PENGEMBANGAN INDUSTRI DAN TEKNOLOGI INFORMASI PPP ITI

Pengembangan Industri Dan Teknologi Informasi (PPP ITI)
Teknologi kabar berkembang menurut perguruan tinggi serta forum penelitian. Sebagai model World Wide Web (WWW), Hypertext Markup Language (HTML) serta Hypertext Transfer Protocol (HTTP) yg menjadi kapital meledaknya Internet dikembangkan sang Tim Berners-Lee di CERN (Pusat Penelitian Fisika Partikel), Swiss. Internet sendiri dari berdasarkan universitas dan forum penelitian berdasarkan Departemen Pertahanan Amerika. Sudah kentara pemanfaatan teknologi warta pada perguruan tinggi serta lembaga penelitian bukanlah suatu hal yg baru di luar negeri. Tetapi pada Indonesia teknologi kabar ini, Internet contohnya, timbul pertama kali dalam kemasan komersial (Internet Service Provider) sehingga pemanfaatannya di perguruan tinggi baru ada belakangan.

Pemanfaatan teknologi warta pada perguruan tinggi diantaranya adalah menjadi alat bantu untuk proses administrasi serta pendidikan. Komputer, database, sistem informasi kemahasiswaan dipakai buat membantu proses administrasi. Surat menyurat dan pengarsipannya sudah dilakukan dengan memakai komputer serta printer. Di kota besar , jarang ditemui perguruan tinggi yg masih memakai mesin ketik buat menuliskan surat. Meski demikian personal komputer bukan hanya sebagai pengganti mesin ketik. Jika komputer diambil, proses administrasi akan terganggu. Ini menunjukkan bahwa pemanfaatan komputer buat proses administrasi sangat esensial di poly perguruan tinggi.

Di sisi pendidikan, program komputer digunakan buat membantu dosen dalam memberikan mata pelajaran, presentasi dan memberi nilai. Sebetulnya, pendistribusian materi kuliah lebih murah apabila dilakukan dengan CD-ROM daripada menggunakan memakai kertas. Sebagai contoh harga CD-ROM kosong merupakan lebih kurang Rp 3000,-, sementara itu uang yg sama hanya mampu digunakan buat fotocopy 30 atau 50 laman saja. Sayangnya indera baca CD-ROM ini masih berbentuk komputer yg harganya relatif mahal serta nir mudah dibawa-bawa sebagaimana kita membawa kertas. Penelitian sedang berlangsung buat membuat indera baca digital yg setara menggunakan kertas konvensional ini.

Materi kuliah yg diletakkan pada jaringan komputer atau Internet pula bisa melebarkan jangkauan pedagogi. Istilah e-learning umumnya digunakan buat aplikasi ini. Sebagai contoh dari pendekatan ini, materi kuliah aku tersedia di Internet. Materi ini ternyata dipakai oleh pengajar dan mahasiswa berdasarkan loka lain. Sekali-sekali aku mendapat pertanyaan dari mereka melalui e-mail.

Di bidang penelitian, teknologi berita digunakan buat mempercepat serta mempermudah proses penelitian. Kolaborasi peneliti yang dulunya harus dilakukan dengan bertemu secara fisik atau memakai surat menyurat yang lamban sudah digantikan dengan penggunaan Internet. E-mail dan mailing list sudah sebagai bagian dari kehidupan perguruan tinggi. Apabila dahulu aku wajib ke perpustakaan buat mencari literatur atau wajib melakukan interlibrary loan bila perpustakaan setempat tidak mempunyai makalah yang saya cari, maka sekarang beberapa makalah sudah dapat diperoleh melalui Internet. Situs misalnya Citeseer memungkinkan aku buat mendapatkan makalah klasik di bidang ilmu komputer tanpa perlu bersusah payah melakukan interlibrary loan yang mahal serta lambat. Organisasi profesional yg menerbitkan jurnal misalnya IEEE serta ACM mulai menyebarkan digital library yang bisa diakses oleh anggotanya. Jurnal, majalah, proceedings, dan karya ilmiah yang dikelola oleh organisasi tadi mulai bisa diakses secara on-line. Konferensi serta jurnal sudah menggunakan e-mail buat pengiriman makalah.

Selain memakai teknologi liputan, beberapa perguruan tinggi jua membuatkan ilmu dan teknologi liputan itu sendiri. Ini dilakukan oleh perguruan tinggi yg mempunyai jurusan yg terkait menggunakan ilmu komputer. Berbagai aplikasi dan hardware baru poly tumbuh berdasarkan perguruan tinggi. Perusahaan start-up pun mulai ada dari perguruan tinggi.

Selain mengembangkan bidang teknologi keterangan perguruan tinggi pula berbagi bidang penelitian baru misalnya Genome research, Bioinformatics, dan sejenisnya dengan donasi teknologi kabar. Bidang-bidang misalnya ini hanya bisa tumbuh dengan pesat menggunakan adanya pemanfaatan teknologi liputan. Ukuran data yang akbar dalam penelitian genome memaksa peneliti buat berbagi database yang bisa mengakomodasi data tadi dengan efisien. Kolaborasi buat menganalisa data-data tersebut jua memakai donasi komputer yang beredar di semua global menggunakan memakai Internet.

Sumber Daya Manusia (SDM) yg menguasai teknologi informasi pula menjadi produk berdasarkan perguruan tinggi. Kadang-kadang justru ini yang sebagai produk primer berdasarkan perguruan tinggi.

Kesemuanya ini memberitahuakn bahwa perguruan tinggi erat hubungannya menggunakan teknologi berita, baik dari segi pemanfaatannya maupun dalam pengembangannya.

Strategi Pemanfaatan Teknologi Informasi
Penggunaan teknologi berita di sebuah institusi pendidikan sanggup berbeda-beda bergantung pada kemampuan serta bidang yang ada institusi itu sendiri. Bisa jadi sebuah fakultas, departemen atau jurusan di sebuah perguruan tinggi hanya menggunakan produk teknologi fakta saja tanpa perlu mengembangkannya. Contoh jurusan yg hanya menggunakan teknologi keterangan antara lain bidang hukum, sastra, dan masih banyak lainnya. Untuk lingkungan yang misalnya ini, disarankan buat membeli atau menggunakan produk teknologi informasi yg telah jadi yang terbaik pada bidang itu. Mereka tidak perlu mengembangkan produk atau teknologi sendiri dan sebaiknya fokus pada bidangnya.

Untuk institusi pendidikan yang mempunyai bidang teknologi kabar (atau yg terkait) ada pilihan lain, yaitu mengembangkan produk sendiri. Ketersediaan SDM memungkinkan mereka buat membuatkan dan memakai produk sendiri. Untuk institusi misalnya ini disarankan untuk melakukan eksplorasi pengembangan produk teknologi fakta sendiri sebagai alternatif menurut hanya membeli saja.

Institusi pendidikan perlu menghitung nilai investasi dari produk teknologi liputan yang akan digunakan dan keuntungannya. Sedapat mungkin kesemuanya ini dikuantisasi (quantified) dalam bentuk nilai uang (Rupiah). Harapan pendekatan ini merupakan dapat diperoleh sebuah gambaran Return On Investment (ROI) dari pemanfaatan teknologi warta ini sebagai akibatnya penerapannya tidak sia-sia. Pertanyaan yg bisa membantu buat memfokuskan institusi antara lain:
  • Apa nilai tambah (value added) yg diperoleh dengan adanya pemanfaatan teknologi kabar tersebut? Apakah nilai tambah ini lebih besar dari nilai investasi?
  • Apakah dengan adanya pemanfaatan teknologi kabar tadi kita sebagai lebih unggul dari perguruan tinggi saingan (misalnya menggunakan saingan perguruan tinggi di Singapura misalnya NUS/NTU)?
Pemilihan Software di Perguruan Tinggi
Software merupakan salah satu bentuk implementasi menurut teknologi informasi yang paling banyak digunakan. Berbagai perangkat lunak digunakan di lingkungan perguruan tinggi, mulai berdasarkan perangkat lunak buat keperluan perkantoran (office automation, sistem liputan), buat keperluan pendidikan (presentasi, dokumentasi, penilaian), hingga untuk kepentingan spesifik (simulasi, prototype produk). Software ini bisa dikembangkan sendiri atau dibeli jadi.

Di Indonesia, perkara pengguaan aplikasi ini dikaitkan dengan mulai diterapkannya UU HaKI serta banyaknya penggunaan software bajakan, termasuk pada perguruan tinggi. Banyak telah argumentasi yang dilontarkan mengenai situasi banyaknya pembajakan ini, misalnya “kami tidak mampu membeli produk asli”, “harga produk asli sangat mahal”, “mengapa software wajib bayar?”. Kemudahaan serta norma mendapatkan software copyan dengan harga yg sangat murah merupakan keliru satu kesulitan primer.

Di satu sisi, perguruan tinggi melakukan pelanggaran HaKI dengan memakai aplikasi bajakan. Di sisi lain perguruan tinggi jua mengharapkan agar temuannya – pada bentuk HaKI – dihargai serta tidak dibajak. Ketidak-konsistenan ini merupakan perkara yg dihadapi perguruan tinggi waktu ini. Untuk itu beberapa perguruan tinggi mencari cara lain lain seperti penggunaan perangkat lunak yang gratisan atau open source.

Belakangan ini mulai ada perdebatan tentang 2 kubu contoh pengembangan serta lisensi software; closed (proprietary) source serta open source. Model pengembangan kode tertutup (closed source) umumnya dikaitkan menggunakan produk yg komersial, meskipun ini bukan keharusan, dimana source code (kode sumber) menurut software nir boleh diketahui oleh siapa pun kecuali oleh pengembang. Sementara contoh kode terbuka (open source) memperkenankan orang buat melihat asal kodenya. Produk open source ini umumnya dikaitkan dengan produk yang gratisan, meskipun ini bukan keharusan jua. Biasanya perdebatan ini dikaitkan menggunakan sistem operasi Microsoft Windows yg tertutup dan komersial melawan sistem operasi Linux yg terbuka dan perdeo. Pengembangan aplikasi yang bersifat open source berkembang dengan pesat sehingga hampir semua pelaksanaan komersial mempunyai cara lain open source-nya.

Di bawah ini ada sedikit perbandingan tentang pro serta kontra penggunaan software dengan kode tertutup serta kode terbuka. Poin yang terdapat masih mampu diperdebatkan. Kedua kubu tentunya mempunyai alasan atau sanggahan. Ini diluar lingkup bahasan dari makalah ini.

Tabel  Penggunaan perangkat lunak closed source
Pro

Kontra

Langsung pakai, tidak perlu pusing membuatkan lagi
Mahal
Adanya support berdasarkan penghasil perangkat lunak. Institusi nir mempunyai SDM untuk melakukan support.
Ketergantungan pada pembuat aplikasi. Terima apa adanya dari vendor. Bagaimana bila mereka rol tikar? Tidak bisa memperbaiki sendiri apabila ada masalah
Hanya terdapat satu produk yang perlu dikuasai. GUI konsisten. Training menjadi lebih sederhana.
Monoculture (kultur tunggal) berbahaya buat keamanan. Jika ada kasus (misal virus) maka seluruh kena dan menunggu solusi berdasarkan vendor. (Bagaimana bila vendor lambat menaruh solusi?)

Dikarenakan nir dapat dikembangkan sendiri, nir terdapat agunan bahwa sistem tidak dimasuki kuda troya (trojan horse) sehingga kuran disukai buat sistem yg bersifat misteri.


Tabel Penggunaan software open source 
Pro

Kontra

Bisa diubah, dimodifikasi, diperbaiki sendiri. Feature yg diharapkan sanggup ditambahkan sendiri bila pengembang nir bersedia.
Kadang-kadang nir mampu eksklusif dipakai serta harus “dioprek” dulu. Membutuhkan SDM yg mampu melakukan utak-atik.
Umumnya murah atau gratis
Kadang-kadang tidak mempunyai support yang dapat bertanggung jawab. Meski demikian terdapat komunitas yang dapat dimintai donasi.
Cream of the crop. Software merupakan yang terbaik pada bidangnya.
Banyaknya aplikasi yg harus dipelajari yg kadang-kadang berbeda-beda cara penggunaannya. (GUI tidak konsisten.) Training menjadi merepotkan. Interoperability pula sanggup dipertanyakan.

Jika aplikasi tidak dioprek, buat apa menggunakan open source?


Pengalaman ITB 
Di ITB, kami memakai pendekatan adonan antara closed source dan open source. Pendekatan ini kami lakukan untuk mendapatkan laba berdasarkan kedua contoh ini.

Kami merangkul closed source, pada hal ini dicontohkan dengan Microsoft, melalui Campus Agreement. Hasil yang dicapai pada bentuk Campus Agreement ini tidak diperoleh menggunakan proses yg mudah dan ini perlu perjuangan serta kompromi berdasarkan banyak sekali pihak (ITB dan Microsoft). Dari sisi porto, contohnya, jumlah yg wajib dimuntahkan (dibayar) oleh ITB dapat dikatakan mahal lantaran wajib membeli lisensi dalam jumlah yg banyak (buat semua civitas yang jumlahnya mencapai 14000). Tetapi jika dihitung harga lisensi per individu, harganya mampu sebagai murah. Siapa yg harus membayar lisensi ini? Apakah ini ditanggung oleh perguruan tinggi atau dibebankan pada mahasiswa? Biarpun murah, pembebanan ke mahasiswa ini nir dapat dilakukan secara otomatis lantaran wajib menerima persetujuan berdasarkan berbagai pihak. Hal-hal rinci misalnya ini wajib diperhatikan waktu melakukan campus agreement.

Ada beberapa alasan mengapa kami merangkul Microsoft atau sistem yg tertutup secara umum:
  • Penggunaan perangkat lunak sudah menjadi bagian dari sistem perkantoran pada ITB. Sistem perkantoran sudah terbiasa dalam memakai produk Microsoft, yaitu Microsoft Office. Jika dahulu kami belum memiliki lisensi, maka sekarang kami telah memiliki lisensi dan sah dalam penggunaanya. Kami sadar akan adanya produk lain misalnya OpenOffice (yang gratisan) serta FreeOffice yg ingin dikembangkan sendiri. Namun buat migrasi ke produk ini membutuhkan proses serta ketika yg cukup usang.
  • Mahasiswa, khususnya yg terkait dengan bidang teknologi berita, perlu diperkenalkan dengan contoh bisnis software (komersial) seperti yg dilakukan sang Microsoft sehingga mereka nir canggung dengan dunia usaha software. Di lalu hari mereka bebas memiliki model yang sinkron menggunakan situasi yg mereka hadapi.
  • Mahasiswa perlu mengenal produk-produk yang telah menjadi “standar” di global usaha dan industri. Suka atau nir suka , produk Microsoft masih mendominasi perkantoran. Pengetahuan atas produk Microsoft, meski tidak dilakukan secara formal pada bentuk mata kuliah, akan sebagai nilai tambah bagi mereka.
Selain berafiliasi dengan Microsoft, kami jua mengadakan kerjasama dengan Sun Microsystems (dalam pengembangan Java Competency Center) dan Hewlett-Packard (dalam bidang network management). Sementara itu kami juga sedang menjajagi kerjasama dengan pelaku industri lainnya. Adanya hubungan (link) menggunakan perusahaan-perusahaan besar ini menjadikan nilai tambah ITB pada mahasiswa-mahasiswanya.

Di sisi lain, kami juga merangkul pendekatan open source. Alasannya diantaranya:
  • Platform open source memungkinkan pengembangan, penemuan, eksperimen, ngoprek tanpa melakukan penelitian ulang (re-inventing the wheel). Inovasi dapat dikembangkan pada atas produk yg sudah dikembangkan orang lain.
  • Biaya lebih murah lantaran sebagian akbar software bisa diperoleh secara gratis.
  • Open source memungkinan dosen serta mahasiswa buat menilik cara mengimplementasikan sesuatu inspirasi. Hal ini natural bagi ITB lantaran ITB mempunyai SDM yg berminat dan mampu buat melakukan hal ini.
Adanya 2 pendekatan ini memberi pilihan dan kesempatan pada mahasiswa buat melakukan eksplorasi tanpa perlu terpaku kepada satu model saja. Tetapi pengalaman pada ITB ini mungkin tidak dapat diadopsi secara persis sang perguruan tinggi lain dikarenakan pebedaan menurut sisi kultur, ketersediaan SDM, serta lingkungan.

Comments