PENGERTIAN TEORI BEHAVIORAL
Pengertian, Teori Behavioral
1. Konsep Dasar Tentang Manusia Menurut Teori Behaviorisme
Konsep Behavioral merupakan perilaku manusia adalah output belajar, sehingga bisa diubah menggunakan memanipulasi serta mengkresi kondisi-kondisi belajar. Pada dasarnya, proses konseling adalah suatu penataan proses atau pengalaman belajar buat membantu individu mengubah perilakunya supaya dapat memecahkan masalahnya.
Pendekatan behavioral modern didasarkan pada pandangan ilmiah mengenai tingkah laku . Manusia yg menekankan pentingnya pendekatan sistematis serta struktur pada konseling. Tetapi pendekatan ini nir mengesampingkan pentingnya interaksi konseli buat menciptakan pilihan-pilihan. Dari dasar pendekatan tersebut diatas, bisa dikemukakan konsep mengenai hakekat manusia menjadi berikut :
1. Tingkah laku insan diperoleh menurut belajar, serta proses terbentuknya kepribadian merupakan melalui proses kematangan berdasarkan belajar.
2. Kepribadian manusia berkembang beserta-sama menggunakan interaksinya dengan lingkungannya.
3. Setiap manusia lahir dengan membawa kebutuhan bawaa, namun sebagian akbar kebutuhan dipelajari berdasarkan output hubungan dengan lingkungannya.
4. Manusia nir dilahirkan pada keadaan baik atau jahat, tetapi dalam keadaan netral, bagaimana kepribadian seorang dikembangkan, tergantung dalam interaksinya menggunakan lingkungan.
Dari konsep tentang manusia dari teori behavioral terdapat karakteristik-karakteristik unik konseling tingkah laku , yaitu:
1. Pemusatan perhatian pada tingkah laris yang tampak serta spesifik.
2. Kecermatan serta penguraian tujuan-tujuan treatment.
3. Perumusan mekanisme treatment yg khusus yg sesuai menggunakan kasus.
4. Penaksiran objektif atas hasil-output konseling.
Konseling tingkah laku tidak berlandaskan sekumpulan konsep yg sistematik, pula nir berakar pada suatu teori yg dikembangkan menggunakan baik. Sekalipun memiliki banyak teknik, namun teori tingkah laris hanya memiliki sedikit konsep. Urusan terapeutik primer adalah mengisolasi tingkah laku masalah, serta kemudian membentuk cara-cara buat mengubahnya.
Dua genre primer membangun esensi metode-metode dan teknik-teknik pendekatan-pendekatan konseling yg berlandaskan teori belajar yaitu: pengondisian klasik dan pengondisian Operan. Pengondisian klasik atau pengondisian responden, berasal berdasarkan karya Pavlov,sebagi contoh yaitu tentang anjing. Pertama kali lampu dihidupkan anjing dikasi makan namun air liurnya nir keluar, begitu seterusnya hingga akhirnya baru dihidupkan lampu air liur anjing itu keluar menggunakan sendirinya tetapi pemilik anjing nir memberikan kuliner,hal ini bertujuan buat norma. Pengondisian Operan, satu genre utama lainnya dari pendekatan konseling yang berlandaskan Teori Belajar, melibatkan pemberian ganjaran kepada individu atas pemunculan tingkahlakunya (yg dibutuhkan) pada saat tingkah laris itu timbul. Pengondisian ini pula dikenal dengan sebutan fragmental karena memberitahuakn bahwa tingkah laris instrumental sanggup dimunculkan sang organisme yang aktif sebelum perkuatan diberikan buat tingkah laku tersebut. Contoh- model mekanisme yang khusus yg asal dari pengondisian operan merupakan perkuatan positif, penghapusan, hukuman, pencontohan serta penggunaan token economy.
Pada dasarnya konseling tingkah laris diarahkan dalam tujuan-tujuan memperoleh tingkah laku baru, penghapusan tingkah laku maladaptif, serta memperkuat dan mempertahankan tingkah laku yg diinginkan. Lantaran tingkah laku yg dituju dispesifikasi menggunakan kentara, tujuan-tujuan treatment dirinci, serta metode terapeutik diterangkan, maka output-hasil konseling sebagai mampu dievaluasi. Lantaran konseling tingkah laris menekankan penilaian atas keefektifan eknik-teknik yang dipakai, maka evolusi serta pemugaran yg berkesinambungan atas prosedur-mekanisme treatment menandai proses terapeutik.
2. Proses Konseling Behaviorisme
Dalam proses konseling behavioral masih ada tujuan generik konseling tingkah laku adalah menciptakan syarat-kondisi baru bagi proses belajar. Dasar alasannya ialah bahwa segenap tingkah laris merupakan dipelajari (learned), termasuk tingkah laris yg maladaptif. Apabila tingkah laku neurotic learned, maka ia mampu unlearned (dihapus dari ingatan), dan tingkah laris yang lebih efektif sanggup diperoleh.
Hampir semua konselor tingkah laris akan menolak anggapan yg menjelaskan bahwa pendekatan mereka hanya menangani tanda-tanda-tanda-tanda, karena mereka melihat konselor sebagai pemikul tugas menghapus tingkah laris yg maladaptif dan membantu konseli buat menggantikannya menggunakan tingkah laris yang lebih adjustive (bisa diubahsuaikan). Tujuan-tujuan yang luas serta umum tidak bisa diterima sang para konselor tingkah laku . Contohnya, seorang konseli mendatangi konseling dengan tujuan mengaktualkan diri. Tujuan generik semacam itu perlu diterjemahkan kedalam perubahan tingkah laris yg spesifik yang diinginkan konseli dan dianalisis kedalam tindakan-tindakan khusus yg diperlukan oleh konseli sebagai akibatnya baik konselor maupun konseli bisa manaksir secara lebih kongkret kemana serta bagaimana mereka berkecimpung. Misalnya tujuan mengaktualkan diri bisa dipecah kedalam beberapa subtujuan yang lebih kongkret menjadi berikut:
1) Membantu konseli buat sebagai lebih asertif dan mengekspresikan pemikiran-pemikiran dan hasrat-hasratnya dalam situasi-situasi yg membangkitkan tingkah laku asertif.
2) Membantu konseli dalam menghapus ketakutan-ketakutan yang tidak realistis yang menghambat dirinya berdasarkan keterlibatan pada peristiwa-peristiwa sosial.
3) Permasalahan batin yg Mengganggu konseli dari pembuatan putusan-putusa yg penting bagi kehidupannya.
Krumboltz serta Thorensen telah menyebarkan tiga kriteria bagi perumusan tujuan yg sanggup diterima pada konseling tingkah laris yaitu,
1) Tujuan yang dirumuskan haruslah tujuan yang diinginkan oleh konseli.
2) Konselor wajib bersedia membantu konseli pada mencapai tujuan.
3) Harus terdapat kemungkinan buat menaksir sejauh mana klian sanggup mencapai tujuannya.
Tugas konselor merupakan mendengarkan kesulitan konseli secara aktif dan empatik. Konseling memantulkan kembali apa yg dipahaminya buat memastikan apakah persepsinya mengenai pemikiran-pemikiran dan perasaan-perasaan konseli benar. Lebih menurut itu, konselor membantu konseli menjabarkan bagaimana beliau akan bertindak diluar cara-cara yang ditempuh sebelumnya. Dengan berfokus dalam tingkah laku yg spesifik yg terdapat dalam kehidupan konseli kini , konselor membantu konseli menerjemahkan kebingungan yang dialaminya kedalam suatu tujuan kongkret yang mungkin buat dicapai.
Fungsi serta kiprah konselor
Satu fungsi krusial peran konselor adalah menjadi contoh bagi konseli. Bandura (1969) memperlihatkan bahwa sebagian akbar proses belajar yg ada melalui pengalaman langsung jua sanggup diperoleh melalui pengamatan terhadap tingkah laris orang lain. Ia mengungkapkan bahwa salah satu proses fundamental yang memungkinkan konseli mampu mempelajari tingkah laku baru merupakan imitasi atau pencontohan sosial yg tersaji sang konselor. Konselor menjadi eksklusif, menjadi contoh yang krusial bagi konseli. Lantaran konseli tak jarang memandang konselor sebagai orang yg patut diteladani, konseli acap kali meniru sikap-sikap, nila-nilai, kepercayaan -agama, serta tingkah laris konselor. Jadi, konselor harus menyadari peranan penting yang dimainkannya dalam proses identifikasi. Bagi konselor, tidak menyadari kekuatan yang dimilikinya pada mempengaruhi serta membentuk cara berpikir serta bertindak konselinya, berarti mengabaikan arti krusial kepribadiannya sendiri pada proses konseling.
Pengalaman Konseli dalam Konseling
Salah satu sumbangan yg unik menurut konseling tingkah laku merupakan suatu sistem prosedur yang dipengaruhi dengan baik yang digunakan sang konselor dalam hubungan menggunakan peran yang jua dipengaruhi menggunakan baik. Konseling tingkah laku jua menaruh kepada konseli peran yg ditentukan menggunakan baik, serta menekankan pentingnya kesadaran dan partisipasi konseli dalam proses terapeutik.
Satu aspek yg penting dari kiprah konseli dalam konseling tingkah laku adalah konseli didorong buat bereksperimen pada tingkah lau baru dengan maksud memperluas perbendaharaan tingkah laris adaptifnya. Dalam konseling, konseli dibantu buat menggeneralisasi dan mentransfer belajar yang diperoleh didalam situasi konseling kedalam diluar konseling.
Konseling ini belum lengkap apabila verbalisasi-verbalisasi tidak atau belum diikuti sang tindakan-tindakan. Konseli harus berbuat lebih menurut sekedar memperoleh pemahaman, karena pada konseling tingkah laris konseli wajib bersedia merogoh resiko. Masalah-masalah kehidupan konkret harus dipecahkan menggunakan tingkah laris baru pada luar konseling, berarti fase tindakan merupakan hal yg esensial. Keberhasilan dan kegagalan usaha-usaha menjalankan tingkah laris baru merupakan bagian yg penting dari bepergian konseling.
Hubungan antara Konseli serta Konselor
Peran konselor yang esensial merupakan peran sebagai agen pemberi perkuatan. Peran konselor tingkah laku tdak dicetak untuk memainkan kiprah yang dingin dan impersonal yang mengerdilkan mereka menjai mesin-mesin yg di prrogran yang memaksakan teknik-teknik kepada konseli yang seperti robot-robot.
Dalam interaksi konselor serta konseli sebagian besar berdasarkan mereka mengakui bahwa faktor-faktor seperti kehangatan, empati, keotentikan, perilaku permisif, serta penerimaan adalah kondisi-kondisi yg diharapkan, tetapi nir cukup, bagi kemunculan perubahan tingkah laku dalam prosen terapeutik. Goldstin menyatakan bahwa pengembangan interaksi kerja menciptakan tahap bagi kelangsungan konseling. Ia mencatat bahwa “hubungan semacam itu dalam dan oleh dirinya sendiri nir cukup sebagai pemaksimal konseling yang efektif. Sebelum interpensi terapeutik tertentu sanggup dimunculkan menggunakan suatu derajat keefektifan, konselor terleih dahulu haus mengembangkan atmosfer agama dengan memberitahuakn bahwa
- Ia memahami dan menerima pasien,
- Kedua orang di antara mereka berafiliasi, dan
- Konselor memiliki alat yang berguna dalam membantu kearah yang dikehendaki oleh pasien.
3. Tehnik-tehnik pada Konseling Behaviorisme
Salah satu sumbangan konseling tingkah laku adalah pengembangan mekanisme-mekanisme terapeutik yang spesifik yg mempunyai kemungkinan buat diperbaiki melalui metode ilmiah. Teknik-teknik tingkah laris wajib menampakan keefektifannya melalui alat-indera yg objektif, dan terdapat bisnis yang konstan buat memperbaikinya. Meskipun para konselor tingkah laku boleh jadi menciptakan kekeliruan-kekeliruan dalam mendiagnosis atau pada menerapkan teknik-teknik, dampak-dampak kekeliruan-kekeliruan itu akan jelas bagi mereka. Mereka mendapat umpan kembali eksklusif dari konselinya, baik konselinya itu sembuh ataupun nir. Sebagaimana dinyatakan oleh Krumboltz serta Thorensen, “Teknik-teknik yang nir berfungsi akan selalu disisihkan serta teknik-teknik baru bisa dicoba”. Mereka menegaskan bahwa teknik-teknik wajib diubahsuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan individual konseli dan bahwa tidak pernah terdapat teknik yg diterapkan secara rutin dalam setiap konseli tanpa disertai metode-metode cara lain buat mencapai tujuan-tujuan konseli.
Teknik-teknik primer konseling tingkah laku
Desensitisasi sistematik
Desensitisasi sistematik adalah salah satu teknik yg paling luas dipakai dalam konseling tingkah laku . Desensitisasi sistematik dipakai untuk menghapus tingkah laku yg diperkuat secara negatif, dan dia menyertakan pemunculan tingkah laris yang hendak dihapuskan itu. Desensitisasi diarahkan pada mengajar konseli buat menampilkan suatu respons yang nir konsisten menggunakan kecemasan.
Desensitisasi sistematik juga melibatkan teknik-teknik relaksasi. Konseli dilatih untuk kalem dan mengasosiasikan keadaan kalem dengan pengalaman-pengalaman pembangkit kecemasan yang dibayangkan atau yg divisualisasi. Situasi-situasi dihadirkan pada suatu rangkaian berdasarkan yang sangat tidak mengancam. Tingkatan stimulus-stimulus produsen kecemasan dipasangkan secara berulang-ulang dengan stimulus-stimulus pembuat kecemasan dipasangkan secara berulang-ulang dengan stimulus-stimulus penghasil keadaan santai sampai kaitan antara stimulus-stimulus penghasil kecemasan dan respons kecemasan itu terhapus. Dalam teknik ini Wolpe sudah berbagi suatu respons-yakni relaksasi, yg secara fisiologis bertentangan dengan kecemasan yang secara sistematis diasosiasikan menggunakan aspek-aspek berdasarkan situasi yg mengancam.
Desensitisasi sistematik adalah teknik yang cocok buat menangani fobia-fobia, konseling keliru jika menganggap teknik ini hanya mampu diterapkan pada penanganan kekuatan-kekuatan. Desensitisasi sistematik bisa diterapkan secara efektif pada banyak sekali situasi produsen kecemasan, mencangkup situasi interpersonal, ketakutan menghadapi ujian, ketakutan-ketakutan yg generalisasi, kecemasan-kecemasan neurotic, dan impotensa dan frigiditas seksual.
Wolpe (1969) mencatat 3 penyebab kegagalan pada pelaksanaan desensitisasi sistematik: (1) kesulitan-kesulitan pada relaksasi, yang bisa jadi menunjuk pada kesilitan-kesulitan pada komunikasi antara konselor dan konseli atau pada keterhambatan yg ekstrem yang dialami sang konseli, (2) strata-tingkatan yang menyesatkan atau nir relevan, yang terdapat kemungkinan melibatkan penanganan strata yang keliru, dan (tiga) ketidakmemadaian pada membayangkan.
Konseling Implosive dan Pembanjiran
Teknik-teknik pembanjiran berlandaskan kerangka berpikir mengenai penghapusan eksperimental. Teknik ini terdiri atas pemunculan stimulus berkondisi secara berulang-ulang tanpa anugerah perkuatan. Teknik pembanjiran berada dengan teknik desensitisasi sistematik dalam arti teknik pembanjiran nir memakai agen pengondisian kembali maupun tingkatan kecemasan. Konselor memunculkan stimulus-stimulus penghasil kecemasan, konseli membayangkan situasi, serta konselor berusaha mempertahankan kecemasan konseli.
Stampfl (1975) berbagi teknik yang berhubungan dengan teknik pembanjiran, yang diklaim “konseling implosif”. Seperti halnya menggunakan desensitisasi sistematik, konseling implosive berasumsi bahwa tingkah laris neurotik melibatkan penghindaran terkondisi atas stimulus-stimulus pembuat kecemasan konseling implosif berbeda menggunakan desensitisasi sistematik pada usaha konselor buat menghadirkan luapan emosi yg masih. Alasan yang digunakan sang teknik ini adalah bahwa, bila seorang secara berulang-ulang dihadapkan dalam suatu situasi produsen kecemasan serta konsekuensi-konsekuensi yg menakutkan tidak ada, maka kecemasan tereduksi atau terhapus. Konseli diarahkan untuk membayangkan situasi-situasi (stimulus-stimulus) yang mengancam. Dengan secara berulang-ulang dimunculkan pada setting konseling pada mana konsekwensi-konsekwensi yang diperlukan serta menakutkan nir muncul, stimulus-stimulus yang mengancam kehilangan daya menghasilkan kecemasannya, serta penghindaran neurotic.
Latihan asertif
Pendekatan behavioral yg menggunakan cepat mencapai popularitas adalah latihan asertif, yang sanggup diterapkan terutama pada situasi-situasi interpersonal dimana individu mengalami kesulitan buat menerima fenomena bahwa menyatakan atau menegaskan diri adalah tindakan yang layak atau benar. Latihan asertif akan membantu bagi orang-orang yang tidak bisa menyampaikan kemarahan atau perasaan tersinggung, menampakan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain buat mendahuluinya, memiliki kesulitan untuk mengatakan “tidak”, mengalami kesulitan buat menyampaikan kasih sayang dan respons-respons positif lainnya, merasa nir punya hak buat mempunyai perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran sendiri.
Konseling grup latihan asertif dalam dasarnya merupakan penerapan latihan tingkah laku pada grup menggunakan sasaran membantu individu-individu pada mengembangkan cara-cara yang bekerjasama yang lebih eksklusif pada situasi-situasi interpersonal. Fokusnya merupakan mempraktekkan, melalui permainan peran, kecakapan-kecakapan berteman yg baru diperoleh sehingga individu-individu dibutuhkan sanggup mengatasi ketakmemadainya dan belajar bagaimana menyampaikan perasaan-perasaan serta pikiran-pikiran mereka secara lebih terbuka disertai keyakinan bahwa mereka berhak untuk memberitahuakn reaksi-reaksi yg terbuka itu.
Konseling aversi
Teknik-teknik pengondisian aversi, yg telah dipakai secara luas buat meredakan gangguan-gangguan behavioral yg khusus, melibatkan pengasosiasian tingkah laku simtomatik dengan suatu stimulus yg menyakitkan hingga tingkah laku yg nir diinginkan terhambat kemunculannya. Kendali aversi mampu melibatkan penarikan pemerkuat positif atau penggunaan berbagai bentuk sanksi. Contoh penggunaan hukuman menjadi cara pengendalian merupakan hadiah kejutan listrik pada anak autistic waktu tingkah laris spesifik yg tidak diinginkan ada.
Teknik-teknik aversi merupakan metoda-metoda yang paling kontroversial yang dimiliki oleh para behavioris meskipun digunakan secara luas sebagai metoda-metoda buat membawa orang-orang pada tingkah laku yg diinginkan. Kondisi-kondisi diciptakan sehingga orang-orang melakukan apa yg diharapkan dari mereka pada rangka menghindari konsekuensi-konsekuensi aversif.
Butir yang krusial dalam teknik aversi adalah bahwa maksud mekanisme-prosedur aversif adalah menyajikan cara-cara menahan respons-respons maladaptif dalam suatu periode sebagai akibatnya masih ada kesempatan buat memperoleh tingkah laris alternative yang adaptif serta yg akan terbukti memperkuat dirinya sendiri.
Pengondisian operan
Tingkah laku operan merupakan tingkah laris yg memancar yang menjadi karakteristik organisme yg aktif. Ia adalah tingkah laris beroperasi pada lingkungan buat membentuk dampak-dampak. Tingkah laris operan merupakan tingkah laku yg paling berarti pada kehidupan sehari-hari, yang mencakup membaca, berbucara, bepakaian, makan menggunakan alat-indera makan, bemain, dan sebagainya. Menurut Skinner (1971), apabila suatu tingkah laris diganjar,maka probabilitas kemunculan kembali tingkah laris tadi pada masa mendatang akan tinggi. Prinsip perkuatan yang memberitahuakn pembentukan, pemeliharaan, atau penghapusan pola-pola tingkah laris, merupakan inti berdasarkan pengondisian operan. Berikut uraian ringkas berdasarkan metode-metode pengondisian operan yg mencakup perkuatan positif, pembentukan respons, perkuatan intermiten, penghapusan, pencontohan, serta token economy.
a. Perkuatan positif
Pembentukan suatu pola tingkah laris menggunakan menaruh ganjaran atau perkuatan segera sehabis tingkah laris yang dibutuhkan ada merupakan suatu cara yang ampuh buat membarui tingkah laris. Pemerkuat-pemerkuat, baik utama maupun sekunder, diberikan buat rentang tingkah laris yang luas. Pemerkuat-pemerkuat primer memuaskan kebutuhan-kebutuhan fisiologis. Contoh pemerkuat primer adalah kuliner serta tidur atau istirahat. Pemerkuat-pemerkuat sekunder, yang memuaskan kebutuhan-kebutuhan psikologis serta sosial, memiliki nilai lantaran berasosiasi menggunakan pemerkuat-pemerkuat utama. Contoh-model pemerkuat sekunder yg bisa menjadi alat yg digdaya buat menciptakan tingkah laku yang dibutuhkan diantaranya merupakan senyuman, persetujuan, pujian, bintang-bintang emas, medali atau pertanda penghargaan, uang, serta hadiah-hibah. Penerapan anugerah perkuatan positif pada psikokonseling membutuhkan spesifikasi tingkah laku yg diperlukan, inovasi mengenai apa agen yg memperkuat bagi individu, serta penggunaan perkuatan positif secara sistematis guna memunculkan tingkah laris yang diinginkan.
b. Pembentukan respons
Pembentukan respons berwujud pengembangan suatu respons yang pada mulanya nir masih ada dalam pembendaharaan tingkah laku individu. Perkuatan seringkali dipakai dalam proses pembentukan respons ini. Jadi, misalnya, bila seorang pengajar ingin menciptakan tingkah laku kooperatif sebagai tingkah laku kompetitif, dia mampu menaruh perhatian serta persetujuan kepada tingkah laris yg diinginkannya itu. Pada anak autisik yang tingkah laku motorik, mulut, emosional, serta sosialnya kurang adaptif, konselor sanggup membentuk tingkah laku yang lebih adaptif dengan memberikan pemerkuat-pemerkuat primer juga sekunder.
c. Perkuatan intermiten
Di samping membangun, perkuatan-perkuatan sanggup jua dipakai buat memelihara tingkah laku yg telah terbentuk. Untuk memaksimalkan nilai pemerkuat-pemerkuat, konselor harus memahami kondisi-syarat generik dimana perkuatan-perkuatan muncul. Oleh karenanya jadwal-jadwal perkuatan adalah hal yang krusial. Perkuatan terus menerus mengganjar tingkah laris setiap kali dia timbul. Sedangkan perkuatan intermiten pada umumnya lebih tahan terhadap penghapusan dibanding dengan tingkah laris yg dikondisikan melalui pemberian perkuatan yg terus menerus.
Dalam menerapkan pemberian perkuatan pada pengubahan tingkah laku , pada tahap-termin permulaan konselor harus mengganjar setiap terjadi munculnya tingkah laris yang diinginkan. Jika mungkin, perkuatan-perkuatan diberikan segera sesudah tingkah laris yg diinginkan ada. Dengan cara ini, penerima perkuatan akan belajar, tingkah laris spesifik apa yang diganjar. Bagaimanapun, setelah tingkah laris yg diinginkan itu meningkat frekuensi kemunculannya, frekuensi hadiah perkuatan sanggup dikurangi. Seorang anak yg diberi kebanggaan setiap berhasil menyelesaikan soal-soal matematika, contohnya, memiliki kecenderungan yang lebih kuat buat berputus asa ketika menghadapi kegagalan disbanding menggunakan bila si anak hanya diberi pujian sekali-kali.
d. Penghapusan
Konselor, pengajar serta orang tua yang menggunakan penghapusan sebagai teknik utama dalam menghapus tingkah laris yg nir diinginkan harus mencatat bahwa tingkah laris yg nir diinginkan itu pada mulanya bisa menjadi lebih jelek sebelum akhirnya terhapus atau terkurangi. Contohnya, seseorang anak yg sudah belajar bahwa beliau dengan menomel umumnya memperoleh apa yg diinginkan, mungkin akan memperhebat omelannya ketika permintaannya nir segera dipenuhi. Jadi, kesabaran menghadapi periode peralihan amat dibutuhkan.
e. Pencontohan
Dalam pencontohan, individu mengamati seseorang model serta kemudian diperkuan buat mencontoh tingkah laris oleh model. Bandura (1969) menyatakan bahwa segenap belajar yg sanggup diperoleh melalui pengalaman langsung mampu juga diperoleh melalui pengalaman pribadi sanggup pula diperoleh secara nir pribadi dengan mengamati tingkah laku orang lain berikut konsekuensi-konsekuensinya. Jadi, kecakapan-kecakapan sosial eksklusif sanggup diperoleh menggunakan mengamati serta mencontoh tingkah laris model-contoh yang terdapat. Juga reaksi-reaksi emosional yang terganggu yg dimilki seseorang bisa dihapus dengan cara orang itu mengamati orang lain yg mendekati objek-objek atau situasi-situasi yang ditakuti tanpa mengalami dampak-dampak yang angker menggunakan tindakan yg dilakukannya. Pengendalian diri pun sanggup dipelajari melalui pengamatan atas contoh yg dikenai sanksi. Status serta kehormatan model amat berarti, serta orang-orang dalam umumnya ditentukan oleh tingkah laris model-contoh yg menempati status yang tinggi dan terhormat di mata mereka menjadi pengamat.
f. Token Economy
Metode token economy bisa digunakan buat membentuk tingkah laris jika persetujuan serta penguatan-penguatan yg nir bisa diraba lainnya tidak menaruh imbas. Dalam token economy, tingkah laris yang layak sanggup diperkuat dengan perkuatan-perkuatan yang sanggup diraba (tanda-tanda misalnya kepingan logam) yang nantinya bisa ditukar dengan objek-objek atau hak istimewa yg diingini. Metode token economy amat seperti menggunakan yg dijumpai pada kehidupan nyata dimana, contohnya, para pekerja di bayar buat output pekerjaan mereka. Penggunaan pertanda-tanda sebagai pemerkuat-pemerkuat bagi tingkah laku yang layak memiliki beberapa laba: (1) pertanda-indikasi nir kehilangan nilai insentifnya, (2) tanda-pertanda sanggup mengurangi penundaan yang terdapat pada antara tingkah laris yang layak dengan ganjarannya, (tiga) indikasi-pertanda sanggup dipakai sebagai pengukur yg kongkret bagi motivasi individu buat mengganti tingkah laku tertentu, (4) tanda-tanda merupakan bentik perkuatan yg positif, (5) individu mempunyai kesempatan buat menetapkan bagaimana memakai tanda-pertanda yang diperolehnya, serta (6) tanda-tanda cenderung menjembatani kesenjangan yang sering muncul di antara forum dan kehidupan sehari-hari.
Token Economy adalah galat satu contoh menurut perkuatan yang ekstrinsik, yg menjadikan orang-orang melakukan sesuatu buat meraih “pemikat di ujung tombak”. Tujuan mekanisme ini adalah membarui motivasi yang ekstrinsik sebagai motivasi yg intrinsic. Diharapkan bahwa perolehan tingkah laku yg diinginkan akhirnya dengan sendirinya akan sebagai cukup mengganjar buat memlihara tingkah laris yang baru.
4. Peran Konselor pada Konseling Behavioral
Jika kita perhatikan lebih lanjut, pendekatan dalam konseling behavioral lebih cenderung direktif, lantaran pada pelaksanaannya konselorlah yang lebih banyak berperan.
Adapun kiprah konselor pada konseling behavioral adalah :
- Bersikap mendapat.
- Memahami konseli.
- Tidak menilai serta mengkritik apa yang diungkapkan sang konseli.
- Konselor behavioral berperan sebagai pengajar, pengarah, serta pakar yg membantu konseli dalam mendiagnosis dan melekukan teknik-teknik modifikasi konduite yg sinkron dengan masalah dan tujuan yang dibutuhkan sebagai akibatnya menunjuk pada tingkah laris yang baru serta adjustif.
Comments
Post a Comment