FINANCIAL MANAGEMENT IMPROVEMENT PROGRAM

Financial Management Improvement Program 
Semakin meningkatnya tuntutan warga atas penyelenggaraan pemerintahan yang higienis, adil, transparan, serta akuntabel harus disikapi menggunakan serius serta sistematis. Segenap jajaran penyelenggara negara, baik dalam tataran eksekutif, legislatif, serta yudikatif harus memiliki komitmen beserta untuk menegakkan good governance serta clean government. Seiring dengan hal tadi, pemerintah pusat dan daerah telah mencanangkan target buat menaikkan pelayanan birokrasi pada warga dengan arah kebijakan penciptaan tata pemerintahan yg bersih dan berwibawa (good governance). 

Beberapa hal yg terkait dengan kebijakan buat mewujudkan good governance pada sektor publik antara lain mencakup penetapan standar etika serta perilaku aparatur pemerintah, penetapan struktur organisasi dan proses pengorganisasian yg secara jelas mengatur tentang kiprah serta tanggung jawab dan akuntabilitas organisasi kepada publik, pengaturan sistem pengendalian organisasi yang memadai, dan pelaporan eksternal yang disusun berdasarkan sistem akuntansi yang sesuai menggunakan baku akuntansi pemerintahan. Selanjutnya, berkaitan dengan pengaturan sistem pengendalian organisasi yg memadai, hal ini menyangkut permasalahan mengenai manajemen risiko, audit internal, pengendalian internal, penganggaran, manajemen keuangan serta pembinaan buat staf keuangan. Secara umum, permasalahan-pertarungan tersebut telah diakomodasi pada paket undang-undang di bidang pengelolaan keuangan negara yang baru-baru ini sudah diterbitkan oleh pemerintah. 

Paket peraturan perundang-undangan pada bidang keuangan negara yang meliputi UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, serta UU Nomor 15 Tahun 2004 mengenai Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara beserta peraturan-peraturan pendukungnya menggambarkan keseriusan jajaran pemerintah dan DPR buat memperbaiki pengelolaan, pencatatan, pertanggungjawaban, serta pemeriksaan atas pengelolaan keuangan pemerintah baik di taraf pusat maupun wilayah. Salah satu pertimbangan yang menjadi dasar penerbitan peraturan perundang-undangan tadi merupakan bahwa keuangan negara harus dikelola secara tertib, taat dalam peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, serta bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan serta kepatutan menjadi galat satu prasyarat buat mendukung keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan negara. 

Berkaitan menggunakan pemeriksaan atas pengelolaan serta tanggung jawab keuangan negara, dalam pasal 9 ayat (1) UU Nomor 15 Tahun 2004 disebutkan bahwa: “Dalam menyelenggarakan inspeksi pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, BPK dapat memanfaatkan hasil pemeriksaan aparat supervisi intern pemerintah.” Seperti telah disebutkan di atas, peran dan fungsi audit internal termasuk unsur yang krusial pada sistem pengendalian organisasi yang memadai. Untuk bisa mendukung efektivitas aplikasi audit sang auditor eksternal sesuai amanat pasal 9 ayat (1) tadi di atas maka peran dan fungsi audit internal perlu diperjelas serta dipertegas. Tulisan ini berisikan analisis mengenai berbagai cara lain berkaitan menggunakan pemberdayaan kiprah dan fungsi audit internal dan formulasi sinerji fungsi supervisi pada antara aneka macam institusi audit internal pada kerangka mewujudkan good governance yg adalah idaman dan hasrat semua masyarakat Indonesia. 

1. Prinsip-Prinsip Good Governance pada Sektor Publik
Berdasarkan output penelitian Bank Dunia (1999), disimpulkan bahwa masih ada hubungan yg positif antara praktik kepemerintahan yang baik dengan output-hasil pembangunan yang lebih baik, diantaranya menyangkut pendapatan per kapita yg semakin tinggi, berkurangnya taraf kematian bayi, serta kemampuan membaca serta menulis warga yg lebih baik. Di samping itu, praktik kepemerintahan yg baik pula bisa menaikkan iklim keterbukaan, integritas, serta akuntabilitas sinkron dengan prinsip-prinsip dasar good governance dalam sektor publik. 

Secara lebih rinci, ketiga prinsip dasar good governance dapat diuraikan sebagai berikut:
Pertama, keterbukaan memang sangat diharapkan buat meyakinkan bahwa stakeholders memiliki keyakinan dalam proses pengambilan keputusan serta tindakan terhadap institusi pemerintah serta terhadap pengelolaan kegiatan sang instansi pemerintah tersebut. Iklim keterbukaan yg diciptakan melalui proses komunikasi yang kentara, seksama, dan efektif dengan pihak stakeholders bisa membantu proses aplikasi suatu aktivitas secara sempurna ketika dan efektif.

Kedua, integritas meliputi dua hal pokok yaitu kejujuran dan kelengkapan informasi yang disampaikan pada warga terhadap pengelolaan asal daya, dana, serta urusan publik. Dalam organisasi, integritas ini tercermin pada prosedur pengambilan keputusan serta kualitas pelaporan keuangan serta kinerja yg didapatkan dalam suatu periode eksklusif.

Ketiga, akuntabilitas yang merupakan bentuk pertanggungjawaban setiap individu maupun secara organisatoris dalam institusi publik kepada pihak-pihak luar yg berkepentingan atas pengelolaan asal daya, dana, dan seluruh unsur kinerja yg diamanatkan pada mereka. 

Secara generik, ketiga prinsip good governance tadi di atas tercermin secara kentara pada proses penganggaran, pelaporan keuangan, dan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana tercantum dalam ketiga paket perundang-undangan di bidang keuangan negara tadi.

2. Kewajiban Pelaporan Keuangan dan Pelaksanaan Audit Berdasarkan Undang-Undang di Bidang Keuangan Negara
Pencatatan dan pelaporan transaksi keuangan adalah keliru satu bentuk akuntabilitas penyelenggara pemerintahan pada rakyat melalui perwakilannya di forum legislatif. Dalam UU Nomor 1 Tahun 2004 sudah secara tegas dinyatakan bahwa pengelola keuangan pemerintah baik di taraf pusat juga daerah diwajibkan buat menyelenggarakan sistem akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang, dan ekuitas dana, termasuk transaksi pembiayaan dan perhitungannya. Sistem akuntansi tadi dipakai menjadi sarana penyusunan laporan keuangan Pemerintah Pusat/Daerah berdasarkan baku akuntansi pemerintahan yang berlaku. Laporan keuangan Pemerintah Pusat/Daerah sekurang-kurangnya meliputi Laporan Realisasi APBN/APBD, Neraca, Laporan Arus Kas, serta Catatan atas Laporan Keuangan yg dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara/daerah serta badan lainnya. Selanjutnya, selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya tahun aturan, Presiden selaku ketua pemerintahan di sentra serta Gubernur/Bupati/Walikota selaku ketua pemerintahan di wilayah mengungkapkan laporan keuangan pemerintah sentra/wilayah kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Badan Pemeriksa Keuangan selaku auditor eksternal pemerintah melaksanakan audit atas laporan keuangan pemerintah pusat/wilayah tersebut berdasarkan baku pemeriksaan yg berlaku. Jangka waktu pelaksanaan audit atas laporan keuangan pemerintah pusat/daerah oleh BPK ini sesuai menggunakan amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 harus diselesaikan paling lama pada jangka ketika 3 (3) bulan. Alasannya, Presiden serta Gubernur/Bupati/Walikota sudah wajib membicarakan rancangan undang-undang mengenai pertanggungjawaban aplikasi APBN/APBD kepada DPR/DPRD berupa laporan keuangan yg sudah diperiksa sang BPK selambat-lambatnya 6 (enam) bulan selesainya tahun aturan berakhir. Padahal, penyusunan laporan keuangan pemerintah pusat/wilayah, meskipun sudah menggunakan sistem akuntansi keuangan yg terkomputerisasi, pada umumnya masih memerlukan waktu yg cukup usang sehingga baru diselesaikan serta disampaikan pada BPK sekitar 3 (3) bulan sesudah tahun aturan berakhir sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Untuk dapat memenuhi jadwal yang sangat ketat sesuai amanat undang-undang tersebut, yaitu melaksanakan audit atas laporan keuangan pemerintah pusat serta wilayah simpel dalam saat paling usang tiga (3) bulan tentu saja diperlukan pemanfaatan asal daya serta dana yg tersedia dalam forum auditor eksternal secara arif, efektif, dan efisien. Yang menarik untuk didiskusikan pada sini adalah apakah BPK selaku auditor eksternal pemerintah bisa buat melaksanakan pekerjaan yang maha berat itu pada ketika yang nisbi sangat terbatas? Bagaimana kualitas hasil auditnya nanti menggunakan hambatan misalnya itu? Bagaimana pengaruhnya pada pihak DPR serta warga luas nantinya dalam pengambilan keputusannya apabila hingga terjadi pelaksanaan audit yang tidak sinkron dengan baku audit sehingga laporan hasil audit malah menyesatkan pihak-pihak yg berkepentingan pada pengambilan keputusan terhadap pertanggungjawaban pemerintah tersebut? 

Meskipun sudah ada kewajiban APIP buat melaksanakan reviu atas laporan keuangan sebelum disampaikan kepada BPK buat diaudit, namun sampai waktu ini, pelaksanaan reviu tadi ternyata masih belum sepenuhnya dapat menaikkan kualitas laporan keuangan pemerintah. Hal ini terbukti berdasarkan masih banyaknya laporan keuangan pemerintah baik pada taraf kementerian maupun di tingkat daerah yang masih mendapatkan opini disclaimer berdasarkan BPK. Menurut hemat penulis, hal ini merupakan masalah serius yang harus segera dicari cara lain jalan munculnya sebagai akibatnya nir sampai menyebabkan kerugian dalam pihak-pihak tertentu yg terkait menggunakan pertarungan ini. Terdapat dua hal utama yg penulis uraikan dalam bagian berikut menjadi wacana buat meminimalisasi konflik yg kemungkinan terjadi dalam audit atas laporan keuangan pemerintah sang BPK, yaitu pemberdayaan peran serta fungsi audit internal dan sinerji pengawasan pada antara sesama Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). 

3. Pemberdayaan Peran serta Fungsi APIP
Dalam penjelasan UU Nomor 15 Tahun 2004 diantaranya dinyatakan bahwa buat mewujudkan perencanaan yg komprehensif, BPK bisa memanfaatkan hasil pekerjaan aparat supervisi intern pemerintah. Dengan demikian, luas pemeriksaan yang akan dilakukan bisa diadaptasi serta difokuskan dalam bidang-bidang yg secara potensial berdampak dalam kewajaran laporan keuangan serta tingkat efisiensi serta efektivitas pengelolaan keuangan negara. Sebagai konsekuensinya, APIP diwajibkan buat mengungkapkan laporan output pemeriksaannya pada BPK. Untuk bisa membuat laporan hasil audit yg dibutuhkan oleh BPK, tentunya dibutuhkan kejelasan kewenangan, kiprah dan ruang lingkup pekerjaan yang dilaksanakan sang APIP. Jika hal ini diabaikan maka besar kemungkinan akan terdapat output pekerjaan APIP yang nir bisa dimanfaatkan secara maksimal buat mendukung perencanaan serta aplikasi audit oleh BPK.

Penulis mengakui secara amanah bahwa selama ini tugas-tugas yang dilaksanakan sang APIP tidak hanya terbatas dalam inspeksi saja, namun pula banyak melakukan fungsi pelayanan dan konsultansi pada rangka peningkatan kinerja instansi pemerintah sesuai dengan tuntutan kerangka berpikir auditor internal yg dikehendaki dalam waktu ini. Hanya saja, masih tak jarang terdengar suara sumbang yang mengecilkan kiprah dan arti krusial APIP dalam membantu terwujudnya good governace pada sektor publik. Untuk merespon ihwal yang berkembang di masyarakat tersebut, telah tiba saatnya bagi Pemerintah Pusat dan Daerah buat secara jelas memformulasikan ruang lingkup pekerjaan, peranan, dan kewenangan audit internal pemerintah. 

Berkenaan menggunakan kiprah serta fungsi yang wajib dilaksanakan sang auditor internal pada rangka mewujudkan good governance dalam sektor publik, The International Federation of Accountants (IFAC) pada tahun 2001 pada Study 13 mengenai Governance in the Public Sector: A Governing Body Perspective merumuskan bahwa fungsi audit internal yang efektif meliputi reviu yg dilaksanakan secara sistematis, evaluasi serta pelaporan atas kehandalan serta efektivitas penerapan sistem manajemen, keuangan, pengendalian operasional serta penganggaran, yang setidak-tidaknya meliputi aneka macam aktivitas reviu menjadi berikut:
  • Tingkat relevansi atas kebijakan yang ditetapkan, perencanaan dan prosedur, taraf kesesuaian antara praktik dengan kebijakan, rencana, serta mekanisme yg telah ditetapkan, termasuk implikasinya terhadap aspek keuangan negara.
  • Kehandalan serta keakuratan atas peraturan yg dibuat sebagai pembagian terstruktur mengenai berdasarkan peraturan yang lebih tinggi tingkatannya.
  • Ketepatan mengenai penyusunan struktur organisasi, pengembangan sumber daya manusia (personil), dan supervisi.
  • Reviu terhadap pelaksanaan program dan aktivitas dari rencana yg telah ditetapkan serta manfaat atas program dan kegiatan apakah sudah selaras menggunakan tujuan diadakannya program serta aktivitas tadi.
  • Evaluasi terhadap pertanggungjawaban serta pengamanan atas penggunaan aset dan asal daya lainnya menurut penyalahgunaan kewenangan, pemborosan, kelalaian, keliru urus, serta lain-lainnya. 
  • Reviu terhadap ketepatan, keakuratan, dan kejujuran atas proses pengolahan serta pelaporan keterangan keuangan dan manajemen.
  • Penilaian terhadap taraf keekonomisan dan efisiensi penggunaan sumber daya.
  • Penilaian terhadap integritas sistem yg terkomputerisasi berikut pengembangan sistemnya, dan
  • Evaluasi terhadap tindak lanjut yg telah dilaksanakan buat mengatasi perseteruan yang terjadi pada periode sebelumnya.
Berdasarkan uraian pada atas, tampak bahwa ruang lingkup pekerjaan audit internal sangat luas dan komprehensif agar dapat menjamin pencapaian tujuan organisasi. Penulis yakin, bila institusi audit internal pada Indonesia yang tergabung pada wadah APIP diberikan wewenang, kiprah, dan fungsi yg kentara dan luas misalnya tadi di atas maka output pekerjaan APIP akan sangat berguna nir hanya bagi pemerintah saja, tetapi pula bermanfaat bagi pihak legislatif, eksternal auditor, serta pihak-pihak lain yang berkepentingan. Akan namun, buat menjamin kualitas hasil pekerjaan APIP yang melibatkan sekian poly asal daya manusia dengan banyak sekali jenis latar belakang pendidikan dan pengalaman, diharapkan suatu program pendidikan serta training yg profesional serta berkelanjutan. Di samping itu, buat meningkatkan koordinasi pada perencanaan, pelaksanaan, serta evaluasi aktivitas pada antara jajaran APIP, diharapkan adanya pengembangan sinergi supervisi APIP.

4. Pengembangan Sinerji Pengawasan APIP
Pengembangan sinergi supervisi sesama APIP bisa dilakukan dengan cara mutual adjustment melalui koordinasi yang baik, direct supervision melalui proses peer review, dan standardisasi input, proses kerja juga output. Selanjutnya, upaya pengembangan sinergi pengawasan APIP bisa dilakukan dengan cara menjadi berikut :
  • Penajaman peran jajaran APIP dalam struktur supervisi intern secara holistik. Dalam kaitan ini, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) yg bertanggung jawab pada bidang koordinasi supervisi dapat memainkan peran sebagai strategic apex, yaitu menyinergikan gerak dan langkah supervisi intern dalam rangka mendorong peningkatan kinerja organisasi pemerintahan serta membangun good governance. Dalam konteks penajaman kiprah ini pun, perlu juga dikukuhkan APIP yg secara teknis berfungsi sebagai technostructure serta middle line. 
  • Revitalisasi penerapan Standar Audit serta Kode Etik pada jajaran APIP. Dengan ciri yg nisbi khusus mengingat basis disiplin keilmuan serta profesinya, fungsi pengawasan intern perlu merevitalisasi penerapan standar audit dan kode etik dalam aplikasi tugas pengawasan. Dengan penerapan standar audit dan kode etik secara benar-benar-benar-benar dan konsisten, maka pola konduite aparat pengawasan dapat terprediksi dan terkendali. Hal ini berarti bahwa secara tidak langsung akan terwujud standardisasi keahlian, keterampilan dan pengetahuan asal daya insan pengawasan, standardisasi proses kerja pelaksanaan audit, serta standardisasi hasil kerja audit pada tataran mikro yg pada akhirnya akan berpengaruh pada tataran makro. 
  • Pengembangan anggaran main serta program kerja. Aturan main pelaksanaan tugas supervisi serta acara kerja APIP yang dituangkan dalam peraturan perundangan perlu disusun dan ditetapkan. Selain sebagai acuan kalangan APIP, hal ini jua dibutuhkan bagi pihak auditan. 
  • Pengembangan prosedur kerja dan dukungan teknologi fakta dan komunikasi. Prosedur kerja standar perlu dikembangkan buat menginternalisasikan proses sinergi pengawasan, baik dalam tahapan perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, dan pemantauan dan penilaian tindak lanjut.

FINANCIAL MANAGEMENT IMPROVEMENT PROGRAM

Financial Management Improvement Program 
Semakin meningkatnya tuntutan warga atas penyelenggaraan pemerintahan yg bersih, adil, transparan, serta akuntabel harus disikapi dengan serius dan sistematis. Segenap jajaran penyelenggara negara, baik dalam tataran eksekutif, legislatif, dan yudikatif wajib mempunyai komitmen beserta buat menegakkan good governance serta clean government. Seiring menggunakan hal tadi, pemerintah pusat serta wilayah telah mencanangkan sasaran buat menaikkan pelayanan birokrasi kepada warga menggunakan arah kebijakan penciptaan rapikan pemerintahan yg higienis serta berwibawa (good governance). 

Beberapa hal yang terkait menggunakan kebijakan buat mewujudkan good governance pada sektor publik diantaranya mencakup penetapan baku etika dan konduite aparatur pemerintah, penetapan struktur organisasi dan proses pengorganisasian yang secara kentara mengatur mengenai peran serta tanggung jawab serta akuntabilitas organisasi pada publik, pengaturan sistem pengendalian organisasi yang memadai, serta pelaporan eksternal yang disusun berdasarkan sistem akuntansi yang sesuai menggunakan baku akuntansi pemerintahan. Selanjutnya, berkaitan menggunakan pengaturan sistem pengendalian organisasi yg memadai, hal ini menyangkut konflik mengenai manajemen risiko, audit internal, pengendalian internal, penganggaran, manajemen keuangan dan pembinaan buat staf keuangan. Secara generik, pertarungan-perseteruan tadi telah diakomodasi pada paket undang-undang di bidang pengelolaan keuangan negara yang yang terbaru sudah diterbitkan sang pemerintah. 

Paket peraturan perundang-undangan di bidang keuangan negara yang meliputi UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara bersama peraturan-peraturan pendukungnya mendeskripsikan keseriusan jajaran pemerintah serta DPR untuk memperbaiki pengelolaan, pencatatan, pertanggungjawaban, dan pemeriksaan atas pengelolaan keuangan pemerintah baik di taraf pusat juga daerah. Salah satu pertimbangan yg menjadi dasar penerbitan peraturan perundang-undangan tersebut merupakan bahwa keuangan negara wajib dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, serta bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan serta kepatutan menjadi salah satu prasyarat buat mendukung keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan negara. 

Berkaitan dengan pemeriksaan atas pengelolaan serta tanggung jawab keuangan negara, pada pasal 9 ayat (1) UU Nomor 15 Tahun 2004 disebutkan bahwa: “Dalam menyelenggarakan pemeriksaan pengelolaan serta tanggung jawab keuangan negara, BPK bisa memanfaatkan output inspeksi aparat pengawasan intern pemerintah.” Seperti telah disebutkan pada atas, peran dan fungsi audit internal termasuk unsur yang krusial dalam sistem pengendalian organisasi yg memadai. Untuk bisa mendukung efektivitas pelaksanaan audit sang auditor eksternal sesuai amanat pasal 9 ayat (1) tersebut pada atas maka peran serta fungsi audit internal perlu diperjelas serta dipertegas. Tulisan ini berisikan analisis mengenai aneka macam cara lain berkaitan menggunakan pemberdayaan peran dan fungsi audit internal serta formulasi sinerji fungsi pengawasan di antara banyak sekali institusi audit internal dalam kerangka mewujudkan good governance yang adalah idaman serta asa semua masyarakat Indonesia. 

1. Prinsip-Prinsip Good Governance pada Sektor Publik
Berdasarkan hasil penelitian Bank Dunia (1999), disimpulkan bahwa terdapat hubungan yg positif antara praktik kepemerintahan yg baik menggunakan hasil-output pembangunan yang lebih baik, antara lain menyangkut pendapatan per kapita yang semakin tinggi, berkurangnya tingkat kematian bayi, dan kemampuan membaca dan menulis masyarakat yg lebih baik. Di samping itu, praktik kepemerintahan yang baik juga bisa menaikkan iklim keterbukaan, integritas, dan akuntabilitas sesuai menggunakan prinsip-prinsip dasar good governance pada sektor publik. 

Secara lebih rinci, ketiga prinsip dasar good governance dapat diuraikan menjadi berikut:
Pertama, keterbukaan memang sangat diperlukan untuk meyakinkan bahwa stakeholders memiliki keyakinan pada proses pengambilan keputusan dan tindakan terhadap institusi pemerintah serta terhadap pengelolaan aktivitas sang instansi pemerintah tadi. Iklim keterbukaan yg diciptakan melalui proses komunikasi yang kentara, akurat, serta efektif menggunakan pihak stakeholders dapat membantu proses aplikasi suatu kegiatan secara sempurna ketika serta efektif.

Kedua, integritas mencakup dua hal utama yaitu kejujuran serta kelengkapan kabar yang disampaikan pada warga terhadap pengelolaan sumber daya, dana, serta urusan publik. Dalam organisasi, integritas ini tercermin dalam prosedur pengambilan keputusan dan kualitas pelaporan keuangan serta kinerja yg dihasilkan dalam suatu periode tertentu.

Ketiga, akuntabilitas yang merupakan bentuk pertanggungjawaban setiap individu juga secara organisatoris pada institusi publik pada pihak-pihak luar yg berkepentingan atas pengelolaan asal daya, dana, serta seluruh unsur kinerja yg diamanatkan pada mereka. 

Secara generik, ketiga prinsip good governance tadi di atas tercermin secara jelas pada proses penganggaran, pelaporan keuangan, dan pemeriksaan atas pengelolaan serta tanggung jawab keuangan negara sebagaimana tercantum pada ketiga paket perundang-undangan pada bidang keuangan negara tersebut.

2. Kewajiban Pelaporan Keuangan dan Pelaksanaan Audit Berdasarkan Undang-Undang di Bidang Keuangan Negara
Pencatatan serta pelaporan transaksi keuangan merupakan galat satu bentuk akuntabilitas penyelenggara pemerintahan pada masyarakat melalui perwakilannya di forum legislatif. Dalam UU Nomor 1 Tahun 2004 sudah secara tegas dinyatakan bahwa pengelola keuangan pemerintah baik di tingkat sentra juga wilayah diwajibkan untuk menyelenggarakan sistem akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang, serta ekuitas dana, termasuk transaksi pembiayaan dan perhitungannya. Sistem akuntansi tersebut digunakan sebagai wahana penyusunan laporan keuangan Pemerintah Pusat/Daerah dari standar akuntansi pemerintahan yg berlaku. Laporan keuangan Pemerintah Pusat/Daerah sekurang-kurangnya mencakup Laporan Realisasi APBN/APBD, Neraca, Laporan Arus Kas, serta Catatan atas Laporan Keuangan yg dilampiri menggunakan laporan keuangan perusahaan negara/wilayah dan badan lainnya. Selanjutnya, selambat-lambatnya tiga (3) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran, Presiden selaku kepala pemerintahan di pusat serta Gubernur/Bupati/Walikota selaku kepala pemerintahan pada daerah membicarakan laporan keuangan pemerintah sentra/daerah pada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Badan Pemeriksa Keuangan selaku auditor eksternal pemerintah melaksanakan audit atas laporan keuangan pemerintah sentra/wilayah tersebut berdasarkan standar pemeriksaan yang berlaku. Jangka waktu pelaksanaan audit atas laporan keuangan pemerintah pusat/daerah oleh BPK ini sinkron menggunakan amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 wajib diselesaikan paling lama pada jangka waktu 3 (3) bulan. Alasannya, Presiden dan Gubernur/Bupati/Walikota telah harus menyampaikan rancangan undang-undang mengenai pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD pada DPR/DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa sang BPK selambat-lambatnya 6 (enam) bulan selesainya tahun anggaran berakhir. Padahal, penyusunan laporan keuangan pemerintah sentra/wilayah, meskipun telah memakai sistem akuntansi keuangan yang terkomputerisasi, pada umumnya masih memerlukan saat yg relatif lama sehingga baru diselesaikan serta disampaikan pada BPK sekitar 3 (tiga) bulan sehabis tahun aturan berakhir sinkron dengan ketentuan yang berlaku. Untuk dapat memenuhi jadwal yang sangat ketat sesuai amanat undang-undang tersebut, yaitu melaksanakan audit atas laporan keuangan pemerintah sentra serta wilayah praktis dalam saat paling usang tiga (tiga) bulan tentu saja diperlukan pemanfaatan asal daya dan dana yg tersedia dalam lembaga auditor eksternal secara arif, efektif, serta efisien. Yang menarik untuk didiskusikan di sini merupakan apakah BPK selaku auditor eksternal pemerintah bisa buat melaksanakan pekerjaan yg maha berat itu pada saat yg nisbi sangat terbatas? Bagaimana kualitas hasil auditnya nanti dengan hambatan misalnya itu? Bagaimana pengaruhnya kepada pihak DPR dan rakyat luas nantinya pada pengambilan keputusannya apabila sampai terjadi aplikasi audit yang tidak sinkron dengan standar audit sehingga laporan hasil audit malah menyesatkan pihak-pihak yg berkepentingan pada pengambilan keputusan terhadap pertanggungjawaban pemerintah tadi? 

Meskipun sudah terdapat kewajiban APIP untuk melaksanakan reviu atas laporan keuangan sebelum disampaikan pada BPK buat diaudit, namun sampai waktu ini, aplikasi reviu tersebut ternyata masih belum sepenuhnya bisa menaikkan kualitas laporan keuangan pemerintah. Hal ini terbukti menurut masih banyaknya laporan keuangan pemerintah baik pada taraf kementerian maupun di taraf daerah yang masih mendapatkan opini disclaimer berdasarkan BPK. Menurut irit penulis, hal ini adalah masalah berfokus yg wajib segera dicari cara lain jalan keluarnya sebagai akibatnya nir sampai mengakibatkan kerugian pada pihak-pihak tertentu yang terkait menggunakan konflik ini. Terdapat dua hal pokok yang penulis uraikan dalam bagian berikut menjadi ihwal buat meminimalisasi perseteruan yg kemungkinan terjadi pada audit atas laporan keuangan pemerintah sang BPK, yaitu pemberdayaan kiprah serta fungsi audit internal dan sinerji supervisi pada antara sesama Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). 

3. Pemberdayaan Peran serta Fungsi APIP
Dalam penjelasan UU Nomor 15 Tahun 2004 diantaranya dinyatakan bahwa buat mewujudkan perencanaan yg komprehensif, BPK dapat memanfaatkan hasil pekerjaan aparat supervisi intern pemerintah. Dengan demikian, luas pemeriksaan yang akan dilakukan bisa disesuaikan dan difokuskan dalam bidang-bidang yg secara potensial berdampak dalam kewajaran laporan keuangan serta taraf efisiensi dan efektivitas pengelolaan keuangan negara. Sebagai konsekuensinya, APIP diwajibkan buat mengungkapkan laporan hasil pemeriksaannya pada BPK. Untuk bisa membuat laporan hasil audit yang diperlukan oleh BPK, tentunya dibutuhkan kejelasan kewenangan, kiprah dan ruang lingkup pekerjaan yang dilaksanakan sang APIP. Jika hal ini diabaikan maka akbar kemungkinan akan terdapat hasil pekerjaan APIP yang tidak dapat dimanfaatkan secara aporisma buat mendukung perencanaan serta pelaksanaan audit oleh BPK.

Penulis mengakui secara jujur bahwa selama ini tugas-tugas yg dilaksanakan sang APIP nir hanya terbatas dalam pemeriksaan saja, tetapi jua banyak melakukan fungsi pelayanan serta konsultansi dalam rangka peningkatan kinerja instansi pemerintah sinkron menggunakan tuntutan paradigma auditor internal yang dikehendaki pada ketika ini. Hanya saja, masih tak jarang terdengar suara tidak sinkron yg mengecilkan kiprah dan arti krusial APIP dalam membantu terwujudnya good governace pada sektor publik. Untuk merespon ihwal yang berkembang pada warga tersebut, telah datang saatnya bagi Pemerintah Pusat serta Daerah buat secara kentara memformulasikan ruang lingkup pekerjaan, peranan, dan kewenangan audit internal pemerintah. 

Berkenaan dengan kiprah serta fungsi yg harus dilaksanakan sang auditor internal pada rangka mewujudkan good governance pada sektor publik, The International Federation of Accountants (IFAC) pada tahun 2001 dalam Study 13 tentang Governance in the Public Sector: A Governing Body Perspective merumuskan bahwa fungsi audit internal yg efektif meliputi reviu yg dilaksanakan secara sistematis, penilaian serta pelaporan atas kehandalan serta efektivitas penerapan sistem manajemen, keuangan, pengendalian operasional dan penganggaran, yang setidak-tidaknya mencakup berbagai aktivitas reviu sebagai berikut:
  • Tingkat relevansi atas kebijakan yg ditetapkan, perencanaan dan prosedur, tingkat kesesuaian antara praktik dengan kebijakan, rencana, dan prosedur yg telah ditetapkan, termasuk implikasinya terhadap aspek keuangan negara.
  • Kehandalan dan keakuratan atas peraturan yg dibentuk menjadi penjabaran menurut peraturan yang lebih tinggi tingkatannya.
  • Ketepatan mengenai penyusunan struktur organisasi, pengembangan sumber daya manusia (personil), dan pengawasan.
  • Reviu terhadap aplikasi program serta kegiatan menurut rencana yang telah ditetapkan dan manfaat atas acara dan kegiatan apakah telah selaras dengan tujuan diadakannya acara serta kegiatan tadi.
  • Evaluasi terhadap pertanggungjawaban serta pengamanan atas penggunaan aset dan sumber daya lainnya berdasarkan penyalahgunaan kewenangan, pemborosan, kelalaian, salah urus, serta lain-lainnya. 
  • Reviu terhadap ketepatan, keakuratan, serta kejujuran atas proses pengolahan serta pelaporan fakta keuangan dan manajemen.
  • Penilaian terhadap tingkat keekonomisan dan efisiensi penggunaan sumber daya.
  • Penilaian terhadap integritas sistem yang terkomputerisasi berikut pengembangan sistemnya, dan
  • Evaluasi terhadap tindak lanjut yang telah dilaksanakan untuk mengatasi permasalahan yg terjadi dalam periode sebelumnya.
Berdasarkan uraian pada atas, tampak bahwa ruang lingkup pekerjaan audit internal sangat luas dan komprehensif agar dapat menjamin pencapaian tujuan organisasi. Penulis konfiden, apabila institusi audit internal pada Indonesia yg tergabung dalam wadah APIP diberikan wewenang, peran, serta fungsi yang kentara serta luas misalnya tadi di atas maka hasil pekerjaan APIP akan sangat bermanfaat tidak hanya bagi pemerintah saja, tetapi pula bermanfaat bagi pihak legislatif, eksternal auditor, dan pihak-pihak lain yang berkepentingan. Akan tetapi, untuk mengklaim kualitas output pekerjaan APIP yang melibatkan sekian banyak sumber daya insan menggunakan aneka macam jenis latar belakang pendidikan dan pengalaman, diperlukan suatu program pendidikan serta pembinaan yang profesional serta berkelanjutan. Di samping itu, buat menaikkan koordinasi pada perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi aktivitas pada antara jajaran APIP, diperlukan adanya pengembangan sinergi supervisi APIP.

4. Pengembangan Sinerji Pengawasan APIP
Pengembangan sinergi supervisi sesama APIP dapat dilakukan dengan cara mutual adjustment melalui koordinasi yang baik, direct supervision melalui proses peer review, serta standardisasi input, proses kerja juga hasil. Selanjutnya, upaya pengembangan sinergi pengawasan APIP dapat dilakukan dengan cara menjadi berikut :
  • Penajaman kiprah jajaran APIP pada struktur pengawasan intern secara keseluruhan. Dalam kaitan ini, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) yang bertanggung jawab pada bidang koordinasi supervisi bisa memainkan peran menjadi strategic apex, yaitu menyinergikan gerak dan langkah supervisi intern dalam rangka mendorong peningkatan kinerja organisasi pemerintahan dan membentuk good governance. Dalam konteks penajaman kiprah ini pun, perlu pula dikukuhkan APIP yg secara teknis berfungsi menjadi technostructure dan middle line. 
  • Revitalisasi penerapan Standar Audit dan Kode Etik dalam jajaran APIP. Dengan karakteristik yg nisbi khusus mengingat basis disiplin keilmuan serta profesinya, fungsi pengawasan intern perlu merevitalisasi penerapan baku audit serta kode etik dalam pelaksanaan tugas supervisi. Dengan penerapan baku audit dan kode etik secara benar-benar-sungguh serta konsisten, maka pola perilaku aparat pengawasan dapat terprediksi dan terkendali. Hal ini berarti bahwa secara tidak eksklusif akan terwujud standardisasi keahlian, keterampilan serta pengetahuan sumber daya insan pengawasan, standardisasi proses kerja aplikasi audit, serta standardisasi hasil kerja audit dalam tataran mikro yg pada akhirnya akan berpengaruh dalam tataran makro. 
  • Pengembangan anggaran main dan program kerja. Aturan main aplikasi tugas supervisi serta program kerja APIP yg dituangkan pada peraturan perundangan perlu disusun dan ditetapkan. Selain menjadi acuan kalangan APIP, hal ini juga diperlukan bagi pihak auditan. 
  • Pengembangan prosedur kerja dan dukungan teknologi informasi dan komunikasi. Prosedur kerja standar perlu dikembangkan buat menginternalisasikan proses sinergi pengawasan, baik pada tahapan perencanaan, aplikasi, pelaporan, dan pemantauan dan penilaian tindak lanjut.