KONTRIBUSI PENGEMBANGAN WAKAF TUNAI DI INDONESIA

Kontribusi Pengembangan Wakaf (Tunai) Di Indonesia 
Krisis ekonomi yang terjadi beberapa saat yang lalu, sampai kini masih menyisakan pengaruh di Indonesia. Masalah kemiskinan serta kesenjangan ekonomi masih sebagai rencana yang belum dapat diselesaikan. Goyangnya keberadaan moralitas para fakir miskin dari kehidupan yg kondusif, rukun, dan tenang, lalu cenderung pada perampokan, kerusakan dan kezaliman, bahkan hingga terjadi perbuatan yang mengancam jiwa seseorang yakni pembunuhan, yang itu seluruh disebabkan oleh rasa kecemburuan serta desakan kebutuhan hidup berupa pakaian, pangan, dan papan sebagaimana layaknya orang-orang yang memiliki ekonomi mapan.

Kenyataan di atas mendorong para pemikir serta pengambil kebijakan di Indonesia buat mencari solusi dari kenyataan sosial tersebut. Maka dimulailah meskipun belum sepenuhnya, implementasi berdasarkan Sistem Ekonomi Islam. Sebuah sistem ekonomi cara lain yg sebelumnya hanya berkembang dalam tataran tentang.

Diawali dari zakat. Potensi zakat di Indonesia sangat akbar. Dilihat dari perolehan dana ZIS seluruh Indonesia dalam awal tahun 1990-an, dana ZIS yang diperoleh tercatat sekitar Rp 11 miliar, tetapi pada tahun 2000 tercatat lebih menurut Rp 250 miliar (Budiman, 2002). Sebuah angka yang relatif signifikan buat menekan jumlah penduduk miskin pada Indonesia. Zakat idealnya dapat dijadikan asal pendapatan yang dapat mengangkat harkat dan prestise penduduk miskin Indonesia yg sebagian besar merupakan muslim. Dukungan dari pemerintah pun telah dibuktikan dengan disahkannya produk aturan berupa Undang-Undang yaitu UU No. 38 Tahun 1999 mengenai Pengelolaan Zakat. Dengan demikian, zakat jika didukung sang perangkat perundang-undangan yg memadai dan pengelolaan yang bukan saja profesional (melalui pendekatan sosio-ekonomi) tetapi jua amanah, maka zakat dapat dijadikan sumber pendapatan sang negara.

Satu potensi besar lain yang tampaknya sampai saat ini belum ada kemauan politik yg bertenaga dari pemerintah buat mengimplementasikannya adalah wakaf, meskipun secara simbolik disahkannya UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf menandai kemauan negara buat memperhatikan konflik sosial umat Islam. Hal ini sangatlah disayangkan, lantaran misalnya halnya zakat, wakaf juga mempunyai potensi akbar buat digali sehingga pada akhirnya akan bisa mengurangi jumlah penduduk miskin yg ada di Indonesia.

Perbincangan tentang wakaf kerapkali diarahkan kepada wakaf benda tidak berkecimpung seperti tanah, bangunan, pohon buat diambil buahnya serta sumur buat diambil airnya. Wakaf dalam bentuk benda berkiprah yang meliputi uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual), hak sewa dan benda beranjak lain yang sesuai menggunakan syariah, baru mengemuka belakangan. Di antara wakaf benda berkecimpung yang saat ini cukup ramai diperbincangkan adalah wakaf uang atau lebih sering diklaim sebagai wakaf tunai. Wakaf tunai dikatakan dapat sebagai cara lain yang baik pada rangka memberdayakan ekonomi warga yang bisa membantu buat mengurangi kemiskinan. Artikel ini mencoba menjelaskan Konsep Wakaf Tunai secara luas dengan penekanan pada bagaimana potensi wakaf tersebut bisa sebagai solusi alternatif pada rangka memberdayakan ekonomi rakyat.

Pengertian Wakaf
Wakaf diambil dari kata waqafa yg menurut bahasa berarti menunda atau berhenti. Dalam hukum Islam, wakaf berarti menyerahkan suatu hak milik yg tahan lama (zatnya) pada seseorang atau nadzir (penjaga wakaf), baik berupa perorangan maupun badan pengelola menggunakan ketentuan bahwa output atau manfaatnya digunakan buat hal-hal yg sesuai menggunakan syariat Islam (Sudarsono, 2004).

Menurut Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf disebutkan bahwa wakaf merupakan perbuatan hukum wakif buat memisahkan serta atau menyerahkan sebagian mal miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau buat jangka ketika eksklusif sesuai menggunakan kepentingannya guna keperluan ibadah dan atau kesejahteraan umum menurut syariah.

Dalam wakaf masih ada 4 rukun, yaitu:
  1. Waqif, orang yg melakukan perbuatan wakaf, hendaklah pada keadaan sehat rohaninya dan tidak pada keadaan terpaksa atau pada keadaan tertekan jiwanya.
  2. Mauquf, mal yang akan diwakafkan, wajib kentara wujudnya atau zatnya dan bersifat kekal. Artinya, bahwa harta itu nir habis sekali gunakan dan dapat diambil keuntungannya buat jangka ketika yang lama .
  3. Mauquf’Alaih, target yang berhak menerima hasil atau manfaat wakaf, dapat dibagi sebagai dua macam, yaitu wakaf khairy dan wakaf dzurry. Wakaf khairy merupakan wakaf dimana wakifnya nir membatasi target wakafnya buat pihak tertentu tetapi buat kepentingan generik. Sedangkan wakaf dzurry merupakan wakaf dimana wakifnya membatasi target wakafnya untuk pihak tertentu yaitu famili keturunannya.
  4. Shigot, pernyataan hadiah wakaf. Ulama setuju bahwa akad wakaf hanya membutuhkan ijab saja bila buat wakaf yang ditujukan bagi pihak yg nir eksklusif (ghoiru mu’ayyan). Adapun wakaf yg ditujukan bagi pihak eksklusif (mu’ayyan) ulama tidak sinkron pendapat. Menurut Mahzab Hanafi dalam keadaan seperti itu wakaf hanya membutuhkan ijab saja. Sedangkan menurut Mahzab Syafi’i dan Mahzab Maliki masih mensyaratkan adanya ijab serta qobul.
Konsep Wakaf Tunai
Wakaf tunai merupakan wakaf yg dilakukan seorang, kelompok orang, serta lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai (Tim Departemen Agama RI, 2004). Hukum mewakafkan uang tunai adalah pertarungan yg diperdebatkan di kalangan ulama fiqih. Hal ini ditimbulkan karena cara yang lazim digunakan oleh rakyat dalam berbagi harta wakaf berkisar dalam penyewaan harta wakaf, misalnya tanah, gedung, tempat tinggal , dan semacamnya (wakaf pada bentuk benda nir berkecimpung). Oleh karena itu, seperti dinyatakan Sudarsono (2004) sebagian ulama kurang menerima saat ada pada antara ulama yg berpendapat bahwa hukumnya mewakafkan uang merupakan boleh. Adapun alasan ulama yg tidak membolehkan berwakaf dengan uang adalah:
  1. Dengan uang sebagai aset wakaf, maka penggunaannya akan berhubungan dengan praktek riba.
  2. Bahwa uang mampu habis zatnya sekali pakai. Uang hanya bisa dimanfaatkan dengan membelanjakan sehingga bendanya lenyap, sedangkan inti ajaran wakaf merupakan dalam transedental hasil berdasarkan modal dasar yang tetap lagi abadi. Oleh karena itu, ada persyaratan supaya benda yg akan diwakafkan itu merupakan benda yang tahan lama , tidak habis dipakai.
  3. Uang seperti dirham dan dinar diciptakan sebagai alat tukar yg gampang dalam transaksi jual beli, bukan buat ditarik keuntungannya menggunakan mempersewakan zatnya.
Di Indonesia, dalam hal wakaf tunai pada lepas 11 Mei 2002 Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia telah memutuskan fatwa menjadi berikut:
  1. Wakaf uang (Cash Waqaf/Waqf al-Nuqud) merupakan wakaf yg dilakukan seseorang, gerombolan orang, lembaga atau badan aturan dalam bentuk uang tunai.
  2. Termasuk ke pada pengertian uang merupakan surat-surat berharga.
  3. Wakaf uang hukumnya jawaz (boleh)
  4. Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan buat hal-hal yang dibolehkan secara syar’i.
  5. Nilai pokok wakaf uang wajib dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan, serta atau diwariskan.
Sumber hukum wakaf tunai:
1. Firman Allah SWT

“Kamu sekali-kali tidak hingga pada kebajikan (yg sempurna), sebelum engkau menafkahkan sebahagian harta yang engkau cintai. Dan apa saja yg kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya”
(QS. Ali Imran (3): 92)


“Perumpamaan (nafkah yg dimuntahkan sang) orang yg menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa menggunakan sebutir benih yg menumbuhkan tujuh buah, dalam tiap-tiap butir, seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yg Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui.

Orang yg menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya serta dengan tidak menyakiti (perasaan penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka serta nir (pula) mereka bersedih hati”
(QS. Al-Baqarah (2): 261-262)

2. Hadits Nabi saw
“Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra bahwa Umar bi al-Khaththab ra memperoleh tanah (kebun) di Khaibar, kemudian beliau datang kepada Nabi saw buat meminta petunjuk mengenai tanah tersebut. Ia mengungkapkan, “Wahai Rasulullah! Saya memperoleh tanah di Khaibar, yg belum pernah saya peroleh harta yang lebih baik bagiku melebihi tanah tadi, apa perintah Engkau (kepadaku) mengenainya?” Nabi saw menjawab: “Jika mau, kamu tahan pokoknya serta kamu sedekahkan (output)-nya.”

Ibnu Umar mengungkapkan, “Maka, Umar menyedekahkan tanah tersebut, (menggunakan mensyaratkan) bahwa tanah itu nir dijual, tidak dihibahkan, serta tidak diwariskan. Ia menyedekahkan (output)-nya kepada fuqara, kerabat, riqab (hamba sahaya, orang tertindas), sabilillah, ibnu sabil, serta tamu. Tidak berdosa atas orang yg mengelolanya buat memakan menurut (hasil) tanah itu secara ma’ruf (masuk akal) dan memberi makan (kepada orang lain) tanpa menjadikannya sebagai harta hak milik.”

Rawi mengungkapkan, “Saya menceritakan hadits tersebut pada Ibnu Sirin, kemudian beliau menyampaikan ‘ghaira muta’tstsilin malan (tanpa menyimpannya menjadi harta hak milik)’.”
(HR. Al-Bukhari)

3. Pendapat Ulama
Pendapat Imam al-Zuhri
Mewakafkan dinar hukumnya boleh, menggunakan cara menjadikan dinar tadi menjadi kapital bisnis lalu keuntungannya disalurkan dalam mauquf’alaih.

Mutaqaddimin dari ulama Mazhab Hanafi
Membolehkan wakaf uang dinar dan dirham menjadi dispensasi, atas dasar Istihsan bi al-Urfi dari atsar Abdullah bin Mas’ud ra:

“Apa yang ditinjau baik sang kaum muslimin maka pada pandangan Allah merupakan baik, dan apa yang dipandang buruk oleh kaum muslimin maka pada pandangan Allah pun buruk.”

Pendapat sebagian ulama Mazhab al-Syafi’i
“Abu Tsaur meriwayatkan berdasarkan Imam al-Syafi’i mengenai kebolehan wakaf dinar serta dirham (uang).”

Praktik Wakaf Tunai di Indonesia
Dari hasil penelitian Tim Center for the Study of Religion and Culture (CSRC) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta (Najib dan al-Makassary, 2006), wakaf dalam bentuk uang terbagi ke dalam dua kategori yaitu wakaf uang sebagai pengganti barang dan wakaf uang buat dijadikan modal dimana nilai uangnya sendiri dijamin kelestariannya (cash waqf). Wakaf uang buat pengganti barang lazim dipraktikkan di Indonesia misalnya dalam kegiatan pembangunan masjid, madrasah, serta pesantren. Artinya, pembangunan masjid, madrasah, atau pesantren, umumnya output berdasarkan gotong royong masyarakat baik dalam bentuk materiil misalnya menggunakan memberi wakaf barang bangunan atau uang yang kemudian dibelikan barang, ataupun pada bentuk tenaga.

Berkaitan menggunakan wakaf uang buat dijadikan kapital dan nilai utama uang tadi permanen dijamin kelestariannya, meskipun baru dibolehkan beberapa tahun belakangan (pasca fatwa Majelis Ulama Indonesia tahun 2002), pada praktiknya telah ada 18% nazhir yang pernah mempraktikkannya. Selain itu, relatif banyak juga nazhir (33%) yg menyatakan bersedia mempraktikkan wakaf uang tadi.

Data di atas memperlihatkan bahwa wakaf uang memiliki peluang buat dikembangkan sebagai akibatnya wakaf tidak hanya terbatas pada benda tidak berkecimpung seperti tanah serta bangunan. Dengan wakaf uang, seorang yang ingin berwakaf tidak wajib mengeluarkan uang banyak. Sebagai model, seorang bisa mewakafkan satu pohon jati dengan memberikan uang senilai Rp 25,000,- seperti yg sudah dilakukan Pesantren Al-Zaitun. Selain itu, wakaf uang juga bisa berwujud harta lancar yg penggunaannya sangat fleksibel sehingga sanggup berbentuk modal finansial yg sanggup disimpan pada bank-bank dan sanggup jua berbentuk saham perusahaan.

Keadilan Sosial serta Pengentasan Kemiskinan: Perspektif Islam
Ajaran Islam dalam dasarnya adalah ajaran tauhid, yakni ajaran yg senantiasa meng-Esakan Allah SWT, dan senantiasa mengakui bahwa Nabi Muhammad saw merupakan utusan-Nya. Ajaran tauhid yang meng-Esakan Allah SWT melahirkan satu pengertian bahwa insan seluruhnya merupakan satu keluarga. Al-Qur’an menjelaskan bahwa umat Islam seluruhnya diciptakan berdasarkan satu orang, keanekaragaman insan dari segala aspeknya merupakan tanda-pertanda kebesaran Allah SWT.
Firman Allah SWT:

“Dan pada antara indikasi-tanda kekuasaan-Nya merupakan membentuk langit serta bumi serta berlain-lainan bahasamu serta warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu sahih-benar terdapat pertanda-indikasi bagi orang-orang yg mengetahui.”

Ajaran Islam menekankan agar kemiskinan itu dikurangi bahkan wajib dihilangkan. Setiap manusia bisa hidup sebagaimana insan layaknya, baik itu secara individu juga grup masyarakat. Rasulullah saw bersabda:

“Orang mukmin yg satu menggunakan orang mukmin yang lain ibarat satu bangunan, antara yg satu dengan yg lain saling memperkokoh.”

“Persaudaraan dan afeksi pada antara semua orang beriman ibarat satu tubuh. Bila galat satu anggota badannya mencicipi sakit, maka semua badan yg lain turut mencicipi sakit lantaran demam serta tidak bisa tidur.”
(HR. Al-Bukhari)

Islam jua mendorong umat insan agar selalu berkasih sayang serta mengeluarkan sebagian berdasarkan harta kekayaannya untuk orang lain yang membutuhkan. Islam menganjurkan pada umatnya agar memanfaatkan setiap kesempatan menggunakan sebaik-baiknya pada mencari serta mendapatkan rezeki, sama sekali nir terbatas dalam bisnis buat mencukupi perut sendiri saja, akan namun juga turut dan dalam usaha-usaha mencukupi kebutuhan hidup insan yang lain.

Islam pula menekankan agar insan mengenal kehormatan serta harga diri, memberi kesempatan untuk dapat menaikkan martabatnya dengan menempuh jalan hayati yg berdikari serta terhormat. Oleh karena itu, Islam menetapkan berbagai kewajiban khusus, baik yg bersifat individu juga sosial. Di samping itu, Islam jua mempersamakan segenap umatnya pada hak dan kewajiban dan saling bantu-membantu pada memikul tanggungjawab bersama menggunakan usaha menegakkan keadilan tanpa adanya diskriminasi apapun, tanpa memandang asal keturunan, perbedaan kedudukan sosial, jenis kebangsaan serta warna kulit.

Persoalan yang perlu dikritisi dalam wacana keadilan sosial dari Islam adalah kurangnya pembahasan tentang taktik pencapaian keadilan sosial. Meskipun filantropi Islam dievaluasi menjadi instrumen keadilan sosial, namun tidak kentara bagaimana taktik supaya instrumen ini bekerja secara efektif. Hal ini mengingat tradisi filantropi Islam yang berkembang pada rakyat muslim, khususnya pada Indonesia, masih belum bergeser berdasarkan fungsi keagamaan serta santunan semata. Padahal sebuah perubahan sosial ke arah yang lebih adil tidak relatif diselesaikan menggunakan santunan ataupun jargon semata. Oleh sebab itu strategi keadilan sosial yang dikemukakan sang para pemikir filantropi dewasa ini bisa dipertimbangkan buat membuahkan wakaf serta filantropi Islam lainnya sahih-benar tunggangan bagi keadilan sosial.

Sejarah telah mencatat bahwa usaha Rasulullah saw, lebih berpihak kepada golongan yg lemah, baik dalam memenuhi tuntutan kemerdekaan pribadinya menurut perbudakan juga pada tuntutan kebutuhan ekonomi sosial buat hidup secara lumrah. Dalam memperjuangkan ketertindasan ekonomi umat Islam, Rasulullah saw memfungsikan wakaf menjadi galat satu wahana buat memerangi kemiskinan. Hadis Nabi dan praktik para teman menampakan bahwa wakaf sesungguhnya bagian berdasarkan ajaran Islam yang absah. Wakaf dalam bentuknya yg masih sederhana sudah dipraktikkan oleh para sahabat dari petunjuk Nabi.

“Salah satu hadis yang dikaitkan menggunakan wakaf merupakan hadis Shahih Muslim yang berbunyi: Rasulullah saw bersabda: “apabila Anak Adam mangkat dunia, maka terputuslah amal baiknya kecuali 3 perkara: sedekah yang mengalir (sadaqa jariya), ilmu yang berguna dan anak saleh yang mendoakannya.”

Riwayat Jabir menyebutkan bahwa semua teman Nabi yang bisa sudah mempraktikkan wakaf.

Sekalipun kemiskinan adalah sunnatullah pada kehidupan insan pada alam dunia, tetapi paling tidak harus ada upaya buat mendominasi kehidupan gerombolan orang-orang yang ekonominya mapan sesuai dengan kebutuhannya. Untuk membawa manusia ke jalan Tuhan, satu faktor yg sangat krusial adalah memberantas kemiskinan. Orang-orang yang hidupnya mengalami tekanan-tekanan sosial ekonomi, sangat gampang menimbulkan wangsit tentang kejahatan. Di suatu negara yang rakyatnya lebih poly hidup dalam keadaan melarat, maka negara itu akan gampang dijangkiti penyakit krisis akhlak serta sebagai tanah yg fertile bagi perbuatan nir bermoral.

Dalam rangka pengentasan kemiskinan, menghilangkan jurang pemisah antara si kaya serta si miskin, ada 3 hal utama yg wajib ditempuh:

1. Kewajiban setiap individu
Kewajiban setiap individu tercermin pada kewajiban bekerja dan berusaha. Kewajiban ini merupakan cara pertama serta utama yg ditekankan dalam Al-Qur’an, lantaran dengan begitu, kehidupan serba kekurangan dapat berubah menjadi kehidupan yang lebih baik. Dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa konsep ke depan setiap grup atau individu terletak dalam sistem kerja kerasnya, sebagaimana tertuang dalam surat ar-Ra’d ayat 11 ini dia:

“Bagi insan terdapat malaikat-malaikat yg selalu mengikutinya bergiliran, di muka serta di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah nir membarui keadaan sesuatu kaum sebagai akibatnya mereka mengubah keadaan yg terdapat pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak terdapat pelindung bagi mereka selain Dia.”

2. Kewajiban orang lain
Al-Qur’an mewajibkan kepada setiap muslim buat berpartisipasi menanggulangi kemiskinan sinkron dengan kemampuannya. Bagi yg nir memiliki kemampuan material, minimal beliau bisa mencicipi, memikirkan serta mendorong pihak lain buat berpartisipasi. Namun yang krusial buat diperhatikan merupakan menggantungkan penanggulangan duduk perkara kemiskinan semata-mata pada orang lain menggunakan mengharapkan sumbangan sukarela tanpa adanya upaya buat menaikkan kehidupan diri, akan menyebabkan nir akan tercapainya suatu kehidupan yg berpindah dari pola mengharapkan uluran tangan orang lain.

3. Kewajiban pemerintah
Pemerintah pula berkewajiban mencukupi setiap kebutuhan warga negara, melalui sumber-sumber dana yang absah.

Wakaf Tunai: Solusi Alternatif Dalam Rangka Memberdayakan Ekonomi Rakyat
Menurut Miriam Hoexter dalam Najib (2006), menurut aneka macam bentuk filantropi Islam, yaitu zakat, sedekah, dan wakaf, hanya wakaf yg menjadi institusi aturan yang berkembang secara penuh. Dalam Islam dalam awalnya seluruh bentuk kedermawanan berada pada payung sedekah (sadaqat). Pada kurang lebih abad ke-8 dan 9, ada pemaknaan yang membedakan banyak sekali macam bentuk derma, misalnya hiba (hadiah) atau waqf (wakaf). Zakat dipandang sebagai kewajiban keagamaan dan merupakan galat satu pilar Islam. Sedekah pada perkembangannya mengacu pada sedekah-sedekah sukarela dan pada jumlah kecil, umumnya diserahkan kepada para kaum papa. Sedangkan wakaf diinstitusionalisasi dan diatur secara aturan. Karenanya, wakaf merupakan keliru satu lembaga filantropi yg dapat tumbuh sebagai bentuk filantropi Islam yg paling terkenal. Ini dimungkinkan karena, berdasarkan Hoexter, popularitas dan regulasi wakaf bisa menggunakan mudah dikaji menjadi konsep karitas yg terpadu pada institusi, cara beroperasi, serta bentuk-bentuk spesifiknya, dibandingkan dengan banyak sekali organisasi filantropi dalam budaya lain.

Di Indonesia, praktik wakaf disinyalir telah terdapat semenjak masuknya Islam ke nusantara, terutama sehabis berdirinya kerajaan-kerajaan Islam. Tetapi, kegiatan wakaf baru terlihat konkret pada sekitar akhir abad ke 15 M serta awal abad ke 16 M. Dewasa ini aneka macam peninggalan wakaf tersebar luas di banyak sekali kota pada penjuru tanah air. Selain wakaf pendidikan yang cukup sukses, secara generik wakaf lebih banyak didedikasikan menjadi cerminan penghambaan seorang Muslim kepada Tuhannya; ini didorong oleh motif mendambakan rumah pada surga -misalnya diisyaratkan pada hadis, “barang siapa membentuk masjid di dunia, maka Tuhan akan mengembangkan istana untuknya pada surga ”. Akibatnya, wakaf yg terdapat lebih berwujud tanah dan masjid dan yang dipatrikan buat kepentingan keagamaan.

Pemberian wakaf dalam bentuk benda berkiprah misalnya wakaf uang dan surat berharga masih nisbi baru di rakyat. Memang, waktu ini wakaf benda beranjak sudah diakomodir dalam UU Wakaf No. 41 tahun 2004 misalnya diklaim dalam Pasal 16 ayat tiga. Meski begitu, dalam literatur fikih sendiri poly silang pendapat dalam wakaf benda berkecimpung terutama wakaf tunai lantaran dievaluasi tidak memenuhi unsur kekekalan.

Di Indonesia, kerangka fikih yg dianut warga lebih dekat menggunakan bangunan fikih Mazhab Syafi’i yg lebih kaku dalam memahami aneka macam problem wakaf. Dalam hal wakaf uang, misalnya, mazhab ini cenderung berkeberatan karena uang dianggap tidak lestari serta cepat habis. Walaupun lebih berlandaskan Mazhab Syafi’i, rakyat terutama pengelola wakaf, dalam taraf eksklusif, lebih terbuka buat membentuk perspektif fikih yang lebih adaptif menggunakan perubahan. Mereka umumnya memandang positif pembaruan fikih wakaf. Mereka termasuk Majelis Ulama Indonesia sepakat dengan pandangan fikih pada masa ini yang membolehkan wakaf uang (cash waqf).

Indonesia mempunyai penduduk Muslim paling akbar pada global. Namun sayang, upaya pengentasan kemiskinan melalui pengembangan usaha mikro belum dilakukan menggunakan sepenuh hati sang semua stakeholders secara bersamaan.

Beberapa program yg pernah dicanangkan, acapkali kandas pada tengah jalan. Sebagai contoh, acara Pola Hubungan Bank dan Kelompok Swadaya Masyarakat (PBHK) yg digagas Bank Indonesia. Sejak dirintis dalam tahun 1989 hingga tahun 2001, program tadi berjalan baik. Kegiatan ini terealisasi pada 23 provinsi dan mampu membantu 1.026.810 kepala keluarga. Total kredit yang disalurkan Rp. 331 miliar serta memobilisasi tabungan beku (akumulasi) Rp. 29,5 miliar. Tingkat pengembalian kredit program ini 97,tiga %.

Sayangnya, UU Bank Sentral No. 23/1999 memasung kegiatan ini. Program tersendat karena merujuk UU tadi Bank Indonesia nir diperkenankan lagi menjalankan kredit program. Padahal menelisik kondisi negara tetangga, acara ini juga menuai sukses. India contohnya sukses melayani 20 juta warga mikro (Gamal, 2007).

Islam, sebagai agama yang paling banyak penganutnya pada Indonesia, pada ibadah ritual sholat, mengajarkan bahwa sholat berjamaah jauh lebih mulia daripada sholat yang dilakukan secara individu bernilai ibadah satu, namun jika berjamaah nilainya menjadi 27 untuk seseorang individu. Tak hanya itu, sholat berjamaah melahirkan sinergi.

Ritual sholat melambangkan bahwa sesuatu yg dilakukan beserta membuat nilai lebih bukan hanya kepada masing-masing individu, tapi juga pada seluruh jamaah sebagai sebuah komunitas. Demikian pula pada menaikkan kesejahteraan masyarakat. Dalam kerja sama ekonomi, nilai kejamaahan diwujudkan dalam bentuk kemitraan sejajar antar-stakeholders.

Untuk itu kemitraan menjadi wahana absolut buat mewujudkan kesejahteraan warga . Kemitraan diartikan menjadi kolaborasi antara pemilik kapital dan orang yang memiliki keahlian atau peluang bisnis dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, serta saling menguntungkan.

Penggunaan sistem kemitraan menggunakan nilai-nilai kejamaahan diharapkan bisa menanggulangi permasalahan modal serta peluang usaha yang terjadi selama ini. Kejamaahan menyuburkan kemampuan wirausaha rakyat miskin. Sehingga, bisnis mini serta mikro bisa menyumbang kepada output, lapangan kerja, serta distribusi pendapatan.

Pentingnya mewujudkan rakyat yang sejahtera, adil dan selaras menjadi kepedulian para pengelola forum wakaf pada Indonesia. Lembaga wakaf, utamanya yg berbasis organisasi serta badan hukum, sanggup sebagai keliru satu lembaga masyarakat sipil alternatif yg bergandengan tangan dengan organisasi warga sipil lainnya pada menuntaskan duduk perkara bangsa. Harapan ini amat lumrah dialamatkan kepada forum wakaf, mengingat ia adalah lembaga endownment masyarakat Muslim yang telah mengakar pada kehidupan rakyat berdasarkan generasi ke generasi.

Harus disadari bahwa wakaf, nir terkecuali wakaf tunai merupakan dana publik. Karena dana wakaf dihimpun menurut warga luas yg menggunakan senang rela menyisihkan hartanya buat diwakafkan. Wakaf seyogyanya pada manfaatkan buat kepentingan rakyat luas jua. Karena itu, agar pemanfaatan wakaf buat kepentingan luas maksimal , pengelolaannya harus dilakukan secara profesional, transparan dan dapat dipertanggung jawabkan.

Karena itu, forum pengelola wakaf tunai seyogyanya memenuhi kriteria sebagai berikut:
  1. Memiliki akses yang baik pada calon wakif
  2. Memiliki kemampuan untuk menginvestasikan dana wakaf
  3. Mampu untuk mendistribusikan hasil/keuntungan menurut investasi dana wakaf
  4. Memiliki kemampuan buat mencatat segala hal yg berkaitan menggunakan beneficiary, contohnya rekening dan peruntukannya
  5. Lembaga pengelola wakaf tunai hendaknya dianggap sang masyarakat serta kinerjanya dikontrol sesuai dengan peraturan perundang-undangan yg berlaku terhadap forum pengelola dana publik.
Lembaga yg dapat dipercaya serta memenuhi kriteria untuk mengelola wakaf tunai adalah perbankan syariah berhubungan menggunakan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) serta institusi lainnya misalnya digambarkan pada skema ini dia:


Keterangan:
Program Kemitraan Syariah dilakukan bersama-sama antara:
  1. Pemerintah 
  2. Kelompok Usaha Besar dan Menengah 
  3. Lembaga Keuangan Syariah 
  4. Ulama 
  5. Tim Pendampingan (pengembangan manajemen, bisnis, serta pasar)

Comments