PROSPEK PERKEMBANGAN DUNIA USAHA/INDUSTRI DI INDONESIA AWAL ABAD DUA PULUH SATU

Prospek Perkembangan Dunia Usaha/Industri Di Indonesia Awal Abad Dua Puluh Satu 
Matakuliah metrologi merupakan matakuliah dasar keahlian yg bertujuan buat menaruh pengalaman kepada mahasiswa dalam memahami metrologi, prinsip-prinsip pengukuran, serta penggunaan alat-alat ukur pada industri permesinan. Dengan penguasaan materi ini diperlukan mahasiswa mempunyai bekal yg relatif dalam melakukan tugas-tugas perancangan, praktek produksi maupun quality control. Namun demikian idealisasi tadi belum sepenuhnya tercapai. Terdapat beberapa konflik dalam pembelajaran metrologi yang menyebabkan rendahnya prestasi akademik menjadi cermin kompetensi mahasiswa. 

Kuliah metrologi dilaksanakan dengan metode ceramah, diskusi dan kerja sama aktif antara mahasiswa serta dosen baik secara individual maupun gerombolan yang disertai dengan tugas-tugas menjadi pendukung pada tahu materi perkuliahan. Dengan desain tersebut ternyata belum bisa secara optimal meningkatkan kemampuan mahasiswa pada menguasai kompetensi metrologi. Dalam pembelajaran/perkuliahan masih banyak terlihat betapa pasifnya mahasiswa, sulitnya mahasiswa memahami konsep-konsep tak berbentuk metrologi, rendahnya kemandirian serta rendahnya kemampuan mahasiswa dalam praktek menggunakan alat-indera ukur presisi. 

Berdasarkan output pengamatan PBM tersebut, dan ujian mahasiswa semester sebelumnya bisa disimpulkan konflik utama pada pembelajaran mata kuliah Metrologi adalah : (1) dalam PBM sebagian akbar mahasiswa bersifat pasif; (2) mahasiswa kurang termotivasi, kurang berani mengemukakan pendapatnya; (tiga) mahasiswa sporadis mencari dan merujuk buku-kitab yg berkaitan menggunakan materi perkuliahan; (4)kemandirian mahasiswa dalam usaha menguasai materi masih rendah, dan (5) output ujian semester menerangkan nilai yg rendah.

Permasalahan dalam pembelajaran metrologi tadi dapat dianalisis dari sisi mahasiswa juga menurut sisi pengelolaan pembelajaran. Rendahnya keaktifan, motivasi, kemandirian, keberanian bertanya dan kesungguhan mahasiswa adalah karena utama rendahnya kompetensi yang dicapai. Dari aspek pengelolaan pembelajaran, masih beragamnya pola pembelajaran yg diterapkan masing-masing dosen pengajar diakibatkan sang belum efektifnya koordinasi antara dosen pengajar merupakan aspek primer yg mengakibatkan pembelajaran belum menghasilkan hasil yang optimal. 

Pembelajaran metrologi diampu secara tim oleh gerombolan dosen yang tergabung dalam satu rumpun. Masih lemahnya koordinasi antar dosen menyebabkan tingginya variasi pembelajaran dan kedalaman materi yang diajarkan. Hasil ujian akhir dengan soal yg sama menerangkan tingginya variasi prestasi akademik masing-masing kelas. Terdapat kelas yg sebagian besar mahasiswa mendapatkan nilai tinggi, tetapi masih ada kelas yg mayoriotas mendapatkan nilai yang rendah. Penyebab utama berdasarkan konflik tadi bisa dianalisis bersumber dari belum adanya standar layanan minimal pembelajaran yang disepakati oleh tim pengajar berikut perangkatnya termasuk modul. Oleh karena itu langkah efektif dalam upaya mengatasi konflik pembelajaran metrologi sekaligus sebagai upaya mempertinggi kualitas pembelajaran adalah menggunakan pembaharuan metode pembelajaran beserta perangkatnya

Salahsatu pendekatan yang layak di uji tindakan buat mengatasi konflik tadi adalah pendekatan kontruktivisme. Pendekatan ini akan memberikan kesempatan pada mahasiswa buat lebih aktif dan kreatif menemukan ide-ide, konsep-konsep baru dari pengalaman dan penemuannya sendiri. Sesuai menggunakan ciri matakuliah Metrologi, keliru satu desain yg bisa diterapkan adalah metode Problem Based Learning (PBL). Penggunaan taktik ini memungkinkan terciptanya kondisi pembelajaran yang kondusif bagi mahasiswa buat belajar, bekerja sama secara efektif dalam hubungan belajar mengajar, serta dosen menaruh pengarahan serta bimbingan terutama kepada mahasiswa yg mengalami kesulitan belajar. Pembelajaran contoh PBL nir dirancang buat membantu dosen mengungkapkan liputan yg banyak pada mahasisiwa, namun didesain buat membantu mahasisiwa membuatkan pemikiran mereka, memecahkan perkara serta mengembangkan kemampuan intelektual. Dengan demikian kiprah mahasiswa dan dosen dapat berjalan secara optimal. Dengan metode ini dibutuhkan dapat mengurangi taraf pengulangan matakuliah. 

Beberapa penelitian (Albanese and Mitchell, 1993; Ditlehorst and Robb, 1998) memperlihatkan bahwa output belajar mahasisiwa dalam kelas dengan metode PBL lebih baik dibanding kelas menggunakan metode klasik. Carolyn (1999) dalam penelitiannya melaporkan bahwa penerapan metode PBL bisa meningkatkan kemampuan mahasisiwa dalam memahami dan mengaplikasikan pegetahuan yang diperolehnya. Mary and Lai (2002) menemukan bahwa pembelajaran model PBL mamapu membuatkan kemampuan mahasisiwa buat menjadi pebelajar mandiri. 

Salahsatu laba dari PBL merupakan para mahasiswa didorong untuk mengeksplorasi pengetahuan yang telah dimilikinya kemudian menyebarkan ketrampilan pembelajaran yang independen buat mengisi kekosongan yang terdapat. Hal ini merupakan ketrampilan pembelajaran seumur hayati lantaran ketrampilan tersebut dapat ditransfer ke sejumlah topik pembelajaran yang lain, baik pada dalam juga di luar lingkup jurusan. Dengan PBL yang memfokuskan pada pertarungan yang bisa membangkitkan pengalaman pembelajaran maka para mahasiswa khususnya yg mengalami kesulitan belajar akan mendapat swatantra yang lebih luas dalam pembelajaran sehingga menaikkan kemandiriannya. 

Dalam mengaplikasikan pendekatan PBL tentu dibutuhkan berbagai sarana termasuk modul. Oleh karena itu diharapkan pengembangan modul terlebih dulu sebagai wahana serta perangkat penerapan pendekatan PBL pada perkuliahan Metrologi. Penelitian ini bermaksud mengimplementasikan PBL berbantuan modul menjadi upaya menaikkan kualitas perkuliahan Metrologi yg ditunjukkan menggunakan meningkatnya keaktifan, kemandirian, serta prestasi akademik. 

1. Karakteristik Pembelajaran Model Problem-based Learning
Problem-based Learning merupakan pendekatan yg berorientasi dalam pandangan kognitif konstruktivistik yang memuat karakteristik kontekstual, kolaboratif, berpikir metakognisi, dan memfasilitasi pemecahan kasus. Pebelajar dimungkinkan belajar secara bermakna yang bisa mengembangkan kemampuan berpikir taraf tinggi melalui pemecahan masalah. Pembelajaran ini diperlukan mampu menaikkan pemahaman akan makna, meningkatkan kemandirian, menaikkan pengembangan skill berpikir tingkat tinggi, menaikkan motivasi, memfasilitasi relasi antar pebelajar dan menaikkan skill dalam membentuk teamwork. 

Problem-based learning adalah pendekatan yg membelajarkan pebelajar yang dikonfrontasikan menggunakan masalah mudah, berbentuk ill-structured, atau open ended melalui stimuli pada belajar (Boud serta Falleti, 1997 pada Demitra, 2003). Konflik yang digunakan dalam Problem-Based learning merupakan perseteruan yang terkait menggunakan tujuan kurikulum, riil (konkret), menantang, mendorong pebelajar menyebarkan strategi pemecahan kasus, dan membutuhkan pengetahuan baru buat memecahkan kasus. 

Pembelajaran berbasis perkara (Problem-based Learning) jua merupakan pendekatan pembelajaran yg memakai kasus global nyata sebagai suatu konteks bagi pebelajar buat belajar mengenai cara berpikir kritis serta ketrampilan pemecahan perkara, serta buat memperoleh pengetahuan serta konsep yang esensial berdasarkan bahan ajar. (Nurhadi, 2004). Dengan demikian PBL adalah pembelajaran yang dipandu sang konflik. Sebelumnya pebelajar diberikan konflik. Dalam hal ini dibutuhkan pengetahuan baru untuk memecahkannnya. Hal senada dikemukakan James Rhem bahwa: 

“PBL is seems self-evident: it's learning that results from working with problems. Official descriptions generally describe it as "an instructional strategy in which students confront contextualized, ill-structured problems and strive to find meaningful solutions”. 

Pembelajaran berbasis kasus pula merupakan pembelajaran yg berpusat pada peserta didik, dan didasari dalam pertarungan nyata/real world duduk perkara. Lebih lanjut beberapa ciri pembelajaran PBL antara lain: (1) pebelajar harus peka terhadap lingkungan belajarnya, (dua) simulasi masalah yang digunakan hendaknya berbentuk ill-structured, dan memancing penemuan bebas (free for inquiry), (3) pembelajaran diintegrasikan pada aneka macam subyek, (4) pentingnya kerja sama, (4) pembelajaran hendaknya menumbuhkan kemandirian pebelajar dalam memecahkan masalah, (5) aktivitas pemecahan masalah hendaknya mewakili pada situasi nyata, (6) evaluasi hendaknya mengungkap kemajuan pencapaian tujuan pada pemecahan perkara, (7) PBL hendaknya adalah dasar menurut kurikulum bukan hanya pembelajaran. 

Pengertian Problem-Based Learning jua mencakup kata yg dipakai buat menggambarkan pendekatan kurikulum yang berpusat pada pertarungan daripada berpusat pada suatu disiplin. Hal ini senada menggunakan ungkapan berikut: 

…………….. Students not only gain knowledge of the discipline, but also become selfdirected learners who develop masalah-solving skills they can apply in future courses and in their careers. In masalah-based learning (PBL) courses, students work with classmates to solve complex and authentic problems that help develop content knowledge as well as problem-solving, reasoning, communication, and self-assessment skills

Hasil yg diharapkan dari penerapan PBL adalah pebelajar lebih termotivasi, berkembangnya pengetahuan yang mendalam, mempertinggi kerja kolaboratif, berkembangnya kemampuan berpikir taraf tinggi, serta berkembangnya kemampuan memecahkan perkara, kerja kelompok, analisis kritis dan komunikasi. Hal ini terkait dengan perkiraan pada pembelajaran Problem-Based Learning sebagai proses pembelajaran yang aktif, integratif, dan konstruktif serta kontekstual

Aspek lain yg bisa dikembangkan dari pembelajaran Problem-Based Learning diantaranya: (1) cumulative learning pebelajar tidak hanya belajar sesaat terhadap suatu kasus tetapi berulang serta meningkat kompleksitasnya, (2) integrated learning pebelajar melihat pertarungan secara holistik daripada secara parsial, (3) progression in learning terjadi perubahan serta peningkatan skill serta pengetahuan pebelajar, serta (4) consistency in learning duduk perkara-based learning merefleksikan semua aspek pembelajaran termasuk lingkungan belajar dalam kelas serta asesmennya. 

Peran pengajar dalam PBL adalah menyajikan kasus, mengajukan pertanyaan, dan memfasilitasi penyelidikan serta dialog. PBL tidak bisa dilaksanakan jika guru tidak menyebarkan lingkungan kelas yg memungkinkan terjadinya pertukaran pandangan baru secara terbuka. Intinya, pebelajar dihadapkan situasi masalah yang otentik dan bermakna yg menantang pebelajar untuk memecahkannya.

Beberapa cirri yg tampak dalam PBL diantaranya: (1) Pengajuan pertanyaan atau perkara berpusat dalam pertanyaan/kasus yang secara eksklusif bermakna buat pebelajar. Mereka mengajukan situasi kehidupan konkret yang otentik, (dua) Terintegrasi dengan disiplin ilmu lain. Dalam hal ini masalah yg akan diselidiki dipilih yg sahih-benar nyata supaya dalam pemecahannya pebelajar meninjau kasus itu menurut poly sudut pandang mata pelajaran lain, (tiga) Penyelidikan otentik yang mengharuskan buat mencari penyelesaian nyata terhadap kasus nyata. Mereka wajib menganalisis dan mendefinisikan masalah, berbagi hipotesis dan menciptakan ramalan, mengumpulkan dan menganalisis warta, melakukan eksperimen (jika dibutuhkan), menciptakan inferensi, serta merumuskan konklusi, serta (4) Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya. Pengajaran berbasis perkara menuntut pebelajar buat membuat produk eksklusif dalam bentuk karya nyata yg menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian perkara yg mereka temukan (Nurhadi, 2004)

Pengajaran berbasis kasus dikembangkan terutama buat membantu pebelajar mengembangkan akal budi, pemecahan perkara, serta ketrampilan intelektual, belajar tentang berbagai kiprah orang dewasa menggunakan melibatkan diri pada pengalaman nyata atau simulasi, serta sebagai pembelajar yang otonom serta berdikari. Pengajaran berbasis masalah umumnya terdiri dari lima termin utama yang dimulai menggunakan suatu situasi masalah serta diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja pebelajar. Dalam penyusunannya maka dilema yang dipakai berciri; menerangkan lingkungan atau siytuasi yang mewakili situasi nyata, masalah benar-benar nyata, kasus memungkinkan untuk dipecahkan, interdisiplin, objectif, berorientasi pada penyelesaian tugas, dan membutuhkan pengetahuan yg kompleks. Dalam strukturnya akan terdiri menurut pengantar, isi, dasar teori, bahan, output yg diharapkan. Disamping itu pembelajaran model PBL pula bercirikan penyelesaian kasus pada gerombolan -kelompok mini yg mandiri (edweb.sdsu.edu/clrit/learningtree/PBL/PBLadvantages.html). Secara rinci tahapan-tahapan pembelajaran model PBL adalah sebagai berikut:
a. Tahap 1 : Orientasi perkara. Guru mengungkapkan tujuan pembelajaran, mengungkapkan logistik yg diharapkan, memotivasi pebelajar supaya terlibat dalam kegiatan pemecahan kasus yg dipilihnya
b. Tahap dua. Mengorganisasi pebelajar buat belajar Guru membantu pebelajar mendefinisikan serta mengorganisasikan tugas belajar yang herbi perkara tersebut
c. Tahap tiga. Memmbimbing penyelidikan individual dan gerombolan . Guru mendorong pebelajar buat mengumpulkan liputan yang sinkron, melaksankan eksperimen, buat mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
d. Tahap 4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Guru membantu pebelajar merencanakan serta menyiapkan karya yang sinkron seperti laporan, video, dan model dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya
e. Tahap lima. Menganalisis serta mengevaluasi proses pemecahan kasus. Guru membantu melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan dan proses-proses yg mereka gunakan.

1. Aplikasi PBL dalam Perkuliahan Metrologi
Problem-Based Learning merupakan pendekatan buat membelajarkan pebelajar yg dikonfrontasikan menggunakan permasalahan mudah. Menurut Savoi dan Hughes (Demitra, 2003), beberapa karakteristik dilema based learning diantaranya: (1) belajar dimulai menurut suatu perseteruan, (2) memastikan bahwa konflik yang diberikan herbi dunia nyata pebelajar, (3) mengorganisasikan pelajaran di seputar konflik, (4) menaruh tanggungjawab yg besar pada pebelajar pada menciptakan serta menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri, (5) menggunakan grup kecil, serta (6) menuntut pebelajar buat mendemonstrasikan apa yang sudah mereka pelajari dalam bentuk suatu produk atau penampilan (performance)

Sesuai dengan karakteristik bidang teknik mesin dan pengembangan desain instruksional, tahapan pengembangan pembelajaran Problem-Based Learning mencakup termin perencanaan pembelajaran, aplikasi pembelajaran, dan evaluasi proses dan hasil belajar.

a. Perencanaan Pembelajaran
Dalam perencanaan pembelajaran, termin pertama yang dilakukan merupakan identifikasi tujuan pembelajaran menggunakan cara menyesuaikan kurikulum menggunakan kemampuan kognitif pebelajar. Pemahaman bisa semakin tinggi apabila tujuan pembelajaran diubahsuaikan dengan kemampuan kognitif, syarat sosial dan emosional pebelajar. Pengetahuan awal pebelajar mengenai taktik pemecahan perkara serta dominasi konsep permesinan diharapkan sebagai surat keterangan bagi guru pada menentyukan tujuan pembelajaran

Tahap lanjutan menurut perencanaan adalah mendesain kasus teknik mesin yg mempunyai tipe il defined yaitu kasus yg diangkat menurut konteks kehidupan sehari-hari dan dekat dengan kehidupan pebelajar. Skenario konflik diungkapkan secara singkat dengan kalimat-kalimat yang pendek, dan menaruh sedikit fakta-keterangan, mengenai lingkungan sekitar konteks konflik. 

Disamping dibuat skenario permasalahan, dalam tahap ini direncanakan juga portofolio menjadi media bagi pebelajar buat menulis atau mendeskripsikan solusi yang dibuatnya waktu memcahkan kasus yang diberikan. Portofolio adalah formasi sampel pekerjaan pebelajar yg dipilih oleh pebelajar, atau pebelajar dibantu pengajar sebagai representasi belajar yg mengacu dalam tujuan (O’Malley dan Pierce : 1996). Beberapa bentuk portofolio yg dapat disajikan diantaranya tabel, diagram, chart, serta penerangan berbentuk narasi. 

b. Proses Pembelajaran.
Proses pembelajaran menggunakan pendekatan Problem-Based Learning dilakukan dengan tahap-termin: (1) menemukan masalah, (dua) mendefinisikan masalah, (3) mengumpulkan warta-kabar, (4) menyusun dugaan ad interim, (lima) mengusut, (6) menyempurnakan perseteruan, (7) menyimpulkan cara lain -cara lain pemecahan secara kolaboratif, (8) menguji solusi permasalahan. 

Langkah pertama, kelompok mahasiswa (pebelajar) menemukan perkara pada bidang teknik mesin. Pembelajaran pemecahan masalah menggunakan Problem-Based Learning dilaksanakan secara kolaboratif antara pengajar dengan grup pebelajar serta antara pebelajar menggunakan pebelajar pada grup. Meverech dan Kramarski (Demitra, 2003), menemukan bahwa komposisi gerombolan yang tidak sejenis dipadu dengan fasilitas berpikir metakognisi membantu pebelajar dalam memecahkan masalah yg mendorong tumbuhnya penalaran (rasioning) pada menemukan solusi. Tahap ini memfasilitasi proses pemahaman pebelajar terhadap perkara.

Langkah kedua, mendefinisikan perkara. Pada termin ini pebelajar mendefinisikan pertarungan sinkron menggunakan kemampuan yg mereka miliki. Pebelajar mendefinisikan kasus teknik mesin dari pemahamannya terhadap perseteruan serta menyatakan dengan kalimatnya sendiri. Permasalahn tadi dinyatakan pada kalimat yang jelas. Konflik yg didefinisikan menunjuk dalam hubungan antara liputan-liputan menggunakan masalah yang didefinisikan. Pebelajar menciptakan beberapa definisisebagai liputan awal yang perlu disediakan.

Langkah ketiga, mengumpulkan kabar-liputan. Pebelajar membuka kembali pengalaman yg sudah diperolehnya serta pengetahuan awal buat mengumpulkan berita-informasi. Tahap ini memfasilitasi proses eksplorasi dan perencanaan pada proses heuristik buat pemecahan masalah teknik mesin. Pada tahap eksplorasi serta perencanaan, pebelajar menganalisis keterangan-kabar dan memilih apakah data-data tadi sudah memadai

Langkah keempat, menyusun dugaan ad interim. Pebelajar berpikir dengan melakukan interaksi-interaksi logis pada memilih jawaban pertanyaan yang membantu mereka buat menguji apakah hipotesis yang dibuatnya benar atau masih membutuhkan perbaikan. Pebelajar melakukan eksperimentasi atau simulasi, menebak serta menguji pada menemukan jawaban

Langkah kelima, mengusut. Pebelajar melakukan penyelidikan terhadap data-data serta informasi yang diperolehnya. Pengajar menciptakan struktur belajar yg memungkinkan pebelajar dapat menggunakan banyak sekali cara buat mengetahui dan tahu global mereka. Tahap ini memfasilitasi proses refleksi dalam proses heuristik dalam pemecahan masalah teknik mesin. 

Langkah keenam, menyempurnakan konflik yg sudah didefinisikan. Pebelajar menyempurnakan pulang perumusan kasus dengan merefleksikannya melalui gambaran konkret yg mereka fahami. Pernyataan rumusan masalah dalam termin awal dirumuskan menurut skenario permasalahn yang ada. 

Langkah ketujuh, menyimpulkan alternatif-alternatif pemecahan secara kolaboratif. Pebelajar berkolaborasi mendiskusikan data serta berita yg relevan dengan permasalahan. Setiap anggota grup mulai terlibat buat mendiskusikan konflik dari banyak sekali sudut pandang. Pada tahap ini proses pemecahan masalah berada dalam tahap menyimpulkan alternatif-alternatif pemecahan yang dihasilkan dengan berkolaborasi. Kolaborasi ini memberikan kemungkinan cara lain jawaban yg lebih baik daripada proses individual.

Langkah kedelapan, menguji solusi perseteruan. Pebelajar menguji cara lain pemecahan yg sinkron serta mungkin dengan pertarungan. Alternatif yang terpilih diperoleh melalui suatu pemahaman serta diskusi komprehensif antar anggota grup, yang adalah permecahan terbaik. Pebelajar menguji alternatif pemecahan masalah menggunakan membuiat sketsa, menulis, menciptakan plot serta sebagainya untuk emnguji cara lain pemecahan yg ditemukannya. 

c. Evaluasi proses serta output belajar 
Penilaian pada pembelajaran dilema based learning dilakukan terhadap proses serta output pembelajaran. Penialian yang berorientasi dalam proses bertujuan buat menilai ketrampilan berkomunikasi, bekerjasama, penerimaan pebelajar terhadap tanggungjawab belajar, mempelajari belajar, penyelesaian serta penggunaan asal-sumber dan pengembangan ketrampilan memecahkan kasus. Sedangkan penialian output belajar dapat diintegrasikan dengan penialian proses menggunakan teknik yg sesuai. 

Proses pembelajaran menggunakan pendekatan Problem-Based Learning bersifat non linier. Willis dan Wright (2000) menyatakan bahwa proses belajar dan evaluasinya berlangsung dalam siklus-daur yang berulang. Evaluasi dilakukan berdasarkan daur-daur pembelajaran.

3. Pendekatan Pembelajaran Teori
Tahapan dalam menyebarkan model pembelajaran teori teknik mesin memakai pendekatan pemecahan masalah dapat dilakukan menggunakan tahapan berikut: (1) Identifikasi, memutuskan, serta rumuskan kompetensi (dua) Identifikasi konsep-konsep esensial serta interaksi antar konsep pada utama bahasan (topik) eksklusif yang relevan. (3) Identifikasi, menetapkan, dan rumuskan indikator pencapaian kompetensi dengan berpedoman pada kompetensi buat suatu planning pembelajaran tertentu. (4) Rencanakan dan susun indera penilaian yang mengacu pada indikator pencapaian kompetensi dilanjutkan menggunakan validasi indera evaluasi . (lima) Memilih dan menyusun bahan ajar menjadi bahan orientasi bagi pebelajar pada termin invitasi dimaksudkan buat mengetahui prakonsepsi pebelajar. (6) Identifikasi serta penjelasan prakonsepsi serta/atau miskonsepsi yang dimiliki pebelajar antara lain memakai tes diagnostik, buat ditempatkan dalam posisi sentral dalam menyusun contoh pembelajaran. (7) Identifikasi, tetapkan, serta susun materi teori teknik mesin pada bentuk masalah yg dapat digunakan sebagai bahan diskusi grup pebelajar dalam rangka menggali konsepsinya dalam fase eksplorasi konsep. Lebih lanjut susun beberapa pertanyaan yang dapat membimbing pebelajar melakukan analisis buat memecahkan masalah yg diajukan dalam rangka menggali konsepsinya. (8) Bertitik tolak berdasarkan konsep-konsep yg digali pada fase eksplorasi konsep, seleksi dan susun bahan ajar atau menjadi bahan masukan bagi pebelajar buat mengenal dan memperoleh konsep tertentu. Kemudian kembangkan bahan ajar menggunakan menghubungkan antar konsep. Lebih lanjut susun materi ajar (topik) yang bisa diterangkan sang pebelajar menjadi wahana latihan mengungkapkan konsep. Ketiga aspek ini (pengenalan konsep, pengembangan konsep, serta latihan menyebutkan konsep) tergambar dalam fase penjelasan konsep. (9) Pada fase pelaksanaan konsep susun dan pilih masalah teori teknik mesin yg bisa mengokohkan struktur kognitif pebelajar. Utamakan perkara/soal yg melatih pebelajar berpikir pada taraf pelaksanaan, analisis, buatan, serta penilaian (taksonomi Bloom) yang ekivalen menggunakan level dilema solving (taksonomi Gagne).

Comments