MAKNA DAN IMPLIKASI UU NO.20 SISDIKNAS TENTANG PAUD

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional, disahkan sang DPR dalam lepas 11 Juni 2003, serta diberlakukan dalam lepas 8 Juli 2003. Dalam Batang Tubuh Undang-Undang tadi memuat 22 Bab, dan 77 Pasal, adalah cukup ideal serta akomodatif pada mengatur sistem pendidikan pada Indonesia, termasuk sistem pendidikan Para sekolah (PAUD). UU Sisdiknas bisa dikatakan sebagai suatu “rahmat” dan "kemenangan" menurut segi konsep tentang PAUD. Pendidikan anak usia dini menurut UU Sisdiknas ini merupakan suatu upaya pelatihan yg ditujukan pada anak semenjak lahir sampai dengan usia enam tahun yg dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan buat membantu pertumbuhan serta perkembangan jasmani serta rohani supaya anak memiliki kesiapan pada memasuki pendidikan lebih lanjut. Dengan demikian target pendidikan anak usia dini dari UU merupakan 0 – 6 tahun, dan dapat dilaksanakan baik melalui jalur pendidikan formal, nonformal, serta/atau informal.
Morrison (1995) menyebutkan bahwa pendidikan anak usia dini meliputi anak-anak semenjak lahir sampai delapan tahun, sinkron menggunakan definisi yg digunakan oleh NAEYC. Program pendidikan anak usia dini melayani anak semenjak lahir sampai delapan tahun melalui grup-grup program selama sehari penuh juga separuh hari pada sentra, tempat tinggal juga institusi. Tujuan acara pendidikan anak usia dini mencakup banyak sekali layanan program yg dirancang buat meningkatkan perkembangan intelektual, sosial serta emosional, bahasa serta fisik anak (Bredecamp & Copple, 1997).
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan suatu konsep gerakan nasional yang menjadi lebih mempunyai kepastian aturan dalam taraf undang-undang, baik berdasarkan segi eksistensi serta program-programnya juga dari segi namanya (Supriadi, 2003). Pendidikan Anak Usia Dini dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menjadi bagian tersendiri yaitu pada Bagian Ketujuh. Kepastian hukum ini membawa konsekuensi logis bagi pemerintah untuk menjalankan amanat Undang-undang Sisdiknas sebagai akibatnya pada bulan yang sama, bertepatan menggunakan puncak Hari Anak Nasional Tanggal 23 Juli 2003, Presiden Megawati Soekarnoputri mencanangkan Pendidikan Anak Usia Dini dilaksanakan di semua Indonesia demi kepentingan terbaik anak.
Bila dikaji lebih lanjut tentang makna UU Sisdiknas yang terkait dengan pendidikan anak usia dini, bisa disimpulkan bahwa PAUD merupakan payung berdasarkan seluruh pendidikan bagi anak usia dini yg bisa dilaksanakan pada jalur formal, nonformal dan informal. Rumusan Pasal 28 itu mewakili pemikiran yang inklusif tentang PAUD. Inklusif dapat mengandung dua pengertian: Pertama, Inklusif bahwa PAUD mencakup semua pendidikan usia dini, apa pun bentuknya, pada mana pun diselenggarakan serta siapa pun yang menyelenggarakannya. Kedua, inklusif mengandung makna bahwa pengertian PAUD dalam UU Sisdiknas "mengatasi" (merupakan nir memperdulikan) tentang siapa yg menangani pendidikan ini. Kalau dikatakan bahwa Direktorat PAUD merupakan pihak yang bertanggung jawab mengoordinasikan, memfasilitasi, dan memantau aktivitas PAUD itu sahih, karena memang tugas dan fungsinya demikian. Tapi bukan berarti juga Direktorat inilah satu-satunya pihak yang bertanggung jawab terhadap seluruh aktivitas dan program PAUD di Indonesia. Direktorat Taman Kanak-kanak/SD dalam batas kewenangan serta sinkron dengan tugas dan fungsinya juga bertanggung jawab pada mendorong perkembangan TK. Begitu pula Departemen Agama yg membina Raudhatul Athfal dan Departemen Sosial yg selama ini membina Taman Penitipan Anak, turut bertanggung jawab (Supriadi, 2003).
MAKNA DAN IMPLIKASI UU SISDIKNAS TENTANG PAUD
Digulirkannya reformasi pada semua bidang; ekonomi, politik, aturan, kepercayaan dan sosial budaya, termasuk bidang pendidikan, adalah harapan baru rakyat Indonesia untuk belajar berdasarkan pengalaman-pengalaman di masa lalu seraya mengarahkan perubahan warga Indonesia menuju masyarakat madani (civil society). Tuntutan reformasi tresebut dipenuhi oleh DPR-RI, beserta dengan pemerintah, menggunakan disahkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tanggal 11 Juni 2003 yang kemudian. Sistem Pendidikan Nasional yang handal serta visioner telah harus diketemukan, agar bisa menjawab globalisasi dan membawa Indonesia hayati sama hormat dan sederajat dalam panggung kehidupan internasional menggunakan bangsa-bangsa maju lainnya. Suatu Sistem Pendidikan Nasional yang mampu mengantarkan orang Indonesia menjadi masyarakat global modern tanpa kehilangan jati dirinya.
Pada era reformasi, sistem pendidikan nasional masih diatur pada Undang-Undang Nomor dua tahun 1989, yg poly pihak menilainya bahwa UU tersebut tidak sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, yg atas dasar itulah kemudian disusun Undang-Undang yang baru mengenai Sistem Pendidikan Nasional, yang meskipun melalui perdebatan yg relatif rumit dan melelahkan, namun akhirnya bisa disahkan menjadi Undang-Undang.
Disahkan dan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional, oleh poly kalangan dipercaya menjadi titik awal kebangkitan pendidikan nasional, termasuk pendidikan Islam di dalamnya. Hal ini lantaran secara eksplisit UU tersebut menyebut kiprah dan kedudukan pendidikan kepercayaan (Islam), baik menjadi proses juga sebagai lembaga.
Setelah berjalan beberapa tahun, nampaknya UU Sisdiknas itu pun sudah waktunya buat direvisi dalam beberapa pasalnya. Tilaar, sebagaimana dikutip Armai Arief, menggarisbawahi kaji ulang sistem pendidikan nasional sebagai berikut : (1) perlunya dikembangkan dan dimantapkan sistem pendidikan nasional yang dititikberatkan kepada pemberdayaan forum pendidikan, dengan cara menaruh otonomi seluas-luasnya kepada lembaga sekolah; (dua) perlunya pengembangan sistem pendidikan nasional yg terbuka bagi keragaman budaya dan warga dalam implementasinya; (tiga) program-acara pendidikan nasional hendaknya dibatasi hanya dalam upaya tetapnya integritas bangsa.
Menurut Armai Arif buat melaksanakan sistem pendidikan nasional yang baru tadi terdapat beberapa program yang harus dilaksanakan yaitu :
Pertama, perlunya mempersiapkan forum-lembaga pendidikan serta training di daerah yang meliputi Sumber Daya Manusia (SDM), organisasi, fasilitas serta acara kerjasama antarlembaga pada wilayah.
Kedua, perlunya debirokratisasi penyelenggaraan pendidikan menggunakan merestrukturisasi departemen sentra supaya lebih efisien, serta secara berangsur-angsur memberikan swatantra pada penyelenggaraan pendidikan dalam tingkat sekolah (otonomi forum).
Ketiga, desentralisasi penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara sedikit demi sedikit, mulai menurut tingkat provinsi, kabupaten/kota menggunakan mempersiapkan SDM, dana, wahana dan prasarana yang memadai pada daerah Tingkat Dua tersebut.
Keempat, perlunya penghapusan aneka macam peraturan perundang-undangan yg menghalangi penemuan serta eksperimen menuju sistem pendidikan yang berdaya saing pada masa depan.
Kelima, mengadakan revisi UU Sistem Pendidikan Nasional bersama peraturan perundangan pelaksanaannya. Revisi ini mencakup swatantra bagi sekolah buat mengatur diri sendiri; peran rakyat buat ikut memilih kebijakan pendidikan yg diwadahi pada bentuk Dewan Sekolah; fungsi supervisi diarahkan buat peningkatan profesionalisme pengajar; adanya otonomi pengajar untuk menentukan metode serta sistem evaluasi belajar, dan sebagainya.
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, disahkan oleh DPR dalam lepas 11 Juni 2003, dan diberlakukan pada lepas 8 Juli 2003. Dalam Batang Tubuh Undang-Undang tersebut memuat 22 Bab, dan 77 Pasal, adalah relatif ideal serta akomodatif pada mengatur sistem pendidikan pada Indonesia, termasuk sistem pendidikan Para sekolah (PAUD). UU Sisdiknas bisa dikatakan sebagai suatu “rahmat” serta "kemenangan" menurut segi konsep mengenai PAUD. 
Pendidikan anak usia dini menurut UU Sisdiknas ini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Dengan demikian sasaran pendidikan anak usia dini menurut UU adalah 0 – 6 tahun, dan dapat dilaksanakan baik melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal. Morrison (1995) menyebutkan bahwa pendidikan anak usia dini meliputi anak-anak semenjak lahir sampai delapan tahun, sinkron menggunakan definisi yg digunakan oleh NAEYC. Program pendidikan anak usia dini melayani anak semenjak lahir sampai delapan tahun melalui grup-grup program selama sehari penuh juga separuh hari pada sentra, tempat tinggal juga institusi. Tujuan acara pendidikan anak usia dini mencakup banyak sekali layanan program yg dirancang buat meningkatkan perkembangan intelektual, sosial serta emosional, bahasa serta fisik anak (Bredecamp & Copple, 1997).
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan suatu konsep gerakan nasional yang menjadi lebih mempunyai kepastian aturan dalam taraf undang-undang, baik berdasarkan segi keberadaan dan acara-programnya juga dari segi namanya (Supriadi, 2003).
Pendidikan Anak Usia Dini dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) sebagai bagian tersendiri yaitu dalam Bagian Ketujuh. Kepastian aturan ini membawa konsekuensi logis bagi pemerintah buat menjalankan amanat Undang-undang Sisdiknas sehingga pada bulan yang sama, bertepatan menggunakan zenit Hari Anak Nasional Tanggal 23 Juli 2003, Presiden Megawati Soekarnoputri mencanangkan Pendidikan Anak Usia Dini dilaksanakan pada seluruh Indonesia demi kepentingan terbaik anak.
Bila dikaji lebih lanjut tentang makna UU Sisdiknas yang terkait menggunakan pendidikan anak usia dini, bisa disimpulkan bahwa PAUD merupakan payung berdasarkan seluruh pendidikan bagi anak usia dini yg bisa dilaksanakan dalam jalur formal, nonformal dan informal. Rumusan Pasal 28 itu mewakili pemikiran yg inklusif tentang PAUD. Inklusif dapat mengandung 2 pengertian: Pertama, Inklusif bahwa PAUD mencakup seluruh pendidikan usia dini, apa pun bentuknya, di mana pun diselenggarakan serta siapa pun yang menyelenggarakannya. Kedua, inklusif mengandung makna bahwa pengertian PAUD pada UU Sisdiknas "mengatasi" (artinya tidak memperdulikan) mengenai siapa yang menangani pendidikan ini. Kalau dikatakan bahwa Direktorat PAUD adalah pihak yang bertanggung jawab mengoordinasikan, memfasilitasi, dan memantau kegiatan PAUD itu benar, lantaran memang tugas dan kegunaannya demikian. Tapi bukan berarti juga Direktorat inilah satu-satunya pihak yg bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan dan program PAUD di Indonesia. Direktorat Taman Kanak-kanak/SD dalam batas wewenang dan sinkron menggunakan tugas serta manfaatnya pula bertanggung jawab dalam mendorong perkembangan TK. Begitu jua Departemen Agama yg membina Raudhatul Athfal serta Departemen Sosial yang selama ini membina Taman Penitipan Anak, turut bertanggung jawab

Comments