) manusia mempunyai pencerahan dan sengaja buat mencari makna, nilai dan kreativitas.

Terdapat beberapa pakar psikologi yang telah menaruh sumbangan pemikirannya terhadap perkembangan psikologi humanistik. Sumbangan Snyggs dan Combs (1949) dari grup fenomenologi yang menelaah tentang persepsi. Dia percaya bahwa seseorang akan berperilaku sejalan menggunakan apa yang dipersepsinya. Menurutnya, bahwa realitas bukanlah sesuatu yg yang melekat menurut kejadian itu sendiri, melainkan menurut persepsinya terhadap suatu kejadian.

Dari pemikiran Abraham Maslow (1950) yg memfokuskan dalam kebutuhan psikologis mengenai potensi-potensi yang dimiliki insan. Hasil pemikirannya telah membantu guna memahami tentang motivasi serta ekspresi seorang, yang adalah keliru satu tujuan dalam pendidikan humanistik. Morris (1954) meyakini bahwa manusia dapat memikirkan tentang proses berfikirnya sendiri dan lalu mempertanyakan dan mengoreksinya. Dia menjelaskan pula bahwa setiap manusia bisa memikirkan mengenai perasaan-persaannya serta pula mempunyai kesadaran akan dirinya. Dengan kesadaran dirinya, insan dapat berusaha menjadi lebih baik. Carl Rogers berjasa akbar dalam mengantarkan psikologi humanistik buat bisa diaplikasian dalam pendidikan. Dia berbagi satu filosofi pendidikan yg menekankan pentingnya pembentukan pemaknaan personal selama berlangsungnya proses pembelajaran dengan melalui upaya membangun iklim emosional yang kondusif supaya bisa membentuk pemaknaan personal tadi. Dia memfokuskan dalam interaksi emosional antara guru menggunakan siswa

Berkenaan menggunakan epistemiloginya, teori-teori humanistik dikembangkan lebih menurut dalam metode penelitian kualitatif yang menitik-beratkan dalam pengalaman hidup manusia secara nyata (Aanstoos, Serlin & Greening, 2000). Kalangan humanistik beranggapan bahwa usaha mempelajari tentang mental serta konduite manusia secara ilmiah melalui metode kuantitatif sebagai sesuatu yang keliru kaprah. Tentunya hal ini merupakan kritikan terhadap kalangan kognitivisme yang mengaplikasikan metode ilmiah pendekatan kuantitatif dalam usaha mempelajari tentang psikologi.

Sebaliknya, psikologi humanistik pun menerima kritikan bahwa teori-teorinya nir mungkin bisa memfalsifikasi dan kurang memiliki kekuatan prediktif sebagai akibatnya dianggap bukan menjadi suatu ilmu (Popper, 1969, Chalmers, 1999).

Hasil pemikiran dari psikologi humanistik poly dimanfaatkan untuk kepentingan konseling serta terapi, galat satunya yang sangat populer merupakan berdasarkan Carl Rogers menggunakan client-centered therapy, yang memfokuskan pada kapasitas klien buat dapat mengarahkan diri dan tahu perkembangan dirinya, serta menekankan pentingnya perilaku tulus, saling menghargai serta tanpa berpretensi pada membantu individu mengatasi perkara-masalah kehidupannya. Rogers menyakini bahwa klien sebenarnya mempunyai jawaban atas perseteruan yang dihadapinya serta tugas konselor hanya membimbing klien menemukan jawaban yang benar. Menurut Rogers, teknik-teknik asesmen dan pendapat para konselor bukanlah hal yg krusial pada melakukan treatment atau hadiah bantuan pada klien.

Selain menaruh sumbangannya terhadap konseling serta terapi, psikologi humanistik jua memberikan sumbangannya bagi pendidikan alternatif yang dikenal dengan sebutan pendidikan humanistik (humanistic education). Pendidikan humanistik berusaha berbagi individu secara holistik melalui pembelajaran konkret. Pengembangan aspek emosional, sosial, mental, serta keterampilan dalam berkarier sebagai fokus pada contoh pendidikan humanistik ini.

SIFAT TOTIPOTENSI UNTUK KULTUR JARINGAN

Sifat Totipotensi buat Kultur Jaringan 
Kultur jaringan merupakan suatu cara memperbanyak flora menurut sel atau jaringan tumbuhan dewasa sehingga diperoleh individu baru yg paripurna. Dasar dari kultur jaringan merupakan suatu sifat yg dimiliki tanaman yang disebut totipotensi. Sifat totipotensi merupakan kemampuan sel yang jika diletakkan dalam lingkungan yg sesuai dapat tumbuh menjadi individu baru yg sempurna. Untuk itu diharapkan medium yang sempurna buat pertumbuhan sel, yaitu medium yang mengandung nutrisi serta hormon tumbuh. Selain kondisi steril, ke 2 hal tadi adalah kunci utama bagi keberhasilan kultur jaringan. Totipotensi pertama kali dikemukakan oleh G. Haberlandt, seorang pakar fisiologi Jerman. 

Kemudian oleh F.C. Stewardberhasil dibuktikan totipotensi dari satu sel wortel yang dikultur dalam medium tertentu dan menghasilkan tanaman wortel yg utuh dan lengkap. Penggunaan kultur jaringan mempunyai banyak sekali keuntungan antara lain :
  • Diperoleh propagasi klonal, ialah didapatkan turunan secara genetik yg identik dengan induknya atau seragam dalam jumlah akbar. 
  • Dapat digunakan sebagai pemuliaan flora, seperti seleksi, kultur anther atau polen, kultur protoplas, serta gabugan protoplas. 
  • Diperoleh tanaman yang bebas menurut virus, karena dipakai eksplan yg benar-sahih bebas virus. 
  • Metabolisme sekunder, yaitu sifat totipotensi tidak terbatas dalam struktur, namun menyangkut kemampuan mensintesis bahan kimia alami. 
  • Untuk pelestarian plasma nutfah. 
Rekayasa Genetika
Rekayasa genetika adalah tindakan buat memanfaatkan gen atau DNA dari suatu orgnisme untuk keperluan manusia. Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan persilangan, radiasi. Pencangkokan atau transplantasi gen atau kultur jaringan. Dalam pencangkokan gen biasa memakai bakteri atau virus.

1. Transfer gen (transplantasi gen)
Transfer gen dikenal pula pencangkokan gen. Dengan memanfaatkan teknologi terkini, para pakar telah berhasil menemukan kedudukan gen di pada kromosom. Bahkan menggunakan perantaran mikroorganisme bersel satu mereka sanggup memindahkan gen berdasarkan suatu species ke kromosom lainnya. Penerapan teknik ini banyak menaruh manfaat yg dapat dipakai buat menyembuhkan penyakit yg diturunkan buat menghasilkan berbagai macam tanaman panen yang lebih. Pada organisme tingkat tinggi, misalnya flora dan hewan, gen yg dicangkok terlebih dahulu wajib disambung ke dalam indera mengangkut, yaitu vektor misalnya virus serta plasmid. Suatu vektor harus sanggup memasuki suatu sel yang selanjutnya sebagai bagian dari genom sel sehingga mentaati kontrol sel secara normal dalam transkripsi dan replikasi DNA. Tentu saja sangat krusial bahwa setiap gen tambahan di mana vektor bisa membawa masuk ke pada sel wajib tidak berbahaya bagi sel. Pada masa sekarang, secara rutin gen-gen dicangkokan ke pada sel-sel pada kultur laboratorium. 

Manfaat berdasarkan pencangkokan gen nir bisa diragukan lagi pada bidang pertanian, terutama buat memperoleh gen-gen tumbuhan yang dapat bertahan serta melawan sebagian akbar penyakit atau hama dan tanaman pembunuh (rumput liar). Para peneliti tanaman pangan sudah bekerja keras buat mentransplantasikan gen-gen pengikat nitrogen dan membuat flora polongan yang sanggup mengikat nitrogen sendiri tanpa bersimbiosis dengan bacteri pengikat nitrogen. 

Dengan demikian flora output rekayasa genetika tadi dapat tumbuh baik dalam lahan yang miskin akan nitrogen. Jika kita mencangkokan gen-gen yang relevan ke dalam tumbuhan pangan lain dan mengaturnya menggunakan bacteri tadi, maka kita nir perlu menggunakan pupuk nitrogen. Dalam tahun 1987, percobaan pertama terhadap tumbuhan yang mengandung gen-gen pestisida dilakukan menggunakan memakai tumbuhan. Gen-gen pestisida dari berdasarkan bacteri Bacillus thuringiensis. Bacteri ini menghasilkan suatu toksin yang membunuh larva hewan ngengat, tetapi tidak berbahaya (beracun) terhadap insekta lain, mamalia atau burung. 

2. Transplantasi nukleus dalam hewan
Transplantasi nukleus dilakukan menggunakan dipindahkannya sebuah telur dan diganti dengan nukleus dari suatau sel yg berdiferensiasi. Jika nukleus berdasarkan sebuah sel pada dalam usus seekor berudu (kecebong) dicangkokan ke pada sebuah telur katak, maka zigot artifisial begitu terbentuk berkembang secara normal menjadi seekor katak dewasa secara. Transplantasi nukleus memasukan semua gen dari nukleus yg ditransplantasikan ke pada setiap sel yang membuat embrio, termasuk “germ cells”, yaitu sel-sel yang menumbuhkan telur dan sperma. Gen-gen yg ditransplantasikan ini akan diteruskan dalam generasi selanjutnya.

KONSEP ANALISIS DAN PENDEKATAN SISTEM

Konsep, Analisis Dan Pendekatan Sistem
A. KONSEP SISTEM
Di pada kehidupan sehari-hari setiap orang niscaya menghadapi berbagai masalah, mulai menurut kasus yg paling sederhana hingga dengan kasus yang paling rumit dan kompleks. Masalah yg rumit dan kopleks merupakan tantangan potensial yang wajib dipecahkan oleh orang yg menghadapi perkara itu. Oleh karena itu, setiap orang akan berusaha untuk mengatasi serta memecahkan masalahnya.

Dengan melihat dan menganalisis situasi dan kondisi suatu perkara dan tujuan yg hendak dicapainya, seseorang bisa memakai atau mencari cara atau pendekatan yg bisa memecahkan kasus yg dihadapinya. Untuk menerapkan suatu pendekatan pada memecahkan suatu kasus di samping pendekatan yg digunakan buat memecahkan masalah itu, jua bergantung pada persepsi mengenai masalah yang dihadapi.

Untuk menerapkan kosep sistem, terdapat baiknya kita pahami lebih dahulu mengenai pengertian atau definisi sistem. Beberapa orang pakar teori manajemen mengungkapkan pendapatnya mengenai sistem, sebagai berikut:
1. Churchman (1968); sistem merupakan seperangkat bagian yang terkoordinasi buat menuntaskan seperangkat tujuan.
2. Fiicks (1972); menyatakan bahwa sistem adalah seperangkat unsur-unsur yang saling berkaitan, saling bergantung, dan saling berinteraksi atau suatu usaha yg terdiri atas bagian-bagian yg berkaitan satu menggunakan yg lainnya, pada usaha buat mencapai satu tujuan dalam suatu lingkungan yang kompleks.
3. Johnson, Kast, dan Rosenzweig (1973), tiga pakar teori manajemen menyatakan bahwa sistem merupakan suatu tatanan yang kompleks dan menyeluruh. Lebih luas lagi pendapat Kast dan Rosenzweig (1974), yaitu sistem dipahami menjadi suatu tatanan yg menyeluruh dan terpadu terdiri atas dua bagian atau lebih yg saling tergantung serta ditandai sang batas-batas yang tegas berdasarkan lingkungan supra sistemnya.
4. Huberman (1978); mendefinisikan sistem sebagai suatu perpaduan unsur yang saling berkaitan satu dengan lainnya secara signifikan.
5. Romiszowski (1982); adalah deretan komponen yg saling berinteraksi buat mencapai tujuan.
6. Bactiar (1988), seseorang ahli sosiologi, mengemukakan bahwa sistem merupakan: ”sejumlah satuan yg saling berafiliasi satu dengan lainnya sedemikian rupa sehingga membangun suatu kesatuan yg umumnya berusaha buat mencapai tujuan eksklusif”. Pada bagian yg sama, Bactiar jua menambahkan bahwa sistem adalah seperangkat inspirasi atau gagasan, asas, metode, dan mekanisme yang disajikan menjadi satu tatanan yg teratur.
7. Cleland serta King (1988) yang menyatakan bahwa sistem merupakan sekelompok sesuatu yg secara permanen saling berkaitan serta saling bergantungan sebagai akibatnya membangun suatu keseluruhan yang terpadu.
8. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia: dinyatakan bahwa sistem adalah: (1) Seperangkat unsur yg secara teratur saling berkaitan sebagai akibatnya membentuk suatu totalitas; (dua) susunan yg teratur berdasarkan pandangan, teori, Asas, serta sebagainya; dan (tiga) metode atau cara buat melakukan sesuatu.

Dan banyak lagi ahli-ahli teori manajemen yang mengemukan teori tentang sistem.
Didasarkan dalam banyak sekali tipe sistem yg ada pada alam semesta ini, Boulding (1956) menyajikan suatu penjabaran sistem yg terdiri atas: Pertama: sistem yang berstruktur tidak aktif atau tingkatan yang berbentuk kerangka; kedua, sistem dinamis sederhana yg ditetapkan sebelumnya, sistem ini bisa diumpakan seperti cara kerja sebuah jam; ketiga, sistem sibernetik (cybernetic), atau nama panggilannya sistem termostat - sistem ini secara otomatis memelihara keseimbangannya sendiri; keempat, sistem terbuka; kelima, sistem genetik misalnya tumbuh-tubuhan; keenam, sistem hewani; ketujuh, sistem insani sebagai mahluk hidup; kedelapan, sistem sosial atau sistem kehidupan sosial; dan kesembilan, sistem kesinambungan.

Dari kalsifikasi Boulding tersebut, tampak bahwa tingkat pertama, kedua, serta ketiga termasuk pada golongan yang bersifat fisik atau sistem mekanis yang merupakan landasan ilmu pengetahuan alam. Sementara itu, taraf keempat, kelima, serta keenam adalah sistembiologik, seperti ilmu hayat, ilmu tumbuh-flora, dan ilmu hewan. Tingkat ketujuh, kedelapan dan kesembilan adalah sistem-sistem yg berkaitan dengan insan dan sistem sosial.

Di pada suatu sistem yang kompleks seperti sistem sosial termasuk pada dalamnya sistem kesehatan, kejelasan hierarki atau struktur sistem sangat penting. Kejelasan istilah-kata yg dipakai pada satu sistem perlu disepakati oleh sekelompok orang yg akan menyusun hierarki atau struktur sistem, gerombolan penyusun atau tim harus menyepakati dahulu suatu kerangka hierarki atau struktur sistem, sub sistem, komponen, dimensi, serta variabel dari suatu masalah.

Hubungan Internal dan Eksternal
Sesuatu dapat dinamakan sistem jika terjadi interaksi atau interrelasi serta interdependensi baik internal maupun eksternal antar subsistem. Disebut interaksi internal jika terjadi hubungan, interrelasi, dan interdependensi. Bila antar sistem terjadi interaksi, interrelasi serta interdependensi dianggap hubungan eksternal.

Hubungan deterministik dan nondeterministik
Disebut hubungan diterministik apabila interaksi antar subsistem/komponen di mana interaksi itu terjadi dengan sendirinya dan tergantung pada subsistem komponen lain. Sebaliknya, bila hubungan itu nir pasti bahwa sesuatu itu dapat berfungsi, maka suatu komponen nir perlu bergatung pada suatu komponen yang lain. Hubungan yang demkian ini dianggap nonditerministik. Contoh: Bola lampu mempunyai akibat deterministik terhadap penerangan, karena tanpa bola lampu dengan banyak sekali jenis serta bentuknya akan mengakibatkan kegelapan. Tetapi terang serta gelap lampu tidak terdapat hubungannya dengan kipas angin.

Hubungan Fungsional dan Disfungsional
Bila masih ada dampak yang menunjang, memperkuat, meningkatkan kecepatan fungsi perubahan atau pertumbuhan suatu sistem atau subsistem, maka interaksi itu disebut interaksi fungsional. Sebaliknya, bila akibat menurut interaksi itu mengakibatkan impak yg menghambat atau mencegah, maka interaksi itu diklaim disfungsional.

Sistem Tertutup dan Sistem Terbuka
Pada dasarnya sistem hanya terdiri atas dua sistem, yaitu sistem tertutup serta sistem terbuka. 

Sistem tertutup: pada dalam proses kerjanya tidak ditentukan oleh lingkungannya, menggunakan demikan sistem ini nir memperoleh masukan menurut lingkungan sistemnya. 

Sistem terbuka: pada dalam proses kegiatannya memperoleh masukan atau berafiliasi secara dinamik menggunakan sistem yang lain pada luar lingkungan sistemnya, dengan demikian sistem ini terjadi suatru proses yang dinamis, yaitu sistem ditentukan sang sistem yang berada di luarnya dan pada gradasi eksklusif langsung atau tidak eksklusif keluaran suatu sistem terbuka bisa mensugesti sistem terbuka lainnya.

Konsep Lingkungan
Lingkungan merupakan batas antara satu sistem dengan sistem lainnya. Makin terbuka suatu sistem, makin perilakunya tergoda sang lingkungannya. Lingkungan suatu sistem adalah pembeda antara satu sistem dengan sistem yg lain. Konsep lingkungan yang adalah batas suatu sistem bisa membantu buat lebih memahami perbedaan antara sistem tertutup serta sistem terbuka.

Konsep Interfase
Pendapat Kast dan Rosenzweig mengenai konsep interfase, merupakan suatu konsep yg mendeskripsikan persatuan atau pertemuan antara satu sistem menggunakan sistem yg lain. Makin terbuka suatu sistem misalnya sistem kesehatan, makin poly wilayah persentuhannya.

Konsep Entropy
Kata entropy nir terdapat terjemahan yg sempurna, kata ini diambil dari kajian ilmu termodinamika, yang mendeskripsikan suatu keadaan yg tidak teratur pada suatu sistem. Melalui istilah entropy dapat dipahami kemampuan dan keterbatasan suatu sistem pada mencapai fungsi dan tujuan.

Menurut Eddington yang dikuti Bertalanffy , dikutip balik sang Endang (2000), entropy adalah ”panah saat” (the arrow of time). Misalnya tanpa entropy di alam semesta ini maka nir bisa dibedakan antara masa kemudian serta masa yg akan tiba.

Konsep Keseimbangan
Salah satu konsep yang erat kaitannya dengan entropy merupakan konsep keseimbangan dinamik. (Van Gigch, 1974). Konsep kesimbangan dinamik merupakan kemampuan dan ketangguhan menurut suatu sistem pada mempertahankan kelangsungan keberadaannya. 

Konsep Haemostat
Konsep ekuilibrium dinamik ini erat kaitannya dengan konsep haemostat Konsep ini yg menjaga supaya suatu sistem permanen terpelihara kseimbangannya antara banyak sekali komponen yang masih ada pada dalam sistem.

Prosedur kerja suatu sistem (yg selanjutnya akan diklaim sistem terbuka) membarui atau memproses masukan yang diperoleh berdasarkan lingkungannya atau dari sistem lain sebagai keluaran , yg selajutnya akan dijadikan masukan oleh sistem lain. 

Agar suatu sistem dapat bertahan hayati dan dapat mempertahankan keberadaannya dibutuhkan ketangguhan, kemampuan dan ekuilibrium dalam menjaga hubungannya dengan lingkungan. Untuk itu, sebuah sistem wajib mempunyai kemampuan buat dapat menyesuaikan dirinya serta memiliki prosedur serta dapat memelihara keseimbangan. Hal ini krusial mengingat pertama: agar tetap terpeliharanya keadaan ekuilibrium, di mana banyak sekali sistem selalu berada pada keseimbangan dan semua sistem permanen serasi menggunakan lingkungannya; ke 2, prosedur adaptasi diperlukan supaya tercipta suatu ekuilibrium yg bergerak maju dari sebuah sistem.

Konsep Umpan Balik
Salah satu konsep yang wajib diperhatian pada dalam suatu sistem yg erat kaitannya, baik menggunakan Konsep keseimbangan dinamik maupun konsep hierarki adalah konsep umpan balik  

Melalui proses umpan pulang (baik yang bersifat positif juga negatif), suatu sistem yang teratur , secara berkesinambungan sebuah sistem akan tetap memperoleh berita yang seksama dalam menyesuaikan keberadaannya.

B. ANALISIS SISTEM
Analisis sistem merupakan cara berfikir dari teori generik sistem (General System Theory). Teori umum sistem, menurut para ahli teori manajemen, memberikan pengertian/definisi, sebagai berikut:
  • Boulding, analisis sistem adalah merupakan kerangka ilmu pengetahuan (skeleton of science) yg bisa menyajikan suatu struktur teoritik secara sistematis, di mana aneka macam disiplin diarahkan, diintetegrasikan, dan didayagunakan secara produktif. 
  • Dalam konteks yang sama Berthalanffy (1979), mengemukakan bahwa : teori umum sistem merupakan ” adalah suatu konsep yg bersifat menyeluruh yg memandang sesuatu secara holistik, di mana keseluruhan itu lebih penting artinya daripada jumlah bagian-bagiannya”. 
  • Dalam kaitan itu, dari Berthalanffy minimal masih ada lima tujuan primer teori generik sistem , yaitu: (1) masih ada kecenderungan pengintregrasian banyak sekali ilmu alamiah serta ilmu sosial; (2) pengintregasian itu sepertinya berpusat dalam teori generik sistem ; (3) teori-teori pada atas mungkin merupakan instrumen krusial dalam bidang ilmu non fisik; (4) berbagi prisip-prinsip buat menyatukan banyak sekali bidang ilmu; dan (lima) dampak menurut hal-hal tadi diperlukan pengintegrasian banyak sekali bidang ilmu dalam proses pendidikan.
  • Siagian (1988), mengatakan analisis sistem dewasa ini merupakan galat satu indera bantu yg makin luas penggunaannya dalam analisis keputusan. Selanjutnya Siagian mengemukakan bahwa tidak sama model-model matematis yang mengunakan angka-nomor buat menjelaskan situasi tertentu, analisis sistem sesungguhnya merupakan perilaku mental seorang pada menghadapi dan menuntaskan masalah.
  • Quade (1968), ciri analisis sistem merupakan suatu pendekatan yg sistimatik yg bisa membantu pimpinan (pengambil keputusan) pada memilih seperangkat tindakan melalui penelaahan yang menyeluruh serta membandingkannya dengan berbagai konsekwensi. 
  • Subrahmanyam (1971), pendapatnya tentang analisis sistem: Di pada mencari konsensus , pertimbangan dari nilai-nilai tertentu adalah bagian yg tidak dapat dipisahkan dalam analisis sitem. Analisis sistem hanyalah merupakan suatu teknik pengambilan keputusan. Pada dasarnya analisis sitem adalah lembaga obrolan yg berkesinambungan antara pengambil keputusan serta analis di mana si pengambil keputusan meminta berbagai cara lain pemecahan perkara. 
  • Dua pakar manajemen Cleland serta King (1988), menyatakan bahwa analisis sitem adalah suatu proses ilmiah, atau metodologi yg bisa menggambarkan dengan kentara hubungan perkara dengan unsur-unsurnya. Pada bagian lain mereka menambahkan bahwa analisis sistem adalah suatu metodologi untuk menganalisis dan memecahkan konflik melalui suatu pengujian yang sistimatik dan sistemik dan membandingkan aneka macam altenatif menurut sumber-sumber pembiayaan serta keuntungan yang berkaitan dengan setiap altenatif. 
Dan banyak lagi pendapat para pakar teori manajemen tentang pengertian analisis sistem ini.
Kajian analisis sistem ditujukan buat menghindari banyak sekali kesalahan yg berskala akbar serta menaruh atau menyampaikan suatu daftar pilihan kepada pengambilan keputusan yg mendeskripsikan banyak sekali ramuan keefektifan perician porto buat dijadikan pertimbangan pada menentukan pilihan.

Teknik riset operasi berupaya menerapkan rumus-rumus matematika buat memaksimumkan atau meminimumkan kendala-kendala suatu obyek. Riset operasi berorientasi kepada banyak sekali perkara pada mana unsur perhitungan sangat mayoritas. Oleh karenanya, dalam riset operasi penggunaan konsep aplikasi ilmu matematika memegang peranan yang sangat secara umum dikuasai serta bukan hanya sekedar alat bantu untuk menentukan keputusan. Sebaliknya, analisis sistem menyebarkan berbagai teknik buat menentukan menganalisis banyak sekali masalah yang kompleks begitu rupa, sedangkan perhitungan matematika hanyalah adalah dukungan terhadap keputusan yang sudah diambil atau ditetapkan.

Untuk mengaplikasikan pendekatan sistem, dari Quade (1968) dan Subrahmanyam (1971) wajib dilakukan melalui sebuah contoh lantaran model merupakan hal yg paling esensial dalam penerapan pendekatan sistem. Langkah-langkah mengaplikasikan pendekatan sistem dari Suriasumantri (1977) sangat sederhana. Langkah-langkah itu terdiri atas:
1) Merumuskan tujuan yg ingin dicapai;
2) Mengembangkan aneka macam cara lain yang mungkin bisa dilakukan dalam mencapai tujuan;
3) Menetapkan kriteria buat melihat cara lain yg terbaik dari seperangkat alternatif yang diajukan;
4) Memilih cara lain terbaik dari kriteria yg sudah ditetapkan menurut seperangkat cara lain yg diajukan tersebut.

Guna mendukung ke 4 (empat) langkah pada pengkajian Sistem Analisis, teknik yang dipergunakan untuk membuatkan cara lain -alternatif dalam mencapai suatu tujuan eksklusif bisa bersifat analitik atau intuitif. Dalam hal-hal eksklusif maka proses kreatif dianjurkan buat menemukan cara lain yg bersifat baru dan segar. Sistem analisis sering bersifat tidak efektif, bila alternatif yg diajukan bersifat itu-itu jua.

Teknik-teknik berfikir kreatif seperti brainstorming, disarankan buat dipergunakan pada menyebarkan cara lain yg sahih-sahih baru. Walaupun demikian dalam menentukan cara lain -alternatif yg diajukan tersebut kita tetap berpegang kepada prinsip-prinsip ekonomi pada mengalokasikan asal-asal hemat secara efisien. Salah satu teknik yg dipakai buat melakukan seleksi tersebut dipinjam dari ilmu ekonomi yakni Cost and Benefit Analysis (CBA). Teknik ini mempergunakan moneter, umpamanya rupiah, menjadi indera pengukur input dan out put.

Dengan membandingkan ratio input serta hasil dari berbagai yang ditinjau alternatif, maka kita bisa menetapkan ratio cara lain mana yang ditinjau dari prinsip ekonomi bersifat paling efisien. CBA merupakan galat satu teknik ekonomi yg telah dikenal.

Sekitar tahun 1950 oleh RAND Corporation, yg jua menyebarkan konsep Sistem Analisis, diciptakan suatu teknik baru yang dianggap Cost Effectiveness Analysis (CEA). Teknik ini mempergunakan besaran moneter buat mengukur input namun mempergunakan besaran lain untuk mengukur output. Atau meminjam perkataan Hovey: ”CEA adalah contoh di mana input diberi harga namun output nir”.

Pada mulanya , saat Sistem Analisis dipergunakan buat menyebarkan sistem persenjataan Amerika Serikat, (CEA) ini menggunakan satu variabel buat mengukur efektivitas suatu cara lain , umpamanya efektivitas suatu sistem persenjataan buat membunuh manusia per unit sistem persenjataan itu. Jadi jika terdapat 2 sistem persenjataan yang memiliki ongkos yang sama buat membuatnya, tetapi sistem X memiliki efektivitas pembunuh 1000/unit, sedangkan sisten Y 1200/unit, maka menurut pengkajian CEA yg menggunkan prinsip ekonomi akan dipilih sistem Y menjadi altenatif yang lebih baik.

Tetapi ketika Planning-Programing – Budgeting – System (PPBS), yang mempergunakan sistem analisis menjadi komponennya, diterapkan pada sistem aturan Pemerintah Federal Amerika Serikat dalam tahun 1965, ditemui aneka macam kesulitan pada menerapkannya. Salah satu kesukarannya adalah bahwa dalam berbagai acara , terutama program dibidang sosial, kegunaan suatu program nir bersifat tunggal melainkan jamak. Oleh karena itu maka dikembangkanlah CEA di mana efektivitas berdasarkan sebuah alternatif nir diukur oleh satu variabel tetapi sang seperangkat variabel yang relevan dengan kegunaan program tersebut. Dalam hal ini, umpamanya, suatu program transmigrasi tidak saja diukur menurut banyaknya penduduk yang mampu ditransmigrasikan, namun pula dimasukan kedalam pengukuran efektivitasnya imbas positif tehadap perkembangan ekonomi, sosial-budaya, pemerataan pendidikan serta ketahanan nasional. Demikian jua, pada memperhitungkan ongkosnya, yakni harga input yang wajib dibayar, kita nir sekedar menghitung besaran dimensi ekonomis yang diinvestasikan, namun sekaligus juga ongkos-ongkos lain, umpamanya ongkos (resiko) kestabilan politis. Namun buat memudahkan analisis, maka resiko misalnya ini tidak dibebankan pada input, melainkan kepada hasil, tentu saja menggunakan penafsiran yang terbalik.

Sebuat input yang mengandung resiko negatif bukan berarti suatu laba (benefit atau efectiveness) melainkan suatu kerugian. Dengan membandingkan jumlah dimensi moneter dalam satu pihak , menggunakan seperangkat kegunaan program tersebut pada pihak lain, maka secara sistematis serta analistis, kita sanggup membandingkan posisi nisbi program tadi terhadap alternatif program-program yg lain. 

Tentu saja pengukuran seperangkat dimensi non irit memiliki implikasi lain yakni pertama, variabel non-hemat sukar diukur dengan eksak , ke 2, bagaimana caranya kita memilih posisi relatif variabel yg satu menggunakan variabel yang lain. Katakan saja kita memiliki sebuah program yang efektifitasnya diukur dengan 10 variabel; maka kasus yg dihadapi adalah : bagaimana menggabungkan dimensi 10 variabel tadi sebagai satu dimensi yang komposit yg memungkinkan dilakukan perbandingan secara rasional dengan dimensi input?

Salah satu cara yg dapat dilakukan untuk memecahkan masalah ini adalah menggunakan memberikan bobot kepada tiap-tiap variabel, yang demikian, memungkinkan kita menciptakan dimensi komposit secara sistemats serta rasional. Tetapi dalam pendektan seperti ini masih masih ada kesukaran, yakni, bahwa nir semua variabel non ekonomi dapat diukur secara kuantitatif. Namun hal misalnya ini nir usah menciptakan kita pesimis, bahwa seakan-akan analisis berdasarkan sekian variabel non hemat yg sukar diukur adalah tidak mungkin dilakukan. Secara kreatif kita kembangkan teknik analisis yg sesuai menggunakan pertarungan. Sistem Analisis nir bermaksud buat menggantikan peranan intuisi serta pertimbangan pada menarik suatu konklusi menggunakan formula matematika.

Analisis menurut Fisher, bertujuan buat lebih mempertajam intuisi serta pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
Demikan pula upaya yg dipaksakan buat mengkuantifikasikan variabel kualitatif yg nir mungkin buat diukur secara kuantitatif, bukan saja adalah upaya yg ”dibuat-buat” namun juga berbahaya, yang akan menghambat konklusi analisis secara holistik. Beberapa variabel seperti kesetabilan politik atau taraf moral sukar buat diukur dengan akurat, serta oleh karena itu, usahakan permanen dibiarkan pada dimensi kualitatif.

Beberarapa analis, karena kesukaran misalnya di atas, cenderung buat menghilangkan variabel-variabel yang sukar diukur secara kuantitatif. Seorang analis yg baik, dari Rowen , memiliki 3 ciri yakni: (1). Tidak ”memberikan” nomor kepada unsur yg nir bisa dikuantifkasikan; (dua) tidak melupakan unsur-unsur yang tersirat (intangibel); serta (3) nir mengenyampingkan penilaian yang bersifat subyektif dan pertimbangan yang matang.

Langkah-langkah pada Sistem Analisis bersifat sistematik, analitik, rasional serta tersurat. Pada termin-tahap eksklusif dalam Sistem Analisis penelitian ilmiah bisa membantu analisis dengan memberikan masukan yang kemudian digunakan menjadi premis atau kabar bagi analisis selanjutnya. 

Tentu saja berdasarkan sifat sistematik, rasional, analitik dan tersurat didasarkan kepada data atau kabar yang obyektif permanen merupakan kerangka dasar pengkajian Sistem Analisis; namun hal ini dilakukan dengan semangat kerjasama dan demokratis yg merupakan jiwa berdasarkan pengambilan keputusan dalam organisasi yg modern. 

Wright, umpamanya , menolak tuduhan bahwa Sistem Analisis bersifat otokratik; bahkan sebaliknya, beliau menjawab, Sistem Analisis merupakan salah satu kegiatan intelektual yg sangat demokratis, dengan bersedia buat mempergunakan metode mana saja, yg bermanfaat buat hingga pada konklusi yg tepat. Memang dalam era komputerisasi Sistem Analisis dengan mengenyampingkan variabel-variabel kualitatif dan pertimbangan yg bersifat intuitif, Sistem Analisis pada bentuk komputer print – out sebagai penentu keputusan. Namun belajar menurut kesalahan, para analis sudah lebih dewasa, mereka mau mendengarkan banyak sekali pendapat serta berita yang relevan menggunakan duduk perkara yang diajukan, utuk dikaji dan diperdebatkan. Dan Sistem Analisis ini, meminjam perkataan Enthoven, menyediakan anggaran-anggaran yang logis buat debat yang bersifat konstruktif serta bermanfaat.

Secara teoritis tidak terdapat pertarungan dalam proses Sistem Analisis yang tidak dapat dipecahkan; lewat akal sehat, berfikir logis, dan jikalau dirasa perlu; mengadakan penelitian ilmiah mengenai sesuatu hal yg diperdebatkan.

Tetapi justru pada sini pula terletak kelemahan berdasarkan Sistem Analisis. Quade, umpamanya, menuduh Sistem Analisis sarat menggunakan intuisi dan pertimbangan-pertimbangan, yg jauh berdasarkan bersifat obyektif , cenderung buat bersifat parokial, partisan, serta terbelenggu oleh kepercayaan yg kita agungkan. Kelemahan Sistem Analisis yg utama terletak dalam kemungkinan bahwa alternatif yang benar-benar paling baik nir termasuk kedalam serangkaian alternatif yang diajukan.

Kesalahan yg biasa dilakukan dalam menerapkan Sistem Analisis diberikan oleh Mc Kean, menjadi berikut:
1) Melupakan akbar absolut berdasarkan porto atau tujuan;
2) Merumuskan tujuan yg salah atau akbar tujuan yg keliru;
3) Melupakan ketidak pastian;
4) Melupakan efek acara terhadap aktivitas-aktivitas lainnya;
5) Mengambil konsep yang salah mengenai porto;
6) Melupakan dimensi saat;
7) Mempergunakan test yg dipaksakan; serta 
8) Menerapkan kriteria yg baik terhadap konflik yang keliru.

Disamping itu, menurut Quade, sering terjadi ”isyu” sampingan dijadikan sebagai kriteria dan kealpaan buat tidak menilai proses analisis.

Sistem Analisis tak jarang tidak dapat diterapkan sepenuhnya dalam mencari pemecahan kasus, terutama yang menyangkut keputusan politis, di mana seperti dikatakan Schlesinger: bahwa wilayah politis memiliki logika tersendiri yang berbeda menggunakan Sistem Analisis.

PENERAPAN PRINSIPPRINSIP BIOSEKURITAS DALAM FASILITAS BUDIDAYA UDANG WINDU

Penerapan Prinsip-Prinsip Biosekuritas Dalam Fasilitas Budidaya Udang Windu
Budidaya perairan (termasuk budidaya udang windu) merupakan industri yg sangat pesat perkembangannya, dengan laju pertumbuhan dunia kurang lebih 11% pertahun dalam satu dekade kemudian (Bioform-LLC Technical Bulletin, Oklahoma-USA, 2008). Kematian komoditas budidaya akibat serangan penyakit, adalah penyebab utama kerugian yg diderita para pelaku pembudidaya. Tingkat kepadatan tebar yang tinggi dalam budidaya udang intensif mengakibatkan peluang individu udang buat bersentuhan langsung dengan patogen penyebab penyakit menjadi semakin besar . Oleh karenanya, tindakan-tindakan buat memberikan perlindungan dalam kesehatan udang sebagai sangat krusial. Biosekuritas adalah upaya proteksi terhadap organisme, menggunakan menghilangkan patogen dan faktor-faktor lainnya yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, pada pada budidaya perairan (akuakultur) biosekuritas merupakan tindakan perlindungan bagi organisme budidaya menurut ancaman agen-agen penginfeksi penyebab penyakit (virus, bakteri, fungi, dan parasit). Dalam mendisain suatu acara biosekuritas yang efektif, dibutuhkan pemahaman yg baik dalam aspek-aspek : teknik pengoperasian akuakultur, prinsip umum mengenai cara-cara penyebaran penyakit, serta pengetahuan biologi organisme yang dibudidayakan. Selain itu, menjadi suatu keharusan untuk menerapkan strategi pembangunan lingkungan berkelanjutan buat memenuhi kebutuhan manusia kini , tanpa merugikan kebutuhan generasi berikutnya. Tulisan ini aku harapkan dapat menaruh kesadaran bagi para pihak yg terkait, terutama dalam upaya mengembalikan kejayaan Sulawesi Selatan sebagai galat satu pusat produksi udang pada negara kita, Indonesia. Semoga bermanfaat.

Biosekuritas pada Budidaya Udang
Biosekuritas meliputi aspek yg sangat luas, mulai menurut skop wilayah dunia, nasional, lingkungan perairan, fasilitas budidaya, tambak, bak penampungan sampai dalam tingkatan organisme yang dibudidayakan. Pada tingkatan budidaya udang, biosekuritas dimaksudkan menjadi upaya buat membuat udang yg sehat pada suatu lingkungan terkontrol dengan tindakan-tindakan pencegahan terhadap masuknya organisme-organisme penginfeksi dalam sistem budidaya. Jadi tujuan primer berdasarkan biosekuritas pada suatu sistem budidaya udang merupakan mencegah, menghilangkan atau mengendalikan penyakit-penyakit infeksi berdasarkan fasiltas budidaya.

Terdapat beberapa asal potensial bagi masuknya agen penginfeksi ke dalam suatu fasilitas akuakultur, termasuk diantaranya : stok baru (post-larva, juvenil atau induk), fasilitas yg terkontaminasi, air atau pakan yang terkontaminasi, hewan peliharaan atau manusia yang tercemar, sampai carrier yg masuk ke pada fasilitas. Oleh karena itu, buat suatu program biosekuritas yg baik dalam suatu fasilitas akuakultur wajib meliputi upaya-upaya : pencegahan penyakit, pemantauan penyakit secara terencana, penanganan terhadap timbulnya serangan penyakit, membersihkan serta melakukan disinfeksi semua fasilitas budidaya secara rutin diantara daur-daur budidaya, serta tindakan-tindakan pencegahan umum lainnya.

Biosekuritas buat Pencegahan Penyakit
Pencegahan penyakit mencakup semua teknik/metode yang digunakan buat mencegah masuknya seluruh jenis atau potensi patogen ke pada fasilitas akuakultur. Salah satu cara utama buat menghindari masuknya patogen ke pada fasilitas akuakultur adalah menggunakan memakai benih bersertifikasi bebas patogen tertentu (specific pathogen free/SPF)atau sering pula dinamakan specific pathogen resistant (SPR). Sayangnya, hanya beberapa jenis udang yang diproduksi dengan cara seperti ini, dan penggunaaan SPF/SPR-pun belum sepenuhnya mengklaim bebasnya sistem akuakultur menurut patogen, tetapi setidaknya mengurangi resiko agresi jenis patogen tertentu. Produksi benih udang yg dilakukan dalam skala tempat tinggal tangga (back-yard hatcheries) merupakan hal tersulit pada mengklaim bebas tidaknya benur menurut patogen tertentu seperti WSSV, contohnya.

Cara lain untuk menghindari masuknya patogen ke pada fasilitas akuakultur merupakan penerapan tindakan karantina terhadap stok organisme baru (terutama induk) ke dalam fasilitas akuakultur. Induk yg baru tiba harus dikarantina buat kepentingan observasi gejala-gejala klinis menurut patogen tertentu. Biasanya, tindakan karantina ini dilakukan hingga 45 hari untuk sahih-sahih mengklaim nir terdapat potensi patogen yang masuk ke dalam fasilitas budidaya. Dalam periode karantina dilakukan uji diagnostik terhadap beberapa jenis patogen dan tindakan karantina berupa perlakuan/ pengobatan terhadap gejala penyakit yang terdeteksi.

Selain tindakan para organisme/komoditas budidaya, sumber air juga merupakan perkara primer yang wajib ditinjau pada acara biosekuritas. Penerapan teknik-teknik filtrasi menggunakan ultra violet, ozonisasi, hadiah perlakuan bahan kimia disiinfektan ataupun anugerah perlakuan biologis/probiotik, merupakan pilihan-pilihan yang dapat dilakukan buat membebaskan sistem budidaya menurut potensi patogen. Hal lain yg nir kalah pentingnya pada mengikis potensi pencaplokan patogen merupakan penerapan teknik pengelolaan optimal yang meliputi aspek-aspek: padat tebar, nutrisi, genetik sangat krusial bagi spesies yg dibudidaya buat berkembang dengan tingkat kesehatan serta sistem kekebalan tubuh yg optimal.

Praktik Budidaya yg Baik (Good Aquaculture Practice/GAP)
Produk-produk budidaya, terutama yang ditujukan bagi pasar ekspor, akan disortir serta dinilai terhadap kandungan produk akan bahan-bahan kimia yang bisa membahayakan kesehatan manusia, sisa antibiotik serta bakteri/atau bagian-bagiannya. Oleh karena itu, negara-negara pengekspor disyaratkan untuk menerapkan prinsip-prinsip ecolabelling, kandungan bahan-bahan kimia nihil atau di bawah nilai ambang batas dalam negara-negara pengimpor, tidak mengandung aspek-aspek yg terkait menggunakan bioterorisme, agunan keamanan produk, telah melalui proses penelaahan terhadap resiko yang mungkin disebabkan oleh produk, dsbnya. Hal ini yg kemudian mendorong pengembangan praktik budidaya yg baik (GAP) yang ditekankan pada tahapan awal budidaya (pra-panen) yaitu upaya menaikkan produksi, agunan terhadap amannya produk menjadi bahan makanan, dan aspek yg terkait menggunakan kelestarian lingkungan. Titik penekanan GAP diletakkan pada praktik budidaya seperti: persiapan huma budidaya, disinfeksi air media budidaya, aerasi, suhu, pH, alkalinitas, salinitas, pakan, reduksi lumpur dalam sedimen, meminimalisasi pergantian air, pengurangan senyawa nitrogen, penggunaan probiotik dstnya. 

Pengendalian Resiko Bahaya dalam Akuakultur (HACCP)
Berdasar pada peningkatan asa serta antusiasme dalam budidaya udang pada negara-negara pembuat udang seperti Indonesia, diyakini bahwa penerapan GAP nir akan mencukupi sejalan dengan diterapkannya prinsip-prinsip Pengendalian Resiko Bahaya dalam budidaya udang (HACCP : hazard analysis on critical control point). Penerapan pendekatan terpadu ini terutama ditujukan pada aspek keamanan produk udang sebagai bahan makanan insan. Selain itu, HACCP pula akan sangat berguna pada hal keamanan proses budidaya, menguntungkan serta mengklaim keberkelanjutan usaha budidaya udang windu. Dengan implementasi acara HACCP, pengendalian terhadap poin-poin kritis dalam sistem budidaya diterapkan dan tindakan-tindakan perbaikan (koreksi) jua diambil sebelum seluruhnya berkembang sebagai hal yang membahayakan proses budidaya (pra serta pasca panen). Penerapan screening terhadap kemungkinan potensi berkembangnya patogen, contohnya dengan penggunaan PCR, secara terencana merupakan perwujudan pengelolaan timbulnya penyakit bakterial atau viral mematikan yang bisa mengancam keberhasilan bisnis budidaya.

Penggunaan Mikroba Probiotik pada Budidaya Udang
Peran krusial mikroba pada sistem budidaya udang telah sejak usang ditengarai oleh para ahli. Beberapa aspek positif berdasarkan keberadaan mikroba dalam tambak udang antara lain: potensi penyedia nutrien bagi udang yg secara signifikan akan mereduksi porto pakan, demikian jua dengan peran mikroba dalam menjaga ekuilibrium syarat lingkungan budidaya. Namun disisi lain, mikroba dapat mengakibatkan kerugian akbar pada sistem budidaya bila mereka adalah patogen. Beberapa studi terbaru secara jelas menandakan bahwa penggunaan mikroba menjadi probiotik dalam sistem budidaya udang bisa menstabilkan dan mengontrol populasi mikroorganisme, menstabilkan parameter kualitas air dalam sistem budidaya, menghilangkan stressor bagi udang seperti NH3, NO2, NO3 dsbnya, mencegah infeksi yg ditimbulkan sang virus, bakteri Vibrio serta/atau bakteri patogen lainnya. Sejumlah hasil penelitian menampakan bahwa beberapa jenis mikroorganisme tertentu misalnya ragi (yeast) misalnya Saccharomyces cerevisiae, Candida utilis serta Kluyveromyces marxianus atau produk-produk turunannya menaruh manfaat bagi budidaya udang, misalnya pada hal menaikkan nafsu makan, mendukung pertumbuhan melalui produksi vitamin, mineral serta asam nukleat, dan menstimulasi pertumbuhan mikroorganisme usus udang (gut flora). Lebih lanjut, sifat immunostimulasi dari dinding sel ragi (b-glucan serta mannan) sanggup mendorong peningkatan respon sistem kekebalan non-khusus jangka pendek udang yang sangat bermakna pada lingkungan yg dipenuhi sang patogen seperti bakteri serta virus yg sewaktu-ketika dapat mengancam kesehatan udang. Selain itu, sel ragi hidup dapat berfungsi sebagai probiotik karena melekat serta mengkolonisasi mukus pada usus udang yg terbukti mampu menghalau patogen keluar dari sistem hepatopankreas udang, menghasilkan nutrien-nutrien penting seperti vitamin, mineral dan polyamino yg dapat mensugesti laju pertumbuhan udang.

Akhirnya, upaya-upaya keamanan secara generik perlu dibakukan dalam setiap fasilitas budidaya udang khususnya pada konteks anugerah dukungan bagi kegiatan-kegiatan pencegahan serta pengendalian penyakit. Standar prosedur operasi (SOP) wajib diterapkan terutama pada anggaran-anggaran biosekuritas serta pemantauan penyakit. SOP ini wajib mencakup desain fasilitas budidaya, prosedur disinfeksi fasilitas serta personel, rencana pengolahan limbah, petunjuk pengendalian penyakit, prosedur budidaya umum yang wajib diketahui oleh semua staf serta tamu yang berkunjung. Pembakuan pola pencatatan teratur terhadap semua keterangan yang mencakup: status kesehatan, pertambahan berat, konsumsi pakan, program vaksinasi atau perlakuan penanganan penyakit yg pernah dilakukan, serta perawatan fasilitas budidaya akan menjadi faktor utama yang mendukung keberhasilan acara biosekuritas dalam budidaya udang windu. 

HIERARCHICAL CLUSTERING UNTUK APLIKASI AUTOMATED TEXT INTEGRATION

Hierarchical Clustering Untuk Aplikasi Automated Text Integration
Salah satu cara buat memperoleh kabar seimbang merupakan menggunakan membaca beberapa dokumen yg membahas topik yg sama. Tetapi hal ini menyulitkan pembaca untuk menangkap topik bahasan primer berdasarkan dokumen - dokumen tadi lantaran wajib mengingat – ingat isi dokumen yang telah dibaca sebelumnya. Pembaca wajib mengintegrasikan dahulu dokumen – dokumen yg dia baca didalam pikirannya sebelum bisa merangkum maksud serta topik utama dokumen – dokumen tadi secara holistik. 

Pada penelitian ini peneliti mencoba menciptakan aplikasi Automated Text Integration yg bisa membentuk integrasi berdasarkan beberapa dokumen elektro yg tidak selaras dengan topik bahasan yg sama secara otomatis. Proses integrasi akan membuat dokumen baru yg mengandung semua bagian berdasarkan dokumen – dokumen awal, namun mempunyai susunan antar kalimat dan antar paragraf yang tidak sinkron. Perbedaan ini karena saat proses integrasi topik – topik bahasan yg serupa (similar) menurut seluruh dokumen dikumpulkan sebagai satu paragraf dan disusun ulang kalimat per kalimat sinkron dengan besarnya kecenderungan (similiarity) antar kalimatnya. Dengan membaca output integrasi dibutuhkan pembaca bisa terbantu dalam menyerap informasi penting yg terdapat pada perpaduan dokumen yg tidak sama serta tidak perlu lagi membaca sekumpulan dokumen satu per satu.

Hierarchical Clustering
Pada prosedur pemecahan clustering, data akan dikelompokkan sebagai cluster-cluster dari kemiripan satu data menggunakan yg lain. Prinsip dari clustering adalah memaksimalkan kecenderungan antar anggota satu cluster dan meminimumkan kesamaan antar anggota cluster yg tidak sinkron.

Kategori algoritma clustering yang banyak dikenal adalah Hierarchical Clustering. Hierarchical Clustering adalah keliru satu prosedur pemecahan clustering yg bisa dipakai buat meng-cluster dokumen (document clustering). Dari teknik hierarchical clustering, dapat dihasilkan suatu formasi partisi yg berurutan, dimana pada perpaduan tersebut terdapat:
a. Cluster – cluster yg memiliki poin – poin individu. Cluster – cluster ini berada pada level yang paling bawah.
b. Sebuah cluster yang didalamnya masih ada poin – poin yang dipunyai seluruh cluster didalamnya. Single cluster ini berada di level yg paling atas.


Hasil holistik dari prosedur pemecahan hierarchical clustering secara grafik dapat digambarkan menjadi tree, yang diklaim dengan dendogram. Tree ini secara grafik menggambarkan proses penggabungan menurut cluster – cluster yg ada, sehingga menghasilkan cluster menggunakan level yang lebih tinggi. Gambar 1 adalah model dendogram.

Gambar  Dendogram 

Agglomerative Hierarchical Clustering
Metode ini menggunakan taktik disain Bottom-Up yang dimulai dengan meletakkan setiap obyek sebagai sebuah cluster tersendiri (atomic cluster) dan selanjutnya menggabungkan atomic cluster – atomic cluster tersebut sebagai cluster yg lebih besar serta lebih besar lagi sampai akhirnya semua obyek menyatu dalam sebuah cluster atau proses dapat pula berhenti apabila sudah mencapai batasan kondisi eksklusif. Metode Agglomerative Hierarchical Clustering yang dipakai dalam penelitian ini merupakan metode AGglomerative NESting (AGNES). Cara kerja AGNES dapat ditinjau pada gambar.

Adapun ukuran jeda yang digunakan untuk menggabungkan dua butir obyek cluster merupakan Minimum Distance yg dapat dipandang dalam persamaan.

Dimana p – p’ jarak 2 buah obyek p dan p’.

Algoritma Cosine Distance
Metode cosine distance adalah metode yang digunakan buat menghitung similarity (tingkat kecenderungan) antar 2 butir obyek. Pada penelitian ini obyek Berikut merupakan persamaan menurut metode Cosine Distance :

Pada penelitian ini obyek v1 serta v2 adalah 2 butir dokumen yg tidak selaras.

Proses Parsing, Stemming dan Stopword Removal
Dalam bidang rapikan bahasa serta linguistik, parsing merupakan sebuah proses untuk berakibat sebuah kalimat menjadi lebih bermakna atau berarti dengan cara memecah kalimat tersebut sebagai kata-kata atau frase – frase.

Stemming adalah proses pemetaan dan penguraian aneka macam bentuk (variants) berdasarkan suatu kata menjadi bentuk kata dasarnya. Proses stemming digunakan di pada proses Information Retrieval (pencarian berita) buat menaikkan kualitas informasi yg didapatkan .

Stopwords removal merupakan sebuah proses buat menghilangkan istilah yg 'nir relevan' pada output parsing sebuah dokumen teks menggunakan cara membandingkannya dengan Stoplist (Stopword list) yang terdapat. Contoh berdasarkan Stopword contohnya, istilah sambung, artikel dan kata depan. 

Bobot Relasi antar kalimat
Bobot rekanan antara dua kalimat merupakan sama menggunakan jeda antara ke 2 kalimat tersebut. Konsekuensinya merupakan apabila bobot relasi antara 2 kalimat tertentu lebih mini dari yg lain, maka jarak keduanya juga lebih dekat [5, 8]. Secara formal, misal masih ada n kalimat P=S1, S2, …, Sn, maka bobot relasi antara 2 kalimat Si serta Sj bisa dicermati pada persamaan 3. 


dimana i, j adalah letak kalimat ke i serta j;
adalah jumlah istilah yg sama atara Si dan Sj sesudah stopword yg terdapat dihilangkan ; dan W(Sj) merupakan bobot kalimat ke j.

Pada penelitian sebelumnya letak kalimat ke i serta j diukur hanya pada satu paragraf saja. Pada penelitian ini definisi tadi diubah, yaitu: i dan j adalah angka urut kalimat pada adonan dokumen yg disusun secara berurutan menurut relasi antar dokumen, yang diukur memakai Cosine Distance (persamaan dua).

Bobot Kalimat
Bobot Kalimat merupakan sebuah nilai senuah kalimat yg mengindikasikan sebeberapa krusial arti kalimat tersebut pad sebuah paragraf. Semakin tinggi nilai kalimatnya semakin krusial pula adalah dalam paragraf. Proses Parsing, Stemming dan Stopword Removal harus dikerjakan terlebih dahulu sebelum proses perhitungan bobot kalimat ini dilakukan.

Perhitungan bobot kalimat ini berbasis pada serta telah dimodifikasi pada penelitian sebelumnya. Ada empat macam bobot kalimat yg dipakai pada penelitan sebelumnya yaitu:

W1 ® Banyaknya istilah yang sama antara kalimat yg dihitung menggunakan daftar istilah kunci (keyword) pada dokumen tempat kalimat tersebut berada.

W2 ® Nilai yang dipengaruhi menurut kemunculan istilah – istilah didalam kalimat terhadap pemakaian kata – kata tadi dalam dokumen tempat kalimat berada.

W3 ® Nilai ini dipengaruhi oleh posisi dimana kalimat tersebut berada terhadap paragrafnya. Berdasarkan kaidah Deduktif – Induktif bahasa Indonesia terdapat dua macam nilai yg dipakai disini, yaitu: Bila kalimat tersebut berada pada awal / akhir paragraf memiliki bobot dua, ad interim bila nir mempunyai bobot 1.

W4 ® Menghitung banyaknya relasi sebuah kalimat menggunakan kalimat – kalimat lain dalam dokumen yang sama.

Bobot Kalimat total dapat dipandang pada persamaan 4.

dimana j merupakan kalimat ke-j dari total n kalimat.

Untuk penelitian kali ini perhitungan bobot kalimat ini dimodifikasi kembali agar sesuai kebutuhan pada penelitian ini. Pemikiran berdasarkan modifikasi ini adalah:
- Pada penelitian terdahulu proses hanya diterakan pada satu dokumen saja, sang sebab itu bobot dari kalimat relatif dihitung terhadap sebuah dokumen saja.
- Pada penelitian ini terdapat beberapa dokumen yang digabungkan, untuk itu perlu diperhitungkan bahwa bobot sebuah kalimat nir hanya diukur terhadap kalimat lain pada dokumen yg sama melainkan juga terhadap kalimat lain di dokumen yg berbeda yang akan diintegrasikan.

Dari pemikiran diatas, peneliti akhirnya tetapkan bahwa bobot kalimat pada persamaan 4 perlu dimodifikasi dengan sebuah bobot kelima. Bobot kelima ini (W5) merepresentasikan seberapa penting sebuah kalimat dibandingkan menggunakan kalimat – kalimat lain yg masih ada pada semua dokumen yg akan diintegrasikan. Persamaan hasil modifikasi bisa dipandang dalam persamaan lima.

dimana W5 adalah Banyaknya istilah kunci (keyword) yg sama antara kalimat yg dihitung menggunakan daftar istilah kunci pada semua dokumen yg akan diintegrasikan. Asumsinya merupakan semakin banyak kata dalam kalimat tersebut sama dengan daftar kata kunci, semakin krusial eksistensi kalimat tadi pada dokumen hasil integrasi.

1. Desain Aplikasi Automated Text Integration
Desain aplikasi Automated Text Integration bisa dipandang dalam diagram Use Case dalam gambar 2

Gambar Diagram Use Case Aplikasi

Inti dari pelaksanaan ini merupakan Do Integration, dimana pada use case ini proses integrasi beberapa dokumen yg dipilih dilakukan. Diagram activity dari use case ini dapat ditinjau pada Gambar 3.

Gambar  Do Integration Activity Diagram

Penjelasan menurut diagram activity pada gambar tiga adalah menjadi berikut:
  • Sebelum proses ini, user harus menentukan terlebih dahulu dokumen – dokumen mana yang akan diintegrasikan pada menu ’Open Dokumen’. Proses ini secara otomatis akan menulis kabar nama serta path dokumen – dokumen tersebut pada listbox dokumen. Format dokumen yang dapat dipilih merupakan *.doc serta *.txt.
  • Setelah user menentukan pilihan menu ‘Integration’, pelaksanaan akan meminta user mengisikan nilai batas terendah similarity antar dokumen yg diijinkan oleh user buat dokumen – dokumen yg akan diintegrasikan.
  • Selanjutnya apabila listbox dokumen terisi, pelaksanaan akan merubah semua dokumen yang terdapat kedalam bentuk teks, menggantinya sebagai sekumpulan kalimat dan kata – kata yg berurutan (divide to word / parsing), melakukan proses stemming, stopword removal, menandai kata – istilah mana saja yang merupakan keyword, dan menghitung similarity antar dokumen menggunakan persamaan 2.
  • Selanjutnya aplikasi akan memperlihatkan list similarity antar dokumen serta memberi indikasi apabila similarity tadi dibawah nilai yg sudah ditentukan. Bila user memilih melanjutkan proses menggunakan memilih ‘continue’, aplikasi akan menyusun dokumen – dokumen tadi secara berurutan sinkron menggunakan level similarity-nya.
  • · Langkah berikutnya aplikasi akan menghitung bobot kalimat (Weight Of Sentence) dan bobot relasi antar kalimat (Weight Of Relation). Bobot rekanan antar kalimat ini yang akan digunakan buat mengintegrasikan dokumen memakai metode AGglomerative NESting (AGNES).
  • Pada proses integrasi, awalnya seluruh kalimat pada seluruh dokumen dianggap menjadi atomic cluster – atomic cluster. Selanjutnya secara sedikit demi sedikit cluster – cluster tadi akan disatukan memakai anggaran Minimum Distance dalam persamaan 1. Setelah seluruh kalimat telah tergabung menjadi sebuah cluster, dilakukan proses buat memecah cluster tadi sebagai paragraf – paragraf. Caranya adalah, kalimat – kalimat yg bergabung terlebih dahulu menjadi cluster – cluster akbar dipercaya menjadi sebuah paragraf tersendiri. Asumsinya, apabila secara natural kalimat – kalimat tersebut bergabung, bisa dipercaya kalimat – kalimat tadi mempunyai similarity yg cukup tinggi dan membahas topik bahasan yg sama. Agar lebih kentara, proses integrasi ini bisa dilihat pada gambar 4. Sementara buat memproses kalimat – kalimat tersisa yang nir mau bergabung kedalam cluster – cluster besar , digunakan aturan sebagai berikut:
o Bila hanya 1 kalimat (misalnya kalimat no. 0-1-1 pada gambar 4) akan digabungkan pada paragraf terakhir.
o Jika lebih berdasarkan satu kalimat, kalimat – kalimat yg tersisa tadi akan dipaksakan bergabung sebagai satu paragraf tersendiri.

Gambar Proses Integrasi menggunakan AGNES

· Langkah terakhir merupakan menyuguhkan output integrasi kepada user dalam bentuk tampilan teks. User lalu bisa menentukan buat menyimpan output integrasi kedalam arsip *.doc atau *.txt.

Pengujian Aplikasi
Pengujian Hasil Integrasi
Untuk membandingkan hasil integrasi menggunakan dokumen aslinya. Dua butir dokumen pendek aslinya pada gambar lima dan 6 digabungkan dan pada gambar 7 dapat ditinjau output integrasinya. Pada gambar 4 dapat dipandang bagaimana proses penggabungannya. Gambar 5 sebagai dokumen ke - 0 dan gambar 6 adalah dokumen ke – 1.

Gambar Dokumen berasal ke - 0


Gambar Dokumen dari ke - 1

Gambar  Hasil Integrasi

Pengujian Dalam Bentuk Survey
Pengujian ini dilakukan menggunakan cara meminta donasi 100 orang responden generik buat membaca dokumen – dokumen berasal serta dokumen hasil integrasi, lalu menjawab tiga pertanyaan berikut:
1. Menurut anda, apakah kata-kata dalam dokumen output integrasi tersebut telah terorganisir menggunakan baik (tiap paragraf memberikan arti yang kentara dan bisa dipahami) ? A. Ya B. Tidak
2. Menurut anda, apakah dokumen output integrasi tersebut sudah menaruh citra secara umum berdasarkan holistik dokumen yg terdapat sebelumnya ? A. Ya B. Tidak
3. Menurut anda, apakah dokumen output integrasi bisa memberikan kabar - warta penting yang terdapat dalam dokumen sebelumnya secara jelas? A. Ya B. Tidak

Kedua jenis dokumen yang digunakan sebagai bahan informasi lapangan bertipe eksposisi, yaitu dokumen yang berusaha menyebutkan suatu prosedur atau proses, menaruh definisi, memberitahuakn, mengungkapkan, menafsirkan gagasan, memberitahuakn bagan atau tabel, atau mengulas sesuatu kepada pembaca. 

Sementara buat dokumen berbentuk naratif misalnya cerita warga , tidak disertakan pada survey, karena peneliti sendiri sudah melihat adanya kerancuan dalam jalan cerita dalam dokumen output integrasinya. Hal ini selalu terjadi pada beberapa uji coba dalam beberapa topik dokumen deskriptif, misalnya “Timun Emas”, “Sangkuriang”, “Jack dan Kacang Polong” dan lain – lainnya. Oleh karena itu bisa disimpulkan bahwa proses integrasi ini nir cocok buat dokumen yang berjenis deskriptif.

Pengujian Kecepatan Proses 
Pengujian kecepatan proses pelaksanaan Automated Text Integration ini dilakukan pada spesfikasi hardware dan software berikut ini, Processor: Pentium IV 1600 MHz; Memory: 512 Mbyte; HardDisk: 40 Gigabyte dan Operating System: Windows XP Professional. Hasil pengujian dapat ditinjau pada tabel.

Tabel Hasil Pengujian Kecepatan Proses


SUMBER-SUMBER ARTIKEL DI ATAS :

[1] Akhadiah, Sabarti, Maidar M. K. Arsjad serta Sakura Ridwan, Buku Materi Pokok : Bahasa Indonesia, Jakarta: Penerbit Karunika Jakarta UT. 1986.
[2] Arifin, E. Zaenal, dan Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi, Jakarta: Penerbit Akademika Pressindo, 2000.
[3] Garcia, E., “An information retrieval tutorial on cosine similarity measures, dot products and term weight calculations”, 2006, //www.miislita.com/information-retrieval-tutorial/cosine-similarity-tutorial.html (January, 2007)
[4] Gregorius S. Budhi, Ibnu Gunawan serta Ferry Yuwono, “Algortima Porter Stemmer For Bahasa Indonesia Untuk Pre-Processing Text Mining Berbasis Metode Market Basket Analysis”, PAKAR Jurnal Teknologi Informasi Dan Bisnis vol. 7 no. Tiga November, 2006.
[5] Gregorius S. Budhi; Rolly Intan, Silvia R. Dan Stevanus R. R., “Indonesia Automated Text Summarization”. Proceeding ICSIIT 2007. , 26 - 27 July 2007.
[6] Han, Jiawei and Micheline Kamber, Data Mining: Concepts and Techniques, Morgan Kaufmann, 2001.
[7] Pusat Pembinaan & Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan serta Kebudayaan Republik Indonesia, Pedoman generik ejaan bahasa Indonesia yg disempurnakan. Jakarta: Balai Pustaka, 1999.
[8] Sjobergh, Jonas, and Kenji Araki, Extraction based summarization using a shortest path algorithm. Sweden: KTH Nada, 2005.
[9] Steinbach, M., G. Karypis and Vipin Kumar, A comparisont of document clustering techniques, Minnesota: University of Minnesota, Department of Computer Science and Engineering, 2000, //glaros.dtc.umn.edu/gkhome/fetch/papers/doccluster.pdf (January, 2007)

ISLAM DEMOKRASI DAN KULTUR POLITIK

Islam, Demokrasi Dan Kultur Politik
Hubungan antara Islam dan demokrasi masih sebagai tema perdebatan yang menarik serta belum tuntas. Di Tanah Air, wacana yang berkembang lebih banyak menyangkut pro-kontra penerapan atau formalisasi syariat Islam. Perdebatan ini perlu segera diakhiri, lantaran tidak pernah berakibat langkah maju.

Ada dua faktor yg mengakibatkan perdebatan seputar formalisasi syariat Islam tampak berjalan di tempat. Pertama, baik pandangan yang pro maupun yang kontra terjebak pada argumentasi-argumentasi yg sangat umum (generik). Misalnya, bahwa Islam merupakan agama yang paripurna dan penerapan syariat merupakan tuntutan kesempurnaan itu. Landasan argumentasi yang umum ini akan menghadapi problem berfokus manakala dibenturkan menggunakan kasus-kasus partikular, misalnya syariat sebagaimana dipahami siapa yang akan diterapkan, bagaimana contoh negara Islam, masih relevankah konsep fikih siyasah yg dirumuskan al-Mawardi, Abu Ya'la atau Ibnu Taimiyah buat digunakan waktu ini serta seterusnya.

Kedua, ada kesamaan buat mengusung tafsir syariat Islam yg humanis agar tampak nir bertentangan menggunakan konsep-konsep modern, misalnya HAM, demokrasi, serta civil society. Persoalannya, selain nir cukup mengakar (masyarakat kita masih sangat fikih oriented), pandangan seperti ini hanya menyentuh narasi-narasi besar , seperti kasus hukuman, hudud dan kisas. Sementara sejumlah duduk perkara yang urgen bagi masa depan humanisme, misalnya demokratisasi, penghormatan hak asasi insan, dan perdamaian dunia tetap tidak terjamah.

Berdasarkan pada 2 alasan pada atas, perlu kiranya tema diskusi diletakkan selangkah lebih maju, yakni formulasi Islam tentang demokrasi. Untuk kita di Indonesia, perkara demokrasi masih adalah satu agenda politik yg selalu perlu diangkat ke atas bagian atas lantaran kenyataannya paras demokrasi Indonesia masih seringkali diperdebatkan. Apakah yang kini kita alami adalah sesuatu yang bisa diterima ataukah memang masih harus diperjuangkan agar nilai-nilai demokrasi yang diyakini bermakna universal bisa diwujudkan menggunakan lebih nyata lagi dalam kehidupan politik Indonesia?

Dari perspektif yg lebih luas, ketika ini dunia menyaksikan kenyataan global yang menakjubkan, yaitu bertambahnya rezim-rezim demokrasi yang ditandai dengan adanya kebebasan di negara-negara tersebut. Fenomena ini menarik dilihat, lantaran tuntutan demokratisasi ada seiring dengan kebangkitan agama-kepercayaan dalam konteks global yg bergerak maju. Di aneka macam belahan global, orang beramai-ramai menyerukan kebangkitan agama dan demokratisasi, sehingga keduanya sebagai tema yg paling krusial dalam dilema dunia dewasa ini.

Tiga Kecenderungan Global
Tuntutan terhadap demokratisasi makin marak dalam ranah global dewasa ini. Hanya segelintir pemimpin atau gerakan politik yang mengaku menjadi "antidemokrasi." Bahkan, belakangan ini pada Brazil, saat orang-orang mengusulkan perlunya suatu restorasi kerajaan, kalangan kerajaan sendiri tak mendukung sistem kerajaan absolut menggunakan hak tidak terbatas. Sebaliknya, kalangan kerajaan sendiri mengusulkan suatu "sistem kerajaan presidensil" yang serupa dengan kerajaan Spanyol sekarang. Banyak orang sepakat bahwa perkembangan politik dunia yg terpenting pada akhir abad ke 2 puluh merupakan munculnya gerakan prodemokrasi di semua belahan global serta keberhasilan gerakan itu di poly negara.

Dalam konteks Islam, kesamaan dunia yang diklaim Huntington menjadi 'gelombang demokratisasi ketiga' (the third wave) ini memunculkan pertanyaan tersendiri. Sebab, dalam saat hampir semua negara Dunia Ketiga mengalami perkembangan demokrasi, negara-negara Dunia Islam nir menerangkan tanda-indikasi ke arah itu.

Para sarjana muslim sudah poly mendiskusikan masalah seputar hubungan antara Islam serta demokrasi. Secara ringkas, terdapat tiga kecenderungan. Pertama, Islam serta demokrasi dipandang menjadi dua sistem politik yang tidak selaras. Sebagai sistem politik, Islam nir bisa disubordinasikan dalam demokrasi. Islam serta demokrasi bersifat eksklusif. Bagi para pendukung pendapat ini, Islam merupakan sistem politik yang paripurna sehingga sanggup dijadikan cara lain terhadap demokrasi.

Kedua, Islam tidak sama berdasarkan demokrasi jika yg terakhir didefinisikan secara prosedural sebagaimana dipahami dan dipraktikkan pada Barat. Namun demikian, menurut para pendukung pendapat ini, Islam bisa dilihat menjadi sistem politik demokratis jika demokrasi didefinisikan secara substantif. Yakni, demokrasi dijadikan menjadi indera buat mencapai tujuan-tujuan eksklusif menggunakan prinsip mayoritarian. Misalnya, jika dominan masyarakat menghendaki rezim Mullah, maka rezim tadi adalah demokratis kendati menolak pluralisme serta pemilihan dalam komunitas politik. Pandangan ini menolak mekanisme-prosedur demokrasi yg dimanifestasikan dalam pemilu yang bebas pada kalangan elit serta partai politik menjadi agregasi masyarakat yang tidak selaras dan konfliktual.

Ketiga, Islam dicermati sebagai suatu sistem nilai yang akomodatif terhadap demokrasi yg didefinisikan serta dipraktikkan secara prosedural. Gagasan bahwa suara rakyat merupakan bunyi Tuhan yg diterjemahkan ke dalam pemilu serta partai pilitik sangat terkenal pada kalangan intelektual serta aktivis muslim. Kendati demikian, pandangan ini belum terwujud di dalam warga muslim, serta karenanya rezim demokrasi masih sebagai kenyataan yang langka.

Berdasarkan data 'indeks kebebasan (freedom index)' yang dimuntahkan oleh Freedom House (1998), ditemukan bahwa selama 25 tahun terakhir, negara-negara muslim di dunia (berjumlah 48 negara) umumnya gagal buat membentuk suatu politik demokratis. Selama periode itu, hanya ada satu negara muslim yang berhasil menciptakan demokrasi sepenuhnya selama lebih berdasarkan lima tahun, yaitu Mali di Afrika. Negara semidemokrasi berjumlah 12. Sisanya merupakan negara otoritarian. Bahkan, dominan rezim-rezim yang represif di dunia dalam akhir 90-an merupakan pada negara-negara muslim.

Kultur Politik
Dibanding dengan rezim-rezim negara nonmuslim, nir adanya demokrasi pada Dunia Muslim merupakan sangat signifikan. Sebagai salah satu model kasus, ayo kita lihat negara-negara pecahan Uni Soviet. Di antaranya ada enam negara dengan penduduk mayoritas muslim: Azerbaijan, Kazakistan, Kyrgistan, Tajikistan, Turmenistan, dan Uzbekistan. Negara-negara muslim ini sudah muncul menjadi negara otoritarian baru, sementara negara-negara lain bekas Uni Soviet sebagai lebih demokratis. Cyprus jua menyuguhkan kenyataan menarik. Negara ini dibagi menjadi Cyprus Yunani serta Cyprus Turki, menggunakan taraf kedemokrasian yang tidak selaras. Cyprus Yunani lebih demokratis dibanding Cyprus Turki.

Banyak hal yg bertanggung jawab atas nir bekerjanya demokrasi di Dunia Islam. Salah satunya yang paling krusial merupakan lemahnya kultur politik (political culture) atau meminjam istilah Almond dan Verba (1963; 1988) "civic culture" pada negara-negara tersebut. Kultur politik ini berkaitan demokrasi orientasi psikologis terhadap objek sosial, atau perilaku individu terhadap sistem politik dan terhadap dirinya menjadi aktor politik.

Ditilik dari sejarah dan tradisi Islam, kita mencatat tidak berkembangnya tentang kewargaan (citizenship). Bahkan, pada dalam bahasa Arab, Persia, dan Turki nir terdapat istilah yg bisa mewakili menggunakan sempurna istilah citizen (rakyat). Kata yang senada dengan istilah tadi yang biasa dipakai pada setiap bahasa hanya berarti "penduduk" (sukkan) dan "gembalaan" (ra'iyyah) yg di lalu diIndonesiakan menjadi "rakyat". Kata tersebut tidak mewakili istilah citizen yang asal berdasarkan kata civis dan telah sebagai kebijakan politik Yunani yang berarti "seseorang yang ikut dan pada perkara-masalah kebijakan politik pemerintah." Kata ini (citizen) tidak ada pada bahasa Arab atau bahasa global muslim lainnya disebabkan nir dikenalnya pemikiran atau inspirasi "rakyat ikut dan dalam kebijakan politik."

Oleh karenanya, tugas primer pada rangka to make democracy work merupakan menumbuhkembangkan kultur politik yang menyokong perkembangan demokrasi pada Tanah Air. Sebab, insan bukan sekadar individu yang "digembalakan", namun sebagai rakyat negara yg mempunyai hak-hak demokrasi terutama hak buat menentukan, mengawasi serta menurunkan pemerintahan, di samping hak buat bebas berpikir, berekspresi, mengutarakan pendapat, berkumpul, mendirikan partai, berasosiasi serta berorganisasi, hak menerima pendidikan, pekerjaan, kesetaraan, persamaan kesempatan serta sebagainya.

Demokrasi Tanpa Demokrat
Judul ini tidak sedang menyoroti secara khusus konfrontasi antarelite politik pada Indonesia, tetapi menggambarkan absennya aktor-aktor demokrat pada global muslim. Sebenarnya, banyak negara muslim punya peluang buat membentuk demokrasi, namun tidak adanya aktor demokrat sejati membuahkan peluang itu hilang sia-sia.

Maka, Salame (guru besar pada Institut de'atudes Politiques di Paris) pun bertanya, "Where are the democrats?" Gagasan bahwa dunia muslim merupakan perkecualian dari arus akbar gelombang demokrasi ketiga (meminjam istilah Samuel Huntington) kembali berkembang di kalangan para pendukung demokrasi universal. Dalam debat Islam-demokrasi yg difasilitasi Journal of Democracy, wartawan kawakan Robin Wright berseloroh agak provokatif "Can a muslim be democrat?"

Pertanyaan Wright itu terasa pahit. Apa mau dikata, kenyataan memang menunjukkan 'eksepsionalisme Islam' berdasarkan kenyataan demokratisasi dunia. Dalam bahasa Dr. Abdel Wahab Efendi, pemikir Sudan, "angin demokratisasi memang berembus ke seluruh penjuru global, tetapi nir ada satu pun daun yg dihembusnya sampai ke dunia muslim" (1998: 4).

Data 'indeks kebebasan' yg dimuntahkan Freedom House jua memberitahuakn bahwa walaupun kebebasan pada negara-negara dunia ketiga umumnya mengalami kenaikan cukup signifikan, hal itu tidak terjadi pada negara-negara muslim. Selama 25 tahun terakhir, negara-negara muslim pada dunia (berjumlah 48 negara) gagal untuk membangun politik demokrasi. Sementara negara-negara nonmuslim di Asia, Afrika, Amerika Latin, negara-negara pecahan Uni Soviet, dan Eropa Timur umumnya berkiprah cepat sebagai demokratis.

"Can a muslim be democrat?" kita nir punya bukti buat menyampaikan pada Wright , 'Why not!" Saya risi mungkin saja ada kalangan warga yang tega lompat pada kesimpulan gegabah, bahwa ternyata kalangan muslim-santri memang tidak layak memimpin sebuah negara terkini. Hal itu berarti diskualifikasi amat gawat pada kepemimpinan para ulama, suatu stigma cap buruk yg akan perlu saat panjang sekali buat menghilangkannya.

Kenyataannya, walaupun menggunakan konsepsi demokrasi terbatas yg didasarkan atas interpretasi minimal terhadap konsep "pemerintahan oleh masyarakat", global muslim permanen tidak memperlihatkan pertanda-pertanda yg cukup baik. Ini adalah suatu indikasi betapa seriusnya persoalan itu. Dan ini bukan sekadar perkara image dan "miskonsepsi" Barat, sebagaimana dikemukakan oleh banyak orang (Shwedler, 1995), melainkan memang duduk perkara yang sangat konkret.

Ada beberapa teori yg bisa mengungkapkan. Pertama, pemahaman doktrinal menghambat praktik demokrasi. Teori ini dikembangkan sang Elie Kedourie bahwa "gagasan demokrasi masih relatif asing dalam mindset Islam". Hal ini ditimbulkan kebanyakan kaum muslim cenderung tahu demokrasi sebagai sesuatu yang bertentangan demokrasi Islam. Karena itu, yg perlu saat ini adalah liberalisasi pemahaman keagamaan, termasuk mencari konsensus menggunakan teori-teori modern seperti demokrasi serta kebebasan (Kedourie, 1994).

Kedua, masalah kultur. Demokrasi sebenarnya telah dicoba di negara-negara muslim sejak paruh pertama abad 2 puluh, namun gagal. Tampaknya, beliau nir akan sukses dalam masa-masa mendatang, lantaran warisan kultural komunitas-komunitas muslim sudah terbiasa menggunakan 'otokrasi serta ketaatan pasif'. Teori ini dikembangkan oleh Bernard Lewis (1994) serta Ajami (1998). Karena itu, yg sangat diharapkan ketika ini merupakan penerangan kultural kenapa demokrasi tumbuh subur pada Eropa, tetapi pada daerah global Islam malah otoritarianisme yg berkembang.

Sejauh ini, problem kultur politik (civic culture) ditengarai sebagai yang paling bertanggung jawab kenapa sulit membentuk demokrasi di negara-negara muslim, termasuk Indonesia. Sebab, ditilik secara doktrinal, hampir nir dijumpai kendala teologis pada kalangan tokoh-tokoh partai, ormas ataupun gerakan Islam yg memperhadapkan demokrasi vis-à-vis Islam. Bahkan, terdapat kesamaan buat merambah misi baru merekonsiliasi disparitas-disparitas antara aneka macam teori politik terbaru. Oleh karena itu, lokus perdebatannya tidak lagi "apakah Islam compatible dengan demokrasi", melainkan bagaimana keduanya saling memperkuat (mutually reinforcing).

Ketiga, lambannya pertumbuhan demokrasi di global Islam tak terdapat hubungan dengan teologi juga kultur, melainkan lebih terkait dengan sifat alamiah demokrasi itu sendiri. Untuk membangun sentimen demokrasi diperlukan kesungguhan, kesabaran, serta pada atas segalanya, waktu. Esposito serta Voll (1996) merupakan pada antara mereka yang permanen optimis terhadap masa depan demokrasi di dunia Islam.

Terlepas dari itu semua, tak syak lagi, pengalaman empirik demokrasi pada sejarah Islam memang sangat terbatas. Dengan mempergunakan parameter yg sangat sederhana, pengalaman empirik demokrasi hanya bisa ditemukan selama pemerintahan Rasulullah sendiri yang lalu dilanjutkan oleh keempat sahabatnya, yaitu Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali bin Abi Talib, yg dikenal menggunakan zaman Khulafa al-Rasyidin. Setelah pemerintahan keempat teman tersebut menurut catatan sejarah sangat sulit kita temukan demokrasi Islam secara empirik sampai sekarang ini.

Bisa jadi, keterbatasan eksperimen ini adalah penerangan lain kenapa sulit menumbuhkan demokrasi pada negara-negara muslim, termasuk Indonesia. Islam tidak punya pengalaman empirik demokrasi secara memadai. Akibatnya, setiap upaya menumbuhyuburkan sentimen demokrasi selalu berhadapan menggunakan kekuatan-kekuatan pro-status quo yg telah sangat mengakar.

Presiden KH. Abdurahman Wahid sebenarnya punya peluang akbar buat menyuguhkan contoh baru Indonesia sebagai negara muslim demokrasi pertama atau negara demokrasi terbesar ketiga pada global, selesainya Amerika dan India. Namun, lagi-lagi, dia gagal menjadi seseorang presiden muslim demokrat pertama pada negara dengan penduduk dominan muslim ini. Tidak kentara, kegagalan itu karena dirinya sendiri atau dijegal kekuatan-kekuatan antidemokrasi. Yang niscaya, negeri ini persis seperti digambarkan Salame pada bukunya Democracy without Democrats.