WTOBANK DUNIA DAN IMF KONSPIRASI PENYEBAB KEBANGKRUTAN NEGARA DUNIA KETIGA

WTO,Bank Dunia serta IMF, Konspirasi Penyebab Kebangkrutan Negara Dunia Ketiga 
Pemahaman terhadap globalisasi akan sebagai lebih mudah, jika kita mengingat dasar menurut semua itu, yaitu Kapitalisme, atau akal modal (kapital). Pertumbuhan serta perkembangan kapitalisme sepanjang sejarah ditunjang oleh ideologi pasar bebas, yaitu kebutuhan terus menerus serta berkelanjutan akan perluasan kapital kapitalis ke segala tempat buat mencari pasar baru. 

Kapitalisme sepanjang sejarah telah mengoreksi dirinya sendiri demi efisiensi kapital. Krisis demi krisis adalah melekat dalam kapitalisme, menjadi hasil menurut pertentangan modal. Logika kapital bersifat liar serta tak terkendali, bersifat anarkis. Karena itulah pada dasarnya kapitalisme adalah sebuah sistem yang anarkis. Kapitalisme tidak mempercayai anggaran dan batas-batas. Kalau ada anggaran dibuat, itu hanya buat memudahkan pertumbuhannya ke arah yang lebih besar lagi, tapi bukan buat mengaturnya.

Perkembangan terakhir dari perluasan kapitalisme adalah privatisasi (proses swastanisasi) sebanyak-banyaknya dan pengubahan badan-badan publik menjadi badan bisnis swasta berorientasi laba. Dan kini jua saat yang krusial dari sebuah kapitalisme babak baru, yang melepaskan dirinya dari kontrol negara, sebagaimana yang terjadi semenjak 1940an hingga dasa warsa 1980an. Bahkan terdapat yang menyebut kapitalisme seperti ini menjadi “Kapitalisme Turbo”, yaitu percepatan yg cepat berdasarkan perubahan struktural bagi pertumbuhan ekonomi di seluruh dunia, terutama menggunakan meminggirkan negara berdasarkan pasar bebas, buat sebagai satu ekonomi dunia yg kita kenal dengan nama globalisasi. 

Globalisasi adalah seperti gelombang raksasa yang menyapu higienis segala hal. Di dalamnya termasuk gelombang perdagangan global serta gelombang keuangan global. Globalisasi dicerminkan sang aneka macam faktor yg semula bhineka pasarnya yang lalu menjadi satu, misalnya selera yang semakin seragam yg dibawakan sang media massa transnasional atau makanan yang seragam, yg dihasilkan sang perusahaan-perusahaan industri kuliner global. Semua perkembangan cepat dan seragam inilah yang memaksakan dilahirkannya badan baru yg bernama WTO (World Trade Organization atau Organisasi Perdagangan Dunia). Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) adalah hasil dari perjuangan penganut pasar bebas yang ingin tanggal menurut kontrol negara, serta bahkan ingin menghapus kiprah negara sebagai seminimal mungkin. 

Para penganut kapitalisme memang semenjak lama sudah terbagi-bagi, yaitu antara yg menginginkan kapitalisme yang dikontrol oleh negara (penganut ekonomi klasik), dengan kapitalisme yg sebebas-bebasnya tanpa kiprah negara (penganut neo-liberal). 

Penganut ekonomi klasik menyatakan ketidakpercayaannya terhadap kepentingan perorangan, yg selalu tidak sejalan menggunakan kepentingan umum. Ide ini sangat tidak disukai sang kaum neo-liberal, yang salah satu prinsipnya merupakan “Aturan Pasar Bebas”, yaitu melepaskan seluruh ikatan yg dipaksakan sang pemerintah agar pasar bebas bisa bermain sepenuhnya. Pertentangan tersebut waktu ini diakhiri menggunakan kemenangan kaum neo-liberal, yg diwakili oleh dua negara adikuasa, Amerika Serikat serta Inggris. Aliran neo-liberal biasa dikenal pula sebagai aliran “Kanan-Baru”.

Selain prinsip (1) “Aturan Pasar Bebas”, prinsip-prinsip lain neo-liberal adalah (2) memotong pengeluaran publik buat pelayanan sosial, misalnya terhadap pendidikan serta kesehatan, pengurangan aturan buat jaring pengaman sosial bagi orang miskin, serta seringkali pula pengurangan anggaran buat infrastruktur publik, misalnya jembatan, jalan, air bersih. (tiga) Deregulasi, yg berarti mengurangi peraturan-peraturan dari pemerintah yg bisa mengurangi laba. (4) Privatisasi, dengan cara menjual BUMN-BUMN kepada investor partikelir. Ini termasuk pula menjual bisnis pemerintah di bidang perbankan, industri strategis, jalan raya, jalan tol, listrik, sekolah, rumah sakit, bahkan pula air. (lima) Menghapus konsep “barang-barang publik”, serta merubahnya menggunakan “tanggungjawab individual”, seperti menyalahkan kaum miskin yg nir mempunyai pendidikan, jaminan sosial, kesehatan dan lainnya, sebagai kesalahan mereka sendiri. 

Pandangan Neo-liberal inilah yg sekarang dipeluk sang sebagian besar negara-negara maju dan banyak ekonom (pakar ekonomi) genre primer pada Dunia Ketiga, termasuk Indonesia. Pada akhirnya, pandangan neo-liberal pula mewarnai sebuah badan besar dunia yg sangat berkuasa sekarang, yaitu WTO.

Bank Dunia serta IMF
Sebagai pendatang baru, WTO tidak bisa mulus begitu saja mengatur dunia, bila sebelumnya tidak ada usaha-usaha perintisannya. Dan itulah tugas utama yang telah dikerjakan oleh Bank Dunia serta IMF (Dana Moneter Internasional). Bank Dunia yang semula hanya bertugas menjalankan upaya pemulihan pembangunan di Eropa paska-perang, kemudian telah memainkan upaya pendanaan proyek-proyek pembangunan yang sesuai dengan perluasan pasar bebas. 

Bank Dunia sebenarnya juga sudah memainkan peran sebagai “penjebak hutang”. Sebagai bankir, Bank Dunia sudah sekaligus memainkan peran sebagai “Majikan”, yg memilih strategi pembangunan yang ditempuh negara-negara Dunia Ketiga. Dengan demikian, beliau memainkan peran ganda, yg dalam akhirnya memberi kekuasaan yang relatif buat mendikte perekonomian negara-negara tadi. 

Semenjak krisis hutang Dunia Ketiga pada tahun 1982, di mana semakin banyak hutang-hutang yg tak mampu dibayar, Bank Dunia telah menambahkan perangkat yg lebih kuat buat memaksakan aneka macam rencana liberalisasi ekonomi, yaitu lewat Program Penyesuaian Struktural (Structural Adjustment Program/SAP). Hal ini berkait jua menggunakan pasang naiknya neo-liberalisme lewat Reagan-Thatcherisme kala itu. SAP dalam dasarnya membawakan agenda-agenda neo-liberal, menggunakan memaksakan program-acara mereka yg dikenal sebagai deregulasi dan privatisasi. Kita mengenal dampak paham ini di Indonesia, menjadi deregulasi perbankan yang dimulai dari tahun 1983 yg disertai dengan devaluasi rupiah (penurunan nilai mata tukar uang). Dengan banyak sekali macam paket penyesuaian struktural ini, sampai sekarang, Bank Dunia sudah memainkan ‘penaklukan domestik’ supaya sistem ekonomi nasional sebagai lebih mendukung bagi ekspansi pasar bebas. 

Bank Dunia mulai beroperasi dalam tahun 1946. Dia berfungsi menjadi forum keuangan yg menghutangi uang bagi proyek-proyek pembangunan pada aneka macam negara buat memajukan ekonominya. Bunga yang diberikan relatif lebih rendah ketimbang jika negara-negara tadi meminjam menurut bank komersial.

Bank Dunia sebagai prosedur primer buat menempa contoh-model pembangunan paska-kemerdekaan bagi negara-negara Dunia Ketiga. Bank Dunia melakukan hal itu melalui hutang yang terikat menggunakan aneka macam kebijakan yg mendorong semakin tersatukannya negara-negara Dunia Ketiga dengan pasar dunia. Hal itu jua dilakukan dengan cara mendorong peningkatan output bahan-bahan mentah serta impor peralatan teknologi baru yg asal dari Utara; baik pada bidang pertanian, kehutanan, maupun energi, serta sebagainya. Dengan demikian Bank Dunia nir hanya mengarahkan kebijakan-kebijakan ekonomi nasional yg bersifat makro menurut negara-negara paska-kolonial, melainkan berbagi pula sistem teknologi Utara ke Selatan (yg membawa kerusakan akbar terhadap lingkungan hayati).

Bank Dunia (World Bank) yang aslinya bernama International Bank for Reconstruction and Development/IBRD, beserta-sama menggunakan IMF, didirikan di Bretton Woods, sebuah kota mini di negara bagian New Hampshire, Amerika Serikat, pada bulan Juli 1944. Ia dibuat oleh 44 negara yg pada saat itu bermaksud buat membentuk sebuah global yang tenang menggunakan ekonominya yang makmur dan merata, akibat syok dua perang global.

Pertemuan Bretton Woods yang berlangsung pada suasana buat menciptakan sebuah tatanan global yg tenang serta makmur tadi, selain membangun Bank Dunia pula menyepakati berdirinya IMF (International Monetary Fund/Dana Moneter Internasional). Kedua lembaga ini dalam mulanya didirikan dengan tujuan membantu membentuk pulang ekonomi Eropa sesudah kehancuran Perang Dunia II, yg lalu diperluas menggunakan memberi pinjaman pembangunan kepada negara-negara Dunia Ketiga.

Peran Utama IMF adalah mengatur neraca pembayaran luar negeri berbagai negara, dengan menyediakan hutang (pinjaman), dengan memaksakan disiplin finansial (keuangan) tertentu terhadap negara-negara yang menghadapi masalah neraca pembayaran. Dana Bank Dunia serta IMF diperoleh dari negara-negara kaya yang ikut dalam pertemuan tersebut. Kedua lembaga keuangan internasional yang mempunyai kantor pusat di Washington DC ini merupakan bagian dari Perserikatan Bangsa-Bangsa dan kepentingan-kepentingannya sangat kuat dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan ekonomi politik Amerika Serikat yang merupakan penyumbang utama Bank Dunia serta IMF.

Bank Dunia serta IMF adalah dua dari tiga badan yang dibentuk untuk menangani persoalan peralihan dari era kolonial (penjajahan) ke era paska-kolonial. Badan yang ketiga adalah rejim GATT (General Agreement on Tariffs and Trade/Persetujuan Umum mengenai Tarif dan Perdagangan), yang telah diubah menjadi WTO (World Trade Organization), organisasi perdagangan super.

Sejalan dengan peran Bank Dunia serta IMF, GATT dimaksudkan untuk memajukan dan mengatur liberalisasi perdagangan dunia, yang telah memudahkan perluasan berbagai sektor di dalam unit ekonomi nasional, dan dengan demikian menjamin mengalirnya bahan baku dari Selatan/negara-negara berkembang ke Utara, serta mengalirnya barang-barang manufaktur dari Utara ke Selatan, maupun perluasan perdagangan di antara negara-negara Utara sendiri. Berbagai pemerintahan dari negara-negara Utara/maju kini sedang berupaya memperluas peran GATT (melalui berbagai perundingan tertutup di dalam Putaran Uruguay) untuk menyatukan kekuatan-kekuatan demi liberalisasi sektor-sektor jasa dan pertanian; demi penjaminan kebebasan investasi asing; dan untuk memperketat peraturan mengenai hak milik intelektual di Dunia Ketiga, demi keuntungan para pemegang hak paten, yang terutama adalah perusahaan-perusahaan transnasional.

Pada periode awal kehadirannya, uang Bank Dunia dipinjamkan terutama buat pemulihan pulang negara-negara Eropa paska Perang Dunia II, dalam rangka Marshall Plan. Namun semenjak akhir 1960, banyak pinjaman diberikan kepada negara-negara Afrika, Asia, serta Amerika Latin, sebagai bagian berdasarkan ekspansi pembangunan-isme (developmentalism). Pengerahan energi Amerika dan sekutu-sekutunya pada negara-negara paska-kolonial ini dimulai berdasarkan suatu momentum bersejarah: Pidato Presiden Alaihi Salam Harry S. Truman, 20 Januari 1949. Sejak itu, dilancarkanlah skema-skema bagi penyatuan “daerah-daerah kurang pandai” ke dalam intervensi Amerika. Bank Dunia merupakan keliru satu instrumen menurut mesin ekspansi developmentalism (pembangunan-isme) ini, yg bertugas meminjamkan uang buat acara-program yg didesainnya.

Pada tahun-tahun terakhir ini, Bank Dunia serta IMF bekerja erat dalam perundingan dengan pemerintah-pemerintah Dunia Ketiga yang menghadapi masalah pembayaran hutang luar negeri. Hal itu dilakukan dengan cara melakukan penjadwalan ulang pembayaran hutang luar negeri maupun dengan pemberikan pinjaman baru. Penjadwalan ulang dan pemberian pinjaman baru itu dilakukan dengan syarat bahwa pemerintah-pemerintah Dunia Ketiga tersebut memberlakukan paket kebijakan “penyesuaian struktural”, yang melibatkan pembaruan makro-ekonomi yang mengarahkan ekonomi ke arah produksi ekspor, liberalisasi impor, dan pemotongan drastis dalam pembelanjaan negara, termasuk subsidi bagi kesejahteraan umum, pendidikan maupun pangan.

Program Penyesuaian Struktural (SAP)
Program Penyesuaian Struktural (Structural Adjustment Program/SAP) adalah upaya Bank Dunia buat menyelamatkan hutang yang telah diberikannya kepada negara-negara Dunia Ketiga. Structural Adjustment Program (SAP) pada dasarnya merupakan sebuah kebijakan yang diperkenalkan Bank Dunia untuk memaksa negara-negara yg mendapat donasi hutang buat lebih membuka pasar pada negeri mereka, menekankan kegiatan ekonomi yang menghasilkan barang-barang yg bisa pada ekspor, mengurangi subsidi pemerintah terhadap sektor publik misalnya pangan, kesehatan, dan pendidikan. Di Afrika serta Amerika Latin, Program ini membangun kemiskinan pada kalangan warga jelata.

Bank Dunia mendefinisikan penyesuaian struktural (structural adjustment) sebagai “reformasi kebijakan dan kelembagaan yang mencakup ekonomi mikro (misalnya pajak dan tarif), ekonomi makro (kebijakan fiskal) dan hegemoni kelembagaan; perubahan-perubahan ini dibuat buat memperbaiki alokasi asal daya, menaikkan efisiensi ekonomi, memperluas potensi pertumbuhan serta meningkatkan kelenturan terhadap goncangan-goncangan ekonomi”.

Di Afrika, beban hutang yang berat telah mengakibatkan dijalankannya sejumlah besar Program Penyesuaian Struktural. Paket-paket yang dirancang oleh Bank Dunia serta IMF (International Monetary Fund) selama periode 1980-an ini, diterapkan oleh banyak negara Afrika Sub-Sahara sebagai sebuah persyaratan untuk keberlangsungan bantuan keuangan. Dasar pikiran SAP adalah bahwa sejumlah faktor ekonomi harus dirubah dalam suatu negara tertentu untuk menjamin kemampuan ekonomi yang lebih baik dengan maksud untuk membayar kembali hutang dan bunganya, mempunyai neraca pembayaran yang lebih baik, dan mencapai keadaan ekonomi yang lebih sehat secara umum. 

Negara-negara yang menolak langkah-langkah yang disarankan oleh Bank Dunia serta IMF tidak akan bisa memperoleh bantuan ekonomi lagi. Dengan kata lain, cara bagaimana beban hutang yang berat dan problem-problem ekonomi lain ditangani bukan lagi merupakan persoalan prioritas nasional atau bahkan keputusan nasional. Melalui Program Penyesuaian Struktural, Bank Dunia serta IMF mengambil alih tugas-tugas otoritas nasional dan mendikte kebijakan-kebijakan ekonomi yang menurut mereka akan memecahkan problem hutang khususnya, dan problem-problem ekonomi suatu negara pada umumnya.

SAP biasanya ditujukan dalam faktor-faktor ekonomi suatu negara, namun impak berdasarkan tindakan-tindakan yang diambil sangat mungkin bersifat politik, sosial, dan budaya. Sampai sekarang, IMF nir mau melihat impak-imbas ini. Ironisnya, mereka menjamin ini akan mengintervensi problem-persoalan domestik suatu negara. 

Sementara paket penyesuaian struktural menguntungkan bagi para kreditornya, bagaimana halnya menggunakan para negara penghutangnya (debitor)? Ternyata negara-negara penghutang nir begitu berhasil dalam menyehatkan ekonominya maupun melepaskan diri dari dilema hutangnya. 

Biaya sosial dari penerapan kebijakan-kebijakan IMF dan Bank Dunia sangat tinggi, terutama bagi kaum miskin. Kaum miskin pada konteks ini adalah para pemukim perkotaan menengah serta bawah, petani-petani kecil serta tanpa tanah, warga nelayan, nomad (kaum pengembara), grup-grup warga istiadat, dan lain-lain. Anak-anak dalam komunitas semacam itu bahkan lebih rentan lagi.

Efek-imbas deflasi (devaluasi serta inflasi) berdasarkan kebijakan-kebijakan ini telah mempertinggi pengangguran serta menurunkan upah riil. Sebagai misalnya, selama periode 1980-an, pendapatan homogen-rata pada kebanyakan negara Amerika Latin turun sekitar 10 %, dan pada Afrika Sub Sahara sekitar 20 persen. Bagi kaum miskin, hal ini tak terelakkan lagi menaikkan malnutrisi (kekurangan gizi). 

Penyesuaian struktural dan kebijakan-kebijakan yang terkait dengan pasar bebas yg dilaksanakan mula-mula dalam awal 1980-an adalah faktor primer yang memicu kenaikan cepat pada ketidakmerataan secara dunia. Satu studi UNCTAD yg mencakup 124 negara menampakan bahwa pembagian pendapatan dari 20 persen penduduk terkaya dunia meningkat berdasarkan 69 menjadi 83 persen antara tahun 1965 dan 1990. Kebijakan-kebijakan penyesuaian merupakan faktor primer di balik konsentrasi pendapatan dunia secara cepat dalam tahun-tahun terakhir. Contoh yang paling ekstrem dapat ditinjau pada tahun 1998. Dalam tahun tersebut, Bill Gates, pendiri utama perusahaan komputer Microsoft mempunyai kekayaan bersih $90 milyar; Warren Buffet, mempunyai $36 milyar; serta galat satu pendiri Microsoft, Paul Allen, punya kekayaan higienis $30 milyar. Jika kekayaan bersih ketiga orang ini digabungkan, akan melebihi pendapatan adonan total menurut 600 juta orang yg hidup di 48 negara-negara kurang berkembang, yang sebagai target program-program penyesuaian struktural. 

Program penyesuaian struktural pula adalah penyebab primer nir adanya kemajuan pada menghapus kemiskinan. Jumlah orang pada seluruh global yg hayati dalam kemiskinan yakni mereka yang hayati kurang berdasarkan satu dollar dalam sehari meningkat berdasarkan 1,1 milyar orang pada tahun 1985 sebagai 1,dua milyar dalam tahun 1998, dan diperkirakan mencapai 1,tiga milyar pada tahun 2000. Menurut studi terakhir Bank Dunia sendiri, jumlah mutlak orang yang hidup dalam kemiskinan semakin tinggi pada dekade 1990-an berada pada Eropa Timur, Asia Selatan, Amerika Latin serta Karibia, serta Afrika sub-Sahara yang semuanya adalah daerah-daerah di mana acara penyesuaian struktural diberlakukan. 

Demikianlah cara kerja sistem neo-liberal, dengan tiga porosnya: WTO, Bank Dunia serta IMF. Ini adalah puncak dari apa yang dicita-citakan ketika pertama kali badan-badan ini dibentuk dalam pertemuan Bretton Woods pada tahun 1944. Ketiga badan inilah yang saat ini merupakan instrumen pokok dari kapitalisme global. Bila kemarin, masyarakat Dunia Ketiga dipaksa dan ditekan untuk meniru dan mengikuti model pembangunanisme yang didesain dan diarahkan oleh Bank Dunia serta IMF, maka kini mereka dipaksa dan ditekan untuk menjadi hamba sahaya dan pengekor saja dari WTO. Dunia Ketiga kembali menjadi budak kaum neo-kolonialisme-imperialis, secara lebih efektif dan sistematis. 

Ketidakadilan yg fundamental dari situasi ini merupakan bahwa mereka yang paling sedikit bertanggung jawab terhadap keputusan-keputusan politik, ekonomi serta komersial yg menyebabkan krisis hutang, dan mereka yg paling sedikit menerima keuntungan berdasarkan pinjaman-pinjaman yang diberikan, yakni kaum miskin, adalah mereka yang paling menderita dampak efek kebijakan penyesuaian struktural, serta paling banyak memikul beban menurut solusi-solusi yg diperkenalkan Bank Dunia/IMF.

Seringkali tiga perempat dari pendapatan kaum sangat miskin dibelanjakan buat makanan/pangan; serta sisanya buat bahan bakar dan air, perumahan dan pakaian, ongkos angkutan dan pelayanan kesehatan. Akibat mutilasi pengeluaran dalam sektor publik, khususnya buat pangan, kesehatan dan pendidikan, yg dilakukan pemerintah-pemerintah akibat tekanan Structural Adjusment, pemotongan sebanyak 25% dalam pendapatan riil berarti hidup tanpa pemenuhan-pemenuhan dasar.

Layanan-layanan yang berkaitan menggunakan kepentingan warga yg lebih kaya serta lebih kuat misalnya rumahsakit-rumah sakit besar , universitas-universitas, penerbangan nasional, projek-projek pembangunan yang berprestise, dan militer nir dibebani mutilasi pengeluaran sektor publik yang proporsional. Dengan beberapa dispensasi, layanan-layanan yg dipotong secara radikal merupakan layanan-layanan kesehatan, pendidikan dasar dan subsidi kuliner dan bahan bakar layanan-layanan yang sangat diperlukan sang gerombolan miskin dan sulit mereka menerima gantinya dengan bantuan swasta.

Selain menurut perkara ketidakadilan yg fundamental ini, pemikulan beban kepada kaum miskin tidak akan memperbaiki kondisi ekonomi. Karena penurunan pada baku pendidikan serta kesehatan angkatan kerja merupakan penurunan pada investasi buat pertumbuhan ekonomi pada masa depan.

Comments