PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

Perencanaan Dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Teknologi Dan Kejuruan 
Pengembangan kurikulum pendidikan teknologi dan kejuruan yang dibahas dalam artikel ini melalui 3 tahapan primer yaitu proses perencanaan kurikulum , penetapan isi kurikulum, serta implementasi kurikulum. Sebelum membahas masing-masing tahapan tadi, artikel ini terlebih dahulu membahas tentang perspektif historis pendidikan teknologi kejuruan. Perkembangan pendidikan kontemporer, dan yg terpenting merupakan ciri pendidikan teknologi serta kejuruan yang mendasari ketiga tahapan pengembangan kurikulum di pendidikan teknologi kejuruan.

A.perspektif Pengembangan Kurikulum Pendidikan Teknologi serta Kejuruan 
1. Perspektif Sejarah
Banyak faktor yg menyebabkan terjadinya perbedaan dalam mengembangkan kurikulum Pendidikan Teknologi dan Kejuruan salah satunya merupakan pengaruh ”sejarah”. Sejarah mempunyai pesan penting untuk memberikan berita peristiwa dulu serta menyediakan perspektif yg bermakna bagi para pengembang kurikulum. Dilihat berdasarkan perspektif sejarah, bisnis perencanaan serta pengembangan kurikulum sudah dimulai pada masa Mesir antik lebih kurang 2000 tahun SM. Program-acara magang yang terorganisir (apprenticeship) menggunakan cara menyelidiki suatu keterampilan tertentu berdasarkan seorang yg sudah ditinjau pakar yg berpengalaman sebagai ciri khas pendidikan pada saat itu. Di lain pihak, pendidikan pada ketika itu, mencakup belajar kemampuan dasar menulis dan membaca karya sastra . Ini tercatat dalam sejarah sebagai usaha awal penggabungan antara belajar di kelas buat kemampuan-kemampuan dasar dan belajar langsung pada tempat kerja untuk hal-hal yang bersifat keterampilan terapan dengan penekanan pada metode menirukan cara bekerja para pakar yg sudah mapan dalam pekerjaannya. Cara ini sempat menyebar ke banyak sekali bagian global lain hingga sekitar abad ke-19.

Sebenarnya ada pula bisnis-bisnis lain yg mencoba memberi cara lain selain acara magang, baik yg berupa pemikiran maupun tindakan nyata berupa pendirian forum-lembaga pendidikan yg telah bersifat agak formal. Pemikiran-pemikiran kependidikan yang dipelopori sang para pakar filsafat misalnya John Locke, Comenius, Pestalozzi, dan Rousseau memberi ide kuat terhadap bentuk-bentuk persekolahan kuno yg mulai meninggalkan praktek magang dan beralih ke bentuk yg lebih formal dengan memasukkan aspek pendidikan mental misalnya filsafat dan logika serta pendidikan kesenian.ketika revolusi industri pecah pada awal abad ke-19 , terjadi permintaan tenaga terlatih yang murah pada jumlah yang sangat akbar sebagai akibatnya nir mungkin lagi terpenuhi menurut sistem pendidikan magang yang umumnya memerlukan waktu yang usang serta biaya nisbi mahal. 

Sejak saat itulah, lalu muncul banyak pemikiran-pemikiran buat mengusahakan perencanaan serta pengembangan kurikulum sekolah secara sistematis, termasuk galat satunya merupakan pemikiran Victor Della Vos yang mengawali adanya pemikiran yg sistematis dalam pengembangan kurikulum pada pendidikan teknologi serta kejuruan. Della yg adalah direktur menurut ”the imperial Technical School of Moscow”, pada tahun 1876 pada Philadelphia Centennia Exposition” mengemukakan pendekatan baru pada pembelajaran teknik, sehingga dalam ketika itu Della menjadi katalis buat pendidikan teknik di Amerika Serikat (lannie 1971). Pada ketika itu Della terkenal dengan 4 perkiraan yg berkaitan dengan pengajaran dalam bidang mekanik, yaitu : (a) pendidikan ditempuh dalam ketika yg sesingkat mungkin (in short education); (b) selalu diupayakan suatu cara buat menaruh pengajaran yg relatif buat jumlah murid yg banyak pada satu ketika; (c) dengan metode yg akan memberikan pelajaran praktek di bengkel menggunakan pemenuhan pengetahuan yg mencukupi, serta (d) sebagai akibatnya memungkinkan guru dapat menetapkan perkembangan anak didik setiap waktu. 

2. Pendidikan Teknologi serta Kejuruan Vs Pendidikan Umum 
Sepanjang hidupnya seorang insan mempunyai kesempatan berpartisipasi baik pada pendidikan formal maupun informal, dan sejauhmana partisipasi ini dilakukan akan menjadi galat satu faktor bagi penentu bagi kemampuannya mengarungi kehidupannya. Finch & Crunkilton (1984 : 8) mendeskripsikan jalinan partisipasi ini dikaitkan menggunakan dua tujuan krusial diselenggarakannya pendidikan secara luas, yaitu : (1) pendidikan buat hidup serta (2) pendidikan buat mencari penghidupan

Gambar  Education in Our Society
Sumber : Finch & Crunkilton (1984 : 8)

3. Konsep Dasar Kurikulum 
Finch & Crunkilton (1984 : 9), mengemukakan definisi kurikulum menjadi .... As the sum of the learning activities and experiences that a student has under the auspices or direction of the school” Dari definisi tersebut dapat paling tidak ada dua point yg harus diperhatikan, yaitu bahwa penekanan primer kurikulum adalah siswa serta yang kedua bahwa bagian dari kurikulum nir hanya mata pelajaran akan namun semua kegiatan (olah raga, klub, aktivitas kokurikuler) mempunyai pengaruh yg signifikan buat pembentukan individu siswa yang total dan buat mencapai efektivitas berdasarkan kurikulum .

4. Hubungan antara Kurikulum serta Pembelajaran 
Penjelasan interaksi antara kurikulum serta pembelajaran akan menaruh membawa konsekuensi eksklusif dalam perbedaan pengertian antara perencanaan kurikulum dan perencanaan pembelajaran. Finch & Crunkilton (1984 : 11) menggambarkan interaksi keduanya sebagai berikut : 

Gambar Possible Shared and Unique Aspects of Instructional Development and Curriculum Development

Dari gambar pada atas, bisa dijelaskan sebagai berikut : Jikalau ada seorang guru merumuskan tujuan buat mata pelajaran yg diampunya, maka kegiatan tadi diklasifikasikan sebagai pengembangan pembelajaran . Di lain pihak bila ada sekelompok guru yang merumuskan tujuan buat digunakan pada mata pelajaran dia sendiri atau bahkan buat mata pelajaran -mata pelajaran yang lainnya, maka aktivitas tesebut dinamakan kegiatan pengembangan kurikulum. 

5. Karakteristik Kurikulum Pendidikan Teknologi dan Kejuruan 
Pendidikan Teknologi serta Kejuruan merupakan sistem yang nir terpisahkan menurut sistem pendidikan secara menyeluruh. Meskipun demikian, kurikulum pendidikan teknologi serta kejuruan mempunyai ciri dan kekhususan tersendiri yg membedakannya menggunakan sub sistem pendidikan yg lain. Perbedaan ini nir hanya dalam definisi, struktur organisasi, serta tujuan pendidikannya saja, tetapi terlihat berdasarkan aspek lainnya yang berkaitan dengan aspek perencanaan kurikulum . Karakteristik – ciri dasar dari kurikulum pendidikan teknologi dan kejuruan yaitu : 

a. Orientasi 
Keberhasilan utama dari kurikulum pendidikan teknologi dan kejuruan, bukan saja diukur menurut pencapaian hasil belajar berupa kelulusan, namun dalam kemampuan para lulusan kelak di global kerja. Asumsi tadi dilandasi oleh pemikiran bahwa sifat pendidikan kejuruan yang adalah pendidikan buat penyiapan tenaga kerja, maka dengan sendirinya orientasi pendidikan kejuruan tertuju dalam hasil atau lulusan. 

b. Justifikasi
Kurikulum pendidikan teknologi serta kejuruan berdasarkan pada identifikasi kebutuhan aneka macam jenis pekerjaan yg terdapat di lapangan. Inilah yang menjadi alasan mengapa pendidikan teknologi dan kejuruan perlu ”diselenggarakan”. Justifikasi / alasan eksistensi pendidikan teknologi dan kejuruan didasari oleh asumsi adanya kebutuhan energi kerja pada lapangan. Oleh karena itu, yg dimaksud justifikasi pada sini merupakan justifikasi buat eksistensi. Pendidikan teknologi kejuruan ”nir layak ada” jika pada lapangan tidak dibutuhkan tenaga kerja yg akan dididik di sekolah tersebut. 

c. Fokus 
Fokus kurikulum pendidikan teknologi serta kejuruan nir hanya pada aspek skill / psikomotorik seperti yg dipahami sebagian rakyat, akan tetapi kurikulum membantu anak didik buat berbagi diri pada semua aspek yaitu pengetahuan, keterampilan, perilaku, dan nilai yang tujuan akhirnya buat memberikan kontribusi buat keberhasilan sebagai ”pekerja” atau menggunakan kata lain siswa dididik buat mempunyai kemampuan yang komprehensif dan simultan sehingga mampu sebagai pekerja yg ”produktif”. Mengembangkan salah aspek saja bertentangan dengan hakikat murid sebagai suatu totalitas eksklusif.

d. Kriteria Keberhasilan di Sekolah serta Luar Sekolah (Dual Criteria)
Berlainan dengan pendidikan umum, kriteria untuk menentukan keberhasilan suatu forum pendidikan kejuruan pada dasarnya menerapkan berukuran ganda, yaitu keberhasilan anak didik pada sekolah (in-school success) dan keberhasilan pada luar sekolah (out-of-school success). Kriteria yg pertama mencakup aspek keberhasilan anak didik dalam menempuh proses pembelajaran di kelas, sedang kriteria keberhasilan yang ke 2 diindikasikan sang keberhasilan performance lulusan setelah berada di dunia kerja. 

e. Hubungan antara Sekolah –Masyarakat dan Keterlibatan Pemerintah
Hubungan antara sekolah serta warga lebih khususnya dengan dunia industri merupakan karakteristik yang sangat krusial dalam konteks pendidikan teknologi serta kejuruan. Peran masyarakat dan pemerintah dalam hal ini sama pentingnya. Masyarakat dan pemerintah mempunyai tanggung jawab buat mengembangkan pendidikan teknologi serta kejuruan. Perwujudan interaksi timbal balik yang menunjang ini mencakup adanya dewan penasehat kurikulum kejuruan (curriculum advisory committee), kesediaan dunia usaha menampung siswa pendidikan teknologi dan kejuruan dalam program kerjasama yg memungkinkan kesempatan pengalaman lapangan, keterangan kesamaan ketenagakerjaan yg selalu dijabarkan ke dalam perencanaan serta implementasi program pendidikan. 

f. Kepekaan 
Kurikulum pendidikan teknologi serta kejuruan mempunyai ciri lain yaitu kepekaan atau daya suai yang tinggi terhadap perkembangan rakyat dalam umumnya serta dunia kerja pada khususnya, hal ini dimungkinkan lantaran komitmen pendidikan teknologi dan kejuruan yang tinggi buat selalu berorientasi kepada dunia kerja. Perkembangan ilmu serta teknologi, pasang surutnya suatu bidang pekerjaan, penemuan serta penemuan-penemuan terkini dalam bidang produksi dan jasa, semuanya itu sangat akbar pengaruhnya terhadap kecenderungan pendidikan teknologi serta kejuruan. Tidak terkecuali merupakan gerak kerja baik vertikal maupun horisontal sebagai akibat perkembangan sosial kemasyarakatan yang semuanya harus diantisipasi secara cermat guna mengklaim relevansi yg tinggi antara isi pendidikan teknologi dan kejuruan dan kebutuhan dunia kerja. 

g. Logistik/ Sarana Prasarana serta Pembiayaan 
Dalam implementasi kurikulum di pendidikan teknologi dan kejuruan , ketersediaan sarana prasarana merupakan sesuatu yang sangat krusial. Kelengkapan sarana prasarana akan dapat membantu mewujudkan situasi atau pengalaman belajar yg bisa mencerminkan situasi global kerja secara lebih realistis dan edukatif. Bengkel serta laboratorium merupakan kelengkapan yg umum menyertai eksistensi / keberadaan pendidikan teknologi dan kejuruan, selain pengalaman lapangan yg biasanya tercantum dalam kerangka kurikulumnya. Dalam konteks ini, tak jarang dipertanyakan apakah investasi yang akbar di pendidikan teknologi dan kejuruan cukup efisien dibandingkan menggunakan hasilnya. 

B. Model Pengembangan Kurikulum 
1. Model Desain Pengembangan Kurikulum di Pendidikan Teknologi Kejuruan 
Gay dalam Finch (1984) mengemukakan ada empat contoh desain pada proses perencanaan kurikulum yaitu academic model, experiential model, pragmatic contoh, dan technical contoh. 
a. Academic Model / Theoretical Model : Model akademik memanfaatkan nalar ilmiah menjadi basis pada penetapan kurikulum. Kurikulum dikembangkan menurut pendekatan struktur yang sinkron dengan disiplin ilmu atau disiplin ilmu buat membangun isi kurikulum. Model ini cocok buat para calon-calon profesional dalam suatu bidang tertentu.
b. Experiential Model : berorientasi dalam ”learned centered and activity-oriented” person and process oriented. Model ini cocok buat pengembangan individu/guru
c. Pragmatic Model : memandang perencanaan kurikulum selalu dikaitkan dengan konteks lokal/ daerah. Kondisi sosial –politik mendominasi aktivitas perencanaan kurikulum, dimana proses perencanaan kurikulum wajib disesuaikan menggunakan kondisi lokal tidak boleh keluar dari ”school setting”. Model ini cocok relevan buat diterapkan pada konteks pelatihan usaha atau industri
d. Technical Model : pada model ini pembelajaran ditinjau sebagai suatu ”sistem”. ”Sistem” bisa dipahami terdiri dari bagian-bagian yg saling berafiliasi. Sebuah sistem akan efektif dan efisien apabila dikontrol dengan manajemen yang bagus. Dalam model ini, komponen-komponen misalnya analisis kebutuhan, perumusan tujuan yang khusus, pemilihan materi, metode, serta penetapan evaluasi merupakan bagian yang tidak mampu dipisahkan satu sama lain. Model ini cocok diterapkan buat proses belajar mengajar dalam pendidikan teknologi serta kejuruan . 

2. Tinjauan Sistem pada Pengembangan Kurikulum 

Gambar  Vocational Program System
Sumber : Finch & Crunkilton (1984 :26)

C. Perencanaan Kurikulum 
Perencanaan kurikulum merupakan langkah pertama pada proses pengembangan kurikulum. Finch & Crunkilton (1984), mendeskripsikan tahapan dalam pengembangan kurikulum di pendidikan teknologi serta kejuruan menjadi berikut : 

Gambar Curriculum Development in Vocational and Technical Education
Sumber : Finch & Crunkilton (1984 : 21)

1. Pengambilan Keputusan dalam Perencanaan Kurikulum 
Dalam konteks pengambilan keputusan buat perencanaan kurikulum terdapat lima tahapan yg dilakukan :
a. Mendefinisikan kasus dan mengklarifikasikan beberapa cara lain pemecahan kasus; tahap ini merupakan termin yg cukup kritis dalam mendefinisikan suatu masalah. Pada tahap ini jika suatu kasus dapat “didefinisikan dengan baik” maka pemecahan perkara melalui cara lain yg mungkin bisa diidentifikasi serta diklarifikasi. Sebagai model, suatu community college memperlihatkan 4 program yang berbeda buat pendidikan teknologi serta kejuruan. Data mengenai masing-masing keempat program tadi dapat dikumpulkan dan diklarifikasi serta dianalisis secara simultan buat menetapkan mana diantara keempat acara tersebut (bila nir diambil semuanya) wajib diimplementasikan.

b.menetapkan baku dari masing-masing alternatif ; jikalau dalam tahap pertama beberapa cara lain diklarifikasi, maka pada termin kedua atau selanjutnya merupakan menciptakan baku menurut masing-masing alternatif tersebut. Penetapan standar akan membantu para pengambil keputusan buat memilih alternatif yang paling mungkin buat ditawarkan serta sumber daya apa yg perlu disediakan. Standar akan membantu para pengembang kurikulum pada penetapan dan operasinalisasi berdasarkan acara pendidikan teknologi serta kejuruan yg berkualitas.

c. Pengumpulan data yg herbi sekolah dan warga buat didampingkan menggunakan standar yang terdapat; setelah ditetapkan standar pada tahap ke 2, data sekarang dapat diidentifikasi dan dikumpulkan buat masing-masing cara lain . Data akan diharapkan untuk dikumpulkan menurut dua sumber yaitu sekolah serta rakyat.

d. Analisis Data; Pada tahap keempat, perencana kurikulum harus dengan objektif menganalisis semua data berdasarkan standar yang telah ditetapkan tadi. Pada termin ini dilakukan aktivitas merancang ; menyimpulkan, menganalisis , dan mempersiapakn data dalam bentuk form yg dapat digunakan pada saat pengambilan keputusan datang. Situasi ini mungkin terjadi dalam saat termin yang memerlukan data tambahan yang tidak mampu dikumpulkan, sebagai akibatnya ketetapan data harus dibuat buat pengumpulan data sebelum seluruh data bisa dikumpulkan secara penuh. Dan dianalisis secara seksama. 

e. Memutuskan cara lain mana yang dapat mendukung pada data; Tahap kelima merefresentasikan tahap akhir berdasarkan proses pengambilan keputusan. Pada termin ini, beberapa cara lain bisa diabaikan misalnya data yang tidak layak atau menerima data yang layak yang bisa digunakan dalam menyebarkan kurikulum. Dalam beberapa masalah, hanya satu cara lain yg mungkin dipilih berdasarkan beberapa kemungkinan. Atau seluruh cara lain mungkin dipercaya nir sinkron. Akan tetapi pada kasus lain , semua alternatif dipercaya layak. 

2. Pengumpulan Informasi yang Berkaitan Dengan Sekolah
Salah satu faktor yang wajib diperhatikan sang para perencana kurikulum pada pendidikan teknologi serta kejuruan merupakan ”school setting”. Hal ini wajib diperhatikan mengingat tujuan utama berdasarkan proses pembelajaran di pendidikan teknologi serta kejuruan adalah mempersiapkan murid buat sukses sebagai “pegawai” pada dunia kerja. Dalam bab ini difokuskan buat mengumpulkan data yg berkaitan dengan sistem yg mempengaruhi proses pembelajaran pada sekolah. Beberapa faktor yang yang berkaitan tersebut yaitu :
a. Tingkat droupout serta aneka macam alasan yg mendasarinya; para perencana kurikulum perlu memperhatikan tingkat droupout yang secara nir eksklusif menggambarkan kecenderungan minat menurut siswa. 
b. Ketertarikan dalam karir / jabatan pekerjaan; buat menilai kecenderungan pada karir ini sanggup dilakukan menggunakan cara melalukan banyak sekali tes yang akan sanggup menggambarkan minat/ kesamaan siswa terhadap bidang pekerjaan tertentu. Tes yg dapat dilakukan antara lain : standardized achievement test.
c. Ketertarikan serta concern orang tua murid;keterlibatan orang tua murid menjadi hal yg krusial pada memilih acara pembelajaran pada sekolah. Concern orang tua akan sangat menghipnotis terhadap pemilihan program pendidikan bagi anak-anaknya. Para perencana kurikulum perlu selalu memperhatikan ”masukan” dari para orang tua murid.
d. Keberlanjutan lulusan; keterserapan para lulusan di pasar kerja adalah tujuan primer berdasarkan acara pendidikan teknologi serta kejuruan, sang karena itu para perencana kurikulum perlu memperhatikan faktor ini. Seberapa usang masa tunggu kerja lulusan serta seberapa banyak lulusan terserap di dunia kerja
e. Proyeksi pasar kerja masa depan ; para perencana kurikulum perlu memperhatikan kecenderungan pasar kerja pada masa yg akan tiba. Kecenderungan ini akan ditentukan oleh berbagai faktor, diantaranya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Contohnya adalah perkembangan teknologi fakta akan menuntut buat membuka acara studi baru misalnya ICT atau pembelajaran perlu diorientasikan menggunakan memanfaatkan teknologi tadi. 
f. Penilaian terhadap ketersediaan fasilitas; dalam konteks pendidikan teknologi serta kejuruan, fasilitas memegang peranan krusial. Dengan fasilitas yg memadai akan sangat menunjang terhadap proses pembelajaran . Output lulusan yang ditujukan buat bekerja mengindikasikan fasilitas yang idealnya sinkron menggunakan tuntutan pekerjaan yg terdapat. 

3. Pengumpulan Data yg Berkaitan menggunakan Masyarakat 
a. Keadaan rakyat; yg dimaksud perkembangan rakyat pada sini diantaranya keadaan geografis dimana sekolah tadi berada, kecenderungan jumlah penduduk, serta nilai-nilai yang berlaku di rakyat, 
b. Arah dan proyeksi bidang ketenagakerjaan; meliputi bidang-bidang pekerjaan yang muncul sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi.
c. Keseimbangan “supply-demand” tenaga kerja; para perencana kurikulum perlu memperhatikan faktor ini ,menggunakan asa jumlah lulusan yg dihasilkan disesuaikan menggunakan jumlah pekerjaan yang terdapat sehingga tidak terjadi pengangguran .

D. Penetapan Isi Kurikulum 
1. Faktor yang Mempengaruhi Isi Kurikulum 
Berbagai faktor yg menentukan terhadap isi kurikulum paling nir ada 2 hal yg wajib diperhatikan : 
a. Relevansi isi kurikulum menggunakan konteks pendidikan yg berkaitan dengan masalah-duduk perkara yang menyangkut dukungan warga kependidian, ketersediaan energi guru serta jajaran kependidikan yg lain buat mendukung implementasi kurikulum, kualitas masukan calon murid serta aspirasi pendidikannya, serta jua hal-hal yg menyangkut administrasi akademik aplikasi kurikulum tadi.

b. Relevansi kurikulum dengan konteks lapangan kerja menyangkut dilema-persoalan yg berkaitan dengan daya dukung rakyat global kerja baik dalam hal ketersediaan bantuan fisik maupun non fisik, kemungkinan pengumpulan sumber fakta buat masukan perencanaan dan penyempurnaan kurikulum, serta ketersediaan warga dunia usaha serta global industri buat membantu sebagai anggota dewan penasihat kurikulum (advisory commitee).

Faktor lain yang harus diperhatikan dalam penentuan isi kurikulum merupakan perkara kebutuhan individu siswa yg untuk aneka macam jenjang pendidikan akan sangat berbeda. 

2. Strategi Penetapan Isi Kurikulum 
Dalam Finch & Crunkilton (1984: 140) Beberapa taktik / pendekatan yang bisa dipakai pada mengidentifikasi isi kurikulum, adalah :
a. Pendekatan DACUM; Pendekatan ini pada awalnya dikembangkan sang para pakar kurikulum di Canada . DACUM (Developing A Curriculum) pada awalnya merupakan proyek beserta antara Departemen Tenaga Kerja dan Imigrasi dengan General Learning Corporation di Canada, tetapi lalu diseminasinya dilaksanakan di banyak lembaga pendidikan kejuruan.pada sistem ini, isi kurikulum digagas sang para pengusaha atau pekerja menurut industri serta dunia bisnis tanpa melibatkan personil sekolah sama sekali. Ini didasarkan pada asumsi bahwa pada penentuan isi kurikulum pendidikan teknologi dibutuhkan memiliki relevansi yang tinggi menggunakan kebutuhan lapangan kerja. Biasanya pengajar dan pelatih yang sehari-hari terlibat pada mengajar saja kurang bisa memberikan donasi yang positif. Keunikan menurut proses identifikasi isi kurikulum menggunakan pendekatan DACUM ini merupakan urutan dan intensitas partisipasi peserta yg wajib ditargetkan sedemikian rupa, sehingga yang dihasilkan selama proses tersebut, bukan terbatas hanya dalam inventarisasi skill saja atau pengetahuan spesifik yang akan menjadi kerangka isi kurikulum, tetapi jua sampai dalam tingkat kemahiran atau kompetensi sinkron dengan apa yg dibutuhkan dalam situasi kerja yang konkret. Ini adalah kelebihan berdasarkan cara pendekatan yg seluruhnya melibatkan pihak pengusaha menurut industri serta global kerja.

b. Pendekatan Fungsional; Pendekatan ini didasari oleh asumsi bahwa siswa yg belajar melalui pendidikan teknologi dan kejuruan wajib memeriksa fungsi-fungsi apa yang harus ada untuk mengklaim kelangsungan kerja suatu industri atau dunia bisnis tertentu, serta lalu dijabarkan menjadi penampilan-penampilan (performance) yang terkait menggunakan fungsi atau tugas eksklusif.buat dijadikan masukan bagi perencana kurikulum. Prosedur menurut penentuan isi kurikulum ini merupakan dimulai dengan identifikasi jenis-jenis pekerjaan yang kemudian bisa dirinci lagi menjadi daftar kegiatan-kegiatan dalam setiap fungsi, buat lalu dikaitkan menggunakan kompetensi atau keterampilan yang wajib dimiliki sang orang yang akan mengerjakan kegiatan-aktivitas tadi. Kompetensi ini dirumuskan baik pada bentuk pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan dengan taraf yang bervariasi.

c. Pendekatan Analisis Tugas; pada pendekatan ini, isi kurikulum diambil berdasarkan aspek-aspek perilaku serta persyaratan kerja tertentu yg dijabarkan pribadi dari deskripsi pekerjaan atau pelukisan tugas yang sudah ”mapan”. Sebagai model konsorsium pendidikan kejuruan pada Amerika Serikat yg beranggotakan beberapa negara bagian sudah poly menyebarkan kurikulum program studi kejuruan yang berdasarkan atas analisis tugas. Dalam melakukan analisis tugas, perlu diperhatikan langkah-langkah sebagai berikut (1) melakukan kajian literatur serta berita yang relevan, (dua) Mengembangkan inventori pekerjaan atau jabatan; (tiga) Memilih sampel atau model pekerja sebagai sumber data; (4) melaksanakan survei atau penelitian di lapangan; (lima) menganalisis hasil informasi lapangan buat dijabarkan menjadi kurikulum serta kegiatan belajar pada sekolah . Dari langkah kelima ini, output informasi lapangan analisis tugas, kemudian diorganisir dan diolah sebagai akibatnya menjadi bahan acuan pada penentuan isi kurikulum. Hal ini dilakukan menggunakan cara analisis zona (zone analysis) serta analisis isi (content analysis). Yang pertama melukiskan gambaran menyeluruh isi kurikulum berdasarkan grup mata pelajaran yg dibagi menjadi kelompok spesialisasi, gerombolan penunjang, serta gerombolan dasar, masing-masing menggunakan proporsi yang harus dipikirkan dengan matang. Yang kedua menyangkut penjabaran rincian output analisis tugas menjadi materi belajar atau unit belajar yang nanti dilanjutkan dengan desain kegiatan instruksional serta pengadaan materi instruksionalnya, baik yg berupa lembar keterangan, lbr kerja, lembar tugas, dan lembar pengamatan. 

d. Pendekatan Filosofis; dalam sejarah penentuan isi kurikulum, pemikiran para pakar filsafat sebagai faktor dominan dalam penentuan isi kurikulum. Secara simpel dapat dikatakan bahwa filosofi adalah seperangkat keyakinan yg dimiliki oleh seorang atau gerombolan yg lalu mendasari segenap sikap serta perbuatannya. Dalam literatur poly sekali dijumpai pernyataan-pernyataan filosofi yang berkenaan dengan pendidikan teknologi serta kejuruan dan menurut pernyataan-pernyataan tersebut lalu dapat dijadikan petunjuk menentukan isi kurikulum. Sebagai contoh sederhana, apabila diyakini bahwa pendidikan kejuruan wajib menekankan penyesuaian murid dengan jenis pekerjaan yg terdapat pada lapangan kerja, maka isi kurikulumnya sanggup diramalkan akan sangat didominasi sang penumbuhan kemampuan-kemampuan transisional misalnya bagaimana mengikuti keadaan dengan lingkungan, bagaimana mengatasi problem mobilitas pekerjaan, serta kemampuan berhubungan dengan sesama orang (human relations skill). 

e. Pendekatan Introspektif; Pendekatan introspektif mendasarkan isi kurikulum pada hasil pemikiran perorangan atau grup, namun difokuskan pada pemikiran serta perasaan menurut mereka yang terlibat langsung pada penyelenggaraan pendidikan teknologi serta kejuruan, misalnya contohnya para guru serta administrator yg sehari-harinya bekerja di lingkungan sekolah kejuruan. Biasanya pemikiran ini dimulai menggunakan memeriksa apa yg selama ini sudah berjalan, mungkin dilengkapi menggunakan data komparatif dengan program yang serupa pada tempat lain dalam suatu negara juga dibandingkan dengan orang lain meskipun lewat literatur.

Comments