CARA PEMBUATAN MAKALAH YANG BAIK & BENAR

Membuat Makalah - Bagi anda yang masih bersekolah atau kuliah tentu tidak asing dengan laporan tugas ini. Ya makalah mampu disebut menggunakan karya tulis, laporan tugas adalah karya akademis yg biasanya diterbitkan pada suatu jurnal ilmiah serta membahas suatu utama permasalahan tertentu. Yah tidak hanya mahasiswa atau mahasiswi saja yg dipusingkan dengan tugas makalah ini karena sekarang sekolah taraf SMU/ Sekolah Menengah Kejuruan pun sudah menggunakan jenis makalah ini walaupun susunannya belum begitu resmi.
Paling susah adalah makalah yang adalah hasil penelitian maupun laporan tugas resmi, karena memang harus menggunakan bahasa yg benar sahih baku, memakai kertas standar buat penyusunan makalah, font, spasi, ukuran font, struktur penulisan dll. Penyusunan sebuah makalah yang baik dan benar seharusnya memang wajib diteliti dilapangan secara pribadi. Maka tidak mengherankan apabila banyak berdasarkan mahasiswa/i merasa kesulitan buat menciptakan makalah ini apalagi mereka baru saja memasuki jenjang kuliah. Tetapi mau tidak mau permanen wajib mendalami dan memeriksa mengenai pembuatan makalah ini dengan baik dan sahih lantaran memang hal ini sangat dibutuhkan. Pembuatan makalah secara generik umumnya memiliki elemen laman misalnya berikut adalah:

1. Cover
2. Judul Makalah
3. Kata Pengantar
4. Daftar Isi
5. Bab I Pendahuluan
6. Bab II Isi
7. Bab III Penutup
8. Daftar Pustaka
Menyusun Makalah Yang baik & benar
Nah selesainya anda mengetahui elemen elemen paling umum dalam penyusunan makalah tadi, kita akan membahasnya satu persatu serta akan kita uraikan lagi konten-konten yg terdapat pada tiap elemen diatas:
1. Cover
Cover atau page depan memiliki pesan singkat yang menyebutkan secara singkat apa yg terkandung didalam makalah tersebut mulai menurut:
  • Nama/ Judul Makalah
  • Logo Lembaga/ Institusi
  • Penulis/ penyusun yang mengajukan makalah tersebut
  • Nama Lembaga
  • Tahun Akademik.

2. Judul Makalah
Halaman Judul makalah berisi judul apa yg akan dibawakan serta nama dari penulis makalah. Pada lembar ini, penulisan judul makalah sanggup disertai menggunakan penulis ataupun tanpa penulis makalah.
3. Kata Pengantar
Kata Pengantar merupakan kata-kata pengantar menurut penulis berkenaan dengan topik yg dibawakan pada makalah buat menyuguhkan karya tulisnya kehadapan pembaca. Susunan kata pengantar ini biasanya berisi:
  • Salam pembuka
  • Mukadimmah/ pembuka
  • Sekilas proses pembuatan makalah
  • Ucapan terima kasih pada pihak-pihak yg dianggap membantu dalam pembuatan makalah tersebut
  • Penutup mukadimmah
  • Salam penutup
  • Dan terakhir, nama penulis/ pemakalah

4. Daftar Isi
Daftar Isi adalah halaman makalah yg berisi letak setiap Kata pengantar, Daftar isi, Bab, serta daftar pustaka, yakni dalam page mana ditulis oleh penulis, supaya mempermudah pembaca dalam mencari bahan bacaannya. Halaman yg berisi letak page yg bertujuan buat memudahkan pembaca dalam pencarian materi yang terdapat dalam makalah tersebut berikut halamannya.
5. Bab I Pendahuluan
Pada elemen ini, kita mulai memasuki bab-bab makalah. Dimana dalam bab ini kita menunjukkan konsep, rencana, gagasan, seputar konflik dan tujuan yg termuat dalam latar belakang penyususnan makalah. Setelah itu, adanya rumusan masalah, yakni masalah-perkara yang kita temukan pada materi makalah yang kita angkat tersebut.
Bab I Pendahuluan secara generik terdiri menurut :
1.1 Latar Belakang
Berisi latar belakang menurut penulisan makalah tersebut.
1.2 Rumusan masalah
Berisi masalah-masalah yg kita temukan dalam materi makalah yg kita angkat tersebut
1.3 Maksud dan Tujuan
Berisi tentang apa yg sebagai maksud serta tujuan dari penulis menulis makalahnya.
1.4 Metode Penulisan
Metode apa yg digunakan dalam penulisan makalah tadi.
6. Bab II Isi
Dalam bab ini, kita mulai menguraikan isi/ materi makalah, berisi pembahasan menurut setiap kasus dan pokok permasalah yg sudah tersaji atau pembahasan secara rinci berdasarkan setiap pokok pertarungan. Dimulai dari:
  • Pengertian/ definisi
  • Ulasan materi
  • Adanya alur perbandingan (bila diharapkan)
  • Penyelesaikan kasus, berikut solusi serta donasi kita terhadap permasalahan yg terdapat dalam materi makalah yang kita angkat tersebut.

7. Bab III Penutup
Berisi mengenai konklusi menurut penulis mengenai topik yg sudah dibawakannya. Di penutup ini jua kita kemukakan sambutan, terima kasih pada pihak-pihak yang turut membantu dalam penyelesaian makalah tadi.
III.2 Kritik & Saran
Berisi saran-saran menurut penulis. Penulis jua haruslah membuka kesempatan pada pembaca buat memberikan kritik serta saran terhadap makalah kita. Hal ini bertujuan agar pada pembuatan makalah berikutnya lebih baik lagi.
8. Daftar Pustaka
Berisi daftar menurut bahan bacaan / pustaka yang digunakan sebagai acuan dalam penyusunan makalah tadi. Inilah bagian terakhir (sebelum cover belakang) pada penyusunan sebuah makalah. Daftar pustaka ini berisi nama-nama literature yg kita jadikan surat keterangan pada pembuatan makalah tersebut. Literature disini meliputi jurnal ilmiah, buku, majalah, surat berita, media elektronika, interview jua bias dari website internet. Akan namun, keberadaan/ keabsahan website internet buat dijadikan surat keterangan karya ilmiah masih sebagai pertentangan di kalangan akademisi. Ada kampus yg memperbolehkan, terdapat pula yang nir membolehkan.
Nah demikian tadi merupakan susunan-susunan makalah secara generik yang disusun secara baik dan benar. Semoga artikel berguna bagi para pembaca, jika terdapat masukan, saran juga tambahan silahkan berkomentar pada form komentar yang sudah disediakan terima kasih.

CARA MEMBUAT DAFTAR PUSTAKA LENGKAP BAIK & BENAR

Cara menciptakan daftar pustaka yang baik serta benar - Seperti kita ketahui bibliograf umumnya dihunakan sebagai lampiran pada sebuah makalah, skripsi, tugas akhir, thesis, karya ilmiah, journal, penelitian, tulisan resmi juga tulisan akademis lainnya. Banyak sekali pengertian mengenai apa itu daftar pustaka, akan tidak sinkron pengertian antara sumber yang satu dengan yg lain, tetapi jika dipandang dan diambil intinya maka Daftar pustaka adalah daftar yang berisi sumber bacaan yang dipakai sebagai bahan acuan pada membuat suatu karya ilmiah misalnya Skripsi, Makalah, Tugas Akhir, Laporan, Thesis dan penelitian lainya. Tujuan menurut pembuatan daftar pustaka ini merupakan untuh menghargai sumber penulisan. Selain menghargai karya orang lain daftar pustaka ini merupakan acuan yang andal, dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya dan dapat dijadikan sebagai pembanding antara asal yang satu dengan asal yang lainnya.
Dalam global akademis, pendidikan juga kegiatan formal lainnya maka tulis menulis niscaya kita sudah tidak asing dengan istilah daftar pustaka, namun buat membuatnya mungkin tidak semudah seperti kedengarannya. Membuat bibliograf mungkin terlihat sepele serta mudah, akan tetapi buat membuat daftar pustaka yg baik serta benar tentunya kita mmembutuhkan pengetahuan serta hal hal yg perlu diperhatikan lantaran hal ini bersifat resmi atau formal. Pemberian pertanda baca misalnya titik, koma, pertanda kurung, dan sejenisnya merupakan keliru satu hal mini namun perlu buat diperhatikan dalam penulisan bibliograf yg baik dan sahih.

Nah pada kesempatan kali ini Tips & Cara akan khusus buat membahas segala hal mengenai daftar pustaka secara lengkap, berikut adalah beberapa penjelasan mengenai bagaimana cara membuat bibliograf yang baik serta benar seperti dikutip berdasarkan beberapa situs pendidikan ternama serta terkenal:
Pengertian Daftar Pustaka
Daftar Pustaka adalah daftar resmi yang tercantum secara khusus dari banyak sekali media misalnya jurnal, karya ilmiah, buku, internet, media elektronik maupun sumber kredibel lainnya yg dijadikan asal surat keterangan juga acuan bacaan pada penulisan makalah, jurnal, skripsi, tugas akhir maupun tulisan formal secara generik.
Fungsi Daftar Pustaka
a. Sebagai keliru satu cara buat memberikan aneka macam referensi yg berhubungan bagi pembaca buat melakukan sebuah kajian lanjutan juga kajian ulang yg berhubungan dengan tema buku tadi.
b. Sebagai sebuah bentuk apresiasi terhadap penulis baik penulis kitab juga karya tulis atas karyanya yg sudah menaruh manfaat serta peranan terhadap penulisan sebuah kitab atau karya tulis.
c. Sebagai kabar tentang pengambilan bahan maupun data dari sebuah goresan pena yang diambil dari sumber yg kredibel atau terpercaya.
d. Sebagai bentuk pembanding antara sumber yg satu menggunakan yg lainnya.
Peran Daftar Pustaka
a.  Sebagai penggambaran menurut sumber tulisan yang diperoleh
b. Sebagai peninjauan mengenai pengetahuan, pengalaman, bahkan pertanggungjawaban penulis kitab rujukan tersebut
c. Untuk mengantisipasi tuduhan plagiasi intelektual
Penulisan Daftar Pustaka yang diambil menurut Buku, hal atau unsur yg perlu diperhatikan merupakan:
a. Nama Penulis diikuti indikasi titik (.)
b. Tahun Terbit diikuti indikasi titik (.)
c. Judul buku ditulis miring (italic) diikuti pertanda titik (.)
d. Kota penerbit diikuti indikasi titik 2 (:)
e. Nama perusahaan penerbit diikuti tanda titik (.)
f. Unsur-unsur yang terdapat di atas wajib ditulis urut sesuai menggunakan nomornya.
Contoh :
Ronald Sugieto. 2009. Antara Filosofi Hukum & Kebenarannya. Yogyakarta: Pustaka Gramedia.
Wahyu, Angga. 2014. Belajar Ubuntu Dari Dasar. Pati : Gramedia
Saputra, Agus. 2013. Proyek Membuat Website Periklanan Dengan PHP. Cirebon: Sinar Kreatif
Isnawan, Norma. Cara Cepat Cari Jodoh. Semarang: Gramedia.
Hal-hal lain yg perlu diperhatikan:
a. Tulis nama penulis sesuai menggunakan huruf huruf (A-Z).
b. Jika nama penulis sama namun judul buku tidak sinkron, maka dibawah nama diberi indikasi garis panjang sebesar 10 sekaligus mengurutkan tahun yg lama ketahun yang lebih baru.
Contoh: Ronald Sugieto. 2009. Antara Filosofi Hukum & Kebenarannya. Yogyakarta: Pustaka Gramedia.
___________________. 2010. Hukum Internasional. Yogyakarta: Pustaka Gramedia.
c. Jika mendapatkan buku dengan dua penulis, maka nama ke 2 penulis tadi di tulis seluruh.
Contoh : Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar. 2010. Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
d. Apabila nama penulis banyak (lebih menurut satu orang), maka penulis primer yg dicantumkan kemudian diberi pertanda koma dan diikuti dkk (serta kawan-kawan).
Contoh: Zuhdi, dkk. 2008. Cara Menulis Buku. Malang: Rena Press.
e. Apabila penulis buku orang asing, maka penulisan namanya dibalik dan diikuti pertanda koma. Hal ini dikarenakan nama asing meletakkan nama sendiri pada belakang nama famili atau nama marga.
Contoh : Harrison, P. 1987. The Greening of Africa. Penguin Books: New York.
Penulisan Daftar Pustaka yang diambil menurut Penelitian
Dalam penulisan bibliograf sumber lain bisa diambil menurut penelitian (jurnal, skripsi, tesis, dll) hampir sama dengan penulisan yang diambil berdasarkan kitab . Tetapi letak perbedaannya hanya menambahkan jenis penelitian dengan diikuti tanda kurung. Unsur-unsur yg digunakan serta perlu diperhatikan merupakan:
a. Nama Penulis diikuti indikasi titik (.)
b. Tahun Terbit diikuti indikasi titik (.)
c. Judul penelitian ditulis miring (italic) dan ditambah jenis penelitian diikuti pertanda kurung kemudian tanda titik (.)
d. Kota penerbit diikuti indikasi titik 2 (:)
e. Nama Perguruan Tinggi diikuti tanda titik (.)
Contoh : Iffah Mardiyati. 2011. Pengaruh Motivasi serta Kompetensi terhadap Kinerja Pengajar pada Mediasi Komitmen Sekolah Studi Kasus di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri se-Kecamatan Pati (Tesis). Semarang: Universitas STIKUBANK.
Penulisan Daftar Pustaka yg diambil berdasarkan Artikel
Artikel yg dimaksud dapat diambil dari internet maupun majalah atau media cetak lainnya. Untuk artikel berdasarkan Majalah unsur-unsur yg digunakan merupakan:
a. Nama Penulis diikuti indikasi titik (.)
b. Tahun Terbit diikuti indikasi titik (.)
c. Judul artikel ditulis miring (italic) diikuti kata pada majalah
d. Dilanjutkan nama Media Cetak ditulis miring (italic), edisi lengkap dengan tanggal, bulan serta tahun diikuti indikasi titik (.)
Contoh : Djaali. 2007. Peningkatan Mutu Pendidikan Nasional Melalui Program Sertifikasi dalam majalah Buletin BSNP Edisi Mei 2007.
Untuk artikel dari Internet unsur-unsur yang digunakan merupakan:
a.  Nama Penulis diikuti tanda titik (.)
b.  Tahun Terbit diikuti pertanda titik (.)
c.  Judul artikel ditulis miring (italic) diikuti indikasi titik (.)
d. Alamat website lengkap menggunakan tanggal, bulan, tahun dan ketika mengakses atau mendownload diikuti indikasi titik (.)
Contoh : Ahmad Syaifudin. 2015. Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Membuat Makalah. //tipspendidikanku.blogspot.com/2015/04/hal-hal-yang-perlu-diperhatikan-pada.html, 14 April 2015.
Tambahan:
a. Jika bibliograf tidak ditemukan, maka
   - Nama diganti menggunakan anonym atau Anonymous
   - Tahun diganti dengan tanpa tahun
b. Sebaiknya sisihkan bibliograf menurut kitab serta internet atau media cetak.
c. Gelar tidak diikutkan dalam penulisan daftar pustaka
Contoh Daftar Pustaka Sumber Koran :
Dimas 16 Desember, 2014. Hal-Hal Penting Dalam Penulisan Dafatar Pustaka. Suara Merdeka, hlm lima & 6.
Contoh Daftar Pustaka Sumber Kamus / Ensiklopedia :
David-Margaret, D.1992. Mentasy disorders and therir trearment. The New Encylopedia Britannica. Encylopedia Britannica 255: 750-758.
Contoh bibliograf dari Journal atau jurnal ataupun Journal online (E-Journal), hal hal yg perlu diperhatikan:
1. Tulis terlebih dahulu nama belakang/famili/marga kemudian nama depan penulis. Jika penulis lebih berdasarkan satu orang, nama penulis dipisahkan dengan tanda baca koma atau kata penghubung “serta”.
2. Kemudian tulis tahun penerbitan jurnal.
3. Cantumkan judul jurnal dengan dicetak miring atau cetak tebal.
4. Lalu tulis nama penerbit.
5. Edisi atau volume journal.
6. Apabila ada cantumkan laman.
7. Alamat URL
8. Tanggal dan waktu ketika mengakses jurnal.
Contoh:
  1. Nugraha, Aria. 2014. Tata Cara Penulisan Daftar Pustaka berdasarkan Jurnal yg Benar. Jurnal Bahasa Indonesia, 4 (tiga): 12-17. //www.kelasIndonesia.com/page/artikel/?Act/detil/aid/42. (Diakses 27 Maret 2015 pukul 20.00 wib.)
  2. R. Muhammad. 1978. Meningkatkan Kemampuan Menulis Siswa menggunakan Metode Menulis Diary. Kumpulan Jurnal Ilmiah Bahasa Indonesia Online, Vol. 4, No.7. //www.kelasIndonesia.com/halaman/artikel/?Act/detil/aid/42. (Diakses dalam tanggal 1 April 2015)

Jika penulis lebih menurut satu
Nugraha. A, serta Ichwan. C. 1998. Belajar Bahasa Indonesia dengan Baik dan Benar. Bahasa Indonesia Jurnal Online, 5 (7): 67-70. //www.kelasIndonesia.com/laman/artikel/?Act/detil/aid/42. (Diakses 29 Maret 2015, 20.00 wib)
Jurnal cetak
Penulisan daftar pustaka bersumber menurut jurnal cetak sama dengan jurnal online. Namun nir mencantumkan alamat URL dan tanggal akses.
Contoh:
Nugraha Aria. 2015. Cara Menulis Daftar Pustaka yang Benar. Jurnal Pendidikan, lima (12): 12-15.
Munandar, Kharis. 2014. Pengaruh Membaca terhadap Kemampuan Menulis Siswa. Jurnal Pendidikan Ilmiah, vol. 13, No. 4, pp. 124-126.
Nah berikut pengertian mengenai bahan yang diambil atau data dan bagaimana cara menuliskannya dalam daftar pustaka yang baik serta sahih.
Data
Judul : Ragam Bahasa buku Bahasa Indonesia
Tahun Terbit : 2010
Penerbit : Ganesha
Pengarang : Ramon S. Parmadi, SH
Tempat Terbit : Bandung
Penulisan
S. Parmadi, Ramon.2010.Ragam Bahasa buku Bahasa Indonesia.bandung:Ganesha
Data
Judul : Teori Penkajian Fiksi
Tahun Terbit : 2004
Penerbit : Gajah Mada Press
Pengarang : Burhan Nugiantoro
Tempat Terbit : Yogyakarta
Judul : Pengkajian Puisi
Tahun Terbit : 2002
Penerbit : Gajah Mada Press
Pengarang : Burhan Nugiantoro
Tempat Terbit : Yogyakarta
Penulisan
Nugiantoro, Burhan.2002.(a)Penkajian Puisi.Yogyakarta:Gajah Mada Press
Nugiantoro, Burhan.2002.(b)Teori Pengkajian Fiksi.yogyakarta:Gajah Mada Press
Data
Judul : Kepada Anakku
Tahun Terbit : 1935
Penerbit : Tebaran Mega (Majalah)
Pengarang : Sutan Takdir Alisjahbana
Penulisan
Alisjahbana, Sutan Takdir."Kepada Anakku".dalam Tebaran Mega.1935
Data
Judul : Harga Gadget
Tahun Terbit : 2014
Website : www.reviewane.co
Pengarang : Ikhsan Sabur
Penulisan
Sabur, Ikhsan."Harga Gadget".pada www.reviewane.co.2014
Contoh penulisan bibliograf secara lengkap
  1. Alisjahbana, Sutan Takdir."Kepada Anakku".dalam Tebaran Mega.1935
  2. Nugiantoro, Burhan.2002.(a)Penkajian Puisi.Yogyakarta:Gajah Mada Press
  3. Nugiantoro, Burhan.2002.(b)Teori Pengkajian Fiksi.Yogyakarta:Gajah Mada Press
  4. S. Parmadi, Ramon.2010.Ragam Bahasa buku Bahasa Indonesia.bandung:Ganesha
  5. Sabur, Ikhsan."Harga Gadget".pada www.reviewane.co.2014

Nah itulah beberapa penjelasan secara lengkap mengenai bagaimana menciptakan daftar pustaka yang baik dan benar, bila anda mempunyai tambahan, saran, tambahkan juga kritikan silahkan tambahkan dikotak komentar yg sudah disediakan. Masukan anda akan sangat berguna bagi ribuan pembaca web blog ini, terima kasih.

KONSEP DASAR BERFIKIR ILMIAH DENGAN PENALARAN DEDUKTIF INDUKTIF DAN ABDUKTIF

Konsep Dasar Berfikir Ilmiah dengan Penalaran Deduktif, Induktif, Dan Abduktif
Berpikir adalah sebuah proses yg membuahkan pengetahuan. Proses ini adalah serangkaian gerak pemikiran pada mengikuti jalan pemikiran tertentu yang akhirnya hingga pada sebuah kesimpulan yg berupa pengetahuan. Manusia berpikir untuk menemukan pemahaman atau pengertian, pembentukan pendapat, serta konklusi atau keputusan menurut sesuatu yang dikehendaki (Achmadi, 1998). Menurut Himsworth (1997), manusia adalah makhluk yang berpikir. Setiap saat berdasarkan hidupnya, semenjak dia lahir hingga masuk liang lahat, dia tak pernah berhenti berpikir. Hampir tak terdapat masalah yg menyangkut menggunakan perikehidupan yang terlepas dari jangkauan pikirannya, menurut soal paling remeh hingga soal paling asasi (Hardiman, 2004).


Berpikir ilmiah merupakan menggunakan logika budi untuk mempertimbangkan, menetapkan, berbagi dan sebagainya (James, 1999). Pada dasarnya setiap objek yang terdapat pada dunia pastilah menuntut metode tertentu. Seperti halnya dalam memperoleh pengetahuan. Suatu ilmu, mungkin membutuhkan lebih dari satu metode ataupun bisa diselesaikan berdasarkan berbagai metode (Ahmad Saebani, 2009). Akhirnya suatu pendapat mengatakan, bahwa sesuatu mempunyai berbagai segi yg menuntut penggunaan aneka macam metode. Untuk memperoleh pengetahuan, maka digunakanlah metode berfikir ilmiah (Sumadi, 2010). Metode berfikir ilmiah bisa dilakukan melalui 3 jenis penalaran, yaitu Penalaran Deduktif, Penalaran Induktif, dan Penalaran Abduktif (Redja, 2001).


Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis memberikan perumusan masalah khususnya yg berkenaan dengan kajian berpikir ilmiah. Untuk itu penulis merumuskan perkara, menjadi berikut :
1. Apa yang dimaksud metode berpikir ilmiah?
2. Apa nilai guna metode berpikir ilmiah?
3. Bagaimana cara berpikir ilmiah dengan penalaran deduktif, induktif, dan abduktif?


Tujuan
Berdasarkan rumusan kasus diatas, maka yang sebagai tujuan pembahasan pada makalah merupakan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian metode berpikir ilmiah.
2. Untuk mengetahui nilai guna metode berpikir ilmiah.
3. Untuk mengetahui cara berfikir ilmiah dengan penalaran deduktif, induktif, dan abduktif.


Metode Penulisan
Sumber dan Jenis Data
Data-data yg digunakan dalam makalah ini bersumber dari banyak sekali surat keterangan atau literatur yang relevan menggunakan topik perseteruan yang dibahas. Validitas serta relevansi referensi yang digunakan bisa dipertanggungjawabkan. Jenis data yg diperoleh berupa data sekunder yang bersifat kualitatif.


Pengumpulan Data
Penulisan makalah ini dilakukan menggunakan memakai studi pustaka menggunakan menelusuri aneka macam acum yang terkait dengan topik primer konflik. Literatur yang digunakan adalah literatur yg telah dikaji validitasnya dan mendukung pada penguraian masalah.


Penyusunan Data
Setelah data terkumpul, dilakukan penyusunan data (pembahasan) dengan sistematis sesuai menggunakan masalah yg dikaji. Penyusunan data ini merujuk pada berbagai literatur berupa buku dan jurnal yg relevan dengan topik makalah yang sudah dikumpulkan. Dari tahapan penyusunan data, tujuan penulisan makalah bisa terpenuhi yaitu mengetahui pengertian metode berpikir ilmiah, mengetahui nilai guna metode berpikir ilmiah, mengetahui cara berfikir ilmiah dengan penalaran deduktif, induktif, dan abduktif. Setelah penyusunan data dilakukan penarikan kesimpulan berdasarkan kajian topik yg sudah dilakukan.



Pembahasan
Metode Berfikir Ilmiah
Secara etimologis, metode asal berdasarkan Bahasa Yunani, yaitu “Meta” yg adalah setelah atau dibalik sesuatu, serta “Hodos” yg artinya jalan yang harus ditempuh (Richard, 1986). Jadi metode berarti langkah-langkah (cara dan teknik) yang diambil menurut urutan eksklusif buat mencapai pengetahuan eksklusif. Jadi metode berfikir ilmiah adalah mekanisme, cara dan teknik memperoleh pengetahuan, serta buat pertanda sahih salahnya suatu hipotesis yg telah ditentukan sebelumnya (Branner, 2002).


Metode ilmiah ini merupakan sebuah prosedur yang dipakai para ilmuan dalam pencarian kebenaran baru. Dilakukannya dengan cara kerja sistematis terhadap pengetahuan baru, dan melakukan peninjauan pulang kepada pengetahuan yg sudah ada (Kattsoff, 1992). Tujuan menurut penggunaan metode ilmiah ini yaitu agar ilmu berkembang dan tetap eksis serta sanggup menjawab berbagai tantangan yg dihadapi. Kebenaran serta kecocokan kajian ilmiah, akan terbatas dalam ruang, waktu, loka serta kondisi eksklusif (Milton, 2004).


Metode ilmiah dipengaruhi sang unsur alam yang berubah serta bergerak secara dinamik dan teratur. Kondisi alam yang diduga para filosof karena adanya asas tunggal menurut alam (natural law). Filosof yakin, bahwa natural law telah sebagai galat satu sebab adanya ketertiban alam (Zuhairini, 1995). Ketertiban akan diangkat dan wajib diletakkan sebagai objek ukuran pada memilih kebenaran. Corak-corak metodis yg sandarannya dalam kondisi alam, yg dinamik dan teratur, harus diakui sudah meneyebabkan lahirnya ilmu pengetahuan dengan sifat serta kecendrungan yang positivistic (Titus, 1959). Ilmu selalu berkembang dalam berukuran-berukuran yang konkrit dengan contoh serta pendekatan dan eksperimen dan observasi. Dalam perkembangan selanjutnya contoh serta cara berfikir demikian sudah memperoleh somasi. Lantaran, tidak seluruh ilmu dapat didekati dengan contoh yg sama (Sidi, 1973). Dengan ditemukannya metode berfikir ilmiah, secara langsung telah menyebabkan terjadinya kemajuan pada ilmu pengetahuan. Manusia bukan saja hayati pada ritmis modernisasi yang serba gampang serta menjanjikan. Lebih berdasarkan itu seluruh, manusia bisa menggapai sesuatu yang sebelumnya seolah tidak mungkin. Manusia tidak lagi berpangku tangan, terhadap apa yg menjadi kehendak alam (Peursen, 2003).


Manfaat Berfikir Ilmiah
Metode berpikir ilmiah memiliki peranan penting pada membantu manusia buat memperoleh pengetahuan cakrawala baru dalam menjamin keberadaan kehidupan manusia. Dengan memakai metode berfikir ilmiah, insan terus berbagi pengetahuannya (Liang, 1982).


Menurut Sugiharto (1996) terdapat 4 cara manusia memperoleh pengetahuan:
1. Berpegang dalam sesuartu yg sudah terdapat (metode keteguhan).
2. Merujuk pada pendapat ahli
3. Berpegang pada intuisi (metode bisikan hati)
4. Menggunakan metode ilmiah


Dari keempat itulah, insan memperoleh pengetahuannya sebagai pelekat dasar kemajuan manusia. Tetapi cara yang keempat ini, acapkali diklaim sebagai cara ilmuan dalam memperoleh ilmu. Dalam praktiknya, metode ilmiah dipakai buat mengungkap dan menyebarkan ilmu, melalui cara kerja penelitian (Magnis, 1992). Cara kerja ilmuan dengan penelitian ilmiah, ada menjadi reaksi menurut tantangan yg dihadapi manusia. Pemecahan perkara melalui metode ilmiah nir akan pernah berpaling. Penelitian ilmiah dengan menggunakan metode ilmiah, memegang peranan penting pada membantu insan buat memecahkan setiap masalah yang pada hadapinya (Jammer, 1999).


Ilmuan umumnya bekerja menggunakan cara kerja sistematis, berlogika serta menghindari diri dari pertimbangan subjektif. Rasa tidak puas terhadap pengetahuan yang dari dari paham orang umum , mendorong kelahiran filsafat. Filsafat menyelidik ulang seluruh pengetahuan insan buat mendapat pengetahuan yg hakiki (Capra, 1998). Ilmuan memiliki falsafah yang sama, yaitu pada penggunaan cara menuntaskan perkara menggunakan menggunakan metode ilmiah (Noeng, 1996). Metode ilmiah selalu digunakan buat memecahkan masalah yang dihadapinya. Penggunaan metode ilmiah tertentu dalam kajian tertentu, bisa memudahkan ilmuan dan pengguna output keilmuannya bisa memudahkan melakukan penelusuran. Dalam ilmu pengetahuan ilmiah, “tidak terdapat” kebenaran yg sekedar berada pada jumantara meskipun atas nama akal. Setiap kebenaran ilmiah, senantiasa diperkuat bukti-bukti empirik dan indrawi, bahkan sesuatu kebenaran tadi telah teruji (Hardiman, 2004).


Penalaran Ilmiah
Terdapat poly cara penarikan konklusi, namun buat sinkron menggunakan maksud tulisan ini yg memusatkan kepada berpikir ilmiah maka terdapat 3 jenis penarikan kesimpulan yakni menurut akal induktif, logika deduktif serta akal abduktif :


Logika Induktif
Merupakan cara berpikir menarik suatu konklusi yang bersifat generik berdasarkan berbagai perkara yg bersifat individual (seperti kesimpulan peneliti humoris). Misalnya, kita punya informasi bahwa kambing punya mata, kucing punya mata, demikian juga anjing serta aneka macam hewan lainnya. Dari fenomena-kenyataan ini bisa kita tarik konklusi umum bahwa seluruh binatang memiliki mata. Dua laba berdasarkan akal induktif : 


a. Ekonomis
Karena menggunakan penalaran induktif kehidupan yang beraneka ragam dengan banyak sekali corak serta segi dapat direduksi/dikurangi menjadi beberapa pernyataan. Pengetahuan yang dikumpulkan manusia bukan merupakan koleksi/ kumpulan menurut berbagai berita melainkan esensi dari fakta-keterangan tadi. Demikian pula pengetahuan tidak bermaksud membuat reproduksi dari obyek eksklusif, melainkan menekankan pada struktur dasar yang mendasari ujud warta tadi. Pernyataan yg bagaimanapun lengkap dan cermatnya tidak bisa mereproduksi betapa manisnya secangkir kopi atau betapa pahitnya pil kina. Jadi pengetahuan cukup puas menggunakan pernyataan elementer yg bersifat kategoris bahwa kopi itu manis dan pil kina itu pahit. Pernyataan seperti ini telah cukup bagi insan buat bersifat fungsional pada kehidupan simpel serta berpikir teoritis. 


b. Penalaran lanjut 
Secara induktif dari berbagai pernyataan yg bersifat generik bisa disimpulkan pernyataan yg bersifat lebih generik lagi. Melanjutkan model tentang konklusi bahwa semua hewan memiliki mata (induksi hewan), dan seluruh insan mempunyai mata (induksi manusia) maka dapat ditarik konklusi bahwa semua makluk mempunyai mata. Penalaran misalnya ini memungkinkan disusunnya pengetahuan secara sistematis yg menunjuk pada pernyataan-pernyataan yang makin lama makin bersifat fundamental. 



Logika Deduktif
Adalah kegiatan berpikir yang sebaliknya berdasarkan penalaran induktif. Deduksi merupakan cara berpikir dimana menurut pernyataan bersifat umum ditarik konklusi bersifat spesifik. Penarikan konklusi secara deduktif umumnya menggunakan pola berpikir silogismus. Silogismus, disusun menurut 2 buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. Pernyataan yg mendukung silogismus ini diklaim premis yang kemudian bisa dibedakan sebagai premis mayor serta premis minor. Pengetahuan yg didapat berdasarkan penalaran deduktif merupakan output kesimpulan menurut kedua premis tersebut. Melanjutkan contoh penalaran induktif pada atas dapat dibuat silogismus sebagai berikut : 

Semua makluk mempunyai mata [premis mayor] ------ Landasan [1] 

Si Polan merupakan seseorang makluk [premis minor] ------- Landasan [2] 

Jadi si Polan mempunyai mata [kesimpulan] ---------- Pengetahuan 


Kesimpulan yang diambil bahwa si Polan punya mata adalah pengetahuan yang absah dari penalaran deduktif, sebab kesimpulan ini ditarik secara logis menurut 2 premis yang mendukungnya. Jika kebenaran dari konklusi/pengetahuan dipertanyakan maka wajib dikembalikan pada kebenaran premis yg mendahuluinya. Sekiranya kedua premis yang mendukungnya merupakan benar maka bisa dipastikan bahwa kesimpulan yang ditariknya pula sahih. Mungkin saja kesimpulan itu keliru, meskipun kedua premisnya benar, karena cara penarikan kesimpulannya nir absah. Contoh : 

Semua makluk mempunyai mata [premis mayor] ----Landasan [1] 

Si Polan merupakan bukan makluk [premis minor] ----Landasan [2] 

Jadi si Polan mempunyai mata [kesimpulan] ------Pengetahuan 

Semua makluk memiliki tempat tinggal [premis mayor] ----Landasan [1] 

Si Polan adalah seseorang makluk [premis minor] ----Landasan [2] 

Jadi si Polan mempunyai tempat tinggal [kesimpulan] ------Pengetahuan 

Semua makluk mempunyai mata [premis mayor] ----Landasan [1] 

Si Polan adalah seseorang makluk [premis minor] ----Landasan [2] 

Jadi si Polan memiliki kaki [kesimpulan] ------Pengetahuan 


Jadi ketepatan penarikan kesimpulan pada penalaran deduktif bergantung menurut tiga hal, yakni kebenaran premis mayor, kebenaran premis minor, serta keabsahan pengambilan konklusi. Apabila keliru satu dari ketiga unsur tadi persyaratannya nir terpenuhi maka konklusi yg ditariknya akan galat. Matematika merupakan pengetahuan yang disusun secara deduktif. Misalnya, A = B serta apabila B = C maka A = C. Kesimpulan A sama dengan C dalam hakekatnya bukan merupakan pengetahuan baru pada arti yang sebenarnya, melainkan sekedar konsekwensi dari 2 pengetahuan yang sudah kita ketahui sebelumnya.


Logika Abduktif
Pemikiran fundamental di sini adalah bahwa sebuah hal yg mungkin buat melukiskan dan menggambarkan konsekuensi berdasarkan sebuah produk dalam iklan. Berdasarkan pada konsekuensi itu, baik atribut menurut produk yang diiklankan ataupun interaksi nilai dari pengguna produk bisa disimpulkan (abduktif) oleh penerima iklan tersebut. Sebagai contoh, di dalam iklan buat sebuah merek margarin (Blue Band). Orang yang langsing serta ramping akan ditampilkan sedang memakai merek sebuah margarin yang diiklankan. Dalam perkara ini, konsekuensi berdasarkan sebuah produk ditampilkan (bahwa Blue Band itu membuat makanan enak). Dari iklan ini, menjadi misalnya, kita sanggup mendapatkan sebuah kesimpulan abduktif yaitu Blue Band merupakan margarin dengan presentase “rendah-lemak” (atributnya).
  1. Hasil : Pengguna Blue Band mendapatkan bentuk tubuh serta figur yg baik (ramping)
  2. Aturan : Margarin menggunakan presentase “rendah-lemak” sangat baik buat bentuk tubuh.
  3. Kasus : Blue Band merupakan margarin menggunakan presentase “rendah lemak” (kesimpulan informatif)
Apabila konklusi abduktif ini tidak secara eksplisit terdapat di dalam sebuah iklan, maka berarti dibuat secara tersirat. Bagaimanapun juga, berdasarkan pada konsekuensi yg digambarkan di dalam iklan itu (Blue Band adalah sebuah pilihan tepat buat mendapatkan serta mempertahankan kesehatan dan bentuk tubuh ramping) kita juga mendapatkan konklusi abduktif lain yg dibuat pada penggunaan Blue Band, pengguna produk akan mengingatnya serta tidak bisa dipungkiri bahwa secara konsekuen membanggakan produk ini pada orang lain (nilai-nilai).

  1. Hasil : Pengguna Blue Band mendapatkan bentuk tubuh serta figur yg baik (ramping)
  2. Aturan : Orang dengan bentuk tubuh yg baik akan dipuji sang orang lain
  3. Kasus : Dengan menggunakan Blue Band pengguna produk (akan permanen memiliki bentuk tubuh yg baik) serta dipuji sang orang lain. (konklusi transformatif).
Abduktif (abduksi) melakukan penalaran dari sebuah fakta ke aksi atau syarat yg mengakibatkan liputan tersebut terjadi. Metode ini dipakai buat menjelaskan event yang kita amati. Sebagai contoh, misalkan kita mengetahui bahwa seseorang yang bernama Sam selalu mengendarai mobilnya menggunakan sangat cepat jika sdang mabuk. Maka dalam ketika kita melihat Sam mengendarai mobilnya menggunakan sangat cepat maka kita berkesimpulan bahwa Sam mabuk. Tentunya hal ini belum tentu benar, mungkin saja dia sedang terburu-buru atau dalam keadaan gawat darurat.


Walaupun abduktif mungkin nir dapat diandalkan, namun manusia acapkali memperlihatkan sesuatu hal dengan cara misalnya ini, serta mempertahankan penjelasaannya hingga ada bukti lain yang mendukung penjelasan atau teori alternatif.


Pandangan Beberapa Filsuf :
1. Aristoteles menyebut abduktif (abduksi) mengacu kepada jenis-jenis inferensi (penyimpulan, penalaran) silogistik yang tidak berhasil membawa kepastian, lantaran hubungan yang lemah antara term-term mayor serta tengah, atau term-term tengah, minor. Premis mayor bersifat niscaya, sedangkan premis minor tidak niscaya. Lantaran itu kesimpulannya sebagai kurang pasti atau sama dengan premis minor. Contoh klasik adalah: "seluruh yg nir musnah adalah hal yg tidak material, jasmani; insan memiliki jiwa" 

2. Adalah Charles Sander Peice (1839-1914) mengenalkan cara menganalisis jenis pola pikir bersifat "menduga" (speculation) dan diberi nama menggunakan Abduktif.


Pemikiran peirce mengenai pentingnya insting pada fase abduktif memiliki implikasi teoritis yang akbar. Pertanyaan kita sekarang adalah apakah abduksi serta hipotesis eksplanatoris menjadi hasilnya mempunyai nilai-nilai ilmiah-teoritis? Atau menggunakan perkataan lain, apa karakteristik-karakteristik dasar nilai berdasarkan abduktif serta hipotesis eksplanatoris?


Pertama-tama wajib dikatakan bahwa abduksi menghasilkan suatu proposisi yang mengandung konsep universal (generalitas). Sudah dikatakan sebelumnya bahwa abduktif merupakan suatu proses penyimpulan dari suatu kasus tertentu. Kesimpulan menurut proses itu merupakan suatu proposisi yang menempatkan suatu kasus khusus eksklusif pada suatu kelas atau grup. Maka menggunakan cara ini, suatu hipotesis mempertegas bahwa suatu perkara individual ditempatkan dalam suatu kelas yang lebih umum.


Kedua, abduktif adalah suatu proses yang nir dapat dipatok dengan satu jenis penalaran formal (reason) saja. Hipotesis abduktif dibuat sang khayalan, bukan sang penalaran kritis. Lebih lagi, seorang ilmuan akan memakai instingnya buat menciptakan suatu pilihan yang hemat serta bermanfaat saat menghadapi begitu banyak penjelasan yang harus diuji. Hipotesis abduktif, karenanya, tidak timbul menurut suatu proses logis yg ketat, namun menurut suatu kilatan insight, pengertian, atau wangsit, pada bawah imajinasi, dan di luar kemampuan penalaran kritis.


Ketiga, proses abduksi menegaskan bahwa ilmu pengetahuan selalu berusaha buat menangkap orisinalitas empiris. Lantaran hipotesis abduktif merupakan hasil dari kilatan wangsit khayalan ilmiah, hipotesis itu bagi ilmuwan serta bagi banyak orang adalah sesuatu yg baru. Peirce sangat yakin bahwa abduksi merupakan satu-satunya bentuk penalaran yg sanggup membentuk inspirasi bagi ilmu pengetahuan. Abduksi berhenti menggunakan menawarkan suatu hipotesis yg wajib diuji, bukan sesuatu yg sudah diketahui kebenarannya. “Abduction merely conjectures in an original way what the explanation for the phenomena might be”.


Keempat, merupakan interpretatif. Abduktif yang berhasil mengandaikan keterlibatan yg menyeluruh dan khayalan yang bebas. Oleh karena itu, ilmuwan yg berpengalaman umumnya lebih berhasil berdasarkan yg nir berpengalaman. Ini berarti bahwa abduktif merupakan suatu fase interpretasi. Interpretasi pada arti bahwa proposisi hipotesis yang berhasil dirumuskan itu tidak lain dari cara pandang ilmuwan terhadap kabar atau pengalaman.

KONSEP DASAR BERFIKIR ILMIAH DENGAN PENALARAN DEDUKTIF INDUKTIF DAN ABDUKTIF

Konsep Dasar Berfikir Ilmiah menggunakan Penalaran Deduktif, Induktif, Dan Abduktif
Berpikir merupakan sebuah proses yang berakibat pengetahuan. Proses ini adalah serangkaian gerak pemikiran dalam mengikuti jalan pemikiran eksklusif yang akhirnya hingga pada sebuah konklusi yang berupa pengetahuan. Manusia berpikir buat menemukan pemahaman atau pengertian, pembentukan pendapat, dan kesimpulan atau keputusan berdasarkan sesuatu yang dikehendaki (Achmadi, 1998). Menurut Himsworth (1997), manusia merupakan makhluk yg berpikir. Setiap saat menurut hidupnya, semenjak beliau lahir hingga masuk liang lahat, dia tak pernah berhenti berpikir. Hampir tak ada kasus yang menyangkut menggunakan perikehidupan yang terlepas menurut jangkauan pikirannya, menurut soal paling remeh hingga soal paling asasi (Hardiman, 2004).


Berpikir ilmiah adalah memakai logika budi buat mempertimbangkan, tetapkan, mengembangkan dan sebagainya (James, 1999). Pada dasarnya setiap objek yg ada di dunia pastilah menuntut metode eksklusif. Seperti halnya pada memperoleh pengetahuan. Suatu ilmu, mungkin membutuhkan lebih menurut satu metode ataupun bisa diselesaikan berdasarkan banyak sekali metode (Ahmad Saebani, 2009). Akhirnya suatu pendapat berkata, bahwa sesuatu mempunyai berbagai segi yg menuntut penggunaan berbagai metode. Untuk memperoleh pengetahuan, maka digunakanlah metode berfikir ilmiah (Sumadi, 2010). Metode berfikir ilmiah dapat dilakukan melalui tiga jenis penalaran, yaitu Penalaran Deduktif, Penalaran Induktif, dan Penalaran Abduktif (Redja, 2001).


Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis menaruh perumusan perkara khususnya yg berkenaan menggunakan kajian berpikir ilmiah. Untuk itu penulis merumuskan perkara, menjadi berikut :
1. Apa yg dimaksud metode berpikir ilmiah?
2. Apa nilai guna metode berpikir ilmiah?
3. Bagaimana cara berpikir ilmiah menggunakan penalaran deduktif, induktif, dan abduktif?


Tujuan
Berdasarkan rumusan perkara diatas, maka yg sebagai tujuan pembahasan dalam makalah adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian metode berpikir ilmiah.
2. Untuk mengetahui nilai guna metode berpikir ilmiah.
3. Untuk mengetahui cara berfikir ilmiah dengan penalaran deduktif, induktif, serta abduktif.


Metode Penulisan
Sumber dan Jenis Data
Data-data yg dipergunakan dalam makalah ini bersumber berdasarkan banyak sekali referensi atau literatur yg relevan dengan topik permasalahan yang dibahas. Validitas dan relevansi referensi yg dipakai dapat dipertanggungjawabkan. Jenis data yg diperoleh berupa data sekunder yang bersifat kualitatif.


Pengumpulan Data
Penulisan makalah ini dilakukan dengan menggunakan studi pustaka menggunakan menelusuri berbagai rujukan yang terkait dengan topik utama permasalahan. Literatur yg dipakai merupakan literatur yg telah dikaji validitasnya dan mendukung pada penguraian kasus.


Penyusunan Data
Setelah data terkumpul, dilakukan penyusunan data (pembahasan) dengan sistematis sinkron dengan masalah yg dikaji. Penyusunan data ini merujuk pada berbagai literatur berupa buku dan jurnal yg relevan dengan topik makalah yg telah dikumpulkan. Dari tahapan penyusunan data, tujuan penulisan makalah bisa terpenuhi yaitu mengetahui pengertian metode berpikir ilmiah, mengetahui nilai guna metode berpikir ilmiah, mengetahui cara berfikir ilmiah dengan penalaran deduktif, induktif, serta abduktif. Setelah penyusunan data dilakukan penarikan konklusi dari kajian topik yg sudah dilakukan.



Pembahasan
Metode Berfikir Ilmiah
Secara etimologis, metode asal menurut Bahasa Yunani, yaitu “Meta” yang merupakan setelah atau dibalik sesuatu, dan “Hodos” yang artinya jalan yang wajib ditempuh (Richard, 1986). Jadi metode berarti langkah-langkah (cara dan teknik) yang diambil berdasarkan urutan tertentu buat mencapai pengetahuan tertentu. Jadi metode berfikir ilmiah merupakan prosedur, cara serta teknik memperoleh pengetahuan, dan buat mengambarkan sahih salahnya suatu hipotesis yang telah ditentukan sebelumnya (Branner, 2002).


Metode ilmiah ini adalah sebuah prosedur yang digunakan para ilmuan pada pencarian kebenaran baru. Dilakukannya menggunakan cara kerja sistematis terhadap pengetahuan baru, dan melakukan peninjauan pulang kepada pengetahuan yg sudah terdapat (Kattsoff, 1992). Tujuan menurut penggunaan metode ilmiah ini yaitu agar ilmu berkembang serta permanen eksis dan mampu menjawab aneka macam tantangan yg dihadapi. Kebenaran serta kecocokan kajian ilmiah, akan terbatas pada ruang, saat, tempat dan kondisi eksklusif (Milton, 2004).


Metode ilmiah dipengaruhi sang unsur alam yang berubah dan beranjak secara dinamik dan teratur. Kondisi alam yang diduga para filosof lantaran adanya asas tunggal berdasarkan alam (natural law). Filosof konfiden, bahwa natural law sudah menjadi keliru satu sebab adanya ketertiban alam (Zuhairini, 1995). Ketertiban akan diangkat serta wajib diletakkan menjadi objek berukuran dalam menentukan kebenaran. Corak-corak metodis yang sandarannya pada kondisi alam, yang dinamik serta teratur, harus diakui sudah meneyebabkan lahirnya ilmu pengetahuan dengan sifat dan kecendrungan yang positivistic (Titus, 1959). Ilmu selalu berkembang dalam ukuran-berukuran yg konkrit menggunakan contoh serta pendekatan dan eksperimen dan observasi. Dalam perkembangan selanjutnya model dan cara berfikir demikian telah memperoleh gugatan. Lantaran, nir seluruh ilmu bisa didekati menggunakan model yang sama (Sidi, 1973). Dengan ditemukannya metode berfikir ilmiah, secara eksklusif telah menyebabkan terjadinya kemajuan pada ilmu pengetahuan. Manusia bukan saja hidup dalam ritmis modernisasi yg serba mudah dan menjanjikan. Lebih berdasarkan itu seluruh, insan dapat menggapai sesuatu yg sebelumnya seolah nir mungkin. Manusia nir lagi berpangku tangan, terhadap apa yg menjadi kehendak alam (Peursen, 2003).


Manfaat Berfikir Ilmiah
Metode berpikir ilmiah memiliki peranan penting pada membantu insan buat memperoleh pengetahuan cakrawala baru dalam mengklaim keberadaan kehidupan manusia. Dengan menggunakan metode berfikir ilmiah, manusia terus menyebarkan pengetahuannya (Liang, 1982).


Menurut Sugiharto (1996) ada 4 cara manusia memperoleh pengetahuan:
1. Berpegang pada sesuartu yg sudah terdapat (metode keteguhan).
2. Merujuk pada pendapat ahli
3. Berpegang dalam bisikan hati (metode bisikan hati)
4. Menggunakan metode ilmiah


Dari keempat itulah, manusia memperoleh pengetahuannya sebagai pelekat dasar kemajuan insan. Tetapi cara yang keempat ini, tak jarang disebut sebagai cara ilmuan dalam memperoleh ilmu. Dalam praktiknya, metode ilmiah digunakan buat mengungkap serta menyebarkan ilmu, melalui cara kerja penelitian (Magnis, 1992). Cara kerja ilmuan dengan penelitian ilmiah, ada menjadi reaksi berdasarkan tantangan yg dihadapi manusia. Pemecahan masalah melalui metode ilmiah nir akan pernah berpaling. Penelitian ilmiah menggunakan memakai metode ilmiah, memegang peranan krusial dalam membantu manusia untuk memecahkan setiap perkara yang pada hadapinya (Jammer, 1999).


Ilmuan umumnya bekerja dengan cara kerja sistematis, berlogika dan menghindari diri menurut pertimbangan subjektif. Rasa tidak puas terhadap pengetahuan yg asal dari paham orang awam, mendorong kelahiran filsafat. Filsafat menyelidik ulang semua pengetahuan insan buat mendapat pengetahuan yg hakiki (Capra, 1998). Ilmuan memiliki falsafah yang sama, yaitu dalam penggunaan cara menuntaskan perkara dengan memakai metode ilmiah (Noeng, 1996). Metode ilmiah selalu dipakai untuk memecahkan masalah yg dihadapinya. Penggunaan metode ilmiah tertentu dalam kajian eksklusif, dapat memudahkan ilmuan dan pengguna hasil keilmuannya bisa memudahkan melakukan penelusuran. Dalam ilmu pengetahuan ilmiah, “nir ada” kebenaran yg sekedar berada pada jumantara meskipun atas nama logika. Setiap kebenaran ilmiah, senantiasa diperkuat bukti-bukti empirik serta indrawi, bahkan sesuatu kebenaran tadi sudah teruji (Hardiman, 2004).


Penalaran Ilmiah
Terdapat poly cara penarikan konklusi, namun buat sesuai menggunakan maksud tulisan ini yang memusatkan kepada berpikir ilmiah maka terdapat 3 jenis penarikan kesimpulan yakni dari nalar induktif, logika deduktif serta akal abduktif :


Logika Induktif
Merupakan cara berpikir menarik suatu kesimpulan yang bersifat generik dari aneka macam kasus yang bersifat individual (seperti konklusi peneliti humoris). Misalnya, kita punya informasi bahwa kambing punya mata, kucing punya mata, demikian jua anjing serta aneka macam hewan lainnya. Dari fenomena-fenomena ini dapat kita tarik kesimpulan umum bahwa seluruh hewan mempunyai mata. Dua keuntungan menurut nalar induktif : 


a. Ekonomis
Karena dengan penalaran induktif kehidupan yg beraneka ragam menggunakan berbagai corak serta segi bisa direduksi/dikurangi menjadi beberapa pernyataan. Pengetahuan yg dikumpulkan manusia bukan adalah koleksi/ formasi berdasarkan banyak sekali kabar melainkan esensi berdasarkan kabar-informasi tadi. Demikian pula pengetahuan nir bermaksud membuat reproduksi menurut obyek tertentu, melainkan menekankan dalam struktur dasar yg mendasari ujud keterangan tersebut. Pernyataan yang bagaimanapun lengkap dan cermatnya nir bisa mereproduksi betapa manisnya secangkir kopi atau betapa pahitnya pil kina. Jadi pengetahuan relatif puas menggunakan pernyataan elementer yang bersifat kategoris bahwa kopi itu manis serta pil kina itu pahit. Pernyataan misalnya ini sudah relatif bagi manusia buat bersifat fungsional pada kehidupan simpel dan berpikir teoritis. 


b. Penalaran lanjut 
Secara induktif menurut banyak sekali pernyataan yg bersifat umum dapat disimpulkan pernyataan yg bersifat lebih umum lagi. Melanjutkan contoh tentang konklusi bahwa semua binatang memiliki mata (induksi hewan), dan seluruh manusia mempunyai mata (induksi insan) maka dapat ditarik kesimpulan bahwa seluruh makluk mempunyai mata. Penalaran misalnya ini memungkinkan disusunnya pengetahuan secara sistematis yg menunjuk pada pernyataan-pernyataan yang makin usang makin bersifat mendasar. 



Logika Deduktif
Adalah aktivitas berpikir yg sebaliknya dari penalaran induktif. Deduksi adalah cara berpikir dimana dari pernyataan bersifat generik ditarik konklusi bersifat khusus. Penarikan konklusi secara deduktif umumnya memakai pola berpikir silogismus. Silogismus, disusun menurut dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. Pernyataan yg mendukung silogismus ini disebut premis yang lalu bisa dibedakan sebagai premis mayor dan premis minor. Pengetahuan yang didapat berdasarkan penalaran deduktif adalah hasil kesimpulan menurut ke 2 premis tadi. Melanjutkan model penalaran induktif di atas bisa dibentuk silogismus sebagai berikut : 

Semua makluk mempunyai mata [premis mayor] ------ Landasan [1] 

Si Polan merupakan seseorang makluk [premis minor] ------- Landasan [2] 

Jadi si Polan mempunyai mata [kesimpulan] ---------- Pengetahuan 


Kesimpulan yg diambil bahwa si Polan punya mata adalah pengetahuan yang absah dari penalaran deduktif, karena konklusi ini ditarik secara logis menurut dua premis yang mendukungnya. Jika kebenaran berdasarkan konklusi/pengetahuan dipertanyakan maka wajib dikembalikan pada kebenaran premis yang mendahuluinya. Sekiranya ke 2 premis yg mendukungnya adalah sahih maka bisa dipastikan bahwa konklusi yang ditariknya jua benar. Mungkin saja kesimpulan itu salah , meskipun ke 2 premisnya sahih, karena cara penarikan kesimpulannya tidak absah. Contoh : 

Semua makluk memiliki mata [premis mayor] ----Landasan [1] 

Si Polan adalah bukan makluk [premis minor] ----Landasan [2] 

Jadi si Polan mempunyai mata [kesimpulan] ------Pengetahuan 

Semua makluk mempunyai rumah [premis mayor] ----Landasan [1] 

Si Polan merupakan seseorang makluk [premis minor] ----Landasan [2] 

Jadi si Polan memiliki rumah [kesimpulan] ------Pengetahuan 

Semua makluk memiliki mata [premis mayor] ----Landasan [1] 

Si Polan merupakan seseorang makluk [premis minor] ----Landasan [2] 

Jadi si Polan mempunyai kaki [kesimpulan] ------Pengetahuan 


Jadi ketepatan penarikan konklusi dalam penalaran deduktif bergantung menurut 3 hal, yakni kebenaran premis mayor, kebenaran premis minor, dan keabsahan pengambilan kesimpulan. Jika galat satu menurut ketiga unsur tadi persyaratannya nir terpenuhi maka kesimpulan yang ditariknya akan keliru. Matematika adalah pengetahuan yang disusun secara deduktif. Misalnya, A = B dan bila B = C maka A = C. Kesimpulan A sama dengan C pada hakekatnya bukan adalah pengetahuan baru pada arti yg sebenarnya, melainkan sekedar konsekwensi dari dua pengetahuan yang telah kita ketahui sebelumnya.


Logika Abduktif
Pemikiran mendasar di sini merupakan bahwa sebuah hal yg mungkin buat melukiskan serta mendeskripsikan konsekuensi menurut sebuah produk pada iklan. Berdasarkan pada konsekuensi itu, baik atribut menurut produk yg diiklankan ataupun interaksi nilai dari pengguna produk bisa disimpulkan (abduktif) sang penerima iklan tadi. Sebagai model, pada dalam iklan buat sebuah merek margarin (Blue Band). Orang yang langsing dan ramping akan ditampilkan sedang memakai merek sebuah margarin yg diiklankan. Dalam masalah ini, konsekuensi dari sebuah produk ditampilkan (bahwa Blue Band itu membuat kuliner enak). Dari iklan ini, menjadi misalnya, kita sanggup mendapatkan sebuah kesimpulan abduktif yaitu Blue Band merupakan margarin dengan presentase “rendah-lemak” (atributnya).
  1. Hasil : Pengguna Blue Band menerima bentuk tubuh dan figur yg baik (ramping)
  2. Aturan : Margarin dengan presentase “rendah-lemak” sangat baik buat bentuk tubuh.
  3. Kasus : Blue Band merupakan margarin dengan presentase “rendah lemak” (konklusi informatif)
Apabila konklusi abduktif ini tidak secara eksplisit ada pada pada sebuah iklan, maka berarti dibuat secara implisit. Bagaimanapun pula, dari dalam konsekuensi yg digambarkan di pada iklan itu (Blue Band merupakan sebuah pilihan sempurna buat mendapatkan dan mempertahankan kesehatan dan bentuk tubuh ramping) kita juga menerima konklusi abduktif lain yg dibuat pada penggunaan Blue Band, pengguna produk akan mengingatnya dan nir sanggup dipungkiri bahwa secara konsekuen membanggakan produk ini pada orang lain (nilai-nilai).

  1. Hasil : Pengguna Blue Band menerima bentuk tubuh dan figur yg baik (ramping)
  2. Aturan : Orang dengan bentuk tubuh yg baik akan dipuji oleh orang lain
  3. Kasus : Dengan memakai Blue Band pengguna produk (akan tetap memiliki bentuk tubuh yang baik) serta dipuji sang orang lain. (konklusi transformatif).
Abduktif (abduksi) melakukan penalaran dari sebuah berita ke aksi atau syarat yg menyebabkan berita tersebut terjadi. Metode ini digunakan buat mengungkapkan event yg kita amati. Sebagai contoh, misalkan kita mengetahui bahwa seorang yg bernama Sam selalu mengendarai mobilnya menggunakan sangat cepat jika sdang mabuk. Maka pada ketika kita melihat Sam mengendarai mobilnya dengan sangat cepat maka kita berkesimpulan bahwa Sam mabuk. Tentunya hal ini belum tentu sahih, mungkin saja beliau sedang terburu-buru atau pada keadaan gawat darurat.


Walaupun abduktif mungkin nir bisa diandalkan, namun insan acapkali memperlihatkan sesuatu hal menggunakan cara seperti ini, serta mempertahankan penjelasaannya sampai ada bukti lain yg mendukung penjelasan atau teori alternatif.


Pandangan Beberapa Filsuf :
1. Aristoteles menyebut abduktif (abduksi) mengacu pada jenis-jenis inferensi (penyimpulan, penalaran) silogistik yang tidak berhasil membawa kepastian, lantaran interaksi yg lemah antara term-term mayor serta tengah, atau term-term tengah, minor. Premis mayor bersifat niscaya, sedangkan premis minor nir niscaya. Karena itu kesimpulannya sebagai kurang pasti atau sama dengan premis minor. Contoh klasik ialah: "semua yg tidak hancur merupakan hal yg tidak material, jasmani; insan mempunyai jiwa" 

2. Adalah Charles Sander Peice (1839-1914) mengenalkan cara menganalisis jenis pola pikir bersifat "menduga" (speculation) dan diberi nama dengan Abduktif.


Pemikiran peirce tentang pentingnya insting pada fase abduktif memiliki akibat teoritis yang akbar. Pertanyaan kita kini merupakan apakah abduksi dan hipotesis eksplanatoris menjadi hasilnya mempunyai nilai-nilai ilmiah-teoritis? Atau dengan perkataan lain, apa ciri-karakteristik dasar nilai menurut abduktif dan hipotesis eksplanatoris?


Pertama-tama wajib dikatakan bahwa abduksi membentuk suatu proposisi yang mengandung konsep universal (generalitas). Sudah dikatakan sebelumnya bahwa abduktif adalah suatu proses penyimpulan dari suatu kasus eksklusif. Kesimpulan menurut proses itu adalah suatu proposisi yg menempatkan suatu perkara khusus tertentu dalam suatu kelas atau gerombolan . Maka menggunakan cara ini, suatu hipotesis mempertegas bahwa suatu perkara individual ditempatkan dalam suatu kelas yang lebih umum.


Kedua, abduktif merupakan suatu proses yang tidak bisa dipatok menggunakan satu jenis penalaran formal (reason) saja. Hipotesis abduktif dibentuk sang imajinasi, bukan sang penalaran kritis. Lebih lagi, seseorang ilmuan akan memakai instingnya buat menciptakan suatu pilihan yang hemat dan bermanfaat waktu menghadapi begitu banyak penerangan yang harus diuji. Hipotesis abduktif, karena itu, tidak muncul menurut suatu proses logis yang ketat, tetapi dari suatu kilatan insight, pengertian, atau wangsit, di bawah khayalan, dan pada luar kemampuan penalaran kritis.


Ketiga, proses abduksi menegaskan bahwa ilmu pengetahuan selalu berusaha untuk menangkap orisinalitas realitas. Lantaran hipotesis abduktif adalah output dari kilatan wangsit khayalan ilmiah, hipotesis itu bagi ilmuwan dan bagi poly orang merupakan sesuatu yang baru. Peirce sangat konfiden bahwa abduksi adalah satu-satunya bentuk penalaran yg bisa membentuk inspirasi bagi ilmu pengetahuan. Abduksi berhenti menggunakan memperlihatkan suatu hipotesis yg harus diuji, bukan sesuatu yang telah diketahui kebenarannya. “Abduction merely conjectures in an original way what the explanation for the phenomena might be”.


Keempat, adalah interpretatif. Abduktif yang berhasil mengandaikan keterlibatan yang menyeluruh dan khayalan yang bebas. Oleh karena itu, ilmuwan yang berpengalaman umumnya lebih berhasil berdasarkan yang tidak berpengalaman. Ini berarti bahwa abduktif merupakan suatu fase interpretasi. Interpretasi dalam arti bahwa proposisi hipotesis yg berhasil dirumuskan itu tidak lain berdasarkan cara pandang ilmuwan terhadap fakta atau pengalaman.

CONTOH MAKALAH PENALARAN DIKSI DALAM KARANGAN DESKRIPSI SISWA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa  adalah wahana bernalar dan alat berekpresian penalaran. Seseorang berbahasa kan mencerminkan bagaimana orang itu bernalar. Dalam menulis misalnya, sebuah goresan pena yang baik nir sekedar  ditunjukkan oleh kelincahan serta kekayaan bahasa yg dimiliki penulisnya, tetapi juga oleh kualitas bernalar.
Penalaran merupakan (reasoning, jalan pikiran) merupakan suatu proses berpikir dengan menghubung-hubungkan bahan bukti informasi, petunjuk, evidensi ataupun sesuatu yang dianggap bahan bukti informasi, atau petunjuk, menuju pada suatu kesimpulan . ( pengetahuan dan penalaran ). Bahan pengambilan kesimpulan itu bisa berupa kabar, imformasi, pengalaman, atau pendapat para pakar (autoritas).
Secara generik  penalaran atau pengambilan kesimpulan dapat dilakukan secara induktif serta deduktif. Penalaran induktif adalah suatu proses berpikir  yg bertolak berdasarkan hal-hal khusus  kenuju suatu yg umum. Penalaran deduktif merupakan suatu proses berpikir yg bertolak berdasarkan sesuatu yg umum menuju hal-hal yg khusus . Atau penerapan sesuatu yang umum pada insiden  yg khusus untuk mencapai sebuah kesimpulan. Dengan alasan seperti itulah penalaran menjadi suatu keterampilan, perlu dilatihkan pada pembelajaran ketrampilan berbahasa , khususnya menulis deskripsi.
Menulis deskripsi dalam hakikatnya adalah usaha buat mendeskripsikan menggunakan kata-istilah  wujud atau sifat lahiriah berdasarkan suatu objek, dan berusaha memindahkan kesan-kesan output pengamatan dan perasaannya pada pembaca, menggunakan membeberkan sifat serta semua perincian yang ada pada objek.
Melukiskan objek itu sejelas-jelasnya sehingga objek itu benar -betul kelihatan hayati dan mampu menumbuhkan kesan atau daya hayal  dalam pembaca. Tujuan penulisan pelukisan yaitu menyajikan pengalaman yang seolah-olah pembaca menglami sendiri, melihat, mendengar serta merasakan apa yang dilukiskan penulis.
Menggarap sebuah pelukisan yang baik, dituntut 2 hal, pertama, kesanggupan berbahasa berdasarkan seorang penulis, yg kaya akan nuansa-nuansa serta bentuk; kedua kecermatan pengamatan dan ketelitian penyelidikan. Dengan kedua persyaratan tadi seseorang penulis bisa meggambarkan objeknya pada rangkaian istilah-istilah yg penuh arti dan energi, sehingga mereka yang membaca gambaran tadi dapat menerimanya  seolah-olah mereka sendiri melihatnya. Pilihan istilah (diksi) yg tepat bisa melahirkan citra yg hidup serta segar dalam khayalan pembaca. Perbedaan-perbedaan yg sangat kecil serta halus dari apa yang dilihatnya denga mata, wajib diwakili olaeh kata-istilah yg khusus. Meskipun demikian seluruh disparitas yg mendetail yg diserapnya melalui panca inderanya itu harus beserta-sama membentuk kesatuan yang kompak tentang  objek tadi.
Deskripsi berusaha untuk menampilkan objek garapannya di depan mata pembaca seolah-olah diperkenalkan kembali menggunakan pemandangan-pemandangan serta aktivitas-aktivitas yg pernah dialaminya sendiri. Penulis memperluas pengalaman pembaca dengan hal-hal yang belum dikenalnya.
Menulis pada hakikatnya merupakan pembentukan norma buat menalar dan berbahasa secara runtut, kentara dan logis. Kemampuan menulis akan didasari oleh tata logika yg baik. Implikasinya suatu goresan pena yang baik akan mencerminkan cara berpikir yg baik . Indikatornya terlihat  melalui penggunaan bahasa yang jernih, lugas, sistematis dan logis.
Dengan alasan misalnya itulah penalaran menjadi suatu keterampilan berbahasa sangat diperlukan dalam menulis serta memaparkan pikiran dan perasaan dalam wujud sebuah karangan atau tulisan, sehingga menjadi tentang  yg dapat dikelompokkan menjadi sebuah karangan deskripsi.
Melalui deskripsi penulis memindahkan kesan-kesan hasil pengamatan dan perasaanya pada pembaca. Dia gambarkan sifat, karakteristik dan rincian wujud yang terdapat pada objek yg dilukiskannya. Sesuatu yang dideskripsikan tidak hanya terbatas  pada apa yang dipandang, didengar, dicium, dirasa serta diraba, namun juga bisa dirasa oleh hati dan pikiran seperti rasa takut, cemas, tegang, jijik, kasih, dan haru.
Dalam menggarap deskripsi  yang baik kita dituntut 3 hal :
1.kesanggupan berbahasa penulis yg memiliki kekayaan perbedaan makna dan bentuk
2.kecermatan pengamatan dan keluasan pengetahuan mengenai sifat, cirri, dan wujud objek yang dideskripsikan .
3.kemampuan menentukan detail spesial yg dapt  menunjang ketepatan dan keterhidupan pemerian.
Ilmu berbahasa kita dapat tidak lepas dari unsur penalaran agar maksud atau pesan kita dapat  diterima oleh orang lain. Penggunaan akal menggunakan bahasa yang baik serta sahih haruslah dengan menggunakan pilihan istilah ( diksi ) yg tepat.
Dalam aktivitas berbahasa, istilah memiliki peranan yg sangat penting. Kata atau rangkaian kata bukan sekedar rangkaian suara atau alfabet .
Sebagai saluran pemuat pesan atau makna istilah yang digunakan harus dipilih dengan cermat.  Berpikir tentang keserasian istilah, nuansa makna yg dikandungnya, dan efeknya bagi pembaca tulisan kita. Kata mewakili hal-hal yang ingin disampaikan , maka pemilihan dan penataan kata wajib memungkinkan tersampaikannya pesan itu secara efektif.
Tujuan yg baik tersusun berdasarkan istilah-istilah yang baik harmonis menggunakan problem yang dikemukakan serta tingkat kemampuan pembacanya. Kekeliruan menentukan dan menggunakan kata akan mengkibatkan ketergangguan  atau bahkan ketidaksampaian pesan.
Memilih istilah memang bukan pekerjaan yang ringan. Kita perlu memiliki perbendaharaan kata yg banyak, serta intuisi berbahasa yang tajam. Kata-istilah yg dipilih tidak hanya sekedar dapat mewakili  secara tepat apa yang ingin disampaikan, tetapi pula harus dapat dipahami dan diterima sang pembaca goresan pena kita.
Memilih kata menyangkut 2 hal, yaitu ketepatan serta kesesuaian ketepatan ialah istilah-istilah yg dipilih wajib dapat mendeskripsikan secara cermat apa yang ingin pada dikemukakan oleh penulis. Kesesuaian atau kecocokan maksudnya, kata-istilah yg dipakai harus harmonis dengan konteks dan keadaan pembacanya.
Ketergantungan pesan yg disampaikan digunakan sang pemaknaan yang tidak sama terhadap suatu istilah. Perbedaan itu ditimbulkan sang pengalaman, perasaan dan pengetahuan seseorang. Implikasinya kita sebagai penulis berkewajiban buat menghilangkan atau meminimalkan kemungkinan timbulnya gangguan pemaknaan pembaca atau tulisan yang tersaji.
Banyak pakar komunikasi yg menyatakan bahwa keberhasilan seseorang komunikator-penulis dan pembicara sangat dipengaruhi sang kemampuannya  memahami kadaan pembaca dan  mencicipi ketersampaian pesan yg dikemukakannya.
Untuk hingga dalam ketergantungan  yang seperti itu, sangat diperlukan hal-hal menjadi berikut :
1.memiliki kekayaan perbendaharaan istilah yang memadai, sebagai akibatnya dapt mengemukakan gagasan atau perasaan menggunakan bervariasi dan menarik. Keterbatasan kosakata  biasanya berdampak dalam restriksi sumber daya buat mengungkapkan dirinya dalam bentuk bahasa.
2.memiliki kepekaan bahasa (bisikan hati atau rasa bahasa). Atas perbedaan makna makna setiap istilah dan dampaknya bagi pembaca . Kepekaan berbahasa misalnya itu memungkinkan penulis memilih dan memakai istilah menggunakan cermat . Bagaimanapun tinginya kesinoniman antar kata, tidak pernah terdapat sinonim mutlak yg mutlak sama. Perbedaan  itu pasti ada kendati hanya dapat dirasakan sang bisikan hati kebahasaan kita.
Cara yang dapat ditempuh buat memperoleh kemampuan misalnya itu dengan memakai cara menjadi berikut :
1.menyimak aneka macam jenis tuturan serta membaca aneka macam jenis goresan pena sebanyak-banyaknya. Upaya ini dapat memperluas pengetahuan kosakata  serta menempatkannya dalam konteks berbahasa yang sesungguhnya,
2.menggunakan istilah-kata yg diperoleh dalam konteks berbahasa lisan atau tulis yg sinkron. Upaya ini akan mengaktifkan kosakata yang sudah kita miliki.
3.menggunakan ensikloedi atau kamus sebagai alat Bantu pengenalan serta pemahaman istilah atau kata yg baru ditemukan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1  Pengertian Aspek
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1998 : 53) yg dimaksud dengan aspek adalah indikasi atau sudut pandang. Mengenai pengertian aspek ini, Dewi kumala (1993 : 14) mengungkapkan aspek dari bahasa Inggris “Aspect” berarti “segi, pendekatan, serta pandangan.”  Dengan demikian, aspek berarti segi atau sudut atau suatu titik pandang eksklusif. Jadi aspek digunakan buat memandang suatu tulisan atau karya secara kentara dan terarah. Kejelasan serta terarahnya ini dilakukan pada rangka buat menangkap data-data dan wangsit-pandangan baru dalam goresan pena atau karya tersebut secara substansial.
Jadi aspek dalam penalaran di sini merupakan segala segi  (sudut Pandang) menggunakan pendekatan tertentu berupa penalaran diksi dalam karangan pelukisan tadi. Yang diamati menurut dari data-data pada karangan anak didik secara keseluruhan.
2.2  Penalaran
2.dua.1  Pengertian Penalaran
Dalam tahu suatu konsep atau pemikiran diperlukan adanya proses bernalar yg wajib dilakukan sinkron dengan keperluan kita. Bernalar atau melakukan penalaran berkaitan dengan proses berpikir yg menghubungkan seperangkat komponen bahasa itu sendiri. Mengenai pengertian penalaran ini,
Keraf (1982), Moeliono (1989) pada Sabarti Akhadiah (1997 : dua.6) mendefinisikan penalaran (reasoning, jalan pikiran) adalah suatu proses berpikir dengan menghubung-hubungkan bahan bukti informasi, petunjuk, evidensi ataupun sesuatu yang dianggap bahan bukti fakta, atau petunjuk, menuju dalam suatu konklusi. Berdasarkan pandangan Keraf serta Moeliono tadi Sabarti Akhadiah pula berkesimpulan bahwa penalatan itu adalah proses berfikir yang sistematik serta logis buat memperoleh sebuah konklusi (pengetahuan atau keyakinan).
Secara hakikatnya penalaran itu selalu bertolak menurut sesuatu yg sudah terdapat atau telah diketahui, tidak mungkin menalar bertolak dari ketidaktahuan. Selalu terdapat sesuatu yg tersedia yg kita pergunakan menjadi titik tolak buat menalar. Di sini penalaran dapat juga didefinisikan menjadi “berfikir konklusif”. :berfikir buat menarik konklusi”, (Sumaryono, 1999 : 76).
Jadi penalaran itu adalah suatu peroses berfikir pada aktivitas berbahasa menggunakan mengaitkan bahan-bahan buat keperluan berbahasa tersebut. Hal ini dapat dilakukan baik dalam bahasa lisan maupun tulisan seperti yg terdapat pada karangan deskripsi.
2.2.dua   Penalaran pada Karangan
Lapangan penerapan nalar istilah  luas sekali. Bukan hanya di bidang ilmu pengetahuan saja, tetapi seluruh bidang kehidupan. Sebab, menjadi mahluk yg berakal, kita harus menggunakan  akal sehat disegala bidang kehidupan.  Sebab kita wajib mendasarkan tindakan-tindakan kita atas pertimbangan-pertimbangan yang masuk akal. Bangsa kita sedang mengalami suatu masa peralihan yang begitu cepat. Struktur masyarakat lama sudah berubah, dan seringkali memang mutlak buat dikaji serta diuji balik ketepatan dan relevansinya. Dalam menghadapi dilema yg poly dan sulit ini sangatlah diperlukan orang yang cakap berpikir, menalar sendiri, dengan obyektif, rasional dan kritis, yang bisa membedakan yg sahih serta yg galat, serta mendasarkan tindakan atas alasan-alasan yg sempurna, bukan atas emosi atau berpretensi.
Dalam prakteknya, proses penulisan tidak dapat dipisahkan berdasarkan proses pemikiran atau penalaran. Tulisan merupakan perwujudan hasil pemikiran atau penalaran. Tulisan yg kacau mencerminkan pemikiran atau penalaran yg kacau. Lantaran itu pengajaran keterampilan menulis pada hakikatnya merupakan pembiasaan buat berpikir atau bernalar secara tertib dalam bahasa yang tertib juga.
Proses bernalar atau singkatnya penalaran merupakan proses berpikir yg sistematik buat memperoleh konklusi berupa pengatahuan. Kegiatan penalaran mungkin bersifat ilmiah, atau nir ilmiah. Dari prosesnya, penalaran itu dapat dibedakan menjadi penalaran induktif serta deduktif . Penalaran ilmiah mencakup ke dua proses penalaran itu. Secara lebih lengkap penalaran induktif serta deduktif ini bisa dipandang dalam uraian berikut :
1. Penalaran  Induktif
Penalaran induktif adalah proses penalaran buat menarik kesimpulan berupa prinsip atau perilaku yang berlaku umum berdasarkan  atas warta-kabar yg bersifat khusus. Penalaran induktif mungkin adalah generalisasi, analogi atau  perhubungan kausal. Generalisasi merupakan proses penalaran dari pengamatan atas sejumlah gejala menggunakan sifat-sifat eksklusif tentang semua atau sebagian menurut tanda-tanda serupa itu.
2. Penalaran Deduktif
Deduktif dimulai dengan suatu premis  yaitu pernyataan dasar untuk menarik konklusi. Kesimpulan itu  merupakan implikasi  berdasarkan pernyataan dasarnya. Artinya apa yang dikemukakan pada pada kesimpulan secara tersirat telah ada pada pada pernyataan itu. Jadi sebenarnya, proses deduktif bukan menghasilkan suatu pengetahuan yg baru, melainkan mengahasilkan pernyataan atau konklusi yg konsisten dengan pernyataan dasarnya.
Suatu goresan pena sebagai output  proses deduktif, induktif, atau adonan keduanya. Suatu tulisan yg bersifat deduktif dibuka menggunakan suatu pernyataan umum, berupa kaidah, peraturan teori, atau pernyataan generik lainya. Selanjutnya, pernyataan-pernyataan atau rincian-rincian yg bersifat spesifik. Sebaliknya, suatu tulisan yang bersifat induktif dimulai dengan rincian-rinciannya serta diakhiri menggunakan suatu konklusi generik atau generalisasi.
Dalam prakteknya proses deduktif serta induktif itu diwujudkan pada satuan-satuan tulisan yang adalah paragraf. Di dalam paragraf suatu pernyataan  umum membangun kalimat primer yg mengandung gagasan primer yang dikembangkan dalam paragraf itu. Dengan demikian, ada paragraf deduktif menggunakan kalimat primer pada awal paragraf, paragraf induktif menggunakan kalimat primer pada akhir paragraf, dan terdapat jua paragraf dengan kalimat primer pada awal dan akhir.
2.2.tiga  Salah nalar
Kita sering menemukan kesalahan bernalar, baik ucapan maupun tulisan. Hanya saja mungkin kita tidak sadari, atau kalaupun menyadarinya kita kurang bisa memberitahuakn alasannya. Sebenarnya, penyebab kekeliruan penalaran itu banyak. Salah satu di antaranya disebabkan oleh kesalahan pada menafsirkan atau menarik kesimpulan yg terjadi karena emosi ketidaktahuan, kecerobohan, atau  kesengajaan  buat keperluan eksklusif.
2.dua.4  Hubungan Penalaran menggunakan Pilihan Kata
Berpikir dengan kentara dan tepat menuntut pemakaian kata-istilah yg tepat; sebaliknya pemakaian kata – kata yang sempurna  sangat menolong kita buat berpikir dengan lurus. Bahasa merupakan laksana  alat pemikiran yang bila sungguh-benar-benar kita kuasai dan kita pergunakan dengan tepat, sangat membantu buat memperoleh  kecakapan berpikir yg lurus. Berpikir dengan lurus menuntut pemakaian kata-istilah yang  tepat. Maka dalam usaha menyelidiki asas-asas pemikiran yang lurus, baik kita mulai dengan unsur-unsur atau bagian-bagiannya yang pertama,yaitu pengertian-pengertian dan pernyataannya dalam kata-kata.
Berpikir sebagai berbicara dengan diri sendiri di dalam batin. Jika orang berbicara menggunakan kata-istilah, maka orang berpikir menggunakan menggunakan konsep atau pengertian-pengertian (hal tersebut nir perlu diucapkan menggunakan ekspresi atau tertulis, meskipun hal itu bisa membantu buat merumuskan jalan pikiran menggunakan lebih jelas serta teliti).
Berpikir itu berlangsung di pada batin. Orang lain tidak bisa melihat apa yang sedang saya pikirkan. Akan tetapi, jika apa yang aku pikirkan itu hendaknya saya beri tahukan kepada orang lain, maka isi pikiran itu wajib aku nyatakan, aku lahirkan, aku ungkapkan. Untuk menyatakan isi pikiran itu, ada aneka macam jalan, yaitu menggunakan tanda atau isyarat, atau menggunakan kata-kata. Bahasa baik lisan atau tertulis adalah alat buat menyatakan isi pikiran.
Diksi adalah pilihan istilah. Maksudnya kita memilih kata yang sempurna buat menyatakan sesuatu. Pilihan kata yang adalah unsure yang sangat penting, terutama pada global karang -  mengarang juga celoteh menutur.
Seluk beluk pilihan istilah merupakan suatu yang mendasar dalam karang mengarang. Ketepatan pada menentukan istilah akan menentukan hingga tidaknya kandungan makna atau maksud yg terdapat pada kalimat secara utuh. Kata yang tepat akan membantu seorang membicarakan dengan sempurna sesuatu yang diinginkan, baik ekspresi juga tertulis. Diksi yg baik akan memungkinkan pengarang menyatakan pikiran dan perasaannya dallam suatu cara yg sinkron menggunakan maksudnya.
Dalam memilih istilah ada empat hal yang perlu diperhatikan, yaitu: kelaziman, ketepatan, kesesuaian serta keefekkan.
2.2.5  Hubungan Penalaran menggunakan Denotasi dan Konotasi
Keefektifan berarti semacam dampak atau imbas pemakaian suatu istilah pada kalimat. Hal ini berkaitan menggunakan nilai rasa suatu kata.   
Kata yg tepat akan membantu seorang mengungkapkan menggunakan sempurna apa  yang ingin disampaikan, baik lisan atau tertulis. Di samping itu pemilihan kata wajib jua sinkron menggunakan situasi dan loka pengguna istilah itu.
Dari segi maknanya, kita akan berhadapan menggunakan beragam makna. Ragam makna  apa yg wajib kita pakai, tergantung dalam konteks saat itu. Misalnya pada menulis karya ilmiah, tentunya kita harus menggunakan  kata-kata yg bermakna denotasi bukan konotasi. Sedangkan  dalam penulisan sastra, kita lebih poly berhubungan dengan makna konotasi, ideom atau makna kias.
Makna denotasi seringkali dianggap makna dasar, makna asli,atau makna sentra. Dan makna konotasi diklaim juga menjadi makna tambahan. Penggunaan makna dasar, makna asli, atau makna sentra buat menyebut makna   konotasi kiranya perlu dikoreksi; yakni hanya makna tambahan yang sifatnya memberi nilai rasa, baik positif maupun negatif.
Seringkali sebuah istilah sebagai merosot nilai cita rasanya dampak ulah para anggota masyarakatnya pada memakai istilah itu yang nir sinkron dengan makna denotasi atau makna dasar yang sebenarnya. Umpamanya istilah kebijaksanaan yg makna denotasinya merupakan kelakuan atau tindakan arif dalam menghadapi suatu perkara sebagai negatif konotasinya dampak kasus-masalah berikut yg terjadi dalam masyarakat. Seorang pengemudi kendaraan bermotor yg ditangkap karena melanggar kemudian lintas minta ”kebijaksanaan” pada petugas agar tidak diperkarakan. Minta pada  si pengemudi  agar pula menaruh  “ kebijaksanaan” kepadanya. Seorang orang tua anak didik yang anaknya nir naik kelas datang pada ketua sekolah mohon “ kebijaksanaan supaya anaknya bisa naik kelas; dan buat itu beliau pun bersedia  memberi  “kebijaksanaan”  kepada bapak kepala sekolah.
Positif serta negatifnya nilai rasa sebuah istilah seringkali pula terjadi menjadi akibat digunakannya referensi istilah itu sebagai sebuah perlambang. Jika digunakan  menjadi lambang sesuatu yang positif, maka akan bernilai rasa positif. Apabila digunakan menjadi sesuatu yang negatif akan bernilai rasa negatif.
Makna konotasi sebuah istilah dapat tidak sinkron berdasarkan satu kelompok warga yg satu menggunakan satu gerombolan masyarakat yg lain, sesuai menggunakan etos dan kebiasaan-kebiasaan penilaian masyarakat tadi.   
Perbedaan makna denotasi dan konotasi  didasarkan pada ada atau tidaknya nilai rasa. Sebuah istilah terutama, yang disebut istilah penuh mempunyai makna denotatif, tetapi tidak setiap kata itu mempunyai makna konotatif.
Sebuah kata disebut mempunyai makna konotasi apabila istilah itu  mempunyai nilai rasa  baik positif maupun negatif. Apabila nir mempunyai nilai rasa maka dikatakan tidak mempunyai konotasi. Namun bisa pula diklaim berkonotasi netral.
Makna denotatif (sering jua disebut makna denatasional, makna konseptual, serta maka kongnitif lantaran dilihat menurut sudut yang lain). Pada dasarnya sama dengan makna referensial karena makna denotatif ini lazim diberi penjelasan sebagai makna yg sesuai dengan output observasi. Menurut penglihatan,  penciuman, pendengaran, perasaan atau pengalaman lainnya. Jadi makna dedotatif ini menyangkut imformasi-imformasi faktual objektif. Makna denotasi sering dianggap  makna sebenarnya.
Telaan sinonim memberi kesempatan yg baik bagi buat mengajarkan konsep-konsep yang terdapat kaitannya menggunakan aspek-aspek denotatif dalam pengembangan kosa istilah.
Sebagai versus menurut  denotasi, maka konotasi suatu kata merupakan  bundar gagasan-gagasan dan perasaan yg melingkungi istilah-istilah tersebut serta emosi-emosi yang ditimbulkannya. Dengan kata lain, konotasi merupakan pikiran serta perasaan yg terkandung dalam suatu istilah.kita dapat melihat serta mencicipi perbedaan antara denotasi dan konotasi dalam sinonim-sinonim bagi suatu istilah tertentu.
Disamping mempunyai kecermatan pengamatan, penulis wajib memiliki juga kemampuan berbahasa, kemampuan yg memungkinkannya untuk mempergunakan kata-istilah yg tepat buat mendeskripsikan menggunakan seteliti-telitinya apa yang dikehendakinya. Bunyi yang nyaring bagi seseorang penulis deskripsi tidak boleh sebagai suara yang nyaring saja, tetapi harus diperinci dalam banyak sekali bentuk yang berlainan dengan warna arti dan nilai rasa yang spesifik. Ia harus dapat membedakan bunyi nyaring manakah yang wajib digambarkan dengan kata dentum serta suara manakan yang dilukiskan menggunakan kata degam, degar, gedebuk, gemericik, gerdam, pekik, lolong, raung, ratap, jerit, teriak serta sebagainya. Keahliah memilih bentuk-bentuk yg tepat ini merupakan dilema pilihan kata. Pilihan istilah yang dimaksud  di atas adalah pilihan istilah dari sinonim.
Bahasa itu hayati serta terus berkembang, maka telah selayaknya setiap orang khususnya seseorang penulis, wajib selalu mengikuti perkembangan bahasa itu sendiri. Bagaimana istilah-kata itu tumbuh, bagaimana makna istilah itu berkembang serta berubah, bagaimana perkembangan serta perubahan istilah-kata itu bisa menyebabkan sebuah bahasa berubah serta berkembang.
 
2.2.6  Hubungan   Penalaran   menggunakan   Sinonim
Adalah suatu kehilapan yg akbar menganggap buat mengganggap bahwa dilema  pilihan istilah adalah problem yg nir perlu dibicarakan atau dipelajari lantaran akan terjadi secara wajar dalam setiap manusia. Dalam kehidupan sehari-hari kita berjumpa menggunakan orang-orang  yang sulit sekali membicarakan maksud serta sangat miskin menggunakan variasi bahasanya. Tetapi kita jua berjumpa menggunakan orang–orang yang sangat boros dan mewah mengobralkan perbendaharaan ucapnya, tetapi nir ada sisi yg implisit di baliknya. Untuk tidak hingga tersesat ke pada kedua ekstrem itu, tiap angota warga wajib mengetahui bagaimana pentingnya peranan istilah-istilah pada komunikasi sehari-hari.
Disamping mempunyai kecermatan pengamatan, penulis wajib memiliki juga kemampuan berbahasa, kemampuan yg memungkinkannya untuk mempergunakan kata-istilah yg tepat buat mendeskripsikan menggunakan seteliti-telitinya apa yang dikehendakinya. Bunyi yang nyaring bagi seseorang penulis deskripsi tidak boleh sebagai suara yang nyaring saja, tetapi harus diperinci dalam banyak sekali bentuk yang berlainan dengan warna arti dan nilai rasa yang spesifik. Ia harus dapat membedakan bunyi nyaring manakah yang wajib digambarkan dengan kata dentum serta suara manakan yang dilukiskan menggunakan kata degam, degar, gedebuk, gemericik, gerdam, pekik, lolong, raung, ratap, jerit, teriak serta sebagainya. Keahliah memilih bentuk-bentuk yg tepat ini merupakan dilema pilihan kata. Pilihan istilah yang dimaksud  di atas adalah pilihan istilah dari sinonim.
Bahasa itu hayati serta terus berkembang, maka telah selayaknya setiap orang khususnya seseorang penulis, wajib selalu mengikuti perkembangan bahasa itu sendiri. Bagaimana istilah-kata itu tumbuh, bagaimana makna istilah itu berkembang serta berubah, bagaimana perkembangan serta perubahan istilah-kata itu bisa menyebabkan sebuah bahasa berubah serta berkembang.
Sinonim merupakan kata-kata yg mengandung makna pusat yg sama namun tidak selaras dalam nilai rasa. Pada dasarnya, sinonim merupakan penggantian istilah-istilah. Sinonim memberi kesempatan buat mengekpresikan gagasan yang sama dalam banyak sekali cara, walaupun konteks, latar, suasana hati dan nada sang pembicara atau oleh penulis menjadi suatu keseluruhan bisa saja mengendalikan pemilihan sinonim yang akan digunakan.
Sinonim tidak hanya menolong kita buat membicarakan gagasan-gagasan generik namun pula membantu buat membuat perbedaan-perbedaan yang tajam serta sempurna antara makna kata-istilah.
Harus kita sadari benar-benar menciptakan disparitas yang tajam dan tepat tidaklah mudah. Kita bisa membedakan disparitas istilah dengan sempurna dengan cara :
1.memperhatikan kata-kata yg termasuk ke dalam kelas atau grup tertentu.
2.memakainya sinkron dengan situasi.
Bahasa tumbuh karena kebutuhan si pemakai bahasa itu. Makin banyak kata yang kita kuasai makin kaya perbendaharaan bahasa kita.hal itu sangat perlu lantaran kayanya perbendaharaan bahasa kita, gampang kita mengeluarkan pikiran serta harapan kita menggunakan bahasa. Sinonim kata terutama sangat diperlukan sang orang  yg tak jarang mengarang. Apabila dalam karangan  kita, kita pakai sepatah istilah berulang-ulang, maka bahasa kita tawar, hambar nir menarik.  Tampak  kemiskinan kita akan kosa istilah. Itu sebabnya kita gunakan sinonim agar terdapat variasi, ada pergantian yg membuat  lukisan kita hidup.
Senang    : sukariang    gembira
 gembira    gembira ria
  ria        suka hati
  ceria        lega
  senang cita    puas
  senang ria     enak
  riang        bahagia
Dengan cara ini para siswa memperoleh suatu perbendaharaan generik serta sarana yang digdaya buat mengingat kata-kata.
Proses mengklsifikasi yang kita jumpai pada kamus atau ensiklopedia memberi kesempatan kepada para anak didik buat melihat secara sepintas apabila aneka ragam sinonim  yang digunakan untuk mengekspresikan suatu gagasan tertentu. Hal ini justru bisa merupakan suatu pengantar yang efektif serta juga sebagai suatu  motivasi yang kuat bagi jajak kamus.
Ada beberapa hal yg perlu diperhatikan dalam  tentang sinonim:
1.tidak semua kata pada bahasa Indonesia memiliki sinonim. Misalnya istilah beras, batu, kuning tidak mempunyai sinonim.
2.ada istilah yg bersinonim dalam bentuk dasar, namun nir pada bentuk jadian. Misalnya kata benar  bersinonim dengan kata benar . Tetapi kata kebenaran nir bersinonim dengan kata kebetulan.
3.ada kata-kata yg nir mempunyai sinonim pada bentuk dasar tetapi, memiliki sinonim dalam bentuk jadian. Misalnya kata jamur  tidak mempunyai sinonim, namun kata menjemur ada  sinonimnya, yaitu mengeringkan; berjemur bersinonim berpanas.
4.tidak menentukan     Ada kata-kata dalam arti yg sebenarnya  nir memiliki  sinonim, namun pada arti kiasan  justru memiliki sinonim. Misalnya  kata hitam pada makna sebenarnya tidak terdapat sinonimnya, tapi pada arti kiasan ada sinonimnya, yaitu gelap, mesum, jelek, dursila.
2.2.7  Hubungan Penalaran menggunakan Kata-istilah generik serta Khusus 
Kata dievaluasi  memiliki ketepatan bila dipakai dalam situasi serta tempat pemakaiannya. Pilihan istilah disesuaikan menggunakan jenis serta isi karangan. Kata-kata yang menunjuk bias digunakan dalam karya sastra. Ketepatan pemakaian suatu istilah berarti ketepatan penempatan dalam suatu karangan. Dari situ muncullah istilah bahasa umum serta bahasa spesifik.
Keserasian, yakni bahwa istilah yang digunakan sasuai menggunakan maksud atau harapan penulis atau pembicara.
Dengan melihat menurut umum serta spesifik  kata. Untuk mengambil kesimpulan, umumnya kita akan menggunakan kata-istilah umum. Sedangkan buat memerinci suatu hal kita akan memakai istilah-istilah spesifik.
Kata umum umumnya dipertentangkan menggunakan istilah spesifik. Perbedaan diantara keduanya didasarkan atas ruang lingkup semantiknya. Semantik luas serta umum jangkauan makna suatau kata, semakin umum juga sifatnya. Sebaliknya semakin sempit jangkauan suatu kata, semakin spesifik jua sifatnya. Karena keluasan daya jangkaunya, kata generik digunakan buat mengungkapkan gagasan atau wangsit generik, sedangkan kata khusus dipakai untuk penjabarannya.
Unggas merupakan istilah generik, sedangkan ayam, burung,bebek,dan angsa  adalah istilah khusus. Batas keumuman serta kekhususan suatu kat itu bersifat gladual atau bertingkat. Dalam tulisan, konteks kalimat dapat menyebutkan  tingkat kekhususan istilah. Kata burung misalnya,  lebih khusus berdasarkan dalam istilah unggas. Pada   gilirannya istilah burung lebih generik menurut dalam istilah merpati, beo,serta cendrawasih.
Memperhatikan  uraian Di atas, semakin umum suatu istilah semakin  banyak pula kemungkinan penafsirannya. Sebalinya semakin khusus  suatu istilah, semakin terarah juga pemaknaannya. Meskipun  demikian, tidak berarti  kita harus selalu menggunakan istilah-istilah umum dalam goresan pena. Kata-kata  generik permanen diharapkan buat mengabstraksian, pengklasifikasian, dan generalisasian. Yang wajib kita perhatikan sebagai penulis, gunakanlah istilah-kata umum kalau benar-sahih dibutuhkan. Untuk menghindari pemaknaan  yg galat  terhadap kata generik, kadang-kadang pemakaian istilah itu  dapat disertai penjelasan-penerangan yg lebih rinci atau contoh-model yg lebih nyata. Dengan demikian, goresan pena  kita akan lebih jelas dan spesifik.
Tetapi, apakah perincian dari sesuatu yang generik itu selalu bisa memperjelas pembaca?  Tidak!  Penambahan detail atau rincian kadang-kadang semakin mengaburkan makna goresan pena. Untuk mengatasinya, wangsit-pandangan baru itu bisa digandengkan menggunakan istilah-istilah yg lebih sempurna,lebih nyata dan lebih spesifik (Keraf, 1981).
Pada umumnya buat mencapai ketepatan  pengertian lebih baik memilih kata spesifik  dari pada kata generik. Kata generik yg dipertentangkan dengan istilah khusus harus dibedakan menurut kata denotatif serta konotatif. Kata denotative dan konotatif dibedakan  menurut maknanya, yaitu apakah ada makna tambahan atau nilai rasa yang terdapat pada sebuah istilah. Kata umum serta kata khusus dibedakan berdasarkan luas tidaknya  cakupan makna yang dikandungnya. Bila sebuah istilah mengacu pada suatu hal atau kelompok  yang luas bidang lingkupnya maka istilah itu dianggap istilah umum. Jika beliau mengacu pada pengarahan – pengarahan yg spesifik serta konkrit maka istilah-kata itu disebut istilah spesifik.
Karena kata spesifik memberitahuakn pertalian yg khusus atau kepada objek yg spesifik maka kesesuaian akan lebih cepat diperoleh antara pembaca serta penulis. Semakin spesifik suatu kata atau kata semakin dekat titik persamaan atau pertemuan yg bisa dicapai antara penulis dan pembaca; sebaliknya semakin umum sebuah kata semakin jauh jua titik rendezvous antara penulis dan pembaca.
1.  Kata Khusus   
Pada  umumnya kita sepakat bahwa seluruh nama diri merupakan kata yg paling khusus, sebagai akibatnya memakai istilah-kata tadi nir akan mengakibatkan salah paham. Bahwa nama diri ini merupakan kata spesifik, tidak boleh disamakan dengan istilah yg  denotatif. Kata khusus  memang pada dasarnya mempunyai denotasi yang tinggi tingkatnya. Seorang yang bernama Mat Bogong  misalnya, yang dilahirkan tangal sekian, bulan sekian dan tahun sekian, dalam dasarnya hanya memiliki denotasi, dan nir akan menimbulkan konotasi lain selain menurut menyebut orang lain.
Tetapi dalam perkembangan ketika, nama diri dapat juga menimbulkan konotasi tertentu. Konotasi itu muncul menurut  perkembangan yg dialami orang yang memakai nama itu. Kata yg paling spesifik itu tetap tidak menyebabkan keliru paham pada pengarahannya, namun kata itu telah menyebabkan konotasi yg berlainan pada perkembangan ketika. Jadi istilah khusus dapat bersifat konotatif maupun bersifat konotatif.
Kata-kata yang konkrit dan spesifik dengan demikian menyajikan lebih banyak Impormasi pada pembaca. Memberi imformasi yang jauh lebih  banyak sebagai akibatnya nir mungkin ada keliru paham. Namun disamping memberi imformasi yang jauh lebih banyak itu, kata spesifik pula memberi sugesti yang jauh lebih mendalam.
2.kata Umum  
Bila kita beralih berdasarkan nama diri pada kata-kata benda misalnya, maka kesulitan itu  akan meningkat. Semakin generik suatu kata, semakin sulit pula tercapai titik rendezvous antara penulis serta pembaca. Sebuah kata benda anjing  misalnya akan menyebabkan daya khayal yg berbeda antara penulis serta pembaca. Kita nir memahami bagaimana tepatnya pengertian dan karakteristik-ciri anjing itu. Mungkin penulis membayangkan seekor anjing kampung.
Walaupun istilah anjing oleh kebanyakan orang dipercaya tidak akan membawa disparitas interpretasi namun lainnya kenyataannya. Setiap orang yg mendengar istilah itu akan teringat pada sesuatu yang pernah dikenalnya.
Sesungguhnya disparitas antara yg spesifik serta umum, bagaimanapun jua akan selalu bersifat relatif. Sebuah kata atau kata mungkin dianggap khusus bila dipertentangkan dengan kata yang lain, namun akan dianggap generik apabila harus dibandingkan menggunakan kata yang lain.
Kesulitan yang sama kita hadapi lagi dalam waktu mendengan atau membaca istilah-kata yg tak berbentuk dan kata yang menyatakan generalisasi. Banyak kosa kata yang terbentuk sebagai dampak menurut konsep yg tumbuh pada pikiran kita, bukan mengacu kepada  hal yang konkrit. Kata pahlawan,  kebahagiaan  dan sebagainya, akan menyebabkan gagasan yang berlainana pada tiap orang, sinkron dengan pengalaman serta pengertiannya mengenai istilah-kata itu. Hal yang diwakilinya sukar digambarkan karena referensinya itu tidak  sanggup diserap pleh pancaindra insan. Paling tinggi seseorang hanya mampu mengatakan bahwa dengan istilah-kata ini saya maksudkan sekian dan sekian, dan tidak bermaksud demikian.
2.2.8 Hubungan Penalaran dengan Kata Baku
Dari segi standar  tidaknya kata, kita akan berhadapan menggunakan dengan   situasi. Jika situasi resmi, hendaknya kita menggunakan istilah-kata yang standar, sedangkan  pada situasi santai atau akrab kita boleh menggunakan istilah-istilah yang tidak baku
Pada dasarnya, ragam tulis serta ragam verbal terdiri  jua atas ragam standar serta ragam nir baku.
Ragam baku adalah ragam yang dilambangkan  serta diakui sang sebagian besarwarga masyarakat pemakainya sebagai bahasa resmi serta sebagai kerangka rujukan normal bahasa pada penggunaannya. Rgam nir baku merupakan ragam yang tidak dilembagakan serta ditandai oleh ciri-karakteristik yg menyimpang dari kebiasaan ragam baku.
Ragam standar memiliki  sifat – sifat menjadi berikut :
1.kemantapan bergerak maju. Mantap adalah sinkron menggunakan kaidah bahasa. Dinamis ialah nir tidak aktif, nir kaku. Bahasa  standar tidak menghendaki adanya bentuk tewas.
2.cendekia. Kata baku bersifat cendekia karena istilah baku dipakai pada  loka - loka resmi. Perwujudan ragam standar ini merupakan orang-orang terpelajar. Hal ini dimungkinkan oleh training dan pengembangan bahasa .lebih banyak melalui pendidikan formal (sekolah). Di samping itu istilah baku dapat menggunakan tepat memberikan citra apa yang terdapat pada otak pembicara atau penulis. Kata baku dapat  memberikan gambaran yg kentara pada otak pendengar atau pembicara.
3.seragam. Kata standar bersifat seragam. Pada hakikatnya, proses pembakuan bahasa merupakan  penyeragaman bahasa. Pembakuan bahasa merupakan pencarian titik-titik keseragaman.
Dalam membuat sebuah karangan  hendaknya memperhatikan tingkat kebakuan  yang dipakai  dalam goresan pena sesuai menggunakan kasus yang dibahas, jenis tulisan, serta pembacanya. Untuk surat – surat  atau tulisan pribadi, boleh saja kita memakai kata-kata yang tidak baku. Namun untuk tulisan formal,  seperti karangan dalam bentuk pelukisan kata-kata tak baku seharusnya dihindari.
Pemakaian istilah–istilah nir standar buat sebuah tulisan, karangan mencerminkan kekurangcermatan penulis. Kalaupun kita terpaksa menggunakan istilah non standar maka kita hendaknya ditulis dengan alfabet tebal atau digaribawahi. Kalau kita ragu-ragu akan kebakuan kata yg akan dipakai, kita dapat mengeceknya melalui kamus besar bahasa Indonesia.
Ragam baku (baku) artinya ragam bahasa yang  dipergunakan kelas terpelajar di dalam warga . Kelas ini mencakup pejabat pemerintah, guru, penulis serta sebagainya.
Ragam bahasa baku bisa dikenali dari kata - istilah maupun struktur kalimat yg akan digunakan. Kata – kata baku dan non standar dapat dikenal dari  pilihan serta ejaan.
Perhatikan pasangan kata – istilah berikut :
        Kata Baku                Kata Non Baku
        Kaidah                    Kaedah
        Kemana                Kemana
        Tidak                     Enggak
        Berkata                Ngomong
        Membuat                Bikin
        Mengapa                Ngapain
        Memikirkan                Mikirin
2.3  Pengertian Diksi
Mengenai pengertian diksi ini ada beberapa pandangan yg menyatakan bahwa diksi atau pihan kata  dalam pada dasarnya adalah berkaitan menggunakan kegiatan berbahasa baik secara verbal juga dalam goresan pena hal ini misalnya yg dijelaskan :
Pengertian diksi menurut Arifin dan Tasai (1991 : 145) adalah pilihan istilah. Maksudnya, kita memilih kata yg tepat buat menyatakan sesuatu.”Selain itu, pilihan kata juga dimaksudkan buat menampung perbedaan nuansa makna serta konteks peristiwa tutur yg berlangsung.
Sedangkan Harimurti (1982), mendefinisikan diksi menjadi pilihan istilah serta penerangan lapal buat memperoleh dampak tertentu pada berbicara pada depan umum atau pada karang mengarang. Dengan istilah lain berdasarkan Palede (1995) diksi merupakan kemampuan pembicara atau penulis buat memiliki kata-kata lalu menyusun rangkaian kalimat yg sinkron menggunakan keselarasan dari segi konteks.
Dari ketiga pendapat mengenai diksi pada atas, masih ada satu kesamaan konsep yaitu diksi itu mempunyai 2 konsep utama yang saling berkaitan antara pilihan atau memilih serta kata sebagai komponen penting. Pilihan atau memilih artinya menentukan, mengarahkan menggunakan sengaja buat memilih suatu kata.
Sedangkan istilah memiliki pengertian dari Poespoprodjo (1999 : 50) yaitu sebagai indikasi lahir yg memilih baik barang-barang (kenyataan) juga pengertian-pengertian istilah mengenai barang-barang (fenomena itu). Poespoprodjo menambahkan bahwakata itu tidak sama menggunakan pengertian. Dari segi kata-istilah adalah ekspresi dan tanda pengertian, namun indikasi yang tidak paripurna.                                                                                                                                                                                                                                                                        
Diksi atau pilihan kata ini, maksudnya   kita menentukan kata yg tepat buat menyatakan sesuatu. Pilihan istilah yang merupakan unsur yg sangat krusial terutama dalam karang-mengarang maupun pada global tutur sehari-hari.
Dari beberapa definisi dan pendapat mengenai diksi pada atas bisa ditarik suatu konklusi bahwa diksi itu pilihan istilah yg dapat digunakan sesorang secara baik dengan cara-cara eksklusif dalam kegiatan berbicara atau menulis. Diksi ini dipakai dalam rangkaian kalimat misalnya yg dibutuhkan dengan memperhatikan hal-hal yang sebagai rambu-rambu pada menentukan kata ini.
Zulkifli Musaba (1994 : 41) mengemukakan empat hal yg perlu diperhatikan dalam memilih kata, yaitu kelaziman, ketepatan, kesesuaian, dan keefektifan. Ada tiga kondisi pada Diksi, yaitu (1) tepat. (2) sahih, dan (tiga) lazim, hal ini sesuai dengan tujuan penelitian buat membandingkan bahasa ragam pergaulan (ragam non baku) dengan bahasa ragam baku.
Dalam menentukan kata ini ada empat hal yg perlu diperhatikan, yaitu : kelaziman, ketepatan, kesesuaian, dan keefektifan.
Secara lengkapnya empat hal yang diperhatikan ini bisa dijelaskan menjadi berikut
1.kelaziman ; suatu istilah dikatakan memiliki kelajiman jika sudah poly dikenal dan dipakai orang. Hal itu pula berkaitan dengan ketika serta loka penggunaannya. Dapat saja suatu istilah hilang kelaziman lantaran ditelan ketika,berangsur-angsur hilang menurut pemakaian pada masyarka. Jika sudah nir dipakai lagi, bukan saja akan tidak lazim, tetapi menajdi lazim atau usang.
2.ketapatan ; kata dievaluasi mempunyai ketepan bila digunakan dalam situasi serta loka pemakaiannya. Pilihan kata diadaptasi menggunakan jenis dan isi karangan. Kata-istilah yang mengarah bias dipakai dalam karya sastra. Ketepatan pemakaian suatu kata berarti ketepatan penempatan pada suatu karangan. Dari situ muncullah istilah bahasa generik serta bahasa spesifik.
3.kesesuaian ; kata yang dipakai sinkron dengan maksud atau impian penulis atau pembicara.
4.keefektifan ; berarti semacam imbas atau efek pemakaian suatu istilah pada kalimat. Hal ini berkaitan dengan nilai rasa suatu istilah.
Bentuk dan pilihan istilah berkaitan dengan penggunaan istilah dalam kalimat. Penggunaan kata yang tepat makna atau bentuk dan pilihan istilah yg sinkron tentu akan memudahkan pendengar atau pembaca tahu arti kalimat tadi.
Seluk beluk pilihan istilah merupakan hal yg fundamental dalam karang mengarang. Ketepatan dalam memilih kata akan dapat memilih sampai tidaknya kandungan makna atau maksud yang ada pada kalimat secara utuh. Kata yang tepat akan membantu seorang membicarakan dengantepat sesuatu yg diinginkan, baik ekspresi maupun tertulis. Kata merupakan bahan bakal buat karangan. Diksi yang baik akan memungkinkan pengarangnya menyatakan pikiran dan perasaan pada suatu cara yg sinkron menggunakan maksudnya.
Dari beberapa pandangan di atas terlihat jelas pentingnya memilih kata. Hal ini sejalan menggunakan pendapat bahwa memilih istilah yg tepat serta selaras (cocok penggunaanya) untuk menyampaikan gagasan sehingga memperoleh impak eksklusif (seperti yang diharapkan) (Depdikbud 1994).
 
Menurut Palede (1995 : 35) hal-hal yg wajib diperhatikan ketika menentukan kata yang akan dipakai antara lain :
1.kriteria humanis psikologis, maksudnya, istilah yg dipilih wajib memenuhi syarat-kondisi yg berkaitandengan kepentingan insan, baik yg berhubungan dengan kognisi, emosi juga konasi.
2.kriterian linguistik pragmatis, maksudnya  istilah-istilah yg dipilih wajib sinkron menggunakan kaidah bahasa yg digunaka, bisa digunakan sesuai menggunakan faktor-faktor (konteks).
3.kriterian Ekonomis, maksudnya kata-kata yang dipilih harus hemat, efektif dan tepat.
4.kriteri psikologis, maksudnya istilah yg dipilih memperhatikan suasana hari, perasaan, nilai rasa, orang yg mendengar atau yang membacanya.
5.kriteria sosilogis, maksudnya istilah-istilah yg dipilih tidakmenimbulkan keresahan warga .
6.kriteria politis, maksudnya kata yang dipakai nir boleh bertentangan dengan hukum serta peraturan yang berlaku dalam suatu negara atau daerah.
2.4 Karangan Deskripsi
2.4. 1  Pengertian Karangan Deskripsi
Kata pelukisan asal dari kata latin describere yang berarti menulis tentang, atau membeberkan sesuatu. Kata deskripsi dapat diterjemahkan menjadi pemerian terbentuk berdasarkan bentuk dasar peri – pemerian yg berati ‘melukiskan sesuatu hal’. Dalam Kamus besar Bahasa Indonesia deskripsi berarti pemaparan atau penggambaran dengan kata-kata secara jelas dan terinci (Depdikbud, 1990 : 201). Karang deskripsi atau pemerian merupakan sebuah bentuk goresan pena yg bertalian denghan bisnis para penulis untuk memberikan perincian-perincian berdasarkan objek yang sedang dibicarakan (Keraf, 1981 : 93).
Karangan deskripsi  merupakan penggambaran suatu keadaan menggunakan kalimat-kalimat, sehingga mengakibatkan kesan yang hidup. Penggambaran atau lukisan itu harus kita sajikan sehidup – hidupnya, sehingga apa yang kita lukiskan itu hidup pada pada angan – angan pembaca.
Di dalam suatu cerita selalu terdapat lukisan, sebab pelaku dengan segala pertikaiannya selalu terjadi dalam keadaan dan situasi tertentu sebagai latar belakang insiden.   
Sasaran yg ingin dicapai oleh seseorang penulis deskripsi merupakan membentuk atau memungkinkan terciptanya daya khayal dalam para pembaca, seolah-olah mereka melihat sendiri objek tadi secara holistik sebagai yang dialami secara fisik sang penulisnya.
Menurut pandangan Sabarti Akhdiah (1986 : 133), melalui karangan pelukisan, penulis memindahkan kesan-kesannya, output pengamatan, dan perasaannya kepada pembaca. Dia gambarkan  sifat, ciri serta rincian  wujud yang terdapat pada objek yang dilukiskannya. Sesuatu yg dideskripsikan nir hanya terbatas pada  apa yang dipandang, didengar, dicium, dirasa, dan diraba, tetapi pula yang dapat dirasa oleh  hati serta pikiran, seperti rasa takut, cemas, jijik, kasih dan haru.
Begitu jua suasana yang ada menurut suatu insiden.karangan  Deskripsi suatu upaya buat melukiskan sesuatu dengan kata-istilah untuk menghidupkan kesan dan daya khayal pada pembaca.
Untuk mencapai tujuan pelukisan itu, penulis dituntut buat bisa menentukan serta mendayagunakan istilah-istilah yang bisa memancing kesan dan citra indrawi  dan suasana batiniah pembaca. Sesuatu yg dideskripsikan harus disajikan secara gamblang, hidup serta sempurna.
Dari uraian pada atas dapat disimpulkan bahwa deskripsi adalah karangan yang bersifat memaparkan suatu berita atau objek secara lebih jelasnya sehingga pembaca diajak turut mengalami serta merasakan hal-hal yg tersaji penulis. Agar penyajian lukisan lebih hidup, penulis perlu mengadakan pengamatan terhadap objek yg akan digambarkan.
2.4,1  Pendekatan  karangan Deskripsi
Untuk mencapai  tujuan sebuah karangan deskripsi, banyak cara yg dapat dilakukan, contohnya dengan penyusunan detail-lebih jelasnya serta objek, cara penulis melihat dilema yg sudah digarap, perilaku penulis terhadap pembaca, dan cara mengolah informasi, Atau  menggunakan kata lain  cara pendekatan. Pendekatan dalam pendeskripsian bisa dibedakan atas pendekata realis, pendekatan impressionistis dan pendekatan berdasarkan sikap penulis. (Sabarti Akhdiah, 1986 : 135)
Secara lebih lengkap serta kentara hal tadi bisa dilihar pada uraian berikut adalah :
1.  Pendekatan  Realistis
Dalam pendekatan realistis, penulis berusaha supaya deskripsi yg dibuatnya itu sinkron dengan keadaan sebenarnya,seobyektif mungkin.perincian-  perincian, perbandingan atara satu bagian dengan bagian yang lain dilukiskan sedemikian rupa, sehingga nampak dipotret atau sinkron dengan aslinya. Walaupun demikian, nir ada sebuah deksripsim pun yg persis sama menggunakan keadaan yg sebenarnya, atau seperti yang bisa dilihat dengan mata (Sabarti Akhdiah 1986 : 135).
2.  Pendekatan Impresionistis
Penulis berusaha menggambarkan sesuatu dari kesan yang diperolehnya, yg bersifat subjektif. Penulis menonjolkan pilihanya serta interprestasinya. Penulis menyeleksi secara cermat bagian-bagian yg dideskripsikan. Kemudian, baru berusaha menginterprestasikannya. Fakta-informasi yg dipilih sang penulis harus dihubungkan dengan impak yg ingin ditampakkan. Fakta-informasi ini dijalin serta diikat  dengan pandangan-pandangan subjektif si penulis.
3.  Pendekatan  Menurut  Sikap  Penulis
Pendekatan sangat  tergantung dalam tujuan yang ingin dicapai, sifat objek, dan pembaca deskripsinya. Dalam menguraikan sebuah persoalan, penulis mungkin mengharapkan agar pembaca  merasa nir puas terhadap suatu tindakan atau keadaan, atau penulis mengiginkan  supaya pembaca  jua harus merasakan bahwa dilema yg tengah dihadapi merupakan kasus yang gawat. Penulis pula dapat membayangkan bahwa akan terjadi  sesuatu yang tidak diinginkan sehingga pembaca dari mula telah siap menggunakan perasaan yg kurang lezat , angker, takut dan sebagainya.    
Penulis harus menetapkan sikap yang akan diterapkan sebelum mulai menulis. Semua lebih jelasnya wajib dipusatkan buat menunjang efek yang  ingin didapatkan Perincian yang nir ada kaitannya dan menyebabkan keragu-raguan dalam pembaca, harus disingkirkan Penulis bisa memilih misalnya keliru satu perilaku, misalnya masa terbelakang, bersungguh-sungguh, cermat, perilaku seenaknya, atau sikap yg ironis. Namun, perilaku  yg diambil oleh  penulis, akan dipengaruhi oleh suasana yg masih ada pada saat itu.
 Bagaimanapun utama pembicaraan selalu timbul pada suatu situasi yang khusus. Situasi ini tergantung dalam pembaca atau pendengar, dan materi yang tersaji. Situasi ini akan memungkinkan penulis menentukan perilaku yang diambil agar mencapai tujuan.
2.4.tiga  Macam-macam Karangan Deskripsi
1. Deskripsi Tempat
Tempat memegang peranan  yg  sangat krusial  dalam setiap peristiwa atau cerita. Semua kisah akan  seluruh memiliki latar belakang loka. Jalannya insiden akan lebih menarik bila dikaitkan dengan loka terjadinya  peristiwa tadi. Bunyi ombak yg mendesah , desau daun-daunan daun kelapa yang ditiup angin, kicau burung yang saling berkejar-kejaran, serta nyayian nelayan yg menangkap ikannya, akan menambah romantisnya suasana tersebut. Tetapi seorang   penulis nir akan menjajalkan begiti saja detail-lebih jelasnya menurut suatu tempat ke dalam deskripsinya . Penulis deskripsi wajib mampu menyeleksi detail-detail berdasarkan suatu loka yang dideskripsikannya,  sehingga detail yg dipilih betul-betul mempunyai hubungan atau berperan eksklusif dengan insiden yang dilukiskan.
2.  Deskripsi Orang
Kerumitan manusia tidak hanya struktur  anatomi  serta morfologi tubuh, tetapi juga lantaran jiwa dan nalar budi yg dimilikinya. Hal ini akan menyulitkan orang membentuk yang memuaskan. Seseorang yg sungguh-sungguh menciptakan deskripsi mengenai seseorang tokoh wajib mengetahui  ciri primer oleh tokoh, seperti tingkah laris, bentuk tubuh, watak, penampilan serta sebagainya.
Untuk menghidupkan sebuah karangan deskripsi dan buat menumbuhkan daya imajinasi bagi pembacanya, peranan pilihan kata sangat memilih. Makna sebuah kata tidak hanya melambangkan sebuah konsep, tetapi bisa pula mempunyai tingkat-taraf makna, yg berlainan dengan makna pokok. Dengan istilah lain, ada makna konotatif serta makna denotatif. Peranan pilihan kata ini sangat akbar dalam menghidupkan sebuah karangan deskripsi, lantaran dalam prinsipnya karangan pelukisan itu bisnis untuk mendeskripsikan dengan istilah-kata wujud atau sifat lahiriah menurut suatu benda.
Penulis harus menetapkan perilaku yg diterapkan sebelum mulai menulis. Semua lebih jelasnya wajib dipusatkan buat menunjang imbas yang ingin didapatkan. Perincian yang tidak terdapat kaitannya dan menyebabkan keragu-raguan pada pembaca, harus disingkirkan. Sikap yang diambil sang penulis, akan dipengaruhi sang suasana yang masih ada dalam waktu itu. Bagaimanapun utama pembicaraan selalu muncul dalam situasi yang khusus. Situasi ini tergantung menurut pembaca atau pendengar, dan materi yang tersaji. Situasi ini akan memungkinkan penulis menetukan perilaku yang diambil supaya tujuan tercapai.
Jadi menurut tujuannya, sekurang-kurangya harus dibedakan 2 macam pelukisan, yaitu deskripsi sugestif   serta deskripsi teknis atau pelukisan ekspositoris.
Dalam pelukisan sugestif penulis berusaha  menciptakan sebuah pengalaman dalam diri pembaca. Pengalaman lantaran langsung dalam obyeknya. Pengalaman atau obyek itu harus membentuk sebuah kesan atau interprestasi. Sasaran pelukisan sugestif adalah: dengan perantaraan rangkaian istilah-istilah yang dipilih sang penulis untuk mendeskripsikan ciri, sifat, serta watak menurut obyek tadi, dapat diciptakan sugesti eksklusif dalam pembaca. Dengan kata lain karangan pelukisan sugestif berusaha untuk membentuk suatu penghayatan terhadap obyek tersebut melalui imaginasi para pembaca. 
Di pihak lain karangan pelukisan ekspositoris atau deskripsi teknis hanya bertujuan untuk memberikan identifikasi atau kabar tentang obyeknya, sehingga pembaca dapat mengenal apabila bertemu atau berhadapan menggunakan obyek tadi. Ia nir berusaha buat menciptakan kesan atau imaginasi dalam diri pembaca. Seseorang yg berusaha untuk menggambarkan keadaan bahasa Indonesia  menurut Fonologi, Morfologi, serta Sintaksis  sinkron keadaan yg konkret dewasa ini, biasa dikatakan bahwa dia membuat karangan deskripsi tentang bahasa Indonesia. Demikian juga jika beliau mendeskripsikan sesuatu obyek eksklusif agar orang lain mengetahui hal itu secara tepat, jua bisa dikatakan secara generik ia mendeskripsikan obyek itu.
Sebuah obyek karangan pelukisan nir hanya terbatas dalam apa yang dapat dipandang, didengar, dicium, dirasa, atau diraba.
Seseorang dapat mengadakan pelukisan mengenai perasaan hati, entah perasaan yang ada pada diri seseorang lantaran ketakutan, kecemasan, keengganan, kejijikan atau perasaan cinta, terharu, benci dendam serta sebagainya. Suasana yang muncul dalam suatu insiden, keadaan yang ada sang panasnya terik matahari, semuanya bisa dideskripsikan secara cermat oleh penulis yg pakar. Malahan apa yg kiranya dipikirkan atau direncanakan buat dilakukan dapat juga dideskripsikan.
Jadi  pada menggarap sebuah karangan deskripsi yang baik, dituntut dua hal :
1.kesanggupan berbahasa berdasarkan seorang penulis, yang kaya akan nuansa dan bentuk.
2.kecermatan pengamatan serta ketelitian penyelidikan.
3.dengan ke 2 pernyaratan tersebut seorang penulis bisa mendeskripsikan obyek pada kata-kata yg penuh arti serta tenaga, sebagai akibatnya mereka yg membaca gambaran  tersebut bisa menerimanya seolah-olah mereka sendiri melihatnya. Pilihan kata (diksi) yang tepat bisa melahirkan citra yg hidup dan segar di pada imaginasi pembaca. Perbedaaan – perbedaaan yg  sangat  mini serta halus berdasarkan apa yg dilihatnya menggunakan mata, wajib diwakili sang kata-kata spesifik.
Meskipun demikian seluruh disparitas yg mendetail diserapnya melalui pancaindranya itu harus bersama-sama membangun kesatuan yg kompak tentang obyek tadi.
2.4.4  Hubungan Deskripsi dengan Tulisan Lain
Karangan deskrisi adalah indera Bantu yang efektif buat lebih menghidupkan pokok pembicaraan, buat menghindari rasa kebosanan serta keengganan para pembaca. Gagasan yang bersifat generik atau uraian-uraian yg abstrak mungkin tidak dapat segera dipandang atau diterima oleh pembaca.tetapi apabila hal-hal yg umum dan abstrak tadi dipaparkan pada perincian-perincian yang kongkrit  dan terarah, maka pembaca akan lebih mudah  menerimanya. Sebaliknya pembaca pula akan menolak. Kalau ternyata contoh yg bersifat deskriptif itu nir mengandung titik-titik singgung  dengan gagasan umumnya.
Perincian ini harus diberikan sedemian rupa sehingga obyeknya benar-sahih terpancang di depan mata pembaca.,dan sanggup pula menyebabkan kesan atau daya khayal pada pembacanya.
Dalam pendekatan realistis, penulis berusaha agar pelukisan yang dibuatnya itu sesuai menggunakan keadaan yang sebenarnya, seobyek mungkin. Perincian-perincian  perbandingan antara satu bagian dengan bagian yg lain dilukiskan sedemikian rupa,sehingga nampak  seperti dipotret atau sinkron dengan aslinya. Walaupun demikian, tidak ada sebuah pelukisan pun yg persis sama menggunakan keadaan yg sebenarnya, atau seperti yg dapat dipandang dengan mata.(Sabarti Akhdiah, 1986 : 133 – 142).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan .............................
3.4 Saran-saran ....................................
SUMBER REFENSI:
Akhadiah, Sabarti, DR. Prof. M.K.1986. Menulis II.  Jakarta: Universitas Terbuka.
Akhadiah, Sabarti, DR. Prof. M.K.1989.  Menulis  I.  Jakarta: Universitas Terbuka
Chaer, Abdul, Drs,1990. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta:  Rinala Cipta.
Chair, Abdul dan Muliastuti Liliani. 1998. Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Universitas Terbuka.
Keraf, Gorys,  Dr. 1981 Eksposisi serta Deskripsi. Jakarta:  Nusantara.
_______________  Diksi serta Gaya Bahasa.  Jakarta:  Nusa Indah.
_______________. Tata Bahasa Indonesia. 1984,  Jakarta:  Nusa Indah.
Moeliono, M. Anton. 1997. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. 1997. Jakarta:  Balai Pustaka.
____________________. 1997. Terampil Menulis Dalam Bahasa Indonesia Yang Benar. Banjarmasin: Sarjana Indonesia.
Poespoprodjo,W. DR.sh. SS.B.ph.L.ph serta EK.T. Gilarso. Drs.1999. Logika Ilmu Menalar, Bandung: Pustaka  Grafika.
Sumaryono, E. 1998. Dasar-dasar Logika. Yogyakarta : Kanisius
Surana , PX . Spd. 1995. Materi Pelajaran Bahasa Indonesia.  Solo.
Tarigan, Djago. Drs fan Sulistiyaningsih, Lilis Siti. Dra.1998. Analisis Kesalahan Berbahasa,  Jakarta:  Universitas Terbuka.
__________________________.  Pengajaran Kosa Kata. Bandung: Angkasa.                                       
Tim Penyusun  Kamus Pusat Bahasa.2001 Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.