PERKEMBANGAN PEMIKIRAN DAN PENGATURAN HAM DI INDONESIA

Perkembangan Pemikiran Dan Pengaturan HAM Di Indonesia 
A. Dinamika Pengaturan HAM dalam Konstitusi
UUD 1945 menjadi kebiasaan peraturan perundangan yg tertinggi sudah memuat semangat perlindungan, pemihakan serta penegakan HAM. Hal ini bisa dipandang berdasarkan pembukaan, batang tubuh hingga penjelasannya. Tetapi demikian, lantaran adanya perubahan (lebih tepatnya amandemen) terhadap Undang-Undang Dasar 1945, tentunya sedikit poly akan menyentuh pengaturan mengenai HAM itu sendiri.

Semangat reformasi bangsa ini telah menempatkan pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 dalam kedudukan yang semestinya. Bahwa UUD 1945 wajib diartikan menjadi perwujudan suatu "living constitution", yang membuka horizon-horizon serta spirit pembaharuan sesuai dengan perkembangan kebutuhan rakyat negara dan pertumbuhan tuntutan atas perikehidupan politik yg sinkron menggunakan asa negara hukum.

Dampak globalisasi tidak terbendung, termasuk pada dimensi aturan. Nilai-nilai hukum yang diyakini pada wilayah negara tertentu bisa menembus ke daerah negara lain tanpa batas secara timbal pulang. Maka banyak terjadi adopsi aturan yang terjadi karena adanya interaksi serta interelasi menurut masing-masing negara di banyak sekali daerah dunia. Meskipun dengan catatan negara-negara yg memiliki kekuatan dan impak akbar pada percaturan internasional misalnya Amerika serta Eropa Barat yang paling banyak bisa memberi efek ke negara-negara lain. 

Nilai-nilai HAM contohnya poly dianggap berasal berdasarkan Barat, negara-negara pada daerah lain dianggap sebagai pengekor yang hanya membebek apa yang sebagai prinsip-prinsip HAM Barat. Sesungguhnya setiap bangsa sudah mempunyai konsep HAM yang tentu secara tidak sinkron satu dengan yg lain bergantung pada latar kultur, sosial ekonomi, letak geografis serta lain-lain faktor. Deklarasi HAM Dunia tahun 1948 yang lalu diamini sebagian besar bangsa-bangsa di dunia sebagai bukti bahwa nilai-nilai HAM telah diakui dan dimiliki oleh semua bangsa pada dunia tanpa terkecuali.

Di Indonesia, pada kenyataannya sepanjang Orde Lama dan Orde Baru, rakyat dicekoki sakralisasi Undang-Undang Dasar 1945 yg secara monoton mengindoktrinasi dan menciptakan sikap rakyat bahwa UUD 1945 sedemikian sempurnanya, sebagai akibatnya nir perlu dirubah, diperbaiki atau diamandemen. Keadaan ini masih didukung dengan perilaku otoriter Pemerintah yang menciptakan kebanyakan orang di Indonesia kehilangan nyali buat mempersoalkan Undang-Undang Dasar 1945, karena akan menerima cap subversif dan tudingan mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.

Jika ditilik ke belakang, Bung Karno pada sidang PPKI lepas 18 Agustus 1945 menyatakan bahwa UUD 1945 hanya bersifat sementara, sebagai akibatnya mistifikasi terhadap Undang-Undang Dasar 1945 sangat tidak relevan dengan semangat Undang-Undang Dasar 1945 itu sendiri. Selain itu Undang-Undang Dasar 1945 disusun pada waktu singkat dan pada keadaan darurat sebagai akibatnya mengandung aneka macam kelemahan. Ketidaksempurnaan UUD 1945 ini mengakibatkan dalam penerapannya tak jarang menimbulkan banyak sekali penafsiran atau interpretasi yg diberikan atas dasar pemikiran serta pertimbangan pemerintah sesuai dengan kepentingan pihak pemerintah (penguasa).

Pemerintah Orde Lama serta Orde Baru yg berkuasa secara otoriter sudah memberi interpretasi sepihak atas Undang-Undang Dasar 1945. Selama itu juga warga tidak memiliki hak atau keberanian buat menafsirkan UUD 1945 sinkron menggunakan sudut pandang, pemikiran serta kepentingan sendiri secara merdeka. Justru Undang-Undang Dasar 1945 akhirnya sebagai alat legitimasi tindakan kesewenang-wenangan penguasa terhadap warga . Sejumlah ahli yang merasa prihatin atas keadaan ini tidak bisa buat membuka dan memasuki secara bebas "ruang publik" yang nir hanya dikuasai pemerintah, tetapi juga membelenggu kebebasan berekspresi.

Padahal berdasarkan Bryce, faktor pendorong perlunya Undang-Undang Dasar pada suatu negara diantaranya adanya harapan para anggota rakyat negara buat mengklaim hak-hak mereka waktu terancam, dengan membatasi tindakan-tindakan penguasa dan adanya cita-cita masyarakat maupun pemerintah untuk mengklaim kehidupan rakyatnya dengan jalan membentuk sistem ketatanegaraan eksklusif yang semula tidak kentara dalam bentuk eksklusif yang menurut anggaran-aturan positif menggunakan maksud supaya pada kemudian hari tidak akan ada tindakan sewenang-wenang penguasa.

Dari pendapat Bryce ini, Muchsan menyimpulkan bahwa Undang-Undang Dasar sebagai sumber hukum yang tertinggi memiliki dua fungsi yaitu:
  1. Menjamin hak-hak para warga rakyat, terutama masyarakat negaranya dari tindakan yg sewenang-wenang para penguasa. Dalam negara aturan terbaru yang bertipe welfare state, tujuan ini diteruskan serta diperluas, yakni hingga menggunakan terselenggaranya kepentingan warga sehingga tidak hanya sekadar terjaminnya proteksi hukum terhadap hak-hak anggota masyarakat, akan tetapi jua setiap anggota rakyat negara dapat menyebarkan hak-­hak sebagai insan.
  2. Sebagai landasan struktural pada penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan suatu sistem ketatanegaraan yg niscaya yg ketentuannya telah digambarkan pada aturan-aturan serta ketentuan Undang-Undang Dasar.
Bertolak dan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Undang-Undang Dasar 1945 nir menaruh proteksi terhadap warga , justru seolah-olah menyengsarakan serta memenjarakan masyarakat. Jadi, ada sesuatu yg keliru pada Undang-Undang Dasar 1945 itu sendiri yang menyebabkan kerancuan pada kehidupan bernegara yg antara lain dalam pengaturan HAM. Menurut Muchsan, harus ada bab tersendiri yang mengatur dan merumuskan HAM secara rigid, baik yang berbentuk hak dasar, HAM klasik atau hak sosial sehingga kepastian akan perlindungan terhadap pelaksanaan hak-hak asasi bisa dilaksanakan menggunakan mantap.

Hak dasar adalah hak-hak yang mendasari kehidupan manusia menjadi makhluk sosial. Ini berkaitan erat dengan kehidupan insan pada warga . Hak asasi klasik merupakan hak yang dimiliki insan secara kodrati, sebagai akibatnya erat hubungannya menggunakan harkat dan martabat manusia. Sedangkan hak sosial adalah hak yg sangat erat kaitannya dengan kelayakan hayati manusia.

Gerakan reformasi yg digulirkan mahasiswa dengan dukungan sebagian besar rakyat telah mengakibatkan keberanian masyarakat buat mempersoalkan Undang-Undang Dasar 1945. Desakralisasi UUD 1945 merupakan keliru satu sasaran gerakan reformasi. 

Tidak bisa dipungkiri, globalisasi pada saat-waktu reformasi dicanangkan begitu kuatnya merombak tatanan hidup warga Indonesia. Ia telah membawa imbas berupa prinsip budaya modernitas yg sangat tidak selaras, bahkan bisa dikatakan berlawanan menggunakan prinsip budaya lokal (nasional) pada Indonesia. Ketika globalisasi melanda, Indonesia sudah mempunyai sejarah, identitas, koherensi dan corak tersendiri. Keanekaragaman budaya yang luar biasa banyaknya terutama karena pluralitas yg dimiliki bangsa ini.

Reformasi sebagai butir globalisasi membawa impak luar biasa terhadap aspek kehidupan bangsa termasuk pada bidang kenegaraan. Apa yang tengah sebagai gosip stategis global, misalnya demokrasi dan HAM segera merangsek menghipnotis pola pikir bangsa Indonesia, terutama kaum muda serta mahasiswa. Isu ini pula yg lalu diusung untuk mempertegas gerakan reformasi.

Akhirnya reformasi menuai hasilnya dengan tumbangnya Orde Baru yang ditandai menggunakan turunnya Presiden Soeharto berdasarkan kursi kepresidenan yang sudah didudukinya 30 tahun lebih. Puncaknya, tumbang pula sakralisasi konstitusi.

UUD 1945 telah diamandemen melalui empat kali perubahan dalam Sidang Umum Tahunan MPR tahun 1999, serta ditetapkan pada lepas 19 Oktober 1999 dan 18 Agustus 2000. Kemudian dalam tahun 2001 serta 2002.

B. UUD 1945 dan Perdebatan HAM
UUD 1945 merupakan konstitusi negara merdeka yang didesain sang tokoh-tokoh yg sebagian besar terlibat langsung dalam pergerakan kemerdekaan. Maka dengan dijiwai semangat menegakkan kemerdekaan hampir dapat dipastikan konstitusi ini mengandung hak asasi meskipun dalam penyusunannya sempat diwarnai silang pendapat tentang pemuatan materi HAM pada dalamnya. Yang kemudian ada merupakan kompromi sebagai sebuah keputusan akhir berupa perumusan HAM yang bersifat implisit yang diikuti dengan dalih bahwa hal-hal yg tersirat tersebut apabila diteliti akan banyak ditemukan rumusan-rumusan HAM.

Memang apabila membandingkan tiga konstitusi yg pernah berlaku di Indonesia, maka nampak jelas bahwa Konstitusi RIS 1949 serta Undang-Undang Dasar Sementara 1950 mengandung rumusan-rumusan hak asasi yang lebih luas dan lebih eksplisit daripada UUD 1945. Sering diutarakan alasan akan hal ini merupakan bahwa Undang-Undang Dasar 1945 disusun tiga tahun sebelum diumumkannya The Universal Declaration of Human Right sang PBB. Sedangkan Konstitusi RIS serta UUDS 1950 disusun selesainya adanya Deklarasi Universal HAM PBB tersebut, sehingga dapat dimengerti bila sebagian akbar deklarasi PBB itu kemudian banyak diserap pada kedua konstitusi ini.

Alasan di atas tidak sepenuhnya benar, lantaran sebelum adanya Deklarasi HAM Universal, sekurang-kurangnya sudah ada dua dokumen HAM yg sudah dikenal luas di semua global, yaitu Declaration of Independence Amerika serta Declaration des Droit de I’homme et du Citoyen Perancis. Kedua dokumen ini nampak jelas pengaruhnya dalam rumusan HAM PBB yg diumumkan tahun 1948. Tentunya tokoh-tokoh seperti Soekarno, Hatta, Yamin, Soepomo dan Sukiman mengetahui menggunakan jelas adanya ke 2 dokumen yg sudah sangat mengglobal tadi. Hal ini tampak dalam perbedaan pendapat di antara mereka dalam sidang BPUPKI mengenai perlu tidaknya materi HAM diatur secara rinci dalam konstitusi. Tampaknya, tidak adanya perumusan materi HAM dalam UUD 1945 sejak awalnya merupakan karena adanya pergulatan pemikiran mengenai HAM itu sendiri sang tokoh-tokoh yg merancang konstitusi tadi.

Setidaknya terdapat 2 kubu pada perdebatan materi HAM ini, yaitu kubu Soekarno-Soepomo yg menolak tegas dicantumkannya materi HAM dalam rancangan konstitusi serta kubu Hatta-Yamin yg menginginkan dicantumkannya materi HAM. Kedua kubu ini meskipun sama-sama setuju menggunakan paham negara kekeluargaan tetapi memiliki pandangan yang tidak sinkron terhadap HAM.

Soekarno dan Soepomo berpendapat bahwa negara Indonesia yg berpaham kekeluargaan nir bisa menerima materi HAM yang lahir serta paham liberalisme serta individualisme. Sedangkan Hatta serta Yamin mengkhawatirkan nir diaturnya materi HAM secara eksplisit akan menyebabkan kesewenang-­wenangan tindakan penguasa terhadap masyarakat. Dan akhir menurut silang pendapat ini merupakan dimuatnya secara terbatas ketentuan-ketentuan mengenai HAM yakni pada Pasal 27, 28, 29, 30 dan 31 menggunakan rumusan yang masih membatasi; hak asasi yang penting memang diakui pelaksanaannya masih wajib diatur dengan UU yg dapat dibentuk sang eksekutif (Presiden) beserta legislatif (DPR).

Sesungguhnya pendapat yang menyatakan bahwa HAM lahir menurut paham individualisme dan liberalisme, bila ditelusuri berdasarkan sejarah HAM itu sendirti tidak sepenuhnya benar. Sebelum insan memasuki jaman terkini, apabila dilihat menurut sejarah kepercayaan -agama, bisnis penegakan HAM telah dimulai sang para Nabi serta Rasul yang diutus Tuhan ke global. Kitab Taurat, Injil dan Al Qur'an contohnya, telah memuat materi HAM. Jika dilihat Piagam Madinah (menjadi konstitusi tertulis tentang pemerintahan) dan pidato Rasulullah SAW dalam waktu hajjatul wada' jelas sekali memuat rumusan HAM yg universal. Hal ini, dari Yusril, tentu bukan lahir dari paham liberalisme atau individualisme. Doktrin tauhid dan kesatuan universal umat insan pada dalam Islam misalnya merupakan asal ajaran kepercayaan ini tentang HAM.

Instrumen HAM yg lahir sejak jaman pertengahan hingga abad modern, misalnya Magna Charta (Inggris, 1215), Petition of Rights (Inggris, 1628), Declaration of Independence (Amerika, 1776), Declaration des Droit de I’homme et du Citoyen (Perancis, 1789) serta Universal Declaration of Human Rights (PBB, 1948) nir lahir dari paham liberalisme atau individualisme, melainkan karena tuntutan kolektif warga yang menentang absolutisme serta diktatorisme.

Magna Charta lahir berdasarkan tuntutan para bangsawan dan agamawan untuk membatasi kesewenang-wenangan raja. Petition of Right lahir dari tuntutan Parlemen (house) buat membatasi kekuasaan raja. Declaration of Independence Alaihi Salam lahir sebagai pernyataan kemerdekaan atas penjajahan Inggris. Declaration des Droit de I’homme et du Citoyen lahir menurut tuntutan kolektif Assemble Nationalle (house) buat membatasi kekuasaan Raja Louise XVI dan melindungi hak-hak masyarakat. Universal Declaration of Human Rights PBB merupakan pencerminan kemenangan negara-negara Sekutu terhadap rezim fasisme Italia, Jerman serta Jepang yg cenderung diktator serta menindas rakyat. 

Dengan demikian, jelaslah bahwa berbagai dokumen HAM tadi tidak lahir menurut paham liberalisme dan individualisme namun muncul serta perlawanan terhadap kesewenang-wenangan penguasa. Jadi, sejarah HAM erat hubungannya menggunakan sejarah untuk menegakkan demokrasi pada satu sisi dan usaha kemerdekaan pada sisi lain.

Jika dilakukan jelajah historik, secara singkat dapat dikatakan bahwa sejarah negara RI menunjukkan dinamika yang sama menggunakan sejarah HAM yang umum, yaitu adanya tarik-menarik antara HAM individual dan HAM komunal (kolektif). Hal ini mulai diperdebatkan sejak tahun 1945 sampai kini . HAM individual melahirkan demokrasi liberal dan negara aturan yg statis menggunakan peranan negara yang pasif serta berakibat terjadi kesenjangan sosial ekonomi. HAM komunal melahirkan demokrasi terbatas (cenderung otoriter) menggunakan konsep negara aturan yang bergerak maju serta berwawasan welfare state. Contoh ekstrem mengenai ini dapat ditunjuk AS serta Perancis menjadi pengusung genre HAM komunal serta negara eks Soviet sebagai gambaran negara dengan HAM yang komunal.

Muatan HAM di dalam UUD 1945 dalam mulanya bersifat sangat fleksibel dalam arti dapat diimplementasikan menurut langgam politik yg ada. Hal ini sinkron menggunakan sifat Undang-Undang Dasar 1945 yang fleksibel. Sehingga yg terjadi lalu, jika syarat politik sedang demokratis, HAM memperoleh tempat dan implementasi yg relatif proporsional, tetapi jika syarat politik sedang berada di bawah payung otoritareian, HAM akan mendapat perlakuan buruk. Pada masa kini , sehabis terwujudnya desakralisasi konstitusi, berupa amandemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945 pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat 1999; rumusan HAM mendapatkan perhatian yang akbar, yaitu menggunakan ditambahkan dan ditetapkannya Bab X A tentang Hak Asasi Manusia yg terdiri serta Pasal 28A hingga Pasal 28J. Sehingga dengan sendirinya pengaturan (baca: perlindungan) HAM dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang terdiri dan pembukaan, batang tubuh serta penjelasan mengalami perubahan yg signifikan. 

Jika didalami perdebatan materi HAM antara kubu Soekarno-Soepomo serta Hatta-Yamin, maka tentu yg lebih kontekstual merupakan Hatta-Yamin. Bahwa materi HAM betapapun menurut Soekarno-Soepomo tidak perlu diatur dalam konstitusi karena Indonesia berpaham kekeluargaan, jelas nir bisa diterima. Dicantumkannya materi HAM dalam konstitusi saja masih terdapat berbagai pelanggaran HAM, apalagi jika nir terdapat sandaran penegakan pada dalamnya, tentu pelanggaran HAM akan lebih marak lagi.

Perjalanan sejarah Indonesia yang telah demikian panjang, yg dipengaruhi oleh dinamika aneka macam insiden yg mewarnainya, telah juga memberi banyak corak terhadap dinamika HAM, baik dalam pengaturan juga penegakannya.

Sejarah dinamika HAM Indonesia juga demikian, linier dengan sejarah HAM secara generik. Bahwa ada tarik-menarik antara HAM individual serta HAM komunal (kolektif). Bahkan semenjak adanya pengaturan HAM dalam Pasal 28 UUD 1945, bangsa ini nir berkiprah berdasarkan sana. Indonesia masih merogoh langkah moderat buat mengusung aliran HAM individual seperti AS serta Perancis atau HAM komunal misalnya yg diusung negara-negara eks Soviet. 

Nilai keduanya, baik individual maupun komunal secara bersamaan diatur dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945. Tapi dalam prakteknya, Indonesia sepertinya akan mengikuti kecenderungan global yg tentu saja bermuara dalam nilai-nilai HAM Barat.

a. Hak-Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi
Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa Indonesia merupakan negara yg berdasar atas aturan (rechstaat) dan bukan berdasar atas kekuasaan (machstaat) belaka. Dan galat satu karakteristik Negara Hukum merupakan adanya jaminan serta perlindungan terhadap hak-hak asasi insan. Konsekuensi logis dan kenyataan pada atas merupakan dicantumkannya ketentuan-ketentuan HAM dalam konstitusi kita, UUD 1945.

Meskipun Undang-Undang Dasar 1945 telah diamandemen, namun Pembukaan UUD 1945 nir mengalami amandemen, sebagai akibatnya "rona" HAM di dalamnya tidak mengalami perubahan sejak disahkan serta berlaku sampai kini . Kedudukan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dari Ilmu Hukum merupakan sebagai utama kaidah negara yang mendasar (staatsfundamentalnorm), juga merupakan pangkal derivasi (sumber pembagian terstruktur mengenai normatif) dari Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945 dan aturan positif lainnya. Oleh karenanya pada dalamnya terdapat sendi-sendi absolut bagi kehidupan negara, yaitu hakekat serta sifat negara, tujuan negara, kerakyatan (demokrasi), dasar pemerintahan negara serta bentuk susunan persatuan.

Pembukaan UUD 1945 mengandung pokok-pokok pikiran yang dimuat dan dijelaskan pada Berita Republik Indonesia Tahun II No. 7. Pokok-utama pikiran ini meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang merupakan cita hukum (rechtsidee) yang menguasai aturan dasar tertulis juga nir tertulis (convensi). Pokok-utama pikiran yang mencerminkan adanya pengakuan dan proteksi HAM ini adalah menjadi berikut:
a. Negara melindungi segenap bangsa Indonesia serta seluruh tumpah darah Indonesia menggunakan berdasar atas persatuan menggunakan mewujudkan keadilan sosial bagi semua rakyat Indonesia.
b. Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi semua masyarakat Indonesia.
c. Negara yang berkedaulatan rakyat, menurut atas kerakyatan/perwakilan.
d. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar humanisme yang adil serta mudun.

Rumusan HAM secara lebih kentara bisa ditinjau dalam isi (teks) Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (yang merupakan declaration of independence bangsa Indonesia) dari alinea pertama hingga alinea keempat. Alinea pertama pada hakekatnya merupakan pengaakuan akan adanya kebebasan buat merdeka (freedom to be free). Pernyataan kemerdekaan menjadi hak segala bangsa adalah pengakuan HAM yg universal buat hayati bebas berdasarkan penindasan bangsa lain serta menegaskan adanya kedudukan yang sejajar atas seluruh bangsa pada dunia. Pengakuan terhadap perikemanusiaan merupakan intisari rumusan HAM, lantaran pada hakekatnya HAM merupakan hak dasariah yg dimiliki oleh setiap manusia semata-mata lantaran beliau manusia.

Pengakuan perikeadilan dan keadilan yg termuat berurutan pada alinea pertama dan kedua menunjuk dalam kebiasaan dasar moral yg universal yg mendasari kebiasaan lain, baik di bidang etika atau hukum. Keadilan merupakan intisari spiritual Negara Hukum yang mestinya dimiliki sang setiap bangsa. Bahwa kekuasaan hendaknya dijalankan menggunakan adil, sebagai akibatnya bisa tercapai kemakmuran yg merupakan kewajiban negara buat mengklaim kesejahteraan rakyatnya.

Alinea ketiga menjelaskan keinginan bangsa Indonesia buat berkehidupan yang bebas serta ditutup dengan adanya kemerdekaan rakyat. Apabila ditafsirkan secara luas, pernyataan kemerdekaan ini bukan saja merdeka secara eksternal dari penjajahan bangsa lain, melainkan jua merdeka secara internal. Artinya kemedekaan menurut bangsa lain nir boleh digantikan dengan penindasan oleh bangsa sendiri.

Dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 ditegaskan tujuan pembentukan pemerintahan Indonesia yg melindungi segenap bangsa serta seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan generik, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang dari perdamaian tak pernah mati serta keadilan sosial. Dasar buat mencapai tujuan ini adalah norma moral universal yaitu kemerdekaan, perdamaian kekal serta keadilan sosial yg sangat sesuai menggunakan semangat HAM. Sedangkan Dahlan Thaib, secara ringkas menyatakan bahwa dalam alinea keempat terkandung proteksi HAM dalam berbagai bidang yaitu bidang politik, aturan, sosial, cultural serta ekonomi. Hanya sangat disayangkan bahwa pengaturan lebih lanjut pada btg tubuh Undang-Undang Dasar 1945 nir begitu poly, lantaran disparitas pendapat para penyusunnya. Kiranya dapat disebutkan pada sini bahwa alinea keempat menjadi sangat penting lantaran pada dalamnya memuat dasar negara, Pancasila; yang jua sangat menjiwai semangat, pengakuan dan proteksi HAM.

Amandemen UUD 1945 sangat berpengaruh terhadap pengaturan aneka macam hal yg masih ada pada dalamnya, khususnya ketentuan-ketentuan yang terdapat pada Batang Tubuh UUD 1945. Yang terlihat di sini lalu merupakan berupa perubahan pasal-pasal, termasuk pasal-pasal yg berkenaan dengan HAM. Apabila diteliti, semenjak disahkan serta berlakunya hingga sekarang, poly sekali ketentuan pasal-pasal pada Batang Tubuh UUD 1945 yang mengatur HAM, yaitu Pasal 27, 28, 29, 31, 32, 33 serta Pasal 34.

Pasal 27 Undang-Undang Dasar 1945 yang kini terdiri serta 3 ayat menyatakan tentang persamaan pada muka hukum (equality befor the law) dan pemerintahan, hak atas pekerjaan dan penghidupan yg layak bagi kemanusiaan serta kewajiban dalam upaya pembelaan negara. Pasal 28 mengisyaratkan adanya kebebasan warga Indonesia buat mendirikan partai polotik serta liga baik yg bersifat sosial politik juga murni kemasyarakatan (sosial). Pasal 29 memberikan agunan serta kebebasan bagi setiap rakyat negara untuk melaksanakan perintah kepercayaan (Tuhan) sesuai menggunakan kepercayaan yang dianut. Pasal 31 menegaskan pengakuan pentingnya pendidikan (pedagogi) yang juga adalah tujuan pembentukan negara, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Pasal 32 merupakan agunan dart proteksi yg bersifat kultural yang menegaskan upaya pemerintah buat melestarikan dan menjaga budaya bangsa. Pasal 33 menganut ketentuan-ketentuan economic rights yang menurut asas kekeluargaan (demokrasi ekonomi) demi kemakmuran masyarakat. Dan apabila dihubungkan dengan Pasal 33, maka Pasal 34 memuat semangat proteksi terhadap kesejahteraan sosial.

Setelah amandemen UUD 1945 lahirlah Bab tersendiri yang mengatur mengenai HAM, yaitu Bab X A yang terdiri atas 10 pasal, yaitu Pasal 28A hingga Pasal 28J. Bab ini secara eksplisit menyebut aneka macam hak asasi manusia dengan kentara.

Pasal 28A UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk hayati dan mempertahankan hidup dan kehidupannya. Bunyi pasal ini sinkron menggunakan Pasal tiga Universal Declaration of Human Rights yang sejalan dengan semangat penghargaan terhadap eksistensi insan. Bahwa hayati dan kehidupan manusia hendaknya bebas dari keadaan, tekanan dan ancaman yang membahayakan keselamatan hidupnya, lantaran ancaman terbesar atas hayati insan merupakan penghilangan hak hayati berupa pembunuhan.

Pengakuan terhadap hak manusia buat berkeluarga dan melanjutkan keturunannya diatur dalam Pasal 28B ayat 1 yang dirangkai menggunakan ketentuan ayat dua yang menyatakan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hayati, tumbuh dan berkembang serta bebas menurut kekerasan serta diskriminasi. Hal ini mengarahkan orang buat membentuk famili senang melalui perkawinan yg absah dan agar hendaknya setiap keluarga memperhatikan kesejahteraan keturunannya.

Hak membuatkan diri, menerima pendidikan dan manfaat menurut ilmu pengetahuan, teknologi serta budaya serta buat memajukan diri diatur pada Pasal 28C ayat 1 dan 2. Pada dasarnya setiap orang memiliki hak aktualisasi diri, hanya saja semuanya wajib diletakkan pada kerangka kesejahteraan umat insan menggunakan membangun masyarakat, bangsa dan negara.

Equality before the law adalah harapan yg harus ditegakkan pada sebuah negara hukum misalnya Indonesia. Hal ini ditegaskan pada Pasal 28D ayat 1. Ayat dua mengatur hak setiap orang untuk bekerja serta mendapatkan imbalan yang layak dalam suatu interaksi kerja. Sedangkan ayat 3 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak buat memperoleh kesempatan yg sama pada pemerintahan, yg dirangkai menggunakan ayat 4 yang memberikan hak atas setiap orang buat memperoleh status kewarganegaraannya.

Kebebasan memeluk agama serta beribadah, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan serta berdomisili adalah hak asasi yang diatur pada Pasal 28E ayat 1. Pada ayat 2 disebutkan adanya kebebasan meyakini kepercayaan serta kebebasan buat berekspresi sesuai dengan hati nuraninya. Sedangkan ayat 3 memberi kebebasan buat berserikat serta berkumpul dan mengeluarkan pendapat.

Abad kabar serta komunikasi sudah menciptakan dunia ini terasa sebagai sedemikian sempit. Untuk membuatkan pribadinya insan perlu menerima banyak sekali keterangan menggunakan berkomunikasi. Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 menaruh agunan buat memakai segala jenis media yg ada guna memenuhi kebutuhan kabar serta komunikasi.

Jaminan atas perlindungan pribadi, keluarga, kehormatan, prestise serta harta benda, dan proteksi dari rasa takut buat berbuat sesuatu diatur dalam Pasal 28G ayat 1. Sedangkan ayat dua adalah pernyataan adanya kebebasan menurut penyiksaan atau perlakuan yg merendahkan derajat dan martabat insan serta hak buat memperoleh suaka politik berdasarkan negara lain.

Keinginan setiap orang buat hayati sejahtera lahir batin diatur dalam Pasal 28H ayat 1, jua mengenai hak mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan adanya pelayanan kesehatan. Ayat dua, 3 dan 4 pasal ini dalam dasarnya mengakui adanya persamaan dan keadilan yang menjamin penghargaan prestise insan dan kebebasan dari sifat sewenang-wenang terhadap hak milik.

Ketentuan yg terdapat dalam Pasal 281 ayat 1 dalam dasarnya adalah hak mendasar berupa hak buat hidup merdeka dalam beragama serta adanya perlindungan dan kepastian aturan yg dirangkai menggunakan ayat dua berupa jaminan menurut perlakuan diskriminasi. Ayat tiga merupakan pernyataan perlindungan terhadap bukti diri tradisional. Sedangkan ayat 4 dan lima menegaskan bahwa perkara HAM adalah tanggung jawab negara yg wajib ditegakkan dari prinsip negara aturan yg demokratis, sebagai akibatnya pelaksanannya wajib dijamin, diatur serta dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. Jika Pasal 28A sampai Pasal 281 memuat pengaturan mengenai hak, maka dalam Pasal 28J ayat 1 serta dua diatur adanya kewajiban asasi yg menyatakan bahwa setiap orang harus menghormati HAM orang lain pada hayati bermasyarakat, berbangsa serta bernegara, dan harus tunduk kepada restriksi yang ditetapkan menggunakan Undang-Undang guna menghormati hak serta kebebasan orang lain.

1. Materi Muatan HAM Dalam Undang-Undang Dasar 1945
Perumusan HAM di dalam UUD 1945 sebenarnya sudah mulai diperjuangkan sejak sebelum zaman kemerdekaan terutama sejak berdirinya Serikat Dagang Islam sampai dengan perdebatan pada sidang Badan Pekerja Untuk Usaha Persiapan Kemerdekaan Republik Indonesia (BPUPKI). Tetapi, konsep HAM pada waktu itu banyak ditentang oleh pendiri negara sebagai paham barat yang cenderung mendukung paham individualisme dan liberalisme. Di lain pihak Sumobroto serta Marwoto mengatakan UUD 1945 mengangkat kenyataan HAM yg hayati di kalangan warga . HAM yang tersirat pada pada Undang-Undang Dasar 1945 bersumber pada falsafah dasar dan etos bangsa, yaitu Pancasila. Penegakan HAM pada Indonesia sejalan dengan implementasi dari nilai-nilai Pancasila pada kehidupan bernegara serta berbangsa.

Selanjutnya, Dahlan Thaib mengungkapkan apabila dikaji baik pada Pembukaan, Batang Tubuh juga Penjelasan akan ditemukan setidaknya ada 15 (5 belas) prinsip hak asasi manusia, yakni menjadi berikut: (1) Hak buat menentukan nasib sendiri; (dua) Hak akan masyarakat negara; (3) Hak akan kecenderungan serta persamaan pada hadapan aturan;(4) Hak buat bekerja; (lima) Hak akan hidup layak;(6) Hak buat berserikat; (7) Hak buat menyatakan pendapat; (8) Hak buat beragama; (9) Hak buat membela negara; (10) Hak untuk mendapat pedagogi;(11) Hak akan kesejahteraan sosial; (12) Hak akan jaminan sosial; (13) Hak atas kebebasan dan kemandirian peradilan;(14 )Hak mempertahankan tradisi budaya;(15) Hak mempertahankan bahasa wilayah.

Tetapi jika merujuk kepada pendapat Harun Al Rasyid, Undang-Undang Dasar 1945 justru tidak memberikan jaminan akan tegaknya HAM. Pada waktu perdebatan antara pihak Soekarno-Soepomo dan Hatta-Yamin pada selebaran pembentukan pasal 28 UUD 1945 ketentuan HAM akhirnya harus dikaji kembali menggunakan penetapan Undang-Undang. Dengan kata lain hak tersebut akan terdapat jika telah ditetapkan sang Undang-Undang. Sebaliknya, apabila tidak, maka selamanya hak itu nir akan ditegakkan. Sebenarnya pandangan baru buat menyelidiki HAM telah mulai terbentuk dalam waktu terbentuknya Panitia IV yang mempelajari tentang perincian hak asasi insan. Berbagai macam pengenalan serta kajian literatur mengenai HAM telah dilakukan dari mulai pengenalan pada cendikiawan, sarjana serta tokoh masyarakat. Tetapi akhirnya segala bisnis tersebut nir jadi terwujud karena nir adanya istilah setuju dari anggota MPRS serta akhirnya panitia tadi dibubarkan pada tahun 1973 dengan ketetapan No. V/Majelis Permusyawaratan Rakyat/1973. 

2. Materi Muatan HAM Dalam Konstitusi RIS 1949
Berbeda menggunakan UUD 1945, Konstitusi RIS 1949 memberikan disparitas pada perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) dengan Hak Asasi Warga Negaranya (HAW). Hak Asasi Manusia diatur sebesar 15 pasal, sedangkan Hak Asasi Warga Negara diatur sebanyak 5 pasal. Sedangkan dari Jimly, ketentuan HAM di pada Konstitusi RIS 1949 dengan UUDS 1950 hampir sama. Jimly merangkum semua ketentuan tentang HAM dalam kategori ketentuan mengenai hak kebebasan yang diatur sebesar 22 butir pasal, embargo atas pelanggaran HAM tadi sebesar delapan pasal, dan adanya kewajiban dan tanggung jawab Negara sebesar 11 pasal.

Tabel Materi Muatan Hak-Hak Penduduk/Warga Negara pada Konstitusi RIS 1949
PASAL
ISI
PROFIL HAM
20
Hak penduduk atas kebebasan berkumpul serta berapat secara daamai diakui serta sekedar perlu dijamin dalam peraturan-peraturan undang-undang.
Hak kebebasan berkumpul (The right to association).

22 Ayat (1)
Setiap masyarakat Negara berhak turut dan pada pemerintahan menggunakan langsung atau perantaraan wakil-wakil yg dipilih menggunakan bebas dari cara yang ditentukan sang undang-undang.
Hak turut dan dalam pemerintahan (The rights to take part in the government).

22 Ayat (2)
Setiap warga Negara dapat diangkat pada jabatan tiap-tiap jabatan pemerintahan.
Hak akses dalam pelayanan public (The right to equal access to public service)

23
Setiap rakyat Negara berhak serta berkewajiban turut serta dengan benar-benar-sungguh  pada pertahanan kebangsaan.
Hak mempertahankan Negara (The right to national defence)

27 ayat (1)
Setiap warga Negara, menggunakan berdasarkan syarat-syarat kesanggupan, berhak atas pekerjaan yg terdapat.
Hak menerima pekerjaan (The right to work, to free choice of employment, to just and favourable condition)


Sependapat dengan Jimly Majda melihat bahwa yag perlu dicermati di dalam Konstitusi RIS ini adalah adanya kewajiban hak asasi manusia serta negara. Lantaran hak serta kewajiban sangatlah terkait satu sama lain maka selain masyarakat Negara, negarapun pula haruslah memiliki kewajiban menjadi konsekuensi menurut hubungan tadi. Adapun table kewajiban asasi penguasa ini perlu ditampilkan karena akan menjadi dasar yg perlu dipegang apabila saja mekanisme constitutional complain itu sudah terdapat masa itu. 

Table Kewajiban-Kewajiban asasi Penguasa/Pemerintahan dalam Konstitusi RIS 1949
PASAL
ISI
24 ayat (1)
Penguasa nir akan mengikatkan keuntungan atau kerugian pada termasuknya rakyat Negara pada sesuatu gotong-royong.
35
Penguasa sesungguhnya memajukan kepastian serta jaminan kepastian sosial, teristemewa pemastian serta penjaminan kondisi-syarat perburuhan yang baik, pencegahan serta pemberantasan pengangguran dan penyelenggaraan persediaan buat hari tua daan pemeliharaan janda-janda dan anak-anak yatim piatu.
36 Ayat (1)
Meningkatkan kemakmuran warga adalah sesuatu hal yang terus menerus diselenggarakan oleh penguasa, dengan kewajibannya senantiasa menjamin bagi setiap orang derajat hayati yg sesuia menggunakan martabat manusia buat dirinya serta keluarganya.
38
Penguasa melindungi kebebasan mengusahakan kebudayaan serta keseniaan dan ilmu pengetahuan. Dengan menjunjung asas ini maka penguasa memajukan sekuat tenaganya perkembangan kebangsaan dalam kebudayaan dan kesenian dan ilmu pengetahuan.
39 Ayat (1)
Penguasa harus memajukan sedapat-dapatnya perkembangan rakyat baik ruhani maupun jasmani, serta didalam hal ini teristimewa berusaha selekas-lekasnya menghapuskan buta huruf.
39 Ayat (dua)
Dimana perlu, penguasa memenuhi kebutuhan serta pengajaran umum yg diberikan atas dasar memperdalam keinsyafan bangsa, mempererat perasaan peri kemanusiaan, kesabaran dan penghormatan yang sama terhadap keyakinan kepercayaan setiap orang menggunakan menaruh kesempatan dalam jam pelajaran kepercayaan sesuai menggunakan hasrat wali siswa.
39 ayat (4)
Terhadap pedagogi rendah, maka penguasa berusaha melaksanakan menggunakan lekas kewajiban belajar yang umum.
40
Penguasa senantiasa berusaha menggunakan benar-benar memajukan kebersihan umum dan kesehatan masyarakat.
41 Ayat (1)
Penguas memberi perlindungan yang sama kepada segala perkumpulan dan persekutuan agama yang diakui.
41 Ayat (dua)
Penguasa mengawasi agar segala komplotan serta perkumpulan kepercayaan patuh taat kepada Undang-undang, termasuk aturan hokum yang tertulis.

Adapun ketentuan kewajiban serta tanggung jawab Negara yang dikelompokkan oleh Jimly sebagai berikut:

3. Materi Muatan HAM Dalam UUDS 1950 
Menurtu catatan Soepomo, terdapat tiga perbedaan mendasar Konstitusi RIS 1949 menggunakan UUDS 1950 pada hal penegasannya tentang HAM, yaitu :
  1. Hak dasar mengenai kebebasan agama atau keyakinan, dan sebagainya tertuang menjadi dalam Pasal 18 Konstitusi RIS. Oleh Pasal 18 UUDS 1950, mengenai kebebasan bertukar agama atau keyakinan nir ditegaskan lagi.
  2. Di dalam Pasal 21 UUDS 1950 diatur perihal hak berdemonstrasi dan hak mogok. Selain itu mengenai kasus perekonomian, pada UUDS 1950 diatur benar mengenai masalah organisasi-organisasi yang berkecimpung dibidang ekonomi supaya nir merugikan kepentingan rakyat serta kepentingan nasional sebagaimana dimuat dalam pasal 33 UUD 1945, diadopsi ke dalam Pasal 38 UUDS 1950. Adapun pada Pasal 37 ayat (tiga) melarang organisasi-organisasi yang bersifat monopoli swasta yg merugikan perekonomian negara.
Karena permasalahan hak warga negara mengenai perekomian cenderung di perhatikan pada pada konstitusi tersebut, maka ditegaskan jua bahwa hak milik berfungsi sosial, sebagaimana diatur pada Pasal 26 Ayat (3), hak milik itu merupakan fungsi sosial. Dengan ketentuan ini semakin jelas bahwa UUDS 1950 tidak hanya mengandalkan hak-hak asasi secara individual, namun jua lebih fokus kepada fungsi dan manfaat sosial.

Pencantuman hak-hak asasi manusia sebagai langsung, famili, warga negara, dan kewajiban asasi, baik oleh langsung, warga negara maupun negara pada UUDS 1950, dinilai sangat sistematis. Bahkan, dengan masuknya beberapa pasal perubahan atas Konstitusi RIS 1949, bisa dikatakan bahwa UUDS 1950 membuat terobosan baru pada agunan HAM yang sebelumnya belum pernah diatur dalam HAM PBB Tahun 1948 serta Konstitusi RIS 1949.

Todung Mulya Lubis juga menyampaikan bahwa HAM dalam UUDS 1950 jauh lebih luas dengan yang dimuat dalam Konstitusi RIS 1949. Adapun Todung mengatakan bahwa:

“The Provisional Constitution not only adopted all human rights provisions from 1949 Constitution but also enlarged upon them, causing political figures like Supomo, for One, to argue that the Provisional constitution went too far in recognizing human rights. Indeed, this constitution was the most liberal that Indonesia ever had , if liberalism is to be measured by the number of human rights provisions.”

Menurut Todung bahwa UUDS 1950 tidak hanya mengadopsi ketentuan HAM di pada Konstitusi RIS 1949, tetapi jua mengembangkannya menggunakan baik meskipun Konstitusi RIS dirasa paling liberal dalam sejarah pembuatan konstitusi dan itupun jika paham liberalisme diatur pada pada ketentuan HAM.

Adapun pencantuman pasal-pasal HAM dalam UUDS 1950 bisa dipandang di tabel pada bawah ini:

Tabel Materi Muatan HAM pada UUDS 1950
No

Pasal

ISI

1.
Pasal 41
Kewajiban atas perkembangan rakyat baik jasmani juga rohani.
2.
Pasal 41
Kewajiban Pemberantasan buta huruf
3.
Pasal 41
Kewajiban pedagogi kebangsaan.
4.
Pasal 41
Kewajiban atas pelajaran umum
5.
Pasal 41
Kewajiban melaksanakan persamaan hak murid
6.
Pasal 42
Kewajiban atas kebersihan umum dan kesehatan umum
7.
Pasal 36
Kewajiban atas pemenuhan jaminan sosial
8.
Pasal 37
Kewajiban atas pemenuhan kemakmuran rakyat
9.
Pasal 37
Kewajiban atas memberikan kesempatan buat turut serta pada perkembangan kemakmuran.
10.
Pasal 37
Kewajiban atas pencegahan monopoli.
11.
Pasal 25
Kewajiban memperhatikan perbedaan pada kebutuhan masyarakat serta kebutuhan-kebutuhan golongan warga .

4. Materi Muatan HAM Pasca-Kembali ke UUD 1945 

Selanjutnya dari Todung Mulya Lubis jua, menggunakan kembalinya pada UUD 1945 jaminan konstitusi atas HAM sebagai nir sempurna serta nir tegas. Selanjutnya dikatakan:

“How committed is the 1945 Constitution to human rights?How many article does the 1945 Constitution have on human rights? The answer is, not very many. It is a very short and simple constitution consisting of thirty-seven articles, and only six explicity deal with human rights. It is for this reason that 1945 Constitution has not generally been considered favorable to human rights. The refusal to return to this constitution by a majority of the Konstituante was partly because of the inadequate human rights provisons”.

Jadi dalam saat pasca kembalinya ke UUD 1945, Todung menyampaikan bahwa berdasarkan 37 pasal pada UUD 1945 hanya 6 pasal yg menerangkan tentang hak asasi manusia. Sehingga dapat diterima bila konstituante menolak kembali pada UUD 1945 karena tidak cukupnya ketentuan hak asasi insan tersebut.

5. Materi Muatan HAM Dalam Perubahan Kedua UUD 1945
Dengan memasukkan materi Hak Asasi Manusia dalam satu bab yaitu Bab XA sebesar 10 pasal, Perubahan Kedua UUD 1945 sudah membuat suatu kemajuan penting pada usaha HAM dalam konstitusi. Selain itu, penegasan muatan HAM berdasarkan teks pasal UUD 1945 misalnya pasal 27 Ayat (1), serta (dua) dan Pasal 28 masih diadopsi.

Namun jika ditinjau, materi muatan HAM dalam Perubahan Kedua ini tidak memiliki kejelasan. Adanya pasal-pasal yang saling tumpang tindih, yaitu:
  1. Ketidakjelasan makna penegakan HAM berdasarkan bab Pasal 27 Ayat (3) dengan Bab XII Pasal 30 Ayat (1) mengenai hak atas pembelaan negara. Hal yang sama pula terjadi dalam Bab XA Pasal 28D dengan Bab X Pasal 27 Ayat (1) tentang hak atas equity before the law (persamaan pada hadapan aturan).begitu jua pada Bab XA Pasal 28 F dengan Pasal 28 Tentang hak berserikat serta berkumpul.
  2. Bab XA Pasal 28 C yg menggabungkan hak atas kebutuhan dasariah dengan hak menerima pendidikan serta seni budaya. Begitu juga halnya dengan Bab XA Pasal 28 E yg menggabungkan hak beragama menggunakan hak mendapatkan pekerjaan serta hak atas kewarganegaraan.
Hal senada pula diungkapkan sang Saldi Isra, bahwa materi muatan HAM juga nir kentara pembagiannya apakah berdasarkan kategori hak sipil serta hak ekonomi, sosial, serta budaya, ataukah mendefinisikannya dengan memakai pembagian atas derogable rights serta nonderogable rights, atau merumuskannya menggunakan cara memuat hak-hak individual, komunal, dan vulnerable rights.

Tabel Materi Muatan HAM pada Perubahan Kedua UUD 1945
No.
Pasal-Pasal
Dalam UUDS 1950
Profil HAM
1.
1 dan 35
Hak menentukan nasib sendiri (The right to self-determination)

2.
7
Hak diakui sebagai langsung sang UU (the right to be recognized as a person under the law)

3.
7
Hak persamaan dihadapan aturan (the right equality before the law)

4.
7
Hak perlindungan yg sama menentang diskriminasi (the right to equal protection against discrimination)

5.
7
Hak atas donasi aturan (the right to sah assistance)

6.
8
Hak keamanan pribadi (the right to personal securtiy)

7.
8 serta 26
Hak atas kepemilikan (the rights to property)

8.
9
Hak atas kemerdekaan beranjak (the rights to freedom of movement)

9.
10
Hak buat nir diperbudak (the rights no to be subjected to slavery, servitude, or bondage)

10.
11-16
Hak atas perlakuan hukum (the rights to due proceed of law)

a)Hak buat tidak dianiaya (the right not to be subjected to torture, or to cruel inhuman or degrading treatment or punishment)

b)Hak buat nir ditangkap tanpa perintah yg sah(the rights not to be arrested without warrant).

c)Hak atas peradilan yg nir memihak (the rights to importial judicary)

d)Hak atas dianggap tak bersalah (the right to presumsion of innocence)

11.
17
Hak atas misteri langsung (the rights to privacy)

12.
18 serta 43
Hak atas agama (the rights to religion)

13.
19
Hak atas kebebasan beropini (the right to association)

14.
20
Hak atas berkumpul (the right to association)

15.
21
Hak atas demonstrasi serta mogok (the right to demonsrate and strike).

16.
22
Hak atas pengaduan kepada pemerintah (the right to pettion the goverment)

17.
23 dan 36
Hak atas partisipasi pemilihan generik (the rights to participate in the general election).

18.
24
Hak atas pertahanan negara (the right to national defence)

19.
28
Hak atas kerja (the right to work)

20.
28
Hak atas upah yang adil (the right to a just and fair wage)

21.
29
Hak perkumpulan membangun serikat kerja (the right to form a labour union)

22.
30
Hak atas pendidikan (the right education)

23.
31
Hak atas kerja-kerja social (the right to do social work)

24.
36 serta 39
Hak atas agunan sosial (the right to social welfare)

25.
37-38
Hak atas kesejahtraan sosial (the right to social walfare)
26.
40
Hak atas kebebasan kebudayaan serta ilmu pengetahuan (the right to culture and scientific freedom)

27.
42
Hak atas jaminan kesehatan (the right to health care)

Comments