PETUNJUK TEKNIS DANA ALOKASI KHUSUS FISIK BIDANG PENDIDIKAN TAHUN 2018

Petunjuk Teknis Dana Alokasi Khusus Fisik Bidang Pendidikan Tahun 2018

Sesuai ketentuan Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional diatur bahwa satuan pendidikan formal dan nonformal menyediakan sarana serta prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sinkron menggunakan pertumbuhan serta perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, serta kejiwaan peserta didik.

Selanjutnya, dalam Pasal 42 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2O05 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 mewajibkan setiap satuan pendidikan mempunyai sarana serta prasarana pendidikan untuk menunjang proses pembelajaran yg teratur serta berkelanjutan pada rangka mempertinggi mutu pendidikan.
Upaya peningkatan akses serta mutu layanan pendidikan melalui upaya pemenuhan baku wahana dan prasarana pendidikan adalah galat satu prioritas pembangunan nasional pada bidang pendidikan, sebagai akibatnya perlu mendorong pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota melakukan tindakan konkret dalam rangka melaksanakan urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar yang harus diselenggarakan sang Daerah.

DAK Fisik Bidang Pendidikan digunakan buat mendanai aktivitas pendidikan yang merupakan urusan wajib Daerah sinkron prioritas nasional menjadi upaya pemenuhan standar wahana serta prasarana pendidikan buat mencapai standar nasional pendidikan.
Baca pula: Panduan Pembelajaran Tematik Terpadu pada SD
Tujuan aktivitas DAK Fisik Bidang Pendidikan merupakan buat pemenuhan sarana serta prasarana pendidikan dalam satuan pendidikan formal serta nonformal dalam rangka menaikkan akses dan mutu layanan pendidikan. Sasaran DAK Fisik Bidang Pendidikan diberikan pada satuan pendidikan yg diselenggarakan oleh pemerintah daerah juga yang diselenggarakan sang masyarakat, yang berbentuk:

  1. Sekolah Dasar (SD);
  2. Sekolah Menengah Pertama (SMP);
  3. Sekolah Menengah Atas (SMA);
  4. Sekolah Menengah Kejuruan (Sekolah Menengah Kejuruan);
  5. Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)/SMP Luar Biasa (SMPLB)/Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB)i Sekolah Luar Biasa (SLB); dan/atau
  6. Sanggar Kegiatan Belajar (SKB).


Demikian ulasan tentang Petunjuk Teknis Dana Alokasi Khusus Fisik Bidang Pendidikan Tahun 2018 semoga berguna bagi kita seluruh.

MEMPERKUAT MANAJEMEN STRATEGIS DENGAN PENGUKURAN KINERJA DALAM ORGANISASI SEKTOR PUBLIK

Memperkuat Manajemen Strategis Dengan Pengukuran Kinerja Dalam Organisasi Sektor Publik
Membahas manajemen strategis dapat dikatakan mengungkapkan interaksi antaraorganisasi serta lingkungannya, baik lingkungan internal maupun eksternal.lingkungan organisasi akhir-akhir ini tidak saja semakin bergejolak mengalamiperubahan, namun pula saling bekerjasama secara lebih erat. Hal tadi menuntutorganisasi buat berpikir strategis, sanggup menerjemahkan inputnya menjadi strategiyang efektif, dan menyebarkan alasan yang dibutuhkan buat meletakkanlandasan bagi aplikasi strateginya. 

Kesemuanya diharapkan akan dapatmemberikan petunjuk bagaimana menghadapi dan menanggulangi perubahan yangterjadi dalam lingkungan, bahkan memberi petunjuk dalam para pimpinan supaya mampumengendalikan perubahan yang terjadi dalam lingkungan tersebut, serta tidak sekedarbersikap memberikan reaksi terhadapnya. Dengan demikian fokus manajemen strategis merupakan menghubungkan organisasi dengan lingkungannya, merumuskanstrategi buat mengikuti keadaan dengan lingkungan, serta memastikan bahwaimplementasi strategi berjalan menggunakan baik. Organisasi juga diperlukan akan mampumengendalikan arah pencapaian sasaran yg telah ditetapkan. 

Ada beberapa hal yg berpengaruh pada memperkuat manajemen strategissuatu organisasi yaitu: pentingnya pelanggan, perbaikan yang bersifat monoton,pengukuran kinerja, transformasi kultural, dan keterlibatan anggota organisasi. Padabagian awal artikel ini, akan dibahas konsep dasar dan manfaat manajemen strategis,cakupan organisasi sektor publik, banyak sekali konsep dalam pengukuran kinerja dalamorganisasi sektor publik, mencakup dimensi, tujuan, hambatan serta tantangan pengukuranorganisai sektor publik. 

Pembahasan akan difokuskan pada bagaimana pengukurankinerja organisasi sektor publik bisa memperkuat manajemen strategis, khususnyadilihat berdasarkan pendekatan Total Quality Management (TQM) dari Deming.konsep Dasar serta Manfaat Manajemen Strategis pada Organisasi Sektor PublikPada dasarnya manajemen strategis adalah suatu perspektif baru yang menyorotitentang pentingnya organisasi buat memberikan lebih banyak perhatian padaperumusan strategi serta perubahan lingkungan. Strategi organisasi yang sempurna untukmelakukan penyesuaian dengan lingkungan yang berubah sangat krusial bagikeberhasilan pencapaian tujuan organisasi. 

Menurut Ibrahim, manajemen strategispada prinsipnya adalah kemampuan manajemen organisasi buat mengadaptasi masadepan yang umumnya bersifat jangka pendek serta menengah ( 2008:24). Strategipenting karena merupakan proses untuk menentukan arah yg harus dijalani supaya visidan misi organisasi dapat tercapai. Strategi juga bisa menaruh dasar yg masukakal buat keputusan-keputusan yang akan menuntun ke arah pencapaian tujuanorganisasi. Keputusan strategis akan menaikkan kemampuan pemimpin dalammenghadapi perubahan. 

Menurut Johnson serta Scholes (2002) pada Bovaird ( 2003:55), keputusan strategis menaruh perhatian dalam ruang lingkup kegiatan organisasi,penyesuaian aktivitas organisasi dan lingkungannya, alokasi serta realokasi sumberdaya utama pada organisasi, nilai, harapan dan tujuan menurut strategi yang berpengaruh,serta implikasi perubahan operasional pada seluruh organisasi. Sehingga dapatdikatakan bahwa manajemen strategis merupakan suatu proses yg pada setiap tahapnyamemerlukan partisipasi berdasarkan semua pihak, dan pertanggungjawaban berdasarkan pemimpin.dengan demikian manajemen strategis meliputi penetapan kerangka kerja untukmelaksanakan banyak sekali proses tadi. 

Menurut Steiner dan Miner ( 1997: 30), proses manajemen strategis meliputibeberapa hal menjadi berikut: 
  1. Pengawasan perubahan lingkungan 
  2. Identifikasi lingkungan peluang serta ancaman buat dihindarkan 
  3. Evaulasi kekuatan serta kelemahan organisasi 
  4. Perumusan misi dan sasaran 
  5. Identifikasi taktik buat buat pencapaian tujuan organisasi 
  6. Evaulasi strategi dan pilihan strategi yang akan diimplementasikan 
  7. Penetapan dan pemantauan proses buat meyakinkan bahwa strategidiimplementasikan menggunakan sempurna. 
Nutt dan Backoff (1992) pada Salusu (2006: 496-498), mengemukakanbeberapa alasan perlunya perubahan strategis yg sekaligus memberikan petunjuk mengenai bagaimana manfaat manajemen strategis bagi organisasi publik maupunorganisasi nonprofit sebagai berikut: 
  1. Organisasi baru atau yg sedang berkembang harus memikirkan langkah tujuandan target yang diprioritaskan. 
  2. Kebutuhan mempertahankan stabilitas pembiayaan yang memerlukan strategistrategibaru buat mencari asal pembiayaan baru. 
  3. Keinginan mengembangkan pelayanan, seiring makin tersedianya asal daya yangdimiliki, mendorong manajer melakukan perubahan kebijakan, prosedur, bahkanmungkin prioritas konsumen yg dilayani. 
  4. Perluasan peranan lantaran desakan publik, buat menjawab kebutuhan mereka 
  5. Perubahan kepemimpinan umumnya diikuti dengan visi baru yg menuntut paraeksekutif tahu serta beradaptasi dengan kebijakan baru 
  6. Tuntutan yuridis dalam perencanaan yang memungkinkan perubahan prosedur bilaada desakan pemerintah untuk memperoleh bantuan yang dibutuhkan 
  7. Tuntutan akan integrasi antar departemen, biro, bidang, bagian, seksi serta lain-lainsangat seringkali terjadi dalam organisasi pemerintahan yang menuntut penyesuaianmisi, tujuan, serta aneka macam mekanisme. 
  8. Koordinasi tindakan yg menuntut adanya perubahan pada kebijaksanaan internal 
  9. Ancaman politik yang menuntut para eksekutif menyesuaikan kebijaksanaanorganisasinya menggunakan tuntutan tadi. 

Cakupan Organisasi Sektor PublikMahsun (2006:7) menaruh pemahaman terhadap sektor publik sebagai segalasesuatu yg berhubungan dengan kepentingan generik serta penyediaan barang ataujasa pada publik yang dibayar melalui pajak atau pendapatan negara lain yang diaturdengan aturan. Contoh sektor publik mencakup beberapa bidang misalnya bidangkesehatan, pendidikan, keamanan, dan transportasi. 

Luasnya ruang lingkup sektorpublik menyebabkan pada penyelenggaraannya seringkali diserahkan ke pasar, denganregulasi dan supervisi permanen dipegang oleh pemerintah. Sehingga dalamperkembangannya, sektor publik mengalami aneka macam perubahan yg menyebabkanterjadinya bias dengan sektor partikelir.anggapan organisasi sektor publik pasti non profit menjadi tidak tepat karena adaorganisasi sektor publik yang bertipe quasi non profit yaitu mempunyai tujuan utamameningkatkan kesejahteraan rakyat namun mempunyai motif keuntungan untukkeberlangsungan organisasi serta dapat memberikan donasi pada pendapatan negaraatau wilayah. 

Sehingga organisasi sektor publik bukan hanya organisasi sosial atauorganisasi non profit, serta jua bukan hanya organisasi pemerintahan. Organisasipublik merupakan organisasi yg herbi kepentingan umum danpenyediaan barang atau jasa kepada publik yang dibayar melalui pajak ataupendapatan negara lain yang diatur dengan hukum.cakupan organisasi sektor publik berbeda pada setiap negara, tergantung padakejadian historis serta suasana politik yang berkembang pada suatu negara. 

Termasukdalam cakupan sektor publik pada negara Indonesia adalah pemerintah sentra, pemerintahdaerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) serta Badan Usaha Milik Daerah(BUMD), organisasi bidang pendidikan, organisasi bidang kesehatan, dan organisasiorganisasimassa. Organisasi sektor publik diharapkan buat mengklaim bahwa pelayanan publik bisa disediakan buat warga secara adil serta merata, sertauntuk memastikan bahwa pelayanan publik dilakukan sesuai menggunakan kebutuhanmasyarakat.dimensi Pengukuran Kinerja Organisasi Sektor PublikKinerja merupakan kata kunci yg mendominsi seluruh diskusi tentang NPM(OECD, 1993) dalam Kouzmin et. Al (1999: 120-121). 

Sebagaimana dikemukakanCarter (1991), kinerja adalah konsep yg luas yang didalamnya tercakupmemiliki arti yg beragam, buat audiens yg tidak sinkron, serta konteks yang tidak selaras.akibatnya, desain indikator kinerja bagi organisasi swasta serta sektor publik menjadisulit. Disamping kendala teknis pada operasionalisasi konsep yang tak berbentuk,seperangkat indikator kinerja yg sama mungkin dibutuhkan guna menjawabpertanyaan tentang dimensi yang berbeda menurut kinerja keduanya. Tugas pengukurankinerja dalam organisasi sektor publik sangatlah kompleks. 

Terdapat dua alasan yg biasadigunakan buat mengungkapkan disparitas pengukuran kinerja antara organisasi publikdan privat. 
Pertama, karena organisasi partikelir dipercaya melekat dalam garis bawahpersyaratan laba, pengukuran kinerja adalah sebuah mekanisme teknis yg dapatdibandingkan dan langsung. 

Kedua, adanya tekanan sosial dan politik eksklusif padaagen organisasi sektor publik. 

Menurut Mardiasmo, sistem pengukuran kinerja sektor publik merupakan suatu sistemyang bertujuan buat membantu manajer publik menilai pencapaian suatu strategimelalui alat ukur finansial dan nonfinansial ( 2004 : 121). Sistem pengukuran kinerjadapat dijadikan menjadi alat pengendalian organisasi, karena pengukuran kinerjadiperkuat menggunakan memutuskan reward and punishment system. Lebih lanjutdikemukakan Mardiasmo bahwa pengukuran kinerja organisasi sektor publikdilakukan buat memenuhi tiga maksud. 

Pertama, buat membantu memperbaikikinerja pemerintah, ukuran kinerja dimaksudkan buat membantu supaya pemerintahfokus dalam tujuan serta target acara unit kerja. Hal ini diperlukan akanmeningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi sektor publik pada memberikanpelayanan kepada publik. 

Kedua, buat pengalokasian asal daya serta pembuatankeputusan. Ketiga, buat mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaikikomunikasi kelembagaan. 

Sedangkan Fitzgerald et al.'s (1991) pada Wilson (2000: 28), mengemukakanbahwa penelitian-penelitian pada sektor pelayanan menyarankan adanya 2 kategoriutama dalam pengukuran kinerja, satu kategori berhubungan dengan hasil akhir atauoutcomes dan yg lain berkaitan menggunakan faktor yang memilih. Outcomes dibagidalam kinerja keuangan serta daya saing. Sedangkan faktor yg memilih dibagilagi menjadi beberapa kategori yaitu kualitas pelayanan, fleksibilitas, inovasi, danpemanfaatan sumber daya.

Tujuan Pengukuran Kinerja Organisasi Sektor publikPengukuran kinerja adalah indera untuk menilai kesuksesan organisasi, yangdalam konteks organisasi sektor publik akan dipakai buat menerima dukungandan legitimasi berdasarkan publik. 

Masyarakat akan menilai keberhasilan organisasi lewatkemampuan organisasi pada menaruh layanan publik yang relatif murah danberkualitas. Sehingga pengukuran kinerja sangat penting buat menilai akuntabilitasorganisasi dan pimpinan pada membentuk pelayanan publik yang lebih baik.teague dan Eilon (1973) pada Wilson (2000:127), mengemukakan bahwa menurutpandangan tradisional, pengukuran kinerja memiliki tiga tujuan penting yaitu:mengklaim pencapaian tujuan atau sasaran, mengevaluasi, mengendalikan danmeningkatkan mekanisme dan proses, serta buat membandingkan serta menilai kinerjaorganisasi, tim serta individu yang berbeda. 

Menurut Mahmudi (2007 : 14), tujuan dilakukannya pengukuran kinerjaorganisasi sektor publik merupakan menjadi berikut: 
  1. Mengetahui taraf ketercapaian tujuan organisasi 
  2. Menyediakan sarana pembelajaran pegawai 
  3. Memperbaiki kinerja periode berikutnya 
  4. Memberikan pertimbangan yg sistematik dalam pembuatan keputusan pemberianreward serta punishment 
  5. Memotivasi pegawai 
  6. Menciptakan akuntabilitas publik 
Secara generik, tujuan sistem pengukuran kinerja berdasarkan Mardiasmo (2004:122)adalah sebagai berikut: 
  1. Mengkomunikasikan strategi secara lebih baik dengan memakai metode topdown serta bottom up 
  2. Mengukur kinerja finansial serta nonfinansial secara berimbang sebagai akibatnya dapatditelusuri perkembangan pencapaian strategi 
  3. Mengakomodasi pemahaman kepentingan manajer level menengah dan level bawahserta memotivasi buat mencapai goal congruence 
  4. Sebagai indera buat mencapai kepuasan menurut pendekatan individual dankemampuan kolektif yang rasional 

Kendala dan Tantangan Pengukuran Kinerja Organisasi Sektor PublikPengukuran kinerja merupakan proses mencatat dan mengukur pencapaianpelaksanaan kegiatan ke arah pencapaian tujuan melalui hasil-output yang ditampilkanbaik berupa produk, jasa maupun suatu proses. Kebanyakan organisasi swastamenggunakan keuntungan sebagai berukuran kinerjanya. Tetapi tidak demikian denganorganisasi publik, karena laba bukanlah adalah tujuan primer, namun organisasilebih memusatkan perhatian dalam peningkatan pencapaian kesejahteraan masyarakat. 

Disamping itu, output organisasi publik umumnya bersifat intangible dan indirect, atau berdasarkan Mardiasmo ( 2004: 122), karena sifat multidimensional kinerjaorganisasi sektor publik, maka nir ada indikator tunggal yang bisa dipakai untukmenunjukkan kinerja secara komprehensif. Artinya ukuran finansial saja tidak cukupuntuk mengukur kinerja organisasi sektor publik, perlu dikembangkan ukuran kinerjayang bersifat nonfinansial.sebagaimana dikemukakan sang Johnson serta Kaplan (1991) pada McAdam et.al (2002 : 582), bahwa rentang pengukuran yg digunakan dalam organisasi sektorpublik harus mencakup finansial dan nonfinansial. 

Ukuran kinerja dipakai olehpihak legislatif buat memilih kelayakan porto pelayanan ( cost of service) yangakan dibebankan pada masyarakat pengguna jasa publik. Sehingga pemerintahmempunyai kewajiban buat mempertinggi efisiensi serta efektivitas pelayanan publikatau menaruh banyak pelayanan dengan biaya murah (do more with less).masyarakat tentu nir ingin terus menerus ditarik pungutan, tetapi tidak adapeningkatan kualitas pelayanan yg mereka terima. 

Mahsun ( 2006 : 22), mengemukakan beberapa kendala pengukuran kinerjaorganisasi sektor publik diantaranya: 
  1. Kinerja organisasi sektor publik tidak bisa dievaluasi hanya berdasar rasio-rasiokeuangan, lantaran tujuan organisasi bukan memaksimalkan keuntungan 
  2. Output berupa pelayanan biasanya bersifat kualitatif, intangible serta indirectsehingga sulit diukur 
  3. Antara input serta output tidak mempunyai interaksi secara pribadi (discretionarycost center ) karena sulitnya tetapkan standar sebagai tolok ukur produktivitas. 
  4. Tidak beroperasi berdasarkan market forces sehingga nir ada pembanding yangindependen serta memerlukan instrumen pengganti prosedur pasar dalammengukur kinerja 
  5. Mengukur kepuasan warga yg tidak sejenis berdasarkan jasa pelayanan organisasisektor publik nir mudah dilakukan 

Menurut Neely (2004: 1019), terdapat empat proses dasar pengukuran kinerja yangsekaligus memunculkan tantangan yg dihadapi terutama pada desain danimplementasi sistem pengukuran kinerja, yaitu: 

1. Desain sistem pengukuran 
Pada proses ini, letak tantangannya adalah pada menentukan desain pengukuran yangtepat, karena pada akhir tahun 1980an, perkara yg dihadapi banyak organisasiadalah mereka mengukur hal yang keliru, kebanyakan berorientasi pada aspekfinansial dan historis. Tetapi sifat pengukuran ini sudah mengalami perubahanutamanya pada poly hal. Masalah yang sering ada adalah adanyapengukuran yg berlebihan, menggunakan mengkuantifikasikan segala hal. Sebagaicontoh, apabila berfokus dalam pelanggan, maka yang akan diukur mencakup komplain,kepuasan, loyalitas, kemampuan mendatangkan laba, penolakan danjaminan terhadap klaim, dan lain-lain. Jadi tantangan yg sesungguhnya adalahbukan pada pentingnya mengidentifikasi apa yg dapat diukur, namunmengidentifikasi apa yang kita butuhkan buat diukur. 

2. Implementasi 
Pada proses ini, tantangan yang dihadapi terletak pada dua hal yaitu masalah aksesdata, terutama kebutuhan buat menerima akses dalam data yg sempurna sertamasalah yg bersifat politis serta kultur. Hal tadi tercermin dalam kekhawatiran orang terhadap pengukuran dan peran yg seharusnya mereka mainkan, sehinggasampai ada usaha buat memanipulasi target yang ditetapkan buat menjaminbahwa sasaran bisa dicapai serta nir ada kesalahan yang dilakukan. Untukmengatasi perseteruan ini, anggota organisasi wajib diberi pendidikan untukmemahami tujuan dan kegunaan sistem pengukuran. 

3. Manajemen pengukuran 
Pada proses manajemen pengukuran, adanya perubahan kultur dalam banyakorganisasi adalah tantangan bagi organisasi buat menaruh perhatian padatarget yg sesungguhnya. Masalahnya adalah, pada poly organisasi pimpinanlebih tak jarang membicarakan tampilan data yang masih bersifat mentah danmengesampingkan buat mendeskripsikan konklusi mereka sendiri. Merekadapat memimpin buat memakai saat dan memperbesar debat yang tidakpenting buat memberikan justifikasi citra individual menggunakan tetap fokus padasituasi yg sedang berlangsung. Pelajaran yang bisa diambil merupakan selalu fokusbagaimana sasaran bisa dicapai.
4. Penyegaran/refreshing sistem pengukuran 
Tantangan yg paling nyata dalam desain serta implementasi sistem pengukurankinerja adalah pada proses ini.di pada organisasi, manajer dapatmemperkenalkan laporan kinerja buat merespon berbagai perkara khusus yangdihadapi. Karena hal ini akan membawa ke arah sosialisasi laporan kinerja yangbaru, tetapi sekaligus akan sebagai usang, karena masalah-perkara yangsebelumnya dihadapi sudah berhasil dipecahkan. Untuk mengklaim bahwasebagaimana halnya perubahan organisasi, sistem pengukuran pula akan berjalanserasi, maka diharapkan manajer kinerja yg mempunyai peran buat mengatursistem pengukuran.perbedaan lain dimensi pada pengukuran kinerja juga dijumpai. 

Pada tahun1980an fokusnya adalah dalam ‘3S’, irit, efektif dan efisien, sedangkan padatahun 1990an perhatian beralih pada kualitas dan kepuasan pelanggan. Juga ditemukanadanya tiga kecenderungan primer dalam pengukuran kinerja di negara-negara OECDpada akhir tahun 1990an (Australia MAB-MIAC, 1993 pada Kouzmin, 2004: 122),menjadi berikut: 
  1. Pengembangan sistem pengukuran yg memungkinkan perbandingan aktivitasyang sama dalam area yg tidak sinkron (instrumen benchmarking, misalnya citizenscharters dan and penghargaan pada kualitas) 
  2. Usaha-usaha dalam pengukuran kepuasan konsumen (citizen surveys, outputindicators), misalnya jumlah komplain,serta proksi-proksi yg bersifat tidak langsunguntuk mengukur impak eksklusif suatu program dalam grup target. 
  3. Berkurangnya perhatian pada efek jangka panjang acara, khususnya dalamevaluasi acara. 

Pelayanan publik dilakukan dengan memakai aturan eksklusif dankelompok rakyat pengguna layanan harus bersaing buat sumberdaya yangterbatas. Solusi pasar buat situasi ini adalah dengan memperkenalkan prinsippembayaran pengguna layanan dalam pelayanan yg dipilih sebagai akibatnya penggunalayanan tersebut adalah adalah orang yang sesungguhnya membayar pelayanantersebut. 

Masalah keterbatasan sumberdaya ini memiliki implikasi pada pengukurankinerja pada sektor publik bahwa pada tataran eksklusif berdasarkan kekurangpekaan permintaan konsumen secara positif dibutuhkan buat melindungi kepentingankonsumen yang rentan tersebut, setidaknya dipuaskan menggunakan pelayanan yg diberikandan dengan asal daya buat contoh eksit atau bunyi protes yg lain (Klein, 1984).atau dengan istilah lain, kepuasan konsumen bukanlah adalah satu-satunya dimensidalam pengukuran kinerja dalam organisi sektor publik dan harus ditangani denganperhatian yg sungguh-benar-benar (Swiss, 1992).memperkuat Manajemen Strategis dengan Pengukuran Kinerja OrganisasiSektor PublikPada tahun 1992, David Osborne dan Ted Gaebler mempublikasikan karyabestseller mereka yaitu Reinventing Government, yg menaruh pandangan yangluas mengenai sejumlah strategi yang mereka percayai dapat menaikkan kinerjaorganisasi publik. 

Kemudian pada tahun 2000 dengan The Reinventor Fieldbook.toolsfor Transforming Your Government Appearded, beserta Peter Plastrik menawarkaninstrumen elaborasi dari inspirasi sebelumnya. Salah satu instrumen pengukuran kinerjaadalah apabila sebuah organisasi publik ditegaskan produk dan layanannya dan kemudiandibuat indikator untuk mengukur outputnya. Hasil penetapan produk serta indikatorkinerjanya, bisa digunakan menjadi dasar perencanaan dan daur pengendalian yangdapat menaikkan kinerja organisasi. 

Pemikiran kinerja ini memiliki efek yang bersifat substantif pada manajemensektor publik baik pada Alaihi Salam juga pada Eropa. Pengaruhnya terlihat dalam kerja OECDdalam Public Management and Governance (PUMA) : pada prakteknya, setiap negaraanggota wajib menginvestasikan secara sungguh-benar-benar berbagai sumber daya dalamrangka memperkenalkan sistem pengukuran kinerja pada hampir semua sektor.dukungan terhadap sistem pengukuran kinerja ini sangat kuat, tergambar darikekompakan para politisi, masyarakat negara, serta komisi-komisi semacam lembagapengawas dalam tujuan terbukanya kotak hitam organisasi sektor publik, sertapeningkatan transparansi serta kemampuan manajemen. 

Ministry Foreign Affairs, (2000) dalam Bruijn (2002: 579), mengemukakanfungsi pengukuran kinerja organisasi sektor publik adalah menjadi berikut: 
  1. Transparency: organisasi bisa menciptakan menggunakan jelas produk apa yg merekatawarkan, bagaimana analisis input- outputnya, termasuk biayanya 
  2. Learning: organisasi menjadi selangkah lebih maju bila beliau menggunakanpengukuran kinerja buat belajar, transparansi yg diciptakan mengajarkan padaorganisasi apa kebaikan-kebaikan yang dimiliki serta pada mana kemungkinanpengembangannya. 
  3. Appraising: kineja berbasis evaluasi dapat dikatakan sebagai berfungsinyaorganisasi 
  4. Sanctioning: evaluasi dapat diikuti menggunakan hukuman positif bila ternyata kinerjanyabagus, serta hukuman negatif bila kinerjanya burukIde utama pengukuran kinerja adalah organisasi publik memformulasikan kinerjayang dipertimbangkan serta membuat indikasi bagaimana kinerja ini bisa diukur,menggunakan memutuskan indikator kinerja. 

Menurut Smith (1993), kinerja pemerintahanadalah sulit buat diukur (pada Bruijn 2002: 579) disebabkan outcome sebagaidampak akhir sangat tergantung dalam poly faktor. Misalnya jangka waktupencapaian yg dilakukan dengan imbas yg muncul mungkin terlalu usang jeda  waktunya. Sehingga yang bisa diukur lalu adalah dampak yg eksklusif(output), contohnya:jumlah putusan yg dimuntahkan sang pengadilan, jumlah pasienyang ditangani dokter, jumlah lulusan yg didapatkan oleh universitas serta lain-lain.inilah mengapa poly sistem pengukuran kinerja memusatkan perhatian dalam output.prosesnya adalah sebagai berikut: produksi dan layanan didefinisikan, organisasimenetapkan sasaran produksi, out put diukur dan hasilnya dilaporkan secara bersiklus. 

Bruijn ( 2002: 580-581 ), mengemukakan banyak sekali dampak positif pengukurankinerja organisasi publik yang dalam akhirnya membawa implikasi dalam penguatanmanajemen strategisnya sebagai berikut: 
  1. Pengukuran kinerja membawa ke arah transparansiPengukuran kinerja memberikan wawasan bagi organisasi mengenai produk utama,besarnya porto, serta pula bagaimana kegiatan organisasi atau bagian tertentu dariorganisasi pada memberikan donasi dalam output. Transparansi dapatmenghasilkan aneka macam bentuk rasionalisasi, dia mungkin bisa memicu berbagaidiskusi internal mengenai bagaimana berbagai aktivitas dapat mempertinggi kinerjaorganisasi Juga terdapat panduan yang jelas bagaimana menilai suatu struktur atauprosedur yang baru terutama bagaimana mereka bisa memberikan kontribusi padapeningkatan kinerja organisasi. Rasionalisasi serta proses pengembangan dapatmulai bersamaan seiring jalan menggunakan ketika saat organisasi bisa mengukurkeberadaan outputnya (Osborne Gaebler 1992). 
  2. Pengukuran kinerja merupakan bonus bagi outputPada awalnya pengukuran kinerja menaruh pengaruh dalam output, danselanjutnya hal tadi pada akhirnya akan menaruh sumbangan kepadakinerja organisasi. Beberapa hasil penelitian yg mendeskripsikan adanyahubungan antara sosialisasi pengukuran kinerja dengan peningkatan output telahdilakukan misalnya pada suatu pemerintah kota (Osborne dan Plastrik, 1997) danpada forum pendidikan tinggi ( In’t Veld, 1996). 
  3. Pengukuran kinerja merupakan cara yang elegan buat menciptakan akuntabilitasKetika tugas organisasi publik menjadi semakin kompleks, maka perihal otonomimenjadi penting dan ketika swatantra diberikan maka implikasinya adalah padaakuntabilitas, mempertanggungjawabkan kinerjanya. Informasi mengenai kinerjadiukur secara sistimatis dan dihitung sebagai akibatnya menambah kemampuan beberapaperiode eksklusif.fakta pula gampang dikomunikasikan, dan berita dapatdisediakan secara periodik setiap tahun. 

Namun demikian berdasarkan Bruijn, pengukuran kinerja juga bisa memunculkanberbagai pengaruh negatif yang dapat mengganngu pengambilan keputusan startegisorganisasi sektor publik ( Bruijn 2002:581-583), yaitu: 
  1. Mendorong adanya game playingOrganisasi publik menghasilkan hasil yg sinkron menggunakan sistem baku,walaupun dalam hal ini peningkatan produksi tidak signifikan dengan perspektifprofessional. Ini menunjuk pada adanya suatu permainan angka. Dalam kasusangkatan bersenjata Australia, dalam penyediaan perumahan bagi tentara yangmemiliki tempat tinggal yang jauh menunjukkan bahwa kinerja-kinerja yang ditetapkanoleh satuan-satuan organisasi tertentu hanya terdapat pada atas kertas dan sangat terbatasatau bahkan tidak mempunyai signifikansi sosial sama sekali.  
  2. Menambah birokrasi internalPenelitian menunjukkan bahwa skoring organisasi yg baik pada suatu sistempengukuran kinerja adalah investasi bagi pada ketentuan prosedural danorganisasional pada rangka memenuhi persyaratan sistem pengukurankinerja.sebagai model memiliki departemen yg terpisah yang memilikikemampuan birokrasi yanguntuk menciptakan semua daftar kegiatan bersifat auditabel. 
  3. Menghalangi inovasiOrganisasi akan melakukan berbagai usaha mengoptimiskkan proses produksinyauntuk menjamin pencapaian kinerja seefisien mungkin. 
  4. Menghalangi ambisi 
  5. Mematikan profesionalisme 
  6. Mematikan sistem pertanggungjawaban 
  7. Merugikan bagi kinerja yg baik 
Menurut Ghobadian dan Asworth (1994: 48-49), pengukuran kinerja sangatpenting dilakukan oleh oganisasi publik lantaran: dapat membantu meningkatkankualitas alokasi sumberdaya serta keputusan manajerial lain, dapat memfasilitasimanajemen menurut keterangan buat masa depan dengan menyediakan penekanan dasaruntuk merencanakan, memonitor serta melakukan kontrol terhadap perencanaan. Selainhal tadi, pengukuran kinerja pula sangat penting buat meningkatkanakuntabilitas menggunakan menciptakan pertanggungjawaban yg bersifat eksplisit danmenyediakan bukti keberhasilan atau kegagalan, dan bisa menyediakan dasarsistematis buat menilai serta memotivasi staf. 

Sedangkan berdasarkan Mardiasmo ( 2004: 122), pengukuran kinerja dapat bergunauntuk hal-hal menjadi berikut: 
  1. Memberikan pemahaman mengenai ukuran yang digunakan buat menilai kinerjamanajemen 
  2. Memberikan arah buat mencapai sasaran kinerja yang telah ditetapkan 
  3. Memonitor serta mengevaluasi pencapaian kinerja serta membandingkannya dengantarget kinerja serta melakukan tindakan korektif buat memperbaiki kinerja 
  4. Sebagai dasar buat memberikan reward serta punishment secara obyektif ataspencapaian prestasi yg diukur sinkron dengan sistem pengukuran kinerja yangtelah disepakati 
  5. Sebagai alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan pada rangka memperbaikikinerja organisasi 
  6. Membantu mengidentifikasi apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi 
  7. Membantu tahu proses aktivitas instansi pemerintah 
  8. Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara obyektif 

Keberadaan organisai sektor publik nir terlepas dari misi eksklusif, bahkanfaktor ktitis kesuksesan organisasi sektor publik adalah bagaimana mereka mencapaimisi yang diembannya, misalnya bagaimana mencapai tingkat efisiensi atau dalammengelola dana publik menjadi akuntabel, juga membentuk kepuasan pelanggan. 

Sejumlah pertanyaan yg wajib dialamatkan pada organisasi adalah bagaimanaorganisasi memenuhi misinya dengan baik, bagaimana mengetahui hal terebut,seberapa efisien hal tersebut bisa mendukung misi organisasi, bagaimana apabila dibandingkan dengan organisasi yg lain, bagaimana melaporkan pencapaian padapara para stakehorder, dan bagaimana menerima umpan kembali berdasarkan stakeholder.salah satu strategi buat merealisasikan misi organisasi adalah denganmemanfaatkan pendekatan manajemen mutu terpadu (Total Quality Management/TQM). TQM merupakan salah satu konsep manajemen yg dikembangkan oleh W.edwards Deming, yang merupakan komitmen yg sungguh-sungguh untukmeningkatkan kualitas jangka panjang serta membutuhkan penggunaan peralatanmaupun teknik-teknik eksklusif, walaupun yang paling primer adalah lebih dalam adanyasebuah komitmen ( Salusu, 2006: 456). 

Menurut Tjiptono dan Diana (2001) dalam Ibrahim ( 2008:46), TQM merupakanpendekatan pada menjalankan bisnis organisasi yg mencoba buat meningkatkandaya saing organisasi serta lingkungannya, yang untuk mencapainya wajib fokus padapelanggan, mempunyai obsesi tinggi terhadap kualitas, menggunakan pendekatan ilmiahdalam pengambilan keputusan dan pemecahan perkara, memiliki komitmen jangkapanjang serta membutuhkan kerja sama. TQM merupakan manajemen yang menciptakandan menyebarkan seperangkat nilai dan keyakinan yg bisa membuat setiaporang mengetahui bahwa kualitas buat konsumen adalah tuntutan yang paling utama,dan pada pelaksanaannya membutuhkan kolaborasi yg baik serta terpadu. Ataudalam rumusan lain yg lebih komprehensif, TQM pula dipahami sebagai komitmenyang terpadu dan penuh pengabdian terhadap kualitas melalui penyempurnaan prosesyang monoton oleh seluruh anggota organisasi. 

TQM tak jarang dianggap sebagaimanajemen berdasar liputan serta data lantaran beliau bekerja berdasar data dan kabar.pengaruh pendekatan Deming bisa dipandang dalam teori dan praktek manajemenstrategis lebih dari 2 dasa warsa. Sebagaimana halnya TQM, pendekatan manajemenstrategis sangat berpengaruh dalam poly organisasi dalam sektor publik maupunswasta. Setidaknya pada Alaihi Salam, organisasi pemerintahan didorong untuk mengadopsipendekatan Deming dan pendekatan manajemen strategis. Gore (1993), dalamVinzant dan Vinzant (1999: 516-517), melaporkan rekomendasi reinventinggovernment bahwa organisasi publik dapat menaikkan kinerja pemerintahanmelalui manajemen strategis serta manajemen kualitas .sedangkan dalam manajemen startegis kontemporer, pengaruh pendekatanDeming tampak sangat signifikan dalam hal bagaimana dia telah mampu membukahati masyarakat, karena sebelumnya pendekatan manajemen strategis dilihat hanyauntuk kepentingan yang terbatas. 

Kontribusi seperti fokus dalam hubungan denganpelanggan, telah membentuk area baru perhatian serta membuka pintu lebar-lebaruntuk menginterpretasikan pulang pentingnya konsep klasik manajemen startegis.pada sisi lain, tidak perlu dipertanyakan lagi bahwa kerja Deming sudah sangatberpengaruh pada hal bagaimana pendekatan manajemen startegis didesain dandiimplementasikan pada organissi masa kini .deming, (Vinzant dan Vinzant, 1999: 526) sangat percaya dalam pentingnyainformasi, yg dibangun dengan apa yg disebutnya menjadi pengendalian prosesstatistik menjadi dasar peningkatan kualitas serta manajemen. Dia berargumentasibahwa jika organisasi nir mengukur serta mendokumentasikan apa yg telahdilakukan dan bagaimana hal tersebut dilakukan, maka tidak terdapat jalan bagimanagemen atau karyawan buat membuat sistem kerja yang lebih baik . Sedangkanpengendalian serta proses penilaian telah lama direkomendasikan sebagai bagian yang krusial dari manajemen strategis. 

Streib and Poister (1990) mengemukakan bahwamasalah kunci pada imlementasi manajemen strategis adalah kemampuan untukmemonitor planning dan memperlihatkan suatu perubahan yang signifikan. Tahun 1990anorganisasi publik sudah menunjukkan perhatian yang signifikan dan usaha yangdicurahkan buat menyebarkan desain dan manfaat sistem pengukuran kinerjasebagai bagian pendekatan manajemen strategis (Kravchuk and Schack, 1996)Kerja Deming menfokuskan diri pada pengukuran peningkatan pada prosesproduksi serta hasilnya pada bisnis-usaha yang luas untuk mengimplementasikananalisis proses kerja serta pengukuran. 

Hasilnya, organisasi yang dalam suatu saat tidakmempunyai impian atau nir bisa buat mengukur sejumlah aktivitasnya dapatmenerimanya menjadi bagian krusial berdasarkan praktek manajemen yang efektif.beragamnya artikel pada mainstream jurnal manajemen menampakan bahwa desainsistem pengukuran kinerja serta usaha-usaha implementasi sudah masuk dalamorganisasi publik dan swasta. Pendekatan Deming telah merubah secara efektifpraktik manajemen dan kultur dalam banyak organisasi publik serta swasta untukmembangun dan memanfaatkan managemen strategis, yaitu proses pembuatankeputusan berbasis data.pada studi kasus di Inggris Raya, Greiling (2005: 555 ) mengemukakan bahwaadanya pemikiran untuk menggunakan sistem pengukuran kinerja menjadi alatmanajemen buat mengimplementasikan strategi. 

Contohnya adalah British LocalGovernment Act 2000, yang mensyaratkan bahwa semua otoritas lokal harusmenyiapkan taktik komunitas buat mempromosikan atau meningkatkan lingkunganyang mendukung secara irit serta sosial pada daerah mereka, dan untukmemberikan kontribusi bagi pencapaian pembangunan yang berkelanjutan di InggrisRaya. Indikator digunakan buat memformulasikan sebuah taktik komunitas danuntuk mengukur bagaimana strategi sudah direalisasikan dengan baik. Tidak hanyapada sektor partikelir, pelaporan quality-of-life pula merupakan bagian integral daripenggunaan yg lebih strategis menurut pengukuran kinerja di sektor publik. 

Konsepmanajemen strategis menggunakan demikian harus mewujudkan prinsip-prinsip serta praktekmanajemen umum yang dilakukan menjadi upaya buat merumuskan taktik danimplementasinya dalam organisasi. Walaupun manajemen strategis bukanlah obatmujarab pada merampungkan banyak sekali perkara yang dihadapi organisasi dan jugabukan merupakan agunan keberhasilan organisasi mencapai tujuannya, namunsetidaknya hal tadi akan lebih membuka jalan ke arah yg lebih baik. 

PENGERTIAN FUNGSI PEMBINAAN MENURUT PARA AHLI

Pengertian, Fungsi Pembinaan Menurut Para Ahli 
Pembinaan merupakan totalitas aktivitas yang meliputi perencanaan, pengaturan dan penggunaan pegawai sehingga menjadi pegawai yang mampu mengemban tugas menurut bidangnya masing-masing, supaya dapat mencapai prestasi kerja yang efektif serta efisien. Pembinaan juga bisa diartikan menjadi suatu tindakan, proses, hasil atau pernyataan lebih baik. Dalam Buku Pembinaan Militer Departemen HANKAM disebutkan, bahwa training adalah:

“Pembinaan merupakan suatu proses penggunaan manusia, alat peralatan, uang, ketika, metode dan sistem yang berdasarkan dalam prinsip tertentu buat pencapaian tujuan yang telah ditentukan menggunakan daya serta hasil yg sebanyak-besarnya”. (Musanef,1991:11). 

Dalam hal suatu training memperlihatkan adanya suatu kemajuan peningkatan, atas berbagai kemungkiinan peningkatan, unsur menurut pengertian pelatihan ini adalah suatu tindakan, proses atau pernyataan dari suatu tujuan dan pembinaan memberitahuakn pada “perbaikan” atas sesuatu istilah pelatihan hanya diperankan kepada unsur manusia, oleh karenanya training haruslah mampu menekan dan pada hal-hal problem manusia. Hal ini sejalan dengan pendapat Miftah Thoha pada bukunya yg berjudul “Pembinaan Organisasi” mendefinisikan, pengertian pembinaan bahwa :
  1. Pembinaan adalah suatu tindakan, proses, atau pernyataan sebagai lebih baik.
  2. Pembinaan merupakan suatu strategi yang unik berdasarkan suatu sistem pambaharuan dan perubahan (change).
  3. Pembinaan adalah suatu pernyataan yg normatif, yakni menyebutkan bagaimana perubahan dan pembaharuan yang berencana dan pelaksanaannya.
  4. Pembinaan berusaha buat mencapai efektivitas, efisiensi pada suatu perubahan dan pembaharuan yang dilakukan tanpa mengenal berhenti. (Miftah,1997:16-17). 
Dalam kitab Tri Ubaya Sakti yang dikutip oleh Musanef dalam bukunya yg berjudul Manajemen Kepegawaian di Indonesia disebutkan bahwa, yg dimaksud menggunakan pengertian pelatihan merupakan :

“Segala suatu tindakan yg berafiliasi langsung dengan perencanaan, penyusunan, pembangunan, pengembangan, pengarahan, penggunaan serta pengendalian segala sesuatu secara berdaya guna dan berhasil guna”. (Musanef,1991:11).

Pembinaan merupakan tugas yang terus menerus pada dalam pengambilan keputusan yg berwujud suatu perintah khusus/umum dan instruksi-intruksi, dan bertindak menjadi pemimpin pada suatu organisasi atau lembaga. Usaha-bisnis training adalah persoalan yg normatif yakni mengungkapkan mengenai bagaimana perubahan dan pembaharuan dalam pembinaan.

Fungsi Pembinaan 
Untuk mendapatkan output kerja yg baik, maka dibutuhkan adanya pegawai-pegawai yg setia, taat, amanah, penuh pengabdian , disiplin serta sadar akan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya sinkron dengan peraturan perundang-undangan kepegawaian yang berlaku, fungsi pembinaan diarahkan buat : 
  • Memupuk kesetiaan serta ketaatan. 
  • Meningkatkan adanya rasa pengabdian rasa tanggung jawab, kesungguhan dan kegairahan bekerja pada melaksanakan tugasnya. 
  • Meningkatkan gairah dan produktivitas kerja secara optimal. 
  • Mewujudkan suatu layanan organisasi serta pegawai yang higienis dan berwibawa. 
  • Memperbesar kemampuan serta kehidupan pegawai melalui proses pendidikan dan latihan yg sinkron menggunakan kebutuhan serta perkembangan organisasi (wadah yg ditentukan). 
Karakteristik Pembinaan
Menurut French dan Bell yang dikutip oleh Miftah Thoha dalam bukunya Pembinaan Organisasi mengidentifikasikan karakteristik pembinaan, yaitu : 
  • Lebih memberikan fokus walaupun nir tertentu dalam proses organisasi dibandingkan menggunakan isi yang subtantif. 
  • Memberikan fokus dalam kerja tim sebagai suatu kunci buat menilik lebih efektif mengenai berbagai perilaku. 
  • Memberikan penekanan pada manajemen yg kolaboratif dari budaya kerja tim. 
  • Memberikan fokus pada manajemen yang berbudaya sistem holistik. 
  • Mempergunakan model “action research”. 
  • Mempergunakan ahli-pakar konduite sebagai agen pembaharuan atau katalisator. 
  • Suatu pemikiran berdasarkan bisnis-usaha perubahan yang ditujukan bagi proses-proses yg sedang berlangsung. 
  • Memberikan penekanan kepada interaksi-hubungan humanisme serta sosial. 
Dengan tahu ciri diatas, membedakan setiap perubahan, pengembngan atau pelatihan yg bisa dijadikan suatu berukuran yang dapat membedakan antara pembinaan menggunakan bisnis-usaha pembaharuan dan training lainnya. 

Proses Pembinaan
1. Teknik Pembinaan
Teknik pelatihan adalah suatu pekerjaan yg sangat kompleks, yang ditujukan buat melaksanakan setiap aktivitas. Teknik yang dimaksud adalah bagaimana setiap pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya mempunyai output yang sempurna dengan mencapi efisiensi. Penggunaan daripada teknik ini tidak hanya buat mencapi efisiensi, tetapi jua terhadap kualitas pekerjaannya serta keseragaman daripada output yang diperlukan. Teknik ialah berhubungan dengan cara atau jalan bagaimana suatu kebijakan itu dilakukan. 

Teknik pembinaan bertujuan buat mengetahui secara pasti arus daripada berita yg diharapkan, yang diperoleh menurut suatu kegiatan pelatihan yang berwujud data-data, dimana setiap orang terlibat lebih mendetail dan telah dipraktekkan secara luas pada pada kegiatan pembinaan. Teknik-teknik pada suatu pelatihan yg fokusnya luas serta dalam umumnya berjangka panjang, seperti pendapat Mintzberg yang dikutip sang Alfonsus Sirait pada bukunya Manajemen mendeskripsikan empat cara mengenai teknik-teknik dalam suatu training, yaitu :

1. Teknik Adaptif (teknik yang berliku-liku).
Teknik yang sifatnya nisbi serta terfragmentasi serta fleksibilitas, yakni suatu teknik yang sanggup berjalan berliku-liku pada menghadapi suatu kendala.

2. Teknik Perencanaan (planning strategy).
Teknik ini memberikan kerangka panduan dan petunjuk arah yg kentara. Menurut teknik ini perencana taraf zenit mengikuti suatu mekanisme sistematik yg mengharuskan menganalisis lingkungan dan lembaga/organisasi, sehingga dapat berbagi suatu rencana buat beranjak ke masa depan.

3. Teknik Sistematik dan Terstruktur.
Teknik yg dari pilihan yang rasional tentang peluang serta ancaman yg masih ada pada pada lingkungan dan yang disusun begitu rupa, supaya sesuai menggunakan misi serta kemampuan lembaga/organisasi. 

4. Teknik Inkrementalisme Logis.
Merupakan suatu teknik perencanaan yang memiliki gagasan yg jells mengenai tujuan forum/organisasi serta secara informal menggerakan forum/organisasi ke arah yang diinginkan. Dengan teknik ini paling sesuai menggunakan situasi tertentu buat mendorong lembaga/organisasi secara termin demi termin menuju sasarannya.

Atas dasar itu, maka keliru satu alternatif harus dipilih atau sudah menentukan pilihannya daripada beberapa alternatif itu.

Strategi Pembinaan
Strategi bisa didefinisikan paling sedikit dari dua perspektif yang tidak sinkron berdasarkan perspektif apa yang akan dilakukan oleh sebuah organisasi, dan juga menurut perspektif apa yang dalam akhirnya dilakukan oleh sebuah organisasi. Dari perspektif yang pertama strategi adalah acara yg luas buat mendefinisikan serta mencapai tujuan organisasi serta melaksanakan fungsinya. Kata “acara” menyiratkan adanya kiprah yg aktif, yg disadari dan yang rasional dalam merumuskan strategi. Dari perspektif yg ke 2, taktik adalah pola tanggapan organisasi yg dilakukan terhadap lingkungannya sepanjang waktu.

Menurut Robert H. Hayes yg dikutip sang Alfonsus Sirait pada bukunya Manajemen mengidentifikasikan lima ciri utama berdasarkan taktik training (directing strategy), yaitu :

1. Wawasan ketika (time horizon).
Strategi digunakan untuk mendeskripsikan aktivitas yang meliputi saat yang jauh ke depan, yaitu waktu yang dibutuhkan buat melaksanakan kegiatan tadi dan juga saat yang diperlukan buat mengamati dampaknya. 

2. Dampak (impact).
Dengan mengikuti suatu taktik tertentu, pengaruh akhirnya akan sangat berarti.

3. Pemusatan Upaya (concentration of effort).
Sebuah stategi yg yg efektif mengharuskan pusat aktivitas, upaya atau perhatian terhadap rentang sasaran yang sempit.

4. Pola Keputusan (pattern decision).
Keputusan-keputusan harus saling menunjang, ialah mengikuti suatu pola yang konsisten.

5. Peresapan.
Suatu strategi mencakup spektrum aktivitas yang luas mulai dari proses alokasi asal daya sampai menggunakan aktivitas pada pelaksanaannya.

Strategi training merupakan upaya menciptakan kesatuan arah bagi suatu organisasi berdasarkan segi tujuannya yang berbagai macam itu, dalam memberikan pengarahan serta mengarahkan sumber daya buat mendorong organisasi menuju tujun tadi. Menurut Mintberg pada bukunya Strategy Making in Three Model yang dikutip oleh Alfonsus Sirait pada bukunya Manajemen mendefinisikan tentang taktik pelatihan adalah, bahwa :

“Strategi pembinaan merupakan proses pemilihan tujuan, penentuan kebijakan serta program yg perlu buat mencapai target tertentu dalam rangka mencapai tujuan serta penetapan metode yang perlu buat mengklaim agar kebijakan dan acara tersebut terlaksana”. (Sirait,1991:143). 

Materi Pembinaan
Materi pelatihan meliputi tentang pengaturan asal-sumberyang diperlukan, diantaranya : pegawai, porto (money), alat-alat (equipment), bahan-bahan/perlengkapan (material), ketika yang diharapkan (time will be needs), hal tadi wajib sudah tersedia apabila diharapkan.

Materi training yang meliputi bagaimana mengalokasikan dalam aplikasi suatu aktivitas yang herbi prosedur pengambilan keputusan dan cara-cara mengorganisasikannya, sehingga bahan-bahan pelatihan tadi bisa diinformasikan dalam pelaksanaannya. Materi pembinaan sangat dibutuhkan dalam persiapannya baik dalam bentuk standar atau formulir yg dapat digunakan buat mendeskripsikan hal-hal yg penting daripada aktivitas tersebut.

Menurut pendapat Soewarno Handayaningrat pada bukunya yg berjudul Pengantar Studi Ilmu Administrasi serta Manajemen menjelaskan pengertian Materi, bahwa:

“Materi merupakan adalah bentuk baku atau formulir ekspresi yang dipakai buat mendeskripsikan hal-hal krusial yang dipraktekkan harus dengan jelas dan teliti, yg merupakan catatan warta pada bentuk standar yang penyampaiannya diatur secara rapi menjadi dokumen keterangan”. (Soewarno,1994:133).

Materi adalah suatu asal nilai serta merupakan sumber data selesainya diolah sebagai sumber keterangan yg kemudian diatur, dievaluasi, sehingga mudah buat dijadikan bahan dalam suatu aktivitas. Selanjutnya diharapkan adanya system pencatatan berita dan penyimpanan (filling and record system) yang sewaktu-ketika bisa dipakai dalam suatu kegiatan berikutnya.

Hasil Pembinaan
Pembinaan merupakan suatu proses yang berkesinambungan dan nir ada rencana pelatihan bersifat final, tetapi selalu adalah bahan buat diadakan perbaikan. Oleh karena itu training bukan merupakan output daripada proses perencanaan, namun hanya menjadi laporan sementara (interiwn report). Hasil pelatihan adalah spesifikasi berdasarkan tujuan-tujuan/sasaran-target sasaran dari perencanaan yg ditentukan menggunakan apa yg ingin dicapai, dan bagaimana mencapainya. Pada suatu deretan, warta-informasi dan pandangan untuk ketika yg akan datang, maka harus menyimpulkan apa yg akan mempengaruhi tujuan dari kegiatan tersebut “hasil yg akan dicapai”

Jelasnya, hasil pembinaan menggunakan maksud/tujuan untuk mencapai tujuan organisasi itu adalah merupakan suatu pertimbangan yang pokok pada halnya pengambilan keputusan, maka efisiensi sangat diharapkan, karena efisiensi merupakan perbandingan yang terbaik antar input serta output (hasil aplikasi dengan sumber-asal yang dipergunakan) jadi tujuan hasil pembinaan adalah buat mencapai efektif (berhasil guna) serta efisien (berdaya guna). 

Menurut pendapat H. Emerson yang dikutip sang Soewarno Handayaningrat pada bukunya yg berjudul Pengantar Studi Ilmu Administrasi serta Manajemen menjelaskan pengertian efisiensi, yaitu :

“The ratio of input to hasil, benefit to cost (performance to be use of resources), as that which maximizes result with limited resources. In other words, it was the relation between what is accomplished and what might be accomplished”. (perbaidingan yang terbaik antara input serta hasil, antara laba menggunakan biaya (antar output aplikasi menggunakan asal-sumber yang dipergunakan), misalnya halnya juga hasil maximum yg dicapai dengan penggunaan asal uang terbatas. Dengan kata lain hubungan antara apa yang telah diselesaikan dengan apa yang wajib diselesaikan. (Soewarno,1994:15).

Pengertian Disiplin
Disiplin merupkan faktor pengikat dalam suatu pekerjaan yang memksa pegawai buat mentaati peraturan dan prosedurnya yg berlaku. Kata disiplin asal menurut kata “Disciple”, Discipulus (latin) yang berarti mengikuti dengan taat. Secara konsep hal disiplin sudah merujuk pada sikap yg selalu taat pada aturan, norma serta prinsip-prinsip eksklusif. Disiplin juga kemampuan buat mengendalikan diri dengan tenang dan permanen taat walaupun dalam situasi yg sangat menekan sekalipun, disiplin mengikuti tata tertib peraturan yg wajib ditaati (ketaatan).

Menurut Webter’s “Third New Internasional Dictionary” yang dikutip oleh Gering Supriadi dalam bukunya Etika Birokrasi menyebutkan, bahwa: 

“Disiplin merupakan adalah perilaku yang menggambarkan kepatuhan dalam suatu peraturan (anggaran) atau ketentuan yang berlaku dan adalah suatu tuntutan bagi berlangsungnya kehidupan beserta yg teratur, tertib yang adalah syarat absolut bagi berlangsungnya suatu kemajuan dan perkembangan”. (Supriyadi,2000:44).

Hal yang sama pula dikemukakan sang Henry Fayol “Theory Organization Classic” yg dikutip oleh Alfonsus Sirait pada bukunya Manajemen mendefinisikan, bahwa:

“Disiplin (discipline) merupakan output kepemimpinan yang baik disemua strata pada organisasi, perilaku yang adil (misalnya diadakannya anggaran buat memberikan penghargaan bagi prestasi yang baik) dan sanksi yang setimpal bagi para pelanggar aturan”. (Sirait,1991:45).

Disiplin dalam arti waktu, kuantitas, kualitas dan finansial adalah suatu hal yang sangat diharapkan karena : 
  • Disiplin adalah amanah dari rencana kerja yang sangat kentara, ritme dan metode kerja yang permanen serta efisien. 
  • Disiplin sesuai menggunakan prinsip-prinsip manajemen, ketentuan dan prosedur berlaku. 
Pengertian Disiplin Kerja
Keith Davis pada bukunya Human Behavior at Work yang dikutip oleh Anwar Prabu Mangkunegara mengemukakan definisi dari disiplin kerja, bahwa :

“Dicipline is Management action to enforce organization standars”. (disiplin kerja merupakan aplikasi manajemen buat memperteguh panduan-pedoman organisasi). (Mangkunegara,2001:129).

Dalam disiplin kerja terbagi dalam 2 bentuk disiplin kerja, yaitu :

1. Disiplin Preventif
Disiplin preventif adalah suatu upaya buat menggerakkan pegawai mengikuti serta mematuhi pedoman kerja, anggaran-aturan yg sudah digariskan oleh instansi/pemerintah. Tujuan dasar dari disiplin ini adalah buat menggerakan pegawai berdisiplin diri. Dengan cara preventif, pegawai dapat memelihara dirinya terhadap peraturan-peraturan yang telah dipengaruhi.

Disiplin preventif merupakan suatu sistem yg herbi kebutuhan kerja buat semua bagian sistem yang terdapat dalam organisasi (wadah yg sudah dipengaruhi).

2. Disiplin Korektif
Disiplin korektif merupakan suatu upaya menggerakkan pegawai pada menyatukan suatu peraturan dan menyarankan buat mematuhi peraturan sesuai dengan pedoman yg berlaku pada instansi/forum dan merupakan bentuk disiplin yg mengarah dalam motivasi buat berdisiplin.

Peningkatan Disiplin
Dalam peningkatan disiplin ada beberapa teknik pada melaksanakannya diantaranya adalah menjadi berikut :

1. Pengelolaan manajemen sumber daya manusia dilingkungan forum pemerintah.
Dengan pengaturan pengelolaan manajemen asal daya insan secara profesional, diperlukan pegawai bekerja secara produktif. Hal ini dimaksudkan agar terwujudnya ekuilibrium antara kebutuhan pegawai menggunakan tuntutan dan kemampuan organisasi/ forum pemerintah. 

2. Penetapan sistem prosedur yang efisien dan efektif menggunakan menciptakan format penilaian yang sistematik, sebagai akibatnya pegawai akan disiplin karena penilaian yang kentara.

Dalam evaluasi sistem kerja pegawai ruang lingkup pengukuran adalah 5W + 1H, yaitu Who, What, Whay, When, Where, and How, misalnya halnya yg dikemukakan oleh Andrew F. Sikula yg dikutip oleh Anwar Prabu Mangkunegara dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan mendefinisikan 5W + 1H yaitu :

1. Who (siapa)
Pertanyaan ini meliputi :
a. Siapa yg harus dinilai? Yaitu semua pegawai yg terdapat pada organisasi dari jabatan yg tertinggi hingga menggunakan pegawai jabatan terendah.
b. Siapa yang wajib menilai? Penilaian kinerja bisa dilakukan oleh pejabat (aparatur) yg berwenang.

2. What (apa)
Apa yang wajib dinilai, yaitu :
a. Objek/materi yang dievaluasi diantaranya, kemampuan perilaku, kepemimpinan kerja, serta motivasi kerja.
b. Dimensi ketika, yaitu kinerja yg dicapai dalam waktu ini (current performance) dan profesi yg dapat dikembangkan pada ketika yang akan tiba (future potential).

3. Why (mengapa)
Mengapa evaluasi kinerja itu harus dilakukan :
a. Untuk memelihara potensi kerja.
b. Untuk memilih kebutuhan training kerja.
c. Untuk tugas pengembangan karier.
d. Untuk tugas kenaikan pangkat jabatan.

4. When (kapan)
Waktu pelaksanaan penilaian kinerja bisa dilakukan secara formal serta informal
a. Penilaian kinerja secara formal dilakukan secara periodik, misalnya setiap bulan, kwartal, semester, atau setiap tahun.
b. Penilaian kinerja secara informal dilakukan dengan secara terus menerus serta setiap waktu atau setiap hari kerja.

5. Where (dimana)
Terdapat dua alternatif penilaian pegawai yaitu :
a. On the job appraisal (ditempat kerja lingkungan organisasinya).
b. Off the job appraisal (diluar loka kerja dengan cara meminta bantuan konsultan).

6. How (bagaimana)
Penilaian kinerja dilakukan dengan menggunakan metode tradisional (rating slake, employee comparison), dan metode terkini (management by objective (MBO), Assessment Centre).

3. Pemberian apresiasi terhadap pegawai yang benar-benar-sungguh melaksanakan tugasnya dengan baik/disiplin.

Dengan demikian jelaslah bahwa suatu kedisiplinan adalah kunci terwujudnya tujuan suatu organisasai, lantaran dengan terwujudnya kedisiplinan yang baik berarti pegawai sadar dan menjalankan tugas serta fungsinya dengan baik. Menurut Malayu SP. Hasibuan pada bukunya yg berjudul Manajemen Sumber Daya Manusia mengungkapkan indikator-indikator yang mempengaruhi terhadap disiplin, yaitu sebagai berikut:
1. Tujuan serta Kemampuan. 
2. Teladan serta Pimpinan.
3. Balas jasa.
4. Keadilan.
5. Pengawasan inheren.
6. Sanksi (hukuman).
7. Ketegasan.
8. Hubungan humanisme. 
(Hasibuan,1991:214).

Dengan ditegakannya disiplin pada kerja segala sesuatunya akan berjalan secara teratur, tertib dan sesuai menggunakan ketentuan-ketentuan yg digariskan serta sebagai akibat lebih lanjut dalam monitoring serta supervisi kerja akan lebih gampang buat dilaksanakan baik pada jangka panjang juga sebaliknya serta peningkatan dalam kerja meningkat.

Pengertian Pegawai Negeri Sipil
Pegawai Negeri Sipil adalah aparatur negara, abdi negara dan abdi rakyat yg menggunakan kesetiaan dan ketaatannya kepada Pancasila serta UUD 1945. Rumusan Pegawai Negeri Sipil bertitik tolak dari pokok pikiran bahwa pemerintah nir hanya menyelenggarakan fungsi generik pemerintahan saja, tetapi pula harus bisa melaksanakan fungsi pembangunan. Dengan kata lain, maka pemerintah harus berfungsi menjadi administrator pemerintahan, pembangunan juga pelatihan kemasyarakatan.

Dilihat dari segi birokrasi Pegawai Negeri Sipil adalah adalah birokrat yg bertujuan menyelenggarakan serta melaksanakan output keputusan politik pemerintah sepenuhnya, serta loyalitas yang tunggal melayani kepentingan umum, yaitu kepentingan rakyat negara Indonesia serta rakyat Indonesia seutuhnya. Pengertian Pegawai Negeri Sipil berdasarkan pasal 1 Undang-Undang Pokok-Pokok Kepegawaian Nomor 8 Tahun 1974 jo Undang-Undang No 43 Tahun 1999 dinyatakan Pegawai Negeri Sipil adalah :

“Mereka yang sudah memenuhi syarat-kondisi yg telah ditentukan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan diserahi tugas menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku” 

Menurut Nondi Supardi dan Romli Arsyad pada bukunya yg berjudul Etika Pemerintah mendefinisikan pengertian Pegawai Negeri Sipil menjadi berikut 

“Pegawai Negeri Sipil adalah aparatur pemerintah yg mempunyai tugas menyelenggarakan pelayanan generik bagi masyarakat (public service)”. (Supardi serta Arsyad, 2003:55).

Dalam halnya mengenai pengertian Pegawai Negeri Sipil, Pegawai Negeri Sipil jua terdiri menurut :
1. Pegawai Negeri Sipil Pusat.
2. Pegawai Negeri Sipil Daerah, dan
3. Pegawai Negeri Sipil lain yg ditetapkan menggunakan Peraturan Pemerintah.

Disamping Pegawai Negeri Sipil berfungsi untuk melayani kepentingan umum, pula menjadi pelaksana kebijakan pemerintah dalam menjalankan fungsinya yakni mensejahterakan baik moril maupun materil.

Pengertian Pelayanan Umum
Pelayanan umum merupakan segala macam kegiatan yang herbi kepentingan serta kebutuhan masyarakat Negara yang diselenggarakan sang pemerintah, yang merupakan hajat hidup orang poly dalam mencapai kesejahteraan warga lahir maupun batin. Dalam hal pelayanan umum didasari sang hak-hak dasar warga negara maupun hak asasi insan pada umumnya. 

Hal ini sejalan menggunakan pendapat Tjahya Supriatna pada bukunya “Etika Kepegawaian serta Pemerintahan” bahwa hak pelayanan berfokus pada :

“Fungsi kesejahteraan, fungsi keadilan, fungsi eksploitasi (rowing), pengendalian, pemberdayaan (empowerment), pengawasan dan keterbukaan (guiding and democratic) dalam gerak dan kegiatan melalui “public service” atau pelayanan masyarakat” . (Supriatna,1990:56).

Dalam hal tersebut mengingatkan bahwa pelayanan kepada warga tidaklah didasari serta mengacu pada hakekat kebutuhan warga , hakekat insan dan hak-hak dasar, namun pada pelayanan publik bertumpu dalam kepentingan warga selaku sumber daya insan pada banyak sekali kegiatan pemerintahan serta pembangunan.

Penyelenggaraan Pelayanan Umum
Pelayanan umum mencakup dua bidang primer yaitu pelayanan yg non komersil (social oriented) dan pelayanan komersial (profit oriented). Pada 2 jenis pelayanan ini membedakan adanya lembaga-forum yang menangani unsur pemerintahan. Lembaga seperti perum, perhutani dandan sebagainya, sedangkan forum yg non profit oriented berbentuk Departemen, Non Departemen, instansi atau lembaga lainnya.

Faktor-faktor Pendukung Pelayanan Umum
Dalam melaksanakan pelayanan umum (public service) terkait 3 variabel yaitu :

1. Aparatur Pemerintah 
Aparatur pemerintah dituntut buat menaruh pelayanan yang aporisma kepada masyarakat, menggunakan mengabdikan diri sebagai abdi negara dan abdi warga yg penuh dedikasi dan darma. Supaya aparatur pemerintah mampu melaksanakan tugas menggunakan sebaik-baiknya, maka perlu dukungan wahana dan prasarana baik bersifat materi maupun non materi misalnya : 
Materi 
a. Dukungan dana.
b. Dukungan gedung/tempat kerja.
c. Dukungan peralatan. 

Non materi 
a. Kewenangan (Dasar aturan).
b. Keterampilan manajerial.
c. Keterampilan teknis (profesional).
d. Tertib kepegawaian (terjamin hak-hak pegawai negeri).
e. Administrasi tempat kerja yang baik.
f. Suasana kerja yg kondusif serta nyaman.

2. Masyarakat (consument).
Dari rakyat dituntut adanya partisipasi yg kongkrit serta positif pada menerima jasa pelayanan. Hal ini diperlukan supaya rencana yg dibutuhkan berjalan menggunakan lancar. Faktor-faktor yang diharapkan merupakan : 
  • Kepatuhan sang peraturan. 
  • Rasa mempunyai. 
  • Kejujuran dan keterbukaan. 

3. Objek Pelayanan Umum.
Supaya manfaat atas jasa yang diterima warga dirasakan menjadi suatu hal yg menyenangkan dan memuaskan, maka persyaratan eksklusif perlu dipenuhi, seperti :
  • Menyangkut hajat orang poly. 
  • Mutu/kualitas yg baik terjaga. 
  • Memadai dan terjangkau sang masyarakat dan cepat dan tepat ketika.