ANAK YANG LAHIR BULAN SEPTEMBER CENDERUNG LEBIH PINTAR INI PENJELASAN ILMUAN

Astrologi menyebutkan bahwasanya bulan kelahiran seorang mempunyai impak bertenaga pada perilaku, kepribadian, interaksi, serta kehidupan kita secara generik. Meskipun kita nir dapat mengungkapkan secara niscaya apakah itu benar atau nir, sains menemukan bulan lahir agaknya bisa memengaruhi kecerdasan seseorang bayi kelak dewasa nanti. Meskipun pada hal ini idak ada hubungannya secara pribadi menggunakan perhitungan bulan secara kosmis.
Sebuah studi modern oleh Biro Riset Ekonomi Nasional baru-baru ini menemukan bahwa siswa yang lahir pada bulan September tercatat lebih pandai daripada mereka yang lahir di bulan lain.
Laporan tersebut memberitahuakn bahwa siswa yang mulai masuk taman kanak-kanak pada usia yang lebih tua lebih sukses selama masa sekolah menengah dan awal masa dewasanya daripada rekan-rekan mereka yang berusia lebih muda.
Para peneliti memberi perhatian spesifik dalam disparitas antara anak-anak yang lahir pada bulan Agustus dan mereka yg lahir pada bulan September, lantaran bulan ekstra itu seringkali berarti para anak didik lebih mungkin menunggu satu tahun penuh sebelum mulai masuk sekolah.
Studi ini mengevaluasi 1,2 juta murid secara umum di Florida antara usia 6 sampai 15 yang semuanya lahir pada berbagai bulan.
Alasannya sangat sederhana: pada sebagian besar negara bagian, lepas batas waktu buat masuk taman kanak-kanak (Taman Kanak-kanak) merupakan kurang lebih akhir Agustus atau awal September, yang berarti orang yang lahir dalam bulan September umumnya lebih tua menurut sisa sahabat sekelas mereka.
Studi ini pula menemukan bahwa siswa yang lahir pada bulan September memiliki skor homogen-homogen tahunan lebih tinggi daripada siswa yang lahir pada bulan Agustus. Mungkin bukan kebetulan bahwa yang terakhir atau belakangan cenderung yang paling muda pada kelas mereka.
Sumber: Today

INVESTASI KESEHATAN UNTUK PEMBANGUNAN EKONOMI

Investasi Kesehatan Untuk Pembangunan Ekonomi
Tulisan ini dimaksudkan buat menyamakan pemahaman kita beserta tentang pentingnya peranan investasi kesehatan dalam pembangunan ekonomi. Sumber primer menurut goresan pena ini dari menurut “Konferensi Regional Anggota Parlemen Tentang Laporan Komisi Makroekonomi dan Kesehatan” yang diselenggarakan oleh World Health Organization (WHO) pada Bangkok, Thailand dalam tanggal 15 – 17 Desember 2002. Konferensi ini diikuti oleh para anggota parlemen yg berasal 9 negara, yaitu Bangladesh, Bhutan, India, Indonesia, Maldives, Myanmar, Nepal, Sri Lanka, dan Thailand.

Pada Konferensi Tingkat Tinggi Dunia Tentang Pembangunan Sosial (The World Summit For Social Development) di Copenhagen tahun 1995 sudah dilakukan pembahasan dengan tema difokuskan dalam penanggulangan kemiskinan, penciptaan lapangan kerja dan kesetiakawanan sosial. Dengan latar belakang ini, selanjutnya para Menteri Kesehatan membicarakan mengenai peranan kesehatan dalam pembangunan berkelanjutan, pada pertemuannya yang ke-13 bulan September 1995. Para Menteri Kesehatan sangat menyadari tentang keterkaitan antara kemiskinan dengan kesehatan. 

Selanjutnya, sudah diterbitkan monografi mengenai kaitan antara kemiskinan dan kesehatan sebagai issu regional di Asia Tenggara pada bulan Juli tahun 1997. Monografi tersebut antara lain menyimpulkan bahwa kebijakan makroekonomi seharusnya diarahkan buat mengklaim pertumbuhan ekonomi dan pembangunan sosial secara beriringan. Analisis membuktikan bahwa penanggulangan kemiskinan dan peningkatan status kesehatan memerlukan kerangka kebijakan makroekonomi yg aman buat membangun pertumbuhan ekonomi yg cepat serta berkeadilan.

Pada pertemuan mereka dalam tahun 1997, para Menteri Kesehatan mengadopsi Deklarasi Tentang Pembangunan Kesehatan pada Regional Asia Tenggara buat Abad ke-21. Pada rendezvous tadi, mereka menyatakan pendiriannya bahwa kesehatan adalah adalah inti atau pusat buat pembangunan dan kesejahteraan. Mereka menyadari bahwa terdapat interaksi yang sangat erat antara kemiskinan dengan kesakitan, dan menciptakan komitmen diantara mereka buat memenuhi kebutuhan kesehatan bagi penduduk miskin sebagai prioritas yang paling tinggi.

Selanjutnya, pada Deklarasi mengenai Kesehatan Masyarakat di Calcutta, pada bulan November 1999 diantaranya meneguhkan komitmen bahwa penangulangan kemiskinan, serta keadilan sosial, yang merupakan elemen primer buat mewujudkan kesehatan bagi seluruh. Dengan demikian, keterkaitan antara kesehatan serta pembangunan sudah disadari sang para pemimpin kesehatan dan produsen kebijakan di regional Asia Tenggara.

Laporan Komisi Makroekonomi dan Kesehatan (selanjutnya disebut Komisi) pada bulan Desember 2001 menekankan pentingnya pembangunan insan sebagai sentral pembangunan.

Keterkaitan Antara Kesehatan serta Pembangunan
Laporan Komisi, menganalisis berbagai interaksi keterkaitan antara kesehatan menggunakan pembangunan ekonomi yang bisa diterangkan melalui berbagai prosedur. Berikut ini akan diuraikan pembahasan terhadap tiga penekanan area, yaitu pertama, kesehatan serta pembangunan, kedua, kesehatan serta kemiskinan, dan ketiga, pendekatan berdasarkan aspek demografi. 

Pertama, Kesehatan serta Pembangunan. 
Pada taraf mikro yaitu dalam tingkat individual dan famili, kesehatan merupakan dasar bagi produktivitas kerja dan kapasitas buat belajar di sekolah. Tenaga kerja yg sehat secara fisik dan mental akan lebih enerjik dan kuat, lebih produktif, dan mendapatkan penghasilan yg tinggi. Keadaan ini terutama terjadi di negara-negara sedang berkembang, dimana proporsi terbesar menurut angkatan kerja masih bekerja secara manual. Di Indonesia sebagai contoh, energi kerja laki-laki yang menderita kurang darah menyebabkan 20% kurang produktif bila dibandingkan menggunakan tenaga kerja pria yg nir menderita kurang darah. Selanjutnya, anak yg sehat memiliki kemampuan belajar lebih baik serta akan tumbuh menjadi dewasa yg lebih terdidik. Dalam keluarga yg sehat, pendidikan anak cenderung buat tidak terputus apabila dibandingkan dengan keluarga yang tidak sehat.

Pada taraf makro, penduduk dengan tingkat kesehatan yg baik adalah masukan (input) penting buat menurunkan kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, serta pembangunan ekonomi jangka panjang. Beberapa pengalaman sejarah besar menerangkan berhasilnya tinggal landas ekonomi seperti pertumbuhan ekonomi yg cepat didukung sang terobosan penting di bidang kesehatan warga , pemberantasan penyakit dan peningkatan gizi. Hal ini diantaranya terjadi pada Inggris selama revolusi industri, Jepang dan Amerika Selatan pada awal abad ke-20, serta pembangunan di Eropa Selatan dan Asia Timur pada permulaan tahun 1950-an serta tahun 1960-an.

Informasi yang paling indah adalah penelusuran sejarah yang dilakukan sang Prof. Robert Fogel, yang menyatakan bahwa peningkatan ketersediaan jumlah kalori buat bekerja, selama 200 tahun yang lalu memiliki kontribusi terhadap pertumbuhan pendapatan per kapita seperti terjadi pada Perancis dan Inggris. Melalui peningkatan produktivitas energi kerja dan anugerah kalori yang relatif, Fogel memperkirakan bahwa perbaikan gizi memberikan donasi sebanyak 30% terhadap pertumbuhan pendapatan per kapita di Inggris.

Bukti-bukti makroekonomi menyebutkan bahwa negara-negara menggunakan syarat kesehatan dan pendidikan yang rendah, mengahadapi tantangan yang lebih berat untuk mencapai pertumbuhan berkelanjutan apabila dibandingkan menggunakan negara yang lebih baik keadaan kesehatan dan pendidikannya. Pada Tabel 1 dibawah ini ditunjukkan taraf pertumbuhan dari beberapa negara sedang berkembang dalam periode 1965-1994. Pengelompokan negara-negara tadi didasarkan atas tingkat pendapatan dan angka kematian bayi (menjadi proksi berdasarkan seluruh keadaan penyakit dalam tahun 1965). Tabel tersebut mengungkapkan pada negara-negara dengan taraf nomor kematian bayi yang rendah menikmati tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dalam periode tertentu.

Terdapat korelasi yang bertenaga antara taraf kesehatan yg baik dengan pertumbuhan ekonomi yg tinggi. Secara statistik diperkirakan bahwa setiap peningkatan 10% berdasarkan nomor harapan hidup (AHH) ketika lahir akan menaikkan pertumbuhan ekonomi minimal 0.3–0.4% pertahun, bila faktor-faktor pertumbuhan lainnya permanen. Dengan demikian, disparitas taraf pertumbuhan tahunan antara negara-negara maju yg memiliki AHH tinggi (77 tahun) menggunakan negara-negara sedang berkembang dengan AHH rendah (49 tahun) adalah kurang lebih 1.6%, serta impak ini akan terakumulasi terus menerus.

Peningkatan kesejahteraan ekonomi menjadi dampak berdasarkan bertambah panjangnya usia sangatlah penting. Dalam membandingkan taraf kesejahteraan antar gerombolan rakyat, sangatlah penting buat melihat nomor harapan hayati, seperti halnya menggunakan taraf pendapatan tahunan. Di negara-negara yang tingkat kesehatannya lebih baik, setiap individu memiliki homogen-rata hidup lebih usang, dengan demikian secara irit memiliki peluang buat buat memperoleh pendapatan lebih tinggi. Keluarga yg usia asa hidupnya lebih panjang, cenderung buat menginvestasikan pendapatannya pada bidang pendidikan serta menabung. Dengan demikian, tabungan nasional serta investasi akan semakin tinggi, serta dalam gilirannya akan menaikkan pertumbuhan ekonomi.

Peranan kesehatan diantara aneka macam faktor pertumbuhan ekonomi dapat digambarkan dalam Diagram 1 dibawah ini. Dalam diagram tadi bisa dicermati, pembangunan ekonomi disatu fihak, adalah fungsi berdasarkan kebijakan dan institusi (kebijakan ekonomi, pemerintahan yang baik, dan penyediaan pelayanan publik), dan faktor masukan (sumber daya insan, teknologi, dan kapital perusahaan) dilain fihak. 

Kesehatan yg tidak baik akan memberikan pengaruh buruk terhadap pertumbuhan ekonomi, hal ini diantaranya terjadi di sub-Sahara Afrika dan Asia Selatan. Beban berat yang diakibatkan sang penyakit serta imbas gandanya terhadap produktivitas, kependudukan, serta pendidikan mempunyai peranan dalam kinerja ekonomi yg jelek dan kronis di negara-negara Afrika. Studi terbaru yg dilakukan sang Bloom dan Sachs, menemukan bahwa lebih berdasarkan setengahnya berdasarkan keterbelakangan pertumbuhan di negara-negara Afrika bila dibandingkan dengan dengan negara-negara pada Asia Timur, secara statistik bisa diterangkan oleh beban berat akibat penyakit, kependudukan, serta geografis jika dibandingkan dengan variabel-variabel tradisional menurut ekonomimakro dan politik pemerintahan. Sebagai contoh, tingginya nomor prevalensi penyakit malaria menampakan hubungan yg erat dengan penurunan pertumbuhan ekonomi sebanyak satu persen atau lebih setiap tahunnya.

Kedua, Kesehatan dan Kemiskinan
Berbagai indikator kesehatan di negara-negara berpendapatan rendah serta menengah apabila dibandingkan dengan negara-negara berpendapatan tinggi, memberitahuakn bahwa angka kesakitan dan kematian secara kuat berkorelasi terbalik dengan pendapatan, seperti terlihat pada Tabel dua dibawah ini. Studi lain dilakukan oleh Bank Dunia yang membagi keadaan kesehatan antara gerombolan penduduk berpenghasilan tinggi serta rendah dalam negara-negara tertentu. Sebagai contoh, taraf kematian anak dalam quantil termiskin di Bolivia dan Turki diperkirakan empat kali lebih besar dibandingkan dengan tingkat kematian pada quantil terkaya. Dengan demikian kebijakan yang diarahkan buat menanggulangi penyakit malaria dan kekurangan gizi secara eksklusif merupakan implementasi menurut kebijakan mengurangi kemiskinan. 

Komitmen dunia buat menaikkan status kesehatan secara kentara dicantumkan pada Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals-MDGs). Tujuan pembangunan milenium tersebut antara lain: (1) menurunkan nomor kematian anak sebesar dua pertiganya pada tahun 2015 berdasarkan keadaan tahun 1990; (2) menurunkan nomor kematian mak melahirkan sebanyak 3 perempatnya pada tahun 2015 menurut keadaan 1990; serta (tiga) menahan peningkatan prevalensi penyakit HIV/AIDS serta penyakit utama lainnya pada tahun 2015. Tujuan pembangunan milenium difokuskan terhadap pengurangan kemiskinan pada umumnya dan beberapa tujuan kesehatan pada khususnya, sebagai akibatnya masih ada keterkaitan antara upaya keseluruhan penurunan kemiskinan menggunakan investasi di bidang kesehatan. 

Beberapa alasan meningkatnya beban penyakit dalam penduduk miskin merupakan: Pertama, penduduk miskin lebih rentan terhadap penyakit karena terbatasnya akses terhadap air higienis dan sanitasi serta kecukupan gizi. Kedua, penduduk miskin cenderung enggan mencari pengobatan walaupun sangat membutuhkan lantaran terdapatnya kesenjangan yg akbar menggunakan petugas kesehatan, terbatasnya asal daya buat memenuhi kebutuhan dasar, serta terbatasnya pengetahuan buat menghadapi agresi penyakit.

Konsekuensi ekonomi bila terjadi agresi penyakit pada anggota famili merupakan bala bila buat biaya penyembuhannya mengharuskan menjual aset yg mereka miliki atau berhutang. Hal ini akan menyebabkan famili jatuh kedalam kemiskinan, serta apabila tidak mampu keluar menurut hal ini akan mengganggu tingkat kesejahteraan seluruh anggota famili bahkan generasi berikutnya. Serangan penyakit yg tidak fatal pada kehidupan awal akan memiliki dampak yg merugikan selama daur hayati berikutnya. Pendidikan secara luas dikenal sebagai kunci dari pembangunan, tetapi masih belum dihargai betapa pentingnya kesehatan anak dalam pencapaian hasil pendidikan. Kesehatan yg tidak baik secara eksklusif menurunkan potensi kognitif dan secara tidak langsung mengurangi kemampuan sekolah. Penyakit bisa memelaratkan famili melalui menurunnya pendapatan, menurunnya angka harapan hidup, serta menurunya kesejahteraan psikologis.

Ketiga, Pendekatan Aspek Demografi
Hal yg paling merugikan, tetapi kurang diperhatikan, biaya yg tinggi berdasarkan kematian bayi serta anak bisa dicermati dari aspek demografi. Keluarga miskin akan berusaha membarui anaknya yang mati menggunakan cara memiliki jumlah anak yg lebih banyak. Apabila keluarga miskin memiliki banyak anak maka famili tadi nir akan sanggup melakukan investasi yg cukup buat pendidikan dan kesehatan untuk setiap anaknya. Dengan demikian, tingginya beban penyakit pada famili yg mempunyai banyak anak akan menyebabkan rendahnya investasi buat kesehatan serta pendidikan buat setiap anaknya. 

Bukti empiris tentang adanya hubungan antara taraf fertilitas menggunakan taraf kematian anak merupakan sangat bertenaga. Negara-negara yg memiliki nomor kematian bayi kurang menurut 20, mempunyai nomor homogen-rata taraf fertilitas (Total Fertility Rate) sebanyak 1.7 anak. Negara-negara dengan tingkat kematian bayi diatas 100 memiliki nomor rata-rata taraf fertilitas 6,dua anak. Pola ini menuntun pengertian kita bahwa negara-negara yg mempunyai taraf kematian bayi yang tinggi memiliki tingkat pertumbuhan penduduk tercepat di global menggunakan segala konsekwensinya.

Ketika nomor kematian anak menurun, disertai menggunakan turunnya tingkat kesuburan, secara holistik taraf pertumbuhan penduduk jua menurun serta rata-homogen umur penduduk akan meningkat. Ratio ketergantungan penduduk pula akan menurun. Perubahan demografi ini akan mendorong keseluruhan peningkatan GNP per kapita serta pertumbuhan ekonomi. Meningkatnya proporsi penduduk usia kerja secara eksklusif menaikkan GNP per kapita. 

Memilih Intervensi Untuk Kesehatan Yang Lebih Baik 
Di banyak sekali negara khususnya di negara-negara yg sedang berkembang, ketersediaan asal daya buat mengatasi kasus kesehatan sangat terbatas, sang karenanya pemilihan cara lain hegemoni kesehatan yg cost-effective sebagai penting. Pada tahun 1978, melalui Deklarasi Alma Ata tujuan kesehatan bagi semua sudah disetujui sang semua negara anggota Organisasi Kesehatan Sedunia (World Health Organization-WHO). Beberapa konvensi pada deklarasi tersebut merupakan komitmen negara-negara anggota terhadap keadilan kesehatan, lebih memfokuskan pelayanan kesehatan pencegahan (preventive) dan peningkatan (promotive) dibandingkan menggunakan pengobatan (curative) serta pemulihan (rehabilitative), menaikkan kerjasama lintas sektoral, serta menaikkan partisipasi rakyat.

Sampai saat ini beberapa komitmen tersebut belum bisa diwujudkan. Sebagian besar negara-negara berpendapatan rendah lebih poly mengalokasikan sumber daya buat pelayanan kesehatan pengobatan. Hal ini menyebabkan terjadinya inefisiensi alokasi, penggunaan teknologi yg tidak sempurna, dan inefisiensi teknis. Hanya sedikit negara yang sukses mencapai kesehatan yang adil dan berhasil menjalin kerjasama lintas sektor serta partisipasi masyarakat menggunakan baik.

Menilai Status Kesehatan Penduduk
Status kesehatan penduduk umumnya dinilai menggunakan memakai berbagai indikator yang secara garis besar dibagi pada dua gerombolan . Kelompok pertama, berisikan indikator yang menghitung jumlah kematian yg terjadi selama periode eksklusif. Contohnya adalah angka kematian kasar (Crude Death Rate-CDR) serta nomor kematian bayi (Infant Mortality Rate-IMR). Kelompok penduduk yang mempunyai nomor CDR dan IMR yang rendah dikatakan mempunyai status kesehatan yang lebih baik jika dibandingkan dengan kelompok penduduk yang angka CDR dan IMR nya tinggi.

Kelompok kedua, berisikan aneka macam indikator yg memperlihatkan jumlah orang yang menderita kecacatan akibat penyakit eksklusif. Contohnya adalah jumlah penderita AIDS, Tuberkulosis (TB), Polio, serta sakit mental. Sama menggunakan grup pertama, grup penduduk yang mempunyai jumlah penderita AIDS atau TB lebih sedikit dikatakan lebih sehat apabila dibandingkan menggunakan grup penduduk yg jumlah penderita penyakit tadi lebih poly. 

Kedua kelompok indikator tersebut sayangnya nir menjelaskan kepada kita kapan kematian atau kecacatan terjadi, bagaimana taraf parahnya penyakit, dan berapa usang mereka menderita. Masyarakat pempunyai nilai atau persepsi yang tidak sinkron mengenai hal-hal tadi.

Untuk mengatasi hal tersebut, dalam tahun 1993 ke 2 kelompok indikator tersebut digabungkan kedalam satu indikator yg diklaim DALY ( Disability Adjusted Life Years ) buat mengukur dengan lebih baik status kesehatan penduduk. DALY menggambarkan jumlah tahun buat hayati sehat yg hilang sebagai akibat dari kematian dan kecacatan. Satu DALY didefinisikan sebagai satu tahun yang hilang buat hidup sehat akibat menurut kematian serta kecacatan. Penggunaan DALY bisa digunakan untuk membandingkan kesehatan penduduk menurut saat ke waktu atau membandingkan antara satu kelompok penduduk dengan grup penduduk lain menggunakan lebih mudah dan sederhana. Kesimpulannya, DALY mengukur beban yg ditimbulkan oleh penyakit yang diakibatkan sang kematian dan atau kecacatan yg harus ditanggung oleh masyarakat. Penggunaan indikator DALY dapat dianalogikan dengan penggunaan indikator HDI (Human Development Index) yang dikembangkan sang UNDP yg merupakan indikator komposit berdasarkan kesehatan, pendidikan serta taraf pendapatan.

Komisi Makroekonomi serta Kesehatan pada penyusunan laporannya menggunakan DALY dan analisis manfaat porto. Dalam laporan tadi satu DALY dinilai sebanyak rata-homogen pendapatan perkapita dalam setahun.

Beban Penyakit Di Regional Selatan-Timur Asia
Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) telah melakukan perhitungan beban penyakit secara dunia (Global Burden of Disease-GBD) pada tahun 1999, 2000, serta 2001. Dalam GBD tadi, penyakit dibagi pada 3 katagori akbar yaitu penyakit menular (Communicable diseases), penyakit nir menular (Non-communicable diseases), dan kecelakaan (Injuries). Pada Tabel tiga disajikan data perbandingan kehilangan DALY antara Global dengan Regional Timur-Selatan Asia (South-East Asia Region-SEAR).

Komisi tadi mengarahkan agar dilakukan hegemoni eksklusif terhadap tujuh penyebab primer kematian tadi, dan hegemoni tadi dilaksanakan melalui pelayanan kesehatan dasar seperti Puskesmas, Puskesmas Pembantu dan jaringannya supaya lebih dekat pelayanannya terhadap penderita, disebut dengan sistem Dekat Dengan Klien-DDK (Close to Client-CTC)

Memilih hegemoni dengan porto efektif misalnya yg sudah diuraikan diatas nir akan secara otomatis meningkatkan keadilan pelayanan kesehatan. Terdapat 3 faktor primer yang menghipnotis tingkat penggunaan (utilisasi) pelayanan kesehatan secara optimal dan mensugesti status kesehatan yaitu hambatan geografik, pembiayaan, dan sosio-antropologis. Dengan melaksanakan sistem DDK diperlukan akan menghilangkan kendala geografis. Untuk mengatasi kendala keuangan dianjurkan buat melaksanakan sistem premi kesehatan buat menggantikan sistem pembayaran pelayanan kesehatan langsung. Asuransi kesehatan, diluar iuran pertanggungan swasta komersial akan mencegah famili jatuh kedalam keadaan melarat. Komisi jua menganjurkan diterapkannya skema skala mini pembiayaan kesehatan yg berasal menurut warga (Di Indonesia dikenal dengan Dana Sehat), menjadi manifestasi partisipasi masyarakat dalam pembangunan kesehatan. Hambatan sosio-antropologi berkaitan menggunakan bagaimana tanggapan menurut sistem kesehatan terhadap kebutuhan pelayanan kesehatan warga , serta seberapa akbar jarak ekonomi dan budaya antara pengguna dan penyedia pelayanan kesehatan.

INVESTASI KESEHATAN UNTUK PEMBANGUNAN EKONOMI

Investasi Kesehatan Untuk Pembangunan Ekonomi
Tulisan ini dimaksudkan buat menyamakan pemahaman kita beserta mengenai pentingnya peranan investasi kesehatan dalam pembangunan ekonomi. Sumber primer dari tulisan ini dari menurut “Konferensi Regional Anggota Parlemen Tentang Laporan Komisi Makroekonomi dan Kesehatan” yg diselenggarakan sang World Health Organization (WHO) pada Bangkok, Thailand dalam lepas 15 – 17 Desember 2002. Konferensi ini diikuti oleh para anggota parlemen yang dari 9 negara, yaitu Bangladesh, Bhutan, India, Indonesia, Maldives, Myanmar, Nepal, Sri Lanka, dan Thailand.

Pada Konferensi Tingkat Tinggi Dunia Tentang Pembangunan Sosial (The World Summit For Social Development) di Copenhagen tahun 1995 telah dilakukan pembahasan menggunakan tema difokuskan pada penanggulangan kemiskinan, penciptaan lapangan kerja serta kesetiakawanan sosial. Dengan latar belakang ini, selanjutnya para Menteri Kesehatan mengungkapkan tentang peranan kesehatan dalam pembangunan berkelanjutan, dalam pertemuannya yg ke-13 bulan September 1995. Para Menteri Kesehatan sangat menyadari mengenai keterkaitan antara kemiskinan dengan kesehatan. 

Selanjutnya, sudah diterbitkan monografi tentang kaitan antara kemiskinan dan kesehatan sebagai issu regional pada Asia Tenggara pada bulan Juli tahun 1997. Monografi tersebut diantaranya menyimpulkan bahwa kebijakan makroekonomi seharusnya diarahkan buat menjamin pertumbuhan ekonomi serta pembangunan sosial secara beriringan. Analisis menunjukan bahwa penanggulangan kemiskinan serta peningkatan status kesehatan memerlukan kerangka kebijakan makroekonomi yg kondusif buat menciptakan pertumbuhan ekonomi yg cepat dan berkeadilan.

Pada pertemuan mereka pada tahun 1997, para Menteri Kesehatan mengadopsi Deklarasi Tentang Pembangunan Kesehatan pada Regional Asia Tenggara untuk Abad ke-21. Pada rendezvous tadi, mereka menyatakan pendiriannya bahwa kesehatan merupakan adalah inti atau pusat buat pembangunan serta kesejahteraan. Mereka menyadari bahwa masih ada hubungan yang sangat erat antara kemiskinan dengan kesakitan, serta menciptakan komitmen diantara mereka untuk memenuhi kebutuhan kesehatan bagi penduduk miskin sebagai prioritas yang paling tinggi.

Selanjutnya, dalam Deklarasi mengenai Kesehatan Masyarakat di Calcutta, pada bulan November 1999 diantaranya meneguhkan komitmen bahwa penangulangan kemiskinan, serta keadilan sosial, yang merupakan elemen primer buat mewujudkan kesehatan bagi seluruh. Dengan demikian, keterkaitan antara kesehatan dan pembangunan telah disadari oleh para pemimpin kesehatan dan produsen kebijakan di regional Asia Tenggara.

Laporan Komisi Makroekonomi serta Kesehatan (selanjutnya diklaim Komisi) dalam bulan Desember 2001 menekankan pentingnya pembangunan manusia menjadi sentral pembangunan.

Keterkaitan Antara Kesehatan dan Pembangunan
Laporan Komisi, menganalisis aneka macam hubungan keterkaitan antara kesehatan menggunakan pembangunan ekonomi yg bisa diterangkan melalui banyak sekali mekanisme. Berikut ini akan diuraikan pembahasan terhadap 3 penekanan area, yaitu pertama, kesehatan dan pembangunan, ke 2, kesehatan serta kemiskinan, serta ketiga, pendekatan dari aspek demografi. 

Pertama, Kesehatan dan Pembangunan. 
Pada taraf mikro yaitu pada taraf individual serta famili, kesehatan merupakan dasar bagi produktivitas kerja serta kapasitas buat belajar di sekolah. Tenaga kerja yg sehat secara fisik dan mental akan lebih enerjik dan kuat, lebih produktif, dan mendapatkan penghasilan yg tinggi. Keadaan ini terutama terjadi di negara-negara sedang berkembang, dimana proporsi terbesar berdasarkan angkatan kerja masih bekerja secara manual. Di Indonesia menjadi contoh, energi kerja pria yg menderita anemia mengakibatkan 20% kurang produktif bila dibandingkan dengan tenaga kerja laki-laki yg nir menderita kurang darah. Selanjutnya, anak yang sehat memiliki kemampuan belajar lebih baik serta akan tumbuh sebagai dewasa yg lebih terdidik. Dalam keluarga yg sehat, pendidikan anak cenderung buat tidak terputus apabila dibandingkan menggunakan famili yang nir sehat.

Pada tingkat makro, penduduk menggunakan taraf kesehatan yang baik adalah masukan (input) penting buat menurunkan kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, dan pembangunan ekonomi jangka panjang. Beberapa pengalaman sejarah akbar mengambarkan berhasilnya tinggal landas ekonomi seperti pertumbuhan ekonomi yang cepat didukung oleh terobosan penting di bidang kesehatan rakyat, pemberantasan penyakit dan peningkatan gizi. Hal ini antara lain terjadi pada Inggris selama revolusi industri, Jepang serta Amerika Selatan dalam awal abad ke-20, serta pembangunan di Eropa Selatan serta Asia Timur pada permulaan tahun 1950-an serta tahun 1960-an.

Informasi yg paling mengagumkan merupakan penelusuran sejarah yg dilakukan sang Prof. Robert Fogel, yg menyatakan bahwa peningkatan ketersediaan jumlah kalori buat bekerja, selama 200 tahun yang lalu mempunyai kontribusi terhadap pertumbuhan pendapatan per kapita seperti terjadi pada Perancis dan Inggris. Melalui peningkatan produktivitas energi kerja serta pemberian kalori yang cukup, Fogel memperkirakan bahwa pemugaran gizi menaruh kontribusi sebanyak 30% terhadap pertumbuhan pendapatan per kapita pada Inggris.

Bukti-bukti makroekonomi menjelaskan bahwa negara-negara dengan kondisi kesehatan dan pendidikan yang rendah, mengahadapi tantangan yang lebih berat buat mencapai pertumbuhan berkelanjutan bila dibandingkan menggunakan negara yang lebih baik keadaan kesehatan dan pendidikannya. Pada Tabel 1 dibawah ini ditunjukkan tingkat pertumbuhan menurut beberapa negara sedang berkembang dalam periode 1965-1994. Pengelompokan negara-negara tadi didasarkan atas taraf pendapatan serta angka kematian bayi (sebagai proksi berdasarkan seluruh keadaan penyakit pada tahun 1965). Tabel tadi mengungkapkan pada negara-negara dengan tingkat angka kematian bayi yang rendah menikmati tingkat pertumbuhan ekonomi yg tinggi pada periode eksklusif.

Terdapat hubungan yang bertenaga antara tingkat kesehatan yang baik dengan pertumbuhan ekonomi yg tinggi. Secara statistik diperkirakan bahwa setiap peningkatan 10% menurut nomor harapan hayati (AHH) ketika lahir akan menaikkan pertumbuhan ekonomi minimal 0.tiga–0.4% pertahun, bila faktor-faktor pertumbuhan lainnya permanen. Dengan demikian, perbedaan tingkat pertumbuhan tahunan antara negara-negara maju yang mempunyai AHH tinggi (77 tahun) menggunakan negara-negara sedang berkembang dengan AHH rendah (49 tahun) merupakan sekitar 1.6%, dan dampak ini akan terakumulasi terus menerus.

Peningkatan kesejahteraan ekonomi menjadi akibat menurut bertambah panjangnya usia sangatlah penting. Dalam membandingkan tingkat kesejahteraan antar gerombolan warga , sangatlah penting buat melihat nomor harapan hayati, misalnya halnya menggunakan tingkat pendapatan tahunan. Di negara-negara yang tingkat kesehatannya lebih baik, setiap individu memiliki rata-homogen hidup lebih lama , menggunakan demikian secara hemat mempunyai peluang buat buat memperoleh pendapatan lebih tinggi. Keluarga yang usia asa hidupnya lebih panjang, cenderung buat menginvestasikan pendapatannya pada bidang pendidikan serta menabung. Dengan demikian, tabungan nasional dan investasi akan semakin tinggi, serta pada gilirannya akan menaikkan pertumbuhan ekonomi.

Peranan kesehatan diantara banyak sekali faktor pertumbuhan ekonomi dapat digambarkan dalam Diagram 1 dibawah ini. Dalam diagram tadi bisa dipandang, pembangunan ekonomi disatu fihak, adalah fungsi dari kebijakan dan institusi (kebijakan ekonomi, pemerintahan yg baik, serta penyediaan pelayanan publik), serta faktor masukan (asal daya manusia, teknologi, dan kapital perusahaan) dilain fihak. 

Kesehatan yang tidak baik akan menaruh pengaruh tidak baik terhadap pertumbuhan ekonomi, hal ini diantaranya terjadi pada sub-Sahara Afrika dan Asia Selatan. Beban berat yang diakibatkan sang penyakit dan dampak gandanya terhadap produktivitas, kependudukan, dan pendidikan memiliki peranan dalam kinerja ekonomi yang buruk dan kronis pada negara-negara Afrika. Studi terkini yang dilakukan sang Bloom dan Sachs, menemukan bahwa lebih menurut setengahnya dari keterbelakangan pertumbuhan pada negara-negara Afrika jika dibandingkan dengan menggunakan negara-negara pada Asia Timur, secara statistik dapat diterangkan sang beban berat dampak penyakit, kependudukan, dan geografis jika dibandingkan menggunakan variabel-variabel tradisional menurut ekonomimakro serta politik pemerintahan. Sebagai contoh, tingginya nomor prevalensi penyakit malaria memperlihatkan hubungan yang erat dengan penurunan pertumbuhan ekonomi sebesar satu persen atau lebih setiap tahunnya.

Kedua, Kesehatan serta Kemiskinan
Berbagai indikator kesehatan di negara-negara berpendapatan rendah serta menengah bila dibandingkan dengan negara-negara berpendapatan tinggi, memperlihatkan bahwa angka kesakitan dan kematian secara bertenaga berkorelasi terbalik menggunakan pendapatan, misalnya terlihat dalam Tabel 2 dibawah ini. Studi lain dilakukan oleh Bank Dunia yg membagi keadaan kesehatan antara gerombolan penduduk berpenghasilan tinggi serta rendah dalam negara-negara tertentu. Sebagai contoh, taraf kematian anak pada quantil termiskin pada Bolivia serta Turki diperkirakan empat kali lebih besar dibandingkan dengan tingkat kematian dalam quantil terkaya. Dengan demikian kebijakan yang diarahkan buat menanggulangi penyakit malaria dan kekurangan gizi secara langsung merupakan implementasi berdasarkan kebijakan mengurangi kemiskinan. 

Komitmen global buat menaikkan status kesehatan secara kentara dicantumkan dalam Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals-MDGs). Tujuan pembangunan milenium tadi diantaranya: (1) menurunkan nomor kematian anak sebesar dua pertiganya dalam tahun 2015 dari keadaan tahun 1990; (dua) menurunkan nomor kematian bunda melahirkan sebesar 3 perempatnya dalam tahun 2015 menurut keadaan 1990; dan (3) menunda peningkatan prevalensi penyakit HIV/AIDS dan penyakit primer lainnya dalam tahun 2015. Tujuan pembangunan milenium difokuskan terhadap pengurangan kemiskinan dalam biasanya serta beberapa tujuan kesehatan dalam khususnya, sehingga terdapat keterkaitan antara upaya keseluruhan penurunan kemiskinan menggunakan investasi pada bidang kesehatan. 

Beberapa alasan meningkatnya beban penyakit dalam penduduk miskin adalah: Pertama, penduduk miskin lebih rentan terhadap penyakit lantaran terbatasnya akses terhadap air higienis serta sanitasi dan kecukupan gizi. Kedua, penduduk miskin cenderung enggan mencari pengobatan walaupun sangat membutuhkan lantaran terdapatnya kesenjangan yg akbar menggunakan petugas kesehatan, terbatasnya asal daya buat memenuhi kebutuhan dasar, serta terbatasnya pengetahuan buat menghadapi agresi penyakit.

Konsekuensi ekonomi apabila terjadi serangan penyakit pada anggota famili adalah bala apabila buat porto penyembuhannya mengharuskan menjual aset yang mereka miliki atau berhutang. Hal ini akan mengakibatkan famili jatuh kedalam kemiskinan, dan jika tidak sanggup keluar dari hal ini akan mengganggu taraf kesejahteraan seluruh anggota famili bahkan generasi berikutnya. Serangan penyakit yg nir fatal pada kehidupan awal akan memiliki efek yang merugikan selama daur hayati berikutnya. Pendidikan secara luas dikenal sebagai kunci dari pembangunan, tetapi masih belum dihargai betapa pentingnya kesehatan anak dalam pencapaian hasil pendidikan. Kesehatan yang jelek secara eksklusif menurunkan potensi kognitif serta secara nir langsung mengurangi kemampuan sekolah. Penyakit bisa memelaratkan famili melalui menurunnya pendapatan, menurunnya nomor harapan hidup, serta menurunya kesejahteraan psikologis.

Ketiga, Pendekatan Aspek Demografi
Hal yang paling merugikan, tetapi kurang diperhatikan, biaya yang tinggi menurut kematian bayi dan anak dapat dipandang dari aspek demografi. Keluarga miskin akan berusaha mengganti anaknya yang meninggal dengan cara mempunyai jumlah anak yang lebih poly. Jika famili miskin mempunyai poly anak maka keluarga tadi tidak akan sanggup melakukan investasi yang cukup buat pendidikan dan kesehatan untuk setiap anaknya. Dengan demikian, tingginya beban penyakit pada famili yang mempunyai poly anak akan menyebabkan rendahnya investasi buat kesehatan serta pendidikan buat setiap anaknya. 

Bukti empiris mengenai adanya hubungan antara taraf fertilitas dengan tingkat kematian anak merupakan sangat bertenaga. Negara-negara yg mempunyai angka kematian bayi kurang dari 20, mempunyai angka homogen-homogen tingkat fertilitas (Total Fertility Rate) sebesar 1.7 anak. Negara-negara dengan taraf kematian bayi diatas 100 mempunyai nomor rata-rata tingkat fertilitas 6,2 anak. Pola ini menuntun pengertian kita bahwa negara-negara yang memiliki tingkat kematian bayi yang tinggi mempunyai taraf pertumbuhan penduduk tercepat di dunia dengan segala konsekwensinya.

Ketika angka kematian anak menurun, disertai menggunakan turunnya tingkat kesuburan, secara keseluruhan taraf pertumbuhan penduduk juga menurun serta rata-rata umur penduduk akan meningkat. Ratio ketergantungan penduduk jua akan menurun. Perubahan demografi ini akan mendorong keseluruhan peningkatan GNP per kapita dan pertumbuhan ekonomi. Meningkatnya proporsi penduduk usia kerja secara eksklusif menaikkan GNP per kapita. 

Memilih Intervensi Untuk Kesehatan Yang Lebih Baik 
Di berbagai negara khususnya pada negara-negara yang sedang berkembang, ketersediaan sumber daya untuk mengatasi kasus kesehatan sangat terbatas, oleh karenanya pemilihan alternatif intervensi kesehatan yang cost-effective menjadi krusial. Pada tahun 1978, melalui Deklarasi Alma Ata tujuan kesehatan bagi seluruh sudah disetujui sang seluruh negara anggota Organisasi Kesehatan Sedunia (World Health Organization-WHO). Beberapa kesepakatan dalam deklarasi tadi adalah komitmen negara-negara anggota terhadap keadilan kesehatan, lebih memfokuskan pelayanan kesehatan pencegahan (preventive) dan peningkatan (promotive) dibandingkan dengan pengobatan (curative) serta pemulihan (rehabilitative), menaikkan kerjasama lintas sektoral, serta menaikkan partisipasi rakyat.

Sampai saat ini beberapa komitmen tadi belum bisa diwujudkan. Sebagian akbar negara-negara berpendapatan rendah lebih poly mengalokasikan asal daya buat pelayanan kesehatan pengobatan. Hal ini menyebabkan terjadinya inefisiensi alokasi, penggunaan teknologi yg tidak tepat, dan inefisiensi teknis. Hanya sedikit negara yang sukses mencapai kesehatan yg adil dan berhasil menjalin kerjasama lintas sektor serta partisipasi warga dengan baik.

Menilai Status Kesehatan Penduduk
Status kesehatan penduduk umumnya dievaluasi menggunakan menggunakan berbagai indikator yg secara garis akbar dibagi dalam 2 gerombolan . Kelompok pertama, berisikan indikator yang menghitung jumlah kematian yg terjadi selama periode eksklusif. Contohnya adalah angka kematian kasar (Crude Death Rate-CDR) serta angka kematian bayi (Infant Mortality Rate-IMR). Kelompok penduduk yang mempunyai nomor CDR dan IMR yang rendah dikatakan mempunyai status kesehatan yang lebih baik jika dibandingkan menggunakan gerombolan penduduk yang nomor CDR serta IMR nya tinggi.

Kelompok kedua, berisikan banyak sekali indikator yg memberitahuakn jumlah orang yg menderita kecacatan dampak penyakit tertentu. Contohnya adalah jumlah penderita AIDS, Tuberkulosis (TB), Polio, dan sakit mental. Sama dengan grup pertama, gerombolan penduduk yg mempunyai jumlah penderita AIDS atau TB lebih sedikit dikatakan lebih sehat bila dibandingkan menggunakan grup penduduk yang jumlah penderita penyakit tadi lebih poly. 

Kedua grup indikator tersebut sayangnya nir menyebutkan kepada kita kapan kematian atau kecacatan terjadi, bagaimana taraf parahnya penyakit, dan berapa lama mereka menderita. Masyarakat pempunyai nilai atau persepsi yg tidak selaras tentang hal-hal tadi.

Untuk mengatasi hal tadi, dalam tahun 1993 kedua kelompok indikator tersebut digabungkan kedalam satu indikator yang diklaim DALY ( Disability Adjusted Life Years ) buat mengukur menggunakan lebih baik status kesehatan penduduk. DALY menggambarkan jumlah tahun buat hayati sehat yg hilang menjadi akibat menurut kematian serta kecacatan. Satu DALY didefinisikan menjadi satu tahun yg hilang buat hidup sehat dampak menurut kematian serta kecacatan. Penggunaan DALY dapat digunakan buat membandingkan kesehatan penduduk dari waktu ke waktu atau membandingkan antara satu grup penduduk menggunakan grup penduduk lain menggunakan lebih gampang dan sederhana. Kesimpulannya, DALY mengukur beban yang disebabkan sang penyakit yang diakibatkan sang kematian dan atau kecacatan yg harus ditanggung sang warga . Penggunaan indikator DALY bisa dianalogikan dengan penggunaan indikator HDI (Human Development Index) yang dikembangkan oleh UNDP yang merupakan indikator komposit dari kesehatan, pendidikan dan taraf pendapatan.

Komisi Makroekonomi serta Kesehatan dalam penyusunan laporannya memakai DALY dan analisis manfaat biaya . Dalam laporan tadi satu DALY dievaluasi sebanyak rata-homogen pendapatan perkapita pada setahun.

Beban Penyakit Di Regional Selatan-Timur Asia
Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) telah melakukan perhitungan beban penyakit secara global (Global Burden of Disease-GBD) pada tahun 1999, 2000, dan 2001. Dalam GBD tersebut, penyakit dibagi pada tiga katagori besar yaitu penyakit menular (Communicable diseases), penyakit nir menular (Non-communicable diseases), dan kecelakaan (Injuries). Pada Tabel 3 tersaji data perbandingan kehilangan DALY antara Global dengan Regional Timur-Selatan Asia (South-East Asia Region-SEAR).

Komisi tersebut mengarahkan agar dilakukan intervensi langsung terhadap tujuh penyebab utama kematian tersebut, serta hegemoni tersebut dilaksanakan melalui pelayanan kesehatan dasar misalnya Puskesmas, Puskesmas Pembantu dan jaringannya agar lebih dekat pelayanannya terhadap penderita, disebut menggunakan sistem Dekat Dengan Klien-DDK (Close to Client-CTC)

Memilih hegemoni menggunakan porto efektif seperti yang telah diuraikan diatas tidak akan secara otomatis meningkatkan keadilan pelayanan kesehatan. Terdapat tiga faktor utama yg mensugesti taraf penggunaan (utilisasi) pelayanan kesehatan secara optimal serta menghipnotis status kesehatan yaitu kendala geografik, pembiayaan, serta sosio-antropologis. Dengan melaksanakan sistem DDK diperlukan akan menghilangkan kendala geografis. Untuk mengatasi hambatan keuangan dianjurkan buat melaksanakan sistem asuransi kesehatan buat menggantikan sistem pembayaran pelayanan kesehatan pribadi. Asuransi kesehatan, diluar asuransi swasta komersial akan mencegah keluarga jatuh kedalam keadaan melarat. Komisi juga menganjurkan diterapkannya skema skala kecil pembiayaan kesehatan yg dari dari rakyat (Di Indonesia dikenal menggunakan Dana Sehat), sebagai manifestasi partisipasi masyarakat dalam pembangunan kesehatan. Hambatan sosio-antropologi berkaitan dengan bagaimana tanggapan berdasarkan sistem kesehatan terhadap kebutuhan pelayanan kesehatan warga , serta seberapa besar jarak ekonomi serta budaya antara pengguna serta penyedia pelayanan kesehatan.

KISAH TRAGIS BOCAH LAKILAKI YANG DIPAKSA JADI PEREMPUAN

Kehidupan David Reimer adalah galat satu kisah yg paling menyedihkan pada global. Lahir berdasarkan pasangan suami isteri bernama Ronald Reimer dan Janet dalam tanggal 22 Agustus 1965 sebagai seseorang bayi laki-laki . Di usianya yg masih bayi tadi, dia telah harus menjalani operasi transformasi yg paling nir diinginkan. Selama empat belas tahun semenjak kelahirannya, beliau dibesarkan menjadi seorang perempuan serta diwajibkan buat rutin mengikuti sesi terapi traumatik agar terbiasa dengan syarat barunya sebagai seseorang wanita sampai kelak dewasa nanti.
Namun pada akhirnya terbongkar dan semuanya menjadi jelas siapa tatkala Milton Diamond, seorang dokter ahli seksologis berhasil meyakinkan David buat menceritakan kisah hidupnya agar dokter-dokter lain tidak melakukan hal yg sama pada anak-anak misalnya dirinya. Setelah itu, beliau memberanikan diri untuk mengumumkan pada publik melalui majalah Rolling Stone terkait perkara yg dialaminya. Tak usang kemudian, terbitlah sebuah buku berjudul As Nature Made Him: The Boy Who Was Raised as a Girl, yg mengisahkan kehidupan David Reimer sebenarnya. Berikut kisah tragis kehidupan David Reimer hingga akhirnya beliau tewas karena bunuh diri.
David kecil mengalami kondisi kelainan medis yang dikenal menggunakan “Phimosis”

Saat masih bayi, David Reimer, lahir menjadi Bruce Reimer, sudah disunat pada lepas 27 April 1996 buat memperbaiki kondisi medis yg disebut menggunakan phimosis. Tetapi operasi tersebut gagal serta mengakibatkan kerusakan tetap pada penisnya yg nir bisa diperbaiki lagi. Bruce Reimer dan saudara kembar identiknya, Brian Reimer, dibawa ke ahli urologi sang orang tuanya ketika mereka melihat adanya sesuatu yg tidak normal pada anak-anak lakinya tersebut saat kencing. Mereka kemudian didianosis dengan phimosis serta mendapat rujukan agar dilakukan sunat waktu usianya baru tujuh bulan. Phimosis adalah kondisi dimana kulit khatan penis nir bisa ditarik balik sebagai akibatnya terjadi pembengkakan (penggelembungan kulit khatan) waktu buang air mini dan nyeri waktu birahi, tetapi tidak terlalu berbahaya.
Operasi pertama kali dilakukan dalam Bruce menggunakan menggunakan metode kauterisasi yang nir konvensional. Penis Bruce terbakar parah selama operasi serta nir memungkinkan buat dapat diperbaiki lagi. Akhirnya para dokter memilih untuk nir melakukan operasi pada adiknya Brian, yang kemudian phimosisnya sembuh atau normal sendiri seiring saat tanpa dilakukan operasi apapun.
Orangtua mulai khawatir dengan masa depan anaknya Bruce Reimer

Pada tahun 1967, khawatir tentang masa depan anaknya, orangtua Bruce berkonsultasi menggunakan psikolog John Money, yang mengklaim bahwa Bruce cenderung memiliki kehidupan seksual yang sukses dan fungsional layaknya seseorang wanita. Dia membujuk orangtua Bruce supaya mau membiarkan anaknya menjalani operasi pengangkatan ulang jenis kelamin.
John Money sendiri merupakan seorang psikolog di Rumah Sakit Johns Hopkins, Baltimore, Maryland, yang dikenal luas sebagai pelopor pada bidang pengembangan seksual serta identitas gender berdasarkan penelitiannya terhadap pasien interseks. Money adalah pendukung “Teori Netralis Gender”, yang percaya bahwa identitas gender adalah output pembelajaran sosial dan dapat dirubah melalui intervensi perilaku. Setelah melihat wawancaranya pada televisi dalam bulan Februari 1967, keluarga Reimer akhirnya membawa Bruce buat bertemu dengan Money. Money dan timnya membujuk keluarga Reimer agar percaya bahwa operasi ulang pembentukan jenis kelamin adalah pilihan terbaik bagi Bruce.
Bruce menjalani operasi pergantian kelamin pada usia 20 bulan

Pada usianya yang masih bayi tersebut, Bruce menjalani operasi di mana testisnya kemudian diangkat diciptakan vulva protesis. Dia berganti nama sebagai “Brenda” serta dalam hal ini Money selalu memberi dukungan psikologis sekaligus juga menjadi kesempatan baginya buat melanjutkan penelitian.
Setelah dilakukan pembedahan serta pergantian jenis kelamin, Money secara rutin menemui Bruce setiap tahun buat konsultasi dan penilaian. Bagi Money, Bruce merupakan contoh kasus paling paripurna dalam identitas gender menjadi aspek yg dipelajari secara sosial dari perasaan atas identitas diri seorang.saudaranya Brian Reimer sebagai kontrol subjek ideal karena keduanya merupakan satu gen, lingkungan famili, dan satu rahim juga. Selain itu, Bruce jua adalah bayi laki-laki pertama yg nir mengalami kelainan seksual prenatal atau pascakelahiran yg melakukan operasi pengangkaan serta rekonstruksi jenis kelamin.
Bruce serta saudaranya dipaksa melakukan tindakan asusila sang Money

Menurut Bruce, ia dan saudaranya pernah dipaksa supaya mau melakukan tindakan asusila yg menurut Money merupakan bagian menurut eksplorasi seksual masa kecil sehat yang menunjuk dalam bukti diri gender orang dewasa. Pada saat berusia 3 belas tahun, Bruce mengalami depresi percobaan bunuh diri, yang mengakibatkan penghentian terapi.
Bruce berkata bahwa Money memaksanya buat melakukan interaksi layaknya suami isteri. Di kesempatan yang sama, Money mengambil beberapa foto mereka berdua selama melakukan tindakan tadi. Meskipun Money menulis bahwa Bruce menerangkan konduite wanita yang jelas, dari catatan berdasarkan galat seseorang mantan anak didik pada labnya, orangtua Bruce telah berbohong besar terkait keberhasilan eksperimen tersebut.
Dia menceritakan bahwa sejak operasi sampai masa remajanya, Bruce harus buang air mini melalui lubang pada perutnya dan diberi suntikan estrogen buat mendorong perkembangan fisiologis kewanitaannya. Orangtuanya menghentikan tindak lanjut kunjungan waktu Money memaksa mereka supaya mau menjalani operasi lain buat membentuk indera kelamin perempuan protesis. Bruce mengancam akan bunuh diri bila ada kunjungan lagi menurut Money. Pada lepas 14 Maret 1980, orangtua akhirnya mau menceritakan kebenaran mengenai jenis kelamin anaknya Bruce serta menetapkan buat mengumpulkan pulang identitas kelaki-lakiannya dan membarui namanya menjadi David Reimer.
Pada tanggal 4 Mei 2004, David bunuh diri menggunakan menembak kepalanya sendiri

David sudah menjalani begitu poly operasi buat merekonstruksi p*nisnya serta menghilangkan payudaranya dalam tahun 1987. Dia juga mulai menggunakan suntikan testosteron buat mengembalikan fisiologin kelaki-lakiannya. Dia menikahi Jane Fontaine pada tanggal 22 September 1990, serta mengadopsi ketiga anaknya. Akan tetapi, saudaranya Brian menderita skizofrenia sesudah eksperimen tadi serta mangkat karena overdosis obat antidepresan pada 1 Juli 2002. Dirundung perkara dan kesulitan yang berkepanjangan, pada tanggal dua Mei 2004, sebelumnya sang isteri mengungkapkan bahwa dia ingin berpisah menggunakan dirinya. Dua hari kemudian David melakukan bunuh diri dengan menembak kepalanya sendiri memakai senapan di tempat parkir sebuah toko kelontong.

HAMIL TUA PEREMPUAN INI RUTIN ANGKAT BERAT PAS MELAHIRKAN KONDISI BAYINYA BIKIN SYOK

Seorang perempuan pasti akan lebih berhati-hati apabila usia kehamilannya semakin tua. Biasanya mereka akan mengurangi pekerjaan yang berat.
Tapi tidak bagi Anne Ellison alias Lea menurut Los Angeles, Amerika Serikat ini. Di usia kandungannya yang mencapai 8 bulan, Lea yang memang seseorang atlet angkat besi ini justru rutin berlatih.

Secara rutin, Lee mengangkat beban berat di usia kandungannya yang mulai tua. Kontan saja aksinya itu menuai banyak kecaman, meski tidak sedikit jua yang mendukungnya.
Reaksi pro-kontra itu mencuat saat dirinya mengunggah foto-fotonya yang mengangkat beban berat pada Facebook pada 15 September 2013 lalu. Tak kurang berdasarkan 16 ribu komentar menghiasi dinding facebooknya.
Lea ternyata bukanlah satu-satunya perempuan yang berani mengambil risiko. Nancy Anderson ternyata jua melakukan hal yg sama.

Meski sadar hamil tua, namun Nancy tetap tidak meninggalkan hobinya buat melakukan olahraga berat. Beberapa hari dalan sepekan, beliau rutin melakukan olahraga lari sambil menopang beban berat. Bahkan ia masih rutin melakukan angkat barbel.
Aksinya itu sempat menuai protes menurut para tetangganya. Bahkan Nancy hingga dinilai terlalu mementingkan diri sendiri dan tak menghiraukan kondisi sang bayi pada kandungannya.
Meski begitu, Nancy tidak menghiraukan omongan miring tadi serta telur saja melakukan hobinya olahraga berat. Sepertinya Nancy tahu apa yang dilakukannya itu tidak akan mengganggu kesehatan apalagi keselamatan calon butir hatinya.
Dan benar saja, saat melahirkan, kondisi bayinya membuat banyak orang stress berat. Bayi Nancy lahir menggunakan sangat sehat. Proses persalinannya jua relatif lancar.

Bahkan beliau mengaku tidak mengalami rasa sakit yg berarti ketika melahirnya. Dia konfiden bahwa proses persalinannya yang begitu mudah dan syarat bayinya sehat saat lahir, itu lantaran beliau apa yang dilakukannya selama masa kehamilan.