KISAH PEMUDA KESAYANGAN RASULLULLAH SAW

Kisah Pemuda Kesayangan Rasullullah SAW CARA FLEXI - Assalamu'alaikum wr.wb. Apa keterangan sobat seluruh? Dalam pertemuan kali ini admin membuatkan cerita Islami yg sangat seru dengan harapan semoga goresan pena admin ini mampu bermanfaat bagi kita seluruh serta pula buat renungan sobat semua yang kebetulan waktu ini lagi membaca postingan ini. Ok, eksklusif saja simak Cerita Islam yang berjudul kisah pemuda kesayangan Rasullullah SAW berikut.

Gambar. Pemuda Kesayangan Rasullullah SAW

Kisah Pemuda Kesayangan Rasullullah SAW

Cerita Islami

Dengan takbir Allahu Akbar, Rasullullah dan para sahabatnya beserta semua pasukan Muslimin memasuki kota Makkah dengan penuh keharuan serta kegembiraan karena kemenangan yg baru pada capainya. Rasullullah berjalan bersama Usamah bin Zaid bin Haritsah di sebelah kirinya, sedang Bilal bin Rabah berada pada sebelah kanannya.
Rasullullah sengaja menempatkan kedua orang ini sebagai suatu jawaban sekaligus proklamasi kepada para penduduk kota Makkah akan berakhirnya disparitas sosial serta warna kulit. Hanya ketaatan kepada Allah-lah yg membedakan seseorang menggunakan lainnya. Siapakah Bilal bin Rabah dan Usamah itu? Billah bin Rabah merupakan bekas budak Umayyah bin Khalaf serta Usamah merupakan anak hasil perkawinan Zaid bin Haitsah seseorang habsy berkulit hitam dengan Ummu Aimian, bekas hamba sahaya serta pengasuh Rasullullah.
"Usamah adalah orang yang paling saya cintai, sebagaimana saya mengasihi ayahnya," istilah Rasullullah.
Begitu cintanya Rasullullah pada ayah Usamah, hingga orang menyebutnya 'Zaid bin Muhammad'. Namun sebutan ini pada tegur sang Allah lewat surat Al Ahzab'. Begitu bangganya Rasullullah kepada Usamah, dalam usia 20 tahun pemuda itu sudah pada angkat sebagai Panglima Perang buat memimpim 700 tentara Islam menyerbu Syiria. Mendengar pribadi perintah Rasullullah, Panglima Perang Usamah berangkat menuju Syiria menghadapi pasukan Romawi di bawah pimpinan Raja Heraclius. Sebagai seorang Panglima pemuda yg masih berusia 20 tahun, anak seorang budak. Wajarlah jika pengangkatannya menyebabkan banyak pro serta kontra, protes yang pada terima Rasullullah dari para sahabat senior, termasuk Umar bin Khattab.
"Sebelum ini mereka jua tidak menyetujui ayahnya sebagai Panglima, padahal Zaid, ayahnya, cukup layak sebagai Panglima sebagaimana anaknya yg juga layak untuk jabatan itu. Ia merupakan orang yang paling saya kasihi sesudah Ayahnya. Dan aku berharap dia termasuk salah satu seseorang yg primer di antara kalian yang baik," demikian kata Rasullullah meredam protes para teman.
Usamah bin Zaid menyadari situasi itu, tetapi perintah Rasullullah adalah sebuah amanat yang harus pada laksanakan. Dengan 700 pasukannya ia berangkat menuju Syiria. Ketika beberapa kilometer di sebelah utara kota Madinah Usamah bersama pasukannya beristirahat, tiba-datang terdengar warta duka, Rasullullah wafat.
"Pengiriman pasukan ke Syiria harus pada tunda. Sangat nir layak, dalam suasana sedih permanen mengirim pasukan tentara. Usamah merupakan anak kesayangan Rasullullah, beri kesempatan dia buat memberi penghormatan yg terakhir," kata Umar bin Khattab.
Para sahabat banyak menyetujui pendapat Umar, namun nir demikian menggunakan pendapat Abu Bakar yang baru saja pada baiat sebagai Khalifah.
"Pesan Rasullullah menjelang wafatnya, teruskan pengiriman Usamah. Ini amanat, yang tidak bisa di tawar lagi serta harus pada laksanakan." kata Abu Bakar.
"Menjaga Madinah lebih penting daripada menyerang keluar," sahut Umar bin Khattab.
"Demi Allah, meskipun aku akan di keroyok srigala, aku akan tetap melaksanakan apa yg di perintahkan Rasullullah. Dan aku nir akan sekali-kali akan melanggar putusan yg telah di tetapkannya," jawab Abu Bakar tegas.
Kemudian di temuinya Usamah di perkemahannya yg ketika itu sedang menaiki kuda putihnya yang sangat gesit dan gagah. Begitu melihat kehadiran Khalifah Abu Bakar, Usamah akan meloncat turun dari kudanya buat menjemputnya, namun Khalifah mencegahnya.
"Teruskan tugasmu sesuai perintah Rasullullah. Dan izinkan saya tinggal di Madinah bersama Umar untuk urusan sepeninggal Rasullullah," kata Khalifah Abu Bakar menghormati Usamah selaku Panglima.
Dengan perasaan galau lantaran berpisah menggunakan Rasullullah, Usamah meninggalkan Madinah beserta pasukannya menuju Syiria buat melaksanakan amanah Rasullullah. Pertempuran itu berlangsung selama 40 hari dengan kemenangan di pihak Usamah serta pasukannya.
"Tanpa Rasullullah Nabi Muhammad SAW, Panglimanya bisa membawahi pasukan segigih itu, apalagi saat masih beserta Pemimpinnya yg dulu," kata Heraclius yg kagum melihat semangat pasukan Muslimin.
Keberanian Usamah di medan perang sangat indah, ia mirip ayahnya, Zaid bin Haritsah. Di ketika Rasullullah masih hidup, kemenangan demi kemenangan di capai Usamah di medan perang. Di ceritakan pengalaman-pengalamannya, termasuk kematian seseorang lawan yang sebelumnya banyak mengakibatkan tewasnya pasukan Muslimin. Usamah berhasil menangkap lawan itu, dalam keadaan terpepet menggunakan pedang masih pada genggamannya, datang-datang musuhnya itu mengucapkan kalimat syahadat. Namun Usamah permanen mengayunkan pedangnya dan menebasnya hingga beliau mati.
Saat itu Rasullullah benar-benar marah. "Mengapa kau bunuh jua orang yang telah menucapkan kalimat tauhid, sehingga tidak menghalalkan darah seseorang yang telah mengucapkan kalimat syahadat. Terlepas apakah itu pada ucapkan dari lubuk hatinya atau cuma sekedar lisannya saja, misalnya yg di lakukan orang Kafir yang di bunuh Usamah itu.
Peristiwa itu sangat membekas di hati Usamah. Ia merasa sangat menyesal sekali, yg tak mungkin pada lupakan seumur hidupnya. Karena itulah, ketika Khalifah Ali bin Abi Thalib memintanya maju ke medan perang menghadapi Muawiyah, Gubenur negeri Syam, Usamah menolaknya.
Ali bin Abi Thalib, sebagai Khalifah ingin menggantikan Muawiyah menjadi Gubenur Syam dengan Suhail bin Hunaif. Namun Muawiyah menolak sampai terjadi perselisihan serta berkembang sebagai peperangan sesama pasukan Muslim. Celakanya, perselisihan itu melibatkan Aisyah, Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaillah yg menuntut balas kepada Ali atas kematian Khalifah Ustman bin Affan. Khalifah Ali kemudian minta donasi pada Usamah, yang tak mungkin mengabulkannya. Usamah masih pada liputi perasaan stress berat semenjak membunuh orang kafir yang mengucapkan syahadat pada medan perang ketika dulu, ia tidak mungkin sanggup melupakannya.
"Wahai Khalifah Ali, andai kata saya wajib menyertai Anda sampai ke ekspresi singa sekalipun, saya akan tetap setia. Tetapi urusan ini, maaf sama sekali nir terlintas dalam pikiran saya," kata Usamah menolak permintaan Khalifah Ali.
Dan Khalifah Ali pun sangat tahu dan menyadari sikap Usamah itu.
Baik, bagaimana cerita islami diatas yang berjudul Kisah Pemuda Kesayangan Rasullullah SAW yg sangat seru sekali bukan. Semoga postingan yg admin tulis ini bisa berguna bagi kita semua Amiin. Mungkin cukup sekian menurut admin, buat cerita islami yang lebih seru lagi sobat jua sanggup membacanya pada postingan sebelumnya yang berjudul Subhanallah! Inilah Wanita Pertama Yang Masuk Surga Bahagia Selamanya kisah inspirasi hidup, seru yg sangat memotivasi banget, terutama bagi kaum hawa. Terima kasih telah berkunjung

INILAH UJIAN SEBUAH KEADILAN YANG PATUT DI TIRU

Inilah Ujian Sebuah Keadilan Yang Patut Di Tiru CARA FLEXI - Assalamu'alikum Wr. Wb. Sobat seluruh admin kini ingin menunjukkan cerita Islami dalam bentuk goresan pena ini. Dimana aturan sebuah keadilan itu memang harus benar-benar pada terapkan, negara akan sangat maju jika hukumnya diterapkan menggunakan adil tanpa bulu. Hemmm tapi sayang dengan hukum di Indonesia ini masih bisa pada beli dengan yang namanya Uang (Materi). Itu menandakan bahwa aturan pada Indonesia masih belum bisa pada katakan dengan adil seadil-adilnya. Untuk itu marilah kita meniru serta mencontohkan aturan pada kisah Islami ini. Barangkali sobat semua penasaran, pribadi saja simak Cerita Islami yang Berjudul Inilah Ujian Sebuah Keadilan Yang Patut Di Tiru pada bawah ini.

Gambar Kisah Islami. Ujian Sebuah Keadilan

Inilah Ujian Sebuah Keadilan Yang Patut Di TiruUmar bin Abdul Aziz waktu menjadi Khalifah pernah pada guncang oleh timbulnya pemberontakan yang sangat hebat. Kaum pemberontak bertindak sangat kejam terhaddap rakyat jelata, maka pemerintah bertekad buat membasmi hingga tuntas. Para pemberontak yang nir mau menyerahkan diri, apabila tertangkap akan di jatuhi sanksi meninggal. Suatu ketika, seorang pemberontak tertangkap. Ia di jatuhi hukuman pancung. Algojo yang melaksanakan tugas hukuman telah siap serta pelaksanaan sanksi akan segera di lakukan. Rakyat yang menyaksikan menunggu dengan berdebar-debar. Sesuai dega peraturan, sebelum pelaksanaan pada mulai, kepada terhukum di berikan kesempatan buat menyampaikan permintaan terakhirnya.
"Hai pemberontak yg berhati kejam, kau ku berikan kesempatan buat mengajukan permohonan terakhir. Sampaikan apa keinginanmu sebelum sanksi atas dirimu di laksanakan!" kata Khalifah Umar bin Abdul Aziz.
"Terima kasih Amirul Mukminin," jawab pemberontak itu. "Aku hanya menginginkan semangkuk air putih."
"Hanya itu permintaanmu?" tanya Khalifah keheranan.
"Benar, Tuanku." jawab pemberontak itu.
"Baiklah, akan ku penuhi permintaanmu," ucap Khalifah, lalu Khalifah memerintahkan keliru seseorang pengawal mengambil semangkuk air buat pada berikan pada terhukum yang sebentar lagi akan mati.
Setelah mangkuk berisi air itu pada terima sang pemberontak itu, dia mengungkapkan ; "Apakah Khalifah mau berjanji, apa apabila air yang terdapat pada dalam mangkuk ini belum saya minum, Khalifah nir akan memerintahkan algojo melaksanakan sanksi atas diri saya?"
"Ya, aku berjanji. Jika air dalam mangkuk itu belum kau minum, hukuman tidak akan di laksanakan," sahut Khalifah memberi agunan.
Mendengar Khalifah Umar bin Abdul Aziz, datang-datang pemberontak itu membuang air dalam mangkuk itu sampai habis.
"Janji adalah suatu hal yang harus di tepati. Bukankah demikian, wahai pemimpin orang-orang yang beriman?" pungkasnya.
"Pasti. Janji memang harus pada tepati, itulah keadilan," jawab Khalifah yang masih belum tahu apa yang di maksud pemberontak itu dengan perbuatannya yang di anggap tidak waras. Ia sudah membuang air yg baru saja pada mintanya.
"Tadi Khalifah berjanji, jika air pada mangkuk itu belum saya minum, Tuanku tidak akan melaksanakan sanksi terhadap aku . Air itu telah aku tumpahkan, dan sekarang sudah kemarau di tanah, sehingga saya nir bisa lagi meminum air itu. Berarti Khalifah tidak akan sanggup melaksanakan sanksi sesuai dengan janji Khalifah tersebut," ucap pemberontak dengan sangat liciknya.
Mendengar itu, Khalifah mengerutkan keningnya buat beberapa lama . Kemudian dia tersenyum dan membebaskan pemberontak tadi berdasarkan sanksi matinya. Pada kesempatan lain, pulang seseorang pemberontak tertangkap. Dengan muka menunda murka ia memerintahkan buat segera menghukum pemberontak itu denga hukuman pancung. Menjelang hukuman meninggal itu di laksanakan, datang-tiba pemberontak itu menangis tersedu-sedu, menggunakan paras sinis Khalifah mencemoohnya.
"Mengapa kamu menangis? Seorang pemberontak yg syahdan gagah berani ternyata menangis dalam menghadapi kematiannya. Apakah engkau kini sudah menjadi tikus yang pengecut?"
"Demi Allah, wahai Amirul Mukminin, saya menangis bukan karena takut mangkat , ajal sudah menjadi ketentuan. Mati pasti akan pada temui oleh siapapun yang pernah hidup," sahut pemberontak itu.
"Lalu, kenapa engkau menangis?" jawab Khalifah.
"Saya menangis karena aku akan mangkat pada ketika Khalifah sedang marah. Saya sangat menyesal sekali."
Mendengar jawaban itu Khalifah Umar bin Abdul Aziz tertunduk. Ia teringat, dalam islam melarang penganutnya melakukan sesuatu dengan dasar nafsu amarah. Rasullullah pun melarang untuk menjatuhkan suatu keputusan aturan ketika sedang marah. Maka Khalifah segera memberi perintah buat membebaskan pemberontak tadi menurut sanksi pancung. Akhirnya menggunakan kegigihan yang tidak mengenal lelah, Khalifah bisa menumpas habis semua pemberontak itu. Dalam penyerangan yg jitu keliru seseorang kepala pemberontak dapat di ringkusnya. Dengan pada rantai ketua pemberontak itu di hadapkan pada Khalifah.
"Wahai Amirul Mukminin, Tuan sudah pada beri kemenangan sehingga sekarang saya sebagai tawanan Anda. Sebelum Khalifah menjatuhkan sanksi mangkat terhadap saya, anugerahilah aku yang kalah ini dengan sesuatu yg melebihi kemenangan," istilah kepala pemberontak itu.
"Apa maksudmu?" tanya Khalifah.
"Berilah saya ampunan serta kesempatan buat bertaubat dan memperbaiki kesalahan."
"Tidak! Engkau pada aturan justru karena dirimu bersalah serta menolak buat menyerah. Aku harus menegakkan keadilan.
"Ucapan Khalifah memang benar. Tetapi, bukankah Khalifah pernah menyatakan bahwa terdapat yg lebih tinggi harganya dari keadilan, yaitu memberi maaf? Maka saya mohon, maafkanlah aku . Karena Allah mencintai orang yang mengassihi sesamanya, terutama orang yg lemah, kalah dan berdosa."
Khalifah menjadi terbungkam, ia telah terpengaruhi sang ucapan tadi, sehingga kepala pemberontak itu pada bebaskan menggunakan harapan dapat bertaubat serta menempuh jalan yg benar di belakang hari.
Demikianlah Cerita Islami yg berjudul Inilah Ujian Sebuah Keadilan Yang Patut Di Tiru yg sanggup admin berikan dalam bentuk goresan pena. Besar Harapan admin semoga cerita islami ini berguna bagi kita semua terutama bagi anda yang kemungkinan ketika ini sedang membaca artikel ini, jadikan renungan serta motivasi buat kita seluruh. Terima kasih. Untuk cerita Islami yang lebih seru dan sangat memotivasi banget sobat bisa baca Kisah Pemuda Kesayangan Rasullullah SAW.