INVESTASI KESEHATAN UNTUK PEMBANGUNAN EKONOMI

Investasi Kesehatan Untuk Pembangunan Ekonomi
Tulisan ini dimaksudkan buat menyamakan pemahaman kita beserta mengenai pentingnya peranan investasi kesehatan dalam pembangunan ekonomi. Sumber primer dari tulisan ini dari menurut “Konferensi Regional Anggota Parlemen Tentang Laporan Komisi Makroekonomi dan Kesehatan” yg diselenggarakan sang World Health Organization (WHO) pada Bangkok, Thailand dalam lepas 15 – 17 Desember 2002. Konferensi ini diikuti oleh para anggota parlemen yang dari 9 negara, yaitu Bangladesh, Bhutan, India, Indonesia, Maldives, Myanmar, Nepal, Sri Lanka, dan Thailand.

Pada Konferensi Tingkat Tinggi Dunia Tentang Pembangunan Sosial (The World Summit For Social Development) di Copenhagen tahun 1995 telah dilakukan pembahasan menggunakan tema difokuskan pada penanggulangan kemiskinan, penciptaan lapangan kerja serta kesetiakawanan sosial. Dengan latar belakang ini, selanjutnya para Menteri Kesehatan mengungkapkan tentang peranan kesehatan dalam pembangunan berkelanjutan, dalam pertemuannya yg ke-13 bulan September 1995. Para Menteri Kesehatan sangat menyadari mengenai keterkaitan antara kemiskinan dengan kesehatan. 

Selanjutnya, sudah diterbitkan monografi tentang kaitan antara kemiskinan dan kesehatan sebagai issu regional pada Asia Tenggara pada bulan Juli tahun 1997. Monografi tersebut diantaranya menyimpulkan bahwa kebijakan makroekonomi seharusnya diarahkan buat menjamin pertumbuhan ekonomi serta pembangunan sosial secara beriringan. Analisis menunjukan bahwa penanggulangan kemiskinan serta peningkatan status kesehatan memerlukan kerangka kebijakan makroekonomi yg kondusif buat menciptakan pertumbuhan ekonomi yg cepat dan berkeadilan.

Pada pertemuan mereka pada tahun 1997, para Menteri Kesehatan mengadopsi Deklarasi Tentang Pembangunan Kesehatan pada Regional Asia Tenggara untuk Abad ke-21. Pada rendezvous tadi, mereka menyatakan pendiriannya bahwa kesehatan merupakan adalah inti atau pusat buat pembangunan serta kesejahteraan. Mereka menyadari bahwa masih ada hubungan yang sangat erat antara kemiskinan dengan kesakitan, serta menciptakan komitmen diantara mereka untuk memenuhi kebutuhan kesehatan bagi penduduk miskin sebagai prioritas yang paling tinggi.

Selanjutnya, dalam Deklarasi mengenai Kesehatan Masyarakat di Calcutta, pada bulan November 1999 diantaranya meneguhkan komitmen bahwa penangulangan kemiskinan, serta keadilan sosial, yang merupakan elemen primer buat mewujudkan kesehatan bagi seluruh. Dengan demikian, keterkaitan antara kesehatan dan pembangunan telah disadari oleh para pemimpin kesehatan dan produsen kebijakan di regional Asia Tenggara.

Laporan Komisi Makroekonomi serta Kesehatan (selanjutnya diklaim Komisi) dalam bulan Desember 2001 menekankan pentingnya pembangunan manusia menjadi sentral pembangunan.

Keterkaitan Antara Kesehatan dan Pembangunan
Laporan Komisi, menganalisis aneka macam hubungan keterkaitan antara kesehatan menggunakan pembangunan ekonomi yg bisa diterangkan melalui banyak sekali mekanisme. Berikut ini akan diuraikan pembahasan terhadap 3 penekanan area, yaitu pertama, kesehatan dan pembangunan, ke 2, kesehatan serta kemiskinan, serta ketiga, pendekatan dari aspek demografi. 

Pertama, Kesehatan dan Pembangunan. 
Pada taraf mikro yaitu pada taraf individual serta famili, kesehatan merupakan dasar bagi produktivitas kerja serta kapasitas buat belajar di sekolah. Tenaga kerja yg sehat secara fisik dan mental akan lebih enerjik dan kuat, lebih produktif, dan mendapatkan penghasilan yg tinggi. Keadaan ini terutama terjadi di negara-negara sedang berkembang, dimana proporsi terbesar berdasarkan angkatan kerja masih bekerja secara manual. Di Indonesia menjadi contoh, energi kerja pria yg menderita anemia mengakibatkan 20% kurang produktif bila dibandingkan dengan tenaga kerja laki-laki yg nir menderita kurang darah. Selanjutnya, anak yang sehat memiliki kemampuan belajar lebih baik serta akan tumbuh sebagai dewasa yg lebih terdidik. Dalam keluarga yg sehat, pendidikan anak cenderung buat tidak terputus apabila dibandingkan menggunakan famili yang nir sehat.

Pada tingkat makro, penduduk menggunakan taraf kesehatan yang baik adalah masukan (input) penting buat menurunkan kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, dan pembangunan ekonomi jangka panjang. Beberapa pengalaman sejarah akbar mengambarkan berhasilnya tinggal landas ekonomi seperti pertumbuhan ekonomi yang cepat didukung oleh terobosan penting di bidang kesehatan rakyat, pemberantasan penyakit dan peningkatan gizi. Hal ini antara lain terjadi pada Inggris selama revolusi industri, Jepang serta Amerika Selatan dalam awal abad ke-20, serta pembangunan di Eropa Selatan serta Asia Timur pada permulaan tahun 1950-an serta tahun 1960-an.

Informasi yg paling mengagumkan merupakan penelusuran sejarah yg dilakukan sang Prof. Robert Fogel, yg menyatakan bahwa peningkatan ketersediaan jumlah kalori buat bekerja, selama 200 tahun yang lalu mempunyai kontribusi terhadap pertumbuhan pendapatan per kapita seperti terjadi pada Perancis dan Inggris. Melalui peningkatan produktivitas energi kerja serta pemberian kalori yang cukup, Fogel memperkirakan bahwa pemugaran gizi menaruh kontribusi sebanyak 30% terhadap pertumbuhan pendapatan per kapita pada Inggris.

Bukti-bukti makroekonomi menjelaskan bahwa negara-negara dengan kondisi kesehatan dan pendidikan yang rendah, mengahadapi tantangan yang lebih berat buat mencapai pertumbuhan berkelanjutan bila dibandingkan menggunakan negara yang lebih baik keadaan kesehatan dan pendidikannya. Pada Tabel 1 dibawah ini ditunjukkan tingkat pertumbuhan menurut beberapa negara sedang berkembang dalam periode 1965-1994. Pengelompokan negara-negara tadi didasarkan atas taraf pendapatan serta angka kematian bayi (sebagai proksi berdasarkan seluruh keadaan penyakit pada tahun 1965). Tabel tadi mengungkapkan pada negara-negara dengan tingkat angka kematian bayi yang rendah menikmati tingkat pertumbuhan ekonomi yg tinggi pada periode eksklusif.

Terdapat hubungan yang bertenaga antara tingkat kesehatan yang baik dengan pertumbuhan ekonomi yg tinggi. Secara statistik diperkirakan bahwa setiap peningkatan 10% menurut nomor harapan hayati (AHH) ketika lahir akan menaikkan pertumbuhan ekonomi minimal 0.tiga–0.4% pertahun, bila faktor-faktor pertumbuhan lainnya permanen. Dengan demikian, perbedaan tingkat pertumbuhan tahunan antara negara-negara maju yang mempunyai AHH tinggi (77 tahun) menggunakan negara-negara sedang berkembang dengan AHH rendah (49 tahun) merupakan sekitar 1.6%, dan dampak ini akan terakumulasi terus menerus.

Peningkatan kesejahteraan ekonomi menjadi akibat menurut bertambah panjangnya usia sangatlah penting. Dalam membandingkan tingkat kesejahteraan antar gerombolan warga , sangatlah penting buat melihat nomor harapan hayati, misalnya halnya menggunakan tingkat pendapatan tahunan. Di negara-negara yang tingkat kesehatannya lebih baik, setiap individu memiliki rata-homogen hidup lebih lama , menggunakan demikian secara hemat mempunyai peluang buat buat memperoleh pendapatan lebih tinggi. Keluarga yang usia asa hidupnya lebih panjang, cenderung buat menginvestasikan pendapatannya pada bidang pendidikan serta menabung. Dengan demikian, tabungan nasional dan investasi akan semakin tinggi, serta pada gilirannya akan menaikkan pertumbuhan ekonomi.

Peranan kesehatan diantara banyak sekali faktor pertumbuhan ekonomi dapat digambarkan dalam Diagram 1 dibawah ini. Dalam diagram tadi bisa dipandang, pembangunan ekonomi disatu fihak, adalah fungsi dari kebijakan dan institusi (kebijakan ekonomi, pemerintahan yg baik, serta penyediaan pelayanan publik), serta faktor masukan (asal daya manusia, teknologi, dan kapital perusahaan) dilain fihak. 

Kesehatan yang tidak baik akan menaruh pengaruh tidak baik terhadap pertumbuhan ekonomi, hal ini diantaranya terjadi pada sub-Sahara Afrika dan Asia Selatan. Beban berat yang diakibatkan sang penyakit dan dampak gandanya terhadap produktivitas, kependudukan, dan pendidikan memiliki peranan dalam kinerja ekonomi yang buruk dan kronis pada negara-negara Afrika. Studi terkini yang dilakukan sang Bloom dan Sachs, menemukan bahwa lebih menurut setengahnya dari keterbelakangan pertumbuhan pada negara-negara Afrika jika dibandingkan dengan menggunakan negara-negara pada Asia Timur, secara statistik dapat diterangkan sang beban berat dampak penyakit, kependudukan, dan geografis jika dibandingkan menggunakan variabel-variabel tradisional menurut ekonomimakro serta politik pemerintahan. Sebagai contoh, tingginya nomor prevalensi penyakit malaria memperlihatkan hubungan yang erat dengan penurunan pertumbuhan ekonomi sebesar satu persen atau lebih setiap tahunnya.

Kedua, Kesehatan serta Kemiskinan
Berbagai indikator kesehatan di negara-negara berpendapatan rendah serta menengah bila dibandingkan dengan negara-negara berpendapatan tinggi, memperlihatkan bahwa angka kesakitan dan kematian secara bertenaga berkorelasi terbalik menggunakan pendapatan, misalnya terlihat dalam Tabel 2 dibawah ini. Studi lain dilakukan oleh Bank Dunia yg membagi keadaan kesehatan antara gerombolan penduduk berpenghasilan tinggi serta rendah dalam negara-negara tertentu. Sebagai contoh, taraf kematian anak pada quantil termiskin pada Bolivia serta Turki diperkirakan empat kali lebih besar dibandingkan dengan tingkat kematian dalam quantil terkaya. Dengan demikian kebijakan yang diarahkan buat menanggulangi penyakit malaria dan kekurangan gizi secara langsung merupakan implementasi berdasarkan kebijakan mengurangi kemiskinan. 

Komitmen global buat menaikkan status kesehatan secara kentara dicantumkan dalam Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals-MDGs). Tujuan pembangunan milenium tadi diantaranya: (1) menurunkan nomor kematian anak sebesar dua pertiganya dalam tahun 2015 dari keadaan tahun 1990; (dua) menurunkan nomor kematian bunda melahirkan sebesar 3 perempatnya dalam tahun 2015 menurut keadaan 1990; dan (3) menunda peningkatan prevalensi penyakit HIV/AIDS dan penyakit primer lainnya dalam tahun 2015. Tujuan pembangunan milenium difokuskan terhadap pengurangan kemiskinan dalam biasanya serta beberapa tujuan kesehatan dalam khususnya, sehingga terdapat keterkaitan antara upaya keseluruhan penurunan kemiskinan menggunakan investasi pada bidang kesehatan. 

Beberapa alasan meningkatnya beban penyakit dalam penduduk miskin adalah: Pertama, penduduk miskin lebih rentan terhadap penyakit lantaran terbatasnya akses terhadap air higienis serta sanitasi dan kecukupan gizi. Kedua, penduduk miskin cenderung enggan mencari pengobatan walaupun sangat membutuhkan lantaran terdapatnya kesenjangan yg akbar menggunakan petugas kesehatan, terbatasnya asal daya buat memenuhi kebutuhan dasar, serta terbatasnya pengetahuan buat menghadapi agresi penyakit.

Konsekuensi ekonomi apabila terjadi serangan penyakit pada anggota famili adalah bala apabila buat porto penyembuhannya mengharuskan menjual aset yang mereka miliki atau berhutang. Hal ini akan mengakibatkan famili jatuh kedalam kemiskinan, dan jika tidak sanggup keluar dari hal ini akan mengganggu taraf kesejahteraan seluruh anggota famili bahkan generasi berikutnya. Serangan penyakit yg nir fatal pada kehidupan awal akan memiliki efek yang merugikan selama daur hayati berikutnya. Pendidikan secara luas dikenal sebagai kunci dari pembangunan, tetapi masih belum dihargai betapa pentingnya kesehatan anak dalam pencapaian hasil pendidikan. Kesehatan yang jelek secara eksklusif menurunkan potensi kognitif serta secara nir langsung mengurangi kemampuan sekolah. Penyakit bisa memelaratkan famili melalui menurunnya pendapatan, menurunnya nomor harapan hidup, serta menurunya kesejahteraan psikologis.

Ketiga, Pendekatan Aspek Demografi
Hal yang paling merugikan, tetapi kurang diperhatikan, biaya yang tinggi menurut kematian bayi dan anak dapat dipandang dari aspek demografi. Keluarga miskin akan berusaha mengganti anaknya yang meninggal dengan cara mempunyai jumlah anak yang lebih poly. Jika famili miskin mempunyai poly anak maka keluarga tadi tidak akan sanggup melakukan investasi yang cukup buat pendidikan dan kesehatan untuk setiap anaknya. Dengan demikian, tingginya beban penyakit pada famili yang mempunyai poly anak akan menyebabkan rendahnya investasi buat kesehatan serta pendidikan buat setiap anaknya. 

Bukti empiris mengenai adanya hubungan antara taraf fertilitas dengan tingkat kematian anak merupakan sangat bertenaga. Negara-negara yg mempunyai angka kematian bayi kurang dari 20, mempunyai angka homogen-homogen tingkat fertilitas (Total Fertility Rate) sebesar 1.7 anak. Negara-negara dengan taraf kematian bayi diatas 100 mempunyai nomor rata-rata tingkat fertilitas 6,2 anak. Pola ini menuntun pengertian kita bahwa negara-negara yang memiliki tingkat kematian bayi yang tinggi mempunyai taraf pertumbuhan penduduk tercepat di dunia dengan segala konsekwensinya.

Ketika angka kematian anak menurun, disertai menggunakan turunnya tingkat kesuburan, secara keseluruhan taraf pertumbuhan penduduk juga menurun serta rata-rata umur penduduk akan meningkat. Ratio ketergantungan penduduk jua akan menurun. Perubahan demografi ini akan mendorong keseluruhan peningkatan GNP per kapita dan pertumbuhan ekonomi. Meningkatnya proporsi penduduk usia kerja secara eksklusif menaikkan GNP per kapita. 

Memilih Intervensi Untuk Kesehatan Yang Lebih Baik 
Di berbagai negara khususnya pada negara-negara yang sedang berkembang, ketersediaan sumber daya untuk mengatasi kasus kesehatan sangat terbatas, oleh karenanya pemilihan alternatif intervensi kesehatan yang cost-effective menjadi krusial. Pada tahun 1978, melalui Deklarasi Alma Ata tujuan kesehatan bagi seluruh sudah disetujui sang seluruh negara anggota Organisasi Kesehatan Sedunia (World Health Organization-WHO). Beberapa kesepakatan dalam deklarasi tadi adalah komitmen negara-negara anggota terhadap keadilan kesehatan, lebih memfokuskan pelayanan kesehatan pencegahan (preventive) dan peningkatan (promotive) dibandingkan dengan pengobatan (curative) serta pemulihan (rehabilitative), menaikkan kerjasama lintas sektoral, serta menaikkan partisipasi rakyat.

Sampai saat ini beberapa komitmen tadi belum bisa diwujudkan. Sebagian akbar negara-negara berpendapatan rendah lebih poly mengalokasikan asal daya buat pelayanan kesehatan pengobatan. Hal ini menyebabkan terjadinya inefisiensi alokasi, penggunaan teknologi yg tidak tepat, dan inefisiensi teknis. Hanya sedikit negara yang sukses mencapai kesehatan yg adil dan berhasil menjalin kerjasama lintas sektor serta partisipasi warga dengan baik.

Menilai Status Kesehatan Penduduk
Status kesehatan penduduk umumnya dievaluasi menggunakan menggunakan berbagai indikator yg secara garis akbar dibagi dalam 2 gerombolan . Kelompok pertama, berisikan indikator yang menghitung jumlah kematian yg terjadi selama periode eksklusif. Contohnya adalah angka kematian kasar (Crude Death Rate-CDR) serta angka kematian bayi (Infant Mortality Rate-IMR). Kelompok penduduk yang mempunyai nomor CDR dan IMR yang rendah dikatakan mempunyai status kesehatan yang lebih baik jika dibandingkan menggunakan gerombolan penduduk yang nomor CDR serta IMR nya tinggi.

Kelompok kedua, berisikan banyak sekali indikator yg memberitahuakn jumlah orang yg menderita kecacatan dampak penyakit tertentu. Contohnya adalah jumlah penderita AIDS, Tuberkulosis (TB), Polio, dan sakit mental. Sama dengan grup pertama, gerombolan penduduk yg mempunyai jumlah penderita AIDS atau TB lebih sedikit dikatakan lebih sehat bila dibandingkan menggunakan grup penduduk yang jumlah penderita penyakit tadi lebih poly. 

Kedua grup indikator tersebut sayangnya nir menyebutkan kepada kita kapan kematian atau kecacatan terjadi, bagaimana taraf parahnya penyakit, dan berapa lama mereka menderita. Masyarakat pempunyai nilai atau persepsi yg tidak selaras tentang hal-hal tadi.

Untuk mengatasi hal tadi, dalam tahun 1993 kedua kelompok indikator tersebut digabungkan kedalam satu indikator yang diklaim DALY ( Disability Adjusted Life Years ) buat mengukur menggunakan lebih baik status kesehatan penduduk. DALY menggambarkan jumlah tahun buat hayati sehat yg hilang menjadi akibat menurut kematian serta kecacatan. Satu DALY didefinisikan menjadi satu tahun yg hilang buat hidup sehat dampak menurut kematian serta kecacatan. Penggunaan DALY dapat digunakan buat membandingkan kesehatan penduduk dari waktu ke waktu atau membandingkan antara satu grup penduduk menggunakan grup penduduk lain menggunakan lebih gampang dan sederhana. Kesimpulannya, DALY mengukur beban yang disebabkan sang penyakit yang diakibatkan sang kematian dan atau kecacatan yg harus ditanggung sang warga . Penggunaan indikator DALY bisa dianalogikan dengan penggunaan indikator HDI (Human Development Index) yang dikembangkan oleh UNDP yang merupakan indikator komposit dari kesehatan, pendidikan dan taraf pendapatan.

Komisi Makroekonomi serta Kesehatan dalam penyusunan laporannya memakai DALY dan analisis manfaat biaya . Dalam laporan tadi satu DALY dievaluasi sebanyak rata-homogen pendapatan perkapita pada setahun.

Beban Penyakit Di Regional Selatan-Timur Asia
Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) telah melakukan perhitungan beban penyakit secara global (Global Burden of Disease-GBD) pada tahun 1999, 2000, dan 2001. Dalam GBD tersebut, penyakit dibagi pada tiga katagori besar yaitu penyakit menular (Communicable diseases), penyakit nir menular (Non-communicable diseases), dan kecelakaan (Injuries). Pada Tabel 3 tersaji data perbandingan kehilangan DALY antara Global dengan Regional Timur-Selatan Asia (South-East Asia Region-SEAR).

Komisi tersebut mengarahkan agar dilakukan intervensi langsung terhadap tujuh penyebab utama kematian tersebut, serta hegemoni tersebut dilaksanakan melalui pelayanan kesehatan dasar misalnya Puskesmas, Puskesmas Pembantu dan jaringannya agar lebih dekat pelayanannya terhadap penderita, disebut menggunakan sistem Dekat Dengan Klien-DDK (Close to Client-CTC)

Memilih hegemoni menggunakan porto efektif seperti yang telah diuraikan diatas tidak akan secara otomatis meningkatkan keadilan pelayanan kesehatan. Terdapat tiga faktor utama yg mensugesti taraf penggunaan (utilisasi) pelayanan kesehatan secara optimal serta menghipnotis status kesehatan yaitu kendala geografik, pembiayaan, serta sosio-antropologis. Dengan melaksanakan sistem DDK diperlukan akan menghilangkan kendala geografis. Untuk mengatasi hambatan keuangan dianjurkan buat melaksanakan sistem asuransi kesehatan buat menggantikan sistem pembayaran pelayanan kesehatan pribadi. Asuransi kesehatan, diluar asuransi swasta komersial akan mencegah keluarga jatuh kedalam keadaan melarat. Komisi juga menganjurkan diterapkannya skema skala kecil pembiayaan kesehatan yg dari dari rakyat (Di Indonesia dikenal menggunakan Dana Sehat), sebagai manifestasi partisipasi masyarakat dalam pembangunan kesehatan. Hambatan sosio-antropologi berkaitan dengan bagaimana tanggapan berdasarkan sistem kesehatan terhadap kebutuhan pelayanan kesehatan warga , serta seberapa besar jarak ekonomi serta budaya antara pengguna serta penyedia pelayanan kesehatan.

Comments