ILMU ADMINISTRASI PEMBANGUNAN INOVASI DAN PEMBANGUNAN

Ilmu Administrasi Pembangunan, Inovasi, Dan Pembangunan 
Sejak awal teori pembangunan selalu terkait erat dengan “strategi pembangunan”, yaitu perubahan struktural ekonomi dan pranata sosial, yg diusahakan guna menemukan suatu solusi yg konsisten dan langgeng buat setiap dilema yang dihadapai sang para pembuat keputusan pada suatu warga . Hal itu berarti, bahwa teori pembangunan mengandaikan seorang aktor, yang biasa disebut “Negara. Kedekatan antara “Teori” menggunakan “Strategi” itu, lebih disebabkan sang usaha pendefinisian “Masalah Pembangunan” sebagai masalah “Nasional”. Akibatnya, para “Teoritikus Pembangunan” terlebih para pelopornya cenderung memusatkan perhatian mereka dalam pemerintah menjadi “Subjek Negara”. Walaupun pada awalnya teori pembangunan tumbuh berdasarkan keprihatinan terhadap negara-negara udik, dengan perkiraan dasar yang tersirat, bahwa keadaan pada masyarakat itu tidak memuaskan dan wajib diubah. Tetapi secara eksplisit teori pembangunan lebih bersifat “Normatif” dari pada ilmu sosial umumnya.

Tetapi pada perspektif teori normatif, disparitas antara “Teori” menggunakan “Strategi” gampang sekali kabur. Sebaliknya pada teori positif dimungkinkan membuat disparitas yang lebih kentara dan bisa mengajukan pertanyaan mengenai “implikasi strategi apakah yang akan dimiliki sang banyak sekali teori dan kiprah apa yg dapat dimainkan sang para aktor yang berbeda-beda”. Dengan melihat keadaan kini ini, yang selama satu dasa warsa lebih telah ditandai sang aneka macam krisis, baik dalam teori pembangunan maupun pada “Tiga Dunia Pembangunan”, yaitu; “kapitalisme industri”, “Sosialisme Riil”, serta “Kawasan Terbelakang”, yang pada gilirannya menghadapi masalah pembangunan yang relatif tidak sama. Satu aspek krusial menurut adanya krisis ini, berkait menggunakan kiprah negara, apakah negara merupakan bagian menurut kasus atau bagian menurut solusi, atau bahkan keduanya. Jadi keliru satu cara buat mencari jalan keluar berdasarkan kebingungan itu, merupakan menggunakan menoleh ke belakang dan dengan kritis mengamati konsepsi interaksi terdahulu dan perubahannya. 

Sekarang ini orang memandang dunia menjadi suatu sistem yang ditandai oleh derajat ketergantungan satu sama lain yang semakin meningkat. Dalam hal ini globalisasi teori pembangunan terkait erat dengan nasib strategi pembangunan nasional. Bagi dunia ke-tiga (Kawasan Tertinggal) semakin bertenaga dirasakan, bahwa pembangunan tiruan wajib segera diakhiri, namun transformasi dari contoh pembangunan yg orsinil itu sendiri menghadapi persoalan yg sangat berbeda. Sejauh ini pembahasan tentang teori pembangunan sudah menghasilkan beberapa sumbangan yang bersifat normatif (otopis) serta berusaha menilai arti pentingnya. Namun persoalannya, apakah pengalaman berinteraksi dengan kasus keterbelakangan selama tiga dasa warsa sudah berakibat teori pembangunan pula relevan bagi global maju. Apakah bisnis yang terkini guna menerapkan teori pembangunan dalam persoalan pembangunan pada Eropa adalah suatu termin pada perkembangan teori pembangunan yg kesahihannya lebih universal. Apakah global industri yg selama kurun saat panjang telah sebagai contoh bagi negara-negara “bodoh”, telah mencapai batas contoh genre terbesar. Bagaimana model ini sanggup diatasi serta apa alternatifnya?

Berdasarkan beberapa alasan yang tergambar dalam latar belakang di atas, maka perumusan kasus pada makalah ini dapat diformulasikan sebagai berikut: “Bagaimana pengaruh globalisasi teori pembangunan dunia terhadap taktik pembangunan nasional pada Indonesia”.

Globalisasi Teori Pembangunan Dunia
Di dunia ini, tidak ada negara yang benar-benar otonom, itu berarti tidak ada negara yang pembangunannya dapat dipahami semata-mata sebagai refleksi dari apa yang terjadi di luar batas-batas nasionalnya, (semua negara saling bergantung satu sama lain). Satu dimensi yang jelas dari saling ketergantungan itu, adalah gagasan yang bersifat fisik, biologis, serta ekologis mengenai keseluruhan dan keterbatasan. 

Munculnya kebutuhan Tata Ekonomi Internasional Baru (TEIB) serta Laporan Komisi Brandt, dalam dasarnya dilatarbelakangi sang memuncaknya krisis dan runtuhnya sistem dunia. Strategi reformasi dunia yang termuat dalam proposal TEIB serta laporan Komisi Brandt antara tahun (1980 serta 1983) mensyaratkan pendekatan “satu dunia-satu sistem”. Jadi istilah kunci dalam laporan Brandt, adalah ketergantungan satu sama lain, yang mengandung teori serta taktik. Teorinya merupakan, bahwa global yg saling tergantung mengusahakan perdamaian dan pembangunan. Sedangkan strateginya merupakan, bahwa ketergantungan satu sama lain ini kemudian wajib diperkuat dengan forum internasional yg mendukung.

Pengaruh Globalisasi Teori Pembangunan Dunia terhadap Pembangunan Nasional Indonesia
Sesungguhnya sistem dunia itu tidak ada, sebab hanya lebih sebagai pendekatan umum terhadap proyek teoritis, serta upaya untuk merekonstruksi ilmu sosial historis yang bebas dari bias yang melumpuhkan sejarah dan ilmu sosial sebagaimana kita memahaminya selama dua dekade terakhir ini, seperti bias evolusionisme, reduksionisme, Eropasentrisme, negarasentrisme, maupun kompartementalisme.

Adapun asal-usul pendekatan sistem dunia itu dapat dilacak kebelakang hingga teori ketergantungan, yang sama-sama bersikap kritis terhadap kerangka “developmentalis”. Sumber kedua, adalah aliran Annales dalam sejarah yang melawan kecenderungan positivism dalam arus utama penulisan sejarah, serta yang mempertahankan perspektif holistik. Sumber ketiga, adalah tradisi realis atau mungkin neorealis dalam hubungan internasional. Jadi pada dasarnya penafsiran sistem dunia mengenai negara-bangsa merupakan penafsiran realis.

Pendekatan Sistem global menyatakan, bahwa perekonomian global kapitalis sudah ada sejak abad ke 16. Sejak itu, sistem ini mengikutsertakan sejumlah rakyat yang sebelumnya sedikit banyak terisolasi serta mencukupi diri sendiri ke pada sistem hubungan fungsional yg kompleks (Wallerstein 1974, 1980). Proses perluasan ini mempunyai dua dimensi, yaitu: perluasan geografis serta pendalaman negara pusat dalam mengganti arena eksternal yg besar menjadi daerah “pinggiran”. Di antara negara pusat serta pinggiran ini, para teoritikus sistem global menemukan negara semi-pinggiran yang pula memainkan peranan kunci dalam menciptakan sistem tersebut berfungsi.

Polarisasi pusat-pinggiran memunculkan pembagian kerja di dunia, pada mana negara pusat merogoh peranan menjadi penghasil industri, sementara daerah pinggiran diberi peran menjadi produser pertanian. Ini merupakan kriteria yg penting bagi status semi-pinggiran, bila dibandingkan dengan pinggiran. Selain itu daerah semi-pinggiran merupakan negara-negara yg kuat serta ambisius, dan secara militan bersaing merebut status negara sentra.

Pada termin sistem global sekarang ini, tidak gampang buat menghancurkan mata rantai ketergantungan serta memprakarsai proses pembangunan yg berdikari pada taraf nasional. Sebenarnya pengalaman sebagian besar negara global ketiga memberikan nilai tambah bagi tesis yg menyatakan, bahwa mereka suka atau nir, tetap merupakan bagian berdasarkan “sistem” dan bahwa sungguh ada “kemungkinan transformasi yang terbatas dalam perekonomian dunia kapitalis” (Wallerstein, 1979:66). Menurut para teoritikus sistem dunia, dalam dasarnya pembangunan itu soal mengubah posisi struktural menurut pinggiran ke semi pinggiran, ini suatu kemungkinan yg secara komparatif terbuka bagi sedikit negara. Lantaran itu perubahan sejati akan meniscayakan transformasi sistem global ke pada suatu pemerintahan global yang sosialis, sebuah prospek yg memang sangat jauh.

Ada perbedaan utama antara pendekatan sistem dunia dengan konsepsi Marxis Kontemporer tentang pembangunan dunia, yaitu masalah definisi kapitalisme, relevansi analisis kelas, serta konsep cara produksi. Dalam pengertian kapitalisme, para teoritikus sistem dunia mendefinisikannya sebagai suatu sistem pertukaran yang berlangsung di tingkat global. Sementara marxis memandang kapitalisme sebagai cara produksi yang hanya dapat didefinisikan secara konkret di tingkat nasional. Kontroversi sirkulasionis versus produksionis ini tampaknya merupakan prinsip utama yang membedakan kedua aliran tersebut. Sedangkan dalam hal analisis kelas kaum Marxis melihat, bahwa konsep kelas telah disingkirkan dalam teori sistem dunia. Sedangkan konsep cara produksi juga menjadi kurang penting dalam analisis sistem dunia dibandingkan aliran Marxisme, karena menurut analisis sistem dunia hanya ada satu cara produksi yakni sistem dunia kapitalis.

Posisi marxis kontemporer dalam melihat situasi industrialisasi di dunia ketiga, adalah lebih melihat pada pembangunan dunia masa mendatang yang diyakini, bahwa ketergantungan ekonomi satu sama lain yang sedang tumbuh harus disambut baik karena dalam konteks ini ikatan “ketergantungan” dilepaskan dan kapitalisme pribumi muncul. Sebagian besar marxis mengakui bahwa persoalan keterbelakangan masih tetap ada dan menimbulkan kesulitan teoritis. Namun satu respons terhadap masalah ini, adalah merevisi, memodifikasi, serta memperluas konsep yang digunakan Marx sehingga konsep tersebut dapat diberi pengertian yang lebih luas (Brenner, 1977).

Selanjutnya lahirnya pendekatan neostruktural modern meliputi banyak perkara serta taraf analisis. Dalam hal tertentu, pendekatan ini bisa dipercaya menjadi dualisme pada tingkat dunia karena karakteristik yang paling menonjol pada sistem tadi adalah perkembangan transnasionalisme yang terpolarisasi pada satu pihak dan disintegrasi nasional pada pihak lain.

Pada aspek pertama, sistem kapitalis berubah berdasarkan suatu struktur internasional ke struktur transnasional yg sangat konsisten serta dengan perusahaan transnasional sebagai aktor terpentingnya. Dinyatakan, bahwa komunitas transnasional baru sedang timbul, terdiri berdasarkan orang-orang menurut banyak sekali bangsa namun dengan nilai serta gagasan, dan pola konduite yg sama. Di sisi lain pada struktur global ganda ini, masyarakat nasional menjadi penerima konsekuensi proses transnasionalisasi yang kemudian mengalami proses disintegrasi sehingga menyebabkan kekacauan perekonomian rakyat pribumi dan pemusatan kekayaan maupun pendapatan. Proses marginalisasi ini selanjutnya menyebutkan kecenderungan ke arah penindasan serta otoritarianisme yg dapat dilihat di negara maju maupun pada negara terbelakang. Tetapi pada ketika yg sama, warga nasional membuat sejenis proses tandingan yg mengedepankan nilai-nilai nasional serta atau nilai subnasional yg terkadang reaksioner, terkadang progresif.

Bagi Indonesia, pengaruh teori pembangunan dunia merupakan suatu alasan yang strategis dan memaksa bagi pemerintah untuk memilih dan melaksanakan salah satu diantaranya. Nampaknya dari pengalaman sejarah nasional, Indonesia pernah mengalami dan mempraktekkan tiga teori pembangunan yang pada dasarnya berpijak pada teori perubahan sosial dalam ilmu-ilmu sosial. Mulai dari teori Kapitalisme Klasik di zaman penjajahan, kemudian teori Sosialis di zaman pemerintahan Orde Lama, serta sampai pada pelaksanan teori Dependensia (Ketergantungan). Pada masing-masing zaman yang menerapkan teori pembangunan tersebut menunjukkan, bahwa perkembangan teori pembangunan dunia sangat mempengaruhi penerapan pola dan strategi kebijakan pembangunan nasional Indonesia. Khususnya pada zaman pemerintahan Orde Baru sampai sekarang ini, banyak pengalaman pemerintah yang memberikan gambaran tentang betapa tergantungnya bangsa dan negara ini terhadap sistem dunia.

Strategi Pembangunan Nasional Indonesia
Strategi pembangunan dimaksudkan buat memajukan proses pembangunan, karena itu strategi pembangunan memiliki dua komponen, yaitu tujuan (pembangunan) serta indera (strategi). Adapun teori pembangunan modern sejak awalnya, adalah normatif dan instrumental, ini berarti, bahwa: (a) para teoritikus mempunyai aneka macam pandangan mengenai bagaimana pembangunan yg seharusnya; (b) ada anggapan, bahwa pembangunan adalah suatu proses yang dapat dikendalikan serta dikemudikan sang para pelaku, yaitu negara.

Hal inilah yang telah mengungkapkan, mengapa pembangunan menjadi konsep yg diperdebatkan dan teori pembangunan merupakan arena pertikaian antar genre. Interpretasi teoritis mengenai pembangunan global tergantung dalam bagaimana cara orang memandang fenomena realitas saling ketergantungan antara satu sama lain. Dalam hal ini baik TEIB juga Komisi Brant, diacu sebagai contoh reformisme dunia karena keduanya tahu global menjadi sistem tunggal serta karena itulah mereka menekankan suatu keharusan perubahan bagi sistem secara keseluruhan. Persoalan primer strategi reformis ini, ialah agen perubahan apa yg bisa diidentifikasi lantaran keseluruhan konsepsi mengenai intervensi yg terkandung pada taktik pembangunan, terkait erat dengan negara menjadi aktor dominan.

TEIB meredifinisikan kemandirian sebagai “kemandirian kolektif” sebagai suatu ekspresi solidaritas dunia ketiga. Namun lebih dari kemandirian, penekanannya dititikberatkan pada keadilan bagi Selatan di pasar dunia. Dengan demikian TEIB lebih merupakan strategi politik daripada strategi ekonomi yang bertujuan pada penciptaan rejim perdagangan berdasarkan pada alokasi otoritatif (Menurut pengamat yang tidak simpatik di Wall street Journal, 1975). Tuntutan ekonomi TEIB meliputi: stabilitas harga, perubahan sistem moneter, serta lain-lain. Tapi di pihak lain TEIB tidak menanggapi persoalan keseimbangan ekologis, reformasi sosial internal dan kebutuhan dasar manusia. Walaupun beberapa formulasinya mengesankan suatu pendekatan yang percaya pada diri sendiri, konsisten dengan paradigma ketergantungan, proposal utama yang diusulkan sebenarnya menunjukkan jalan menuju perkembangan lebih melalui perdagangan dengan negara industri dan akses terhadap teknologi mereka, daripada menciptakan kondisi bagi pengembangan kemampuan teknologi yang independen (Villamil, 1977:90).

Di antara negara-negara industri di global, Amerika Serikat, yg terutama enggan memerima tuntutan TEIB. Sedangkan Eropa lebih senang tahu TEIB sebagai upaya meningkatnya perdagangan dan meluasnya pasar yg mampu mendukung tujuan buat merangsang ekonomi dunia serta membawanya keluar berdasarkan depresi. Sementara itu, timbul konvensi yg berkembang pada antara negara-negara pada dunia ketiga tentang perlunya reformasi radikal terhadap tatanan ekonomi internasional. Gagasannya, bahwa reformasi domestik radikal dibutuhkan pada daerah miskin berkembang lantaran sama cepatnya di antara agen pembangunan pada negara-negara maju. Tetapi masalah utama TEIB, seperti halnya dengan seluruh taktik global, bahwa beliau adalah taktik tanpa aktor yg jelas buat mewujudkannya.

Sedangkan usulan komisi Brandt, didasarkan dalam konsep ketergantungan satu sama lain. Jadi buat taktik pembangunan, komisi ini mengusulkan adanya Transfer Sumber Daya Alam Besar-Besaran (Massive Resource Transfer (MRT)). Menurut usulan ini orang miskin global berfungsi menjadi pengangguran, sebab mereka membelanjakan pendapatannya buat membeli barang yg dihasilkan sang negara-negara industri. Dengan demikian kasus ekonomi negara industri pula akan terpecahkan. Oleh karena itu, negara miskin dan negara kaya wajib bergerak seiring, bukannya negara miskin saja yg diuntungkan atas pengurbanan dunia kaya, yang adalah taktik TEIB dan usulan UNCTAD sebelumnya.

Terhadap usulan ini, majemuk tanggapan yg ada sinkron dengan ideologi pembangunan yg bhineka. Bagi para pendukung pembangunan yg nir tergabung pada gerombolan kanan atau kiri menyadari, bahwa laporan komisi Brandt itu nir cukup menyadari imbas ekologis kapitalisme dunia serta kesulitan institusional buat menaikkan produksi global pada memenuhi kebutuhan pokok. Sehingga dalam akhirnya dapat dikatakan, bahwa globalisasi pembangunan membentuk keraguan mengenai kelangsungan taktik yg menitikberatkan perhatian pada pembangunan nasional.

Dari berbagai kasus pembangunan mandiri di negara-negara dunia ketiga dapat ditarik beberapa pelajaran, bahwa minat baru dalam teori global dapat dianggap sebagai usaha untuk melampaui teori ketergantungan, serta untuk menciptakan sebuah kerangka di mana pusat maupun pinggiran serta hubungan keduanya diperhitungkan. Dalam perdebatan pembangunan akhir-akhir ini, tampaknya ada reaksi berlebihan terhadap kelemahan aliran ketergantungan dan determinisme pesimistik berkaitan dengan strategi kemandirian. Untuk itu strategi industrialisasi yang berorientasi ekspor, yang dilaksanakan oleh beberapa NIB direkomendasikan.

Oleh sebab itu kegagalan kemandirian haruslah dipahami dalam hubungannya dengan perubahan struktural dan perubahan politik di dunia. Jadi jangan hanya dijelaskan sebagai akibat dari kelemahan yang melekat pada strategi pembangunan nasional. Perubahan global semakin menyulitkan strategi kemandirian, karena alasan sosial, politik, serta kebudayaan, jadi hanya sedikit negara yang mampu mengikuti strategi NIB. Relevansi kemandirian (lebih sebagai strategi daripada ideologi nasionalis), yang terkandung dalam pendekatan ketergantungan. Hal itu hendaknya jangan dinilai hanya dengan kemunduran strategi baru pada tahun 1970-an, tapi justru harus dipahami sebagai pengalaman belajar.

Salah satu jalan keluar dari kebuntuan teori pembangunan, serta sekaligus sebagai alat untuk melakukan revitalisasi bidang studi pembangunan yang sekarang ini terbengkalai, adalah menitik beratkan perhatian pada studi komparatif strategi pembangunan, berikut hambatan internal dan eksternal pada tingkat implementasinya, untuk itu sangat diperlukan tipologi strategi pembangunan yang baik. Tipologi ini dapat dibuat dengan berbagai cara, misalnya dengan gaya yang kurang lebih sistematis atau dengan suatu pendekatan ad hoc, yang bersumberkan pengalaman pembangunan sekarang ini. 

Dalam interaksi ini, Keith Griffin berhasil mengidentifikasi enam taktik pembangunan dapat dipakai menjadi bahan pertimbangan, (Griffin, 1988):
  1. Strategi monetarisme, yang mengasumsikan efisiensi jangka panjang dengan pertanda-indikasi pasar dalam alokasi sumber daya alam. Strategi ini diperkenalkan dalam periode krisis dengan tujuan jangka pendek, yaitu stabilisasi ekonomi. Dalam Strategi ini peranan negara dalam bidang ekonomi diminimalkan,
  2. Strategi perekonomian terbuka, Strategi ini sangat menekankan pada kebijakan untuk memajukan perdagangan luar negeri serta hubungan eksternal lainnya sebagai mesin pertumbuhan. Strategi ini sangat cocok dalam negara yg berorientasi suplai aktif,
  3. Strategi industrialisasi, strategi ini menekankan dalam sektor manufaktur sebagai sumber pertumbuhan utama, yang berorientasi pada pasar domestik atau pasar luar negeri (kombinasi keduanya). Menurut taktik ini intervensi negara adalah hal yang normal,
  4. Strategi revolusi hijau, strategi ini menaruh prioritas pada peningkatan produktivitas serta perubahan teknologi (bukan kelembagaan) pada sektor pertanian, menjadi indera buat mendukung pertumbuhan secara menyeluruh,
  5. Strategi redistributif, suatu taktik yg dimulai dari redistribusi pendapatan serta kekayaan, dan taraf partisipasi tinggi sebagi alat untuk memobilisasi rakyat dalam proses pembangunan,
  6. Strategi sosialis, strategi ini lebih menekankan pada peran negara dalam pembangunan, seperti perencanaan pertanian milik negara, serta perusahaan manufaktur milik publik. Meskipun demikian peran negara yang sentral bisa beragam, mulai dari statisme sampai pada ekstrem hingga swakelola (self-management).
Namun dalam hal ini jangan terlalu beranggapan, bahwa semua negara mengikuti strategi pembangunan yang jelas. Tetapi menurut Griffin, sebagian besar negara tidak mengikuti strategi apapun yang dapat dikenali, serta jika demikian pasti tidak lama. Kasus semacam ini semakin banyak akibat semakin melemahnya negara dunia ketiga, serta krisis ekonomi dunia. Karena itu peran strategi pembangunan bagi banyak negara sekarang ini cenderung mengarah pada manajemen krisis daripada transformasi sosial-ekonomi, yang tentu saja sangat mengurangi relevansi teori pembangunan.

Bagi Indonesia, mungkin apa yg katakan oleh Griffin bisa menjadi bahan rujukan buat memperbaiki situasi-syarat sosial-ekonomi kini ini. Enam strategi yg ditawarkan oleh Griffin dapat menjadi strategi cara lain bagi pemerintah Indonesia yang dalam saat ini sedang berusaha memulihkan perekonomian Indonesia. Sebab strategi ini telah disusun sedemikian rupa menggunakan memperhatikan dimensi situasi serta kondisi yg melingkupi negara yang akan memakai taktik ini, baik dalam jangka pendek juga pada jangka panjang. Namun kuncinya pulang lagi dalam keberanian serta konsistensi kebijaksanaan pemerintah, apakah mau melaksanakan taktik ini. Lantaran biasanya yg paling rumit serta menentukan apakah suatu cara lain cara dan pendekatan pemecahan perkara dipilih dan dipakai terletak dalam prosedur ini. 

Secara sederhana Enam taktik yang ditawarkan sang Griffin dapat dibentuk tabelnya sebagai berikut:
NO.

S T R A T E G I

PENERAPAN

TUJUAN

1.
Monetarisme
Diperkenalkan pada peride krisis menggunakan memperkecil peranan negara di bidang ekonomi
Dalam jangka pendek buat menstabilkan perekonomian nasional
2.
Perekonomian Terbuka
Sangat menekankan pada kebijakan guna memajukan perdagangan luar negeri dan hubungan eksternal lainnya menjadi mesin pertumbuhan.
Sangat cocok pada negara yang berorientasi suplai aktif.
Untuk meng-akumulasikan kapital pada bentuk devisa negara.
3.
Industrialisasi
Berorientasi pada pasar domestik atau pasar luar negeri (kombinasi keduanya).
Mendongkrak per-tumbuhan ekonomi nasional melalui sektor manufaktur sebagai asal pertumbuhan primer.
4.
Revolusi Hijau
Memberikan prioritas pada peningkatan produktivitas dan perubahan teknologi (bukan kelembagaan).
Sebagai indera buat mendukung pertumbuhan secara menyeluruh.
5.
Redistributif
Dimulai berdasarkan redistribusi pendapatan serta kekayaan, dan peningkatan partisipasi.
Sebagai alat buat memobilisasi warga pada proses pembangunan.
6.
Sosialis
Dengan lebih menekankan pada peran negara pada pembangunan, mulai berdasarkan statisme sampai ekstrim hingga swakelola.
Untuk mencapai pembangunan yg merata serta berkeadilan secara menyeluruh.

Namun dari Wallerstein, dalam prinsipnya pada teori sistem global hanya ada 3 strategi, yaitu: (a) taktik memanfaatkan kesempatan, ini adalah strategi klasik, yg melibatkan tindakan militan negara buat mentransformasikan struktur keunggulan komparatif dengan tujuan menerima pasar eksternal; (b) taktik promosi menggunakan mengundang berdasarkan dalam keunggulan komparatif yg terdapat, misalnya tingkat upah yang rendah dan keterbukaan umum; (c) strategi kemandirian yg berorientasi ke pada, namun dalam konteks sistem global kini ini, taktik ini paling mustahil mencapai keberhasilan, menurut pemikiran pembangunan sistem global.

Secara singkat ketiga teori itu bisa dijelaskan pada bentuk tabel sebagai berikut: 
NO.

S T R A T E G I

PENERAPAN

TUJUAN

1.
Memamfaatkan Kesempatan (Klasik)
Dengan melibatkan tindakan agresif negara buat mentransformasikan struktur keunggulan komparatif.
Untuk Mendapat-kan pasar eks-ternal.

2.
Keunggulan Komparatif
Menerapkan kebijakan yang kemudahan para investor untuk menanamkan investasi-nya, misalnya tingkat upah yg rendah serta lain-lain.
Untuk mem-peroleh  modal guna memacu per-tanaman ekonomi nasional.
3.
Kemandirian yg berorientasi ke dalam
Berorientasi dalam ke-mampuan domestik
Mendongkrak per-tanaman ekonomi nasional melalui bisnis yang berdikari.

Jika melihat pada strategi yang ditawarkan oleh Wallerstein, bagi negara Indonesia mungkin hanya langkah kedua saja yang bisa dijadikan alternatif dalam usaha memecahkan masalah perekonomian sekarang ini. Itupun dengan catatan, bahwa pemerintah harus dapat memberikan iklim yang kondusif (politik, pertahanan, serta keamanan) untuk iklim berinvestasi.

Pendapat lain berdasarkan Dudley Seers (1983), yang menggabungkan dimensi internal menggunakan eksternal (yg disebutnya nasionalis lawan antinasionalis) dengan dimensi ke 2 yang berdasarkan dalam taraf egalitarianisme. Dengan menggabungkan 2 dimensi ini, teridentifikasi empat posisi ideologis yang tidak sama, yaitu: 1) internasionalisme jenis sosialis dan liberal, yg mendukung strstegi pembangunan pintu terbuka; serta dua) jenis kemandirian dan pemutusan hubungan yg radikal maupun ortodok, seperti telihat pada gambar pada bawah ini:

Menurut Seers, pada dasarnya kebijakan pembangunan merupakan tindakan menyeimbangkan, yaitu apa yang disebutnya sebagai “ruang untuk manuver” yang secara obyektif berbeda bagi tiap negara dan situasi historis, namun secara subyektif berbeda pula bagi berbagai pengamat. Artinya keberhasil pembangunan sangat dipengaruhi oleh pemamfaatan ruang manuver untuk mengakumulasi, merasionalisasi sistem produksi nasional, serta mengarahkan negara ke tempat yang semestinya dalam pembagian kerja dunia. Hal inilah yang menurut Hettne (2001:269), sebenarnya sedang dilakukan oleh NIB. Tapi umumnya NIB tidak memilih antara industrialisasi substitusi impor atau industrialisasi yang berorientasi ekspor. Mereka cenderung melaksanakan keduanya, serta mengubah penekanan pada saat yang tepat. Ini merupakan ujian yang krusial bagi rejim developmentalis, karena strategi pembangunan apapun, akan mengembangkan kepentingan dirinya sendiri dan melawan setiap perubahan yang membahayakan kepentingan ini. Pendapat Seers secara sederhana dapat dijelaskan melalui tabel, sebagai berikut:
NO.

IDEOLOGI

STRATEGI

KARAKTERISTIK IDIOLOGI

PENERAPAN STRATEGI

1.
Sosialis Marxisme
Pintu Terbuka
a)Anti nasiona-lisme yg tinggi,
b)Tingkat Egali-tarian yang tinggi,
c)Tidak mengenal strata dalam rakyat,
a)Tidak menutup diri dari pe-ngaruh global luar,
b)Membukakan pasarnya menggunakan global interna-sional.
2.
Liberal Neoklasik
Pintu Terbuka
a)Anti nasiona-lisme dan egali-taria yang tinggi,
b)Membuka pasar yg dgn seluas-luasnya,
c)Tidak meng-agungkan per-samaan di ma-syarakat dlm menerapkan fungsi eko-nominya.
a)Masyarakat pada-kondisikan dlm dunia usaha,

3.
Konservatif Tradisional
Kapitalisme Negara
a)Anti egalitarian namun mau men-dukung nasiona-lisme,
b)- Menginginkan kemandirian tanpa radika-lisme.
a)Pasar dibatasi dari dunia luar & terbatas dalam memproduksi barang,
b)Masyarakat di-usahakan berjiwa usaha,
c)- Tidak terdapat mo-nopoli negara.
4.
Dependensia
Kemandirian
a)Mendukung egalitarian dan nasionalisme secara radikal,
b)Mengagungkan persamaan rakyat pada kehidupan bernegara,
c)Memutuskan ketergantungan dgn negara lain.
a)Negara sbg aktor secara umum dikuasai yg menjalankan perekonomian,
b)Tdk ada ke-bebasan pasar ekonomi,
c)Menutup diri terhdp per-dagangan luar negeri.

Dari beberapa strategi pembangunan yang sudah dikemukakan sang para pakar teori pembangunan itu, bagi Indonesia taktik pembangunan yg sudah ditempuh selama ini telah mencerminkan maksud serta tujuan dari pembangunan itu. Namun dalam prakteknya telah terjadi bias, sebagai akibatnya esensi yang sebenarnya dari pembangunan itu sendiri tidak terwujudkan. Jika hakekat pembangunan itu, adalah pemugaran kehidupan warga yang lebih baik (menurut tradisional ke terkini), maka pada dasarnya bagaimana cara membangun insan yang mempunyai kemampuan buat selalu memperbaharui kehidupannya ke arah yang lebih baik. Kebijakan pemerintah Orde Baru yg meletakkan dasar pembangunan materi (Fisik) menjadi batu loncatan buat mencapai hakekat pembangunan yg dimaksud ternyata telah mengaburkan tujuan yg sebenarnya. 

Hal itulah yang menjadi alasan dasar mengapa orang menyatakan, bahwa pemerintah Orde Baru telah gagal membangun bangsa ini dan mewariskan kebangkrutan pada generasi selanjutnya. Pengalaman sejarah ini seharusnya menjadi pelajaran yang amat berharga bagi para pemimpin dan rakyat Indonesia, bahwa pembangunan sumber daya manusia harus mendapat tempat yang sangat strategis dan domain pertama dalam setiap kebijakan pembangunan nasional. Untuk itu diperlukan suatu usaha yang berkesungguhan, berkesinambungan, serta terkonsentrat tinggi dengan dukungan materi yang dianggarkan cukup besar pada APBN dan political will dari pemerintah dalam pelaksanaannya saat ini di difocuskan pada perbaikan ekonomi nasional yang berbasiskan kemandirian. Untuk itu pembangunan ekonomi yang berdimensi kerakyatan menjadi sebuah alternatif yang cukup memberikan harapan. Namun untuk lebih mempercepat akselerasi pertumbuhan ekonomi itu, pemerintah tidak bisa lepas dari bantuan luar. Dilematis yang pemerintah hadapi sekarang ini, adalah keadaan perekonomian nasional yang semakin memburuk, serta pada pihak lain pemerintah semakin dituntut untuk segera memperbaiki keadaan perekonomian nasional tersebut. 

Comments