PENGERTIAN FAKTOR PSIKOLOGIS KONSUMEN

Pengertian, Faktor Psikologis Konsumen 
Psikologi asal menurut bahasa Yunani Kuno: psyche = jiwa serta logos = kata, dalam arti bebas psikologi adalah ilmu yg memeriksa mengenai jiwa/mental. Psikologi tidak menilik jiwa/mental itu secara langsung karena sifatnya yg abstrak, tetapi psikologi membatasi pada manifestasi serta ekspresi dari jiwa/mental tersebut yakni berupa tingkah laris serta proses atau kegiatannya, sehingga Psikologi bisa didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang menilik tingkah laku dan proses mental.

R.S. Woodworth memberikan batasan tentang psikologi yang dikutip oleh M. Ngalim Purwanto (2007) menjadi berikut: “Psychology can be defined as the science of the activities of the individual”. Sedangkan berdasarkan Leon Schiffman serta Leslie Lazar Kanuk (2008) menyatakan : “Karakteristik psikologis merujuk ke sifat-sifat diri atau hakiki konsumen perorangan”. Menurut Stephen P. Robbins serta Timothy A. Jugge (2008) menyatakan : “psikologi dapat diartikan menjadi ilmu pengetahuan yg berusaha mengukur, mengungkapkan, dan terkadang mengubah perilaku manusia serta mahluk lain”.

Dari pengertian-pengertian diatas, maka penulis bisa simpulkan bahwa psikologis konsumen merupakan tingkah laris atau mampu dikatakan konduite yg didorong sang jiwa/mental konsumen itu sendiri buat melakukan segala aktivitasnya.

Faktor Psikologis Konsumen
Kotler & Armstrong (2008) mengungkapkan bahwa: “pilihan atau keputusan pembelian konsumen ditentukan sang empat faktor psikologis primer: yaitu motivasi, persepsi, pembelajaran, dan agama dan perilaku”.

1. Motivasi
Menurut Kotler serta Armstrong (2008) mengemukakan motif merupakan kebutuhan yang mendorong seorang secara kuat mencari kepuasan atas kebutuhan tadi”. Psikolgis sudah mengembangkan beberapa teori motivasi. Dua yg paling terkenal-teori Sigmund Freud serta Abraham Maslow-sudah menaruh arti yg tidak selaras buat analisis konsumen pada pemasaran.

a. Teori Motivasi Freud.
Freud mengasumsikan bahwa seorang sangat nir sadar akan kekuatan psikologis yang membangun konduite mereka. Ia melihat manusia tumbuh, serta memutuskan banyak dorongan. Dorongan itu nir akan hilang serta nir akan mampu dikendalikan menggunakan sempurna; semua itu ada ke pada mimpi, ke galat bicara, ke perilaku neourotik dan obsesif, atau akhirnya sebagai sakit jiwa. Oleh karenanya, Freud membenarkan bahwa orang nir tahu sepenuhnya motivasinya.

b. Teori Motivasi Maslow
Abraham Maslow berusaha menyebutkan mengapa seorang terdorong sang kebutuhan eksklusif dalam waktu-ketika eksklusif. Maslow mengemukakan kebutuhan insan tersusun pada sebuah hirarki, dari yg paling mendesak sampai yang kurang mendesak. Hierarki kebutuhan Maslow dapat ditinjau di gambar 2.1. Diurut menurut segi kepentingannya, kebutuhan itu adalah, kebutuhan fisiologi, kebutuhan keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan diri, serta kebutuhan aktualisasi. Orang berusaha memuaskan kebutuhan yang paling krusial terlebih dahulu. Pada saat kebutuhan tersebut terpenuhi, kebutuhan tersebut akan terhenti sebagai motivator serta beliau akan memenuhi kebutuhan paling krusial selanjutnya. Contoh, orang yg lapar (kebutuhan fisiologis) tidak akan tertarik dalam apa yang terjadi baru-baru ini pada dunia seni (kebutuhan aktualisasi diri), pula nir tertarik dalam apakah mereka dicermati atau dihargai oleh orang lain (kebutuhan penghargaan diri), jua tidak tertarik pada apakah dia menghirup udara segar (kebutuhan keamanan).

Gambar Hierarki kebutuhan Maslow
Sumber: Kotler dan Armstrong (2008) 

2. Persepsi
Menurut Kotler dan Armstrong (2008) mengartikan bahwa: “persepsi merupakan proses meyeleksi, mengatur, serta menginterpretasikan informasi guna membentuk citra yg berarti tentang global”. Sedangkan berdasarkan Stephen P. Robbins dan Timothy A. Judge (2008) mengemukakan bahwa: “persepsi adalah sebuah proses dimana individu mengatur serta menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna menaruh arti bagi lingkungan mereka.” 

Orang yang memperoleh rangsangan yang sama dapat membentuk persepsi yang berbeda-beda, lantaran adanya 3 proses perseptual yaitu:
  • Perhatian selektif, adalah kesamaan orang buat menyaring berita yang mereka dapatkan.
  • Distorsi selektif, menggambarkan kecenderungan orang buat menginterprestasikan fakta yang sinkron dengan cara yang mendukung apa yg telah mereka percaya.
  • Retensi selektif, adalah kesamaan orang untuk berusaha mempertahankan fakta yang mendukung perilaku dan agama mereka. 

3. Pembelajaran
Menurut Stephen P. Robbins dan Timothy A. Judge (2008) pada bukunya Organizational Behavior yang diterjemahkan oleh Diana Angelica mengemukan bahwa: “pembelajaran adalah setiap perubahan konduite yg nisbi permanen, terjadi sebagai hasil berdasarkan pengalaman”. Sedangkan menurut Kotler dan Armstrong (2008) menyatakan pembelajaran adalah perubahan konduite seseorang lantaran pengalaman.

Menurut Kotler dan Armstrong (2008) pembelajaran terjadi melalui saling impak antara dorongan, stimulan, cues, tanggapan dan penguatan. Dorongan adalah stimulan internal bertenaga buat yang membangkitkan asa buat bertindak. Dorongan berubah sebagai motif bila diarahkan ke objek stimulan yang spesifik. Cues atau petunjuk adalah stimulan mini yg memilih kapan, dimana, dan bagaimana seseorang menaruh tanggapan. Penguatan akan ada karena berdasarkan tanggapan-tanggapan yang sudah ada.

4. Keyakinan dan Sikap
Melalui tindakan dan pembelajaran, orang mendapat keyakinan serta sikap, yg kemudian akan mempengaruhi konduite pembelian. Menurut Kotler dan Armstrong (2008) mendefinisikan keyakinan menjadi pemikiran deskriptif yang dipertahankan seseorang tentang sesuatu”. Keyakinan itu berdasarkan atas pengetahuan, opini, serta keyakinan yang mungkin ditentukan atau nir dipengaruhi rasa emosional. Setelah keyakinan maka akan timbul perilaku yang telah ditentukan sang keyakinan sebelumnya. Menurut Kotler dan Armstrong (2008) mengemukakan sikap adalah penilaian, perasaan, dan kesamaan yang konsisten atas senang atau nir sukanya seseorang terhadap objek atau wangsit.

Menurut Stephen P. Robbins dan Timothy A. Judge (2008) dalam bukunya Organizational Behavior yang diterjemahkan sang Diana Angelica mengemukan bahwa: “sikap adalah pernyataan-pernyataan evaluatif terhadap objek, orang, atau peristiwa. Menurutnya sikap mempunya tiga komponen krusial, yaitu:
• Komponen kognitif (cognitive component), merupakan segmen opini atau keyakinan berdasarkan perilaku.
• Komponen afektif (affective component), merupakan segmen emosional atau perasaan menurut sikap.
• Komponen perilaku (behavioral component), adalah niat untuk berperilaku pada cara tertentu terhadap seorang atau sesuatu.

Sikap menempatkan seorang kedalam kerangka pikiran menyukai atau tidak menyukai sesuatu yg kemudian dapat mendekatkan atau menjauhkannya terhadap hal tersebut. Sikap itu sukar diubah. Sikap seorang itu memiliki pola, serta mengganti satu perilaku akan membutuhkan penyesuaian yang sulit perilaku yg lain.

Menurut Katz pada Mowen serta Minor (2002) mendifinisikan empat fungsi sikap : Utilitarian, Pembelaan-ego, Pengetahuan, Nilai ekspresif :
  • Fungsi Utilitarian : Fungsi sikap Utilitarian mengacu pada pandangan baru bahwa orang mengekspresikan perasaan untuk memaksimalkan penghargaan serta meminimalkan sanksi yg mereka terima dari orang lain.
  • Fungsi Pembelaan-ego : (Ego-Defensive) : Fungsi sikap menjadi pembela ego adalah melindungi orang menurut kebenaran mendasar mengenai diri sendiri atau menurut kenyataan kekejaman dunia luar, Fungsi pembelaan-ego yg disebut pula fungsi pertahanan harga diri (Self-esteem maintenance fuction), mengandalkan pada teori psikoanalitik yaitu kepribadian insan dari dari usaha bergerak maju antara dorongan psikologis menurut pada diri(misalnya lapar, seks dan serangan) dan tekanan sosial buat mentaati aturan, anggaran, dan kode moral. Jadi Sikap misalnya prasangka kaum minoritas, berfungsi menjadi mekanisme pembelaan orang fanatik yg tidak mau mengakui kegelisahan diri mereka yang paling fundamental.
  • Fungsi pengetahuan (Knowledge Funtion) : Sikap juga dapat dipergunakan sebagai standar yang membantu seorang untuk tahu global mereka. Dalam memainkan peran ini, perilaku membantu seseorang buat menaruh arti dalam dunia yg tidak beraturan.
  • Fungsi Nilai-Ekspresif : Mengacu pada bagaimana seseorang mengekspresikan nilai sentral mereka pada orang lain yg biasa dianggap Fungsi identitas sosial. Ekspresi perilaku bahkan bisa membantu seorang dalam mendefinisikan konsep diri mereka kepada yg lain.
Pengukuran perilaku bisa dilakukan dengan menilai pernyataan perilaku seseorang. Pernyataan perilaku adalah rangkaian kalimat yg menyampaikan sesuatu tentang objek sikap yang hendak diungkap. Pernyataan sikap mungkin berisi atau berkata hal-hal yg positif tentang objek sikap, yaitu kalimatnya bersifat mendukung atau memihak pada objek perilaku. Pernyataan ini disebut dengan pernyataan yg favorable. Sebaliknya pernyataan perilaku mungkin juga berisi hal-hal negatif tentang objek sikap yang bersifat nir mendukung maupun kontra terhadap objek perilaku. Pernyataan seperti ini dianggap menggunakan pernyataan yg tidak favorable. Suatu skala perilaku sedapat mungkin diusahakan agar terdiri atas pernyataan favorable dan nir favorable pada jumlah yg seimbang. Dengan demikian pernyataan yg tersaji nir semua positif dan tidak semua negatif yang seolah-olah isi skala memihak atau tidak mendukung sama sekali objek perilaku Azwar (2000).

5. Model Sikap
a. Model Tiga Komponen
Menurut tricomponent attitude model Schiffman dan Kanuk, 2005 dan Engel et.al. (1994), sikap terdiri atas tiga komponen: kognitif, afektif, dan konatif. Kognitif merupakan pengetahuan serta persepsi konsumen, yg diperoleh melalui pengalaman dengan suatu objek perilaku serta liputan berdasarkan banyak sekali sumber. Pengetahuan dan persepsi ini umumnya berbentuk kepercayaan (belief), yaitu konsumen mempercayai bahwa produk mempunyai sejumlah atribut. Kognitif ini acapkali pula diklaim menjadi pengetahuan dan agama konsumen. Afektif menandakan emosi dan perasaan konsumen. Schiffman serta Kanuk (2005) menyebutkan sebagai “as primarily evaluative in nature”, yaitu memperlihatkan penilaian pribadi dan umum terhadap suatu produk, apakah produk itu disukai atau tidak disukai; apakah produk itu baik atau jelek. Konatif menerangkan tindakan seorang atau kecenderungan perilaku terhadap suatu objek Engel, et al. (2004), konatif berkaitan dengan tindakan atau konduite yg akan dilakukan oleh seorang konsumen (likelihood or tendency) dan tak jarang pula diklaim sebagai intention. Solomon (2003) pada Sumarwan (2004) mengungkapkan tricomponent contoh sebagai Model Sikap ABC. A menyatakan sikap (affect), B merupakan perilaku (behavior), C adalah agama (cognitive).

b. Model Sikap Multiatribut Fishbein
Dalam Sumarwan (2004) Model Multiatribut Sikap menurut Fishbein terdiri menurut 3 contoh: the attitude-toward-object model, the attitude-towardbehavior- contoh, serta the theory-of-reasoned-action contoh. Model sikap multiatribut menjelaskan bahwa sikap konsumen terhadap suatu objek perilaku (produk atau merek) sangat dipengaruhi oleh perilaku konsumen terhadap atributatribut yg dinilai. Model perilaku terhadap objek secara spesifik cocok buat pengukuran perilaku terhadap suatu produk atau merek eksklusif Fishbein dalam Schiffman serta Kanuk (2005). Menurut model ini, perilaku konsumen didefinisikan menjadi suatu fungsi menurut penampilan serta evaluasi terhadap sejumlah keyakinan berdasarkan produk tertentu atau atribut-atribut yg dimiliki oleh suatu produk atau merek tertentu Schiffman serta Kanuk (2005). Model ini secara singkat menyatakan bahwa perilaku seorang konsumen terhadap suatu objek akan ditentukan sang sikapnya terhadap banyak sekali atribut yg dimiliki sang objek tersebut Suwarman (2004).

Keputusan Pembelian
Menurut Leon Shciffman dan Leslie Lazar Kanuk (2008) mengemukakan bahwa: “keputusan merupakan seleksi terhadap dua pilihan cara lain atau lebih”. Sedangkan dari Kotler dan Armstrong (2008) mengemukakan bahwa: “keputusan pembelian merupakan tahap proses keputusan dimana konsumen secara aktual melakukan pembelian produk”.

Dari beberapa pengertian diatas dapat penulis simpulkan, bahwa keputusan pembelian merupakan memilih tindakan atau pengambilan keputusan berdasarkan beberapa alternatif yang kemudian dipilih keliru satu atau lebih buat dibeli.

Hubungan Psikologis Konsumen menggunakan Keputusan Pembelian
Sebagaimana yg sudah dijelaskan di atas bahwa psikologis konsumen adalah konduite konsumen yang didorong oleh jiwa/mental konsumen itu sendiri buat melakukan segala aktivitasnya. Begitupun pada hal keputusan pembelian yang adalah kegiatan konsumen yg nir terlepas berdasarkan dorongan psikologis ntuk menentukan keputusan pembelian yg paling sempurna.

Menurut Kotler serta Armstrong (2008) menyatakan bahwa “pembelian konsumen sangat dipengaruhi oleh karakteristik budaya, sosial, pribadi serta psikologis”. Misalnya terlihat pada gambar di bawah ini.

Gambar Karakteristik Yang Mempengaruhi Pembelian Konsumen
Sumber: Kotler & Armstrong (2004)

Kerangka Konseptual
Sumber : Kotler serta Armstrong (2008)

Motivasi diartikan menjadi dorongan bagi konsumen buat melakukan pembelian yang berdasarkan dalam kebutuhan konsumen itu tersebut. Sedangkan persepsi disini dapat diartikan menjadi gambaran atau penilain seseorang terhadap suatu produk, lalu pembelajaran disini diartikan sebagai pengalaman sesudah menggunakan produk dan pembelajaran ini bisa didapat berdasarkan diri kita sendiri juga menurut orang lain, serta yang terakhir adalah keyakinan dan perilaku, keyakinan disini sangat bekerjasama eksklusif dengan kepercayaan terhadap suatu produk eksklusif dan perilaku herbi tindakan dan perasaan seseorang terhadap suatu objek. Keputusan pembelian adalah termin proses keputusan dimana konsumen secara aktual melakukan pembelian produk

Hipotesis
Dari uraian kerangka pemikiran dan teori-teori yg mendukung diatas dapat penulis ambil dugaan sementara bahwa :Terdapat efek antara faktor psikologis terhadap keputusan pembelian.

Penelitian Terdahulu
Joni Gunawan (2006) “Pengaruh psikologis, sosial, dan bauran pemasaran terhadap keputusan rumah tangga dalam membeli produk semen”. Varibel motivasi, perilaku, grup surat keterangan, produk, harga, kenaikan pangkat , dan distribusi secara bersama-sama atau simultan mempunyai efek yg signifikan terhadap keputusan tempat tinggal tangga di kota Palembang pada membeli “produk semen”. Faktor Psikologis berpengaruh secara parsial terhadap keputusan pembelian produk semen. Hal ini ditunjukkan dengan nilai thitung lebih akbar daripada ttabel (3,614>dua,0227) dan probabilitas lebih kecil berdasarkan 0,05 yaitu sebanyak 0,001. Dengan demikian hipotesis 5 diterima.

Dwi Wahyuni (2007) “Pengaruh konduite pembelian mahasiswa terhadap keputusan pembelian komputer notebook di lingkungan mahasiswa UMP.faktor pembelian mahasiswa (yg terdiri menurut budaya, sosial, eksklusif, serta psikologis), bisa diketahui bahwa semua faktor tadi berpengaruh terhadap keputusan pembelian personal komputer notebook. Faktor Faktor Psikologis berpengaruh secara parsial terhadap keputusan pembelian netebook. Hal ini ditunjukkan dengan nilai thitung lebih akbar daripada ttabel (2,189>dua,0227) serta probabilitas lebih kecil berdasarkan 0,05 yaitu sebesar 0,035. 

. Awang Kurnia (2010) “Pengaruh faktor-faktor psikologis konsumen terhadap proses pengambilan keputusan pembelian sepeda motor pada kota padang”. Dari output penelitian yg dilakukan dari faktor-faktor psikologis seperti motivasi, pengetahuan, keyakinan dan perilaku berpengaruh terhadap keputusan pembelian dengan menggunakan rumus R2 dengan persentase sebanyak 55,lima%.

Comments