INILAH UJIAN SEBUAH KEADILAN YANG PATUT DI TIRU
Inilah Ujian Sebuah Keadilan Yang Patut Di Tiru CARA FLEXI - Assalamu'alikum Wr. Wb. Sobat seluruh admin kini ingin menunjukkan cerita Islami dalam bentuk goresan pena ini. Dimana aturan sebuah keadilan itu memang harus benar-benar pada terapkan, negara akan sangat maju jika hukumnya diterapkan menggunakan adil tanpa bulu. Hemmm tapi sayang dengan hukum di Indonesia ini masih bisa pada beli dengan yang namanya Uang (Materi). Itu menandakan bahwa aturan pada Indonesia masih belum bisa pada katakan dengan adil seadil-adilnya. Untuk itu marilah kita meniru serta mencontohkan aturan pada kisah Islami ini. Barangkali sobat semua penasaran, pribadi saja simak Cerita Islami yang Berjudul Inilah Ujian Sebuah Keadilan Yang Patut Di Tiru pada bawah ini.
"Hai pemberontak yg berhati kejam, kau ku berikan kesempatan buat mengajukan permohonan terakhir. Sampaikan apa keinginanmu sebelum sanksi atas dirimu di laksanakan!" kata Khalifah Umar bin Abdul Aziz.
"Terima kasih Amirul Mukminin," jawab pemberontak itu. "Aku hanya menginginkan semangkuk air putih."
"Hanya itu permintaanmu?" tanya Khalifah keheranan.
"Benar, Tuanku." jawab pemberontak itu.
"Baiklah, akan ku penuhi permintaanmu," ucap Khalifah, lalu Khalifah memerintahkan keliru seseorang pengawal mengambil semangkuk air buat pada berikan pada terhukum yang sebentar lagi akan mati.
Setelah mangkuk berisi air itu pada terima sang pemberontak itu, dia mengungkapkan ; "Apakah Khalifah mau berjanji, apa apabila air yang terdapat pada dalam mangkuk ini belum saya minum, Khalifah nir akan memerintahkan algojo melaksanakan sanksi atas diri saya?"
"Ya, aku berjanji. Jika air dalam mangkuk itu belum kau minum, hukuman tidak akan di laksanakan," sahut Khalifah memberi agunan.
Mendengar Khalifah Umar bin Abdul Aziz, datang-datang pemberontak itu membuang air dalam mangkuk itu sampai habis.
"Janji adalah suatu hal yang harus di tepati. Bukankah demikian, wahai pemimpin orang-orang yang beriman?" pungkasnya.
"Pasti. Janji memang harus pada tepati, itulah keadilan," jawab Khalifah yang masih belum tahu apa yang di maksud pemberontak itu dengan perbuatannya yang di anggap tidak waras. Ia sudah membuang air yg baru saja pada mintanya.
"Tadi Khalifah berjanji, jika air pada mangkuk itu belum saya minum, Tuanku tidak akan melaksanakan sanksi terhadap aku . Air itu telah aku tumpahkan, dan sekarang sudah kemarau di tanah, sehingga saya nir bisa lagi meminum air itu. Berarti Khalifah tidak akan sanggup melaksanakan sanksi sesuai dengan janji Khalifah tersebut," ucap pemberontak dengan sangat liciknya.
Mendengar itu, Khalifah mengerutkan keningnya buat beberapa lama . Kemudian dia tersenyum dan membebaskan pemberontak tadi berdasarkan sanksi matinya. Pada kesempatan lain, pulang seseorang pemberontak tertangkap. Dengan muka menunda murka ia memerintahkan buat segera menghukum pemberontak itu denga hukuman pancung. Menjelang hukuman meninggal itu di laksanakan, datang-tiba pemberontak itu menangis tersedu-sedu, menggunakan paras sinis Khalifah mencemoohnya.
"Mengapa kamu menangis? Seorang pemberontak yg syahdan gagah berani ternyata menangis dalam menghadapi kematiannya. Apakah engkau kini sudah menjadi tikus yang pengecut?"
"Demi Allah, wahai Amirul Mukminin, saya menangis bukan karena takut mangkat , ajal sudah menjadi ketentuan. Mati pasti akan pada temui oleh siapapun yang pernah hidup," sahut pemberontak itu.
"Lalu, kenapa engkau menangis?" jawab Khalifah.
"Saya menangis karena aku akan mangkat pada ketika Khalifah sedang marah. Saya sangat menyesal sekali."
Mendengar jawaban itu Khalifah Umar bin Abdul Aziz tertunduk. Ia teringat, dalam islam melarang penganutnya melakukan sesuatu dengan dasar nafsu amarah. Rasullullah pun melarang untuk menjatuhkan suatu keputusan aturan ketika sedang marah. Maka Khalifah segera memberi perintah buat membebaskan pemberontak tadi menurut sanksi pancung. Akhirnya menggunakan kegigihan yang tidak mengenal lelah, Khalifah bisa menumpas habis semua pemberontak itu. Dalam penyerangan yg jitu keliru seseorang kepala pemberontak dapat di ringkusnya. Dengan pada rantai ketua pemberontak itu di hadapkan pada Khalifah.
"Wahai Amirul Mukminin, Tuan sudah pada beri kemenangan sehingga sekarang saya sebagai tawanan Anda. Sebelum Khalifah menjatuhkan sanksi mangkat terhadap saya, anugerahilah aku yang kalah ini dengan sesuatu yg melebihi kemenangan," istilah kepala pemberontak itu.
"Apa maksudmu?" tanya Khalifah.
"Berilah saya ampunan serta kesempatan buat bertaubat dan memperbaiki kesalahan."
"Tidak! Engkau pada aturan justru karena dirimu bersalah serta menolak buat menyerah. Aku harus menegakkan keadilan.
"Ucapan Khalifah memang benar. Tetapi, bukankah Khalifah pernah menyatakan bahwa terdapat yg lebih tinggi harganya dari keadilan, yaitu memberi maaf? Maka saya mohon, maafkanlah aku . Karena Allah mencintai orang yang mengassihi sesamanya, terutama orang yg lemah, kalah dan berdosa."
Khalifah menjadi terbungkam, ia telah terpengaruhi sang ucapan tadi, sehingga kepala pemberontak itu pada bebaskan menggunakan harapan dapat bertaubat serta menempuh jalan yg benar di belakang hari.
Demikianlah Cerita Islami yg berjudul Inilah Ujian Sebuah Keadilan Yang Patut Di Tiru yg sanggup admin berikan dalam bentuk goresan pena. Besar Harapan admin semoga cerita islami ini berguna bagi kita semua terutama bagi anda yang kemungkinan ketika ini sedang membaca artikel ini, jadikan renungan serta motivasi buat kita seluruh. Terima kasih. Untuk cerita Islami yang lebih seru dan sangat memotivasi banget sobat bisa baca Kisah Pemuda Kesayangan Rasullullah SAW.
Gambar Kisah Islami. Ujian Sebuah Keadilan
Inilah Ujian Sebuah Keadilan Yang Patut Di TiruUmar bin Abdul Aziz waktu menjadi Khalifah pernah pada guncang oleh timbulnya pemberontakan yang sangat hebat. Kaum pemberontak bertindak sangat kejam terhaddap rakyat jelata, maka pemerintah bertekad buat membasmi hingga tuntas. Para pemberontak yang nir mau menyerahkan diri, apabila tertangkap akan di jatuhi sanksi meninggal. Suatu ketika, seorang pemberontak tertangkap. Ia di jatuhi hukuman pancung. Algojo yang melaksanakan tugas hukuman telah siap serta pelaksanaan sanksi akan segera di lakukan. Rakyat yang menyaksikan menunggu dengan berdebar-debar. Sesuai dega peraturan, sebelum pelaksanaan pada mulai, kepada terhukum di berikan kesempatan buat menyampaikan permintaan terakhirnya."Hai pemberontak yg berhati kejam, kau ku berikan kesempatan buat mengajukan permohonan terakhir. Sampaikan apa keinginanmu sebelum sanksi atas dirimu di laksanakan!" kata Khalifah Umar bin Abdul Aziz.
"Terima kasih Amirul Mukminin," jawab pemberontak itu. "Aku hanya menginginkan semangkuk air putih."
"Hanya itu permintaanmu?" tanya Khalifah keheranan.
"Benar, Tuanku." jawab pemberontak itu.
"Baiklah, akan ku penuhi permintaanmu," ucap Khalifah, lalu Khalifah memerintahkan keliru seseorang pengawal mengambil semangkuk air buat pada berikan pada terhukum yang sebentar lagi akan mati.
Setelah mangkuk berisi air itu pada terima sang pemberontak itu, dia mengungkapkan ; "Apakah Khalifah mau berjanji, apa apabila air yang terdapat pada dalam mangkuk ini belum saya minum, Khalifah nir akan memerintahkan algojo melaksanakan sanksi atas diri saya?"
"Ya, aku berjanji. Jika air dalam mangkuk itu belum kau minum, hukuman tidak akan di laksanakan," sahut Khalifah memberi agunan.
Mendengar Khalifah Umar bin Abdul Aziz, datang-datang pemberontak itu membuang air dalam mangkuk itu sampai habis.
"Janji adalah suatu hal yang harus di tepati. Bukankah demikian, wahai pemimpin orang-orang yang beriman?" pungkasnya.
"Pasti. Janji memang harus pada tepati, itulah keadilan," jawab Khalifah yang masih belum tahu apa yang di maksud pemberontak itu dengan perbuatannya yang di anggap tidak waras. Ia sudah membuang air yg baru saja pada mintanya.
"Tadi Khalifah berjanji, jika air pada mangkuk itu belum saya minum, Tuanku tidak akan melaksanakan sanksi terhadap aku . Air itu telah aku tumpahkan, dan sekarang sudah kemarau di tanah, sehingga saya nir bisa lagi meminum air itu. Berarti Khalifah tidak akan sanggup melaksanakan sanksi sesuai dengan janji Khalifah tersebut," ucap pemberontak dengan sangat liciknya.
Mendengar itu, Khalifah mengerutkan keningnya buat beberapa lama . Kemudian dia tersenyum dan membebaskan pemberontak tadi berdasarkan sanksi matinya. Pada kesempatan lain, pulang seseorang pemberontak tertangkap. Dengan muka menunda murka ia memerintahkan buat segera menghukum pemberontak itu denga hukuman pancung. Menjelang hukuman meninggal itu di laksanakan, datang-tiba pemberontak itu menangis tersedu-sedu, menggunakan paras sinis Khalifah mencemoohnya.
"Mengapa kamu menangis? Seorang pemberontak yg syahdan gagah berani ternyata menangis dalam menghadapi kematiannya. Apakah engkau kini sudah menjadi tikus yang pengecut?"
"Demi Allah, wahai Amirul Mukminin, saya menangis bukan karena takut mangkat , ajal sudah menjadi ketentuan. Mati pasti akan pada temui oleh siapapun yang pernah hidup," sahut pemberontak itu.
"Lalu, kenapa engkau menangis?" jawab Khalifah.
"Saya menangis karena aku akan mangkat pada ketika Khalifah sedang marah. Saya sangat menyesal sekali."
Mendengar jawaban itu Khalifah Umar bin Abdul Aziz tertunduk. Ia teringat, dalam islam melarang penganutnya melakukan sesuatu dengan dasar nafsu amarah. Rasullullah pun melarang untuk menjatuhkan suatu keputusan aturan ketika sedang marah. Maka Khalifah segera memberi perintah buat membebaskan pemberontak tadi menurut sanksi pancung. Akhirnya menggunakan kegigihan yang tidak mengenal lelah, Khalifah bisa menumpas habis semua pemberontak itu. Dalam penyerangan yg jitu keliru seseorang kepala pemberontak dapat di ringkusnya. Dengan pada rantai ketua pemberontak itu di hadapkan pada Khalifah.
"Wahai Amirul Mukminin, Tuan sudah pada beri kemenangan sehingga sekarang saya sebagai tawanan Anda. Sebelum Khalifah menjatuhkan sanksi mangkat terhadap saya, anugerahilah aku yang kalah ini dengan sesuatu yg melebihi kemenangan," istilah kepala pemberontak itu.
"Apa maksudmu?" tanya Khalifah.
"Berilah saya ampunan serta kesempatan buat bertaubat dan memperbaiki kesalahan."
"Tidak! Engkau pada aturan justru karena dirimu bersalah serta menolak buat menyerah. Aku harus menegakkan keadilan.
"Ucapan Khalifah memang benar. Tetapi, bukankah Khalifah pernah menyatakan bahwa terdapat yg lebih tinggi harganya dari keadilan, yaitu memberi maaf? Maka saya mohon, maafkanlah aku . Karena Allah mencintai orang yang mengassihi sesamanya, terutama orang yg lemah, kalah dan berdosa."
Khalifah menjadi terbungkam, ia telah terpengaruhi sang ucapan tadi, sehingga kepala pemberontak itu pada bebaskan menggunakan harapan dapat bertaubat serta menempuh jalan yg benar di belakang hari.
Demikianlah Cerita Islami yg berjudul Inilah Ujian Sebuah Keadilan Yang Patut Di Tiru yg sanggup admin berikan dalam bentuk goresan pena. Besar Harapan admin semoga cerita islami ini berguna bagi kita semua terutama bagi anda yang kemungkinan ketika ini sedang membaca artikel ini, jadikan renungan serta motivasi buat kita seluruh. Terima kasih. Untuk cerita Islami yang lebih seru dan sangat memotivasi banget sobat bisa baca Kisah Pemuda Kesayangan Rasullullah SAW.