PENGERTIAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE MENURUT PARA AHLI

Pengertian Good Corporate Governance Menurut Para Ahli
Menurut YYPMI (2002, p.21), Good Corporate Governance merupakan seperangkat peraturan yg mengatur hubungan antara pemegang saham, pengelola perusahaan, pihak kreditor, pemerintah, karyawan dan pemegang kepentingan intern serta ekstern lainnya yang berkaitan menggunakan hak- hak serta kewajiban mereka, atau menggunakan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan.

Menurut Supriyatno (2000, p.17), The Indonesian Institute For Corporate Governance mendefinisikan Good Corporate Governance menjadi proses dan struktur yang diterapkan pada menjalankan perusahaan dengan tujuan primer menaikkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang, dengan permanen memperhatikan kepentingan stockholders yang lain.

Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) mendefinisikan corporate governance menjadi berikut: “Corporate governance is the system by wich business corporations are directed and controlled. The corporate governance structure specifies the distribution rights and responsibilities among different participants in the corporation, such as the board, the mangers, shareholders and other stakeholders, and spell out rules and procedure for making decisions on corporate affairs. By doing this, it also provides the structure through which the company objectives are set, and the means of attaining those objectives and monitoring performance”. Sesuai dengan definisi pada atas, menurut OECD corporate governance merupakan system yang digunakan untuk mengarahkan dan mengendalikan aktivitas usaha perusahaan. Corporate governance mengatur pembagian tugas, hak dan kewajiban mereka yg berkepentingan terhadap kehidupan perusahaan, termasuk pemegang saham, Dewan Pengurus, para manajer, serta semua anggota the stakeholders non-pemegang saham.

Sedangkan Siswanto Sutojo serta E John Aldrige (2005, p.tiga), The Australian Stock Exchange (ASX) mendefinisikan “corporate governance sebagai berikut: “Corporate governance is the system by which companies are directed and managed. It influences how the objectives of the company set and achieved, how risk is monitored and assessed, and how performances is optimized”. Sesuai menggunakan definisi di atas, ASX mengartikan Corporate Governance menjadi sistem yg digunakan buat mengarahkan dan mengelola kegiatan perusahaan. Sistem tersebut memiliki pengaruh besar tadi. Corporate governance jua mempunyai imbas pada upaya mencapai kinerja bisnis yg optimal serta analisis dan pengendalian resiko bisnis yg dihadapi perusahaan. 

Menurut Sofyan Djalil (2005, p.4), Jill Solomon dan Aris dalam buku “Corporate Governance and Accountability” kedua pakar manajemen tadi mendefinikan corporate governance menjadi system yang mengatur hunbungan antara perusahaan menggunakan pemegang saham. Corporate Governance pula mengatur hubungan serta pertanggung jawab atau akuntabilitas perusahaan pada anggota stakeholders non-pemegang saham. Sedangkan Malaysian High Level Finance Commite on Good Corporate Governance mendefinisikan Good Corporate Governance menjadi suatu proses serta struktur yang dipakai buat mengarahkan serta mengelola bisnis serta urusan-urusan perusahaan dalam rangka menaikkan kemakmuran bisnis serta akuntabilitas perusahaan dengan tujuan primer mewujudkan nilai pemegang saham pada jangka panjang dengan permanen memperhatikan kepentingan stakeholders yang lain.

Menurut Sutedi (2006, p.175), Corporate Governance dapat dedifinisikan menjadi “Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta pemegang kepentingan intern serta ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan”. Suatu rapikan hubungan antara para stakeholders yg digunakan buat menentukkan serta mengendalikan arah taktik dan kinerja perusahaan.

Menurut Herwidyatmo (pada Majalah Manajemen Ushawan, 2000, p.69), menegaskan bahwa dalam intinya ”corporate governance” nir berbicara tentang kekuasaan, melainkan berkaitan dengan upaya pencarian cara-cara yang bisa menjamin keputusan-keputusan dibentuk secara efektif. Agar proses pembuatan keputusan perusahaan dapat berlangsung yang efektif, maka diperlukan hubungan yg kolaboratif diantara pihak manajemen dengan dewan komisaris (board of director). Dala hal ini, dewan komisaris (board of director) nir hanya sekedar berperan sebagai pengawas dari tindakan direksi (pihak manajemen) namun jua berperan menjadi “patner” direksi (pihak manajemen) di pada proses pembuatan keputusan perusahaan.

Menurut (//www.posindonesia.co.id/news, jam 14:41, tgl 8 Februari 2007), Good Corporate Governance (GCG), merupakan suatu proses dan struktur yg digunakan buat meningkatkan keberhasilan bisnis, serta akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan/menaikkan nilai perusahaan (corporate value) dalam jangka panjang dengan memperhatikan kepentingan stakeholders berlandaskan peraturan perundang-undangan, moral serta etika.

Menurut (//www.bpkp.go.id/index, jam 14:46, tgl 8 Februari 2007) Secara generik kata good corporate governance adalah sistem pengendalian dan pengaturan perusahaan yang dapat dipandang dari prosedur hubungan antara banyak sekali pihak yang mengurus perusahaan (hard definition), juga dipandang dari "nilai-nilai" yang terkandung menurut prosedur pengelolaan itu sendiri (soft defnition).

Dapat disimpulkan bahwa Good Corporate Governance adalah seperangkat peraturan yg mengatur hubungan antara pemegang saham, pengelola perusahaan, pihak kreditor, pemerintah, karyawan serta pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau menggunakan kata lain suatu sistem yg mengatur dan mengendalikan perusahaan buat mencapai kinerja bisnis yang optimal.

Model Corporate Governance bagi BUMN
Menurut Ariyoto (pada Majalah Manajemen Usahawan, 2000, p.9), Dikenal ada 3 (tiga) model corporate governance, yaitu:
1. Principal agents contoh, atau dikenal dengan agency theory, dimana korporasi dikelola untuk menaruh win-win solution bagi pemegang saham sebagai pemilik pada satu pihak, serta manajer sebagai agen dilain pihak. Dalam contoh ini, diasumsikan bahwa kondisi corporate governance suatu perusahaan akan direfleksikan secara baik pada bentuk sentiman pasar.

2. The myopic Market Model, masih memfokuskan perhatian kepentingan- kepentingan pemegang saham dan manajer, dimana sentiment pasar lebih poly dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar corporate governance. Oleh karenanya, principals serta agent lebih berorientasi pad laba jangka pendek.

3. Stakeholder Model, yang memperhatikan kepentingan pihak-pihak yg terkait menggunakan korporasi secara luas. Artinya, pada mencapai tingkat pengembalian yg menguntungkan bagi pemegang saham, manajer wajib menampakan batasan-batasan yang muncul pada lingkungan dimana mereka beroperasi, diantaranya kasus etika serta moral, hukum, kebijakan pemerintah, lingkungan hayati, sosial, budaya, politik serta ekonomi.

Bagi BUMN, dimana kepemilikannya berkaitan dengan dana publik (yaitu pemerintah), dan sering dibebani misi-misi khusus diluar pencapaian keuntungan maka contoh corporate governance yg sempurna bagi BUMN adalah Stakeholder Model.

Prinsip Good Corporate Governance
Menurut YPPMI (2002, pp. 4-19) terdapat 13 prinsip mengenai Good Corporate Governance, yaitu:

Pemegang Saham
1. Hak Pemegang Saham
Hak pemegang saham harus dilindungi, agar pemegang saham dapat melaksanakannya menurut mekanisme yg sahih yg ditetapkan sang Perusahaan, sinkron sesuai menggunakan peraturan yg berlaku.

2. Rapat Umum Pemegang Saham
Setiap pemegang saham berhak memperoleh penjelasan lengkap serta informasi yang seksama tentang mekanisme yg harus dipenuhi berkenaan dengan penyelenggaraan RUPS supaya pemegang saham dapat berpartisipasi pada pengambilan keputusan tentang hal-hal yg menghipnotis keberadaan perusahaan serta pemegang saham.

3. Perlakuan yg setara terhadap para pemegang saham
Pemegang saham yang mempunyai saham dengan pembagian terstruktur mengenai yang sama harus diperlukan setara (equitable) menurut azas bahwa pemegang saham yg memiliki saham dengan klasifikasi yg sama memiliki kedudukan yg setara terhadap perusahaan.

4. Akuntabilitas pemegang saham
Pemegang saham yg memiliki kepentingan pengendalian pada dalam perusahaan harus menyadari tanggung jawab dalam ketika beliau memakai pengaruhnya atas manajemen perusahaan, baik dengan memakai hak bunyi mereka atau dengan cara lain . Campur tangan pada manajemen perusahaan yg melanggar hukum, wajib ditanggulangi dengan cara menaikkan keterbukaan perusahaan serta akuntabilitas manajemen perusahaan, serta pada akhirnya wajib diselesaikan melalui proses hukum yg berlaku. Pemegang saham minoritas pula memiliki tanggung jawab serupa, yakni mereka nir boleh menyalahgunakan hak mereka berdasarkan perundang- undangan yang berlaku.

5. Pengangkatan dan sistem penggajian dan anugerah tunjangan anggota Dewan Komisaris atau Dewan Direksi

Dalam suatu RUPS, pemegang saham harus memutuskan sistem tentang:
a. Pengangkatan anggota Dewan Komisaris serta Dewan Direksi, 
b. Penetapan gaji dan tunjangan anggota Dewan Komisaris dan Direksi perusahaan, serta 
c. Penilaian kerja mereka.

Dewan Komisaris
1. Fungsi Dewan Komisaris
Dewan komisaris bertanggung jawab dan berwenang mengawasi tindakan Direksi, dan memberika nasehat pada Direksi jika dipandang perlu oleh Dewan Komisaris. Untuk membantu Dewn Komisaris dalam yang telah dipengaruhi sang Dewan Komisaris, dapat memakai jasa profesional yang mandiri dan atau membentuk komite spesifik. Setiap anggota Dewan Komisaris wajib berwatak jujur dan memiliki pengalaman serta kecakapan yg diharapkan buat menjalankan tugasnya.

Setiap anggota Dewan Komisaris serta Dewan Komisaris selaku organ wajib melaksanakan tugas mereka dengan baik, demi kepentingan perusahaan, serta wajib pula memastikan bahwa Perseroan melaksanakan fungsi tanggung jawab sosialnya dan memperhatikan kepentingan berbagai pihak yg berkepentingan (stakeholders) terhadap perusahaan.

2. Komposisi Dewan Komisaris
Komposisi Dewan Komisaris wajib sedemikian rupa sebagai akibatnya memungkinkan pengambilan putusan yg efektif, sempurna, serta cepat dan dapat bertindak secara independen pada arti tidak mempunyai kepentingan yang bisa menggangu kemampuannya buat melaksanakan tugasnya secara mandiri dan kritis pada interaksi satu sama lain dan terhadap Direksi. Tergantung dari sifat khusus suatu perusahaan, seyogyanya paling sedikit 20% (dua puluh perseratus) menurut anggota Dewan Komisaris harus dari menurut kalangan di luar. Anggota yang berasal menurut kalangan pada luar itu wajib dari efek Direksi serta Pemegang Saham Pengendali.

Dewan Komisaris harus mematuhi Anggaran Dasar Perusahaan serta peraturan perundang-undangan yang berlaku pada melaksanakan tugasnya serta wajib mengawasi agar Direksi juga mematuhi Anggaran Dasar Perusahaan serta peraturan perundang-undangan berlaku. Anggota Dewan Komisaris juga perlu tahu Anggaran Dasar Perseroan dan perundang-undangan yang berkaitan menggunakan tugas dan wewenang Dewan Komisaris yg berlaku berdasarkan ketika ke ketika.

4. Rapat Dewan Komisaris
Rapat Dewan Komisaris harus diadakan secara terjadwal, yaitu pada prinsipnya sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan, tergantung sifat spesifik Perusahaan masing-masing. Dewan Komisaris wajib dapat tetapkan rapikan tertib rapat Dewan Komisaris dan mencantunmkannya dengan kentara dalam catatan kedap Dewan Komisaris dimana tata tertib tadi ditetapkan. Seorang Dewan Komisaris hanya dapat diwakili sang anggota Dewan Komisaris lainnya dalam suatu kedap Dewan Komisaris. Risalah kedap Dewan Komisaris wajib dibentuk buat setiap Rapat Dewan Komisaris. Dalam selebaran kedap tadi wajib dicantumkan pendapat yg berbeda (dissenting comment) menggunakan apa yang diputuskan pada Rapat Dewan Komisaris (jika ada). Setiap anggota Dewan Komisaris berhak menerima salinan risalah Rapat Dewan Komisaris, terlepas apakah pada Rapat Dewan Komisaris tadi.

Dalam jangka ketika 14 (empat belas) hari terhitung sejak lepas pengiriman selebaran kedap tadi, setiap anggota Dewan Komisaris yg hadir dan atau diwakili dalam Rapat Dewan Komisaris yg besangkutan harus membicarakan persetujuan atau keberatannya serta atau usul perbaikkanya, bila terdapat, atas apa yg tercantum pada Risalah Rapat Dewan Komisaris pada pimpinan Rapat Dewan Komisaris tadi.

Jika keberatan atau ada usul pemugaran tidak diterima dalamjangka saat tersebut, maka bisa disimpulkan bahwa memang nir terdapat keberatan dan atau perbaikkan terhadap risalah asli dari setiap Rapat Dewan Komisaris yg bersangkutan. Risalah orisinil menurut setiap Rapat Dewan Komisaris harus dijilid dalam perpaduan tahunan serta disimpan sang perseroan dan harus tersedia bila diminta oleh setiap anggota Dewan Komisaris serta Dewan Direksi.

5. Informasi dari Dewan Komisaris
Dewan Komisaris berhak memperoleh akses atas berita Perusahaan secara tepat saat serta lengkap. Berhubung Dewan Komisaris nir memiliki kewenangan buat mengurus perseroan, maka Direksi bertanggung jawab buat memastikan supaya informasi mengenai perusahaan diberikan kepada Dewan Komisaris secara sempurna ketika serta lengkap.

6. Hubungan usaha lain antara anggota Dewan Komisaris serta atau Direksi menggunakan Perseroan
Dalam Laporan Tahunan, Direksi wajib secara tegas mencantumkan bila terdapat hubungan bisnis antara anggota Dewan Komisaris serta atau Direksi menggunakan Perseroan dan penerangan tentang interaksi usaha tadi.

7. Larangan mengambil keuntungan eksklusif (“No Personal Gain”)
Anggota Dewan Komisaris dilarang mengambil laba pribadi menurut kegiatan Perseroan selain honor serta tunjangan yg diterimanya sebagai naggota Dewan Komisaris.

8. Sistem pengangkatan para eksekutif yg tidak menjabat menjadi anggota Direksi, penentuan honor dan tunjangan para eksekutif tadi serta penilaian kinerja mereka.

Dewan Komisaris wajib memilih suatu sistem yang transparan buat;
a. Pengangkatan para eksekutif
b. Penentuan gaji serta tunjangan para eksekutif tersebut, dan c. Evaluasi kinerja mereka.

9. Komite yang bisa dibentuk Dewan Komisaris
Dewan Komisaris wajib mempertimbangkan buat membentuk Komisaris yang anggotanya bersal menurut anggota Dewan Komisaris, guna menunjang aplikasi tugas Dewan Komisaris. Dewan yg dibentuk tersebut harus melaporkan aplikasi tugasnya termasuk rekomendasi yg berkaitan , bila ada, pada Dewan Komisaris. Pembentukkan Komite tadi serta output pelaksanaan tugasnya termasuk dalam Laporan Tahunan.

Beberapa Komite yang dapat dibentuk oleh Dewan Komisaris merupakan:

1. Komite Nominasi
Menyusun kriteria seleksi dan mekanisme nominasi bagi anggota Dewan Komisaris, Direksi serta para eksekutif lainnya di dalam Perseroan, membuat sistem penilaian serta memberikan rekomendasi mengenai jumlah anggota Dewan Komisaris dan Direksi Perseroan.

2. Komite Remunerasi
Menyusun sistem penggajian dan anugerah tunjangan dan rekomendasi tentang:
a. Penilaian terhadap sistem tersebut;
b. Opsi yang diberikan, antara lain opsi atas saham;
c. Sistem purna tugas; dan
d. Sistem kompensasi serta manfaat lainnya dalam hal pengurangan karyawan.

3. Komite Asuransi
Melakukan evaluasi dan secara terpola dan memberikan rekomendasi tentang jenis dan jumlah asuransi yang ditutup sang Perseroan.

4. Komite Audit.

Direksi
1. Peran Direksi
Direksi bertugas mengelola Perseroan. Direksi wajib mempertanggungjawabkan aplikasi tugasnya kepada pemegang saham melalui RUPS. Untuk membantu aplikasi tugasnya, sinkron dengan prosedur yang sudah ditetapkannya. Direksi bisa memakai jasa professional yang berdikari menjadi penasehat.

Setiap anggota Dewan Direksi haruslah yg berwatak baik serta berpengalaman buat jabatan yg didudukinya. Direksi harus melaksanakan tugansnya menggunakan baik demi kepentingan Perseroan serta Direksi wajib memastikan supaya Perseroan melaksanakan tanggung jawab sosialnya dan memperhatikan kepentingan dari banyak sekali pihak yg berkepentingan (stakeholder). Direksi harus senantiasa mengupayakan buat dipatuhinya pedoman ini.

2. Komposisi Direksi
Komposisi Direksi wajib sedemikian rupa memungkinkan pengambilan putusan yang efektif, sempurna serta cepat dan bisa bertindak secara independen pada arti nir memiliki kepentingan yg bisa mengganggu kemampuannya buat melaksanakan tugasnya secara berdikari serta kritis.

Tergantung dari sifat khusus suatu Perseroan, seyogyanya paling sedikit 20% (2 puluh perseratus) menurut jumlah anggota Direksi wajib asal berdasarkan kalangan di luar Perseroan. Anggota yang dari berdasarkan kalangan pada luar Perseroan itu harus bebas menurut pengaruh anggota Dewan Komisaris serta anggota Direksi lainnya dan Pemegang Saham Pengendali.

Dalam proses pencalonan dan pengangkatan Direksi berdasarkan kalangan di luar Perseroan wajib diupayakan supaya pendapat pemegang saham minoritas diperhatikan menjadi wujud perlindungan terhadap kepentingan pemegang saham minoritas serta pihak yang berkepentingan.

3. Kepatuhan pada Anggaran Dasar dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam melaksanakan tugasnya, Direksi harus mematuhi Anggaran Dasar Perseroan serta peraturan perundang-undangan yg berlaku. Oleh karenanya, setiap anggota Direksi harus memahami Anggaran Dasar

Perseroan serta perundang-undangan yg berlaku yang berkaitan dengan tugas dan kewengan Direksi yang berlaku berdasarkan saat ke waktu.

4. Larangan mengambil laba langsung (”No Personal Gain”)
Para anggota Direksi tidak boleh merogoh keuntungan eksklusif dari kegiatan perseroan selain honor , tunjangan serta kompensasi berbasis saham yang diterimanya menjadi anggota Direksi dari keputusan RUPS.

5. Rapat Direksi
Rapat Direksi wajib dilakukan secara bersiklus, yaitu sekurang- kurangnya sekali sebulan, tergantung menurut sifat khusus perseroan. Direksi wajib memutuskan tata tertib Rapat Direksi dan mencantunkannya dengan kentara pada risalah Rapat Direksi dimana rapikan tertib tadi ditetapkan. Risalah Rapat Direksi harus dibentuk buat setiap Rapat Direksi. Dalam risalah kedap tadi harus dicantumkan pendapat yang tidak sinkron (dissenting comments) menggunakan apa yang diputuskan dalam Rapat Direksi (apabila ada). Setiap anggota Direksi berhak mendapat salinan selebaran Rapat Direksi, terlepas apakah anggota Dewan Komisaris yg bersangkutan hadir atau tidak hadir pada Rapat Direksi tersebut.

Dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung semenjak tanggal pengiriman risalah kedap tadi, setiap anggota Direksi yg hadir dan atau diwakili pada Rapat Direksi yg bersangkutan harus menyampaikan persetujuan atau keberatannya dan atau ususl perbaikkannya, bila ada, atas apa yang tercantum dalam Risalah Rapat Direksi kepada pimpinan Rapat Direksi tersebut. Jika keberatan dan atau usaha pemugaran atas selebaran kedap nir diterima pada jangka ketika tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa memang tidak terdapat keberatan serta atau perbaikkan terhadap Risalah Rapat Direksi yg bersangkutan. Risalah asli dari setiap Rapat Direksi harus dijilid pada gugusan tahunan serta disimpan oleh Perseroan dan harus tersedia bila diminta sang setiap anggota Dewan Komisaris dan Direksi.

6. Pengawasan Internal
Direksi harus menetapkan suatu sistem pengawasan internal yang efektif buat mengamankan investasi serta asset Perseroan. Direksi juga harus menciptakan suatu sistem pengendalian liputan internal, menggunakan tujuan:
a. Mengamankan keterangan Perseroan yang penting, dan
b. Supaya kabar Perseroan dapat dengan cepat disampaikan kepada Sekretaris Perusahaan, apabila terdapat.

Pengawasan internal merupakan suatu proses yang bertujuan buat mencapai kepastian berkenaan dengan:
a. Kebenaran informasi keuangan
b. Efektifitas dan efisiensi proses pengelolaan Perseroan; dan
c. Kepatuhan dalam peraturan perundang-undangan yang terkait.

7. Peran Direksi dalam Akuntansi
Direksi harus memberitahukan Komite Audit jika Direksi memerlukan pendapat ke 2 (second opinion) tentang kasus akuntansi yg penting.

8. Penyelenggaraan daftar-daftar sang Direksi
Direksi harus menyelenggarkan dan menyimpan Daftar Pemengang Saham serta Daftar Khusus sesuai ketentuan perundang- undangan yang berlaku. Daftar Khusus harus disediakan pada kantor Perseroan. Pemegang Saham, anggota Dewan Komisaris, serta Direksi Perseroan berhak membaca daftar tersebut. Daftar tersebut masing- masing harus dijilid. Semua pencatatan dalam Daftar wajib ditandatangani sesuai Anggaran Dasar.

Sistem Audit
1. Eksternal Auditor
Eksternal Auditor harus ditunjuk sang RUPS menurut calon yg diajukan sang Dewan Komisaris menurut usul Komite Audit melalui Dewan Komisaris harus menyampaikan pada RUPS alasan pencalonan tersebut serta besarnya gaji serta tunjangan yang diusulkan buat Eksternal Auditor tersebut. Eksternal uditor tersebut harus bebas dari pengaruh Dewan Komisaris, Direksi dan pihak yang berkepentingan pada perseroan (stakeholders).

Perseroan harus menyediakan bagi Eksternal Auditor semua catatan akuntansi serta data penunjang yg dibutuhkan sehingga memungkinkan Eksternal Auditor menaruh pendapatnya tentang kewajaran, ketaat-azasan, serta kesesuaian laporan keuangan Perseroan dengan standar akuntansi keuangan Indonesia. Para Eksternal Auditor harus memberitahu Perseroan melalui Komite Audit mengenai kejadian pada Perseroan yg nir sesuai menggunakan peraturan perundang- undangan yang berlaku, (jika terdapat).

2. Komite Audit
Dewan Komisaris wajib membangun Komite Audit yg beranggotakan satu atau lebih anggota Dewan Komisaris. Dewan Komisaris bisa meminta kalangan luar menggunakan banyak sekali keahlian, pengalaman, dan kualitas lain yg diperlukan buat duduk menjadi anggota Komite Audit guna mencapai guna mencapai tujuan Komite Audit. Komite Audit harus bebas dari imbas Direksi, Eksternal Auditor dan dengan demikian hanya bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris.

Penggantian anggota Komite Audit harus mendapat persetujuan lebih dari 50% (5 puluh perseratus) jumlah anggota Dewan Komisaris. Tugas dan tanggung jawab Komite Audit wajib dirinci pada peraturan tersendiri. Tugas dan tanggung jawab Komite Audit, antara lain mencakup:
a. Mendorong terbentuknya struktur supervisi internal yg memadai.
b. Mempertinggi kualitas keterbukaan dan pelaopran keuangan.
c. Menyelidiki ruang lingkup serta ketepatan Eksternal audit, kewajaran biaya eksternal audit serta kemandirian serta obyektivitas Eksternal auditor.
d. Mempersiapkan surat (yg ditandatangani sang ketua Komite Audit) yg menguraikan tugas dan tanggung jawab Komite Audit selama tahun buku yg sedang diperiksa oleh eksternal auditor, surat tadi wajib disertakan pada laporan tahunan yang disampaikan kepada pemegang saham Komite Audit wajib mempunyai fasilitas dan wewenang yg relatif buat bisa melaksanakan tugas serta tanggung jawabnya.

3. Informasi
Dewan Komisaris serta Direksi wajib memastikan bahwa eksternal auditor, juga internal auditor dan Komite Audit mempunyai akses kabar tentang Perseroan yg perlu buat melaksanakan tugas audit mereka.

4. Kerahasian
Kecuali diisyaratkan oleh peraturan perundang-undangan yg berlaku, baik eksternal auditor dan internal auditor juga Komite Audit wajib merahasiakan warta yang diperoleh sewaktu melaksanakan tugasnya.

5. Peraturan Audit
RUPS harus memutuskan peraturan internal yang bersifat mengikat dan mengatur aneka macam aspek audit termasuk kualifikasi, hak serta kewajiban, tanggung jawab dan kegiatan Ekternal auditor serta Internal auditor.

Sekretaris Perusahaan
1. Fungsi Sekretaris Perusahaan
Dengan memperhatikan sifat spesifik masing-masing perusahaan, dalam dasarnya Direksi dianjurkan supaya mengangkat seseorang Sekretaris Perusahaan yang bertindak sebagai pejabat penghubung serta bisa ditugaskan sang Direksi buat menatausahakan dan menyimpan dokumen perseroan tetapi nir terbatas, Daftar Pemegang Saham, Daftar Khusus Perseroan serta risalah rapat Direksi Maupun RUPS.

2. Kualifikasi
Sekretaris Perusahaan harus memiliki kualifikasi akademis yg memadai agar dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawab dengan baik. Fungsi Sekretaris Perusahaan dapat dijalankan sang seorang anggota Direksi Perusahaan.

3. Akuntabilitas
Sekretaris Perusahaan bertanggung jawab pada Direksi perseroan.

4. Peran Sekretaris Perusahaan dalam Pengungkapan hal-hal tertentu
Sekretaris Perusahaan wajib memastikan bahwa perseroan mematuhi peraturan mengenai persyaratan keterbukaan yg berlaku. Sekretaris Perusahaan wajib menaruh liputan yang berkaitan menggunakan tugasnya pada Direksi secara terjadwal pada Dewan Komisaris jika diminta Dewan Komisaris

Pihak-pihak Yang Berkepentingan (Stakeholder)
1. Hak Pihak Yang Berkepentingan
Hak Pihak yg berkepentingan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta atau kontrak yg dibentuk oleh perseroan menggunakan karyawan, pelanggan, pemasok, serta kreditur juga masyarakat lebih kurang tempat uasaha Perseroan, dan pihak yg berkepentingan lainnya, wajib dihormati perseroan. Selanjutnya pada Pihak Yang Berkepentingan diupayakan suatu cara yang memadai untuk memulihkan hak mereka jika terbukti terjadi pelanggaran terhadap hak mereka.

2. Keiikutsertaan pihak yg berkepentingan dalam pemantauan atau pemenuhan peraturan perundang-undangan oleh Direksi.
Pihak yang berkepentingan diberi kesempatan buat mematuhi pemenuhan peraturan perundang-undangan yang berlaku sang Direksi dan membicarakan masukan tentang hal tersebut pada Direksi. Sedangkan Perseroan wajib menaruh kepada pihak yg berkepentingan kabar terkait yg diperlukan buat melindungi hak mereka. Perseroan akan bekerjasama menggunakan pihak yang berkepentingan demi kepentingan beserta.

Keterbukaan
1. Keterbukaan yang sempurna saat serta akurat
Perseroan wajib mengungkapkan informasi krusial dalam Laporan Tahunan dan Laporan Perseroan kepada pemegang saham, dan instansi Pemerintah yang terkait sinkron dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku secara tepat saat, akurat, jelas dan secara obyektif.

2. Hal-hal penting pada pengambilan keputusan
Selain berdasarkan yang tercantum dalam Laporan Tahunan serta Laporan Keuangan sebagaimana diisyaratkan sang peraturan perundang- undangan yg berlaku, perseroan wajib merogoh inisiatif buat membicarakan nir hanya perkara yg diisyarkatkan oleh peraturan perundang-undangan tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemodal, pemegang saham, kreditur, serta pihak yang berkepentingan lainnya.

3. Pengungkapan atas kepatuhan terhadap pedoman
Perseroan wajib secara aktif menyampaikan bagaimana persroan sudah menerapkan prinsip Good Corporate Governance yang dimuat dalam Pedoman ini dan adanya penyimpangan berdasarkan serta atau ketidakpatuhan terhadap prinsip tadi, termasuk karena. Hal ini wajib mencakup pernyataan tentang corporate governance yang khususnya dihadapi sang perseroan sehingga pemodal bisa memahami bagaimana suatu perseroan eksklusif menghadapi kasus tersebut.

4. Pengungkapan keterangan yang bisa mensugesti harga
Perseroan wajib memastikan bahwa seluruh keterangan yg bisa menghipnotis harga saham perseroan serta atau suatu produk perseroan dirahasiakan sampai pengumuman tentang harga tadi dilakukan kepada warga . Namun, apabila kerahasiaan tidak bisa dipertahankan sampai transaksi atau hal yang bersangkutan terjadi, suatu pengumuman peringatan mungkin diharapkan buat mencegah terciptanya warta yang menyesatkan, menggunakan memperhatikan peraturan perundang-undangan yg berlaku.

Kerahasiaan
Anggota Dewan Komisaris dan Direksi yang mempunyai saham dalam perseroan dan setiap ”orang dalam” (sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar kapital yg berlaku), dihentikan menyalahgunakan kabar krusial yg berkaitan dengan Perseroan. Informasi sehubungan dengan planning pengambilaalihan, penggabungan bisnis serta pembelian pulang saham dalam biasanya dipercaya menjadi ”liputan orang pada”. Anggota Dewan Komisaris, Direksi serta para eksekutif perseroan yang bersangkutan dalam aplikasi planning tersebut, wajib memberlakukan seluruh pemegang saham secara adil.

PENGERTIAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE MENURUT PARA AHLI

Pengertian Good Corporate Governance Menurut Para Ahli
Menurut YYPMI (2002, p.21), Good Corporate Governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur interaksi antara pemegang saham, pengelola perusahaan, pihak kreditor, pemerintah, karyawan serta pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yg berkaitan menggunakan hak- hak dan kewajiban mereka, atau menggunakan istilah lain suatu sistem yang mengatur serta mengendalikan perusahaan.

Menurut Supriyatno (2000, p.17), The Indonesian Institute For Corporate Governance mendefinisikan Good Corporate Governance menjadi proses serta struktur yg diterapkan dalam menjalankan perusahaan menggunakan tujuan primer meningkatkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang, menggunakan tetap memperhatikan kepentingan stockholders yg lain.

Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) mendefinisikan corporate governance sebagai berikut: “Corporate governance is the system by wich business corporations are directed and controlled. The corporate governance structure specifies the distribution rights and responsibilities among different participants in the corporation, such as the board, the mangers, shareholders and other stakeholders, and spell out rules and procedure for making decisions on corporate affairs. By doing this, it also provides the structure through which the company objectives are set, and the means of attaining those objectives and monitoring performance”. Sesuai dengan definisi di atas, menurut OECD corporate governance merupakan system yg dipergunakan buat mengarahkan serta mengendalikan aktivitas bisnis perusahaan. Corporate governance mengatur pembagian tugas, hak serta kewajiban mereka yg berkepentingan terhadap kehidupan perusahaan, termasuk pemegang saham, Dewan Pengurus, para manajer, dan seluruh anggota the stakeholders non-pemegang saham.

Sedangkan Siswanto Sutojo dan E John Aldrige (2005, p.tiga), The Australian Stock Exchange (ASX) mendefinisikan “corporate governance menjadi berikut: “Corporate governance is the system by which companies are directed and managed. It influences how the objectives of the company set and achieved, how risk is monitored and assessed, and how performances is optimized”. Sesuai menggunakan definisi di atas, ASX mengartikan Corporate Governance menjadi sistem yang digunakan buat mengarahkan serta mengelola aktivitas perusahaan. Sistem tersebut mempunyai dampak akbar tadi. Corporate governance pula memiliki impak pada upaya mencapai kinerja bisnis yang optimal dan analisis dan pengendalian resiko bisnis yang dihadapi perusahaan. 

Menurut Sofyan Djalil (2005, p.4), Jill Solomon dan Aris pada kitab “Corporate Governance and Accountability” ke 2 pakar manajemen tersebut mendefinikan corporate governance menjadi system yang mengatur hunbungan antara perusahaan menggunakan pemegang saham. Corporate Governance jua mengatur interaksi serta pertanggung jawab atau akuntabilitas perusahaan pada anggota stakeholders non-pemegang saham. Sedangkan Malaysian High Level Finance Commite on Good Corporate Governance mendefinisikan Good Corporate Governance sebagai suatu proses serta struktur yang digunakan buat mengarahkan serta mengelola usaha dan urusan-urusan perusahaan pada rangka meningkatkan kemakmuran usaha dan akuntabilitas perusahaan menggunakan tujuan utama mewujudkan nilai pemegang saham pada jangka panjang menggunakan permanen memperhatikan kepentingan stakeholders yg lain.

Menurut Sutedi (2006, p.175), Corporate Governance dapat dedifinisikan sebagai “Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta pemegang kepentingan intern serta ekstern lainnya yang berkaitan menggunakan hak-hak serta kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur serta mengendalikan perusahaan”. Suatu tata hubungan antara para stakeholders yang digunakan untuk menentukkan serta mengendalikan arah taktik dan kinerja perusahaan.

Menurut Herwidyatmo (dalam Majalah Manajemen Ushawan, 2000, p.69), menegaskan bahwa dalam pada dasarnya ”corporate governance” tidak berbicara tentang kekuasaan, melainkan berkaitan menggunakan upaya pencarian cara-cara yg dapat menjamin keputusan-keputusan dibuat secara efektif. Agar proses pembuatan keputusan perusahaan bisa berlangsung yang efektif, maka diperlukan interaksi yang kolaboratif diantara pihak manajemen dengan dewan komisaris (board of director). Dala hal ini, dewan komisaris (board of director) nir hanya sekedar berperan menjadi pengawas dari tindakan direksi (pihak manajemen) namun juga berperan menjadi “patner” direksi (pihak manajemen) di dalam proses pembuatan keputusan perusahaan.

Menurut (//www.posindonesia.co.id/news, jam 14:41, tgl 8 Februari 2007), Good Corporate Governance (GCG), merupakan suatu proses serta struktur yang dipakai buat menaikkan keberhasilan bisnis, dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan/mempertinggi nilai perusahaan (corporate value) pada jangka panjang menggunakan memperhatikan kepentingan stakeholders berlandaskan peraturan perundang-undangan, moral serta etika.

Menurut (//www.bpkp.go.id/index, jam 14:46, tgl 8 Februari 2007) Secara umum istilah good corporate governance merupakan sistem pengendalian dan pengaturan perusahaan yg dapat dicermati menurut prosedur interaksi antara berbagai pihak yang mengurus perusahaan (hard definition), maupun ditinjau berdasarkan "nilai-nilai" yang terkandung berdasarkan mekanisme pengelolaan itu sendiri (soft defnition).

Dapat disimpulkan bahwa Good Corporate Governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengelola perusahaan, pihak kreditor, pemerintah, karyawan dan pemegang kepentingan intern serta ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yg mengatur dan mengendalikan perusahaan buat mencapai kinerja usaha yg optimal.

Model Corporate Governance bagi BUMN
Menurut Ariyoto (pada Majalah Manajemen Usahawan, 2000, p.9), Dikenal terdapat 3 (3) contoh corporate governance, yaitu:
1. Principal agents contoh, atau dikenal menggunakan agency theory, dimana korporasi dikelola buat menaruh win-win solution bagi pemegang saham menjadi pemilik pada satu pihak, dan manajer sebagai agen dilain pihak. Dalam model ini, diasumsikan bahwa kondisi corporate governance suatu perusahaan akan direfleksikan secara baik dalam bentuk sentiman pasar.

2. The myopic Market Model, masih memfokuskan perhatian kepentingan- kepentingan pemegang saham dan manajer, dimana sentiment pasar lebih poly ditentukan oleh faktor-faktor lain diluar corporate governance. Oleh karena itu, principals dan agent lebih berorientasi pad keuntungan jangka pendek.

3. Stakeholder Model, yg memperhatikan kepentingan pihak-pihak yg terkait dengan korporasi secara luas. Artinya, dalam mencapai taraf pengembalian yg menguntungkan bagi pemegang saham, manajer harus memberitahuakn batasan-batasan yg muncul pada lingkungan dimana mereka beroperasi, diantaranya kasus etika dan moral, aturan, kebijakan pemerintah, lingkungan hayati, sosial, budaya, politik dan ekonomi.

Bagi BUMN, dimana kepemilikannya berkaitan menggunakan dana publik (yaitu pemerintah), serta seringkali dibebani misi-misi khusus diluar pencapaian laba maka model corporate governance yang sempurna bagi BUMN adalah Stakeholder Model.

Prinsip Good Corporate Governance
Menurut YPPMI (2002, pp. 4-19) ada 13 prinsip mengenai Good Corporate Governance, yaitu:

Pemegang Saham
1. Hak Pemegang Saham
Hak pemegang saham wajib dilindungi, supaya pemegang saham dapat melaksanakannya menurut mekanisme yang benar yg ditetapkan oleh Perusahaan, sinkron sinkron dengan peraturan yg berlaku.

2. Rapat Umum Pemegang Saham
Setiap pemegang saham berhak memperoleh penerangan lengkap serta keterangan yang seksama mengenai prosedur yang wajib dipenuhi berkenaan dengan penyelenggaraan RUPS supaya pemegang saham bisa berpartisipasi dalam pengambilan keputusan tentang hal-hal yg mensugesti eksistensi perusahaan dan pemegang saham.

3. Perlakuan yg setara terhadap para pemegang saham
Pemegang saham yang memiliki saham dengan pembagian terstruktur mengenai yang sama harus diharapkan setara (equitable) dari azas bahwa pemegang saham yang mempunyai saham menggunakan klasifikasi yg sama memiliki kedudukan yang setara terhadap perusahaan.

4. Akuntabilitas pemegang saham
Pemegang saham yg mempunyai kepentingan pengendalian pada pada perusahaan wajib menyadari tanggung jawab pada waktu ia menggunakan pengaruhnya atas manajemen perusahaan, baik dengan menggunakan hak bunyi mereka atau menggunakan alternatif. Campur tangan pada manajemen perusahaan yg melanggar aturan, harus ditanggulangi dengan cara mempertinggi keterbukaan perusahaan serta akuntabilitas manajemen perusahaan, dan dalam akhirnya wajib diselesaikan melalui proses hukum yang berlaku. Pemegang saham minoritas jua memiliki tanggung jawab serupa, yakni mereka nir boleh menyalahgunakan hak mereka menurut perundang- undangan yg berlaku.

5. Pengangkatan dan sistem penggajian dan pemberian tunjangan anggota Dewan Komisaris atau Dewan Direksi

Dalam suatu RUPS, pemegang saham wajib memutuskan sistem tentang:
a. Pengangkatan anggota Dewan Komisaris dan Dewan Direksi, 
b. Penetapan gaji dan tunjangan anggota Dewan Komisaris dan Direksi perusahaan, dan 
c. Evaluasi kerja mereka.

Dewan Komisaris
1. Fungsi Dewan Komisaris
Dewan komisaris bertanggung jawab dan berwenang mengawasi tindakan Direksi, serta memberika nasehat pada Direksi apabila dipandang perlu oleh Dewan Komisaris. Untuk membantu Dewn Komisaris pada yang telah dipengaruhi sang Dewan Komisaris, dapat menggunakan jasa profesional yang berdikari dan atau membangun komite khusus. Setiap anggota Dewan Komisaris harus berwatak amanah serta memiliki pengalaman dan kecakapan yang diperlukan buat menjalankan tugasnya.

Setiap anggota Dewan Komisaris serta Dewan Komisaris selaku organ harus melaksanakan tugas mereka dengan baik, demi kepentingan perusahaan, dan harus jua memastikan bahwa Perseroan melaksanakan fungsi tanggung jawab sosialnya serta memperhatikan kepentingan banyak sekali pihak yg berkepentingan (stakeholders) terhadap perusahaan.

2. Komposisi Dewan Komisaris
Komposisi Dewan Komisaris wajib sedemikian rupa sebagai akibatnya memungkinkan pengambilan putusan yang efektif, sempurna, serta cepat serta bisa bertindak secara independen pada arti tidak mempunyai kepentingan yang dapat menggangu kemampuannya buat melaksanakan tugasnya secara berdikari dan kritis pada interaksi satu sama lain dan terhadap Direksi. Tergantung dari sifat khusus suatu perusahaan, seyogyanya paling sedikit 20% (dua puluh perseratus) berdasarkan anggota Dewan Komisaris wajib dari berdasarkan kalangan pada luar. Anggota yg berasal dari kalangan di luar itu wajib berdasarkan dampak Direksi serta Pemegang Saham Pengendali.

Dewan Komisaris wajib mematuhi Anggaran Dasar Perusahaan serta peraturan perundang-undangan yg berlaku pada melaksanakan tugasnya dan harus mengawasi supaya Direksi jua mematuhi Anggaran Dasar Perusahaan dan peraturan perundang-undangan berlaku. Anggota Dewan Komisaris juga perlu tahu Anggaran Dasar Perseroan dan perundang-undangan yang berkaitan dengan tugas serta wewenang Dewan Komisaris yang berlaku menurut saat ke saat.

4. Rapat Dewan Komisaris
Rapat Dewan Komisaris harus diadakan secara terencana, yaitu pada prinsipnya sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan, tergantung sifat spesifik Perusahaan masing-masing. Dewan Komisaris wajib dapat tetapkan tata tertib kedap Dewan Komisaris serta mencantunmkannya menggunakan jelas pada catatan kedap Dewan Komisaris dimana tata tertib tersebut ditetapkan. Seorang Dewan Komisaris hanya bisa diwakili oleh anggota Dewan Komisaris lainnya pada suatu rapat Dewan Komisaris. Risalah rapat Dewan Komisaris wajib dibuat untuk setiap Rapat Dewan Komisaris. Dalam selebaran kedap tadi wajib dicantumkan pendapat yg berbeda (dissenting comment) dengan apa yang diputuskan dalam Rapat Dewan Komisaris (jika terdapat). Setiap anggota Dewan Komisaris berhak mendapat salinan risalah Rapat Dewan Komisaris, terlepas apakah dalam Rapat Dewan Komisaris tersebut.

Dalam jangka ketika 14 (empat belas) hari terhitung semenjak tanggal pengiriman risalah rapat tadi, setiap anggota Dewan Komisaris yang hadir serta atau diwakili pada Rapat Dewan Komisaris yg besangkutan harus membicarakan persetujuan atau keberatannya serta atau usul perbaikkanya, apabila ada, atas apa yang tercantum dalam Risalah Rapat Dewan Komisaris kepada pimpinan Rapat Dewan Komisaris tadi.

Jika keberatan atau ada usul perbaikan nir diterima dalamjangka saat tersebut, maka bisa disimpulkan bahwa memang tidak ada keberatan dan atau perbaikkan terhadap selebaran orisinil menurut setiap Rapat Dewan Komisaris yang bersangkutan. Risalah asli berdasarkan setiap Rapat Dewan Komisaris wajib dijilid dalam formasi tahunan serta disimpan sang perseroan dan wajib tersedia bila diminta oleh setiap anggota Dewan Komisaris dan Dewan Direksi.

5. Informasi berdasarkan Dewan Komisaris
Dewan Komisaris berhak memperoleh akses atas warta Perusahaan secara sempurna saat dan lengkap. Berhubung Dewan Komisaris tidak mempunyai kewenangan buat mengurus perseroan, maka Direksi bertanggung jawab buat memastikan supaya warta tentang perusahaan diberikan kepada Dewan Komisaris secara tepat waktu serta lengkap.

6. Hubungan bisnis lain antara anggota Dewan Komisaris serta atau Direksi dengan Perseroan
Dalam Laporan Tahunan, Direksi wajib secara tegas mencantumkan apabila terdapat interaksi usaha antara anggota Dewan Komisaris dan atau Direksi dengan Perseroan serta penjelasan tentang interaksi usaha tadi.

7. Larangan merogoh keuntungan eksklusif (“No Personal Gain”)
Anggota Dewan Komisaris dilarang merogoh laba langsung berdasarkan aktivitas Perseroan selain gaji serta tunjangan yg diterimanya sebagai naggota Dewan Komisaris.

8. Sistem pengangkatan para eksekutif yang nir menjabat menjadi anggota Direksi, penentuan honor dan tunjangan para eksekutif tersebut dan penilaian kinerja mereka.

Dewan Komisaris wajib memilih suatu sistem yg transparan buat;
a. Pengangkatan para eksekutif
b. Penentuan honor dan tunjangan para eksekutif tersebut, serta c. Penilaian kinerja mereka.

9. Komite yg dapat dibuat Dewan Komisaris
Dewan Komisaris harus mempertimbangkan untuk menciptakan Komisaris yang anggotanya bersal dari anggota Dewan Komisaris, guna menunjang aplikasi tugas Dewan Komisaris. Dewan yg dibentuk tersebut harus melaporkan aplikasi tugasnya termasuk rekomendasi yg berkaitan , apabila terdapat, kepada Dewan Komisaris. Pembentukkan Komite tadi dan output aplikasi tugasnya termasuk pada Laporan Tahunan.

Beberapa Komite yang dapat dibentuk oleh Dewan Komisaris adalah:

1. Komite Nominasi
Menyusun kriteria seleksi serta mekanisme nominasi bagi anggota Dewan Komisaris, Direksi serta para eksekutif lainnya pada dalam Perseroan, menciptakan sistem evaluasi serta menaruh rekomendasi mengenai jumlah anggota Dewan Komisaris dan Direksi Perseroan.

2. Komite Remunerasi
Menyusun sistem penggajian dan pemberian tunjangan serta rekomendasi mengenai:
a. Evaluasi terhadap sistem tadi;
b. Opsi yang diberikan, antara lain opsi atas saham;
c. Sistem purna tugas; dan
d. Sistem kompensasi dan manfaat lainnya dalam hal pengurangan karyawan.

3. Komite Asuransi
Melakukan evaluasi serta secara terjadwal dan memberikan rekomendasi mengenai jenis dan jumlah asuransi yg ditutup oleh Perseroan.

4. Komite Audit.

Direksi
1. Peran Direksi
Direksi bertugas mengelola Perseroan. Direksi harus mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada pemegang saham melalui RUPS. Untuk membantu aplikasi tugasnya, sesuai dengan mekanisme yg sudah ditetapkannya. Direksi bisa menggunakan jasa professional yg mandiri menjadi penasehat.

Setiap anggota Dewan Direksi haruslah yg berwatak baik dan berpengalaman buat jabatan yg didudukinya. Direksi harus melaksanakan tugansnya dengan baik demi kepentingan Perseroan serta Direksi harus memastikan agar Perseroan melaksanakan tanggung jawab sosialnya serta memperhatikan kepentingan berdasarkan banyak sekali pihak yg berkepentingan (stakeholder). Direksi harus senantiasa mengupayakan untuk dipatuhinya panduan ini.

2. Komposisi Direksi
Komposisi Direksi harus sedemikian rupa memungkinkan pengambilan putusan yang efektif, sempurna serta cepat serta bisa bertindak secara independen dalam arti nir memiliki kepentingan yg bisa mengganggu kemampuannya buat melaksanakan tugasnya secara berdikari dan kritis.

Tergantung dari sifat khusus suatu Perseroan, seyogyanya paling sedikit 20% (2 puluh perseratus) berdasarkan jumlah anggota Direksi harus dari menurut kalangan pada luar Perseroan. Anggota yg dari berdasarkan kalangan pada luar Perseroan itu harus bebas dari pengaruh anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi lainnya serta Pemegang Saham Pengendali.

Dalam proses pencalonan dan pengangkatan Direksi menurut kalangan di luar Perseroan harus diupayakan agar pendapat pemegang saham minoritas diperhatikan sebagai wujud perlindungan terhadap kepentingan pemegang saham minoritas serta pihak yang berkepentingan.

3. Kepatuhan dalam Anggaran Dasar dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam melaksanakan tugasnya, Direksi harus mematuhi Anggaran Dasar Perseroan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, setiap anggota Direksi wajib memahami Anggaran Dasar

Perseroan dan perundang-undangan yang berlaku yg berkaitan menggunakan tugas serta kewengan Direksi yg berlaku dari waktu ke ketika.

4. Larangan mengambil laba pribadi (”No Personal Gain”)
Para anggota Direksi dilarang merogoh keuntungan eksklusif berdasarkan aktivitas perseroan selain honor , tunjangan dan kompensasi berbasis saham yang diterimanya menjadi anggota Direksi menurut keputusan RUPS.

5. Rapat Direksi
Rapat Direksi wajib dilakukan secara bersiklus, yaitu sekurang- kurangnya sekali sebulan, tergantung berdasarkan sifat spesifik perseroan. Direksi wajib menetapkan tata tertib Rapat Direksi serta mencantunkannya dengan kentara pada selebaran Rapat Direksi dimana rapikan tertib tersebut ditetapkan. Risalah Rapat Direksi wajib dibuat buat setiap Rapat Direksi. Dalam risalah rapat tersebut harus dicantumkan pendapat yang tidak sama (dissenting comments) menggunakan apa yg diputuskan pada Rapat Direksi (jika ada). Setiap anggota Direksi berhak mendapat salinan risalah Rapat Direksi, terlepas apakah anggota Dewan Komisaris yang bersangkutan hadir atau nir hadir pada Rapat Direksi tadi.

Dalam jangka ketika 14 (empat belas) hari terhitung sejak lepas pengiriman risalah rapat tadi, setiap anggota Direksi yg hadir serta atau diwakili dalam Rapat Direksi yg bersangkutan harus menyampaikan persetujuan atau keberatannya serta atau ususl perbaikkannya, bila ada, atas apa yg tercantum pada Risalah Rapat Direksi pada pimpinan Rapat Direksi tersebut. Apabila keberatan serta atau usaha perbaikan atas risalah kedap nir diterima pada jangka ketika tadi, maka bisa disimpulkan bahwa memang tidak ada keberatan dan atau perbaikkan terhadap Risalah Rapat Direksi yg bersangkutan. Risalah asli menurut setiap Rapat Direksi wajib dijilid pada formasi tahunan dan disimpan oleh Perseroan dan wajib tersedia jika diminta oleh setiap anggota Dewan Komisaris dan Direksi.

6. Pengawasan Internal
Direksi wajib tetapkan suatu sistem supervisi internal yg efektif buat mengamankan investasi serta asset Perseroan. Direksi jua wajib membuat suatu sistem pengendalian warta internal, dengan tujuan:
a. Mengamankan liputan Perseroan yg krusial, dan
b. Supaya informasi Perseroan dapat dengan cepat disampaikan pada Sekretaris Perusahaan, apabila ada.

Pengawasan internal merupakan suatu proses yang bertujuan buat mencapai kepastian berkenaan menggunakan:
a. Kebenaran informasi keuangan
b. Efektifitas serta efisiensi proses pengelolaan Perseroan; dan
c. Kepatuhan pada peraturan perundang-undangan yg terkait.

7. Peran Direksi dalam Akuntansi
Direksi harus memberitahukan Komite Audit bila Direksi memerlukan pendapat kedua (second opinion) mengenai perkara akuntansi yang penting.

8. Penyelenggaraan daftar-daftar sang Direksi
Direksi harus menyelenggarkan dan menyimpan Daftar Pemengang Saham dan Daftar Khusus sinkron ketentuan perundang- undangan yg berlaku. Daftar Khusus wajib disediakan di kantor Perseroan. Pemegang Saham, anggota Dewan Komisaris, dan Direksi Perseroan berhak membaca daftar tadi. Daftar tersebut masing- masing harus dijilid. Semua pencatatan pada Daftar harus ditandatangani sinkron Anggaran Dasar.

Sistem Audit
1. Eksternal Auditor
Eksternal Auditor wajib ditunjuk oleh RUPS dari calon yang diajukan oleh Dewan Komisaris dari usul Komite Audit melalui Dewan Komisaris harus membicarakan pada RUPS alasan pencalonan tersebut serta besarnya honor serta tunjangan yg diusulkan buat Eksternal Auditor tersebut. Eksternal uditor tadi wajib bebas dari impak Dewan Komisaris, Direksi serta pihak yang berkepentingan di perseroan (stakeholders).

Perseroan harus menyediakan bagi Eksternal Auditor seluruh catatan akuntansi serta data penunjang yg diperlukan sehingga memungkinkan Eksternal Auditor menaruh pendapatnya mengenai kewajaran, ketaat-azasan, dan kesesuaian laporan keuangan Perseroan dengan baku akuntansi keuangan Indonesia. Para Eksternal Auditor harus memberitahu Perseroan melalui Komite Audit mengenai peristiwa pada Perseroan yang nir sinkron menggunakan peraturan perundang- undangan yg berlaku, (jika terdapat).

2. Komite Audit
Dewan Komisaris wajib membangun Komite Audit yang beranggotakan satu atau lebih anggota Dewan Komisaris. Dewan Komisaris bisa meminta kalangan luar dengan berbagai keahlian, pengalaman, dan kualitas lain yg diharapkan buat duduk sebagai anggota Komite Audit guna mencapai guna mencapai tujuan Komite Audit. Komite Audit harus bebas dari efek Direksi, Eksternal Auditor serta menggunakan demikian hanya bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris.

Penggantian anggota Komite Audit wajib menerima persetujuan lebih menurut 50% (lima puluh perseratus) jumlah anggota Dewan Komisaris. Tugas serta tanggung jawab Komite Audit harus dirinci pada peraturan tersendiri. Tugas serta tanggung jawab Komite Audit, diantaranya mencakup:
a. Mendorong terbentuknya struktur pengawasan internal yg memadai.
b. Menaikkan kualitas keterbukaan serta pelaopran keuangan.
c. Mempelajari ruang lingkup dan ketepatan Eksternal audit, kewajaran porto eksternal audit dan kemandirian serta obyektivitas Eksternal auditor.
d. Mempersiapkan surat (yang ditandatangani sang kepala Komite Audit) yg menguraikan tugas dan tanggung jawab Komite Audit selama tahun buku yg sedang diperiksa sang eksternal auditor, surat tadi wajib disertakan pada laporan tahunan yang disampaikan kepada pemegang saham Komite Audit harus mempunyai fasilitas dan wewenang yang cukup buat bisa melaksanakan tugas serta tanggung jawabnya.

3. Informasi
Dewan Komisaris serta Direksi harus memastikan bahwa eksternal auditor, maupun internal auditor dan Komite Audit memiliki akses fakta mengenai Perseroan yang perlu untuk melaksanakan tugas audit mereka.

4. Kerahasian
Kecuali diisyaratkan sang peraturan perundang-undangan yg berlaku, baik eksternal auditor dan internal auditor juga Komite Audit harus merahasiakan kabar yg diperoleh sewaktu melaksanakan tugasnya.

5. Peraturan Audit
RUPS harus tetapkan peraturan internal yg bersifat mengikat dan mengatur aneka macam aspek audit termasuk kualifikasi, hak serta kewajiban, tanggung jawab dan kegiatan Ekternal auditor serta Internal auditor.

Sekretaris Perusahaan
1. Fungsi Sekretaris Perusahaan
Dengan memperhatikan sifat spesifik masing-masing perusahaan, pada dasarnya Direksi dianjurkan supaya mengangkat seorang Sekretaris Perusahaan yg bertindak sebagai pejabat penghubung serta dapat ditugaskan oleh Direksi buat menatausahakan dan menyimpan dokumen perseroan tetapi nir terbatas, Daftar Pemegang Saham, Daftar Khusus Perseroan serta risalah rapat Direksi Maupun RUPS.

2. Kualifikasi
Sekretaris Perusahaan harus mempunyai kualifikasi akademis yg memadai agar bisa melaksanakan tugas dan tanggung jawab menggunakan baik. Fungsi Sekretaris Perusahaan dapat dijalankan oleh seorang anggota Direksi Perusahaan.

3. Akuntabilitas
Sekretaris Perusahaan bertanggung jawab pada Direksi perseroan.

4. Peran Sekretaris Perusahaan dalam Pengungkapan hal-hal tertentu
Sekretaris Perusahaan wajib memastikan bahwa perseroan mematuhi peraturan mengenai persyaratan keterbukaan yang berlaku. Sekretaris Perusahaan wajib memberikan berita yg berkaitan menggunakan tugasnya pada Direksi secara terjadwal kepada Dewan Komisaris apabila diminta Dewan Komisaris

Pihak-pihak Yang Berkepentingan (Stakeholder)
1. Hak Pihak Yang Berkepentingan
Hak Pihak yg berkepentingan dari peraturan perundang-undangan yg berlaku dan atau kontrak yang dibentuk sang perseroan menggunakan karyawan, pelanggan, pemasok, dan kreditur juga masyarakat lebih kurang loka uasaha Perseroan, dan pihak yg berkepentingan lainnya, harus dihormati perseroan. Selanjutnya pada Pihak Yang Berkepentingan diupayakan suatu cara yang memadai buat memulihkan hak mereka bila terbukti terjadi pelanggaran terhadap hak mereka.

2. Keiikutsertaan pihak yang berkepentingan pada pemantauan atau pemenuhan peraturan perundang-undangan sang Direksi.
Pihak yang berkepentingan diberi kesempatan buat mematuhi pemenuhan peraturan perundang-undangan yang berlaku sang Direksi serta membicarakan masukan mengenai hal tersebut kepada Direksi. Sedangkan Perseroan wajib memberikan kepada pihak yg berkepentingan liputan terkait yg diharapkan untuk melindungi hak mereka. Perseroan akan berhubungan dengan pihak yang berkepentingan demi kepentingan beserta.

Keterbukaan
1. Keterbukaan yang tepat waktu serta akurat
Perseroan wajib mengungkapkan liputan krusial pada Laporan Tahunan serta Laporan Perseroan kepada pemegang saham, serta instansi Pemerintah yang terkait sesuai dengan peraturan perundang- undangan yg berlaku secara sempurna waktu, akurat, kentara serta secara obyektif.

2. Hal-hal krusial pada pengambilan keputusan
Selain berdasarkan yang tercantum pada Laporan Tahunan serta Laporan Keuangan sebagaimana diisyaratkan sang peraturan perundang- undangan yang berlaku, perseroan harus merogoh inisiatif buat mengungkapkan nir hanya masalah yang diisyarkatkan oleh peraturan perundang-undangan namun pula hal yang krusial untuk pengambilan keputusan oleh pemodal, pemegang saham, kreditur, serta pihak yang berkepentingan lainnya.

3. Pengungkapan atas kepatuhan terhadap pedoman
Perseroan wajib secara aktif mengungkapkan bagaimana persroan sudah menerapkan prinsip Good Corporate Governance yang dimuat pada Pedoman ini dan adanya penyimpangan berdasarkan dan atau ketidakpatuhan terhadap prinsip tersebut, termasuk sebab. Hal ini harus meliputi pernyataan mengenai corporate governance yg khususnya dihadapi oleh perseroan sehingga pemodal dapat tahu bagaimana suatu perseroan tertentu menghadapi perkara tadi.

4. Pengungkapan liputan yg bisa mensugesti harga
Perseroan harus memastikan bahwa semua informasi yang dapat menghipnotis harga saham perseroan dan atau suatu produk perseroan dirahasiakan sampai pengumuman mengenai harga tadi dilakukan pada rakyat. Namun, bila kerahasiaan tidak bisa dipertahankan sampai transaksi atau hal yang bersangkutan terjadi, suatu pengumuman peringatan mungkin diperlukan buat mencegah terciptanya keterangan yg menyesatkan, menggunakan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kerahasiaan
Anggota Dewan Komisaris serta Direksi yang mempunyai saham dalam perseroan dan setiap ”orang dalam” (sebagaimana dimaksud pada peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal yg berlaku), dihentikan menyalahgunakan liputan krusial yang berkaitan menggunakan Perseroan. Informasi sehubungan menggunakan planning pengambilaalihan, penggabungan bisnis serta pembelian pulang saham pada umumnya dianggap sebagai ”fakta orang pada”. Anggota Dewan Komisaris, Direksi serta para eksekutif perseroan yang bersangkutan dalam pelaksanaan rencana tadi, wajib memberlakukan semua pemegang saham secara adil.

ADMINISTRASI PEMBANGUNAN BATASBATAS STRATEGI PEMBANGUNAN KEBIJAKAN DAN PEMBAHARUAN ADMINISTRASI

Administrasi Pembangunan (Batas-Batas, Strategi Pembangunan Kebijakan Dan Pembaharuan Administrasi)
Di tengah-tengah semakin berat dan kompleks tantangan bangsa Indonesia menghadapi era dunia ketika ini, mengedepankan pembaharuan, pemikiran-pemikiran yang inovatif dan produktif pada lembaga pemerintah baik pusat serta daerah adalah langkah dan perilaku yang sempurna serta patut menerima dukungan dari semua komponen rakyat. Dengan istilah lain “Reformasi Administrasi” di Indonesia wajib sesegera mungkin sebagai pilihan para penyelenggara pemerintahan baik sentra juga daerah guna mewujudkan good governance, pemerintahan yg higienis, sehat, dan berwibawa.

Pemerintahan Daerah Provinsi, pada hal ini gubernur menjadi kepala pemerintah daerah sangatlah dekat menggunakan politik serta administrasi publik. Terlebih lagi pada sistem pemilihan ketua wilayah secara pribadi misalnya sekarang, kedekatan kepala daerah dalam aspek politik semakin kuat, selain posisinya sebagai penanggung jawab administrasi dan manajemen pemerintahan wilayah. Oleh karenanya pemikiran teoretis serta simpel sebagai gubernur pada menerapkan pendekatan-pendekatan baru pada administrasi publik.

Gubernur dituntut dapat memadukan secara harmonis demokrasi administrasi publik. Hal ini adalah tantangan yang besar , lantaran misalnya yg dikatakan sang Kenneth J. Meier serta Laurence O’Toole Jr (2006), bahwa one of the most important and persisting challenges of terkini government is how to reconcile the demans of democracy with the imperatives of bureaucracy.

Pada tahun 1980-an berbagai pemikiran ada buat memperbarui birokrasi dan menyesuaikannya dengan perkembangan teknologi –khususnya teknologi informasi- serta ekonomi –khususnya globalisasi- yang sangat mengurangi kiprah negara dan makin menonjolkan kiprah dunia usaha, serta menempatkan persaingan sebagai credo yang utama. Lahirlah kata-istilah “hollowing out of the state” serta sebagainya. Maka berkembanglah pemikiran-pemikiran yg berpengaruh pada perkembangan konsep administrasi public selanjutnya, yaitu Reinventing Government (Osborn dan Gaebler 1992) serta New Public Management (Hood 1989).

Gagasan NPM pada dasarnya ingin “membebaskan” para manajer publik dari kekangan aturan-anggaran birokratik dan kontrol administrasi sebagai akibatnya dapat menjalankan tugas dengan leluasa. Seperti halnya manajer di sektor swasta para manajer publik mendapat imbalan bila sukses dan hukuman bila gagal. Dengan cara demikian maka manajer publik bisa memanfaatkan semua potensi dan kompetensi yang dimiliki guna menghasilkan secara maksimal produk, baik barang maupun jasa buat layanan publik. Perspektif primer dari pandangan NPM ini merupakan warga negara atau warga dicermati atau diperlakukan sebagai konsumen yang mempunyai nalar, pikiran, kehendak, serta pilihan atau rational-choice, nir tidak sama menggunakan pendekatan public-choice dalam disiplin ilmu ekonomi. Dan tidak lagi menjadi entitas yang pasif (lapang dada saja) Maka dalam sistem ini terkandung juga nilai demokrasi dalam administrasi publik.

Di dalam doktrin NPM, pemerintah dianjurkan buat meninggalkan kerangka berpikir administrasi tradisional yang cenderung mengutamakan prosedur, dan menggantikannya dengan orientasi dalam kinerja atau output kerja. Pemerintah jua dianjurkan buat melepaskan diri menurut birokrasi klasik dengan mendorong organisasi dan pegawai agar lebih fleksibel, dan tetapkan tujuan serta target organisasi secara lebih kentara sebagai akibatnya memungkinkan pengukuran output. Di samping itu, pemerintah juga diharapkan menerapkan sistem desentralisasi, memberi perhatian dalam pasar, melibatkan sektor partikelir serta melakukan privatisasi (Hood, 1995).

Dalam perkembangannya, NPM dipercaya menjadi liberation –yaitu upaya pembebasan manajemen publik berdasarkan kungkungan konservativisme administrasi klasik menggunakan memasukkan prinsip-prinsip sektor privat ke pada sektor publik (Golembiewski, 2003). Lebih menarik lagi, bahwa NPM dilihat menjadi gugusan pandangan baru-inspirasi serta praktik yg berupaya menggunakan pendekatan sektor partikelir serta bisnis ke pada sektor publik (Denhardt & Denhardt, 2003).

David Osborn dan Ted Gaebler (1993) menekankan sine qua non upaya buat mentransformasikan entrepreuneurial spirit, lantaran waktu sumber daya semakin langka, pemerintah harus berubah berdasarkan bureaucratic model ke entrepreuneurial contoh. Oleh karenanya, pemerintahan yang mengimplementasikan pemikiran NPM ini sangat berorientasi dalam jiwa serta semangat kewirausahaan, maka manajemen publik baru di tubuh pemerintah dapat dianggap menjadi manajemen kewirausahaan.

Dampak dari aplikasi model NPM ini mulai terasa tidak saja pada negara maju, tetapi juga di negara-negara sedang berkembang misalnya penerapan lima (5) prinsip inti, yaitu: (1) sistem desentralisasi, (2) privatisasi, (3) downsizing, (4) debirokratisasi, dan (5) manajerialisme (Vigoda, 2003).

A. Reformasi Administrasi Publik dan Perkembangannya
Sejak 2 dasa warsa terakhir, pelaksanaan reformasi administrasi publik makin konkret di aneka macam negara termasuk Indonesia. Reformasi administrasi publik sangat diharapkan lantaran tantangan terhadap prinsip-prinsip administrasi klasik semakin berat (Caiden, 1991; Lenvine, Peters & Thompson, 1990). Doktrin Administrasi Publik Klasik (the Old Public Administration-OPA) yang sejak awal dimotori oleh Wilson dalam tahun 1987 terus dikritik sang para ahli, dan mulai ditinggalakan (Cooper, 1998; Hughes, 1994) karena nir dapat mengakomodasi perubahan situasi serta syarat warga .

Keberhasilan NPM pada negara-negara maju, menyebabkan terjadinya promosi secara terus-menerus doktrin-doktrin NPM pada negara-negara berkembang. Doktrin privatisasi, mengalihkan bentuk pelayanan yg selama ini ditangani sang pemerintah dipindahkan ke tangan agen-agen partikelir. Alasannya, lebih berorientasi pada kepentingan pelanggan, lebih merangsang perekonomian, serta pertumbuhan kesempatan kerja, menaikkan efisiensi pelayanan lantaran lebih fleksibel menyesuaikan diri dengan pasar, menaikkan efisiensi di departemen-departemen, mengurangi beban administrasi, serta pembiayaan terhadap pemerintah. Doktrin debirokratisasi, diyakini memiliki keunggulan karena lebih menjanjikan peningkatan kinerja dibandingkan dengan doktrin administrasi publik klasik. Menurut Jennings serta Haist (2002), yang ditekankan dalam NPM adalah pengukuran terhadap hasil bukan proses, serta perilaku sebagai akibatnya acapkali diklaim menjadi results-oriented government. 

Promosi doktrin NPM di Indonesia bisa diamati menurut kehadiran mengenai NPM, misalnya karya-karya mengenai administrasi pembangunan, reformasi administrasi atau birokrasi, dan good governance yg ditulis diantaranya oleh Kartasasmita (1997), Tjokroamidjojo (1994), Thoha (1999), Mardiasmo (2002), Dwiyanto (2003), dan lain-lain.

Pemerintah Indonesia mulai mengenal Reinventing Government sejak akhir tahun 1990-an. Implementasi yang paling konkret merupakan pemberlakuan sistem pemerintahan yang desentralistis melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 mengenai Pemerintahan Daerah yg lalu diubah dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. 

Otoritas terhadap aneka macam urusan pemerintahan yg didesentralisasikan pada pemerintah daerah lebih poly jumlahnya daripada yang diatur oleh pemerintah sentra. Alasan primer pemberlakuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 merupakan buat menjalankan prinsip demokrasi, meningkatkan peran serta warga , pemerataan dan keadilan, dan memperhatikan potensi dan keanekaragaman wilayah melalui anugerah wewenang yang luas, nyata, serta bertanggung jawab kepada wilayah secara proporsional. 

Kemudian Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 lebih menekankan anugerah wewenang seluas-luasnya agar daerah mempunyai wewenang membuat kebijakan untuk pelayanan, peningkatan kiprah serta, prakarsa serta pemberdayaan, dengan mengutamakan kesejahteraan masyarakat di daerah. Dalam menjalankan sistem pemerintahan yang desentralistis ini pemerintah wilayah diserahi otoritas buat menjalankan banyak sekali urusan. Pemerintah daerah dapat melakukan perencanaan dan pengendalian pembangunan, pemanfaatan serta supervisi rapikan ruang, penyelenggaraan ketertiban generik. Pemerintah daerah juga menangani bidang kesehatan, penyelenggaraan pendidikan, penanggulangan perkara sosial, pelayanan bidang ketenagakerjaan, fasilitas pengembangan ketenagakerjaan, pengembangan koperasi, bisnis mini dan menengah, pengendalian lingkungan hidup, pelayanan pertanian kependudukan dan catatan sipil, pelayanan administrasi generik pemerintahan, pelayanan administrasi penanaman kapital, pelayanan-pelayanan dasar lainnya, serta urusan harus lainnya yang diamanatkan sang peraturan perundangan. Smentara pemerintah sentra hanya menangani bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan agama.

Implementasi NPM dapat dilihat jua berdasarkan kewajiban melakukan evaluasi kinerja pemerintah wilayah melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 108 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pertanggungjawaban Kepala Daerah, PP Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, dan lalu dilanjutkan menggunakan PP Nomor 56 Tahun 2002 mengenai Laporan Kinerja Penyelenggara Pemda serta PP Nomor 20 Tahun 2004 mengenai Rencana Kerja Pemerintah.

Selain itu, implementasi NPM dapat dilihat dengan diberlakukannya peraturan perundangan tentang privatisasi misalnya Kepres Nomor 122 Tahun 2001 tentang Tim Kebijakan Privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Tujuannya buat mempertinggi kinerja BUMN yg mencakup pemugaran struktur permodalan, mempertinggi profesionalisme serta efisiensi usaha, perubahan budaya perusahaan, memperluas partisipasi masyarakat pada kepemilikan saham BUMN dan penciptaan nilai tambah perusahaan melalui penerapan prinsip good corporate governance yg berdasarkan pada transparansi , akuntabilitas, serta kemandirian.

B. Pendekatan Demokratisasi dan Desentralisasi (Otonomi Daerah) pada Penyelenggaraan Pemerintahan Negara
1. Pendekatan Demokratisasi
Demokratisasi pada penyelenggaraan pemerintahan akan terlaksana bila pada pemerintahan sudah terjadi kerangka berpikir ke arah high trust society (Fukuyama, 1995). Kepercayaan warga terhadap pemerintah menjadi penyelenggara negara yang sudah semakin tinggi tinggi akan menghasilkan terjadinya proses demokratis, sebagai akibatnya memungkinkan terjadinya good governance. 

Bentuk penyelenggaraan pemerintahan yang demokratis itu digambarkan menjadi bentuk yang terdiri atas posisi jabatan yang akan ditempati sang gerombolan jabatan yg bersifat politis yang berasal berdasarkan kekuatan partai politik, serta jabatan yang berasal dari pegawai karier pemerintah. Apabila hal ini terjadi maka nir akan terjadi perubahan-perubahan kebijakan yg begitu cepat, walaupun pejabat pada organisasi tersebut berubah. Walaupun para pejabat yang menduduki jabatan tertentu sudah berakhir masa jabatannya, maka penyelenggaraan pemerintahan akan permanen stabil, berjalan, serta profesional.

Dalam demokratisasi penyelenggaraan pemerintahan dibutuhkan akan terjadi proses di mana pejabat yg bersifat politis yang sekaligus sebagai wakil masyarakat akan ikut menentukan kebijakan departemen pemerintah yang akan berlangsung selama lima tahun ke depan. Jabatan ini akan ikut menentukan proses pembuatan kebijakan departemen sekaligus jua ikut mengontrol seberapa jauh kebijakan yang dibentuk itu dilaksakan sang penyelenggara pemerintahan. Sebaliknya, setiap pejabat politik itu mampu pribadi dikontrol oleh masyarakat pemilihnya. Jabatan politis ini pula ikut bertanggung jawab terhadap warga atas keberhasilan kebijakan yang dibuatnya.

Proses pertanggungjawaban itu nir hanya dilakukan sang pejabat yang melaksanakan kebijakan politik dan melayani warga , akan tetapi pejabat politik harus pula bertanggung jawab pada warga yang mempercayainya di departemen. Rakyat harus mempunyai akses aktif terhadap kontrol, baik pada jabatan politik yg mewakilinya maupun pada jabatan sebagai pelayanan rakyat.

Kontrol kepada penyelenggara pemerintahan dilakukan berdasarkan pelbagai jurusan tidak hanya membatasi dari jalur birokrasi sendiri, akan tetapi bisa melalui jalur politik. Akses masyarakat kepada kontrol penyelenggara pemerintahan ini dibuka menggunakan seluas-luasnya. Dengan adanya kontrol terhadap penyelenggara pemerintahan sang warga , itu akan menuntut para penyelenggara pemerintahan untuk mencapai tujuan yang ideal dalam pelaksanaannya. Hal tersebut akan diperlihatkan dengan tergambarnya struktur organisasi dan pembagian kerja/tugas yg sesuai menggunakan tugasnya masing-masing.

2. Pendekatan Desentralisasi (Otonomi Daerah)
Seringkali kasus pendekatan penyelenggaraan pemerintahan dari prinsip-prinsip sentralisasi serta desentralisasi herbi tingkat perkembangan bangsa dan negara-negara baru merdeka. Pada permulaan kemerdekaan, training bangsa dalam arti membina kesatuan bangsa menurut afinitas-afinitas kedaerahan, kesukuan, penggolongan politik serta lain-lain, terasa lebih penting, sehingga tercermin pada kebijaksanaan serta tata cara penyelenggaraan pemerintahan yg sentralistis. Dalam taraf lebih lanjut dimana perkembangan pelatihan bangsa telah lebih matang, maka keperluan ekspansi kegiatan pembangunan sering menumbuhkan kebutuhan akan desentralisasi.

Konsep desentralisasi pada penyelenggaraan pemerintahan terasa semakin sangat dipentingkan di tengah-tengah pembangunan bangsa di negara-negara berkembang. Hal ini bersamaan dengan terlihatnya aneka macam kelemahan yang tampak menggunakan kentara pada kontrol sentral. Namun demikian dalam biasanya bentuk desentralisasi yang diinginkan permanen hendaknya dijaga pada rangka kesatuan politik, kulturil, ekonomi, dan bahkan administratif suatu negara. Hal ini sejalan menggunakan pendapat Maryanov (pada LP3ES, 1994: 81-82), bahwa desentralisasi bertujuan antara lain: (1) mengurangi beban pemerintah pusat, serta campur tangan tentang kasus-perkara kecil dalam taraf lokal. Demikian pula memberi peluang buat koordinasi aplikasi dalam taraf lokal, (2) menaikkan pengertian masyarakat serta dukungan mereka pada kegiatan bisnis pembangunan sosial ekonomi. Demikian juga pada tingkat lokal, bisa mencicipi keuntungan berdasarkan donasi kegiatan yg mereka lakukan, (tiga) penyusunan acara-acara buat pemugaran sosial ekonomi dalam tingkat lokal sebagai akibatnya dapat lebih realistis, (4) melatih masyarakat buat sanggup mengatur urusannya sendiri (self government), dan (lima) pelatihan kesatuan nasional.

Ada dua bentuk desentralisasi (Coralie Bryant, 1979: 213-214), yaitu desentralisasi yang bersifat administratif serta desentralisasi yang bersifat politik. Desentralisasi administratif umumnya diklaim dekonsentrasi dan berarti delegasi wewenang pelaksanaan kepada taraf-tingkat lokal. Para pejabat taraf lokal bekerja dalam batas rencana dan sumber-sumber anggaran, tetapi mereka memiliki elemen kebijaksanaan serta kekuasaan (diskresi) dan tanggung jawab eksklusif dalam hal sifat-hakikat jasa serta pelayanan dalam taraf lokal. Diskresi mereka dapat bervariasi mulai berdasarkan peraturan-peraturan proforma sampai keputusan-keputusan yg lebih substansial. Desentralisasi politik atau devolusi berarti bahwa wewenang pembuatan keputusan dan kontrol tertentu terhadap sumber-asal daya diberikan dalam pejabat-pejabat regional dan lokal.

Dewasa ini masalah desentralisasi dihubungkan menggunakan usaha perencanaan pembangunan wilayah. Dengan ini diusahakan agar perencanaan nasional memberi perhatian dalam pertimbangan regional. Dan penyelenggaraan suatu aktivitas bisnis disesuaikan menggunakan lokasinya yg paling baik. Dengan demikian diusahakan supaya potensi-potensi regional bisa dimanfaatkan, sehingga perkembangan antar daerah berjalan lebih masuk akal. Kegiatan-kegiatan bisnis yg lebih menyangkut kepentingan rakyat daerah bisa seluruhnya atau hingga taraf tertentu, ditentukan serta diselenggarakan sang pemerintah daerah sendiri. Tetapi hal ini pada rangka suatu perencanaan pembangunan wilayah perlu diusahakan secara konsisten dan komplementer dengan usaha-bisnis nasional di wilayah tersebut.

C. Membangun Birokrasi Pemerintah Menuju Good Governance
Saat ini, good governance adalah isu yang mengemuka pada pengelolaan administrasi publik. Good Governance adalah koordinasi bahkan sinergi kepengelolaan yang baik antara governance pada sektor publik (pemerintahan) menggunakan governance pada sektor masyarakat, terutama partikelir, sehingga bisa dihasilkan transaksional hasil melalui prosedur pasar yg paling hemat menurut aktivitas rakyat. Oleh karena itu, dalam good governance tidak saja dituntut suatu birokrasi publik yang efisien serta efektif, melainkan pula private sector governance yang efisien dan kompetitif.

Carl J. Bellone (1980: 285) mengungkapkan bahwa birokrasi adalah: an organizational structure characterized by hierarchical arrangement of office, merit-based selection, impartial application of written rules and regulations, and some centralization of authority. Birokrasi merupakan ciri struktur organisasi (pemerintahan) yg mempunyai urutan hierarki. Berdasarkan hierarki tadi di dalamnya masih ada posisi-posisi atau jabatan yang memiliki kewajiban serta tugas pekerjaannya masing-masing dalam mencapai tujuan. Dalam menjalankan tugas pekerjaannya selalu berpatokan dalam nilai-nilai aturan serta peraturan yg berlaku. Dalam birokrasi jua mengatur mengenai pembagian kekuasaan (otoritas) pada menjalankan roda pemerintahan. 

Pada sisi lain, birokrasi pemerintah acapkali diartikan menjadi “officialdom” atau kerajaan pejabat (Thoha, 2003: 68); sebuah kerajaan (raja) pada dalamnya memiliki yuridiksi yang kentara serta niscaya. Dalam yuridiksi tadi, seseorang mempunyai tugas dan tanggung jawab resmi (official duties) yang memperjelas batas-batas wewenang pekerjaannya. Mereka bekerja pada tatanan pola hierarki sebagai perwujudan dari tingkatan otoritas dan kekuasaannya. 

Dalam aplikasinya penerapan birokrasi nir berjalan mulus sebagaimana teorinya. Di dalamnya terdapat poly rintangan-rintangan, sebagai akibatnya birokrasi hanya menjadi kedok untuk menutupi kepentingan-kepentingan aparatur yg berperilaku menyimpang. Indonesia misalnya, semakin sulit untuk mewujudkan good governance, yg terjadi selama ini governance sektor publik yang intervensinya justru mengeroposkan governance pada sektor partikelir. Sejak pertengahan tahun 80-an, menggunakan apa yg diklaim “crony capitalism” (Miftah Thoha, 1999: 67) atau transaksi ekonomi KKKN (Kolusi, Korupsi, Kronisme, serta Nepotisme). 

Administrasi negara pada Indonesia dalam ketika ini lebih tepat dikatakan sebagai indera buat menegakkan kekuasaan negara bukan kekuasaan warga . Itulah sebabnya realitas administrasi negara ketika ini lebih poly sebagai citra atau lukisan berdasarkan pada realitanya. Sehingga dibutuhkan pemikiran-pemikiran baru yang bisa meluruskan kembali ke arah pelaksanaan administrasi negara yg ideal menuju good governance. 

Birokrasi pemerintah yang ditinjau perlu buat dibangun kembali guna menuju pemerintahan yang adil, bersih, berwibawa, serta demokratis (good governance). Sehingga konflik-permasalahan yang perlu dikaji balik sebagai jalan pemecahannya diantaranya:
1. Evaluasi diri terhadap kondisi birokrasi pemerintah Indonesia ketika ini.
2. Adanya perubahan kerangka berpikir birokrasi pemerintah ke arah yang lebih ideal.
3. Repositioning birokrasi pemerintah.
4. Memiliki aparatur pemerintah yang memiliki komitmen terhadap nilai-nilai, sehingga terjadinya demokratisasi birokrasi.
5. Peranan pemerintah serta rakyat dalam menciptakan birokrasi.

Diharapkan dengan adanya perubahan kerangka berpikir pemerintah ke arah birokrasi yang ideal, didukung aparatur pemerintah yang menjunjung tinggi nilai-nilai dan berperilaku positif, adanya komunikasi yang baik antara pemerintah menggunakan warga , serta ikut berperan pada dalamnya, maka good governance bisa diwujudkan.

1. Kondisi Birokrasi Pemerintah Saat Ini
Kehidupan dan tumbuh kembangnya birokrasi pemerintah pada Indonesia sangat dipengaruhi oleh percaturan politik terlebih lagi ketika selesainya dilaksanakan pemilihan generik. Oleh karenanya birokrasi pemerintah sangat ditentukan sang kehidupan politik serta pemilunya. Sejalan dengan pendapat Carl J. Bellone (1946: 34-35) bahwa ilmu pengetahuan politis adalah induk menurut administrasi pemerintahan. Bahkan pada kalangan akademisi beranggapan bahwa administrasi pemerintahan lebih menurut sekedar ilmu pengetahuan politis. Kehidupan terbaru sudah mendorong birokrasi menjadi alat yg unggul pada mengatur proses pemerintahan. Kekuasaan birokratis telah berakibat forum pemerintahan memiliki kapasitas yang luar biasa dan sebagai sentral buat mengarahkan energi politis. Sebagai akibatnya, pemerintahan birokratis lebih berdasarkan partai politik.

Partai politik didirikan nir memiliki hasrat lain, kecuali untuk bisa memerintah negara. Upaya untuk memerintah itu dari paham demokrasi dibatasi sang waktu tertentu serta wajib dilakukan melalui cara pemilihan umum yang dijalankan secara demokratis, amanah, adil, bebas, misteri, serta konstitusional. Pemerintah partai politik ini akan membawahi dan memerintah birokrasi pemerintah yg eksistensinya nir memalui pemilihan umum, melainkan melalui jalur karier yang dibinanya dengan cara-cara merit. Agar supaya profesionalisme birokrasi tidak terganggu menggunakan silih bergantinya partai politik, para birokratnya nir dibenarkan untuk memihak.

Selain itu administrasi negara digambarkan jua sebagai upaya yang lebih concern terhadap “aplikasi suatu konstitusi ketimbang membuatnya” (Miftah Thoha, 1999: 46). Ungkapan ini mengungkapkan bahwa administrasi negara lebih terkenal disebut mengutamakan melaksanakan kebijakan ketimbang membuatnya. Proses pembuatan kebijakan publik domain berdasarkan daerah politik. Di wilayah ini partai politik beranjak memilih visi politik ke arah mana pemerintahan negara ini dikendalikan. Sedangkan visi politik itu bagaimana mewujudkan diserahkan kepada ahlinya yakni pada birokrasi pemerintah. Upaya birokrasi melaksanakan kebijakan publik tersebut merupakan daerah serta domain administrasi negara.

Birokrasi pemerintah waktu ini mencerminkan birokrasi besar yg menekankan dalam wewenang yg nir didukung dengan aparatur yg profesional menggunakan kompetensi yang sesuai dengan bidang fungsi yg dilaksanakan. Disamping itu Asep Kartiwa (2004: 7) menyatakan bahwa birokrasi pemerintahan kita belum didukung menggunakan sistem kepegawaian yg berdasarkan dalam sistem merit, dalam kondisi partikelir belum dapat menciptakan lapangan kerja. Pada masa krisis ini birokrasi pemerintah menanggung beban yang cukup poly. Sehingga aparatur yang profesional dan memahami paradigma sinkron menggunakan konsep birokrasi ideal sebagai kebutuhan yang mendesak. 

2. Perubahan Paradigma Birokrasi Pemerintah
Pembaharuan dan penyempurnaan birokrasi sudah menjadi perhatian serius pada negara-negara berkembang, termasuk negara Indonesia. Bahkan di negara-negara maju sekalipun, masih mencicipi kekurangpuasan kiprah birokrasi pemerintah, sebagai akibatnya terus berupaya buat mencari identitas baru bagi birokrasinya. 

Para pakar administrasi selalu mengamati adanya alur pikir baru yang ditunjang menggunakan seperangkat teori yang melahirkan kerangka berpikir baru pada dunia ilmu administrasi negara. Paradigma baru yg memandang birokrasi sebagai organisasi pemerintahan nir lagi semata-mata hanya melakukan tugas-tugas pemerintahan akan barang-barang publik (public goods), namun juga melakukan dorongan serta motivator bagi tumbuh kembangnya peran dan rakyat.

Pertumbuhan karakteristik birokrasi tradisional ke arah birokrasi terbaru menjadi suatu kenyataan yg bersifat implikatif. Seiring dengan aneka macam kemajuan serta munculnya kebutuhan aparatur birokrasi yang profesional, menyebabkan kebutuhan akan pelayanan pula semakin kompleks, serta menuntut kualitas pelayanan yg semakin baik. Birokrasi yang berada pada tengah-tengah rakyat tersebut nir bisa tinggal diam, tetapi harus lebih bisa menaruh banyak sekali pelayanan sinkron menggunakan kebutuhan masyarakat.

Carl J. Bellone (1980: 35) mengungkapkan bahwa semenjak Thomas Kuhn menerbitkan Struktur Ilmiah, sarjana-sarjana ilmu sosial beranjak cepat buat menemukan paradigma baru pada bidang administrasi pemerintahan modern. Ada 5 model teori administrasi pemerintahan yg diambil buat menuju perubahan yg lebih baik dari pengalaman realitas, yaitu: 1) Model birokratis klasik, yang memiliki 2 komponen basis dasar. Yang pertama adalah struktur atau perancangan suatu organisasi, serta yg kedua adalah pembagian tugas serta pekerjaan yang dibuat secara organisatoris; 2) Model neo-birokratis, merupakan suatu produk berdasarkan era prilaku. Nilai-nilai buat dicapai umumnya serupa dengan model birokratis klasik, karenanya pada contoh neo-birokratis adanya “tujuan”. Model birokratis ini menekankan struktur, kendali, serta prinsip-prinsip administrasi. Unit analisis dalam umumnya gerombolan kerja, agen, departemen, atau keseluruhan pemerintah. Nilai-nilai buat dicapai adalah efektivitas, efisiensi, atau ekonomi. Dalam contoh neo-birokratis, keputusan adalah unit analisa yg umum, dan proses pengambilan keputusan sebagai fokusnya; tiga) Model kelembagaan, dalam model kelembagaan ini lebih ditekankan pada bagaimana cara mendisain efisien, efektif, atau organisasi produktif. Dalam contoh birokrasi kelembagaan nir hanya mengutamakan rasionalitas, namun jua menggantungkan dalam nilai-nilai. Keputusan yg diambil birokrasi merupakan tawaran serta kompromi grup yg berminat serta menggerakkan pemerintahan secara berangsur-angsur ke arah target hasil. Model ini benar-benar-benar-benar menjalankan pemerintahan secara demokratis; 4) Model Hubungan antar manusia, model ini merupakan reaksi terhadap contoh birokratis klasik dan neo-birokratis. Penekanannya dalam kendali, struktur, efisiensi, ekonomi, rasionalitas, dan konvoi interaksi antar insan. Dalam konvoi hubungan antar manusia mencerminkan nilai-nilai yg mendasarinya. Nilai-nilai ini meliputi pekerja dan keikutsertaan klien pada pengambilan keputusan yg bisa mengurangi perbedaan status dan kompetisi hubungan antar eksklusif, serta menekankan dalam proses keterbukaan, kejujuran, perwujudan diri, dan kepuasan rakyat, dan lima) Model administrasi pemerintahan baru, dalam model ini birokrat wajib mulai bersikap bahwa nilai-nilai yg tidak sama perlu mendominasi. Dengan disparitas tadi akan membantu perkembangan organisasi demokratis didesentralisasi yg mendistribusikan jabatan dalam pemerintahan yang sesuai. Sasaran output menurut administrasi pemerintahan baru merupakan buat mengorganisasi, menguraikan, atau membuat organisasi mata-mata yang berfungsi memberi evaluasi.

Pendapat pada atas sejalan menggunakan pendapat Weber menjadi tokoh yg memperkenalkan birokrasi. Weber memandang birokrasi rasional atau ideal sebagai unsur utama pada rasionalisasi dunia modern, yang baginya jauh lebih krusial menurut semua proses sosial. Diantara yg lain-lain, proses ini mencakup ketepatan dan kejelasan yg dikembangkan dalam prinsip memimpin organisasi sosial. Menurut Weber dalam (Miftah Thoha, 2002: 16-17) menyatakan birokrasi ideal yang rasional itu singkatnya dilakukan menggunakan cara-cara sebagai berikut: Pertama, individu pejabat secara personal bebas, akan tetapi dibatasi sang jabatannya manakala ia menjalankan tugas-tugas atau kepentingan individual dalam jabatannya buat keperluan dan kepentingan pribadinya termasuk keluarganya; Kedua, jabatan-jabatan itu disusun pada tingkatan hierarki menurut atas ke bawah serta kesamping. Konsekuensinya terdapat pejabat atasan serta bawahan dan ada jua yang menyandang kekuasaan lebih akbar serta terdapat yg lebih kecil; Ketiga, tugas serta fungsi masing-masing jabatan dalam hierarki itu secara spesifik tidak selaras satu sama lainnya; Keempat, setiap pejabat mempunyai kontrak jabatan yg wajib dijalankan. Uraian tugas (job description) masing-masing pejabat adalah domain yang sebagai wewenang dan tanggung jawab yg harus dijalankan sesuai menggunakan kontrak; Kelima, setiap pejabat diseleksi atas dasar kualifikasi profesionalitasnya, yang idealnya dilakukan melalui ujian kompetitif; Keenam, setiap pejabat mempunyai gaji termasuk hak buat mendapat pensioun sinkron dengan tingkatan hierarki jabatan yg disandangnya. Setiap pejabat bisa tetapkan buat keluar menurut pekerjaannya serta jabatannya sesuai menggunakan keinginannya dan kontraknya bisa diakhiri pada keadaan eksklusif; Ketujuh, terdapat struktur pengembangan karier yg kentara menggunakan promosi berdasarkan senioritas serta merit sesuao menggunakan pertimbangan yang objektif; Kedelapan, setiap pejabat sama sekali tidak dibenarkan menjalankan jabatannya serta resources intansinya buat kepentingan eksklusif dan keluarganya; Kesembilan, setiap pejabat berada pada bawah pengendalian serta supervisi suatu sistem yang dijalankan secara disiplin.

Sejalan dengan konsep birokrasi ideal di atas, penyelenggaraan birokasi pemerintah Indonesia wajib terjadi perubahan paradigma menuju good governance, diantaranya:

a. Perubahan kerangka berpikir berdasarkan orientasi manajemen pemerintahan yang sarwa negara sebagai berorientasi ke pasar (market). Selama ini manajemen pemerintahan mengikuti kerangka berpikir yg lebih mengutamakan kepentingan negara. Semuanya sanggup dipengaruhi oleh negara. Kepentingan negara menjadi pertimbangan pertama serta utama dalam mengatasi segala macam persoalan yg muncul. Orientasi manajemen pemerintahan diarahkan kepada pasar. Aspirasi warga menjadi lebih penting adalah buat menjadi bahan pertimbangan pemerintah.

b. Perubahan kerangka berpikir serta orientasi manajemen pemerintahan yg otoritarian menjadi berorientasi pada egalitarian dan demokrasi. Kecenderungan orientasi yang mementingkan aspirasi negara mampu melahirkan sistem yang bersifat otoritarian. Pendekatan kekuasaan yg terkonsentrasi pada satu orang cenderung mengabaikan kepentingan warga poly. Paradigma semacam ini telah poly ditinggalkan dan diganti dengan paradigma yang mengutamakan peranan dan kedaulatan warga . Kedaulatan warga sebagai pertimbangan pertama dan utama jika menginginkan tatanan pemerintahan yang demokratis.

c. Perubahan kerangka berpikir menurut sentralisasi kekuasaan menjadi desentralisasi wewenang. Selama ini kekuasaan pemerintahan lebih condong dilakukan secara sentral, seperti yang diuraikan dimuka. Kegiatan mulai dari perumusan kebijaksanaan dilakukan secara terpusat serta dilakukan sang aparat pemerintah pusat.

d. Perubahan manajemen pemerintahan yang hanya menekankan pada batas-batas serta anggaran yg berlaku buat satu negara eksklusif, mengalami perubahan ke arah boundaryless organization (Ashkenas et al, 1995). Seringkali dikemukakan bahwa kini ini merupakan jamannya rapikan manajemen pemerintahan yang cenderung ditentukan oleh tata aturan global. Keadaan seperti ini akan membawa akibat bahwa rapikan aturan yang hanya menekankan pada aturan nasional saja kurang menguntungkan dalam percaturan dunia. 

e. Perubahan dari paradigma berdasarkan tatanan administrasi negara yang berorientasi pada paperwork sebagai tatanan administrasi negara yang paperless (Osborn, 1992). Tata birokrasi pemerintahan seperti ini membutuhkan kompetensi sumber daya aparatur yang memahami serta mengetrapkan information technology (Lucas, 1996). Kompetensi inilah yg seharusnya banyak diwujudkan dalam pendidikan serta pelatihan profesional bagi pegawai-pegawai pemerintah.

f. Perubahan kerangka berpikir menurut a low trust society ke arah high trust society (Fukuyama, 1995). Di pada rakyat yang rendah tingkat kepercayaannya nir bakal terjadi suasana demokrasi. Birokrasi pemerintah yg hayati pada warga seperti ini, akan melahirkan cara-cara kerja yang tidak demokratis, membatasi ruang mobilitas, menjauhkan birokrasi menurut interaksi dengan masyarakat, dan membelenggu organisasi dengan serangkaian anggaran-anggaran birokrasi. Sebaliknya kerangka berpikir baru yang menekankan terhadap kepercayaan sehingga melahirkan suatu rakyat yang tinggi taraf kepercayaannya akan sanggup menciptakan birokrasi lebih demokratis. Birokrasi seperti ini akan menciptakan suasana kerja yang lebih fleksibel serta berbasiskan dalam orientasi kelompok kerja menggunakan lebih memberikan tanggung jawab yg akbar pada tataran organisasi yg paling bawah. Birokrasi pemerintah misalnya ini akan memperlakukan para pegawainya sebagai orang dewasa yg bisa dianggap buat menaruh konstribusi pelayanan kepada warga .